Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PATOLOGI ANATOMI
(INFLAMASI, NEKROSIS, DAN ADAPTASI)

1.1
1.1.1

Inflamasi
Pengertian
Inflamasi adalah reaksi jaringan hidup terhadap semua bentuk jejas yang

berupa reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang
terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau
nekrosis. Selain itu inflamasi dapat juga diartikan sebagai suatu respon pertahanan
tubuh terhadap masuknya mikroorganisme patogen, kerusakan jaringan, kelainan
system kekebalan tubuh, sinar X dan ultraviolet, serta bahan kimia.
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti
oleh inflamasi adalah kuman (mikroorganisme). Mikroorganisme patogen yang sering
menyebabkan inflamasi adalah virus dan bakteri. Virus menimbulkan peradangan
dengan cara merusak sel-sel tubuh. Adapun bakteri mengakibatkan peradangan
dengan cara melepaskan racun endotoksin ke dalam tubuh. Selain mikroorganisme
agen penyebab radang yang lain adalah benda (pisau, peluru, dsb), suhu (panas atau
dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan
lain-lain. Tujuan inflamasi yaitu untuk memperbaiki jaringan yang rusak serta
mempertahankan

diri

terhadap

infeksi,

mengisolasi,

menghancurkan,

dan

menonaktifkan benda asing yang masuk serta pembuangan debris (jaringan yang
telah mati atau sisa benda asing).
Cedera radang atau inflamasi yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini
menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera
jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan,
pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan
sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh

proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya proses fagositosis, dan
terjadinya perubahan-perubahan imunologik.
1.1.2

Klasifikasi

Jenis-jenis peradangan antara lain sebagai berikut:


a. Radang kataral
Terbentuk diatas permukaan membran mukosa yang terdapat sel-sel yang dapat
mensekresi musin. Eksudat musin yang paling banyak di kenal adalah puck yang
menyertai banyak infeksi pernafasan bagian atas.
b. Radang pseudomembran
Terbentuk di atas permukaan selaput lendir yang ditandai dengan pembentukan
eksudat berupa lapisan selaput superficial,mengandung agen penyebab, endapan
fibrin, sel-sel nekrotik aktif dan sel-sel darah putih radang. Radang membranosa
sering dijumpai dalaam orofaring, trakea, bronkus, dan traktus gastro intestinal.
c. Ulkus
Terjadi apalagi sebagian permukaan jaringan hilang sedangkan jaringan
sekitarnya meradang.
d. Abses
Lubang yang terisi nanah dalam jaringan. Abses adalah lesi yang sulit untuk
diatasi oleh tubuh karene kecenderungannya untuk meluas dengan pencairan,
kecenderungan

untuk

membentuk

lubang

dan

resistensinya

terhadap

penyembuhan. Jika terbentuk abses, maka obbat-obatan seperti antibiotik dalam


darah sulit masuk ke dalam abses.
e. Radang purulen
Terjadi akibat infeksi bakteri. Terdapat pada cedera aseptik dan dapat terjadi
dimana-mana pada tubuh yang jaringannya telah menjadi nekrotik.
f. Flegmon
Radang purulen yang meluas secara defuse pada jaringan.
g. Radang supuratif
Infeksi supuratif lokal disebabkan oleh banyak macam bakteri yang secara
kollektif diberi nama piogen (pembentukan nanah). Yang termmasuk piogen
adalah stafilokokkus, banyak basil gram negatif.

Berdasarkan waktu kejadiannya, radang diklasifikasikan sebagai :


a. Radang Akut (mendadak)
Yaitu reaksi jaringan yang terjadi segera dan hanya dalam waktu tidak lama
(beberapa jam sampai beberapa hari) setelah adanya rangsang iritan, disertai
tanda radang akut. Pada tahap ini terjadi pelepasan plasma dan komponen seluler
darah ke dalam ruang-ruang jaringan ekstraseluler. Termasuk didalamnya
granulosit neutrofil yang melakukan pelahapan (fagositosis) untuk membersihkan
debris jaringan dan mikroba.
b. Radang kronik ( menahun )
Radang kronik dapat terjadi dari radang akut yang tidak mengalami perbaikan
secara sempurna sehingga berkembang menjadi bentuk kronik, atau sejak semula
memang bersifat menahun, disebabkan oleh rangsang menahun / kuman yang
virulensi-nya rendah dengan rangsang menahun. Radang kronik berjalan
berminggu- minggu sampai bertahun tahun.
c. Radang subakut
Merupakan tahapan dari radang akut yangakan menjadi menahun atau kronik.
Radang kronik dapat pula berkembang menjadi akut yang dikenal sebagai radang
kronik eksaserbasi akut. Pemberian nama suatu radang biasanya berdasarkan
jenisorgan yang terkena, ditambah akhiran itis, contoh : dermatitis ( radang pada
kulit ), tonsilitis ( radang pada tonsil ), appendisitis ( radang pada appendiks ).
Tetapi ada pula pemberian nama di luar konsep tersebut, misal : pneumonia
(radang paru ).
1.1.3 Tanda-tanda Inflamasi
a. Rubor (kemerahan)
Rubor merupakan hal pertama yang terlihant pada daerah peradangan.
Waktu.reaksi peradangan mulai timbul maka anteriol yangg mensuplai daerah
tersebut melebar, dengan lebih banyak darah mengalir kedalam mikrosirkulasi
lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang
meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini dinamakan
hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan
akut.

