Anda di halaman 1dari 4

MINERAL LEMPUNG (CLAY) PADA BATUBARA

Batubara dapat tersusun atas bahan-bahan organik dan non organik, dengan kandungan
bahan organik pada batubara dapat mencapai lebih dari 75 %. Bahan organik ini disebut
maseral (maceral) yang berasal dari sisa tumbuhan dan telah mengalami berbagai tingkat
dekomposisi serta perubahan sifat fisik dan kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup oleh
lapisan di atasnya, sedangkan bahan anorganik disebut mineral atau mineral matter.
Kehadiran mineral dalam jumlah tertentu akan mempengaruhi kualitas batubara terutama
parameter abu, sulfur dan nilai panas sehingga dapat membatasi penggunaan batubara.
Keterdapatan mineral dalam batubara bermanfaat dalam mempelajari genesa. (Finkelman,
1993)
Mineral matter pada batubara dapat diartikan sebagai mineralmineral dan material
anorganik lainnya yang berasosiasi dengan batubara. Secara keseluruhan mencakup tiga
gologan material, yaitu:
1. Mineral dalam bentuk partikel diskrit dan kristalin pada batubara
2. Unsur atau senyawa anorganik yang terikat dengan molekul organik batubara dan biasanya
tidak termasuk unsur nitrogen dan sulfur.
3. Senyawa anorganik yang larut dalam air pori batubara dan air permukaan.
Mineral matter pada batubara dapat berasal dari unsur anorganik pada tumbuhtumbuhan pembentuk batubara atau disebut inherent mineral matter serta mineral pengotor
yang berasal dari luar atau perlakuan dari manusia serta endapan yang di transport ke dalam
cekungan pengendapan batubara melalui air atau angin dan disebut extraneous mineral
matter.
Kebanyakan dari kehadiran bahan inorganik dalam batubara ialah berupa mineral yang
terdistribusi di dalam atau diantara maseralmaseral. Mineral terdistribusi diantara maseral
dengan ukuran antara satu m hingga ratusan mikrometer. Mineral pengotor yang banyak
terdapat dalam batubara adalah lempung, karbonat, besi sulfida dan kuarsa. Mineral lain yang
terdapat pada batubara dalam jumlah kecil adalah oksida-oksida, hidroksida-hidroksida,
sulfida-sulfida yang lainnya, fosfat dan sulfat. Mineral pengotor yang akan dibahas kali ini
adalah mineral lempung.

Batu lempung (claystone) adalah batuan yang pada umumnya bersifat plastis,
berkomposisi hidrous alumunium silikat (2H2OAL2O3. 2SiO2) atau mineral lempung yang
mempunyai ukuran butir halus. Batulempung adalah batuan sedimen yang mempunyai
ukuran butir kurang dari 0,002 atau 1/256 mm. (Pettijohn, 1975)
Mineral lempung terbentuk di atas permukaan bumi dimana udara dan air berinteraksi
dengan mineral silikat, memecahnya menjadi lempung dan produk lain (sapiie, 2006).
Mineral lempung adalah mineral sekunder yang terbentuk karena proses pengerusakan atau
pemecahan dikarenakan iklim dan alterasi air (hidrous alteration) pada suatu batuan induk
dan mineral yang terkandung dalam batuan itu
Batulempung ini selama proses pengendapan atau pengangkutan sangat mungkin
dikotori oleh mineral yang berukuran halus antara lain kuarsa, oksida besi dan bahan
organisme (Sukandarrumidi, 1999). Karena ukurannya yang halus batulempung pada
umumnya terbentuk pada daerah yang mempunyai arus lemah. Batulempung ini terbentuk
pada lingkungan darat maupun laut, contoh di daerah dataran banjir, delta, danau, lagun dan
laut (Ehlers dan Blatt, 1980). Batulempung yang terbentuk pada daerah yang berbeda
mempunyai kenampakan fisik yang berbeda pula (Dixon, 1992). Batulempung yang
terbentuk di laut pada umumnya mempunyai perlapisan yang tebal, mengandung fosil laut
dalam, atau binatang yang hidup di laut dangkal yang kemudian tenggelam setelah mati.
Ganesa mineral lempung secara umum dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu :
a.

Terjadi karena pengaruh pelapukan. Lempung terbentuk akibat proses pelapukan dari
mineral penyusun batuan yang dipengaruhi oleh iklim, jenis batuan, relief muka bumi,
tumbuh-tumbuhan yang berada diatas batu tersebut. Faktor utama yang menyebabkan
terbentuknya mineral lempung dalam proses ini adalah komposisi mineral batuan,
komposisi kimia dan daya larut airtanah. Pembentukan mineral lempung oleh pelapukan
adalah akinat reaksiion ion hydrogen yang terdapat dalam air tanah dengan mineral
silikat H + umumnya berasal dari asam karbonat yang terbentuk sebagai
akibat pembusukan oleh bakteri terhadap zat organic dalam tanah

b.

Terjadi karena pengaruh hidrotermal. Proses ini berlangsung akibat adanya proses injeksi
larutan hidrotermal yang bersifat asam merembes melalui celah celah rakahan pada
batuan yang dilaluinya sehingga mengakibatkan terjadinya reaksiantar larutan tersebut
dengan batuan itu. Pada saat reaksi berlangsung ,komposisi larutan hidrotermaltersebut

menjadi berubah. Unsur unsur alkali akan dibawa kearah luar, sehingga selama proses ini
berlangsung akan terjadi daerah atau zona yang berkembang dari asam ke basa dan pada
umumnya berbentuk melingkar sepanjang rekahan dimana larutan itu menginjeksi.
c.

Terjadi karena akibat devitrivikasi dari tufa gelas yang diendapkan didalam air
( Lakustrin sampai neritik). Pada proses ini lempung dapat terbentuk dari mekanisme
pengendapan debu vulkanik yang kaya akan gelas mengalami devitrifikasi (Perubahan
gellas vulkanik menjadi mineral lempung) setelah diendapkan pada lingkungan danau
atau laut.
Mineral lempung ini merupakan kelompok yang palaing dominan dijumpai pada

batubara, sekitar 60-80 % dari total mineral matter. Umumnya terdapat sebagai mineral
primer yang terbentuk akibat adanya aksi air atau angin yang membawa material detrital ke
dalam cekungan pengendapan batubara. Distribusi mineral lempung dalam batubara
dikendalikan oleh kondisi kimia rawa (Bustin, 1989).Spesies mineral lempung yang umum
terdapat dalam batubara adalah kaolinite, illite dan montmorilonit. Kaolinit umumnya
terdapat dalam batubara secara syngenetic yang terkonsentrasi pada bidang perlapisan,
tersebar pada vitrinit sebagai pengisi rekahan dan lainnya berbentuk speris. Sedangkan illite
biasanya lebih banyak terdapat pada batubara dengan lapisan penutup (roof) batuan sedimen
marin.
Mineral lempung yang terbentuk pada fase ke dua (secondary), umumnya dihasilkan
oleh adanya transformasi dari lempung fase pertama. Bila kedalaman penimbunan bertambah,
maka proporsi kaolinit berkurang sedangkan illite bertambah. Asosiasi mineral lempung pada
lapisan batubara berupa inklusi halus yang tersebar dan sebagai pita-pita lempung (tonstein).
Mineral lempung mempunyai sifat mengembang jika terkena air. Swelling disertai dengan
pengurangan

kekuatan

dan

penghancuran

mengakibatkan

ketidakstabilan

dalam

penambangan.
Keberadaan mineral matter, khususnya clay pada batubara dapat berpengaruh pada
kandungan abu dan sulfur batubara. Apabila batubara dibakar, mineral matter atau clay
berubah menjadi abu, sulfur, dan zat terbang lainnya. Semakin tinggi kadar/kandungan clay
pada batubara, maka akan semakin buruk kualitas dari batubara tersebut. Sebisa mungkin
kandungan clay diminimalkan dengan cara melakukan pengolahan, yakni dengan proses
pencucian batubara untuk inherent mineral matter dan dengan cara spraying untuk extranious
mineral matter.

Anda mungkin juga menyukai