Anda di halaman 1dari 19

THALASSEMIA

Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter dengan berbagai derajat


keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan
substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan
atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat
secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb.
Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia; banyak
di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin
yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk
thalassemia- yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal ( 4 atau 4) tetapi
komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal
juga menyebabkan perubahan hemotologi mirip thalassemia.
Berdasarkan rantai asam amino yang terkena klasifikasi thalasemia dibagi menjadi :
1. Thalassemia (melibatkan rantai alfa) minimal membawa 1 gen)
Pada kasus thalassemia , akan terjadi mutasi pada kromosom 16 yang menyebabkan produksi
rantai globin (memiliki 4 lokus genetik) menurun, yang menyebabkan adanya kelebihan rantai
globin pada orang dewasa dan kelebihan rantai pada newborn. Derajat thalassemia
berhubungan dengan jumlah lokus yang termutasi (semakin banyak lokus yang termutasi, derajat
thalassemia semakin tinggi).Thalassemia dibedakan menjadi :
a. Silent Carrier Thalassemia (Thalassemia-2- Trait)
Delesi satu gen (/o). Tiga loki globin cukup memungkinkan produksi Hb normal. Secara
hematologis sehat, kadang-kadang indeks RBC (Red Blood Cell) rendah. Tidak ada anemia dan
hypochromia pada orang ini. Diagnosis tidak dapat ditentukan dengan elektroforesis. Biasanya
pada etnis populasi African American. CBC (Complete Blood Count) salah satu orangtua
menunjukkan hypochromia dan microcytosis.
b. Thalassemia-1- Trait
Delesi pada 2 gen , dapat berbentuk thalassemia-1a- homozigot (/oo) atau thalassemia-2a-
heterozigot (o/o). Dua loki globin memungkinkan erythropoiesis hampir normal, tetapi ada
anemia hypochromic microcytic ringan dan indeks RBC rendah.
c. Thalassemia Intermedia (Hb H disease)
Delesi 3 gen globin (o/oo). Dua hemoglobin yang tidak stabil ada dalam darah, yaitu HbH
(tetramer rantai ) & Hb Barts (tetramer rantai ). Kedua Hb yang tidak stabil ini mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap O2 daripada Hb normal, sehingga pengiriman O2 ke jaringan rendah
(hipoksia). Ada anemia hypochromic microcytic dengan sel-sel target dan heinz bodies (badan
inklusi) pada preparat hapus darah tepi, juga ditemukan splenomegali. Kelainan ini nampak pd
masa anak-anak atau pd awal kehidupan dewasa ketika anemia dan splenomegali terlihat.
d. Thalassemia Major (Thalassemia Homozigot)
1

Delesi sempurna 4 gen (oo/oo). Fetus tidak dapat hidup segera sesudah keluar dari uterus dan
kehamilan mungkin tidak bertahan lama. Sebagian besar bayi ditemukan meninggal pada saat
lahir dengan hydrops fetalis dan bayi yang lahir hidup akan segera meninggal setelah lahir,
kecuali transfusi darah intrauterine diberikan. Bayi-bayi tersebut edema dan mempunyai sedikit
Hb yang bersirkulasi, Hb yang ada semuanya tetramer rantai (Hb Barts) yang memiliki afinitas
yang tinggi.
2. Thalasemia (melibatkan rantai )
Beta thalassemia juga sering disebut Cooleys anemia. Thalassemia terjadi karena
mutasi pada rantai globin pada kromosom 11. Thalassemia ini diturunkan secara autosom
resesif. Derajat penyakit tergantung pada sifat dasar mutasi. Mutasi diklasifikasikan sebagai (o)
jika mereka mencegah pembetukan rantai dan (+) jika mereka memungkinkan formasi
beberapa rantai terjadi. Produksi rantai menurun atau tiadk diproduksi sama sekali, sehingga
rantai relatif berlebihan, tetapi tidak membentuk tetramer. Kumpulan rantai yang berlebihan
tersebut akan berikatan dengan membran sel darah merah, mengendap, dan menyebabkan
kerusakan membran. Pada konsentrasi tinggi, kumpulan rantai tersebut akan membentuk
agregat toksik. Thalassemia diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Silent Carrier Thalassemia (Thalassemia Trait)
Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita
mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil
(mikrositer). Fenotipnya asimtomatik, disebut juga sebagai thalassemia minor.
b. Thalassemia Intermedia
Suatu kondisi tengah antara bentuk major dan minor. Pada kondisi ini kedua gen mengalami
mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita dapat hidup normal,
tetapi mungkin memerlukan transfusi sekali-sekali, misal pada saat sakit atau hamil, serta
tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.
c. Thalassemia Associated with Chain Structural Variants
Sindrom thalassemia (Thalassemia / HbE).
d. Thalassemia Major (Cooleys Anemia)
Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta
globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.
Berbeda dengan thalassemia minor (thalassemia trait/bawaan), penderita thalassemia mayor tidak
dapat membentuk hemoglobin yang cukup di dalam darah mereka, sehingga hampir tidak ada
oksigen yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama-lama akan menyebabkan hipoksia
jaringan (kekurangan O2), edema, gagal jantung kongestif, maupun kematian. Oleh karena itu,
penderita thalassemia mayor memerlukan transfusi darah yang sering dan perawatan medis demi
kelangsungan hidupnya.

