Anda di halaman 1dari 21

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea

Queencia Editha Morin


406148027

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Infeksi merupakan masalah yang sering muncul di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Penyakit infeksi disebabkan oleh bakteri atau jamur yang masuk kedalam tubuh
melalui udara, air, tanah dan makanan. Penyakit infeksi tersebut sering diobati dengan menggunakan
antibiotik.
Antibiotik merupakan obat yang paling banyak diresepkan pada pasien anak. Disamping
manfaatnya pada pengobatan penyakit infeksi, antibiotik juga memiliki efek samping, diantaranya
adalah diare yang disebut dengan antibiotic associated diarrhea (AAD).1
Antibiotic Associated Diarrhea (AAD) adalah diare yang terjadi selama atau setelah pemberian
antibiotik, penyebab lain tidak bisa ditemukan.2-3 Menurut World Health Organization (WHO), diare
adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja lebih banyak dari biasanya, lebih dari 200 gram atau
200 ml/24 jam dengan frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari, dapat atau
tanpa disertai dengan lendir dan darah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita,
terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare
berat (Simatupang, 2004). Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air
besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk
bayi berumur lebih dari satu bulan dan anak, frekuensinya lebih dari tiga kali (Simatupang, 2004).
Sebagai gambaran 17% kematian anak didunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia
hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian pada bayi
terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1 - 4 tahun penyebab kematian
karena diare 25,2 % disbanding pneumonia 15,5% (Ciesla WP, 2013). Dari daftar urutan penyebab
kunjungan Puskesmas/ Balai pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok tiga penyebab
utama ke puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200 - 400 kejadian diare diantara 1000
penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita sekitar
60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70%-80%) dari penderita ini adalah anak dibawah
umur 5 tahun. Kelompok ini setiap tahunnya mengalami lebih dari satu kejadian diare. Sebagian dari

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

penderita (1%-2%) akan jatuh dalam keadaan dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60%
diantaranya dapat meninggal. ( Johnston, 2011)
Dalam beberapa tahun terakhir ini, pembahasan tentang AAD berpusat pada Clostridium
difficile-associated diarrhea (CDAD), namun hanya 10%-20% dari semua kasus AAD yang positif
mengandung toxin C. difficile (4, 5, 6). Pemahaman tentang berbagai macam mekanisme yang
menyebabkan AAD mungkin akan mencegah AAD, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan
mengurangi biaya perawatan serta mengurangi lamanya perawatan.

1.2. Tujuan
Mengingat bahaya yang dapat terjadi karena diare, maka penting bagi kita sebagai tenaga medis
khususnya dokter untuk mengetahui tentang diare, terutama diare terkait antibiotik atau antibioticassociated diarrhea. Oleh karena itu pemahaman tentang berbagai macam mekanisme yang
menyebabkan AAD dan tanda gejala sampai pada penanganannya mungkin akan mencegah AAD,
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan mengurangi lamanya perawatan serta biaya
perawatan.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
( setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya, lebih dari 200 gram atau 200 ml/24
jam dengan frekuensi, yaitu buang air besar encer tersebut dapat atau tanpa disertai lendir atau darah.
(Zein, 2003).
Diare terkait antibiotik atau yang dikenal dengan Antibiotic-associated diarrhea (AAD) adalah
diare yang terjadi selama atau setelah pemberian antibiotik, penyebab lain tidak bisa ditemukan.2
Terdapat berbagai macam mekanisme yang menyebabkan terjadinya AAD antara lain dengan
terganggunya komposisi dan fungsi dari flora normal, pertumbuhan kuman mikroorganisme patogen
yang berlebihan, alergi dan efek samping dari antibiotik pada mukosa usus atau efek farmakologi
terhadap motilitas usus. Antibiotic-associated diarrhea juga sering disebabkan oleh Clostridium
difficile, namun dapat juga disebabkan oleh mikrobiota intestinal lain. Clostridium difficile associated
diarrhea (CDAD) biasanya lebih berat dan dapat menyebabkan kematian. AAD yang disebabkan oleh
mikrobiota intestinal lain biasanya ringan hingga sedang dan dapat sembuh sendiri. Diare yang
disebabkan oleh antibiotik bersifat lembek atau cair setiap harinya, diare dapat terjadi beberapa jam
sampai dua bulan setelah mengonsumsi antibiotik.

