Evaluasi Hasil Implementasi Lean Six Sigma Berdasarkan Nilai Copq Menggunakan Pendekatan Fmea

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 11

EVALUASI HASIL IMPLEMENTASI LEAN SIX SIGMA

BERDASARKAN NILAI COPQ


MENGGUNAKAN PENDEKATAN FMEA
Nurwidiana, Moehamad Aman
Program Studi Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Magelang
Jl. Mayjend Bambang Soegeng Km 5 Mertoyudan Magelang 56172
Email : nur_widiana@yahoo.com, moehamad_aman@yahoo.com

Abstrak
Konsep Lean Sigma atau lean Six Sigma merupakan suatu konsep menyeluruh dalam
sistem bisnis. Konsep Lean berasal dari lean thinking yang bertujuan mereduksi waste,
sedangkan konsep six sigma berasal dari konsep sistem manajemen Motorola yang
berprinsip pada minimasi penyimpangan. Kekuatan dari dari kedua konsep ini
disinergikan menjadi konsep Lean Six Sigma. Agar lean six sigma mampu memberikan
hasil nyata bagi perusahaan maka diperlukan langkah-langkah implementasi dan
evaluasi yang jelas dan terukur. Langkah implementasi lean six sigma harus
menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan lean untuk mengeliminasi proses dari
waste, serta pendekatan six sigma untuk mengurangi variasi pada produk. Salah satu
perubahan yang dihasilkan dari implementasi lean six sigma, adalah terdapat
perbedaan struktur biaya kualitas (Cost Of Quality )antara kondisi sebelum dan setelah
implementasi lean six sigma. Cost of Poor Quality (COPQ) adalah biaya akibat
terjadinya defects pada proses, produk atau service. COPQ juga didefinisaikan sebagai
biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelesaian / menangani kegagalan dan atau
kerusakan dalam proses. Banyak metode yang digunakan untuk mengestimasi nilai
CPOQ yang semuanya membutuhkan pengukuran awal. Kendala yang dihadapi dalam
estimasi COPQ adalah tidak ada ukuran yang tersedia saat awal proyek. Untuk
mengatasi keterbatasan tersebut,maka pada makalah ini akan digunakan pendekatan
weighted risk dari potential failures untuk menghitung biaya proses yang berjalan .Pada
makalah ini, akan dibahas langkah-angkah untuk mengimplementasikan Lean Six sigma.
Selain itu dibahas juga mekanisme evaluasi hasil implementasi lean six sigma dengan
metode COPQ dengan pendekatan FMEA.
Kata kunci : Lean , Six Sigma, COPQ, FMEA.
PENDAHULUAN
Konsep Lean sigma atau lean Six Sigma merupakan suatu konsep menyeluruh dalam sistem
bisnis. Konsep Lean berasal dari konsep sistem manajemen Toyota yang dikembangkan dan diperluas,
sedangkan konsep six sigma berasal dari konsep sistem manajemen motorola. Kekuatan dari dari kedua
konsep ini disinergikan menjadi konsep Lean Six Sigma.
Agar lean six sigma mampu memberikan hasil nyata bagi perusahaan maka diperlukan
langkah-langkah implementasi dan evaluasi yang jelas dan terukur. Langkah implementasi lean six
sigma harus menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan lean untuk mengeliminasi proses dari
waste, serta pendekatan six sigma untuk mengurangi variasi pada produk.

