Anda di halaman 1dari 16

Bab I

Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Ilmu fisika telah digunakan dan diterapkan oleh manusia berabad-abad sebelum Masehi.
Catatan sejarah menyabutkan bahwa perkembangan ilmu fisika dimulai sekitar 2400 SM,
ketika kebudayaan harapan menggunakan suatu benda untuk memperkirakan sudut bintang di
angkasa. Sejak saat itu, ilmu fisika telah berkembang dengan sangat pesat dan penerapannya
pun tidak hanya pada ilmu fisika itu sendiri.

Penerapan ilmu fisika telah berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu tersebut.
Berbagai disiplin ilmu kini juga berkaitan dengan fisika dan membutuhkan ilmu fisika, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu contohnya yaitu keterkaitan antara ilmu
fisika dengan dunia farmasi. Keterkaitan tersebut dapat ditunjukkan pada salah satu sifat
fisika, yaitu difusi, osmosis, dan disolusi dengan ilmu farmasi. Pada penerapannya pun,
difusi, osmosis,dan disolusi memegang peranan penting karena berkaitan dengan berbagai
bentuk sediaan dan formulasi obat.

Oleh karena itu, ilmu fisika sangat penting untuk dipahami. Hal ini sangat penting dalam
penerapannya untuk mendukung seorang farmasis menghasilkan produk farmasi dengan
konsistensi yang baik dan dengan kualitas terjamin. Matakuliah Fisika Farmasi berisi pokokpokok bahasan konsep dasar sifat fisikokimia molekul obat, kinetika,dan orde reaksi,
kelarutan dan factor yang mempengaruhinya, difusi dan disolusi, stabilitas (fungs dan cara
penentuannya), pengertian tentang fenomena antar permukaan dan penentuang tegangan
permkaan, system dispersi (koloid, emulsi, dispersi padat), pengertian rheologi dan viskositas
serta hubungannya dalam FARMASI, mikrometrik, sifat-sifat fsica senyawa berbentuk
serbuk.

1.2 Rumusan Masalah


- Apakah definisi difusi?
-Apa saja tipe tipe difusi?
-Apakah definisi disolusi?
-Apa definisi dari kecepatan larut?
-Apa saja faktor faktor yang mempengaruhi disolusi?

1.3 Tujuan
- Mengetahui definisi difusi
- Mengetahui Tipe tipe Difusi
- Mengetahui Definisi dari Disolusi
- Mengetahui Pengertian Kecepatan Pelarutan
- Mengetahui Faktor Faktor Disolusi

Bab II
Pembahasan
A. Definisi Difusi

Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang
dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan dengan adanya perbedaan
konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, misalnya suatu membran polimer, merupakan
suatu cara yang mudah untuk menyelidiki proses difusi. Perjalanan suatu zat melalui suatu
batas bisa terjadi oleh suatu permeasi molekul sederhana atau oleh gerakan melalui pori dan
lubang (saluran). Difusi molecular atau permeasi melalui media yang tidak berpori
bergantung pada disolusi dari molekul yang menembus dalam keseluruhan membrane.
Sedang proses difusi perjalanan suatu zat melalui pori suatu membran yang berisi pelarut,
serta dipengaruhi oleh ukuran relative molekul yang menembusnya serta diameter dari pori
tersebut.

Perbedaan konsentrasi (suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke
bagian yang berkonsentrasi rendah) yang ada pada dua larutan disebut gradien konsentrasi.
Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai
keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadiwalaupun tidak ada
perbedaan konsentrasi. Contoh yang sederhana adalah pemberian gula pada cairan teh tawar.
Lambat laun cairan menjadi manis. Contoh lain adalah uap air dari cerek yang berdifusi
dalam udara. Difusi yang paling sering terjadi adalah difusi molekuler. Difusi ini terjadi
jikaterbentuk perpindahan dari sebuah lapisan (layer) molekul yang diam dari solid atau
fluida. Dalam mengambil zat-zat nutrisi yang penting dan mengeluarkan zat-zat yang tidak
diperlukan, sel melakukan berbagai jenis aktivitas, dan salah satunya adalah difusi.

