Anda di halaman 1dari 13

Ruang kelas

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ruang kelas
Ruang Kelas adalah suatu ruangan dalam bangunan sekolah, yang berfungsi sebagai tempat
untuk kegiatan tatap muka dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Mebeler dalam
ruangan ini terdiri dari meja siswa, kursi siswa, meja guru, lemari kelas, papan tulis, serta
aksesoris ruangan lainnya yang sesuai. Ukuran yang umum adalah 9m x 8m. Ruang kelas
memiliki syarat kelayakan dan standar tertentu, misalnya ukuran, pencahayaan alami, sirkulasi
udara, dan persyaratan lainnya yang telah dibakukan oleh pihak berwenang terkait. Posisi kelas
ada 2 yaitu kelas berpindah (moving class) dan kelas tetap (remaining class).

Tentang Ruang Kelas

PEMAHAMAN MENGENAI RUANG KELAS


1. RUANG KELAS SEBAGAI SEBUAH SISTEM SOSIAL
Sistem merupakan suatu kelompok elemen yang inter-dependen, yang saling
berhubungan, ketergantungan dan mempengaruhi satu sama lain. Suatu sistem dapat diketahui
dari sifatnya yang konstan (terjadi pengulangan terus menerus dengan cara yang sama) sehingga
memiliki pola hubungan interaksi yang terstruktur. Jika dikaitkan dengan pengertian sosial, maka
terdapat istilah sistem sosial.
Sistem sosial merupakan interaksi antar individu yang terjadi secara konstan dan
membentuk hubungan secara saling berkaitan secara teratur, ketergantungan dan mempengaruhi
satu sama lainnya. Oleh sebab itu, sistem sosial itu memiliki ciri terdapatnya sejumlah kegiatan
atau sejumlah orang yang berhubungan timbal balik dan bersifat konstan.
Berdasarkan pengertian di atas, jika melihat ruang kelas, maka ia terdiri dari beberapa
elemen atau unsur yang saling berkaitan, tergantung dan mempengaruhi, yakni guru, murid dan
manajemen sekolah. Setiap aktor memiliki status dan perannya, jadi sebelum mereka bertindak
mereka harus memperhatikan status dan perannya. Misalnya status sebagai pengelolaan kelas
diharapkan memainkan perannya sebagai pengelola yang efektif dari sisi teknis administratif
serta penyedia sarana dan prasarana belajar. Sementara status sebagai guru diharapkan
memainkan peran sebagai pendidik, pengayom, pengasuh dan pemberi motivasi bagi peserta
didik. Adapun status sebagai murid diharapkan memainkan peran sebagai seorang penuntut ilmu,
pekerja keras dan pencari kebenaran.
Dalam ruang kelas, hubungan antara guru-murid dengan status dan peran masing-masing
membentuk suatu jaringan hubungan yang berpola. Pola jaringan hubungan guru murid ini

memberi dampak pada perilaku, kompetensi, capital sosial-budaya dan keberhasilan peserta
didik di masa mendatang.
Ruang kelas sebagai sistem sosial atau hubungan guru murid dapat dipahami sebagai
berikut:
a. Ruang kelas sebagai sistem interaksi
Hubungan guru-murid di ruang kelas merupakan sebuah interaksi sosial, dimana konsep
persahabatan dan pemuridan terjadi dalam hubungan yang timbal balik, dimana terjalin suatu
kontak dan komunikasi yang bersifat teratur dan terstruktur. Hubungan kedua pihak ini berkaitan
dengan moral dan etika profesi kependidikan, dimana masing-masing sebelumnya sudah
memiliki motif, keinginan, kepentingan, kebutuhan dan orientasi tersendiri berkaitan dengan
kependidikan. Pada fase awal terjadi penjajakan pembentukan pola, yang berkaitan dengan
persepsi, sikap dan tindakan tentang eksistensi masing-masing. Fase lanjutannya, terbentuk pola
hubungan dimana adanya persepsi, sikap dan tindakan bersama dan menjadi rujukan dalam
berperilaku, seperti disiplin, kerapian, pekerjaan rumah, ujian dan lain sebagainya. Dalam
interaksi di ruang kelas diharapkan masing-masing individu dapat membentuk situasi,
interpretasi realitas dan pemaknaan kenyataan yang dihadapinya, dalam kerangka pembentukan
kepribadian individu.
b. Ruang kelas sebagai sistem pertukaran.
Hubungan guru murid di kelas merupakan sebuah sistem pertukaran, dalam rangka memperoleh
keuntungan, baik yang bersifat ekstrinsik berupa materi dan kebendaan, maupun intristik berupa
nilai (peringkat), penghargaan, pengakuan, cinta kasih dari para murid, orang tua dan unsur
lainnya. Dalam hal ini, hubungan pertukaran ini dilakukan untuk memperoleh proposisi sukses
(yakni mempertimbangkan perolehan ganjaran/hadiah, sehingga cenderung mengulangi
perbuatannya), proposisi stimulus (berkaitan dengan tindakan spekulasi sebagai kemungkinan
untuk mendapatkan hadiah/ganjaran seperti pada masa lalu), proposisi nilai (pilihan terhadap
sesuatu yang lebih bernilai dibandingkan dengan yang lainnya), proposisi deprivasi-satiasi
(berkaitan dengan tingkat kejenuhan dan kemungkinan memperoleh nilai), proposisi agregasipersetujuan (berkaitan dengan ganjaran/hadiah yang tidak sesuai menurut yang diharapkan) dan
proposisi rasionalitas (berkaitan dengan pilihan rasional yang berkaitan dengan kemungkinan
yang paling rasional).
2. TEORI MENGENAI RUANG KELAS
Terdapat beberapa pendekatan sosiologi terhadap ruang kelas yakni:
a. Pendekatan Interaksi (memberikan perhatian pada metode pengajaran dalam mengelola ruang
kelas yang efisen), berkaitan dengan hal:
1. Perilaku dominatif versus Integratif.
Perilaku dominatif berkaitan dengan posisi guru sebagai sumber kebenaran, yang dipandang
maha tahu,
tokoh penentu benar salah, dalam hal ini murid dianggap sebagai mahluk yang
senantiasa harus dibimbing
dan diarahakan oleh guru. Sebaliknya perilaku integratif berkaitan
dengan posisi guru sebagai sumber
motivasi dan inspirasi bagi peserta didik, tidak
diskriminatif apapun latar belakang perserta didik, dalam
hal ini murid didorong untuk
mencari sendiri pengetahuan dan kebenarannya.
2. Gaya Kepemimpinan Guru

