Anda di halaman 1dari 7

PERBEDAAN PENGOLAHAN MINYAK KELAPA DENGAN CARA KERING DAN

CARA BASAH

Faiqotul Aulia1, Meitha Rizky D1, Riska Ari Santi1, Qori Bahtiar1
1
Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Teknologi Hasil Pertanian
Universitas Jember
Abstrak
Kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu komoditi yang sangat potensial di
Indonesia, sebab hampir semua bagian dari tanaman ini dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Buah kelapa dapat diolah menjadi minyak kelapa yang termasuk dalam golongan minyak
asam laurat karena kandungan asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan asam
lemak lainnya. Ekstraksi minyak kelapa dilakukan dengan cara basah dan cara kering.
Ekstraksi cara basah menggunakan perlakuan pemasan langsung pada kelapa parut fresh dan
kelapa parut kukussedangkan cara kering menggunakan teknik pengepresan pada kelapa yang
telah dioven selama 24 jam dan kelapa yang telah dioven 4 jam kemudian disangrai.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan pengolahan minyak kelapa
secara basah dan kering terhadap mutu minyak kelapa yang dihasilkan. Hasil praktikum
menunjukkan bahwa rendemen minyak kelapadengan perlakuan kelapa parut fresh
pemanasan langsung, kelapa parut kukus pemanasan langsung, kelapa parut oven 24 jam dan
kelapa parut oven 4 jam sangrai berturut-turut 11,889 %; 13,790 %; 26,39 % dan 25,24182
%, berat jenis 0,955; 0,955; 0,957 dan 0,957 g/ml.Minyak kelapa memiliki warna sangat
jernih kekuninganserta aroma sangat fresh pada perlakuan kelapa parut fresh,warna jernih
kekuningan dan aroma fresh pada perlakuan kelapa parut kukus, warna agak keruh
kecokelatan dan aroma agak tengik pada perlakuan kelapa parut oven sangrai, sedangkan
pada perlakuan kelapa parut oven 24 jam memiliki warna keruh kecokelatan serta aroma
tengik. Perbedaan pengolahan minyak kelapa cara basah dan kering berpengaruh pada mutu
minyak kelapa yang dihasilkan. Perlakuan kelapa parut fresh menghasilkan minyak kelapa
dengan mutu paling baik.
Kata kunci : Minyak kelapa, pemanasan langsung, pengepresan
PENDAHULUAN
Indonesia kaya akan sumber daya alam, terutama pada komoditas hulu seperti
kelapa. Komoditas tersebut dapat menunjang dan meningkatkan perekonomian negara
dalam sektor industri pertanian dan industri pangan. Dalam industri pangan kelapa diolah
terlebih dahulu untuk dijadikan beraneka macam olahan. Salah satu contoh produk olahan
kelapa berupa minyak kelapa.
Minyak yang dihasilkan dari kelapa ini sangat bermanfaat sebagai bahan baku untuk
menggoreng. Dalam kehidupan sehari- hari kita pasti tidak lepas dari zat yang bernama
minyak. Karena minyak dipakai untuk aktifitas masak memasak dan bahan bakar memasak.

