2.2.
2.3.
2.4.
3. Pembahasan
2.1. Konsep Faktor Penyesuaian.
Selama pengukuran berlangsung, pengukuran harus mengamati kewajaran kerja
yang ditunjukkan operator. Ketidak wajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa
kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitankesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sabab - sebab seperti ini
mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya
waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah
waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara
wajar.
Andaikata ketidak wajaran ada maka pengukur harus mengetahui dan menilai
seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah
penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata waktu siklus
atau elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator,
maka agar harga rata rata tersebut menjadi wajar,
Torik Husein
Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata rata atau waktu
elemen rata rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya
harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh
mencerminkan waktu yang sewajarnya atau normal. Bila pengukur berpendapat bahwa
operator bekerja diatas normal (terlalu cepat) maka harga p nya akan lebih besar dari
satu ( p > 1) ; sebaliknya jika operator dipandang bekerja dibawah normal maka harga p
akan lebih kecil dari satu (p < 1). Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator
bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan satu (p = 1).
Telah dikemukakan diatas bahwa ketidak wajaran harus diwajarkan untuk
mendapatkan waktu normal. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana yang disebut
wajar itu? Dengan standard apa pengukur menilai wajar tidaknya kerja seorang
operator?
Biasanya, melalui pengamatan seorang pengukur dapat melihat bagaimana hal
tersebut ditunjukkan opertor. Dalam kehidupan sehari haripun hal ini sering bisa kita
rasakan yaitu bila di suatu waktu melihat seorang sedang bekerja. Dalam waktu yang
tidak terlampau lama kita dapat menyatakan, misalnya orang tersebut bekerjanya
lambat atau sangat cepat. Ketepatan penilaian, pengukur akan lebih teliti bila dia telah
cukup berpengalaman apalagi bila bagi jenis pekerjaan yang sedang diukur. Memang
pengalaman banyak menentukan, karena melalui pengalamanlah mata dan indera lain
akan terlatih dalam memberikan penilaian. Semakin berpengalaman seorang pengukur,
semakin peka inderanya dalam melakukan penyesuaian.
Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat
mempelajari bagaimana bekerjanya seorang operator yang dianggap normal itu yaitu;
jika seorang operator yang dianggap berpengalaman bekerja tanpa usaha usaha yang
berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan
menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaanya.
Walaupun usaha-usaha membakukan konsep bekerja wajar telah dilakukan,
namun penyesuaian tetap tampak sebagai suatu yang subjektif. Memang hal inilah
yang dipandang sebagai kelemahan pengukuran waktu dilihat secara ilmiah. Namun
bagaimanapun
penyesuaian
harus
dilakukan
karena
ketidak
wajaran
yang
menghasilkan ketidak normalan data merupakan suatu hal yang bisa terjadi.
Sehubungan dengan faktor penyesuaian dikembangkanlah cara untuk mendapatkan
harga p termasuk cara-cara yang berusaha seobjektif mungkin.
Torik Husein
Shummard,
Shummard
memberikan
patokan-patokan
melalui
kelas
kelas
performence kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri ( lihat tabel 9.1 ).
Disini pengukur diberi patokan untuk menilai performance kerja operator menurut kelas
kelas Superfast, Fast +, Fast, Fast - , Excellent dan seterusnya. Seorang yang
dipandang bekerja normal diberi nilai 60, dengan nama performance kerja yang lain
dibandingkan untuk menghitung faktor penyesuaian. Bila performance seorang operator
dinilai Excellent maka dia mendapat nilai 80, dan karenanya faktor penyesuaiannya
adalah
p = 80/60 = 1,33
Jika waktu siklus rata - ratanya sama dengan 270,4 detik, maka waktu normalnya :
Wn =
270,4 x
1,33
359,63 detik
Torik Husein
B. Cara Westinghouse
Berbeda dengan cara Shumard diatas, cara Westinghouse mengarahkan
penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidak wajaran
dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja dan Konsistensi, Setiap faktor
terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilai masing - masing.
Keterampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang
ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ketingkat
tertentu saja. Tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan
pekerjaan yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan aptitude
pekerja untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan dapat juga menurun yaitu
bila telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab
lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pangaruh
lingkungan sosial dan sebagainya.
Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan
ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan pada buku acuan 1.
Secara keseluruhan tampak pada kelas-kelas diatas bahwa yang membedakan kelas
keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri,
koordinasi, irama gerakan, bekas bekas latihan dan hal hal yang serupa. Dengan
pembagian ini pengukur akan lebih terarah dalam menilai kewajaran pekerja di lihat dari
segi keterampilannya. Karenanya faktor penyesuaian yang nantinya diperoleh dapat
lebih efektif.
