Anda di halaman 1dari 9

http://abiechuenk.wordpress.

com/2012/01/17/pendidikan-dan-pembentukankarakter/

Pendidikan dan Pembentukan Karakter


17JAN

Rate This

BAB I
PENDAHULUAN
1.

A.

Latar Belakang

Di era globalisasi yang di tandai dengan kemajuan dunia ilmu informasi dan teknologi, memberikan
banyak perubahan dan tekanan dalam segala bidang. Dunia pendidikan yang secara filosofis di pandang
sebagai alat atau wadah untuk mencerdaskan dan membentuk watak manusia agar lebih baik
(humanisasi), sekarang sudah mulai bergeser atau disorientasi. Demikian terjadi salah satunya
dikarenakan kurang siapnya pendidikan untuk mengikuti perkembangan zaman yang begitu cepat.
Sehingga pendidikan mendapat krisis dalam hal kepercayaan dari masyarakat, dan lebih ironisnya lagi
bahwa pendidikan sekarang sudah masuk dalam krisis pembentukan karakter (kepribadian) secara baik.
Hal ini terlihat dalam realita masih banyak peserta didik tingkat setara SMA/SMK sering muncul dalam
media masa dalam aksi tawuran dan pengrusakan fasilitas sekolah.
Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan primer atau mutlak yang harus dipenuhi
sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup
berkembang dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep pandangan hidupnya.
[1] Dalam pengertian sederhana dan umum makna pendidikan adalah usaha sadar manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai
dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan agama.
Pendidikan bertujuan tidak sekedar proses alih budaya atau alih ilmu pengetahuan (transfer of
knowledge), tetapi juga sekaligus sebagai proses alih nilai (transfer of value). Artinya bahwa Pendidikan,
di samping proses pertalian dan transmisi pengetahuan, juga berkenaan dengan proses perkembangan
dan pembentukan kepribadian atau karakter masyarakat. Dalam rangka internalisasi nilai-nilai budi
pekerti kepada peserta didik, maka perlu adanya optimalisasi pendidikan. Perlu kita sadari bahwa fungsi
pendidikan Nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.[2] Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah
daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect)
dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesem-purnaan
hidup anak-anak kita. Pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dari
pendidikan kita.
Pendidikan juga dipandang sebagai sebuah sistem sosial, artinya dikatakan sistem sosial disebabkan di
dalamnya berkumpul manusia yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk menuju pada
pendidikan yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya, yaitu dengan cara melakuakan perubahanperubahan susunan dan proses dari bagian-bagian yang ada dalam pendidikan itu sendiri.[3] Sehingga
pendidikan sebagai agen perubahan sosial diharapkan peranannya mampu mewujudkan perubahan nilainilai sikap, moral, pola pikir, perilaku intelektual, ketrampilan, dan wawasan para peserta didik sesuai
dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
Maka dari itu dalam makalah ini, penulis akan memberikan penjelasan dan pembahasan mengenai
pendidikan dan pembentukan karakter, yang di dalamnya akan dibahas secara singkat tentang
pendidikan dan pembentukan karakter (pendidikan karakter), dan hubungan antara pendidikan dan
pembentukan karakter. Diharapkan dalam penulisan makalah ini dapat memberikan sebuah pencerahan
dan pelajaran untuk memperbaiki dunia pendidikan lebih baik lagi.
1.

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan deskripsi di atas, maka dapat ditarik rumusan permasalahan sebagai berikut :
1.
2.
3.

Bagaimana pengertian pendidikan dan pembentukan karakter?


Bagaimana hubungan antara pendidikan dan pembentukan karakter?
Bagaimana
implementasi
pendidikan
C. Tujuan Penulisan

karakter?

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulis menulis makalah ini sebagai berikut :
1.
2.
3.

Untuk mengetahui pengertian pendidikan dan pembentukan karakter.


Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dan pembentukan karakter.
Untuk menambah wawasan khasanah keilmuan tentang wacana implementasi pendidikan
karakter.
BAB II
PEMBAHASAN

1.

A.

Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[4] Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna
pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi

pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam
masyarakat.[5]
Berbicara pendidikan sangat erat kaitannya dengan kemajuan peradaban manusia. Karena pendidikan
merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang tidak pernah bisa ditinggalkan. Sebagai sebuah
proses, ada dua asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia bisa
dianggap sebagai proses yang terjadi secara tidak disengaja atau berjalan secara alamiah. Dalam hal ini,
pendidikan bukanlah proses yang diorganisasikan dan direncanakan secara sistematis, melainkan
merupakan bagian kehidupan yang memang telah berjalan sejak manusia itu ada. Kedua, pendidikan
bisa dianggap sebagai proses yang terjadi secara di segaja, direncanakan, dan didesain dengan
sistematis berdasarkan aturan-aturan yang berlaku terutama perundang-undangan yang dibuat atas
dasar kesepakatan masyarakat.
Tujuan-tujuan pendidikan misalnya secara umum orang memahami bahwa tujuan pendidikan adalah
mengarahkan manusia agar berdaya, berpengetahuan, cerdas, serta memiliki wawasan ketrampilan agar
siap menghadapi tantangan kehidupan dengan potensi-potensinya yang telah diasah dalam proses
pendidikan. Misalnya, kita sering memahami bersama secara universal bahwa pendidikan itu berkaitan
dengan kegiatan yang terdiri dari proses dan tujuan berikut.
1.

Proses pemberdayaan (empowerment), yaitu ketika pendidikan adalah proses kegiatan yang
membuat manusia menjadi lebih berdaya menghadapi keadaan yang lemah menjadi kuat.
2.
Proses pencerahan (enlightment) dan penyadaran (conscientization), yaitu ketika pendidikan
merupakan proses mencerahkan manusia melalui dibukanya wawasan dengan pengetahuan, dari
yang tidak tahu menjadi tahu.
3.
Proses memberikan motivasi dan inspirasi, yaitu suatu upaya agar para peserta didik tergerak
untuk bangkit da berperan bukan hanya sekedar karena arahan dan paksaan, melainkan karena
diinspirasi oleh apa yang dilihatnya yang memicu semangat dan bakatnya.
4.
Proses mengubah perilaku, yaitu bahwa pendidikan memberikan nilai-nilai yang luhur dan ideal
yang diharapkan mengatur perilaku peserta didik kearah yang lebih baik.[6]
Akan tetapi, proses realitas yang terjadi dan sering kita jumpai adalah proses dan out put pendidikan
tidak sesuai dengan cita-cita yang indah semacam itu. Mislanya, kita justru melihat realitas pendidikan
yang terkesan menghasilkan manusia-manusia yang kehilangan potensi dirinya, manusia yang serakah,
merusak dan penindas baru bagi kaum yang lemah, serta manusia-manusia yang justru mengisi sistem
yang mengarahkan menuju tatanan yang malah tidak memanusiakan manusia.
1.
B. Pengertian Pembentukan Karakter
Hakekat karakater ialah Menurut Simon Philips, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada
suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sedangkan Doni
Koesoema, memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri,
atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan
yang diterima dari lingkungan.[7] Sementara Winnie, memahami bahwa istilah karakter memiliki dua
pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang
berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk.
Sebaliknya,

apabila

seseorang

berperilaku

jujur,

suka

menolong,

tentulah

orang

tersebut

memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan personality. Seseorang
baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah
moral.[8]
Dalam hal ini akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan kejahatan, terletak pada hilangnya
karakter. Karakter yang kuat adalah sandangan fundamental yang memberikan kemampuan kepada
populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan
kebaikan dan kebajikan, yang bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak bermoral.
Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui
pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara
berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.[9]
Untuk memahami makna pembangunan karakter dan mengapa hal itu penting, ada suatu kisah yang
menarik yang akan penulis sampaikan. Suatu ketika, ada seorang pendidik yang mengusulkan kepada
seorang kepala sekolah agar dalam penerimaan peserta didik baru tidak menggunakan tes ujian masuk
dalam model apapun. Reaksi sang kepala sekolah menjadi tekaget-kaget luar biasa. Kalau penerimaan
peserta didik baru tidak melalui tes terdahulu, pasti sekolah ini nanti akan banyak diisi oleh peserta didik
yang bodoh-bodoh dan nakal-nakal. Terus bagaimana kualitas lulusan kita nanti. Demikian alasan sang
kepala sekolah.
Kemudian, ia menjelaskan alasannya kepada kepala sekolah tersebut. Alasannya begini: para peserta
didik baru itu pada dasarnya tidak ada yang bodoh, tidak ada yang nakal, tidak ada yang kekurangan
sifatnya. Dengan demikian, setelah para peserta didik baru yang masuk tanpa tes itu diterima, mereka
kemudian akan menjalani penelitian kecerdasan yang dimiliki masing-masing. Hal ini dalam istilah ilmi
psikologi pendidikan disebut Multi Intelegences Research (MIR). Tindakan tersebut digunakan untuk
mengetahui gaya belajar peserta didik, sebuah data yang sangat penting yang harus diketahui oleh para
guru yang akan mengajar mereka.
Menurut penulis, cerita pendidik tersebut memang ada benarnya juga. Pendidikan adalah proses
pembangunan karakter. Jadi, sudah seharusnya tak menjadi sebuah masalah bagi siapa pun yang akan
masuk di dalamnya (sekolah). Pembangunan karakter adalah prose membentuk karakter, dari yang
kurang baik menjadi yang lebih baik.[10] Senada dengan kata-kata filosof kaliber Plato (428-347 SM),
beliau mengatakan Jika Anda bertanya apa manfaat pendidikan, maka jawabannya sederhana:
Pendidikan membuat orang menjadi lebih baik dan orang baik tentu berperilaku baik.
1.
C. Hubungan Antara Pendidikan dan Pembentukan Karakter
Manusia hanya dapat menjadi sungguh-sungguh manusia melalui pendidikan dan pembentukan diri
(character) yang berkelanjutan. Manusia hanya dapat dididik oleh manusia lain yang juga dididik oleh
manusia yang lain,begitu kata Immanuel Kant. Artinya bahwa, pendidikan dan pembentukan karakter
sejak awal munculnya pendidikan oleh para ahli dianggap sebagai hal yang niscaya dan saling
berhubungan.
John Dewey, misalnya, pada tahun 1961, pernah berkata juga. Sudah merupakan hal lumrah dalam teori
pendidikan bahwa pembentukan watak atau karakter merupakan tujuan umum pengajaran dan

pendidikan budi pekerti di sekolah.[11] Pendidikan karakter pada hakikatnya ingin membentuk individu
menjadi seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam
relasinya dengan orang lain dan dunianya di dalam komunitas pendidikan. Komunitas pendidikan ini bisa
memiliki cakupan lokal, nasional, maupun internasional (antar negara).
Sejalan dengan implementasi pendidikan karakter, UNESCO dalam empat pilar pendidikan secara
implisit sebenarnya juga menyinggung perlunya pendidikan karakter. Seperti kita ketahui ada empat pilar
pendidikan yang diharapkan ditegakkan dalam implementasi pendidikan diseluruh dunia, yang
meliputi; learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Dua pilar
terakhir learning to be, dan learning to live together pada hakekatnya adalah implementasi dari
pendidikan karakter.
Dengan demikian, pendidikan karakter mempunyai visi senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan
individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu
berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama. Pendidikan karakter dimulai dari lingkungan
keluarga karena lingkungan inilah yang pertama kali dikenal oleh seseorang sejak ia lahir. Lingkungan
keluarga sangat berpengaruh karena merupakan dasar dari pembentukan karakter seseorang.
Selanjutnya lingkungan tempat tinggal, lingkungan pergaulan dan sampai pada lingkungan pendidikan
(sekolah).
1.

a.

