131
1. PENDAHULUAN
Air mengendalikan hampir seluruh proses fisik, kimia, dan biologi
yang terjadi di dalam tanah. Air dalam tanah berperan sebagai pelarut
dan agen pengikat antar partikel-partikel tanah, yang selanjutnya
berpengaruh terhadap stabilitas struktur dan kekuatan tanah serta bahan
geologik. Secara kimia, air berperan sebagai agen pengangkut zat terlarut
dan suspensi yang terlibat dalam perkembangan tanah dan degradasi.
Dengan melalui pengaruhnya pada hampir semua proses kimia dan fisika
alami, seluruh proses kehidupan tergantung air tanah. Produksi biologi
dalam tanah, juga produksi hutan dan tanaman pertanian sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan air, yang pada gilirannya tergantung sifatsifat tanah dan kandungan air di dalam tanah.
Teknik pengukuran kadar air tanah diklasifikasikan ke dalam dua
cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung
adalah berupa pemisahan air dari matrik tanah dan pengukuran langsung
dari jumlah air yang dipisahkan tersebut. Pemisahan air dari matriks tanah
dapat dicapai melalui: (1) pemanasan; (2) ekstraksi dan penggantian oleh
larutan; atau (3) reaksi kimia. Jumlah air yang dipisahkan ditentukan
dengan: (1) mengukur perubahan massa/berat setelah pemanasan dan
(2) pengukuran kuantitatif dari hasil reaksi. Pemisahan air dengan
pemanasan biasa disebut dengan metode gravimetrik, dan merupakan
metode pengukuran secara langsung (Topp and Ferre, 2002) yang akan
dibahas dalam bab ini. Metode tidak langsung adalah dengan mengukur
beberapa sifat fisik atau kimia tanah yang berhubungan dengan kadar air
tanah. Sifat ini meliputi konstanta dielektrik (permitivity relatif),
konduktivitas elektrik, kapasitas panas, kandungan ion H, dan kepekaan
magnetik. Berlawanan dengan metode langsung, metode tidak langsung
bersifat lebih tidak merusak atau nondestruktif, sehingga kandungan air
dalam contoh tidak berubah selama pengukuran. Akurasi dan ketepatan
dari metode ini tergantung kepada kedekatan hubungan antara sifat yang
diukur dan kadar air volumetrik (v).
Abdurachman et al.
132
2. PRINSIP DASAR
(1)
3
-3
(2)
133
134
Abdurachman et al.
135
x
x10 g 0,1xg
100
0,1x
x100%
10 0,1x
Abdurachman et al.
136
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
11,11
12,36
13,64
14,94
16,28
17,65
19,05
20,48
21,95
23,46
25,00
26,58
28,21
29,87
31,58
33,33
35,14
36,99
38,89
40,85
42,86
44,93
47,06
49,25
51,52
137
5.2. Prosedur
Di lapangan, kadar air tanah dapat ditetapkan dengan cara
membakar tanah menggunakan metil atau etil alkohol sampai beratnya
tetap dengan prosedur sebagai berikut:
1. Ambil 100-200 g contoh tanah terganggu (disturb sample) dari lapisan
tanah yang dikehendaki, dan tempatkan segera dalam kantung plastik
untuk menghindari penguapan.
2. Timbang + 10 g tanah sebanyak 5 - 10 ulangan, dan tempatkan
segera dalam cawan tanah yang sudah diketahui beratnya.
3. Siram masing-masing sampel tanah tersebut dengan metil atau etil
3
alkohol 70% secukupnya (sekitar 10 20 cm ).
4. Bakar masing-masing sampel tanah tersebut sampai beratnya tetap
selama + 10 menit
5. Biarkan tanah sampai dingin, kemudian contoh tanah berikut cawan
ditimbang kembali.
6. Kandungan air tanah dihitung dengan cara sebagai berikut:
Berat basah berat kering
Kandungan air tanah (% berat) =
x 100%
Berat kering
138
Abdurachman et al.
139
Apabila air tersebut dipakai untuk mengairi lahan seluas 1,0 ha dengan
kedalaman 20 cm, maka air yang harus ditambahkan adalah = (10.000
2
3
m x 0,2 m) x 3,4% = 6.800 m . Jika pada hari yang bersangkutan tidak
3
ada hujan, maka air yang harus ditambahkan adalah 6.800 m untuk 1 ha.
3
Tetapi jika terjadi hujan, maka air yang ditambahkan adalah 6.800 m
dikurangi curah hujan. Penambahan air irigasi diulangi kembali pada saat
kadar air dalam tanah mencapai 50% dari air tersedia atau 17,5% volume
{(KA TLP + 50% (KAT) = 10 + 0,5 (15%) = 17,5% )}.
6.2. Penggunaan soil conditioner
Tidak semua tanah mempunyai kemampuan memegang air yang
sama. Kemampuan memegang air setiap jenis tanah ditentukan oleh
agregasi tanah, yang sangat tergantung kepada tekstur dan kandungan
bahan organik dalam tanah. Untuk tanah-tanah bertekstur kasar (pasir)
mempunyai kemampuan memegang air yang lebih rendah dibandingkan
dengan tanah yang bertekstur halus (liat). Demikian juga, untuk tanahtanah dengan kandungan bahan organik yang rendah, kemampuan
memegang airnya lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang
mempunyai kandungan bahan organik tinggi. Agar tanah tetap
mempunyai kemampuan memegang air yang tinggi diperlukan suatu
bahan yang dapat meningkatkan agregasi tanah, yang berfungsi sebagai
cementing agent, yang disebut bahan pembenah tanah atau soil
conditioner. Soil conditioner dapat berupa bahan kimia (buatan) seperti
PVA (poly vinyl acid) atau yang bersifat alami yang berupa bahan organik
seperti pupuk kandang atau kompos.
Dengan ditambahkannya soil conditioner ke dalam tanah, maka
kemampuan memegang air tanah dapat ditingkatkan, sehingga tanah
tidak cepat meloloskan air baik sebagai air drainase maupun air perkolasi,
menyebabkan air teralokasikan ke luar zona perakaran, sehingga tidak
dapat diekstrak oleh akar tanaman. Selain itu, air juga tidak mudah
terevaporasi karena terlindungi dan atau terikat oleh bahan soil
conditioner. Dengan demikian kadar air dalam tanah dapat dipertahankan
pada kondisi yang optimal dalam jangka waktu yang lebih lama.
Untuk mengetahui apakah soil conditioner tersebut dapat
mempertahankan kadar air dalam tanah dalam jangka waktu yang lama
atau tidak, maka diperlukan data fluktuasi kadar air tanah yang berasal
dari pengamatan kadar air secara kontinu, setelah perlakuan soil
conditioner selama jangka waktu yang diharapkan. Dengan demikian
140
Abdurachman et al.
dapat
141
Batas mengalir
Indeks
plastisitas
Jangka olah
% kadar air
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Ekstrim tinggi
<2
20-30
31-45
46-70
71-100
>100
0-5
6-10
11-17
18-30
31-43
> 43
1-3
4-8
9-15
16-25
26-40
142
Abdurachman et al.
Perbedaan kadar air pada batas mengalir dan batas ganti warna
merupakan jumlah air yang tersedia bagi tanaman. Penentuan air tersedia
dengan cara ini sekarang jarang digunakan lagi. Hal ini karena semua
penetapan dilakukan pada tanah dalam keadaan yang tidak alami lagi
(tanah diaduk lebih dulu dengan air sampai menjadi pasta), sehingga
mekanisme penyerapan air dalam tanah berbeda dengan keadaan alami
dimana banyaknya dan ukuran pori-pori tanah memegang peranan
penting. Penentuan jumlah air tersedia yang dianggap lebih baik adalah
dengan menghitung perbedaan kadar air pada tegangan sepertiga bar
atau pF 2,54 (kapasitas lapangan) dengan kadar air pada 15 bar atau pF
4,2 (titik layu permanen).
7. DAFTAR PUSTAKA
LPT (Lembaga Penelitian Tanah). 1979. Penuntun Analisa Fisika Tanah.
Lembaga
Penelitian
Tanah.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Pertanian.
Tan, K. H. 2005. Soil Sampling, Preparation, and Analysis. Second
Edition. CRC Press Taylor and Francis Group. Boca Raton, FL
33487 2742. 623 p.
Topp, G. C., and P. A. (T.Y) Ferre. 2002. The Soil Phase. Methods of Soil
Analysis. Part 4. Physical Methodes. SSSA Book Series. No 5.
Soil Science Society of America, Madison, WI 53711, USA. 1.692
p.
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 233
hlm.