Anda di halaman 1dari 25

A. KONSEP DASAR PENYAKIT ASMA.

1. Pengertian
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan; penyempitan
ini bersifat berulang namun reversible, dan diantar episode penyempitan bronkus tersebut
terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal (Sylvia A.price).
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor
risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena
konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas

terhadap

rangsangan

tertentu,

yang

menyebabkan

peradangan,

penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul
disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5
tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran
napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada
terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti
serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo
(2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan
atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik,
cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus
diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan
sebab-sebab lain sudah disingkirkan
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma
(GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan

banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang
rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan
batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang
sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat
dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara
menyeluruh (Abidin, 2002).
2. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
1. Faktor Predisposisi
- Genetik
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat yang juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus.
2. Faktor Presipitasi
- Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obatobatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh:
perhiasan, logam, dan jam tangan.

- Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan,
musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin, serbuk
bunga, dan debu.
- Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan
asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan
masalah pribadinya karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
- Olah raga/aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita akan mendapat serangan juka melakukan aktivitas
jasmani atau olahraga yang berat.lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma.
Sedangkan menurut Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Macam-macam pencetus asma, antara lain:
a

Alergen

Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak dengan
asma (William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas juga
merupakan factor yang penting. Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan
dengan bahan alergenik sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak
kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur makin
banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan
anak kecil.
b

Infeksi
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab biasanya
respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.

Cuaca
Perubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan kelembaban (Lopez
dan Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.

Iritan
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan
polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan
batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi (Mc. Fadden 1980). Udara kering
mungkin juga merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani (strauss dkk 1978,
Zebailos dkk 1978).

Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma
(Goldfrey 1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus. Pada
anak dengan faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.
f

Infeksi saluran napas bagian atas

Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat
mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk 1978). Rinitis alergi dapat
memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.
g

Psikis
Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan
asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau menggagalkan usahausaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari
depan anak juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma. Membatasi
aktivitas anak, anak sering tidak masuk sekolah, sering bangun malam, terganggunya
irama kehidupan keluarga karena anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang
untuk biaya pengobatan dan rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan
keluarganya.

3. Klasifikasi
1. Jenis Asma
Asma dibedakan menjadi dua jenis, yakni:
1. Asma Bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan
dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab
alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa
datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, risiko
kematian bisa datang.Gangguan asma bronkial juga muncul lantaran adanya
radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan bagian bawah.
Penyempitan

ini

akibat

berkerutnya

otot

polos

saluran

pernafasan,

pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang


berlebihan.
2. Asma kardial.
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung disebut asma kardial.
Gejala asma kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas
yang hebat. Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya
terjadi pada saat penderita sedang tidur.
Menurut Mc Connel dan Holgate asma dibedakan menjadi:
1. Asma ekstrinsik : munculnya pada waktu anak-anak.
2. Asma intrinsik

: ditemukan tanda-tanda reaksi hipersensitivitas terhadap

alergen.
3. Asma yang berkaitan dengan dengan penyakit paru obstruktif kronik.
2. Derajat Asma
2.1. Pembagian derajat asma menurut GINA (Global Initiative For Asthma):

1. Interminten
Gejala kurang dari 1 kali/minggu dan serangan singkat.
2. Persisten ringan
Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari
3. Persisten sedang
Gejala terjadi setiap hari.
4. persisten berat
Gejala terjadi setiap hari dan serangan sering terjadi.
2.2. Pembagian derajat asma menurut Phelan dkk, adalah sebagai berikut:
1. Asma episodik yang jarang.
Biasanya terdapat pada anak umur 3-6 tahun. Serangan umumnya
dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama beberapa hari saja dan
jarang merupakan serangan yang berat.
Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi
(wheezing) dapat berlangsung sekitar 3-4 hari. Sedangkan batuk batuknya
dapat berlangsung 10 14 hari, manifestasi alergi lainnya misalnya eksim
jarang didapatkan pada golongan ini. Tumbuh kembang anak biasanya baik.
Diluar serangan ditemukan kelainan. Waktu hari berminggu minggu sampai
berbulan bulan. Golongan ini merupakan 70 75 % dari populasi asma anak.
2. Asma episodik yang sering
Pada 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3
tahun. Pada permulaan serangan berhubungan dengan infeksi saluran nafas
akut. Pada umur 5 6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.
Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan udara, adanya

alergen, aktivitas fisik dan stres. Banyak kasus yang tidak jelas pencetusnya.
Banyaknya serangan 3 4 kali dalam 1 tahun dan tiap kali serangan
beberapa hari dan beberapa minggu. Frekuensi serangan paling tinggi pada
umur 8 13 tahun. Pada golongan lanjut kadang kadang sukar dibedakan
dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya gejala paling jelek
terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan
kalau waktu antara serangan lebih 1 2 minggu, biasanya tidak ditemukan
kelainan fisik. Hay feyer dapat ditemukan pada golongan ini eksim dapat
ditemukan, tetapi lebih jarang bila dibandingkan dengan golongan asma
kronik atau persisten, golongan ini merupakan 28 % dari populasi asma
anak, dan pada golongan ini jarang ditemukan gangguan pertumbuhan.
3. Asma kronik atau persisten
Pada 25 % anak golongan iniserangan pertama terjadi sebelum umur 6
bulan, 75 % sebelum umur 3 tahun, 50 % anak terdapat mengi yang lama pada
2 tahun pertama dan pada 50 % sisanya serangannya episodik. Pada umur 5 6
tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran nafas yang persisten dan
hampir selalu terdapat mengi tiap hari. Pada malam hari sering terganggu oleh
batuk mengi aktivitas fisik sering menyebabkan mengi. Dari waktu ke waktu
terjadi serangan yang berat dan sering memerlukan perawatan Rumah Sakit.
Terdapat juga golongan yang jarang mengalami serangan berat, hanya sesak
sedikit dan mengi hampir sepanjang waktu. Setelah mendapat penanganan yang
tepat biasanya baru disadari bahwa ada perbedaan dibandingkan sebelum
mendapat penanganan. Anak dan orang tua baru menyadari mengenai asma
pada anak itu serta permasalahannya. Obstruksi jalan nafas mencapai
puncaknya pada umur 8 14 tahun, setelah biasanya terjadi perubahan.
Pada umur dewasa muda 50 % dari golongan ini tetap menderita asma
persisten. Jarang yang betul betul bebas mengi pada umur dewasa muda.

Pembagian derajat asma menurut Pedoman Asma Anak Indonesia sebagai


berikut:
Parameter

klinis,

kebutuhan obat, dan

Persisten

Persisten

faal paru
1.Frekuensi serangan

Ringan

sedang

<1X/bulan

>1X/bulan

2.Lama serangan

<1 minggu

>1 minggu

Persisten berat
Sering
Hampir sepanjang
tahun,

3.Diantara serangan

Tanpa gejala

Sering ada gejala

4.Tidur dan aktivitas

Tidak terganggu

Sering terganggu

Normal

Ada kelaianan

5.Pemeriksaan fisik
diluar serangan
6.Obat

pengendali

(anti inflamasi )

hirupan
rendah

ada remis
Gejala siang dan
malam
Sangat terganggu
Tidak

pernah

normal

Nonsteroid/steroid
Tidak perlu

tidak

dosis

Steroid
hirupan/oral
PEF/FEV1<60%

7.

Uji

faal

paru

(diluar serangan)
8.

PEF/PEF1

PEF/FEV1

>80%

60-80$

Variabilitas

Variabilitas

Variabilitas
30%

Variabilitas
faal

paru

(bila

ada

>15%

>30%

Variabilitas
>50%

serangan)
3. Varian bentuk asma
1. Asma episodik berat dan berulang
Dapat terjadi pada semua umur tapi biasanya pada anak kecil dan umur
sebelum sekolah . Serangan biasanya berat dan sering memerlukan perawatan

20-

rumah sakit. Biasanya berhubungan dengan infeksi virus saluran nafas. Diluar
serangan biasanya normal dan tanda-tanda alergi tidak menonjol. Serangan
biasanya hilang pada umur 5-6 tahun. Tidak terdapat obstruksi saluran nafas
yang persisten.
2. Asma persisten pada bayi
Mengi yang persisten dengan takhipnu untuk beberapa hari atau beberapa
minggu. Dapat terjadi pada beberapa anak umur 3-12 bulan. Mengi biasany
terdengar jelas kalau anak sedang aktif dan tidak terdengar kalu anak sedang
tidur. Kaadaan umum anak biasanya tetap baik dan tumbuh kembangnya juga
baik. Beberapa anak bahkan menjadi gemuk sehingga ada istilah fat happy
whezzer gambaran rontgen paru biasanya normal.
Keadaan mengi yang persisten ini kemungkinan besar berhubungan
dengan kecilnya saluran nafas pada golongan umur ini. Gejala obstruksi
saluran nafas pada golongan ini lebih banyak disebabkan oleh edema mukosa
dan hipersekresi daripada spasme ototnya.
3. Asma hiper sekresi
Biasanya terdapat pada anak kecil dan permulaan umur sekolah.
Gambaran utama serangan terdapat batuk, suara nafas berderak (krek-krek atau
krok-krok) dan mengi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki basah kasar
dan ronki kering. Jenis ini sering keliru diobati sebagai bronkitis infeksi, karena
kadang-kadang menginya tidak jelas.
4. Asma karena beban fisik (excercise induced asthma)
Serangan asma setelah melakukan kegiatan fisik sering dijumpai pada
asma episodik sering dan pada asma kronik persisiten. Disamping itu terdapat
golongan asma yang manivestasi klinisnya baru timbul setelah ada beban fisik
yang bertambah. Biasanya pada anak besar dan akil baliq. Penaggulangan asma
jenis ini termasuk ynag biasanya berhasil.

5. Asma dengan alergan atau sensitivitas spesifik


Pada kebanyakan anak asma biasanya banyak faktor yang dapat
mencetuskan serangan asma tetapi pada anak yang serangn asmanya baru
timbul segera setelah terkena alergen misalnya bulu binatang, minum aspirin,
zat warna tartrazine atau makan-makanan atu minuman yang mengandung zat
pengawet bisulfit. Pada golongan ini penghindaran biasanya jelas hasilnya.
6. Batuk malam
Batuk malam banyak terdapat pada semua golongan asma. Batuk terjadi
karena inflamasi mukosa, edema dan produksi mukus yang banyak. Bila gejala
menginya tak jelas maka tak jarang salah diagnosis. Yaitu pada golongan asma
anak yang berumur 2-6 tahun dengan gejala utama serangan batuk malam yang
keras dan kering. Batuk biasanya terjadi pada jam 1-4 pagi, dan sering
mengganggu tidur sianak dan keluarganya. Pada golongan ini sering
didapatkan tanda alergi pada anak dan keluarganya.
7. Asma yang memburuk pada pagi hari (early morning dipping)
Disamping umumnya asma lebih sering timbul gejala pada malam hari,
ada juga golongan yang gejalanya paling buruk jam1-4 pagi. Keadaan
demikian dapat terjadi secara teratur atau intermitten. Keadaan ini diduga
berhubungan dengan irama diurnal kaliber saluran nafas yang pada golongan
ini sangat menonjol.

4. Tanda dan Gejala


a.
-

Gejala awal berupa:


Batuk terutama pada malam atau dini hari
Sesak napas
Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
Rasa berat di dada
Dahak sulit keluar.
Belum ada kelainan bentuk thorak
Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E

BGA belum patologis

b. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa atau
-

disebut juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang berat adalah:
Serangan batuk yang hebat
Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
Kesadaran menurun
Thorak seperti barel chest
Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
Sianosis
BGA Pa O2 kurang dari 80%
Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)

Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis dari asma, diantaranya:
-

Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Serangan asma
biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai

dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.


Sianosis karena hipoksia
Gejala retensi CO2 : diaforesis, takikardia, pelebaran tekanan nadi.

5. Patofisiologi
Suatu serangan akut asma akan disertai oleh banyak perubahan dijalan nafas yang
menyebabkan penyempitan: edema dan peradangan selaput lender, penebalan membrane
basa, hipersekresi kalenjar mucus dan yang lebih ringan kontraksi otot polos. Perubahan
histology yang sama dpat dijumpai pada keadaan tanpa serangan akut akibat pajanan
kronik derajat rendah ke satu atau lebih pemicu asma. Melalui berbagai jalur, zat-zat
pemicu tersebut merangsang degranulasi sel mast dijalan nafas yang menyebabkan
pembebasan berbagai mediator yang bertanggung jawab untuk perubahan yang terjadi.
Mediator yang terpenting mungkin adalah leukotrien C, D dan E tetapi terdapat bukti
bahwa histamine, PAF, neuropeptida, zat-zat kemotaktik, dan berbagai protein yang
berasal dari eosinofil juga berperan penting dalam proses ini. obstruksi menyebabkan

peningkatan resistensi jala nafas (terutama pada ekspirasi karena penutupan jalan nafas
saat ekspirasi yang terlalu dini); hiperinflasi paru; penurunan elastisitas dan frekuensidependent compliance paru; peningkatan usaha bernafas dan dispneu; serta gangguan
pertukaran gas oleh paru.
Obstruksi yang terjadi tiba-tiba besar kemungkinannya disebabkan oleh
penyempitan jalan nafas besar, dengan sedikit keterlibatan jalan nafas halus, dan biasanya
berespon baik terhadap terapi bronkodilator. Asma yang menetap dan terjadi setiap hari
hampir selalu memiliki komponen atau fase lambat yang menyebabkan penyakit jalan
nafas halus kronik dan kurang berespon terhadap terapi bronkodilator saja. Eosinofil
diperkirakan merupakan sel efektor utama pada pathogenesis gejala asma kronik, dimana
beberapa mediatornya menyebabkan kerusakan luas pada stel epitel bronkus serta
perubahan-perubahan inflmatory. Walaupun banyak sel mungkin sitokin (termasuk sel
mast, sel epitel, makrofag dan eosinofil itu sendiri) yang mempengaruhi diferensiasi,
kelangsungan hidup, dan fungsi eosinofil, sel T type TH 2 dianggap berperan sentral,
karena sel ini mampu mengenali antigen secara langsung. Obstruksi pada asma biasanya
tidak sama, dan defek ventilasi-perkusi menyebabkan penurunan PaO 2. Pada eksaserbasi
asma terjadi hiperventilasi yang disebabkan oleh dispneu. pada awalnya banyak keluar
dan Pa CO2 mungkin rendah namun seiring dengan semakinparahnya obstruksi, PaCO 2
meningkat karena hipoventilasi alveolus. Efek obstruksi berat yang timbul mencakup
hipertensi pulmonaris, peregangan ventrik.
6. Manifestasi klinis

Gejala klinis
Serangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak berumur 2 tahun. Secara klinis
asma dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
a Stadium I
Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk paroksismal karena iritasi dan batuk
kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang merangsang
batuk.

b Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa.
Pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak nafas berusaha bernafas lebih dalam.
Ekspirium memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak otot nafas tambahan turut
bekerja. Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga. Toraks
membungkuk kedepan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernafasan. Pada anak
yang lebih kecil, cenderung terjadi pernafasan abdominal, retraksi suprasternal dan
interkostal.
c Stadium III
Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga suara
nafas hampir tidak terdengar. Stadiumini sangat berbahaya karena sering disangka ada
perbaikan. Juga batuk seperti ditekan. Pernafasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi
nafas yang mendadak meninggi.
7. Pemeriksaan diagnostik
(1) Uji faal paru
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan
pengelolaannya. Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai
nilai provokasi bronkus, menilai nilai pengobatan, dan mengikuti perjalanan penyakit.
Uji faal paru tidak selalu mudah dilaksanakan, terutama pada anak di bawah 5-6 tahun.
Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal pada tiap kunjungan. Peak flow meter
adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memberikan data yang
lebih lengkap
1. Spirometri : Untuk mengukur kecepatan aliran udara dan volume paru selama FEV1
dan digunakan sebagai gold standar dalam mengukur aliran udara pada penyakit asma.

Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, PEV1, PVC,

FEV1/FVC.
Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio
FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya

Perpanjangan waktu ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan

FEV1/FVC hanya berkurang sedikit


Inflasi berlebihan yang biasanya terlihat secara klinis akan terlihat dengan

meningginya isi total paru (TLC), isi kapasitas residu fungsionaldan isi residu
Di luar serangan, faal paru tersebut umumnya akan kembali normal kecuali pada
asma serangan, faal paru tersebut umumnya, akan kembali normal kecuali pada asma
yang berat.
2.Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis diragukan. Tujuannya untuk
menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus, yang dapat dilakukan dengan :
(1)histamin, (2)methacholin, (3)beban lari, (4)udara dingin, (5)uap angin, (6)alergi. Yang
sering dilakukan adalah cara 1, 2, 3. hiperreaktivitas positif bila PEFR, FEV1 turun >
15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator nilai normal akan
tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan diberi bronkodilator naik
>15%yang berarti hiperreaktivitas positif dan uji provokasi tidak perlu.
(2) Foto rontgen toraks
Pemeriksaan ini perlu dilakukan dan pada foto akan tampak corakan paru yang
meningkat. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Atelektasis
juga sering ditemukan. Setiap anak penderita asma yang berkunjung pertama kalinya
perlu dibuat foto rontgen parunya. Foto ini dibuat terutama untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya penyakit lain. Foto perlu diulang bila ada indikasi, misalnya
dugaan adanya pneumonia atau pneumotoraks. Rontgen foto sinus paranasalis perlu
juga bila asmanya sulit terkontrol.
(3) Pemeriksaan darah, eosinofil, dan uji tuberkulin
Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang diagnosis
asma. Eosinofil dapat ditemukan pada darah tepi, sekret hidung dan sputum. Dalam
sputum ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman. Bila ada infeksi
mungkin akan didapatkan pula leukositosis polimorfonukleus. Uji tuberkulin penting
bukan saja karena di Indonesia masih banyak tuberkulosis, tetapi juga karena kalau ada
tuberkulosis dan tidak diobati, asmanyapun mungkin sukar dikontrol.

(4) Uji kulit alergi dan imunologi


Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Pemeriksaan IgE dapat
memperkuat diagnosis dan pengelolaannya, tetapi bila tidak ditemukan kelainannya
diagnosis asma belum dapat disingkirkan.
8. Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi
tumbuh kembang secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah :
(1) Pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan berolahraga
(2) Gejala tidak timbul siang maupun malam hari
(3) Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok
(4) Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan
(5) Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul, terutama
yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
(6) Mencegah timbulnya serangan ulang
Sebelum memberikan pengobatan spesifik, beberapa prinsip umum pengobatan harus
ditegakkan terlebih dahulu
(1) Asma adalah suatu keadaan menahun yang mengalami eksaserbasi. Pengobatan
yang diberikan harus berkesinambungan, mampu menghilangkan keluhan, dan
mencegah kekambuhan serta mampu menekan timbulnya proses peradangan menahun
pada saluran napas
(2) Mencegah timbulnya eksaserbasi akut merupakan prinsip pengobatan yang amat
penting, menghindari faktor pencetus bagi penderita yang alergi. Bagi kelompok yang
toleransinya rendah terhadap latihan jasmani, serangan asma malam hari yang berulang,
terutama penderita asm aringan sampai sedang, pemberian obat anti asma secara teratur
merupakan hal yang mutlak, terutama obat-obatan yang mempunyai sifat anti radang
(3) Pengobatan asma harus didasarkan pada mekanisme patofisiologi yang menyebaban
timbulnya serangan asma, yang ditekankan pada bagaimana timbulnya peradangan
saluran pernapasan tersebut. Bila demikian, maka pengobatan ini harus mampu menekan

komponen-komponen keradangan yang menyebabkan timbulnya keluhan penderita.


