Anda di halaman 1dari 26

BAB I

LAPORAN KASUS
2.1 IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama
: Tn. DBM
b. Umur
: 58 tahun
c. Jenis Kelamin
: Laki-laki
d. Agama
: Islam
e. Pekerjaan
: Pensiunan PT Kereta Api (Masinis)
f. Alamat
: Jl. Kimerogan Lr. Ichwani no 1193 Kertapati
g. Status
: Menikah
h. No Registrasi
: RD1501561
i. Tanggal MRS
: 14 September 2015 (12:00 WIB)
2.2 ANAMNESIS
(Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 18 September 2015, pukul
13.30 WIB)
a. Keluhan Utama
Sesak yang bertambah berat 3 jam SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
6 bulan SMRS os mengeluh sesak, sesak dipengaruhi apabila
pasien berjalan 100 m, demam (-), batuk (+), batuk darah (-), keringat
di malam hari (-), berat badan menurun (-), bersin di pagi hari (-), sesak
dipengaruhi cuaca dan emosi (-), mengi (-), nyeri dada (-), nyeri ulu hati
(-), mual (-), muntah (-), nyeri sendi (-), BAB dan BAK tidak ada
keluhan, bengkak di kaki (+), perut membesar (-), bengkak di muka (-).
Sesak berkurang apabila pasien istirahat. Pasien belum berobat.
2 bulan SMRS os mengeluh sesak bertambah, sesak dirasakan
saat pasien berjalan 40 m, demam (-), batuk (-), batuk darah (-),
keringat di malam hari (-), berat badan menurun (-), bersin di pagi hari
(-), sesak dipengaruhi cuaca dan emosi (-), mengi (-), nyeri dada (-),
nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-), nyeri sendi (-), BAB dan BAK
tidak ada keluhan, bengkak di kaki (+), perut membesar (+), bengkak di
muka (-). Os tidur dengan 3-4 bantal, os sering terbangun pada malam
hari karena sesak. Os berobat ke RSUD BARI dan dirawat selama 12

hari. Os dikatakan sakit jantung dan diberikan obat agar BAK banyak.
Os membaik, lalu os dipulangkan.
2 hari SMRS, os mengeluh sesak bertambah, sesak dirasakan
saat pasien berjalan ke WC 10 m, demam (-), batuk (-),batuk darah (-),
keringat di malam hari (-), berat badan menurun (-), bersin di pagi hari
(-), sesak dipengaruhi cuaca dan emosi (-), mengi (-), nyeri dada (-),
nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-), nyeri sendi (-), BAB dan BAK
tidak ada keluhan, bengkak di kaki (+), perut membesar (+), bengkak di
muka (-). Os tidur dengan 3-4 bantal, os mengeluh sulit tidur. OS tidak
berobat.
3 jam SMRS os mengeluh sesak bertambah berat, sesak tidak
berkurang walaupun os istirahat. demam (-), batuk (-),batuk darah (-),
keringat di malam hari (-), berat badan menurun (-), bersin di pagi hari
(-), sesak dipengaruhi cuaca dan emosi (-), mengi (-), nyeri dada (-),
nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-), nyeri sendi (-), BAB dan BAK
tidak ada keluhan, bengkak di kaki (+), perut membesar (+), bengkak di
muka (-). OS berobat ke IGD RSMH.
R/ penggunaan obat batuk jangka waktu lama (-)
R/ Tidur lebih nyaman 3-4 bantal
R/ Merokok sejak umur 19 tahun. 1 bungkus 1 hari. Os stop merokok
3 tahun SMRS
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+) 7 tahun SMRS, mengkonsumsi obat
amlodipine 1x 10 mg, tetapi tidak terkontrol .
Riwayat alergi tidak ada
Riwayat DM (+) 7 tahun SMRS, konsumsi obat Amaryl 1x tab
(terkontrol)
Riwayat sakit jantung (+) 3 tahun SMRS, 2 tahun SMRS pernah
katerisasi jantung.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dengan os tidak ada
Riwayat hipertensi (+) pada ibu pasien.
Riwayat kencing manis pada keluarga tidak ada menurut pasien

2.3 PEMERIKSAAN FISIK (Dilakukan pada tanggal 18 September 2015,


pukul 13.40 WIB)
a. Keadaan Umum
1. Keadaan umum
2. Kesadaran
3. Tekanan darah
4. Nadi
5. Pernapasan
6. Suhu tubuh
7. VAS Score
8. Berat badan
9. Tinggi badan
10. IMT

: Tampak sakit sedang


: Compos mentis
: 150/90 mmHg
: 67 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
: 24 x/menit, reguler, abdominaltorakal. Kusmaul (-)
: 36,7 oC
:2
: 64 kg
: 168 cm
: 22,67 kg/cm2 (Normoweight)

b. Keadaan Spesifik
1. Kepala
Normosefali, simetris, ekspresi muka tampak sakit sedang, warna
rambut hitam, alopesia (-).
2. Mata
Edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-), eksoftalmus (-/-), pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+.
3. Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), cavum nasi
lapang, tidak keluar cairan, epistaksis (-), pendengaran baik.
4. Mulut
Sariawan (-), gusi berdarah (-), atrofi papil (-), pembesaran tonsil (-).
5. Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, kedua meatus akustikus externus
lapang, tidak ada keluar cairan.
6. Leher
JVP (5+2) cmH2O, struma (-), pembesaran KGB (-).
7. Thoraks
Paru
Inspeksi: statis dan dinamis simetris kanan sama dengan kiri.

Barrel chest (-)


Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kanan=kiri, sela iga

melebar.
Perkusi: sonor di kedua lapang paru, batas paru-hepar ICS VI
linea midclavicula dekstra .

Auskultasi: vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus(+/+) di


kedua basal paru, wheezing (-/-)
Jantung

Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat


Palpasi: iktus cordis tidak teraba, thrill (-).
Perkusi: batas atas ICS II, batas kanan linea midsternalis, batas

kiri 2 jari lateral Linea Mid Clavicula Sinistra ICS V.


Auskultasi: HR 68 x/menit, ireguler , murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi: cembung.
Palpasi: lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, ballotement (-)
Perkusi: timpani, shifting dullness (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
9. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
10. Ekstremitas
Akral pucat (-/-), hangat, palmar eritem (-/-), edema pretibia (+/+)
11.

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium (25 Agustus 2015; 13:45:13 WIB)
No Pemeriksaan
HEMATOLOGI

Hasil

Nilai Normal

Interpretasi

Hb

15,8

14-18 g/dL

Normal

Eritrosit

4.78

4.2-4.87 106/mm3

Normal

Leukosit

10,0

4.5-11 103/mm3

Normal

Ht

46

43-49 vol%

Normal

Trombosit

183

150-450 103/L

Normal

AST/SGOT

34

0-38 U/L

Normal

ALT/SGPT

19

0-41 U/L

Normal

133

<200

Normal

46

16.6-48.5

Normal

0.82

0.7-1.2

Normal

KIMIA DARAH
Hati

Metabolisme karbohidrat
Glukosa sewaktu
GINJAL
Ureum
Kreatinin

ELEKTROLIT
Na (Natrium)

145

135-150

Normal

K (Kalium)

4.7

3.5-5.5

Normal

Kalsium

8.9

8.4-9.7

Normal

Foto Rontgen Thoraks

CTR > 50%


Kesan : Kardiomegali (Boot Shaped)

EKG

2.5 DIAGNOSIS
Diagnosis : Congestive Heart Failure ec Hipertensi Heart Disease NYHA IV +
DM tipe II terkontrol + Hipertensi stage I .
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Congestive Heart Failure ec Hipertensi Heart Disease NYHA IV + DM tipe II

terkontrol + Hipertensi stage I.


Congestive Heart Failure ec Coronary Artery Disease NYHA IV + DM tipe II

terkonrol + Hipertensi stage I.


Congestiver Heart Failure ec mitral stenosis ec Rheumatoid Heart Disease
NYHA IV + DM tipe II terkontrol + Hipertensi stage I.

2.7 PENGOBATAN
Nonfarmakologis
Istirahat- posisi duduk
Pemberian O2 3L/menit
Diet Jantung III: diet diberikan dalam bentuk makanan saring atau
lunak. Diet dengan komposisi rendah energi dan kalsium, tetapi cukup

zat gizi lain.