Gaya kepemimpinan guru dapat mempengaruhi produktifitas murid di ruang kelas, yang
dibedakan menjadi autokratik (kepemimpinan yang otoriter yang tidak memberikan ruang
bertukar pendapat atau pandangan
antara guru-murid), demokratik (adanya ruang untuk
bertukar pandangan atau pendapat dan kebaikan
bersama dikonstruksikan secara bersama
melalui musyawarah) dan laisser-faire (kepemimpinan yang cuek
dimana peserta didik
diperbolehkan melakukan apa saja apabila dipandang penting untuk dilakukan).
Gaya
demokratis diharapkan merupakan gaya yang diharapkan karena memberikan ruang gerak bagi
kreatifitas bersama yang membentuk sosial-budaya yang solider dan saling menghargai
3. Teacher Centered versus Learner Centered.
Dalam hal ini, proses belajar mengajar itu berpusat pada guru atau perpusat pada pelajar.
Berpusat pada
guru akan membentuk ketergantungan murid pada guru, sementara berpusat
pada murid akan
membentuk kemandirian pada murid. Jadi pendekatan berpusat
pada murid lebih efektif.
b. Pendekatan Interpretatif.
Interpretasi dipahami sebagai proses mendefenisi situasi, dengan proses penilaian dan
pertimbangan melalui pemberian makna terhadap stimulus yang diterimanya. Dalam istilah W.I.
Thomas: Jika seseorang mendefenisikan sesuatu itu sebagai nyata, situasi itu nyata dalam
konsekuensinya; misalnya jika murid disituasikan bodoh, maka situasi itu nyata dalam
konsekuensi metode pembelajaran guru yang outokratik. Dalam pemahaman ini, sebenarnya
sekolah dapat dikatakan sebagai alat untuk melakukan penanaman defenisi situasi dan
melakukan kontrol sosial.
c.

Pendekatan Radikal (labelling).


Pendekatan ini dikatakan radikal karena ia selalu mempertanyakan tentang apa memang
seharusnya demikian? dan memberika alternatif cara pandang terhadap sesuatu. Pendekatan ini
melakukan analisa kritis terhadap teori labelling, yang memandang bahwa label merupakan
bagian dari konsep diri, yang membawa seseorang ke arah persepsi, prasangka atau
penyimpangan tertentu seperti yang dikenakan padanya. Dampak pemberian label pada murid
ialah self-fulfilling (pembenaran ramalan pribadi), yakni pembenaran terhadap label dengan
menegaskan persepsi dan praduga tentang diri mereka sebagaimana orang lain memandang
mereka.

3. RUANG KELAS DAN PEMELIHARAAN KETERTIBAN SERTA DISIPLIN


Pemeliharaan ketertiban dan disiplin memiliki keterkaitan yang sangat erat, yang
berkaitan dengan kemampuan diri untuk menjadi tertib sesuai dengan konstruksi sosial dan
hukum yang ada, dan juga kemampuan diri untuk taat, patuh dan berkomitmen untuk sesuai
dengan apa yang dipandang baik oleh masyarakat. Oleh sebab itu orang yang memiliki disiplin
akan cenderung memelihara ketertiban, misalnya murid yang disiplin akan terlihat dari usahanya
untuk cenderung menciptakan ruangan kelas yang tertib.Disiplin merupakan sebuah proses
internalisasi nilai pada diri individu, yang dilakukan secara sadar untuk taat pada aturan yang
berlaku.
Lalu, kenapa suatu ruangan kelas bisa mengalami tidak tertib dan disiplin? Berkaitan dua
hal yakni guru dan murid; dalam hal ini berkaitan dengan cara guru mensosialisasikan ketaatan
(nilai yang penting) dan komitmennya terhadap rencana dan tujuannya. Ketidaktertiban itu bisa

muncul dari kegagalan memainkan peran guru, memahami konsep disiplin dan ketiadaan
dukungan kelembagaan. Sementara pada sisi mahasiswa, terjadi karena persiapan peran yang
tidak memadai dan tarikan kelompok rujukan, sehingga terdapat tarik menarik antara nilai yang
diajarkan dengan yang tidak diajarkan. Ketidaktertiban ini tercipta karena adanya perbenturan
antara kebutuhan subkultur siswa dengan nilai budaya ideal dalam masyarakat. Misalnya anak
gaul itu identik dengan dugem memunculkan perilaku bebas dan kehidupan postmodern.
4. RUANG KELAS DAN PENGGUNAAN BAHASA
Ruang kelas memakai bahasa sebagai alat komunikasi, dan bahasa merupakan alat untuk
mensosialisasikan nilai, menggambarkan kenyataan atau perubahan dalam cara pandang orang
lain. Penggunaan bahasa dalam ruang kelas ternyata berkaitan penyampaian dan penerimaan
pesan dan kesan keilmuan. Kemampuan guru menggunakan bahasa yang baik dan benar dengan
intonasi yang sesuai memudahkan mahasiswa menerima transfer ilmu seperti yang diharapkan,
dengan lancar.
Contoh kasus: Guru A dan B memberikan pertanyaan pada masing-masing murid:
Berapa hasil dari 10+3-4? Murid dari Guru A dan B sama menjawab: 8, Guru! Guru A
memberi respon: Salah! (dengan intonasi kesal) dan Guru B menjawab: Hampir benar!
(dengan intonasi ramah dan senyuman). Manakah respon dan penggunaan bahasa yang
berdampak baik pada perasaan murid? Tentu saja, Guru B, karena terlihat sikap yang mendorong
murid untuk menjawab dengan benar. Begitulah kekuatan bahasa terhadap sikap, perilaku dan
pemikiran manusia.
5. DINAMIKA HUBUNGAN GURU-MURID DI RUANG KULIAH.

a.

b.

c.

d.

Ruang kelas memiliki dinamika tersendiri, yang bisa saja berjalan dengan aktif, akrab,
lentur dan harmonis, atau sebaliknya menjadi pasif, renggang, kaku dan ricuh, bergantung pada
beberapa hal berikut ini:
Ukuran Kelas.
Ruang kelas yang diisi terlalu banyak murid akan menyulitkan penguasaan dan pengenalan guru
terhadap peserta didik, sekaligus menyulitkan dalam melakukan proses dan pencapaian tujuan
pembelajaran dan pendidikan. Jumlah ideal berkisar antara 20 murid perguru. Selain itu, suasana
kelas yang nyaman juga membantu guru-murid dalam berkonsentrasi pada proses pembelajaran,
sehingga tercapai hubungan guru-murid yang dinamis.
Konteks sosial Kelas.
Pengelompokan kelas pada grup pintar dan grup bodoh akan menciptkan ruang kelas yang
tidak kondusif untuk belajar, karena akan menimbulkan sikap diskriminatif dan arogansi
terhadap kelas sosial tertentu. Bahkan pemerintah sendiri melakukan diskriminasi terselubung
dengan melakukan program kelas internasional, yang berdampak pada pendidikan elit dan
reguler, dimana Kelas Internasional menjadi anak emas pemerintah.
Teknologi Kelas.
Pengaturan posisi tempat duduk dan penggunaan teknologi dalam proses belajar mengajar dapat
membantu memperlancar atau menghambat dinamika para siswa dalam kelas, bergantung pada
kemampuan guru untuk mengkoordinasikannya dengan tujuan pembelajaran.
Struktur Komunikasi.

Komunikasi dialogis akan menciptakan ruangan yang dinamis, dengan cara mendiskusikan suatu
topik tertentu. Komunikasi ini akan menciptakan hubungan guru-murid dengan gaya
kepemimpinan yang demokratis.
e. Suasana Sosial.
Ruang kelas adalah tempat untuk mensosialisasikan nilai kemandirian, kejujuran, persaingan
sehat, optimisme dan kerja keras. Sosialisasi nilai-nilai ini merupakan Hidden curicullum yang
tercipta dalam ruangan yang dinamis.

MENERAPKAN PENGAJARAN BAHASA MELALUI PENGEMBANGAN


BERBICARA DIKELAS
MENERAPKAN PENGAJARAN BAHASA MELALUI PENGEMBANGAN BERBICARA
DIKELAS Abstrak : Ada banyak cara untuk membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan
berbicara mereka . Salah satu cara adalah melalui pengajaran bahasa komunikatif ( CLT )
pendekatan yang telah mendominasi profesi EFL sejak tahun 1970-an . CLT adalah pendekatan
di mana siswa diminta untuk menggunakan bahasa untuk komunikasi dalam situasi nyata . CLT
akan memungkinkan siswa kesempatan untuk menggunakan bahasa target dengan cara yang
otentik dan bermakna . Artikel ini membahas rasional mengapa itu bermanfaat untuk
menggunakan CLT terutama dua jenis kegiatan berbicara di CLT , mereka adalah informasi - gap
dan role- play, dan langkah-langkah dalam ruang kelas . Kata Kunci: Pengajaran Bahasa
Komunikatif , Keterampilan Berbicara , Information Gap , Role -play
I. PENDAHULUAN Permintaan untuk pendekatan pengajaran yang sesuai dalam bahasa
Inggris sebagai Bahasa Asing ( EFL ) kelas karena itu kuat seperti sebelumnya . Salah satu
pendekatan pengajaran ada setelah itu adalah Communicative Language Teaching ( CLT ) yang
telah menjadi pendekatan berpengaruh untuk setidaknya dua dekade sekarang . Ini telah
mendominasi profesi EFL / ESL sejak tahun 1970-an . Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk
membuat siswa mampu berkomunikasi . CLT mengacu pada pendekatan untuk pengajaran
bahasa asing atau kedua ditandai dengan komunikasi yang berarti baik lisan maupun tertulis baik
sebagai tujuan akhir dan pendekatan pengajaran utama ( Li , 2005). Salah satu cara dalam
komunikasi adalah melalui berbicara . Menurut Richard ( 2006 ) penguasaan keterampilan
berbicara dalam bahasa Inggris merupakan prioritas bagi siswa EFL . Siswa akibatnya sering
mengevaluasi keberhasilan mereka dalam belajar serta efektivitas kelas bahasa Inggris mereka
berdasarkan seberapa baik mereka merasa bahwa mereka telah meningkat dalam kemampuan
berbicara mereka . Hal ini penting untuk belajar berbicara karena berbicara adalah modus utama
komunikasi dan orang yang memiliki kemampuan untuk berbicara dengan baik akan mampu
berkomunikasi secara efektif dengan orang lain . Namun, Huda (2000) menyatakan bahwa
kemampuan komunikatif lisan merupakan keterampilan penting yang dibutuhkan oleh pelajar
bahasa Inggris , tetapi sulit untuk mengembangkan keterampilan . Lingkungan di Indonesia
menyediakan kurang mendukung bagi pelajar , karena bahasa Inggris tidak digunakan di
masyarakat . Disamping itu siswa tidak cukup terkena pengajaran bahasa Inggris . Berdasarkan
penelitian Huda pada siswa di delapan provinsi dengan total 6056 responden mengisi kuesioner
tentang pengantar bahasa Inggris . Ditemukan bahwa mayoritas ( 75,5 % ) menyatakan bahwa
guru mereka menggunakan kombinasi bahasa Inggris dan Indonesia , hanya 4,8 % dari mereka
melaporkan bahwa guru-guru mereka berbicara bahasa Inggris , dan 19,6 % melaporkan mereka
berbicara bahasa Indonesia . Berbicara umumnya dianjurkan di dalam kelas dan sekolah . Pidato

