Anda di halaman 1dari 8

PENTINGNYA PENGETAHUAN TENTANG KORUPSI

DAN JENIS-JENIS TINDAK PIDANA KORUPSI


Alief Ibnu Nuzul, Ardyanto Dwi Saputra, Deddy Asmanto, Mastiur Ramayanti
Simanullang, Muhamad Zainul Rohim, Roisatul Muawanah, Sapto Widyanto
Program Diploma IV Keuangan Spesialisasi Akuntansi, Politeknik Keuangan Negara STAN,
Tangerang Selatan
Abstrak Paper ini disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Seminar Antikorupsi. Penulis memaparkan
tentang pengertian korupsi dan kegiatan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, serta
pentingnya pengetahuan tentang korupsi dalam upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi.
Kata Kunci: Korupsi, Tindak Pidana, Tipikor.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
2.
Korupsi yang terjadi di Negata
Indonesia saat ini sudah sangat mengkhawatirkan.
Tindak Pidana korupsi dapat ditemui di hampir setiap
lapisan masyarakat, mulai dari Lembaga Tinggi
Negara, Kantor Pemerintahan, bahkan sampai dengan
Kantor Kelurahan. Disadari atau tidak, korupsi terjadi
karena kebiasaan masyarakat yang suka memberi
hadiah. Masyarakat menganggap kebiasaan tersebut
adalah sebagai bagian dari budaya ketimuran. Namun,
pada kenyataannya kebiasaan tersebut justru
menumbuhkan bibit-bibit korupsi.
3.
Berdasarkan
Transparency
International Indonesia (TII), hasil skor Corruption
Perceptions Index (CPI) Indonesia untuk tahun 2014
adalah 34 dari skala 0-100 (0 berarti sangat korup dan
100 berarti sangat bersih). Skor ini menempati urutan
109 dari 175 negara, naik dua poin dari tahun
sebelumnya. Kenaikan skor ini patut diapresiasi
karena tidak lepas dari peran masyarakat yang cukup
aktif bekerja sama dengan pemerintah dalam upaya
memberantas korupsi.
4.
Reformasi birokrasi memang telah
banyak dilakukan di lingkungan pemerintah. Namun,
pemberantasan tindak pidana korupsi tidak bisa lepas
dari peran serta masyarakat. Salah satunya adalah
dengan melaporkan kepada Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) apabila masyarakat mengetahui ada
tindakan yang patut dicurigai sebagai tindak pidana
korupsi.
5.
Agar masyarakat dapat berperan
secara aktif dalam pemberantasan korupsi, diperlukan
pengetahuan yang cukup tentang korupsi itu sendiri.
Hampir semua orang pernah mendengar kata korupsi,
tetapi tidak semua orang dapat mengkategorikan jenis
perbuatan apa saja yang termasuk dalam tindak pidana
korupsi sebagaimana dimaksud di dalam undangundang. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
akan membahas tentang apa itu korupsi dan jenis-jenis
kegiatan apa saja yang bisa dikategorikan sebagai
tindak pidana korupsi.
6.
7.

8.
8.1 Tujuan
- Untuk mengetahui pengertian korupsi;
- Untuk mengetahui jenis-jenis korupsi;
9.
10. LANDASAN TEORI
10.1Pengertian Korupsi
11.
Arti kata korupsi secara harfiah,
berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang
Negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi
atau orang lain. Pengertian lainnya, perbuatan yang
buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok, dan sebagainya (WJS Poerwadarminta:1976).
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus
hukum, yang dimaksud corruptie adalah korupsi,
perbuatan curang, perbuatan curang, tindak pidana
yang merugikan keuangan negara (Subekti dan
Tjitrosoedibio: 1973). Selanjutnya Baharudin Lopa
mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan
istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang
menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan
dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang
menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini
diambil dari definisi yang berbunyi financial
manipulations and deliction injurious to the economy
are often labeled corrupt (Evi Hartanti: 2008).
12.
Masyarakat
pada
umumnya
menggunakan istilah korupsi untuk merujuk pada
serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan
hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan
dengan merugikan orang lain. Bagi masyarakat, hal
yang paling identik dengan korupsi adalah
penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk
keuntungan pribadi.
13.
Dalam Kamus Lengkap Oxford
(The Oxford Unabridged Dictionary), korupsi
didefinisikan sebagai ketidakjujuran atau perusakan
integritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik, yang
biasanya dengan penyuapan atau balas jasa.
Sedangkan pengertian singkat yang dipergunakan
World Bank, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan
public untuk keuntungan pribadi (the abuse of public
office for private gain). Asian Development Bank

(ADB) mendefinisikan korupsi secara lengkap sebagai


suatu kegiatan yang melibatkan sebagian pegawai
sektor publik dan swasta, di mana mereka dengan
tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri
mereka sendiri dan atau orang-orang yang dekat
dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk
melakukan hal-hal tersebut, dengan menyalahgunakan
jabatan di mana mereka ditempatkan.
14.
14.1Jenis-Jenis Korupsi
15.
Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi terdapat 30 (tiga puluh) bentuk/jenis tindak
pidana korupsi. Sebagaimana tertuang di buku saku
KPK, Memahami untuk Membasmi, Ketigapuluh
bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 7 jenis (KPK,
yaitu sebagai berikut:
a. Kerugian Keuangan Negara;
16.
Korupsi yang termasuk
dalam jenis ini diterangkan dalam pasal 2 dan
3 UU No 31 Tahun 1999. Pasal 2 menyatakan
bahwa setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan
Negara
atau
perekonomian
negara.
Sedangkan pasal 3 menyatakan bahwa setiap
orang yang dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada pada
jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan
keuangan
negara
atau
perekonomian negara.
b. Suap-menyuap;
17.
Yang termasuk tindakan
suap menyuap adalah sebagai berikut:
1. Memberi atau menjanjikan kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara dengan maksud
supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara
tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya,
yang
bertentangan
dengan
kewajibannya;
2. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara karena atau berhubungan
dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya;
3. Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai
Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya atau oleh pemberi hadiah/janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan
tersebut;
4. Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
yang menerima pemberian atau janji;
5. Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
yang menerima hadiah atau janji, padahal

diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau


janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;
6. Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
yang menerima hadiah, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan
sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;
7. Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan
yang
berhubungan
dengan
jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberikan hadiah atau janji tersebut ada
hubungan dengan jabatannya;
8. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim
dengan maksud untuk mempengaruhi putusan
perkara;
9. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
advokat untuk menghadiri sidang pengadilan
dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau
pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan
perkara;
10. Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan untuk memepengaruhi
putusan perkara.
c. Penggelapan dalam jabatan;
18.
Tindak pidana korupsi yang
termasuk dalam penggelapan dalam jabatan adalah
sebagai berikut:
1. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau
surat berharga yang disimpan karena jabatannya,
atau uang/surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam
melakukan perbuatan tersebut;
2. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau
daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
adminstrasi;
3. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu,
dengan
sengaja
menggelapkan,
merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat atau daftar yang digunakan
untuk meyakinkan atau membuktikan di muka
pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena
jabatannya;

4.

5.

d.

1.

2.

3.

e.

1.

2.
3.

4.

Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri


yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja membiarkan orang lain
menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,
atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta,
surat, atau daftar tersebut;
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja membantu orang lain
menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,
atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta,
surat, atau daftar tersebut.
Pemerasan;
19.
Tindakan pemerasan yang
termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah
sebagai berikut:
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, atau dengan
menyalahgunakan
kekuasaannya
memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
pada waktu menjalankan tugas, meminta atau
menerima pekerjaan atau penyerahan barang,
seolah-olah merupakan utang kepada dirinya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang;
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
pada waktu menjalankan tugas, meminta atau
menerima atau memotong pembayaran kepada
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
lain atau kepada kas umum, seolaholah Pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang lain atau
kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang.
Perbuatan curang;
20.
Perbuatan curang yang
termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah
sebagai berikut:
Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu
membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan
yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang, atau
keselamatan negara dalam keadaan perang;
Setiap orang yang bertugas mengawasi
pembangunan
atau
menyerahkan
bahan
bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang;
Setiap orang yang pada waktu menyerahkan
barang keperluan TNI atau Kepolisian Negara RI
melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam
keadaan perang;
Setiap orang yang bertugas mengawasi
penyerahan barang keperluan TNI atau

Kepolisian Negara RI melakukan perbuatan


curang dengan sengaja membiarkan perbuatan
curang;
5. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
pada
waktu
menjalankan
tugas,
telah
menggunakan tanah negara yang di atasnya
terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, telah merugikan
orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa
perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundangan-undangan.
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan;
21.
Tindak pidana korupsi yang
dikelompokkan dalam jenis benturan
kepentingan dalam pengadaan adalah
pegawai negeri atau penyelenggara negara
baik langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan atau persewaan yang pada saat
dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau
sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
g. Gratifikasi.
22.
Pengertian gratifikasi terdapat pada
Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999
jo. UU No. 20 Tahun 2001, bahwa: "Yang dimaksud
dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian
dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang
diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan
yang dilakukan dengan menggunakan sarana
elektronik atau tanpa sarana elektronik." Dan setiap
gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara
dianggap
pemberian
suap,
apabila
berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban tugasnya.
23.
24. PEMBAHASAN
25.
Di Indonesia, tindak pidana korupsi
terjadi dalam berbagai bentuk mulai dari yang
terselubung sampai yang terang-terangan. Pelaku
korupsi umumnya akan selalu mencari cara baru atau
modus baru untuk melancarkan urusannya, sehingga
bentuk korupsi saat ini tidak terbatas dari transfer dana
atau sumber daya tetapi juga sampai berhubungan
dengan prostitusi.
26.
Korupsi terjadi di berbagai tempat
dan berbagai wilayah di seluruh wilayah Republik
Indonesia. Semua instansi pemerintah, mulai dari
lembaga tinggi negara sampai tingkat RT di desa pun
terdapat bentuk korupsi yang biasa dilakukan oleh
aparatur negara dan masyarakat.
27.
Korupsi pada hakekatnya berawal
dari suatu kebiasaan yang tidak disadari oleh aparat
dan masyarakat. Kebiasaan korupsi ini akan terus
berlangsung karena masih kurangnya kesadaran aparat

dan pemahaman masyarakat tentang pengertian


korupsi.
28.
Mengetahui tindakan apa saja yang
tergolong dalam kategori tindak pidana korupsi
termasuk salah satu upaya pencegahan agar seseorang
tidak melakukan tindakan korupsi. Oleh karena itulah,
penulis akan memberikan beberapa contoh praktek
korupsi beserta analisis singkat tentang mengapa
tindakan tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana
korupsi.
28.1Kasus Pertama
29.
B selaku Dirut BUMN
telah menjual tanah negara yang merupakan
aset perusahaan (BUMN) yang dipimpinnya
kepada F seluas 50 Ha. Akan tetapi sebelum
melakukan
transaksi
penjualan
B
mengadakan beberapa kali pertemuan dengan
F sehingga tercapai kesepakatan bahwa B
akan menurunkan harga NJOP tanah serta
sistem pembayaran dari F akan dilakukan
secara bertahap. Kemudian B meminta
kepada F agar menyertakan 2 perusahaan
pendamping untuk memenuhi persyaratan
formal dalam proses lelang.
30.
Selanjutnya,
B
mengupayakan penurunan harga NJOP atas
tanah sehingga NJOP tanah tersebut menjadi
sesuai dengan kesepakatan harga yang telah
dibuatnya dengan F dan meminta suatu
perusahaan appraisal untuk membuat taksiran
harga jual sesuai dengan permintaannya.
31.
B kemudian mengatur
siasat agar penjualan seolah-olah sesuai
dengan prosedur dengan cara membentuk
panitia penaksir harga dan panitia penjualan,
akan tetapi B lebih dahulu memberikan
pengarahan kepada panitia penaksir harga
agar menetapkan harga jual sesuai dengan
keinginannya dan memerintahkan panitia
penjualan agar penawaran dibatasi hanya
untuk F dan 2 perusahaan lain yang
disodorkan oleh F serta sistem pembayaran di
dalam RKS dilakukan secara bertahap.
Sebenarnya, perbuatan B tersebut telah
bertentangan dengan SK Menkeu tentang
penjualan aset negara dengan prosedur lelang
terbuka untuk umum.
32.
Pada tanggal 10 Januari
2005 aset berupa tanah tersebut dijual kepada
F di depan Notaris dengan harga Rp 100 M,
padahal menurut SK Meneg BUMN
penjualan tanah aset BUMN adalah sesuai
dengan NJOP tertinggi tahun berjalan atau
harga pasar sehingga seharusnya aset tersebut
dijual dengan harga Rp 150 M.
33.
Dalam proses penjualan
aset tersebut, F mentransfer uang sebesar Rp.
15 M ke rekening milik B. Atas perbuatan B
tersebut negara c.q. perusahaan BUMN
tersebut telah dirugikan sebesar Rp. 50 M.

1.

2.

3.

34.
Kasus ini dianalisis dengan
memecah ke dalam unsur tindak pidana
korupsi pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo.
UU No. 20 Tahun 2001 sebagai berikut:
Setiap orang
35.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah B adalah seorang Dirut BUMN. Alat
bukti pendukung yang dapat digunakan
adalah keterangan dari terdakwa B, KTP atas
nama B, dan SK pengangkatan B sebagai
Dirut BUMN.
Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu
korporasi
36.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah:
Pada tanggal 10 Januari 2005, B mendapat
transfer uang sebesar Rp 15 M dari F
F telah mendapat kekayaan berupa asset tanah
seluas 50 Ha dengan harga di bawah NJOP/harga
pasar.
37.
Alat bukti yang dapat
digunakan mendukung fakta tersebut di atas
adalah:
Keterangan dari terdakwa B
Keterangan dari saksi F
Keterangan dari petugas bank
Print-out rekening koran
Dengan cara melawan hukum
38.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah:
B telah menjual tanah negara aset per usahaan
(BUMN) yang dipimpinnya kepada F seluas 50
Ha.
Sebelum menjual, B mengadakan beberapa kali
pertemuan dengan F untuk melakukan negosiasi
harga dan tata cara pembayaran.
Setelah tercapai kesepakatan, B mengupayakan
penurunan harga NJOP atas tanah sehingga sesuai
dengan kesepakatannya dengan F
B meminta F agar mencari 2 perusahaan lain
untuk melengkapi persyaratan administrasi
penjualan secara lelang.
B menunjuk panitia penaksir harga dan panitia
penjualan
untuk
memenuhi
formalitas
administrasi proses penjualan secara lelang serta
telah menetapkan harga tanah dan pembelinya
serta sistem pembayaran secara bertahap.
Padahal menurut SK Menkeu penjualan harus
dengan prosedur lelang terbuka untuk umum dan
pembayarannya harus dengan tunai.
Pada tanggal 10 Januari 2005 aset tanah tersebut
dijual dengan harga Rp 100 M, padahal menurut
SK Meneg BUMN penjualan tanah aset BUMN
adalah sesuai dengan NJOP tertinggi tahun
berjalan dan atau harga pasar sehingga seharusnya
aset tersebut dijual dengan harga Rp 150 M.

4.

39.
Alat bukti yang dapat
digunakan untuk mendukung kejadian
tersebut adalah:
Keterangan dari Saksi F
Keterangan dari Panitia penaksir Harga
Keterangan dari Panitia penjualan
Keterangan dari Kantor PBB
Keterangan dari Perusahaan Appraisal
Keterangan dari Komisaris Perusahaan
Keterangan dari Para Direksi
Keterangan dari Notaris
Surat, seperti dokumen yang berhubungan dengan
penjualan, NJOP tanah, SK Panitia.
SK Menteri Keuangan
SK Meneg BUMN
Akta Jual Beli
Sertifikat tanah
Kwitansi penjualan
Print-out Rekening Koran Perusahaan BUMN
40.
41.
Dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara
42.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah negara dirugikan sebesar Rp 50 M.
Hal ini dapat didukung oleh keterangan dari
ahli BPKP, dan surat berupa laporan hasil
perhitungan kerugian keuangan negara.
43.

44.
Dari analisis di atas, dapat
disimpulkan bahwa keempat unsur tindak
pidana korupsi pada Pasal 2 UU No 31 Tahun
1999 jo UU No 20 Tahun 2001
terpenuhi.Keseluruhan rangakan perbuatan
yang telah dilakukan oleh B adalah sebuah
tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2
UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 2o Tahun
2001 sehingga B dituntut untuk dipidana
penjara.
45.
45.1Kasus Kedua
46.
W salah seorang pejabat di
sebuah lembaga Negara dan telah ditunjuk
menjadi ketua panitia /penanggungjawab
proyek pengadaan barang pada tahun 2005 di
lembaga tersebut.
47.
Pada akhir tahun anggaran,
S selaku salah seorang pemeriksa dari
instansi
yang
berwenang
melakukan
pemeriksaan keuangan telah ditugaskan
untuk
melakukan
pemeriksaan
pertanggungjawaban keuangan atas proses
pengadaan barang yang telah dilakukan oleh
W. Dalam melakukan pemeriksaan, S
menemukan adanya sejumlah indikasi
penyimpangan dalam proses pengadaan yang
mengakibatkan timbulnya kerugian Negara.
W mengetahui hal tersebut, lalu berusaha
melakukan pendekatan kepada S dengan
menawarkan uang sebesar Rp 300 juta dan

menyampaikan keinginannya kepada S


supaya temuan indikasi penyimpangan itu
dihilangkan dari laporan hasil pemeriksaan.
48.
S
melaporkan
upaya
pemberian uang tersebut kepada Penyidik
yang kemudian ditindak lanjuti dengan
melakukan perekaman terhadap pembicaraan
W dengan S serta merekam proses pemberian
uang yang dilakukan oleh W kepada S. Pada
saat memberikan uang kepada S, Penyidik
melakukan penangkapan.
49.
Kasus ini dianalisis dengan
memecah ke dalam unsur tindak pidana
korupsi Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31
Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
sebagai berikut:
1. Setiap orang
50.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah:
- W salah seorang pejabat di sebuah lembaga
Negara.
- W adalah ketua panitia/penanggungjawab proyek
pengadaan barang di lembaga tersebut.
51.
Alat
bukti
yang
mendukung fakta tersebut di atas adalah:
- Keterangan dari terdakwa W
- KTP A/n W
- SK sebagai ketua panitia
52.
53.
2. Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu
54.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah:
- W memberi uang Rp 300 juta kepada S.
- S melaporkan kepada Penyidik tentang rencana
pemberian uang oleh W. kepada
55.
Alat bukti yang mendukung
terjadinya unsur tindak pidana korupsi adalah:
- Keterangan dari Terdakwa W dan Keterangan dari
Saksi S
- Keterangan dari Petugas Penyidik yang
melakukan penangkapan
56.
Sedangkan alat bukti petunjuk dapat
berupa sebagai berikut:
- Hasil perekaman oleh Penyidik tentang rekaman
peristiwa pemberian uang dari Terdakwa W
kepada Saksi S
- Uang tunai Rp 300 juta
3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara
Negara
57.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah:
- S adalah seorang pegawai negeri di salah satu
lembaga Negara yang berfungsi sebagai
pemeriksa keuangan Negara.

4.

S
sedang
melakukan
pemeriksaan
pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaan
pengadaan barang yang dilakukan oleh W.
58.
Alat
bukti
yang
mendukung terjadinya kegiatan tersebut
adalah:
Keterangan dari Saksi S.
SK S sebagai Pegawai Negeri.
Surat Tugas S untuk melakukan pemeriksaan di
lembaga W.
Keterangan dari Atasan S.
Dengan maksud supaya berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya sehingga
bertentangan dengan kewajibannya
59.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah:
Pemberian uang oleh W S dimaksudkan agar S
dalam membuat laporan hasil pemeriksaan tidak
mencantumkan temuan tentang adanya indikasi
penyimpangan dalam pengadaan barang.
W diketahui bahwa hal tersebut bertentangan
dengan kewajiban S selaku Pemeriksa.
60.
Alat bukti yang dapat
digunakan untuk mendukung kegiaatan
tersebut di atas adalah:
Keterangan dari Terdakwa W dan Keterangan dari
Saksi S
Keterangan dari Anggota Tim S
Keterangan dari Atasan S
Surat berupa Laporan Hasil Pemeriksaan
Keuangan
61.

62.
Dari
analisis
singkat
tersebut dapat disimpulkan bahwa keempat
unsur tindak pidana korupsi pada Pasal 5 ayat
(1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU
No. 20 Tahun 2001 terpenuhi. Keseluruhan
rangkaian perbuatan yang telah dilakukan
oleh W adalah sebuah tindak pidana korupsi
berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No.
31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
sehingga W dituntut untuk dipidana penjara.
63.
63.1Kasus Ketiga
64.
X selaku Panitera pada
salah satu Pengadilan Negeri di Jakarta
adalah panitera dalam perkara penipuan
dengan Terdakwa Y (Terdakwa Y dalam
perkara penipuannya tidak ditahan).
65.
Pada tanggal 2 Januari
2006, X didatangi oleh Y di ruang kerjanya
untuk melobi Ketua Majelis Hakim yaitu
Hakim A yang menangani perkara tersebut
agar dalam putusan persidangan Y
dinyatakan tidak terbukti bersalah dan
diputus bebas, dan X akan mendapat uang
dari Y.
Terhadap hal tersebut, X
menyanggupi dan meminta agar uang
tersebut
diserahkan
terlebih
dahulu
kepadanya sebelum perkaranya diputus.

a.

b.

c.

d.

66.
Pada tanggal 10 Januari
2006 sekitar pukul 14.00 WIB, Y mendatangi
X diruang kerjanya dengan membawa satu
buah tas hitam yang di dalamnya berisi uang
Rp 500 juta dan menyerahkannya kepada X,
lalu X menerima tas yang berisi uang
tersebut.
67.
Pada tanggal 24 Januari
2006, dalam sidang perkara penipuan dengan
Terdakwa Y, ternyata majelis hakim
menyatakan Terdakwa Y terbukti bersalah
melakukan penipuan dan menjatuhkan
hukuman pidana penjara selama 5 tahun.
Mendengar putusan tersebut, Terdakwa Y
langsung marah dan berteriak bahwa
seharusnya ia dibebaskan karena ia telah
menyerahkan uang Rp 500 juta kepada X.
68.
Atas kejadian tersebut, Y
melaporkan
X
ke
Polres.
Dalam
pengakuannya X menyatakan ia telah melobi
Hakim A selaku Ketua Majelis Hakim,
namun Hakim A tidak bersedia membantu Y,
sedangkan uang Rp 500 juta telah habis ia
gunakan untuk membayar hutang-hutangnya.
69.
Polres
kemudian
melakukan penyidikan dengan menetapkan X
dan Y, masing-masing sebagai Tersangka
(berkas terpisah) dan perkara tersebut oleh
Jaksa dilimpahkan ke Pengadilan Negeri.
70.
Kasus ini dianalisis dengan
memecah ke dalam unsur tindak pidana
korupsi Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo.
UU No. 20 Tahun 2001 sebagai berikut:
Pegawai negeri atau penyelenggara negara
71.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan atau kejadian yang ditemukan
adalah si X selaku Panitia Pengadilan
Negeri.Alat bukti yang mendukung hal
tersebut adalah keterangan dari saksi adan
saksi Y, keterangan dari terdakwa X, dan SK
Pengangkatan selaku Panitera.
Menerima hadiah atau janji
72.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah pada tanggal 10 Januari 2006 di ruang
kerjanya, X menerima uang sejumlah Rp 500
juta dari si Y. Alat bukti yang dapat
mendukung adalah keterangan dari saksi Y,
keterangan dari terdakwa X, keterangan dari
saksi-saksi lain, sebagian dari uang Rp 500
juta.
Diketahuinya
73.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah si Y mengetahui.Hal ini didukung
oleh keterangan saksi Y.
Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan karena kekuasaan atau kewenangan
yang berhubungan dengan jabatannya dan
menurut pikiran orang yang memberikan hadiah

atau janji tersebut ada hubungan dengan


jabatannya
74.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah dengan uang Rp 500juta tersebut, X
selaku
Panitera
dapat
melakukan
pendekatan/melobi hakim yang memeriksa
perkaranya
untuk
memenangkan
perkaranya.Hal ini dapat didukung oleh bukti
berupa keterangan dari saksi Y dan saksi A,
serta keterangan dari terdakwa X.
75.

76.
Dari analisis di atas dapat
disimpulkan bahwa keempat unsur tindak pidana
korupsi pada Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU
No. 20 Tahun 2001 terpenuhi.Keseluruhan rangkaian
perbuatan yang telah dilakukan oleh X adalah sebuah
tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 11 UU No.
31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001 sehingga X
dituntut untuk dipidana penjara.
77.
78. 3.4 Kasus Keempat
79.
X selaku Panitera pada salah satu
Pengadilan Negeri di Jakarta adalah panitera dalam
perkara penipuan dengan Terdakwa Y (Terdakwa Y
dalam perkara penipuannya tidak ditahan).
80.
Pada tanggal 2 Januari 2006, X
didatangi oleh Y di ruang kerjanya untuk melobi
Ketua Majelis Hakim yaitu Hakim A yang menangani
perkara tersebut agar dalam putusan persidangan Y
dinyatakan tidak terbukti bersalah dan diputus bebas,
dan X akan mendapat uang dari Y. Terhadap hal
tersebut, X menyanggupi dan meminta agar uang
tersebut diserahkan terlebih dahulu kepadanya
sebelum perkaranya diputus.
81.
Pada tanggal 10 Januari 2006 sekitar
pukul 14.00 WIB, Y mendatangi X diruang kerjanya
dengan membawa satu buah tas hitam yang di
dalamnya berisi uang Rp 500 juta dan
menyerahkannya kepada X, lalu X menerima tas yang
berisi uang tersebut.
82.
Pada tanggal 24 Januari 2006, dalam
sidang perkara penipuan dengan Terdakwa Y, ternyata
majelis hakim menyatakan Terdakwa Y terbukti
bersalah melakukan penipuan dan menjatuhkan
hukuman pidana penjara selama 5 tahun. Mendengar
putusan tersebut, Terdakwa Y langsung marah dan
berteriak bahwa seharusnya ia dibebaskan karena ia
telah menyerahkan uang Rp 500 juta kepada X.
83.
Atas
kejadian
tersebut,
Y
melaporkan X ke Polres. Dalam pengakuannya X
menyatakan ia telah melobi Hakim A selaku Ketua
Majelis Hakim, namun Hakim A tidak bersedia
membantu Y, sedangkan uang Rp 500 juta telah habis
ia gunakan untuk membayar hutang-hutangnya.
84.
Polres
kemudian
melakukan
penyidikan dengan menetapkan X dan Y, masingmasing sebagai Tersangka (berkas terpisah) dan
perkara tersebut oleh Jaksa dilimpahkan ke Pengadilan
Negeri.

85.
Kasus di atas selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan matrik unsur tindak pidana
korupsi Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20
Tahun 2001 dengan hasil sebagai berikut:
a. Setiap orang
86.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan atau kejadian yang ditemukan
berupa Si Y. Alat bukti yang mendukung
dapat berupa keterangan dari saksi X,
keterangan dari saksi lain, serta keterangan
dari terdakwa Y.
b. Memberi hadiah atau janji
87.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah pada tanggal 10 Januari 2006 di ruang
kerja X, Y memberikan uang sejumlah Rp
500 juta kepada X. Alat bukti yang dapat
digunakan untuk mendukung kejadian
tersebut adalah keterangan dari saksi X,
keterangan terdakwa Y, keterangan dari
saksi-saksi lain, dan sebagian dari uang Rp
500 juta.
c. Kepada pegawai negeri
88.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah X selaku Panitera Pengadilan Negeri.
Alat bukti yang mendukung kejadian tersebut
berupa keterangan dari saksi X, keterangan
dari saksi lain, dan SK Pengangkatan selaku
Panitera.
d. Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang
yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,
atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap
melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.
89.
Fakta
perbuatan
yang
dilakukan dan kejadian yang ditemukan
adalah Y mengetahui selaku Panitera yang
memegang perkaranya dapat melobi Ketua
Majelis Hakim yang menangani perkaranya
untuk membebaskan Y dalam perkara
penipuan yang telah dilakukannya.Alat bukti
yang mendukung perbuatan tersebut berupa
keterangan dari terdakwa Y.
90.

91.
Dari analisis di atas dapat
disimpulkan bahwa keempat unsur tindak
pidana korupsi pada Pasal 13 UU 31 Tahun
1999 jo UU 20 Tahun 2001terpenuhi.
Keseluruhan rangkaian perbuatan yang telah
dilakukan oleh Y adalah sebuah tindak pidana
korupsi berdasarkan Pasal 13 UU 31 Tahun
1999 jo UU 20 Tahun 2001 sehingga Y
dituntut untuk dipidana penjara.
5.

a.

92.
KESIMPULAN
93.
Korupsi telah merusak
pilar-pilar kehidupan, maka sebagai warga
negara, khususnya mahasiswa Politeknik
Keuangan Negeri STAN kita perlu:
Mengetahui apa itu korupsi dan jenis-jenis
korupsi, karena dengan mengetahui kita akan

b.

c.

6.

berusaha menghindari korupsi atau menegur


orang lain ketika akan melakukan korupsi;
Memahami korupsi beserta jenis-jenisnya juga
akan memberikan dasar kepada seseorang untuk
dapat melaporkan atau bersaksi atas kejadian
korupsi yang dialaminya atau yang diketahuinya;
Dengan memahami korupsi, pada akhirnya kita
diharapkan berada pada barisan pemberantas
korupsi secara aktif maupun pasif.
94.
Demi masa depan bangsa
yang lebih baik, marilah kita bersama-sama
memberantas korupsi karena dampak korupsi
yang sedemikian luas terhadap bangsa dan
negara kita.
95.__
DAFTAR REFERENSI

96.
97. [1] Ali, Muhammad. Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia Modern, Jakarta: Pustaka, 1993.
98. [2] Hartanti, Evi. Tindak Pidana Korupsi,
Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
99.__[3] Komisi Pemberantasan Korupsi.Memahami
Untuk
Membasmi,
Jakarta:
Komisi
Pemberantasan Korupsi, 2006.
100._[4] ____,
Undang-Undang
tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999.
101.[5] ____, Undang-Undang tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

102.

Anda mungkin juga menyukai