Jadi, yang diharapkan ialah bagaimana pengobatan tersebut dapat menekan timbulnya
hyperresponsiveness saluran pernapasan dan mencegah timbulnya obstruksi yang tidak
dapat pulih kembali (irreversible airway obstruction)
(4) Berkeyakinan bahwa pengobatan tersebut dapat menyembuhkan serangan eksaserbi
akut sehingga dapat menghindari penyempitan saluran pernapasan lebih lanjut
(5) pengobatan asma merupakan tindakan yang melibatkan banyak hal, antara lain
penyuluhan (edukasi) penderita, pengawasan lingkungan, dan pemakaian obat-obatan
guna mengawasi secara objektif perjalanan penyakit tersebut
Penatalaksanaan asma dibagi menjadi dua, yaitu secara medikamentosa dan nonmedikamentosa. Secara optimal, pengobatan non-medikamentosa harus dilakukan pada
penyakit asma, dan tindakan tersebut meliputi :
(1) Penyuluhan mengenai penyakit asma kepada keluarga
(2) Menjauhi bahan-bahan yang dapat menimbulkan serangan asma dan faktor pencetus
timbulnya asma
(3) Imunoterapi berdasarkan kelayakan penderita asma, sesuai dengan batasannya
mempunyai kepekaan yang berlebihan pada saluran pernapasan. Oleh sebab itu,
menjauhi paparan bahan iritan adalah mutlak. Bahan iritan dan alergen dapat
menimbulkan keluhan akut dan juga meningkatkan hyperresponsiveness saluran
pernapasan. Gas iritan yang tidak spesifik meliputi asap rokok, debu, bau yang
berlebihan, polusi bahan pabrik dan polusi yang berasal dari lingkungan. Pada orang
alergi, bahan-bahan tersebut dapat menimbulkan asma dan cara pencegahan yang paling
baik ialah menghindari kontak dengan bahan-bahan tersebut. Pengobatan imunoterapi
dapat diberikan.
Tujuan pengobatan medikamentosa adalah menghilangkan obstruksi saluran napas.
Obat-obatan yang dipergunakan meliputi bronkodilator dan anti keradangan atau
keduanya. obat anti inflamasi dapat mencegah terjadinya proses peradangan lebih lanjut.
Bronkodilator bekerja dengan cara mengendurkan kontraksi otot polos bronkus.
Obat anti inflamasi meliputi :

Kortikosteroid
Sodium cromolyn atau cromolyn-like compound (Anti Inflamasi Non Steroid)
Anti inflamasi lainnya

Obat bronkodilator meliputi :

Beta adrenergik agonis


Metilsantin
Antikolinergik

Bronkodilator dan kortikosteroid dapat diberikan secara oral, parenteral atau inhalasi.
Kortikosteroid
Merupakan anti radang yang efektif untuk pengobatan obstruksi jalan napas yang
reversibel. Meskipun mekanismenya belum seluruhnya jelas, namun dalam percobaan
ternyata kortikosteroid dapat mempercepat katabolisme imunoglobulin (termasuk IgE).
Di samping itu, kortikosteroid menghalangi kerja enzim fosfolipase yang mampu
mengubah fosfolipid membran sel menjadi mediator yang berpotensi tinggi
menimbulkan bronkospasme, dan yang terpenting kortikosteroid dapat :

Menghalangi metabolisme asam arakhidonat dan menghambat pembentukan


leukotrien dan prostaglandin

Menghalangi pergerakan dan aktivitas sel-sel radang secara langsung

Meningkatkan respon reseptor beta dari otot polos saluran pernapasan

Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek. Hasilnya cukup baik untuk
mengurangi lama dan seringnya serangan eksaserbasi akut. Pemberian kortikosteroid
oral sedini mungkin pada serangan eksaserbasi akut dapat menghambat beratnya
penyakit, mengurangi timbulnya kasus darurat paru, mengurangi seringnya masuk RS,
dan apabila masuk RS lama raawatnya jadi lebih pendek.
Pada pemberian kortikosteroid per oral, obat mulai bekerja 3 jam setelah pemberian,
mencapai puncak setelah 6-12 jam. Pengobatan asma akut jangka pendek yang memakai
kortikosteroid per oral dosis tinggi (1-2 mg/kg BB pada anak-anak) dapat diberikan 5-10
hari, kemudian dosis obat diturunkan perlahan-lahan. Sedangkan dosis pemeliharaan
(maintenance) diberikan bila Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) stabil dan mendekati
nilai normal.

