LEPTOSPIROSIS
LEPTOSPIROSIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
: Tn.J
: Laki-laki
: 28-08-1977
: Ramang-Ramang
: 679195
: 30/04/2015
: Siti Nurul Ain bte Dulmat
I. SUBJEKTIF
a. Anamnesis
:Autoanamnesis
b. Keluhan Utama
: Demam
c. Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dialami secara tiba-tiba, terus
menerus, disertai menggigil, turun dengan pemberian obat penurun panas tetapi demam muncul
kembali. Demam lebih tinggi pada sore dan malam hari. Mual ada, muntah tidak ada. Pasien juga
sering berkeringat. Tidak ada riwayat mimisan dan perdarahan gusi. Nyeri kepala ada terutama di
bagian depan kepala. Nyeri dada tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Nyeri pada daerah betis
terutama ketika ditekan ada. BAB, biasa dan lancar. BAK, kuning seperti teh pekat, lancar.
Riwayat Pribadi:
-
:
- Sakit sedang/gizi baik/composmentis
- BB
: 63 kg
- TB
: 167 cm
IMT
- Tanda vital
:
- Tekanan darah
: 110/70 mmHg
- Nadi
: 102x /menit
- Pernapasan
: 20x/menit
- Suhu
: 39,0oC
- Pemeriksaan Fisik :
Kepala
-
Ekspresi
Simetris muka
Deformitas
Rambut
: Tampak nyeri
: Simetris kiri dan kanan
: Tidak ada
: Hitam, lurus, sukar dicabut
Eksoptalmus/Enoptalmus
Gerakan
Tekanan bola mata
Kelopak mata
Konjungtiva
Sklera
Kornea
Pupil
Mata
: Tidak ada
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Edema palpebral tidak ada
: Anemis tidak ada
: Ikterus ada
: Jernih
: Bulat, isokor 2,5mm/2,5mm
Telinga
- Tophi
: Tidak ada
- Pendengaran
: Dalam batas normal
- Nyeri tekan di prosesus mastoideus : Tidak ada
2
Hidung
- Perdarahan
- Sekret
: Tidak ada
: Tidak ada
Bibir
Gigi geligi
Gusi
Tonsil
Faring
Lidah
Mulut
Leher
: Tidak ada pembesaran
: Tidak ada pembesaran
: R+2 cm H2O
: Dalam batas normal
: Tidak ada
: Tidak ada
Thoraks
Paru
Inspeksi
Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada
Sela iga
Palpasi
- Fremitus raba
- Nyeri tekan
: Normothorax
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal.
: Tidak ada
Perkusi
-
Paru kiri
: Sonor
Paru kanan
: Sonor
Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior
Batas paru belakang kanan: setinggi columna vertebra thorakal IX
dekstra
- Batas paru belakang kiri: setinggi columna vertebra thorakal X sinistra
Auskultasi
- Bunyi pernapasan : Vesikuler
- Bunyi tambahan
Jantung
Palpasi
Perkusi
Auskultasi: Bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan tidak ada
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Punggung
Palpasi
Nyeri ketok
: Tidak ada
Auskultasi
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
-
Hasil
Nilai Rujukan
4
DARAH
RUTIN
WBC
RBC
HGB
HCT
7,6x103/uL
4,50x106/uL
14,3 g/dL
40,4 %
4 - 10 x 103/uL
46 x 106/uL
12 - 16 g/dL
37 48 %
MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT
LYMPH
MONO
EOS
BASO
89.8 fl
31,8 pg
33,9 g/dl
111x103/uL
5.80x103/uL
0.93x103/uL
0.74x103/uL
0,11x103/uL
0,06x103/uL
80 - 100 pl
27 - 32 pg
32 - 36 g/dl
150 - 400 x 103/uL
52.0 - 75,0/uL
20,0 40,0/uL
2,00 8,00/uL
1,00 3,00/uL
0,00 0,10/uL
Jenis Pemeriksaan
Ureum
Kreatinin
FAAL
SGOT
SGPT
HEMOSTATIS
HbsAg
Anti HCV
Lepto IgM
Hasil
18 mg/dL
0.90 mg/dL
62 U/L
83 U/L
Non Reactive
Non reactive
Positif
ELEKTROLIT
Natrium
139 mmol/L
DARAH
Kalium
Klorida
4.1 mmol/L
107
Nilai Rujukan
10-50 mg/dL
< 1,1 mg/dL
< 35 U/L
< 45 U/L
Non reactive
Non reactive
Negative
136-145
mmol/L
3.5-5.1 mmol/L
97-111 mmol/L
Leptospirosis
IV. PLANNING
Non-farmakologi :
-
Banyak istirahat
Diet biasa
5
Farmakologi :
-
Rencana Pemeriksaan :
V.