Prinsip diet :
- Energi cukup, untuk mencapai & mempertahankan berat badan normal
- Protein cukup, yaitu 0.8g/kgBB.
- Lemak sedang, yaitu 25-30% dari kebutuhan energi total.
- Kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia.
- Vitamin dan mineral cukup.
- Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
- Serat cukup untuk menghindari konstipasi
- Cairan cukup, 1L/hari sesuai dengan kebutuhan
Edukasi
o Penjelasan mengenai penyakit gagal jantung kongestif dan
penyaktit lain yang menyertai kepada keluarga pasien dan pasien.
o Pembatasan aktifitas fisik berat.
o Mengubah pola kebiasaan pasien yang kurang baik, seperti
berhenti merokok, dan pola makan pasien.
o Memotivasi keluarga pasien dan pasien untuk dapat menjalankan
pola hidup sehat, pola makan yang teratur baik, serta kontrol
teratur.

Farmakologis
IVFD RL gtt X (mikro)
Inj. Furosemid 1x20 mg (iv)
Valsartan 1x80 mg
Aspilet 1x80 mg
Amaryl 1x tab (1x10mg)
Laxadine 3x1 CTH syr
2.8 RENCANA PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Rontgen Thoraks
EKG
Echocardiografi
Troponin I, CKMB
2.9 PROGNOSIS
a. Quo ad vitam: dubia et bonam
b. Quo ad functionam: dubia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Jantung


Secara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Beberapa
referensi, ukuran jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangan atau
dengan ukuran panjang kira-kira 5" (12cm) dan lebar sekitar 3,5" (9cm).
Jantung terletak di belakang tulang sternum, tepatnya di ruang mediastinum
diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan diafragma. Bagian atas
jantung terletak dibagian bawah sternal notch, 1/3 dari jantung berada
disebelah kanan dari midline sternum, 2/3 nya disebelah kiri dari midline
sternum. Sedangkan bagian apek jantung di interkostal ke-5 atau tepatnya di
bawah puting susu sebelah kiri. Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang
disebut lapisan perikardium, di mana lapisan perikardium ini di bagi menjadi
3 lapisan, yaitu lapisan fibrosa, lapisan parietal dan lapisan visceral.

Gambar 1. Strukur antomis dan vaskularisasi jantung

Jantung dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu : Atrium (serambi) dan


Ventrikel (bilik). Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang
pendek, yaitu ke ventrikel, maka otot atrium lebih tipis dibandingkan dengan
otot ventrikel. Ruang atrium dibagi menjadi 2, yaitu atrium kanan dan atrium

kiri, demikian halnya dengan ruang ventrikel, dibagi lagi menjadi 2 yaitu
ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
Secara skematis, urutan perjalanan darah dalam sirkulasinya pada
manusia, yaitu : Darah dari seluruh tubuh bertemu di muaranya pada vena
cava superior dan inferior pada jantung bergabung di Atrium kanan masuk
ke ventrikel kiri arteri pulmonalis ke paru keluar dari paru melalui vena
pulmonalis ke atrium kiri (darah yang kaya O2) masuk ke ventrikel kiri,
kemudian dipompakan kembali ke seluruh tubuh melalui aorta. Keluar
masuknya darah, ke masing-masing ruangan, dikontrol juga dengan peran 4
buah katup di dalamnya, yaitu :
1. Katup trikuspidal (katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel
kanan).
2. Katup mitral (katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri).
3. Katup pulmonalis (katup yang terletak antara ventrikel kanan ke arteri
pulmonalis).
4. Katup aorta (katup yang terletak antara ventrikel kiri ke aorta).
Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung
sendiri,karena darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat
penting sekali agar jantung bisa bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila
arteri koroner mengalami pengurangan suplainya ke jantung atau yang di
sebut dengan ischemia, ini akan menyebabkan terganggunya fungsi jantung
sebagaimana mestinya. Apalagi arteri koroner mengalami sumbatan total atau
yang disebut dengan serangan jantung mendadak atau miokardiac infarction
dan bisa menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan
dalam keadaan iskemia, ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga
atau miokardiac infarction. Arteri koroner adalah cabang pertama dari
sirkulasi sistemik, dimana muara arteri koroner berada dekat dengan katup
aorta atau tepatnya di sinus valsava. Arteri koroner dibagi dua,yaitu: Arteri
koroner kanan dan Arteri koroner kiri.2

