Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO 3
SUARAKU HILANG!
Seorang laki-laki, 40 tahun, pekerjaan penyanyi kafe, datang ke poliklinik
THT dengan keluhan serak dan makin lama makin hilang. Keluhan sudah dirasakan
sejak 4 bulan terakhir. Keluhan disertai dengan tenggorokan terasa kering terutama
pada pagi hari, kadang dirasakan nyeri telan, kadang disertai batuk. Tidak didapatkan
keluhan sulit menelan. Pasien mempunyai hobi menyanyi dan sejak timbul keluhan
tersebut pasien sudah tidak dapat bernyanyi lagi. Pasien merokok, setiap hari
menghabiskan

1/2

bungkus

rokok.

Pasien

juga

mempunyai

kebiasaan

mengkonsumsi goreng-gorengan, es dan makanan instant.


Pada pemeriksaan fisik didapatkan: kesadaran compos mentis, tekanan darah
120/80 mmHg, denyut nadi 80x/menit, respiration rate 18x/menit, suhu 36C. Pada
pemeriksaan tenggorok didapatkan: tonsil T1-T1, granuasi (+) di dinding faring
posterior, hiperemis (+). Dari pemeriksaan laringoskopi indirek didapatkan epiglotis
edema (-), plika aryepiglotica edema (-), aritenoid edema (+), mukosa hiperemis,
plica vocalis edema +, gerakan plica vocalis sulit dievaluasi. Pada pemeriksaan
hidung dan telinga tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan kelenjar getah bening
leher tidak didaptkan lymphadenopathy.

BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapaistilah dalam


skenario
1. Granulasi : Jaringan yang kaya akan sel-sel dan tervaskularisasi tinggi, yang
menjaga sisa-sisa gel fibrin-fibronektin. Hal ini meliputi proliferasi pembuluhpembuluh darah kecil (neovascularization) dan fibroblas. Jaringan granulasi
dibentuk dari jaringan sehat pada tepi luka. Jaringan ini meningkat dalam jumlah
besar sampai luka terisi.
2. Epiglotis : Struktur tulang rawan yang bentuknya mirip lidah yang menggantung
pada jalan masuk ke laring, mencegah masuknya makanan ketika menelan.
3. Arytenoid : Struktur tulang rawan disebut arytenoid adalah di belakang pita
suara. Ketika kita bernapas, otot yang melekat pada aritenoid memisahkan dan
membuka jalan napas untuk memungkinkan aliran udara. Memungkinkan di
produksinya suara.
4. Plica vocalis : Dua pita elastis jaringan otot yang berada pada laring yang secara
langsung berada di atas trakea. Kedua sisinya berdekatan dengan Adams apple.
Plika vocalis menghasilkan suara ketika udara dari paru-paru dilepaskan dan
terjadi penutupan plika vocalis, menyebabkan vibrasi. Apabila seseorang tidak
sedang berbicara, plica vokalis terbuka agar terjadi proses pernafasan.
5. Lymphadenopathy : Pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih besar
dari 1 cm, dapat disebabkan adanya keganasan, infeksi, kelainan autoimun, sebabsebab iatrogenic dan lain-lain.

B. Langkah II: Menentukan/ mendefinisikan permasalahan


1. Mengapa suara serak dan makin hilang?
2. Mengapa dirasakan nyeri menelan tetapi tidak dirasakan keluhan sulit menelan?
3. Mengapa tenggorokan terasa kering terutama pagi hari?
4. Bagaimana hubungan antara rokok, pekerjaan, konsumsi es dan gorengan
terhadap keluhan?
5. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik, pemeriksaan tenggorokan, vital sign
dan laringoskopi?
6. Mengapa dilakukan pemeriksaan kelenjar getah bening?
7. Apa saja diagnosis banding dan penatalaksanaanya?
8. Bagaimana fisiologi berbicara?
9. Apa saja pemeriksaan lanjutan terkait keluhan?
10. Bagaimana hubungan jenis kelamin, usia terkait keluhan?
11. Bagaimana pengaruh onset terhadap stadium penyakit?
12. Bagaimana anatomi, fisiologi laring dan faring?

C. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara


mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)
1.

Mengapa tenggorokan terasa kering di pagi hari?


Tenggorokan terasa kering merupakan perasaan kasar dan gatal pada
tenggorokan karena adanya pengeringan membran mukus akibat OR, tidur

dengan mulut terbuka, nafas melalui mulut, tinggal di daerah kering, atau
mengalami dehidrasi. Selain itu, tembakau dan voice strain juga dapat
merangsang timbulnya tenggorokan kering. Adanya penegangan suara
ditambah konsumsi tembakau yang mengandung nikotin dapat mengiritasi
epitel squamous komplex pada mukosa orofaring, sehingga menyebabkan
kerukan dan penurunan fungsi mukosiliar, padahal mukosilier berperan
dalam menyaring udara inspirasi. Jadi, apabila terjadi penurunan fungsi,
maka tubuh akan mudah dimasuki oleh bakteri,virus, atau pun jamur. Iritasi
pada tenggorokan inilah yang menyebabkan rasa kering pada tenggorokan.
Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas
bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran
nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus
secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut
akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi
pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut.
Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia
darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan suhu tubuh.
2.

Mengapa ditemukan nyeri telan tetapi tidak ditemukan sulit menelan?


