Anda di halaman 1dari 7

http://sumut.kemenag.go.

id/

Evolusi Akuntansi di Indonesia

Oleh :
H.Rahmansyah Ritonga,SE.Ak,MAP
Widyaiswara Muda pada Balai Diklat Keagamaan Medan
Abstrak
Perkembangan akuntansi ditandai dengan adanya seorang yang bernama Lucas Pacioli
pada tahun 1494, ahli matematika mengarang sebuah buku yang berjudul Summa de
Aritmatica, Geometrica, Proportioni et Propotionalita. Sistem yang berkembang saat
ini ad dua yaitu sistem Belanda (Sistem Continental) dan Amerika serikat (Sistem Anglo
Saxon). Saat ini sistem yang paling banyak digunakan yaitu Sistem Anglo Saxon. Pada
sistem Anglo Saxon, pembukuan merupakan bagian dari akuntansi. Praktik akuntansi di
Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda sekitar abad 17 sekitar
tahun
1642. Praktik akuntansi di Indonesia dapat di temui pada tahun 1747, yaitu praktik
pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta.
Belanda memperkenalkan sistem pembukuan berpasangan (Double-entry bookkeeping)
sebagaimana yang dikembangkan oleh luca Pacioli. Perusahaan milik Belanda
yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan memainkan
peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia. Meningkatnya jumlah institusi
pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan jurusan
akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institut Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara- STAN) 1990, Universitas Padjajaran 1960, Univeritas Sumatra Utara
1960, Universitas Airlangga 1960 dan Universitas Gajah Mada 1964, telah mendorong
pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960.
Tahun 1970 semua lembaga di Indonesia mengadopsi sistem akuntansi Anglo Saxon.
Kata Kunci ; Evolusi, Akuntansi
Pendahuluan
Menurut para ahli ekonomi, akuntansi sudah ada sejak manusia mengenal uang
sebagai alat pembayaran yang sah. Pencatatan keluar masuknya uang, timbulnya hutang piutang serta transaksi-transaksi lainnya dilakukan orang, mula-mula di atas lempengan
tanah liat, yang kemudian berkembang dengan menggunakan lontar. Naskah yang
menggunakan
Mesir

lontar tersebut berasal dari negara Arab (Mesir), pada waktu itu

merupakan Koloni (Jajahan) Romawi. Naskah tersebut hingga sekarang masih tersimpan
dengan baik, berasal dari Babilonia pada tahun 3600 SM.

Perkembangan ini

menyebabkan orang waktu itu memerlukan suatu sistem pencatatan yang lebih
baik, sehingga dengan demikian akuntansi juga mulai berkembang.
Setelah itu perkembangan akuntansi juga ditandai dengan adanya seorang yang
bernama Lucas Pacioli pada tahun 1494, ahli matematika mengarang sebuah buku yang
berjudul Summa de Aritmatica, Geometrica, Proportioni et Propotionalita, di mana
dalam suatu bab berjudul Tractatus de Computies et Scriptoris yang memperkenalkan
dan mengajarkan sistem pembukuan berpasangan yang disebut juga dengan sistem
kontinental.
Sistem berpasangan adalah sistem pencatatan semua transaksi ke dalam dua
bagian, yaitu debet dan kredit. Kemudian kedua bagian ini diatur sedemikian rupa
sehingga selalu seimbang. Cara seperti ini menghasilkan pembukuan yang sistematis dan
laporan keuangan yang terpadu, karena dapat menggambarkan tentang laba rugi usaha,
kekayaan perusahaan serta hak pemilik.
Sistem yang berkembang tersebut dinamakan sesuai dengan nama yang
mengembangkannya atau nama negaranya masing-masing. Misalnya sistem Belanda
(Sistem Continental) dan Amerika serikat (Sistem Anglo Saxon). Sistem-sistem tersebut
kemudian berjalan sesuai dengan perkembangannya. Pada abad sekarang ini sistem yang
paling banyak digunakan yaitu Sistem Anglo Saxon, hal ini disebabkan karena sistem
Anglo Saxon dapat digunakan untuk mencatat berbagai macam transaksi, sedangkan
sistem yang lainnya agak sukar untuk digunakan. Hal ini disebabkan karena sistem yang
lain sering memisahkan antara pembukuan dengan akuntansi sedangkan dalam sistem
Anglo Saxon, pembukuan merupakan bagian dari akuntansi.
Akuntansi di Indonesia
Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda
sekitar abad 17 atau sekitar tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik
akuntansi di Indonesia dapat di temui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan
yang

dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda
memperkenalkan

sistem

pembukuan

berpasangan

(Double-entry

bookkeeping)

sebagaimana yang dikembangkan oleh luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda yang
merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan memainkan peranan
penting dalam praktik bisnis di Indonesia.
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800-an
hingga awal tahun 1900-an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga
pengusaha Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan
kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku
yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907.
Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris
yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan
tekstil dan perusahaan manufaktur. Intrernal auditor yang pertama kali datang di
Indonesia adalah J.W Labrijn yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang
pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan
perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.
Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan
Negara, Government Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan publik
yang pertama adalah Frese dan Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia
pada tahun 1918. pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor
akuntan H.Y. Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak - Belasting
Accountant Dienst. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai
akuntan publik. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD.
Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada
tanggal
21 September 1929.
Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945,
dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai tahun 1947 hanya ada satu orang
akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model
Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950-an). Pendidikan
dan

pelatihan
Belanda.

