Anda di halaman 1dari 7

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN

KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU TERHADAP MUTU


PENDIDIKAN DI INDONESIA

Guna Memenuhi Mata Kuliah Metodologi Penelitian


Dosen Pengampu Dr. Suharno M.T
Disusun Oleh :

NITA MURTIA HANDAYANI

(K2513048)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015

JUDUL : KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU TERHADAP MUTU


PENDIDIKAN DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut UNESCO, bahwa guru sebagai agen pembawa perubahan yang
mampu mendorong pemahaman dan toleransi diharapkan tidak hanya mampu
mencerdaskan peserta didik tetapi juga harus mampu mengembangkan kepribadian
yang utuh, berakhlak dan berkarakter. Untuk itu dibutuhkan suatu proses pendidikan
guru yang secara profesional dapat dipertanggungjawabkan. Jadi untuk menyiapkan
tenaga pendidik tidak hanya diperlukan suatu proses pendidikan akademik yang
handal akan tetapi juga diperlukan suatu proses pendidikan yang mampu
mengembangkan kepribadian dan karakter seorang pendidik. Menurut Undangundang RI Nomor 14 tahun 2005, pasal 1 ayat 1disebutkan bahwa guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Selanjutnya pada pasal 1 ayat 2 disebutkan profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masih
rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang pendidikan. Rendahnya mutu
pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah proses
pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang
berkualitas. Salah satu tugas sekolah dalam kontek ini adalah memberikan
pembelajaran kepada siswa. Mereka harus memperoleh kecakapan dan pengetahuan
dari sekolah, selain mengembangkan pribadinya. Pemberian kecakapan dan
pengetahuan kepada siswa yang merupakan proses pembelajaran (belajar-mengajar)
itu dilakukan guru di sekolah. Hal itu sesuai dengan tujuan Pemerintah, dalam hal ini
Menteri Pendidikan Nasional telah mencanangkan Gerakan Peningkatan Mutu

Pendidikan pada tanggal 2 Mei 2002. Salah satu kebijakan pokok dalam rangka
peningkatan kualitas pendidikan melalui gerakan tersebut yang terkait dengan
pengelolaan pendidikan adalah ditetapkannya penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) pada mulai dari satuan pendidikan anak usia dini sampai menengah.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN) No. 20 tahun 2003, bab XIV tentang pengelolaan pendidikan, bagian ke
satu (umum), pasal 51 ayat 1 berikut: Pengelolaan satuan pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah / madrasah.
Tidak seimbangnya rasio jumlah guru terhadap jumlah peserta didik akan
berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Adanya sekolah yang kelebihan guru, namun
di sisi lain masih banyak sekolah-sekolah yang kekurangan guru. Sekolah yang
kelebihan guru timbul rebutan jam mengajar untuk mencapai ketentuan minimal
memperoleh tunjangan profesi. Bahkan ada yang menerapkan team teaching.
Sedangkan sekolah yang kekurangan guru terpaksa mengangkat guru honorer/guru
tidak tetap (GTT) yang gajinya jauh di bawah upah minimum. Dalam proses belajar
mengajar seorang guru memiliki fungsi sangat strategis dalam pembentukan karakter
dan kepribadian siswa. Proses belajar mengajar yang diharapkan seorang guru adalah
adanya perubahan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa, sehingga
pekerjaan ini tidak dapat dilakukan selain seorang guru yang memenuhi standar
profesioanal, hal tersebut bertujuan agar proses dan hasil belajar mengajar terlaksana
secara optimal Manajemen peningkatan mutu sekolah dapat dilaksanakan dengan
baik apabila didukung oleh keberadaan guru yang profesional dengan melakukan
berbagai pengembangan sesuai dengan kebutuhan sekolahnya masing-masing.
Kurangnya profesionalisme guru dalam melaksanakan strategi pembelajaran
akan mempengaruhi kegiatan belajar-mengajar didalam kelas. Dalam kegiatan
belajar mengajar secara umum guru dikatakan profesional apabila seorang guru
mempunyai kemampuan mengajar dibuktikan dengan cara mengajar yang baik,
ijazah atau gelar kependidikan, perencanaan dalam pembelajaran dalam hal ini
adalah RPP dan pelatihan-pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan.
Seringkali diketahui kelas dalam keadaan tanpa guru, karena guru hanya

