Anda di halaman 1dari 15

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DENGAN PENDEKATAN BARU

(MUHIBBIN SYAH)
BAB I
PENDAHULUAN
Kandungan pokok buku ini terdiri dari dua macam, yakni hal belajar dan hal
mengajar. Hal-hal pokok tersebut dijadikan intisari pembahasan dalam buku ini mengingat
perannya yang vital dalam setiap proses pengajaran baik dalam satuan pendidikan sekolah
maupun satuan pendidikan luar sekolah.
Hal-hal lain seperti tentang studi psikologi pendidikan dan perkembangan siswa juga
dibahas, namun tetap dalam konteks proses belajara dan pengajar. Dalam hal ini, kedua
bidang bahasan tersebut dipandang sebagai bagian-bagian penting yang melandasi
pembahasan-pembahasan inti.

BAB II
PSIKOLOGI, PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
A. DEFINISI PSIKOLOGI, PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
1. DEFINISI PSIKOLOGI
Psikologi berarti ilmu jiwa. Sebelum menjadi disiplin ilmu yang mandiri, psikologi
memiliki akar-akar yang kuat dalam ilmu kedokteran dan filsafat yang hingga sekarang masih
tampak pengaruhnya. Dalam ilmu kedokteran, psikologi berperan menjelaskan apa-apa yang
terpikir dan terasa oleh organ-organ biologis (jasmaniah). Sedangkan dalam filsafatpsikologi berperan serta dalam memecahkan masalah-masalah rumit yang berkaitan dengan
akal, kehendak, dan pengetahuan.
Karena kontak dengan berbagai disiplin itulah, maka timbul bermacam-macam
definisi psikologi yang satu dengan yang lain berbeda, seperti:
a. Psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental (the science of mental life)
b. Psikologi adalah ilmu mengenai pikiran (the science of mind)
c. Psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku (the science of behavior) dan lain-lain
definisi yang sangat bergantung pada sudut pandang yang mendefinisikannya.
Dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki yang
membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun
kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan.
2. DEFINISI PENDIDIKAN

Dalam pengertian luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan
metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara
bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.
Menurut Poerbakawatja Harahap (1981), pendidikan adalah usaha secara sengaja dari
orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu
diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya .... orang
dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang tua yang atas dasar tugas dan kedudukannya
mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya guru sekolah, pendeta atau kiai dalam
lingkungan keagamaan, kepala-kepala asrama dan sebagainya.
3.

DEFINISI PSIKOLOGI PENDIDIKAN


Psikologi pendidikan menurut sebagian ahli adalah subdisiplin psikologi, bukan

psikologi itu sendiri. Mereka menganggap psikologi pendidikan tidak memiliki teori, konsep
dan metode sendiri. Hal ini konon terbukti dengan banyaknya hasil-hasil riset psikologi lain
yang diangkat menjadi teori, konsep, dan metode psikologi pendidikan.
Dalam pandangannya, psikologi pendidikan sebuah subdisiplin ilmu psikologi yang
berkaitan dengan teori masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal berikut:
Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas.
Pengembangan dan pembaharuan kurikulum.
Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan.
Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan
ranah kognitif.
Penyelenggaraan pendidikan keguruan.
Psikologi pendidikan mempunyai dua objek riset dan kajian, yakni:
Siswa, yaitu orang-orang yang belajar
Guru, yaitu orang-orang yang berkewajiban atau bertugas mengajar termasuk metode,
model, strategi dan lain-lain yang berhubungan dengan aktivitas penyajian materi
pelajaran.
B. ARTI PENTING PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Selaku calon guru maupun guru yang sedang bertugas tidak perlu memandang
psikologi pendidikan sebagai satu-satunya gudang penyimpan jawaban-jawaban yang benar
dan pasti atas persoalan-persoalan kependidikan yang anda hadapi. Namun, anda tetap perlu
tahu bahwa dalam psikologi pendidikan terdapat serangkaian stok informasi mengenai teoriteori dan praktik belajar, mengajar.
Yang perlu dipetik dari psikologi pendidikan:
1. Proses perkembangan siswa
2. Cara belajar siswa
3. Cara menghubungkan mengajar dengan belajar

