siapa
sangka,
tak
lama
setelah
kelulusannya,
takdir
terkesima
dan
ingin
rasanya
mengeluarkan
jurus-jurus
pendekatan.
Baca juga: Ridwan Kamil: Laki-Laki Penuh Imajinasi (1)
Jodoh
Tak
Terduga
hatinya. Saya tahu semuanya karena tidak sengaja membaca diary nya, Ya Allah, ternyata yang suka banyak sekali. Ha ha ha, pikir saya
saat itu. Namun tidak ada kata menyerah dalam kamus saya.
Pada saat semua saingan mendekatinya, saya malah mendekati
ibundanya. Lagi-lagi, takdir berpihak kepada saya. Ternyata sang ibunda
bercita-cita untuk punya menantu seorang arsitek. Pas, kan? Ya, itulah
prosesnya.
Sebenarnya kalau mau dipikir-pikir, untuk modal nikah saja saya tidak
ada. Di saat butuh uang, Allah begitu baik dan kasih saya rezeki melalui
seseorang yang mau mendesain hotel. Dari situ pula modal saya untuk
menikah. Orang tua saya pun merestui hubungan kami, meski saya
sempat terganjal restu adik yang menganggap saya terlalu cepat
menikah dan melangkahi kakak saya.
Namanya jodoh, ya, semua tetap berjalan sebagaimana adanya. Kami
pun
akhirnya
menikah
di
Bandung
pada
Desember
1996.
Miskin
Kota
visa
saya.
Setelah
resmi
menjadi
seorang
Yang paling menyedihkan, saat itu saya menjadi orang miskin kota dan
luntang-lantung membawa istri yang tengah mengandung 8 bulan di
negeri orang tanpa sebuah pekerjaan. Akhirnya, anak pertama kami
lahir di New York pada 25 Juni 1999 di sebuah rumah sakit yang gratis
untuk masyarakat miskin. Sedih, tapi itulah tantangan hidup yang harus
saya jalani.
Namun, keadaan jualah yang mendewasakan saya dan memotivasi
saya untuk memiliki sebuah cita-cita mulia. Saya percaya di mana ada
kemauan pasti ada jalan yang terbuka. Pelan-pelan kondisi saya mulai
membaik. Saya kembali bekerja di San Fransisco selama 2 tahun.
Kemudian saya pindah ke Hong Kong selama 2 tahun hingga akhirnya
memutuskan kembali ke tanah air.
Sebelumnya, posisi saya sudah berada di level manajer tapi saya
berpikir tetap saja bekerja sama orang. Keputusan pulang ke Indonesia
saya rasa sangat tepat. Sesampainya di Indonesia, saya merasa bisa
berbagi dengan banyak orang. Saya memiliki sebuah prinsip hidup yaitu
hidup adalah berbagi. Jadi saya memang senang untuk berbagi,
termasuk saat ini membagikan waktu saya untuk sebuah upaya
memajukan kota Bandung.
Saya merasa hidup memberikan lebih banyak pilihan. Dulu saya bekerja
hanya sebagai arsitek. Usai pulang, saya bisa menjalani berbagai
kegiatan seperti mengajar, menulis, aktif di kegiatan sosial, dan
mendirikan sebuah kantor.
Ya, saya mendirikan sebuah firma arsitektur bernama Urbane atau
singkatan dari Urban Evolution. Melalui firma ini saya menggarap
berbagai proyek di Indonesia dan mancanegara salah satunya masjid
20
Detik
arsitek.
Kalau
boleh
memilih
mending
jadi
arsitek
bisa traveling tanpa beban. Ha ha ha. Tapi ini kan takdir saya, enggak
semua yang terjadi itu sesuai dengan apa yang saya mau. Jadi, ini
takdir yang harus saya jalani. (TAMAT)