KEBUDAYAAN
A. Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa Sanskerta
yang berarti akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya
(majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau
akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan
berasal dari kat budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsur
rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar
sebagai unsur jasmani, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari
akal dan ikhtiar manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan adalah culture, berasal dari
kata culure (bahasa Yunani) yang berarti mengerjakan tanah. Dengan
mengerjakan tanah, manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan
(food producing). Hal ini berarti, manusia telah berbudi daya mengerjakan
tanah karena telah meninggalkan kehidupan yang hanya memungut hasil
alam saja (food gathering). Dalam sejarah kebudayaan, bajak dijadikan
benda sejarah (artefak) sebagai bukti bahwa manusia telah berbudaya.
Kata cultuur, dalam bahasa Belanda, masih mengandung pengertian
pengerjaan tanah (ingat abad XIX) dan sekaligus juga berarti kebudayaan
seperti kata culture dalam bahasa Inggris.
Defenisi kebudayaan yang tepat sangat sukar karena begitu banyak
orang yang mendefenisikannya.
a. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi
manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat,
yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti
kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan
kesukaran di dalam hidup dan pengihidupannya guna mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan
damai.
b. E.B. Tylor
Dalam buku yang berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu
pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang di dapat manusia sebagai
anggota masyarakat.
c. R. Linton
Dalam buku “The Culture background of person lity” menyatakan
bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku dan hasil laku,
yang unsur-unsur pembentukannya didukung serta diteruskan oleh
anggota masyarakat tertentu
d. C.Klukhon dan W.H. Kelly
Mencoba merumuskan defenisi tentang kebudayaan sebagai hasil
Tanya jawab dengan para ahli antropologi, sejarah, hukum, pyschologi
yang implicit, explicit, rasional, irasional, terdapat pada setiap waktu
sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia
e. Melville j. Herskovitas
Seorang ahli antropologi Amerika mendefenisikan kebudayaan
adalah “Man made part of the environment” (bagian dari lingkungan buatan
mnusia).
f. Dawson
Dalam buku “Age of the Gods”, mengatakan bahwa kebudayaan
adalah cara hidup bersama (culture is common way of life).
J.P.H. Dryvendak mengatakan bahwa kebudayaan adalah kumpulan
dari cetusan jiwa manusia sebagai yang beraneka ragam berlaku dalam
suatu masyarakat tertentu. Ralph Linton (1893-1953) seorang
antropolog Amerika memberikan defenisi kebudayaan adalah “Man’s
social here dity” (sifat sosial manusia yang temurun).
Di samping defenisi-defenisi di atas, masih ada beberapa defenisi
yang dikemukakan oleh para pakar Indonesia seperti:
a. Prof Dr. Koentjaraningrat mengatakan kebudayaan adalah
keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur
oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
b. Sultan Takdir Alisyahbana mengatakan kebudayaan adalah
manifestasi dari cara berpikir.
C. Dr. Moh. Hatta, kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa.
Defenisi-defenisi di atas kelihatannya berbeda-beda, namun
semuanya berprinsip sama, yaitu mengakui adanya ciptaan manusia,
meliputi perilaku dan hasil kelakuan manusia yang diatur oleh
tatakelakuan yang diperoleh dengan belajar yang semuanya tersusun
dalam kehidupan masyarakat.
Di dalam masyarakat kebudayaan sering diartikan sebagai the
general body of the arts, yang meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat,
seni rupa, pengetahuan filsafat atau bagian-bagian yang indah dari
kehidupan manusia. Akhirnya kesimpulan yang didapat bahwa
kebudayaan adalah hasil buah budi manusia yang mencapai
kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang
kongkrit maupun abstrak, itulah kebudayaan.
Kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia untuk memenuhi kehidupan dengan cara belajar, yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Untuk lebih jelas dapat
dirinci sebagai berikut:
1. Bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan
dihasilkan manusia. Karena itu meliputi :
a. Kebudayaan material (bersifat jasmaniah), yang meliputi benda-
benda ciptaan manusia, misalnya: alat-alat perlengakapan hidup.
b. Kebudayaan non material (bersifat rohaniah), yaitu semua hal
yang
tidak dapat lihat dan diraba, misalnya: religi, bahasa, dan ilmu
pengetahuan.
2. Bahwa kebudayaan itu tidak diwariskan secara negative (biologis),
melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar.
4. Bahwa kebudayaan itu diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Tanpa msyarakat akan sukarlah bagi manusia untuk
membentuk kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin
manusia baik secara individual maupun masyarakat, dapat
mempertahankan kehidupannya.