10

2.2. Definisi Gagal Jantung


Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang
disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi
gangguan pada ejeksi dan pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi
mampu memompa darah secara cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang
berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.
2.2.1 Etiologi
Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan
penyakit miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing
-masing 10% dari penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi
gagal jantung juga.
Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal
jantung kiri atau gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output.
Tabel 1. Penyebab gagal jantung
Jantung kiri primer

Penyakit jantung iskemik


Penyakit jantung hipertensi
Penyakit katup aorta
Penyakit katup mitral
Miokarditis
Kardiomiopati
Amyloidosis jantung 7

Jantung kanan primer

Gagal jantung kiri


Penyakit pulmonari kronik
Stenosis katup pulmonal
Penyakit katup trikuspid
Penyakit jantung kongenital

(VSD,PDA)
Hipertensi pulmonal
Embolisme paru masif7

11

Gagal output rendah

Gagal output tinggi

Kelainan miokardium
Penyakit jantung iskemik
Kardiomiopati
Amyloidosis
Aritmia
Peningkatan
tekanan

pengisian
Hipertensi sistemik
Stenosis katup
Semua menyebabkan gagal

Inkompetensi katup
Anemia
Malformasi arteriovenous
Overload volume plasma

ventrikel kanan disebabkan


penyakit paru sekunder
Sumber: Concise Pathology 3rd Edition
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1.

Kelainan otot jantung


Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

2.

Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.

3.

Hipertensi sistemik atau pulmonal


Meningkatkan

beban

kerja

jantung

dan

pada

gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung (peningkatan afterload),


mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi
miokard) dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas

12

jantung, karena alasan yg tidak jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi
secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.
4.

Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal :
demam, tirotoksikosis), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas
jantung

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart Association
(NYHA).
Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA
Klasifikasi Fungsional NYHA
(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)
Kelas I

Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari hari tidak


menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas II Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi


aktivitas sehari hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas
III

Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang


dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari
hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas
IV

Tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa adanya kelelahan.


Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan
akan semakin meningkat.

13

Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal


jantung akut dan gagal jantung kronik.
1. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
adanya penyakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa
disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. Irama jantung yang abnormal,
atau ketidakseimbangan preload dan afterload dan memerlukan pengobatan
segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan
jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.
2. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks
yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam
keadaan istirahat atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya
disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
2.5 Patofisiologi
Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu : (1) gangguan
kontraktilitas ventrikel, (2) meningkatnya afterload, atau (3) gangguan
pengisian ventrikel.
Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel
(karena gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi
sistolik, sedangkan gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas relaksasi
diastol atau pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik.
Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan
gagal jantung diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya
volume, gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada
gagal jantung sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu
memenuhi kebutuhan tubuh secara adekuat. Sementara itu gagal jantung
diastolik dikarenakan meningkatnya kekakuan pada dinding ventrikel.

14

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup


keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan
beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban
akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium
dan kardiomiopati.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik
dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif terhadap
gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap
mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap
faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu
ventrikel.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap
peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang
terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana
akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Jantung

mengkompensasi

dengan

cara

meningkatkan

kekuatan

kontraksi, meningkatkan ukuran, memompa lebih kuat, dan menstimulasi


ginjal untuk mengambil natrium dan air. Penggunaan sistem secara berlebihan
untuk mengkompensasi tersebut menyebabkan kerusakkan pada ventrikel dan
terjadi remodeling.
Pada pasien CHF terjadi peningkatan level norefinefrine, angiotengsin
II, aldosteron, endotelin, dan vasopressin. Kesemuanya ini adalah faktor
neurohormonal yang meningkatkan stres hemodinamik pada ventrikel yang

15

menyebabkan retensi natrium dan vasokonstriksi periferal. Simptom yang


ketiga terjadi kelelahan, nafas pendek, dan retensi air. Nafas pendek
(dyspnea) menjadi lebih parah dan terjadi saat istirahat (orthopnea) atau pada
malam hari (proxymal nocturnal dyspnea). Retensi air terjadi pada paru-paru
(kongesti) atau odema periferal.
2.6 Gambaran Klinis
Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat :
1. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung
kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastolik dalam ventrikel kiri
dan volume akhir diastolik dalam ventrikel kiri meningkat.
Tanda dan gejala:

Dispnea: akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu


pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan
yang minimal atau sedang.

