Anda di halaman 1dari 6

KESUKSESAN PELAYANAN, KESADARAN, DAN PARTISIPASI

PUBLIK DALAM PENGELOLAAN LIMBAH DI JEPANG; KAPANKAH


DI INDONESIA?
Oleh A. Hafied A. Gany
gany@hafied.org; www.twitter.com/hafiedgany;
www.facebook.com/hafiedgany
Semula saya tidak tertarik dengan isu limbah rumah tangga ini sampai suatu pagi
saya melihat anak mantu saya membersihkan botol-botol plastik bekas minuman dan
menyerapkan sisa minyak goreng dalam semacam busa (foam) dan memasukkannya
dalam plastik terpisah yang masing-masing diletakkan dalam kotak sampah
berwarna kuning dan biru yang disediakan oleh kotamadya di pengumpulan sampah
sementara apartment. Kenapa musti botol atau kotak plastik harus capek-capek
dibersihkan dan dibuang labelnya segala, dan sisa minyak goreng diresapkan dulu ke
busa, kenapa tidak langsung saja dibuang ke tempat sampah atau sisa minyak
goreng langsung saja dialirkan ke riol bersama sisa air cucian piring, yang
pentingkan dibuang tidak berantakan, pikir saya.
Besoknya, saya mendengar dari kerabat isteri saya yang berkunjung ke apartment
kami, bahwa saat ini dia sedang mengosongkan rumah sewaannya karena mau balik
penelitian beberapa bulan ke Indonesia, harus membayar biaya pembuangan alat-
alat rumah tangga sekitar ¥5000 untuk sebuah kursi sofa, ¥6.000 untuk pesawat TV,
kulkas, atau komputer, sehingga harus membayar total sejumlah ¥35.000 untuk
pembuangannya, padahal semua masih layak dipakai. Mau dikasi ke orang, tidak ada
yang mau, mau dibuang langsung sembunyi-sembunyi, malah khawatir akan menjadi
masalah yang lebih rumit lagi.
Menyadari kenyataan tersebut, saya menjadi tertarik untuk mengetahui ikhwal
persampahan ini, juga karena sangat terpesona dengan kenyataa bahwa pada
kunjungan kali ini, keadaan lingkungan jauh lebih menonjol kerapihan dan
kebersihannya, dibanding belasan tahun kunjungan kami sebelumnya.
--------

1
Gambar.1. Ketentuan tentang penanganan limbah basah, kering, terdaur ulang,
kertas, plastik, mudah terbakar, barang elektronik, limbah komersial, dan barang
besar berbayar, serta jadwal pengangkutan petugas kotamadya, yang harus
diketahui dan dipedomani masyarakat sehari-hari. (Scan Gany, 11 March, 2010).
Law Enforcement versus Trust Based Community? Semula saya
memperkirakan bahwa ketaatan masyarakat disebabkan hanya karena
perlakuan peraturan yang ketat, namun saya sempat menyaksikan
seorang sopir yang sedang berhenti di lampu merah di tengah Kota
Tokyo, membuang puntung rokok begitu saja di jalan licin, tanpa rasa
risih. Saya perkirakan pasti ada ketentuan sanksi di Jepang terhapat
pembuangan sampah sembarangan seperti di Singapura, misalnya,
namun saya dengar dari beberapa orang warga, bahwa di perlakuan
ketentuan di Jepang merupakan jalan terakhir, yang saya cenderung
menganalogikannya sebagai semacam pendekatan “trust based
community”. Hal ini karena hukuman terhadap pelanggaran tidak serta
merta dipakai sebagai instrument untuk memaksa masyarakat
mematuhi ketentuan, namun lebih menekankan kepada kepercayaan
masyarakat untuk melakukannya berdasarkan kesadaran. Disamping
itu, petugas publik melakukan pelayanan dengan sebaik-baiknya
sehingga masyarakat akan merasa malu kalau tidak ikut berpartisipasi.
-------
Pelayanan Publik Pemerintah Kota yang Prima: Pemerintah kota
di samping memberikan pelayanan yang prima juga secara rutine
melakukan kampaye kepedulian dan kesadaran masyarakat, serta
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bertanya tentang
apa yang perlu dilakukan, bagaimana melakukannya serta apa hak
dan kewajibannya, maupun sanksi kalau tidak melakukan
kewajibannya secara partisipatif. Hal ini disadari benar oleh petugas
bahwa tanpa partisipasi semua masyarakat dan pihak-pihak terkait,
maka penangnan limbah tidak akan berjalan, dan Pemerintah Kota
tidak akan mampu melakukan semua secara menyeluruh, dengan
demikian, pada gilirannya, masyarakat sendiri akan menerima
akibatnya secara kolektif.
Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat: Masyarakat: Melalui
pendekatan kesadaran dan partisipasi publik tersebut, pendekatan
lebih lanjut diberikan pemerintah kota melalui edaran leaflet yang
berbentuk gambar dengan kata-kata singkat yang mudah diketahui
oleh semua orang, dan diminta untuk ditempel di dinding dekat dapur
masing-masing keluarga, agar selalu dibaca atau diingat, dan
dipedomani kalau mau melakukan pembuangan sampah. (Orang asing
juga diberikan leaflet yang berbahasa Inggeris sepeti dalam Gambar
1).

2
Tugas dan tanggungjawab masyarakat: Hal hal yang sangat
mendasar dalam memperlakukan buangan limbah oleh masyarakat
dan petugas adalah tidak sulit, tapi harus rutin dan telaten:
(1) Cara pengepakan dari masing-masing rumah tangga dalam
kantong plastik transparan, yang tidak boleh dicampur antara sampah
basah, sampah kering serta sampah yang bisa didaur ulang (kantong
sampah transparan tersedia di toko toko swalayan, dengan ukuran dan
kwalitas standar;
(2) Limbah yang berbentuk kaleng, plastik dan botol atau beling, harus
dibersihkan dari sisa-sisa makanan, merek dibuang, serta dikumpulkan
pada kotak kuning untuk plastik dan kotak biru untuk kaleng-kaleng
bekas yang tidak boleh ada sisa makanannya;
(3) Barang pecah belah bekas harus dibuang tersendiri dan bola lampu
atau lampu neon harus dimasukkan dalam kotak aslinya, dan kaleng-
kaleng atau botol kosmetik dimasukkan dalam plastik sendiri dan
dibuang sekali seminggu bersama jadwal pembuangan sampah basah;
(4) Limbah dapur yang basah harus ditiriskan dari sisa-sisa cairan, juga
kulit kerang, kulit telur, sisa-sisa minyak (yang mudah terbakar,
combustible waste) yang sudah diresapkan ke dalam foam, lap kertas
atau pemper, daun-daun dan ranting sampah pekarangan dimasukkan
dalam plastik yang diikat rapih untuk dibuang dengan jadwal
pengambilan dua kali seminggu;
(5) Limbah berupa kertas harus dipisahkan dengan sampah atau
bagian pembukus buku dari plastik, diikat rapih dengan tali yang tidak
terbuat dari plastik atau isolatif, untuk diangkut petugas dengan jadwal
sekali seminggu;
(6) Barang-barang yang tidak mudah terbakar (non combustible),
bekas peralatan listrik kecil, maksimum coffee maker dan hair drayer,
dimasukkan dalam kantong plastik transparan diikat rapih, yang
tampak jelas isinya dari luar untuk dikumpulkan petugas sampah
sekali seminggu (sesuai dengan jadwal yang ditetapkan di daerah
masing-masing);
(7) Barang-barang buangan yang besar, antara lain kursi, meja,
sepeda, vacum cleaner, tas pkaian besar, koper, lemari es, AC Bekas,
TV, mesin cuci serta komputer, harus terlebih dahulu didaftarkan ke
bagian penanganan sampah besar di kantor walikota dengan
menyebutkan ukuran, merek dan jenis peralatan, disertai alamat
rumah yang jelas. Untuk itu, akan diberitahukan cara pengepakan dan
besar biaya buangan masing-masing item, dan tanggal waktu jadwal
pengambilannya oleh petugas. Pembayaran dilakukan pada saat
pengambilan berupa kupon sebesar yang ditentukan yang dapat dibeli
di kios-kios atau toko-toko penjual makanan atau kelontong terdekat;

3
(8) Sampah buangan yang harus didaftarkan lainnya adalah sampah-
sampah rumah tangga dalam jumlah besar kalau mau pindah, karpet
bekas, baju dingin, sampah tanaman kebun, sampah bekas pesta,
binatang mati, anjing, kucing dan sebaginya, dengan penetapan
ongkos buangan serta jadwal pengambilan oleh petugas. Demikian
juga barang-barang komersial, semua diatur sesuai ketentuan dalam
edaran leaflet.
Penangan sampah khusus (non limbah domestik harian): Sesuai
keterangan warga yang sudah mengalaminya, biaya pembuangan
cukup besar, misalnya untuk pesawat TV, kursi, meja, sofa, kulkas,
mesin cuci, AC, serta sampah dalam paket ukuran besar tidak lebih
dari 2 meter, rata-rata biayanya ¥5,000 s/d ¥6.000 yen per unit. Jadi
bisa dibayangkan betapa besarnya biaya yang harus dibayar oleh
kepala rumah tangga yang mau pindah dari rumah sewaan, setidaknya
mencapai ¥35.000 atau sekitar 3,2 juta Rupiah. Terkadang, malahan
biaya membuang perabot rumah tangga sama atau bahkan lebih besar
dari biaya pembelian prabot baru.
Pendidikan Kesadaran Publik: Terlepas keharusan membayar
mahal untuk limbah khusus non domestik tersebut di atas, hal ini
menurut pendapat saya justru menjadi wahana untuk memberikan
pendidikan yang sangat efektif bagi masyarakat agar selalu
mengantisipasi kebutuhan barang atau prabot, serta pembuangan
limbah agar tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan
maupun bagi anngota masyarakat yang bersangkutan.
Pendidikan dalam bentuk Sanksi Moral: Hal lain yang merupakan
pendidikan masyarakat sebagai bentuk sanksi moral secara tidak
langsung adalah, bahwa kalau ternyata ada diantara warga yang tidak
memilah atau mengemas sampahnya sebagaimana yang ditetapkan,
maka sampah tersebut tidak akan diangkut oleh petugas sampah dari
kotamadya, dan akan dibiarkan tergeletak di depan rumah yang
bersangkutan, dan baru akan diangkut pada giliran berikutnya kalau
sudah dipilah dan dikemas ulang oleh si pemilik sampah. Sepertinya
hal ini membuat orang malu terhadap lingkungannya (hal ini adalah
bentuk sanksi moral yang tidak bisa dinilai dengan uang atau
pembayaran denda semacamnya), karena kalau ada sampah yang
tidak diangkut berarti yang bersangkutan dianggap tidak mengerti,
tidak menyadari, bahkan dianggap tidak mau berpartisipasi memenuhi
kewajibannya untuk kepentingan publik.
Prospek Penerapannya di Indonesia. Melihat hasil yang dicapai
dalam wujud kebersihan, kerapihan dan kesehatan lingkungan,
terkadang ada yang memandang kagum, iri, dan dengan sinis
menyalahkan pemerintah kota di Indonesia yang diangapnya tidak
becus menangani kewajibannya di bidang persampahan. Mungkin ada
benarnya, tapi kalau kita melihat kenyataan yang dialami oleh negara

4
maju seperti Jepang ini, nampaknya pemerintah sendirian tanpa
dibantu partisipasi masyarakat, tidak akan mampu menangani
masalah persampahan ini secara tuntas.
Untuk ini, saya tetap optimis bahwa masalah sampah ini pasti bisa
tertangani di Indonesia, dengan catatan bahwa setiap individu
menyadari bahwa sampah ini, adalah milik dan kepedulian kita
bersama yang harus diperlakukan secara saksama mulai dari diri
peribadi, rumah tangga, sampai ke kelompok masyarakat dan
pemerintahan, sebagai suaru kesatuan yang tak terpisahkan. Memang
memerlukan proses yang lama, namun, kita harus mulai dari diri
perbadi, sekarang juga. Kenapa tidak, bukankan dari jauh hari,
Rasulullah sudah mengisyaratkan kepada kita dalam hadithnya bahwa:
“Kebersihan itu adalah sebahagian dari iman”. (Lihat foto ilustrasi
berikut).
Tokyo, 16 Maret, 2010.

Gambar 2.Kiri, kemasan sampah basah terseleksi dengan proses partisipasi warga yang sederhana, namun
efektif, sudah diperiksa petugas dan siap angkut, kanan kemasan sampah plastik daur ulang siap angkut.
(Photo, Gany 15 Mar 2010)

5
Gambar 3. Kiri, ilustrasi kerapihan dan kebersihan lingkungan kampung; kanan, ilustrasi kebersihan
sungai Meguro yang lewat di tengah pusat pemukiman, tidak terlihat sepotong sampah pun mengambang,
sementara di latar belakang tampak menara putih, adalah salah satu cerobong asap pusat pengolahan
sampah, insinerator, yang bebas polusi. (Photo, Gany 15 Mar 2010)

Anda mungkin juga menyukai