Posisi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Nasional

Dalam kebijakan nasional ditegaskan, antara lain bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan
kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia
sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak
dipisahkan dari pembangunan nasional.
Secara ekplisit pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada pasal 3 menegaskan bahwa Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Potensi peserta didik yang akan dikembangkan seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab pada hakikatnya dekat dengan makna karakter. Senada dengan sembilan pilar
pendidikan karakter yang telah dilansir oleh Kementrian Pendidikan Nasional antara lain. (1). Cinta Tuhan
dan segenap ciptaan-Nya, (2). Kemandirian dan Tanggung jawab, (3). Kejujuran dan Diplomatis, (4).
Hormat dan Santun, (5). Dermawan, Suka tolong menolong, dan Gotong royong, (6). Percaya diri dan
Kerja keras, (7). Kepemimpinan dan Keadilan, (8). Baik dan Rendah hati, dan (9). Toleransi, Perdamaian,
dan Kesatuan.

Disamping itu pelaksanaanya juga harus tetap memperhatikan K4 (kesehatan, kebersihan, kerapian, dan
keamanan). Dengan demikian pengembangan potensi tersebut juga harus menjadi landasan
implementasi pendidikan karakter di Indonesia.
1.

b.

Implementasi Pendidikan Karakter di Indonesia

Sebelum pada implementasi di Indonesia, sebaiknya kita mengetahui hasil Sarasehan Nasional
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Hal ini yang selanjutnya menghasilkan sebuah Kesepakatan
Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang dinyatakan sebgai berikut:
a). Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari
pendidikan nasional secara utuh.
b). Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komperhensif sebagai proses
pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara
utuh.
c). Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat, sekolah, dan orang tua. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter
bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.
d). Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan gerakan nasional
guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.
Kemudian bagaimana implementasi pendidikan karakter di Indonesia. Menurut Kementrian Pendidikan
Nasional, pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada.
1). Pendidikan Formal
Pendidikan karakter pada pendidikan formal berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI,
SMP/MTS, SMA/MAK dan Perguruan Tinggi melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstrakurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pendidikan formal ialah
peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan.
2). Pendidikan Nonformal
Dalam pendidikan nonformal pendidikan karakter berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan
kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran,
kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya lembaga, dan pembiasaan.
3). Pendidikan Informal

Dalam pendidikan informal pendidikan karakter berlangsung dalam keluarga yang dilakukan oleh orang
tua dan orang dewasa di dalam keluarga terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya.[12]
1.
c.
Strategi dan Metodelogi Pendidikan Karakter
Strategi disini dapat dimaknai dalam kaitannya dengan kurikulum, strategi dalam kaitannya dengan model
tokoh, serta strategi dalam kaitannya dengan metodologi. Dalam kaitannya dengan kurikulum, startegi
yang umum dilaksanakan adalah mengintergrasikan pendidikan karakter dalam bahan ajar.[13] Artinya,
tidak membuat kurikulum pendidikan karakter tersendiri. Strategi yang kaitannya dengan model tokoh
yang sering dilakukan dunia pendidikan di negara-ngara Barat adalah bahwa seluruh tenaga pendidik
dan tenaga kependidikan di sekolah harus mampu menjadi model teladan yang baik (uswah hasanah).
Dalam kaitannya dengan metodologi, strategi yang umum diimplementasikan pada pelaksanaan
pendidikan karakter di negara-negara Barat antara lain adalah strategi pemanduan, pujian dan hadiah,
definisikan dan latihan, penegakan disiplin, dan juga perangai bulan ini. Dan strategi lain yang harus
dipraktekan oleh guru pada umumnya ialah keaktifan guru bimbingan dan konseling sebagai pendidik
karakter.
Strategi pengembangan karakter yang diterapkan di Indonesia yang dirancang oleh Kementrian
Pendidikan Nasional (2010), antara lain. Melalui transformasi budaya sekolah dan habituasi melalui
kegiatan ekstrakurikuler. Menurut para ahli bahwa implementasi strategi pendidikan karakter melalui
transformasi budaya dan perikehidupan sekolah, dirasakan efektif dari pada harus mengubah dengan
menambahkan materi pendidiakan karakter kedalam muatan kurikulum.
Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional (2011) dalam kaitan pengembangan budaya sekolah
yang dilaksanakan dalam kaitan pengembangan diri, menyarankan empat hal yang meliputi:
1). Kegiatan Rutin
Merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap
saat. Misalnya, uapcara bendera setiap hari senin dan lainnya yang bersifat kontinyu.
2). Kegiatan Spontan
Merupakan kegiatan yang bersifat spontan, saat itu juga, pada waktu terjadi keadaan tertentu. Misalnya,
mengumpulkan sumbangan bagi korban bencana alam dan lain-lain.
3). Keteladanan
Timbulnya sikap dan perilaku peserta didik karena meniru perilaku atau sikap orang lain seperti dalam
lingkungan sekolah adalah guru dan tenaga kependidikan serta seluruh warga dewasa sekolah yang
lainnya yang berada pada sekitanya. Sehingga sudah menjadi keharusan bagi guru, tenaga
kependidikan, dan orang dewasa memberi telada sikap dan perilaku yang baik.

4). Pengondisian
Merupakan usaha menciptakan kondisi yang kondusif untuk terlaksananya proses pendidikan karakter.
Misalnya, kondisi meja guru dan kepala sekolah yang ditata rapi, dan kondisi toilet bersih dan tidak bau.
BAB III
PENUTUP
1.

A.

Kesimpulan

Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab yang pada
hakikatnya sangat dekat dengan perannya untuk membentuk manusia yang berkarakter baik.
Dengan demikian, pendidikan karakter mempunyai visi senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan
individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu
berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama dalam tantangan global. Kemudian menurut
Kementrian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada.
1). Pendidikan Formal (pemerintah)
2). Pendidikan Nonformal (masyarakat)
3). Pendidikan Informal (keluarga)
Yang dari ketiga lembaga pendidikan di atas dalam implementasinya harus saling berkerja sama dan
melengkapi dengan baik, hal demikian dilakukan agar terbentuknya sebuah kondisi dan suasana yang
kondusif serta nyaman dalam proses pendidikan dan pembentukan karakter bagi setiap manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Goble. Frank G., 1991, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham
Maslow, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Samani. Muchlas dan Hariyanto, 2011, Konsep dan Model Pendidikan
Karakter, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Koesoema. Doni A, 2010, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di
Zaman Global, Jakarta: Grasindo.
Muin. Fatchul, 2011, Pendidikan Karakter (Konstruksi Teoretik dan Praktek),

Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.


Ihsan. Fuad, 2008, Dasar Dasar Kependidikan, Jakarta: RINEKA CIPTA.
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2008. 2009, Tentang Guru dan Dosen, Bandung : Citra
Umbara.
Wahjosumidjo, 1999, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya), Jakarta: Raja Grafindo.
Nasution. S., 1995, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
http://www.stp.dianmandala.org/2011/09/16/pembentukan-karakter-melalui-pendidikan-oleh-dalifati-ziliwu/

[1] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 11


[2] Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008. Tentang
Guru dan Dosen, (Bandung : Citra Umbara, 2009), hal. 64
[3] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya), (Jakarta:
Raja Grafindo, 1999), hal. 158
[4] Ibid., UU RI No. 14 Tahun 2005, hal. 60-61
[5] Drs. H. Fuad Ihsan, Dasar Dasar Kependidikan, (Jakarta: RINEKA CIPTA, 2008), hal. 2
[6] Fatchul Muin, Pendidikan Karakter (Konstruksi Teoretik dan Praktek), ( Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA,
2011), hal. 287-290
[7] Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, ( Jakarta: Grasindo,
2010), hal. 80
[8] Dian, Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan, yang di akses pada tanggal 6 Desember 2011 dalam
situs http://www.stp.dian-mandala.org/2011/09/16/pembentukan-karakter-melalui-pendidikan-oleh-dalifatiziliwu/.

[9] Prof. Dr. Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2011), hal.41
[10] Ibid., Fatchul Muin, hal. 293-294
[11] Frank G. Goble, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1991), hal. 270.
[12] Ibid., Muchlas Samani dan Hariyanto, hal. 19-20
[13] Ibid., 145.

Anda mungkin juga menyukai