2.2. Epidemiologi
Diare akut merupakan masalah umum yang ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat
keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktik dokter,
sementara dibeberapa rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat
di peringkat pertama sampai peringkat ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
(Lung, 2003)
Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5 episode/orang/tahun sedangkan di negara
berkembang lebih dari itu. Di Amerika Serikat dengan

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terejadi setiap
tahunnya. (Issaulauri, 2003). WHO memperkirakan ada sekitar empat miliar kasus diare akut setiap
tahun dengan mortilitas 3 4 juta pertahun (Manatsathit, 2002). Bila angka itu diterapkan di
Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun (Nelwan RHH,
2001). Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di
Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05% pasien rawat jalan.
Insiden AAD bervariasi antara 5% - 24%.
2.3. Faktor Risiko
Siapapun yang menjalani terapi antibiotik berisiko mengalami diare karena antibiotik. Tetapi
yang lebih berisiko adalah :
a. Orang lanjut usia
b. Penggunaan antibiotik spektrum luas ( khususnya klindamisin, -lactam dan sefalosporin
generasi 3)
c. Riwayat penggunaan antibiotik yang lama
d. Sebelumnya pernah mengalami antibiotic associated diarrhea
e. Pasien yang dirawat dirumah sakit. 6
2.4. Etiologi
Hampir semua antibiotik dapat menyebabkan diare. Penyebab yang paling sering adalah
ampisilin, klindamisin, dan sefalosporin seperti sefpodoksim. Kadang kadang eritromisin,
quinolon( siprofloksasin, floxin) dan tetrasiklin juga dapat menyebabkan diare karena antibiotik.
Diare karena antibiotik tetap dapat terjadi baik penggunaan antibiotik oral atau injeksi (Farmakologi
FKUI, 2007).9
1.

Etiologinya dibagi menjadi 3 bagian, antara lain :


Kuman penyebab infeksi
a.
b.
c.
d.
e.
f.

2.

Clostridium difficile
Clostridium perfringens
Staphylococcus aureus
Candida Species
Drug-Resistant Salmonella Species
Acute Segmental Hemorrhagic Penicillin-Associated Colitis

Gangguan fungsi dari flora normal

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

a. Metabolisme Karbohidrat pada koloni


b. Penurunan metabolisme dari asam empedu

3.

Efek langsung dari antibiotik :


a.
b.
c.
d.
e.
f.
%.

Eritromisin
Amoksisilin/Clavulanate 10% - 25
Neomisin
Sefiksim 15 - 20 %
Ampisilin 5 - 10 %
Golongan sefalosporin, fluoroquinolon, azitromisin, klaritromisin, dan tetrasiklin 2 - 5

Berbagai macam mekanisme antibiotik menyebabkan antibiotic associated diarrhea yaitu dengan
terganggunya komposisi dan fungsi dari dari flora normal pada saluran pencernaan, pertumbuhan yang
berlebihan dari mikroorganisme yang patogen dan efek alergi dan toksin dari antibiotik pada mukosa
usus atau efek farmakologi terhadap motilitas usus. Namun dalam beberapa tahun terakhir pembahasan
tentang antibiotic associated diarrhea sering berhubungan dengan Clostridium difficile associated
diarrhea (CDAD) namun hanya sekitar 10% - 20% kasus yang ditemukan positif terhadap toksin dari
Clostridium difficile.

2.5. Patofisiologi
Patofisiologinya belum dapat dipahami seluruhnya, namun secara umum mekanisme terjadinya
AAD adalah perubahan pada flora normal pada usus. Perubahan komposisi dari flora normal diusus
secara substansial mengurangi konsentrasi kuman anaerob dan sebagai akibatnya metabolisme
karbohidrat menyebabkan terganggunya pencernaan dan mengakibatkan penurunan dari penyerapan
rantai asam lemak pendek yang menghasilkan diare osmotic (Bartlett, 2002; Doron et al., 2008)
Selain itu, antibiotik mempunyai banyak peran dalam patogenesis Antibiotic-associated
diarrhea, terlepas dari tugas dan fungsinya sebagai antimikroba. Khususnya eritromisin berperan
sebagai agonis reseptor motilin yang mempercepat laju motilitas gastrointestinal yang menyebabkan
mual dan muntah; klavulanat berperan untuk merangsang motilitas usus kecil. Antibiotik lain juga
dapat meningkatkan kontraksi usus, mempercepat laju makanan dalam usus halus sehingga berperan
terhadap diare. (Isaulauri, 2003). Untuk dapat mengerti berbagai macam mekanisme yang dapat
menyebabkan antibiotic-associated diarrhea maka dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Sumber Infeksi dari Antibitoc-associated diarrhea (AAD)


Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

a). Clostridium difficile


Pada usus yang normal pada umumnya flora normal menekan pertumbuhan dari C.difficile.
Antimikroba, terutama sefalosporin , amino-penisilin dan klindamisin diduga membuat usus
menjadi mudah terinfeksi karena perubahan dari flora normal dan asam amino pada saluran
perncernaan. Antibiotik tersebut mengurangi sekresi ion kolonik dan mengurangi fungsi motorik
dari otot saluran pencernaan dimana hal ini semakin mendukung pertumbuhan C.difficile yang
berlebihan pada saluran pencernaan.
Strain difficile yang patogenik memproduksi enterotoksin (toksin A) dan sitotoksin (toksin B)
dimana menyebabkan kerusakan pada mukosa dan inflamasi pada kolon. Pada penelitian secara
invitro terhadap epitel dari kolon ditemukan toksin B lebih poten dari toksin A. Namun, kedua
toksin ini sama sama mempunyai andil dalam menyebabkan Clostridium difficile-associated
diarrhea (CDAD). Toksin langsung merusak sel kolon dengan mengubah filamen filamen aktin
dari sel kolon dan melepas sitokin dari epitelium, monosit, makrofag dan sel neuroimun dari lamina
propiayang juga berperan menghasilkan toksin mediated inflammation dan merusak mukosa kolon.
Gejala klinis dari CDAD mulai dari infeksi yang asimptomatik, diare tanpa colitis, non-PCM
dengan atau tanpa diare, antibiotic-associated pseudomembranous (PMC) sampai colitis fulminan.
C.difficile menyebabkan AAD sekitar 10% 20%. Pada neonatus dan bayi sekitar 2% 65%,
namun asimptomatik.

b). Clostridium perfringens


Bariello et al. melaporkan sebelas pasien dengan Antibiotic-associated diarrhea oleh
Clostridium perfringen dan enterotoksin dapat dideteksi. Sepuluh dari sebelas pasien mendapatkan
terapi antibiotik selama tiga minggu sebelum terjadi diare. C.perfringen yang ditemukan pada pasien
ini umumnya serotipenya bebebeda dari serotipe yang umumnya ditemukan pada kasus keracunan
makanan, tiga pasien dengan C.perfringen menunjukkan gejala seperti diare berdarah dan nyeri
perut dan empat diantaranya menjalani pemeriksaan kolonoskopi namun tidak ditemukan tanda
tanda dari Psudomembran Colitis (PMC). Kasus ini dapat sembuh sendiri, menurut cara hidupnya
C.perfringen banyak tersebar di lingkungan rumah sakit. Nosokomial, infeksi pada saluran cerna
yang bukan disebabkan oleh keracunan makanan biasanya terjadi pada pasien yang lanjut usia
setelah mendapatkan terapi antibiotik.,namun pasien dengan infeksi nosokomial yang disebabkan
oleh C.perfringen tanpa riwayat terapi antibiotik juga pernah dilaporkan.

c). Staphylococcus aureus

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

Pada tahun 1950-1960 Staphylococcus aureus diduga sebagai penyebab antibiotic-associated


pseudmembranous colitis, beberapa laporan juga menunjukan Staphylococcus aureus dapat
menyebabkan AAD. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) ditemukan pada sepuluh
feses pasien dengan diare dimana mempunyai riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya. Satu
pasien meninggal dengan infeksi MRSA pada umumnya dan sembilan pasien mendapatkan terpai
antistafilokokus yaitu basitrasin atau vankomisin, delapan pasien didapatkan fesesnya bebas dari
infeksi MRSA setelah mendapatkan terapi. Lima pasien sembuh dengan diare sembuh setelah empat
hari pengobatan. S.aureus sebagai penyebab enterokolitis masih diperdebatkan namun ada laporan
bahwa S.aureus dapat menyebabkan enterokolitis meskipun jarang.

