Anda di halaman 1dari 6

Universa Medicina

Vol.24 No.4

Efek schizandrine C terhadap kerusakan hati


akibat pemberian parasetamol pada tikus
Yenny*, Elly Herwana*, Wirasmi Marwoto**, Rianto Setiabudy***
*Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
**Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
***Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

ABSTRAK
Schizandreae Chinensis (Schizandrine C) atau biasa dikenal dengan sebutan Chinese Magnolia, sudah
lama dipakai sebagai obat tradisional di Cina. Schizandrine C diinformasikan dapat juga mengurangi efek
hepatotoksik dan karsinogenik yang disebabkan beberapa obat seperti parasetamol, karbon tetraklorida dan
substansi toksik lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek pemberian Schizandrine C terhadap
kerusakan hati akibat pemberian tunggal parasetamol dosis besar pada tikus. Sebanyak 55 ekor tikus putih
jantan galur Sprague-dawley secara acak dibagi dalam 5 kelompok perlakuan untuk menerima
karboksimetilselulose (CMC) 0,5%, parasetamol, parasetamol plus schizandrine C, parasetamol plus
schizandrine C dosis tinggi dan parasetamol plus N-asetilsistein. Hasil penelitian menunjukkan, dibandingkan
kelompok parasetamol plus N-asetilsistein didapatkan kerusakan hati derajat 3 lebih banyak pada pada kelompok
parasetamol (82%), parasetamol plus schizandrine C dosis tinggi (82%) dan parasetamol dosis terapeutik
(64%) (p < 0,001). Temuan studi ini mendapatkan Schizandrine C tidak efektif untuk mencegah kerusakan hati
yang diinduksi oleh pemberian parasetamol dosis berlebih
Kata kunci : Schizandrine C, hati, proteksi, parasetamol, tikus

Effect of schizandrine C on liver damaged by paracetamol in rats


ABSTRACT
Schizandra chinensis has a well recognized history in traditional Chinese medicine and its principal
active components act against acute and chronic hepatitis, chemical hepatitis, hepatic cirrhosis and
degeneration of fat. Furthermore, to reduce hepatic toxity and carcinogenic effects caused by some drugs
(like acetaminophen) and toxic substances. An experimental study was conduct to evaluate the effect of
Schizandrine C on liver damage by paracetamol in rats. Fifty five male Sprague Dawley rats (200 g) were
randomised into five groups to receive carbonmethylcellulose 5%, paracetamol, paracetamol plus
schizandrine C, paracetamol plus high dose of schizandrine C, and paracetamol plus N-acetylsystein.The
result showed that in comparison to the group with paracetamol plus N-acetilcystein there was a significant
greater liver damage grade 3 in the paracetamol (82%), paracetamol plus high dose of schizandrine C
(82%) and paracetamol plus therapeutic dose of schizandrine C (64%) groups (p < 0.001). Finding in this
study suggest that the toxic effect of paracetamol on mice liver was not protected by schizandrine C.
Keywords : Schizandrine C, liver, protection , paracetamol, rats

161

Yenny, Herwana, Marwoto, Setiabudy

PENDAHULUAN
Hati merupakan organ yang penting di
dalam tubuh, antara lain karena hati sangat
berperan dalam sistem detoksifikasi dan
metabolisme tubuh. Kerusakan hati dapat
diakibatkan oleh infeksi atau intoksikasi zat
kimia. Paparan zat kimia yang dapat
menyebabkan kerusakan hati terjadi melalui
inhalasi, pemberian per oral, atau parenteral.
Infeksi hati akibat virus hepatitis juga
merupakan faktor etiologi yang sangat
berperan terhadap kerusakan hati. (1) Lebih
dari 500.000 orang terinfeksi virus hepatitis
setiap tahunnya di seluruh dunia, dengan
angka kematian untuk lima tahun >95%. Lebih
dari 50% kelainan hati ini disebabkan oleh
infeksi kronis hepatitis B virus (HBV), dan
sekitar 25% disebabkan infeksi kronis
hepatitis C virus (HCV). (2) Selain itu penyakit
hepatitis sering berkembang menjadi
karsinoma hepatoselular yang dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi
di Asia dan Afrika. (3) Hal ini menjadi masalah
kesehatan yang serius di seluruh dunia,
termasuk Indonesia karena tingginya
prevalensi, morbiditas, dan mortalitas
penyakit. Sampai saat ini belum ditemukan
terapi spesifik untuk infeksi virus hepatitis
akut. Ini mendorong para ilmuwan untuk
menggunakan obat alternatif seperti tumbuhan
herbal atau phytopharmacy yang telah
dikenal sebagai obat tradisional untuk
menyembuhkan hati setelah mengalami
trauma atau infeksi (hepatoprotektor). Banyak
obat jadi maupun obat tradisional yang dicoba
untuk mengatasi kerusakan hati, namun belum
terbukti yang sungguh efektif.
Schizandreae Chinensis (Schizandrine
C) atau biasa dikenal dengan sebutan Chinese
Magnolia, sudah lama dipakai sebagai obat
tradisional di Cina. Obat ini diekstraksi dari
Fructus Schizandrae yang banyak tumbuh di
162

Schizandrine C terhadap kerusakan hati

Siberia Barat, Cina, Jepang, dan Korea. Pada


awal tahun 1970, obat ini digunakan untuk
menurunkan kadar serum glutamate
oxaloacetic transaminase (SGOT) dan
serum glutamate pyruvate transaminase
(SGPT) pada penderita dengan infeksi
hepatitis kronis. (4) Pemberian schizandrine C
diindikasikan untuk pengobatan hepatitis akut
dan kronis, hepatitis karena bahan kimia,
sirosis hepatis dan degenerasi lemak.
Schizandrine C diinformasikan dapat juga
mengurangi efek hepatotoksik dan
karsinogenik yang disebabkan beberapa obat
seperti parasetamol, karbon tetraklorida dan
substansi toksik lainnya.
Uji klinik yang dilakukan oleh Akbar et
(5)
al menunjukkan pemberian schizandrine C
selama 4 minggu ternyata dapat mengurangi
gangguan fungsi hati pada penderita penyakit
hati akut dan kronis yang ditandai dengan
penurunan kadar enzim hati, tanpa ditemukan
adanya efek samping. Penelitian yang hampir
serupa juga dilakukan oleh Bakry et al (6) di
mana pemberian schizandrine C pada
penderita hepatitis virus akut ternyata mampu
memperbaiki gejala klinik, memperpendek
masa penyembuhan dan parameter fungsi
hati.
Parasetamol (acetaminophen, N-asetil-paminofenol) merupakan obat analgesik dan
antipiretik yang telah bertahun-tahun
digunakan secara aman dan efektif pada
semua usia. Meskipun obat ini aman untuk
dikonsumsi pada dosis terapeutik, pada
penggunaan dosis tunggal yang besar, obat ini
dapat menimbulkan kerusakan hati yang
berakibat fatal. Kerusakan hati akibat
parasetamol terjadi akibat peningkatan
akumulasi metabolit hepatotoksik N-acetyl-pbenzoquinone imine (NAPQI) yang dihasilkan
dalam biotransformasi parasetamol. Metabolit
ini umumnya akan mengalami detoksifikasi di
dalam hati oleh glutation endogen. (7,8)

Universa Medicina

Untuk mengatasi keracunan akut


parasetamol, dapat diberikan senyawa
sulfhidril yang merupakan prekursor glutation
hati. Di antara senyawa sulfhidril yang
digunakan yaitu sisteamin hidroklorida, Lmetionin, dan N-asetilsistein. (9)
Penelitian ini bertujuan untuk menilai
efektivitas pemberian Schizandrine C
sebagai hepatoprotektor untuk mencegah
kerusakan hati akibat pemberian tunggal
parasetamol dosis besar pada tikus.
BAHAN DAN CARA KERJA
Hewan coba
Penelitian ini menggunakan tikus putih
jantan galur Sprague-dawley sebagai hewan
coba. Tikus berusia sekitar 2,5 bulan dengan
berat badan berkisar 200 gram sebanyak 55
ekor.
Desain dan sampel
Penelitian
ini
merupakan
uji
eksperimental pararel secara acak
menggunakan kontrol dengan jumlah sampel
55 ekor tikus yang dibagi menjadi 5 kelompok
perlakuan, yaitu : kelompok pertama diberikan
larutan karboksimetilselulose (CMC) 0,5%
sebanyak 5 ml/kg BB per oral. Kemudian 1,
3, 5, dan 21 jam setelah itu diberikan larutan
CMC sebanyak 5 ml/kg BB per oral;
kelompok kedua diberikan larutan parasetamol
2500 mg/kg BB per oral; ketiga diberikan
parasetamol 2500 mg/kg BB, kemudian 1, 3,
5, dan 21 jam setelah itu diberikan
schizandrine C dosis terapeutik 1,5 mg/kg
BB; keempat diberikan parasetamol 2500 mg/
kg BB, kemudian 1, 3, 5, dan 21 jam setelah
itu diberikan schizandrine C dosis tinggi 7,5
mg/kg BB; dan kelompok kelima diberikan
parasetamol 2500 mg/kg/BB, kemudian 1, 3,
5, dan 21 jam setelah itu diberikan Nasetilsistein 100 mg/tikus per oral.

Vol.24 No.4

Pemeriksaan histopatologi hati


Duapuluh empat jam setelah perlakuan
diberikan tikus dibius, kemudian dilakukan
laparatomi. Organ hati diambil seluruhnya dan
difiksasi dalam larutan buffer formalin 10%.
Te r h a d a p o rg a n h a t i t i k u s d i l a k u k a n
pemeriksaan histopatologis dengan pewarnaan
hematoksilin eosin (HE) dan dinilai derajat
kerusakan hatinya. Penilaian derajat kelainan
histopatologi hati dilakukan dengan
menggunakan kriteria yang telah dikemukakan
oleh Mitchell et al sebagai berikut: .(9) derajat
0: normal; derajat 1: balloning dan
degenerasi eosinofilik dari sitoplasma
hepatosit sentrilobuler; derajat 2: lesi nekrosis
di sekitar zona sentrilobuler; derajat 3: lesi
nekrosis meluas dari daerah sentrilobuler
sampai segitiga portal; derajat 4: nekrosis
jaringan hati masif.
Analisis statistik
Pengolahan dan analisis data dilakukan
menggunakan program SPSS versi 11.0.
U j i K r u s k a l - Wa l l i s d i g u n a k a n u n t u k
membandingkan derajad kerusakan hati antar
kelima kelompok. Tingkat kemaknaan yang
digunakan besarnya 0,05.
HASIL
Hasil pemeriksaan histopatologis
menunjukkan kerusakan hati derajat 3 paling
banyak ditemukan pada kelompok perlakuan
parasetamol
(82%),
parasetamol
+
schizandrine C dosis tinggi (82%) dan
parasetamol dosis terapeutik (64%). Sedangkan
pada kelompok yang diberikan parasetamol +
N-asetilsistein tidak didapatkan kerusakan hati
derajat 3. K e l o m p o k y a n g m e n d a p a t k a n
karboksimetilselulosa menunjukkan kerusakan
hati derajat 1 paling banyak (73%). (Tabel 1)
163

Yenny, Herwana, Marwoto, Setiabudy

Schizandrine C terhadap kerusakan hati

Tabel 1. Derajat kerusakan sel hati berdasarkan kelompok perlakuan tikus coba

Keterangan:
* Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
Kelompok IV
Kelompok V

: CMC 0,5 % + akuades


: 2500 mg/kg BB parasetamol + akuades
: 2500 mg/kg BB parasetamol + 0,3 mg/tikus Schizandrine C
: 2500 mg/kg BB parasetamol + 1,5 mg/tikus Schizandrine C
: 2500 mg/kg BB parasetamol + N-asetilsistein 500 mg/kg BB

Derajat kerusakan hati:


**derajat 0
: normal
derajat 1
: balloning dan degenerasi eosinofilik dari sitoplasma hepatosit sentrilobuler
derajat 2
: lesi nekrosis di sekitar zona sentrilobuler
derajat 3
: lesi nekrosis meluas dari daerah sentrilobuler sampai segitiga portal
derajat 4
: nekrosis jaringan hati masif

PEMBAHASAN
Pemberian parasetamol dengan dosis 2500
mg/kg BB pada tikus percobaan yang juga
diberikan schizandrine sebanyak 1,5 mg/kg
BB (setara dengan 0,3 mg/tikus) dan 7,5 mg/
kg BB (setara dengan 1,5 mg/tikus) per oral,
menunjukkan terjadinya kerusakan hati derajat
3 masing-masing sebesar 64% dan 82%.
Ternyata tidak ditemukan kerusakan hati derajat
3 pada tikus percobaan yang diberikan
parasetamol 2500 mg/kg BB dan N-asetil sistein
500 mg/kg BB. Hasil studi ini menunjukkan efek
hepatoprotektor schizandrine kurang efektif
dibanding N-asetilsistein untuk mencegah
kerusakan hati yang diinduksi oleh pemberian
parasetamol dosis besar.
Studi dengan menggunakan tikus coba
yang dilakukan oleh Zhu et al(10,11) menunjukkan
bahwa schizandrine C dapat memperbaiki
phase I oxidative metabolism pada kerusakan
hati yang diinduksi oleh pemberian carbon
tetrachloride (CCl 4). Meski mekanisme efek
164

hepatoprotektor schizandrine C masih belum


jelas diketahui, dari hasil penelitian di
laboratorium menunjukkan schizandrine C
dapat meningkatkan sistem antioksidan
glutathione hati hewan coba yang mungkin
menjadi dasar efek hepatoproteksi terhadap
keracunan CCl 4. (13)
N-asetilsistein merupakan obat pilihan
utama untuk penatalaksanaan keracunan
parasetamol karena senyawa ini dapat
ditoleransi dengan baik di dalam tubuh, lebih
efektif, dan kurang toksik. (14,15) Preparat yang
tersedia yaitu N-asetilsistein, secara cepat dapat
dihidrolisis menjadi sistein yang merupakan
prekursor glutation. Pemberian N-asetilsistein
secara oral tampaknya dapat meningkatkan
efektivitas dalam penatalaksanaan keracunan
parasetamol, karena N-asetilsistein yang
diabsorbsi secara langsung akan masuk ke hati
melewati sirkulasi portal. Pada penelitian ini
juga menggunakan N-asetilsistein sebagai
kontrol positif untuk membandingkan dengan
pengobatan standar yang biasa dilakukan dalam

Universa Medicina

klinik dan menunjukkan hasil yang baik


terhadap pencegahan kerusakan hati.
Sesungguhnya parasetamol mempunyai
batas keamanan dosis (margin of safety) yang
cukup lebar. Dosis terapeutik parasetamol
sebagai analgesik dan antipiretik adalah 500650 mg, sementara dosis toksiknya adalah
antara 15-25 gram. (8) Kerusakan sel hati dapat
terjadi setelah pemberian dosis tunggal
parasetamol 10-15 g atau 200-250 mg/kg BB.
Dosis 25 g atau lebih dapat menyebabkan
kematian. Pada penelitian ini digunakan dosis
parasetamol 2500 mg/kg BB, berarti 10 kali dari
dosis intoksikasi pada manusia sebagai faktor
perbedaan spesies (species difference). Gejala
klinis keracunan parasetamol dalam 24 jam
pertama tidak mencerminkan keparahannya.
Gejala yang timbul dapat berupa anoreksia,
mual, muntah, sakit perut, hipotensi. Pada
keadaan yang lebih parah akan menimbulkan
aritmia, kecenderungan perdarahan dan payah
ginjal akut. Gangguan uji faal hati menjadi jelas
dalam 2-4 hari setelah minum parasetamol
dosis berlebih. Mula-mula terjadi peningkatan
enzim transaminase SGOT dan SGPT. Pada
kerusakan hati yang berat aktifitas SGOT dan
SGPT dapat meningkat hingga melebihi 1000
/l. Kerusakan histopatologis yang timbul pada
sel hati berupa nekrosis sentrilobularis. (8)
Ada beberapa obat tradisional yang
diberikan untuk mengatasi kelainan pada hati
seperti kurkuma, akar kayu manis, atau
schizandrine C. Umumnya penelitian yang
mendukung untuk menilai efektivitas dari obat
tradisional ini menggunakan parameter
penurunan kadar enzim transaminase SGPT
dan SGOT. Sebagaimana diketahui bahwa
banyak faktor yang dapat mempengaruhi kadar
enzim transaminase ini. Oleh karena itu
penelitian ini menilai efektivitas schizandrine
C untuk mencegah kerusakan hati yang
diinduksi dengan pemberian parasetamol dosis
b e s a r s e c a r a h i s t o p a t o l o g i s . Te r n y a t a