Ada dua jenis difusi yang dilakukan, yaitu difusi biasa dan difusi khusus. Difusi biasa
terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekulyang hydrophobic atau tidak berpolar /
berkutub. Molekul dapat langsung berdifusi ke dalam membran plasma yang terbuat dari
phospholipids. Difusi seperti ini tidak memerlukan energi atau ATP (Adenosine TriPhosphate). Difusi khusus terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekul yang
hydrophilic atau berpolar dan ion. Difusi seperti ini memerlukan protein khusus yang
memberikan jalur kepada partikel- partikel tersebut ataupun membantu dalam perpindahan
partikel. Hal ini dilakukan karena partikel-partikel tersebut tidak dapat melewati membran
plasma dengan mudah. Protein-protein yang turut campur dalam difusikhusus ini biasanya
berfungsi untuk spesifik partikel.
Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih
rendah.
Contoh difusi :
a. Difusi gas
b. Difusi air
Hukum I Ficks :
Q = - D dc/dx
Ket :
D

= Koofisien Difusi (cm2/det)

= Jumlah materi yang berdifusi perwaktu dalam suatu area

dc/dx = Perubahan Konsentrasi obat dalam membran.

Kecepatan Difusi
Hukum II Ficks:
ds/dt = kA(Cl-C0) h-1
ket :
s = Jumlah substansi yang berdif
t

= Waktu

K = Konstanta zat yang berdifusi

A = Area membran
h = Ketebalan membran
ds/dt =Kecepatan difusi disolusi
C1 = Konsentrasi pada salah satu sisi
C0 = Konsentrasi pada sisi lain

Ada beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi, yaitu:

Ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel itu akan
bergerak, sehinggakecepatan difusi semakin tinggi.

Ketebalan membran. Semakin tebal membran, semakin lambat kecepatan difusi.

Luas suatu area. Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan difusinya.

Jarak. Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat kecepatan
difusinya.

Suhu. Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energy untuk bergerak dengan
lebih cepat. Maka, semakin cepat pula kecepatan difusinya.

Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien difusi, viskositas dan
ketebalan membran. Di samping itu difusi pasif dipengaruhi oleh koefisien partisi, yaitu
semakin besar koefisien partisi maka semakin cepat difusi obat.

B. Tipe Difusi

Awalnya konsentrasi difusan di kompartemen kiri akan turun, dan konsentrasi


dikompartemen kanan naik sampai terjadi kesetimbangan. Setelah sistem berada selama
periode waktu yang cukup, konsentrasi difusan pada kedua kompartemen mjd konstan thd
waktu walaupun jumlahnya tidak sama. Penetrasi senyawa melalui membrane dapar terjadi
sebagai:

Difusi (pasif murni)


5

Difusi terfasilitsi (melalui pembawa)

Transpor aktif atau Pinositosis, fagositosis, dan persorpsi.

Difusi pasif pH partisi hipotesis

Difusi pasif menyangkut senyawa yang dapat larut dalam komponenpenyususun


membran. Karena ini menyangkut difusi murni, maka difusi ini tidak dapat dihambat
olehsenyawa analog dan melalui blockade metabolisme. Dilihat secara kuantitatif, difusi pada
pengambilan bahan ke dalam organisme terjadi terutama melalui matriks lipid. Karena itu,
kelarutan senyawa yang diabsorpsi dalam lemak memegang peranan yang menonjol. Pori
yang terdapat dalam membran hanya memiliki arti tertentu untuk absopsi senyawa
nonelektrolit yang sukar larut dalam lemak serta senyawa yang terionisasi sempurna dengan
bobot molekul rendah. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi atau
elektrokimia tanpa memerlukan energi, sehingga mencapai keseimbangan dikedua sisi
membran. Waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan tersebut mengikuti hukum
Fick:
V = P (Ce-Ci),
P adalah tetapan permeabilitas, sedangkan Ce dan Ci adalah konsentrasi pada kedua
kompartemen.

