Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang
disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam,
anemia dan splenomegali. Penyakit ini penyebarannya sangat luas, terutama pada
daerah daerah yang beriklim tropis dan sub tropis. Penduduk yang berisiko
terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari penduduk dunia. Setiap
tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300-500 juta dan mengakibatkan 1,5-2,7
juta kematian. Oleh karena itu, The United Nations Millenium Development
Goals (MDGs) sepakat untuk mencapai target memberantas malaria pada tahun
2015.

Di Indonesia sendiri, penyakit malaria juga masih menjadi suatu ancaman.


Malaria masih menjadi penyakit endemis di sebagian besar wilayah Indonesia.
Pada tahun 2009 terdapat sekitar 2 juta kasus malaria klinis dan 350 ribu kasus di
antaranya dikonfirmasi positif. Sedangkan tahun 2010 menjadi 1,75 juta kasus dan
311 ribu di antaranya dikonfirmasi positif. Sampai tahun 2010 masih terjadi KLB
1

dan peningkatan kasus malaria di 8 Propinsi, 13 kabupaten, 15 kecamatan, 30


desa dengan jumlah penderita malaria positif sebesar 1256 penderita, 74 kematian.
Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009, dimana terjadi KLB
di 7 propinsi, 7 kab, 7 kec dan 10 desa dengan jumlah penderita 1107 dengan 23
kematian. Diagnosis yang cepat dan terapi yang tepat sangat diperlukan untuk
mengurangi mortalitas akibat penyakit ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
2

Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang


disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis
berupa demam, anemia dan pembesaran limpa yang ditularkan oleh nyamuk
anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak 80 spesies anopheles
dan 18 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vector malaria.
B. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam
genus Plasmodium.

Plasmodium

ini

merupakan

protozoa

obligat

intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax,


Plasmodium

falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale.

Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun


ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar
serta dari ibu hamil kepada janinnya.
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai
malaria tertiana.P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau
malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P.
falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies
terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat
menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam
jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organorgan tubuh.

Phylum
Kelas
Subkelas
Ordo
Sub-ordo
Famili
Genus
Sub-genus
Spesies

: Apicocomplexa
: Sporozoa
: Coccidiida
: Eucoccidies
: Haemosporidiidea
: Plasmodiidae
: Plasmodium
: Laverania
: Plasmodium falciparum
Plasmodium vivax
Plasmodium malariae
Plasmodium ovale

C. Epidemiologi

Keterangan :
Gambar 1. Peta Stratifikasi Malaria 2009
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
D. Patofisiologi

Gambar 2. Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh manusia di luar eritrosit


Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit.
Gejala yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh
pirogen endogen, yaitu TNF dan interleukin-1. Akibat demam terjadi
5

vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang


diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya
peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat
hemolisis. Juga terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neutrofil.
Terjadinya kongesti pada organ lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur
limpa.
Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis
oleh sistem retikuloendotelial.Hebatnya hemolisis tergantung dari jenis
Plasmodium dan status imunitas pejamu.Anemia juga disebabkan oleh
hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada eritrosit yang terinfeksi
maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis berat dapat
terjadi

hemoglobinuria

dan

hemoglobinemia.Hiperkalemia

dan

hiperbilirubinemia juga sering ditemukan.


Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika,
disebabkan karena sel darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket,
sehingga perjalanannya dalam kapiler terganggu dan mudah melekat pada
endotel kapiler karena adanya penonjolan membran eritrosit. Setelah terjadi
penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran kapiler terhambat dan
timbul hipoksi jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat
terjadi perembesan

cairan bahkan perdarahan ke jaringan sekitarnya.

Rangkaian kelainan patologis ini dapat

menimbulkan manifestasi klinis

sebagai malaria serebral, edema paru, gagal ginjal dan malabsorpsi usus.
Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang
diturunkan maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria terutama
penting untuk melindungi anak kecil

atau

bayi

karena

sifat

khusus

eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan berkembang- biaknya


parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada interaksi antara
organel spesifik pada merozoit dan struktur khusus pada permukaan eritrosit.
Imunitas humoral dan seluler tehadap malaria didapat sejalan dengan
infeksi ulangan. Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi
gambaran klinis infeksi ataupun dapat menyebabkan asimptomatik

dalam
6

periode

panjang.