Kortikosteroid aerosol per inhalasi merupakan cara pengobatan pertama untuk asma
sedang maupun asma berat sesuai dengan patogenesis adanya keradangan dan
hyperresponsiveness saluran napas.
Sodium kromolin
Merupakan obat anti-inflamasi non-steroid untuk asma yang dianggap cukup penting
dan baik. Mekaniasme kerja obat ini belum sepenuhnya diketahui, namun teori
daasarnya adalah sebagai stabilisator sel mast dan mencegah pelepasan mediator.
Pemakaian sodium kromolin untuk profilaksis dapat mencegah reaksi cepat atau lambat
yang dapat menimbulkan penyempitan saluran napas setelah terpapar dengan alergen
atau setelah latihan jasmani, ataupun setelah menghirup udara dingin.
Sodium Nedokromil
Obat ini merupakan modifikasi dari kromolin, berbentuk tablet dan pemberiannya per
oral, susunan molekulnya lebih sederhana daripada kromolin. Bekerja sebagai
stabilisator membran yang bekerja 40x lebih baik daripada sodium kromolin.
Ketotifen
Obat ini mempunyai anti histamin dan dapat dipakai untuk pengobatan asma ringan.
Pengaruh sampingannya adalah sebagai zat penenang.
Bronkodilator
Spasme otot polos bronkus merupakan faktor utama yang menimbulkan obstruksi pada
asma. Obat-obatan beta-adrenergik agonis teofilin dan antikolinergik terbukti dapat
mengendorkan spasme otot polos tersebut. Karena setiap obat tadi mempunyai
mekanisme kerja yang berbeda, maka pemakaian obat-obatan secara gabungan akan
menambah efek masing-masing obat tersebut. Obat-obatan tersebut meliputi :

Adrenergik : suatu bronkodilator yang spesifik


Epinefrin (Adrenalin)
Epinefrin sangat poten, kerjanya cepat secara parenteral. Efek terapeutiknya pendek,
kecuali kalau larutannya digabungkan dengan suspensi lain yang mengandung

aluminium. Epinefrin merupakan gabungan alfa dan beta adrenergik agonis. Pemberian
subkutan dengan dosis 0,01 mg/kg BB, menghasilkan bronkodilator cepat, tetapi dengan
adanya alfa adrenergik yang mempunyai aktivitas kuat, pemakaian epinefrin harus
dibatasi pada penderita tua, terutama yang menderita penyakit jantung iskemik. Karena
obat ini dapat menimbulkan efek samping seperti iskemi miokard, aritmia, dan
hipertensi sistemik. Kontra indikasi ini tidak berlaku pada semua penderita yang
mengalami eksaserbasi.

Efedrin

Obat ini merupakan suatu bronkodilator ringan. Sering dikombinasikan dengan


aminofilin dan sedatif, tetapi penggunaannya terbatas pada serangan asma ringan

Isoproterenol

Obat ini diberikan secara inhalasi dengan menggunakan nebulizer dan dalam dosis kecil.
Kerja obat baru tampak setelah 5 menit pemberian dan waktu kerja obat sangat pendek,
yaitu kurang dari 2 jam. Penderita yang mengalami serangan asma berat dapat diberikan
per injeksi. Hati-hati pemberian obat pada penderita sakit jantung.

Beta-adrenergik Agonis Selektif

Obat ini bekerja selektif sebagai bronkodilator pada reseptor beta 2 otot polos bronkus,
sehingga terjadi pelebaran saluran napas serta memperlambat terlepasnya mediator sel
mast dan basofil. Bila diberikan per oral lama kerjanya 4-6 jam, namun bila diberikan
secara aerosol efek obat lebih lama sekitar 12-18 jam. Pemberian aerosol juga dapat
mengurangi pengaruh sampingan berdebar-debar, cemas, gemetar dibandingkan dengan
pemberian per oral atau parenteral dan pemberian secara inhalasi lebih rasional, baik
untuk pencegahan maupun eksaserbasi akut, karena asma merupakan penyakit saluran
napas

Non Adrenergik Bronkodilator


Teofilin
Teofilin dan derivatnya merupakan obat asma kelompok pertama yang sering dipakai.
Untuk pengobatan asma akut tersedia dalam bentuk tablet tipis dengan kerjanya yang
cepat, namun tidak dipakai sebagai maintenance drug karena cepat pula dimetabolisir,.
Untuk pemakaian long acting tersedia dalam bentuk tablet sustained-release yang efek
bronkodilatornya 12-24 jam, sehingga dapat dipakai 2x sehari. Teofilin menghambat

enzim fosfodiesterase , sehingga 5-cAMP tidak terbentuk dan konstriksi bronkus tidak
terjadi.

Teofilin

juga

bekerja

melawan

adenosin

yang

dapat

menyebabkan

bronkokonstriksi, meningkatkan pelepasan katekolamin dalam tubuh., mempengaruhi


aliran kalsium dalam sel, mempercepat terjadinya ikatan cAMP dengan protein menjadi
cAMP-protein dan mengurangi kelelahan otot diafragma. Teofilin bebas dapat
menembus plasenta, sehingga kadar teofilin di dalam janin pada waktu lahir sama
dengan kadar teofilin dalam serum ibunya. Namun, sampai saat ini tidak menyebabkan
kelainan kongenital walaupun bayi mengalami keracunan teofilin

Obat-obat antikolinergik

Atropin, prototipe kolinergik, digunakan sebagai obat asma terbatas karena efek
samping yang sering terjadi. Atropin diserap tubuh melalui mukosa. Namun obat
sintetiknya banyak dipakai pada pengobatan penderita penyakit paru obstruktif
menahun, yakni ipratropium bromida, dan merupakan obat yang mempunyai
kemampuan bronkodilatasi 2x lipat dengan waktu kerja yang jauh lebih lama
dibandingkan dengan atropin itu sendiri. Kombinasi anti kolinergik dengan obat
golongan adrenergik akan menghasilkan relaksasi otot polos bronkus, dengan cepat dan
lebih lama.
KELOMPOK OBAT ASMA
Obat asma dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat
pengendali (controller).

Obat pereda ada yang menyebutnya obat pelega, atau obat serangan. Obat

kelompok ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul.
Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi maka obat tidak digunakan
lagi atau diberikan hanya bila perlu. Jenis obat pereda yang biasa digunakan, yaitu :
o Bronkodilator : terdiri dari simpatomimetik, santin, dan antikolinergik
Simpatomimetik contohnya adrenalin, ephedrin, 2 Agonis
Santin contohnya teofilin, aminofilin
Antikolinergik contohnya iptropium bromide
o Kortikosteroid. Contohnya : kortison, hidrokortison, prednison, kenacort
o Mukolitik. Contohnya : obat batuk putih (OBP), obat batuk hitam (OBH), bisolvon

Obat pengendali yang disebut juga obat pencegah atau obat profilaksis. Obat ini

digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran napas.

Dengan demikian pemakaian obat ini terus-menerus diberikan walaupun sudah tidak ada
gejalanya. Lama pengobatan tergantung keadaan asma dan tujuannya. Pemberiannya
diturunkan pelan-pelan yaitu 25% setiap penurunan setelah tujuan pengobatan asma
tercapai 6-8 minggu. Jenis obat pengendali yang biasa digunakan :
o
o
o
o

Bronkodilator
Kortikosteroid
Mukolitik
Ketotifen

TATALAKSANA SERANGAN ASMA


Pengobatan Medikamentosa pada derajat serangan pada dasarnya selalu diawali dengan
tatalaksana awal berupa :

Pemberian nebulisasi - agonis dengan penambahan garam fisiologis, yang dapat

diulang 1 3 x selang 20 menit


Pada pemberian ketiga nebulisasi ditambah antikolinergik
Pada serangan berat, langsung berikan nebulisasi agonis dikombinasikan dengan

antikolinergik
Pada pasien dengan serangan berat yang diserai dehidrasi dan asidosis metabolik,
mungkin akan mengalami takifilaksis atau refrakter, yaitu respons yang kurang baik
terhadap nebulisasi agonis cukup diberikan 1x nebulisasi kemudian secepatnya
dirawat untuk mendapat obat intravena selain diatasi masalah dehidrasi dan
asidosisnya.

Kemudian, tatalaksana disesuaikan dengan derajat serangan :


(1) Serangan asma ringan

Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respon yang baik (complete
response), berarti derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 12
jam, jika respons tersebut bertahan berarti serangan telah berakhir, pasien dapat
dipulangkan dan dibekali obat agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4

6 jam
Jika pencetus serangannya adalah virus dapat ditambahkan steroid oral dalam
jangka pendek (3 5 hari)

(2) Serangan asma sedang

Jika dengan pemberian nebulisasi 2 -3 kali , pasien hnaya menunjukkan respon


parsial (incomplete response), kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk
itu perlu dinilai ulang derajatnya. Steroid sistemik (oral) metilprednisolon

dengan dosis 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 3-5 hari


Apabila alat nebuliser tidak tersedia, maka sebagai alternatif lain dapat
digunakan spacer yang dihubungkan dengan obat inhaler ( MDI = Matered Dose
Inhaler ) . pada serangan asma ringan dan sedang , metode ini sama efektifnya
dengan pemberian nebulisasi, sedangkan pada serangan berat nebuliser masih

lebih unggul.
Dengan bantuan spacer, deposit obat di paru paru akan lebih besar
dibandingkan dengan MDI tanpa spacer.

(3) Serangan asma berat


Bila dengan tiga kali nebulisasi berturut- turut pasien tidak menunjukkan respon
buruk ( poor response ), yaitu tanda dan gejala serangan masih ada ( pemakaian
ulang sesuai pedoman ) maka pasien harus dirawat diruang inap. Dalam derajat
ini Pasien harus segera ditangani denagn pemberian oksigen. Oksigen 2- 4 L /
menit diberikan sejak awal harus diberikan termasuk saat nebulisasi.. Pasang jalur
parenteral dan lakukan foto toraks. Jika sejak penilaian awal pasien mengalami
serangan berat, nebulisasi cukup diberikan satu kali langsung dengan agonis dan
antikolinergik ( Ipratropium bromida ). Dahulu keadaan ini disebut dengan status
asmatikus.
Pada keadaan ini harus dicari penyebab kegagalan tatalaksana yang biasanya
adalah keadaan dehidrasi, asidosis dan adanya gangguan ventilasi akibat
atelektasis.
Terapi non-medikamentosa serangan asma :

Oksigen 4 L/menit
Mencegah anak terpapar zat / allergen/ kondisi ( cuaca ) yang dapat memacu

timbulnyaserangan asma.
Edukasi kepada pihak keluarga anak yang menderita asma mengenai derajat

penyakit dan derajat serangan asma


Diet yang bergizi, cukup istirahat

Berenang
Kasus yang perlu segera dirujuk ke Rumah Sakit terdekat adalah ketika pasien
menunjukkan gejala dan tanda henti napas. Di IGD RS harus segera dilakukan
foto toraks untuk mendeteksi sedini mungkin adanya komplikasi pneumotoraks/
pneumomediastinum, meskipun menurut data statistik yang didapatkan
komplikasi ini jarang terjadi.

CARA PEMBERIAN OBAT ASMA


1. Peroral
2. Perinhalasi/aerosol

Umur
< 2 tahun

Alat Inhalasi
Nebuliser
MDI dengan spacer Aerochamber,
Babyhaler

5-8 tahun
Nebuliser
MDI dengan spacer
DPI : Diskhaler,Turbuhaler
> 8 tahun
Nebuliser
MDI dengan spacer
DPI
MDI tanpa spacer
3. Subkutan
4. Intramukuler
5. Intravena

TERAPI MEDIKAMENTOSA JANGKA PANJANG


Asma episodik jarang
Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa bronkodilator
agonis hirupan kerja pendek (short acting 2 agonis) atau golongan santin kerja cepat
bila perlu, yaitu jika ada gejala atau serangan. Anjuran pemakaian tidak mudah
dilakukan mengingat obat tersebut mahal dan tidak selalu tersedia di semua daerah. Di
samping itu, pemakaian obat hirupan memerlukan teknik penggunaan yang benar.
Asma episodik sering
Jika penggunaan obat pereda sudah lebih dari 3x perminggu atau serangan sedang/berat
terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti-inflamasi sebagai
pengendali sudah terindikasi. Berarti derajat asmanya sudah termasuk episodik sering
atau pasien sejak semula menunjukkan gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan
kriteria episodik sering.
Anti-inflamasi lapis pertama yang digunakan adalah kromoglikat , dengan dosis
minimum 10 mg 2-4 kali perhari. Obat ini diberikan selama 6-8 minggu, kemudian
dievaluasi hasilnya. Jika asma sudah terkendali, pemberian kromoglikat dapat dikurangi
menjasi 2-3 kali perhari. Sampai sekarang, obat ini tetap paling aman untuk
pengendalian asma anak, dan efek sampingnya ringan, yaitu sesekali menyebabkan
batuk. Nedokromil merupakan obat satu golongan dengan kromoglikat namun lebih
poten dan tidak menyebabkan batuk. Dapat diberikan pula obat pencegahan berupa
steroid hirupan dosis rendah 100-200 g/1 hari.
Asma persisten
Jika setelah 6-8 minggu pemberian steroid hirupan dosis rendah gagal dan obat serangan
tetap diperlukan 3x tiap minggu maka berarti asmanya termasuk asma persisten.
Sebagai obat pengendali atau pencegahan pilihan berikutnya adalah obat steroid hirupan
dosis 200-400 g/1 hari yang masih termasuk dosis rendah. Steroid hirupan biasanya
efektif dengan dosis rendah sampai medium yaitu 100-400 g. Diatas 400 g/hari
dilaporkan adanya pengaruh efek sistemik minimal, sedangkan dengan dosis 800 g/hari
agaknya mulai berpengaruh terhadap poros hipotalamus-pituitary-adrenal sehingga dapat
berdampak terhadap pertumbuhan. Efek sistemik steroid hirupan dapat dikurangi dengan
penggunaan alat pmberi jarak berupa perenggang ( spacer ) yang akan mengurangi

deposisi

didaerah

orofaringeal

sehingga

mengurangi

absorbsi

sistemik

dan

meningkatkan deposisi obat di paru.


Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau
perbaikan klinis yang mantap selama 1-3 bulan, maka dosis steroid dapat dikurangi
bertahap ( step down ) sehingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan
asmanya. Sementara itu penggunaan obat pelega/obat serangan tetap diberikan bila perlu
saja.

Daftar pustaka:
Ananda.

2014.

Laporan

Pendahuluan

Asma.

(Online).

Available:

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluanasma.html#.VhMyZivQOl4 (diakses pada tanggal 4 Oktober 2015 pukul 11.15 WITA)


Putri. 2013. Klasifikasi Tingkat Keparahan Asma dan Pengendalian Asma. (Online).
Available:

http://www.purtierplacenta.com/klasifikasi-tingkat-keparahan-asma-dan-

pengendali-asma-menurut-naepp/ (diakses pada tanggal 4 Oktober 2015 pukul 15.30


WITA)
Anonym.

2013.

Penatalaksanaan

Asma.

(Online).

https://fkunand2010.files.wordpress.com/2012/12/penatalaksanaan-asma.pdf
pada tanggal 5 Oktober 2015 pukul 12.19 WITA)

Available:
(diakses

Anda mungkin juga menyukai