Jadi konsentrasi (C) senyawa dikedua sisi membran berpengaruh pada proses
penembusan, tetapi perlu ditekankan bahwa hanya fraksi bebas dari zat aktif yang
diperhitungkan dalam perbedaan konsentrasi. Sesungguhnya (masalah ini dibahas lagi pada
studi penyebaran obat) banyak molekul-molekul yang memberikan aktivitas terapetik,
menunjukkan afinitas terhadap bahan biologis khususnya protein yang terdapat dalam suatu
kompartemen. Kombinasi zat aktif-protein yang terbentuk tersebut tidak dapat berdifusi
karena alas an bobot molekulnya. Dalam hal ini hanya fraksi bebas yang dapat berdifusi:
rantai protein merupakan faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi laju difusi melalui
membran.

Tetapan permeabilitas P tergantung pada membran dan molekul obat. Jadi persamaan difusi
6

transmembran yang berikut ini:


V = P (Ce-Ci),
dapat ditulis V = Catatan: D adalah koefesien
difusi molekul, K adalah koefisien partisi A dan X adalah luas permukaan dan
tebal membran.
Jadi koefisien difusi molekul terkait dengan ukuran molekul: molekul yang ukurannya
kecil akan berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan yang berukuran lebih besar dan
sebaliknya. Tetapi hal yang lebih penting berkaitan dengan tetapan permeabilitas adalah
koefisien partisi antara fase lipida dan fase air yang terletak di kedua sisi membran. Koefisien
partisi didefinisikan:
K = Bila molekul semakin larut-lemak,maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi
transmembran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase
lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal
tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif.

Kebanyakan zat aktif merupakan basa atau asam organik, maka dalam keadaan terlarut
sebagian molekul berada dalam bentuk terionkan dan sebagian dalam bentuk tak terionkan.
Jika ukuran molekul tidak dapat melalui kanal- kanal membran, maka polaritas yang kuat dari
bentuk terionkan akan menghambat proses difusi transmembran. Hanya fraksi zat aktif yang
tak terionkan dan larut dalam lemak yang dapat melalui membran dengan cara difusi pasif.

Pentingnya faktor-faktor yang berpengaruh pada difusi transmembran dari suatu molekul
(derajat ionisasi molekul, pH kompartemen) digarisbawahi dalamTEORI DIFUSI NON
IONIK ATAU HIPOTESA pH PARTISI. Untuk obat yang zat aktifnya merupakan garam
dari asam kuat atau basa kuat, derajat ionisasi berperan pada hambatan difusi transmembran.
Sebaliknya untuk elektrolit lemah berupa garam yang berasal dari asam lemah atau basa
lemah yang sedikit terionisasi, maka difusi melintasi membrane tergantung kelarutan bentuk
tak terionkan di dalam lemak, jumlah bentuk yang tak terionkan (satu- satunya yang
berpengaruh pada konsentrasi), serta derajat ionisasi molekul.

Derajat ionisasi tergantung pada dua faktor, (persamaan Henderson Hasselbach ) yaitu:

Tetapan disosiasi daru senyawa atau pKa (pH dimana bentuk terionkan dan bentuk
tak terionkan jumlahnya sama)

pH cairan dimana teradpat molekul zat aktif; pH dikedua sisi dapat berbeda.

Untuk asam: pH = pKa + log


Untuk basa: pH = pKb + log

Pada setiap molekul tertentu, perjalan lintas-membran sangat berbeda pada setiap daerah
saluran perncernaan, karena pH saluran cerna beragam antara 1-3,5 untuk lambung, 5-6 untuk
duodenum dan 8 pada ileum. Penyerapan efektif terutama terjadi pada bentuk yang tak
terionkan yaitu zat aktif bersifat asam lemah pada lambung, sedangkan difusi basa lemah di
lambung akan berkurang, namun penyerapannya didalam usus halus menjadi sangat berarti
karena bentuk tak terionkan yang larut-lemak terdapat dalam jumlah yang banyak.