Salah satu perubahan yang dihasilkan dari implementasi lean six sigma, adalah terdapat
perbedaan struktur biaya kualitas (Cost Of Quality )antara kondisi sebelum dan setelah implementasi
lean six sigma. Cost of Poor Quality (COPQ) adalah biaya akibat terjadinya defects pada proses,
produk atau service. COPQ juga didefinisaikan sebagai biaya yang harus dikeluarkan untuk
menyelesaian / menangani kegagalan dan atau kerusakan dalam proses. Banyak metode yang
digunakan untuk mengestimasi nilai CPOQ yang semuanya membutuhkan pengukuran awal. Kendala
yang dihadapi dalam estimasi COPQ adalah tidak ada ukuran yang tersedia saat awal proyek. Untuk
mengatasi keterbatasan tersebut,maka pada makalah ini akan digunakan pendekatan weighted risk dari
potential failures untuk menghitung biaya proses yang berjalan.
PENDEKATAN LEAN
APICS Dictionary (2005) mendefinisikan Lean sebagai suatu filosofi bisnis yang berlandaskan
pada minimasi penggunaan berbagai sumber daya (termasuk waktu) dalam berbagai aktivitas
perusahaan. Lean berfokus pada identifikasi dan eleminasi non added value activities dalam desain,
produksi atau operasi dan supply chain management yang berkaitan langsung dengan pelanggan. Lean
menciptakan self sustaining culture dengan menekankan 5 S. Sistem ini akan menghasilkan motivasi
terhadap pekerja untuk selalu bekerja secara efektif dan efisien. Lean thinking menyaring pendekatan
lean ke dalam 5 perspektif utama :
1.Identifikasi Value
Mengidentifikasi nilai produk berdasarkan perspektif pelanggan , dimana pelanggan menginginkan
produk dengan kualitas superior, harga kompetitif dan penyerahan tepat waktu.
2.Identifikasi value stream
Mengidentifikasikan value stream process mapping ( pemetaan proses pada value stream) yang
meliputi semua langkah yang diperlukan untuk mendesign memesan dan memproduksi barang atau
produk , untuk mencari non added value activity
3.Flow
Membuat value flow, yaitu semua aktivitas yang memberi nilai tambah disusun ke dalam suatu aliran
yang tidak putus, dan menghilangkan non added value activities.
4.Pulled
Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk itu mengalir secara lancar dan efisien
sepanjang value stream dengan menggunakan pull system.
5. Perfection
Perbaikan yang dilakukan secara terus menerus sehingga waste yang terjadi dapat dihilangkan secara
total dari proses yang ada.
PENDEKATAN SIX SIGMA
Six sigma merupakan Sistem Manajemen Mutu yang selalu berorientasi pada kepuasan
konsumen (Customer Satisfaction) dengan suatu pengukuran target Sigma Quality Level. Sigma ( )
adalah simbol yang menggambarkan distribusi atau penyebaran terhadap nilai rata-rata proses (standar
deviasi). Nilai sigma inilah yang digunakan sebagai alat ukur untuk menunjukkan performansi sutu
proses. Proses six sigma dengan distribusi normal yang mengizinkan nilai rata-rata (mean ) proses
bergeser 1,5 sigma dari nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan oleh pelanggan. Upaya

peningkatan menuju target six sigma dapat dilakukan dengan metodologi DMAIC , dengan tahapan
sebagai berikut :
1. Define
Mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan proses yang konsisten dengan permintaan atau
kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan.
2. Measure
Mengukur kinerja proses pada saat sekarang agar dapat dibandingkan dengan target yang
ditetapkan. Lakukan pemetaan proses dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan indikator
kinerja kunci (key performance indikators).
3. Analyze
Menganalisa hubungan sebab akibat berbagai faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktorfaktor dominan yang perlu dikendalikan.
4. Improve
Mengoptimalkan proses menggunakan analisa seperti Design of Experiment (DOE), untuk
mengetahui dan mengendalikan kondisi optimum proses.
5. Control
Melakukan pengendalian terhdap proses secara terus menerus untuk meningkatkan kapabilitas
proses menuju target six sigma.
LEAN SIX SIGMA
Lean six sigma yang merupakan kombinasi antara pendekatan Lean dan Six Sigma, didefinisikan
sebagai suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemik dan sistematis untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas aktivitas yang tidak bernilai tambah ( non added
value activities) melalui peningkatan terus menerus secara radikal ( radical contonues improvement)
dengan cara mengalirkan produk (material, work in process, finish good) dan informasi dengan
menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar
keunggulan dan kesempurnaan berupa produksi 3,4 cacat untuk setiap juta kesempatan (3,4 DPMO).
Lean six sigma akan meningkatkan kinerja bisnis dan industri melalui peningkatan kecepatan (short
cycle time) dan akurasi (zero defect). Pendekatan lean akan menyingkapkan non value added (NVA)
dan Value added (VA) serta membuat value added mengalir secara lancar sepanjang value stream
processes. Sedangkan six sigma akan mereduksi variasi yang ada dalam value added itu.
Pada umumnya keberhasilan implementasi konsep six sigma diukur dengan nilai sigma yang
dicapai. Nilai sigma ini merupakan interpretasi dari jumlah kesalahan yang terjadi per satu juta unit.
Tabel 1. Nilai Level Sigma
Batas
Spesifikasi
1
2
3
4
5
6