d). Acute Segmental Hemorrhagic Penicillin-Associated Colitis


Acute Segmental Hemorrhagic Penicillin-Associated Colitis (ASHPAC) adalah komplikasi
yang jarang dari pengobatan antibiotik oral seperti penisilin atau turunan penisilin pada tahun 1978.
Gejala yang khas adalah diare berdarah dan nyeri perut yang hebat setelah empat hari terapi
penisilin oral. Pada kolonoskopik ditemukan perdarahan pada submukosa, edem diseluruh mukosa
dan pada beberapa kasus terdapat erosi atau ulserasi pada kolon namun tidak terdapat
pseudomembran. Penisilin harus segera dihentikan.

Alergi pada mukosa usus atau hipersensitivitas pada mukosa kolon diduga merupakan penyebab
dan masih menjadi hipotesa. Tapi pada penelitian terbaru menunjukkan Klebsiella oxytoca dan
sitotoksinnya juga dapat menjadi penyebab. Semua strain K.oxytoca sudah resisten terhadap
ampisilin. Pada fase akut ditemukan colitis hemmorhagic, peningkatan jumlah K.oxytoca yang
berlebihan (107 cfu/gram feses), peningkatan ini dipicu oleh penisilin. Klebsiela menginduksi
akumulasi cairan pada kolon dan akumulasi darah pada ileus pada percobaan dengan kelinci. Pada
pemeriksaan histopatologi ditemukan terjadi kerusakan pada mukosa ileus namun tidak merusak
flora normal didalam ileus. Kemudian setelah diberikan luminal, K.oxytoca yang terdapat didalam
ileus tidak lagi merusak saluran cerna.

e). Drug-Resistant Salmonella Species


Holmberg et al. melaporkan delapan belas pasien dengan diare yang disebabkan oleh multidrugs
resistant Salmonella Newport (resisten terhadap ampisilin, karbenisilin dan tetrasiklin). Sumber
penularan infeksi berasal dari ternak sapi yang diberi makanan dengan dosis terapi klortetrasiklin.
Duabelas pasien yang mendapat terapi antibiotik (penisilin atau amoksisilin) 24 - 48 jam sebelum
gejala. Pasien pasien tersebut asimptomatik terhadap drug resistant S. Newport sebelum

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

mendapat antibiotik dan antibiotik tersebut menyebabkan drug resistant Salmonella species.
Namun kasus drug resistant Salmonella species ini sangat jarang terjadi.

f). Candida Species


Pertumbuhan yang berlebihan dengan jumlah Candida pada feses 105cfu/ml didemontrasikan
pada 7 dari 24 pasien (29%) dengan C difficile negatif. Candida albicans ditemukan pada 6 feses
pasien dan 1 feses pasien dengan Candida tropicalis. Setelah pemberhentian terapi antibiotik,
jumlah Candida.sp menjadi <104 cfu/ml dan diare teratasi pada dua pasien. Lima pasien yang lain
juga berhasil diterapi dengan pemberian nistatin oral, selama terapi antibiotik dilanjutkan umur rata
rata pasien adalah 74 tahun.Pernah dilaporkan nilai yang cukup signifikan untuk pertumbuhan
Candida.sp yang berlebihan pada feses pasien anak sekitar 67-175 anak dengan AAD (49 %).
Mekanisme Candida sp. menyebabkan diare belum sepenuhnya dipahami. Candida sp. pada
percobaan yang dilakukan pada kelinci ditemukan Candida sp. dapat mengurangi aktivitas laktosa
pada saluran pencernaan, yang mungkin menyebabkan intoleransi laktosa. Candida sp. selalu
menstimulasi sekresi air, natrium dan kalium ke lumen jejunum pada hewan percobaan. Efek ini
masih memediasi endotoxin like substance, namun hal ini masih merupakan hipotesa. Faktor risiko
dari Candida associated diarrhea selain riwayat terapi antibiotik yang lama, usia lanjut, lama
perawatan di rumah sakit, abnormalitas dari sistem endokrin, disfungsi sistem imun, kemoterapi,
neoplasma dan terapi steroid. Gejala khas dari Candida associated diarrhea adalah nyeri perut,
keram dan iritasi pada rektum, namun hubungan antara Candida sp dengan diare masih
kontroversial.

