Mekanisme Penyakit, Rasa Nyeri Neuropatik Sebuah Perspektif Klinis
Mekanisme Penyakit, Rasa Nyeri Neuropatik Sebuah Perspektif Klinis
klinis
RANGKUMAN
Sindrom nyeri neuropatik, nyeri setelah luka atau penyakit perifer atau
sistem saraf pusat secara klinis ditandai dengan jenis rasa nyeri yang
muncul
secara
spontan,
yang
didukung
oleh
berbagai
mekanisme
patofisiologis yang berbeda dalam perifer dan sistem saraf pusat. Pada
beberapa pasien, nyeri saraf memicu perubahan molekul di neuron
nosiseptif,
yang
kemudian
menjadi
peka
secara
tidak
normal
dan
menyebabkan
rasa
nyeri
secara
spontan.
Hiperaktivitas
pada
nosiseptor menimbulkan perubahan sekunder dalam pemprosesan neuronneuron di sumsum tulang belakang dan otak, sehingga masukan dari
mekanoreseptor
serat-A
dianggap
sebagai
rasa
nyeri.
Perubahan
pada
mekanisme
tersebut,
seharusnya
pada
akhirnya
akan
tradisional,
dokter
telah
diajarkan
untuk
memeriksa
dan
tentang
target
terapi
molekular
baru,
telah
memperkuat
permintaan akan konsep alternative ini. Pada artikel ini, saya mengulas
beberapa mekanisme saraf penting dalam nyeri neuropatik, menarik parallel
antara gejala sensorik yang dapat diuji secara klinis dan mekanisme
patofisiologis yang mungkin berhubungan dengan gejala-gejala ini.
APAKAH ITU RASA NYERI NEUROPATIK?
Sindrom nyeri neuropatik adalah gangguan nyeri kronis yang disebabkan
karena akibat langsung dari suatu penyakit tubuh atau oleh penyakit yang
berasal dari bagian-bagian sistem saraf yang biasanya memberi sinyal rasa
nyeri. Gangguan tersebut merupakan kondisi heterogen yang tidak dapat
dijelaskan dengan etiologi tunggal atau penyakit tubuh tertentu. Rasa nyeri
neuropatik kronis merupakan penyakit yang umum ditemukan pada praktek
klinis, dan penyakit tersebut sangat mengganggu kualitas hidup pasien.
Kebanyakan pasien masuk kedalam empat luas kelas (Kotak 1): fokal perifer
dan
penyakit
saraf
multifokal
(traumatis,
iskemik
atau
inflamasi),
regulasi aliran darah yang tidak normal, berkeringat, dan gangguan gerakan
aktif dan pasif, menunjukkan bahwa CRPS merupakan lesi CNS yang
sistemik. Apalagi adanya perubahan perifer yang terjadi, seperti edema kulit
dan jarigan sub kutan, perubahan trofik, tanda-tanda peradangan, dan
komponen rasa nyeri yang diteruskan oleh eferen saraf simpatis.
TANDA DAN GEJALA PADA NYERI NEUROPATIK
Pasien yang mengalami nyeri neuropatik menunjukkan gejala sensorik yang
berbeda yang biasanya ada secara bersamaan dalam berbagai kombinasi.
Pemeriksaan sensorik di sisi ranjang (Bedside) harus mencakup sentuhan,
tusukan jarum, tekanan, dingin, panas, getaran dan penjumlahan temporal
(Tabel 1). Respon dapat dinilai sebagai normal, menurun atau meningkat
untuk menentukan apakah fenomena sensorik negatif atau positif yang
terlibat. Jenis nyeri yang timbul karena stimulus (positif) diklasifikasikan
sebagai DYSESTHETIC, hiperalgesik atau ALLODYNIC, dan sesuai dengan sifat
dinamis atau statis rangsangan tersebut.
Sentuhan dapat dinilai dengan memakai kapas lembut pada kulit, sensasi
tusukan jarum dapat dinilai oleh respon terhadap rangsangan tusukan jarum
tajam, nyeri yang mendalam dinilai dengan tekanan lembut pada otot dan
sendi, dan sensasi dingin dan panas dengan mengukur respon terhadap
rangsangan termal, misalnya, thermo roller disimpan pada suhu 2C atau
45C. Sensasi dingin juga dapat dinilai dengan respon terhadap semprotan
aseton. Getaran dapat dinilai dengan garpu tala yang ditempatkan pada titik
strategis
(misalnya,
antar
sendi
phalangeal).
Penjumlahan
temporal
[QST])
menggunakan
baterai
rangsangan
mekanik
dan
saraf
perifer,
mengembangkan
neuron
aktivitas
ini
menjadi
spontan
peka
secara
patofisiologis.
abnormal
Perubahan
dan
patologis
didukung oleh perubahan molekuler dan seluler yang dramatis pada tingkat
nosiseptor aferen primer yang dipicu oleh penyakit saraf (Gambar 2).
Aktivitas
spontan
ektopik
berikut
cedera
saraf
disesuaikan
dengan
peningkatan ekspresi dari pembawa pesan RNA untuk saluran natrium yang
kalium
bertegangan
independen
yang
pasif
menghasilkan
taxol.
Administrasi
tulang
belakang
dari
ANTISENSE
pasien
yang
mengalami
neuralgia
postherpetik
dengan
panas
rasa
nyeri,
hal
ini
menunjukkan
kepekaan
abnormal
nosiseptor pada capcaisin dan histamin pada area kulit yang terpengaruh,
mungkin karena memiliki ekspresi pola reseptor baru. Pada beberapa pasien
yang
menderita
erythromelalgia
dan
tanda
karakteristik
sensitisisasi
ini
setelah
cedera
dapat
menyebabkan
sensitisisasi
perifer
antara
serat
postganglionik
simpatis
dan
neuron
aferen
Pada
orang
yang
telah
diamputasi,
administrasi
perineuromal
norepinefrin telah menimbulkan rasa nyeri yang sangat kuat. Pada pasien
yang menderita neuralgia postherpetik, CRPS II dan neuralgia pasca-trauma,
pemberian norepinefrin sesuai dosis fisiologis ke daerah kulit yang terkena
gejala dapat menimbulkan atau meningkatkan nyeri secara spontan dan
hiperalgesia mekanis yang dinamis. Pada pasien yang menderita CRPS I, rasa
nyeri spontan dan hiperalgesia mekanis akan bertambah ketika neuron
vasokonstriktor kulit simpatis diaktivasi secara fisiologis oleh tekanan dingin.
Sebaliknya, tidak ada kepekaan adrenergik pada neuron aferen primer yang
dapat ditemukan pada polineuropatis.
Obat baru yang secara khusus memblokir reseptor yang peka terhadap suhu
atau adrenoreseptor pada neuron nosiseptif akan sesuai untuk mengatasi
gejala-gejala tertentu, seperti jenis rasa nyeri yang disebabkan oleh suhu
dan secara simpatetis.
Ada semakin banyak bukti bahwa serat yang tidak cedera yang bercampur
dengan serat yang memburuk pada sebagian saraf berpenyakit juga
mungkin berpartisipasi dalam memberi tanda rasa nyeri. Produk seperti
faktor pertumbuhan saraf yang berkaitan dengan DEGENERASI WALLERIAN
dan dilepaskan disekitar serat yang selamat dapat memicu pelepasan factor tumor-nekrosis (TNF-), serta saluran dan ekspresi reseptor (saluran
natrium, reseptor TRPV1, adrenoreseptor; Gambar 2B) sehingga mengubah
sifat aferen yang tak cedera. Penelitian di masa depan harus fokus pada
berbagai perubahan yang mungkin terjadi pada akson yang tak cedera,
karena neuron ini masih terhubung dengan organ perifer-nya dan dapat
mempunyai peran penting dalam produksi nyeri neuropatik.
Inflamasi pada nyeri neuropatik
Setelah penyakit saraf, makrofag yang diaktifkan merembes dari pembuluh
darah endoneural menuju saraf dan DRG, melepaskan SITOKIN proinflamasi,
khususnya TNF-. Mediator ini menyebabkan aktivitas ektopik baik pada
nosiseptor aferen primer yang cedera dan yang tidak cedera pada lokasi lesi.
Pada pasien yang menderita peradangan neuropati, seperti neuropaati
vaskulitis atau neuropati HIV, ciri-ciri fenomenana adalah rasa sakit
paroksimal yang dalam dan rasa nyeri paroksismal. COX 2 dan sitokin
proinflamasi ditemukan pada upregulasi dalam specimen biopsi saraf pada
pasien ini, pada pasien CRPS yang terkena penyakit ini, cairan yang
diproduksi kulit yang lecet mengandung kadar IL-6 and TNF- yang lebih
tinggi daripada extremitas yang tidak terlibat.
Sensitisasi Sentral
Sensitisasi di sum-sum tulang belakang
Akibat dari hiperaktivitas nosiseptor perifer, perubahan sekunder secara
dramatis terjadi pada dorsal horn sum-sum tulang belakang. Cedera saraf
perifer menyebabkan peningkatan rangsangan umum neuron sum-sum
tulang belakang secara multi-reseptif (neuron dengan cakupan luas dan
dinamis dengan beberapa input sinaptik dari nosiseptif serta sistem nonnosiseptif [neuron berwarna oranye pada Gambar 2C]). Hipereksitabilitas ini
dimanifestasikan dengan peningkatan aktivitas neuron dalam menanggapi
rangsangan berbahaya, perluasan bidang reseptif neuron dan penyebaran
hipereksitabilitas tulang belakang pada segmen lain. Sensitisasi sentral ini
diinisiasi dan dikelola oleh aktivitas dalam serat-C yang disentisasi secara
patologis. Serat ini mensensitisasi neuron dorsal horn sum-sum tulang
belakang dengan melepaskan glutamat, yang bekerja pada reseptor pasca
sinaptik N-metil-D-aspartat (NMDA) (Gambar 2C), dan zat neuropeptide P.
secara postsinapsis, neuron dorsal horn urutan kedua secara abnormal
mengungkapkan Nav1.3 setelah cedera saraf perifer. Beberapa kaskade
interseluler berkontribusi pada sensitisasi sentral, khususnya mitogen yang
diaktifkan oleh sistem kinase protein (MAPK). Jika sensitisasi sentral
dibentuk, rangsangan sentuhan yang biasanya tidak berbahaya menjadi
mampu untuk mengaktifkan neuron pemberi isyarat rasa nyeri pada sumsum tulang belakang melalui A dan A mekanoreseptor batas rendah
(neuron berwarna biru pada Gambar 2C). Saluran kalsium-N yang berisikan
tegangan
neuronal
sentral
terletak
pada
lokasi
presinapsis
pada
kecepatan konduksi yang sesuai untuk akson yang terselubung myelin besar.
Juga, transkutan atau rangsangan saraf intraneural yang menginervasi kulit
allodynic dapat menimbulkan rasa nyeri pada intensitas rangsangan yang
hanya menghasilkan sensasi sentuhan pada kulit yang sehat. Selanjutnya,
blok saraf diferensial dapat menghapuskan allodynia yang dinamis pada titik
waktu ketika sensasi sentuhan hilang, namun modalitas lainnya tetap tidak
terpengaruh.
Secara fisiologis, neuron dorsal horn menerima kontrol penghambatan yang
kuat dengan asam aminobutyric- (GABA) yang melepaskan antar neuron
(Gambar 2A, C). Pada hewan pengerat, cedera saraf perifer secara parsial
meningkatkan kerugian apoptosis selektif GABA, yang melepaskan neuron
penghambat pada dorsal horn dangkal pada sum-sum tulang belakang,
sebuah mekanisme yang jauh meningkatkan sensitisasi sentral. Sebuah
mekanisme alternatif untuk melancarkan antar tulang belakang berikut
cedera
saraf
perifer
baru-baru
ini
diajukan.
Namun,
mekanisme
ini
cedera
saraf
perifer
secara
parsial.
Terlebih
lagi,
magneto-
khusus
ketimbang
gejala
tunggal
mungkin
diperlukan
untuk
dengan
tujuan
membangun
sebuah
database
pasien
yang
fenotip, dan untuk melaksanakan kajian penelitian dan percobaan klinis pada
rekan pasien ini. QST protokol terstandardisasi telah diperkenalkan, termasuk
13 parameter yang mencakup prosedur pengujian termal serta prosedur
pengujian mekanis untuk analisis fenotip sematosensori. Untuk menilai
gejala positif atau negatif pada pasien, dibentuklah database yang sesuai
dengan usia dan gender untuk data rujukan QST yang absolut dan relatif
untuk beberapa area tubuh pada subjek manusia yang sehat.
Saat ini, percobaan multisenter secara nasional terdiri atas profil kepekaan
dari 180 subjek manusia yang sehat dan lebih dari 1.000 pasien yang
menderita berbagai jenis nyeri neuropatik. Untuk analisis genetik, sampel
darah dari semua pasien dikumpulkan dan disimpan. Biopsi kulit untuk
mengukur kepadatan serat saraf epidermal telah diambil dari sub-kelompok
pasien.
Pemetaan fenotipik yang tepat dengan QST merupakan langkah penting
dalam menentukan strategi pengobatan berbasis mekanisme untuk nyeri
neuropatik di masa depan. Jika gejala berhubungan erat dengan mekanisme,
penilaian klinis dari gejala tersebut dapat memberikan gambaran tentang
interaksi antara mekanisme berbeda yang beroperasi di setiap individu
pasien. Pengetahuan ini dapat mengarah pada sebuah pendekatan terapi
poligramatik yang optimal, dengan obat-obatan yang mengatasi kombinasi
mekanisme tertentu yang terjadi pada setiap pasien.
Beberapa pendekatan tersebut sangatlah menarik, dan harus diteliti pada
percobaan di masa depan. Pertama, profil QST terstandardisasi harus
digunakan untuk mendeteksi fenotip sub-kelompok pada pasien yang
menderita
nyeri
neuropatik
untuk
mempelajari
lebih
lanjut
tentang
protocol
QST
yang
disederhanakan
harus
diuraikan
untuk
GENETIKA
PERSEPSI
RASA
NYERI
DAN
RESPON
TERHADAP
PENGOBATAN
Diketahui bahwa kepekaan terhadap rangsangan yang menyakitkan, risiko
mengembangkan nyeri kronis dan respon terhadap analgesic sangat berbeda
pada
setiap
individu.
Teknik
genetik
klasik
telah
digunakan
untuk
opioid
endogen
cenderung
mempertimbangkan
perbedaan-
Penelitian
tersebut
juga
perlu
untuk
menjelaskan
dan
secara
parsial
tentang
kegagalan
untuk
memperoleh