Anda di halaman 1dari 8

PENGUKURAN TEGANGAN TEMBUS DIELEKTRIK UDARA

PADA BERBAGAI SELA DAN BENTUK ELEKTRODA


DENGAN VARIASI TEMPERATUR SEKITAR
Sasmito Teguh Prihatnolo 1 , Abdul Syakur, ST, MT2 , Mochammad Facta, ST, MT3
Teknik Elektro
Universitas Diponegoro
Semarang
Abstrak
Isolasi adalah hal yang paling penting dan tidak dapat dipisahkan pada peralatan tegangan tinggi. Isolasi ini berfungsi untuk
memisahkan dua atau lebih penghantar listrik yang bertegangan, sehingga antara penghantar-penghantar tidak akan terjadi lompatan
listrik atau percikan. Udara dalam kondisi normal ( tekanan udara 1013 mBar dan temperatur 20oC ) memiliki tegangan tembus tertentu
terhadap tegangan tinggi bolak-balik. Bahan isolasi gas terutama udara merupakan bahan isolasi yang banyak digunakan pada
peralatan tegangan tinggi karena udara pada keadaan yang ideal merupakan isolator yang sempurna dan juga paling banyak digunakan
karena mudah, murah dan sederhana. Pada media isolasi udara peningkatan temperatur udara akan mempengaruhi pertambahan energi
yang dapat mempercepat pergerakan elektron-elektron di udara sehingga berakibat pada penurunan kekuatan dielektrik udara dan jarak
sela antar penghantar yang bertegangan juga akan menentukan laju pergerakan elektron dalam dielektrik udara dalam fungsinya
sebagai bahan isolasi,.
Dalam pengujian ini kondisi temperatur ruang, kondisi diatas dan di bawah temperatur ruang diterapkan pada elektroda bolabidang dan elektroda jarum-bidang dengan jarak sela yang berbeda, untuk melihat berapa besar pengaruh bentuk elektroda, temperatur,
jarak sela dan polaritas tegangan terhadap kuat tembus dielektrik udara
Berdasarkan hasil pengukuran pada jarak sela yang berbeda maka didapatkan karakteristik peningkatan tegangan tembus
udara akibat pengaruh jarak sela antar kedua elektroda. Hasil pengukuran pada polaritas yang berbeda diperoleh hasil bahwa pada
elektroda yang lebih kasar, kecil dan runcing dengan polaritas positif akan lebih mudah melepaskan elektron. Hasil pengukuran pada
temperatur yang berbeda maka didapatkan karakteristik penurunan tegangan tembus udara akibat pengaruh kenaikan temperatur. Hasil
pengukuran maka didapatkan karakteristik penurunan tegangan tembus udara akibat bentuk elektroda bahwa pada elektroda yang lebih
kasar, kecil dan runcing akan lebih mudah melepaskan elektron.
udara.
Peningkatan
temperatur
akan
mempengaruhi
pertambahan energi yang dapat mempercepat pergerakan
elektron-elektron di udara sehingga berakibat pada penurunan
kekuatan dielektrik udara dalam fungsinya sebagai bahan
isolasi. Dan jarak sela yang semakin lebar akan menghambat
laju pergerakan elektron sehingga diperlukan energi yang lebih
besar untuk proses ionisasi.
Dalam pengukuran tegangan tembus dielektrik udara,
dimaksudkan untuk mempelajari karakteristik isolasi udara
terhadap tegangan yang diterapkan. Dengan mengetahui
karakteristik tegangan tembusnya maka dapat diketahui
seberapa besar kemampuan isolasi yang akan digunakan untuk
mengisolasi suatu peralatan tegangan tinggi. Sehingga dapat
digunakan untuk memilih jenis isolasi yang tepat untuk
perlindungan dan tujuan dari isolasi itu sendiri dapat terpenuhi.
Serta mengetahui berapa besar tegangan maksimum yang dapat
diterapkan pada suatu peralatan sehingga peralatan tersebut
dalam kondisi aman.

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Udara dan gas termasuk bahan isolasi yang banyak
digunakan untuk mengisolasi peralatan listrik tegangan tinggi
karena biayanya lebih murah dibandingkan bahan isolasi yang
lainnya. Isolasi dimaksudkan untuk memisahkan dua atau lebih
penghantar listrik yang bertegangan, sehingga antara penghantar
-penghantar yang bertegangan tidak terjadi lompatan listrik
( flashover ) atau percikan ( sparkover ).
Bahan isolasi gas terutama udara merupakan bahan
isolasi yang banyak digunakan pada peralatan tegangan tinggi
karena udara pada keadaan normal ( udara yang ideal )
merupakan isolator yang sempurna dan juga paling banyak
digunakan karena murah, mudah dan sederhana. Menurut
standart VDE ( VDE 0433-2 ) bentuk elektroda yang digunakan
dalam pengujian tegangan tembus gas adalah elektroda bolabola. Untuk mengetahui pengaruh bentuk elektroda terhadap
besarnya tegangan tembus pada isolasi udara perlu dilakukan
pengujian pada bentuk elektroda yang lain. Bentuk elektroda
yang dapat digunakan adalah elektroda bola-bidang dan jarumbidang.
Namun pada kenyataannya, udara yang sesungguhnya
tidak hanya terdiri dari molekul-molekul netral saja tetapi ada
sebagian kecil didalamnya berupa ion-ion dan elektron-elektron
bebas, yang akan mengakibatkan udara dan gas mengalirkan
arus walaupun dalam kapasitas yang terbatas atau kecil. Jika
gas dipanasi sampai suhu yang cukup tinggi, maka banyak atom
netral akan memperoleh energi yang diperlukan untuk
mengionisasikan atom- atom yang mereka bentur. Selain
temperatur, jarak sela antar penghantar yang bertegangan juga
akan menentukan laju pergerakan elektron dalam dielektrik

1.2. Tujuan
Tujuan penyusunan tugas akhir ini adalah :
a. Mempelajari mekanisme tegangan tembus pada media
isolasi udara.
b. Mengamati dan mempelajari pengaruh jarak sela elektroda
terhadap tegangan tembus pada isolasi udara.
c. Mengamati dan mempelajari pengaruh polaritas tegangan
terhadap tegangan tembus pada isolasi udara.
d. Mengamati dan mempelajari pengaruh temperatur terhadap
tegangan tembus pada isolasi udara.
e. Mengamati dan mempelajari pengaruh bentuk elektroda
terhadap tegangan tembus pada isolasi udara.
1

merupakan proses yang paling penting dalam kegagalan udara


atau gas.
Sebuah elektron tunggal yang dibebaskan oleh pengaruh
luar pada proses ionisasi tersebut akan menimbulkan banjiran
elektron ( avalanche ), yaitu kelompok elektron yang bertambah
secara cepat dan bergerak maju meninggalkan ion positif pada
lintasannnya.
Proses pelepasan ( discharge ) pada udara dan gas
dapat dibagi menjadi 2 bagian [8,9] yaitu pelepasan bertahan
sendiri ( self sustaining discharge ) dan pelepasan tak bertahan
sendiri ( non sustaining discharge ). Dalam hal ini mekanisme
kegagalan gas dan udara adalah suatu bentuk transisi dari
keadaan pelepasan tak bertahan menuju pelepasan bertahan
sendiri.
2.3. Proses-Proses Dasar dalam Kegagalan Gas
Mekanisme kegagalan dalam udara yang disebut percikan
(spark breakdown) adalah peralihan dari peluahan tak bertahan
sendiri ke berbagai jenis peluahan yang bertahan sendiri. Sifat
mendasar dari kegagalan percikan ini adalah tegangan pada
(across) sela antara elektroda akan menurun karena adanya
proses yang menghasilkan konduktifitas tinggi antara anoda dan
katoda.
Ada dua jenis mekanisme dasar yang berperan yaitu [9]:
1. Mekanisme primer, yang memungkinkan terjadinya
banjiran (avalanche) elektron.
2. Mekanisme sekunder, yang memungkinkan terjadinya
peningkatan banjiran (avalanche) elektron.
Pada mekanisme primer, proses yang terpenting adalah
katoda. Dalam hal ini katoda akan melepas (discharge) elektron,
yang akan mengawali terjadinya suatu kegagalan percikan
(spark breakdown). Sehingga untuk hal ini elektroda yang
mempunyai potensial yang lebih rendah, yaitu katoda akan
menjadi elektroda yang melepaskan elektron.
Adapun fungsi katoda selaku elektroda pelepas elekton adalah
[9] :
1. Menyediakan elektron awal yang harus dilepaskan
2. Mempertahankan pelepasan ( discharge )
3. Menyelesaikan pelepasan ( discharge )
2.4. Mekanisme Kegagalan Townsend
Pada mekanisme primer, medan listrik yang ada di antara
elektroda akan menyebabkan elektroda yang dibebaskan
bergerak cepat, sehingga timbul energi yang cukup kuat untuk
menimbulkan banjiran elektron. Jumlah elektron ne yang
terdapat dalam banjiran elektron pada lintasan sejauh dx akan
bertambah dengan dnc elektron, sehingga elektron bebas
tambahan yang terjadi dalam lapisan dx adalah dne = . ne .dx
Ternyata jumlah elektron bebas dne yang bertambah akibat
proses ionisasi sama besarnya dengan jumlah ion positif dn+
baru yang dihasilkan, sehingga dne = dn+ = . ne . dx = . ne . (
t ). vd . dt
.................................................................. (2.1)
dn+ = jumlah ion positif baru yang dihasilkan.
ne = jumlah total elektron.
vd = kecepatan keluyur elektro.
Pada medan uniform ( konstan, dengan syarat mula) n e = no , x
= 0 sehingga ne = no .x . Jumlah elektron yang menumbuk
anoda per detik sejauh d dari katoda sama dengan jumlah ion
positif : n+ = no .x Selanjutnya jumlah elektron yang
meninggalkan katoda dan mencapai anoda :

1.3. Pembatasan Masalah


Dalam tugas akhir ini diberikan beberapa pembatasan agar
permasalahan yang akan dibahas menjadi terarah, pembatasan
tersebut sebagai berikut:
a. Pengujian dilakukan pada medan tidak seragam dengan
menggunakan elektroda bola-bidang dan elektroda jarumbidang, yang mana elektroda bola berdiameter 25 mm;
elektroda plat dengan penampang berbentuk lingkaran,
dengan penampang berdiameter 50 mm dan elektroda jarum
dengan panjang jarum 50 mm dan ujung jarum membentuk
sudut 30o, agar dapat diketahui perbandingan karakteristik
tegangan tembus akibat pengaruh bentuk elektroda yang
digunakan terhadap hasil pengujian menurut standar
elektroda VDE, yaitu elektroda bola-bola untuk media
isolasi udara[5].
b. Pengujian dilakukan pada jarak sela 2 mm, 4 mm, 6 mm, 8
mm, 10 mm, 12 mm, 14 mm, 16 mm, 18 mm, dan 20 mm,
sehingga dapat diketahui karakteristik tegangan tembus
pada jarak sela yang bervariasi. Dimana jarak sela standar
menurut VDE 0433-2 adalah 10 mm, 20 mm, 30 mm, 40
mm, dan 50 mm yang pernah diujikan pada sela bola[5].
c. Pengujian pada media isolasi udara dilakukan pada kondisi
ruang dengan temperatur 30oC. Untuk mengetahui
karakteristik tegangan tembus selain pada kondisi
temperatur ruang dilakukan pengujian pada temperatur di
atas dan di bawah temperatur ruang yaitu 40oC dan 20oC,
agar dapat diketahui pengaruh temperatur udara terhadap
tegangan tembus. Untuk isolasi udara menurut VDE 04332 , keadaan udara atmosfir ialah b = 1013 mbar dan v =
20oC ( 1 mbar = 100 N / m2 = 0,75 Torr ) [5]
d. Tegangan yang diterapkan adalah tegangan AC dengan
frekuensi 50 Hz
e. Tekanan diabaikan karena pada saat pengujian tekanan
belum diperhitungkan, yang mana tekanan disesuaikan
dengan tekanan keadaan udara normal menurut VDE 04332 yaitu 1013 mbar.
II. Tegangan Tembus Dielektrik Udara
2.1. Proses Dasar Ionisasi
Ion merupakan atom atau gabungan atom yang memiliki
muatan listrik, ion terbentuk apabila pada peristiwa kimia suatu
atom unsur menangkap atau melepaskan elektron. Proses
terbentuknya ion dinamai dengan ionisasi[9].
Dalam proses pelepasan listrik ada beberapa mekanisme
pembangkitan atau kehilangan ion baik dalam bentuk tunggal
maupun dalam kombinasi.
Proses dasar pelepasan dalam gas meliputi [9] :
a. Pembangkitan ion dengan cara benturan (collision)
elektron, fotoionisasi, ionisasi oleh benturan ion positif,
ionisasi termal, pelepasan (detachment) elektron, ionisasi
kumulatif dan efek sekunder.
b. Kehilangan ion dengan cara penggabungan (attachment)
elektron, rekombinasi dan difusi.
2.2. Ionisasi karena Benturan Elektron
Jika gradien tegangan yang ada cukup tinggi maka jumlah
elektron yang diionisasikan akan lebih banyak dibandingkan
jumlah ion yang ditangkap menjadi molekul oksigen. Sehingga
tiap-tiap elektron yang mengalami ionisasi tersebut kemudian
akan berjalan menuju anoda secara kontinu, sambil membuat
benturan-benturan yang kemudian akan membebaskan lebih
banyak elektron. Ionisasi karena benturan ini mungkin

ne
2

n o e d
1 - (ed 1)

................................................... (2.2)

atau I

hasil pengujian dengan tabel-tabel normalisasi yang ada,


diperlukan rumus-rumus yang dapat merubah hasil-hasil
tersebut menjadi dalam keadaan standar. Hal ini diperlukan
untuk dapat mengetahui apakah spesimen yang diuji memenuhi
syarat atau tidak.
Untuk mengoreksi hasil pengujian terhadap tekanan dan suhu
dipakai rumus :

I o e d
...................................................... (2.3)
1 - (ed 1)

dimana :
Io : arus yang meninggalkan katoda
d : jarak celah
Mekanisme Townsend menjelaskan tentang fenomena
kegagalan yang hanya terjadi pada tekanan yang rendah
dibawah tekanan atmosfer. Pada tekanan diatas tekanan
atmosfer berlaku mekanisme strimer yang mempersyaratkan
adanya distorsi medan karena muatan ruang.
2.5. Mekanisme Kegagalan Streamer
Mekanisme strimer ( streamer ) menjelaskan
pengembangan pelepasan percikan langsung dari banjiran
tunggal di mana muatan ruang ( space charge ) yang terjadi
karena banjiran itu sendiri mengubah banjiran tersebut menjadi
strimer plasma. Sesudah itu kehantaran naik dengan cepat dan
kegagalan terjadi dalam alur ( channel ) banjiran ini.
Ciri utama teori kegagalan strimer, di samping proses
ionisasi benturan ( ) Townsend, adalah postulasi sejumlah
besar fotoionisasi molekul gas dalam ruang didepan strimer dan
pembesaran medan listrik setempat oleh muatan ruang ion pada
ujung strimer, dimana ruangan ini menimbulkan distorsi medan
dalam sela. Ion-ion positif dapat dianggap stasioner
dibandingkan dengan elektron-elektron yang bergerak lebih
cepat, dan banjiran terjadi dalam sela dalam bentuk awan
elektron yang membelakangi muatan ruang ion positif.
Ada dua jenis strimer [9] :
1. Positif, atau strimer yang mengarah ke katoda
2. Negatif, atau strimer yang menuju ke anoda
2.6. Kegagalan dalam Medan Tak-Seragam
Didalam medan yang tak-seragam, misalnya dalam sela
titik-bidang, sela bola-bidang atau silinder koaksial, medan yang
diterapkan dan koefisien Townsend pertama berubah sepanjang
sela. Dan daraban ( multiplication ) elektroda ditentukan oleh
integral sepanjang lintasan. Pada tekanan rendah kriteria
Townsend mempunyai bentuk [8,9]:

VS

bB 273 20 0,386.bB
x

.................................. (2.7)
760 273 t B
273 t B

sedangkan bB = tekanan udara pada waktu pengujian ( mm Hg )


dan tB= suhu keliling pada waktu pengujian ( oC ). Sebagai
koreksi terhadap kelembaban udara mutlak dipakai rumus
empiris :
VS VB .k H
.................................................................. (2.8)
Keterangan :
VS = Tegangan tembus standar ( kV )
VB = Tegangan tembus yang diukur pada keadaan
sebenarnya ( kV )
KH = Faktor koreksi
2.8. Standarisasi Menurut VDE pada Media
Isolasi Udara.
Jika suatu tegangan yang diterapkan telah melampaui
tegangan tembus statis, maka dalam waktu beberapa s, sela
percik akan tembus. Selama selang waktu tersebut puncak
tegangan jaringan dapat dianggap konstan. Oleh karena itu
tembus dalam gas selalu terjadi pada puncak tegangan bolakbalik frekuensi rendah. Dalam gambar 2.2 ditunjukkan dua
susunan sela bola untuk pengukuran. Susunan horisontal
digunakan untuk diameter D < 50 cm dengan rentang tegangan
yang lebih rendah sedangkan untuk diameter yang lebih besar
digunakan susunan vertikal yang mengukur besar tegangan
terhadap bumi.
Sejumlah baku (VDE 0433-2; IEC- Publ.52; BS 358 ) telah
menyatakan jarak bebas yang minimum serta nilai tegangan
tembus pada kondisi baku ( b = 1013 mbar, v = 20oC ) untuk
berbagai diameter bola D sebagai fungsi besar sela s [5] :
Udo = f ( D, s ) .................................................................. (2.9)
Kelembapan udara tidak mempengaruhi tegangan tembus dari
sela bola.

yang dapat ditulis sebagai :

................................................... (2.6)

dimana
VS = tegangan lompatan pada keadaan standar
VB= tegangan lompatan yang diukur pada
keadaan sebenarnya
d = kepadatan udara relatif ( relative air density )

.dx
0
1 1 ............................................................ (2.4)

VB
d

.dx ln 1 .......................................................... (2.5)


0

di mana d = sepanjang sela


2.7. Faktor Koreksi Keadaan Udara
Tabel-tabel normalisasi atau standarisasi menyatakan
bahwa untuk macam alat berlaku suatu tegangan lompatan api
tertentu pada keadaan standar. Misalnya, menurut Japanese
Industri Standard ( JIS ) C 3801 dan Japanese Electrotechnical
Committe ( JEC ) Standar 106 keadaan standar adalah [10]
Tekanan barometer .......760 mm Hg ( 1013 mbar )
Suhu sekeliling ......... 20oC
Kelembaban mutlak......11 gram/m3
Oleh karena tegangna lompatan api kering selalu dipengaruhi
oleh keadaan udara, maka untuk dapat membandingkan hasil-

Gambar 2.1 Sela bola untuk mengukur tegangan


(a) susunan mendatar ( b) susunan tegak

Nilai-nilai tegangan tembus Udo menurut VDE 0433-2 pada


keadaan atmosfi (b = 1013 mbar dan T = 293 K) adalah sebagai
berikut [5]:

s dalam mm

10

20 30 40 50

Udo dalam kV

31,7 59 84 105 123

Grafik tegangan tembus dengan sela bola pada media isolasi


udara dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut :

3.2.2. Elektroda Jarum


Adapun elektroda jarum digunakan untuk pengukuran
tegangan tembus dielektik udara pada elektoda jarum-plat
( bidang ). Elektroda jarum dibuat dengan menggunakan bahan
Alumunium dengan panjang 5 mm dan mempunyai sudut 30o .

Tegangan Tembus
140

Tegangan Tembus ( kV )

120
100
80

3.2.3.Elektroda Plat ( Bidang )


Adapun elektroda bidang digunakan untuk pengukuran
tegangan tembus dielektik udara pada elektoda jarum-plat
(bidang) dan elektroda bola-plat (bidang). Elektroda
plat(bidang) dibuat dengan menggunakan bahan stainlis steel
dengan diameter 50 mm dan mempunyai ketebalan 10 mm.

60
40
20
0
10

20

30

40

50

Jarak Sela ( mm )

Gambar 2.2 Grafik tegangan tembus pada media


isolasi udara menurut VDE

III Sistem Pengukuran Tegangan Tembus


Dielektrik Udara

3.4. Teknik Pengukuran Tegangan Tembus


Pengukuran tegangan tembus bertujuan untuk mengamati
karakteristik tegangan tembus dielektri udara pada berbagai
temperatur dan jarak sela yang berbeda dengan menggunakan
elektroda bola-bidang dan elektroda jarum-bidang. Pengukuran
dilakukan dengan langkah-langkah sebagaimana diuraikan
dalam flowchart sebagai berikut :

3.1. Pendahuluan
Udara dan gas termasuk bahan isolasi yang banyak
digunakan untuk mengisolasi peralatan listrik tegangan tinggi.
Isolasi dimaksudkan untuk memisahkan dua atau lebih
penghantar listrik yang bertegangan, sehingga antara
penghantar-penghantar yang bertegangan tidak terjadi lompatan
listrik (flashover) atau percikan (sparkover). Pada tegangan
yang semakin tinggi sudah barang tentu diperlukan bakan isolasi
yang mempunyai kuat isolasi yang lebih tinggi pula. Jika
tegangan yang diterapkan pada penghantar telah mencapai
tingkat ketinggian tertentu, maka bahan isolasi tersebuat akan
mengalami pelepasan muatan (lucutan, discharge), yang
merupakan suatu bentuk kegagalan listrik. Kegagalan ini
menyebabkan hilangnya tegangan dan mengalirnya arus dalam
bahan isolasi.
Peralatan dan Bahan
Adapun peralatan yang digunakan adalah : sumber tegangan
ac 220 Volt, kit pembangkit tegangan tinggi ac, thermometer,
elemen pemanas 250 watt yang digunakan untuk memanaskan
temperatur ruang hingga temperatur 40oC, es batu digunakan
untuk mendinginkan temperatur ruang hingga temperatur 20oC,
boxs, kipas angin (fan), elektroda bola (alumunium), elektroda
jarum (alumunium), elektroda bidang (stainles steel), konektor,
dudukan elektroda, akrilik (dengan ketebalan 2 mm, 3 mm, 5
mm, 10 mm) untuk mengukur jarak sela antar kedua elektroda,
regulator tegangan, resistor 20 Mohm, kapasitor 100 pF 100 kV.
3.2.1. Boxs dan Perlengkapannya
Boxs yang digunakan adalah terbuat bari bahan kayu
yang mepunyai dimensi panjang 60cm, lebar 20 cm dan tinggi
30 cm dan dilengkapi kipas angin, elemen pemanas serta es
batu. Boxs, es batu, elemen pemanas dan kipas angin digunakan
untuk mengkondisikan temperatur udara pada kondisi di bawah
temperatur ruang dan kondisi diatas temperatur ruang. Untuk
memperoleh temperatur dibawah temperatur ruang ( kondisi
basah ) maka diperlukan es batu yang dimasukkan kedalam box
dan menghidupkan kipas angin yang ada didalamnya agar
temperatur ruang dapat merata diseluruh ruangan boxs tersebut.
Begitu pula halnya untuk memperoleh temperatur di atas
temperatur ruang ( kondisi kering ) dengan cara meletakkan
elemen pemanas di dalam boxs dan mengatur tegangan yang
diterapkan pada elemen pemanas tersebut dengan menggunakan
regulator tegangan untuk memperoleh temperatur yang
diinginkan.

