Perumahan Kumuh
Perumahan Kumuh
Perumahan Kumuh
1.1.
Definisi
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, tidak mengenal adanya istilah kawasan kumuh, yang ada
Permukiman kumuh dan Perumahan kumuh. Menurut UU Nomor 1 Tahun 2011
Permukiman
kumuh
adalah
permukiman
yang
tidak
layak
huni
karena
Kategori
Prof. Eko Budihardjo (1997) mengklasifikasikan pemukiman kumuh
berdasarkan pada karakter fisik dan aspek legalitasnya, ada dua jenis permukiman
kumuh yaitu:
-
daerah permukiman.
Kategori squatter settlement, yaitu permukiman kumuh liar yang
menempati lahan tidak ditetapkan untuk kawasan hunian, misalnya:
di sepanjang pinggir rel kereta api, di pinggir kali, di kolong
jembatan, di pasar, di kuburan, di tempat pembangunan sampah
dan lainnya. Dilihat dari segi legalitasnya, kategori permukiman
liar (squatter) ini umumnya menempati lahan yang bukan dalam
hak penguasaannya misalnya pada lahan kosong yang ditinggal
pemiliknya ata pada lahan kosong milik negara.
1.3.
Sebab Terbentuknya
Faktor penyebab munculnya kawasan kumuh (slum dan squatter) dapat dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu faktor yang bersifat langsung dan faktor yang bersifat tidak
langsung.
1. Faktor Yang Bersifat Langsung
Faktor-faktor yang bersifat langsung yang menyebabkan munculnya
kawasan kumuh adalah faktor fisik (kondisi perumahan dan sanitasi
lingkungan). Faktor lingkungan perumahan yang menimbulkan kekumuhan
menyebabkan timbulnya
terhadap
kesehatan
lingkungan
menyebabkan
masyarakat
air dan kebun sekalipun tidak sehat, dibanding membuang hajat di WC umum.
Untuk itu beberapa WC umum yang dibangun oleh pemerintah berada dalam
kondisi terlantar tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain itu faktor adat
istiadat seperti makan tidak makan yang penting kumpul juga merupakan
salah satu penyebab munculnya kawasan kumuh, walaupun bersifat tidak
langsung. Namun adat istiadat seperti ini mendorong orang untuk tetap tinggal
dalam suatu lingkungan perumahan walaupun tidak layak huni yang penting
dekat dengan saudara, tanpa mau berusaha mencari lingkungan hunian yang
lebih baik. (Hariyanto, 2010)
1.4.
Penanganan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025
menargetkan pada tahun 2025 kota-kota besar di Indonesia sudah bebas dari
kawasan pemukiman kumuh ( cities without slums), bahkan sesuai arahan
Presiden target tersebut akan dipercepat menjadi tahun 2020. Untuk
mewujudkan hal itu ada dua hal yang harus menjadi concern bidang
pemukiman yaitu penanganan kawasan pemukiman kumuh ( slums area) dan
penanganan penduduk miskin perkotaan ( squatter-poor people) yang tidak
memiliki hunian. Berdasarkan hasil studi dan koordinasi dengan pemerintah
daerah, terindikasi sebanyak 1.189 kawasan pemukiman kumuh yang tersebar
di kota-kota besar dan menengah yang akan dan sedang ditangani secara terus
menerus menuju Indonesia bebas kumuh tahun 2020. Disisi lain kita juga
dihadapkan dengan tantangan upaya penanganan penduduk miskin perkotaan,
baik yang memiliki`hunian di kawasan pemukiman kumuh maupun yang tidak
memiliki hunian.
Penanganan penduduk miskin ini tentu tidak serta merta terselesaikan
dengan pendekatan hunian ( shelter) namun diperlukan upaya lintas sektoral
yang dilakukan secara terintegrasi. Penghuni kawasan permukiman kumuh di
sebuah kota tidak selalu merupakan penduduk miskin. Penduduk miskin
perkotaan bisa saja menghuni rumah kumuh yang tidak berada dalam kawasan
permukiman kumuh. Sedangkan penduduk miskin lainnya yang bekerja di
sektor informal, kehidupannya berpindah-pindah menempati ruang-ruang
kosong perkotaan yang bisa dipergunakan untuk berteduh, fenomena inilah
Daftar Pustaka:
1. UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
2. Budihardjo, Eko. 1997. Lingkungan dan Binaan Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Andi
Offset.
3. Hariyanto, Asep. 2010. Faktor Penyebab Munculnya Kawasan Kumuh dalam Strategi
Penanganan Kawasan Kumuh Sebagai Upaya Menciptakan Lingkungan Perumahan
dan Permukiman Yang Sehat. Jurnal PWK Unisba: 17-19.