VI.
EKG
PROGNOSIS
Ad Functionam
: Bonam
Ad Sanationam
: Bonam
Ad Vitam
: Bonam
FOLLOW UP
TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT
26/04/2015 Perawatan hari-1
INSTRUKSI DOKTER
P:
Diet biasa
TD : 110/60 mmHg
N : 102 x/menit
P : 20 x/menit
S : 39.0 C
Anemia tidak ada, Ikterus ada
Paracetamol/1000mg/8ja
m/drips
Ceftriaxone 2 gram /
24jam / intravena
Balance cairan
A : Leptospirosis
Perawatan hari-2
P:
Diet biasa
TD : 100/70 mmHg
N : 72 x/menit
P : 18 x/menit
S : 38.6 C
Paracetamol
1000mg/8jam/drips
Ceftriaxone 2 gram /
24jam / intravena
Ranitidin 1ampul
/12jam/intravena
Sotatic
1amp/12jam/intravena
ada
A:
Leptospirosis
Dyspepsia fungsional
28/04/2015
Perawatan hari-3
P:
Diet biasa
Paracetamol
1000mg/8jam/drips
O : SS/GC/CM
TD : 100/60 mmHg
N : 80 x/menit
P : 22 x/menit
S : 37.9 C
Normothorax
BP : Vesikuler,
(stop)
500mg/8jam/oral
Ranitidin
1 amp/24jam/intravena
Sotatic
1amp/12jam/intravena
(kalau perlu)
Ceftriaxone 2 gram /
24jam / intravena
Sistenol
29/04/2015
Leptospirosis
Dyspepsia fungsional
Perawatan hari-4
P:
8
Diet biasa
TD : 90/60 mmHg
N : 80 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36.5 C
Normothorax
BP : Vesikuler,
Sistenol
500mg/8jam/oral
Ceftriaxone 2 gram /
24jam / intravena
Ranitidin
1amp/24jam/intravena
(stop)
Sotatic
1amp/12jam/intravena
(stop)
Leptospirosis
Perawatan hari-5
S : Pasien tidak demam, menggigil tidak
P:
Sistenol 1 tab/8jam/oral
(bila demam)
Ceftriaxone 2 gram /
24jam / intravena
9
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit
P : 22 x/menit
S : 36.5 C
Normothorax
BP : Vesikuler,
ada
A:
Leptospirosis
RESUME :
Febris dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, secara tiba-tiba, terus
menerus dan lebih tinggi pada sore dan malam hari diikuti menggigil. Cefalgia ada terutama di
bagian frontal. Nyeri tekan pada daerah gastrocemius ada. Ada riwayat membersihkan selokan 3
hari sebelum febris. Riwayat Malaria positif sewaktu di Papua kurang lebih 6 bulan yang lalu .
Dari pemeriksaan fisik diperoleh tekanan darah 110/70, nadi 102 x/menit, pernapasan 20x
/menit, suhu 39,0oC. Ada ikterus pada bola mata. Terdapat nyeri tekan pada M.gastrocemius.
Pemeriksaan penunjangnya dari laboratorium hematologi dan kimia darah yang mengalami
masalah yaitu PLT : 111 x103/Ul, SGOT : 62U/L, SGPT : 83U/L, Protein total : 6,2gr/dl. Hasil
darah rutin didapatkan thrombositopenia. Pada pemeriksaa imunoserologi, mikrobiologi dan
10
parasitologi yang mengalami masalah yaitu Leptospira IgM : Positif. Hasil pemeriksaan
didapatkan leptospirosis. Hasil foto thorax tidak tampak kelainan pada foto thoraks. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka pasien ini didiagnosis sebagai
Leptospirosis.
DISKUSI
Dari anamnesis pada pasien laki-laki berusia 37 tahun ini mengeluh demam dialami 4
hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dialami terus menerus, tetapi pernah turun dengan obat
penurun panas, namun keluhan tetap kembali. Demam terutama pada malam hari dan sore hari.
Demam disertai menggigil, mual ada, muntah tidak ada. Nyeri kepala ada, terutama bagian
depan kepala. Nyeri ulu hati tidak ada. Buang air besar biasa. Buang air kecil lancar, kuning
seperti teh pekat. Riwayat membersihkan dan terkena air selokan ada, 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit, penderita bekerja sebagai pekebun. Dari pemeriksaan fisis didapatkan pasien
demam, terdapat ikterus dan nyeri tekan pada musculus gastrocnemius Oleh karenanya, pasien
ini sudah dapat didiagnosis sebagai leptospirosis.
