Anda di halaman 1dari 26

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Mass Concrete
Mass concrete adalah beton yang memiliki dimensi besar, dan biasanya

digunakan untuk pondasi dalam. Beton yang tergolong mass concrete, didesain dengan
mempertimbangkan beberapa faktor yaitu, kondisi cuaca, rasio volume permukaan,
tingkat pemanasan, dan tingkat ketahanan terhadap perubahan volume, perubahan suhu,
dan pengaruh massa dari material sekitar. Desain juga memperhitungkan fungsi
konstruksi dan efek samping keretakan yang mungkin terjadi.
Desain juga harus mempertimbangkan perhitungan panas hidrasi dengan teliti
ketika dimensi cross section struktur lebih besar atau sama dengan 2,5 ft (760 mm) atau
bila volume semen yang digunakan lebih dari 600 lb/yd3 ( 356 kg/m3). Bagamanapun
faktor-fator dan besaran-besaran diatas perlu dievaluasi dan diperhitungan secara
seksama sesuai dengan tujuan konstruksi yang dibangun.
Permasalahan

yang

perlu

diperhatikan

dalam

mass

concrete

adalah

kemungkinan timbulnya keretakan. Secara praktis kondisi-kondisi seperti di bawah ini


adalah kondisi yang dapat mencegah kemungkinan terjadinya keretakan, di antaranya
dapat diaplikasikan pada struktur pilar besar. Kondisi-kondisi itu adalah :

Beton dengan kapasitas regangan tarik yang besar.

Beton dengan muatan semen rendah.

Semen dengan kenaikan pemanasan rendah atau menggunakan semen pozzolan.

Beton yang proses penuangannya terbagi menjadi beberapa blok yang kecil.

Beton dengan temperatur yang rendah.

Beton yang permukaannya ditutup.

Beton yang proses konstruksinya lambat akibat tidak menggunakan pendingin


buatan.

Beton yang menggunakan pendingin buatan dengan cara memasukkan pipa-pipa air
dingin (cooling pipe).

Beton yang memiliki tingkat ketahanan yang rendah sebagai pondasi getas.

Beton yang kenaikan tegangannya diabaikan.

Secara teknis retak pada beton dapat diminimalisasi dengan cara modifikasi jenis
material dan proporsi campuran, sehingga dapat dihasilkan beton dengan kemampuan
daya tahan retak yang baik, atau kemampuan regangan tarik yang baik. Retak juga dapat
diatasi dengan cara mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi regangan tarik. Di
samping itu, pengendalian temperatur untuk mengatur perbedaan maksimum antara suhu
di dalam dan suhu di permukaan beton, juga biasa digunakan dalam upaya
meminimalisasikan terjadinya keretakan dalam jumlah yang besar.

2.2

Panas Hidrasi
Beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi

agregat dan pengikat semen. Bentuk paling umum dari beton adalah beton semen
Portland, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air.
Biasanya dipercayai bahwa beton mengering setelah pencampuran dan peletakan.

8
Sebenarnya, beton tidak menjadi padat karena air menguap, tetapi semen berhidrasi,
mengelem komponen lainnya bersama dan akhirnya membentuk material seperti-batu.
Proses hidrasi terjadi bila semen bersentuhan dengan air. Proses ini berlangsung
dalam 2 arah yakni keluar dan kedalam, maksudnya hasil hidrasi mengendap dibagian
luar dan inti semen yang belum terhidrasi dibagian dalam secara bertahap terhidrasi.
Ketika semen bercampur dengan air terjadilah reaksi kimia yang menghasilkan
bermacam-macam senyawa kimia. Senyawa yang paling penting berdasarkan hasil
perhitungan R. H. Bogue adalah :

C3S

= 4,07(CaO)-7,6(SiO2)-6,72(Al2O3)-1,43(Fe2O3) -2,85(SO3)

C2S

= 2,87(SiO2)-0,75(C3S)

C3A

= 2,65(Al2O3)-1,69(Fe2O3)

C4AF

= 3,04(Fe2O3)