Fisiologi menelan terbagi dalam 3 fase yakni fase oral, fase faringeal dan
fase esofagal. Pada ketiga fase berperan otot-otot seperti m.levator velli
palatini, m. palatoglossus, m.stillofaring, m.tirohioid, m. palatofaring,
m.krikofaring dll. Keberhasilan mekanisme menelan tergantung pada (a)
ukuran bolus makanan, (b) diameter lumen esofagys yang dilalui bolus, (c)
kontraksi peristaltik esofagus, (d) fungsi sfingter esofagus, (e) kerja otot
rongga mulut dan lidah. Keluhan sulit menelan atau disfagia timbul bila

terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi


makanan dari rongga mulut ke lambung.
Menurut penyebabnya, disfagia dibagi atas: (1) disfagia mekanik, (2)
disfagia motorik, (3) disfagia oleh gangguan emosi. Penyebab utama
disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan
benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus,
striktur lumen esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar,
misalnya oleh pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah
bening di mediastinum, pembesaran jantung dan elongasi aorta. Letak a.
subklavia dekstra yang abnormal dapat menyebabkan disfagia yang disebut
disfagia Lusoria. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen
esofagus. Pada keadaan normal lumen esofagus orang dewasa dapat
meregang sampai 4 cm. Keluhan disfagia mulai timbul bila dilatasi ini tidak
mencapai diameter 2,5 cm. Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh
kelainanneuromuskuler yang berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat
menelan batang otak, kelainan saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X, n XII,
kelainan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus dapat
menyebabkan disfagia. Kelaianan otot polos esofagus yang dipersarafi oleh
komponen parasimpatik n. Vagus dan neuron non kolinergikpasca ganglion
(post ganglionic noncholinergic) di dalam ganglion mienterik akan
menyebabkan gangguan kontraksi dinding esofagus dan relaksasi sfingter
esofagus bagian bawah, sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab
utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus,
kelumpuhan otot faring dan skleroderma esofagus. Keluhan disfagia juga
dapat timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat.
Kelainan ini disebut dengan globus histerikus.
Disfagia

Luminal

Diakibatkan oleh: Bolus yang besar, Benda asing

Mekanis
Penyempitan

instrinsik

Keadaan

inflamasi

pembengkakan

yang

menyebabkan

seperti

Stomatitis,

Faringitis,epiglottis, Esofangitis
b

Selaput dan cincin dapat dijumpai pada Faring


(sindroma
(congenital,

pulmer,

Vinson),

inflamasi),

Esophagus

Cincin

mukosa

esophagus distal
c

Striktur Benigna seperti Ditimbulkan oleh


bahan kaustik dan pil, Inflamasi , Iskemia,
Pasca operasi, Congenital

Tumor-tumor malignan, Karsinoma primer,


Karsinoma metastasik, Tumor-tumor benigna,
Leiomioma, Lipoma, Angioma, Polip fibroid
inflamatorik, Papiloma epitel

Kompresi

Spondilitis servikalis, Osteofit vetrbra, Abses dan masa

Disfagia

ekstrinsik
Kesulitan

retrofaring, Tumor pancreas, Hematoma dan fibrosis


Seperti lesi oral dan paralisis lidah, Anesthesia

motorik

dalam

orofaring, Penurunan produksi saliva, Lesi pada pusat

memulai

menelan

reflek
menelan
Kelainan
pada
lurik

a
otot

Kelemahan

otot

(Paralisis

bulbar,

Neuromuskuler, Kelainan otot


b

Kontraksi

dengan

awitan

gangguan

inhibisi

deglutisi

stimultan

atau

(Faring

dan

esophagus, Sfingther esophagus bagian atas)


Kelainan

Paralisis otot esophagus yang menyebabkan

pada

otot

polos

kontraksi yang lemah


b

esophagus

Kontraksi

dengan

awitan

simultan

gangguan inhibisi deglutis


c

Sfingter esophagus bagian bawah.

(Harrison, 1999)
Biasanya pasien yang mempunyai keluhan disfagia juga disertai odinofagia,
tetapi tidak berlaku sebaliknya. Tidak ditemukannya disfagia pada kasus
odinofagia menandakan bahwa fungsi mekanis, motoris, dan neurologis
esophagus masih baik. Kemungkinan karena peradangan yang terjadi akibat
polutan hanya terjadi pada mukosa laring dan faring, tanpa mempengaruhi
bekerjanya otot-oto menelan sehingga tidak didapatkan kesulitan menelan
melainkan hanya nyeri menelan.
3.

Bagaimana fisiologi pembentukan suara?


Suara merupakan produksi aliran udara yanag berasal dari dalam paru yang
menggetarkan epitel pita suara. Agar suara baik, maka kedua pita suara
harus berdekatan dan bergetar bersamaan akibat aliran udara melalui pita
suara. Kartilago aritenoid dan otot instrinsik laring bertanggung jawab
terhadap pergerakan buka/tutup pita suara dan mengatur ketegangan pita
suara. Sementara resonansi dari getaran suara dimodifikasi oleh posisi dan
bentuk bibir, lidah, rahang, palatum molle, serta organ bicara lainnya.
Laring berperan dalam pembentukan suara atau fonasi, dengan membuat
suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada
diatur oleh ketegangan plika vocalis. Bila plika vocalis aduksi, maka
m.krikotiroid merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi
kartilago arytenoid. Pada saat bersamaan m.krikoaritenoid posterior

atau

menahan atau menarik kartilago arytenoid ke belakang. Mekanisme


sebaliknya

membuat

plika

vokalis

mengendor.

Kontraksi

serta

mengendornya plica vocalis menentukan tinggi rendahnya nada. Ilustrasi


yang lebih mudah seperti balon yang dikeluarkan udaranya, tekanan udara
dari dalam keluar menggetarkan plica, saat luas lubang lebih besar suara
yang dihasilkan bernada rendah, saat luas lubang lebih kecil suara yang
dihasilkan bernada tinggi.
4.

Bagaimana pengaruh onset terhadap stadium penyakit?


Jadi, onset memiliki keterkaitan terhadap penyebab dari suatu penyakit,
sehingga nantinya dapat digunakan untuk mengethaui stadium penyakit.
a. Onset harian

akibat peradangan

b. Onset bulanan dan disertai penurunan berat badan

keganasan

esofagus bagian atas


c. Onset tahunan

kongenital atau kelainan jinak esofagus bagian

distal
5.

