___REFERAT___
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEPTEMBER 2014
UNIVERSITAS HASANUDDIN
TYMPANOSTOMY TUBES
Disusun Oleh :
Nurul Raihan Abd Kadir C11109856
Jimmy Patabang C11109140
Pembimbing :
dr. Tenri Uleng
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini , menyatakan bahwa :
Nama
Judul Referat
: Tympanostomy tubes
Telah menyelesaikan referat dan laporan kasus tersebut dalam rangka meyelesaikan tugas
kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Tuba Timpanostomi
Pendahuluan
Tuba timpanostomi adalah tuba yang digunakan untuk menangani kasus seperti efusi telinga
tengah kronik, otitis media dan disfungsi tuba eustachia. Pemasangan tuba timpanostomi
merupakan salah satu operasi mandiri yang paling sering dilakukan pada anak-anak. Tuba
timpanostomi yang memiliki lebar kira-kira 1/20 inci itu dipasang pada membran timpani
anak untuk memberi ventilasi pada telinga tengah. Tiap tahun sekitar 667.000 anak di bawah
usia 15 tahun dilakukan pemasangan tuba timpanostomi. Bila mencapai usia hampir 3 tahun,
kira-kira 1 dari 15 anak akan dipasang dengan tuba timpanostomi.
Tuba timpanostomi paling sering dipasang pada kasus otore persisten, infeksi telinga yang
sering kambuh atau infeksi telinga yang tidak sembuh walau dengan pengobatan antibiotik
yang adekuat. Kondisi-kondisi ini merupakan gejala dari penyakit otitis media atau inflamasi
pada telinga tengah, di mana penyakit ini merupakan penyakit kedua tersering setelah
penyakit infeksi saluran pernafasan atas pada anak. Anak dengan usia di bawah 7 tahun
berisiko terkena otitis media karena sistem imunnya yang belum mantap dan fungsi tuba
auditiva yang belum sempurna. Tuba auditiva adalah satu tuba yang menghubungkan telinga
tengah dan hidung bagian belakang, di mana tuba ini memberi ventilasi pada telinga tengah
dan sebagai alat untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam telinga dan tekanan udara di
luar telinga.
Sebelum dibahas lebih mendalam tentang tuba timpanostomi dan cara pemasangannya, akan
dibahas dulu tentang anatomi dan fisiologi telinga untuk memperjelas tentang indikasi dan
cara pemasangan tuba tersebut.
Anatomi telinga
1. Anatomi Telinga
Bone
isthmus
Cartilage
Tuba
Eustachia
Pars flaccid
Manubrium
of malleus
Umbo
Pars tensa
Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes, dua
otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, saraf korda timpani dan saraf
pleksus timpanikus.
Saraf korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari
analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani juga
mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah
sublingual dan submandibula melalui ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan
serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior. Saraf pleksus timpanikus berasal dari n.
timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal
dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna.
1.2.3 Prosessus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior.
Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini.
1.2.4 Tuba Eustachius
Disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. Bentuknya seperti huruf S. Pada orang
dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah
dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba Eustachius adalah saluran yang
menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi,
drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.
1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang
terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran
yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani di sebelah bawah dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani
berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di
perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran
ini terletak organ Corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan
pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar
dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.
2. Fisiologi Pendengaran
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan ke liang telinga dan mengenai
membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulangtulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan
tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan perilimf dalam skala vestibuli.
Getaran diteruskan melalui membran Reissener yang mendorong endolimf dan membran
basal kearah bawah, perilimf dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (forame
rotundum) terdorong ke arah luar. Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf
dan mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan
perilimf pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan
dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi
diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik yang
diteruskan ke cabang-cabang n.VII, yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat
sensorik pendengaran di otak (area 39-40) melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.
Paparella I
Shepard
Armstrong Gommet
Reuter Bobbin
T-tube
Paparella II
Tabel di bawah menunjukkan jenis dan ukuran tuba yang sering dipakai dan tempoh waktu
untuk dilepaskan dari membran timpani.
Jenis tuba
Jangka waktu
Paparella I
Shepard
Armstrong Gommet
Reuter Bobbin
T-tube
Paparella II
1-1.14
1-1.25
1.09-1.14
1-1.27
1.14-1.32
1.42-1.5
pemakaian (Bulan)
7
8-9.8
10.7-16.8
17.2
20.7
45
2.44-2.64
2.3
2.7
2.7-2.8
7.6-9.8
4.14-4.57
Keuntungan tuba
Pemasangan tuba timpanostomi secara signifikan memperbaiki fungsi pendengaran,
mengurangi prevalensi efusi, mengurangi insiden kekambuhan otitis media dan memberi
ruang ventilasi supaya cairan bisa keluar (drainase) dan untuk memasukkan obat antibiotik
topikal seperti pada kasus otitis media akut persisten. Penelitian menunjukkan bahwa tuba
timpanostomi bisa meningkatkan kualitas hidup anak yang menderita otitis media efusi
kronik, otitis media akut rekuren atau keduanya.
Pemasangan tuba timpanostomi sangat berhubungan dengan peningkatan kualitas hidup
pasien. Otitis media bisa berpengaruh terhadap kualitas hidup anak dan orang tuanya atau
penjaganya. Satu penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan otitis media efusi kronik
atau otitis media akut rekuren , 88% dari penjaganya amat khawatir akan penyakit anaknya,
dengan 42% dari mereka menghabiskan seluruh waktu atau sebagian waktu mereka dengan
memikirkan masalah anak mereka. Penderitaan fisik disebabkan oleh penyakit ini dialami
oleh 85% anak-anak, distres emosi pada 76% anak-anak dan gangguan aktivitas pula
sebanyak 57%. Penelitian lain menunjukkan 31% orang tua atau penjaga membatalkan
aktivitas keluarga, 29% orang tua pula mengalami masalah kurang tidur dan 12% tidak ke
tempat kerja.
Pemasangan tuba ini telah menurunkan prevalensi efusi telinga tengah sebanyak 32% pada
tahun pertama pemasangan dan memperbaik tahap pendengaran rata-rata dari 5dB ke 12dB.
Dengan pemasangan tuba ini, cairan telinga lebih mudah dikeluarkan, terutama bila ada
indikasi untuk dilakukan kultur seperti pada kasus yang bakterinya sudah resisten terhadap
pengobatan antibiotik. Tuba ini juga menjadi laluan untuk pemberian antibiotik tetes atau
topikal sehingga efek samping pemberian antibiotik sistemik dapat dikurangi.
Kerugian tuba
Risiko dan efek samping yang bisa terjadi pada pemasangan tuba timpanostomi ini terkait
dengan prosedur anastesi umum yang diperlukan semasa operasi dan dari pemasangan tuba
itu sendiri pada membran timpani dan telinga tengah. Insiden kematian yang disebabkan oleh
prosedur anastesi adalah kira-kira 1 dalam 10,000 hingga 1 dalam 45,000 prosedur anastesi
yang dilakukan. Semasa proses anastesi, kejadian yang bisa terjadi adalah seperti spasma
laring, spasma bronkus dan lain-lain. Sekuele tuba timpanostomi yang paling sering adalah
seperti otore atau keluar caiaran dari telinga, yang terjadi pada kira-kira 16% anak-anak
dalam waktu 4 minggu setelah pemasangan. Komplikasi lain termasuklah sumbatan lumen
tuba yang terjadi pada 7% anak, granulasi jaringan pada 4% anak, pelepasan dini tuba pada
4% anak dan pergeseran tuba pada membran timpani pada 0.5% anak.
Sekuele jangka panjang termasuklah perubahan permukaan membran timpani yang umumnya
hanya bersifat sementara dan tidak berpengaruh pada fungsi dan struktur telinga, misalnya
timpanosklerosis, miringosklerosis, atrofi fokal, atelektasis dan retraksi. Miringosklerosis
terjadi disebabkan adanya pemendapan kalsium dan terlihat seperti bercak-bercak putih, bisa
terlihat semasa terpasangnya tuba atau setelah dilepaskan. Perubahan membran timpani ini
kecuali timpanosklerosis dan miringosklerosis bisa sembuh kembali pada kebanyakan anak
dan jarang memerlukan tindakan medis. Perforasi membran timpani bisa terjadi, tapi hanya
pada 2% anak selepas pemasangan tuba. Bila perforasi menetap, operasi untuk menutupinya
seperti operasi timpanoplasti mungkin diperlukan.
Indikasi pemasangan tuba
Indikasi pemasangan tuba timpanostomi adalah seperti berikut:
kolesteatoma.
Sebelum dilakukan terapi hiperbarbarik oksigen.
Bila ada otitis media dengan komplikasi supuratif seperti meningitis, mastoiditis, paralisis
saraf fasial, thrombosis sinus lateralis atau abses otak.
Prosedur operasi
Pemasangan tuba timpanostomi bisa dilakukan dengan hanya anastesi lokal dengan
menggunakan lidocaine 1% (xylocaine) dan 1:100,000 epinephrine atau anastesi topikal
dengan menggunakan fenol atau kedua-duanya sekali. Pada anak, tuba umumnya dipasang
dengan menggunakan anastesi umum. Selepas dianastesi, spekulum telinga diletakkan di
meatus aurikulus externa dengan mikroskop operator ditujukan untuk melihat membran
timpani. Segala serumen dan sel-sel debris dibersihkan. Dengan menggunakan skapel
miringotomi, insisi radial dilakukan pada kuadran anterior inferior membran timpani. Jika
terdapat efusi, segera disedot dan dibersihkan. Dengan menggunakan forsep alligator, tuba
dimasukkan ke daerah yang di insisi dan difiksasi supaya terpasang dengan baik.
Kesimpulan
Dalam mengambil keputusan medis, keuntungan pemasangan tuba haruslah diimbangi
dengan risiko terjadinya otitis media yang berkepanjangan atau kekambuhan, termasuklah
komplikasi supuratif,
Daftar Pustaka
1. Arason VA, Sigurdsson JA, Kristinsson KG, Getz L, Gudmundsson S. Otitis Media,
tympanostomy tube placement and use of antibiotic. Scandinavian Journal of Primary
Heath Care. 2005(23):184-91.
2. Rosenfeld RM, Schwartz SR, Pynnonen MA, Tunkel DE, Hussey HM. Clinical Practice
Guideline : Tympanostomy Tubes in children. Otolaryngology- Head and Neck Surgery.
2013(149).
3. Paradise JL, Feldman HM, Campbell TF, Dollaghan CA, Rockette HE. Tympanostomy
Tubes and Developmental Outcomes at 9 to 11 years of Age. The New England Journal
of Medicine. 2007(356):248-61.
4. Tympanostomy Tubes [Internet]. http://emedicine.medscape.com/article/2051841overview. 2014.
5. Paradise JL, Campbell TF, A.Dollaghan C, Feldman HM, Bernard BS. Developmental
Outcomes after Early or Delayed Insertion of Tympanostomy Tubes. The New England
Journal of Medicine. 2005(353):576-86.
6. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga Tengah. In: Soepardi PDEA, Iskandar
PDN, Bashiruddin DDJ, Restuti DDRD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorakan Kepala dan Leher. 6th ed: Balai Penerbit Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia; 2007. p. 64-77.
7. Glasscock ME, Gulya AJ. Surgery of the Ear. 5th ed. Hamilton, London: BC Decker Inc;
2003. 362-6 p.
8. Bluestone CD, Rosenfeld RM. Surgical Atlas of Pediatric Otolaryngology. 1st ed.
Hamilton, London: BC Decker Inc; 2002. 5-19 p.
9. Moller AR. Hearing: Anatomy, Physiology, and disorder of the Auditory system. 2nd ed.
New York: Elsevier Inc; 2006. 1-10 p.
10. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga, Hidung,
Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta FKUI, 2007: 10-14, 65-74.
11. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from
URL: http://www.pediatrics.org
12. East, C.A., R.S.Shillon. Ear, nose, and throat and head and neck surgery 2nd ed. United
Kingdom : Churchill Livingstone. 1998. P.2-7