2. Terganggunya fungsi dari flora normal.


a). Metabolisme Karbohidrat pada kolon
Pada orang normal, sebanyak 70 gram karbohidrat setiap harinya masuk ke dalam kolon. Kolon
tidak dapat mengabsorbsi karbohidrat namun bakteri pada kolon memetabolisme karbohidrat
menjadi energi bagi kebutuhannya. Bakteri anaerob memetabolisme karbohidrat dan menghasilkan
asam laktat juga short chain fatty acid (SCFAs) seperti asam asetat, butirat dan propionat. Kolon
mempunyai daya serap yang tinggi terhadap absorbsi SCFAs.
Penyerapan SCFAs diikuti oleh penyerapan air dan elektrolit. Sebagian kecil dari asam organik tetap
berada pada kolon, bersama dengan kation terikat secara anionic dari asam organik dengan
karbohidrat menghasilkan diare osmotik. Pada malabsorbsi karbohidrat, diare osmotik disebabkan

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

oleh akumulasi yang berlebihan dari asam organik, kation dan karbohidrat yang berlebihan dari
kapasitas metabolisme karbohidrat yang seharusnya dilakukan oleh flora normal di kolon.

3. Efek langsung dari antibiotik


a). Eritromisin
Eritromisin dikenal sebagai reseptor agonis yang meningkatkan motilitas dari usus. Motilin
adalah peptida pada saluran usus yang menstimulasi kontraksi antrum dan duodenum. Pada
penelitian eritromisin mengrangsang kontraksi duodenal pada kelinci. Eritromisin juga menginduksi
gejala seperti diare, nyeri perut dan muntah setelah mendapat terapi. Meskipun eritromisin
ditemukan pada traktus gastrointestinal bagian atas namun pengosongan lambung yang cepat dapat
menginduksi diare.

b). Amoksisilin/Clavulanat
Penelitian terhadap efek amoksisilin/clavulanat pada motilitas usus yang diuji pada enam orang
percobaan, ditemukan amoksisilin dapat meningkatkan motilitas usus pada malam hari bukan pada
siang hari, hal ini diukur oleh monometri duodeno jejunal. Pada penelitian 2 orang dengan diare
osmotic setelah pemberian amoksisilin/clavulanat namun kasus amoksisilin/clavulanat menginduksi
AAD sangat jarang.

c). Neomisin
Pemberian neomisin oral dengan dosis 3 gram 12 gram /hari menyebabkan gejala
gastrointestinal dan malabsorbsi. Tujuh sampai sebelas hari pemberian neomisin oral 6 gram/hari
pada pasien normal, perubahan morfologi pada mukosa intestinal, pemendekan dari vili vili usus ;
infiltrasi dari lamina propria dengan plasma sel, eosinofil dan makrofag; merusak mukosa epitel dan
meningkatkan mitosis. Pada percobaan ditemukan gejala
steatore dan menurunkan level serum kolesterol dan karoten serta mengurangi pengeluaran vitamin
B12 melalui urin.

2.6. Manisfestasi Klinis


Diare karena antibiotik memberikan tanda dan gejala yang bervariasi dari ringan sampai berat.
Umumnya penderita hanya akan mengalami sedikit perubahan jumlah bakteri dalam saluran
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