Bagaimana hubungan antara pekerjaan, kebiasan merokok, minum es,


gorengan, dan makan makanan instan terhadap keluhan ?
Hubungan pekerjaan dengan keluhan pasien, kemungkinan karena
penggunaan suara yang berlebihan mengingat pekerjaan pasien yang
merupakan pengguna suara professional (contoh: penyanyi, aktor,
dosen/guru, penceramah, tenaga penjual, pelatih olahraga, operator telepon,
dan lain-lain) lebih sering dan lebih banyak menggunakan suara. Pada
skenario ini, kemungkanan pasien menderita disfonia ventricular, yaitu

keadaan plika ventricular mengambil alih fungsi fonasi dari plika vokalis,
karena penggunaan suara yang terus menerus.
Di dalam rokok terdapat berbagai macam zat yang berbahaya bagi tubuh.
Zat tersebut dapat mengiritasi dinding faring atau laring sehingga dapat
menyebabkan batuk. Iritasi dinding faring atau laring dapat menyebabkan
peradangan pada daerah tersebut. Peradangan ini yang menyebabkan pasien
nyeri menelan.
Makanan instan

zat kimia, serta es dan gorengan merupakan zat iritan

yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada mukosa pita suara. Jadi,
iritan dapat membengkakkan pita suara dan tampak hiperemis, sehingga
menggangu getaran karena ada penegangan pita suara akibatnya terjadilah
peningkatan ambang fonasi untuk menghasilkan suara dan timbullah suara
serak dan apabila ambang fonasi tersebut tidak dapat dilewati, maka suara
lama kelamaan dapat menghilang (afonia).
6.

Apakah tujuan pemeriksaan kelenjar getah bening?


Menyingkirkan diagnosis bahwa keluhan yang timbul disebabkan oleh
adanya massa tumor di daerah kelenjar getah bening.

7.

Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan tersebut?


Kesadaran : compos mentis (normal)
VS : normal
Ukuran tonsil: normal
Granulasi (+) : menandakan terdapat infeksi bakteri kronis dan hiperemis

Epiglottis edem dan plica aryepiglotica edema : (negative) normal


Eritenoid edem (positif) : infeksi meluas ke bagian tersebut dan mucusa
hiperemis
Plica vocalis edema: menandakan infeksi juga di daerah ini
Interpretasi umum : menimbukan suara serak kemungkinan dikarenaan
plica vocalis edem akibatnya suara yang dikeluarkan sedikit. Dari tonsil
normal menandakan penyebab suara serak dan hambatan lain bukan dari
tonsil.

D. Langkah IV:Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan


sementara mengenai permasalahan pada langkah III

FAKTOR RISIKO

penyanyi
merokok
es
gorengan
makanan instan

PRIA

40 tahun

KELUHAN

ANAMNESIS

PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DIAGNOSIS

TATA LAKSANA

E. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran


Tujuan pembelajaran (learning objectives) pada skenario kedua ini adalah:
1. Anatomi dan fisiologi faring dan laring.
2. Hubungan jenis kelamin dan usia terkait keluhan.
3. Mekanisme suara serak yang semakin lama semakin menghilang.
4. Mekanisme terjadinya tenggorok kering yang sangat terasa pada pagi hari.
5. Mekanisme munculnya nyeri tekan tanpa disertai keluhan sulit menelan.
6. Interpretasi pemeriksaan fisik, pemeriksaan tenggorok, laringoskopi indirek,
pemeriksaan hidung dan telinga, serta pemeriksaan kelenjar getah bening.
7. Pengaruh onset terhadap stadium penyakit.
8. Diagnosis dan penatalaksanaan.
9. Pemeriksaan lanjutan terkait keluhan.

F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru


Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber sumber ilmiah dari
beberapa buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan topik diskusi
tutorial ini secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan berikutnya.

G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi laring dan faring
ANATOMI
a. Pharynx

Pharynx adalah bagian dari tractus digestivus dan tractus respiratorius


yang terletak di belakang cavum nasi, cavum oris, dan dibelakang larynx.
Membentang dari basis cranii (tuberculum pharyngeum) sampai setinggi
cartilago cricoid dibagian depan dan setinggi VC 6 dibagian belakang.
Batas-batas pharynx:
- Cranial: Corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis
-

occipitalis
Caudal: Melanjutkan ke oesophagus
Ventral: Choane menghubungkan ke cavum nasi, isthmus faucium
menghubungkan

ke

cavum

oris,

dan

aditus

laryngis

menghubungkan dengan larynx


Dorsal: Fascia prevertebralis, musculi preverebralis dan VC 1-6
Lateral: Processys stuloideus, glandula thyroidea, OPTAE

a) Nasopharynx
Skeletopis setinggi VC 1, berada dibelakang cavum nasi, diatas
palatum molle. Nasopharynx dihubungkan dengan cavum nasi melalui
choane, berhubungan dengan oropharynx melalui isthmus pharyngeus,
dengan batas:
- Ventral: Palatum molle
- Lateral: Arcus palatopharyngeus
- Dorsal: Dinding posterior pharynx
Pada dinding lateral nasopharynx terdapat bangunan-bangunan berupa:
- Ostium pharyngeum tubae auditiva eustachii (OPTAE), yang
diabtasi peninggian disebelah dorsal dan atas OPTAE oleh torus
tubarius

Torus tubarius, terjadi karena adanya pendesakan dari pars

cartilaginea tubae
Plica salpyngopharyngea, yang ebrjalan descendens dari torus

tubarius
Torus levatorius, terletak dibawah OPTAE, terbentuk akibat

adanya m. levator velli palatini


Recessus pharyngeus (fossa rossenmuleri), terletak disebelah

dorsal torus tubarius


Pada dinding posterior dan atap terdapat tonsila pharyngea yang
dapat mengalami pembesaran dikenal sebagai adnoid yang

membuat butu tractus respiratorius


Innervasi dinding nasopharynx oleh n. vagus (general somatic afferen)
b) Oropharynx
Bagian dari pharynx yang terletak dibelakang cavum oris, setinggi
palatum molle sampai tepi atas epiglotis atau skeletopis VC 2-3
Berhubungan dengan cavum oris melalui isthmus faucium, dengan
batas:
- Cranial: Palatum molle
- Lateral: Tonsila palatina
- Caudal: Radix linguae
Di daerah isthmus faucium terdapat suatu lingkaran jaringan limfoid
(annulus waldeyers) yang berfungsi sebagai barrier terhadap rembetan
infeksi yang
tersusun oleh:
- Cranial: Tonsila pharyngea
- Lateral: Tonsila palatina
- Caudal: Tonsila lingualis
Bangunan-bangunan di lateral oropharynx:
- Arcus palatoglossus, terbentuk karena adanya m. palatoglossus.
-

Terletak diventral tonsila palatina


Tonsial palatina, meruapkan jaringan limfoid yang terletak di fossa

tonsilaris.
Arcus palatopharyngeus, terbentuk karena m. palatopharyngeus.