b. Kalor (panas)
Pada daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab
daerah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak
dari pada yang disalurkan kedaerah normal.
c. Dolor (rasa sakit)
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat
menimbulkan rasa sakit.
d. Tumor (pembengkakan)
Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi
darah kejaringan-jaringan iterstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun
di daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan
sebagian besar eksudat adalah cair,seperti yang terjadi pada lepuhan yang
disebabkan oleh luka bakar ringan.
1.1.4

Mekanisme Inflamasi

Radang akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang
didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan
berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan
nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan
penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit.
Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran
darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan
memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit
yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya
berakumulasi di lokasi cedera.
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh
vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah
dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler
yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi

darah yang mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas
melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali pada jejas yang sangat ringan,
bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal akan disusul oleh
perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular dan perubahan pada
orientasi unsur-unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan
pembuluh darah dilihat dari segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya
jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit setelah jejas.
Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30 menit. Peningkatan
permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel darah putih ke
dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi radang akut.
Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang berkesinambungan
berlapis endotel yang bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel
dilapisi oleh selaput basalis yang berkesinambungan.
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan
keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat
meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid
bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula.
Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial
yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding
kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton.
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas
1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang
melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas
vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas),
bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai akibat aliran darah lokal yang
meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan
emigrasinya.
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi
jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu
memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis,
dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan

beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan penggerak reaksi radang,
dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti.
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan selsel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar
daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan
terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke
bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan menggulung pelanpelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi kemudian selsel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel.
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari
pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel.
Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi
leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak
tertutup tanpa perubahan nyata.
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah
utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruhpengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel
darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang berbedabeda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya
limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil
maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel
darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau
eksogen, misalnya produk bakteri. Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah
proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri
tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan
sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam
serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada
permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak
pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma
yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu
pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula sitoplasma

neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses
yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami
pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian
mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan
leukosit.
Radang kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang
(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari
inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang
akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil
dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir
(seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan
(meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis).
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul
menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang
akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda,
disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses
penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses
primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan
penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi
penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti
basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan
bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu
radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena
banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan
waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya
berdasarkan pola morfologi reaksi.
1.1.5

Mediator kimia peradangan


Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan merupakan rantai

penting antara terjadinya jejas dengan fenomena radang. Meskipun beberapa cedera

langsung merusak endotelium pembuluh darah yang menimbulkan kebocoran protein


dan cairan di daerah cedera, pada banyak kasus cedera mencetuskan pembentukan
dan/atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh. Banyak jenis cedera yang dapat
mengaktifkan mediator endogen yang sama, yang dapat menerangkan sifat stereotip
dari respon peradangan terhadap berbagai macam rangsang. Karena pola dasar radang
akut stereotip, tidak tergantung jenis jaringan maupun agen penyebab pada
hakekatnya menyertai mediator-mediator kimia yang sama yang tersebar luas dalam
tubuh. Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga memberi mekanisme
biologi yang memperkuat kerja mediator. Radang juga memiliki mekanisme kontrol
yaitu inaktivasi mediator kimia lokal yang cepat oleh sistem enzim atau antagonis.
Cukup banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen telah dikenal
sebagai mediator dari respon peradangan. Identifikasinya saat ini sulit dilakukan.
Walaupun daftar mediator yang diusulkan panjang dan kompleks, tetapi mediator
yang lebih dikenal dapat digolongkan menjadi golongan amina vasoaktif (histamin
dan serotonin), protease plasma (sistem kinin, komplemen, dan koagulasi
fibrinolitik), metabolit asam arakidonat (leukotrien dan prostaglandin), produk
leukosit (enzim lisosom dan limfokin), dan berbagai macam mediator lainnya (misal,
radikal bebas yang berasal dari oksigen dan faktor yang mengaktifkan trombosit).
a. Amina vasoaktif
Amina vasoaktif yang paling penting adalah histamin. Sejumlah besar
histamin disimpan dalam granula sel jaringan penyambung yang disebut sel mast.
Histamin tersebar luas dalam tubuh. Histamin juga terdapat dalam sel basofil dan
trombosit. Histamin yang tersimpan merupakan histamin yang tidak aktif dan
baru menampilkan efek vaskularnya bila dilepaskan. Stimulus yang dapat
menyebabkan dilepaskannya histamin adalah jejas fisik (misal trauma atau
panas), reaksi imunologi (meliputi pengikatan antibodi IgE terhadap reseptor Fc
pada sel mast), fragment komplemen C3a dan C5a (disebut anafilaktosin),
protein derivat leukosit yang melepaskan histamin, neuropeptida (misal,
substansi P), dan sitokin tertentu (misal, IL-1 dan IL-8).