4. Pengambilan keputusan untuk pengelolaan PMB


CAKUPAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Secara garis besar, banyak ahli yang membatasi pokok-pokok bahasan psikologi
pendidikan menjadi tiga macam:
1. Pokok bahasan mengenai belajar yang melputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri-ciri khas
perilaku belajar siswa dan sebagainya.
2. Pokok bahasan mengenai proses belajar yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang
terjadi dalam kegiatan belajar siswa.
3. Pokok bahasan mengenai situasi belajar yakni suasana dan keadaan lingkungan baik
bersifat fisik maupun nonfisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.
Sementara itu, Samuel Smith sebagaimana yang dikutip Suryabrata (1984),
menetapkan 16 topik bahasan yaitu:
1. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan
2. Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir
3. Lingkungan yang bersifat fisik
4. Perkembangan siswa
5. Proses-proses tingkah laku
6. Hakikat dan ruang lingkup belajar
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
8. Hukum-hukum dan teori belajar
9. Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/evaluasi
10. Transfer belajar, meliputi mata pelajaran
11. Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran
12. Ilmu statistik dasar
13. Kesehatan rohani
14. Pendidikan membentuk watak
15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah
16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar
Khusus mengenai proses mengajar-belajar, para ahli psikologi pendidikan seperti
Barlow (1985) dan Good & Brophy (1990) mengelompokkan pembahasan ke dalam tujuh
bagian, yaitu:
a. Manajemen ruang (kelas) yang sekurang-kurangnya meliputi pengendalian kelas dan
b.
c.
d.
e.
f.
g.

penciptaan iklim kelas.


Metodologi kelas (metodologi pengajaran).
Motivasi siswa peserta kelas.
Penanganan siswa yang berkemampuan luar biasa.
Penanganan siswa berperilaku menyimpang.
Pengukuran kinerja akademik siswa.
Pendayagunaan umpan balik dan penindaklanjutan.

METODE PSIKOLOGI
1.
2.
3.
4.
5.

Metode eksperimen
Metode kuesioner
Metode studi kasus
Metode penyelidikan klinis
Metode observasi naturalistik

BAB III
PROSES PERKEMBANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PROSES BELAJAR
A. DEFINISI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
1. DEFINISI PERKEMBANGAN
Perkembangan merupakan rentetan perubahan jasmani dan rohani manusia menuju ke
arah yang lebih maju dan sempurna. Atau proses perubahan kualitatif yang mengacu kepada
mutu fungsi organ-organ jasmaniah. Dengan kata lain, penekanan arti perkembangan itu
terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.
2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
a. Aliran Nativisme
Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran
pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini bernama Arthur Schopenhauer (1788-1860)
seorang filsup Jerman. Pokok pikiran aliran ini bahwa perkembangan manusia ditentukan
oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan, pandangan seperti ini disebut
pesimisme pedagogis.
b. Aliran Empirisme
Tokoh utama bernama John Locke (1632-1704). Doktrin aliran empirisme yang
amat termasyur adalah tabula rasa, sebuah istilah bahasa Latin yang berarti batu tulis
kosong atau lembaran kosong. Doktrin tabula rasa ini menekankan arti penting pengalaman,
lingkungan dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia itu semata-mata bergantung

pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak
lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.
c. Aliran Konvergensi
Aliran konvergensi merupakan gabungan antara aliran empirisme dengan aliran
nativisme. Aliran ini mengggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan
lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia.
B. PROSES, TUGAS, DAN HUKUM PERKEMBANGAN
1. PROSES PERKEMBANGAN
Secara global, seluruh proses perkembangan individu sampai menjadi person

(dirinya sendiri) berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu:


Tahapan proses konsepsi (pembuahan sel ovum ibu oleh sel sperma ayah)
Tahapan proses kelahiran (saat keluarnya bayi dari rahim ibu ke alam dunia bebas)
Tahapan proses perkembangan individu bayi tersebut menjadi seorang pribadi yang
khas

2. TUGAS DAN FASE PERKEMBANGAN


a. Tugas Perkembangan Fase Bayi dan Kanak-Kanak
Belajar memakan makanan keras, misalnya mulai dengan bubur susu, bubur

beras, nasi dan seterusnya.


Belajar berdiri dan berjalan, misalnya mulai dengan berpegang pada tembok

atau sandaran kursi.


Belajar berbicara, misalnya mulai dengan menyebut kata ibu, ayah, dan nama-

nama benda sederhana yang ada disekelilingnya.


Belajar mengendalikan pengeluaran benda-benda buangan dari tubuhnya,

misalnya mulai dengan meludah, membuang ingus dan seterusnya.


Belajar membedakan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, dan

bersopan santun seksual.


Mencapai kematangan untuk belajar membacadalam arti mulai siap mengenal

huruf, suku kata dan kata-kata tertulis.


Belajar mengadakan hubungan emosional selain dengan ibunya, dengan ayah,

saudara kandung, dan orang-orang di sekelilingnya.


Belajar membedakan antara hal-hal yang baik dengan yang buruk, juga antara
hal-hal yang benar dan salah, serta mengembangkan atau membentuk kata hati

(hati nurani).
b. Tugas Perkembangan Fase Anak-Anak
Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain, seperti lompat jauh,
lompat tinggi, mengejar, menghindari kejaran, dan seterusnya.

Membina sikap yang sehat (positif) terhadap dirinya sendiri sebagai seorang
indivitu yang sedang berkembang, seperti kesadaran tentang harga diri dan

kemampuan diri.
Belajar begaul dengan teman-teman sebaya sesuai dengan etika moral yang

berlaku di masyarakatnya.
Belajar memainkan peran sebagai seorang pria (jika ia seorang pria) dan sebagai

seorang wanita (jika ia seorang wanita).


Mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca, menulis, dan berhitung

(matematika dan aritmatika).


Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan kehidupan sehari-hari.
Mengembangkan kata hati, moral dan skala nilai yang selaras dengan keyakinan

dan kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya.


Mengembangkan sikap objektif/lugas baik positif maupun negatif terhadap

kelompok dan lembaga kemasyarakatan.


Belajar mencapai kemerdekaan atau kebebasan pribadi sehingga menjadi
dirinya sendiri yang independen (mandiri) dan bertanggung jawab.

c. Tugas Perkembangan Fase Remaja


Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang
berbeda jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku di

masyarakat.
Mencapai peranan sosial sebagai seorang pria (jika ia seorang pria) dan peranan
sosial seorang wanita (jika ia seorang wanita) dan menggunakannya secara

efektif sesuai dengan kodratnya masing-masing.


Keinginan menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang

bertanggung jawab di tengah-tengah masyarakatnya.


Mencapai kemerdekaan/kebebasan emosional dari orangtua dan orang-orang

dewasa lainnya dan mulai menjadi seorang person (menjadi dirinya sendiri).
Mempersiapkan diri untuk mencapao karier (jabatan dan profesi) tertentu dalam

bidang kehidupan ekonomi.


Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan (rumah tangga) dan

kehidupan berkeluarga yakni sebagai suami (ayah) dan isteri (ibu).


Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman bertingkah
laku

dan

mengembangkan

kewarganegaraannya.
d. Tugas Perkembangan Dewasa

ideologi

untuk

keperluan

kehidupan

Mulai bekerja mencari nafkah, khususnya apabila ia tidak melanjutkan karier

akademik.
Memilih teman atau pasangan hidup berumah tangga (memilih calon suami atau

isteri).
Mulai memasuki kehidupan berumah tangga, yakni menjadi seorang suami atau

isteri.
Belajar hidup bersama pasangan dalam suasana rumah tangga, yakni dengan

isteri/suaminya.
Mengelola tempat tinggal untuk keperluan rumah tagga dan keluarganya.
Membesarkan anak-anak dengan menyediakan pangan, sandang, dan papan

yang cukup dan memberikan pendidikan (dalam arti luas) yang memadai.
Menerima tanggung jawab kewarganegaraan sesuai dengan perundang-

undangan dan tuntutan sosial yang berlaku di masyarakatnya.


Menemukan kelompok sosial (perkumpulan kemasyarakatan) yang cocok dan
menyenangkan.

e. Tugas Perkembangan Setengah Baya


Mencapai tanggung jawab sosial dan kewarganegaraan secara lebih dewasa.
Membantu anak-anak yang berusia belasan tahun (khususnya anak kandungnya
sendiri) agar berkembang menjadi orang-orang dewasa yang bahagia dan

bertanggung jawab.
Mengembangkan aktivitas dan memanfaatkan waktu luang sebaik-baiknya

bersama orang-orang dewasa lainnya.


Menghubungkan diri sedemikian rupa dengan pasangannya (dengan suami dan

isteri) sebagai seorang pribadi yang utuh.


Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan psikologis yang

lazim terjadi pada masa setengah baya.


Mencapai dan melaksanakan penampilan yang memuaskan dalam karier.
Menyesuaikan diri dengan perikehidupan (khususnya dalam hal cara bersikap
dan bertindak) orang-orang yang berusia lanjut.

f. Tugas Perkembangan Fase Usia Tua


Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan kesehatan jasmaniahnya.
Menyesuaikan diri dengan keadaan pensiun dan berkurangnya income

(penghasilan).
Menyesuaikan diri dengan kematian pasangannya (isteri atau suaminya).
Membina hubungan tegas (afiliasi eksplisit) dengan para anggota kelompok
seusianya.

Membina pengaturan jasmani sedemikian rupa agar memuaskan dan sesuai

dengan kebutuhannya.
Menyesuaikan diri (adaptasi) terhadap peranan-peranan sosial dengan cara yang
luwes.

3. HUKUM PERKEMBANGAN
a. Hukum konvergensi
Perkembangan manusia pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan pendidikan. Hal ini berarti masa depan
kehidupan manusia, tak terkecuali para siswa, bergantung pada potensi pembawaan yang
mereka warisi dari orangtua pada proses pematangan, dan pada proses pendidikan yang
mereka alami.
b. Hukum perkembangan dan pengembangan diri
Para siswa, seperti juga manusia dan organisme lainnya, memiliki dorongan dan
hasrat mempertahankan diri dari hal-hal yang negatif. Usaha mempertahankan diri ini,
berlanjut menjadi usaha untuk mengembangkan diri.
Pada anak-anak biasanya tampak keingintahuannya terhadap sesuatu itu berkalikali. Alhasil, manusia berkembang karena adanya insting atau naluri pembawaan sejak lahir
yang menuntutnya untuk bertahan dan mengembangkan diri di muka bumi.
c. Hukum masa peka
Peka berarti mudah terangsang atau mudah menerima stimulus. Masa peka
merupakan masa yang tepat yang terdapat pada diri anak untuk mengembangkan fungsifungsi tertentu, seperti fungsi mulut untuk berbicara dan membaca.
Masa mudah dirangsang ini sangat menentukan cepat dan lambatnya siswa
dalam menerima pelajaran. Artinya, jika seorang siswa belum sampai pada masa pekanya
untuk mempelajari suatu materi pelajaran, materi pelajaran tersebut akan sangat sulit diserap
dan diolah oleh sistem memorinya. Oleh karena itu, para orangtua dan guru seyogianya
memperhatikan secara cermat perkembangan anak-anak didik dalam hubungannya dengan
kedatangan masa peka belajar mereka.

d. Hukum keperluan belajar


Antara perkembangan dan belajar terdapat hubungan sangat erat sehingga hampir
semua proses perkembangan memerlukan belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
setiap anak biasanya berkembang karena belajar.

e. Hukum kesatuan anggota badan


Proses perkembangan fungsi-fungsi organ jasmaniah tidak terjadi tanpa diiringi
proses

perkembangan

fungsi-fungsi

rohaniah.

Dengan

demikian,

suatu

tahapan

perkembangan tidak terlepas dari tahapan perkembangan lainnya. Jadi, perkembangan


pancaindera, misalnya, tidak terlepas dari perkembangan kemampuan mendengar, melihat,
berbicara dan merasa. Selanjutnya kemampuan-kemampuan ini juga tidak terlepas dari
perkembangan berpikir, bersikap, dan berperasaan.
f. Hukum tempo perkembangan
Setiap orang memiliki tempo perkembangan masing-masing. Tempo-tempo
perkembangan manusia pada umumnya terbagi dalam kategori: cepat, sedang dan lambat.
Tempo perkembangan yang terlalu cepat atau terlalu lambat biasanya menunjukkan kelainan
yang relatif sangat jarang terjadi.
g. Hukum irama perkembangan
Di samping ada tempo, di dalam perkembangan juga dikenal adanya irama atau
naik turunya proses perkembangan. Artinya, perkembangan manusia itu tidak tetap,
terkadang naik terkadang turun, pada suatu saat seorang anak mengalami perkembangan yang
tenang, sedangkan pada saat lain ia mengalami perkembangan yang menggoncangkan.
Menurut pengamatan para ahli bpsikologi, setiap anak biasanya mengalami dua
masa pancaroba atau krisis yang lazim disebut trotz. Masa trotz ini terjadi dalam dua periode,
yakni:
Trotz periode ke-1 atau krisis pertama terjadi pada usia 2-3 tahun dengan ciri utama anak

menjadi egois, selalu bersikap dan bertingkah laku mendahulukan kepentingan diri sendiri.
Trotz periode ke-2 atau krisis kedua terjadi pada umur antara 14-17 tahun, dengan ciri
utama sering membantah orangtuanya sendiri dalam mencapai identitas pribadi. (14-17
bukan harga mati).

h. Hukum rekapitulasi
Hukum rekapitulasi perkembangan yang tampak pada anak, yaitu:
Masa berburu dan menyamun, yakni pada umur sekitar 8 tahun ketika ia suka
bermain kejar-kejaran, perang-perangan, dan menangkap hewan-hewan kecil

seperti kupu-kupu dan capung.


Masa menggembala, yakni pada umur sekitar 10 tahun ketika ia gemar
memelihara hewan piaraan, seperti ayam, burung, kucing dan sebagainya.

Masa bercocok tanam, yakni pada umur sekitar 12 tahun ketika ia suka

mengurus tanaman di kebun atau menyiram bunga-bungan dalam pot.


Masa berdagang, yakni pada umur 12 tahun ke atas ketika ia suka bermain jualjualan, kemudian meningkat menjadi kesenangan tukar-menukar foto, prangko,
dan berkirim surat serta menjalin persahabatan.

C. PERKEMBANGAN PSIKO-FISIK SISWA


Proses-proses perkembangan tersebut meliputi:
1. Perkembangan motor (motor development) siswa, yakni proses perkembangan yang
progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak
(motor skills).
2. Perkembangan kognitif (cognitive development), yakni perkembangan fungsi
intelektual atau proses perkembangan kemampuan/kecerdasan otak anak.
3. Perkembangan sosial dn moral (social and moral development), yakni proses
perkembangan mental yang berhubungan dengan perubahan-perubahan cara anak
berkkomunikasi dengan orang lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Tabel Teori Dua Tahap Perkembangan Moral Versi Piaget
Usia
4-7 tahun

Ciri Khas
(pra- 1. Memusatkan
pada
akibat-akibat
perbuatan.
2. Aturan-aturan tak berubah.
3. Hukuman atas pelanggaran bersifat
otomatis.
7-10 tahun
Masa transisi (konkret- 1. Perubahan secara bertahap ke
operasional)
pemilikan moral tahap kedua.
11 tahun ke atas Otonomi
moral, 1. Mempertimbangan
tujuan-tujuan
realisme, dan resiprositas
perilaku moral.
2. Menyadari bahwa aturan moral adalah
(formal-operasional)
kesepakatan tradisi yang dapat
berubah.
Tabel Teori Enam Tahap Perkembangan Pertimbangan Moral Versi Kohlberg
Tingkat
Tingkat I

Tingkat II

Tahap
Realisme moral
operasional)

Tahap
konsep
Moralitas prakonvensional 1.Anak
menentukan
keburukan
perilaku
(usia 4-10 tahun).
berdasarkan tingkat hukuman akibat keburukan
Tahap 1: memperhatikan
tersebut.
2.Perilaku baik dihubungkan dengan penghindaran
ketaatan dan hukum.
dari hukuman.
1.
Perilaku baik dihubungkan dengan pemuasan
Tahap 2: memperhatikan
keinginan
dan
kebutuhan
tanpa
pemuasan kebutuhan.
mempertimbangkan kebutuhan orang lain.
Moralitas prakonvensional 1. Anak dan remaja berperilaku sesuai dengan
(usia 10-13 tahun).
aturan dan patokan moral agar memperoleh

Tahap 3: memperhatikan
citra anak baik.
2.