Internasional Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan
dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di
Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta,
Lampung, dll. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur yang telah
terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika
terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang
terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini,
bahkan air yang deras pun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan
binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di
laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh
juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat
penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja
tambang, pekerja di rumah potong hewan, atau orang-orang yang mengadakan perkemahan di
hutan, dokter hewan.
Manifestasi klinik sebagian besar leptospirosis adalah anikterik, diperkirakan mencapai
90 % dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat. Bila ditemukan satu kasus leptospirosis
berat, diperkirakan 10 kasus leptospirosis anikterik atau ringan. Perjalanan penyakit leptospirosis
11
antikterik maupun ikterik umumny leptospiraa bifasik karena mempunyai 2 fase / stadium yaitu
fase leptospiremia/fase septikemia dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode asimtomatik.
TINJAUAN PUSTAKA
LEPTOSPIROSIS
I. DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun
hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis. Penyakit
ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever,
infektious jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever, nanukayami fever, 7-day fever
dan lain-lain. 3
II. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang
benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan leptospirosis pada
manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Kuman leptospira mengenai
sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, dan
sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus
merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia.
Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang
biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin saat berkemih.
Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai
pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi
kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens
tertinggi terjadi
dan Kalimantan Barat. Pada Kejadian Banjir Besar Di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari
100 kasus leptospirosis dengan 20 kematian. Epidemi leptospirosis dapat terjadi akibat terpapar
oleh genangan /luapan air (banjir) yang terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi.
III. ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies yaitu
L.interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non patogen atau saprofit). Spesies
L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar
menurut komposisi antigennya.
Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23. Beberapa
serovar
L.interrogans
yang
dapat
menginfeksi
manusia
di
antaranya
adalah
L.
Gambar 1. Leptospira
13
IV. PATOGENESIS2,3,4
Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira masuk
kedalam tubuh pejamu melalui luka iris atau luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa
utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi
droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang, pernah dilaporkan penetrasi
kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air saat banjir.
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung yang
mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen gagal bermultiplikasi dan
dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah satu atau dua hari infeksi.
Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat
diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan
penyakit.
Kuman leptospira
vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang penting
adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada
kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram
(-) dan aktifitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit,
sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia.
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal
kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis
berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler,
sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan
perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal.
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari
jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangya
sekresi bilirubin.
14
15
- Hati
- Paru
- Otot lurik
: nekrosis fokal
- Jantung
- Mata
V. PATOLOGI1,7,9
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ. Lesi yang muncul
terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbadaan
antaraderajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi
histology yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang
nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa kerusakan bukan berasal dari
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan infiltrasi dari sel monosit, limfosit dan sel
plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan
disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada
otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan cerebrospinalis dalam fase spiremia. Hal
ini menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai
komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan
pembuluh darah.
Kelainan spesifik pada organ:
Ginjal: interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat nekrosis
tubular akut. Adanya peranan nefrotoksisn, reaksi immunologis, iskemia, gagal ginjal, hemolisis
dan invasi langsung mikro organism juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.
16
Hati: hati menunjukan nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan
proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan
leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim.
Jantung: epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat
fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis
berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan
endikarditis.
Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa fokal nekrotis, vakuolisasi
dan kehilangan striata. Nyari otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung
leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.
Pembuluh darah: Terjadi perubahan dalam pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang
akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan atau petechie pada mukosa,
permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.
Susunan saraf pusat: Leptospira muda masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSS) dan
dikaitkan dengan terjdinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody,
tidak p-ada saat masuk CSS. Diduga terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme
immunologis. Terjadi penebalan meningen dengan sedikit peningkatan sel mononuclear
arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan
oleh L. canicola.
Weil Desease. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya
disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua. Penyakit
Weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab Weil disease adalah
serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype copenhageni dan bataviae.
Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic atau disfungsi vascular.
VI. MANIFESTASI KLINIS3,4
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata-rata
10 hari.
Gambaran klinis pada Leptospirosis:
17
mempunyai
fase
penyakit
yang
khas
bifasik
yaitu
fase
macular,
makulopapular
atau
urtikaria.
Kadang-kadang
dijumpai
splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika
cepat di tangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan
organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset.
Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas
demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase
kedua atau fase imun.
18
Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada fase
pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari, namun
ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai beberapa
minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu menonjol seperti
pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami nyeri kepala hebat yang
nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik. Nyeri kepala ini seringkali
merupakan tanda awal dari meningitis.
Tabel 3. Patofisiologi leptospirosis25
VII.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa riwayat pekerjaan pasien, apakah
termasuk kelompok orang dengan resiko tinggi seperti pekerja-pekerja di sawah, pertanian,
perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih selokan, dan gejala klinis berupa
demam yang muncul mendadak, nyeri kepala terutama dibagian frontal, nyeri otot, mata merah /
fotophobia, mual atau muntah, dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik ditemukan demam,
bradikardi, nyeri tekan otot , hepatomegali dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah
rutin didapat leukositosis, normal, atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan LED
yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukositouria, dan sdimen sel torak. Bila terdapat
hepatomegali maka bilirubin darah dan transaminase meningkat. BUN, ureum, dan kreatinin bisa
meningkat bila terdapat komplikasi pada ginjal. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari
19
cairan tubuh dan serologis. Diagnosis leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan
klinis dan laboratorium. dapat dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu :
Suspek
bila ada gejala klinis tapi tanpa dukungan tes laboratorium.
Probable
bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring
yaitu
Definitif
bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positif, atau gejala klinis
sesuai dengan leptospirosis dan hasil MAT / ELISA serial menunjukkan adanya
serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih
I.
ANAMNESIS1,8,9
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis
penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien. Identitas pasien
ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan jangan lupa
menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena berhubungan
dengan leptospirosis.
Biasa yang mudah terjangkit pada usia produktif, karena kelompok ini lebih banyak aktif
di lapangan. Tempat tinggal; dari alamat dapat diketahui apakah tempat tinggal termasuk
wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering tergenang air
maupun lingkungan kumuh.
Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim pengujan lebih-lebih dengan
adanya banjir. Keluhan-keluahan khas yang dapat ditemukan, yaitu : demam mendadak,
keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata
makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha.
II.
PEMERIKSAAN FISIK1,8,9
-
Gejala klinik menonjol : ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival
suffusion.
Gejala klinik yang paling sering ditemukan : conjungtival suffusion dan mialgia.
20
Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat
dan hiperestesi kulit.
PEMERIKSAAN PENUNJANG1
1.
terdiri dari pemeriksaan secara langsung untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira atau
antigennya (kultur, mikroskopik, inokulasi hewan, immunostaining, reaksi polimerase berantai),
dan pemeriksaan secara tidak langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira
(MAT, ELISA, tes penyaring).
Pemeriksaan yang spesifik adalah pemeriksaan bakteriologis dan serologis. Pemeriksaan
bakteriologis dilakukan dengan bahan biakan/kultur leptospira dengan medium kultur Stuart,
Fletcher, dan Korthof. Diagnosa pasti dapat ditegakkan jika dalam waktu 2-4 minggu terdapat
leptospira dalam kultur.
Gold standard pemeriksaan serologi adalah MAT (Mikroskopik Aglutination Test),
suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer antibodi aglutinasi dan
dapat mengidentifikasi jenis serovar. Pemeriksaan serologis ini dilakukan pada fase ke-2 (hari ke
6-12). Dugaan diagnosis leptospirosis didapatkan jika titer antibodi > 1:100 dengan gejala klinis
yang mendukung.
Ig M ELISA merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosis secara dini, tes akan
positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis mungkin tidak khas. Tes ini sangat sensitif
dan efektif (93%). Tes penyaring yang sering dilakukan di Indonesia adalah Lepto Dipstik asay,
Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral Flow.
Pada pemeriksaan urine didapatkan perubahan sedimen urine (leukosituria, eritrosit
meningkat dan adanya torak hialin atau granuler). Pada leptospirosis ringan bisa terdapat
proteinuria dan pada leptospirosis berat dapat terjadi azotemia.
Pemeriksaan langsung darah atau urine dengan mikroskop lapangan gelap sering gagal
dan menyebabkan misdiagnosis, sehingga lebih baik tidak digunakan. Pada Leptospirosis yang
sudah mengenai otak, maka pemeriksaan CSS didapatkan peningkatan sel-sel PMN ( pada awal )
22
tapi kemudian digantikan oleh sel-sel monosit, protein pada CSS normal atau meningkat,
sedangkan glukosanya normal.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi meliputi meningitis, fatigue berlebihan, gangguan pendengaran, distress
respirasi, azotemia, dan renal interstitial tubular necrosis yang akhirnya menyebabkan gagal
ginjal dan kadang juga gagal hati. Bentuk berat dari penyakit ini disebut Weils disease. Masalah
kardiovascular juga dapat terjadi.(2)
o Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6.
o Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
o Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat
mengikabatkan kematian mendadak.
o Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.
23
o Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran
pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).
o Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.
X. PENATALAKSANAAN
A . PENCEGAHAN 2,6,7
Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit. Banyaknya hospes
perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi
untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat
melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih
binatang reservoir. Pemberian doksisiklin 200
mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko tinggi dan terpapar dalam
waktu singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika di hutan Punama selama 3 minggu, ternyata
dapat mengurangi serangan leptospirosis dari 4-2% menjadi 0,2% san efikasi pencegahan 95%.(1)
Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama direkomendasikan, tetapi
vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan, masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
(1)
B. TERAPI KURATIF2,3,4,17
Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin G, dosis
dewasa 4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7 hari.
Regimen
Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau
Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau
Amoxicillin 4 x 500 mg/oral
Penicillin G 1,5 juta unit/6jam i.m atau
Ampicillin 1 g/6jam i.v atau
Amoxicillin 1 g/6jam i.v atau
24
Kemoprofilaksis
Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat. Pengawasan terhadap
fungsi ginjal sangat perlu.
Antipiretik
25
Pemberian nutrisi perlu diperhatikan karena nafsu makan penderita biasanya menurun
maka intake menjadi kurang. Harus diberikan nutrisi yang seimbang dengan kebutuhan
kalori dan keadaan fungsi hati dan ginjal yang berkurang. Diberikan protein essensial
dalam jumlah cukup. Karena kemungkinan sudah terjadi hiperkalemia maka masukan
kalium dibatasi sampai hanya 40mEq/hari. Kadar Na tidak boleh terlalu tinggi. Pada
fase oligurik maksimal 0,5gram/hari. Pada fase ologurik pemberian cairan harus
dibatasi. Hindari pemberian cairan yang terlalu banyak atau cairan yang justru
membebani kerja hati maupun ginjal. Infus ringer laktat misalnya, justru akan
membebani kerja hati yang sudah terganggu. Pemberian cairan yang berlebihan akan
menambah beban ginjal. Untuk dapat memberikan cairan dalam jumlah yang cukup
atau tidak berlebihan secara sederhana dapat dikerjakan monitoring / balance cairan
secara cermat.
Pada penderita yang muntah hebat atau tidak mau makan diberikan makan secara
parenteral. Sekarang tersedia cairan infus yang praktis dan cukup kandungan nutrisinya.
Pemberian antibiotik
Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta unit
(sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan ada yang
memberikan selama 10 hari. Penelitian terakhir : AB gol. fluoroquinolone dan
beta laktam (sefalosporin, ceftriaxone) > baik dibanding antibiotik konvensional
tersebut di atas, meskipun masih perlu dibuktikan keunggulannya secara in vivo.
leptospirosis
sangat
rentan
terhadap
terjadinya
beberapa
infeksi
sekunderakibat dari penyakitnya sendiri atau akibat tindakan medik, antara lain:
bronkopneumonia, infeksi saluran kencing, peritonitis (komplikasi dialisis peritoneal),
dan sepsis. Dilaporkan kelainan paru pada leptospirosis terdapat pada 20-70% kasus
(Kevins O Neal, 1991). Pengelolaan sangat tergantung dari jenis komplikasi yang
26
terjadi. Pada penderita leptospirosis, sepsis / syok septik mempunyai angka kematian
yang tinggi.
Penanganan khusus
1.
2.
3.
4.
5.
Kejang
Dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi ensefalopati dan
uremia. Penting untuk menangani kausa ptimernya, mempertahankan oksigenasi
/ sirkulasi darah ke otak, dan pemberian obat anti konvulsi.
6.
Perdarahan transfusi
Merupakan komplikasi penting pada leptospirosis, dan sering mnakutkan.
Manifestasi perdarahan dapat dari ringan sampai berat. Perdarahan kadang0kadang
terjadi
pada
waktu
mengerjakan
dialisis
peritoneal.
Untuk
Gagal ginjal akut hidrasi cairan dan elektrolit, dopamin, diuretik, dialisis.17
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Zein Umar. (2006). Leptospirosis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4.
2.
Sept,
13,
2006.
http://www.emedicine.com/ped/topic/1298.htm
28