5. Jadi kebudayaan itu adalah kebudayaan manusia. Dan hampir semua
tindakan manusia adalah kebudayaan, karena yang tidak perlu
dibiasakan dengan cara belajar, misalnya tindakan atas dasar naluri
(instink), gerak reflek. Sehubungan dengan itu kita perlu mengetahui
perbedaan tingkah laku manusia dengan makhluk lainnya, khususnya
hewan.
Menurut Dr. H. Th. Fischer dalam bukunya Pengantar Antropologi ada
sejumlah faktor yang mempengaruhi kebudayaan dan secara garis besar
disebut berikut ini:
a. Faktor Kitaran Geografis (lingkngan hidup, geografisch milieu)
Faktor lingkungan fisik lokasi geografis merupakan sesuatu corak
budaya sekelompok masyarakat. Dengan kata lain, faktor kitaran
geografis merupakan determinisme yang berperan besar dalam
pembentukan suatu kebudayaan.
b. Faktor Induk Bangsa
Ada dua pandangan yang berbeda mengenai faktor induk bangsa ini,
yaitu pandangan Barat dan pandangan Timur. Pandangan Barat
berpendapat bahwa perbedaan induk bangsa dari beberapa kelompok
masyarakat mempunyai pengaruh terhadap suatu corak kebudayaan.
Berdasarkan pandangan barat, umumnya tingkat peradaban
didasarkan atas ras. Oleh karena itu, bangsa-bangsa yang berasal dari
ras Caucasoid dianggap lebih tinggi daripada ras lain, yaitu Mongoloid
dan Negroid yang lebih rendah dari ras Mongoloid yang memiliki ras
khusus seperti Bushman (Afrika Selatan), Vedoid (Sri Lanka), dan
Austroloid (Australia). Namun pandangan Timur berpendapat bahwa
peranan induk bangsa bukanlah sebagai faktor yang mempengaruhi
kebudayaan. Kenyataannya dalam sejarah, budaya Timur sudah lebih
dulu lahir dan cukup tinggi justru pada saat bangsa Barat masih “tidur
dalam kegelapan”. Hal tersebut semakin jelas ketika dalam abad XX,
bangsa Jepang yang termasuk ras Mongoloid mampu membuktikan
bahwa mereka bangsa Timur tidak dapat dikatakan lebih rendah
daripada bangsa Barat.
c. Faktor Saling Kontak Antarbangsa
Hubungan antar bangsa yang makin mudah akibat sarana perhubungan
yang makin sempurna menyebabkan satu bangsa yang mudah
berhubungan dengan bangsa lain. Akibat adanya hubungan
antarbangsa ini, dapat atau tidaknya suat bangsa mempertahankan
kebudayaan tergantung dari pengaruh kebudayaan asing, jika lebih kuat
maka kebudayaan asli dapat dipertahankan. Sebaliknya apabila
kebudayaan asli lebih lemah daripada kebudayaan asing maka
lenyaplah kebudayaan asli dan terjadilah budaya jajahan yang sifatnya
tiruan (colonial and imitative culture). Namun dalam kontak antarbangsa
ini yang banyak terjadi adalah adanya keseimbangan yang melahirkan
budaya campuran (acculturation).
Indonesia yang terletak dalam posisi silang (cross position) dunia,
kebudayaannya memiliki konsekuensi yang besar dari pengaruh luar.
Dalam hal ini, sejarah telah menggambarkannya dengan nyata. Selain
pengaruh luar, masalah waktu sebenarnya juga ikut berperan dalam
pembentukan suatu kebudayaan. Misalnya, dalam fase pertama,
Indonesia mendapat pengaruh Islam (abad XI-XVI), dan dalam fase
ketiga mendapat pengaruh dari kebudayaan Barat (abad XVI-XX).
Penegasan atas pendapat Fischer adalah bahwa bagi manusia
modern. Lingkungan hidup yang sulit merupakan tantangan (challenge)
untuk dicari jawabannya (response) agar kehidupannya dapat makin
maju. Jadi, mereka bukannya menyerah pada alam, melainkan mau
menaklukkan alam. Sedangkan kontak dengan bangsa lain justru perlu
diperhatikan dengan adanya budaya asli, apakh kuat atau lemah. Selain
itu, maju mundurnya suatu kebudayaan asli dapat ditinjau dari segi materi
atau rohaninya. Kebudayaan Barat yang sekarang dinilai lebih maju,
cendurung bersifat materi, sedangkan nilai rohaninya justru mundur.
Kebudayaan Timur pada umumnya secara materi belum maju, tetapi
secara rohani (spiritual) dinilai lebih tinggi daripada kebudayaan Barat.
B. Kerangka Kebudayaan