pencernaan yang dapat menyebabkan feses menjadi lunak atau frekuensi BAB lebih sering dari
biasanya (Jones, 2004). Gejala umumnya muncul dalam waktu lima sampai sepuluh hari setelah
memulai terapi antibiotik dan berakhir dalam waktu dua minggu setelah berhenti minum antibiotik
(Isaulauri, 2003). Ketika pertumbuhan bakteri yang berlebih berbahaya maka dapat mengalami
tanda dan gejala kolitis atau kolitis pseudomembranosa, seperti :
Diare berair
Sakit perut yang hebat dan kram
Demam sering tinggi lebih dari 38,3C
Nanah di feses
Darah di feses
Mual
Dehidrasi
Selama anak diare, terjadi peningkatan cairan dan elektrolit ( natrium, kalium dan bikarbonat)
yang terkandung dalam tinja cair anak. Dehidrasi terjadi bila hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak
diganti secara adekuat, sehingga timbullah kekurangan cairan dan elektrolit. Derajat dehidrasi di
klasifikasikan sesuai dengan gejala dan tanda yang mencerminkan jumlah cairan yang hilang.
Rejimen rehidrasi dipilih sesuai dengan derajat dehidrasi yang ada. Selama diare, penurunan asupan
makanan dan penyerapan nutrisi dan peningkatan kebutuhan nutrisi, sering secara bersama sama
menyebabkan penurunan berat badandan berlanjut ke gagal tumbuh. Pada giliranya gangguan gizi
dapat menyebabkan diare menjadi lebih parah, lebih lama dan lebih sering terjadi dibandingkan
dengan kejadian diare pada anak yang tidak menderita gangguan gizi.10

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

10

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

11

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

12

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

2.7. Penegakan Diagnosis


Pasien dengan gejala berat seperti BAB > 3 kali sehari, diare osmotik atau berdarah, nyeri perut,
dehidrasi, tinja mengandung leukosit, leukositosis, hipoalbumin dan demam memerlukan penegakan
diagnosis kerja yang cepat (figure 2). Tissue culture untuk toksin B dari C. difficile masih menjadi
gold standard untuk mendiagnosis Clostridium difficile Associated Diarrhea (CDAD), tissue kultur
mempunyai nilai sensitifitas yang tinggi. Pemeriksaan penunjang toksin A dan toksin B pada EIA lebih
cepat dibanding dengan tissue culture assay. Sensitifitas dari EIA berbeda ditiap lab namun secara
umum baik untuk di pakai. Kultur tinja kurang dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis CDAD
karena hasilnya kurang memuaskan, kemungkinan untuk positif palsu sangat mungkin terjadi karena
kesalahan dari pengambilan sampel sampai pada pemeriksaan dan C. difficile juga dapat menjadi non
toksigenik.
Tes aglutinasi, dapat mendeteksi toksin A, mendeteksi glutamat dehidrogenase dan reaksi silang
dari protein non toksin dari strain C. difficile dan dari Clostridia non patogenik. Dibandingkan dengan
EIA, tes aglutinasi tidak spesifik namun sensitif. Hasil positif harus dikonfirmasi dengan tes yang lain
karena dari kedua tes itu, ketika diperiksa masing masing mempunyai nilai yang cukup sensitif dan
spesifik untuk mendiagnosis Clostridium difficile associated diarrhea. Kombinasi dari kedua tes
tersebut perlu dipertimbangkan. Dibeberapa lab biasanya dilakukan rapid test (EIA atau tes latex)
ditambah dengan pemeriksaan spesifik yang kedua untuk memperlihatkan toksin atau
bakterinya( tissue culture test atau kultur untuk kuman C.difficile). Spesimen tinja harus segera
diperiksa atau disimpan dalam tempat penyimpanan yang dingin setelah diambil karena toksin akan

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

13

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

inaktif dengan cepat oleh enzim yang berada dalam feses. Pembekuan akan menurunkan titer dari
toksin.
Umur pasien dengan diare berat dan mempunyai resiko untuk infeksi Candida associated
diarrhea, kuantitas yang harus dipenuhi Candida pada tinja untuk mendiagnosa Candida associated
diarrhea yaitu 105 cfu/ml dan harus ada sel miselial di tinja tersebut. Bila tidak ditemukan toksin
C.difficile dan Candida sp. pada pasien dengan gejala yang berat maka perlu dipertimbangkan kuman
yang lain seperti Staphylococcus aureus, Clostridium perfringen, Klebsiela, Salmonella, atau kuman
patogen lain pada saluran pencernaan, meskipun hal ini sangat jarang tetapi harus tetap dipikirkan.
(figure 2). Kolonoskopi dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan antibiotic associated diarrhea
yang bukan karena C.difficile toksin yang sangat berat. Kolonoskopi dapat mendeteksi perubahan
tipikal dari pseudomembran kolitis, segmental hemorrhagic colitis. PH tinja < 5,5 pada gangguan
metabolisme karbohidrat yang menginduksi diare, supresi yang dilakukan antibiotik pada bakteri yang
memetabolisme karbohidrat menyebabkan karbohidrat menyebabkan PH tinja menjadi asam.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

