Anda di halaman 1dari 18

MODUL 9.

Analisa & Perancangan Kerja

1. Tujuan Instruksional Khusus


Diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep faktor penyesuaian, cara menentukan
faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran serta menentukan faktor kelonggaran.
2. Daftar Materi Pembahasan
2.1.

Konsep Faktor Penyesuaian

2.2.

Beberapa Cara Menentukan Faktor Penyesuaian

2.3.

Konsep Faktor Kelonggaran

2.4.

Menentukan Faktor Kelonggaran

3. Pembahasan
2.1. Konsep Faktor Penyesuaian.
Selama pengukuran berlangsung, pengukuran harus mengamati kewajaran kerja
yang ditunjukkan operator. Ketidak wajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa
kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitankesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sabab - sebab seperti ini
mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya
waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah
waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara
wajar.
Andaikata ketidak wajaran ada maka pengukur harus mengetahui dan menilai
seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah
penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata waktu siklus
atau elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator,
maka agar harga rata rata tersebut menjadi wajar,

pengukur harus menormalkan

dengan melakukan penyesuaian.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata rata atau waktu
elemen rata rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya
harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh
mencerminkan waktu yang sewajarnya atau normal. Bila pengukur berpendapat bahwa
operator bekerja diatas normal (terlalu cepat) maka harga p nya akan lebih besar dari
satu ( p > 1) ; sebaliknya jika operator dipandang bekerja dibawah normal maka harga p
akan lebih kecil dari satu (p < 1). Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator
bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan satu (p = 1).
Telah dikemukakan diatas bahwa ketidak wajaran harus diwajarkan untuk
mendapatkan waktu normal. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana yang disebut
wajar itu? Dengan standard apa pengukur menilai wajar tidaknya kerja seorang
operator?
Biasanya, melalui pengamatan seorang pengukur dapat melihat bagaimana hal
tersebut ditunjukkan opertor. Dalam kehidupan sehari haripun hal ini sering bisa kita
rasakan yaitu bila di suatu waktu melihat seorang sedang bekerja. Dalam waktu yang
tidak terlampau lama kita dapat menyatakan, misalnya orang tersebut bekerjanya
lambat atau sangat cepat. Ketepatan penilaian, pengukur akan lebih teliti bila dia telah
cukup berpengalaman apalagi bila bagi jenis pekerjaan yang sedang diukur. Memang
pengalaman banyak menentukan, karena melalui pengalamanlah mata dan indera lain
akan terlatih dalam memberikan penilaian. Semakin berpengalaman seorang pengukur,
semakin peka inderanya dalam melakukan penyesuaian.
Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat
mempelajari bagaimana bekerjanya seorang operator yang dianggap normal itu yaitu;
jika seorang operator yang dianggap berpengalaman bekerja tanpa usaha usaha yang
berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan
menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaanya.
Walaupun usaha-usaha membakukan konsep bekerja wajar telah dilakukan,
namun penyesuaian tetap tampak sebagai suatu yang subjektif. Memang hal inilah
yang dipandang sebagai kelemahan pengukuran waktu dilihat secara ilmiah. Namun
bagaimanapun

penyesuaian

harus

dilakukan

karena

ketidak

wajaran

yang

menghasilkan ketidak normalan data merupakan suatu hal yang bisa terjadi.
Sehubungan dengan faktor penyesuaian dikembangkanlah cara untuk mendapatkan
harga p termasuk cara-cara yang berusaha seobjektif mungkin.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

2.2. Beberapa Cara Menentukan Faktor Penyesuaian


Cara persentase adalah cara yang merupakan cara yang paling awal digunakan
dalam melakukan penyesuaian. Disini besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya di
tentukan oleh pengukur melalui pengamatan selama melakukan pengukuran. Jadi
sesuai pengukuran dia menentukan harga p yang menurut pendapatnya akan
menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus. Misalnya di
pengukur berpendapat bahwa p = 110%. Jika waktu siklusnya terlah terhitung sama
dengan 14,6 menit, maka waktu normalnya:
Wn =

14,6 x 1,1 = 16,6 menit

Terlihat bahwa penyesuaiannya diselesaikan dengan cara yang sangat


sederhana. Memang cara ini merupakan cara yang paling mudah dan sederhana,
namun segera pula terlihat adanya kekurang ketelitian sebagai akibat dari kasarnya
cara penilaian. Bertolak dari kelemahan ini dikembangkanlah cara cara lain yang
dipandang sebagai cara yang lebih objektif. Cara-cara ini umumnya memberikan
patokan yang dimaksudkan untuk mengarahkan penilain pengukur terhadap kerja
operator. Akan dikemukakan beberapa cara tersebut yaitu cara

Shummard,

Westinghouse dan objektif.