Vol.24 No.4

schizandrine C tidak mampu mencegah


terjadinya kerusakan hati akibat pemberian
parasetamol dosis tinggi.
KESIMPULAN
Schizandrine C sebagai hepatoprotektor
tidak efektif untuk mencegah kerusakan hati
yang diinduksi oleh pemberian parasetamol
dosis berlebih. N-asetilsistein sebagai antidotum
keracunan parasetamol menunjukkan hasil lebih
efektif dibanding schizandrine C dalam
mencegah kerusakan hati akibat pemberian
parasetamol.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Pimpinan Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti yang telah
memberikan dukungan dan menyediakan dana
bagi penelitian ini.
Daftar Pustaka
1.

2.

3.
4.

5.

Dienstag JL, Isselbacher KJ. Acute viral


hepatitis. In: Kasper DL, Braunwakd E, Fauci A,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors.
Horrisons Principles of internal medicine. Vol
II. 16th ed. New York. McGraw-Hill Companies
2005. p. 1822.
Wang JS, Huang T, Su J, Liang F, Wei Z, Liang Y,
Luo H, et al. Hepatocellular carcinoma and
aflatoxin exposure in Zhuqing Village, Fusui
County, Peoples Republic of China. Cancer
Epidemiol Biomarkers Prev 2001; 10: 143-6.
Hall AJ, Wild CP. Liver cancer in low and middle
income countries. BMJ 2003; 326: 994-5.
Adaptogen Medical Center. Schizandrine
Chinensis.
Available
at:
http://
www.adaptogen.com/main.ing. Accessed
October 1, 2005.
Akbar N, Tahir RAG, Santoso WD, Soemarno,
Sumaryo, Noer HMS, et al. Effectiviness of HP
Pro in treatment of liver disease: an experience
in Indonesia patiens. Chinese Med J 1998; 111:
248-51.

165

Yenny, Herwana, Marwoto, Setiabudy


6.

7.

8.

9.

10.

166

Bakry AF, Bardiman SS, Hermansyah T, Azmar


E. Efficacy of analog of schizandrine C in
management of acute viral hepatitis. Liver
International 2005; 25: 1271-72 (abstrak).
APASL, Bali, 2005.
Benson GD, Koff RS, Tolman KG. The
therapeutic use of acetaminophen in patiens
with liver disease. Am J Ther 2005; 12: 133-41.
Wilmana PF. Analgetik anti-piretik analgesic antiinflamasi nonsteroid dan obat pirai. Dalam:
Ganiswara SG, Setiabudy R, Suyatna FD,
Purwantyastuti, editors. Farmakologi dan Terapi.
4th ed. Jakarta: Gaya Baru; 1995. hal. 214-5.
Dargan PI, Jones AL. Acetaminophen
poisoning: an update for the intensivist. Critical
Care 2002; 6: 108-10.
Mitchell MC, Schenker S, Avant GR, Speg K.
Cimetidine protects against acetaminophen
hepatotoxicity in rats. Gastroenterology 1981;
81: 1052-60.

Schizandrine C terhadap kerusakan hati


11.

12.

13.

14.

15.

Zhu M, Yeung RY, Lin KF. Improvement of phase


I drug metabolism with schizandra chinensis
against CCl4 hepatotoxicity in a rat model. Planta
Med 2000; 66: 521-5.
Zhu M. Evaluation of the protective effects of
Schisandra chinensis on Phase I drug
metabolism using a CCl4 intoxication model. J
Ethnopharmacol. 1999; 67: 61-8.
Ip SP, Poon MK, Che CT. Schizandrine protects
against carbon tetrachloride toxicity by
enhancing the mitochondrial glutathione redox
status in mouse liver. Free Radic Biol Med 1996;
21: 709-12.
Dargan PI, Jones AL. Acetaminophen
poisoning: an update for the intensivist. Critical
Care 2002; 6: 108-10.
Gyamlani G, Parikh CR. Acetaminophen toxicity:
suicidal vs accidental. Critical Care 2002; 6: 1559.

Anda mungkin juga menyukai