Minyak kelapa dapat diekstraksi dari daging buah kelapa atau daging kelapa yang
dikeringkan. Kandungan minyak pada kopra umumnya 60 65%, sedangkan daging buah
kelapa sekitar 43%.
Minyak kelapa dapat diperoleh dari daging buah kelapa segar yaitu virgin coconut
oil (VCO) atau minyak kelapa murni dan minyak kelapa yang diperoleh dari kopra yaitu
RBD.CNO atau minyak kelapa komersil. Proses pembuatan minyak kelapa yang berasal dari
daging buah kelapa segar dikenal dengan proses basah (wet process). Sedangkan pembuatan
minyak kelapa yang berasal dari kopra dikenal dengan proses kering (dry process).
(Suhardiyono,L. 1995).
Minyak kelapa yang baik memiliki standar mutu yang sesuai. Mutu dari minyak
kelapa dipengaruhi oleh umur buah kelapa, jenis buah kelapa dan proses pengolahanya. Pada
proses pengolahan minyak kelapa ada 2 metode yang digunakan yaitu metode pemanasan
langsung dan pemanasan tidak langsung. Oleh karena itu praktikum ini perlu dilakukan
untuk mengetahui pengaruh perbedaan metode pemanasan yang dilakukan terhadap mutu
minyak kelapa.
METODE PRAKTIKUM
Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilakukan pada tanggal 3 September 2014. Bertempat di Laboratorium
Mikrobiologi Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian.
Alat dan Bahan
Proses praktikum meliputi beberapa tahap, seperti menyiapkan alat dan bahan. Alat
yang digunakan dalam praktikum adalah neraca analitik, piknometer, saringan, serbet, wajan,
kompor, colour reader, alat pres, beaker glass, botol film,oven, sendok, baki, dan alat pemarut
kelapa.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah buah kelapa dan air yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Jember. Air digunakan sebagai pelarut minyak kelapa.
Parameter Pengamatan
Parameterpengamatan pada praktikum ini berupa warna, berat jenis, rendemen dan
aroma. Pengamatan warna minyak kelapa dilakukan secara organoleptik dan menggunakan
colour reader.
Preparasi Sampel
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini berupa daging buah kelapa sebanyak
1100 gram.Daging buah kelapa dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran pada
permukaan buah kelapa, kemudian dilakukan pengecilan ukuran pada daging buah kelapa
untuk merusak jaringan sel, sehingga hasil ekstraksi minyak diperoleh secara maksimal.
Acara pertama,kelapa parut ditambah air dengan perbandingan 1 : kemudian
diperas untuk proses ekstraksi, sehingga diperoleh santan dan ampas. Perlakuan ini diulang
sebanyak 3 kali. Kemudian santan dipanaskan secara langsung hingga dihasilkan minyak dan
menyisakan blondo.

Acara kedua, kelapa parut dikukus selama 15 menit untuk merusak jaringan sel.
Kemudian ditambah air sebanyak 3 kali dengan perbandingan kelapa : air sebesar 1 : ,
sehingga diperoleh ampas dan santan. Santan kemudian dipanaskan untuk memperoleh
minyak dan menyisakan blondo.
Acara ketiga, kelapa parutdikeringkan dalam oven dengan suhu 70 C selama 24
jam. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dan merusak sel, kemudian
dilakukanpengepresan untuk memisahkan minyak dan ampas.
Acara keempat,kelapa parut dikeringkan dalam oven dengan suhu 70 C selama 4
jam. Kemudian kelapa disangrai untuk mengurangi kadar air. Setelah itu, dilakukan
pengepresan untuk memisahkan minyak dan ampas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum pengaruh perbedaan pengolahan minyak kelapa cara basah dan cara kering
dilakukan dengan membandingkan beberapa perlakuan yaitu perlakuan A Kelapa parut fresh
dipanaskan, B Kelapa parut kukus dipanaskan, C Kelapa parut dioven pada suhu 70 oC,
selama 24 jam dipress, dan D Kelapa parut dioven pada suhu 70 oC, selama 4 jam, diangrai,
dipress. Masing-masing dihitung berat jenis, rendemen, warna dan aroma.
Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara berat dari suatu sampel minyak dengan
volume minyak pada suhu yang sama. Hasil pengukuran berat jenis minyak kelapa
menunjukkan bahwa berat jenis dari perlakuan A dan B lebih kecil dibandingkan dengan
perlakuan C dan D. Data pengamatan berat jenis minyak kelapa sebagai berikut:
Tabel 1. Berat jenis minyak kelapa
Perlakuan
Kelapa parut fresh
Kelapa parut kukus
Kelapa parut oven 24 jam
Kelapa parut oven 4 jam + sangrai