Etiologi thalassemia

Thalassemia merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan rantai asam amino


yang membentuk hemoglobin yang dikandung oleh sel darah merah. Sel darah merah membawa
oksigen ke seluruh tubuh dengan bantuan substansi yang disebut hemoglobin. Hemoglobin
terbuat dari dua macam protein yang berbeda, yaitu globin dan globin . Protein globin
tersebut dibuat oleh gen yang berlokasi di kromosom yang berbeda, globin diproduksi oleh
kromosom 16, sedangkan globin oleh kromosom 11. Apabila satu atau lebih gen yang
memproduksi protein globin tidak normal atau hilang, maka akan terjadi penurunan produksi
protein globin yang menyebabkan thalassemia. Mutasi gen pada globin alfa akan menyebabkan
penyakit alfa- thalassemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan menyebabkan penyakit
beta-thalassemia.
Epidemiologi thalassemia
1. Thalasemia
Dilihat dari distribusi geografiknya maka thalasemia banyak dijumpai di Mediterania, Timur
Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan, Cina. Jarang di Afrika kecuali Liberia dan
beberapa Afrika Utara sporadic pada semua ras. Di Siprus lebih banyak dijumpai varian + di
Asia Tenggara lebih banyak 0. jika dilukiskan dipeta dunia terlihat seperti sabuk talasemia
dimana Indonesia termasuk didalamnya.
2. Thalasemia
Terbentang dari Afrika ke Mediterania, Timur Tengah, Asia Timur, dan Tenggara Hb Barts
sindrom dan HbH disease terbatas di populasi Asia Tenggara dan Mediterania.

Patofisiologi thalassemia
1. Thalasemia-
a. Hydrops fetalis
Hidrops fetalis disebabkan karena delesi keempat (seluruhnya) gen globin . Hal ini
menyebabkan tertekannya seluruh sintesis rantai sehingga tidak menghasilkan Hb yang
fungsional. Kematian in utero terjadi pada keadaan ini karena darah hampir sama sekali tidak
memiliki kemampuan untuk menyalurkan oksigen.
b. Hb H Disease
Delesi 3 gen dari 4 gen globin menyebabkan kelebihan relative globin sehingga pada
keadaan ini dapat ditemukan HbH (4). Pada awal kehidupan dapat pula ditemukan Hb Bart (4).
Hb H dan Hb Bart ini memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap oksigen sehingga kuramg
efektif untuk menyalurkan oksigen ke jaringan.
2. Thalasemia-
Dua faktor berperan dalam pathogenesis anemia pada thalasemia-. Berkurangnya sintesis
globin menyebabkan pembentukan HbA kurang memadai sehingga konsentrasi Hb keseluruhan
(MCHC) per sel berkurang, dan sel tampak hipokromik. Yang jauh lebih penting adala
3

komponen hemolitik pada talasemia- . Hal ini bukan disebabkan karena tidak adanya -globin,
tapi oleh kelebihan relative rantai globin, yang sintesisnya normal. Rantai yang tidak
berpasangan membentuk agregat tak larut yang mengendap di dalam eritrosit. Badan sel ini
merusak membrane sel, mengurangi plastisitas, dan menyebabkan eritrosit rentan terhadap
fagositosis oleh system fagosit mononukleus. Yang terjadi tidak saja kerentanan eritrosit matur
terhadap destruksi premature, tetapi juga kerusakan sebagian eritroblas di dalam sumsum tulang
karena adanya badan inklusi yang merusak membrane. Destruksi eritrosit intramedula
(eritropoeisis inefektif) ini menimbulkan kerugian lainnya : peningkatan penyerapan zat besi
dalam makanan yang berlebihan sehingga para pasien kelebihan beban zat besi.

Gambar 3. Patofisiologi thalasemia

Manifestasi klinis thalassemia


Sindrom Thalasemia
1. Thalassemia mayor : anemia berat tergantung transfusi darah
a) Gambaran klinik : anemia berat, harus transfusi kalo tidak ditransfusi terjadi peningkatan
hepatosplenomegali, ikterus, perubahan tulang yang nyata.
4

b) Gambaran radiologis : hair on end, tulang panjang menjadi tipis mengakibatkan fraktur,
wajah khas dengan tonjolan dahi, tulang pipi, dagu atas, pertumbuhan fisik dan
perkembangan terhambat.
c) Gambaran laboratoris : kadar Hb rendah, eritorsit hipokrom, poikilositosis, sel target, sel
teardrop, eliptosit, fragmen eritrosit, mikrosferosit, eritrosit stippled dan bernukleus, besi
serum meningkat, TIBC normal atau sdikit meningkat, transferrin meningkat.
2. Thalassemia intermedia
Gambaran klinis bervariasi dari bentuk ringan , walaupun dengan anemia sedang sampai berat
yang tidak dapat mentoleransi aktivitas berat dan fraktur patologis. Eritropoiesis nyata meningkat
walaupun tidak efektif. Sehingga menyebabkan peningkatan turn over besi dalam plasma,
kemudian merangsang penyerapan besi via saluran cerna. Komplikasi jantung dan endokrin
muncul 10-20 tahun kemudian pada penerita thalasemia intermedia yang tidak mendapatkan
transfusi darah.
3. Thalasemia minor (trait) : anemia hemolitik mikrositik hipokrom
a. Gambaran klinik : hepatosplenomegali dan splenomegali pada sedikit
penderita.
b. Gambaran laboratoris : anemia hemolitik ringan asimtomatis, mikrositik
hipokrom, poikilositosis, sel target, eliptosit, peningkatan eritrosit stippled,
sumsum tulang hiperplasia ringan, kadar HbA2 tinggi.
4. Thalasemia (silent carrier)
Tampilan klinis normal dengan kadar hemoglobin normal, kadar HbA2 normal dan
kemungkinan adanya mikrositik yang sangat ringan.

1.

2.

3.

4.

Sindrom Thalassemia
Thalassemia (silent carrier)
Gambaran klinis normal, tidak ditemukan kelainan hemaologi, saat dilahirkan Hb Barts
dalam rentangan 1-2%. Tidak ada yang pasti untuk mendiagnosis silent carrier dengan
kritreria hematologis.
Thalassemia trait (minor)
Menunjukan tampilan klinis normal, anemia ringan dengan peningkatan eritrosit yang
mikrositik hipokrom. Pada saat lahir Hb Barts dalam rentang 2-10%. Biasanya pada
penderita dewasa tidak ditemukan HbH (4).
Thalassemia intermedia (HbH disease)
Penderita mengalami anemia hemolitik kronik ringan sampai dengan sedang, dengan kadar
Hb rentang antara 3-10% retikulosit antara 5-10%. Limpa biasanya membesar, sumsum tulang
menunjukan hiperplasia eritroid.
Thalassemia homozigot (hydrops fetalis)
Bayi dilahirkan prematur, dapat hidup lalu meninggal beberapa saat kemudian. Fetus
menunjukan anemia edema, asites, hepatosplenomegali berat dan kardiomegali.