pH = pKa + log

Terori ini secara nyata diterapkan dalam penyerapan zat aktif lainnya, yaitu pada
penetrasi zat aktif ke dalam tubuh, juga pada fase kinetic selanjutnya. Demikian pula pada
pengobatan dengan obat-obat yang berbahaya, yang dapat melepaskan zat aktif dari tempat
fiksasinya di jaringan dan peniadaannya. Karakteristik fisiko-kimia sebagian besar molekul
(polaritas,

ukuran,

molekul,

dan

sebagainya)

merupakan

hambatan

penumbusan

transmembran oleh mekanisme pasif secara filtrasi dan difusi. Pengikutsertaan proses aktif
dapat menjelaskan perjalanan obat yang kadang-kadang melintasi membrane sel dengan
sangat cepat.

Difusi Terfasilitasi (difusi sederhana)

Difusi sederhana/terfasilitasi merupakan cara perlintasan membran yang memerlikan

suatu pembawa dengan karekteristik tertentu (kejenuhan, spesifik, dan kompetitif). Pembawa
tersebut bertanggung jawab terhadap transpor aktif, tetapi disini perlintasan terjadi akibat
gradient konsentrasi dan tanpa pembebasan energi. Difusi sederhana bertanggung jawab
terhadap penetrasi glukosa ke bagian dalam sel darah. Pada difusi melalui pembawa
(terfasilitasi), molekul hidrofil misalnya fruktosa, berikatan dengan suatu pembawa (carrier =
pembawa) yang merupakan protein membrankhusus. Pembawa dan kompleks pembawasubstrat dapat bergerak bebas dalam membran, dengan demikian penetrasi zat yang
ditransportasi zat yang ditranspor melalui membran sel lipofil ke dalam bagian dalam sel
dipermudah. Apabila terjadi penetrasi melalui membran, senyawa dilepaskan lagi dari
pembawa. Syarat untuk transpor pembawa ialah afinitas tertentu dari zat yang ditranspor (S)
terhadap pembawa (C). pada sisi luar membran terdapat keseimbangan dinamik antara
pembawa bebas, zat yang ditranspor, yang disebut juga sebagai substrat dan kompleks
substrat pembawa.

Menurut pembentukan kompleks tersebut suatu landaian konsentrasi antara sisi luar dan
sisi dalam dari membran, yang merupakan gaya mendorong untuk transpor kompleks
substrat- pembawa melalui membran. Karena disini tak ada energi yang dibutuhkan, difusi
yang terfasilitasi serta difusi sederhana tidak dapat dihambat oleh racum metabolisme.
Sebaliknya pembawa dapat ditempati secara kompetitif oleh zat-zat yang biasanya sangat
mirip dengan zat yang ditranspor. Apabila kompleks substrat-pembawa berhasil mencapai
bagian dalam membran, terjadi pemisahan substrat dan pembawa. Hal ini disebabkan oleh
konsentrasi yang rendah dalam sitoplasma makapersamaan ikatan S+C=SC bergeser ke arah
sebaliknya.

C. Definisi Disolusi

Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut
menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses dimana zat padat
melarut. Secara prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut. Dalam
penentuan kecepatan disolusi dari berbagai bentuk sediaan padat terlibat berbagai proses
9

disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan,
kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses
pengembangan, proses ddisintegrasi, dan degradasi sediaan, merupakan sebagian dari faktor
yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari sediaan.

Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya larut
dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relative tidak dapat
dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak menentu
sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari
senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih banyak turunan yang larut,
seperti garam dan ester dengan teknik seperti mikronisasiobat atau kompleksasi.