BeratJenisMinyak (g/ml)
0,955
0,955
0,957
0,957

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa berat jenis minyak kelapa dengan perlakuan A
dan B sama yaitu 0, 955 g/ml, sedangkan pada perlakuan C dan D didapat berat jenis sebesar
0,957 g/ml. Secara keseluruhan berat jenis minyak kelapa hasil penelitian yaitu 0,955-0,957
g/ml yang masih lebih tinggi dari standar mutu menurut Ditjen POM (1979) yaitu 0,903 g/ml.
Berat jenis dipengaruhi oleh berat molekul dan komponen-komponen dalam minyak serta
ketidak jenuhan komponen asam lemak minyak. Semakin banyak komponen dalam minyak
maka berat jenisnya akan semakin tinggi (Anwar, 2011).
Aroma
Perbedaan pengolahan minyak kelapa dengan cara basah dan cara kering
menghasilkan aroma minyak kelapa yang berbeda. Minyak kelapa dengan perlakuan kelapa
parut fresh memiliki aroma sangat fresh (+++++), aroma fresh (++++) untuk perlakuan

kelapa parut kukus, agak tengik (+++) untuk perlakuan kalapa parut oven 4 jam + sangrai dan
tengik (++) untuk perlakuan kelapa parut oven 24 jam.
Tabel 2.Aroma minyak kelapa
Perlakuan

Aroma

Kelapa Parut fresh

+++++

Kelapa Parut Kukus


Kelapa parut oven 24 jam
Kelapa parut oven 4 jam + sangrai

++++
++
+++

Keterangan : (+) semakin baik


Pada data diatas aroma minyak yang paling baik adalah kelapa parut fresh karena
minyak dan lemak tidak mengalami kerusakan oksidatif, sedangkan aroma minyak yang
tengik adalah kelapa parut yang dikeringkan dengan oven selama 24 jam.Hal ini disebabkan
karena minyak yang diberi perlakuan oven 24 jam telah teroksidasi. Menurut Buckle (1987 )
ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap terbentuk sebagai
akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh. Komponen-komponen ini
menyebabkan bau dan cita-rasa yang tak diinginkan dalam lemak dan minyak atau produk
produk yang mengandung lemak dan minyak tersebut.
Menurut Winarno(1992) disebabkan oleh oksidasi radikal asamlemak tidak jenuh
dalam lemak. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh
mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan
oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Sebuah atom hidrogen
yang dapat membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan O 2 membentuk peroksida
aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi. Senyawa senyawa
dan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang
bersifat volatile dan menimbulkan bau tengik pada lemak.
Rendemen
Proses pengolahan minyak kelapa yang berbeda menghasilkan rendemen minyak
yang berbeda pula. Dalam proses pemisahan minyak diperoleh sisa berupa blondo untuk
pemanasan langsung dan ampas untuk pengepresan. Rendemen minyak dan blondo dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Rendemen minyak kelapa dan blondo
Perlakuan

Rendemen Minyak

Rendemen Blondo

Kelapa parut fresh


11,889 %
14,815 %
Kelapa parut kukus
13,790 %
7.77 %
Kelapa parut oven 24 jam
26,39 %
26,83 %
Kelapa parut oven 4 jam + sangarai
25,24182 %
24,33364 %
Armando (2009) yang menyatakan bahwa semakin tinggi nilai rendemen
menunjukkan bahwa semakin banyak minyak yang dihasilkan. Rendemen yang dihasilkan

