Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Bermula dari terapi kejang yang diinduksi kimia oleh Meduna tahun 1934
terapi electroconvulsive (ECT) pertama kali dilakukan oleh Cerletti dan Bini pada
tahun 1938 setelah melihat beberapa keberhasilan percobaan pada binatang, ECT
telah terbukti kegunaannya sebagai pengobatan yang waktu terapinya relatif cepat,
menjadi cara pengobatan utama pada psikotik/skizofrenia sampai tahun 1950 an.
Setelah ditemukan obat psikotik pada tahun 1950 an penggunaan ECT menurun
yang dianggap lebih praktis tetapi ECT masih digunakan sampai saat ini.
Penggunaan ECT tetap kontroversial. Banyak yang menolak penggunaan
terapi ini karena anggapan bahwa terapi ini pada hakekatnya sangat infasif dan
memaksa (intrinsically invasive and coercive). Di sisi lain pemahaman mengenai
Mechanism of Action (MOA) dari terapi ini masih kurang (Grover, Mattoo, &
Gupta, 2005)
ECT
merupakan
perawatan
untuk
gangguan
psikiatrik
dengan
menggunakan aliran listrik singkat melewati otak pasien yang berada dalam
pengaruh anestesi dengan menggunakan alat khusus. ECT adalah salah satu
terapi medis tertua yang masih digunakan, mekanisme kerjanya kurang dipahami
namun diketahui dapat menghasilkan beberapa efek pada sistem saraf pusat,
termasuk perubahan neurotransmitter, efek neuroendokrin dan pergantian dalam
jalur sinyal intraselular.
ECT telah berubah dan berkembang selama beberapa dekade terakhir.
Terapi ini telah menjadi semakin kompleks, lebih tepat, dan selalu dinilai
sebagai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Indikasi
1. Indikasi Primer
Seperti yang tercantum dalam American Psychiatric Association (APA)
mengenai
guidline
penggunaan
ECT
ada
beberapa
kondisi
yang
itu pasien skziofrenia dengan gejala afektif yang menonjol juga memberikan
respon yang baik pada terapi ECT. Terapi ECT tidak dianjurkan pada pasien
dengan gejala negatif atau agresi karena minimnya laporan mengenai
keberhasilannya,
Data Kondisi terkait seperti gangguan schizophreniform juga dapat
merespon positif untuk ECT, tapi ada bukti yang cukup untuk
merekomendasikan ECT sebagai pengobatan utama untuk gangguan psikotik
singkat,yang karena sifatnya dianggap terbatas waktu. Namun selama
gangguan psikotik durasi singkat tersebut, ECT dapat menjadi pilihan ketika
kondisi dianggap mengancam jiwa
2. Indikasi Sekunder
a. Katatonia
Harus dilakukannya pengidentifikasian penyebab dasarnya terlebih
dahulu untuk dapat dievaluasi risiko bila diterapi ECT dan untuk
menginisiasi pengobatan secara tepat dan cepat.
b. Penyakit Parkinsons
Perlu pertimbangan penaikan dosis anti parkinson selama terapi ECT
mengingat kemungkinan dapat terjadinya serangan diskinesia dan
psikotik dadakan.
c. Sindrom Neuroleptik Maligna
ECT dapat dipertimbangkan bila kestabilan otonom tercapai
(autonomic stability achieved) dan pengobatan anti psikotik harus
dihentikan terlebih dahulu.
d. Delerium
Sangat jarang kondisi delerium yang membutuhkan terapi ECT
namun dalam hal ini yang dimaksud adalah kondisi delerium yang
disebabkan oleh kondisi medis yang mendasari tetapi kondisi medis
ini didasari oleh gangguan psikologis namun sebelum dilakukan
terapi ECT perlu ditangani terlebih dahulu kondisi medis yang
menyebabkannya delerium untuk meminimalisir risiko terapi.
e. Kelainan Kejang yang Hebat
Secara paradoks ECT dapat dipertimbangkan untuk menangani
status epileptikus yang tidak mempan terhadap pengobatan.
f. Kelainan Mood yang Dikarenakan Kondisi Fisik/ Penyakit
Medis yang Mendasari
C. Mekanisme Kerja
1. Teori Psikologikal
Ini merupakan teori yang muncul pertama mengenai mekanisme kerja
(MOA) dari ECT mengingat teori psikologik-lah yang menjelaskan terjadinya
gangguan mental dan begitu juga terapinya. Teori ini dapat dibagi menjadi
psikoanalitik dan non-psikoanalitik.
a. Psikoanaltik
Tiga teori umum mengenai teori ini adalah rasa takut (fear),
kemunduran (regresion), dan hukuman (punishment). Namun ketiga
teori ini tidak dipakai lagi semenjak digunakannya muscle relaxant
dan penggunaan anastesi pada terapi ECT.
b. Non-psikoanalitik
Teori ini mengasumsikan bahwa sebagai terapi yang menyebabkan
perubahan tingkah laku yang cukup permanen, ECT harus
diperpanjang
dapat
meningkatkan
neurogenesis
hipokampus
6. Neuropeptida
Mekanisme kerja terapeutik ECT masih belum banyak diketahui.
Salah satu
teori
yang berkaitan
dengan
hal
ini
adalah
teori
melalui kedua sisi otak. Pada stimulasi unilateral, satu elektroda menempel
pada satu sisi pelipis dan satu lagi pada bagianatas kepala pada sisi yang
sama. Dengan stimulasi unilateral, aliran listrik umumnya hanya satu sisi
kepala, meskipun jika terjadi kejang, meluas pada kedua belah otak. Dua set
elektroda ditempelkan pada pasien untuk memonitor aktivitas otak sebelum,
selama, dan setelah pemberian ECT. Satu set diletakkan pada kepala (EEG)
dan satu set lagi pada ekstrimitas
Pasien berbaring di kasur periksa. Seorang dokter anestesi, psikiater, dan
paling sedikit dua perawat dibutuhkan. Dokter anestesi memasukkan kanula,
perawat anestesi memasang elektroda EKG, dan psikiater serta perawat
psikiater memasang ECT, EEG, dan elektroda otot perifer. Anestesi
dimasukkan. Saat muscle relaxant mulai bekerja, stimulus ECT mulai
dilakukan. Ini merupakan square wave dengan lebar pulse 1,0 milidetik.
Menggunakan sebuah alat bernama Thymatron, stimulus diberikan pada
frekuensi maksimum 70 pulse per detik. Karenanya, dalam satu detik
stimulus berjalan selama 0,14 detik. Stimulus terpanjang yang bisa diteruskan
oleh alat ini adalah delapan detik. Maka, dengan setting maksimal, stimulus
dapat berjalan untuk waktu total sedikit lebih dari satu detik (1,12 detik).
Seperti telah disebutkan, ada dua teknik penempatan elektroda, yaitu bilateral
dan unilateral. Efek samping yang paling menyulitkan adalah memori. Memori
tidak
terletak
pada
lokasi
tertentu
pada
otak.
Saat
ini
dipercaya
memori bergantung pada banyak regio pada otak yang secara anatomis maupun
fungsional terhubung. Diketahui bahwa masalah memori yang berat terjadi ketika
struktur kedua belah otak rusak. Ini merupakan bukti yang mengindikasikan
bahwa ECT bilateral memiliki efek antidepresan yang lebih kuat daripada
unilateral.
Namun, ECT bilateral juga dipercaya berkaitan dengan gangguan ingatan
yang lebih besar daripada ECT unilateral. Bukti menunjukkan bahwa memberikan
energi listrik unilateral dalam jumlah besar (selama dalam bentuk square wave
singkat) dari yang dibutuhkan hanya sekedar untuk memicu kejang (seizure threshold )
dapat membuat efek antidepresan serupa dengan ECT bilateral, namun dengan
gangguan memori yang lebih ringan. Teknik "ECT unilateral dosis tinggi" ini
sekarang merupakan bentuk yang paling sering dipilih. Bagaimanapun, saat
efek antidepresan maksimum dibutuhkan, ECT bilateral mungkin tetap penting
untuk dipilih.
G. Penentuan Dosis
Efek antidepresan optimum dicapai dengan dosis elektrik yang jauh di atas
ambang kejang. Ada dua metode untuk menentukan dosis tinggi yang
sesuai.Metode pertama adalah dengan menentukan ambang kejang. Pada metode
ini beberapa
stimulus
diberikan,
dimulai
dari
tingkat
rendah,
dan
H. Post ECT
1. Kematian
Kematian saat ECT merupakan kasus yang sangat jarang terjadi. ECT
bisa disebut lebih aman daripada ekstraksi gigi saat di bawah anestesi.
Beberapa kematian terjadi lebih merupakan dampak dari anestesinya daripada
dampak ECT. Dari catatan selama 50 tahun, satu kematian ditemukan dari
46.770 terapi. Ditemukan lebih sedikit kematian pada depresi dengan terapi
ECT daripada pasien depresi yang diterapi dengan perangkat lain
2. Kerusakan Otak Permanen
ECT tidak menyebabkan kerusakan otak. Setiap penyelidikan yang
memungkinkan
telah
dilakukan
termasuk
penelitian
enzim
dalam
darah, pencitraan struktur dan komposisi kimia otak, dan penelitian histologis
postmortem. Tidak dideteksi adanya abnormalitas yang dapat disebabkan
ECT.
3. Memori
Kehilangan ingatan mengganggu rasa otonomi dan sangat mengancam
terhadap seseorang. Dua perkembangan sekarang ini telah mengurangi
gangguan memori yang berhubungan dengan ECT. Pertama adalah pengenalan
stimulasi dengan brief square wave (1ms) .ECT masa lampau memberikan
gelombang sinus, yang memiliki potensi stimulasi terbatas bergantung pada
jumlah energi yang diberikan, dan energi yang tidak dibutuhkan merusak memori.
Saat ini, penggunaan ultra-brief pulse (0,3ms) telah dilaporkan mengurangi
masalah memori.
Kedua adalah pengenalan adanya teknik ECT unilateral, yang biasanya
tidak menimbulkan keluhan memori subyektif. Berikut merupakan hal
berkenaan ECT dan memori.
a. Gangguan memori yang mengikuti ECT, dan biasanya hilang
dalam beberapa minggu, bukti menunjukkan bahwa beberapa
individu memiliki kesulitan memori dalam jangka yang lebih
panjang.
b. Stimulus square
wave
moderen
diperkirakan
lebih
sedikit
10
sinus yang sudah ditinggalkan. Hal ini dapat diperbaiki lagi dengan
pengenalan adanya ultra-brief pulse.
c. ECT unilateral yang berkaitan dengan kesulitan kehilangan memori
daripada ECT bilateral
d. Mayoritas pasien yang menerima ECT unilateral tidak mengeluhkan
adanya gangguan ingatan.
e. Jika terjadi gangguan ingatan, lebih sering terjadi pada ingatan yang
impersonal daripada ingatan yang penting
f. Perlu diingat bahwa depresi dan pengobatan antidepresan juga terkait
dengan kesulitan memori.
11
BAB III
KESIMPULAN
dahulu
(non-konvensional)
dan
tanpa
menggunakan
anastesi
12
DAFTAR PUSTAKA
13