Gambar 3.1 Diagram alir proses pengukuran tegangan tembus


pada isolasi udara

IV Hasil dan Analisa


4.1. Tegangan Tembus pada Elektroda
Bola- Bidang
Berdasarkan hasil pengukuran di laboratorium yang
dilakukan dengan menggunakan elektroda bola-bidang pada
temperatur 20oC, temperatur 30oC, dan temperatur 40oC maka
diperoleh data seperti dapat terlihat dalam tabel dan gambar
sebagai berikut :
4

Tabel 4.1
Tegangan tembus pada T 20oC, T 30oC dan T 40oC dengan
polaritas positif negatif pada elektroda bola-bidang

Tegangan Breakdown

Sela

(mm)

Polaritas
Positif - Negatif

Rata-Rata ( KV )
Polaritas
Positif - Negatif

Polaritas
Positif - Negatif

(High - Ground)

( High - Ground )

( High - Ground )

Temperatur20oC

Temperatur 30oC

Temperatur 40oC

3,262

2,619

2,960

4,436

4,214

4,163

5,443

4,939

4,774

7,898

7,280

5,513

10

9,682

9,398

6,696

12

12,123

11,420

8,233

14

12,883

12,736

9,723

16

14,480

13,312

11,365

18

15,912

15,334

12,508

20

17,435

16,310

13,973

Tegangan ( KV )

Tegangan

Jarak

34
32
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
2

10

12

14

16

18

20

Jarak Se la ( mm )
T 20 C

T 30 C

T 40 C

Gambar 4.2. Tegangan tembus pada T 20oC, T 30oC dan T 40oC dengan
polaritas negatif-positif untuk elektroda bola-bidang
Tegangan Breakdown

Tegangan ( KV )

Tegangan Bre akdown


30
28
26

Tegangan ( KV )

24
22
20
18
16
14

34
32
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
2

12
10

10

12

14

16

18

20

Jarak Sela ( mm )

8
6
4
2

T20 C ( H-G )

T30 C ( H-G)

T40 C ( H-G )

T20 C ( G-H )

T30 C ( G-H )

T40 C ( G-H )

0
2

10

12

14

16

18

20

Jarak Se la ( mm )
T 20 C

T 30 C

T 40 C

Gambar 4.3 Tegangan tembus pada T 200 C, T 300C dan T 400C dengan
polaritas positif-negatif dan polaritas negatif-positif pada
elektroda bola-bidang

Gambar 4.1 Tegangan tembus pada T 20oC, T 30oC dan T 40oC dengan
polaritas positif negatif pada elektroda bola-bidang

Gambar 4.1 dan gambar 4.2 menunjukkan karakteristik


tegangan sebagai fungsi jarak sela. Dari gambar tersebut dapat
diketahui karakteristik tegangan tembus cenderung mengalami
kenaikan seiring dengan lebarnya jarak sela, semakin lebar jarak
sela maka semakin besar pula tegangan tembusnya. Demikian
halnya berlaku pada ketiga kondisi temperatur. Hal ini
disebabkan jika di antara elektroda diterapkan suatu tegangan V,
maka akan timbul suatu medan listrik E yang mempunyai besar
dan arah tertentu. Karena adanya medan listrik tersebut, maka
elektron-elektron bebas yang ada di udara akan mendapatkan
energi yang cukup kuat untuk menimbulkan proses ionisasi. Jika
jarak sela antar elektroda itu kecil maka energi yang diperlukan
untuk proses ionisasi juga kecil, dan sebaliknya jika jarak sela
semakin besar maka energi yang diperlukan untuk proses
ionisasi akan semakin besar. Dengan demikan maka semakin
besar jarak sela maka energi yang diperlukan semakin besar
sehingga tegangan yang diterapkan juga akan semakin besar
pula.
Dari grafik teoritis hubungan antara tegangan tembus
dengan jarak sela berdasarkan standart VDE 0433-2 dapat
diketahui bahwa tegangan tembus cenderung mengalami
peningkatan seiring dengan bertambahnya jarak sela. Hasil
pengujian teganngan tembus dengan jarak sela pada udara
cenderung mengikuti grafik teoritis berdasarkan standart.

Tabel 4.2
Tegangan tembus pada T 20oC, T 30oC dan T 40oC dengan
polaritas negatif-positif pada elektroda bola-bidang
Tegangan

Jarak

Sela

(mm)

Polaritas
Negatif - Positif

Rata-Rata ( KV )
Polaritas
Negatif - Positif

Polaritas
Negatif - Positif

( Ground - High )

( Ground - High )

( Ground - High )

Temperatur 20oC

Temperatur 30oC

Temperatur 40oC

5,485

5,683

5,491

10,169

10,192

10,205

13,045

12,430

12,757

15,862

15,630

15,505

10

18,715

18,752

18,233

12

21,982

21,152

20,965

14

24,418

23,348

23,553

16

26,130

25,092

25,097

18

28,310

26,920

27,105

20

30,327

29,596

29,023

Tabel 4.3
Tegangan tembus pada T 20oC, T 30oC , dan T40oC dengan
polaritas positif negatif pada elektroda jarum-bidang