A. Cara Shummard
Cara

Shummard

memberikan

patokan-patokan

melalui

kelas

kelas

performence kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri ( lihat tabel 9.1 ).
Disini pengukur diberi patokan untuk menilai performance kerja operator menurut kelas
kelas Superfast, Fast +, Fast, Fast - , Excellent dan seterusnya. Seorang yang
dipandang bekerja normal diberi nilai 60, dengan nama performance kerja yang lain
dibandingkan untuk menghitung faktor penyesuaian. Bila performance seorang operator
dinilai Excellent maka dia mendapat nilai 80, dan karenanya faktor penyesuaiannya
adalah

p = 80/60 = 1,33

Jika waktu siklus rata - ratanya sama dengan 270,4 detik, maka waktu normalnya :
Wn =

270,4 x

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

1,33

359,63 detik

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

B. Cara Westinghouse
Berbeda dengan cara Shumard diatas, cara Westinghouse mengarahkan
penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidak wajaran
dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja dan Konsistensi, Setiap faktor
terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilai masing - masing.
Keterampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang
ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ketingkat
tertentu saja. Tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan
pekerjaan yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan aptitude
pekerja untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan dapat juga menurun yaitu
bila telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab
lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pangaruh
lingkungan sosial dan sebagainya.
Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan
ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan pada buku acuan 1.
Secara keseluruhan tampak pada kelas-kelas diatas bahwa yang membedakan kelas
keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri,
koordinasi, irama gerakan, bekas bekas latihan dan hal hal yang serupa. Dengan
pembagian ini pengukur akan lebih terarah dalam menilai kewajaran pekerja di lihat dari
segi keterampilannya. Karenanya faktor penyesuaian yang nantinya diperoleh dapat
lebih efektif.
Untuk usaha atau Effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas
dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan
yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Untuk
keperluan penyesuaian usaha dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap
kelas seperti yang dikemukakan pada buku acuan 1.
Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha.
Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja yang mempuyai keterampilan rendah bekerja
dengan usah yang lebih sungguh sungguh sebagai imbangnya. Kadang kadang usaha
ini begitu besarnya sehingga tampak berlebihan dan tidak banyak menghasilkan.
Sebaliknya seseorang yang mempunyai keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan
usaha yang tidak mendukung dihasilkannya performance yang lebih baik lagi. Jadi

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

walaupun hubungan antara kelas tinggi pada keterampilan dengan usaha tampak erat
sebagaimana juga dengan kelas-kelas rendahnya (misalnya Excellent dengan
Excellent, Fair dengan Fair dan sebagainya), kedua faktor ini adalah hal - hal yang
dapat

terjadi

secara

terpisah

didalam

pelaksanaan

pekerjaan.

Karena

cara

Westinghouse memisahkan faktro keterampilan dari usaha dalam rangka penyesuaian.


Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse adalah
kondisi fisik lingkugnannya seperti keadaan pencahayaan ,temperatur dan kebisingan
ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha dan konsisten merupakan
apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupkan suatu operator yang
diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab
itu faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen, karena pihak inilah yang
dapat dan berwenang merubah atau memperbaikinya.
Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu Ideal, Excellent, Good, Average,
Fair dan Poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena
berdasarkan karakteristiknya masing-masing pekerjaan membutuhkan kondisi ideal
sendiri-sendiri. Suatu kondisi yang dianggap good untuk suatu pekerjaan dapat saja
dirasakan sebagai fair atau bahkan poor bagi pekerjaan yang lain. Pada dasarnya
kondisi ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan,
yaitu memungkinkan performance maksimal dari pekerja. Sebaliknya kondisi poor
adalah kondisi lingkungan yang tidak membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat
menghambat pencapaian performace yang baik. Sudah tentu suatu pengetahuan
tentang keadaan bagimana yang disebut ideal, dan bagaimana pula yang disebut poor
perlu dimiliki agar penilian terhadap kondisi kerja dalam rangka melakukan penyesuaian
dapat dilakukan denan seteliti mungkin.
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau Consistency. Faktor
ini perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angkaangka yang dicatat tidak pernah semuanya sama; waktu penyelesaian yang ditunjukkan
pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus kesiklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan
dari hari ke hari. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul,
tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Sebagaimana
halnya dengan faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas yaitu :
Perfect, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor. Seseorang yang bekerja perfect
adalah yang teoritis mesin atau pekerjaan yang waktunya dikendalikan mesin
merupakan contoh dimana variasi waktu tidak diharapkan terjadi. Sebaliknya konsistensi