Ortopnea: kesulitan bernapas saat berbaring

Paroximal nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama


dengan posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat
tidur)

Batuk: biasa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum


berbusa dalam jumlah banyak kadang disertai banyak darah.

Mudah lelah: akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat


cairan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan
sisa hasil katabolisme.

Kegelisahan: akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat


kesakitan bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik.

2. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan

16

Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya


pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun
tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri.
Tanda dan gejala:

Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.

Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena
didalam rongga abdomen.

Nokturna: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi
renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.

Lemah: akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan


pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari
jaringan.

Bendungan pada vena perifer (jugularis)


Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea) dan

asites.
Perasaan tidak enak pada epigastrium.

Gagal Jantung Kongestif


Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan. Dalam
keadaan gagal jantung kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa
sehingga terjadi bendungan sistemik bersama dengan bendungan paru.
Tanda dan gejala:
Kumpulan gejala gagal jantung kiri dan kanan.
2.7 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
17

Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah


digunakan secara luas. Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan
minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria
minor, kriteria minor dapat diterima jika kriteria minor tersebut tidak
berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal,
PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.
Kriteria mayor
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea deffort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi (>120/menit)
2. Pemeriksaan Fisik
A. Tekanan darah dan Nadi
Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan,
namun biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV
berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan adanya
penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda nonspesifik
disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer
menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada bibir
dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik berlebih. Pernapasan
Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat
respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada
saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah

18

komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan,


mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea.
B. Jugular Vein Pressure
Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai
tekanan atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika
pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 300. Tekanan vena
jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya 5-2 cm) dengan
memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada
HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat
namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan
tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar
mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.
C. Ictus cordis
Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak
memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika
kardiomegali ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah lokasi
dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari midclavicular
line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex.
D. Suara jantung tambahan
Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan
dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel
kanan dapat memiliki denyut Parasternal yang berkepanjangan meluas
hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada
pasien dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan
takipneu, dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara
jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik namun biasa ditemukan
pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada regurgitasi mitral dan
tricuspid biasa ditemukan pada pasien.
E. Pemeriksaan paru
Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari
transudasi cairan dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien

19

dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas pada kedua lapangan
paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac
asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru
sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk CHF. Perlu diketahui bahwa
rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan CHF kronis, bahkan
dengan tekanan pengisian ventrikel kiri

yang meningkat, hal ini

disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar.


Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler pleura dan
mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena
pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling sering
terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada efusi pleura
seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering terkena
adalah rongga pleura kanan.
F. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux
Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika
ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat
berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai
tanda lajut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada vena
hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga merupakan
tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari gangguan fungsi hepatic akibat
kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait dengan
peningkatan bilirubin direct dan indirect.
G. Edema tungkai
Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun
namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang
diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen
pada CHF dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada
pasien yang mampu berjalan.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh
mana gagal jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti :

20

hati, ginjal dan lain-lain. Pemeriksaan hitung darah dapat menunjukan


anemia,

karena

anemia

ini

merupakan

suatu penyebab

gagal

jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk


disfungsi jantung lainnya.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi/Rontgen.
Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan
bayangan hilus paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir
berkurang, lapangan paru bercak-bercak karena edema paru, pembesaran
jantung, cardio-thoragic ratio (CTR) meningkat, distensi vena paru.
b. Pemeriksaan EKG.
Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer
jantung ( iskemik, hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tanda-tanda
faktor pencetus akut ( infark miocard, emboli paru ).

c. Ekhokardiografi.
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta
anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung.

2.8 Penatalaksanaan
A. Terapi non farmakologi
a. Diet : Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau
obesitas harus diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah,
lipid darah, dan berat badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi
2-3 g Na/hari, atau < 2 g/hari untuk gagal jantung sedang sampai
berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari hanya untuk gagal
jantung berat.
b. Merokok : Harus dihentikan.

21

c. Aktivitas fisik olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda


dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas IIIII) dengan intensitas yang nyaman bagi pasien.
d. Istirahat : dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.
e. Bepergian : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang
sangat panas atau lembab
B. Terapi farmakologi
a. Algoritme

Tabel 3. Terapi Obat menurut status fungsional pasien

22

Tabel 4. Terapi obat menurut NYHA

BAB III
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini memaparkan Tn. DBM seorang laki-laki 58 tahun datang
dengan keluhan utama sesak napas bertambah berat 3 jam SMRS. Sesak
dipengaruhi aktivitas dan berkurang dengan istirahat, demam (-), batuk (-), batuk
darah (-), keringat di malam hari (-), berat badan menurun (-), bersin di pagi hari
(-), sesak dipengaruhi cuaca dan emosi (-), mengi (-), nyeri dada (-), nyeri ulu hati
(-), mual (-), muntah (-), nyeri sendi (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan,
bengkak di kaki (+), perut membesar (+), bengkak di muka (-). Os tidur dengan 34 bantal dan os sering terbangun pada malam hari karena sesak. Berdasarkan
keluhan utama pasien, dapat dipikirkan beberapa kemungkinan penyebab
terjadinya sesak. Sesak dapat berasal dari organ paru, ginjal, dan jantung. Sesak
napas yang diakibatkan oleh penyakit paru biasanya tidak berkurang dengan
istirahat, salah satu penyakit paru dapat dicetuskan oleh alergen, cuaca, emosi
dan biasanya disertai suara nafas tambahan berupa wheezing. Sedangkan pada
pasien ini sesak berkurang dengan istirahat, maka kemungkinan penyakit paru
dapat disingkirkan dan mengarah pada etiologi jantung. Dari anamnesis
didapatkan bahwa pasien ini memiliki riwayat hipertensi yang merupakan faktor
resiko secara fungsional yang dapat meningkatkan kerja jantung.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah
150/90 mmHg, Nadi 67 x/menit, respirasi 24 x/menit dan suhu 36.7 oC. Pada

23

pemeriksaan leher ditemukan JVP meningkat (5+2) cmH2O, pembesaran batas


jantung kiri, dan edema pretibia. Sehingga sesak nafas yang diakibatan oleh
jantung tidak dapat disingkirkan. Pada kasus ini telah terjadi bendungan pada paru
dan organ

lainnya yang menandakan terjadi gagal

jantung kiri dan kanan,

ditandai dengan sesak, peningkatan JVP, dan kardiomegali.


Berdasarkan kriteria Framingham, pada kasus ini telah memenuhi kriteria
mayor, sesak pada malam hari (+), distensi vena leher (+), peningkatan JVP (+),
ronkhi pada basal paru (+), kardiomegali (+), dan kriteria minor : edema
ekstremitas (+), dispnea deffort (+), sehingga dapat ditegakkan suatu diagnosa
gagal jantung kongestif. Gagal jantung kongestif merupakan tahap akhir penyakit
jantung yang dapat menyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas
penderita penyakit jantung.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini ialah pemeriksaan
darah rutin, foto thorax dan EKG. Pada pemeriksaan darah rutin dalam batas
normal. Pada rontgen thoraks foto didapatkan kardiomegali yang berupa boot
shaped. Hal ini diakibatkan oleh kompensasi penebalan otot jantung akibat kerja
jantung yang meningkat. Pada EKG didapatkan Left Ventricular Hipertrophy .
Untuk lebih jelas penyebab congestive heart failure direncanakan pemeriksaan
anjuran echocardiography, troponin I, CKMB.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Sylvia Anderson Price, RN, Phd; Lorraine Mccarty Wilson, RN, PhD. 2005.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC: Jakarta
2. Huon H.Gray; Keith D. Dawkins, John M.Morgan; dkk. 2003.Lecture Notes
Kardiologi. Erlangga : Jakarta
3. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
4. Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. 2008. Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure . European
heart

journal.

http://emedicine.medscape.com/article/163062-

overview . Di akses 23 Juli 2012


5. Katzung BG. Farmakologi Dasar Klinik. Salemba Medika. 2001
6. Ghanie A. Pengantar Diagnosis Ekokardiografi. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009
7. Antono D, Kisyanto Y. Penyakit Jantung Hipertensi. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009
8. Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. Profesional Guide of Pathophysiology.
Dalam : Hartono A, editor. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2011
9. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Dalam : Rachman LY,
editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta :EGC ; 2007

25

10. Panggabean MM. Gagal Jantung Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009
11. Manurung D. Regurgitasi Mitral. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009
12. Ghanie A. Penyakit Katup Trikuspid. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009
13. Nasution SA. Kardiomiopati. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009

26

Anda mungkin juga menyukai