Sifat C3S (tricalsium-silicate) hampir sama dengan semen portland. Bila senyawa
ini dicampur dengan air, maka dalam beberapa jam pengikatan C3S dan air akan
menghasilkan pengerasan pasta semen. Pada minggu pertama setelah proses pengikatan
kekuatan yang dihasilkan akan mencapai 70 %, dengan panas hidrasi yang dikeluarkan
sekitar 500 J/gr. Kandungan C3S di dalam semen portland rata-rata sekitar 48 %.
C2S (bicalcium-silicate) berhidrasi dengan jumlah panas hidrasi yang rendah
sekitar 250 J/gr. Pasta yang mengeras mendapatkan kekuatan relatif lebih lambat
beberapa minggu, bahkan bulan, untuk mencapai kekuatan akhir yang sama dengan yang
dihasilkan oleh senyawa C3S. Kandungan C2S di dalam semen portland rata-rata sekitar
25%.

9
C3A (tricalcium-aluminate) murni bereaksi dengan air dan menghasilkan
pengikatan dalam waktu yang cepat. Panas hidrasi yang dihasilkan cukup besar yaitu
sekitar 850 J/gr. Pada udara lembab sebagian besar kekuatan didapatkan dalam satu atau
dua hari, tetapi kekuatannya relatif rendah. Kandungan C3A di dalam semen Portland
bisa bervariasi antara 7% - 15%.
C4AF (tetracalcium-aluminoferrite) bereaksi dengan air secara cepat dan
menghasilkan pengikatan dalam beberapa menit dengan mengeluarkan panas hidrasi
sekitar 420 J/gr. Kandungan C4AF dalam semen rata-rata sekitar 8%.

2.3

Analisa Panas Hidrasi


Analisa panas hidrasi terdiri atas dua komponen, yaitu analisa perpindahan panas

dan analisa tegangan akibat suhu (termal). Analisa ini merupakan bagian terpenting
dilakukan dalam proses pengecoran struktur mass concrete, yang ditinjau dari segi
dimensi, bentuk, tipe semen dan kondisi konstruksi. Melalui analisa akan dapat
diketahui perubahan-perubahan temperatur dan tegangan yang terjadi dalam struktur,
sehingga dapat dilakukan koreksi yang diperlukan untuk menghindari permasalahan
yang kemungkinan akan timbul.

10

Gambar 2.1 Diagram Alir Analisa Panas Hidrasi

2.3.1

Heat Transfer Analysis (Analisa Perpindahan Panas)


Analisa perpindahan panas merupakan analisa yang menghitung perubahan

temperatur pada nodal tehadap waktu yang seharusnya terkonduksi, terkonveksi, dan
sumber panas pada saat proses hidrasi semen. Penjelasan berikut ini merupakan hal-hal
yang dipertimbangkan dan beberapa hal merupakan konsep utama pada analisa
perpindahan panas :

a. Konduksi

11
Kenaikan temperatur menyebabkan terjadinya gerakan-gerakan molekul yang
saling berbenturan. Konduksi adalah proses perpindahan panas yang dihasilkan
oleh pengaruh benturan-benturan molekul yang terjadi di daerah yang lebih panas
terhadap molekul-molekul di sebelahnya yang memiliki temperatur lebih rendah.
Pada kejadian ini molekul-molekul tidak berpindah, tetap pada posisinya semula,
yang terjadi hanyalah perpindahan energi dari daerah yang lebih tinggi
temperaturnya ke tempat yang lebih rendah.

Menurut Hukum Fourier :


(2.1)
Dimana :
Qx = Kecepatan perpindahan panas
A = Luas
k = Konduksi termal
= Gradient suhu kearah perpindahan panas konduksi

Gambar 2.2 Proses Konduksi

12
Qx merupakan kecepatan perpindahan panas arah x persatuan luas yang tegak
lurus pada arah perpindahan dan sebanding dengan gradient suhu

pada arah

itu. Tanda minus menujukkan bentuk dari perpindahan panas dari temperatur
tinggi menuju temperatur rendah. Pada umumnya konduksi termal yang diserap
oleh beton antara 1,21 ~ 3,11, dan satuan yang digunakan adalah kcal/h.mC.

b. Konveksi
Konveksi merupakan bentuk lain dari perpindahan panas dimana panas
ditransfer dengan pergerakan molekul dari satu tempat ke tempat lain. Sementara
konduksi melibatkan molekul (dan/atau elektron) yang hanya bergerak dalam jarak
yang kecil dan bertumbukkan, konveksi melibatkan pergerakan molekul dalam
jarak yang besar.