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

yang poor terhadi bila waktu waktu penyelesaiannya berselisih jauh dari rata rata secara
acak. Konsistensi rata-rata atau average adalah bila selisih antara waktu penyelesaian
dengan rata-ratanya tidak besar walaupun ada satu dua yang letaknya jauh.
Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor-faktor diatas
diperhatikan pada tabel 9.2. Dalam menghitung faktor penyesuaian, bagi keadaan yang
dianggap wajar diberi harga p = 1, sedangkan terhadap penyimpangan dari keadaan ini
harga p nya ditambah dengan angka - angka yang sesuai dengan ke empat faktor
diatas. Sebagai contoh jika waktu siklus rata-rata sama dengan 124,6 detik dan waktu
ini dicapai dengan keterampilan pekerja yang dinilai fair (E1). Usaha good (C2), kondisi
excellent (B) dan konsistensi poor (F), maka tambahan terhadap p = 1 adalah :
Keterampilan

: Fair (E1)

Usaha

: Good (C2)

= + 0,02

Kondisi

: Excellent (B

= + 0,04

Konsistensi

: Poor (F)

= - 0,04

Jumlah
Jadi

= - 0,05

= (1- 0,03)

- 0,03

atau p = 0,97 sehingga waktu normalnya :

Wn = 270,4 x 0,97 = 262,29 detik


Agar diperhatikan oleh para pembaca bahwa p yang besarnya sama dengan
0,97 bukanlah sekedar hasil penjumlahan nilai dari kelas kelas yang bersangkutan tetapi
juga merupakan hasila interaksi dari kelas kelas keempat faktor tersebut. Artinya nilainilai tersebut hanya dapat berlaku setelah dijumlahkan (baca : diinteraksikan) satu sama
lain. Jika penilian hanya dilakukan terhadap sebagian dari 4 faktor tersebut, angka angka tersebut tidak berlaku, dan tentunya akan memberikan harga p yang tidak wajar.
C. Cara Objektif
Akhirnya sampailah kita dengan cara penyesuaian terakhir yang akan dibahas di
sini yaitu cara objektif yaitu cara yang memperhatikan 2 faktor: kecepatan kerja dan
tingkat kesulitan pekerjaan. Kedua faktor inilah yang dipandang secara bersama-sama
menentukan berapa besarnya heraga p untuk mendapatkan waktu normal. Kecepatan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Disini
pengukur harus melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang
ditunjukkan oleh operator. Jika operator bekerja dengan kecepatan wajar kepadanya
diberi nilai satu; atau p1 = 1. Notasi p adalah bagian dari faktor penyesuaian yaitu untuk
kecepatan kerjanya. Jika kecepatan dianggap terlalu tinggi maka p 1 > 1 dan sebaliknya
p1 < 1 jika terlalu lambat. Cara menentukan besarnya p , ini tidak berbeda dengan cara
menentukan faktor penyesuaian dengan cara presentase yang telah dibicarakan diatas.
Perbedaannya terletak pada yang dinilainya. Pada yang ditulis terakhir yang dinilai
adalah keadaan keseluruhan yaitu semua keadaan yang dianggap berpengaruh pada
kewajaran kerja, sedangkan pada cara objektif yang dinilai hanya kecepatannya saja.
Untuk kesulitan kerja disediakan sebuah tabel yang menunjukkan berbagai
keadaan kesulitan kerja seperti apakah pekerjaan tersebut. Memerlukan banyak
anggota badan, apakah ada pedal kaki dan sebagainya. Ini semua diperlihatkan pada
tabel 9.3. Angka angka yang ditunjukukan disini adalah dalam perseratus dan jika nilai
dari setiap kondisi kesulitan kerja yang bersangkutan dengan pekerjaan yang sedang
diukur dijumlahkan atan menghasilkan p2 yaitu notasi bagi bagian penyesuaian objektif
untuk tingkat kesulitan pekerjaan. Jadi jika untuk satu pekerjaan diperlukan gerakangerakan lengan bagian atas, siku, pergelangan tangan dari jari (C), tidak ada pedal kaki
(F), kedua tangan bekerja bergantian (H), koordinasi mata dengan tangan sangat dekat
(L), alat yang dipakai hanya memerlukan sedikit control (0)), dan berat benda yang
ditangani 2,3 kg, maka :
Bagian badan yang dipakai

C-2

Pedal kaki

F=0

Cara menggunakan kekuatan tangan

H=0

Koordinasi mata dengan tangan

L=7

Peralatan

0=1

Berat

Jumlah

B - 5 = 13
= 23

Sehingga p2 = (1+ 0,23) atau p2 = 1,23


Faktor penyesuaian dihitung dengan :
p

p1 x p2

Jadi kalau p1 telah dinilai besarnya sama dengan 0,9 maka faktor penyesuaian untuk
operator yang bersangkutan adalah: p = 0,9 x 1,23 = 1,11

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

Jadi p = 1,11

sehingga waktu normalnya :

Wn = 270,4 x 1,11 = 300,14 detik


Telah dikemukakan

bahwa cara Shummard, Westinghouse dan obyektif

dimaksudkan untuk lebih mengobyektifkan penyesuaian karena cara presentase sangat


dipengaruhi oleh subyektifitas pengukur. Memang pada cara yang disebut terakhir,
seorang pengukur melakukan penilian keseluruhan, yaitu menilai semua faktor yang
dianggap berpengaruh sekali. Dengan cara ini pengukur tidak mempunyai sistematika
yang jelas sehingga jika dia memberi harga p = 1,20 dan kepadanya ditanyakan
seberapa (misalnya) besar faktor kondisi telah diperhitungkan dalam angka tersebut, ia
akan sulit menjawabnya
Bila pekerjaan yang sama dinilai secara Westinghouse misalnya, pengukur
diarahkan penilaiannya melalui faktor-faktor yang berpengaruh dan melalui kelas-kelas
dari setiap faktor. Dengan cara seperti ini mungkin saja diperoleh p = 1,28 atau p = 1,16
yang berbeda dengan p yang dipeoleh dengan cara persentase. Tidaklah mudah untuk
menyatakan yang mana yang lebih baik karena keduanya tetap diperoleh dari penilaian
pribadi pengukur.Bagaimanapun perbedaan terdapat diantara cara-cara diatas jelas
kiranya bahwa cara-cara seperti Shummard, Westinghouse, objekti dan lain-lain,
dimaksudkan untuk lebih mengobjektifkan cara. Dan memang dirasakan lebih objektif.
Tabel 9.1.
FAKTOR PENYESUAIAN MENURUT CARA SHUMARD
KELAS
Superfast
Fast +
Fast
Fast Excellent
Good +
Good
Good Normal
Fair +
Fair
Fair Poor

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

PENYESUAIAN
100
95
90
85
80
75
70
65
60
55
50
45
40

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

Tabel 9.2.
PENYESUAIAN MENURUT WESTINGHOUSE
FAKTOR
KETERAMPILAN

KELAS
Superskill

+
+
+
+
+
+

A1
A2
B1
B2
C1
C2
D
E1
E2
F1
F2

+
+
+
+
+
+

Ideal
Excellenty
Good
Average
Fair
Poor

A
B
C
D
E
F

+
+
+

Perfect
Excellenty
Good
Average
Fair
Poor

A
B
C
D
E
F

+
+
+

Good
Average
Fair
Poor
Excessive
Excellent
Good
Average
Fair
Poor
KONDISI
KERJA

KONSISTENSI

PENYESUAIAN

A1
A2
B1
B2
C1
C2
D
E1
E2
F1
F2

Excellent

USAHA

LAMBANG

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

0,15
0,13
0,11
0,08
0,06
0,03
0,00
0,05
0,10
0,16
0,22
0,13
0,12
0,10
0,08
0,05
0,02
0,00
0,04
0.08
0,12
0,17
0,06
0,04
0,02
0,00
0,03
0,07
0,04
0,03
0,01
0,00
0,02
0,04

ANALISA PERANCANGAN KERJA

Tabel. 9.3
PENYESUAIAN MENURUT TINGKAT KESULITAN, CARA OBYEKTIF
KEADAAN

LAMBANG

PENYESUAIAN

A
B
C
D
E
E2

0
1
2
5
8
10

H2

18

I
J
K
L
M

0
2
4
7
10

N
O
P
Q
R

0
1
2
3
5

ANGGOTA BADAN TERPAKAI


Jari
Pergelangan tangan dari jari
Lengan bawah, pergerlangan tangan dan jari
Lengan atas, lengan bawah dsb.
Badan
Mengangkat beban dari lantai dengan kaki
PEDAL KAKI
Tanpa pedal, atau satu pedal dengan
sumbu dibawah kaki
Satu atau dua pedal dengan sumbu
tidak dibawah kaki
PENGGUNAAN TANGAN
Kedua tangan saling bantu atau
bergantian
Kedua tangan mengerjakan gerakan
yang samap pada saat yang sama
KOORDINASI MATA DENGAN TANGAN
Sangat sedikit
Cukup dekat
Konstan dan dekat
Sangat dekat
Lebih kecil dari 0,04 cm
PERALATAN
Dapat ditangani dengan mudah
Dengan sedikit kontrol
Perlu kontrol dan penekanan
Perlu penanganan hati hati
Mudah pecah, patah

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

10

Tabel. 9.3 (Lanjutan)


PENYESUAIAN MENURUT TINGKAT KESULITAN, CARA OBYEKTIF

KEADAAN

LAMBANG

PENYESUAIAN

BERAT BADAN (Kg)


tangan
0,45
0,90
1,35
1,80
2,25
2,70
3,15
3,60
4,05
4,50
4,95
5,40
5,85
6,30

B-1
B-2
B-3
B-4
B-5
B-6
B-7
B-8
B-9
B-10
B-11
B-12
B-13
B-14

2
5
6
10
13
15
17
19
20
22
24
25
27
28

kaki
1
1
1
1
3
3
4
5
6
7
8
9
10
10

2.3. Konsep Faktor Kelonggaran


Didalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan
menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-ratanya. Pada modul lalu
telah ditunjukkan bagaimana langkah-langkah sebelum dan pada saat-saat pengukuran
seharusnya dilakukan. selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan
penyesuaian, satu hal lain yang kerapkali

terlupakan adalah menambahkan

kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan.


Kelonggaran

diberikan

untuk

tiga

hal

yaitu

untuk

kebutuhan

pribadi,

menghilangkan rasa fatique, dan hambatan - hambatan yang tidak dapat dihindarkan.
Ketiganya ini merupakan hal - hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang
selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya sesuai
pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

11

A. Kelonggaran Untuk Kebutuhan Pribadi


Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum
sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap-cakap dengan
teman sekerja untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam kerja.
Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak; tidak bisa misalnya,
seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau melarang pekerja untuk
sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam-jam kerja. Larangan demikian tidak
saja merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang
wajar) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak
akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktivitasnya
menurun.
Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti berbeda
beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai
kerakteristik sendiri-sendiri dengan tuntutan yang berbeda beda. Penelitian yang
khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnya kelonggaran ini secara tepat seperti
dengan sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis. Berdasarkan penelitian ternyata
besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dari pekerja wanita; misalnya untuk
pekerjaan-pekerjaan ringan pada kondisi-kondisi kerja normal pria memerlukan 2 - 2,5
dan wanita

5% (persentase ini adalah dari waktu normal). Tabel 9.4 menunjukkan

besarnya kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dan untuk menghilangkan rasa fatique
untuk berbagai kondisi kerja.
B. Kelonggaran Untuk Menghilangkan Rasa Fatique
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah
maupun kwalitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran
ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada
saat-saat mana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam
menentukan pada saat-saat mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh
timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinnan lain yang dapat
menyebabkannya.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

12

Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan
performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal
dan ini akan menambahkan rasa fatique. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya
akan terjadi fatique total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat
melakukan gerakan sama sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal demikian jarang
terjadi karena berdasarkan pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya
sedemikian rupa sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditunjukkan untuk
menghilangkan rasa fatique ini.
Pada modul ini antara lain membahas macam dan sebab-sebab fatique. Disini di
tunjukkan bagaimana pendekatan-pendekatan dilakukan untuk menghitung masalahmasalah fatique. Dalam bab tersebut dikemukakan pula bagaimana fatique merupakan
hal yang akan terjadi pada diri seorang sebagai akibat melakukan pekerjaan. Karena
itulah kelonggaran untuk melepaskan rasa lelah karena fatique ini perlu ditambahkan.
Besarnya kelonggaran ini dan kelonggaran untuk kebutuhan pribadi ditunjukkan pada
tabel 9.4.
C. Kelonggaran Untuk Hambatan-Hambatan Tak Terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai
hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan
dan menganggur dengan sengaja ada pula hambantan yang tidak dapat dihindarkan
karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Bagi hambatan yang
pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya, sedangkan bagi yang terakhir
walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan
karenanya harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku.
Beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah :
- Menerima atau meninta petunjuk kepada pengawas
- Melakukan penyesuaian - penyesuaian mesin
- Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang
patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.
- Mengasah peralatan potong
- Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang
- Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

13

- Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.


Besarnya hambatan untuk kejadian-kejadian situ sangat bervariasi dari suatu
pekerjaan ke pekerjaan lain bahkan dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lain karena
banyaknya penyebab seperti mesin, kondisi mesin, prosedur kerja, ketelitian suplai alat
dan bahan dan sebagainya. Salah satu cara yang baik yang biasanya digunakan untuk
menentukan besarnya kelonggaran bagi hambantan tak terhindarkan adalah dengan
melakukan sampling pekerjaan yang tekniknya dibahas dalam modul yang akan datang.
2.4. Menentukan Faktor Kelonggaran
Langkah pertama adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga hal diatas
yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan yang tak
terhindarkan. Dua hal yang pertama antara lain dapat diperoleh dari tabel 9.4 yaitu
dengan

memperhatikan

kondisi-kondisi

yang

sesuai

dengan

pekerjaan

yang

bersangkutan. Untuk yang ketiga dapat diperoleh melalui pengukuran khusus seperti
sampling pekerjaan. Kesemuanya, yang biasanya masing-masing dinyatakan dalam
presentase dijumlahkan; dan kemudian mengalihkan jumlah ini dengan waktu normal
yang telah dihitung sebelumnya.
Misalkan suatu pekerjaan yang sangat ringan yang dilakukan sambil duduk
dengan gerakan-gerakan yang terbatas, membutuhkan pengawasan mata terus
menerus dengan pencahayaan yang kurang memadai, temperatur dan kelembaban
ruangan normal, sirkulasi udara baik, tidak bising. Dari tabel didepan didapat prosentase
kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dan untuk fatique sebagai berikut :
(7 + 0 + 3 + 5 + 2,5 + 0 + 2) %

19,5%

Jika dari sampling pekerjaan didapatkan bahwa kelonggaran untuk hambatan yang tidak
terhindarkan adalah 5% maka kelonggaran total yang harus diberikan untuk pekerjaan
itu adalah (19,5 + 5) % = 24,5%.
Jika waktu normalnya telah dihitung sama dengan 5,5 menit, maka waktu bakunya
adalah :

5,5 + 0,245 (5,5) = 6,85 menit.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

14

Menentukan faktor kelonggaran dengan mengamati kondisi operator dan


pekerjaannya serta lingkungan kerjanya.
Misalnya suatu pekerjaan :

FAKTOR

Kelonggaran %

Kelonggaran %

Contoh pekerjaannya

Ref.

Diambil

A
B
C
D
E
F
G

Tenaga yg dikeluarkan
sangat ringan
Sikap Kerja
duduk
Gerakan kerja
agak terbatas
Kelelahan Mata
terus menerus
Keadaan Temperatur T. Ker.
temperatur normal
Keadaan atmosfir
siklus udara baik
Keadaan lingkungan baik
tidak bising, berulang 2
Sub total
Kebutuhan pribadi
Wanita
Hambatan yg tak terhidarkan
Total kelonggaran

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

6,0 7,5

0,0 1,0

0,0 5,0

2,0 5,0

0,0 5,0

2,5

1,0 3,0

2,0 5,0

19,5
2,5
2,5
24,5

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

15

Tabel 9.4 . BESARNYA KELONGGARAN BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR


YANG BERPENGARUH
FAKTOR
A. TENAGA YG
DIKELUARKAN
1. Dapat diabaikan
2. Sangat ringan
3. Ringan
4. Sedang
5. Berat
6. Sangat berat
7. Luar biasa berat
B. SIKAP KERJA
1. Duduk
2. Berdiri diatas dua kaki
3. Berdiri diatas satu kaki
4. Berbaring
5. Membungkuk
C. GERAKAN KERJA
1. Normal
2. Agak terbatar
3. Sulit
4. Pada anggota badan
terbatas
5. Seluruh anggota badan
terbatas
D. KELELAHAN MATA
*)
1. Pandangan yg
terputus-putus
2. Pandangan yg hampir
terus menerus
3. Pandangan terus
menerus dgn fokus
berubah-ubah
4. Pandangan terus
menerus dgn fokus
tetap

CONTOH PEKERJAAN

KELONGGARAN ( % )
EKIVALEN BEBAN
RIA

Bekerja dimeja, duduk


Bekerja dimeja, berdiri
Menyekop , ringan
Mencangkul
Mengayun palu yg berat
Memanggul beban
Memanggul karung berat

tanpa beban
0,00-2,25 kg
2,25-9,00
9,00-18,00
19,00-27,00
27,00 50,00
Diatas 50 kg

Bekerja dudu, ringan


Badan tegak, ditumpu dua kaki
Satu kaki mengerjakan alat kontrol
Pada bagian sisi , belakang atau depan
badan
Badan dibungkukkanbertumpu pada
dua kaki

0,0
1,0
2,5
2,5

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

0,0- 6,0
6,0- 7,5
7,5-16,0
16,0- 30,0

1,0
2,5
4,0
4,0

4,0 - 10,0

Ayunan bebas dari palu


Ayunan terbatas dari palu
Membawa beban berat dengan satu
tangan
Bekerja dengan tangan diatas kepala
Bekerja dilorongpertambangan yg
sempit

Membawa alat ukur


Pekerjaan-pekerjaan yang teliti
Memeriksa cacat-cacat pada kain
Pemeriksaan yang sanga teliti

0,0- 6,0
6,0-7,5
7,5-12,0
12,0-19,0
19,0-30,0
30,0-50,0

WANITA

0
0 - 5
0- 5
5 - 10
10 - 15
PENCAHAYAAN
BAIK
0,0 - 6,0

BURUK
0,0 - 6,0

6,0 - 7,5

6,0 - 7,5

7,5 - 12,0

7,5 - 16,0

19,0 - 30,0

16,0 - 30,0

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

16

Tabel 9. 4 . BESARNYA KELONGGARAN BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR


YANG BERPENGARUH ( LANJUTAN )

FAKTOR

KELONGGARAN (% )

E. KEADAAN TEMPERATUR TEMPAT KERJA **)


TEMPERATUR ( C)
1. Beku
dibawah 0

KELEMBABAN
NORMAL
BERLEBIHAN

2. Rendah

0 - 13

Diatas 10

diatas 12

3. Sedang

13 - 22

10 5

12 - 5

4. Normal

22 - 28

50

8-0

5. Tinggi

28 - 38

05

0-8

5 40

8 - 100

6. Sangat tinggi

diatas 38

Diatas 40
F. KEADAAN ATMOSFER ***)
1. Baik
Ruang yg bervintilasi baik, udara segar
2. Cukup
Vintilasi kurang baik, ada bau-bauan
3. Kurang baik Adanya debu beracun atau tidak beracun tapi
banyak
4. Buruk
Adanya bau-bauan berbahaya harus
menggunakan alat pernafasan

diatas 100
0
05
5 10
10 20

G.KEADAAN LINGKUNGAN YANG BAIK


1. Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah
2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5 10 detik
3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0 5 detik
4. Sangat bising
5. Jika faktor yg berpengaruh dapat menurunkan kualitas
6. Terasa adanya getaran lantai
7. Keadaan yg luar biasa (bunyi, kebersihan dll)

0
01
13
05
05
5 10
5 10

*) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan


**) Tergantung juga pada keadaan ventilasi
***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim
Catatan pelengkap : kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi : Pria = 2 2,5 % dan
Wanita = 2 5 %

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

17

Buku Acuan :
1. Iftikar Z. Sutalaksana , Teknik Tata Cara Kerja , ITB , Bandung
2. Barnes R. M, Motion and Time Study - Design and Measurement of Work
, John Wiley & Sons .Inc, New York.
3. Kazarian E. A. Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and
Institutions , Avi Publishing Company, Inc. Westport , Connecticut ,
Michigan.
4. Eko Nurmianto , Ergonomi , Konsep Dasar dan Aplikasinya , ITSN ,
Surabaya.
5. Wignjosoebroto Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu ITSN ,
Surabaya.
6. Tarwaka, Solichul, Lilik S , Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja
dan produktivitas

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Torik Husein

ANALISA PERANCANGAN KERJA

18

Anda mungkin juga menyukai