Terletak di dorsal tonsila palatina.


Antara radix linguae dan epiglotis dihubungkan oleh membran
glossoepiglotica. Yang menebal dibagian medial disebut membrana

glossoepiglotica mediana, dan menebal di lateral disebut


membrana glossoepiglotica laterale.
Innervasi oleh n. glossopharyngeus (general visceral afferen).
c) Laryngopharynx
Skeletopis setinggi VC 3-6, bagian pharynx yang terletak setinggi tepi
atas cartilaho epiglotica sampai tepi bawah cartilago cricoidea untuk
kemudia ke oesophagus.
- Pada dinding anterioir terdapat aditus laryngis
- Pada dinding lateral terdapat fossa (recessus) piriformis yang
meruapakan termpat untuk menampung benda-benda tajam
Innervasi oleh n. vagus (general visceral afferen)

b. Larynx

Terletak setinggi corpus VC III-IV, menghubungkan antara bagian inferior


pharynx dengan trakea. Berfungsi sebagai katup untuk melindungi jalan
napas dan menjaga supaya jalan napas selalu terbuka, sebagai mekanisme
fonasi yang dirancang untuk pembentukan suara. Larynx terdiri atas
beberapa kartilago yang dihubungkan oleh beberapa ligamentum,
digerakkan oleh otot dan dilingkupi oleh membran mukosa dari pharynx
ke trachea.
Cartilagines laryngis:
- Tunggal

: Cartilago thyroidea, Cartilago cricoidea,

Cartilago epiglotica

Berpasangan

: Cartilago arytenoidea, Cartilago corniculata,

Cartilago cuneiformis
Hyalin
: Cartilago thyroidea, Cartilago cricoidea,

Cartilago arytenoidea
Elastis
: Cartilago corniculata, Cartilago cuneiformis,

Cartilago epiglotica
a) Cartilago thyroidea
- Prominentia laryngea
- Incisura thyroidea superior et inferior
- Cornu superius et inferius
- Cartilago cricoidea
- Lamina cartilaginis cricoidea
- Arcus cartilaginis cricoidea
- Cartilago arytenoidea
- Cartilago corniculata
- Cartilago cuneiformis
- Cartilago epiglotica
b) Membrana et ligamenta
- Ekstrinsik: Membrana thryohyoidea
Ligamentum hyoepigloticum
Ligamentum cricotracheale
- Intrinsik: Membrana quadrangularis
Membrana crycothyroidea
Ligamentum crycothyroidea posterius
Ligamentum thyroepigloticum
c) Articulatio larynges
- Articulatio cricothyroidea
- Articulatio cricoarytenoidea
d) Bangunan-bangunan penting:
- Aditus laryngis, merupakan pintu msuk ke dalam cavum laryngis
- Vestibulum laryngis, dibawah aditus laryngis
- Plica vestibularis, merupakan pita suara palsu
- Rima vestibuli, celah antara kedua plica vestibularis sinister et
-

dexter
Ventriculus laryngis, diantara plica vestibularis dan plica vocalis
Plica vocalis, merupakan pita suara sejati
Rima glotidis, celah antara plica vocalis dexter et sinister
Cavitas infraglotica, dibawah plica vocalis

e) Musculi larynges

Musculus ekstrinsik
Depressor larynx
m. sternohyoideus
m. sternohyoideus
m. omohyoideus

Levatores larynx
m. thyrohyoideus
m. digastricus
m. stylohyoideus
m. stylopharyngeus
m. palatopharyngeus

Musculus intrinsik
Fungsi
Membuka glotis
Menutup glotis

Musculus
m. cricoarytenoideus posterior
m. cricoarytenoideus lateralis
m. arytenoideus transversus

Menegangkan lig. Vocale


Mengendurkan lig. Vocale

m. thryoarytenoideus
m. cricothyroideus
m. thyroarytenoideus

Membuka aditus laryngis


Menutup aditus laryngis

m. vocalis
m. thyroepiglotica
m. arytenoideus transversus
m. artytenoideus obliquus

c. Tonsil

Tonsil

terdiri

dari

respiratori. Cincin

jaringan
Waldeyer

limfoid

yang

merupakan

dilapisi

jaringan

oleh

epitel

limfoid

yang

membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil


faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal (Ruiz JW, 2009)
- Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di
dalam fsosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh

pilar

anterior

(otot palatoglosus)

dan

pilar

posterior

(otot

palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm,


masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas

ke

dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa


tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa
supratonsilar. Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis
gepeng yang juga melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak
limfanodulus

terletak

di

bawah jaringan

ikat

dan

tersebar

sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan


ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan
bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di
seluruh

tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering

saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal


-

(Anggraini D, 2001).
Tonsil Faringeal
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari
jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus
atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah
dari sebuah
ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun
mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian
sebagai

bursa

faringeus.

Adenoid

tidak

tengah,

dikenal

mempunyai kriptus.

Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid


di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior,
walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba
eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak.
Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara
usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi (Hermani B,
-

2004).
Tonsil Lingual

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua


oleh ligamentum
anterior massa

glosoepiglotika. Di

garis

tengah,

di

sebelah

ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu

sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata (Kartosoediro S,


2007).
FISIOLOGI
FISIOLOGI LARING
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi disamping
beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut :

Fungsi Fonasi

Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara dibentuk
karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara udara
dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan
subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut,
udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat
dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring berperan penting dalam
penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung- ujung bebas dan
tegangan pita suara sejati. Ada 2 teori yang mengemukakan bagaimana suara
terbentuk, yaitu teori Mioelastik Aerodinamik dan teori neuromuskular.