Tingkat III

Tahap 4: memperhatikan 1.
hukum dan peraturan.
2.
Motivasi
1.
pascakonvensional (usia
13 tahun ke atas).
Tahap 5: memperhatikan 2.
hak perseorangan.
3.
Tahap 6: memperhatikan
prinsip-prinsip etika

1.

2.

1.

2.

3.

4.
5.

persetujuan orang dewasa, bukan untuk


menghindari hukuman.
Perbuatan baik dan buruk dinilai berdasarkan
tujuannya. Jadi, ada perkembangan kesadaran
terhadap perlunya aturan.
Anak dan remaja memiliki sikap pasti
terhadap wewenang dan aturan.
Huku harus ditaaati oleh semua orang.
Remaja dan dewasa mengartikan perilaku baik
dengan hak pribadi sesuai dengan aturan dan
patokan sosial.
Perubahan hukum dan aturan dapat diterima
jika diperlukan untuk mencapai hal-hal yang
paling baik.
Pelanggaran hukum dan aturan dapat terjadi
karena alasan-alasan tertentu.
Keputusan mengenai perilaku-perilaku sosial
didasarkan atas prinsip-prinsip moral pribadi
yang bersumber dari hukum universal yang
selaras dengan kebaikan umum dan
kepentingan orang lain.
Keyakinan terhadap moral pribadi dan nilainilai tetap melekat, meskipun sewaktu-waktu
berlawanan dengan hukum yang dibuat untuk
mengekalkan aturan sosial.

Tabel Teori Perkembangan Sosial dan Moral Siswa Menurut A. Bandura dan L.
Kohlberg
Aspek
A. Bandura (Teori Belajar
L. Kohlberg (Teori Psi. Kognitif)
Sosial)
Tekanan dasar Perilaku
bergantung
pada Pemikiran
sebagai
perilaku
pengaruh orang lain dan kondisi kualitatif dalam perkembangan.
stimulus.
Mekanisme
Hasil dari conditioning dan Berlangsung dalam tahap-tahap
perolehan
modeling.
yang teratur dan berkaitan dengan
moralitas
perkembangan kognitif.
Usia
Belajar berlangsung sepanjang Proses belajar berkesinambungan
perolehan
hayat, dan ada perbedaan usia sampai masa dewasa dan dapat
moralitas
perolehan.
ditetapkan dalam usia-usia tertentu.
Kenisbian
Moralitas bersifat nisbi secara Nilai-nilai moral dalam tahapan
kebudayaan
kultural.
perkembangan bersifat universal.
Pelaku
Model-model
yang
sangat Orang-orang yang berada pada
sosialisasi
berpengaruh, orang-orang dewasa tahap perkembangan yang lebih
dan teman-teman yang dapat tinggi dan memiliki pengaruh yang
menyalurkan
ganjaran
dan sangat besar.
hukuman.

6. Implikasi
untuk
pendidikan

Guru harus menjadi teladan yang Guru harus berusaha merangsang


baik dan mengganjar setiap siswa
agar
mencapai
tahap
perilaku siswa yang memadai.
perkembangan selanjutnya, dan
menjelaskan ciri-ciri perilaku moral
pada tahap tersebut.

D. ARTI PENTING PERKEMBANGAN KOGNITIF BAGI PROSES BELAJAR


SISWA
Arti penting pengembangan kognitif siswa ialah untuk:
1. Mengembangkan kecakapan kognitif
2. Mengembangkan kecakapan afektif
3. Mengembangkan kecakapan psikomotorik

BAB IV
BELAJAR
Definisi belajar dapat ditinjau dari sudut-sudut pandang kuantitatif, institusional, dan
kualitatif. Belajar pada asasnya ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif
dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Belajar memiliki arti penting bagi siswa dalam:

Melaksanakan kewajiban keagamaan


Meningkatkan derajat kehidupan
Mempertahankan dan mengembangkan kehidupan
Dalam persfektif psikologi, antara belajar, memori dan pengetahuan terdapat

hubungan yang tak terpisahkan. Teori-teori pokok mengenai belajar terdiri atas:
a. koneksionisme,
b. pembiasaan klasik,
c. pembiasaan perilaku respons,
d. teori belajar kognitif
Teori kesatu, kedua, dan ketiga bersifat behavioristik (perilaku jasmaniah semata) sedangkan
teori keempat bersifat kognitif, yakni bahwa belajar adalah peristiwa mental bukan sematamata behavioral.
Mnurut aliran behaviorisme, setiap siswa lahir tanpa warisan/pembawaan apa-apa dari
orangtuanya, dan belajar adalah kegiatan refleks-refleks jasmani terhadap stimulus yang ada
serta tidak ada hubungannya dengan bakat dan kecerdasan atau warisan/pembawaan.
Sedangkan menurut aliran kognitif, setiap siswa lahir dengan bakat dan kemampuan mental
yang menjadi basis kegiatan belajar. Faktor bawaan ini memungkinkan siswa untuk

menentukan merespons atau tidak terhadap stimulus, sehingga belajar tidak bersifat otomatis
seperti robot.
Fase belajar menurut Bruner meliputi:
informasi (penerimaan materi)
transformasi (pengubahan materi dalam memori)
evaluasi (penilaian penguasaan materi)
Sedangkan menurut Wittig, fase belajar meliputi:
Acquistion (perolehan materi)
Storage (proses penyimpanan)
Retrieval (memproduksi/mengungkapkan kembali materi dari memori)

BAB V
CIRI, PERWUJUDAN, JENIS, PENDEKATAN DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI BELAJAR
A. CIRI KHAS PERILAKU BELAJAR
1. Intensional (disengaja)
2. Positif dan aktif (bermanfaat dan atas hasil usaha sendiri)
3. Efektif dan fungsional (berpengaruh dan mendorong timbulnya perubahan batu)
B. PERWUJUDAN PERILAKU BELAJAR
1. Kebiasaan: timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan
menggunakan stimulus yang berulang-ulang. Kebiasaan ini terjadi karena prosedur
pembiasaan seperti classical dan operant conditioning.
2. Keterampilan: kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang
lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan
sebagainya.
3. Pengamatan: proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk
melalui indera-indera seperti mata dan telinga.
4. Berpikir asosiatif dan daya ingat: proses pembentukan hubungan antara rangsangan
dengan respons. Di samping itu, daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab
merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah mengalami
proses

belajar

akan

ditandai

dengan

bertambahnya

simpanankemampuan

menghubungkan materi tersebut dengan situasi atau stimulus yang sedang ia hadapi.
5. Berpikir rasional dan kritis: perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian
dengan pemecahan masalah.
6. Sikap: perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya
kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas)
terhadap suatu objek, tata nilai, peristiwa dan sebagainya.

7. Inhibisi: kesanggupan siswa untuk mengurangi dan menghentikan tindakan yang tidak
perlu, lalu memilih atau melakukan tindakan lainnya yang lebih baik ketika ia
berinteraksi dengan lingkungannya.
8. Apresiasi: penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun
konkret yang memiliki nilai luhur. Tingkat apresiasi seorang siswa terhadap nilai
sebuah karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman belajarnya.
9. Tingkah laku afektif: tingkah laku yang menyangkut keaneka-ragaman perasaan
seperti: takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya.
C. JENIS-JENIS BELAJAR
1. Belajar abstrak: belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak. Tujuannya
adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak
nyata.
2. Belajar keterampilan: belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni
yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot. Tujuannya untuk memperoleh
dan menguasai keterampilan jasmaniah tertentu.
3. Belajar sosial: belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk
memecahkan masalah tersebut. Tujuannya untuk menguasai pemahaman dan
kecakapan dalam memecahkan masalah-masalah sosial.
4. Belajar pemecahan masalah: belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir
secara sistematis, logis, teratur dan teliti. Tujuannya untuk memperoleh kemampuan
dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas.
5. Belajar rasional: belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis dan
rasional (sesuai dengan akal sehat). Tujuannya untuk memperoleh aneka ragam
kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep.
6. Belajar kebiasaan: proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan
kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Tujuannya agar
siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih
tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu.
7. Belajar apresiasi: belajar mempertimbangkan arti penting atau nilai suatu objek.
Tujuannya agar siswa memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa yang
dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu.
8. Belajar pengetahuan: belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap
objek pengetahuan tertentu. Atau sebuah program belajar terencana untuk menguasai
materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi dan eksperimen (Reber,
1988).
D. EFISIENSI, PENDEKATAN, DAN METODE BELAJAR

Anda mungkin juga menyukai