Perbedaan polaritas tegangan yang diterapkan juga


mempengaruhi karakteristik tegangan tembus yang terjadi.
Dimana tegangan tembus pada polaritas negatif-positif nilainnya
lebih besar dari pada tegangan tembus pada polaritas positifnegatif.
Perbedaan ini dapat dijelaskan karena pada saat elektroda
bola mendapat polaritas negatif, maka energi awal yang diterima
oleh elektroda plat (bidang ) akan terlebih dahulu berusaha
melepaskan elektron-elektron yang ada pada elektroda plat
(bidang). Karena elektroda plat (bidang) yang digunakan
mempunyai penampang yang lebih besar dari pada elektroda
bola, maka elektroda plat (bidang) akan lebih sulit melepaskan
elektron. Karena tegangan yang digunakan untuk pengukuran
adalah tegangan bolak-balik (ac), maka elektroda bola juga akan
mendapatkan energi dari siklus tegangan balik. Sehingga
elektroda bola juga mendapatkan cukup energi untuk
melepaskan elektron, untuk mengawali proses ionisasi.
Elektron-elektron yang ada pada elektroda bola akan bergerak
menuju elektroda plat (bidang). Dengan adanya energi awal
yang terserap didalam elektroda plat (bidang) maka dibutuhkan
tegangan yang lebih besar pada elektroda bola untuk terjadinya
tembus (breakdown).
Dan pada saat elektroda bola mendapatkan polaritas
positif maka elektroda bola akan langsung mendapatkan energi
awal yang lebih besar, karena elektroda bola secara geometris
mempunyai penampang yang lebih kecil dari pada plat
(bidang) sehingga elektron-elektro pada elektroda bola akan
lebih mudah melepaskan elektron untuk proses ionisasi
Dengan temperatur yang berbeda baik pada polaritas
positif-negatif maupun polaritas negatif-positif seperti terlihat
pada gambar 4.3 telah menunjukkan bahwa semakin tinggi
temperatur udara di sekitar elektroda pengukuran, maka untuk
terjadi tegangan tembus (breakdown) lebih mudah atau tegangan
tembusnya lebih kecil. Demikian berlaku pada ketiga kondisi
temperatur. Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang
rendah elektron-elektron di udara akan mendapatkan sedikit
energi termal dari udara sekitar, sedangkan pada temperatur
yang tinggi maka elektron-elektron yang bergerak bebas di
udara akan mendapatkan tambahan energi termal dari luar.
Karena elektron-elektron mendapatkan tambahan energi maka
molekul-molekul gas yang bergerak di udara akan bergerak
dengan kecepatan tinggi akibat temperatur yang tinggi.
Pada umumnya istilah ionisasi termal mencakup hal-hal
sebagai berikut [8,9] :
1. Ionisasi karena benturan antara molekul-molekul atau atom
gas yang bergerak dengan kecepatan tinggi akibat suhu
yang tinggi.
2. Ionisasi karena radiasi panas atau benturan elektron.
Untuk menjelaskan pengaruh temperatur pada tegangan
tembus digunakan faktor koreksi keadaan udara. Oleh karena
tegangan lompatan api kering selalu dipengaruhi oleh keadaan
udara, maka untuk membandingkan hasil-hasil pengujian
dengan tabel-tabel normalisasi yang ada, diperlukan rumusrumus yang dapat merubah hasil-hasil tersebut menjadi dalam
keadaan standar.

Tegangan

Jarak

Sela

(mm)

Polaritas
Positif - Negatif

Rata-Rata ( KV )
Polaritas
Positif - Negatif

Polaritas
Positif - Negatif

( High - Ground)

( High - Ground )

( High - Ground)

Temperatur 20oC

Temperatur 30oC

Temperatur 40oC

3,262

2,619

2,960

4,436

4,214

4,163

6
8

5,443
7,898

4,939
7,280

4,774
5,513

10
12

9,682
12,123

9,398
11,420

6,696
8,233

14
16

12,883
14,480

12,736
13,312

9,723
11,365

18

15,912

15,334

12,508

20

17,435

16,310

13,973

Tegangan Bre akdown


20
18
16
Tegangan ( KV )

14
12
10
8
6
4
2
0
2

10

12

14

16

18

20

Jarak Sela ( mm )
T 20 C

T 30 C

T 40 C

Gambar 4.4 Tegangan tembus pada T 20oC, T 30oC dan T 40oCdengan


polaritas positif negatif pada elektroda jarum-bidang
Tabel 4. 4
Tegangan tembus pada T 20oC, T 30oC dan T 40oC dengan
polaritas negatif-positif pada elektroda jarum-bidang
Tegangan

Jarak

Sela

(mm)

Polaritas
Negatif - Positif

Rata-Rata ( KV )
Polaritas
Negatif - Positif

Polaritas
Negatif - Positif

(Ground - High)

( Ground - High )

(Ground - High )

4.2.Tegangan Tembus pada Elektroda Jarum-Bidang


Berdasarkan hasil pengukuran di laboratorium yang
dilakukan dengan menggunakan elektroda jarum-bidang pada
temperatur 20oC, temperatur 30oC, temperatur 40oC maka
diperoleh gambar sebagai berikut :
6