Percent
30.23
69,13
93,32
99,3790
99,97670
99,999660

Defective
ppm
697700
308700
66810
6210
233
3.4

Semakin tinggi nilai sigma yang dicapai , menunjukkan semakin baik kinerja proses industri. Six sigma
quality level merupakan tingkat mutu dimana proses dengan penyebaran 6 terhadap rata-rata proses
masih memenuhi tingkat batas spesifikasi yang ditetapkan. Pada tingkat mutu ini hanya terdapat 3,4
cacat dihasilkan dari 1000.000 peluang terjadinya cacat (3,4 deffect per million opportunities).
Selain itu, peningkatan kualitas sebagai hasil implementasi lean Six sigma seiring dengan
pencapaian level sigma dapat diukur berdasarkan persentase antara Cost Of Poor Quality (COPQ)
terhadap nilai penjualan (sales value ).

Tingkat
Sigma
1
2
3
4
5
6

Tabel 2. Relevansi Sigma Level, DPMO dan COPQ


% COPQ dari nilai
DPMO
penjualan
697.700, sangat tidak kompetitif
Tidak dapat dihitung
308.700, rata-rata industri Indonesia
Tidak dapat dihitung
66.810
25% - 40%
6.210, rata-rata industri USA
15% - 25%
233, rata-rata industri Jepang
5% - 15%
3,4 industri kelas dunia
< 1%

COST OF POOR QUALITY


Cost of Poor Quality (COPQ) adalah biaya akibat terjadinya defects pada proses, produk atau
service. COPQ merupakan analisa finansial awal yang mengakibatkan dilaksanakannya proyek lean
six sigma). COPQ juga didefinisaikan sebagai biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelesaian /
menangani kegagalan dan atau kerusakan dalam proses. Biaya yang timbul dipengaruhi oleh 4 (empat)
factor, yaitu probabilitas dari kemungkinan terjadinya tiap kegagalan, seberapa serius kondisi yang
diakibatkan jika terjadi kegagalan yang diakibatkannya, ketentuan untuk mencari penyebab kesalahan,
dan biaya penanganan satu kegagalan. Banyak metode yang digunakan untuk mengestimasi nilai
CPOQ yang semuanya membutuhkan pengukuran awal. Kendala yang dihadapi dalam estimasi COPQ
adalah tidak ada ukuran yang tersedia saat awal proyek. Namun dapat digunakan pendekatan untuk
menghitung biaya proses yang berjalan dengan menggunakan weighted risk dari potential failures.
Salah satunya dengan menggunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).
FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu metode yang berfungsi untuk
menunjukkan masalah (failure mode) yang mungkin timbul pada suatu sistem yang dapat
menyebabkan sistem tersebut tidak mampu menghasilkan output yang diinginkan dan kemudian
menetapkan tindakan penanggulangannya sebelum masalah itu terjadi. Dengan demikian masalahmasalah pada proses produksi yang mempengaruhi kualitas produk dapat dikurangi dan akhirnya
dieliminasi. Pada dasarnya dengan FMEA ingin diketahui 3(tiga) hal, yaitu penyebab kegagalan yang
potensial dari produk selama siklus hidupnya, efek dari kegagalan tersebut, dan tingkat kekritisan efek
kegagalan terhadap fungsi produk. Gambar 1 menunjukkan lembar kerja FMEA yang terdiri dari
perkiraan potensi kegagalan yang mungkin timbul dalam sistem (failure mode), perkiraan pengaruh
timbulnya masalah tersebut terhadap produk (effect), penentuan penyebab dari tiap kegagalan (cause),
dan penetapan urutan prioritas penanggulangan masalah berdasarkan frekuensi dan tingkat
kefatalannya.

Gambar 1. FMEA Worksheet


RANCANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI LEAN SIX SIGMA
FMEA dilakukan pada fase Measure atau Analyze dan control pada DMAIC project, untuk
menyediakan dasar estimasi COPQ. Penggunaan FMEA dalam estimasi COPQ dilakukan dengan
langkah sebagai berikut :
Langkah 1: Identifikasi penyebab potensial terjadinya failure menggunakan input dari input-output
diagram dan pindahkan ke dalam FMEA worksheet. Gunakan cause-and-effect matrix, untuk
meyakinkan bahwa semua jenis failure masuk dalam COPQ analysis. Masukkan hanya input /faktor
terkontrol, ini penting karena biaya untuk faktor tak terkontrol tidak dapat dikalkulasi dengan pasti.
Langkah 2: Setelah memasukkan input, lakukan review dengan tim untuk memastikan semua potensi
failure sudah diidentifikasi. Masukkan setiap kemungkinan failure yang dapat terjadi. Jika terdapat
resiko failure, tim harus mengidentifikasinya dan memasukkan potential cost of failure ke dalam
perhitungan COPQ.
Langkah 3: Lakukan perhitungan prioritas resiko untuk semua potensial failure dengan menggunakan
FMEA. Hitung nilai Risk Priority Number dengan mempertimbangkan nilai severity, occurrence and
detection.
Risk Priority Number

= Severity x Occurrence x Detection

Severity

= ranking tingkat keparahan dari efek modus kegagalan bagi pelanggan

Occurrence

= ranking tejadinya penyebab modus kegagalan pada saat pemakaian produk

Detection
= ranking deteksi sistem pengendalia yang ada saat ini mampu mendeteksi
terjadinya modus kegagalan dan mencegahnya sampai ke tangan pelanggan
Langkah 4: Gunakan masukan tim dan semua alat estimasi yang tersedia ,hitung average cost to
resolve (ACR) untuk tiap penyebab potensial terjadinya kegagalan . ACR dihitung sebagi perkalian
antara estimasi waktu penyelesaian problem (estimated effort hours to resolve =EHR) dan rata-rata

Star
t

DEFINE
Definisikan proses yang akan diperbaiki
Susun Diagram Input Proses Output
Identifikasikan peta proses
Identifikasi Non Added Value Activity

MEASURE
Ukur waste yang paling berpengaruh
Menentukan Critical To Quality masing-masing waste
Menyusun FMEA work sheet untuk menentukan RPN

ANALYZE
Menganalisa alternative improvement
Menganalisa prioritas improvement berdasar nilai RPN
terbesar pada FMEA
Hitung nilai sigma berdasar COPQ
IMPROVE
Menentukan rekomendasi tindakan perbaikan
Menentukan rencana tindakan
Melaksanakan rencana perbaikan

CONTROL
Mengukur kinerja system setelah perbaikan (Gunakan COPQ)
Hitung nilai sigma setelah tindakan perbaikan (berdasar COPQ)
Mengontrol pelaksanaan proses sesuai dengan improvement

ya

Tdk

Nilai
meningkat ?
Gambar 2. Flow Chart Prosedur Lean Six Sigma

biaya penyelesaian per jam ( average cost per effort hour = ACH).Estimasi disini menggunakan tingkat
kepercayaan 90%-95%.
ACRi = EHRi x ACHi

Dimana :
ACRi = rata-rata biaya untuk menyelesaiakan masalah i
EHRi = waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah i
ACHi = rata-rata biaya per jam untuk menyelesaikan masalah i
i
= 1sampai n (n total jumlah kegagalan/kerusakan )
Langkah 5: Hitung rata-rata biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan problem yang bersifat
random, gunakan rata-rata berbobot ( weighted average) dari waktu untuk menyelesaikan problem.
Pembobotan menggunakan risk priority dari tiap kegagalan.
Weighted Average Cost to Resolve (WACR) = [Sum of (RPNi x ACRi) / Sum of (RPNi)]
Step 6: Hitung COPQ dari proyek dengan mengalikan WACR dengan target pengurangan kejadian
selama proyek
COPQ = WACR x Reduction in Events Due to the Project
NUMERIS UNTUK ESTIMASI COPQ
Tim Six Sigma di Bank X diberi tugas untuk mereduksi jumlah kegagalan transaksi akibat
dari 400 kejadian menjadi 300 kejadian per bulan. Tidak ada data yang dikumpulkan pada masa lalu
baik tentang kejadian maupun pengukurannya. Namun anggota tim dapat mengetahui apa penyebab
kegagalan tersebut. Karena ketiadaan pengukuran, maka tim berusaha untuk mengestimasikan COPQ.
Perkiraan finansial terkait dengan perhitungan waktu penanganan masalah merupakan parameter yang
penting sebagai validasi dari hasil proyek perbaikan ini. Sebagai solusi tim akan menggunakan
pendekatan risk prioritization dengan FMEA untuk mengestimasikan COPQ . Langkah-langkah yang
dilakukan oleh tim adalah sebagai berikut :

1. Define
Proyek ini dilakukan bagi perbaikan proses pelayanan di sebuah bank, bertujuan untuk
mengurangi waktu antrian nasabah dengan melakukan perbaikan pada kecepatan pelayanan serta
faktor-faktor yang bisa mengurangi antrian. Input dari proses pelayanan ni adalah : Skill
karyawan, Sistem computer Prosedur transaksi, dan Form transaksi. Out put yang dihasilkan :
Waktu pelayanan nasabah (5 2 menit), Nilai transaksi per bulan Rp. 250 juta 10 juta, dan
kepuasan pelanggan skala 8-10. Proses pelayanan nasabah seperti gambar 3. Berdasarkan value
stream mapping diketahui dari seluruh kegiatan 55% merupakan Value added activity, 20%
merupakan necessary but non added activity dan 25% merupakan non added activity, Adanya non
added activity mengakbatkan kinerja bank kurang efektif dan efisien.