Untuk usaha atau Effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas
dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan
yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Untuk
keperluan penyesuaian usaha dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap
kelas seperti yang dikemukakan pada buku acuan 1.
Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha.
Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja yang mempuyai keterampilan rendah bekerja
dengan usah yang lebih sungguh sungguh sebagai imbangnya. Kadang kadang usaha
ini begitu besarnya sehingga tampak berlebihan dan tidak banyak menghasilkan.
Sebaliknya seseorang yang mempunyai keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan
usaha yang tidak mendukung dihasilkannya performance yang lebih baik lagi. Jadi
Torik Husein
walaupun hubungan antara kelas tinggi pada keterampilan dengan usaha tampak erat
sebagaimana juga dengan kelas-kelas rendahnya (misalnya Excellent dengan
Excellent, Fair dengan Fair dan sebagainya), kedua faktor ini adalah hal - hal yang
dapat
terjadi
secara
terpisah
didalam
pelaksanaan
pekerjaan.
Karena
cara
Torik Husein
yang poor terhadi bila waktu waktu penyelesaiannya berselisih jauh dari rata rata secara
acak. Konsistensi rata-rata atau average adalah bila selisih antara waktu penyelesaian
dengan rata-ratanya tidak besar walaupun ada satu dua yang letaknya jauh.
Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor-faktor diatas
diperhatikan pada tabel 9.2. Dalam menghitung faktor penyesuaian, bagi keadaan yang
dianggap wajar diberi harga p = 1, sedangkan terhadap penyimpangan dari keadaan ini
harga p nya ditambah dengan angka - angka yang sesuai dengan ke empat faktor
diatas. Sebagai contoh jika waktu siklus rata-rata sama dengan 124,6 detik dan waktu
ini dicapai dengan keterampilan pekerja yang dinilai fair (E1). Usaha good (C2), kondisi
excellent (B) dan konsistensi poor (F), maka tambahan terhadap p = 1 adalah :
Keterampilan
: Fair (E1)
Usaha
: Good (C2)
= + 0,02
Kondisi
: Excellent (B
= + 0,04
Konsistensi
: Poor (F)
= - 0,04
Jumlah
Jadi
= - 0,05
= (1- 0,03)
- 0,03
Torik Husein
kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Disini
pengukur harus melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang
ditunjukkan oleh operator. Jika operator bekerja dengan kecepatan wajar kepadanya
diberi nilai satu; atau p1 = 1. Notasi p adalah bagian dari faktor penyesuaian yaitu untuk
kecepatan kerjanya. Jika kecepatan dianggap terlalu tinggi maka p 1 > 1 dan sebaliknya
p1 < 1 jika terlalu lambat. Cara menentukan besarnya p , ini tidak berbeda dengan cara
menentukan faktor penyesuaian dengan cara presentase yang telah dibicarakan diatas.
Perbedaannya terletak pada yang dinilainya. Pada yang ditulis terakhir yang dinilai
adalah keadaan keseluruhan yaitu semua keadaan yang dianggap berpengaruh pada
kewajaran kerja, sedangkan pada cara objektif yang dinilai hanya kecepatannya saja.
Untuk kesulitan kerja disediakan sebuah tabel yang menunjukkan berbagai
keadaan kesulitan kerja seperti apakah pekerjaan tersebut. Memerlukan banyak
anggota badan, apakah ada pedal kaki dan sebagainya. Ini semua diperlihatkan pada
tabel 9.3. Angka angka yang ditunjukukan disini adalah dalam perseratus dan jika nilai
dari setiap kondisi kesulitan kerja yang bersangkutan dengan pekerjaan yang sedang
diukur dijumlahkan atan menghasilkan p2 yaitu notasi bagi bagian penyesuaian objektif
untuk tingkat kesulitan pekerjaan. Jadi jika untuk satu pekerjaan diperlukan gerakangerakan lengan bagian atas, siku, pergelangan tangan dari jari (C), tidak ada pedal kaki
(F), kedua tangan bekerja bergantian (H), koordinasi mata dengan tangan sangat dekat
(L), alat yang dipakai hanya memerlukan sedikit control (0)), dan berat benda yang
ditangani 2,3 kg, maka :
Bagian badan yang dipakai
C-2
Pedal kaki
F=0
H=0
L=7
Peralatan
0=1
Berat
Jumlah
B - 5 = 13
= 23
p1 x p2
Jadi kalau p1 telah dinilai besarnya sama dengan 0,9 maka faktor penyesuaian untuk
operator yang bersangkutan adalah: p = 0,9 x 1,23 = 1,11
Torik Husein
Jadi p = 1,11
PENYESUAIAN
100
95
90
85
80
75
70
65
60
55
50
45
40
Torik Husein
Tabel 9.2.
PENYESUAIAN MENURUT WESTINGHOUSE
FAKTOR
KETERAMPILAN
KELAS
Superskill
+
+
+
+
+
+
A1
A2
B1
B2
C1
C2
D
E1
E2
F1
F2
+
+
+
+
+
+
Ideal
Excellenty
Good
Average
Fair
Poor
A
B
C
D
E
F
+
+
+
Perfect
Excellenty
Good
Average
Fair
Poor
A
B
C
D
E
F
+
+
+
Good
Average
Fair
Poor
Excessive
Excellent
Good
Average
Fair
Poor
KONDISI
KERJA
KONSISTENSI
PENYESUAIAN
A1
A2
B1
B2
C1
C2
D
E1
E2
F1
F2
Excellent
USAHA
LAMBANG
Torik Husein
0,15
0,13
0,11
0,08
0,06
0,03
0,00
0,05
0,10
0,16
0,22
0,13
0,12
0,10
0,08
0,05
0,02
0,00
0,04
0.08
0,12
0,17
0,06
0,04
0,02
0,00
0,03
0,07
0,04
0,03
0,01
0,00
0,02
0,04
Tabel. 9.3
PENYESUAIAN MENURUT TINGKAT KESULITAN, CARA OBYEKTIF
KEADAAN
LAMBANG
PENYESUAIAN
A
B
C
D
E
E2
0
1
2
5
8
10
H2
18
I
J
K
L
M
0
2
4
7
10
N
O
P
Q
R
0
1
2
3
5
Torik Husein
10
KEADAAN
LAMBANG
PENYESUAIAN
B-1
B-2
B-3
B-4
B-5
B-6
B-7
B-8
B-9
B-10
B-11
B-12
B-13
B-14
2
5
6
10
13
15
17
19
20
22
24
25
27
28
kaki
1
1
1
1
3
3
4
5
6
7
8
9
10
10
diberikan
untuk
tiga
hal
yaitu
untuk
kebutuhan
pribadi,
menghilangkan rasa fatique, dan hambatan - hambatan yang tidak dapat dihindarkan.
Ketiganya ini merupakan hal - hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang
selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya sesuai
pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.
Torik Husein
11
besarnya kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dan untuk menghilangkan rasa fatique
untuk berbagai kondisi kerja.
B. Kelonggaran Untuk Menghilangkan Rasa Fatique
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah
maupun kwalitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran
ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada
saat-saat mana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam
menentukan pada saat-saat mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh
timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinnan lain yang dapat
menyebabkannya.
Torik Husein
12
Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan
performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal
dan ini akan menambahkan rasa fatique. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya
akan terjadi fatique total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat
melakukan gerakan sama sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal demikian jarang
terjadi karena berdasarkan pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya
sedemikian rupa sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditunjukkan untuk
menghilangkan rasa fatique ini.
Pada modul ini antara lain membahas macam dan sebab-sebab fatique. Disini di
tunjukkan bagaimana pendekatan-pendekatan dilakukan untuk menghitung masalahmasalah fatique. Dalam bab tersebut dikemukakan pula bagaimana fatique merupakan
hal yang akan terjadi pada diri seorang sebagai akibat melakukan pekerjaan. Karena
itulah kelonggaran untuk melepaskan rasa lelah karena fatique ini perlu ditambahkan.
Besarnya kelonggaran ini dan kelonggaran untuk kebutuhan pribadi ditunjukkan pada
tabel 9.4.
C. Kelonggaran Untuk Hambatan-Hambatan Tak Terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai
hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan
dan menganggur dengan sengaja ada pula hambantan yang tidak dapat dihindarkan
karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Bagi hambatan yang
pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya, sedangkan bagi yang terakhir
walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan
karenanya harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku.
Beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah :
- Menerima atau meninta petunjuk kepada pengawas
- Melakukan penyesuaian - penyesuaian mesin
- Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang
patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.
- Mengasah peralatan potong
- Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang
- Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan
Torik Husein
13
memperhatikan
kondisi-kondisi
yang
sesuai
dengan
pekerjaan
yang
bersangkutan. Untuk yang ketiga dapat diperoleh melalui pengukuran khusus seperti
sampling pekerjaan. Kesemuanya, yang biasanya masing-masing dinyatakan dalam
presentase dijumlahkan; dan kemudian mengalihkan jumlah ini dengan waktu normal
yang telah dihitung sebelumnya.
Misalkan suatu pekerjaan yang sangat ringan yang dilakukan sambil duduk
dengan gerakan-gerakan yang terbatas, membutuhkan pengawasan mata terus
menerus dengan pencahayaan yang kurang memadai, temperatur dan kelembaban
ruangan normal, sirkulasi udara baik, tidak bising. Dari tabel didepan didapat prosentase
kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dan untuk fatique sebagai berikut :
(7 + 0 + 3 + 5 + 2,5 + 0 + 2) %
19,5%
Jika dari sampling pekerjaan didapatkan bahwa kelonggaran untuk hambatan yang tidak
terhindarkan adalah 5% maka kelonggaran total yang harus diberikan untuk pekerjaan
itu adalah (19,5 + 5) % = 24,5%.
Jika waktu normalnya telah dihitung sama dengan 5,5 menit, maka waktu bakunya
adalah :
Torik Husein
14
FAKTOR
Kelonggaran %
Kelonggaran %
Contoh pekerjaannya
Ref.
Diambil
A
B
C
D
E
F
G
Tenaga yg dikeluarkan
sangat ringan
Sikap Kerja
duduk
Gerakan kerja
agak terbatas
Kelelahan Mata
terus menerus
Keadaan Temperatur T. Ker.
temperatur normal
Keadaan atmosfir
siklus udara baik
Keadaan lingkungan baik
tidak bising, berulang 2
Sub total
Kebutuhan pribadi
Wanita
Hambatan yg tak terhidarkan
Total kelonggaran
6,0 7,5
0,0 1,0
0,0 5,0
2,0 5,0
0,0 5,0
2,5
1,0 3,0
2,0 5,0
19,5
2,5
2,5
24,5
Torik Husein
15
CONTOH PEKERJAAN
KELONGGARAN ( % )
EKIVALEN BEBAN
RIA
tanpa beban
0,00-2,25 kg
2,25-9,00
9,00-18,00
19,00-27,00
27,00 50,00
Diatas 50 kg
0,0
1,0
2,5
2,5
0,0- 6,0
6,0- 7,5
7,5-16,0
16,0- 30,0
1,0
2,5
4,0
4,0
4,0 - 10,0
0,0- 6,0
6,0-7,5
7,5-12,0
12,0-19,0
19,0-30,0
30,0-50,0
WANITA
0
0 - 5
0- 5
5 - 10
10 - 15
PENCAHAYAAN
BAIK
0,0 - 6,0
BURUK
0,0 - 6,0
6,0 - 7,5
6,0 - 7,5
7,5 - 12,0
7,5 - 16,0
19,0 - 30,0
16,0 - 30,0
Torik Husein
16
FAKTOR
KELONGGARAN (% )
KELEMBABAN
NORMAL
BERLEBIHAN
2. Rendah
0 - 13
Diatas 10
diatas 12
3. Sedang
13 - 22
10 5
12 - 5
4. Normal
22 - 28
50
8-0
5. Tinggi
28 - 38
05
0-8
5 40
8 - 100
6. Sangat tinggi
diatas 38
Diatas 40
F. KEADAAN ATMOSFER ***)
1. Baik
Ruang yg bervintilasi baik, udara segar
2. Cukup
Vintilasi kurang baik, ada bau-bauan
3. Kurang baik Adanya debu beracun atau tidak beracun tapi
banyak
4. Buruk
Adanya bau-bauan berbahaya harus
menggunakan alat pernafasan
diatas 100
0
05
5 10
10 20
0
01
13
05
05
5 10
5 10
Torik Husein
17
Buku Acuan :
1. Iftikar Z. Sutalaksana , Teknik Tata Cara Kerja , ITB , Bandung
2. Barnes R. M, Motion and Time Study - Design and Measurement of Work
, John Wiley & Sons .Inc, New York.
3. Kazarian E. A. Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and
Institutions , Avi Publishing Company, Inc. Westport , Connecticut ,
Michigan.
4. Eko Nurmianto , Ergonomi , Konsep Dasar dan Aplikasinya , ITSN ,
Surabaya.
5. Wignjosoebroto Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu ITSN ,
Surabaya.
6. Tarwaka, Solichul, Lilik S , Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja
dan produktivitas
Torik Husein
18