Pada

individu

dengan

malaria

dapat

dijumpai

hipergamaglobulinemia poliklonal, yang merupakan suatu antibodi spesifik


yang diproduksi untuk melengkapi beberapa aktivitas opsonin terhadap
eritrosit yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak lengkap dan hanya bersifat
sementara bilamana tanpa disertai infeksi ulangan. Tendensi malaria untuk
menginduksi imunosupresi, dapat diterangkan sebagian oleh tidak adekuatnya
respon ini. Antigen yang heterogen terhadap Plasmodium mungkin juga
merupakan salah satu

faktor. Monosit/makrofag merupakan partisipan

selular yang terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi.


E. Klasifikasi
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis
plasmodiumnya antara lain sebagai berikut:
1. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang
paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali,
parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi.Masa inkubasi 9-14
hari.Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit.Disebabkan oleh
Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/cincin kecil yang
berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya
spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).
Plasmodium Falcifarum menyerang

sel darah merah seumur

hidup.Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah


merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk
melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi
trombosis dan iskemik lokal.Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi
lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan
gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).
2. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan
Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih
7

biru.Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan


kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita.Skizon Plasmodium
malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak
bunga/rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax
tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain
nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise
umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti
sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya.

Pada

pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia,


tanpa uremia dan hipertensi.
3. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium
malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen
hitam di tengah.Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah
bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau
ireguler dan fibriated.Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan
dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 1116 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 34 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan
terjadi pada malam hari.
4. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi
eritrosit

muda

yang

diameternya

lebih

besar

dari

eritrosit

normal.Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring


dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid.Terdiri dari
12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli.Gametosit berbentuk
oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen
kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala
klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali
dengan puncak demam setiap 72 jam.
8

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system
tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan
panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan
sering terjadinya komplikasi.
F. Gambaran Klinis
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasienn non-imun
terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme),
yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) bebas demam. Sebelum
demam pasien biasanya merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan,
mual atau muntah. Pada pasien dengan infeksi majemuk/ campuran (lebih
dari satu jenis Plasmodium atau satu jenis Plasmodium tetapi infeksi
berulang dalam waktu berbeda), maka serangan demam terus- menerus
(tanpa

interval), sedangkan pada pejamu yang imun gejala klinisnya

minimal.
Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan
yakni stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium
berkeringat (sweating stage). Paroksisme ini biasanya terlihat jelas pada
orang dewasa namun jarang dijiumpai pada usia muda. Pada anak di bawah
umur lima tahun, stadium dingin seringkali bermanifestasi sebagai kejang.
Serangan
(intrinsik).

demam

yang

pertama

didahului

oleh

masa

iinkubasi

Masa inkubasi bervariasi antara 9 - 30 hari tergantung pada

spesies parasit.Masa inkubasi ini juga tergantung pada intensitas infeksi,


pengobatan yang pernah didapat sebelumnya, dan derajat imunitas pejamu.
Pada malaria akibat transfusi darah, masa inkubasi Plasmodium
falciparum adalah 10 hari, Plasmodium vivax 16 hari,

dan Plasmodium

malariae 40 hari atau lebih setelah transfusi. Masa inkubasi pada penularan
secara alamiah bagi masing- masing spesies parasit, untuk Plasmodium
falciparum 12 hari, Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale 13 - 17 hari,
dan Plasmodium malariae 28- 30 hari. Setelah lewat masa inkubasi, pada
9

anak besar dan orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi dalam tiga
stadium atau trias malaria (malaria proxym), yaitu :
1. Stadium dingin
Diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat
dingin. Gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari- jari pucat
atau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah pada
anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit
sampai 1 jam.
2. Stadium demam2
Pada stadium ini pasien merasa kepanasan.Muka merah, kulit kering
dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, mual dan muntah,
nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi sangat haus dan suhu
badan dapat meningkat sampai 410 C atau lebih. Stadium ini berlangsung
antara 2-12 jam. Demam disebabkan oleh karena pecahnya skizon
dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit
darah ke dalam aliran darah.
3. Stadium berkeringat2
Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, kemudian
suhu badan menurun dengan cepat, kadang- kadang sampai di bawah
normal. Black water fever yang merupakan komplikasi berat, adalah
munculnya hemoglobin pada urin sehingga menyebabkan warna urin
berwarna tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus
dan muntah berwarna seperti empedu. Black water fever biasanya
dijumpai pada mereka yang menderita infeksi Plasmodium falciparum
berulang dengan infeksi yang cukup berat.
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria,
dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa
akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan
membengkak, nyeri dan hiperemis.
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P.
falciparum. Pada infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat
10

dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang


menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium
aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:
a. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
b. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung
parasit >10.000/l.
c. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa
atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta
kelainan kreatinin >3mg%.
d. Edema paru.
e. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
f. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat
dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.
g. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
h. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada
hipertermis.
i. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
j. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan
karena obat antimalaria pada kekurangan

Glukosa-6-Phospat

Dehidrogenase.
k. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler jaringan otak.
G. Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah
secara mikroskopik atau tes diagnostik cepat.
1. Anamnesis
a. Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu
c.
d.
e.
f.

ke daerah endemik malaria.


Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
Riwayat mendapat transfusi darah.
11

Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat,


dapat ditemukan keadaan di bawah ini:
1) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
2) Keadaan umum yang lemah.
3) Kejang-kejang.
4) Panas sangat tinggi.
5) Mata dan tubuh kuning.
6) Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.
7) Nafas cepat (sesak napas).
8) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
9) Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.
10) Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.
11) Telapak tangan sangat pucat.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Demam (37,5oC)
b. Konjunctiva atau telapak tangan pucat
c. Pembesaran limpa
d. Pembesaran hati
Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis
sebagai berikut:
1)
2)
3)

Temperatur rektal 400 C.


Nadi capat dan lemah.
Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50

4)

mmHg pada anak-anak.


Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40
kali permenit pada

balita, dan >50 kali permenit pada anak

dibawah 1 tahun.
5) Penurunan kesadaran.
6) Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
7) Tanda-tanda dehidrasi.
8) Tanda-tanda anemia berat.
9) Sklera mata kuning.
10) Pembesaran limpa dan atau hepar.
11) Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.
12) Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskopik
Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada
penderita

adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam

darah tepi2.Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:


12

1) Ada/tidaknya parasit malaria.


2) Spesies dan stadium Plasmodium
3) Kepadatan parasit
a) Semi kuantitatif:
(-)

: tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

(+)

: ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

(++)

: ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++)

: ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB

(++++)

: ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB

b) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan
darah tebal atau sediaan darah tipis.
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit
malaria, dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam
bentuk dipstik.
c. Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik
terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal.
Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru
terbentuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer >1 : 200 dianggap
sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.
H. Penatalaksanaan
Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin,
sulfadoksin-pirimetamin,

kina,

primakuin,

serta

derivate

artemisin.

Klorokuin merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan


malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam
program pemberantasan malaria, sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk
pengobatan radikal penderita malaria falciparum tanpa komplikasi.
Kina

merupakan obat anti malaria pilihan untuk pengobatan radikal

malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu kina juga digunakan untuk
13

pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi.Primakuin


digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis,
pengobatan radikal dan pengobatan malaria berat.Artemisin digunakan untuk
pengobatan malaria tanpa atau dengan komplikasi yang resisten multidrugs.
Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria. Khusus
di Rumah Sakit,

obat tersebut dapat digunakan dengan kombinasi obat

antimalaria lain, untuk mengobati penderita resisten multidrugs. Obat


antibiotika yang sudah diujicoba sebagai profilaksis dan pengobatan malaria
diantaranya

adalah

derivate

sulfametoksazol-trimetoprim

tetrasiklin,
dan

kloramfenikol,

siprofloksasin.

eritromisin,

Obat-obat

tersebut

digunakan bersama obat anti malaria yang bekerja cepat dan menghasilkan
efek potensiasi antara lain dengan kina.
1. Pengobatan malaria falciparum
a. Lini pertama : Artesunat + Amodiakuin + Primakuin
Dosis artesunat = 4 mg/kgBB (dosis tunggal), amodiakuin = 10
mg/kgBB (dosis tunggal), primakuin = 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).
Apabila pemberian dosis tidak memungkinkan berdasarkan berat
badan penderita, pemberian

obat

dapat diberikan berdasarkan

golongan umur. Dosis makasimal penderita dewasa yan

dapat

diberikan untuk artesunat dan amodiakuin masing- masing 4 tablet, 3


tablet untuk primakuin.
Tabel Pengobatan Lini Pertama Untuk Malaria falciparum
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-1 bln 2-11 bln
1-4 th
5-9 th 10-14 th 15 th
Har
i

Jenis obat
Artesunat
Amodiakuin
Primakuin

1
1

2
2
1

3
3
2

4
4
2-3

Artesunat
Amodiakuin

1
1

2
2

3
3

4
4

I
14

I
Artesunat
Amodiakuin

1
1

2
2

3
3

4
4

III
Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan
malaria falciparum. Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan
untuk membunuh parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin
bertujuan untuk membunuh gametosit yang berada di dalam darah.
Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan bila pengobatan
lini pertama tidak efektif.
b. Linikedua :Kina + Doksisiklin/Tetrasiklin + Primakuin
Dosis kina =10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), doksisiklin = 4
mg/kgBB/hr (dewasa, 2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th,
2x/hr selama 7 hari), tetrasiklin = 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7
hari). Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan
berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan
golongan umur.
Tabel Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum
Hari

Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-11 bln 1-4 th
5- 9 th
10-14 th
Kina
*
3x
3x1
3x
Doksisiklin 2x1**
Primakuin
1
2

15 th
3x2-3
2x1***
2-2

Kina
*
Doksisiklin -

3x2-3
2x1***

I
3x
-

3x1
-

3x
2x1**

II-VII

15

: dosis diberikan per kgBB

**

: 2x50 mg doksisiklin

***

: 2x100 mg doksisiklin

2. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale


a. Lini pertama : Klorokuin+Primakuin
Kombinasi ini digunakan sebagai piliha utama untuk pengobatan
malaria vivax dan ovale.Pemakaian klorokuin bertujuan membunuh
parasit stadium aseksual dan seksual. Pemberian primakuin selain
bertujuan untuk membunuh hipnozoit di sel hati, juga dapat
membunuh parasit aseksual di eritrosit.
Dosis total klorokuin = 25 mg/kgBB (1x/hr selama 3 hari),
primakuin = 0,25 mg/kgBB/hr (selama 14 hari).
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat
badan penderita obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur,
sesuai dengan tabel.

Tabel Pengobatan Lini Kedua Untuk malaria vivax dan malaria


ovale
Hari

Jenis obat

Jumlah tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal)


0-1 bln
2-11 bln 1-4 th
5-9 th
10-14 th
Klorokuin

1
2
3
Primakuin

15 th
3-4
1

Klorokuin
Primakuin -

3-4
1

Klorokuin 1/8
Primakuin -

2
1

Primakuin -

II

III
IV-XIV

16

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah


pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut : klinis sembuh (sejak
hari keempat) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari
ketujuh 6. Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian
obat

Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau

Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang


atau timbul kembali setelah hari ke-14.

Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara


hari ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau
infeksi baru).

b. Lini kedua (pengobatan malaria vivax resisten klorokuin) :


Kina+Primakuin
Dosis kina = 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), primakuin =
0,25 mg/kgBB (selama 14 hari).
Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis
berdasarkan golongan umur sebagai berikut:
Tabel Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin

Hari
1-7
1-14

Jenis obat
Kina
Primakuin

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th

15 th

*
-

3x3
1

*
-

3x

3x1

3x2

*: dosis diberikan per kgBB


c. Pengobatan malaria vivax yang relaps
Sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin yang
ditingkatkan. Dosis klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari,
dengan dosis total 25 mg/kgBB dan primakuin diberikan selama 14

17

hari dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari. Dosis obat juga dapat ditaksir
dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan umur.
Tabel Pengobatan Malaria vivax yang Relaps
Hari
1
2
3
4-14

Jenis obat
Klorokuin
Primakuin
Klorokuin
Primakuin
Klorokuin
Primakuin
Primakuin

Jenis obat menurut kelompok golongan umur


0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th
15 th

1
2
3
3-4

1
1
2

2
3
3-4

1
1
2
1/8

1
1
2

1
1
2

1
1
2

3. Pengobatan malaria malariae


Klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25
mg/kgBB. Klorokuin dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan
seksual P. malariae. Pengobatan dapat juga diberikan berdasarkan
golongan umur penderita.

Tabel pengobatan malaria malariae


Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur
0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th 15 th
th

Ha Jenis obat
ri
I Klorokuin
II Klorokuin
III Klorokuin

1/8

1
1

2
2
1

3
3
1

3-4
3-4
2
18

4. Kemoprokfilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi
malaria

sehingga

bila

terinfeksi

maka

gejala

klinisnya

tidak

berat.Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang bepergian ke


daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis,
peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok atau individu
yang akan bepergian atau tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya
menggunakan personal protection seperti pemakaian kelambu, kawat
kassa, dan lain-lain.
Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya
cukup tinggi maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi
spesies ini. Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P.
falciparumterhadap

klorokuin,

maka

doksisiklin

menjadi

pilihan.

Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak


lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax dapat diberikan
klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu.Obat tersebut diminum
1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah
kembali.

Tabel Dosis Pengobatan Pencegahan Dengan Klorokuin


Golongan umur (thn)
<

Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu)

1
1-4
5-9
10-14

1
1

>1

19

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasite
yang merupakan golongan plasmodium yang hidup dan berkembang biak
dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan
melalui gigitan nyamuk anopheles.
2. Penyebab malaria berat sering karena infeksi plasmodium falsiparum,
tetapi plasmodium vivax juga dapat menyebabkan malaria berat
Saran
Malaria merupakan keadaan yang emergensi. Untuk itu diperlukan
diagnosis yang cepat dan terapi yang tepat untuk mengurangi mortalitas akibat
penyakit ini.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Ramdja M, 1997. Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum
Terhadap Klorokuin. MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997;
Hal: 873.
2. Kartono

M.

Nyamuk

Anopheles:

Vektor

Penyakit

Malaria.

MEDIKA. No.XX, tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.


3. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi
IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:
1754-60.
4. Rampengan

TH.

Malaria

Pada

Anak.

Dalam:

Harijanto

PN

(editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan


Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 249-60.
5. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam
Harijanto

PN

(editor).

Malaria,

Epidemiologi,

Patogenesis,

Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52.


6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.
7. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor).
Malaria,

Epidemiologi,

Patogenesis,

Manifestasi

Klinis

dan
21

Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 1-15.


8. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi
W (editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas
Kedokteran UI, 2000, Hal: 171-97.
9. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat.
Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis,
Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26.
10. Malik, MM. 2015. The Potential Of Brotowali Stem Extract (Tinospora
Crispa) As Analternative Antimalarial Drug, J MAJORITY. Volume 4
Nomor 5. Faculty of Medicine, Universitas Lampung.
11. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al
(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI, 2000;Hal:504-7.
12. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi
ketiga, Jilid I, Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16.
13. Rampengan dan Laurent. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak.
Buku kedokteran: EGC
14. Suriadi dan Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak.
Jakarta: PT Fajar Interpratama
15. Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai