Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN POST OPERASI

CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I semester III D-IV Keperawatan

oleh :
Arsinda Prastiwi

P07120213007

Distia Taravella

P071202130

Eka Sulistyowati

P071202130

Heryuni Prastiwi

P07120213019

Kalifa Nurahmad Fauzi

P071202130

Reza Mahrizal

P071202130

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah Asuhan Keperawatan Pasca Bedah Jantung Coronary Artery Bypass
Graft.
Penyusunan Makalah Asuhan Keperawatan Pasca Bedah Jantung
Coronary Artery Bypass Graft ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah dan menambah informasi bagi mahasiswa tentang
asuhan keperawatan pasca bedah jantung coronary artery bypass graft.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Sugeng Jitowiyono, S.Kep,. Ns., M.Sc selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah
2. Teman-teman yang telah bersedia membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mohon kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan.

Sleman, 30 Oktober 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) merupakan salah satu
penanganan intervensi dari PJK. CABG adalah jenis tindakan operasi jantung
yaitu dengan

membuat saluran baru melewati bagian arteri coronaria yang

mengalami penyempitan. Operasi Coronary Artery Bypass Graft pertama kali


dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1960, sedangkan penggunaan mesin
jantung

paru

sudah

terlebih

(Brunner&Suddarth, 2002).

dahulu

dilakukan

pada

tahun

1954

Rumah Sakit Jantung Harapan Kita sebagai

rumah sakit rujukan nasional sejak tahun 1986 telah mulai melakukan
melakukan operasi Coronary Artery Bypass Graft dan pada awal tahun 2000
telah diperkenalkan juga teknik operasi tanpa mesin jantung paru (off pump
cardio pulmonal). Namun tidak semua pasien dapat dilakukan metode ini
tergantung indikasi pada masing-masing pasien. Data di Rumah Sakit Jantung
Harapan Kita diperoleh pada tahun 2009 telah dilakukan operasi Coronary
Artery Bypass Graft dengan 650 pasien dan tahun 2010 tercatat 824 pasien.
Tingginya tingkat pembedahan pada pasien PJK dengan Coronary Artery
Bypass Graft maka menuntut pelayanan untuk bekerja lebih profesional dari
berbagai bidang profesi baik dokter bedah, anastesiologist, perfusionist, dan
perawat. Perawat sebagai profesi yang menjadi ujung tombak pelayanan di
Rumah Sakit harus mampu memberikan asuhan keperawatan yang optimal
baik selama preoperasi, intraoperasi

dan pascaoperasi. Dengan demikian

outcome yakni kesembuhan pasien dapat tercapai dengan meningkatnya


kualitas hidup mereka dibanding sebelum dilakukan operasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Coronary Artery Bypass Graft (CABG)?
2. Apa etiologi CABG?
3. Bagaiana patofisiologi CABG?

4. Apa manifestasi klinik pasien post operasi CABG?


5. Apa saja yang dilakukan untuk mendiagnosis pasien post operasi CABG?
6. Apa saja yang dilakukan dalam penatalaksanaan pasien post operasi
CABG?
7. Apa diagnosa keperawatan pasien post operasi CABG?
8. Apa intervensi keperawatan pasien post operasi CABG?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Coronary Artery Bypass Graft (CABG)?
2. Untuk mengetahui etiologi CABG
3. Untuk mengetahui patofisiologi CABG
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik pasien post operasi CABG
5. Untuk mengetahui tes diagnosa pasien post operasi CABG
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien post operasi CABG
7. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pasien post operasi CABG
8. Untuk mengetahui intervensi keperawatan pasien post operasi CABG.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satu
penanganan intervensi dari penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara
membuat saluran baru melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan
atau penyumbatan (Feriyawati, 2005).
Coronary Artery Bypass Grafting, atau Operasi CABG, adalah teknik
yang menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk
memintas (melakukan bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke
jantung. CABG bertujuan untuk membuat rute dan saluran baru pada arteri
yang terbendung sehingga oksigen dan nutrisi dapat mencapai otot jantung.
B. Etiologi
Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan
lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), dan
hal ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai proses seperti penimbunan
jarinrangan ikat, perkapuran, pembekuan darah, yang kesemuanya akan
mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut. Hal ini akan
mengakibatkan otot jantung di daerah tersebut mengalami kekurangan aliran
darah dan dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup serius, dari Angina
Pectoris (nyeri dada) sampai Infark Jantung, yang dalam masyarakat di kenal
dengan serangan jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak.
Beberapa faktor resiko terpenting penyakit jantung koroner :
1. Kadar kolesterol total dan LDL tinggi.
2. Kadar kolesterol ADL rendah
3. Hipertensi
4. Merokok
5. Diabetes mellitus
6. Kegemukan

7. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga


8. Stress

C. Patofisiologi
Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara aliran darah arteri
koronaria

dengan

kebutuhan

miokard.

Pada

CAD

menunjukkan

ketidakseimbangan antar aliran darah arterial dan kebutuhan miokardium.


Keseimbangan ini dipengaruhi oleh :
1. Aliran darah koroner
2. Kepekaan miokardium terhadap iskhemik
3. Kadar oksigen dalam darah
Aliran darah arterial yang berkurang hampir selalu disebabkan oleh
arteriosklerosis. Arteriosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan
fibrosa dalam arteria koronaria sehingga secara progresif mempersempit
lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran
darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila
penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahaan
vaskuler yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar.Dengan
demikian keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen genting,
membahayakan myokardium distal dan daerah lesi. Lesi yang bermakna
secara klinis, yang dapat menyebabkan iskemi dan disfungsi miokardium
biasanya menyumbat lebih dari 75 % lumen pembuluh darah. Langkah akhir
proses patologis yang menimbulkan gangguan klinis dapat terjadi dengan cara
berikut :
1. Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plak
2. Perdarahan pada plak ateroma
3. Pembentukan trombus yang diawali agregrasi trombosit
4. Embolisasi trombus / fragmen plak
5. Spasme arteria koronaria

Lesi-lesi arteroskleosis biasanya berkembang pada segmen epikardial


proksimal dari arteria koronaria yaitu pada temapat lengkungan yang tajam,
percabangan atau perlekatan. Pada tahap lebih lanjut lesi-lesi yang tersebar
difus menjadi menonjol
D. Manifestasi Klinik
1. Sesak nafas mulai dengan nafas yang terasa pendek sewaktu melakukan
aktifitas yang cukup berat yang biasanya tak menimbulkan keluhan. Makin
lama sesak makin bertambah, sekalipun melakukan aktifitas ringan
2. Klaudikasio intermiten, suatu perasaan nyeri dan keram di ekstremitas
bawah, terjadi selama atau setelah olahraga peka terhadap rasa dingin.
3. Perubahan warna kulit
4. Nyeri dada kiri seperti di tusuk-tusuk atau di iris-iris menjalar ke lengan
kiri
5. Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih intensif dan lama serta tidak
sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin
6. Dada rasa tertekan seperti di tindih benda berat, rasa tercekik
7. Rasa nyeri kadang di daerah epigastrium dan bisa menjalar ke punggung
8. Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat
dingin dan lemas.
E. Tes Diagnostik
Tes diagnostik kardiovaskuler meliputi dua jenis pemeriksaan yaitu:
Invassive (melukai) dan Non Invassive (tidak melukai).
1. Pemeriksaan Non Invasive:
a. Foto Thorax
b. EKG
c. Treadmill exercise Chest test/ Treadmill test
d. Echocardiography
e. Nuclear cardiology
f.

MRI / CT imaging

2. Pemeriksaan Invasive/ kateterisasi


a. Corangiography (untuk deteksi PJK)
b. Right / left heart study (untuk evaluasi kelainan valvuler/ congenital

c. Elektrofisiologi, untuk evaluasi aritmia


d. Angioskopi untuk menilai karakteristik plak aterosklerosis
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama meliputi restorasi curah jantung, pertukaran gas yang
adekuat, pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit, berkurangnya
gejala penginderaan yang berlebihan, penghilangan nyeri, usaha untuk
beristirahat, pemeliharaan perfusi jaringan yang memadai, pemeliharaan
perfusi ginjal yang memadai, pemeliharaan suhu tubuh normal, mempelajari
aktivitas perawatan diri dan tidak adanya komplikasi.
Perawatan ini dimulai pada saat pasien di ruang ICU. Perawatan pada
post Operasi meliputi:
Perawatan di ICU
1. Monitoring Hermodinamik
Setiap pasien dianjurkan 1 perawat yang bertanggungjawab
menangani selama 24 jam. Pemantantauan yang dikerjakan harus
secara sistematis dan mudah:
a. CVP, RAP, LAP
b. Denyut Jantung
c. Wedge pressure dan PAP
d. Tekanan Darah
e. Curah jantung
f. Obat-obatan inotropik yang digunakan untuk support fungsi
jantung dosis, rute dan lain-lain.
g. Alat lain seperti IABP, pach jantung untuk membantu.
2. EKG
Pemantauan ini harus dikerjakan dan dilihat irama dasar jantung
dan adanya kelainan irama jantung seperti AV, VES, blok
atrioventrikel. Pencatatan EKGini harus lengkap minimal 1 kali sehari
dan tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila ada
perubahan irama dasar jantung yang membahayakan.
3. Sistem Pernafasan
Biasanya pasien dari kamar operasi masih belum sadar. Sampai di
ICU segera respirator dipasang dan dilihat:
a. Tube dan ukuran yang dipakai, melalui mulut atau hidung
b. Tidak volume dan minut volume, RR, Fi O 2, PEEP.

c. Dilihat aspirat yang keluar dari bronchus atau tube, apakah


lendirnya normal, kehijauan, kental, atau berbusa kemerahan
sebagai tanda edema paru.
4. Sistem Neurologis
Kesadaran dilihat dari atau waktu pasien mulai bangun atau masih
diberikan obat-obatan sedative pelumpuh obat. Bila pasien mulai
bangun maka disarankan untuk menggerakan ke 4 ekstremitasnya.
5. Sistem Ginjal
Dilihat produksi urin tiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat
hemolisis dan lain-lain.
6. Gula Darah
Bila pasien diabet maka kadar gula darah harus di kerjakan tiap 6 jam
dan bila tinggi mungkin memerlukan infuse insulin.
7. Laboratorium
Setelah di ICU perlu diperiksa:
a. HB, HT, trombosit
b. ACT
c. Analisa gas darah
d. LFT/ Albumin
e. Ureum, kretinin, gula darah
f. Enzim CK dan CKMB untuk penderita bintas koroner
8. Drain
Drain yang dipasang harus diketahui sehingga perdarahan dari mana
mungkin bisa diketahui. Jumlah drain tiap waktu biasanya tiap jam
tetapi bila ada perdarahan maka observasi dikerjakan tiap jam atau
jam.
9. Foto Thoraks
Pemeriksaan ini segera setelah di ICU untuk melihat ke CVP, kateter
swan ganz. Bila jantung normal, penyapihan terhadap respirator segera
di mulai dan begitu juga ekstratubasi beberapa jam setelah pasca
bedah.
10. Fisioterapi
Harus segera dikerjakan termasuk penderita dengan ventilator. Bila
sudah ekstubasi fisioterapi penting untuk mencegah retensi sputup
(napas dalam, vibrilasi, postural drinase).
Perawatan setelah di ICU (di ruangan)
Setelah keluar dari ICU maka pemantauan terhadap fungsi semua
organ terus dilanjutkan. Pemeriksaan hematologi rutin dan thoraks foto

telah dikerjakan termasuk laboratorium LFT, Enzim CK dan CKMB. Hari


berikutnya periksa dan lihat keadaanya antara lain:
a. Elektrolit thrombosis
b. Ureum
c. Gula darah
d. Thorak foto
e. EKG 12 lead
Hari ke 4: Lihat keadaan, pemeriksaan atas indikasi
Hari ke 5: Hematologi, LFT, Ureum dan bila perlu elektrolit, foto thorak
tegak.
Hari ke 6 sampai 10 pemeriksaan atas indikasi, misalnya thrombosis.
Diberikan obat-obatan seperti analgetik karena rasa sakit daerah
dada waktu batuk akan mengganggu pernapasan pasien. Obat-obatan lain
seperti hipertensi, anti diabet, dan vitamin harus sudah dimulai,
expectoransia, bronchodilator, juga diperlukan untuk mengeluarkan
sputum yang banyak sampai hari ke 7 atau sampai pasien pulang.
Pada perawatan luka, bila ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan
dan bengkok pada luka apalagi dengan tanda-tanda panas, lekositosis,
maka luka harus dibuka jahitannya sehingga nanah yang ada bisa keluar.
Dan dikompres dengan antiseptik.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan
gangguan fungsi miokardium.
2. Risiko gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan
dengan gangguan volume darah.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi pleura akibat selang
dada.
4. Risiko gangguan perfusi ginjal berhubungan dengan berkurangnya curah
jantung, hemolisis, atau terapi obat vasopresor.
5. Risiko terjadi hipertermia berhubungan dengan terjadinya infeksi atau
sindrom panca perikardium.
6. Kurang pengetahuan mengenai aktivitas asuhan diri.
H. Intervensi Keperawatan
Dx: Penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan
gangguan fungsi miokardium.
Intervensi Keperawatan

Rasional

1.

Pantau kasus kardiovaskuler,

1.

Efektivitas

pembacaan perkala tekanan darah

ditentukan

arteri, etrium kiri, arteri pulmonalis,

hermodinamika.

tekanan

baji

arteri

curah

oleh

jantung

pemantauan

pulmonalis,

tekanan vena sentral, curah jantung,


tekanan

vaskuler

sistemik

dan

pulmonal, irama frekuensi jantung


dicatat dan dihubungkan dengan
kondisi pasien.
2. Observasi adanya perdarahan 2. Perdarahan dapat terjadi akibat
persisten drainase darah yang terus insisi jantung, kerapuhan jaringan,
menerus dan menetap, hipotensi, trauma

jaringan,

gangguan

CVP rendah, takikardi, persiapkan pembekuan.


pemberian produk darah, larutan
intravena.
3.
Observasi

gagal

jantung, 3.

Gagal jantung yang terjadi

hipotensi, peninggian PAWP, PAD, akibat penurunan aksi pemompaan


CVP

dan

tekanan

atrium

kiri, jantung

dapat

mengakibatkan

takikardi, gelisah, agitasi, sianosis, berkurangnya perfusi kejaringan


distensi

vena,

dispnu,

asites. organ.

Persiapkan pemberian diuretik dan


digitalis.
4. Melalukan
infark

observasi

miokardium.

adanya 4. Gejala bisa ditutup oleh tingkat


Lakukan kesadaran pasien dan obat anti

pemeriksaan EKG dan isoenzim nyeri


berkala.

Membedakan

nyeri

miokardium dengan bekas irisan


bedah.
Dx: Risiko gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan
dengan gangguan volume darah.
1.

Intervensi Keperawatan
Pertahankan
keseimbangan 1.

Volume

Rasional
sirkulasi darah

yang

cairan dan elektrolit

adekuat penting untuk aktivitas seluler


yang optimal, asidosis metabolic dan
ketidakseimbangan

elektrolit

dapat

terjadi setelah pemakaian pintasan


2.

jantung paru.
Waspada terhadap perubahan 2. Konsentrasi

kadar elektrolit serum

elektrolit

tertentu

sangat penting baik dalam cairan


tubuh intrasesuler dan ekstraseluler
untuk mempertahankan kehidupan.

Dx: Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi pleura akibat selang
dada
1.

Intervensi Keperawatan
Catat sifat, jenis, lokasi dan 1.

durasi nyeri.

Nyeri

meningkatkan

Rasional
dan

kecemasan

kecepatan

denyut,

konsumsi oksigen dan beban kerja


jantung.
2. Bantu pasien membedakan antara 2.
Nyeri

angina

memerlukan

nyeri bedah dengan nyeri angina


penanganan segera
3. Anjurkan penggunaaan obat nyeri 3. Analgesik akan

memperbaiki

rutin selama 24 jam sampai 72 jam istirahat,

mengurangi

konsumsi

pertama dan observasi efek samping oksigen akibat nyeri, dan membantu
letergi hipotensi takikardi, depresi pasien melakukan latihan tarik napas
pernapasan

dalam dan batuk efektif

Dx: Risiko gangguan perfusi ginjal berhubungan dengan berkurangnya curah


jantung, hemolisis, atau terapi obat vasopresor.
Intervensi Keperawatan
1. Lakukan pengkajian fungsi ginjal

Rasional
1. Cedera ginjal dapat disebabkan
oleh berkurangnya perfusi, hemolisis,
curah

jantung

rendah,

dan

penggunaan bahan vasopresor untuk

meningkatkan tekanan darah.


Persiapkan pemberian diuretic 2. Memperbaiki fungsi ginjal dan

2.

kerja cepat atau obat inotropika

peningkatan curah jantung dan aliran


darah ginjal

3.

Persiapkan dealisis peritoneal

atau homodialisis bila ada indikasi


Dx: Risiko terjadi hipertermia berhubungan dengan terjadinya infeksi atau
sindrom panca perikardium.
1.

Intervensi Keperawatan
Lakukan pengkajian suhu setiap 1.

jam
2.

Demam

Rasional
dapat menunjukan

adanya proses infeksi atau adanya


Gunakan

mengganti

tehnik

balutan,

steril

hisap

sindrom pasca perikardiotomi


saat 2.
Menurunkan
kemungkinan
selang terjadinya infeksi

endotrakeal, jaga system tertutup


untuk semua jalur intravena dan
intraarterial dan untuk kateter urine.
3. Observasi adanya gejala sindrom 3.
pasca

perikardiotomi,

Terjadi pada 10% sampai 40%

demam, pasien setelah bedah jantung

malese, efusi pericardium, frictionrub perikardial, nyeri sendi


4. Berikan bahan anti radang sesuai 4. Hilangnya gejala peradangan
petunjuk
Dx: Kurang pengetahuan mengenai aktivitas asuhan diri.
Intervensi Keperawatan
1. Kembangkan rencana penyuluhan 1.

Tiap

Rasional
pasien

mempunyai

untuk pasien dan keluarganya


kebutuhan belajar yang unik
2. Berikan beberapa kali pertemuan 2. Pengulangan akan menguatkan
pengajaran untuk penekanan dan dengan

memungkinkan

penjelasan

menjawab pertanyaan
kesalahan informasi.
3. Libatkan keluarga pada semua 3.
Anggota
keluarga
pertemuan penyuluhan

yang

bertanggung jawab akan perawatan di

rumah

biasanya

cemas

dan

memerlukan waktu yang cukup untuk


mempelajari
4. Memberikan informasi mengenai 4.
Pengaturan hubungan telepon
hubungan telepon follow up dengan dengan personil asuhan kesehatan
ahli bedah atau kardiologis dan dapat

membantu

perawat pengawas resmi dan buat kecemasan


rujukan bila perlu

mengurangi

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satu
penanganan intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara
membuat saluran baru melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan
atau penyumbatan. Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan oleh
penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh
koroner), hal ini akan mengakibatkan otot jantung di daerah tersebut
mengalami kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan berbagai akibat
yang cukup serius, dari Angina Pectoris (nyeri dada) sampai Infark Jantung.
Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara aliran darah
arteri koronaria dengan kebutuhan miokard. Pada CAD menunjukkan
ketidakseimbangan antar aliran darah arterial dan kebutuhan miokardium.
Manifestasi klinik pasien post operasi CABG adalah sesak nafas,
klaudikasio intermiten, perubahan warna kulit, nyeri dad kiri seperti
ditusuk-tusuk, nyeri dada kiri serupa dengan angina tetapi lebih intensif,
dada terasa tertekan seperti tertindih benda berat, rasa tercekik, rasa nyeri
kadang di daerah epigastrium dan bisa menjalar ke punggung, Rasa nyeri
hebat sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Tes
diagnostik

kardiovaskuler

meliputi

dua

jenis

pemeriksaan

yaitu

pemeriksaan Invassive (melukai) dan pemeriksaan Non Invassive (tidak


melukai).
Penatalaksanaannya meliputi restorasi curah jantung, pertukaran
gas yang adekuat, pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit,
berkurangnya gejala penginderaan yang berlebihan, penghilangan nyeri,
usaha untuk beristirahat, pemeliharaan perfusi jaringan yang memadai,
pemeliharaan perfusi ginjal yang memadai, pemeliharaan suhu tubuh
normal, mempelajari aktivitas perawatan diri dan tidak adanya komplikasi.
Diagnosa yang sering muncul adalah Penurunan curah jantung
berhubungan dengan kehilangan darah dan gangguan fungsi miokardium.
Risiko gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan

dengan gangguan volume darah. Nyeri berhubungan dengan trauma


operasi dan iritasi pleura akibat selang dada. Risiko gangguan perfusi
ginjal berhubungan dengan berkurangnya curah jantung, hemolisis, atau
terapi obat vasopresor. Risiko terjadi hipertermia berhubungan dengan
terjadinya infeksi atau sindrom panca perikardium. Kurang pengetahuan
mengenai aktivitas asuhan diri.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Smeltzer, SC & Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta. EGC
Ruhyanudin, Faqih.2007.Asuhan Keperawatan pada klien dangan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:Salemba Medika
Graf, H. Huon. 2005. Lecture Notes Kardiologi. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai