Anda di halaman 1dari 8

2002 digitized by USU digital library 1

MANIFESTASI NEUROLOGIS GANGGUAN MIKSI


Dr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Fungsi kandung kencing normal memerlukan aktivitas yang
terintegrasi antara sistim saraf otonomi dan somatik. Jaras neural yang terdiri
dari berbagai refleks fungsi destrusor dan sfingter meluas dari lobus frontalis
ke
medula spinalis bagian sakral, sehingga penyebab neurogenik dari gangguan
kandung kencing dapat diakibatkan oleh lesi pada berbagai derajat.
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI
A. Struktur otot detrusor dan sfingter
Susunan sebagian besar otot polos kandung kencing sedemikian rupa
sehingga bila berkontraksi akan menyebabkan pengosongan kandung
kencing. Pengaturan serabut detrusor pada daerah leher kandung kencing
berbeda pada kedua jenis kelamin, pria mempunyai distribusi yang sirkuler
dan serabut-serabut tersebut membentuk suatu sfingter leher kandung
kencing yang efektif untuk mencegah terjadinya ejakulasi retrograd sfingter
interna yang ekivalen. Sfingter uretra (rhabdosfingter) terdiri dari serabut
otot luruk berbentuk sirkuler. Pada pria, rhabdosfingter terletak tepat di dista
l
dari prostat sementara pada wanita mengelilingi hampir seluruh uretra.
Rhabdosfingter secara anatomis berbeda dari otot-otot yang membentuk
dasar pelvis. Pemeriksaann EMG otot ini menunjukkan suatu discharge tonik
konstan yang akan menurun bila terjadi relaksasi sfingter pada awal proses
miksi
B. Persarafan dari kandung kencing dan sfingter
1. Persarafan parasimpatis (N.pelvikus)
Pengaturan fungsi motorik dari otot detrusor utama berasal dari neuron
preganglion parasimpatis dengan badan sel terletak pada kolumna
intermediolateral medula spinalis antara S2 dan S4. Neuron preganglionik
keluar dari medula spinalis bersama radiks spinal anterior dan mengirim
akson melalui N.pelvikus ke pleksus parasimpatis pelvis. Ini merupakan
suatu jaringanhalus yang menutupi kandung kencing dan rektum. Serabut
postganglionik pendek berjalan dari pleksus untuk menginervasi organorgan pelvis. Tak terdapat perbedaan khusus postjunctional antara
serabut postganglionik danotot polos dari detrusor. Sebaliknya, serabut
postganglionik mempunyai jaringan difus sepanjang serabutnya yang
mengandung vesikel dimana asetilkolin dilepaskan. Meskipun pada
2002 digitized by USU digital library 2
beberapa spesies transmiter nonkolinergik nonadrenergik juga ditemukan,
keberadaannya pada manusia diragukan
2. Persarafan simpatis (N.hipogastrik dan rantai simpatis sakral)
Kandung kencing menerima inervasi simpatis dari rantai simpatis

torakolumbal melalui a hipogastrik. Leher kandung kencing menerima


persarafan yang banyak dari sistem saraf simpatis dan pada kucing dapat
dilihat pengaturan parasimpatis oleh simpatis, sedangkan peran sistim
simpatis pada proses miksi manusia tidak jelas. Simpatektomi lumbal saja
tidak berpengaruh pada kontinens atau miksi meskipun pada umumnya
akan menimbulkan ejakulasi retrograd. Leher kandung kencing pria
banyak mengandung mervasi noradrenergik dan aktivitas simpatis selama
ejakulasi menyebabkan penutupan dari leher kandung kencing untuk
mencegah ejakulasi retrograde
3. Persarafan somantik (N.pudendus)
Otot lurik dari sfingter uretra merupakan satu-satunya bagian dari traktus
urinarius yang mendapat persarafan somatik. Onufrowicz menggambarkan
suatu nukleus pada kornu ventralis medula spinalis pada S2, S3, dan S4.
Nukleus ini yang umumnya dikenal sebagai nukleus Onuf, mengandung
badan sel dari motor neuron yang menginnervasi baik sfingter anal dan
uretra. Nukleus ini mempunyai diameter yang lebih kecil daripada sel
kornu anterior lain, tetapi suatu penelitian mengenai sinaps motor neuron
ini pada kucing menunjukkan bahwa lebih bersifat skeletomotor
dibandingkan persarafan perineal parasimpatis preganglionik.
Serabut motorik dari sel-sel ini berjalan dari radiks S2, S3 dan S4 ke
dalam N.pudendus dimana ketika melewati pelvis memberi percabangan
ke sfingter anal dan cabang perineal ke otot lurik sfingter uretra. Secara
elektromiografi, motor unit dari otot lurik sfingter sama dengan serabut
lurik otot tapi mempunyai amplitudo yang sedikit lebih rendah.
4. Persarafan sensorik traktus urinarius bagian bawah
Sebagian besar saraf aferen adalah tidak bermyelin dan berakhir pada
pleksus suburotelial dimana tidak terdapat ujung sensorik khusus. Karena
banyak dari serabut ini mengandung substansi P, ATP atau calcitonin
gene-related peptide dan pelepasannya dapat mengubah eksitabilitas otot,
serabut pleksus ini dapat digolongkan sebagai saraf sensorik motorik
daripada sensorik murni.
Ketiga pasang saraf perifer (simpatis torakolumbal, parasimpatis sakral
dan pudendus) mengandung serabut saraf aferen. Serabut aferen yang
berjalan dalam n.pelvikus dan membawa sensasi dari distensi kandung
kencing tampaknya merupakan hal yang terpenting pada fungsi kandung
kencing yang normal. Akson aferen terdiri dari 2 tipe, serabut C yang
tidak bermyelin dan serabut A bermyelin kecil.
Peran aferen hipogastrik ti ak jelas tetapi serabut ini mungkin
menyampaikan beberapa sensasi ari istensi kan ung kencing an nyeri.
Aferen somatik pu en al menyalurkan sensasi ari aliran urine, nyeri an
suhu ari uretra an memproyeksikan ke aerah yang serupa alam
me ula spinalis sakral sebagai aferen kan ung kencing. Hal ini
menggambarkan kemungkinan ari aerah- aerah penting pa a me ula
spinalis sakral untuk intergrasi viserosomatik.
Nathan an Smith (1951) pa a penelitian pasien yang telah mengalami
kor otomi anterolateral, menyimpulkan bahwa jaras asen ing ari
2002

igitize by USU igital library 3

kan ung kencing an uretra berjalan i alam traktus spiotalamikus.


Serabut spinobulber pa a kolumna orsalis mungkin juga berperan pa a
transmisi ari informasi aferen.
C. Hubungan

engan susunan saraf pusat

1. Pusat Miksi Pons


Pons merupakan pusat yng mengatur miksi melalui refleks spinal-bulberspinal atau long loop refleks. Demyelinisasi Groat (1990) menyatakan
bahwa pusat miksi pons merupakan titik pengaturan (switch point)

imana refleks transpinal-bulber iatur se emikian rupa baikuntuk


pengaturan pengisian atau pengosongan kan ung kencing. Pusat miksi
pons berperansebagai pusat pengaturan yang mengatur refleks spinal
menerima input ari aerah lain i otak

an

2. Daerah kortikal yang mempengaruhi pusat miksi pons


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lesi pa a bagian anterome ial
ari lobus frontal apat menimbulkan gangguan miksi berupa urgensi,
inkontinens, hilangnya sensibilitas kan ung kemih atau retensi urine.
Pemeriksaan uro inamis menunjukkan a anya kan ung kencing yang
hiperrefleksi.
D. Fisiologi pengaturan fungsi sfingter kan ung kencing
1. Pengisian urine
Pa a pengisian kan ung kencing, istensi yang timbul itan ai engan
a anya aktivitas sensor regang pa a in ing kan ung kencing. Pa a
kan ung kencing normal, tekanan intravesikal ti ak meningkat selama
pengisian sebab ter apat inhibisi ari aktivitas etrusor an active
compliance ari kan ung kencing. Inhibisi ari aktivitas motorik etrusor
memerlukan jaras yang utuh antara pusat miksi pons engan me ula
spinalis bagian sakral. Mekanisme active compliance kan ung kencing
kurang iketahui namun proses ini juga memerlukan inervasi yang utuh
mengingat mekanisme ini hilang pa a kerusakan ra iks s2-S4.
2002

igitize by USU igital library 4

Gambar-1: Fase pengisian urine Gambar-2: Fase pengaliran urine


( ikutip ari Chancellor, 1995)
Selain akomo asi kan ung kencing, kontinens selama pengisian
memerlukan fasilitasi aktifitas otot lurik ari sfingter uretra, sehingga
tekanan uretra lebih tinggi iban ingkan tekanan intravesikal an urine
ti ak mengalir keluar
2. Pengaliran urine
Pa a orang ewasa yang normal, rangsangan untuk miksi timbul ari
istensi kan ung kencing yang sinyalnya iperoleh ari aferen yang
bersifat sensitif terha ap regangan. Mekanisme normal ari miksi volunter
ti ak iketahui engan jelas tetapi iperoleh ari relaksasi oto lurik ari
sfingter uretra an lantai pelvis yang iikuti engan kontraksi kan ung
kencing. Inhibisi tonus simpatis pa a leher kan ung kencing juga
itemukan sehingga tekanan intravesikal iatas/melebihi tekanan intra
uretral an urine akan keluar. Pengosongan kan ung kemih yang lengkap
tergantung a ri refleks yang menghambat aktifitas sfingter an
mempertahankan kontraksi etrusor selama miksi.
III. PATOLOGI GANGGUAN MIKSI
Gangguan kan ung kencing apat terja i pa a bagian tingkatan lesi.
Tergantung jaras yang terkena, secara garis besar ter apat tiga jenis utama
gangguan kan ung kemih:
2002

igitize by USU igital library 5

1. Lesi supra pons


Pusat miksi pons merupakan pusat pengaturan refleks-refleks miksi an
seluruh aktivitasnya iatur kebanyakan oleh input inhibisi ari lobus frontal
bagian me ial, ganglia basalis an tempat lain. Kerusakan pa a umumnya
akan berakibat hilangnya inhibisi an menimbulkan kea aan hiperrefleksi.
Pa a kerusakan lobus epan, tumor, emyelinisasi periventrikuler, ilatasi

kornu anterior ventrikel lateral pa a hi rosefalus atau kelainan ganglia


basalis, apat menimbulkan kontraksi kan ung kemih yang hiperrefleksi.
Retensi urine apat itemukan secara jarang yaitu bila ter apat kegagalan
alammemulai proses miksi secara volunter
2. Lesi antara pusat miksi pons ansakral me ula spinalis
Lesi me ula spinalis yang terletak antara pusat miksi pons an bagian sakral
me ula spinalis akan mengganggu jaras yang menginhibisi kontraksi etrusor
an pengaturan fungsi sfingter etrusor. Beberapa kea aan yang mungkin
terja i antara lain a alah:
a. Kan ung kencing yang hiperrefleksi
Seperti halnya lesi supra pons, hilangnya mekanisme inhibisi normal akan
menimbulkan suatu kea aan kan ung kencing yang hiperrefleksi yang
akan menyebabkan kenaikan tekanan pa a penambahan yang kecil ari
volume kan ung kencing.
b. Disinergia etrusor-sfingter (DDS)
Pa a kea aan normal, relaksasi sfingter akan men ahului kontraksi
etrusor. Pa a kea aan DDS, ter apat kontraksi sfingter an otot etrusor
secara bersamaan. Kegagalan sfingter untuk berelaksasi akan
menghambat miksi sehingga apat terja i tekanan intravesikal yang tinggi
yang ka ang-ka ang menyebabkan ilatasi saluran kencing bagian atas.
Urine apat keluar ri kan ung kencing hanya bila kontraksi etrusor
berlangsung lebih lama ari kontraksi sfingter sehingga aliran urine
terputus-putus
c. Kontraksi etrusor yang lemah
Kontraksi hiperrefleksi yang timbul seringkali lemah sehingga
pengosongan kan ung kencing yang terja i ti ak sempurna. Kea aan ini
bila ikombinasikan engan isinergia akan menimbulkan peningkatan
volume resi u paska miksi
. Peningkatan volume resi u paska miksi
Volume resi u paska miksi yang banyak pa a kea aan kan ung kencing
yang hiperrefleksi menyebabkan iperlukannya se ikit volume tambahan
untuk terja inya kontraksi kan ung kencing. Pen erita mengeluh
mengenai seringnya miksi alam jumlah yang se ikit.
3. Lesi Lower Motor Neuron (LMN)
Kerusakan pa a ra iks S2-S4 baik alam kanalis spinalis maupun ekstra ural
akan menimbulkan gangguan LMN ari fungsi kan ung kencing an hilangnya
sensibilitas kan ung kencing. Proses pen ahuluan miksi secara volunter
hilang an karena mekanisme untuk menimbulkan kontraksi etrusor hilang,
kan ung kencing menja i atonik atau hipotonik bila kerusakan enervasinya
a alah parsial. Compliance kan ung kencing juga hilang karena hal ini
merupakan suatu proses aktig yang tergantung pa a utuhnya persarafan.
Sensibilitas ari peregangan kan ung kencing terganggu namun sensasi nyeri
masih i apatkan isebabkan informasi aferen yang ibawa oleh sistim saraf
simpatis melalui n.hipogastrikus ke aerah torakolumbal. Denervasi otot
sfingter mengganggu mekanisme penutupan namunjaringan elastik ari leher
2002

igitize by USU igital library 6

kan ung kencing memungkinkan terja inya kontinens. Mekanisme untuk


mempertahankan kontinens selama kenaikan tekanan intra ab ominal yang
men a ak hilang, sehingga stress inkontinens sering timbul pa a batuk atau
bersin.
IV. GEJALA GANGGUAN DISFUNGSI MIKSI
Gejala-gejala isfungsi kan ung kencing neurogenik ter iri ari urgensi,
frekuensi, retensi an inkontinens. Hiperrefleksi etrusor merupakan kea aan
yang men asari timbulnya frekuensi, urgensi an inkontinens sehingga kurang

apat menilai lokasi kerusakan (localising value) karena hiperrefleksia

etrusor

apat timbul baik akibat kerusakan jaras ari suprapons maupun suprasakral.
Retensi urine apat timbul sebagai akibat berbagai kea aan patologis.
Pa a pria a alah penting untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan urologis
seperti hipertrofi prostat atau striktur. Pa a pen erita engan lesi neurologis
antara pons an me spinalis bagiansakral, DDS apat menimbulkan berbagai
erajat retensi meskipun pa a umumnya hiperrefleksia etrusor yang lebih
sering timbul. Retensi apat juga timbul akibat gangguan kontraksi etrusor
seperti pa a lesi LMN. Retensi juga apat timbul akibat kegagalan untuk memulai
refleks niksi seperti pa a lesi susunan saraf pusat.Meskipun hanya se ikit kasus
ari lesi frontal apat menimbulkan retensi, lesi pa a pons juga apat
menimbulkan gejala serupa.
Inkontenensia urine apat timbul akibat hiperrefleksia etrusor pa a lesi
suprapons an suprasakral. Ini sering ihubungkan engan frekuensi an bila
jaras sensorik masih utuh, akan timbul sensasi urgensi. Lesi LMN ihubungkan
engan kelemahan sfingter yang apat bermanifestasi sebagai stress inkontinens
anketi akmampuan ari kontraksi etrusor yang mengakibatkan retensi kronik
engan overflow
V. EVALUASI DAN PENATALAKSANAAN
1. Evaluasi
Pen ekatan sistematis untuk mengetahui maslah gangguan miksi selama
rehabilitasi pasien engan ce era me ula spinalis merupakan hal yang
penting karena penatalaksanaan yang baik sejak awal akan mencegah
komplikasi urologis an kerusakan ginjal permanen.
Pemeriksaan meliputi penilaian saluran kencing bagian atas, penilaian
pengosongan kan ung kencing an eteksi hiperrefleksia etrusor
a. Penilaian saluran kencing bagian atas
Meskipun jarang i apatkan masalah pa a saluran kencing bagian atas,
gangguan ginjal merupakan hal yang potensial mengancam pen erita.
Penilaian itujukan untuk menilai fungsi ginjal an eteksi hi ronefrosis.
Pemeriksaan ra iologis harus meliputi urografi intravena an voi ing
cystourethrogram untuk menilai saluran bagian atas an menyingkirkan
kemungkinan a anya refluks vesikoureteral.
b. Penilaian pengosongan kan ung kencing
Penilaian sisa urine apat ilakukan engan katerisasi pa a saat pertama
pemeriksaan meupun engan menggunakan USG. Resi u urine lebih ari
100 ml ikatakanbermakna
c. Deteksi hiperrefleksia etrusor
Pemeriksaan CMG an EMG ari sfingter uretral eksterna akan membantu
menentukan isfungsi neurogenik an a anya suatu DDS yang signifikan.
Kontraksi abnormal ari otot etrusor apat i eteksi engan baik engan
2002

igitize by USU igital library 7

menggunakan filling cystometrogram (CMV). Pa a orang normal, kan ung


kencing apat mengakomo asi pengisian kan ung kencing bahkan pa a
kecepatan pengisian yang tinggi se angkan pa a pen erita engan
hiperrefleksia kan ung kencing, terja i peningkatan tekanan yang spontan
pa a pengisian
. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis harus meliputi pemeriksaan sensibilitas perianal
untuk mengetahui a a ti aknya sacral sparing. A anya tonus anal, refleks
anal an refleks bulbokavernosus hanya menan akan utuhnya konus
anlengkung refleks lokal. Di apatkannya kontraksi volunter sfingter anal
menunjukkan uthunya kontrol volunter an pa a kasus kua riplegia, ini
menan akan lesi me ula spinalis yang inkomplit. Pa a lesi me ula
spinalis, alam hari pertama sampai 3 atau 4 minggu berikutnya seluruh

refleks alam pa a tingkat i bawah lesi akan hilang. Hal ini biasanya
ihubungkan engan fase syok spinal. Dalam perio e ini, kan ung kencing
bersifat arefleksi anmemerlukan rainase perio ik atau kontinu yang
cermat an tes provokatif engan menggunakan 4 oz air ingin steril suhu
4oC ti ak akan menimbulkan aktifitas refleks kan ung kencing. Tes air es
ikatakan positif bila pengisian engan air ingin segera iikuti engan
pengeluaran air kateter ari kan ung kencing. Drainase kan ung kencing
yang a ekuat selama fase syok spinal akan apat mencegah timbulnya
istensi yang berlebih an atoni ari kan ung kencing yang arefleksi.
2. Penatalaksanaan
Dasar ari penatalaksanaan ari isfungsi kan ung kemih a alah
untuk mempertahankan fungsi gunjal an mengurangi gejala.
a. Penatalaksanaan gangguan pengosongan kan ung kemih apat
ilakukan engan cara
o Stimulasi kontraksi etrusor, suprapubic tapping atau stimulasi perianal
o Kompresi eksternal an penekanan ab omen, cre es manoeuvre
o Clean intermittent self-catheterisation
o In welling urethral catheter
b. Penatalaksanaan hiperrefleksia etrusor
o Bla er retraining (bla er rill)
o Pengobatan oral, Propantheline, imipramine, oxybutinin
c. Penatalaksanaa operatif
Tin akan operatif berguna pa a pen erita usia mu a engan kelainan
neurologis kongenital atau ce era me ula spinalis.
Bla er training
A alah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kan ung kencing yang
mengalami gangguan ke kea aan normal atau ke fungsi optimal neurogenik
(UMN atau LMN), apat ilakukan engan pemeriksaan refleks-refleks:
1. Refleks otomatik
Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 ansimpatis T12-L1,2, yang
bergabung menja i n.pelvikus. Tes untuk mengetahui refleks ini a alah tes
air es (ice water test). Test positif menunjukkan tipe UMN se angkan bila
negatif (arefleksia) berarti tipe LMN.
2. Refleks somatis
2002

igitize by USU igital library 8

Refleks melalui n.pu en alis S2-4. Tesnya berupa tes sfingter ani eksternus
an tes refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut positif berarti tipe
UMN, se angkan bila negatif berarti LMN atau tipe UMN fase syok spinal
Langkah-langkah Bla er Training:
1. Tentukan ahulu tipe kan ung kencing neurogeniknya apakah UMN atau LMN
2. Rangsangan setiap waktu miksi
3. Kateterisasi:
a. Pemasangan in welling cathether (IDC)= auer cathether
IDC apat ipasang engan sistem kontinu ataupun penutupan berkala
(clamping). Dengan pemakaian kateter menetap ini, banyak terja i
infeksi atau sepsis. Karena itu kateterisasi untuk bla er training
a alah kateterisasi berkala. Bila ipilh IDC, maka yang ipilih a alah
penutupan berkala oleh karena IDC yang kontinu ti al fisiologis
imana kan ung kencing yang selalu kosong akan mengakibatkan
kehilangan potensi sensasi miksi serta terja inya atrofi serta
penurunan tonus otot kk
b. Kateterisasi berkala
Keuntungan kateterisasi berkala antara lain:
o Mencegah terja inya tekanan intravesikal yang tinggi/over istensi
yang mengakibatkan aliran arah ke mukosa kan ung kencing

ipertahankan seoptimal mungkin


o Kan ung kencing apat terisi an ikosongkan secara berkala
seakan-akan berfungsi normal
o Bila ilakukan secara ini pa a pen erita ce era me ula spinalis,
maka pen erita apat melewati masa syok spinal secara fisiologis
sehingga fe back ke me ula spinalis tetap terpelihara
o Teknik yang mu ah an pen erita ti ak terganggu kegiatan sehariharinya
4. Penatalaksanaan gangguan fungsi miksi pa a lesi me ula
a. Lesi kau a Ekuina
Penatalaksanaan pa a pasien engan lesi kau a ekuina memerlukan
perhatian khusus. Pa a umumnya itemukan kan ung kencing yang
arefleksi (nonkontraktil) an miksi ilakukan engan bantuan
manipulasi Cre e atau Valsava. Lesi umumnya inkomplit atau tipe
campuran an berpotensi untuk mengalami penyembuhan.
Pemeriksaan uro inamik mungkin menunjukkan sfingter uretral
eksternal yang utuh anps emikian engan lesi suprakonus mungkin
mengalami kesulitan alam miksi kecuali bila ter apat tekanan
intravesikal yang penuh yang apat mengakibatkan refluksi
vesikoureteral. Pa a pasien ini i apatkan kerusakan pa a persarafan
parasimpatis engan persarafan simpatis yang utuh atau mengalami
reinervasi imana leher kan ung kencing mungkin ti ak apat
membuka engan baik pa a waktu miksi.
b. Sin roma Me ula Spinalis Sentral
Neurogenic bla er akibat lesi inkomplit seperti lesi me ula spinalis
sentral apat iperbaiki pa a lebih ari 50% pasien. Disamping
isfungsi neurologis yang berat alam minggu-minggu pertama,
pemulihan fungsi kan ung kencing apat terja i terutama karena
serabut kan ung kencing terletak perifer pa a me ula spinalis.
2002

igitize by USU igital library 9

Penatalaksanaan biasanya gnkateterisasi intermiten anobat-obatan.


Kea aan inkontinens apat itimbulkan engan reseksi sfingter
transuretral ini. DDS yang menetap, spastisitas yang berat an
hi ronefrosis merupakan in ikasi untuk tin akan sfingtertomi
transuretral setalh mencoba penggunaan penghambat alfa,
antikolinergik an pelemas otot skelet seperti baclofen.
Penatalaksanaan neurogenic bla er pa a pasien wanita engan lesi
me ula spinalis (UMN) a alah sulit, namun penatalaksanaan lesi konus
ankau a (LMN) a alah mu ah engan menggunakan manuver
Cre e/Valsava. Kateterisasi intermiten imulai setiap 4 sampai 6 jam
an engan restriksi cairan sampai 1,5 liter perhari pa a umunya
memerlukan kateterisasi 3 kali perhari .
Pa a lesi suprakonus engan kan ung kencing hiperrefleks, untuk
mengurangi inkontinens antara kateterisasi, apat iberikan
antikolinergik seperti oxybutinin 1-2 kali 5 mg perhari. Iritabilitas
kan ung kencing meningkat engan a anya infeksi sehingga
pengobatan infeksi a alah penting. Profilaksis jangka panjang untuk
infeksi saluran kencing sangat irekomen asikan. Pasien ilatih untuk
mengosongkan kan ung kencing engan menggunakan suprapubic
tapping an manuver Valsava secara perio ik. Kegagalan alam
kateterisasi berkala biasanya memerlukan tin akan in welling
cathether jangka panjang. Tin akan be ah saraf seperti blok ra is
sakral apat iin ikasikan untuk mengubah kea aan reflex
(contractile) bla er menja i kea aan areflexic bla er yang
penatalaksanaannya lebih mu ah engan tin akan Cre e/Valsava.
Implant ra ix sakral untuk merangsang miksi baru icoba pa a pasien
paraplegi engan contactile bla er.

2002

igitize by USU igital library 10

DAFTAR PUSTAKA
Chancellor MB. Practical neuro-urology, genitourinary complications in
neurologic isease. Boston: Butterworth, 1995: 9-21, 99-190,
239-306
Duus P. Topical iagnosis in neurology.3 r e . New York: George Thieme,
1983:293-305
Fowler CJ. Bla er ysfunction inneurologic isease, In Asbury. Disease of
the nervous system, clinical neurobiology. 2 n e , vol.1,
Phila elphia: WB Soun ers, 1992:512-526
Fowler CJ. Neurogenic bla er ysfunction an its management, In
Greenwoo R et al. Neurological rehabilitation. New Tork :
Churchil Livingstone, 1993:269-276
Lin say KW. Neurology an neurosurgery illustrate . 3 r e . New York:
Churcill Livingstone, 1997: 445-446
Marotta JT. Spinal injury, In Rowlan LP. Merritts texybook of neurology. 9 th
e . Phila elphia : Williams & Wilkins, 1995:440-446
Perkash I. Management of neurogenic bla er ysfunction of the bla er
an bowel, In Kottke FJ, Krusens han book of physical
me icine an rehabilitaion. 4 th e . Phila elphia: WB Soun ers,
1990:810-831
Snell RS. Neuroanatomi klinik, Jakarta : EGC, 1996:504-506
Swash M. The conus me ullaris an sphincter control, in Critchley E. A Spinal
cor isease, basic science, iagnosis an management.
Lon on : springer-Verlag, 1997: 403-412

Anda mungkin juga menyukai