di kelas digunakan hanya ketika peserta didik EFL dipanggil untuk mengulang atau menjawab
pertanyaan. Diam adalah salah satu karakteristik dari kelas bahasa Inggris . Peserta didik adalah
Pendengar aktif tetapi speaker pasif . Akibatnya , produksi lisan dari bahasa target hampir tidak
ada di kelas bahasa Inggris . Applebaum ( 2007) menyatakan bahwa pengajaran bahasa Inggris di
Indonesia telah kebanyakan berpusat pada guru . Banyak guru masih terus fokus terutama pada
tata bahasa dan penerjemahan, dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar ketika
merancang kurikulum dan pengajaran pelajaran . Akibatnya , siswa terus bertahan bor dan buku
latihan tata bahasa dengan menghafal konjugasi kata kerja dan aturan tata bahasa , gagal untuk
mengembangkan tingkat yang sesuai kompetensi komunikatif dalam baik lisan maupun tulisan .
Ada banyak cara untuk membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan berbicara mereka .
Salah satu cara adalah melalui pengajaran bahasa komunikatif ( CLT ) pendekatan . CLT adalah
pendekatan di mana siswa diminta untuk menggunakan bahasa untuk komunikasi dalam situasi
nyata . Applebaum ( 2007) menyatakan bahwa menggunakan CLT akan memungkinkan siswa
kesempatan untuk menggunakan bahasa target dengan cara yang otentik dan bermakna .
Pendekatan ini berfokus pada siswa . Guru menyelenggarakan kegiatan sedemikian rupa agar
siswa dapat memulai dan mengendalikan interaksi . Fungsi guru sebagai fasilitator . Menurut
Larsen - Freeman ( 2001) , prinsip-prinsip CLT menekankan pentingnya menggunakan bahasa
untuk berkomunikasi dalam rangka untuk mempelajarinya . Dia menekankan , " Mampu
berkomunikasi membutuhkan lebih dari kompetensi linguistik , membutuhkan kompetensi
komunikatif " . Bahasa fungsi ( lisan dan tertulis ) untuk melayani tujuan otentik dengan
memfasilitasi komunikasi yang berarti . Berkaitan dengan beberapa fakta di atas , dua jenis
kegiatan berbicara di CLT dapat digunakan . Mereka adalah informasi - gap dan role-play .
Harmer ( 2001) menyatakan bahwa sejalan dengan CLT solusi pedagogis untuk masalah
mendapatkan siswa untuk berbicara bahasa target di kelas EFL besar adalah untuk melibatkan
peserta didik dalam kegiatan yang berarti seperti informasi - gap dan role-play kegiatan .
Pendekatan ini sebelumnya telah sukses dalam situasi ESL . Namun, dalam memperkenalkan
kegiatan ini ke dalam kelas EFL , solusi pedagogis menyajikan dua tantangan cukup tajam :
untuk menciptakan situasi yang bermakna untuk penggunaan bahasa dan untuk mengatasi
hambatan afektif dalam kegiatan di kelas. Informasi - gap dan role play kegiatan dapat
diterapkan pada semua tingkat siswa dan mereka dapat diterapkan berdasarkan tingkat kesulitan
bahan ( Richards , 2006) . Kegiatan pasangan dan kelompok yang bertujuan untuk digunakan
karena mereka memberi peserta didik memberi kesempatan untuk menggunakan bahasa dan
untuk mengembangkan kefasihan . CLT akan memungkinkan siswa untuk memiliki kesempatan
untuk menggunakan bahasa target . Singkatnya , pengajaran bahasa komunikatif memanfaatkan
situasi kehidupan nyata yang memerlukan komunikasi . Guru membuat sebuah situasi yang
siswa mungkin ditemui dalam kehidupan nyata . Pendekatan pengajaran bahasa komunikatif
dapat meninggalkan siswa dalam ketegangan mengenai hasil dari latihan kelas, yang akan
bervariasi sesuai dengan reaksi dan tanggapan mereka . Simulasi kehidupan nyata berubah dari
hari ke hari . Motivasi siswa untuk belajar berasal dari keinginan mereka untuk berkomunikasi
dalam cara yang berarti tentang topik yang berarti . Untuk alasan tersebut penulis tertarik untuk
membahas apakah informasi - gap dan aktivitas berbicara memainkan peran sebagai bagian dari
CLT yang baik untuk diterapkan dalam mengajar berbicara dan bagaimana prosedur pengajaran
berbicara menggunakan teknik tersebut . II . PEMBAHASAN II . 1 Konsep Berbicara Fungsi
bahasa lisan interaksional dan transaksional . Interactionally , bahasa lisan dimaksudkan untuk
menjaga hubungan sosial , sementara transaksional , hal ini dimaksudkan untuk menyampaikan
informasi dan ide-ide ( Yule , 2001) . Kegiatan berbicara melibatkan dua orang atau lebih

menggunakan bahasa untuk tujuan baik interaksional atau transaksional . Karena banyak
komunikasi kita sehari-hari tetap interaksi interaksional adalah kunci untuk pengajaran bahasa
untuk komunikasi . Berbicara adalah bagian penting dari belajar bahasa kedua dan mengajar .
Meskipun penting , selama bertahun-tahun , mengajar berbicara telah undervalued dan guru
bahasa Inggris telah terus mengajar berbicara hanya sebagai pengulangan latihan atau menghafal
dialog . Namun, dunia saat ini membutuhkan bahwa tujuan pengajaran berbicara harus
meningkatkan keterampilan komunikasi siswa , karena hanya dengan cara itu , siswa dapat
mengekspresikan diri mereka dan belajar bagaimana untuk mengikuti aturan-aturan sosial dan
budaya yang tepat dalam setiap situasi komunikatif . Richards di Brown ( 2001) mendukung
gagasan di atas dan mengatakan bahwa kemampuan berbicara akan difokuskan pada dua hal ,
yaitu : bentuk dan fungsi bahasa . Formulir ini akan difokuskan pada bagaimana menggunakan
bahasa yang sesuai dengan pola , struktur , kosa kata dan unsur-unsur dalam bahasa. Fungsi ini
akan berfokus pada bagaimana menggunakan dan tujuan penggunaan bahasa . Jadi siswa
diharapkan dapat menguasai bahasa lisan dengan akurasi penggunaan bahasa dalam hal struktur ,
konteks , waktu dan tempat . Menurut Avon ( 1998) , ada beberapa aspek berbicara : ( 1 ) akurasi
- tata bahasa yang benar dan kosa kata , ( 2 ) appropriacy - bahasa yang sesuai dalam kaitannya
dengan fungsi dan dalam kaitannya dengan konteks ( mendaftar ) , ( 3 ) fleksibilitas kemampuan untuk mengambil inisiatif dan berimprovisasi , ( 4 ) kefasihan - kemampuan untuk
berbicara dengan lancar dan tanpa banyak interupsi , ( 5 ) pengucapan dan intonasi - kemampuan
untuk mengucapkan kata-kata dengan benar dan menggunakan intonasi yang tepat . Selanjutnya ,
Kubiszyn dan Borich (2007 ) menyatakan bahwa ada empat aspek berbicara : ( 1 ) pengucapan kemampuan untuk mengucapkan kata-kata dengan benar , ( 2 ) kenyaringan - kemampuan untuk
berbicara dalam suara yang sesuai , ( 3 ) penggunaan kata - kemampuan untuk menggunakan
kata dengan benar , ( 4 ) tingkat - kemampuan untuk berbicara di tingkat standar . II . 2 .
Pendekatan Pengajaran Bahasa Komunikatif Pada awal 70-an pendekatan baru dikembangkan
untuk lebih fokus pada produksi siswa didasarkan pada teori yang berbeda dari akuisisi bahasa .
Teori ini menyatakan bahwa siswa ingin berkomunikasi dan dialog yang harus didasarkan pada
situasi kehidupan nyata ( Steinburg , 2001 ) . Bahan yang digunakan harus asli dan bermakna .
Hal ini juga percaya bahwa untuk berkomunikasi dalam bahasa target pembicara harus memiliki
lebih dari sekadar kompetensi linguistik tetapi juga kompetensi komunikatif ( Larsen - Freeman ,
2001) . Teori ini menghasilkan pendekatan yang kita kenal sekarang sebagai Pengajaran Bahasa
Komunikatif . Pada dasarnya ada lima karakteristik yang membuat CLT berbeda dari
pendekatan-pendekatan lain seperti Metode Audio - Lingual atau pendekatan tradisional seperti
Metode Grammar - Translation . Mereka adalah sebagai berikut ( Nunan , 1991 ) : 1 . Diajarkan
dalam bahasa target ; 2 . Pengenalan teks otentik dan bahan dalam pelajaran. Penekanan pada
belajar untuk berkomunikasi melalui interaksi dengan siswa lain ; 3 . kesempatan bagi peserta
didik untuk fokus , tidak hanya pada bahasa target , tetapi juga pada proses belajar itu sendiri ; 4 .
Pengalaman pelajar merupakan bagian penting dari situasi pembelajaran di kelas ; 5 . Sebuah
usaha untuk menghubungkan pembelajaran di kelas untuk penggunaan otentik di luar kelas .
Guru harus menjaga prinsip-prinsip ini dalam pikiran ketika merencanakan dan mengajar
pelajaran menggunakan pendekatan CLT . Ada banyak kegiatan guru dapat menggunakan
menggabungkan CLT . Dia / Dia dapat menemukan mereka di situs Web , dalam buku-buku
kegiatan atau dari guru-guru lain di konferensi dan lokakarya . Namun, ketika memilih atau
menciptakan suatu kegiatan guru harus menjaga tiga hal dalam pikiran ( Xioaju , 1990) .
Kegiatan ini harus ( 1 ) menggunakan bahasa asli , bahan dan situasi bahasa , ( 2 ) memiliki
tujuan bahwa guru dapat menyatakan dan dapat dicapai dan ( 3 ) memungkinkan untuk

kebebasan dan ketidakpastian . Dalam menggunakan bahasa otentik dan bahan guru harus
mempertimbangkan siswa dia / dia mengajar . Guru harus mempertimbangkan apa yang siswa
akan menggunakan bahasa Inggris untuk . Ini akan menentukan pilihan bahan yang digunakan .
Sebuah kelas siswa SMA mempersiapkan diri untuk belajar di universitas-universitas di Amerika
tidak akan tertarik pada mempelajari bahan yang sama yang digunakan untuk mengajar orang
dewasa belajar bahasa Inggris di kelas pendidikan berkelanjutan sehingga mereka dapat
menggunakan bahasa Inggris ketika mereka melakukan perjalanan berlibur atau sebaliknya .
Guru juga harus memasukkan kegiatan menggunakan situasi siswa mungkin benar-benar
menemukan diri mereka setelah menyelesaikan studi bahasa Inggris mereka . Mengajar harus
memiliki tujuan . Siswa harus berada dalam situasi belajar dan kegiatan mereka di mana mereka
perlu berkomunikasi dengan satu sama lain dalam rangka untuk menyelesaikan tugas mereka
dalam kegiatan ini . Ini juga akan memungkinkan mereka untuk menggunakan satu sama lain
sebagai sumber daya dan belajar dari satu sama lain . Gunakan tidak akan seperti apa situasi
mereka bisa dalam kehidupan nyata . Dalam kehidupan nyata mereka akan belajar melalui
praktek dalam menggunakan bahasa dengan cara yang disengaja . Mereka juga akan belajar dari
pengalaman mereka melalui berinteraksi dengan speaker lain bahasa Inggris . Dalam memiliki
kebebasan dan prediktabilitas dalam siswa kelas memiliki kebebasan untuk membuat pilihan
mereka sendiri dalam menggunakan bahasa target . Sering kali , ketika para guru melakukan
kegiatan interaktif tradisional mereka memungkinkan siswa untuk hanya menggunakan jawaban
yang spesifik , misalnya baik respon afirmatif atau negatif pernyataan atau pertanyaan tertentu .
Membiarkan ketidakpastian kegiatan menjadi lebih menarik dan menantang dan jauh lebih
seperti kehidupan nyata . Kegiatan tidak harus memerankan situasi kehidupan nyata tetapi juga
dapat menjadi ringan dan menyenangkan seperti permainan . Hal ini bisa menarik bagi pelajar
dewasa maupun yang muda . Ada banyak pilihan guru dapat membuat dalam memilih kegiatan
untuk digunakan di dalam kelas . Menurut Richards ( 2006 ) , terdapat sepuluh asumsi inti saat
pengajaran bahasa komunikatif : 1 . Pembelajaran bahasa kedua , difasilitasi ketika peserta didik
terlibat dalam interaksi dan komunikasi yang berarti . 2 . Tugas pembelajaran kelas yang efektif
dan latihan memberikan kesempatan bagi siswa untuk menegosiasikan makna , memperluas
sumber daya bahasa perhatikan bagaimana bahasa digunakan , dan mengambil bagian dalam
pertukaran interpersonal yang bermakna . 3 . Hasil komunikasi yang berarti dari siswa
pengolahan konten yang relevan , tujuan , menarik , dan menarik , 4 . Komunikasi adalah proses
holistik yang sering menyerukan penggunaan keterampilan beberapa bahasa atau modalitas . 5 .
Belajar Bahasa difasilitasi oleh aktivitas yang melibatkan pembelajaran induktif atau penemuan
aturan yang mendasari penggunaan bahasa dan organisasi , serta dengan analisis yang melibatkan
bahasa dan refleksi . 6 . Belajar bahasa adalah proses bertahap yang melibatkan penggunaan
kreatif bahasa , dan trial and error . Meskipun kesalahan adalah produk normal pembelajaran ,
tujuan akhir dari belajar adalah untuk dapat menggunakan bahasa baru baik secara akurat dan
lancar . 7 . Peserta didik mengembangkan rute mereka sendiri untuk belajar bahasa , kemajuan
pada tingkat yang berbeda , dan memiliki kebutuhan yang berbeda dan motivasi untuk belajar
bahasa . 8 . Pembelajaran bahasa berhasil melibatkan penggunaan strategi pembelajaran dan
komunikasi yang efektif . 9 . Peran guru di kelas bahasa adalah sebagai fasilitator , yang
menciptakan iklim kelas kondusif untuk belajar bahasa dan memberikan kesempatan bagi siswa
untuk menggunakan dan mempraktekkan bahasa dan untuk merefleksikan penggunaan bahasa
dan pembelajaran bahasa . 10 . Ruang kelas adalah sebuah komunitas di mana peserta didik
belajar melalui kolaborasi dan berbagi . III . 3 Pengajaran Berbicara dengan Menggunakan
Pengajaran Bahasa Komunikatif ( CLT ) Untuk membantu siswa mengembangkan efisiensi

