Anda di halaman 1dari 3

AGAKNYA, ada motivasi laten pada setiap pengendara, khususnya di kota saya,

dalam hal pemakaian alat-alat pengaman. Helm dan sabuk pengaman, misalnya.
Setiap akan keluar rumah, mayoritas pengendara akan menggunakan helmnya
terlebih dahulu sebelum menunggang motor atau mengeratkan sabuk pengaman
sebelum menyetir. Apa motivasi latennya? Mungkin karena proses pengondisian,
para pengendara ini takut akan razia polisi yang sering tiba-tiba ada di
persimpangan lampu merah. Jika sedang apes, lupa memakai helm atau sabuk
pengaman akan memancing mata tajam para polisi lalu lintas itu untuk
menghentikan kendaraan. Naasnya kalau lupa pula membawa SIM dan/atau STNK.
Prosesnya akan panjang. Ujung-ujungnya, kalau ingin repot, Anda akan dipersilakan
memproses perkara di pengadilan. Tapi kalau Anda menyayangkan waktu Anda
yang berharga hanya untuk mengurus perkara di pengadilan, tenang saja. Ada jalan
lain. Selipkan selembar atau beberapa lembar rupiah untuk menghentikan kasus
penilangan itu agar tak sampai ke pengadilan. Diselipkan kemana? Ya ke tangan
polisi yang menilang. :D Kenapa? Risih karena sogok menyogok? Zaman sekarang,
tak usah munafik, katanya. Orang-orang yang berteriak lantang melawan korupsi,
kolusi dan nepotisme, bisa jadi adalah pelaku KKN harian yang sadar tak sadar
sudah melakukan tindakan serupa, meski dalam skala kecil-kecilan. Ya korupsi
waktu saat jam kerja, menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, juga
termasuk sogok menyogok tadi. Saya pun juga begitu kok. Bangga? Bukan. Malu
sebenarnya. Tapi ya, mau bagaimana lagi. Berkaitan dengan tilang menilang ini,
saya ikut-ikutan arus massa. Menyelesaikannya dengan jalan cepat, mudah, aman
dan saling menguntungkan. Beberapa kali saya pernah kena tilang polisi. Malu dan
malas bercampur jadi satu. Malu karena dilihat banyak orang sedang ditilang,
dianggap pengendara bandel yang tak mematuhi aturan. Malas karena harus
berurusan dengan polisi, yang ujung-ujungnya pasti duit. Tapi sungguh, saya bukan
pengendara bandel. Saya ditilang gara-gara lupa membawa SIM/STNK, tak tahu
kalau belok ke kanan itu tak boleh, atau tak sengaja tetap melaju saat lampu
merah. Selebihnya, saya melanggar rambu-rambu lalu lintas yang untungnya tak
diketahui polisi. :D Untuk memudahkan perkara, harga yang mesti saya keluarkan
cukup variatif. Antara sepuluh hingga lima puluh ribu rupiah. Yang terakhir adalah
jumlah yang besar. Maka timbul anekdot. Daripada menyumbang pada polisi, lebih
baik menyumbang pada fakir miskin. Akibat punishment itu cukup efektif. Buktinya,
semakin banyak pengendara yang sadar aturan saat berlalu lintas, khususnya saya.
Motivasinya jelas. Ya daripada menyumbang pada polisi, lebih baik sejak dari rumah
sudah mematuhi aturan. Kenakan helm atau sabuk pengaman. Jangan lupa SIM dan
STNK. Niscaya perjalanan akan aman dan nyaman tanpa khawatir di-prit. Akhirnya
pemikiran (sebagian) masyarakat dikondisikan seperti itu. Hasilnya, efektif sebagai
hukuman agar jera dari tindakan melanggar rambu-rambu lalu lintas, setidaknya
bagi saya pribadi. Setiap berkendara, sejak dari rumah saya sudah kenakan sabuk
pengaman sampai ke tujuan. Motivasinya pun tak lagi soal razia. Penggunaan sabuk
pengaman memang diniatkan untuk keselamatan pribadi dan penumpang. Lampu
merah dan rambu-rambu lalu lintas dipatuhi sebisanya. Karena kalau dipikir-pikir,
akan konyol juga kalau harus bernasib naas karena kecelakaan akibat lalai dalam

mengindahkan aturan. Bukankah sudah sangat banyak kejadian kecelakaan lalu


lintas akibat menerobos lampu merah atau menjalankan kendaraan sesukanya?
Kesabaran dalam berkendara dan berlalu lintas adalah hal utama. Sabar menanti
lampu merah berganti hijau, sabar untuk tidak mendahului kendaraan apabila
keadaannya tidak memungkinkan, sabar untuk mengantre bila lampu lalu lintas
sedang mati, dan sabar untuk mematuhi segala aturan, sesungguhnya memberikan
dampak yang baik bagi diri kita pribadi. Kita terlatih untuk berdisiplin dan tidak
sembrono dalam menggunakan jalan raya sebagai fasilitas umum. Jalan raya adalah
milik seluruh warga, yang setiap penggunanya seyogyanya sadar akan hak dan
kewajibannya. Coba bayangkan. Sungguh kasihan kalau akan ada korban akibat
kelalaian kita. Ada masa depan menanti bagi setiap pengguna jalan. Tak elok
rasanya jika karena keegoisan kita pribadi yang ingin serba cepat sampai di tujuan,
ada hidup orang lain yang dibayang-bayangi kematian, yang sebenarnya bisa kita
hindari. Cukuplah kasus Afriyani Susanti, Rasyid Amrullah Radjasa, dan para
pengendara teledor lainnya sebagai cermin agar senantiasa berhati-hati di jalan
raya. Dari dua kasus menghebohkan itu saja sudah didapat banyak pelajaran, yang
selanjutnya dapat disarikan dalam 10 tips berkendara yang ideal, aman dan
nyaman berikut ini: 1.
Pastikan Anda sedang dalam kondisi sadar dan fit untuk
berkendara. Dalam arti, sebelumnya tidak mengonsumsi minuman beralkohol
maupun obat-obatan yang bisa membuat mabuk atau mengantuk. 2.
Pastikan
kondisi kendaraan Anda baik, dalam arti memenuhi standar untuk berkendara.
Periksa lampu sein, kondisi rem, kopling, gas, persneling, klakson, dan lampu
terutama saat berkendara pada malam hari. 3.
Patuhi aturan mulai dari
penggunaan alat-alat keselamatan; helm dan sabuk pengaman. Juga tak lupa
membawa kartu identitas seperti KTP, SIM dan STNK. 4.
Berpikirlah untuk
senantiasa berhati-hati dan menjaga diri serta penumpang yang ikut bersama Anda
dengan mematuhi setiap aturan berlalu lintas; lampu merah, bunyi pengumuman
saat melintas rel kereta api, sampai rambu-rambu tanda dilarang parkir, stop,
memutar, dan sebagainya. Ingatlah, ini demi keselamatan Anda sendiri. Nyawa
Anda terlalu berharga untuk disia-siakan. 5.
Perhatikan selalu jarak kendaraan
Anda dengan kendaraan di depan dan sekitar Anda. Lajukan kendaraan dengan
kecepatan yang sesuai dengan kondisi jalan. Tidak terlalu pelan dan juga tidak
kebut-kebutan. 6.
Hormati sesama pengguna jalan raya, mulai dari pengendara
lain sampai pejalan kaki. Beri ruang dan kesempatan untuk mereka yang akan
memutar arah atau menyeberang. Hal itu tidak akan membutuhkan waktu lama,
apalagi menyita waktu Anda. Juga, gunakan klakson seperlunya agar tidak
mengganggu kenyamanan sesama pengguna jalan. Ingat, kesabaran dalam
berdisiplin berlalu lintas sangat diutamakan. Jika tak ingin terlambat sampai tujuan,
sebaiknya Anda sudah mengatur waktu sejak dari rumah. 7.
Sebisa mungkin
tidak menggunakan handphone/gadget saat berkendara karena dapat mengganggu
konsentrasi. Apabila terpaksa, Anda sebaiknya menepi dan menghentikan
kendaraan. 8.
Setel volume audio mobil dalam intensitas sedang dan tidak
sampai terlalu kencang dan memekakkan telinga. Jika tidak, hal ini dapat
membahayakan karena Anda kemungkinan tidak akan mendengar suara dan

klakson kendaraan lain atau bunyi tanda peringatan di lintasan kereta api. 9.
Memfokuskan pikiran ke jalanan. Tidak melakukan sesuatu yang membahayakan
sambil berkendara, seperti mengambil barang yang jatuh di lantai atau menengok
ke arah selain jalan sambil menyetir. 10. Sebelum berkendara, berdoalah memohon
perlindungan Tuhan selama berada di jalan raya. Demikianlah sekelumit
pengalaman dan sepuluh tips berkendara yang ideal, aman dan nyaman dari saya.
Semoga bermanfaat.

Sumber: http://www.kompasiana.com/annisa_rangkuti/10-tips-berkendara-yangideal-aman-dan-nyaman_5520a3748133117b7419fae2

Anda mungkin juga menyukai