Gambar 2.3 Proses Konveksi

13

Berdasarkan teori, zat cair akan mengembang apabila dipanaskan. Aliran zatzat cair tersebut juga akan menjadi lebih rendah dari pada air dengan temperatur
rendah dan menyebabkan air yang bertemperatur lebih tinggi bergerak kepermukan
sehingga air yang temperatur rendah akan turun menggantikan tempat air yang
bertemperatur lebih tinggi. Proses ini akan terus berlansung dan akan
menghasilkan satu siklus yang dikenal sebagai proses konveksi.
Dari sudut pandang teknik, koefisien perpindahan panas

di definisikan

untuk melambangkan perpindahan panas antara zat padat dan zat cair, dimana t
melambangkan perbedaan temperatur.
Q = hc . t
Koefisien perpindahan panas (

(2.2)
tergantung dari bentuk geometri, zat cair,

temperatur, percepatan dan berbagai karakter sistem yang terjadi secara konveksi.
Satuan untuk koefisien perpindahan panas adalah kcal/m.h.C .
hc = hn + hf =5,2 + 3,2 v

(2.3)

c. Heat Source (Sumber Panas)


Sumber panas melambangkan jumlah dari panas yang dihasilkan oleh proses
hidrasi pada mass concrete. Turunan persamaan untuk kenaikan adiabatik
temperatur dan penjumlahan jenis panas dan kepadatan beton menghasilkan panas
internal generation.
Kondisi adiabatik dapat didefenisikan sebagai kejadian tanpa kehilangan atau
pertambahan panas yanag di kenal sebagai isothermal.

14
Persamaan untuk kenaikan adiabatik temperatur :
T = K (1 e t)

(2.4)

Dimana :
)

= Adiabatik temperatur (

= Maksimum kenaikan adiabatik temperatur (

= Kecepatan yang terjadi

= Waktu ( hari )

d. Initial Temperature (Temperatur Awal)


Temperatur awal adalah rata rata dari temperatur air, semen, dan aggregat
saat beton dicor, dimana menjadi sebuah kondisi awal saat menganalisa.

e.

Ambient Temperature
Ambient temperatur melambangkan sebuah temperatur beton mengalami

curing. Dalam proses perpindahan panas, bagian yang paling luar akan
mengadakan kontak langsung terhadap sumber panas kita sebut sebagai batas luar
dan panas dari luar disebut ambient temperatur (Tambient).

f. Prescribed Temperature (Temperatur Konstan)


Prescribed temperature menunjukkan batas kondisi untuk analisa perpindahan
panas dan selalu menjaga kondisi temperatur secara konstan. Persamaan dasar
ditunjukkan dari analisa perpindahan panas seperti di bawah. Hasil analisa
ditunjukan dari masa dari temperatur nodal yang divariasikan terhadap waktu.

15
(2.5)
(2.6)
(2.7)
(2.8)
(2.9)
(2.10)
Dimana :
C

= Kapasitas (massa)

= Konduksi

= Konveksi

FQ

= Sumber panas

Fh

= Panas konveksi

Fq

= Aliran panas

= Temperatur

= Density

= Spesifikasi panas

Kxx, Kyy, Kzz

= Panas Konduksi

= Koefisien konveksi

= Kecepatan aliran panas

= Aliran panas

16
g. Spesifikasi Panas
Panas spesifik adalah jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1
kg bahan sebesar 1oC. Spesifikasi panas sangat diperlukan untuk perhitungan
proses-proses pemanasan atau pendinginan

h. Adiabatik Temperatur
Pada proses hidrasi beton timbul aliran panas yang dinyatakan pada adiabatik
temperatur.

Adiabatik

temperatur

pada

perkerasan

beton

perbandingan umur beton dan panas hidrasi.