Stadium Thalassemia
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif
transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan
kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan
thalassemia- mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu :

Stadium I
o Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red
Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya
ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram
(EKG) dalam 24 jam normal.
Stadium II
o Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan
memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada
dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal
pada EKG dalam 24 jam
Stadium III
o Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi
ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial
dan ventrikular.

Diagnosis dan diagnosis banding thalassemia


A. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis thalasemia diperlukan langkah sebagai berikut, seperti
yang digambarkan pada alogaritma dibawah ini
Riwayat penyakit
(ras, riwayat keluarga, usia awal penyakit, pertumbuhan)
Pemeriksaan fisik
(pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal, pigmentasi)
Laboratorium darah dan sediaan apus
(hemoglobin, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit, gambaran darah
tepi/termasuk badan inklusi dalam eritrosit darah tepi atau sumsum tulang, dan
presipitasi HbH)

Elektroforesis hemoglobin
(Adanya Hb abnormal, termasuk analisis pada Ph 6-7 untuk HbH dan H Barts

Penentuan HbA2 dan HbF


(untuk memastikan thalassemia )

Distribusi HbF
intraseluler

Sintesis rantai globin

Analisis struktural
Hb varian (Misal Hb
Lepore)

Penderita sindrom thalasemia umumnya menunjukan anemia mikrositik hipokrom.


Kadar hemoglobin dan hematokrit menurun, tetapi hitung jenis eritrosit biasanya secara
disproporsi relatif tinggi terhadap derajat anemia, yang menyebabkan MCV yang sangat rendah.
MCHC biasanya edikit menurun. Pada thalasemia mayor yang tidak diobati, relative distribution
width (RDW) meningkat karena anisositosis yang nyata. Namun pada thalasemia minor RDW
biasanya normal, hal ini membedakannya dengan anemia defisiensi besi. Pada pewarnaan Wright
eritrosit khas mikrositik dan hipokrom, kecuali pada fenotip pembawa sifat tersembunyi. Pada
thalasemia -heterozigot dan HBH disease, eritrosit mikrositik dengan poikilositosis ringan
sampai dengan menengah. Pada thalasemia heterozigot terdapat mikrositik dan hipokrom
ringan, tetapi kurang poikilositosis. Pada thalasemia homozigot dan heterozigot berganda ,
dapat ditemukan poikilostopsis yang ekstrim, termasuk sel target dan eliptosit, dan juga
polikromasia, basophilic stipping, dan nRBCs. Hitung retikulosit meningkat, menunjukan
sumsum tulang merespon proses hemolitik. Pada HBH disease, hitung retikulosit dapat mencapai
10%. Pada thalasemia homozigot hitung retikulosit kurang lebih 5%; hal ini secara tidak
proporsional relatif rendah terhadap derajat anemia. Penyebabnya paling mungkin akibat
eritropoiesis infektif.
Pada thalassemia -minor (trait), HbH disease, dan thalassemia- pembawa sifat
tersembuyi (silent) tes pewarnaan brilliant chresyl blue untuk HbH inclusion dapat digunaka
untuk merangsang presipitasi HbH yang secara intrinsik tidak stabil. HbH inclusions mempunyai
ciri khas berupa materi (bodies) yang kecil, multipel, berbentuk iregular, berwarna biru kehjauan,
yang mirip bla golf atau buah raspberry. Materi ini biasanya merata dalam eritrosit. Pada HbH
disease, hampir seluruh eritrosit mengandung inclusions, sedangkan pada thalassemia minor
hanya sedikit eritrosit yang mengandung inclusions, sementara itu pada thalassemia pembawa
sifat tersembunyi inclusions ini jarang sekali ditemukan. Inclusions ini berbeda dengan Henz
bodies, dimana materi ini menunjukan ukuran yang lebih besar, jumlahnya sedikit, dans ering
letaknya ekstrinsik disepanjang membran eritrosit. Bila tidak ditemukan HbH inclosions tidak
berarti menghilangkan kemungkinan diagnosis thalassemia- minor atau pembawa sifat
tersembunyi. Untuk itu diperlukan metode pemeriksaan khusus..
7

