Anda di halaman 1dari 40

SKENARIO

Penyakit Degeneratif Rongga Mulut


Seorang perempuan berusia 56 tahun datang ke klinik dokter gigi
dikarenakan dia sering mengalami kaku otot pipi dan menjalar sampai dengan
telinga, gangguan pada saat membuka dan menutup mulut, dan kadang terasa
nyeri pada daerah depan telinga. Hasil pemeriksaan auskultasi ekstra oral adanya
bunyi krepitus pada daerah sendi rahang dan pada saat pemeriksaan membuka dan
menutup tampak deviasi mandibula ke arah kiri. Pemeriksaan intra oral
menunjukkan gigi 18, 28, 38, 36 hilang; restorasi inlay pada 46; resesi gingival
pada 15, 14, 13, 25, 26, 36, 35, 34, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47 dan 48;
mobilitas gigi derajad 3 pada 31, 32, 36, 45; mobilitas gigi derajad 2 pada 44, 46,
47; dan tampak kontak prematur. Hasil pemeriksaan foto panoramic menunjukkan
adanya perubahan dimensi/ ukuran pada condilus mandibular sebelah kanan, dan
adanya penyempitan ruang artikular pada daerah sendi temporomandibular kanan.

STEP 1
1. Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan ekstra oral pada sendi rahang dengan
menggunakan alat bantu stetoskop untuk mengamati apakah ada bunyi
clicking atau krepitus yang abnormal atau tidak. Normalnya tidak ada
bunyi. Jika terdapat bunyi abnormal kemungkinan terdapat kelainan pada
TMJ.
Dalam prakteknya stetoskop diletakkan pada tragus superior (posisi TMJ)
dengan pasien diinstruksikan membuka dan menutup mulut, saat proses itu
didengar bunyi pergerakan TMJ nya. Bunyi clicking berlangsung 2 kali,
saat condyle akan meluncur (membuka mulut) dan saat condyle kembali
ke tempat awal (menutup mulut). Bunyi krepitasi terjadi selama proses
membuka dan menutup mulut.
2. Inlay
Inlay merupakan restorasi rigid yang dibentuk di luar rongga mulut dengan
proses pengecoran agar diperoleh bentuk yang pas dengan preparasi gigi,
dengan jalan membuat model malam terlebih dahulu atau tidak, dapat
bersifat logam maupun non logam dan disemenkan ke dalam kavitas. Pada
inlay melibatkan semua fissure dan minimal melibatkan satu lembah cusp.
3. Deviasi
Deviasi adalah displacemen mandibula dari garis vertikal imajiner saat
mandibula membuka kurang lebih setengah dari pembukaan maksimal.
Garis vertikal imajiner ini teletak pada midline rahang saat mulut tertutup.
4. Kontak prematur
Kontak antara gigi geligi yang terjadi lebih cepat atau lebih awal daripada
gigi yang lain pada saat oklusi. Kontak prematur dapat disebabkan oleh
adanya mobilitas gigi atau adanya ekstrusi.

STEP 2
1. Apa saja penyebab terjadinya deviasi mandibula ke arah kiri?

2. Apa saja faktor predisposisi penyebab perubahan dimensi condilus dan


penyempitan ruang artikular pada TMJ?
3. Bagaimana keterkaitan antara usia dengan kondisi pasien yang disebutkan
di skenario?
4. Bagaimana keterkaitan antara gigi goyang dengan degenerasi TMJ?
5. Dilihat berdasarkan ro-gram panoramic pada skenario, mengapa tampak
gambaran radiolusen pada regio kiri bawah?

STEP 3
1. Salah satu faktor penyebab terjadinya deviasi mandibula ke arah kiri
adalah gigi yang mengalami mobilitas. Karena terdapat gigi yang
mengalami mobilitas pada beberapa regio, pada saat proses membuka dan
menutup mulut TMJ akan berusaha menyesuaikan pergerakan agar terjadi
oklusi yang pas pada rongga mulut. Kemudian kehilangan gigi seperti
yang dialami pasien pada skenario juga berpengaruh besar terhadap otot
dan sendi temporomandibula. Karena gigi sebelah kiri banyak yang
tanggal, pasien lebih sering menggunakan gigi sebelah kanan untuk
mengunyah, sehingga TMJ pun tidak bekerja secara bilateral. Tekanan
atau beban kunyah yang diterima TMJ kanan lebih tinggi sehingga
kerusakan lebih progresif pada TMJ sebelah kanan. Selain itu, gigi geligi
juga menyumbang tinggi wajah, terkait dengan body mandibula. Jika gigi
geligi banyak yang tanggal, tinggi wajah akan merendah, karena gigi
rahang atas akan bertemu dengan gigi rahang bawah. Hal tersebut
berpengaruh terhadap TMJ karena condyle akan lebih mendesak ke arah
antagonisnya. Perubahan degeneratif yang terjadi seperti perubahan
dimensi kondilus dan penyempitan ruang artikular pada TMJ pun
menciptakan abnormalitas fungsi dari TMJ karena terdapat perbedaan
struktur pada salah satu sisi TMJ. Padahal untuk berfungsi secara fisiologis
diperlukan struktur yang seimbang antar kedua sisi TMJ. Perubahan
degeneratif tersebut selanjutnya akan berakibat pada berkurangnya cairan
synovial, yang dapat mempengaruhi kelancaran dari pergerakan dari

diskus artikularis. Hal tersebut akan menyebabkan krepitasi pada sendi,


dan apabila keadaan menjadi lebih parah dapat merusak dan merobek
diskus artikularis.
2. Pada sendi terdapat jaringan tulang rawan (kartilago) yang biasanya
menutup ujung- ujung tulang penyusun sendi. Di antara tulang- tulang
tersebut terdapat suatu lapisan cairan yang disebut cairan sinovial dan
berfungsi sebagai bahan pelumas yang mencegah ujung- ujung tulang
tersebut bergesekan dan saling mengikis satu sama lain dan untuk
mempermudah gerakan ketika kita beraktifitas. Ketika lanjut usia,
produksi cairan sinovial akan berkurang, sehingga lapisan kartilago yang
menutup ujung tulang akan bergesekan satu sama lain. Gesekan tersebut
akan mengakibatkan lapisan tersebut semakin tipis dan akhirnya
menimbulkan rasa nyeri.
Dan juga ketika seorang pasien mengalami gigi tanggal, seperti yang
terjadi pada skenario yaitu gigi tanggal pada regio kiri, maka pada saat
makan pasien tersebut akan cenderung menggunakan gigi regio kanan
untuk mengunyah karena pada regio kanan gigi masih lengkap. Kebiasaan
mengunyah satu sisi akan memperberat kerja TMJ sebelah kanan daripada
kiri. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dimensi condylus dan
penyempitan pada ruang artikularis TMJ. Selain itu gigi tanggal juga
mempengaruhi oklusi gigi geligi rahang atas dan bawah. TMJ akan
berusaha menyesuaikan gerakan agar mencapai oklusi yang pas.
Perubahan oklusi dapat berdampak pada perubahan condyle.
3. Sepanjang hidup dari bayi sampai dewasa proses degenerasi yaitu proses
penurunan fungsi sel, terjadi terus menerus (fisiologis). Pada usia di bawah
35 tahun itu aktifitas osteoklas dan osteoblast berlangsung beriringan
(seimbang). Pada usia di atas 35 tahun, kadar hormon mulai mengalami
penurunan, sehingga mulai terjadi penurunan osteoblast, sedang osteoklas
tetap sehingga aktivitasnya tetap (usia premenopause). Makin tinggi usia,
makin terdeteksi adanya penyakit degenerasi. Hormon estrogen turun
menyebabkan lebih mudahnya kalsium terlepas dari matriks tulang

sehingga tulang rapuh dan tidak mengandung kalsium, sehingga lebih


mudah teresobsi.
Selain itu, kadar estrogen yang menurun menyebabkan regenerasi sel
menurun. Hal tersebut mengakibatkan produksi kelenjar saliva menurun
diikuti jumlah cairan synovial yang juga menurun sehingga TMJ sulit
digerakkan dan menimbulkan adanya krepitasi.
Degenerasi sel yang dapat juga terjadi adalah degenerasi pada hyalin.
Terjadi perubahan dalam sel atau rongga ekstraseluler yang memberikan
gambaran homogen, cerah dan merah dengan pewarnaan HE. Keadaan ini
terbentuk akibat berbagai perubahan dan tidak menunjukkan penimbunan
yang spesifik. Degenerasi hyalin juga akan mempengaruhi perubahan pada
TMJ.
Seperti yang telah dijelaskan di atas sebelumnya bahwa semakin tua
seseorang maka kemampuan sel untuk beregenerasi semakin menurun.
Sehingga proses remodelling pun tidak berjalan dengan sempurna,
termasuk pada tulang alveolar yang akan mengalami resorbsi tulang dan
akan menyebabkan banyaknya gigi tanggal pada orang tua. Banyaknya
gigi tanggal tersebut akan berkaitan dengan terjadinya gangguan TMJ
karena kondil mandibula akan mencari posisi yang nyaman saat menutup
mulut.
4. Gigi mengalami mobilitas membuat gigi tidak menempel pada soket
dengan sempurna (kestabilan rendah) membuat seseorang berusaha
mencari oklusi yang nyaman. Upaya tersebut memiliki pengaruh terhadap
komponen lain, karena sistem mastikasi tersusun atas sistem yang
kompleks, salah satunya adalah TMJ. Jika mobilitas gigi tinggi, beban
kunyah akan lebih tinggi sebagai upaya mengahncurkan makanan. Hal
tersebut secara tidak langsung membuat kondil mandibula akan menekan
ke arah antagonisnya sehingga menekan diskus artikularis. Dan jika hal
tersebut terjadi secara terus menerus akan merusak diskus artikularis.
5. Gambaran radiolusen pada regio kiri bawah seperti yang tampak pada rogram panoramik tersebut bukanlah merupakan sebuah kelainan yang
patologis, namun merupakan suatu gambaran artefak.

STEP 4

STEP 5

1. Mampu memahami dan menjelaskan macam- macam penyakit degeneratif


pada TMJ.
2. Mampu memahami dan menjelaskan penyebab dan hubungan antar
penyebab dengan kelainan degeneratif TMJ.
3. Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologis kelainan atau penyakit
degeneratif TMJ.
4. Mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan klinis, radiologis dan
HPA dari kelainan atau penyakit degeneratif TMJ.
STEP 7
1. Macam-macam kelainan degeneratif temporomandibular joint (TMJ)
a. Osteoarthritis
Osteoarthritis adalah gangguan yang terjadi pada satu sendi atau lebih,
diawali dengan adanya gangguan yang lokal pada kartilago dan bersifat
progresif degeneratif dari kartilago, hipertrofi, remodelling pada tulang
subkondral dan inflamasi sekunder membran sinovial. Gangguan ini bersifat
lokal dengan efek non sistemik.
Osteoarthritis terbagi atas dua bagian :
1. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada
sendi tanpa adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering
menyerang sendi penahan beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan
yang normal pada sendi dan kerusakkan akibat proses penuaan.
2. Osteoarthritis sekunder adalah paling sering terjadi pada trauma atau
terjadi akibat dari suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital
dan adanya penyakit sistem sistemik. Osteoarthritis sekunder biasanya
terjadi pada umur yang lebih awal daripada osteoarthritis primer.
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang
rawan sendi. Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim
yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan
sintesis proteoglikan dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar

proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya kadar air


tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi dari kartilago artikular
menghasilkan suatu substansi atau zat yang dapat menimbulkan suatu reaksi
inflamasi yang merangsang makrofag untuk menhasilkan IL-1 yang akan
meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks ekstraseluler.
Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah :
1.
2.
3.
4.
5.

Dektruksi kartilago yang progresif


Terbentuknya kista subartikular
Sklerosis yang mengelilingi tulang
Terbentuknya osteofit
Adanya fibrosis kapsul
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari

tulang rawan untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi dan pengaruhpengaruh yang lain yang merupakan efek dari tekanan. Penurunan kekuatan
dari tulang rawan disertai perubahan yang tidak sesuai dari kolagen. Pada
level teratas dari tempat degradasi kolagen memberikan tekanan yang
berlebihan pada serabut saraf dan tentu saja menimbulkan kerusakan
mekanik.
Kondrosit sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan
terjadi perubahan komposisi molekuler dan matriks rawan sendi, yang
diikuti oleh kelainan fungsi matriks rawan sendi. Melalui mikroskop terlihat
permukaan mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan
akan menyebabkan penyempitan rongga sendi.
Pada tepi sendi akan timbul respons terhadap tulang rawan yang
rusak dengan pembentukan osteofit. Pembentukan tulang baru (osteofit)
dianggap suatu usaha untuk memperbaiki dan membentuk kembali
persendian. Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima
beban, osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan awal
tulang rawan sendi pada osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi
sepanjang garis permukaan sendi.

Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan tulang yang


dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-tulang tersebut merupakan
usaha untuk melindungi permukaan yang tidak terkena. Sehingga tulang
subkondral merespon dengan meningkatkan selularitas dan invasi vaskular,
akibatnya tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi).
Pada akhirnya rawan sendi menjadi aus, rusak dan menimbulkan
gejala-gejala osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan deformitas. Melihat
adanya proses perbaikan yang sekaligus terjadi maka osteoarthritis dapat
dianggap sebagai kegagalan sendi yang progresif.

Gambar 1. TMJ dengan Osteoarthritis

b. Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis adalah athritis yang disertai arthritis inflamasi
sehingga menimbulkan nyeri sendi dan kerusakan. Rheumatoid arthritis
menyerang lapisan sendi (sinovium) menyebabkan pembengkakan yang
dapat menimbulkan rasa sakit, berdenyut-denyut dan kondisi lebih parah
dapat berupa kecacatan.
Pada Artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada
jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam

10

sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi


edema, proliferasi membran synovial, dan akhirnya membentuk panus.
Panus akan meghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang,
akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami
perubahan generative dengan menghilangnya elastisita otot dan kekuatan
kontraksi otot.
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial disertai edema,
kongesti vascular eksudat fibrin dan inflamasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan menyebabkan synovial menjadi menebal terutama pada sendi
artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk
pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang
subcondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan
gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat
ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi
adhesi diantara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa atau tulang
bersatu (akilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan
ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi
dari persendian. Invasi dari tulang sub condrial bisa menyebabkan
osteoporosis setempat.
Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai
dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang
ada yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.
Yang lain terutama yang mempunyai factor rematoid, gangguan akan
menjadi kronis yang progresif. Pada sebagian kecil individu terjadi progresif
yang cepat ditandai kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi
vaskulitis yang difus.
Tanda dan gejala rheumatoid arthritis meliputi:

Nyeri bilateral kanan dan kiri

Pembengkakan bilateral kanan dan kiri

11

Terdapat benjolan dari jaringan di bawah kulit pada lengan (nodul


reumatoid)

Kelelahan

Kaku pada pagi hari yang berlangsung setidaknya 30 menit

Demam

12

Gambar 2. Perbandingan antara Rheumatoid arthritis dan Osteoarthrosis. Rheumatoid artritis


ditandai dengan perkembangan antibodi dari respon autoimun yang menyebabkan inflamasi

pada membran sinovial. Osteoarthritis ditandai dengan efek dari pemakaian dan robeknya
kartilago yang menua sehingga menyebabkan degenerasi kartilago.
Gambar 3. Perbandingan antara Rheumatoid arthritis dan Osteoarthrosis. Rheumatoid artritis
ditandai dengan inflamasi pada kapsul sendi dan membran sinovial, kehilangan ruang dari
kavitas synovial, dan destruksi kartilago. Osteoarthritis ditandai dengan destruksi kartilago
yang parah, tulang menjadi kasar dan berduri, dan terlepasnya partikel- partikel kartilago.

c. Osteoarthrosis
Osteoarthrosis adalah penyakit sendi non inflamatori yang ditandai
dengan degenerasi dari artikular kartilago, hipertropi dari margin tulang, dan
perubahan dari membran sinovial. Dikenal juga sebagai degenerative
13

arthritis, hyperthropic athritis dan penyakit sendi degenerative. Pada


arthrosis, kondisi kartilago dari sendi yang mengalami degenerasi karena
pemakaian sehingga mengalami aus. Kondisi degeneratifnya berhubungan
dengan usia. Hal tersebut akan mengakibatkan tulang kartilago menjadi
kasar dan tidak rata. Pemakaian dari kartilago ini akan menyebabkan rasa
sakit dan kehilangan kekuatan tulang dan pergerakan.

Gambar 4. Sendi dengan Osteoarthrosis

2. Penyebab dan hubungan antar penyebab kelainan degenerative TMJ


A. Usia
Usia merupakan faktor resiko terbesar terjadinya Osteoarthritis (OA)
(Markenson, 2004). OA hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak dan jarang
terjadi dibawah 40 tahun dan sering terjadi diatas usia 40 sampai 60 tahun
(Soeroso, 2007). Pada penuaan terjadi perubahan morfologi dan fungsi
kondrosit.
Fungsi kondrosit menurun dengan bertambahnya usia. Sel-sel ini
mensintesis aggrecans yang lebih kecil dan protein penghubung yang kurang
fungsional sehingga mengakibatkan pembentukan agregat proteoglikan yang
ireguler dan lebih kecil. Aktivitas mitotic dan sintesis menurun dengan
bertambahnya usia, dan mereka kurang responsive terhadap sitokin anabolic
dan rangsang mekanik.
Walaupun kondrosit berusaha mepercepat sintesis, kadar proteoglikan
tetap berkurang karena rusak oleh enzim lisosom. Pada pusat permukaan sendi
14

dimana gesekan terus terjadi dan sendi yang menerima beban mengalami
hipertrofi dan hiperplasi pada tulang tulang disekitar tulang rawan. Kondrosit
ini akhirnya mengalami osifikasi enkondral dan terjadilah pengapuran (bony
spur/tadji tulang)
Pada masa menopause kadar air pada tulang rawan meningkat dan susunan
protein tulang rawan terdegradasi. Tulang rawan mulai menipis dan akan
mengalami retakan kecil, apabila mengalami peradangan maka akan
merangsang pertumbuhan tulang baru disekitar sendi. (osteophyte).
B. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga memiliki peranan penting dalam terjadinya OA, wanita
lebih sering terkena OA dari pada laki laki. Insiden kejadian OA pada wanita
meningkat tajam bersamaan dengan menopouse (Jordan, 2006). Pada saat
menopouse terjadi penurunan sekresi estrogen (Jones, 2002). Sedangkan fungsi
dari hormon estrogen salah satunya adalah membantu sintesa kondrosit dalam
matriks tulang, dan jika estrogen menurun maka sintesa kondrosit menurun
sehingga sintesa proteoglikan dan kolagen juga menurun sedang aktifitas
lisosom meningkat, hal ini lah yang menyebabkan OA banyak terjadi pada
wanita. Selain itu, diduga estrogen ini juga meningkatkan stimulasi nyeri.
C. Oklusi
Pada maloklusi dapat menyebabkan ketidakseimbangan neuromuskular
dan menyebabkan iskemik yang dapat menjadi faktor predisposisi dari
gangguan sendi temporomandibula. Akan tetapi dari beberapa penelitian yang
sudah pernah dilakukan, peran oklusi dalam menimbulkan ganguan sendi
temporomandibula masih belum jelas.
D. Faktor Lokal Gigi
Kehilangan gigi dalam jumlah banyak akan meningkatkan kerentanan
terhadap perubahan beban fungsional sendi temporo mandibula (TMJ), yang

15

nantinya akan membawa pada perubahan bentuk persendian dan artrosis


(proses degenerasi tanpa keradangan).
Hilangnya gigi-gigi fungsional akan menghasilkan perubahan hubungan
dan keseimbangan tekanan diantara gigi-gigi. Ketika gigi bagian proksimal
tidak didukung oleh gigi tetangganya karena telah diekstrasi, tekanan oklusal
menekan jaringan periodonsium dan mengakibatkan gigi semakin miring.
Bergeraknya gigi dapat mempengaruhi kontak oklusi saat menutupnya
mulut, dan keseluruhan hubungan antara gigi, otot, dan sendi dapat berubah.
Sehingga hal ini menyebabkan terganggunya fungsi stomatognati dari rongga
mulut.
E. Genetik
Faktor genetik berperan dalam kerentanan terhadap osteoarthritis. Adanya
mutasi dari gen prokalogen II atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur
kartilago sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat ataupun
proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familiar pada
OA tertentu (Soeroso et al., 2007).
F. Nutrisi
Penelitian menunjukkan faktor nutrisi mempengaruhi perjalanan penyakit
osteoartritis. Asupan makanan yang mengandung banyak mikronutrien, seperti
vitamin E, vitamin C, dan buah-buahan yang mengandung karoten dapat
mencegah timbulnya osteoartritis. Beberapa penelitian lain menunjukkan
bahwa ada dampak sebagai antioksidan dari vitamin C dan vitamin E. Vitamin
C dibutuhkan pada metabolisme kolagen dan vitamin E mempunyai dampak
pada inflamasi ringan atau sinovitis yang terjadi pada osteoartritis. Sedangkan,
delta dan gamma, yang ditemukan dalam kedelai, sawit dan minyak lainnya,
ditemukan dua kali lipat mengalami osteoartritis. Kekurangan vitamin D juga
berhubungan dengan peningkatan risiko penyempitan ruang sendi dan
progresivitas penyakit osteoarthritis.

16

G. Diabetes Mellitus
Pada diabetes terdapat perubahan perubahan metabolism dan hormonal
yang dapat menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi maupun reaktivasi
pertumbuhan tulang rawan sendi. Kondrosit sebagai satu satunya unsure
hidup pada tulang rawan sendi, peka terhadap perubahan perubahan dalam
lingkungan sekitarnya. Perubahan perubahan tersebut dapat mengganggu
fungsi kondrosit dan susunan biokimiawi matrik dan kemampuan biomekanik
tulang rawan sendi.
Hormon pertumbuhan, insulin, estradiol dan insulin growth factor (IGF-1)
mempunyai pengaruh pada metabolism tulang rawan sendi, IGF-1 terbukti
merangsang pertumbuhan tulang rawan sendi yang terkuat. Adanya
kecenderungan alami dari penderita diabetes untuk menderita osteoarthritis
diduga timbul sebagai akibat dari cepatnya proses degenerasi sendi. Adanya
perubahan aktivitas enzim pada diabetes mengakibatkan perubahan sintesis dan
degradasi

glikosaminoglikan.

Proses

degradasi

melebihi

sintesis

dan

mengakibatkan penurunan glikosaminoglikan. Pada penderita diabetes


mengalami penurunan glikosaminoglikan karena berkurangnya pembentukan
galaktosamine dan glukoronik dan juga terjadi penurunan metabolism
kondrosit

karena

kekurangan

insulin.

Defisiensi

insulin

yang

berat

mengakibatkan penurunan sintesis proteoglikan.


Kolagen yang merupakan protein usia panjang mengalami perubahan yang
nyata pada diabetes mellitus sebagai akibat peningkatan glikosilasi
nonenzimatis, aktivitas oksidase lisil, peningkatan aktivitas poliol dan
perubahan perubahan biokimiawi lain. Karena proses proses tersebut
kolagen diabetik menjadi lebih kaku, lebih sulit larut dan lebih sulit dicerna
oleh enzim. Perubahan sifat dan penurunan produksi kolagen pada diabetes
dapat merubah sifat biomekanis rawan sendi dan diskus yang dapat
mempercepat proses timbulnya degenerasi sendi.
H. Perusakan molekul dan gangguan fungsi TMJ oleh spesies oksigen reaktif
(ROS)

17

Radikal bebas mempengaruhi sistem molekuler TMJ dan memperburuk


fungsi TMJ.

Pertama ia mereduksi

viskositas

cairan

sinovial

melalui

depolimerisasi dan/atau konfigurasi molekuler asam hialuronik (HA);


kedua

mereduksi lubrikasi

permukaan

sendi

karena memburuknya

permukaan lapisan fosfolipid aktif (SAPL), yang bekerja sebagai pelumas dan
pelindung permukaan sendi yang sangat efisien; ketiga mengurai kolagen
dan proteoglikan,

dan

keempat

menggiatkan enzim-enzim

degradasi

kartilago misalnya matriks metaloproteinase. Radikal hidroksil bereaksi


dengan lipid membran untuk memulai rangkaian reaksi auto-oksidasi yang
akhirnya dapat mengakibatkan pembentukan radikal carbon-centered (R.),
alkoksil (RO.), dan peroksil (ROO.). Kesemuanya ini merupakan petanda
peroksidasi lipid dan pemutusan homeostasis seluler. Lisis lapisan SAPL
oleh fosfolipase A2 (sPLA2) bersama dengan depolimerisasi HA yang
disebabkan oleh radikalradikal bebas dapat mengakibatkan memburuknya
lubrikasi permukaan sendi, sehingga berlanjut menjadi internal derangement
(ID) TMJ. Data ini menunjukkan bahwa radikal bebas dapat menyebabkan
memburuknya

molekul,

yang kemudian

berlanjut

pada

perubahan-

perubahan degeneratif dalam TMJ.

3. Patofisiologi kelainan degenerative temporomandibular joint


ANATOMI NORMAL SENDI TEMPOROMANDIBULA
Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula
merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ
didukung oleh:
3.1 Prosesus Kondiloideus
Kondiloideus mandibula adalah bagian yang menonjol dari mandibula
yang meluas ke arah superior dan posterior, berbentuk cembung dengan
panjang 20mm medio-lateralis dan 8-10mm ketebalan anterior-porterior.
Permukaan artikulasi tulang temporal terdiri dari dua bagian yaitu fosa
artikularis dan eminensia artikularis. Fosa artikularis cekung dalam arah

18

antero-posterior medio-lateral. Eminensia artikularis membentuk batas anterior


dari fosa mandibularis yang meluas ke posterior dan dibatasi oleh linggir
meatus akustikus eksternus.
Meniskus berbentuk oval yang membagi sendi menjadi dua bagian yang
terpisah, yaitu bagian atas antara meniskus dan permukaan artikularis tulang
temporal dan bagian bawah di antara meniskus dan permukaan kondiloideus.
Bentuk permukaan atasnya cekung-cembung dari depan ke belakang yang
beradaptasi dengan permukaan artikulasi tulang temporal sedangkan bentuk
permukaan bawahnya

cekung yang

beradaptasi dengan kondiloideus

mandibula. Di bagian depan dan belakang tebal sedangkan tipis di antara ke


dua penebalan ini. Ligamen kapsular melekat ke sekeliling meniskus ini,
tendon muskulus pterigoideus eksternus, muskulus maseter dan muskulus
temporalis melekat ke pinggir depan dari meniskus ini melalui ligamen
kapsular.
Meniskus ini terbentuk dari kolagen avaskuler yang berfungsi untuk
menstabilisasi kondilus terhadap permukaan artikularis tulang temporal. Fungsi
lapisan lemak yang terdapat di muskulus pterigoideus lateralis adalah untuk
memungkinkan terjadinya gerakan rotasi pada saat membuka mulut. Daerah ini
mengandung pleksus vena sehingga didapati jaringan lunak yang fleksibel.
Kapsul sendi di sebelah luar membentuk ligamen kapsular yang terdiri dari
jaringan ikat berserat putih yang melekat ke atas pada bagian pinggir fosa
artikularis dan tuberkulum artikularis, melekat ke bawah kolum mandibula.
Kapsul ini diperkuat oleh ligamen temporomandibula di sebelah lateral
sedangkan bagian depan diperkuat oleh muskulus pterigoideus.

19

Gambar 5. Struktur Sendi Temporomandibula Lateral


Gambar 6. Struktur Sendi Temporomandibula Coronal

3.2 Ligamen Sendi Temporomandibula


Ligamen temporomandibula lebih luas di bagian atasnya dari pada di
bagian bawahnya. Perlekatannya ke permukaan lateralis dari arkus zigomatikus
dan ke tuberkulum artikularis pada bagian atas. Di bagian bawah melekat ke
kolum mandibula. Ligamen ini berhubungan dengan kelenjar parotis dan kulit

di sebelah lateral, sedangkan di sebelah medial dengan ligamen kapsular.


Ligamen sphenomandibula bentuknya tipis dan pipih, melekat ke spina
angularis os sphenoidalis pada bagian atas, melekat di bagian bawah sebelah
lingual dari foramen mandibula. Ligamen ini berhubungan dengan muskulus
pterigoideus eksternus di bagian atas, di bagian bawah dengan arteri dan vena
alveolaris inferior, lobus kelenjar parotis dan ramus mandibula. Di sebelah
medial berhubungan dengan muskulus pterigoideus internus.
Ligamen stylomandibula bentuknya bulat dan panjang. Ligamen ini
melekat ke prosesus stiloideus os temporalis di bagian atas. Di bagian bawah
melekat ke angulus mandibula dan margo posterior dari ramus mandibula.
Ligamen ini berhubungan dengan muskulus maseter dan kelenjar parotis pada
bagian lateral. Di bagian medial dengan muskulus pterigoideus internus dan
kelenjar submandibularis.
20

Gambar 7. Ligamen Sendi Temporomandibula

3.3 Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula


Di belakang meniskus ada suatu kelompok jaringan ikat longgar yang
banyak berisi pembuluh darah dan saraf. Suplai darah yang utama pada sendi
ini oleh arteri maksilaris interna terutama melalui cabang aurikular. Arteri
maksilaris merupakan cabang terminal dari arteri karotis eksterna yang
mensuplai struktur di bagian dalam wajah dan sebagian wajah luar. Awalnya
berada di kelenjar parotis, berjalan ke depan di antara ramus mandibula dengan
ligamen sphenomandibula, kemudian ke sebelah dalam dari muskulus
pterigoideus eksternus menuju fosa pterigoideus.
Arteri ini terbagi atas 3 bagian yaitu: Pars mandibularis yang berjalan
mulai dari bagian belakang kolum mandibula sampai ke fosa infratemporalis,
Pars pterigoideus yang berada di dalam fosa infratemporalis, Pars
pterygopalatinus yang berada di dalam fosa pterigopalatina. Daerah sentral
meniskus, lapisan fibrous dan fibrokartilago umumnya tidak memiliki suplai
darah sehingga metabolismenya tergantung pada difusi tulang yang terletak di
dalam dan cairan sinovial.

21

3.4 Persarafan pada Sendi Temporomandibula

Gambar 8. Persarafan sendi temporomandibula

Persarafan sensorik pada sendi temporomandibula yang terpenting


dilakukan oleh nervus aurikulotemporal yang merupakan cabang pertama
posterior dari nervus mandibularis. Saraf lain yang berperan adalah nervus
maseterikus dan nervus temporal. Nervus maseterikus bercabang lagi di depan
kapsul dan meniskus. Nervus aurikulotemporal dan nervus maseterikus
merupakan serabut-serabut proprioseptif dari impuls sakit nervus temporal
anterior dan posterior melewati bagian lateral muskulus pterigoideus, yang
selanjutnya masuk ke permukaan dari muskulus temporalis, saluran spinal dari
nervus trigeminus. Permukaan fibrous artikular, fibrokartilago, daerah sentral
meniskus dan membran sinovial tidak ada persarafannya.
3.5 Tulang Rawan
Tulang rawan sendi terdiri dari matriks yang sangat terorganisir yang
meliputi sel-sel khusus, yaitu kondrosit, berbagai jenis protein, dan air. Protein
kolagen adalah protein yang paling banyak terdapat di dalam tubuh yang
dihubungkan oleh senyawa struktural dimana dikenal sebagai proteoglikan dan
glikosaminoglikan (GAG). GAG bersama dengan protein tipe II bergabung
untuk membentuk struktur atau jaringan yang fleksibel dari serat yang
22

membedakan tulang rawan dari tulang, dan memberikan karakteristik yang


elastis. Ketika dikombinasikan dengan sejumlah besar air dalam ruang sendi
kecil akan menghasilkan suatu cairan sinovial yang berfungsi sebagai bantal
yang efektif untuk melindungi dan mencegah terjadinya gesekan antar tulang.
Tidak seperti tulang, tulang rawan umumnya tidak memiliki suplai darah atau
saraf. Oleh karena itu, kesehatan sendi dipengaruhi oleh berbagai faktor lokal,
seperti

glucosamine

dan

chondroitin.

Glucosamine

adalah

aminopolysaccharide alami biasanya diproduksi oleh tubuh, dan merupakan


prekursor untuk memproduksi GAG. Kondroitin sulfat adalah salah satu dari
enam GAG utama dan merupakan unit rantai panjang yang terbentuk dari Nacetylgalactosamine sulfat dan glucuronate. GAG yang terbentuk dari
glucosamine dan chondroitin selanjutnya akan membentuk sebagian besar
protein pada jaringan ikat, proteoglikan (Gambar 1).

Gambar 9. Pembentukan tulang rawan (cartilage) serta keberadaan Glucosamine dan


Chondroitin pada Sendi

Tujuan utama dari glucosamine adalah untuk merangsang produksi


senyawa tulang rawan dan komponen yang diperlukan untuk menjaga fungsi
sendi serta dalam perbaikan sendi secara terus-menerus. Glucosamine dalam
tubuh mendorong produksi jaringan ikat. Jaringan ikat terdiri dari bahan
berserat yang mengikat komponen skeletal yang merupakan konstituen utama
dari tulang rawan. Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa ketika tubuh tidak
mampu untuk memproduksi glucosamine yang cukup maka akan lebih
23

rentan/lebih beresiko menimbulkan OA. Seiring dengan bertambahnya usia,


kemampuan untuk menghasilkan tingkat glucosamine yang diperlukan untuk
melindungi sendi semakin menurun. Akibatnya, komponen tulang rawan akan
kehilangan kemampuan untuk menahan air, sehingga perlindungan terhadap
sendi berkurang (Elkins, 1997).
PATOGENESIS
Patogenesis dari degenerativ pada tulang rawan sendi TMJ tidak hanya
melibatkan proses degenerative saja, tetapi hal ini juga melibatkan proses
degenerasi sendi, remodeling tulang serta inflamasi pada cairan sinovial yaitu
cairan pada kapsul sendi. Namun selain itu patogenesis dari kerusakan tulang
rawan sendi ini sendiri juga dijelaskan oleh mekanisme biokimia dan
molekular yang melibatkan mediator-mediator inflamasi serta produk kimia
lainnya.
Secara fisiologis tulang rawan kartilago terbentuk oleh kondrosit, yang
mana kondrosit ini berfungsi dalam mensintesis matriks tulang rawan sendi
serta dalam kandungannya terdapat proteoglikan yang bergabung dengan
protein glikosaminoglikan, kondroitin sulfat dan keratan sulfat yang bertugas
dalam memberi kepadatan pada tulang rawan sendi agar tidak rapuh. Selain itu
terdapat kolagen type II yang bertugas dalam memberi dan menjaga integritas
struktur dari rulang rawan sendi.
Osteoartritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses
ketuaan yang tidak dapat dihindari. Namun, penelitian para pakar sekarang
menyatakan bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis
dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago
yang penyebabnya belum diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi diduga
merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal
dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang
mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit, dan nyeri. Jejas
mekanik dan kimiawi pada sinovial sendi yang terjadi multifaktorial antara lain

24

karena faktor umur, humoral, genetik, obesitas, stress mekanik atau


penggunaan sendi yang berlebihan, dan defek anatomik.

Gambar 10. Konsep Etiopatogenesis Osteoartritis

Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif pada


OA. Kartilago sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat gerakan sendi
bebas gesekan karena terendam dalam cairan sinovial dan sebagai absorb
shock, penahan beban dari tulang. Pada OA, terjadi gangguan homeostasis
dari metabolisme kartilago sehingga terjadi kerusakan struktur proteoglikan
kartilago, erosi tulang rawan, dan penurunan cairan sendi.
Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks
ekstraseluler, yang terutama terdiri dari air (65%-80%), proteoglikan, dan
jaringan kolagen. Kondrosit berfungsi mensintesis jaringan lunak kolagen tipe
II untuk penguat sendi dan proteoglikan untuk membuat jaringan tersebut
elastis, serta memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan
sendi tetap terjaga dengan baik. Kartilago tidak memiliki pembuluh darah
sehingga proses perbaikan pada kartilago berbeda dengan jaringan-jaringan
lain. Di kartilago, tahap perbaikannya sangat terbatas mengingat kurangnya
vaskularisasi dan respon inflamasi sebelumnya.
Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan memproduksi
matriks baru untuk memperbaiki diri akibat jejas mekanis maupun kimiawi.

25

Namun dalam hal ini, kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan
memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler,
termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI, dan X yang berlebihan dan sintesis
proteoglikan yang pendek. Akibatnya, terjadi perubahan pada diameter dan
orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik kartilago, sehingga
kartilago sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya.
Beberapa keadaan seperti trauma / jejas mekanik akan menginduksi
pelepasan enzim degradasi, seperti stromelysin dan Matrix Metalloproteinases
(MMP).

Stromelysin

mendegradasi

proteoglikan,

sedangkan

MMP

mendegradasi proteoglikan dan kolagen matriks ekstraseluler. MMP diproduksi


oleh kondrosit, kemudian diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan
proteinase serin (aktivator plasminogen), radikal bebas, dan beberapa MMP
tipe membran. Kaskade enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor,
termasuk TIMP dan inhibitor aktivator plasminogen. Tissue inhibitor of
metalloproteinases (TIMP) yang umumnya berfungsi menghambat MMP tidak
dapat bekerja optimal karena di dalam rongga sendi ini cenderung bersifat
asam oleh karena stromelysin (pH 5,5), sementara TIMP baru dapat bekerja
optimal pada pH 7,5.
Agrekanase akan memecah proteoglikan di dalam matriks rawan sendi
yang disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase yaitu agrekanase 1 (ADAMT-4)
dan agrekanase 2 (ADAMT-11). Enzim lain yang turut berperan merusak
kolagen tipe II dan proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah,
termasuk proteinase aspartat (katepsin D) dan proteinase sistein (katepsin B, H,
K, L dan S) yang disimpan di dalam lisosom kondrosit. Hialuronidase tidak
terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain turut berperan merusak
proteoglikan.
Pada osteoartritis, mediator-mediator inflamasi ikut berperan dalam
progresifitas penyakit. Selain pelepasan enzim-enzim degradasi, faktor-faktor
pro inflamasi juga terinduksi dan dilepaskan ke dalam rongga sendi, seperti
Nitric Oxide (NO), IL-1, dan TNF-. Sitokin-sitokin ini menginduksi
kondrosit untuk memproduksi protease, kemokin, dan eikosanoid seperti

26

prostaglandin dan leukotrien dengan cara menempel pada reseptor di


permukaan kondrosit dan menyebabkan transkripsi gen MMP sehingga
produksi enzim tersebut meningkat. Akibatnya sintesis matriks terhambat dan
apoptosis sel meningkat.
Sitokin yang terpenting adalah IL-1. IL-1 berperan menurunkan sintesis
kolagen tipe II dan IX dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III,
sehingga menghasilkan matriks rawan sendi yang berkualitas buruk. Pada
akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan
terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik.

Gambar 11. Patogenesis Osteoartritis

Selain dari penjabaran di atas, proses destruksi pada tulang rawan dapat juga
dijelaskan sebagaimana 4 tahap berikut:
1. Tahap 1: Tulang rawan akan terdapat celah multiple tidak teratur dan
terdapat retakan disekitarnya, selain itu keadaan proteoglikan sudah
terkikis sedangkan unsur kolagen belum sepenuhnya terkikis
2. Tahap 2 : Celah serta retakan pada tulang rawan terlihat semakin dalam,
disamping itu produk matriks patologis yang berupa IL-1 merangsang agar
kondrosit menghasilkan matriks patologis lebih cepat dan lebih banyak
27

dibanding matriks fisiologi dari tulang rawan sehingga matriks patologis


mengkontaminasi cairan sinovial, dengan cara melewati celah celah pada
tulang rawan tersebut. Selain itu IL-1 juga mampu mengaktifasi osteoklas
untuk meresorpsi tulang dan membantu dalam destruksi tulang rawan
sendi. Dengan adanya kerusakan ini proses homeostatis dari tubuh
membentuk sebuah remodeling tulang tulang yang teresorbsi tersebut,
namun remodeling tersebut tidak terarah dan tak teratur sehingga pada
tahap kedua ini sedikit demi sedikit menampakkan tonjolan tulang baru
yang bernama osteofit.
3. Tahap 3 : Celah yang semakin dalam tersebut hingga mencapai tulang
subkondral akirnya terlepas menjadi serpihan-serpihan mengapung pada
kontaminasi cairan sinovial,karena serpihan ini tergolong benda asing
,sehingga sinoviosit pada membran sinovium akan memfagosit benda
asing ini dan menghadirkan prajurit inflamasi salah satunya PMN dan
mediator-mediato inflamasi berupa IL-1,TNF a,NO dan PGE2. Namun
sayangnya PMN pun menghasilkan R.O.S dan Protease yang justru akan
membantu resorbsi tulang rawan dan tulang subkondral. Sehingga cairan
sinovial sudah benar benar terkontaminasi dan mendesak pada celah
celah dan retakan yang terdapat pada tulang rawan hingga tulang
subkondral. Mendesaknya cairan sinovial yang terkontaminasi ini
mengakibatkan terbentuknya sebuah celah pada tulang subkondral yang
berisi cairan sinovial yang tekontaminasi dengan nama kista subkondral.
4. Tahap 4 : Terbentuknya kista subkondral semakin memeperparah keadaan
karena cairan sinovial yang terkontaminasi tadi berisi unsur-unsur
peresorbsi tulang sehingga perusakan tulang tidak hanya sebatas pada
tulang rawan dan tulang subkondral namun akan menjalar kedalam tulang
yang lebih dalam.
Untuk mekanisme pembentukkan osteophyte pada dasarnya akan
diaktivasi oleh aktivitas inflamasi. Untuk pertumbuhan osteophyte biasanya
paling sering ditemukan pertama kali tumbuh pada daerah marginalis dari
tulang yang degenerative atau pada daerah antero-posterior pada condylus

28

mandibula. Hal ini dikarenakan yang pertama kali diaktivasi dalam


pertumbuhan osteophyte adalah sel mesenkim, yang mana sel mesenkin ini
ditemukan pada lapisan periosteum tulang. Disamping itu, di lapisan lebih
dalam dari periosteum dan sangat dekat dengannya ditemukan mikrovesel yang
akan memicu aktivitas diferensiasi dari sel mesenkim melalui mekanisme
inflamasi yang telah dijelaskan sebelumnya. Dan yang paling dasar yang perlu
untuk dipahami bahwasannya sel mesenkimk ini mampu berdiferensiasi
menjadi beberapa sel, termasuk dalam proses regenatif tulang, yakni
kondroblas dan osteoblas. Dimana tahap-tahap dari pembentukkan osteophyte
adalah sebagai berikut:
1. Adanya inflamasi akibat proses degenerasi akan mengaktivasi molekul
BMPs (Bone Morphogenic protein)(utama) dan Wnt(golongan protein
signaling) untuk mengaktivasi diferensiasi sel mesenkim menjadi
osteoblast.
2. Pada tahap kedua ini sel mesenkim tidak langsung sepenuhnya melakukan
diferensiasi, tetapi lebih dahulu melakukan penumpukkan yang kemudia
disertai dengan indurasi daerah setempat. Yang kemudian diferensiasi dari
sel mesenkim yang menjadi kondroblas mengalami hyperplasia dan
tertumpuk di bawahnya.
3. Dengan adanya aktivitas osteoblas akan memicu aktivitas kondroblas
tersebut untuk menghasilkan matriks ekstraseluler. Dalam keadaan yang
tidak seimbang dengan adanya aktivitas inflamasi yang terus menerus
maka aktivitas BMPs dan Wnt protein tidak ada yang menghambat.
Akibatnya osteophyte yang mulanya adalah sebuah tulang rawan akan
mengalami osifikasi dan terus melakukan pertumbuhan, atau bahkan
terjadi pertumbuhan di sisi marginal lainya membentuk beberapa
osteophyte .
4. Pemeriksaan klinis, histopatologis, radiografis dari kelainan degeneratif
TMJ
A. Pemeriksaan klinis

29

Pemeriksaan klinis untuk pasien dengan kemungkinan gangguan


fungsi/penyakit

TMJ

sebagian besar

didasarkan atas

pengamatan/

pemanfaatan, palpasi dan auskultasi.


1. Oklusi.
Gangguan oklusi secara umum bisa langsung diperiksa, yaitu
misalnya gigitan silang (crossbite), gigitan dalam (deep overbite), gigi
supra erupsi dan daerah tak bergigi yang tidak direstorasi, adanya bruxism.
2. Pembukaan antar insisal
Pembukaan antar insisal bervariasi lebarnnya, tetapi biasanya pada
orang dewasa sekitar 40 hingga 50 mm.
3. Pergerakan lain
Pergeseran lateral juga diukur, biasanya pada titik atau garis
tengah, dan dibandingkan kesimetrisannya (angka yang didapat biasanya 8
hingga 10 mm). gangguan internal misalnya dislokasi discus, akan
membatasi pergeseran ke sisi yang berlawanan.
4. Palpasi
Palpasi otot pengunyahan secara bimanual, terutama otot maseter
dan temporalis serta otot leher dan bahu.
Dalam mendiagnosis pasien diperlukan riwayat yang menyeluruh.
Keluhan utama yang paling sering dirasakan pada penyakit/gangguan
degeneratif sendi temporomandibula adalah rasa nyeri dan rasa tidak enak,
yang disertai dengan kliking atau keluhan sendi lainnya.
1. Rasa sakit/nyeri. Bila pasien merasakan adanya rasa nyeri, maka yang
paling penting untuk diketahui adalah lokasi, sifat, dan lama terjadinya
rasa nyeri/sakit tersebut.
2. Bunyi sendi. Jika pasien mengeluh adanya bunyi sendi atau kliking (suara
berkeretak), maka saat timbulnya dan perubahan pada suara sendi
tersebut merupakan informasi yang perlu diketahui.

30

3. Perubahan luas pergerakan. Penyembuhan kliking seringkali diikuti oleh


keluhan baru, yaitu nyeri akut dan berkurangnya luas pergerakan yang
nyata,

khususnya

pada

jarak

antar

insisal,

dimana

penemuan

inimerupakan petunjuk utama terjadinya closed lock.


4. Perubahan oklusi. Beberapa penderita mengeluhkan perubahan gigitan.
Keluhan ini dapat merupakan tanda terjadinya perubahan degenerative
tingkat lanjut atau spasme otot akut.
5. Informasi keadaan kolateral. Setelah riwayat utama diperiksa secara
menyeluruh, selanjutnya dapat dikumpulkan informasi keadaan kolateral.
Kondisi-kondisi lain yang mengenai kepala dan leher, seperti sinusitis
akut atau kronis, sakit pada telinga, dll.
6. Perawatan

sebelumnya.

Kronologi

perawatan

sebelumnya

baik

pemberian obat, mekanis, maupun secara bedah juga dicatat.


7. Stress. Untuk menentukan dengan tepat keadaan emosional pasien
biasanya

dibutuhkan

beberapa

kunjungan

dengan

kemungkinan

pengiriman/rujukan untuk evaluasi psikologis, dan terapi control stress


selanjutnya.
Tahun 1974, Helkimo mengembangkan instrument yaitu Anamnestic
index (Ai) dan Dysfunction index (Di) untuk mengukur, menilai dan
mengklasifikasikan gejala dan tanda gangguan sendi temporomandibula.
Anamnestic index (Ai) terdiri dari beberapa pertanyaan mengenai gejala dari
gangguan sendi temporomandibula.
Anamnestic index (Ai)
Klasifikasi

Gejala yang dirasakan (minimal terdapat satu

Ai0
AiI (gejala ringan)

gejala)
Tanpa gejala
Bunyi pada sendi temporomandibula.
Kelelahan pada rahang
Kekakuan pada rahang saat bangun tidur atau
ketika menggerakkan rahang bawah
31

AiII (gejala berat)

Kesulitan membuka mulut dengan lebar.


Rahang terkunci. Luksasi sendi.
Nyeri atau rasa sakit ketika menggerakkan
mandibula.
Nyeri

atau

rasa

sakit

di

regio

sendi

temporomandibula atau otot mastikasi.


Bunyi sendi dapat berupa bunyi klik atau bunyi krepitasi atau bunyi
kemeretak.
Luksasi sendi temporomandibula terjadi bila kapsula sendi dan
ligamen temporomandibula mengalami gangguan sehingga memungkinkan
processus condylaris untuk bergerak lebih ke depan dari eminentia
articularis dan ke superior pada saat membuka mulut. Kontraksi otot dan
spasme yang terjadi selanjutnya akan mengunci processus condylaris dalam
posisi ini, sehingga menyebabkan terhalangnya gerakan menutup. Luksasi
dapat terjadi satu sisi (unilateral) atau dua sisi (bilateral). Pada luksasi sendi
temporomandibula unilateral, akan terlihat dagu miring kearah processus
condylaris yang tidak mengalami luksasi disertai tidak dapat membuka
rahang dengan baik. Pada luksasi bilateral, dagu terlihat menonjol kedepan
dan tidak dapat membuka mulutnya.
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial
atau penggambaran kondisi dari kerusakan tersebut
Tanda gangguan sendi temporomandibula didapat dari pemeriksaan
fisik berdasarkan Dysfunction index (Di).
Tanda yang didapat dari pemeriksaan klinis
A Range of Motion (ROM) dari modified mobility
index:
Normal ROM 40 mm
ROM 30 39 mm
ROM < 30 mm
B Fungsi sendi temporomandibula yang abnormal
Pada pergerakan rahang secara perlahan, tidak

Poin

0
1
5
0

menimbulkan bunyi di sendi temporomandibula, atau

32

deviasi 2mm saat pergerakan membuka atau menutup


rahang
Pada pergerakan rahang menimbulkan bunyi di salah
satu atau kedua sendi temporomandibula, dan atau
deviasi 2mm saat pergerakan membuka atau menutup
rahang
Rahang terkunci dan atau luksasi pada sendi
temporomandibula
C Nyeri pada otot
Pada palpasi otot mastikasi tidak ada nyeri tekan
Pada palpasi di 1 3 tempat terdapat nyeri tekan
Pada palpasi di 4 tempat terdapat nyeri tekan
D Nyeri pada sendi temporomandibula
Tidak ada nyeri tekan ketika di palpasi
Pada palpasi di daerah lateral terdapat nyeri tekan
Pada palpasi di daerah posterior terdapat nyeri tekan
E Nyeri pada pergerakan mandibula
Tidak ada nyeri saat menggerakkan mandibula
Ada nyeri pada satu kali pergerakan rahang
Ada nyeri pada dua atau lebih pergerakan rahang

5
0
1
5
0
1
5
0
1
5

Range of motion (ROM) dari sendi temporomandibula diukur pada


pembukaan maksimal rahang, dengan penggaris, dari tepi bawah gigi
incisivus yang terletak tepat ditengah maksila (rahang atas) sampai tepi atas
gigi incisivus yang terletak tepat ditengah mandibula (rahang bawah) pada
gigi asli atau pada gigi tiruan.
Bunyi pada sendi temporomandibula diperiksa dengan stetoskop
untuk mendeteksi adanya bunyi klik atau krepitasi. Bunyi tersebut diperiksa
saat pembukaan rahang dan penutupan rahang, serta dicatat apakah terdapat
satu kali bunyi atau bunyi yang berulang. Deviasi didefinisikan sebagai
displacemen mandibula dari garis vertikal imajiner saat mandibula
membuka kurang lebih setengah dari pembukaan maksimal. Garis vertikal
imajiner ini teletak pada midline rahang saat mulut tertutup.
Otot yang dipalpasi adalah m. masseter, tendon m. temporalis, m.
pterigoideus lateralis, m. pterigoideus medialis, dan m. digastricus pars
anterior dengan menggunakan satu jari.
33

Bagian lateral dari sendi temporomandibula dipalpasi extra oral 5


mm dari meatus acusticus eksternus. Bagian posterior dari sendi
temporamandibula dipalpasi dengan jari kelingking di duktus akustikus.
Pergerakan mandibula dilakukan dengan pembukaan rahang
maksimal, pergerakan rahang ke samping kanan dan kiri dan pergerakan
rahang ke depan. Nyeri yang ada dicatat.

Gambar 12. Pemeriksaan fisik: A. Range of motion, B. palpasi area pregragus; bagian lateral dari
sendi temporomandibula, C. palpasi duktus akustikus; bagian posterior sendi temporomandibula,
D. palpasi m. masseter, E. bimanual palpasi m. masseter, F. palpasi m. pterigoideus lateral, G.
palpasi m. pterigoideus medial, H. palpasi m. temporalis, palpasi m. digastricus pars anterior.

Seluruh poin pada hasil pemeriksaan fisik berdasarkan Dysfunction index


(Di) dijumlah dan diklasifikasikan menjadi :
Klasifikasi

Penjelasan

Total poin

Dysfunction index
34

(Di).
Di0
DiI
DiII
DiIII

bebas dari gejala gangguan sendi


temporomandibula secara klinis
disfungsi sendi temporomandibula
ringan
disfungsi sendi temporomandibula
sedang
disfungsi sendi temporomandibula
berat

0
1-4
5-9
10-25

B. Pemeriksaan Histopatologis
Pada pemeriksaan histopatologis dari osteoarthritis terdapat fisuring dari
permukaan articular selain itu ditemukan pula sebukan sel radang kronis.
Terlihat pula adanya penetrasi pembuluh kapiler pada preparat kelainan
osteoarthritis.
-

Gambar 13. Normal cartilage : permukaan articular halus. OA cartilage : fibrilasi, fissuring
dari permukaan articular dan juga menunjukkan pengelempokan sel dalam zona dangkal tulang
rawan. Penetrasi dari pembuluh kapiler.

35

C. Pemeriksaan Radiologis
Degeneratif arthrosis meningkat sebanding dengan meningkatnya
usia dan umumnya menyebabkan nyeri pada sendi, seperti pinggul dan
tulang belakang. Sekarang dianggap sebagai penyakit sistemik, atau
komplikasi dari kekacauan internal sendi, dan tekanan yang kontinu
menyebabkan sendi terasa sakit . Tanda-tanda radiografi osteoarthritis TMJ
sering terlihat pada orang tua, tetapi sering tidak ada tanda klinis yang
signifikan. Symptom (bila terjadi) dapat mencakup rasa yang sakit pada
krepitus dan trismus, dan biasanya persistent .
Gambaran radiografi, antara lain :
Pembentukan Osteofit (bony spur) pada aspek anterior dari permukaan
artikular kepala condylar. Gambaran radiologi pembentukan osteofit kecil
sering disebut sebagai lipping

Gambar 14.
A

dan B yaitu
Gambaran
Lipping.

Keterangan:
Gambar B, menggunakan teknik radiografi Transpharyngeal dari kondilus
kiri yang menunjukkan perubahan osteoarthritic dini dengan pembentukan
osteofit keci lpada bagian anterior, yang biasa disebut lipping. (yang
ditunjuk oleh panah putih).

36

Gambar A, menggunakan teknik yang sama, juga terlihat sebuah osteofit


posterior (yang ditunjuk oleh panah hitam)
Pembentukan osteofit yang luas disebut sebagai beaking (lihat Gambar C)
Flattening kepala kondilus pada margin anterosuperior (lihat Gambar D)

Gambar 15. Gambaran beaking (C. kiri), Gambaran flattening pada kepala kondilus pada margin
anteroposterior (D. kanan)

Keterangan :
Gambar C, Teknik Radiografi Transpharyngeal dari kondilus kanan
menunjukkan perubahan osteoarthritic yang lebih dengan pembentukan
osteofit anterior yang disebut beaking (yang ditunjuk tanda panah).
Gambar D, menggunakan teknik radiografi Dental Panoramik Tomograph
menunjukkan perubahan osteoarthritic dengan terjadinya flattening kepala
condylar (yang ditunjuk oleh panah terbuka), yang padat dan sklerotik.
- Subchondral sclerosis kepala condylar yang menjadi padat dan lebih
radiopak-proses yang kadang-kadang disebut sebagai eburnation
- Sebuah garis normal terhadap fosa glenoid meskipun juga dapat
menjadi sklerotik
- Sangat jarang, mungkin ada bukti:
posterior osteofit pembentukan
subchondral kista
Erosi artikular

37

KESIMPULAN

Penyakit degeneratif adalah penyakit yang muncul akibat proses


kemunduran fungsi sel tubuh yaitu dari keadaan normal menjadi lebih buruk.
Pada rongga mulut, khusunya pada sendi temporo mandibula, macam- macam
penyakit degeneratif yang dapat terjadi adalah osteoarthritis, reumatoid arthritis
dan osteoarthritis. Penyakit degenerative tersebut dapat disebabkan oleh
berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, faktor lokal rongga mulut seperti
oklusi dan kondisi gigi geligi, faktor sistemik seperti genetik, nutrisi, dan
penyakit sistemik seperti diabetes melitus, dan juga molekul radikal bebas
spesies oksigen reaktif (ROS).
Patogenesis dari degenerativ pada TMJ tidak hanya dititik beratkan
pada degenerasi tulang rawan, namun juga melibatkan proses degenerasi sendi,
remodeling tulang serta inflamasi pada cairan sinovial yaitu cairan pada kapsul
sendi. Selain itu juga disertai mekanisme biokimia dan molekular yang
melibatkan mediator-mediator inflamasi serta produk kimia lainnya.

38

Dalam pemeriksaan penyakit degeneratif pada TMJ, dapat dilakukan


pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan HPA dan
pemeriksaan radiologi.

DAFTAR PUSTAKA
Elkins, R. 1997. Glucosamine Sulfate and Chondroitin Sulfate. Pleasant Grove:
Woodland Publising.
Heffez L, Rosenberg MF, Jordan S, et al. Accuracy of corrected lateral
cephalometric hypocycloidal tomograms of the TMJ. J Oral Maxilofac Surg.
1987;45:137-42.
Katzberg RW, Dolwick MF, Bales DJ, Helms CA. Arthrotomography of the
teporomandibular joint: new technique and preliminary observations. Am J
Roentgenol. 1979;161:100-5
Katzberg RW, Bessette RW, Tallents RH, et al. Normal and abnormal
temporomandibular joint: MR imaging with surface coil. Radiology. 1986;
158:183-9
Khasanah,

Ani

Iswatin

Khuriliin.

2012.

Pengaruh

Gangguan

Sendi

Temporomandibular terhadap Kualitas Hidup (Terkait Kesehatan Gigi dan


Mulut) pada Lansia. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

39

Khuril, Ani Iswatin. 2012.

Pengaruh Gangguan Sendi Temporomandibula

Terhadap Kualitas Hidup (Terkait Kesehatan Gigi Dan Mulut) Pada Lansia.
Semarang : Universitas Diponegoro
Kurnikasari, Erna, Perawatan Disfungsi Sendi Temporomandibula Secara
Paripurna. FKG Unpad.
Markenson JA., 2004. An In-Depth Overview of Osteoarthritis for Physician,
http://hss.edu/ diakses 27 Agustus 2015;
Rahmawan,

Dzanuar.

2011.

Degenerasi

TMJ.

[online:

https://ml.scribd.com/doc/49129587/DEGENERASI diakses pada tanggal 25


Agustus 2015]
Soeroso S, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Tambayong, Jan. 2006. Praktikum Histologi: Sediaan Fotografi. Editor;
Huriawati Hartanto. Jakarta: EGC
Jurnal RADIKAL BEBAS PADA GANGGUAN FUNGSI SENDI RAHANG
Oleh Antonio Tanzil. FKG Universitas Indonesia tahun 2008
Tesis GANGGUAN MUSKULOSKELETAL PADA PENDERITA DIABETES
MELITUS DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG oleh Hary Djagat purnomo
tahun 2002

40

Anda mungkin juga menyukai