meninggalkan tugas dan melaksanakan tugas di sektor lain. Hal ini masih terjadi
karena tidak ada waskat (pengawasan melekat) dari kepala sekolah. Dalam proses
belajar mengajar seorang guru memiliki fungsi yang sangat strategis dalam
melaksanakan tugas mendidik dan mengajar, karena melalui proses pendidikan akan
terbentuklah sikap dan perilaku peserta didik. Oleh karena itu seorang guru agama
dituntut untuk memiliki kreativitas dalam proses belajar mengajar dalam hal ini
adalah cakap dalam mengunakan metode dan model pembelajaran sehingga proses
pengajaran dapat mewujudkan pribadi anak yang baik. Bagi guru sendiri
keberhasilan tersebut akan meningkatkan rasa percaya diri dan semangat mengajar
yang tinggi. Hal ini merupakan keterampilan dasar mengajar yang perlu dibina dan
dikembangkan sehingga ia menjadi guru yang benar-benar kreatif dan berprofesi
dalam bidang keguruan. Profesionalisme pada dasarnya berasal dari kata profesi yang
berarti suatu pekerjaan yang memiliki tanda dengan terkait ketrampilan yang
lihai/intelektual. Dengan demikian profesionalisme merupakan kemahiran yang
dimiliki seseorang, baik bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Profesionalisme
itu merupakan organisasi profesi yang kuat, gunanya untuk memperkuat dan
mempertajam profesi itu.
Proses penempatan guru yang tidak terarah, tidak adil dan tidak proporsional.
Kenyataan yang dihadapi banyak guru yang berada di daerah terpencil tidak memiliki
masa depan, baik bagi pengembangan karirnya maupun kesehatan rohani dan
jasmaninya. Dihapuskannya program rotasi semakin menjadikan ciut semangat guru
untuk meningkatkan profesionalismenya, karena dalam benaknya sudah merasa
bahwa sampai pensiun dia tetap berada di sekolah tersebut. Banyak usaha yang telah
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu
diantaranya adalah dengan meningkatkan kualitas guru. Hal ini dapat dipahami
karena kualitas sistem pendidikan secara keseluruhan berkaitan erat dengan kualitas
guru. Guru memiliki peran yang strategis dalam bidang pendidikan, bahkan sumber
pendidikan lain yang memadai sering kali kurang berarti apabila tidak didukung oleh
keberadaan guru yang berkualitas. Dengan kata lain, guru merupakan ujung tombak
dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan. Singkatnya, guru
merupakan kunci utama dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Oleh karena

itu, sangatlah wajar bila akhir-akhir ini pengakuan dan penghargaan terhadap profesi
guru semakin meningkat, yang diawali dengan dilahirkannya Undang-undang Nomor
14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, yang segera diikuti dengan peraturan
perundang-undangan yang terkait.yang sangat dinamis yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat dewasa ini. Guru adalah jabatan profesi sehingga seorang guru harus
mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Seseorang dianggap professional
apabila mampu mengerjakan tugas dengan selalu berpegang teguh pada etika profesi,
independen, produktif, efektif, efisien dan inovatif serta didasarkan pada prinsipprinsip pelayanan prima yang didasarkan pada unsur-unsur ilmu atau teori yang
sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat, dan kode etik yang
regulative.
Penulisan karya ilmiah merupakan kegiatan yang sangat penting bagi seorang
guru yang profesional. Kegiatan ini tidak saja perlu dilakukan dalam rangka
memperoleh angka kredit untuk kenaikan jabatan atau untuk keperluan sertifikasi
melalui portofolio, tetapi terlebih lagi perlu dilakukan dalam rangka peningkatan
kualitas pengelolaan kelas, kualitas layanan kepada anak didik, dan juga peningkatan
profesionalisme guru itu sendiri. Tulisan ilmiah yang berisi hasil penelitian, hasil
pengkajian, hasil pemikiran, dan karya guru lainnya, sangat potensial sebagai wahana
komunikasi dan diseminasi karya dan ide kepada guru atau orang lain. Guru yang
profesional tidak hanya melakukan fungsi terkait dengan kompetensi pedagogis
(khususnya merencana, melakukan, menilai dan mengadministrasi pembelajaran),
tetapi juga fungsi yang terkait dengan kompetensi kepribadian, sosial, serta
keprofesionalan, yang antara lain ditandai dengan peningkatan diri melalui menulis
karya ilmiah. Oleh karena itu, setiap guru sudah semestinya mau, mampu, dan biasa
melakukan kegiatan penulisan karya ilmiah.
Fakta di lapangan menunjukkan betapa masih langkanya guru yang mau,
mampu, dan biasa melakukan kegiatan penulisan karya ilmiah. Dari ribuan guru yang
ada, hanya puluhan saja yang telah menunjukkan kemampuan, kemauan, dan
kebiasaan menulis ini. Ini ditandai dari kemampuan mereka mencapai IVb dan
kemunculan beberapa tulisan pada majalah atau terbitan lainnya. Sebagian terbesar
guru masih merasa berat dan sulit untuk menulis. Beberapa hasil pengamatan dan

