Anda di halaman 1dari 8

Taubat Seorang Ibu Ditangan Putrinya

Bismillaah

Empat tahun yang silam salah seorang ahli ilmu yang bernama
Syaikh Ali al-Hindi meriwayatkan kisah nyata berikut ini kepada
Syaikh Abdurrahman al-Makki, seraya mengatakan :
Ada seorang ibu yang merasa geram terhadap putrinya karena
ia tidak lagi seperti dulu dalam menghormati para tamu. Pekan
ini, ia tidak menghormati tamu-tamu ibunya. Sang ibu merasa
terheran-heran karena putrinya adalah seorang gadis yang
multazimah, kuat beragama.
Di hari terakhir dari pekan ini sang gadis duduk ketika ibunya
menyambut tetangganya yang datang berkunjung. Hampir saja
sang ibu pingsan ketika melihat anaknya tetap terpaku duduk
tidak bergerak dari tempat duduknya; tidak berdiri untuk
menyambut tetangganya yang baik hati lagi mulia. Lebih-lebih
ketika tetangga itu mendekati si putri sambil mengulurkan
tangannya. Akan tetapi sang putri Fatimah namanya, pura-pura
tidak tahu dan tidak menyambut uluran tangan tetangganya. Ia
membiarkan saja sang tetangga berdiri beberapa saat sambil
mengulurkan tangannya didepan ibunya yang geram dan
kebingungan. Hingga ibunya berteriak: Berdiri! Dan jabat
tangannya! Sang putri hanya membalas dengan pandangan
ketidak pedulian tanpa bergeser sedikitpun dari tempat
duduknya seolah-olah ia tuli tidak mendengar kata-kata ibunya.
Sang tetangga merasa sangat tidak enak terhadap kelakukan
sang putri dan ia menganggap bahwa kehormatannya telah
diinjak-injak dan dihina. Maka segera ia menarik tangannya
kembali dan berbalik ingin segera pulang ke rumahnya sambil
mengatakan: Sepertinya, saya mengunjungi kalian pada waktu
yang tidak tepat.
Disini sang putri tiba-tiba meloncat dari tempat duduknya dan
memegangi tangan tetangganya lalu mencium kepalanya
sambil mengatakan: Maafkan saya, demi Allah saya tidak
bermaksud berbuat buruk kepadamu. Sang putri menuntun
tangannya dengan lembut penuh dengan rasa sayang dan
penghormatan dan mengajaknya duduk seraya mengatakan:

Tahukah engkau wahai bibi, betapa saya mencintaimu dan


menghormatimu.
Sang putri berhasil menenangkan perasaan tetangganya dan
menghapus goresan yang telah melukai hatinya karena
sikapnya yang aneh dan tidak terpahami. Sementara sang ibu
menahan amarahnya jangan sampai termuntahkan dihadapan
putrinya.
Sang tetanggapun berpamitan untuk pulang dan sang putri
segera bangkit mengulurkan tangan kanannya sedangkan
tangan kirinnya memegangi tangan kanan tetangganya agar
tidak
mengulurkannya
kepadanya.
Dia
mengatakan:
Seyogyanya tangan kanan saya harus tetap terulur tanpa
engkau mengulurkan tanganmu kepadaku agar saya dapat
melunasi keburukan apa yang telah aku perbuat terhadapmu.
Akan tetapi sang tetangga langsung mendekap sang putri
kedadanya dan menciumi kepalanya seraya mengatakan:
Tidak apa-apa anakku, karena kamu telah bersumpah bahwa
kamu tidak bermaksud buruk kepadaku.
Begitu sang tetangga meninggalkan rumah, sang ibu langsung
menegur putrinya dalam kemarahan yang tertahan: Mengapa
kamu bertindak seperti ini? Fathimah menjawab: Saya tahu
kalau saya menyebabkan ibu merasa tidak enak seperti ini,
maafkan saya ibu. Ibunya bertanya: Ia mengulurkan
tangannya kepadamu, tetapi kamu tetap duduk tidak berdiri,
dan tidak menjabat tangannya?! Putri menjawab: Engkau
wahai ibu, juga melakukan yang demikian! Ibu berteriak
dengan penuh rasa heran: Apa? Aku melakukannya?! Ia
menjawab: Ibu melakukannya siang dan malam. Ibunya
semakin marah terheran-heran: Apa? Aku melakukannya siang
dan malam? Ia menjawab: Betul bu, Dia menjulurkan
tangannya kepada ibu, tapi ibu tidak pernah menjabat tanganNya. Ibunya semakin marah tidak faham: Siapa yang
mengulurkan
tangan-Nya
kepadaku
dan
aku
tidak
menyambutnya?! Fathimah menjawab: Allah bu, Allah yang
Maha Suci mengulurkan tangan-Nya kepada ibu di siang hari
agar ibu bertaubat, dan Dia mengulurkan tangan-Nya kepada
Ibu di malam hari agar ibu bertaubat, akan tetapi ibu tidak mau
bertaubat. Ibu tidak mengulurkan tangan kepada-Nya. Ibu
terdiam. Ucapan putrinya membuatnya terperanjat dan

tertegun. Sang putri melanjutkan perkataannya: Bukankah ibu


merasa bersedih, ketika saya tidak mengulurkan tangan untuk
menjabat tetangga kita? Dan ibu khawatir jika dia berpresepsi
buruk kepadaku? Saya wahai ibu, merasa bersedih setiap hari
ketika mendapati ibu tidak mengulurkan tangan untuk
bertaubat kepada Allah yang Maha Suci yang mengulurkan
tangan-Nya kepada ibu di siang hari dan di malam hari. Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda dalam sebuah hadits
shahih:
Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di malam
hari agar bertaubat orang yang berbuat kesalahan di siang hari,
dan membentangkan tangan-Nya di siang hari agar bertaubat
orang yang berbuat kesalahan di malam hari hingga matahari
terbit dari tempat terbenamnya. (HR. Muslim)
Apakah
engkau
mengetahui
wahai
ibu,
Tuhan
kita
membentangkan tangan-Nya kepada ibu dua kali dalam setiap
hari sementara ibu tetap menggenggam tangan tidak
menyambut tangan-Nya dengan taubat. Maka berlinanglah
kedua mata sang ibu. Sang putri melanjutkan ucapannya,
semakin
menajamkan
nasihatnya:

Saya
sangat
mengkhawatirkan ibu, ketika ibu tidak shalat, karena pertama
kali yang akan ditanyakan kepada ibu di hari kiamat adalah
shalat. Saya sangat bersedih ketika melihat ibu keluar dari
rumah tanpa menutup aurat yang diperintahkan oleh Allah
Subhanahu wa Taala.
Bukankah ibu merasa tidak enak ketika melihat tindakanku
terhadap tetangga kita? Saya wahai ibu sangat merasa tidak
enak
dihadapan
teman-temanku
ketika
mereka
mempertanyakan kepadaku tentang keluarnya ibu tanpa hijab
dan tanpa memperhatikan aturan-aturan agama sementara
saya adalah gadis yang berhijab. Maka air mata taubat
semakin deras mengalir membasahi kedua pipi sang ibu dan
putripun ikut menangis karena tidak bisa menahan rasa
harunya melihat ibunya memperhatikan nasihat dan menerima
kebenaran. Maka iapun bangkit dan memeluk ibunya dengan
penuh kasih sayang yang amat dalam. Sementara ibunya
dengan isak tangisnya mengatakan: Aku bertaubat kepada-Mu
ya Rabb Aku bertaubat kepadamu ya Rabb

Oleh karena itu wahai para ibu, wahai para bapak, wahai para
gadis, wahai para pemuda bertaubatlah kepada Allah. Allah
mengetahui keadaan kalian. Allah mengetahui apa yang
tersirat dalam hati kalian. Dan Allah menunggu taubat kalian.
Dan Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat. Maka,
apakah kita bertaubat kepada-Nya? Allah Subhanahu wa Taala
berfirman:
Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain
daripada Allah? (QS. Ali Imran: 135)

Kisah Taubat Seorang Peragawati dari Negeri Barat


Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Febian, seorang peragawati
model busana dari Perancis. Ia seorang pemudi yang berusia
dua puluh delapan tahun. Saat ia tenggelam dalam ketenaran
dan hangar bingarnya duniawi, hidayah Allah menghampirinya.
Sehingga ia menarik diri dan meninggalka dunianya yang gelap
itu. Lalu pergilah ke Afghanistan, untuk bekerja pada camp
perawatan para mujahidin Afghan yang terluka, di tengahtengah kondisi yang keras dan hidup yang sulit!
Febian berkata,
Seandainya, jika bukan karena karunia Allah dan kasih sayangNya kepadaku, niscaya hidupku akan hilang di dalam dunia.
Banyak manusia yang mengalami kemunduran seakan mereka
adalah binatang, semua keinginannya hanyalah untuk
memuaskan hawa nafsu dan tabiatnya yang tidak berharga.
Kemudian ia menceritakan kisahnya, sebagai berikut,
Sejak masa kecil, aku selalu bermimpi ingin menjadi perawat

yang baik. Bekerja untuk meringankan beban penderitaan pada


anak-anak kecil yang sakit. Seiring dengan berjalannya waktu,
aku mencapai dewasa.
Mulailah aku merawat kecantikan wajah dan postur tubuhku
yang bagus. Semua teman-temanku memberikan dorongan
termasuk keluargaku- agar meninggalkan impian masa kecilku,
dan memanfaatkan kecantikan wajahku dalam pekerjaan yang
dapat mendatangkan keuntungan materi yang banyak,
ketenaran dan gemerlapnya dunia, serta impian apa saja yang
menyenangkan, bahkan sekalipun hal-hal yang mustahil diraih.
Jalan untuk menuju itu terasa mudah. Atau memang seperti
itulah yang nampak bagiku. Sehingga dengan cepat aku
menjadi orang yang terkenal.
Berbagai macam hadiah yang mahal dan belum pernah aku
membayangkannya berdatangan silih berganti membanjiri
tempatku.
Akan tetapi semua itu harus aku bayar dengan harga yang
sangat mahal..
Untuk mendapatkan itu, aku harus bisa melepaskan diri dari
fitrafku sebagai manusia. Syarat kesuksesan dan
keberhasilanku itu, harus menghilangkan rasa malu yang
selama ini melekat dalam diriku. Menghilangkan kecerdasanku,
aku enggan belajar apapun kecuali gerakan-gerakan tubuhku
dan alunan musik. Selain itu, aku juga harus mengharamkan
bagi diriku segala makanan lezat , mengkosumsi berbagai
multivitamin kimiawi. Obat penambah tenaga dan obat
penumbuh semangat. Sebelum itu semua, aku harus
menghilangkan naluriku sebagai manusia.
Aku tidak memiliki benci., tidak memiliki rasa cinta, tidak
memiliki rasa untuk menolak segala sesuatu.
Sungguh! Rumah-rumah model busana itu telah menjadikan
diriku seperti patung yang bergerak. Tujuannya hanyalah
menyia-nyiakan hati dan akal. Aku dididik menjadi manusia
yang dingin, keras, angkuh, hatiku kering. Diriku hanyalah
seakan kerangka (badan) yang mengenakan pakaian. Aku
menjadi benda mati yang bergerak: tersenyum namun tidak

merasa.
Fenomena itu bukan aku saja yang mengalami, bahkan setiap
kali seorang peragawati sukses dalam melepaskan dirinya dari
sifat kemanusiaannya, nilainya akan bertambah dalam dunia
yang dingin, angkuh dan sombong itu. Jika mereka tidak
mengikuti pelajaran-pelajaran dalam busana model itu, dirinya
pasti dihadapkan dengan berbagai bentuk siksaan jiwa, dan
juga jasmani!
Aku telah berkeliling ke seluruh penjuru dunia sebagai
peragawati. Rancangan model busana terbaru dengan semua
apa yang ada di dalamnya: tabarruj (berhias ala jahiliyah,
mempertontonkan aurat dan sejenisnya), dan tipuan, mengikuti
kehendak-kehendak setan serta menampakkan hal-hal yang
menarik dalam diri wanita tanpa rasa gelisah atau malu.
Febian melanjutkan ceritanya, dan berkata,
Selama itu, aku tidak pernah merasakan keindahan model
pakaian yang terbalut di atas badanku yang kosong, -kecuali
udara dan kerasnya hati-. Pada saat itu aku merasakan
pandangan mereka yang merendahkan terhadap diriku sebagai
manusia. Mereka hanya menghargai terhadap apa yang aku
kenakan dan gerakan tubuhku. Setiap aku bergerak dan
berlenggok, mereka selalu berkata, Seandainya. Setelah
masuk Islam, aku baru tahu bahwa kalimat seandainya
hanyalah membuka pintu perbuatan setan. Sungguh, hal itu
adalah benar, karena kami telah hidup di alam kehinaan
dengan segala dimensinya.
Celakalah, bagi orang yang mengalaminya dan berusaha cukup
dengan pekerjaannya saja.
Mengenai perubahan Febian yang drastis, dari kehidupan
berfoya-foya dan sia-sia menuju kehidupan yang lain (berkah),
dia berkata,
Saat itu, kami sedang dalam perjalanan di Beirut yang hancur.
Di tengah kehidupan yang carut marut itu, aku melihat banyak
orang sedang membangun hotel-hotel berbintang dan rumahrumah yang megah. Kemudian aku melihat sebuah rumah sakit

anak-anak di Beirut. Aku tidak sendirian, ada beberapa teman


wanitaku dari patung-patung manusia. Mereka cukup melihat
tanpa ada rasa peduli, seperti kebiasaanya.
Tetapi dalam masalah ini, aku tidak bisa sama dengan mereka.
Sungguh- melihat kenyataan itu, pada deti itu pula, terasa
hilang kepopuleran, kemuliaan dan kehidupanku yang palsu.
Lalu aku menuju anak-anak kecil yang sakit, berusaha
menyelamatkan mereka yang masih hidup. Aku tidak kembali
kepada teman-temanku di hotel, padahal disana kamera
sedang menantiku.
Setelah hari itu, mulailah perjalananku dengan membawa misi
kemanusiaan, hingga aku menemukan jalan menuju cahaya
hidayah, yaitu Islam. Aku tinggalkan kota Beirut, lalu aku pergi
ke Pakistan. Saat di perbatasan Afghanistan, sungguh aku
merasakan hidup yang sebenarnya, aku belajar bagaimana
menjadi manusia.
Selama delapan bulan aku di sana, membantu keluarga yang
kesusahan karena perang. Aku merasa hidup bahagia bersama
mereka. Mereka memperlakukan aku dengan baik. Sejak aku
memeluk Islam, kebahagiaanku semakin bertambah. Aku rela ia
sebagai agama dan undang-undang dan sistem kehidupanku.
Dan, aku juga rela hidup bersama keluarga wanita Afghanistan
dan Pakistan, dan cara mereka yang religius dalam kehidupan
mereka sehari-hari.
Kemudian aku mulai belajar bahasa Arab, yaitu bahasa Alquran.
Dalam hal ini, aku telah berhasil mendapatkan kemajuan yang
berarti, padahal dahulu aku adalah seorang peragawati.
Dengan ilmu itu, kehidupanku sejalan dengan landasanlandasan Islam dan kerohaniannya.
Kemudian, Febian menuturkan respon negatif dari rumahrumah busana model dunia itu, setelah ia mendapatkan
hidayah. Mereka berusaha dengan berbagai upaya
menghalanginya dengan tekanan-tekanan materi secara
intensif.

Mereka mengirim barang-barang berharga yang berlipat ganda


melebihi dari gajinya setiap bulan, bahkan hingga tiga kali lipat.
Mereka selalu mengirimkan berbagai macam hadiah yang
mahal kepadanya, agar dia kembali kepada kehidupan semula
dan keluar dari Islam.
Namun dia selalu menolaknya.
Dia melanjutkan dengan ceritanya,
Akhirnya mereka berhenti membujukku. Tetapi mereka terus
berusaha untuk membuat jelek diriku didepan keluarga wanita
Afghanistan. Mereka melakukan itu dengan menyebarkan
sampul-sampul majalah yang bergambar diriku saat
pekerjaanku masih menjadi peragawati. Mereka
menggantungkannya di jalanan, seakan-akan mereka merasa
tersiksa dengan taubatku. Itu mereka lakukan agar terjadi
fitnah antara aku dan keluargaku yang baru, tetapi keinginan
mereka itu sia-sia, Alhamdulillah.
Febian memandang tangannya dan berkata,
Aku tidak pernah menyangka, tanganku yang selama ini selalu
ku jaga kehalusannya, aku gunakan untuk pekerjaan yang sulit
ini di tengah-tengah gunung. Tetapi kesulitan ini menmbah
kesucian tanganku, dan insya Allah akan ada balasan yang baik
disisi Allah subhanahu wataala, Insya Allah.

Anda mungkin juga menyukai