manager09/11/2010 No comment
1719 views
Sejak dini Al Imam sudah ditempa oleh keluarganya yang taat beragama untuk
meraih dan memperdalam ilmu di berbagai tempat dan majelis ilmu. Pertama
kali beliau menggali ilmu di Madrasah Ar Rasyad, kemudian melanjutkan di
Madrasah Idadiyah di kota Mahmudiyah tempat beliau dilahirkan.
Pada usia beliau yang masih muda sudah memiliki perhatian yang besar
terhadap persoalan dakwah. Beliaupun mampu berbuat lebih banyak untuk
menegakkan amar maruf nahi mungkar. Bersama teman-temannya di sekolah
beliaupun membentuk perkumpulan Akhlaq Adabiyah dan perkumpulan
menentang hal-hal yang diharamkan Imam Syahid sejak muda menginginkan
dakwah Islamiyah tegak dan kokoh.
Semenjak di Darul Ulum Kairo, beliau mendapatkan cakrawala berfikir lebih luas
dan wawasan yang mendalam. Beliau semakin giat dalam amal islami. Bersama
kawan-kawannya Imam Syahid giat melaksanakan dakwah di berbagai tempat,
baik di perkumpulan-perkumpulan, kedai kopi ataupun di klab-klab.
Di tempat yang sama, yaitu kota Ismailiyah beliau menikah dengan putri salah
seorang tokoh Ismailiyah Al Haj Husain As Shuly pada malam 27 Ramadhan 1351
H. Dengan dikaruniai 5 ornag anak, 4 orang anak perempuan yaitu Wala, Sinai,
Raja dan Hajar. Adapun anak lelaki beliau adalah Ahmad Syaiful Islam. Imam
Syahid sangat memberikan perhatian yang besar pada pendidikan keluarganya
dengan adab dan akhlaq Islam. Hasil perhatiannya terhadap keluarga dapat kita
lihat pada anak beliau yang sangat dihormati Ahmad Syaiful Islam.
B. Permulaan Dakwah
Dimasa beliau tinggal di Mahmudiyah, daerah yang tenang dan menjaga tradisi
Islam dan ajarannya, belum terlintas di benaknya bahwa di ibukota Kairo, banyak
penyimpangan dan kerusakan yang sudah sangat parah. Belum pernah
tergambarkan olehnya bahwa para penulis terkemuka, ulama dan para pakar
bekerja demi kepentingan musuh Islam.
Tetapi ketika beliau berada di Kairo semua itu dilihatnya, kemudian beliau banyak
berfikir untuk menghadapinya segala sesuatu sudah berubah seakan-akan
manusia sudah jalan dengan kepala dan berfikir dengan dengkul. Ulama sibuk
dengan urusan pribadi, masyarakat umum dalam keadaan bodoh, peristiwa demi
peristiwa datang bertubi-tubi seakan-akan hujan yang deras, atau badai yang
kencang, segala sesuatunya sudah berubah.
Surat kabar, majalah dan sarana informasi lainnya memuat dan menyebarkan
pemikiran sesat, pornografi dan macam-macam kemungkaran di mimbar politik,
masing-masing partai hanya mementingkan golongannya dan cenderung
menjadi ajang permusuhan, perpecahan ummat.
Turki yang tadinya menjadi pusat Khilafah Islamiyah pada tahun 1924 M sudah
berubah menjadi negara sekuler, negeri Mesir dan negeri-negeri Islam lain dalam
keadaan terjajah dan perekonomian ummat Islam dikuasai oleh orang-orang
asing kaum penjajah.
Semua itu disaksikan oleh Al-Banna, bahwa kondisi dan situasi semakin
memburuk sehingga menyusahkannya dan ia menjadi gelisah. Sampai beliau
tidak dapat tidur selama 15 hari di bulan Ramadhan, akan tetapi ia tidak putus
asa, tidak menyerah bahkan menambahnya semangat dan bertekad untuk
berbuat sesuatu yang positip bahwa yang bisa mengembalikan Khilafah
Islamiyah, mengusir penjajah dan mengangkat martabat hanyalah kesungguhan,
cita-cita yang tinggi, kerja yang tak mengenal lelah dan harokah yang
berkesinambungan.
Syeikh Muhammad Saad pada waktu itu menjamu para tamunya kue-kue khas
dibuat untuk bulan Ramadhan (halawiyat). Para tamu asyik menikmati makan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
Nasim Pasya
3.
4.
5.
6.
Al Banna melihat bahwa yang dapat melaksanakan tugas berat itu adalah para
mahasiswa Al Azhar dan Darul Ulum. Al Banna berhasil mengumpulkan beberapa
orang rekannya untuk berlatih berpidato, khotbah di masjid, berdakwah di
warung-warung kopi dan tempat-tempat umum, kemudian pergi ke kampungkampung. Diantara mereka yg terlibat dalam aktivitas ini :
1.
2.
3.
Setelah mereka berlatih dan siap terjun ke lapangan, Al Banna mengajak rekanrekannya untuk berdakwah ke warung-warung kopi dengan memperhatikan 3 hal
:
1.
2.
3.
Pada bulan September tahun 1927 M, Hasan Al Banna diangkat menjadi guru SD
di Kota Ismailiyah, disanalah beliau memulai dakwahnya, di warung-warung kopi
kemudian pindah ke masjid. Dakwah yang dilakukannya di warung-warung kopi
ini bukan pengalaman yang pertama baginya, tapi beliau sudah terbiasa dakwah
di tempat-tempat seperti ini, ketika beliau masih mahasiswa di Darul Ulum, Kairo.
Dakwah Hasan Al Banna mendapat sambutan dari para pengunjung warungwarung kopi, sehingga sebagian diantara mereka bertanya kepadanya tentang
apa yang harus dilakukan demi agama dan tanah air.
1.
Ulama
2.
3.
4.
Klub-klub (nadi-nadi)
Kepada Ulama
Hasan Al Banna mampu mengambil simpati ulama dengan menjalin hubungan
persahabatan, menghormati dan menghargai mereka dan kadang-kadang
memberikan hadiah kepada mereka, maka dengan cara ini mereka (pada ulama)
menghormatinya tidak menghalanginya berdakwah di Ismailiyah, inilah
sebenarnya tujuan beliau untuk para ulama, agar mereka membiarkannya
berdakwah Illallah dan tidak menyerangnya, karena Hasan Al Banna bukan ulama
Al Azhar.
Klub-Klub Pertemuan
Al Banna sering mendatangi klub-klub (tempat-tempat pertemuan) dan disana
beliau menyampaikan pengajian, muhadhoroh nadwah (menjalin hubungan
persaudaraan dengan orang banyak) dan berhasil merekrut jumlah yang tidak
sedikit untuk mengikuti pengajian beliau di Zawiyah.
Pada bulan Dzul Qodah tahun 1347 H atau bulan Maret 1928 M, datang 6 orang
diantara yang tertarik dengan dakwah Al Banna mereka adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
Zaki Al Maghribi, bekerja sebagai tukang menyewakan sepeda dan bengkel
sepeda
6.
Mereka berbicara kepada Imam Syahid tentang apa yang harus mereka lakukan
demi agama dan mereka menawarkan sebagian harta milik mereka yang sedikit.
Lalu mereka meminta kepada Al Banna untuk menjadi pimpinan mereka,
kemudian permintaan ini diterimanya.
Lalu mereka berbaiat kepadanya untuk bekerja demi Islam dan mereka
bermusyawarah tentang nama perkumpulan mereka. Imam Al Banna berkata :
Kita ikhwah dalam berkhidmat untuk Islam, dengan demikian kita Al Ikhwanul
Muslimin.
1.
2.
3.
Pelatihan khutbah.
4.
(Darul Ikhwanul Muslimin) terdiri dari masjid, 1 sekolah untuk putra, 1 sekolah
untuk putri, nadi (tempat pertemuan) ikhwan.
Pada bulan Oktober tahun 1932 M, Imam Hasan Al-Banna dimutasi kerjanya ke
Kairo sebagai guru di Madrasah Abbas I, Distrik Sabtiah, perpindahan kerja ini
menjadi peluang bagi Imam Syahid untuk membawa dakwah ke Kairo ibukota
Mesir, mengingat Kairo pusat kebijakan politik, dan mendapatkan kesempatan
berdakwah di depan jutaan penduduk Kairo.
Di Kairo Imam Al Banna dan ikhwan memilih rumah di jalan Nafi No.24 sebagai
Markaz Amm, dan Imam Syahid bertempat di lantai atas selama 7 tahun dakwah
di Kairo dari tahun 1932 sampai 1939 M. Markaz Amm mengalami beberapa kali
pindah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Di Kairo disamping banyaknya partai politik yang bersaing untuk menjadi partai
yang berkuasa, didapati pula banyak organisasi Islam dan non Islam.
Dakwah di Kairo belum sampai satu tahun Imam Syahid telah mampu
menyebarkan dakwah di seluruh kota Kairo dan telah membuka syubah-syubah
baru lebih dari 50 kabupaten, dimana Imam Syahid mendatangi perkampungan
negeri Mesir untuk berdakwah tidak mengenal letih, apalagi malas, hal itu
dilakukannya disaat-saat musim liburan sekolah.
Beliau disenangi dan dihormati oleh murid-murid, para guru, kepala sekolah dan
karyawan. Dan mereka mencintai dakwah Al Banna, karena mereka mencintai
pribadinya. Mereka berkeinginan membantunya, agar mempunyai banyak waktu
untuk mengemban tugas dakwah, akan tetapi beliau bersikeras melaksanakan
tugasnya dengan sempurna tanpa membebani orang lain.
Bila ada ikhwan yang menelponnya ketika dia sedang mengajar di kelas,
kemudian petugas memberitahukannya ada orang yang menelponnya, lalu ia
berpesan kepada petugas tersebut : Katakan kepadanya/mereka, dia sedang
mengajar tidak dapat meninggalkan kelas sebelum selesai jam pelajarannya.
2. Tugas Rumah.
3. Aktifitas Dakwah.
Dakwah bagi Hasan Al Banna menjadi alasan hidupnya, dan semua kehidupannya
dakwah, siang dan malam kesibukannya adalah dakwah, dakwah memenuhi hati
pikirannya, sehingga dakwah terlihat jelas pada pribadinya, bila berbicara,
berbicara dengan dakwah dan untuk dakwah. Dan bila diam, diamnya dakwah,
bila bergerak demi dakwah, cinta dan bencinya karena dakwah dan bila tertawa
atau menangis karena dakwah.
Hasan Al Banna tidak hidup untuk dirinya sendiri, tidak menyimpan uang, tenaga
waktu dan kesehatannya kecuali untuk dakwah, semua gajinya dijadikan untuk
dakwah, tidak dikurangi kecuali untuk kepentingan keluarga yang pokok, beliau
mengambil standar minimal/terendah untuk hidupnya. Hasan Al Banna
menjadikan hidupnya untuk dakwah, ucapan, diam, gerak, bangun, tidur, suka,
benci, tulisan, bacaan, pikirannya semua untuk Islam.
Dengan upaya yang maksimal dan dukungan seluruh fihak akhirnya kedua aktifis
dinyatakan bersih dari tuduhan. Keprihatinan Hasan Al Banna terhadap peristiwa
itu terungkap Sesungguhnya masalah ini membikin aku gelisah untuk tidur,
karena aku tahu bahwa hal ini benar-benar telah dipersiapkan secara matang,
mereka memiliki dan menguasai seluruh perangkatnya, mulai dari birokrasi,
hakim, hingga saksi-saksi palsu dan apabila mereka berhasil meringkus kedua
aktifis kita kedalam penjara dengan tuduhan subversif, maka dakwah al ikhwan
akan punah dimata masyarakat.
Untuk merealisasikan mimpin Inggris itu pada tanggal 10 Nopember 1948 M tiga
segitiga setan mengadakan pertemuan secara rahasia, mereka adalah Inggris,
Amerika dan Perancis di Paid, memutuskan agar ikhwanul muslimin segera
dibubarkan. Sebulan kemudian tepat pada tanggal 8 Desember 1948 datang SK
militer yang berisikan pembubaran terhadap jamaah.
1.
Dengan memenjarakan seluruh anggota al ikhwan dan membiarkan Hasan
Al Banna seorang diri agar masyarakat luas menganggap bahwa rezim masih
memiliki rasa tolerir terhadap beliau, padahal itu sebuah siksaan batin, setiap
harinya hanya tangisan ribuan anak kecil dan rintihan ibu-ibu fororo yang
didengarnya, menengok kanan dan kiri tidak ada yang peduli seakan-akan
seluruh rakyat telah diintimidasi oleh rezim, takut untuk melakukan sebuah
kebaikan, siapa sedekah mati, siapa menolong orang yang kelaparan dia anggap
pemberontak, beliau hanya mampu mengumpulkan sebesar 150 junaih Mesir (+
$.140) setelah upaya sana sini dan itupun hasil hutang dari salah seorang teman.
Sungguhpun perasaan-perasaan buruk dan mencekam yang melanda
masyarakat lebih dari yang terungkapkan.
2.
Setelah perasaan yang mencekam benar-benar menyelimuti seluruh rakyat
Mesir, polisi intel segera memenjarakan adik kandung Hasan Al Banna, Abdul
Basith yang dia adalah seorang polisi padahal yang satu ini bukan seorang al
ikhwan, hal itu untuk mempermudah penangkapan terhadap beliau kapan
mereka menginginkannya, sebenarnya perasaan ini juga ada dalam sanubari
kecil beliau, namun justru keberanian dan perasaan tidak takut mati semakin
lebih nampak apalagi setelah di suatu malam beliau bertemu dengan Sayyidina
Umar di dalam sebuah mimpinya mengatakan wahai Hasan, kau akan dibunuh
kemudian terbangun lalu tidur kembali sehingga terulang mimpi itu lalu bangun
sholat hingga subuh, sungguhpun mati adalah batas uang tidak dapat ditawar.
Dan ketika Imam Asyahid mengajukan untuk tinggal di luar kota Kairo bersama
saudaranyapun tidak diizinkan, hal itu semakin memperjelas makar yang
dirancang oleh rezim untuk meringkusnya secara perlahan.
3.
Setelah seluruh persenjataan ikhwan, dan kekayaannya termasuk pistol dan
mobil pribadi beliau yang statusnya pinjaman itu disita oleh penguasa yang
serakah, maka tinggal episode yang terakhir. Maka berhasillah mereka
merekayasa sebuah pertemuan antara Asyahid dengan Mohammad An Naqhi
(salah satu pengurus Dar Asy-Syubban) pada hari Jumat tanggal 11 Desember
1949 M pukul 17.00. Namun hingga pukul 20.00 masalah yang diagendakan
belum ada kejelasan yaitu salah seorang menteri yang diharapkan dapat
membantu menyelesaikan masalah ikhwan, lalu pulanglah beliau dengan
mertuanya ustadz Mansur SH dengan komitmen akan datang kembali esok
harinya, namun tiba-tiba beliau dapati suasana yang sungguh lain, di jalan
protokol Quin Ramses yang biasanya ramai dengan hiruk pikuk lalu lintas lalu
lalang manusia saat itu tak sebuah mobil dan seorangpun yang lewat kecuali
sebuah taxi yang menongkrong di depan gerbang pintu Dar Asy Syubban, tokotoko dan rumah-rumah makan yang berdekatan juga sudah tutup, kecurigaan
semakin tinggi ketika baru akan melangkahkan kaki menuju jalan raya tiba-tiba
seluruh lampu penerang jalan mati, saat itulah peluru api meluncur sebagian
mengenai Asy Syahid dan peluru yang lain mengenai ustadz Mansur, namun
beliau masih kuat untuk naik sendiri menuju gedung Dar Asy Syubban memutar
telepon untuk meminta pertolongan kepada ambulance, sungguhpun demikian
Asy Syahid terdampar dalam rumah sakit Qosr Aini tak seorangpun dari
perawat atau dokter yang berani menolongnya sekalipun banyak dokter muslim
yang ingin merawatnya, namun kepala RS tidak mengizinkan atas perintah
kerajaan. Dering telepon tak henti-hentinya untuk meyakinkan kematian Asy
Syahid hingga Asy Syahid menemui robbul izzah dengan kepahlawanannya.
Tepat hari Sabtu malam Minggu tanggal 12 Desember 1949 beliau pulang ke
Rahmatullah. Terselimutilah di hari itu langit dunia dengan kesedihan yang
mendalam karena kematiannya berarti hilangnya seorang pembela kebenaran
penegak keadilan di tengah-tengah kelaliman dan ummat Islam tertidur nyenyak.
Ditengah-tengah puncak kebahagiaan Raja Faruq dalam merayakan hari ulang
tahunnya kepala polisi intel memberikan hadiah berupa kepala Imam Asy Syahid
untuk menambahkan kecongkakannya diatas muka bumi dan kemurkaan Allah
terhadapnya. Pagi harinya hari Minggu tanggal 12 Desember 1949 sampailah
berita kematian kepada orang tuanya Ahmad Al Banna. Kehidupan beliau
tergambar dalam syairnya :
Jamaah yang telah didirikan diatas darah Asy Syahid dan di ukir dengan darah
para syuhada akankah menjadi sesuatu yang sangat ditunggu oleh ummat
seluruh dunia sebagai pahlawan penegak kebenaran pendobrak kebatilan dan
pembawa bendera khilafah ? Jawabannya tentu tergantung kepada kualitas nilai
dan pengorbanan para penerusnya.