komunikatif dalam berbicara , guru dapat menggunakan pendekatan aktivitas yang seimbang
yang menggabungkan masukan bahasa , keluaran terstruktur , dan output komunikatif . Sekarang
banyak linguistik dan guru ESL menyetujui bahwa siswa belajar untuk berbicara dalam bahasa
kedua dengan " berinteraksi " . Pengajaran bahasa komunikatif ( CLT ) Pendekatan melayani
terbaik untuk tujuan ini . Pendekatan CLT menyediakan kegiatan dan kombinasi seperti
disebutkan di atas . 1 . Informasi - gap Informasi kegiatan - gap adalah salah satu cara terbaik
untuk membuat tugas-tugas berbicara komunikatif , di mana siswa memiliki informasi yang
berbeda dan mereka perlu mendapatkan informasi dari satu sama lain dalam rangka untuk
menyelesaikan tugas ( Harmer , 2001) . Informasi kegiatan - gap ( melibatkan siswa bekerja
berpasangan ) . Seorang siswa harus memberikan instruksi kepada siswa B untuk melakukan ,
membuat atau menggambar sesuatu . Informasi - gap paling baik digunakan sebagai pasangan
bekerja kegiatan , dalam rangka untuk mempromosikan interaksi peserta didik ( Pica , Kanagy
dan Falodun , 1993 ) , yang memainkan peran penting dalam menghasilkan masukan dipahami
dan penguasaan bahasa . Salah satu peserta didik memiliki informasi yang / nya pasangannya
tidak memiliki . Tujuannya adalah untuk peserta didik untuk menggunakan bahasa target untuk
menghasilkan komunikasi nyata dalam memecahkan tugas ( Bygate , 1995) . Beberapa ahli telah
membahas keuntungan dari penerapan informasi kegiatan - gap dalam pengajaran berbicara .
Hess ( 2001 ) mengatakan bahwa kegiatan informasi - gap dapat memberikan umpan balik yang
komprehensif dari peserta didik , seperti yang terdiri dari beragam pendapat, referensi , dan nilainilai , banyak pengalaman dan gaya belajar . Kemudian , ia juga menambahkan bahwa kegiatan
informasi - gap dapat menumbuhkan gaya belajar pembelajar - otonom . Liao ( 2001)
menjelaskan bahwa kegiatan informasi - gap memberikan siswa kesempatan untuk menggunakan
bahasa Inggris dalam atau di luar kelas . Mereka juga memiliki nilai komunikatif asli . Selain itu,
Doughty dan Pica seperti dikutip Liao ( 2001 ) kegiatan kesenjangan informasi dapat
mempromosikan komunikasi real dan memfasilitasi akuisisi bahasa . Kayi ( 2006) mengatakan
bahwa dalam kegiatan kesenjangan informasi , siswa seharusnya bekerja berpasangan atau dalam
kelompok . Seorang mahasiswa akan memiliki informasi bahwa pasangan lain tidak memiliki
dan pasangan akan berbagi informasi mereka . Selain itu , ia menambahkan bahwa kegiatan
kesenjangan informasi melayani berbagai tujuan seperti pemecahan masalah atau mengumpulkan
informasi . Selain itu, masing-masing pasangan memainkan peran penting karena tugas tidak
dapat diselesaikan jika mitra tidak memberikan informasi yang lain butuhkan. Kegiatan ini
efektif karena setiap orang memiliki kesempatan untuk berbicara secara ekstensif dalam bahasa
target . 2 . Peran -play Salah satu cara lain untuk mendapatkan siswa untuk berbicara adalah roleplaying . Siswa berpura-pura mereka dalam berbagai konteks sosial dan memiliki berbagai peran
sosial . Dalam kegiatan bermain peran , guru memberikan informasi kepada peserta didik seperti
siapa mereka dan apa yang mereka pikirkan atau rasakan ( Kayi , 2006) . Menurut Ur
( 2002:131 ) , teknik role play digunakan untuk merujuk ke segala macam kegiatan di mana
peserta didik membayangkan dirinya dalam situasi di luar kelas , kadang-kadang memainkan
peran orang lain selain diri mereka sendiri , dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan
konteks baru ini . Istilah ini juga dapat digunakan dalam arti sempit , hanya untuk menunjukkan
kegiatan-kegiatan di mana setiap pelajar yang dialokasikan peran karakter tertentu . Peran -play
adalah jenis kegiatan komunikatif di mana pelajar memainkan bagian dari orang lain dalam
situasi tertentu . Peserta didik mengambil peran dalam lingkungan kelas buatan, yang guru harus
mengatur untuk memfasilitasi lingkungan dalam konteks sosial yang sesuai untuk digunakan
bahasa asing ( Littlewood , 1983 ) . Dornyei dan Thurrell , ( 1992) menyatakan bahwa situasi
permainan peran menghadapi situasi atau skenario yang mungkin terjadi dalam kehidupan

sehari-hari peserta didik . Melalui mengambil berbagai peran , peserta didik akan dapat
mempraktekkan bahasa sesuai dengan pengaturan , tingkat kesopanan yang diperlukan , dan
fungsi bahasa yang diperlukan untuk peran yang berbeda . Pendekatan berpusat pada peserta
didik dari kegiatan ini yang , fokus pada penggunaan kegiatan yang berarti untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik , membantu peserta didik untuk mengalami target bahasa dalam situasi
kehidupan nyata . Sebuah permainan peran adalah kegiatan belajar yang sangat fleksibel yang
memiliki cakupan yang luas untuk variasi dan imajinasi . Menurut Ladousse ( 1987 ) , bermain
peran menggunakan teknik komunikatif yang berbeda dan mengembangkan kefasihan dalam
bahasa , mempromosikan interaksi di kelas dan meningkatkan motivasi . Berikut rekan belajar
didorong dan berbagi tanggung jawab antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran
berlangsung . Bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik dalam
situasi apapun , dan membantu peserta didik untuk berinteraksi . Adapun peserta didik yang
pemalu , bermain peran membantu dengan menyediakan masker , di mana peserta didik dengan
kesulitan dalam percakapan dibebaskan . Selain itu, itu menyenangkan dan sebagian besar
peserta didik akan setuju bahwa kenikmatan mengarah ke pembelajaran yang lebih baik . 3 .
Menghafal dari Dialog Menghafal dialog milik salah satu teknik yang digunakan dalam
pendekatan tradisional ( Richards , 2006 ) . Pendekatan tradisional untuk pengajaran bahasa
mengutamakan kompetensi gramatikal sebagai dasar kemampuan berbahasa . Mereka didasarkan
pada keyakinan bahwa tata bahasa bisa dipelajari melalui instruksi langsung dan melalui
metodologi yang membuat banyak menggunakan praktek berulang-ulang . Ada beberapa
keuntungan menggunakan menghafal dialog dalam pengajaran berbicara : ( 1 ) siswa dapat
memperoleh siswa pola yang benar memiliki kefasihan lebih besar dan kurang keraguan dalam
berbicara dengan menggunakan mode menghafal , ( 2 ) dialog membantu siswa untuk terdengar
lebih alami dengan sering membahas topik , dan ( 3 ) dialog membantu siswa mengatur masukan
dan mengelola percakapan . Namun, ada beberapa kelemahan juga : ( 1 ) dengan mengulangi apa
yang guru mengatakan , para siswa tidak memiliki inisiatif untuk membuat dialog sendiri , ( 2 )
jika terlalu banyak waktu kelas harus dihabiskan untuk menghafal dialog , siswa yang baik akan
mendapatkan siswa bosan dan lambat akan frustrasi oleh kesulitan yang mereka alami , dan ( 3 )
guru masih dominan di kelas . II . 4 . Studi yang terkait dengan CLT Ada dua studi sebelumnya
yang terkait dengan aplikasi CLT di kelas berbicara . Yang pertama adalah tesis berjudul "
Menggunakan Pengajaran Bahasa Komunikatif ( CLT ) untuk Meningkatkan Kemampuan
Berbicara tentang China Non -Inggris Mayor Mahasiswa " yang ditulis oleh Cai Wenjie tahun
2009 . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah atau tidak kemampuan
berbicara siswa dapat dikembangkan dengan menggunakan Pengajaran Bahasa Komunikatif .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berbicara siswa lebih baik dengan
menggunakan CLT . Para siswa merasa lebih menyenangkan dalam berbicara belajar . Studi
kedua adalah tesis berjudul " persepsi guru , sikap dan harapan tentang Pengajaran Bahasa
Komunikatif ( CLT ) dalam pendidikan pasca-sekolah menengah di Bangladesh yang ditulis oleh
Karim pada tahun 2004 . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki persepsi EFL guru ,
sikap , dan harapan mengenai CLT di pendidikan menengah posting di Bangladesh . Hasil
penelitian menunjukkan bahwa persepsi guru kegiatan komunikatif dan pendekatan CLT sesuai
dengan praktik kelas mereka melaporkan . Ada indikasi positif bahwa guru Bangladesh EFL
sangat menyadari prinsip-prinsip dasar pengajaran bahasa komunikatif dan mereka berlatih
kegiatan komunikatif utama di dalam kelas . Ada beberapa perbedaan antara persepsi dan praktek
guru ditemukan dalam penelitian ini . Perbedaan ini disebabkan oleh tidak guru kesalahpahaman
CLT atau pengetahuan mereka yang terbatas CLT pedagogi , melainkan mungkin karena

beberapa alasan praktis seperti kurangnya sumber daya , ujian tradisional , kelas unequipped dan
besar , kurangnya dukungan dari administrasi . II.5 Pengajaran Prosedur melalui Informasi celah dan Peran -play . Ada dua kegiatan yang digunakan oleh penulis dalam mengajar berbicara
dengan menggunakan pengajaran bahasa komunikatif , informasi - gap dan role-play . Mengikuti
prosedur bertujuan oleh SEAMEO ( 2003). 1 ) Informasi - gap Pre - kegiatan ( 10 menit ) o
brain storming ( 5 menit ) Guru meminta beberapa pertanyaan terkait dengan topik untuk
mengingat pengetahuan sebelumnya siswa ` tentang topik tersebut . o Motivasi ( 5 menit ) Guru
menyebutkan fungsi atau manfaat belajar topik . Sementara - Kegiatan ( 70 menit ) - Para
pasangan guru siswa dan telah mereka saling berhadapan di seberang meja . Satu siswa menjadi
A dan yang lainnya menjadi B. - Guru memberikan dua bagian informasi yang berbeda . Berikan
bagian A untuk siswa A dan bagian B untuk siswa B. Pastikan bahwa siswa tidak melihat satu
sama surat-surat lainnya . - Guru membaca petunjuk siswa keras dan berjalan melalui sebuah
contoh sehingga siswa mengerti dengan jelas apa yang mereka lakukan . - Guru menjelaskan
kepada siswa bahwa mereka tidak harus melihat kertas pasangannya. Pastikan mereka mengerti
bahwa mereka harus mendengarkan sangat hati-hati untuk pasangan mereka dan berbicara
tentang apa yang pasangan mereka bilang . Post- Kegiatan ( 5 menit ) - Guru atau siswa
menyimpulkan apa yang telah dipelajari . 2 ) Peran Pre - Kegiatan ( 10 menit ) o brain storming
( 5 menit ) Guru meminta beberapa pertanyaan terkait dengan topik untuk mengingat
pengetahuan sebelumnya siswa ` tentang topik tersebut . o Motivasi ( 5 menit ) Guru
menyebutkan fungsi atau manfaat belajar topik . Sementara - Kegiatan ( 70 ) - Guru
mempersiapkan beberapa peran - kartu berpasangan . - Guru meminta dua siswa untuk bermain
peran dengan menggunakan dua kartu . Mahasiswa memegang kartu peran A memulai
percakapan dan siswa lain yang mengambil respon kartu peran B . - Guru meminta siswa untuk
mengubah peran dengan mengubah kartu . Post- Kegiatan ( 5 menit ) - Guru atau siswa
menyimpulkan apa yang telah dipelajari . III Kesimpulan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa prestasi berbicara tentang siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan pengajaran
bahasa yang komunikatif bisa lebih baik daripada mereka yang diajarkan melalui teknik
konvensional seperti menghafal dialog . Selain itu, berbicara pelajaran akan lebih menyenangkan
dan menarik melalui pendekatan pengajaran bahasa yang komunikatif . Kita dapat mengatakan
bahwa pendekatan CLT dapat mengembangkan prestasi berbicara siswa dalam bahasa Inggris .
Para siswa bisa belajar berbicara melalui kegiatan CLT ( kesenjangan informasi dan role play )
lebih menyenangkan . Sejak CLT difokuskan pada student centered learning , siswa dapat
bekerja sama dan mereka merasa lebih percaya diri untuk berbicara bahasa Inggris . Referensi
Applebaum , Bruce . 2007. Bahasa Komunikatif Pengajaran : Teori , Praktik , dan Pengalaman
Pribadi . Mandiri , 9 ( 4 ) , 266-270 . Avon, Terry . 1998. Bagaimana Apakah Anda Dapatkan
Siswa untuk Berkomunikasi . SIIT , Bangkok : Thammasat University. Diperoleh dari : http / /
www.google.com / epizza.nease.net . Diakses pada Februari 2 , 2010. Harmer , J. 2001. Praktik
Pengajaran Bahasa Inggris . Harlow : Pearson Pendidikan Limited. Huda, Nuril . 2000. Belajar
Bahasa dan Pengajaran : Isu dan Tren . Malang : Universitas Negeri Malang Penerbit . Karim ,
Khaled Mahrnud Rezaul . 2004. Persepsi guru, sikap dan harapan tentang Pengajaran Bahasa
Komunikatif ( CLT ) dalam pendidikan pasca-sekolah menengah di Bangladesh . Diterbitkan
Thesis Pascasarjana. Departemen Kurikulum dan Instruksi . University of Victoria . Diperoleh
dari : http://www.ccsnet.org/journal/index.php/elt/article/viewFile/5248/4346 . Diakses pada
tanggal 14 Maret 2010. Kayi , Hayriye . 2006. Pengajaran Berbicara : Aktivitas untuk
Mempromosikan Berbicara dalam Bahasa Kedua . The Internet TESL Journal . XII ( 11 ) .
Diperoleh dari : http://iteslj.org/Articles/Kayi-Teaching Speaking.html . Diakses pada 16 Maret

2010 Knapp , F Nancy . 2003. Implementasi Contextual Teaching and Learning : Persepsi
Tengah dan Siswa SMA Kelas Diajarkan oleh arsip Novice Guru . Diperoleh dari :
http://Coe.uga.edu/game/casestudy/crosscape.pdt/ . Diakses pada tanggal 15 Februari 2010.
Kubiszyn . Tom dan Borich , G. 2007. Pengujian pendidikan dan Pengukuran : Kelas Application
and Practice ( 8thed ) . New York , NY : Harper Universitas Publisher . Larsen - Freeman , Diane
. 2000. Teknik dan Prinsip dalam Pengajaran Bahasa 2. New York , NY : Oxford University
Press . Li , Xiaoju . 1990. Dalam Pertahanan Pendekatan Komunikatif . Di Richard Rossner &
Ro Bolitho ( Eds. ) , Arus Perubahan dalam Pengajaran Bahasa Inggris (hal. 59-72 ) . Oxford :
Oxford University Press . Nunan , David . 1991. Tugas Komunikatif dan Kurikulum Bahasa .
TESOL . Quarterly , 25 ( 2 ) , 279-295 . Diperoleh dari : Http :/ / www.yahoo.com / asian - ef journal.com Diakses pada 22 November 2009. Nunan , David . 2003. Praktis Pengajaran Bahasa
Inggris . New York , NY : McGraw -Hill . SEAMEO . 2003. Dalam Layanan Kursus Pelatihan
untuk Sekolah Menengah Guru Bahasa Inggris di Indonesia . Singapura: SEAMEO Regional
Language Centre . Yule , G. 2001. Studi Bahasa . Cambridge : Cambridge University Press
.Urungkan pengeditanCancelApakah terjemahan ini lebih baik daripada yang awal?Ya, kirim
terjemahanTerima kasih atas kirimannya. Please help Google Translate improve quality for your
language here. Google Terjemahan untuk Bisnis:Perangkat PenerjemahPenerjemah Situs
WebPeluang Pasar GlobalSeret dan lepas file atau tautan ke sini untuk menerjemahkan dokumen
atau laman web. Seret dan lepas tautan ke sini untuk menerjemahkan laman web. Kami tidak
mendukung jenis file yang Anda lepaskan. Silakan coba jenis file lain. Kami tidak mendukung
jenis tautan yang Anda lepaskan. Silakan coba tautan jenis lain. Matikan terjemahan
instanTentang Google TerjemahanSelulerPrivasiBantuanKirim masukan Klik untuk mengedit
dan melihat terjemahan alternatif Seret dengan menahan tombol shift untuk menyusun ulang.

Anda mungkin juga menyukai