Temperatur20 C

Temperatur 30 C

Temperatur 40oC

3,264

2,950

3,066

4,552

4,226

4,235

5,806

5,183

4,835

8,392

7,515

5,822

10

9,875

9,707

6,927

12

13,335

11,768

8,578

14

14,537

13,148

9,930

16

15,528

13,844

11,767

18

17,162

15,664

12,883

20

18,928

16,606

14,530

Dimana tegangan tembus pada polaritas negatif-positif nilainnya


lebih besar dari pada tegangan tembus pada polaritas positifnegatif.
Perbedaan ini dapat dijelaskan karena pada saat elektroda
jarum mendapat polaritas negatif, maka energi awal yang
diterima oleh elektroda plat (bidang) akan terlebih dahulu
berusaha melepaskan elektron-elektron yang ada pada elektroda
plat (bidang). Karena elektroda plat (bidang) yang digunakan
mempunyai penampang yang lebih besar dari pada elektroda
jarum, maka elektroda plat (bidang) akan lebih sulit melepaskan
elektron. Karena tegangan yang digunakan untuk pengukuran
adalah tegangan bolak-balik (ac), maka elektroda jarum juga
akan mendapatkan energi dari siklus tegangan balik. Sehingga
elektroda jarum juga mendapatkan cukup energi untuk
melepaskan elektron, untuk mengawali proses ionisasi.
Elektron-elektron yang ada pada elektroda jarum akan bergerak
menuju elektroda plat (bidang). Dengan adanya energi awal
yang terserap didalam elektroda plat (bidang) maka dibutuhkan
tegangan yang lebih besar pada elektroda jarum untuk terjadinya
tembus (breakdown).
Dan pada saat elektroda jarum mendapatkan polaritas
positif maka elektroda jarum akan langsung mendapatkan energi
awal yang lebih besar, karena secara geometri elektroda jarum
mempunyai ujung yang lebih runcing dan penampang yang
lebih kecil dari pada elektroda plat, maka elektroda jarum
mempunyai rapat muatan yang lebih besar sehingga elektronelektron pada ujung elektroda jarum akan lebih mudah
melepaskan elektron untuk proses ionisasi. Karena untuk proses
ionisasinya lebih mudah maka dibutuhkan energi yang lebih
kecil sehingga tegangan yang diterapkannya pun juga akan lebih
kecil pula.
Dengan temperatur yang berbeda baik pada polaritas
positif-negatif maupun polaritas negatif-positif seperti terlihat
pada gambar 4.6 telah menunjukkan bahwa semakin tinggi
temperatur udara di sekitar elektroda pengukuran, maka untuk
terjadi tegangan tembus (breakdown) lebih mudah atau tegangan
tembusnya lebih kecil. Demikian berlaku pada ketiga kondisi
temperatur. Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang
rendah elektron-elektron di udara akan mendapatkan sedikit
energi termal dari udara sekitar, sedangkan pada temperatur
yang tinggi maka elektron-elektron yang bergerak bebas di
udara akan mendapatkan tambahan energi termal dari luar.
Karena elektron-elektron mendapatkan tambahan energi maka
molekul-molekul gas yang bergerak di udara akan bergerak
dengan kecepatan tinggi akibat temperatur yang tinggi.
Pada umumnya istilah ionisasi termal mencakup hal-hal
sebagai berikut [8,9] :
1. Ionisasi karena benturan antara molekul-molekul atau atom
gas yang bergerak dengan kecepatan tinggi akibat suhu
yang tinggi.
2. Ionisasi karena radiasi panas atau benturan elektron.
Untuk menjelaskan pengaruh temperatur pada tegangan
tembus digunakan faktor koreksi keadaan udara. Oleh karena
tegangan lompatan api kering selalu dipengaruhi oleh keadaan
udara, maka untuk membandingkan hasil-hasil pengujian
dengan tabel-tabel normalisasi yang ada, diperlukan rumusrumus yang dapat merubah hasil-hasil tersebut menjadi dalam
keadaan standar. Hal ini diperlukan untuk mengetahui apakah
spesimen yang diuji memenuhi syarat atau tidak.

Te gangan Bre akdown


24
22
20

Tegangan ( KV )

18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
2

10

12

14

16

18

20

Jarak Se l a ( m m )
T 20 C

T 30 C

T 40 C

Gambar 4.5 Tegangan tembus pada T 20oC, T 30oC dan T 40oC dengan
polaritas negatif-positif pada elektroda jarum-bidang
Tegangan Breakdown

20
18
16
Tegangan ( KV )

14
12
10
8
6
4
2
0
2

10

12

14

16

18

20

Jarak Sela ( mm )
T20 C ( H-G )

T30 C ( H-G)

T40 C ( H-G )

T20 C ( G- H )

T30 C ( G-H )

T40 C ( G-H )

Gambar 4.6 Tegangan tembus pada T 20oC, T 30oC dan T 40oC dengan
polaritas positif-negatif dan polaritas negatif-positif pada
elektroda jarum-bidang

Gambar 4.4 dan gambar 4.5 menunjukkan karakteristik


tegangan sebagai fungsi jarak sela. Dari gambar tersebut dapat
diketahui karakteristik tegangan tembus cenderung mengalami
kenaikan seiring dengan lebarnya jarak sela, semakin lebar jarak
sela maka semakin besar pula tegangan tembusnya. Demikian
halnya berlaku pada ketiga kondisi temperatur. Hal ini
disebabkan jika di antara elektroda diterapkan suatu tegangan V,
maka akan timbul suatu medan listrik E yang mempunyai besar
dan arah tertentu. Karena adanya medan listrik tersebut, maka
elektron-elektron bebas yang ada di udara akan mendapatkan
energi yang cukup kuat untuk menimbulkan proses ionisasi. Jika
jarak sela antar elektroda itu kecil maka energi yang diperlukan
untuk proses ionisasi juga kecil, dan sebaliknya jika jarak sela
semakin besar maka energi yang diperlukan untuk proses
ionisasi akan semakin besar. Dengan demikan maka semakin
besar jarak sela maka energi yang diperlukan semakin besar
sehingga tegangan yang diterapkan juga akan semakin besar
pula.
Dari grafik teoritis hubungan antara tegangan tembus
dengan jarak sela berdasarkan standart VDE 0433-2 dapat
diketahui bahwa tegangan tembus cenderung mengalami
peningkatan seiring dengan bertambahnya jarak sela. Hasil
pengujian teganngan tembus dengan jarak sela pada udara
cenderung mengikuti grafik teoritis berdasarkan standart.
Perbedaan polaritas tegangan yang diterapkan juga
mempengaruhi karakteristik tegangan tembus yang terjadi.
7

penelitian ini dengan menggunakan bentuk elektroda setengah


bola, bola, beji, plat ( bidang ), jarum dengan dimensi yang
berbeda, bahan isolasi dan kondisi yang berbeda serta tingkat
kekasaran yang berbeda.

