Anak pilek
Masalah inaktif :
Keluarga berasal dari sosial ekonomi rendah
Sanitasi lingkungan buruk
DIAGNOSA BANDING
Observasi Udem
DD: Udem Renal: Sindroma Nefrotik, Glomerulonefritis
Udem Nutrisional
Udem Hepatal
DIAGNOSA
- Dx Kerja: Sindroma Nefrotik relaps
- Dx Penyerta: ISPA
TERAPI
1. Medikamentosa
Pada anak ini diberikan prednison 30 mg setiap hari selama 4 minggu, Bila terjadi remisi
pengobatan dilanjutkan prednison 20 mg pagi hari selang sehari selama 4 minggu (alternating
dose)
2. Supportif
Udem: dengan tirah baring dan diuretika
3. Dietika : Diet tinggi protein 3-4 g/kgBB/hari dengan garam minimal
4. Edukatif :
. Menjaga kebersihan rumah, lingkungan dan higiene pasien
Obat diminum sesuai aturan dan dihabiskan
Mengatur pola makan pasien
Mencegah kemungkinan terjadinya infeksi lain pada anak akibatmenurunnya sistem imun akibat
penggunaan steroid.
PROGNOSIS
Que ad vitam : dubia, dapat kambuh lagi jika obat tidak diminum dan dihabiskan sesuai aturan
Que ad sanam : dubia, baik jika udem dapat diatasi dan mencegah terjadinya komplikasi
Que ad fungsionam : dubia, baik jika sembuh dan kualitas dan kuantitas gizi diperbaiki
PEMBAHASAN
Sindroma nefrotik merupakan penyakit dengan kumpulan gejala edema, hiperkolesterolemia,
hipoalbuminemia, dan proteinuria. Penyebabnya dapat berupa bawaan, sekunder, maupun
idiopatik
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun
penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan
adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus
dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan
negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat
utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang
menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan
plasma ke ruang interstitial.7
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas
degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar
albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin,
maka umumnya kadar lipid kembali normal.6
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler.
Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang
intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau
volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi
natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan
tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran
plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya
mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan aktivitas
aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine
menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill.3
Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah
sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik
menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan
peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron,
sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal
natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi
sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan
ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam
kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat
dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.
Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin
saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada
individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu
kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.8
Gambaran klinis dari sindroma nefrotik berupa
1. Anamnesis: Udem (di kelopak mata, dada, perut, punggung, tungkai, genital, ascites, efusi
pleura.; Otot skelet atrofi
2. Pemeriksaan fisik: Udem, ascites, efusi pleura, Anemia ringan (KU : tampak pucat),
Hipertensi ringan
3. Laboratorium
Urin
- Proteinuria massif (10-15 g/ hari)
- Sedimen : Silinder, hialin, lemak
- Cenderung : oliguria
Darah
- Albumin (<2,5>
- Kolesterol
- Ureum & kreatinin : normal atau
- Volume darah efektif 10-20 %
- Faktor koagulasi tertentu
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Pengonatan dengan prednison diberikan dengan dosis awal 60 mg/m2/hari atau 2mg/kgBB/hari
(maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi selama 4 minggu, dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal
(40 mg/m2/hari, maksimum 60 mg.hari) dosis tunggal pagi selang sehari (dosis alternating)
selama 4-8 minggu. Bila relaps, maka diberikan prednison 60 mg/m2/hari sampai terjadi remisi
(maksimal 4 minggu), dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari) secara alternating
selama 4 minggu. Pada sindrom nefrotik resisten steroid atau toksik steroid, diberikan obat
imunosupresan lain seperti sikofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari selama 8 minggu.
Keterangan: Berat badan dihitung berdasarkan berat badan tanpa edema (berat badan terhadap
tinggi badan pada persentil 50)
Bedah
Tidak ada tindakan bedah pada kasus ini
Suportif
Bila ada edem anasarka diperlukan tirah baring.
Selain pemberian imunosupresan, diperlukan pengobatan suportif lainnya, seperti pemberian diet
nefrotik dan diuretik.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau edema yang mengganggu aktivitas. Jika ada
hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi. Pemberian albumin/plasma dilakukan atas
indikasi, seperti edema refrakter atau syok. Terapi psikologis terhadap pasien dan orangtua
diperlukan karena penyakit ini dapat berulang dan merupakan penyakit kronis.
Lain-lain (rujukan subspesialis lainnya, dll)
Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal.
Keadaan di bawah ini merupakan indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis Nefrologi anak: bila
tidak responsif terhadap pengobatan awal, relaps frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi
kontrasteroid, diperlukan biopsi ginjal.
PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Dengan pemberian prednison atau imunosupresan lain dalam jangka waktu lama, maka perlu
dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat. Prednison dapat
menyebabkan hipertensi atau efek samping lain, dan siklofosfamid dapat menyebabkan depresi
sumsum tulang dan efek samping lain. Pemeriksaan tekanan darah perlu dilakukan secara rutin
apabila terjadi hipertensi, prednison dihentikan dan diganti dengan imunosupresan laindan
hipertensi diatasi dengan obat antihipertensi. Pada pemakaian siklofosfamid diperlukan
pemeriksaan darah tepi setiap minggu. Jika terjadi depresi sumsum tulang (leukosit <3.000/ul)>>
5000/ul.
Tumbuh kembang
Gangguan tumbuh kembang dapat terjadi sebagai akibat penyakit sindrom nefrotik sendiri atau
efek samping pemberian obat prednison secara berulang dalam jangka lama. Selain itu penyakit
ini penyakit ini merupakan keadaan imunokompromais sehingga sangat rentan infeksi. Infeksi
yang berulang dapat mengganggu tumbuh kembang pasien.
1. Dosis Pemberian Albumin:
Kadar albumin serum 1-2 g/dl: diberikan 0,5 g/kgBB/hari; kadar albumin <>
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Ilmu Kesehatan Anak edisi II. FKUI, Jakarta. 1985,
halaman 832-834.
2. IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I 2004. Badan Penerbit IDAI. Jakarta.
2004. Halaman 192-194.
3. Buku ajar ilmu penyakit dalam FKUI 2006. EGC: Jakarta Halaman 558-560
4. Sherwood, Lauralee. 2004. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC: Jakarta. halaman 461502
5. ISO Indonesia volume 43. PT ISFI. Jakarta. 2008.
6. Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier RW, editor. Renal and
electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little, Brown and Company pp. 681-726
7. A Report of the International Study of Kidney Disease in Children, 1981. The primary
nephrotic syndrome in children : Identification of patients with minimal change nephrotic
syndrome from initial response to prednison. J Pediatr 98 : 561.
8. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO,
editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.