Teori Mioelastik Aerodinamik

Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara tidak langsung
menggetarkan plika vokal. Akibat kejadian tersebut, otot-otot laring akan
memposisikan plika vokal (adduksi, dalam berbagai variasi) dan menegangkan plika
vokalis. Selanjutnya, kerja dari otot-otot pernafasan dan tekanan pasif dari proses
pernafasan akan menyebabkan tekanan udara ruang subglotis meningkat, dan
mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga celah glotis terbuka. Plika
vokal akan membuka dengan arah dari posterior ke anterior. Secara otomatis bagian
posterior dari ruang glotis yang pertama kali membuka dan yang pertama kali pula

kontak kembali pada akhir siklus getaran. Setelah terjadi pelepasan udara, tekanan
udara ruang subglotis akan berkurang dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling
mendekat (kekuatan myoelastik plika vokalis melebihi kekuatan aerodinamik).
Kekuatan mioelastik bertambah akibat aliran udara yang melewati celah sempit
menyebabkan tekanan negatif pada dinding celah (efek Bernoulli). Plika vokal akan
kembali ke posisi semula (adduksi) sampai tekanan udara ruang subglotis meningkat
dan proses seperti di atas akan terulang kembali.

Teori Neuromuskular

Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa awal dari getaran plika
vokal adalah saat adanya impuls dari sistem saraf pusat melalui N. Vagus, untuk
mengaktifkan otot-otot laring. Menurut teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke
laring mencerminkan banyaknya / frekuensi getaran plika vokal. Analisis secara
fisiologi dan audiometri menunjukkan bahwa teori ini tidaklah benar (suara masih
bisa diproduksi pada pasien dengan paralisis plika vokalis bilateral).

Fungsi Proteksi

Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot yang
bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan
berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis,
plika ariepiglotika, plika ventrikular dan daerah interaritenoid melalui serabut afferen
N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan
laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar
lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke
sinus piriformis lalu ke introitus.

Fungsi Respirasi

Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada
dan M. Krikoaritenoid Posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan
rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO 2 dan O 2 arteri
serta pH darah. Bila pO 2 tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis,
sedangkan bila pCO 2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia
dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan
peningkatan pO 2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring.
Tekanan parsial CO 2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita
suara.

Fungsi Sirkulasi

Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian tekanan


intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding laring
terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal
ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini
adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui N. Laring
Rekurens dan Ramus Komunikans N. Laring Superior. Bila serabut ini terangsang
terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung.

Fungsi Fiksasi

Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap tinggi,


misalnya batuk, bersin dan mengedan.

Fungsi Menelan

Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat berlangsungnya
proses menelan, yaitu : Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor
Faring Superior, M. Palatofaring dan M. Stilofaring) mengalami kontraksi sepanjang

kartilago krikoid dan kartilago tiroid, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah,
kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal.
Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran
pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh
epiglotis.
Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus laringeus,
sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan
maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esophagus.

Fungsi Batuk

Bentuk plika vokal palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup, sehingga
tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara mendadak menimbulkan
batuk yang berguna untuk mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau
membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa laring.

Fungsi Ekspektorasi

Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha
mengeluarkan benda asing tersebut.

Fungsi Emosi

Perubahan emosi dapat meneyebabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada waktu
menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan.
2. Mengapa tenggorokan kering di pagi hari?

Tenggorokan kering di pagi hari dapat dialami jika tidur dengan mulut
terbuka. Tidur cara ini memungkinkan udara untuk masuk melalui mulut

tanpa ada penyaringan atau pelembaban yang ada di hidung. Selain itu, ada
beberapa hal yang dapat menyebabkan tenggorokan kering di pagi hari:

Udara dingin

Cuaca dingin dan kering membuat kelembaban udara berkurang dan


menyebabkan kering di tenggorokan. Disamping itu, tubuh cenderung untuk
mendapatkan infeksi virus atau flu. Tenggorokan kering di pagi hari bias
menjadi indikasi akan timbulnya pilek atau rhinitis.

Kebiasaan tidur

Ketika tidur, kelenjar saliva melambat karena tidak adanya rangsangan


makanan. Tidur dengan posisi terlentang menyebabkan mulut mudah terbuka.
Bernafas dari mulut akan menyebabkan air liur kering dan membuat
tenggorokan juga terasa kering.

Obat-obatan

Tenggorokan kering juga bias menjadi hasil dari efek samping obat tertentu
yang digunakan untuk mengobati depresi, alergi, hipertensi, asma, jerawat,
gangguan psikotik, obesitas, inkontinensia, nyeri, pilek, penyakit parkinson,
dan sebagainya.

Sleep apnea

Sleep apnea adalah berhenti bernapas selama tidur karena penyumbatan jalan
pernafasan. Sleep apnea yang tidak diobati dapat menyebabkan berbagai
komplikasi. Manifestasi klinis orang yang menderita kondisi ini akan mudah
mengantuk dan lelah sepanjang hari, serta cenderung menderita kehilangan
memori dalam jangka panjang atau mudah pikun.

Dehidrasi
Dehidrasi akibat demam, berkeringat berlebihan, muntah, diare, kehilangan
darah atau kurang asupan cairan dalam tubuh, dapat menyebabkan
tenggorokan kering dan sakit di pagi hari.