akuntansi

masih

didominasi

oleh

sistem

akuntansi

model

Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang-orang


Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga
ahli. Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya
berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik
akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama
yang terjadi di lembaga pemerintah.
Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan
pendidikan

akuntansi,

seperti

pembukaan

jurusan

akuntansi

di

Universitas

Indonesia
1952, Institut Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990,
Universitas Padjajaran 1960, Univeritas Sumatra Utara 1960, Universitas Airlangga 1960
dan Universitas Gajah Mada 1964, telah mendorong pergantian praktik akuntansi model
Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960. Selanjutnya, pada tahun 1970 semua
lembaga mengadopsi sistem akuntansi model Amerika.
Pada pertengahan tahun 1980-an, sekelompok teknokrat muncul dan memiliki
kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha
untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetetif dan lebih berorentasi pada pasar,
dengan dukungan praktik akuntansi lebih baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh
dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional. Sebelum
perbaikan pasar modal dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980-an dan awal
1990-an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan,
satu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar
pengambilan keputusan; satu untuk menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar
dapat digunakan untuk mengajukan pinjaman/kredit dari bank domestik dan asing; dan
satu lagi yang menunjukkan hasil negatif (rugi) untuk tujuan pajak.
Pada awal tahun 1990-an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan
keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang
dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Sekandal pertama adalah kasus
Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan yang dikendalikan presiden

Suharto). Bank Duta Go Public pada tahun 1990, tetapi gagal mengungkapkan kerugian
yang terjadi. Bank Duta juga tidak menginformasi semua informasi kepada Bapepam,
auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta
mengeluarkan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kasus ini diikuti oleh kasus
Plaza Indonesia Realty (Pertengahan 1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser
mengatakan bahwa bagi pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus
diperbaiki jika memang pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari
model casino mejadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.
Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang
untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan.
Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat standar
akuntansi keuangan (PSAK). Kedua, pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia
(Work Bank) melaksanakan proyek Pengembangan Akuntansi yang ditunjuk untuk
mengembangkan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pada
tahun
1995, pemerintah membuat berbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam UndangUndang Perseroan Terbatas. Keempat, pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek
akuntansi/pelaporan keuangan kedalam Undang-Undang Pasar Modal.
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada
pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan sampai awal 1998,
kebangkrutan konglomerat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan
pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF, melakukan negosiasi atas
berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini kesalahan secara tidak
langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas keterbukaan
informasi (transparansi). Berikut ringkasan perkembangan praktik akuntansi di Indonesia
dapat dilihat pada tabel.

Kesimpulan
Akuntansi berasal dari kata asing Accounting yang artinya bila diterjemahkan ke
dalam

bahasa

Indonesia

adalah

menghitung

atau

mempertanggungjawabkan.

Akuntansi digunakan di hampir seluruh kegiatan bisnis di dunia untuk mengambil


keputusan sehingga disebut sebagai bahasa bisnis.
Evolusi akuntansi terjadi bersamaan dengan ditemukannya sistem pembukuan
berpasangan ( DOUBLE - ENTRY ) oleh pedagang-pedagang Venesia yang merupakan

pedagang terkenal dan ulung pada abad itu. Double - Entry merupakan pencatatan
seluruh transaksi kedalam dua aspek yaitu " debet dan kredit " yang orientasinya selalu
dalam keadaan seimbang.
Sistem akuntansi yang berlaku di Indonesia awalnya adalah sistem akuntansi
Belanda yang lebih dikenal dengan sistem tata buku. Setelah pada tahun 1950-an
perusahaan milik Belanda dinasionalisasi dan modal asing pun mulai masuk,
terutama dari Amerika yang juga membawa sistem akuntansinya sendiri yang harus
diikuti perusahaan miliknya di Indonesia. Pada saat yang sama, perusahaan yang ada
masih tetap mengikuti sistem akuntansi Belanda yang sudah mapan. Maka sejak saat itu
muncullah dualisme sistem akuntansi di Indonesia.
Akhir-akhir ini ada kecenderungan menolak akuntansi konvensional disebabkan
karena akuntansi konvensional dianggap tidak mampu memberikan informasi kepada
para pemakainnya sehingga ada resistensi. Misalnya, apakah akuntansi ini masih tetap
sebagai sumber informasi yang paling utama bagi investor seperti selama ini atau sebagai
salah satu sumber; apakah penekanannya pada proses pengambilan keputusan (decision
making) lebih penting dari penekanannya pada pertanggung jawaban (Accountability);
Apakah standar akuntansi yang berlaku regional atau Negara masih relevan dalam dunia
bisnis yang sudah meng-global ini; apakah akuntansi yang selama ini dianggap bagian
dari sistem ideologi kapitalis, sekular masih bisa diterima oleh kelompok yang
mengutamakan etika dan agama ? isu-isu ini akan menjadi isu besar yang akan mengubah
sejarah akuntansi nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Meigs, Walter B. and Robert F. Meigs. Financial Accounting, 4th ed. McGrawHill, 1970, p.1. (old edition)
2. Horngren, dkk. Akuntansi, jilid 1. edisi 6. Indeks, Jakarta : 2006.
3. Sugiarto. Pengantar Akuntansi, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta:
2002.
4. Yusuf Haryono, Dasar-dasar Akuntansi, Edisi keempat, Yogyakarya: BP Ilmu
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 1992.
5. Syafri, Sofyan Harahap. Teori Akuntansi edisi revisi. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta 2010.

Anda mungkin juga menyukai