wawancara kepada para guru, banyak memberikan kejelasan mengapa guru belum
mampu, mau, dan biasa menulis ilmiah. Dua aspek atau faktor dari sekian faktor
yang muncul dari pengamatan dan wawancara ini adalah motivasi dan substansi.
Aspek motivasi, terkait dengan belum munculnya minat, semangat, dan keinginan
kuat dari para guru untuk memulai menulis karya ilmiah.
Banyak guru yang tidak menjunjung tinggi kedisiplinan serta tanggung jawab
dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini terjadi karena banyak guru yang memiliki
pekerjaan (job) di sektor lain. Seringkali diketahui kelas dalam keadaan tanpa guru,
karena guru hanya meninggalkan tugas dan melaksanakan tugas di sektor lain. Hal
ini masih terjadi karena tidak ada waskat (pengawasan melekat) dari kepala sekolah.
Bahkan secara tegas, sebagian besar guru menyatakan puas sampai pada golongan
IVa saja, manakala untuk naik ke IVb harus menulis karya ilmiah. Beberapa alasan
penyebab rendahnya motivasi menulis karya ilmiah ini adalah ketakutan dan atau
kecemasan menulis terkait dengan prosedur dan kriteria tulisan yang dapat diterima
dan dihargai sebagai karya ilmiah. Sebagian terbesar mereka menyatakan bahwa
prosedur pembuatan karya ilmiah dan kriteria itu terlalu sulit untuk mereka penuhi
atau ikuti. Sementara aspek substansi, terkait dengan isi atau bahan tulisan. Sebagian
besar dari guru yang belum mau, mampu, dan biasa menulis, lebih disebabkan belum
atau tidak adanya bahan yang layak untuk ditulis. Mereka menyatakan belum
mempunyai waktu untuk melakukan penelitian, dan mencari sumber-sumber bacaan
untuk ditulis.
B. Identifikasi Masalah
1. Masih rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang pendidikan.
2. Tidak seimbangnya rasio jumlah guru terhadap jumlah peserta didik akan
berpengaruh terhadap mutu pendidikan.
3. Kurangnya profesionalisme guru dalam melaksanakan strategi pembelajaran
akan mempengaruhi kegiatan belajar-mengajar didalam kelas.
4. Proses penempatan guru yang tidak terarah, tidak adil dan tidak proporsional.
5. Fakta di lapangan menunjukkan betapa masih langkanya guru yang mau,
mampu, dan biasa melakukan kegiatan penulisan karya ilmiah.

6. Banyak guru yang tidak menjunjung tinggi kedisiplinan serta tanggung


jawab dalam melaksanakan tugasnya.
C. Pembatasan Masalah
Dari sekian banyak identifikasi diatas, karena peneliti tidak sanggup untuk
meneliti semuanya maka peneliti hanya memfokuskan pada :
1. Pengaruh profesionalisme guru dalam melaksanakan strategi pembelajaran
terhadap kegiatan belajar mengajar didalam kelas.
2. Profesionalisme guru dalam menjunjung tinggi kedisiplinan serta tanggung
jawab dalam melaksanakan tugasnya.
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah diatas antara lain :
1. Bagaimana pengaruh profesionalisme guru dalam melaksanakan strategi
pembelajaran terhadap kegiatan belajar mengajar didalam kelas ?
2. Bagaimana cara untuk meningkatkan profesionalisme guru

dalam

melaksanakan strategi pembelajaran yang menjunjung tinggi kedisiplinan


serta tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya ?
E. Tujuan Masalah
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini antara lain :
1. Untuk menjelaskan pengaruh profesionalisme guru dalam melaksanakan
strategi pembelajaran terhadap kegiatan belajar mengajar didalam kelas.
2. Untuk menjelaskan cara untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam
melaksanakan strategi pembelajaran yang menjunjung tinggi kedisiplinan
serta tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.

Anda mungkin juga menyukai