Pada manusia, histamin menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan


permeabilitas venula, dan pelebaran pertemuan antar-sel endotel. Histamin
bekerja dengan mengikatkan diri pada reseptor-reseptor histamin jenis H-1 yang
ada pada endotel pembuluh darah. Pada perannya dalam fenomena vaskular,
histamin juga dilaporkan merupakan bahan kemotaksis khas untuk eosinofil.
Segera setelah dilepaskan oleh sel mast, histamin dibuat menjadi inaktif oleh
histaminase. Antihistamin merupakan obat yang dibuat untuk menghambat efek
mediator dari histamin. Perlu diketahui bahwa obat antihistamin hanya dapat
menghambat tahap dini peningkatan permeabilitas vaskular dan histamin tidak
berperan

pada

tahap

tertunda

yang

dipertahankan

pada

peningkatan

permeabilitas.
Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan suatu bentuk mediator
vaasoaktif. Serotonin ditemukan terutama di dalam trombosit yang padat granula
(bersama dengan histamin, adenosin difosfat, dan kalsium). Serotonin dilepaskan
selama agregasi trombosit. Serotonin pada binatang pengerat memiliki efek yang
sama seperti halnya histamin, tetapi perannya sebagai mediator pada manusia
tidak terbukti.
b. Protease plasma
Berbagai macam fenomena dalam respon radang diperantarai oleh tiga
faktor plasma yang saling berkaitan yaitu sistem kinin, pembekuan, dan
komplemen. Seluruh proses dihubungkan oleh aktivasi awal oleh faktor
Hageman (disebut juga faktor XII dalam sistem koagulasi intrinsik). Faktor XII
adalah suatu protein yang disintesis oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk
inaktif hingga bertemu kolagen, membrana basalis, atau trombosit teraktivasi di
lokasi jejas endotelium. Dengan bantuan kofaktor high-molecular-weight
kininogen (HMWK)/kininogen berat molekul tinggi, faktor XII kemudian
mengalami perubahan bentuk menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa dapat
membongkar pusat serin aktif yang dapat memecah sejumlah substrat protein.
Aktivasi sistem kinin pada akhirnya menyebabkan pembentukan
bradikinin. Bradikinin merupakan polipeptida yang berasal dari plasma sebagai
prekursor yang disebut HMWK. Prekursor glikoprotein ini diuraikan oleh enzim

proteolitik kalikrein. Kalikrein sendiri berasal dari prekursornya yaitu


prekalikrein yang diaktifkan oleh faktor XIIa. Seperti halnya histamin, bradikinin
menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan permeabilitas venula dan kontraksi
otot polos bronkial. Bradikinin tidak menyebabkan kemotaksis untuk leukosit,
tetapi menyebabkan rasa nyeri bila disuntikkan ke dalam kulit. Bradikinin dapat
bertindak dalam sel-sel endotel dengan meningkatkan celah antar sel. Kinin akan
dibuat inaktif secara cepat oleh kininase yang terdapat dalam plasma dan
jaringan, dan perannya dibatasi pada tahap dini peningkatan permeabilitas
pembuluh darah.
Pada sistem pembekuan, rangsangan sistem proteolitik mengakibatkan
aktivasi trombin yang kemudian memecah fibrinogen yang dapat larut dalam
sirkulasi menjadi gumpalan fibrin. Faktor Xa menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular dan emigrasi leukosit. Trombin memperkuat perlekatan
leukosit pada endotel dan dengan cara menghasilkan fibrinopeptida (selama
pembelahan fibrinogen) dapat meningkatkan permeabilitas vaskular dan sebagai
kemotaksis leukosit.
Ketika faktor XIIa menginduksi pembekuan, di sisi lain terjadi aktivasi
sistem fibrinolitik. Mekanisme ini terjadi sebagai umpan balik pembekuan
dengan cara memecah fibrin kemudian melarutkan gumpalan fibrin. Tanpa
adanya fibrinolisis ini, akan terus menerus terjadi sistem pembekuan dan
mengakibatkan

penggumpalan

pada

keseluruhan

vaskular.