Gambar 2.4 Kurva Adiabatik Temperatur

dihitung

dari

17
Proses adiabatik sangat erat hubungannya dengan ilmu termodinamika yang
memiliki 4 proses yaitu :
Proses Isokoris (volume konstan).
Proses Isobaris (tekanan konstan).
Proses Isotermis (temperatur konstan).
Proses Adiabatik.
Pada proses adiabatik tidak ada kalor yang masuk, maupun keluar dari sistem,
Q = 0. Pada proses adiabatik berlaku hubungan pV = konstan.
PiVi = pfVf

(2.11)

Usaha yang dilakukan pada proses adiabatis :


W = p dV

(2.12)

p = k/V

(2.13)

k = konstanta , maka

2.3.2

W = (k/V ) dV

(2.14)

W = 1/(1-) { pfVf piVi}

(2.15)

U = -W

(2.16)

Thermal Stress Analysis (Analisa Tegangan Termal)


Analisa tegangan termal merupakan proses analisa tegangan di mass concrete

pada setiap tingkat konstruksi yang dihitung dengan mempertimbangkan hasil analisa
perpindahan panas seperti distribusi temperatur nodal, perubahan sifat material
disebabkan oleh jangka waktu dan temperatur, pemuaian dan penyusutan, kekakuan
suatu benda, dan sebagainya.

18
a. Rumus Umur Beton Berdasarkan Temperatur dan Waktu dan
Akumulasi Dari Temperatur
Persamaan umur beton dihitung berdasarkan CEB-FIP MODEL
CODE, dan persamaan Ohzagi digunakan untuk menghitung jumlah
temperatur bedasarkan dari teori maturity.

Persamaan umur beton berdasarkan CEB-FIP MODEL CODE :

Dimana :
teq

= Umur beton (hari)

ti

= Jarak waktu disetiap bagian yang dianalisa (hari)

T(ti)

= Temperatur sewaktu dianalisa ditiap bagian (C)

T0

= 1C

Persamaan Ohzagi untuk temperatur yang digabungkan :

= Temperatur yang digabungkan (C)

ti

= Jarak waktu disetiap bagian yang dianalisa (hari)

T(ti)

= Temperatur sewaktu dianalisa ditiap bagian (C)

19
b. Perhitungan Kuat Tekan Beton

ACI Code

Dimana :
a, b

= Koefisien untuk klasifikasi semen

c(28)

= Kuat tekan beton saat 28-hari

CEB-FIP MODEL CODE

Dimana :
S

= Koefisien untuk klasifikasi semen

c(28)

= Kuat tekan beton saat 28-hari

t1

= 1 hari

Persamaan Ohzagi

c(t) = c(28) . y
Dimana :

a, b, c

= Koefisien untuk klasifikasi semen

c(28)

= Kuat tekan beton saat 28-hari

(2.21)

20

KS concrete code (1996)

(2.22)
Dimana :
a, b

= Koefisien untuk klasifikasi semen

c(91)

= Kuat tekan beton saat 91-hari

2.4 Sifat-Sifat Penting Beton Pada Analisa Panas Hidrasi


Setelah beton mulai mengeras, beton akan mengalami pembebanan. Pada beton
yang menahan beban akan terbentuk suatu hubungan tegangan dan regangan yang
merupakan suatu fungsi dari waktu pembebanan.

2.4.1 Rangkak
Rangkak pada beton didefinisikan sebagai deformasi yang tergantung pada waktu
yang diakibatkan oleh adanya tegangan. Rangkak akan bertambah dengan perbandingan
air dan semen yang lebih tinggi juga dengan perbandingan agregat dan semen yang lebih
rendah, tetapi tidak berbanding langsung dengan kadar air total dari adukan.
Koefisien rangkak (Cc) dipakai untuk menunjukkan regangan total (t) setelah
dalam waktu yang panjang bekerja tegangan yang konstan terhadap regangan seketika
(i) yang terjadi pada waktu tegangan bekerja.
(2.23)

21
Total rangkak dari t0 sampai waktu akhir t dapat dirumuskan melalui persamaan
integral sebagai berikut :

Dimana :

c(t)

= Regangan rangkak saat waktu t

C(t0, t- t0) = Koefisien rangkak


= Waktu pembebanan

t0

2.4.2 Susut
Susut pada beton adalah kontraksi akibat pengeringan dan perubahan kimiawi
yang tergantung pada waktu dan keadaan kelembaban, tetapi tidak pada tegangan. Susut
disebabkan oleh kekeringan beton dan akan pulih kembali karena restorasi air yang
hilang.
Susut pada beton sebanding dengan jumlah air yang terdapat dalam campuran.
Bila ingin terjadi susut minimum, perbandingan air dengan semen dan perbandingan
jumlah adukan semen harus dibuat minimum. Agregat ukuran lebih besar dengan
gradasi yang baik dan pori-pori minimum, membutuhkan jumlah adukan semen yang
lebih sedikit sehingga susut akan lebih kecil.

2.4.3 Elastisitas
Beton menunjukkan sifat elastisitas murni pada waktu pembebanan singkat,
sedagkan pada pembebanan yang tidak singkat beton akan mengalami regangan dan
tegangan sesuai dengan lama pembebanannya. Modulus elastisitas bervariasi terhadap

22
beberapa faktor, diantaranya adalah kekuatan beton, umur beton, sifat-sifat agregat dan
semen. Modulus elastisitas juga bervariasi terhadap kecepatan pembebanan dan terhadap
beberapa jenis contoh beton. Dengan demikian, hampir tidak mungkin untuk
memperkirakan secara tepat nilai dari modulus beton tertentu.

2.5 Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)


Pondasi tiang bor (bored pile) merupakan salah satu jenis pondasi dalam yang
sudah banyak digunakan di Indonesia. Salah satu keuntungannya adalah pondasi ini
dapat dibuat dengan dimensi yang besar, sehingga dapat memikul beban yang lebih
besar.

Sumber: www.google.com/foundation structure


Gambar 2.5 Pondasi tiang bor

Pada awalnya yang banyak dilakukan adalah dengan menggali tanah secara
manual, kemudian dilakukan pengecoran pada lubang yang telah selesai digali. Jenis
bored pile yang dikerjakan dengan cara ini sering disebut tiang Strauz. Karena

23
keterbatasan kedalaman dan daya tembus terhadap tanah, cara ini dirasa tidak efektif dan
hanya digunakan untuk bangunan ringan.
Setelah ditemukan beragam jenis peralatan bor modern, pengerjaan pondasi tiang
bor semakin bervariasi dan efektif. Alat bor dan teknik yang dipergunakan oleh
kontraktor disesuaikan dengan jenis dan lokasi proyek. Pemilihan alat bor dan teknik
yang digunakan sangat berpengaruh pada kualitas dan kapasitas pondasi.

2.5.1

Metode Pengeboran
Metode pengeboran pondasi bore pile biasanya ditentukan oleh kontraktor

dengan mempertimbangkan bebagai faktor yaitu kondisi lokasi proyek terutama lokasi
di air atau di darat, jenis tanah, metode transfer beban, dan nilai ekonomis. Terdapat tiga
jenis metode pengeboran pondasi bored pile yang umum digunakan antara lain :
a. Pengeboran dengan cara kering (dry method)
Cara ini dapat dilakukan pada tanah kohesif dengan muka air tanah berada pada
kedalaman di bawah dasar lubang bor atau jika permeabilitas tanah sedemikian kecil
sehingga pengecoran beton dapat dilakukan sebelum pengaruh air terjadi.
b. Pengeboran dengan casing
Metode ini dipergunakan untuk mencegah terjadinya runtuhan tanah (caving)
atau deformasi lateral yang sering terjadi pada tanah mudah longsor seperti adanya pasir
lepas atau medium.
c. Pengeboran dengan Slurry
Metode ini hanya digunakan pada pengeboran yang kondisi tanahnya rawan
terhadap over break, kondis di bawah muka air, dan pada kedalaman yang tidak
memungkinkan mempergunakan casing. Dalam metode ini perlu diperhatikan bahwa

24
tinggi slurry di dalam lubang bor harus mencukupi untuk memberikan tekanan yang
lebih tinggi dari tekanan air di sekitar lubang bor.
Untuk mengendalikan mutu dari pondasi bored pile ini perlu diperhatikan
beberapa hal:

Pemeriksaan kondisi tanah pada saat pengeboran

Cara handling dan penempatan tulangan

Pengecoran serta mutu beton dan pengukuran volume beton.

Sumber: www.google.com/foundation structure


Gambar 2.6 Pengeboran Pondasi Bored Pile

25
2.5.2

Permasalahan Pada Pondasi Bored Pile


Masalah-masalah yang sering timbul dalam pengerjaan pondasi bored pile antara

lain :
a. Alignment tiang bor atau penyimpangan terhadap lokasi bored pile
Pada umumnya toleransi penyimpangan pondasi bored pile adalah 15 cm, lebih
dari angka ini akan terjadi momen-momen ekstra akibat eksentrisitas.

b. Mutu beton tidak memenuhi persyaratan


Masalah ini memang jarang terjadi di awal pengerjaan bored pile, karena mutu
betonnya dapat direncanakan sesuai dengan mutu yang dikehendaki. Mutu beton akan
benar-benar teruji ketika umur silinder beton sekurang-kurangnya 21 hari. Bila ternyata
mutu beton rendah maka perlu dilakukan pemeriksaan kembali daya dukung struktural
baik terhadap beban tekanan maupun beban momen.

c. Beton mengalami setting


Pemeriksaan setting beton dapat dilakukan lebih awal dengan melakukan uji
slump. Slump yang disyaratkan bagi pondasi tiang bor adalah 15 sampai 18 cm. Nilai
slump yang rendah mengindikasikan beton mengalami setting.

d. Kelongsoran tanah pada lubang bor


Kelongsoran tanah pada lubang bor akan mengakibatkan terjadinya necking atau
penyempitan lubang bor dengan sendirinya akan berakibat pada mengecilnya diameter
bored pile. Bila diameter bored pile lebih kecil dari 70% rencana semula, maka perlu
dilakukan evaluasi kembali kondisi tanah. Pada tanah terdapat lapisan pasir yang mudah

26
longsor, mengakibatkan terputusnya beton sehingga bored pile tidak kontinu. Hal ini
menjadi kendala tersendiri yang dapat berdampak luas pada struktur di atasnya.

e. Keretakan akibat panas hidrasi


Pada pondasi bored pile yang tergolong sebagai mass concrete dikhawatirkan
terjadi panas hidrasi yang tinggi sehingga menimbulkan keretakan. Bila timbul retak
akibat panas hidrasi maka kuat tarik beton akan hilang. Umumnya struktur tersebut
dipasang tulangan untuk menahan tarik yang terjadi.

Gambar 2.7 Aplikasi pondasi Bored Pile

27
Penggunaan pondasi bored pile memiliki keuntungan dan kekurangan. Keuntungan
pemakaian pondasi bored pile adalah :

Metode desain yang semakin andal. Berbagai metode desain yang rasional telah
dikembangkan untuk berbagai macam pembebanan dan kondisi tanah.

Kepastian penentuan kedalaman elevasi ujung pondasi/lapisan pendukung.


Penentuan lokasi yang pasti dari penggalian untuk pondasi bored pile dapat
diinspeksi atau diukur, sedangkan pada pondasi tiang pancang lokasi dapat
menyimpang dari lokasinya akibat adanya bebatuan, dan faktor-faktor lainnya.

Inspeksi tanah hasil galian. Keandalan dari desain pondasi hanya baik bila kondisi
tanah diketahui. Pada pondasi bored pile, saat penggalian dapat dilakukan
pemeriksaan mengenai jenis tanah untuk membandingkan dengan jenis tanah yang
diantisipasi.

Dapat dilakukan pada berbagai jenis tanah. Pondasi bored pile pada umumnya dapat
dikonstruksi pada hampir semua jenis tanah. Penetrasi dapat dilakukan pada tanah
kerikil, juga dapat menembus batuan.

Gangguan lingkungan yang minimal. Suara, getaran, dan gerakan dari tanah
sekitarnya dapat dikatakan minimum.

Kemudahan terhadap perubahan kondisi. Kontraktor dapat dengan mudah mengikuti


perubahan dimensi atau panjang bored pile untuk mengkompensasikan suatu kondisi
yang tidak terduga.

Umumnya daya dukung yang amat tinggi memungkinkan perancangan suatu kolom
denggan dukungan satu tiang sehingga dapat menghemat kebutuhan untuk pile-cap.

28

Mudah memperbesar kepala tiang bila diperlukan misalnya untuk meningkatkan


inersia terhadap momen.

Kekurangan pondasi bored pile :

Pelaksanaan konstruksi yang sukses sangat bergantung pada keterampilan dan


kemampuan kontraktor.

Kondisi tanah di kaki tiang seringkali rusak oleh proses pemboran atau sedimentasi
lumpur sehingga seringkali daya dukung ujungnya tidak dapat diandalkan.

Pengecoran beton bukan pada kondisi ideal dan tidak dapat segera diperiksa.

Berbahaya bila ada tekanan artesis karena tekanan ini dapat menerobos keatas.
Karena kedalaman dan diameter dari bored pile dapat divariasi dengan mudah,

maka jenis pondasi ini dipakai baik untuk beban ringan maupun untuk struktur berat
seperti bangunan bertingkat tinggi dan jembatan.

2.5.3

Pondasi Bored Pile Jembatan Suramadu


Pondasi bored pile Jembatan Suramadu dirancang untuk mampu menahan beban

yang bekerja baik itu beban tetap maupun beban sementara dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Pada tabel 1.2 dapat dilihat data teknis pondasi bored pile
Jembatan Suramadu.
Tabel 2.1 Data teknis pondasi bored pile Jembatan Suramadu
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Keterangan
Tipe Pondasi
Diameter Pondasi
Panjang Pondasi
Diameter Casing Baja
Panjang Casing Baja
Mutu Beton
Integriti Test
Bearing Capacity Test

Data Teknis
Bored Pile
2,4 m
97 m
2,7 m
35,2 m
K-300
Sonic Lodging
2 Load Test sebelum dan sesudah grouting

29

Sumber: ded.proyek perencanaan Jembatan Suramadu


Gambar 2.8 Detail Pondasi Bored Pile Jembatan Suramadu

2.6

Program MIDAS
Program MIDAS adalah program pada aplikasi komputer bidang teknik sipil.

Program ini memiliki beberapa jenis aplikasi yaitu Midas/Femodeler, Midas/Set,


Midas/Gen, dan Midas/Civil yang memiliki analisa khusus untuk struktur tertentu.
Pada skripsi ini program yang digunakan adalah Midas/Civil versi 2006.
Program ini memiliki kemampuan yang sama seperti versi sebelumnya yaitu
Midas/Civil 5.8.1. Kemampuannya menganalisa dan merancang berbagai struktur sipil
pada umumnya, antara lain sebagai berikut : Jembatan cable-stayed dan jembatan
konvensional, konstruksi untuk beton presterssed/post-tensioned, dermaga, penahan

30
gelombang, struktur bawah tanah, fasilitas limbah dan fasilitas perawatan air, lapisan
terowongan dan pembangkit listrik, fasilitas industri, fasilitas umum, dan panas hidrasi.
Program Midas/Civil 2006 dikembangkan dengan bahasa program yang
berbasiskan pada pemograman data pada pemograman visual C++, bahasa ini
dimanfaatkan secara penuh untuk melakukan pengolahan data pada program Midas/Civil
2006 dan didukung dengan karakteristuk 32-bit pada Windows sehingga dapat
melakukan perhitungan dengan cepat. Input/Output yang dihasilkan oleh program ini
lebih baik dari program-program Teknik Sipil lainnya. Program ini dapat menampilkan
gambar dan perhitungan secara 3D (tiga dimensi) serta dapat melakukan analisa struktur
yang berdimensi besar dan kompleks.
Seluruh proses dari pemodelan, analisa dan desain terdapat pada menu sistematis
Program Midas/Civil 2006. Tabel kerja menu tersebut memungkinkan untuk melihat
status dari data yang dimasukkan dalam satu tampilan dan secara selektif memperbaiki
data dengan tipe Drag dan Drop dari alat peraga. Data yang ada pada program ini dapat
ditransfer ke program AutoCAD DXF dan program struktur lainnya seperti SAP,
STAAD, GTStrudl, dan lain-lain.

31

Gambar 2.9 Start Menu dan Menu Sistematis Program Midas/Civil

Anda mungkin juga menyukai