Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
gelombang reformasi yang dipelopori mahasiswa mencapai titik puncak, yakni dengan
turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada Mei 1998.
Pada Orde Baru ini kita dapat melihat bahwa ABRI/TNI merupakan alat kekuasaan
dan alat politik dari presiden Soeharto. TNI menjadi tonggak politik Orde Baru dan lebih
setia pada presdien Soeharto, dan kehilangan jati dirinya untuk berjuang atas nama rakyat,
yakni tentara nasional yang profesional. Pun juga demikian, peran politik TNI yang
overreach menyebabkan kehidupan demokrasi tidak berkembang dan tentara tidak
profesional lagi.
Format politik Orde Baru yang sentralistik di tangan Soeharto, perluasan Dwifungsi
ABRI, dan otoritas birokrasi yang berlebihan serta rendahnya apresiasi terhadap hak asasi
manusia dan supremasi hukum, telah menciptakan pemerintahan otoritarian yang tak
tertandingi, juga tak mengenal check and balence. Hal tersebut mengakibatkan pembatasan
kebebasan politik rakyat, depolitisasi, serta repsresi yang diiringi kekerasan. Implikasinya
adalah terhambatnya pertumbuhan civil society dan demokrasi. Demokrasi hanyalah sebatas
slogan karena pada nyatanya rezim Orde Baru menghalangi partisipasi politik rakyat,
meniadakan persaingan politik, serta mencegah organisasi masyarakat yang pluralis.
Era Reformasi
Tumbangnya rezim Orde Baru, dan munculnya era reformasi pada 1998 mendorong
lahirnya paradigma baru dan reformasi internal TNI yang mengarah pada TNI yang
profesional, efektif, efisien, dan modern. Begitu juga dengan kembalinya jati diri TNI sebagai
tentara rakyat, tentara perjuangan, dan tentara nasional yang profesional, yang meninggalkan
peran kekuatan politik praktis serta fokus pada fungsi sebagai alat pertahanan negara.
Konsekuensi logisnya adalah bahwa TNI dapat mendukung demokrasi di Indonesia menuju
Indonesia baru yang modern berdaya saing zaman global. Upaya membangun ABRI yang
sesuai dengan tuntutan reformasi terus dilakukan. Pada tanggal 1 April 1999, ABRI secara
resmi melepaskan Polisi dari tubuhnya, dan pada tanggal 20 April 2000 Panglima TNI
Widodo Adisubroto mengumumkan penghapusan peran sosial politik TNI.
Transfer kekuasaan dari presiden Soeharto ke presiden Habibie tak pelak dinilai
banyak kalangan tak jauh berbeda dengan pemerintahan Soeharto, karena Habibie adalah
salah satu orang yang dipercaya oleh Soeharto serta telah lama duduk di kabinet. Namun
pada masa ini juga, atas kesalahan-kesalahan TNI di masa yang lalu, tuntutan untuk merevisi
konsep dwifungsi ABRI terus berdatangan. Akhirnya pada akhir Agustus 1998, Panglima
ABRI Jenderal Wiranto mengumumkan empat paradigma baru TNI. Pertama, militer
mengubah posisi dan metodenya agar tidak selalu di depan dan mendominasi. Kedua,
mengubah konsep menduduki menjadi memengaruhi. Ketiga, mengubah cara memengaruhi
secara langaung menjadi tidak langsung. Keempat, kesediaan untuk melakukan political and
role sharing dengan komponen bangsa lainnya.
Reformasi internal TNI juga dapat dilihat dari perubahan perannya. Pada masa orde
baru, mereka memiliki fungsi di bidang pertahanan keamanan dan sosial politik. Oleh
karenanya, dalam kerangka demokrasi, TNI mengatur kembali tugas dan fungsinya sebagai
alat pertahanan negara dan telah dikukuhkan dengan Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 dan
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 serta Undang-Undang No. 34 Tahun 2004. Dengan itu,
TNI tidak lagi melakukan banyak fungsi lagi, dan tidak akan terlibat dalam politik praktis.
Page 3 of 5
Paradigma baru yang telah disebutkan di awal tadi, kemudian digantikan lagi pada 20
April 2000 ketika hasil Rapat Pimpinan TNI menyatakan bahwa TNI tidak lagi memiliki
fungsi sosial politik, karena lebih memusatkan perhatiannya pada peran dan tugas dalam
pertahanan. Berdasarkan hasil rapat tersebut, muncullah paradigma baru TNI yang lebih
menjangkau ke masa depan seperti berikut:
1. Pelaksanaan tugas TNI adalah senantiasa dalam rangka tugas negara, yaitu lebih
diarahkan untuk memperkuat kemampuan institusi fungsional.
2. Peran dan tugas TNI dalam kehidupan nasional senantiasa dilakukan atas kesepakatan
bangsa dengan pengaturan secara konstitusional.
3. Apa pun yang dilakukan TNI senantiasa bersama komponen masyarakat lainnya.
4. TNI adalah sebagai bagian dari sistem nasional.
5. Setiap tindakan TNI harus direstui melalui peraturan konstitusional.
Hal hal tersebut di atas dimaksudkan untuk memastikan peran dan tugas TNI adalah tugas
negara, yang dilakukan bersama unsur lain sesuai tugas dan fungsinya. Inti dari reformasi
internal TNI adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Berdasarkan paradigma barunya, TNI terus melakukan berbagai upaya redefinisi, reposisi,
dan reaktualisasi perannya dalam kehidupan bangsa.
Daftar Pustaka
Fattah, Abdoel. 2005. Demiliterisasi Tentara: Pasang Surut Politik Militer 1945-2004.
Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
Marijan, Kacung. 2010. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Page 4 of 5
Sundhaussen, Ulf. 1988. Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI.
Jakarta: LP3ES.
Page 5 of 5