4.3.Perbandingan Tegangan Tembus pada Elektroda


Bola - Bidang dengan Tegangan Tembus
pada Elektroda Jarum Bidang
Untuk melihat lebih jauh karakteristik tegangan tembus
pada medan yang tidak seragam. Maka kita dapat
membandingkan studi laboraturium yang dilakukan pada
masing-masing pengukuran.
Perbedaan nilai tegangan tembus pada elektroda bolabidang dan elektroda jarum-bidang disebabkan karena bentuk
elektrodanya. Pada elektroda jarum-bidang yang mana secara
geometri elektroda jarum mempunyai ujung yang runcing
sehingga rapat muatanya lebih besar maka elektroda jarum akan
lebih mudah melepaskan elektron dan memerlukan energi yang
lebih kecil untuk proses ionisasi, sehingga untuk terjadinya
tembus lebih mudah. Sedangakan pada elektroda bola yang
mumpunyai permukaan halus dan penampang yang lebih besar
maka akan lebih sulit melepaskan elektron sehingga diperlukan
energi yang lebih besar untuk mengawali proses ionisasi.
Dengan demikian semakin kecil, kasar dan runcing bentuk
elektrodanya maka energi yang diperlukan semakin kecil
sehingga tegangan yang diterapakan juga akan semakin kecil.
Dan sebaliknya semakin besar dan halus bentuk elektrodanya
maka energi yang diperlukan semakin besar sehingga tegangan
yang diterapkan juga akan semakin besar pula.

DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul Syakur, Suwarno, Pengukuran Partial Discharge
pada Void Menggunakan Elektroda Metode II CIGRE pada
Tegangan Berbeda Majalah Ilmiah Teknik Elektro-ITB,
Vol. 7, No. 2-Agustus 2001
2. Abdul Syakur, Modul Praktikum Gejala Medan &
Tegangan Tinggi , Laboratorium Konversi Energi dan
Sistem Tenaga Listrik Jurusan Teknik Elektro Fakultas
Teknik UNDIP, Semarang, 2004
3. Bogas L. Tobing, Dasar Teknik Pengujian Tegangan
Tinggi , Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003
4. J. Alexander Lesil, D. Felix Siahaan, Pengaruh Cahaya
Ultrafiolet Terhadap Kuat Tembus Dielektrik Udara ,
Seminar Nasional & Workshop Teknik Tegangan Tinggi
IV, 13 14 November 2001
5. Kind Dieter, Pengantar Teknik Eksperimental Tegangan
Tinggi terjemahan K.T. Sirait, ITB, Bandung 1993
6. Kind Dieter. dan Karner Hermann High-Voltage
Insulation Technology terjemahan Narayana Rao, Madras,
1985
7. Kuffel, E. dan Abdullah, M., High-Voltage Engeneering
, Pergamon Press, 1970
8. M. S Naidu, et.al, High Voltage Engeneenering, Second
edition, Tata McGraw-Hill Publising Company Limited,
New Delhi, 1995
9. Prof. Dr. A. Arismunandar , Teknik Tegangan Tinggi
Suplemen Ghalia Indonesia
10. Prof. Dr. Artono Arismunandar , Teknik Tegangan
Tinggi PT. Pratnya Paramita, Jakarta, 2001
11. Syamsir Abduh, Teori Kegagalan Isolasi , Universitas
Trisakti, Jakarta,2003
12. Tadjudin, Partial Discharge dan Kegagalan Bahan
Isolasi , Elektro Indonesia, Juni 1998, edisi 13

V. Kesimpulan dan Saran


5.1. KESIMPULAN
Dari hasil pengukuran tegangan tembus dielektrik udara
pada berbagai sela dan bentuk elektroda dengan variasi
perbedaan temperatur sekitar, maka dapat disimpulkan sebagi
berikut :
1. Semakin lebar jarak sela antar kedua elektrodanya maka
nilai tegangan tembus akan semakin tinggi karena dengan
semakin lebar jarak selanya secara umum membuat
elektron-elektron akan semakin sulit bergerak untuk proses
ionisasi menuju anoda jika energinya tidak mencukupi.
2. Untuk hasil pengukuran pada polaritas yang berbeda maka
didapatkan karakteristik penurunan tegangan tembus udara,
yang mana pada elektroda yang lebih kasar, kecil dan
runcing dengan polaritas positif akan lebih mudah
melepaskan elektron akibat pergerakan elektron hanya
memerlukan sedikit energi untuk membantu elektron
mengalami proses ionisasi.
3. Akibat kenaikkan temperatur disekitar elektroda maka nilai
tegangan tembus udara semakin kecil karena temperatur
yang tinggi membuat banyak elektron-elektron akan
memperoleh energi termal, yang mana energi tersebut akan
sangat membantu elektron-elektron mengalami proses
ionisasi.
4. Pada medan yang tidak seragam bentuk elektroda
memberikan kontribusi pada pelepasan elektron-elektron
dimana elektroda yang mempunyai permukaan yang kasar,
runcing, dan berdimensi kecil akan lebih mudah
melepaskan elektron untuk mengawali proses terjadinya
ionisasi.

Sasmito Teguh Prihatnolo


( L2F302524 ) Mahasiswa
Jurusan
Teknik
Elektro,
Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro Semarang dengan
pilihan Konsentrasi Tenaga
Listrik

Menyetujui :
Dosen Pembimbing
Pembimbing I

5.2. SARAN

Abdul Syakur, ST, MT


NIP 132.231.132

Saran yang dapat dikemukakan bagi para pembaca dan


peminat dalam bidang isolasi udara, dapat meneruskan
8

Pembimbing II

Mochammad Facta, ST,MT


NIP 132.231.134

Anda mungkin juga menyukai