Sifat-sifat kimia, fisika, bentuk obat dan juga fisiologis dari sistem biologis
mempengaruhi kecepatan absorbsi suatu obat dalam tubuh. Oleh karena itu, konsentrasiobat,
bagaimana kelarutannya dalam air, ukuran molekulnya, pKa dan ikatan proteinnya adalah
faktor-faktor kimia dan fisika yang harus dipahami untuk mendesain suatu sediaan. Hal ini
meliputi faktor difusi dan disolusi obat. Pada saat suatu sediaan obat masuk ke dalam tubuh,
selanjutnya terjadi proses absorbsi ke dalam sirkulasi darah dan akan didistribusikan ke
seluruh cairan dan jaringan tubuh. Apabila zat aktif pada sediaan obat tersebut memiliki
pelarut yang cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga akan semakin cepat, begitu juga
sebaliknya. Pelepasan dari bentuk-bentuk sediaan kemudian diabsorbsi dalam tubuh dan
dikontrol oleh sifat fisika, kimia obat dan bentuk obat yang diberikan dan juga fisiologis dari
sistem biologis. Konsentrasi obat, kelarutan dalam air, ukuran molekul, bentuk kristal, pKa
dan ikatan protein adalah faktor-faktor fisika dan kimia yang harus dipahami untuk
mendesain pemberian yang menunjukkan suatu karakteristik terkontrol.

Lepasnya suatu obat dari sistem pemberian meliputi faktor disolusi dan difusi. Proses
pelarutan tablet melalui proses disolusi yaitu melarutnya senyawa aktif dari bentuk
sediaannya (padat) ke dalam media pelarut. Setelah obat dalam larutan, selanjutnya terjadi
proses absorbsi ke dalam darah dan di bawa ke seluruh cairan dan jaringan tubuh. Apabila zat
10

aktif memiliki kecepatan pelarut yang cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga semakin
cepat, begitu pula sebaliknya. Lepasnya suatu obat dari system pemberian meliputi faktor
disolusi dan difusi.

Laju disolusi adalah sebagai salah satu faktor yang meliputi dan mempengaruhi
pelepasan obat. Dalam USP cara pengujian disolusi tablet dinyatakan dalam masing-masing
monografi obat. Pengujian merupakan alat yang objekif dalam menetapkan sifat disolusi
suatu obat yang berada dalam tubuh sangat besar tergantung pada adanya obat dalamkeadaan
melarut. Karakteristik disolusi biasa merupakan sifat yang penting dari produk obat yang
memuaskan. Setiap tablet harus memenuhi persyaratan seperti yang terdapat di dalam
monografi untuk kecepatan disolusi. Pada pengujian disolusi dan penentuan bioavailabilitas
dari obat dengan bentuk sediaan padat menuju pada pendahuluan dari sistem yang sempurna
bagi analisa dan pengujian disolusi tablet. Uji disolusi memperhatikan fasilitas modern untuk
mengontrol kualitas, digunakan untuk menjaga terjaminnya standar dalam produksi tablet. Uji
disolusi untuk mengetahui terlarutnya zat aktif dalam waktu tertentu menggunakan alat
disolution tester.
Tahap disolusi meliputi :

proses pelarutan obat pada permukaan partikel padat yang membentuk larutan jenuh
di sekeliling partikel yang dikenal sebagai lapisan diam (stagnant layer).

Kemudian obat yang terlarut dalam lapisan diam ini berdifusi ke dalam pelarut dari
daerah konsentrasi obat yang tinggi ke daerah konsentrasi obat yang rendah

Disolusi suatu partikel obat padat dalam suatu pelarut dapat digambarkan sebagai berikut
konsentrasi zat terlarut di dalam pelarut zat padat konsentrasi zat terlarut di dalam lapisan
diam.
Lapisan yang terbentuk pada permukaan zat padat, kadarnya sama dengan
kelarutan zat padat tersebut. Sedangkan pada tempat yang menjauhi permukaan zat padat,
kadarnya akan semakin menurun hingga suatu keadaan yang tetap.

Konsentrasi zat terlarut di dalam pelarut

11

Zat padat

konsentrasi zat terlarut didalam lapisan diam

D. Kecepatan Larut

Secara sederhana kecepatan pelarutan didefinisikan sebagai jumlah Zat yang terlarut dari
bentuk sediaan padat dalam medium tertentu sebagai fungsi waktu.Dapat juga diartikan
sebagai kecepatan larut bahan obat dari sediaan farmasi atau granul atau partikel-partikel
sebagai hasil pecahnya bentuk sediaan obat tersebut setelah berhubungan dengan cairan
medium. Dalam hal tablettent bias diartikan sebagai mass transfer , yaitu kecepatan pelepasan
obat atau kecepatan larut bahan obat dari sediaan tablet ke dalam medium penerima.