Plasminogen

activator (dilepaskan oleh endotel, leukosit, dan jaringan lain) dan kalikrein
adalah protein plasma yang terikat dalam perkembangan gumpalan fibrin. Produk
hasil dari keduanya yaitu plasmin, merupakan protease multifungsi yang
memecah fibrin.
Sistem komplemen terdiri dari satu seri protein plasma yang berperan
penting dalam imunitas maupun radang. Tahap penting pembentukan fungsi
biologi komplemen ialah aktivasi komponen ketiga (C3). Pembelahan C3 dapat
terjadi oleh apa yang disebut jalur klasik yang tercetus oleh pengikatan C1
pada kompleks antigen-antibodi (IgG atau IgM) atau melalui jalur alternatif yang
dicetuskan oleh polisakarida bakteri (misal, endotoksin), polisakarida kompleks,

atau IgA teragregasi, dan melibatkan serangkaian komponen serum (termasuk


properdin dan faktor B dan D). Jalur manapun yang terlibat, pada akhirnya
sistem komplemen akan memakai urutan efektor akhir bersama yang
menyangkut C5 sampai C9 yang mengakibatkan pembentukan beberapa faktor
yang secara biologi aktif serta lisis sel-sel yang dilapisi antibodi.
Faktor yang berasal dari komplemen, mempengaruhi berbagai fenomena
radang akut, yaitu pada fenomena vaskular, kemotaksis, dan fagositosis. C3a dan
C5a (disebut juga anafilaktosin) meningkatkan permeabilitas vaskular dan
menyebabkan

vasodilatasi

dengan

cara

menginduksi

sel

mast

untuk

mengeluarkan histamin. C5a mengaktifkan jalur lipoksigenase dari metabolisme


asam arakidonat dalam netrofil dan monosit. C5a juga menyebabkan adhesi
neutrofil pada endotel dan kemotaksis untuk monosit, eosinofil, basofil dan
neutrofil. Komplemen yang lainnya, C3b, apabila melekat pada dinding sel
bakteri akan bekerja sebagai opsonin dan memudahkan fagositosis neutrofil dan
makrofag yang mengandung reseptor C3b pada permukaannya.
c. Metabolit asam arakidonat
Asam arakidonat merupakan asam lemak tidak jenuh (20-carbon
polyunsaturated fatty acid) yang utamanya berasal dari asupan asam linoleat dan
berada dalam tubuh dalam bentuk esterifikasi sebagai komponen fosfolipid
membran sel. Asam arakidonat dilepaskan dari fosfolipid melalui fosfolipase
seluler yang diaktifkan oleh stimulasi mekanik, kimia, atau fisik, atau oleh
mediator inflamasi lainnya seperti C5a. Metabolisme asam arakidonat
berlangsung melalui salah satu dari dua jalur utama, sesuai dengan enzim yang
mencetuskan, yaitu jalur siklooksigenase dan lipoksigenase. Metabolit asam
arakidonat (disebut juga eikosanoid) dapat memperantarai setiap langkah
inflamasi.
Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin (PG) E2 (PGE2), PGD2,
PGF2?, PGI2 (prostasiklin), dan tromboksan A2 (TXA2). Setiap produk tersebut
berasal dari PGH2 oleh pengaruh kerja enzim yang spesifik. PGH 2 sangat tidak
stabil, merupakan prekursor hasil akhir biologi aktif jalur siklooksigenase.

Beberapa enzim mempunyai distribusi jaringan tertentu. Misalnya, trombosit


mengandung enzim tromboksan sintetase sehingga produk utamanya adalah
TXA2. TXA2 merupakan agen agregasi trombosit yang kuat dan vasokonstriktor.
Di sisi lain, endotelium kekurangan dalam hal tromboksan sintetase, tetapi
banyak memiliki prostasiklin sintetase yang membentuk PGI 2. PGI2 merupakan
vasodilator dan penghambat kuat agregasi trombosit. PGD2 merupakan metabolit
utama dari jalur siklooksigenase pada sel mast. Bersama dengan PGE2 dan
PGF2?, PGD2 menyebabkan vasodilatasi dan pembentukan edema. Prostaglandin
terlibat dalam patogenesis nyeri dan demam pada inflamasi.
Jalur lipoksigenase merupakan jalur yang penting untuk membentuk
bahan-bahan proinflamasi yang kuat. 5-lipoksigenase merupakan enzim
metabolit asam arakidonat utama pada neutrofil. Produk dari aksinya memiliki
karakteristik yang terbaik. 5-HPETE (asam 5-hidroperoksieikosatetranoik)
merupakan derivat 5-hidroperoksi asam arakidonat yang tidak stabil dan
direduksi

menjadi

5-HETE

(asam

5-hidroksieikosatetraenoik)

(sebagai

kemotaksis untuk neutrofil) atau diubah menjadi golongan senyawa yang disebut
leukotrien. Produk dari 5-HPETE adalah leukotrien (LT) A4 (LTA4), LTB4, LTC4,
LTD4, dan LTE5. LTB4 merupakan agen kemotaksis kuat dan menyebabkan
agregasi dari neutrofil. LTC4, LTD4, dan LTE4 menyebabkan vasokonstriksi,
bronkospasme, dan meningkatkan permeabilitas vaskular.
Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis
menggunakan jalur transeluler. Trombosit sendiri tidak dapat membentuk
lipoksin A4 dan B4 (LXA4 dan LXB4), tetapi dapat membentuk metabolit dari
intermediat LTA4 yang berasal dari neutrofil. Lipoksin mempunyai aksi baik prodan anti- inflamasi. Misal, LXA4 menyebabkan vasodilatasi dan antagonis
vasokonstriksi yang distimulasi LTC4. Aktivitas lainnya menghambat kemotaksis
neutrofil dan perlekatan ketika menstimulasi perlekatan monosit.
d. Produk leukosit
Granula lisosom yang terdapat dalam neutrofil dan monosit mengandung
molekul mediator inflamasi. Mediator ini dilepaskan setelah kematian sel oleh

karena peluruhan selama pembentukan vakuola fagosit atau oleh fagositosis yang
terhalang karena ukurannya besar dan permukaan yang tidak dapat dicerna.
Kalikrein yang dilepaskan dari lisosom menyebabkan pembentukan bradikinin.
Neutrofil juga merupakan sumber fosfolipase yang diperlukan untuk sintesis
asam arakidonat.
Di dalam lisosom monosit dan makrofag juga banyak mengandung bahan
yang aktif untuk proses radang. Pelepasannya penting pada radang akut dan
radang kronik. Limfosit yang telah peka terhadap antigen melepaskan limfokin.
Limfokin merupakan faktor yang menyebabkan penimbunan dan pengaktifan
makrofag pada lokasi radang. Limfokin penting pada radang kronik.
e. Mediator lainnya
Metabolit oksigen reaktif yang dibentuk dalam sel fagosit saat fagositosis
dapat luruh memasuki lingkungan ekstrasel. Diduga bahwa radikal-radikal bebas
yang sangat toksik meningkatkan permeabilitas vaskular dengan cara merusak
endotel kapiler. Selain itu, ion-ion superoksida dan hidroksil juga dapat
menyebabkan peroksidase asam arakidonat tanpa enzim. Akibatnya, akan dapat
terbentuk lipid-lipid kemotaksis.
Aseter-PAF merupakan mediator lipid yang menggiatkan trombosit. Hal
ini karena menyebabkan agregasi trombosit ketika dilepaskan oleh sel mast.
Selain sel mast, neutrofil dan makrofag juga dapat mensintesis aseter-PAF.
Aseter-PAF

meningkatkan

permeabilitas

vaskular,

adhesi

leukosit

dan

merangsang neutrofil dan makrofag.


1.2

Nekrosis

1.2.1

Pengertian
Nekrosis dalam yunani disebut necroses adalah perubahan morfologis yang

menunjukkan kematian sel dan disebabkan oleh degradasi enzimatik yang progresif;
dapat mengenai sekelompok sel atau bagian struktur sel atau organ. (Dorland, 2011)
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan akut
atau trauma (misalnya: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan
cedera mekanis), di mana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang

dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi
menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Stimulus yang terlalu berat dan
berlangsung lama serta melebihi kapasitas adaptif sel akan menyebabkan kematian
sel di mana sel tidak mampu lagi mengompensasi tuntutan perubahan. Sekelompok
sel yang mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya enzim-enzim lisis yang
melarutkan berbagai unsure sel serta timbulnya peradangan. Leukosit akan membantu
mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi perubahan-perubahan secara
morfologis. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis.
Selain karena stimulus patologis, kematian sel juga dapat terjadi melalui mekanisme
kematian sel yang sudah terprogram di mana setelah mencapai masa hidup tertentu
maka sel akan mati. Mekanisme ini disebut apoptosis, sel akan menghancurkan
dirinya sendiri (bunuh diri/suicide), tetapi apoptosis dapat juga dipicu oleh keadaan
iskemia.
1.2.2

Klasifikasi

Ada tujuh macam morfologi pola nekrosis:


1. Nekrosis coagulative. Biasanya terlihat pada hipoksia (oksigen rendah)
lingkungan, seperti infark sebuah. Garis besar sel tetap setelah kematian sel dan
dapat diamati oleh cahaya mikroskop. Hipoksia infark di otak

namun

mengakibatkan nekrosis Liquefactive.


2. Liquefactive nekrosis (atau nekrosis colliquative) biasanya berhubungan
dengan kerusakan seluler dan nanah formasi (misalnyapneumonia). Ini khas
infeksi bakteri atau jamur, kadang-kadang, karena kemampuan mereka untuk
merangsang

reaksi

inflamasi.Iskemia(pembatasan

pasokandarah)

di

otak

menghasilkan liquefactive, bukan nekrosis coagulative karena tidak adanya dukungan


substansial stroma.
3. Gummatous nekrosis terbatas pada nekrosis yang melibatkan spirochaetal
infeksi (misalnyasifilis).
4. Dengue nekrosis adalah karena penyumbatan pada drainase vena dari suatu organ
atau jaringan (misalnya, dalam torsi testis).

5. Nekrosis

Caseousa

adalah

bentuk

spesifik

dari

nekrosis

koagulasi

biasanyadisebabkan oleh mikobakteri (misalnya tuberkulosis), jamur, dan


beberapa zat asing. Hal ini dapat dianggap sebagai kombinasi dari nekrosis
coagulative dan liquefactive.
6. Nekrosis enzimatis adalah nekrosis lemak oleh enzim lipase
7. Nekrosis fibrinoid disebabkan oleh kekebalan yang diperantarai vaskular
kerusakan. Hal ini ditandai dengan deposisi fibrin seperti protein bahan di arteri
dinding, yang muncul buram dan eosinofilik pada mikroskop cahaya.
1.2.3

Penyebab

Penyebab nekrosis adalah sebagai berikut :


1. Iskhemi
Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen dan makanan untuk
suatu alat tubuh terputus. Iskhemi terjadi pada infak, yaitu kematian jaringan akibat
penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dapat terjadi akibat pembentukan
trombus. Penyumbatan mengakibatkan anoxia. Nekrosis terutama terjadi apabila
daerah yang terkena tidak mendapat pertolongan sirkulasi kolateral. Nekrosis lebih
mudah terjadi pada jaringan-jaringan yang bersifat rentan terhadap anoxia. Jaringan
yang sangat rentan terhadap anoxia ialah otak.
2. Agens biologik
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan
trombosis. Toksin ini biasanya berasal dari bakteri-bakteri yang virulen, baik endo
maupun eksotoksin. Bila toksin kurang keras, biasanya hanya mengakibatkan radang.
Virus dan parasit dapat mengeluarkan berbagai enzim dan toksin, yang secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi jaringan, sehingga timbul nekrosis.
3. Agens kimia
Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia merupakan juga
merupakan juga zat yang biasa terdapat pada tubuh, seperti natrium dan glukose, tapi
kalau konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan
keseimbangan kosmotik sel. Beberapa zat tertentu dalam konsentrasi yang rendah
sudah dapat merupakan racun dan mematikan sel,sedang yang lain baru menimbulkan
kerusakan jaringan bila konsentrasinya tinggi.

4. Agens fisik
Trauma, suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun dingin, tenaga listrik,
cahaya matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat terjadi karena timbul kerusakan
potoplasma akibat ionisasi atau tenaga fisik, sehingga timbul kekacauan tata kimia
potoplasma dan inti.
5. Kerentanan (hypersensitivity)
Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara didapat (acquired) dan
menimbulkan reaksi imunologik. Pada seseorang bersensitif terhadap obat-obatan
sulfa dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal apabilaia makan obat-obatan
sulfa. Juga dapat timbul nekrosis pada pembuluh-pembuluh darah. Dalam imunologi
dikenal reaksi Schwartzman dan reaksi Arthus.

Perbandingan morfologi antara Apoptosis dan Nekrosis

1.3 Adaptasi
1.3.1 Organisasi Sel
Karakteristik makhluk hidup adalah :

bereproduksi,

tumbuh,

melakukan

metabolisme, dan beradaptasi terhadap perubahan internal dan eksternal. Aktivitas


selsesuai dengan proses kehidupan, meliputi : ingesti, mengekskresikan sisa
metabolism, asimilasi, bernafas, bergerak, mencerna, mensintesis, berespon , dan lain
sebagainya.
Struktur Sel
Sel mengandung struktur fisik yang terorganisir yang dinamakan organel. Sel
terdiri dari dua bagian utama: inti dan sitoplasma keduanya dipisahkan oleh membran
inti. Sitoplasma dipisahkan dengan cairan sekitarnya oleh membran sel. Berbagai zat
yg membentuk sel secara keseluruhan disebut protoplasma.
Struktur sel adalah sebagai berikut :
1. Membran Sel, merupakan struktur elastis yg sangat tipis, penyaring selektif zatzat tertentu.

