Anda di halaman 1dari 8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Torsi (T) dan Daya Motor (P)


Torsi adalah aksi putar yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu longitudenal
material sedangkan daya motor adalah daya yang ditentukan berdasarkan kekuatan yang
diperlukan pada saat mesin bekerja, daya tersebut berguna untuk memutar tabung
penyaring limbah sagu atau tabung dinamis.
Menurut Sularso 1997:7 rumus yang digunakan untuk menghitung daya adalah:
Momen Puntir / Torsi (T)
T = Wtd x r (Sularso, 2004: 25)
Rumus perhitungan daya yang dibutuhkan adalah:
T = 9,74 x 105
(Sularso, 2004: 7)
Pd
n
Pada perencanaan mesin pemilah limbah sagu diambil faktor koreksi 1,5 sehingga:
P = ... (Sularso, 2004: 7)
P
fc

Efisiensi motor (
Pmotor

) diambil sebesar 95% sehingga daya motor, sehingga:

2.2 Poros (shaft)


Poros merupakan batang logam yang memiliki penampang berupa silinder yang
digunakan untuk meneruskan putaran atau daya, serta sebagai sarana pendukung. Poros
merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin untuk meneruskan putaran.
Bagian-bagian mesin yang sudah dirakit tidak dapat dipisahkan dari poros. Peranan utama
poros adalah untuk transmisikan daya dan putaran (Sularso, 2004:1).
Poros ini harus mampu menahan getaran yang timbul dan gaya yang timbul akibat
putaran yang tinggi. Dengan demikian tenaga yang terjadi diusahakan sekecil mungkin
sesuai dengan konstruksi mesin.
Berdasarkan pembebanannya, poros digolongkan menjadi tiga, yaitu:
a. Poros transmisi
Poros ini mendapat beban puntir dan lentur dari daya yang ditransmisikan melalui
komponen mesin yang lain, seperti sabuk, kopling, roda gigi, dan lain-lain.
b.Spindel
Spindel adalah poros transmisi yang relatif pendek, karena beban utamanya adalah
puntiran, sehingga deformasinya harus kecil.
c.Gandar

Poros ini dipasang di antara roda-roda kereta barang yang hanya mendapat beban lentur
saja, tetapi jika digerakkan oleh penggerak mula akan mengalami beban puntir juga.
Poros pada umumya meneruskan daya, baik melalui sabuk, rantai maupun roda gigi.
Daya yang direncanakan (Pd) dalam perhitungan adalah hasil kali daya nominal out put
dari motor penggerak (P) dikalikan dengan faktor koreksi (fc):
Pd = fc . P (kW) . (Sularso & Suga, 1997:244)
Jika momen puntir (momen rencana) adalah T (kg.mm), maka:
Pd =
. (Sularso dan Suga, 1997:244)
T 2n

1000 60
102
maka:
T = 9,74 x 105
... (Sularso dan Suga, 1997:244)
Pd
n
Apabila momen rencana tersebut dibebankan pada suatu diameter poros ds (mm) maka
tegangan geser yang terjadi adalah:
=
=
... (Sularso dan Suga, 1997:7)
T
5,1T
ds 3
ds 2

16
Tegangan geser maksimum ( maks) yang terjadi harus lebih kecil dari tegangan geser
yang diijinkan ( ). Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut:
a
=
.. (Sularso dan Suga, 1997:18)
maks 5,1
( Km.M ) 2 ( Kt.T ) 2

3
ds

Besarnya Km untuk beban dengan tumbukan ringan adalah 1,5 2,0 (Sularso dan Suga,
1997:17), sedangkan besarnya Kt adalah 1,0 1,5 C.
=
. (Sularso dan Suga, 1997:8)
B
a
Sf1.Sf 2

dihitung berdasar batas kelelahan puntir yang besarnya 45% dari kekuatan tarik.

Besar harga Sf1 adalah 6,0 dan besarnya harga Sf2 adalah 1,3 -3,0.
Perhitungan diameter poros dengan beban puntir:
ds =
. (Sularso dan Suga, 1997:8)
1/ 3
5,1

a xKtxCbxT

Poros dengan beban puntir dan lentur:


ds
... (Sularso dan Suga, 1997:18)
5,1
2
a ( Km.M Kt.T )

Dimana:
ds
= Diameter poros (mm)
= Tegangan geser ijin bahan poros (kg/mm2)
a
Km
= Faktor koreksi momen lentur (1,5 2,0)
M
= Momen lentur yang bekerja pada poros (kg.mm)
Kt
= Faktor koreksi momen puntir (1,0 1,5)
T
= Momen puntir (kg.mm)
Besarnya defleksi puntiran dihitung berdasarkan rumus:

= 584
... (Sularso dan Suga, 1997:18)
Txl
Gxds4
2.3 Puli (pulley)
Puli adalah suatu komponen mesin yang berfungsi sebagai tempat dudukan sabuk (penggerak
sabuk) untuk memindahkan daya dan putaran. Diameter puli digunakan untuk alur sabuk,
sedangkan diameter dalamnya digunakan untuk pemasangan pada poros. Puli yang digunakan
adalah:
a. Puli Mahkota (Puli-V)
Puli ini lebih efektif dari puli datar, karena berbentuk-V yang ditempati sabuknya lebih
kuat sehingga slep yang dialami relatif lebih kecil.
Puli yang digunakan pada perencanaan mesin pemilah limbah sagu ini adalah puli
Mahkota karena pada mesin ini berputar cepat, sehingga membutuhkan kekuatan
cengkram yang tinggi. Kedudukan puli, baik puli penggerak dan puli yang digerakkan
haruslah dalam kedudukan center (lurus) agar sabuk tidak mudah lepas dari kedudukan
puli.
Rumus yang digunakan untuk perhitungan puli adalah sebagai berikut:
a. Perbandingan reduksi ( i )
.. (Sularso, 1994:166)
n1
D2
=i=
n2
d1
b. Diameter luar puli
Dlp = D + 2a ... (Dobrovolsky, 1978: 254)
Dimana:
Dp = diameter puli (mm)
a
= jarak antara v belt dengan grove puli (mm)
c. Diameter dalam puli (Dlp)
Din = Dlp 2.Ssgp . (Dobrovolsky, 1978: 254)
Dimana:
Dlp = diameter luar puli (mm)
Ssgp = jarak sumbu antara grove puli (mm)
d. Lebar puli (B)

B = (n-1)Skgp +2 . Skgp .............................................. (Khurmi, 1987:680)


Dimana:
n = jumlah sabuk
Skgp = jarak antara kedua grove puli (mm)
e. Berat puli (Wp)
Wp = . Vp (kg)
Dimana:
Vp = Volume puli (mm3)
= berat jenis bahan puli (7,8 x10-5 kg/mm3)

2.4 Sabuk (belt)


Sabuk merupakan elemen mesin yang berfungsi untuk mentransmisikan daya dengan putaran
dari motor melalui puli, antara poros satu dengan yang lain dengan jarak yang jauh. Sabuk
yang di gunakan adalah:
a. Sabuk-V (V-Belt)
Sabuk ini biasanya dipasang dengan cara membelitkannya dikeliling alur pully
berbentuk V dan meneruskan putaran dua poros. Sabuk jenis ini biasanya
digunakan pada jarak pendek dan daya yang dihasilkan besar pada tegangan yang
relatif rendah serta tidak ada sambungan pada sabuknya.

1.
2.
3.
4.

Dalam perencanaan bahan sabuk yang dipilih adalah dari karet dengan bentuk sabuk
V yang mempunyai penampang trapesium dan direncanakan menggunakan satu buah
sabuk. Berdasarkan diagram pemilihan sabuk (Sularso,1997:164) bahwa dengan daya 1,14
kw dan putaran motor 1500 rpm menggunakan tipe A.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam transmisi sabuk adalah:
Tegangan Sabuk.
Kecepatan Pulley.
Sudut Kontak antara sabuk dengan Pulley yang terjadi.
Kondisi dimana sabuk digunakan.
Dalam pemilihan sabuk berlaku rumusan-rumusan sebagai berikut:
Kecepatan linear sabuk V, v (m/s).
v=
d p n . (Sularso dan suga,
dp n
v=
60 1000
60 x 1000
1997:166)
Dimana:
v = Kecepatan Keliling Sabuk (m/s).
dp = Diameter Pulley Mesin (mm)
n = Putaran Pulley Mesin(rpm)
Antara poros penggerak dengan poros yang digerakan ada jarak, maka panjang keliling
sabuk L (mm) harus dihitung, dimana masing-masing adalah d p (mm) dan Dp (mm) serta

perbandingan putaran dinyatakan

n1
n2

n1
n2

atau

dp
Dp

. Jarak sumbu poros dan keliling

sabuk berturut-turut adalah C dan L, maka:


L=

2C +
(dp + Dp) +
(Dp dp)2

1
L=2 C+ ( D p +d p ) +

1
( D d )
2
4C p p
2
4C

.. (Sularso, 1997: 170)


Dimana:
L = Panjang Sabuk (mm)
C = Jarak Sumbu Poros (mm)
Jumlah putaran sabuk per detik dapat dihitung dengan memakai rumus:
U=

v
L

U=

v
L

........................................................................... (Dobrovolsky,

1978:249)
Dimana:
U = Jumlah Putaran Sabuk per Detik (rps)
v = Kecepatan Keliling Sabuk (m/s)
L = Panjang Sabuk (mm)
Dan berat sabuk dipakai rumus:
W = a x L x W =a . L . . (Khurmy dan Gupta, 1987:
669)
Dimana:
W = Berat Sabuk (Kg)
a = Luas Penampang Sabuk (mm)
L = Panjang Sabuk (mm)
= Massa Jenis Sabuk (Kg/mm3)
sehingga gaya sentrifugal pada sabuk
W
Fc = v2
g

Fc =

W
g

x v2... (Khurmy dan Gupta,

1987: 669)
Dimana:
Fc = Gaya Sentrifugal (Kg)
W = Berat Sabuk (Kg)
g = Gaya Gravitasi (m/det)
v = Kecepatan Keliling Sabuk (m/det)
Dalam mendapatkan sabuk yang panjangnya sama dengan hasil perhitungan
umumnya sukar, sehingga jarak antara kedua poros dihitung dengan rumus sebagai
berikut:

b+ b28 ( D pd p )
C=
8

C=

b + b2

8 (Dp

dp

(Sularso, 1997: 170)


Dimana:
b = 2L 3,14 (Dp dp) .. (Sularso, 1997: 170)
Dan untuk menentukan sudut antara kedua sumbu pulley ()
= 1800

57 ( DP d p )
C

D pd p
C

..................................................... (Sularso,

1997: 170)
Dimana:
= Sudut Kontak Antara Kedua Pulley (Radian)
C = Jarak Kedua Sumbu Poros (mm)
Antara pulley dan sabuk menimbulkan gesekan. Gaya gesek dapat berkurang yang dapat
menimbulkan slip dan daya banyak terbuang. Sehingga dihitung koefisien sabuk dengan:
= 0,54
........................................ (Khurmy dan
42,6
=0,54
42,6
152,4 v
152,4 + v
Gupta, 1987: 651)
Untuk memperoleh sisi sabuk kencang (S1) dipakai rumus:
S =S F s
S1 = St max Fs 1 t max
............................................... (Khurmy dan Gupta,
1987: 673)
Dimana:
St max = Tegangan Tarik Maksimum yang Diijinkan (Kg/mm2)
Fs
= Gaya Sentrifugal Sabuk (Kg)
Dan tegangan sisi sabuk kendor (S2) diperoleh dengan rumus:
2,3 log S1
S2

=.

2,3 log

S1
= .
S2

. (Khurmy dan

Gupta,1987: 669)
Dimana:
= Sudut Kontak Pulley Dengan Sabuk
= Koefisien Gesek Antara Pulley dan sabuk
dan untuk daya maksimum yang ditransmisikan sabuk V adalah:
P=
. (Khurmy dan
( S1 total S2 total) v P= ( S1 totalS2 total ) v
75
75
Gupta, 1987: 303)

2.5 Bantalan (bearing)


Menurut Sularso (2004:103), bantalan adalah sebuah elemen mesin yang menumpu
poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak baliknya dapat berlangsung secara
halus, aman dan memiliki umur yang panjang.
Bantalan dikembangkan dan digunakan untuk meningkatkan kemampuan untuk
menahan pergerakan dari proses yang berputar dan juga menahan beban. Pemakaian
bantalan harus memperhatikan fungsi pokok bantalan sebagai elemen yang menahan
beban dan menerima sifat dinamis, sehingga pemilihan bantalan yang sesuai adalah
mutlak dilakukan untuk mencegah terjadinya kegagalan dalam pengoperasian mesin
tersebut. Penggolongan bantalan secara garis besar menurut Sularso (2004:103) antara
lain:
a. Berdasarkan gerakan bantalan terhadap poros
1 . Bantalan linear
Bantalan ini terjadi jika ada gerakan linear antara poros dengan bantalan karena
poros langsung ditumpu oleh permukaan bantalan yang dibatasi oleh lapisan
pelumas.
2 . Bantalan gelinding
Bantalan ini memiliki gesekan yang terjadi diantara elemen gelinding dengan
dinding yang berputar pada bantalan.
3 . Berdasarkan arah beban terhadap poros
a) Bantalan radial: bantalan ini memilki arah pembebanan yang tegak lurus dengan
sumbu poros
b) Bantalan aksial: bantalan ini memilki arah pembebanan yang sejajar dengan
sumbu poros
c) Bantalan gelinding khusus: bantalan ini memeliki arah pembebanan kombinasi
atau gabungan dari bantalan yang sejajar dan tegak lurus dengan sumbu poros.
Bantalan yang digunakan dalam perencanaan mesin pemilah sagu ini adalah
bantalan bola radial baris tunggal, karena pembebanan yang terjadi hanya
pembebanan pada arah radial.
2.6 Pasak (spline)
Pasak adalah elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-bagian mesin
seperti roda gigi, sproket, puli, kopling dan sebagainya pada poros (Sularso, 2004:23).
Fungsi pasak dalam perancangan mesin adalah untuk menghubungkan antara dua elemen
mesin (umumnya poros dan naf), sehingga terjadi pengaluran momen antara dua
komponen tersebut. Pasak memiliki sifat sederhana, dapat diandalkan, mudah digunakan
(dipasang dan dibongkar) dan murah pembuatannya.
Tapi disini saya menggunakan gergaji sebagai pisaunya, yaitu gergaji jenis TCT 12
IN T 40.
Dengan mengetahui daya rencana (P d) yang dihitung pada perhitungan poros serta
mengetahui putaran poros (n) dan juga torsi (T) diketahui pada perhitungan poros, maka
daya tangensial pada permukaan poros (F) dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut:

Ft =

......................................................................... (Sularso, 1997: 25)


T
ds
2
Dimana:
Ft = Gaya Tangensial (Kg)
T = Torsi (Kg.mm)
Ds = Diameter Poros (mm)

Anda mungkin juga menyukai