E. Faktor Faktor yang Mempengaruhi

Uji disolusi hampir di semua negara telah mengikuti kriteria dan peralatanyang sama.
Sedangkan metode dan peralatan secara rinci dinyatakan dalam masing- masing farmakope,
seperti kecepatan pengadukan, komposisi volume media dan ukuran mesh dapat bervariasi
untuk monografi individu obat dan masing-masing farmakope. Laju disolusi obat secara in
vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

Sifat fisika kimia obat

Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi.

Luas permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel.

Laju disolusi akandiperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut.

Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi.

Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam
maupun basa bebas. Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa
kinetika pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat bentuk
Kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk
12

amorf, kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk
kristal (Shargel dan Yu, 1999).

- Faktor Formulasi

Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat
mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara medium
tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara langsung dengan bahan obat.
Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium stearat, dapat
menaikkan tegangan antar muka obat dengan medium disolusi. Beberapa bahan tambahan
lain dapat membentuk kompleks dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium
sulfat yang membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah
obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang
diabsorpsi. (Shargel dan Yu,1999)

- Faktor Alat dan Kondisi Lingkungan

Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan perbedaan
kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi kecepatan pelarutan
obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat
menaikkan kecepatan pelarutan. Selain itu temperatur,viskositas dan komposisi dari medium,
serta pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan
obat (Swarbrick dan Boyland, 1994b; Parrott,1971).

Semua tablet dalam USP harus melalui pengujian disolusi yang dilakukan secara resmi
yang dilakukan in vitro dengan alat uji khusus. Secara singkat alat ini terdiri dari rak
keranjang yang dipasang berisi 6 gelas (Chamber), alat yang digunakan ada dua cara yaitu
alat dayung yang diputar untuk melarutkan obat/tablet, dan metode kedua dengan cara
keranjang yang ujungnya terbuka, siikat secara vertical di atas latar belakang dari kawat
steinless yang berupa ayakan dengan ukuran mesh,keranjang ini dinaik turunkan permenit.Uji

13

disolusi dilakukan supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam
saluran pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepaskan obatnya kedalam cairan tubuh
untuk dilarutkan. Daya hancur tablet juga penting untuk mengandung bahan obat seperti
antasida dan anti diare.

- Metode klasik

Metode ini menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t, yang kemudian
dikenal dengan T20, T50, T90 dan sebagainya. Metode ini hanya menyebutkan satu titik saja,
sehingga proses yang terjadi di luar (sebelum dan sesudah) titik tersebut tidak diketahui. Titik
tersebut menyatakan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu tertentu. T20 misalnya,
mengandung pengertian waktu yang diperlukan untuk melarutkan 20% zat aktif (Wagner,
1971). Jumlah zat aktif yang melarut pada waktu tertentu, misalnya C30 adalah dalam waktu
30 menit zat aktif yang melarut sebanyak x mg atau x mg/ml (Shargel dan Yu, 1999)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang
14

dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan dengan adanya
perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, misalnya suatu membran
polimer, merupakan suatu cara yang mudah untuk menyelidiki proses difusi.
Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam
pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses dimana
zat padat melarut. Secara prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan
pelarut. . Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

Sifat fisika kimia obat

Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi.

Luas permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel.

Laju disolusi akandiperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut.


Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi

Daftar Pustaka

sabilitime.wordpress.com/2013/11/12/makalah-difusi-obat-dalam-tubuh_farmasi-fisika/
helmanadya.blogspot.in/2013/10/fisika-dasar-disolusi-obat-dan-kelarutan.html?m=1
http://www.unhas.ac.id/perpustakaan/data/lsyafie/farfis%20rock.docx
15

http://blogs.unpad.ac.id/arifbudiman/files/2011/05/difusi-disolusi.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai