Makalah Pemanasan Global
Makalah Pemanasan Global
Meuthia A Naim1
Disampaikan pada Diklat Pengendalian Pencemaran Udara
7 Juli 2008
Indonesia telah berhasil menyelenggarakan perhelatan besar awal bulan
Desember tahun lalu. Konferensi Para Pihak (COP2) dari Konvensi PBB mengenai
Perubahan Iklim (UNFCCC3) telah digelar di Bali, pada tanggal 3 hingga 14
Desember 2007 yang lalu, yang merupakan COP ke-13 sekaligus merupakan
Pertemuan Para Pihak (CMP4) ke-3 dari Protokol Kyoto. Mungkin banyak kalangan
mempertanyakan, mengapa di tengah kemelut ekonomi dan kondisi negara yang carut
marut seperti sekarang ini Indonesia memberanikan diri untuk menjadi tuan rumah
bagi pertemuan besar yang dihadiri oleh sekitar 190 negara, yang tentu saja memakan
dana yang tidak sedikit. Banyak orang boleh jadi menilai pemerintah tidak memiliki
sense of crisis, kalau kita hanya terfokus pada jumlah dana yang diserap untuk
penyelenggaraan pertemuan para Pihak tersebut. Namun, kita tentu saja akan
mendukung pemerintah, jika pemahaman mengenai ancaman pemanasan global dan
perubahan iklim terhadap kehidupan manusia di bumi, khususnya di Indonesia, telah
dimiliki.
Pemanasan global dan perubahan iklim
Berdasarkan laporan IPCC5 ke-4 tahun 2007, pemanasan sistem iklim
dipastikan telah terjadi yang dibuktikan melalui pengamatan-pengamatan terhadap
meningkatnya suhu udara dan suhu laut rata-rata global, meluasnya pelelehan salju
dan es, serta meningkatnya ketinggian permukaan laut rata-rata global. Meningkatnya
suhu bumi ini telah terjadi sejak 157 tahun yang lalu, di mana pemanasan pada abadabad terakhir terjadi dalam dua tahap, yaitu dari tahun 1910-an hingga 1940-an
dengan kenaikan suhu sebesar 0.350C, dan pemanasan yang lebih kuat mulai dari
tahun 1970-an hingga akhir tahun 2006 dengan kenaikan suhu sebesar 0.550C.
Pemanasan sebesar itu telah menimbulkan perubahan pada iklim bumi yang ditandai
dengan meningkatnya jumlah presipitasi (baik berupa hujan maupun salju), perubahan
pola angin serta aspek-aspek cuaca ekstrim seperti kemarau, presipitasi berat,
gelombang panas dan intensitas topan tropis.
Penyebab terjadinya pemanasan global yang memicu berubahnya iklim bumi
juga dikaji oleh IPCC yang menyatakan bahwa kegiatan manusia merupakan
kontribusi terbesar terjadinya pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil dan
alih guna lahan merupakan kegiatan yang mengemisikan gas rumah kaca terbesar ke
atmosfer, diikuti oleh kegiatan-kegiatan lain seperti pertanian, peternakan dan
persampahan. Gas-gas rumah kaca (GRK) terpenting yang menimbulkan pemanasan
1
global tersebut adalah karbon dioksida, metan, nitrous oksida, termasuk sulfur
heksafluorida, hidrofluorokarbon dan perfluorokarbon. Gas-gas ini menimbulkan
efek rumah kaca pada bumi, yang meningkatkan suhu bumi dan menimbulkan
perubahan iklim.
Jenis-jenis GRK berdasarkan UNFCCC dan sumber-sumbernya:
Gas Rumah Kaca
Karbondioksida (CO2)
Metan (CH4)
Nitrous oksida (N2O)
Hidrofluorokarbon
(HFCs)
Perfluorokarbon (PFCs)
Sulfur heksafluorida
(SF6)
Sumber: KLH (2004).
Sumber
Pembakaran bahan bakar fosil, transportasi, deforestasi,
pertanian
Pertanian, perubahan tata guna lahan, pembakaran
biomassa, tempat pembuangan akhir sampah
Pembakaran bahan bakar fosil, industri, pertanian
Industri manufaktur, industri pendingin (freon),
penggunaan aerosol
Industri manufaktur, industri pendingin (freon),
penggunaan aerosol
Transmisi listrik, manufaktur, industri pendingin (freon),
penggunaan aerosol
materil dan produktifitas. Banjir juga akan mempengaruhi erosi tanah serta
pencemaran sungai dan laut.
Musim kering akan lebih sering terjadi dan lebih berat yang akan meningkatkan
kerugian pada tanaman pertanian, peternakan, perikanan dan kehidupan satwa liar,
serta menurunkan aliran sungai dan kualitas air.
Perubahan pada pola curah hujan dan berkurangnya kelembaban tanah di beberapa
tempat yang dapat mengurangi pasokan air untuk pertanian, penggunaan rumah
tangga dan industri, pembangkit energi dan keanekaragaman hayati.
Pengaruh perubahan iklim pada pertumbuhan tanaman bergantung pada interaksi
antara karbon dioksida, suhu, nutrien dan curah hujan. Konsentrasi karbon
dioksida yang tinggi meningkatkan produktifitan tanaman tetapi suhu yang lebih
tinggi serta curah hujan yang berkurang, yang dapat terjadi di daerah garis lintang
tengah, dapat menurunkan pertumbuhan tanaman.
Perkiraan terhadap pemanasan global akan berkontribusi terhadap kerusakan pada
batu karang di seluruh dunia karena pemanasan laut yang menyebabkan
pemutihan karang (coral bleaching), badai tropis yang lebih kuat, kenaikan muka
air laut dan tingkat konsentrasi karbon dioksida yang lebih tinggi yang dapat
mengurangi laju pertumbuhan batu karang.
Berkurangnya salju dan lebih singkatnya musim dingin akan mengancam
ekosistem pegunungan es.
Sepanjang tahun 2007 yang lalu hingga awal tahun 2008 ini saja, bencana
banjir, kekeringan, angin topan, dan tingginya gelombang laut silih berganti menimpa
sebagian besar daerah di Indonesia, yang kesemuanya ditengarai sebagai akibat
berubahnya iklim. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Bappenas, selama periode
2003 -2005 telah terjadi 1429 kejadian bencana, di mana banjir adalah bencana yang
paling sering terjadi diikuti oleh tanah longsor (KLH, 2007).
Terkait dengan ketersediaan pangan, berdasarkan hasil pemantauan
kekeringan pada tanaman padi selama periode tahun 1993-2002 yang dilakukan oleh
Departemen Pertanian, diperoleh angka rata-rata lahan pertanian yang terkena
kekeringan mencapai lebih dari 200 ribu ha dengan lahan puso (gagal panen)
mencapai sekitar 43 ribu ha atau setara dengan kehilangan 190 ribu ton gabah kering
giling (GKG). Sementara itu, areal persawahan yang terlanda banjir mencapai luas
158 ribu ha dengan puso sekitar 39 ribu ha (yang setara dengan 174 ribu ton GKG).
Sedangkan pada periode Januari Juli 2007, tercatat sejumlah 268 ribu ha lahan
pertanian mengalami kekeringan, di mana 17 ribu ha di antaranya mengalami puso,
yang berimplikasi pada penurunan produksi pada hingga 91 ribu ton GKG (ibid).
Kenaikan muka air laut
Estuaria, belukar perairan laut, pantai, serta daerah rendah pada daerah pantai
merupakan daerah-daerah yang rentan dengan adanya kenaikan muka air laut. Intrusi
air laut akan mempengaruhi sungai-sungai serta daerah perairan pantai lainnya.
Kenaikan muka air laut juga mengancam kehidupan masyarakat nelayan yang dapat
ditemukan pada hampir setiap pulau di Indnesia. Tidak hanya itu, lima dari enam
kota di Indonesia yang berpenduduk setidaknya satu juta orang berada di daerah
pantai, di mana kegiatan sosio-ekonomi, infrastruktur, serta institusi terkonsentrasi di
sepanjang garis pantai. Beberapa dampak yang terjadi akibat naiknya muka air laut
adalah sebagai berikut (ADB, 1994):
Hilangnya lahan
Studi terhadap dampak kenaikan muka air laut setinggi 60 cm telah dilakukan oleh
KLH bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1992.
Daerah yang dikaji adalah Subang, Kerawang dan Bekasi. Pada ketiga daerah
tersebut, hilangnya lahan akibat kenaikan air laut setinggi 60 cm adalah sekitar
124,584 hektar, yang mengakibatkan gagal panen sebesar 150,000 ton serta
pengurangan tangkapan udang, ikan serta hasil pertanian lainnya sebesar 54,000
ton.
Infrastruktur
Mengingat kegiatan sosio-ekonomi dan institusi terkonsentrasi di kota-kota, maka
daerah perkotaan merupakan daerah utama yang rentan terhadap perubahan iklim
dalam hal infrastruktur dan komunikasi. Di Indonesia, lima dari enam kota besar
dengan jumlah penduduk melebihi satu juta jiwa berada di garis pantai. Kenaikan
muka air laut merupakan salah satu dampak yang dapat mempengaruhi
infrastruktur yang berada di sekitar daerah pantai.
Transportasi
Energi
Kehutanan
Pengelolaan
sampah
Transportasi;
Pertambangan/produksi mineral;
Produksi logam;
Emisi fugitif dari bahan bakar (padat, minyak
dan gas);
Emisi fugitif dari produksi dan konsumsi
halokarbon dan sulfur heksafluorida;
Penggunaan pelarut;
Penanganan dan pembuangan limbah;
Pertanian (pengurangan emisi CH4 dan N2O).
Sumber: UNFCCC.
Area
Daerah
pantai
Pertanian
Dampak
Perubahan
Iklim
Peningkatan
muka air laut
Gangguan
pada sistem
pertanian
Kegiatan adaptasi
Erosi pada
daerah
dataran
tinggi
Kesehatan Peningkatan
manusia
kasus-kasus
akibat:
Malaria
Demam
berdarah
Diare
pengikat nitrogen;
Penyesuaian waktu tanam yang dilakukan oleh
petani;
Penanaman jenis tanaman yang lebih tahan
terhadap perubahan iklim.
Pemusnahan tempat-tempat perkembang- biakan
nyamuk;
Pencegahan deforestasi melalui pencegahan
transmigrasi spontan dan penebangan liar;
Peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap
lokasi-lokasi perkembang-biakan nyamuk;
Peningkatan akses terhadap air bersih;
Peningkatan imunisasi;
Kampanye ASI;
Peningkatan kebersihan diri dan sanitasi
perorangan;
Peningkatan sistem drainase;
Peningkatan pengelolaan banjir.
Beberapa kegiatan berskala nasional yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan
adaptasi perubahan iklim adalah antara lain:
Pengumpulan dan penyebarluasan informasi mengenai dampak, kerentanan serta
adaptasi, termasuk metodologi, teknologi dan kegiatan-kegiatan yang dilaporkan
di dalam komunikasi nasional;
Mendukung peningkatan kapasitas dan kegiatan-kegiatan pemberdayaan
masyarakat;
Pengembangan mekanisme untuk peningkatan kesadaran masyarakat melalui
pembentukan Pusat Informasi, sistem informasi dan pelaksanaan seminar dan
lokakarya terkait;
Tukar-menukar informasi dan pengalaman serta pandangan-pandangan di antara
Negara Pihak mengenai peluang-peluang serta solusi dalam pelaksanaan
Konvensi yang terkait dengan adaptasi;
Bekerjasama dengan PBB serta organisasi internasional lainnya dalam isu-isu
adaptasi.
Rencana Aksi Nasional dalam Menghadapi Perubahan Iklim
Dari hubungan-hubungan sebab-akibat serta implikasinya bagi Indonesia
seperti diuraikan di atas, wajar saja jika Indonesia sebagai salah satu negara yang
rentan terhadap dampak perubahan iklim mulai mengambil sikap tegas dalam
menanggapi isu ini. Keberanian pemerintah Indonesia sewaktu mencalonkan diri
menjadi tuan rumah pada COP-11 di Montreal dua tahun yang lalu perlu dilihat dari
sisi positifnya. Boleh jadi jika COP ke-13 tahun ini tidak diselenggarakan di
Indonesia, perhatian kita terhadap masalah perubahan iklim belum tentu akan sebesar
sekarang ini. Contohnya, Hari Lingkungan Nasional tahun ini mengambil tema
mengenai perubahan iklim, dan yang sungguh menggembirakan adalah ketika
Presiden RI sangat menanggapi isu perubahan iklim dengan meminta disusunnya
suatu rencana aksi nasional untuk masalah perubahan iklim. Rencana Aksi ini telah
disetujui oleh Presiden pada bulan November 2007 yang lalu. Berdasarkan amanat
Presiden, Rencana Aksi tersebut harus dijadikan sebagai panduan bagi instansi terkait,
Referensi
ADB (1994) Climate Change in Asia: Indonesia Country Report on Socioeconomic
Impacts of Climate Change and National Response Strategy. ADB, Manila.
AGO - Australian Greenhouse Office (2005) Climate Change Science: Questions
Answered. AGO, Canberra, Australia.
IEA-International Energy Agency (2002) Beyond Kyoto: Energy Dynamics and
Climate Stabilisation. IEA, Paris.
IPCC - Intergovernmental Panel on Climate Change (2007) Climate Change 2007: The Physical
Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on
Climate Change [Solomon, S., D. Qin, M. Manning, Z. Chen, M. Marquis, K.B. Averyt, M.Tignor and H.L. Miller
(eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA
10