dari ke 4 perlakuan yaitu kelapa parut fresh menghasilkan rendemen minyak 11,889%,
kelapa parut kukus 13,790%, kelapa parut oven 70oC 24 jam menghasilkan rendemen 26,39%
sedangkan kelapa parut oven 70oC 4 jam + sangrai menghasilkan rendemen minyak
25,24182%. Dari hasil pengamatan diatas menunjukan bahwa rendemen minyak tertinggi
adalah perlakuan kelapa parut oven 70oC 24 jam. Hal ini disebabkan oleh perlakuan
pengepresan, perolehan rendemen minyak masih rendah (minyak masih tersisa pada bungkil
atau ampas berkisar 10-25%) dan kualitasnya pun masih dianggap rendah karena masih
banyak bercampur air. Sedangkan kalau dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut kimia
akan dapat dihasilkan minyak dengan rendemen cukup tinggi(minyak yang tersisa pada
bungkil kurang dari 1%) dan kualitas minyak jauh lebih baik kadar air sangat rendah
(Simpen, 2008).
Rendemen juga dipengaruhi oleh lamanya fermentasi dan pH fermentasi. Karena
pemecahan emulsi berjalan dengan sempurna sebab santan telah mencapai titik isoelektrik
protein, sehingga pemecahan emulsi lebih cepat dan menghasilkan rendemen yang lebih
banyak.
Warna
Hasil pengamatan organoleptik warna minyak kelapa dengan perbedaan proses
pengolahan menunjukkan bahwa warna minyak kelapa yang dihasilkan juga berbeda. Minyak
kelapa dengan perlakuan kelapa parut fresh memiliki warna sangat jernih kekuningan (++++
+), kelapa parut kukus memiliki warna jernih kekuningan (++++), kelapa parut oven +
sangrai memiliki warna agak keruh kecokelatan (+++), sedangkan kelapa parut oven 24 jam
memiliki warna keruh kecokelatan.
Tabel 4.Warna minyak kelapa dengan pengamatan organoleptik dan fisik
Warna
Perlakuan
Organoleptik
Fisik
Kelapa parut fresh
+++++
L = 47,3
A = -5,4
B = +25,3
Kelapa parut kukus
++++
L = 53,6
A = -7,0
B = +15,4
Kelapa parut oven 24 jam
++
L = 46,7
A = -5,6
B = +23,7
Kelapa parut oven 4 jam + sangarai
+++
L = 50,6
A = -8,3
B = +16,0
Keterangan : (+) semakin baik
Dari data diatas, dapat diketahui bahwa kelapa parut fresh memiliki warna paling
jernih kekuningan, hal ini terjadi karena proses pengolahan tidak terlalu lama sehingga reaksi
enzimatis dan kontaminasi mikroba tidak terlalu mempengaruhi pigmen pada minyak kelapa
dan tidak mempengaruhi kejernihan minyak. Warna kuning pada minyak kelapa berasal dari

pigmen karotenoid. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ketaren (1986) dalam (Mulyadi,
2011) bahwa warna kuning pada minyak disebabkan oleh adanya senyawa karotenoid yang
larut dalam minyak. Minyak kelapa dengan perlakuan kelapa parut oven 24 jam memiliki
warna keruh kecokelatan, hal ini disebabkan oleh reaksi maillard yang terjadi ketika
pengovenan. Kelapa mengandung karbohidrat, protein dan lemak yang apabila bercampur
pada suhu tinggi mengakibatkan terjadinya reaksi maillard.
KESIMPULAN
Perbedaan pengolahan minyak kelapa dengan cara basah dan cara kering
menghasilkan mutu minyak kelapa yang berbeda. Minyak kelapa dengan perlakuan kelapa
parut fresh memiliki mutu paling baik, sedangkan perlakuan kelapa parut oven 24 jam
menghasilkan minyak kelapa dengan mutu jelek.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar Sanusi. 2011. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta:Salemba Empat
Armando, R. 2009. Memproduksi Minyak Atsiri Berkualitas.Jakarta:Penebar Swadaya.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah :
H. Purnomo dan Adiono.Jakarta:UI Press
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta
:UI-Press.
Veithzal Rivai, Deddy Mulyadi. 2011. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta:PT
RAJAGRAFINDO PERSADA.
Simpen, I. N. 2008. Isolasi Chashew Nut Shell Liquid dari Kulit Biji Jambu
Mete(Anacardium occidentale L) dan Kajian Beberapa Sifat Fisiko-Kimianya.Jurnal
Kimia. ISSN 1907-9850.
Suhardiyono, L. 1995. Tanaman Kelapa, Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius.
Yogyakarta.
Winarno, F.G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi, 1sted. PT Gramedia PustakaUtama:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai