Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Mineral (menurut Barry and Masson) adalah suatu benda padat homogeny yang

terdapat di alam, terbentuk secara anorganik, dengan komposisi kimia pada batasbatas tertentu dan mempunyai atom-atom yang tersusun secara teratur.
Di alam mineral dijumpai bermacam-macam dengan berbagai bentuk yang
bervariasi, terkadang hanya terdiri dari sebuah kristal atau gugusan kristal-kristal
dalam rongga-rongga atau celah batuan, tetapi umumnya mineral dijumpai sebagai
kumpulan butiran kristal yang tumbuh bersama membentuk batuan.
Bentuk kristal mineral merupakan suatu sistem tersendiri dimana setiap jenis
mineral mempunyai bentuk kristal sendiri. Sistem ini dikelompokkan menjadi enam
yaitu:
1. Isometrik (regular)
2. Tetragonal
3. Hexagonal
4. Trigonal
5. Orthorhombik
6. Monoklin
7. Triklin
Kristalisasi dapat terjadi dari larutan, hal ini merupakan hal yang umum yaitu
bila larutan telah jenuh, selain itu juga jika temperature larutan diturunkan. Benda
padat akan meleleh karena tingginya temperatur yang membeku, membentuk kristalkristal bila mendingin. Bentuk kristal mineral merupakan suatu sistem tersendiri
dimana setiap jenis mineral mempunyai bentuk kristal sendiri.
Gas dengan unsur kimia tertentu akan dapat mengkristal, unsur tersebut misalnya
belerang, kristalisasi terjadi dari larutan peleburan, uap atau gas. Meskipun telah di
definisikan kristalin tetapi di anggap sebagai mineral, tipe ini dikenal ada dua macam
yaitu:
1. Metamic mineral, dimana asalnya adalah kristalin yang kemudian struktur
kristalnya hancur. Umumnya senyawa dari asam lemah seperti Zirkon
(ZrSiO4) dan Thorite (ThSiO4).
2. Mineral Amorf, yang terjadi karena pendinginan yang cepat sehingga tidak
terbentuk kristal. Mineral ini yang paling umum adalah opal, mineral
lempung, hydrated iron dan alluminium oxides.
1.2.

Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud
Maksud dari pada praktikum mineralogy ini adalah untuk dapat memenuhi
persyaratan mengikuti ujian akhir praktikum mineralogi

dan dapat mengikuti

praktikum-praktikum selanjutnya sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan


pada jurusan Teknik Pertambangan Institut Teknologi Medan (ITM). Serta untuk
mengetahui tata cara dalam melakukan pendeskripsian kristal.
1.2.2. Tujuan
Dalam kegiatan mempelajari dan melakukan praktikum kristalografi dan
mineralogy, kita dituntut untuk dapat :
1. Mengenal dan menguasai bentuk-bentuk kristal.
2. Mengaplikasikan ilmu tentang kristal yang telah didapat sebelumnya.
3. Mengetahui defenisi dari mineral itu sendiri.
4. Mengetahui sifat-sifat fisik dari mineral.
5. Mampu melakukan penyelidikan secara fisik dari mineral.
6. Mengetahui keterdapatan mineral dalam batuan.
7. Mengetahui persentase komponen-komponen mineral.
8. Mengetahui aplikasi dari ilmu tentang mineral.
1.3.

Landasan Teori

1.3.1. Sejarah Terbentuknya Kristal


Kristalografi terbentuk pada zaman pra-sejarah. Lama sebelum kesasteraan
berkembang, manusia telah mengenal zat warna alam seperti hematite (merah) dan
manganese oxide (hitam), dan dapat di gunakan untuk lukisan-lukisan dalam gua.
Manusia zaman batu telah menyadari akan kekerasan dan keuletan fibrous
sitinolite (Nephrite yada) dan menggunakannya sebagai berlian yang istimewa,
distribusi dari peralatan nephirite ini membuktikan bahwa material ini pernah
digunakan dalam kehidupan, karena alat-alat ini di jumpai jauh dari tempat bahan
mentahnya. Penambangan dan peleburan mineral-mineral dari kristalografi salah satu
tulisan yang pertama tentang ini telah di tuangkan di buku one stone yang
diterbitkan oleh filosof Yunani Theophratus pada tahun 372-258 S.M. Dalam abad ke
1 masehi mencatat, bahwa banyak sekali pengetahuan alam yang sudah di kenal
orang Romawi.
Dan dia menerangkan tentang beberapa macam kristal yang diambil untuk
sebagai batu perhiasan, zat warna dan biji logam. Dan ia mencatat keadaan geologi,
mineralogi dan kristalografi pada saat itu. Tulisan ini telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris dan tersedia di banyak perpustakaan setelah perkembangan
I-2

selanjutnya tentang kristalografi, mineralogi, dan geologi. Selama abad ke 18 tercatat


bahwa kemajuan dalam kristalografi lambat akan tetapi stabil. Para ahli yang
mencatat akan usaha ini adalah dari Jerman, guru besar pada saat itu adalah
A.G.Warnerpada tahun 1750-1817.
Seorang maha guru pada mining academy freiropah.Dalam tahun-tahun
pertama abad ke 19 terlihat kemajuan yang pesat.Dari mineralogi mengumumkan
tentang teori-teori atom dan pernyataan bahwa mineral adalah senyawa kimia dengan
komposisi tertentu. Juga penemuan reflecting geniometer melengkapi cara
pengukuran kristal dengan lebih teliti dan klasifikasi bentuk serta sistem memenuhi
syarat. Ahli kimia SwediaBerzeliumpada tahun 1779-1884serta murid-muridnya,
terutama Mitscherlich pada tahun 1794-1863, mempelajari kimia kristal dan
kemudian mengumumkan klasifikasi mineral secara kimia.
Selama abad ke 19 banyak ditemukan beberapa macam bentuk kristal dan
dideskripsikan oleh para pakar kristal dan mineral-mineral. Dan tidak jarang hasil
pembukaan distrik pembangunan baru yang semula merupakan daerah yang belum
diselidiki.
Untuk keseragaman pendapat tersebut dibuat suatu kesimpulan yang di sebut
definisi kompilasi, yaitu: Kristal adalah bahan padat homogeny, biasanya anistrop
dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan
bidang-bidangnya memenuhi hokum geometri, jumlah dan kedudukan selalu tertentu
dan teratur.
1.3.2. Pengertian Kristal Menurut Beberapa Ahli
Kata kristal berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan yang
dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan
pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan
tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidangbidangnya memenuhi hukum geometri. Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya
selalu tertentu dan teratur.Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh beberapa bidang
datar yang jumlah dan kedudukannya tertentu. Keteraturannya tercermin dalam
permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang mengikuti polapola tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara
bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu
kristal. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya
dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis
bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal
tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter.

I-3

Selain dari definisi ini terdapat pula berbagai definisi Kristal dari beberapa
ahli.
.
1. Snechal
Kristal merupakan padatan yang secara esensial mempunyai pola difraksi
tertentu.
2. Djauhari Noor
Kristal di definisikan sebagai mineral yang memiliki sifat dan bentuk
tertentu dalam keadaan padatnya sebagai perwujudan dari susunan yang teratur di
dalamnya.
3. L.G Berry, Brian Mason, dan R.V Dietrich, 1959.
Mengatakan kristal adalah A solid body bounded by natural planar
surfaces, generally called crystal faces, that are the external exspression of regular
internal arrangement of constituen atoms or ions. Kumpulan benda padat yang
dikelilingi oleh permukaan planar yang biasanya disebut permukaan kristal. Itu
adalah tanda luar dari susunan tetap bagian dalamnya dari unsur atom atau ion.
Istilah kristalin yang dipakai pada materai yang mempunyai susunan tetap
bagian dalamnya dari unsur atom atau ion. Bahan yang terdiri dari kristal mungkin
bias ataupun tidak bias menjadi permukaan kristal.
4. B.G. Escher, 1949.
Mengatakan bahwa kristal merupakan bahan padat homogen dan
bentuknya dibatasi oleh bidang-bidang tertentu yang merupakan bidang banyak,
bentuk tersebut tertentu untuk tiap-tiap mineral atau zat.
Definisi diatas kalau ditelaah mengandung pengertian Bahan padat
homogen mengandung yang penjabarannya:
Tidak termasuk bahan cair dan gas
Tidak dapat diuraikan menjadi unsur lain oleh proses fisikaBentuknya dibatasi
oleh bidang tertentu
Bentuk kristal dibatasi oleh bentuk bidang yang tetap dan membentuk sudut
pinggir yang tetap pulaMerupakan bidang banyak
Setiap kristal terdiri dari beberapa bidang (polieder)Bentuk kristal tertentu untuk
tiap-tiap mineral
Setiap mineral mempunyai bentuk kristal yang tetap.
5. E.S. Dana dan W.E.Ford, 1960.
Mengatakan bahwa kristal adalah suatu bentuk bidang banyak yang
dibatasi oleh bidang datar teratur, tersusun dari komposisi kimia tertentu akibat
kekuatan antar atom yang melewati kondisi yang cocok dari keadaan cair atau gas ke
bentuk padat.
Defenisi diatas jika ditinjau mengandung pengertian Suatu bidang
banyak yang dibatasi oleh bidang banyak mengandung pengertian :
Bentuk kristal terdiri dari beberapa bidang datar.
Setiap bidang terletak dan teratur terhadap bidang lainnya.

I-4

Tersusun dari komposisi kimia tertentu akibat kekuatan antar atom yang melewati
kondisi yang cocok dari keadaan cair atau gas ke bentuk padat mengandung
pengertian:
Setiap kristal mempunyai komposisi kimia tetap.
Kristal selalu berupa benda padat.
1.3.3. Proses Pembentukan Kristal
Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan kristal.
Proses yang dialami oleh suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal
tersebut. Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta serta kondisi lingkungan
tempat dimana kristal tersebut terbentuk.
Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada
pembentukan kristal :
Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada
skala luas dibawah kondisi alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau
lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku atau memadat dan
membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.
Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa
melalui fase cair. Bentuk kristal biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang
berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini, kristal yang terbentuk adalah
hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan.
Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari
gunung api dan membeku karena perubahan temperatur.
Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah
pengaruh tekanan dan temperatur (deformasi). Yang berubah adalah struktur
kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini
hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena terkena
tekanan dan temperatur yang berubah secara signifikan. Namun, komposisi
dan unsur kimianya tidak berubah karena tidak adanya faktor lain yang
terlibat kecuali tekanan dan temperatur.
1.3.4. Sistem Kristalografi
Seperti sudah diketahui bahwa kristal ialah suatu zat padat yang terjadi karena
alamiah tersusun atas zat anorganik dan dibatasi bidang datar tertentu. Kristal
memiliki struktur internal yang sudah tentu dapat digambarkan secara geometris.
Bidang-bidang batas dari kristal tersebut oleh suatu garis atau arah dapat ditentukan
posisinya. Garis atau arah tersebut dinamakan sumbu kristal.
Kristal mineral dibagi menjadi 7 sistem kristal, pembagian tersebut didasarkan
atas:

I-5

1. Jumlah sumbu kristal


2. Letak sumbu kristal terhadap sumbu yang lain
3. Besarnya parameter masing-masing sumbu

Gambar 1.1 Sudut dan penjuru kristalografi

1. Sistem Isometrik

Gambar 1.2 Sistem Isometrik

Sistem ini juga disebut ancer regular,atau bahkan sering dikenal sebagai ancer
kubus atau kubik.Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan
yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbu.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi (, , dan ) tegak lurus satu
sama lain (90o).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonak, ancer
Isometrikmemiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+^b- = 30o. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 30o terhadap terhadap sumbu b-.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 kelas :

Tetaoidal

Gyroida

Diploida

Hextetrahedral

Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal isometrik ini adalah gold,
pyrite, galena, halite, fluorite (Pellant,chris: 1992).
2. Sistem Tetragonal

I-6

Gambar 1.3 Sistem Tetragonal

Sama dengan sistem isometrik, ancer ini mempunyai 3 sumbu kristal yang
masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama.
Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek.Tapi pada
umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya,

ancer

Tetragonal

memilikiaxial

ratio

(perbandingan sumbu) a = b c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b


tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi = = =
90o.
Hal ini berarti, pada ancer ini, semua sudut kristalografinya (, , dan )
tegak lurus satu sama lain (90o).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer
Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^b- = 30o. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a + memiliki
nilai 30o terhadap sumbu b-.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
Beberapa contoh mineral Piramid
Bipiramid
Bisfenoid
Trapezohedral
Ditetragonal Piramid
Skalenohedral
Ditetragonal Bipiramid
Dengan sistem kristal tetragonal ini adalah rutil, autunite, pyrolusite, leucite,
scapolite (Pellant, Chris: 1992).
3. Sistem Hexagonal

I-7

Gambar 1.4 Sistem Hexagonal

Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap
ketiga sumbu lainnya. Sumbu a. b, dan d masing-masing membentuk sudut
120oterhadap satu sama lain. Sumbu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan
panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, ancerHexagonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b = d c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama
dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. dan juga memiliki sudut
kristalografi = = 90o ; = 120o. Hal ini berarti, pada ancerini, sudut dan saling
tegak lurus dan membentuk sudut 120o terhadap sumbu .
Pada penggambaran dengan menggunakan

proyeksi

orthogonal,

ancerHexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada


sumbu a ditarik dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu
c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^b- = 20o ; d-^b+ = 40o. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 20o terhadap sumbu b- dan sumbu d- membentuk sudut 40o terhadap
sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 7 :
Hexagonal Piramid
Hexagonal Bipiramid
Dihexagonal Piramid
Dihexagonal Bipiramid
Trigonal Bipiramid
Ditrigonal Bipiramid
Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite.(Mondadori, Arlondo: 1977).
4. Sistem Trigonal

I-8

Gambar 1.5 Sistem Trigonal

Beberapa ahli memasukkan ancer ini kedalam sistem Hexagonal.


Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada ancer
Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk
segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, ancer Trigonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d c, yang artinya panjang sumbu a dengan sumbu b
dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. dan juga memiliki sudut
kristalografi = = 90o ; = 120o. Hal ini berarti, pada ancerini, sudut dan saling
tegaak lurus dan membentuk sudut 120o terhadap sudut .
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer
Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^b- = 20o ; d-^b+ = 40o. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 20o terhadap sumbu b- dan sumbu d- membentuk sudut 40o terhadap
sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
Trigonal piramid
Trigonal Trapezohedral
Ditrigonal Piramid
Ditrigonal Skalenohedral
Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmaline
dan cinnabar (Mondadori, Arlondo: 1977).
5. Sistem Orthorhombik

Gambar 1.6 Sistem Orthorhombik

I-9

Sistem ini disebut juga ancerRhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri


kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, ancerOrthorhombik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a b c, yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada
yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi
= = = 90o. Hal ini berarti, pada ancer ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus
(90o).
Pada

penggambaran

dengan

menggunakan

proyeksi

orthogonal,

ancerOrthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya


tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada
ancer ini. Dan sudut antar sumbunya a+^b- = 30o. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 30o terhadap sumbu b-.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
Bisfenoid
Piramid
Bipiramid
Bebebrapa contoh mineral dengan sistem kristal Orthorhombik ini adalah
stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris:1992).
6. Sistem Monoklin

Gambar 1.7 Sistem Monoklin

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga
sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus
terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu
tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling
panjang dan sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya,

ancer

Monoklin

memiliki

axial

ratio(perbandingan sumbu) a b c, yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak


ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi = = 90o . Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut dan saling tegak
lurus (90o), sedangkan tidak tegak lurus (miring).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer
Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya, tidak ada

I-10

patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada ancer ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^b- = 30o. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45o terhadap sumbu b-.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
Sfenoid
Doma
Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer Kristal Monoklin ini adalah azurite,
kernite, malachite, colemanite, gypsum ferberite dan epidot (Pellant, Chris : 1992).
7. Sistem Triklin

Gambar 1.8 Sistem Triklin

Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya
tidak saling tegak lurus. Demkian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, ancerTriklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a
b c, yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau
berarti, pada sistem ini, sudut , dan tidak saling tegak lurus satu dengan yang
lainnya.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer
Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada ancer ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^b- = 45o ; b-^c+ = 80o. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 45o terhadap sumbu b- dan b- membentuk sudut 80o terhadap
c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
Pedial
Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite,
amorthite,labradorite, kaolinite,microline, dan anortoclase (Pellant, Chris: 1992).

1.3.5. Sumbu dan Sudut Kristalografi


Sumbu bentuk Kristal terdiri dari dua unsure utama suatu susunan sumbu,
yaitu terdiri dari sumbu-sumbu dan sudut kristalografi.
Sumbu Kristal
Sumbu kristalografi ialah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat
Kristal.Kristal mempunyai bentuk tiga dimensional sehingga mempunyai panjang,

I-11

lebar, dan tebal atau tinggi.Tetapi di dalam penggambaran bentuk-bentuk Kristal


dalam bentuk dan bidang kertas yang merupakan dua bentuk dimensional sehingga
digunakan suatu proyeksi orthogonal.
Sumbu a ialah sumbu yang tegak lurus pada bidang datar kertas gambar kita.
Sumbu b ialah sumbu yang horizontal terhadap bidang kertas gambar kita.
Sumbu c ialah sumbu yang vertical/tegak pada bidang kertas gambar kita.
Sumbu kristalografi dan saling berpotongan pada titik potong tertentu yang disebut
sebagai pusat Kristal.
Sudut Kristal
Sudut Kristal adalah sudut yang terbentuk oleh perpotongan sumbu-sumbu
Kristal dan saling berpotongan pada titik potong yang disebut sebagai pusat Kristal.

Gambar 1.9 Sumbu dan Sudut Kristal

Sudut (Alpha)
Adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu b dengan sudut c.
Sudut (Betha)
Adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu a dengan sumbu c.
Sudut (Gamma)
Adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu a dengan sumbu b.
Dalam mempelajari dan mengenal bentuk Kristal secara mendetail perlu

diadakan pengelompokkan secara sistematis.Pengelompokkan tersebut didasarkan


kepada perbandingan panjang, letak (posisi) dan jumlah sumbu kristalografi serta
nilai sumbu tegaknya.Masing-masing sumbu a, b dan c, memiliki nilai positif dan
negative seperti halnya hokum tangan kiri Darcy.
1.3.6. Proyeksi
Adalah gambar tiga dimensi suatu bentuk Kristal yang dibuat diatas bidang
kertas agar dapat dipahami.
1.3.6.1.Proyeksi Orthogonal
Digunakan untuk mendapatkan gambar tiga dimensional dari suatu bentuk
Kristal diatas bidang kertas. Pelukisan (penggambaran) tersebut dapat dilakukan
dengan cara berikut:
1. Penggambaran Salib Sumbu
Tabel 1.1. Penggambaran Salib Sumbu Sistem Kristal
No
1.
2.
3.
4.

Sistem Kristal
Isometric
Tetragonal
Hexagonal
Trigonal

Perbandingan Sumbu
a:b:c=1:3:3
a:b:c=1:3:6
a:b:c=1:3:6
a:b:c=1:3:6

Sudut antar Sumbu


a+^b- = 30o
a+^b- = 30o
+
a ^b = 20o;d+^b- = 40o
a+^b- = 20o;d+^b- = 40o
I-12

5.
6.
7.

Orthorhombic
Monoklin
Triklin

a : b : c = sembarang
a : b : c = sembarang
a : b : c = sembarang

a+^b- = 30o
a+^b- = 45o
a+^b- = 45o;b-^c+ = 80o

2. Penggambaran Bentuk Kristal


Cari semua simbol bentuk Kristal (Indisches Miller) yang ada pada octanct I, yaitu
semua bidang yang memotong sumbu a+, b+, c+.
Untuk simbol tersebut ke indische Weisz.
Plotkan seluruh parameter kesusunan salib sumbu, dan hubungan semua titik yang
bersesuaian membentuk garis-garis. Upayakan penarikan garis dari semua garis
dapat terkombinasikan sehingga titik potongnya menghasilkan bidang-bidang
semu dari bentuk yang diinginkan.
Bidang yang terbentuk diproyeksikan dengan cara simetri keberbagai octant.
Perjelas garis-garis rusuk Kristal dan hilangkan garis bantu yang dibuat
sebelumnya.
1.3.6.2. Proyeksi Stereografis
Untuk mendapatkan cirri-ciri simetri yang lengkap pada suatu Kristal maka
bentuk perspektif harus dikombinasikan dengan proyeksi pada basal-plane.
Pembentukan proyeksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara; salah satunya
adalah proyeksi stereografis.
Proyeksi Stereografis dianggap sebagai proyeksi paling baik karena ini
mencakup proyeksi dari separuh bola ; bidang proyeksinya berupa lingkaran
equatorial yang mempunyai jari-jari sama panjang dengan jari-jari bola. Setelah
bidang datar proyeksi diambil seperti bidang datar equatorial bola, garis khayal
digambarkan pada ujung-ujung proyeksi bola ke selatan ujung bola.Selanjutnya titiktitik yang dihasilkan oleh pertemuan garis proyeksi bidang Kristal dengan bidang
equatorial disebut sebagai proyeksi stereografis.
Pengkonstruksian proyeksi stereografis dalam bentuk tersendiri (keluar dari
proyeksi bola), dapat dilakukan dengan menggunakan Wulf Net, paku paying, kalkir
dan jangka; yaitu cara sebagai berikut :
1. Letakkan kalkir diatas Wulf Net dan diikuti (lukis) lingkarannya diatas
kalkir.
2. Setelah pusat kedua lingkaran dihimpitkan dengan paku payung, letakkan
posisi sumbu b (bidang 010 dan 010) pada diameter horizontal (kutub E W
Wulf Net).
3. Hitung sudut antar pedion plane atau basal pinacoid, kemudian plotkan
ke dalam lingkaran kalkir sesuai busur Wulf Net.
4. Hitung sudut antar bidang terhadap seluruh pedion plane , selanjutnya
plotkan dengan cara yang sama seperti point 3.
5. Bidang lainnya akan dapat diketemukan berdasarkan hokum kompilasi
yang merupakan perpotongan masing-masing garis busur lingkaran
vertical dan horizontal.

I-13

6. Sempurnakanlah proyeksi tersebut dengan melengkapi nilai-nilai simetri


kristalnya.
1.3.7Aplikasi Kristal pada Bidang Pertambangan
Sesuai dengan namanya, program Studi Teknik Pertambangan akan mempelajari
berbagai macam hal yang berhubungan dengan proses penambangan terutama
mineral berharga dan batubara. Untuk melakukan proses penambangan ada beberapa
hal yang harus dipersiapkan seperti ilmu tentang mineralogy dan kristalografi,
misalnya sifat Kristal mineral yang akan ditambang. Kemudian kegunaannya mineral.
Bagaimana cara mengolahnya agar bisa dimanfaatkan oleh manusia dan lain
sebagainya.
Ketika kita akan menambang emas maka selain mengetahui hal-hal penting
yang telah disebutkan diatas, perlu diketahui pula apakah proses penambangan yang
akan dilakukan itu menguntungkan atau tidak. Maksudnya sifat mineral,
kegunaannya, cara menambangnya, juga cara mengolahnya agar bisa dipergunakan
oleh manusia harus diperhitungkan sisi ekonominya. Oleh sebab itu pada Teknik
Pertambangan, kita juga akan mempelajari ilmu ekonomi yang berkaitan dengan
proses penambangan mineral.
Dasar proses penambangan, ada tiga hal utama yang dilakukan yaitu: eksplorasi,
eksploitasi, dan pemrosesan. Eksploitasi merupakan proses penambangan mineral
tersebut. Sedangkan pemrosesan adalah kegiatan memisahkan mineral berharga dari
partikel-partikel lainnya menyatu dengan mineral tersebut.
Pada intinya Teknik Pertambangan akan mempelahari mineralogy agar
mengetahui bagaimana cara mengambil atau mengektrak mineral berharga
seekonomis mungkin.

I-14

Anda mungkin juga menyukai