14

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

15

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

2.8 Pencegahan
Antibiotic associated diarrhea dapat dicegah dengan penggunaan antibiotik secara rasional.
Risiko dari diare yang disebabkan karena terganggunya metabolisme karbohidrat dapat dikurangi
dengan tidak mengonsumsi karbohidrat yang mempunyai daya serap rendah seperti sorbitol, fruktosa
dan tinggi serat seperti pektin dan guar gum. Fruktosa dan sorbitol ada didalam buah dan sering
digunakan sebagai pemanis pada minuman soda, permen dan permen karet. Serat tinggi biasanya pada
sayuran, wortel dan kembang kol dan kacang polong. Produk susu juga dilarang untuk pasien dengan
malabsorbsi laktosa seperti pada ras keturunan Afrika, Asia dan Mediterania. Makanan yang diberikan
melalui selang (tube feeding) juga ikut meningkatkan risiko terhadap antibiotic associated diarrhea
karena mengandung nilai karbohidrat yang tinggi.
Probiotik sudah teruji mencegah antibiotic associated diarrhea dan biayanya murah, contohnya
S. Boulardii mengurangi risiko AAD namun tidak mengurangi risiko Clostridium difficile associated
diarrhea.

2.9. Tatalaksana
Mengganti antibiotik yang menyebabkan antibiotic associated diarrhea dengan antibiotik yang
lain sesuai dengan indikasi, grup risiko tinggi yang menginduksi antibiotic associated diarrhea seperti
kuinolon, sulfonamid, aminoglikosida yang parenteral, kotrimoksasol, metronidazole atau tetrasiklin.
Kasus besar pada C.difficile associated diarrhea memerlukan terapi antibiotik oral, vankomisin 125 mg
empat kali sehari, metronidazole 250 mg tiga kali sehari, basitrasin 25.000 unit empat kali sehari,
teicoplanin 200 mg perhari dosis, fusidic acid 500 mg satu kali sehari dapat digunakan selama tujuh
sampai empat belas hari.
Vankomisin di indikasikan untuk kasus yang resisten terhadap kuman enterokokus dan stafilokokus,
dua puluh kali lebih mahal daripada metronidazole dan biasanya dipakai sebagai pilihan terakhir pada
kasus C.difficile associated diarrhea. Metronidazole adalah first line untuk infeksi C.difficile,
metronidazole, vankomisin, teicoplanin, fusidic acid dan basitrasin punya keuntungan yang sama dalam
terapi. Teicoplanin adalah yang paling sedikit dilaporkan terjadi diare yang berulang namun obat ini
sangat mahal untuk dijadikan first line.
Pada beberapa penelitian, 7% kambuh dengan penggunaan teicoplanin, 16 % dengan
metronidazole, 16 % dengan vankomisin, 28 % dengan fusidic acid. kekambuhan dapat diobati dengan
obat yang sama lagi atau diganti dengan antibiotik yang lain. S Boulardii juga efektif untuk terapi
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

16

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

tambahan dalam mengatsai kasus yang baru terjadi atau kambuh. Antibiotik juga dapat diikuti dengan
pemberian Lactobacillus 1- 2 gram perhari selama empat minggu. Jika diare berhenti setelah pemberian
antibiotik maka perlu dicurigai bahwa antibiotik tersebut yang menginduksi terjadinya diare. Pasien
Clostridium difficile associated diarrhea harus diisolasi karena tinjanya sangat menular, selama
perawatan di rumah sakit, pasien tersebut harus mempunyai satu WC selama dirawat dan petugas yang
kontak wajib untuk menggunakan sarung tangan dan mencuci tangan setelahnya.
Pertumbuhan Candida sp. yang berlebihan dapat diobati dengan nistatin 250.000 unit
1.000.000 unit oral tiga sampai empat kali sehari dan baru dapat memberi respon setelah tiga sampai
tujuh hari kemudian. Pasien dengan diare sedang yang bukan disebabkan oleh C.difficile tidak
membutuhkan pengobatan dan penangan yang spesifik. Pada umumnya pada anak atau dewasa hanya
perlu penggantian cairan dan elektrolit sesuai dengan yang dibutuhkan saat terjadinya diare. Tidak
disarankan untuk mengonsumsi makanan tinggi serat. Pada beberapa penelitian Bifidobacterium
longum dapat mengurangi erythromycin induced diarrhea. Lactobacillus juga mengurangi ampicillin
induced diarrhea.
2.10. Komplikasi
Diare karena antibiotik yang ringan cenderung tidak menimbulkan masalah (Thielman, 2004).
Tetapi kolitis pseudomembranosa dapat mengakibatkan komplikasi yang berbahaya, termasuk :
a. Perforasi usus
Hasil dari kerusakan pada lapisan usus besar, risiko terbesar dari perforasi usus adalah bakteri
dari usus yang selanjutnya akan menginfeksi rongga perut (peritonitis)
b. Toksik Megakolon
Dalam hal ini usus besar tidak mampu untuk mengeluarkan gas dan tinja, sehingga menjadi
sangat membesar atau membuncit (megakolon). Tanda dan gejala toksik megakolon adalah sakit perut
hebat dan perut tampak membuncit, demam dan pasien tampak lemah. Jika tidak segera mendapatkan
penanganan akan menyebabkan kematian.

c. Dehidrasi

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

17

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

Diare berat dapat mengakibatkan hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi berat dapat mengakibatkan
syok bahkan kematian. Tanda dan gejala dehidrasi adalah mulut sangat kering, rasa haus yang
berlebihan, buang air kecil yang sedikit atau tidak sama sekali dan bisa sampai gelisah dan kesadaran
menurun.

2.11. Prognosis
Dengan meningkatnya kesadaran penggunaan antibiotik secara rasional dapat menurunkan
kejadian antibiotic assocated diarrhea. Dengan penggantian cairan yang adekuat dan perawatan yang
mendukung juga terapi yang tepat dapat menurunkan tingkat mortilitas (Soewondo, 2002)

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

18

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

BAB III
KESIMPULAN
Diare adalah adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja lebih banyak dari biasanya, lebih
dari 200 gram atau 200 ml/24 jam dengan frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per
hari, dapat atau tanpa disertai dengan lendir dan darah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak
balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode
diare berat.
Antibiotic Associated Diarrhea (AAD) adalah diare yang terjadi selama atau setelah pemberian
antibiotik, penyebab lain tidak bisa ditemukan. Dimana antibiotik mengganggu keseimbangan flora
normal di dalam saluran pencernaan, sehingga menyebabkan bakteri dapat tumbuh secara berlebihan
dan menyebabkan diare. Bakteri penyebab antibiotic associated diarrhea adalah Clostridium difficile
akibat perubahan keseimbangan mikroflora usus yang memicu strain bakteri yang resisten.
Sehingga pemberian antibiotik jarang diindikasikan pada diare ini, karena dapat sembuh dengan
cara mengganti terapi antibiotik yang sedang dijalani atau menghentikan antibiotik yang dicurigai
mempunyai risiko tinggi menginduksi diare. Pemberian antibiotik diindikasikan kepada pasien dengan
tanda dan gejala seperti diare berdarah, demam, leukosit pada feses. Terapi antibiotik spesifik diberikan
berdasarkan kultur dan resistensi kuman agar angka kejadian diare berkurang terutama akibat
penggunaan antibiotik.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

19

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
6.
7.
8.
9.

Sari Pediatri Vol.15, No.6, April 2014.


Barrlet JG. Antibiotic- associated diarrhea.
http://www.depkes.go.id/download/SK1216-01.pdf
http://www.bmj.com
Clinical Infectious Diseases 1998;27:70210
Journal of Pharmacy Practice 26(5) 476-482
Departemen Farmakologi Dan Teraupetik FKUI, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi Kelima,
FKUI, Jakarta.
10. WHO, Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

20

Referat Antibiotic-Associated Diarrhea


Queencia Editha Morin
406148027

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara-Jakarta
Periode 18 Mei 25 Juli 2015

21

Anda mungkin juga menyukai