Penyebab lain dari timbulnya rasa tenggorokan kering adalah melalui


laryngopharyngeal reflux (LPR) yaitu naiknya asam lambung hingga ke
bagian belakang tenggorok (pharynx/larynx). Kemungkinan asam lambung
tersebut dalam bentuk gas. Asam lambung yang timbul di daerah tenggorok
akan menimbulkan sensasi panas dan terasa kering. Karena

LPR sering

terjadi pada pagi hari, maka kemungkinan penyebab saat pagi hari tenggorok
semakin terasa kering adalah hal tersebut (Renner B, Mueller CA, dan
Shephard A, 2012).
3. Mengapa suara serak sampai menghilang?
Etiologi dan Patofisiologi
Faktor resiko terjadinya masalah pada suara adalah:
-Merokok (factor resiko karsinoma laring)

-Konsumsi alcohol berlebihan


-Refluks gastro esofageal
-Profesi seperti guru, aktor, penyanyi
-Usia
-Lingkungan
Suara parau dapat terjadi secara akut atau kronik. Onset akut lebih sering
terjadi dan biasanya karena peradangan local pada laring (laryngitis akut).
Laringitis akut bias disebabkan oleh infeksi viral, infeksi sekunder bakterial.
Apabila tidak ada bukti adanya infeksi, laryngitis akut bias terjadi karena
bahan kimia atau iritan dari lingkungan, atau akibat penggunaan suara
berlebih (voice overuse) pada penyanyi, pengajar, orator, dsb. Onset kronis
(laryngitis kronis), dapat disebabkan refluks faringeal, polip jinak, nodul pita
suara, papilomatosislaring, tumor, defisitneurologis, ataupun peradangan
kronis sekunder karena asap rokok atau voice abuse.
4. Menjelaskan interpretasi pemeriksaan
Kesadaran : compos mentis (normal)
VS : normal
Ukuran tonsil: normal
Granulasi (+) : menandakan terdapat infeksi bakteri kronis dan hiperemis
Epiglottis edem dan plica aryepiglotica edem : (negative) normal
Eritenoid edem (positif) : infeksi meluas ke bagian tersebut danmucusa
hiperemis
Plica vocaalis edem: menandakan ineksi juga di daerah ini
SELEBIHNYA

NORMAL.

INTERPRETASI umum : menimbukan suara serak kemungkinan dikarenakan


plica vocalis edem akibatnya suara yang dikeluarkan sedikit. Dari tonsil
normal menandakan penyebab suara serak dan hambatan lain bukan dari
tonsil.

5. Menjelaskan DD dan tatalaksana


LARINGITIS AKUT
Radang akut laring pada umumnya merupakan kelajutan dari infeksi saluran nafas
seperti influenza atau common cold. Penyebab radang ini ialah bakteri, yang
menyebabkan radang lokal atau virus yang menyebabkan peradangan sistemik. Pada
larinigtis akut terdapat gejala radang umum, seperti demam,dedar (malaise), serta
gejala lokal, seperti suara parau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni), nyeri
ketika menalan atau berbicara serta gejala sumbatan laring. Pada pemeriksaan tampak
mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas dan bawah pita suara. Selain
itu terdapat batuk kering dan lama kelamaan disertai dengan dahak kental.
Ketidaksempurnaan produksi suara pada pasien dengan laringitis akut dapat
diakibatkan oleh penggunaan kekuatan aduksi yang besar atau tekanan untuk
mengimbangi penutupan yang tidak sempurna dari glottis selama episode laringitis
akut. Tekanan ini selanjutnya menegangkan lipatan-lipatan (plika) vocal dan
mengurangi produsi suara. Pada akhirnya menunda kembalinya fonasi normal.
Diagnosis laryngitis akut dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis. Pemeriksaan
laboratorium tidak diperlukan. Terapi yang diberikan berupa istirahat berbicara dan
bersuara selama 2-3 hari, menghirup udara lembab, menghindari iritasi pada laring
dan faring. Antibiotika diberikan jika peradangan berasal dari paru. Jika terdapat
eksudat di oropharynx atau menutupi pita suara, bisa dilakukan kultur. Jangan
memberikan antibiotik sampai terdapat hasil pewarnaan Gram dan uji sensitivitas.
LARINGITIS KRONIS
Patofisiologi
Laringitis kronis merupakan proses peradangan yang menyebabkan alterasi
ireversibel dari mukosa laring. Proses inflamasi ini merusak epitel bersilia laring,
terutama pada dinding posterior. Akibatnya, fungsi pembersihan mucus menjadi

terganggu dan dapat terjadi stasis mucus di dinding belakang laring dan di sekitar pita
suara. Hal ini memicu batuk yang bersifat reaktif. Mucus di pita suara dapat
bermanifestasi dengan laringospasme. Perubahan dapat terjadi di epitel pita suara
dalam bentuk hyperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis, akantosis, dan atipia sel.
Etiologi
Beberapa hal bisa mendasari kondisi ini yang biasanya akibat paparan dari iritan (zat
yang bisa mengiritasi) seperti tekanan yang terus menerus pada pita suara, sinusitis
kronis, infeksi ragi (akibat sistem kekebalan tubuh yang lemah) serta terpapar asap
atau gas yang mengandung zat kimia, intoksikasi alcohol atau tembakau, inhalasi uap
atau debu yang toksik, radang saluran napas dan penyalahgunaan suara (vocal abuse).
Dalam keadaan laryngitis, pita suara mengalami peradangan sehingga tekanan yang
diperlukan untuk memproduksi suara meningkat. Hal ini menyebabkan kesulitan
dalam memproduksi tekanan yang adekuat. Udara yang melewati pita suara yang
mengalami peradangan ini justru menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi parau.
Bahkan pada beberapa kasus suara dapat menjadi lemah atau bahkan tak terdengar.
Semakin tebal dan semakin kecil ukuran pita suara, getaran yang dihasilkan semakin
cepat. Semakin cepat getaran suara yang dihasilkan semakin tinggi. Pembengkakan
pada pita suara dapat mengakibatkan tidak menyatunya kedua pita suara sehingga
dapat terjadi perubahan pada suara.
Epidemiologi
Sampai sekarang, data menunjukkan laki laki lebih sering terkena laryngitis kronis
dengan perbandingan 2 : 1. Namun, belakangan ini mengalami perubahan,
kemungkinan dikarenakan lebih banyak wanita yang merokok dan bekerja di
lingkungan yang toksik.
Kelompok usia yang paling sering terkena laryngitis kronis adalah kelompok usia 60.
Neonatus, anak anak, dan dewasa memiliki faktor risiko yang sama untuk
mengalami laryngitis kronis.

Pemeriksaan Laboratorium

Hitung darah lengkap dengan diferensial jika dicurigai infeksi.