B. Diagnosis Banding
Thalassemia harus dibedakan dar bentuk anemia hipokroik mikrositer yang lain, seperti
anemia defisiensi besi, anemia akibat penyakit kronik, dan anemia sideroblastik.
Tabel 1. Perbedaan thalassemia dan anemia defisiesi besi
Thalassemia
Splenomegaly
Icterus
Perubahanmorfologieritrosi
t
Sel target
Resistensiosmotik
Besi serum
TIBC
Cadanganbesi
Ferritin serum
HbA2/HbF

+
+
Taksebanding
dengan derajat
anemia
++
Meningkat
Meningkat
Menurun
Meningkat
Meningkat
Meningkat

Anemia
defisiensibesi
Sebanding dengan
derajat anemia
+/N
Menurun
Meningkat
Kosong
Menurun
N

Penatalaksanaan thalasemia
1. Transfusi darah yang teratur untuk mempertahankan Hb di atas 10gr/dl. Darah segar yg telah
disaring leukosit, mnghasilkan eritrosit dgn reaksi paling sedikit.
2. Asam folat secara teratur jika diet buruk.
3. Terapi khelasi besi untuk mengatasi kelebihan besi. Desferioksamin tidak aktif dengan oral.
Diberikan melalui infus subkutan 20-40 mg/kg dalam 8-12 jam, 5-7hari seminggu. Hal ini
dilakukan pada bayi setelah transfusi 10-15 unit darah. Efek samping adalah arthropati,
agranulositosis/neutropenia berat, gangguan gastrointestinal dan defisiensi seng.
Tabel 2. Obat kelasi besi pada penerita thalassemia

Terapi
Rekomendasi
Deferasiroxa. Dosis awal 20 mg/kg/hari pada pasien yang cukup sering
mengalami transfusi
(Exjade) b. 30 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi
yang tinggi
c. 10-15 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi
yang rendah
DFO
a. 20-40 mg/kg (anak-anak), = 50-60 mg/kg (dewasa)
8

(Desferal)b. Pada pasien anak < 3 tahun,direkomandasikan untuk


mengurangi dosis dan melakukan pemantauan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tulang
Deferipronea. 75 mg/kg/hari
(Ferriproxb. Dapat dikombinasikan dengan DFO bila DFO sebagai tidak
)
efektif
4. Vitamin c 200 mg perhari meningkatkan ekskresi besi yg disebabkan oleh desferioksamin.
5. Splenektomi untuk mengurangi kebutuhan darah dilakukan > 6 tahun.
6. Terapi endokrin sebagai terapi pengganti akibat kegagalan organ akhir atau untuk merangsang
hipofisis bila pubertas terlambat.
7. Imunitas hepatitis b pada pasien non imun. Pada hepatitis c yg tertular lewat transfusi diobati
dengan interferon a dan ribavirin bila ditemukan virus dlm plasma.
8. Transplantasi sumsum tulang alogenik memberi kesembuhan yang permanen.
Pencegahan thalassemia
1. Edukasi
Edukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang peranan yang sangat penting dalam
program pencegahan. Masyarakat harus diberi pengetahuan tentang penyakit yang bersifat
genetik dan diturunkan, terutama tentang thalassemia dengan frekuensi kariernya yang cukup
tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika harus diajarkan di sekolah, demikian pula
pengetahuan tentang gejala awal thalassemia. Media massa harus dapat berperan lebih aktif
dalam menyebarluaskan informasi tentang thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit
diturunkan dan cara pencegahannya.
Program pencegahan thalassemia harus melibatkan banyak pihak terkait. Sekitar 10% dari total
anggaran program harus dialokasikan untuk penyediaan materi edukasi dan pelatihan tenaga
kesehatan.
2. Skrining Karier