2. Measure
Dari peta proses teridentifikais waste terbesar pada kegiatan ini adalah menunggu akibat
pengerjaan ulang. Dari input output process, teridentifikasi penyebab waste: Skill karyawan ,
Sistem computer dan prosedur transaksi dan form transaksi.Selanjutnya dituangkan dalam FMEA
worksheet . Langkah-langkahnya sebagai berikut :
Langkah 1 Tim menggunakan diagram input output untuk mengidentifikasi semua penyebab
potensial terjadinya kegagalan. Teridentifikasi terdapat empat penyebab dan di impor ke dalam
alat FMEA. Keempat penyebab tersebut adalah Skill Karyawan, Sistem Komputer, Prosedur
Transaksi, dan Form Transaksi

NASABAH

TELLER

Mulai
Masuk ke bank

Mengambil & Mengisi


FormTransaksi

Periksa

ya

ya

Tunggu

Antri
?
tdk

Form
Bena
r?
tdk

Menyerahkan Form
Transaksi Ke Teller

Input Data Ke Sistem


Komputer

Print Data
Perbaiki
Periksa

Serahkan Ke Nasabah

Selesai

Gambar 3. Aliran Proses

Langkah 2 Selanjutnya tim mengadakan pertemuan untuk melakukan brainstroming dan


mengidentifikasi penyebab yang lain. Dari brainstroming yang dilakukan teridentifikasi satu
penyebab lagi yaitu : ATM Rusak sehingga total terdapat 5 penyebab.
Langkah 3 Dilakukan perhitungan Risk Priority Numbers untuk ke lima penyebab kegagalan
dengan menggunakan FMEA tools.
Tabel 3. Perhitungan RPN
No.

Penyebab Potensial

Severity Occurence Detection

RPN

Skill Karyawan

0,20

7,0

Sistem Komputer

0,5

12,5

Prosedur Transaksi

0,8

43,2

Form Transaksi

0,8

57,6

ATM Rusak

0,3

6,0

Langkah 4 Kemudian tim mereview tiap penyebab kegagalan dan menghitung biaya rata-rata
untuk menangani kegagalan yang disebabkan faktor tersebut. Disini dibutuhkan estimasi waktu
penyelesaian masalah dan biaya rata-rata per unit waktu.
Tabel 4.Perhitungan Cost o Poor Quality
Effort Hours
to Resolve
(Hours)

Average Cost
Per Hour
(Rp.000)

Average Cost
to Resolve
(Rp.000)

7,0

50

50

350

Sistem Komputer

12,5

100

400

5000

Prosedur Transaksi

43,2

50

50

2160

Form Transaksi

57,6

50

50

2880

Cuaca

6,0

16

100

1600

9600

Penyebab
Potensial

RPN

Skill Karyawan

No.

126,3

RPN x ACR

19990

Langkah 5 Gunakan perkiraan biaya rata-rata perkejadian untuk menghitung estimasi bobot
rata-rata tertimbang untuk menyelesaian masalah (WACR ).
Weighted Average Cost to Resolve (WACR) = (RPN x ACR) / RPN
= Rp. 19.990.000 /126,3 = Rp. 158.274
Langkah 6 Akhirnya , COPQ diestimasi dengan mengalikan biaya penyelesaian kegagalan
dengan dengan potensi terjadinya kegagalan per tahun
COPQ (annualized)= [Sum of (RPNi x ACRi) / Sum of (RPNi)] x Annual Reduction in Events
Estimasi terjadinya kegagalan ini adalah 400 kejadian per bulan = 4800 kejadian per tahun
COPQ dalam 1 tahun= Rp. 158.274 x 4800 = Rp. 759.714.964
Jadi pada kondisi terdapat 400 kegagalan perbulan (4800per tahun), COPQ yang terjadi sebesar
Rp. 759.714.964. Jika dibandingkan dengan nilai transaksi pertahun = Rp. 250juta x 12 =
Rp.3000juta, maka COPQ ini mencapai 25,32%. Berdasar tabel 2, maka nilai tersebut
menunjukkan level sigma 3