Kultur sputum dan uji sensitivitas untuk bakteri, fungi, dan virus.
Swab mukosa laring, kultur dan uji sensitivitas untuk bakteri, fungi, dan virus.
Marker serologis untuk kelainan autoimun.
Pemeriksaan tuberculosis dan sifilis jika dicurigai.

Pada laryngitis kronis terdapat perubahan pada selaput lendir, terutama selaput lendir
pita suara. Pada mikro laringoskopi tampak bermacam-macam bentuk, tetapi
umumnya yang kelihatan ialah edema, pembengkakan serta hipertrofi selaput lendir
pita suara atau sekitarnya. Terdapat juga kelainan vaskular, yaitu dilatasi dan
proliferasi, sehingga selaput lender itu tampak hiperemis. Bila peradangan sudah
sangat kronis, terbentuklah jaringan fibrotic sehingga pita suara tampak kaku dan
tebal, disebut laryngitis kronis hiperplastik. Kadang-kadang terjadi keratinisasi dari
epitel, sehingga tampak penebalan pita suara yang di suatu tempat berwarna
keputihan seperti tanduk. Pada tempat keratosis ini perlu diperhatikan dengan baik,
sebab mungkin di bawahnya terdapat tumor yang jinak atau yang ganas.
FARINGITIS AKUT
Faringitis akut adalah sindroma inflamasi yang terjadi pada faring yang disebabkan
oleh berbagai jenis mikroorganisme. Faringitis dapat merupakan gejala infeksi umum
dari saluran nafas bagian atas atau merupakan suatu infeksi lokal yang spesifik di
faring.
EPIDEMIOLOGI
-Frekuensi
Faringitis akut memberikan konstribusi 40 juta kunjungan penderita berobat ke
tenaga kesehatan tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa

mengalami 3-5 infeksi saluran nafas atas (termasuk didalamnya faringitis akut) tiap
tahunnya.
-Mortalitas
Faringitis akut merupakan salah satu penyebab terbesar absensi anak di sekolah dan
absensi di tempat kerja bagi orang dewasa.
-Ras
Faringitis akut mengenai semua golongan ras dan suku bangsa secara merata
-Jenis Kelamin
Faringitis akut mengenai kedua jenis kelamin dalam komposisi yang sama
-Usia
Faringitis akut mengenai semua golongan usia, tetapi yang terbesar mengenai anakanak.
PATOFISIOLOGI
Penyebab faringitis akut dapat bervariasi dari organisme yang mengahasilkan eksudat
saja atau perubahan kataral sampai yang menyebabkan edema dan bahkan ulserasi.
Organisme yang ditemukan termasuk streptokokus, pneumokokus dan basillus
influensa, diantar organisme yang lainnya. Pada stadium awal,terdapat hiperemia,
edema, dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal
atau berbentuk mukus dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat
pada dinding faring.Dengan hyperemia, pembuluh darah dinding faring menjadi
melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna putih, kuning, atau abu-abu terdapat dalam
folikel atau jaringan limfoid. Tidak adanya tonsila, perhatian biasaanya difokuskan
difokuskan pada faring, dan tampak bahwa folikel atau bercak-bercak pada dinding
faring posterior, atau terletaj lebih kelateral, menjadi meradang dan membengkak.
Terkenanya dinding lateral, jika tersendiri, disebut sebagaifaringitis lateral. Hal ini
tentu saja mungkin terjadi, bahkan adanya tonsila, hanya faring saja yang terkena.

ETIOLOGI
Penyebab faringitis akut ialah kuman-kuman golongan Streptococcus B hemoliticus,
Streptococcus viridans serta golongan pyogenes. Sisanya disebabkan oleh infeksi
virus yaitu adenovirus, ECHO, virus influenza, serta Herpes. Cara infeksi ialah oleh
percikan ludah (droplet infektion).
Tabel 1. Berbagai etiologi faringitis akut
Pathogen

Viral 40-46%
Rhinovirus (100 types and 1 subtype)
Coronavirus (3 or more types)
Adenovirus (types 3, 4,7, 14 and 21)
Herpes simplex virus (types 1 and 2)
Parainfluenza virus (types 1-4)
Influenzavirus (types A and B)
Coxsackivirus A (types 2, 4-6, 8 and 10)
Epstein-Barr virus
Cytomegalovirus
Human immunodeficiency virus type I

Bacterial
Streptococcus pyogenes (group A b-hemolytic streptococci) 20%
Group C b-hemolytic streptococci

Neisseria gonorrhoeae
Corynebacterium diphtheria
Arcanobacterium haemolyticum
Chlamydial
Chlamydia penumoniae
Mycoplasmal
Mycoplasma pneumoniae
GEJALA KLINIS
Gejala yang sering ditemukan ialah:
-

Gatal dan kering pada tenggorokkan

Suhu tubuh naik sampai mencapai 40 0 C

Rasa lesu dan nyeri disendi

Tidak nafsu makan (anoreksia)

Rasa nyeri ditelinga (otalgia)

Bila laring terkena suara menjadi parau atau serak

Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,dan menjadi kering, gambaran


seperti kaca dan dilapisi oleh sekresi mukus.

Jaringan limpoid biasanya tampak merah dan membengkak

PENATALAKSANAAN
-

Antibiotika golongan penisilin atau sulfonamida selama lima hari

Antipiretik

Obat kumur atau obat hisap dengan desinfektan

Bila alergi dengan penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamisin

PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini umumnya baik bila penyakit cepat diketahui dan diterapi
dengan tepat dan dapat sembuh dengan sempurna. Akan tetapi bila pasien datang
terlambat dan penyakit sudah berlanjut maka prognosis akan kurang baik.
KOMPLIKASI
Komplikasi umum pada faringitis termasuk sinusitis, otitis media, epiglottitis,
mastoiditis, dan pneumonia. Faringitis yang disebabkan infeksi streptokokus jika
tidak diobati dapat menyebabkan demam reumatik akut, peritonsillar abses,
peritonsillar cellulitis, abses retrofaringeal, toxic shock syndrome dan obstruksi
saluran pernasafan akibat dari pembengkakan laring. Demam reumatik akut
dilaporkan terjadi pada1 dari 400 infeksi GABHS yang tidak diobati (John R. Acerra,
2013).
FARINGITIS KRONIK
Terdapat 2 bentuk faringitis kronis yaitu hiperplastik dan atrofi. Faktor predisposisi
proses radang kronik di faring ini ialah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh
rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring, dan
debu.Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa
bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.
a. Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi.
Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular.
Gejala dan tanda biasanya pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering dan
gatal dan akhirnya batuk yang bereak.

Terapi local dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia
larutan nitasargenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan
simptomatis: obat kumur atau tablet hisap. Jika di perlukan obat batuk
antitusif atau ekspektoran penyakit di hidung & sinus paranasal harus diobati.
b. Faringitis kronik atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada
rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya
sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Gejala dan tanda
biasanya pasien mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal serta mulut
berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi
ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut. (Soepardi,
2003)
6. Menjelaskan apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan
A.
Visualisasi Laring
Visualisasi laring memungkinkan penilaian pita suara dan melihat apakah
terdapat lesi, atau eritema, atau edema mukosa, serta gerakan abnormal yang
mungkin menunjukkan masalah sistemik yang mendasari
1. Laringoskopi indirek
2. Laringoskopi direk, apabila diperlukan visualisasi yang lebih detail,
pencahayaan, dan pembesaran
3. Video stroboskopi. Untuk visualisasi laring dan pita suara yang lebih
dinamis, dimana gerakan pita suara dapat diperlambat seringga dapat
dilihat getaran pita suara dan gelombang mukosanya. Metode ini
memungkinkan untuk penemuan lesi kecil seperti bekas luka pada pita
suara, perdarahan, kista intracordal, atau inasi epithelial pada awal
karsinoma glotis

B.
Penilaian Suara dan Aliran Udara
1. Penilaian suara objektif, dapat secara

perceptual

yaitu

dengan

mendengarkan suara dan menilai derajat (grade), kekasaran (roughness),


keterengahan (breathyess), kelemahan (astenitas), dan kekakuan (strain)
2. Analisis akustik, yaitu memeriksa energy dalam sinyal listrik yang
mewakili suara. Pengukuran spesifik dapat diambil untuk mengukur
keteraturan getaran pita suara
3. Analisisa erodinamika, berguna dalam mengukur aliran udara selama
respirasi dan fonasi. Waktu fonasi maksimum (MPT) adalah ukuran
jumlah waktu pasien dapat mempertahankan suara vocal pada satu napas.
Orang dewasa sehat biasanya dapat memperpanjang vocal antara 15 dan
25 detik. Penurunan nilai MPT biasanya berhubungan dengan penutupan
glottis yang tidak sempurna dan kehilangan udara dan atau penggunaan
yang tidak efisien dalam mendukung paru-paru. Penyanyi, pelari jarak
jauh, dan pemenang sering mampu mempertahankan suara yang lebih
lama dari 25 detik.
4. Penilaian aliran udara global, adalah pengukuran sensitive yang
menangkap jumlah udara yang melewati pita suara selama fonasi
C.

Pemeriksaan penunjang lainnya, laboratorium, pemeriksaan radiologi,

mikrobiologi, dan patologi anatomi

7. Menjelaskan hubungan antara jenis kelamin dan usia dengan keluhan


a. Jenis kelamin secara histoanatomi wanita lebih berisiko untuk
memiliki keluhan tersebut (laringofaringitis), sebab (Dollinger et al,
2012):
STRUKTUR
Plica Vocalis
Larynx

LAKI-LAKI
Lebar
Panjang

PEREMPUAN
Sempit
Pendek

Sel goblet

Banyak

Sedikit

b. Usia usia yang terlalu muda atau usia yang semakin tua meningkatkan
risiko terjadinya keluhan terkait dengan fisiologis pharynx larynx yang
sudah menurun fungsinya (Joo YHet al, 2015).

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang


kemungkinan laki laki tersebut menderita laryngitis kronis. Pasien mengalami
laryngitis kronis bisa disebabkan oleh vocal misuse karena pekerjaannya sebagai
penyayi, maupun iritan yang berasal dari rokok, konsumi gorengan, es, dan makanan
instan.

BAB IV
SARAN

Untuk ruangan tutorial kami menyarankan ada baiknya masing-masing ruang


tutorial terdapat fasilitas AC, karena panas di dalam ruang tutorial membuat situasi
tutorial kurang kondusif. Selain itu mahasiswa perlu dilatih dan dipicu semangatnya
agar lebih berpartisipasi aktif dalam diskusi dan dapat mempersiapkan materi
sebelum tutorial berlangsung sehingga permasalahan yang dibahas terselesaikan
dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Dollinger M, Berry DA, Luegmair G, Huttner B, dan Bohr C (2012).Effects of the
epi-larynx area on vocal fold dynamics and the primary voice signal. J Voice,
26 (3): 285-92.
Hermani B dan Hutauruk SM (2012). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher: Disfonia. Edisi VII. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI, pp: 209-210.
Joo YH, Lee SS, Han KD, dan Park KH (2015). Association between chronic
laryngitis and particulate matter based on the korea national health and
nutrition

examination

survey

20082012.

PlosOne.

DOI:

10.1371/journal.pone.0133180.
Klarisa C dan Fardizza F (2014). Kapita selekta kedokteran: Laringitis. Edisi IV,
Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, pp: 1064-6.
Renner B, Mueller CA, dan Shephard A (2012). Environmental and non-infectious
factors in the aetiology of pharyngitis (sore throat). Inflamm Res., 61 (10):
1041-51.
Rusmarjono dan Hermani B (2012). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher: Odinofagia. Edisi VII. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI, p: 190.
Soepardi EA (2012). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala
dan leher: Disfagia. Edisi VII. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, p: 244.
Waschke J dan Paulsen F (2012). Sobotta atlas anatomi manusia: Leher larynx.
Edisi 23 Jilid 3. Jakarta: EGC, p: 186.

Anda mungkin juga menyukai