Gambar 4.Alogritma skrinning thalassemia


Prognosis thalassemia
Tidak ada pengobatan untuk Hb Barts. Pada umumnya kasus penyakit HbH mempunyai
prognosis baik, jarang memerlukan transfusi darah/ splenektomi dan dapat hidup biasa.
Thalassemia alfa 1 dan thalassemia alfa 2 dengan fenotip yang normal pada umumnya juga
mempunyai prognosis baik dan tidak memerlukan pengobatan khusus.
Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan alternative tetapi
hingga saat ini belum mendapatkan penyesuaian hasil atau bermanfaat yang sama di antara
berbagai penyelidik secara global.
Thalassemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia
decade ke 3, walaupun digunakan antibiotic untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating
agents (desferal) untuk mengurangi hemosiderosis (harga umumnya tidak terjangkau oleh
penduduk Negara berkembang). Di Negara maju dengan fasilitas transfusi yang cukup dan
perawatan dengan chelating agents yang baik, usia dapat mencapai decade ke 5 dan kualitas
hidup juga lebih baik.
10

11

LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS
Nama

: An.M

Nama ayah

: Tn. H

Tempat dan
tanggal
lahir/Umur

: Bekasi, 6 Januari Umur


2010 / 4 tahun

: 30 tahun

Jenis
kelamin

: Perempuan

Pendidikan

: SD

Alamat

: Kp Pulo Puter RT
02/001 Srimah
Tambun Utara

Pekerjaan

: Karyawan

Nama ibu

: Ny. W

Masuk RS

: 21 10 - 2014

Umur

: 29 tahun

No. CM

: 500 500

Pendidikan

: SD

Tgl.
Diperiksa

: 21 10 - 2014

Pekerjaan

: Ibu
Rumah
Tangga

ANAMNESIS
(alloanamnesis terhadap: ibu pasien tanggal 21 Oktober 2014)
1. Keluhan Utama :
Pucat sejak 1 hari SMRS.
Keluhan Tambahan
Cepat lelah jika melakukan aktivitas, lemas, dan sering pusing.
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan pucat
sejak 1 hari SMRS. Keluhan pucat terjadi secara berulang dan
pertama kali pasien tampak pucat kurang lebih sekitar 4 tahun yang lalu.
Menurut keterangan ibunya, keluhan pucat paling terlihat di daerah muka, telapak
tangan, dan telapak kaki. Keluhan pucat disertai rasa cepat lelah. Keluhan disertai
rasa pusing, terkadang sampai menggangu sampai anaknya tidak bisa bermain
dengan teman temannya. Keluhan tidak disertai panas badan, sesak, mual dan
muntah.
12

Riwayat perdarahan seperti mimisan, kecelakaan, perdarahan yang sukar berhenti,


adanya luka memar serta bintik kemerahan yang sering muncul dikulit atau gejala
muntah dan berak darah disangkal. Riwayat pada anggota keluarga penderita
pernah transfusi darah berulang disangkal. Riwayat ibu sering mengalami kurang
darah disangkal. Riwayat pernikahan anggota keluarga yang masih berhubungan
darah disangkal.
Saat pasien berusia 1 tahun, saat keluhan pucat pertama kali muncul. Pasien tampak
pucat sekali yang disertai keluhan lemah dan lesu, tidak ada demam, tidak ada
bintik-bintik merah di kulit, tidak ada mimisan, dan gejala batuk pilek dikatakan
tidak ada. Pasien dibawa berobat oleh ibunya ke IGD RSUD Kab. Bekasi. Setelah
dilakukan pemeriksaan, pasien dikatakan mengidap anemia yang memerlukan
transfusi secara rutin. Pasien dirawat selama 2 hari untuk mendapatkan transfusi
darah merah (Ibu pasien tidak mengetahui jumlah darah
merah yang
ditransfusikan), serta vitamin. Selama perawatan kondisi pasien membaik, dan
pucat berkurang. Setelah itu pasien rutin menjalani terapi transfusi rata-rata setiap
5 minggu sekali atau jika pasien tampak semakin pucat. Setelah dilakukan transfusi
keluhan pucat berkurang. Dua hari setelah terapi transfusi pasien rutin kontrol di
poli klinik anak.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Saat pasien berusia 1 tahun, saat pertama kali pucat, pasien mengalami keluhan
yang sama seperti sekarang.
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami
keluhan serupa
5. Riwayat kehamilan:
Selama hamil, ibu pasien rajin memeriksakan kehamilannya ke
bidan tiap bulan. Tidak ada keluhan selama kehamilan, ibu
pasien tidak merokok, tidak konsumsi alkohol, ataupun obatobatan. Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Riwayatan persalinan:
Persalinan dilakukan di bidan, dengan usia kehamilan 38-39
minggu. Persalinan normal, bayi langsung menangis ketika lahir.
Pasien lahir cukup bulan, sesuai masa kehamilan, dengan berat
badan lahir 2800 gr dan panjang 45 cm. Tidak terdapat kelainan
bawaan.
Riwayat imunisasi

13

An. M sudah lengkap mendapatkan imunisasi dasar


Usia 1 bulan
: BCG
Usia 2-3 bulan : Hep. B I, II, III, Polio I, II dan DPT I, II
Usia 4 bulan
: DPT III dan Polio III
Usia 9 bulan
: Polio IV dan Campak
6. .Riwayat Makanan:
(sejak lahir s/d sekarang, kualitas dan kuantitas)
0 6 bulan
: Susu ASI 100%
6 bulan 8 bulan : Susu formula + biskuit (70 % - 30%)
8 bulan sekarang
: Susu formula + nasi tim (wortel,
sayuran,
tahu,
tempe
terkadang
ikan,
terkadang ayam) (60 % - 40 %)
7. Perkembangan
Riwayat Tumbuh Kembang
1. Pertumbuhan
Ibu menyatakan An. M lahir cukup bulan (9 bulan 7 hari), menurut ibu An. M
tumbuh normal seperti anak- anak yang lain. Ibu menyatakan BBL dan PB
tidak diukur, BB Sekarang : 13,3 Kg, dengan TB : 110 cm.
2. Perkembangan
Menurut keterangan ibunya An. Msaat usia 11 bulan sudah bisa berjalan
dengan dipegangi kedua lengannya. Saat ini semenjak sakit An. M lebih
banyak berada di rumah karena badanya lemas. Perkembangan bahasa An. M
sudah mulai mengoceh sejak usia 6,5 bln dan anak sudah bisa mengucapkan
kata-kata dan menyusun kalimat serta menjawab pertanyaan yang diberikan
kepadanya.
8. Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Sosial Ekonomi:
Pasien tinggal bersama ibu dan ayah kandung. Ayah bekerja sebagai buruh
dengan penghasilan yang tidak tentu, berkisar Rp 1.000.000 1.500.000 sebulan.
Lingkungan:
Pasien tinggal di kawasan kontrakan padat penduduk. Dengan tempat tinggal
berukuran 4 x 3 m2. Kamar mandi terletak di luar rumah pasien dan merupakan
kamar mandi bersama. Ibu pasien juga mengaku sanitasi di sekitar tempat
tinggalnya kurang baik

14

III. PEMERIKSAAN FISIS:


Dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2014
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
Nadi
RR
T
BB
TB

:
:
:
:
:

100 x/menit
30 x/menit
36,4 o C
15 kg
110 cm

Pemeriksaan Khusus

1. Kulit
: kulit kering, tidak bersisik, tidak pucat, tidak sianosis, tidak
ikterik, tidak edema, lemak di bawah kulit kurang
2. Kepala
: rambut hitam
3. Mata
: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya positif
4. Leher
: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
5. Telinga: bentuk normal, simetris, tidak ada sekret
6. Hidung
: bentuk normal simetris, septum tidak deviasi, tidak ada
pernapasan cuping hidung, tidak ada sekret yang keluar.
7. Tenggorok
: tidak ditemukan tanda-tanda peradangan, tonsil T1-T1.
8. Mulut
: bibir tidak sianosis, bibir pucat
9. Dada :
a. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
batas kanan atas
batas kanan bawah
batas kiri atas
batas kiri bawah
Auskultasi

: tidak terlihat iktus kordis


: tidak teraba iktus kordis
:
: linea parasternalis dextra ICS II
: linea parasternalis dextra ICS IV
: linea parasternalis sinistra ICS II
: linea midclavicularis sinistra ICS V
: bunyi jantung I-II murni regular

b. Paru
15

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
wheezing

: bentuk dada normal, simetris, tidak ada retraksi sela iga


: fremitus taktil kanan dan kiri simetris
: sonor di seluruh lapang paru
: suara nafas vesikuler, tidak ada rhonki, tidak ada

10. Abdomen
Inspeksi
: bentuk perut datar
Auskultasi
: bising usus (+)
Palpasi
: turgor kurang, lien dan hepar teraba 3 jari dibawah costae, lien
teraba skfuner III
Perkusi
: timpani di seluruh kuadran abdomen
I.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan

Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
LED
Limfosit
Eritrosit

21
Oktob
er
2014
7,6 gr/dl
9.600
mm3
21,1 %

23
Oktober
2014

291.000
/mm3
-

198.000
/mm3
-

2,7

14 gr/dl
9900
mm3
38,9 %

4,98

16

V. RESUME
Pasien datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan
pucat sejak 1 hari SMRS. Keluhan pucat disertai rasa cepat lelah dan
pusing. Keluhan pucat terjadi secara berulang dan pertama kali
pasien tampak pucat kurang lebih sekitar 4 tahun yang lalu. Pemeriksaan fisik
tanda vital nadi: 100 x/menit, RR: 30 x/menit, S: 36,4 o C. Mata: konjungtiva
anemis (+/+), mulut: bibir pucat (+), hepar teraba 3 jari dibawah costae, dan lien
teraba di skufner III.
Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit

21 Oktober
2014
7,6 gr/dl
21,1 %
2,7

23 Oktober 2014
14 gr/dl
38,9 %
4,9
8

VI. DIAGNOSIS KLINIS


Thalasemia

VI. DIAGNOSIS BANDING


Anemia Defisiensi Besi
VII. RENCANA PENGELOLAAN
Rencana pengobatan :

Transfusi darah dengan PRC (packed red cell) 10-15 cc/kgbb


Kelasi besi dimulai bila kadar feritin serum 1000 ng/ml atau bila sudah
menerima 3-5 liter darah atau setelah 10-20 kali transfusi
Rencana edukasi dan diet

Mengurangi konsumsi bahan makanan yang menjadi sumber besi seperti hati,
daging, kuning telur, polong, biji-bijian utuh, udang, tiram, dan sayuran berwarna
hijau tua.
Medikamentosa
17

Transfusi darah dengan PRC (packed red cell) 10-15 cc/kgbb


Terapi khelasi besi
Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)
Splenektomi
Non medikamentosa

Edukasi
Diet

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanactionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

18

DAFTAR PUSTAKA
Richard E. Behrman, Robert M. kliegman, Ann M. Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol 2.
Edisi 15. Jakarta: EGC. 1999.
Pudjiadi H, Hegar B, Handryastuti S, Idris S, Gandaputra P, Harmoniati D, editors. Pedoman
Pelayanan Medis. Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010.
Permono Bambang. Talasemia. Dalam : Sutaryo, Ugrasena, Windiastuti dkk, editors. Buku Ajar
Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010.
Atmakusuma D, Seyaningsih I. dkk. (2009). Dasar-dasar Thalasemia : Salah Satu Jenis
Hemoglobinopati dalam buku ajar IPD. jilid II. Ed. V. Jakarta. Interna Publishing
Bakta IM. 2006. Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Health Technology Assesment Indoesia. Pencegahan Thalasemia (Hasil kajian HTA Tahun 2009)
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. (2007). Buku Ajar Patologi Robbins. Vol. 2. Ed.7. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC

19

Anda mungkin juga menyukai