3. Analyze
Untuk memperbaiki layanan, terdapat 4 alternatif tindakan perbaikan yang dipertimbangkan, yaitu
: melakukan pelatihan untuk meningkatkan skill kayawan, mengubah sistem komputerisasi,
memperbaiki prosedur transaksi dan memperbaiki form transaksi. Dari FMEA Work sheet terlihat
Form transaksi memiliki nilai RPN tertnggi, maka ini merupakan alternative improvement yang
memiliki prioritas tertinggi untuk dilaksanakan. Pihak manajemen Bank menargetkan pada tahun
ini mampu mengurangi terjadinya keterlambatan pelayanan dari 400kasus.menjadi 200 kasus.
Untuk itu akan dianalisa nilai COPQ serta nilai Sigma pada kondisi tersebut. Dari hasil
perhitungan diperoleh Nilai COPQ Rp. 379.857.482, atau 12,66 % dari nilai penjualan pertahun,
sehingga mampu mencapai nilai sigma 4.

4. Improve
Perbaikan dilakukan sesuai dengan alternative improvement yang memiliki nilai RPN terbesar,
yaitu perbaikan form transasi.

5. Control
Jika implementasi telah dilakukan, maka perlu ada tindakan penendalian yang menjamin
pelaksanaan improve sesuai dengan yang telah ditentukan. Selain itu juga dilakukan perhitungan
nilai COPQ dan nilai sigma untuk mengetahui apakan perbaikan yang dilakukan telah mampu
memperbaiki kulitas proses.Proses perhitungan menggunakan pendekatan FMEA.
KESIMPULAN
1.

Kombinasi pendekatan Lean Thinking dan six sigma akan menghasilkan proses yang
berkualitas dalam waktu yang cepat dan biaya yang murah, karena keduanya saling bersinergi. Six
Sigma menghasilkan produk yang berkualitas sehingga akan memacu terjadinya Lean Speed
karena minimasi waktu pengerjaan ulang. Demikian juga sebaliknya Lean speed akan membantu
six sigma menghasilkan produk berkualitas karena dipacu oleh proses eksperimen dan proses
pembelajaran yang dilakukan dengan cepat.
2.
Keberhasilan implementasi six sigma dapat dilihat dari besarnya biaya akibat dihasilkannya
produk yang berkualitas buruk (COPQ). Makin rendah nilai COPQ menunjukkan proses
memerlukan biaya penanganan failure yang relatif kecil. Ini berarti proses mampu menghasilkan
produk dengan kualitas yang baik , dan pencapaian level sigma oleh proses yang lebih tinggi.
3.
Jika tim proyek six sigma akan menghitung COPQ pada tahap measure, pendekaan FMEA
akan sangat membantu karena pendekatan ini secara objektif mengestimasikan COPQ saat tidak
ada data masalalu dan sistem pengukuran yang tersedia.
4.
FMEA merupakan pendekatan yang terstruktur, sehingga perhitungan ini relatif mudah untuk
dilakukan. Akurasi dan kemampuan mengetahui keterkaitan (dependensi) dari tiap kejadian dan
tingkat keparahannya (severity) akan menghasilkan estimasi COPQ yang mendekati nilai
actualnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bevan. Et.al (2004) , Lean Six Sigma: Some Basic Concepts , NHS Institute for Innovation and
Improvement , www.isixsigma.com
Gaspersz. V (2007), Lean Six Sigma For Manufacturing and Service Industries, Gramedia Pustaka
Utama., Jakarta
George .M, (2002), Lean Six Sigma : Combining Six Sigma Quality with Lean Speed, Mc. Graw Hill.
New York
Kaner.C (1996), Quality Cost Analysis : Benefit and Risk. www.isixsigma.com
Pujawan. N (2006), Supply Chain Management , Guna Widya, Surabaya
Sharma. P, (2005) Calculating COPQ using Weighted Risk of Potential Failures, www.isixsigma.com
Startwood. D, (2003), Using Lean, Six Sigma, and Scor To Improve Competitiveness,
www.isixsigma.com
Waxer. C, (2003), Quantify The Benefits of Six Sigma Projects, www.isixsigma.com
__________________, www.fmea.com

Anda mungkin juga menyukai