2. Membran inti, merupakan dua membrane yang saling mengelilingi. Pada kedua
membrane yg bersatu merupakan tempat yang permeabel sehingga hampir semua
zat yg larut dapat bergerak antara cairan inti dan sitoplasma.
3. Retikulum endoplasma, terdiri dari:
RE granular yang pada permukaannya melekat ribosom yg terutama

mengandung RNA yang berfungsi dalam mensintesa protein.


RE agranular, tidak ada ribosom. Berfungsi untuk sintesa lipid dan

enzimatik sel.
4. Komplek golgi. Berhubungan dengan RE berfungsi memproses senyawa yg
ditransfer RE kemudian disekresikan.
5. Sitoplasma, yaitu suatu medium cair banyak mengandung struktur organel sel.
6. Mitokondria, adalah organel yg disediakan untuk produksi energi dalamsel. Di
sini dioksidasi berbagai zat makanan. katabolisme / pernafasan sel.
7. Lisosom, adalah bungkusan enzim pencernaan yg terikat membran dan
merupakan organ pencernaan sel
8. Sentriol, merupakan struktur silindris kecil yg berperan penting pada
pembelahan sel.
9. Inti, adalah pusat pengawasan atau pengaturan sel. Mengandung DNA
yangdisebut gen.
10. Nukleoli, merupakan struktur protein sederhana mengandung RNA.Jumlah dapat
satu atau lebih.
Sistem Fungsional Sel.
1. Penelanan dan pencernaan oleh sel.
Zat-zat dapat melewati membran dengan cara :
Difusi
transpor aktif melalui membrane
endositosis , yaitu mekanisme membrane menelan cairan ekstra sel dan
isinya. Terdiri dari : fagositosis (penelanan partekil besar oleh sel seperti
bakteri, partikel-partikel degenatif jaringan) dan pinositosis (menelan sedikit
cairan ekstra sel dan senyawa yang larut dalam bentuk vesikel kecil)
2. Ekstrasi energi dari zat gizi (fungsi mitokondria)
Oksigen menghasilkan energi yang dioksidasi dan zat gizi masuk dalam sel
digunakan untuk membentuk ATP. 1 ATP menghasilkan 8000 kalori.

1.3.2

Modalitas Cidera Sel


Sel selalu terpajan terhadap kondisi yang selalu berubah dan potensial

terhadap rangsangan yang merusak sel akan bereaksi sebagai berikut :

Beradaptasi
Jejas / cidera reversible
Kematian

Sebab-sebab (etiologi) jejas, kematian dan ddaptasi sel :


1. Hipoksia, akibat dari hilangnya perbekalan darah karena gangguan aliran darah,
gangguan kardiorespirasi, dan hilangnya kemampuan darah mengangkut oksigen :
anemia dan keracunan. Respon sel terhadap hipoksia tergantung pada tingkat
keparahan hipoksia seperti: sel-sel dapat menyesuaikan , terkena jejas, kematian.
2. Bahan kimia (termasuk obat-obatan). Bahan kimia menyebabkan perubahan pada
beberapa fungsi sel : permeabilitas selaput, homeostatis osmosa, keutuhan enzim
atau kofaktor. Racun menyebabkan kerusakan hebat pada sel dan kematian
individu.
3. Agen fisik dapat merusak sel .
Trauma mekanik, yang dapat menyebabkan pergeseran organisasi organel

intra sel
Suhu rendah, gangguan suplai darah, vasokontriksi
Suhu tinggi membakar jaringan
Perubahan medadak tekanan atmosfer, menyebabkan gangguan perbekalan
darah untuk sel-sel. Tingginya gas-gas atmosfer yang berada dibawah tekanan
atmosfer darah yang jika mendadak kembali ke tekanan normal, zat-zat
tersebut akan terjebak keluar dari larutan secara cepat dan membentuk
gelembung-gelembung jejas hipoksia, menyumbat aliran darah dalam sirkulasi

mikro.
Tenaga radiasi, jejas akibat ionisasi langsung senyawa kimia yang ada didalam
sel atau karena ionisasi sel yg menghasilkan radikal panas yg secara

sekunder bereaksi dengan komponen intra sel


Tenaga listrik, jika melewati tubuh akan menyebabkan : aritmi jantung, luka

bakar serta gangguan jalur konduksi saraf.


4. Agen mikrobiologi : bakteri, virus, mikoplasma, klamidia , jamur dan protozoa
akan merusak sel-sel penjamu, mengeluarkan eksotoksin. Bakteri merangsang

respon peradangan atau mengeluarkan endotoksin. Sehingga muncul reaksi


immunologi yang merusak sel dan timbul reaksi hipersensitivitas terhadap
agen. Contoh penyakit : infeksi stafilokokus atau streptococcus, gonore, sifilis,
kolera, dan lain sebagainya.Virus mewariskan DNA virus menyatu dengan DNA
sel setelah berada dalam sel virus akan mengambil alih fungsi sel. RNA virus
gen-gen pada sel baru akan mengontrol fungsi sel: Contoh penyakit : ensefalitis,
campak jerman, rubella, poliomyelitis, hepatitis , dan lain-lain
5. Mekanisme Imun
Reaksi imun sering dikenal sebagai penyebab kerusakan dan penyakit pada sel.
Antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen. Antigen endogen (missal
antigen sel) menyebabkan penyakit autoimun.
6. Gagngguan genetic
Mutasi, dapat menyebabkan: mengurangi suatu enzim,kelangsugan hidup sel
tidak sesuai, atau tanpa dampak yg diketahui.
7. Ketidakseimbangan nutrisi : defisiensiprotein-kalori, avitaminosis, aterosklerosis,
obesitas, kelebihan kalori
8. Penuaan Sel
1.2.3

Adaptasi Sel

Bentuk reaksi sel jaringan organ / sistem tubuh terhadap jejas antara lain :
1. Retrogresif, jika terjadi proses kemunduran (degenerasi/ kembali kearah yang
kurang kompleks).
2. Progresif, berkelanjutan berjaklan terus kearah yang lebih buruk untuk penyakit
3. Adaptasi (penyesuaian) : atropi, hipertropi, hiperplasi, metaplas
4. Sel-sel menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan mikronya.
Atropi
Yaitu suatu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang
sempurna dengan ukuran normal. Atropi merupakan bentuk reaksi adaptasi.
Penyebab

atropi

adalah

berkurangnya

beban

kerja,

hilangnya

berkuranghnya perbekalan darah, hilangnya rangsangan hormon


Sifat : seluruh bagian tubuh tampak mengecil secara bertahap.
Fisiologik misalnya aging proses

persarafan,

Patologik (pasca peradangan), misal keadaan kurus kering akibat marasmus dan
kwashiorkor, emasiasi / inanisi (menderita penyakit berat), melemahnya fungsi
pencernaan atau hilangnya nafsu makan
Umum atau local. penurunan aktivitas endokrin dan pengaruhnya atas target sel dan
target organ.
Hipertropi
Yaitu peningkatan ukuran sel dan perubahan ini meningkatkan ukuran alat
tubuh. Ukuran sel jaringan atau organ yg menjadi lebih besar dari ukuran normalnya.
Terjadi pada organ yang tidak mempunyai kemampuan replikasi misalnya otot
jantung, otot kerangka. Penyebabnya adalah akibat beban kerja organ atau jaringan
yang berlebihan.
Hiperplasia
Yaitu peningkatan jumlah sel (bertambah banyak) yang terjadi pada jaringan
yang dapat bereplikasi. Misalnya : Hipeplasia endometrium, prostat BPH (Benignt
Prostat Hipertrofi).
Metaplasia
Ialah bentuk adaptasi terjadinya perubahan sel matur jenis tertentu menjadi sel
matur jenis lain yang sifatnya reversibel. Misalnya: sel epitel torak endoservik daerah
perbatasan dengan epitel skuamosa, sel epitel bronchus perokok.
Displasia
Sel dalam proses metaplasia berkepanjangan tanpa mereda dapat mengalami
ganguan polarisasi pertumbuhan sel reserve sehingga timbul keadaan yang disebut
displasia. Sel yang mengalami displasia akan mengalami perubahan bentuk, susunan,
dan ukuran.

Degenerasi
Yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluler yang disertai
perubahan morfologik, akibat jejas non fatal pada sel. Dalam sel jaringan terjadi :

Akumulasi cairan atau zat dalam organel sel


Storage (penimbunan) sel mengembung/bengkak.
Perubahan morfologik terurama dalam sitoplasma disebut

bengkak keru (claude swelling).


Sitoplasma keruh atau granuler kasar
Ditemukan kerusakan reticulum endoplasma dan filament mitokondrial
Terbentuk fragmen partikel yang mengandung unsur lipid

proteinedemaintrasel, disebut peningkatan tekanan osmosis


Jika hal ini berlanjut, maka akan terjadi pembengkakan vesikel akan tampak

vakuola intra sel. Kemunduran ini disebut degenerasi vakuoler atau hidrofik.
Reaksi sel terhadap jejas yang masih reversible disebut degenerasi
Reaksi sel terhadap jejas yang ireversible menuju kematian disebut nekrosis

degenerasi

dan

Infiltrasi
Infiltrasi merupakan bentuk retrogresi dengan penimbunan metabolit sistemik
pada sel normal.

Anda mungkin juga menyukai