Daftar Isi
Daftar Isi.............................................................................................................
(i)
Abstrak...............................................................................................................
(ii)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................
BAB II
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian..............................................................................
3.5 Variabel.............................................................................................
HASIL PENELITIAN...........................................................................................
BAB IV
BAB V
PEMBAHASAN...................................................................................................
18
BAB VI
KESIMPULAN ....
20
DAFTAR PUSTAKA
Abstrak
Di negara yang maju dan berkembang pola dan gaya hidup semakin kurang baik,
banyaknya teknologi yang mudah dijangkau tanpa harus bergerak banyak menyebabkan
penurunan aktifitas fisik dan penambahan berat badan hal ini tentu sangat berpengaruh pada
faktor resiko diabetes melitus. Diabetes Melitus (DM tipe 2) merupakan salah satu masalah
kesehatan. Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita Diabetes Melitus pada
tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang di dunia. Faktor-faktor lain berupa jenis kelamin,
usia, serta tinggi badan juga akan mempengaruhi peningkatan kadar gula darah sebagai resiko
diabetes mellitus. IMT (Index Massa Tubuh) yang berlebihan atau obesitas juga merupakan
salah satu faktor beresiko diabetes mellitus sekitar 7,14 kali lebih besar dibandingkan dengan
IMT normal atau orang yang tidak obesitas. Diabetes mellitus sendiri jarang terdiagnosis dini,
lebih sering terdiagnosis ketika gejala klinis yang sudah nyata pada pasien seperti polidipsi,
poliuri, dan polifagia, oleh karena itu pentingnya untuk skrining awal dengan menggunakan
pengukuran gula darah, umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan dan IMT serta aktifitas
fisik untuk mengetahui seberapa besar seseorang berisiko untuk terkena diabetes mellitus.
Kata kunci: Faktor resiko DM tipe 2, Skrinning awal
Abstract
In the state of being developed and developing lifestyle are getting worse, technology
many an accessible without having to move in multitudes caused a decline in physical activity
and the addition of weight it is certainly a major influence on risk factors diabetes mellitus
.Diabetes mellitus ( DM type 2 ) is one of health problems. Data from global study shows that
the amount of patient diabetes mellitus in 2011 has reached 366 million people around the
world .Other factors in the form of sex , age , as well as body height will also affect elevated
levels of blood sugar as the risk of diabetes mellitus . BMI that is exaggerated or obesity also is
one of the risk of diabetes mellitus about 7,14 times larger than normal with bmi or one who
does not obesity. Early diagnosed of Diabetes mellitus is so rare, Diagnosed of Diabetes
mellitus determined when clinical symptoms in patients is appear such as polidipsy, poliury, and
polyfagia , because of that its so important to ealy diagnosed by using the measurement of
blood sugar , age , sex , height , weight and bmi as well as physical activity to know how much
someone risky to affected by diabetes mellitus.
Keyword: the risk factor of diabetes mellitus, early screening
2
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Diabetes mellitus atau yang dikenal awam dengan istilah kencing manis merupakan
penyakit yang paling sering dan banyak kita jumpai dengan prevalensi di dunia sekitar 4% baik
pada perempuan maupun laki-laki dalam berbagai usia. Diperkirakan pada tahun 2025 bisa
mencapai 5,4%. Di Indonesiapun diperkirakan prevalensinya akan terus meningkat seiring
dengan perkembangan zaman dan teknologi yang serba maju serta praktis. Peningkatan
maupun penurunan kadar glukusa darah dipengaruhi oleh faktor endogen (mis:hormonal) dan
eksogen (mis: lifestyle yang kurang sehat). Konsumsi makanan cepat saji terutama diindonesia
terutama daerah yang mengalami akulturasi dan peningkatan teknologi membuat kemudahan
dalam melakukan berbagai aktifitas tentunya berdampak kepada aktifitas fisik seperti
berolahraga serta berdampak pula pada berat badan dan index massa tubuhnya. Perubahan ini
sudah dapat kita rsakan pada daerah perkotaan dan sudah mulai merambah ke daerah
pinggiran kota. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan diri sendiri dapat
memperburuh kondisi mereka dan dapat terpicunya berbagai penyakit non infeksi dan kronis
seperti diabetes mellitus dan tak memungkinkan juga hipertensi. Diagnosis dini pada penderita
diabetes mellitus sangat jarang, paling sering diagnosis terjadi jika sudah ada gejala klinis yang
muncul. Maka dari itu sangat perlu kita lakukan skrinning awal resiko penyakit diabetes mellitus
agar bisa mencegah komplikasi diabetes mellitus yang akan terjadi sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup si penderita tersebut. Deteksi dini dapat kita lakukan kepada
orang-orang yang memiliki factor resiko baik oleh karena pola hidup yang tidak sehat maupun
factor keturunan. Skrinning diabetes mellitus dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar gula
darah sewaktu. selain itu keberhasilan mencegah timbulnya diabetes mellitus dan peningkatan
gula darah tergantung pada perilaku masyarakat itu sendiri.1
1.2 Permasalahan
Berdarsarkan paa latar belakang adapun masalah yang dapat dirumuskan penulis ialah
sebagai berikut: apakah ada hubungan antara kadar gula darah sebagi resiko diabetes mellitus
dengan jenis kelamin?, apakah ada hubungan antara kadar gula darah sebagai resiko diabetes
mellitus dengan usia?, apakah ada hubungan antara kadar gula darah sebagai resiko diabetes
1
melitus dengan tinggi badan, berat badan dan IMT?, apakah ada hubungan antara kadar gula
darah sebagai resiko diabetes mellitus dengan aktifitas fisik?
1.3 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang faktor-faktor resiko diabetes
mellitus, khususnya faktor yang berupa jenis kelamin, usia, tinggi badan, berat badan, IMT, dan
aktivitas fisik serta GDS. Pentingnya skriining awal diabetes mellitus dengan mengukur gula
darah sewaktu dengan factor yang mempengaruhi jenis kelamin, usia, tinggi badan, berat
badan, IMT dan aktifitas fisik.
1.4 Manfaat penelitian
Sebagai bahan untuk melanjutkan penelitian yang berhubungan dengan faktor-faktor resiko
diabetes mellitus. Sebagai informasi kepada pembaca pentingnya untuk deteksi awal/skrinning
diabetes melitus untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut.
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Hubungan jenis kelamin dengan resiko diabetes mellitus
Hasil penelitian hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian DM Tipe 2, prevalensi
kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih berisiko mengidap
diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih
besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat
distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga
wanita berisiko menderita diabetes mellitus tipe2. Adapun hasil penelitian juga yang dilakukan
beberapa peneliti ditemukan sebanyak 138 pasien DM tipe-2 di Poliklinik Endokrin RSU
Prof.Dr.R.D.Kandou Manado. Dari 138 kasus tersebut,78 pasien (57%) adalah wanita dan 60
pasien (43%) adalah pria. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Kolombo, Sri
Lanka terhadap pasien penderita DM tipe-2 bahwa pasien yang terbanyak menderita DM tipe-2
yaitu pada wanita dibanding pria. Dari kedua penelitian yang didapatkan bahwa perempuan
lebih beresiko terpajan DM dibandingkan laki-laki.2,3,4
2.2 Hubungan usia dengan resiko diabetes mellitus
Penelitian antara umur dengan kejadian diabetes mellitus menunjukan adanya
hubungan yang signifikan. Kelompok umur < 45 tahun merupakan kelompok yang kurang
berisiko menderita DM Tipe 2. Risiko pada kelompok ini 72 persen lebih rendah dibanding
kelompok umur 45 tahun. Penelitian Iswanto (2004) juga menemukan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara umur dengan kejadian diabetes mellitus. Selain itu, studi yang dilakukan
Sunjaya (2009) juga menemukan bahwa kelompok umur yang paling banyak menderita
diabetes mellitus adalah kelompok umur 45-52 (47,5%). Peningkatan diabetes risiko diabetes
seiring dengan umur disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan
intolenransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel
pancreas dalam memproduksi insulin. Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat
penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin.
Penelitian lain menunjukkan bahwa responden yang memiliki umur 45 tahun merupakan
responden dengan persentase paling besar (56,3%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Awad (2011) yang menunjukkan peningkatan jumlah pasien DM Tipe 2 pada pasien yang
3
berumur lebih dari 50 tahun. Hasil Riskesdas tahun 2007 juga menunjukkan bahwa jumlah
penderita DM di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur.2,5
2.3 Hubungan tinggi badan, berat badan dan IMT dengan resiko diabetes mellitus
Indeks masa tubuh mempunyai hubungan yang signifikan dengan diabetes mellitus.
Dimana IMT memiliki nilai sebagai berikut <18,5 IMT kurus, 18,5-25 IMT normal, 25-30 IMT
obesitas 1, dan 30 IMT obesitas 2. Hasil perhitungan OR menunjukan seseorang yang
obesitas mempunyai risiko untuk menderita diabetes. Kelompok dengan risiko diabetes terbesar
adalah kelompok obesitas, dengan odds 7,14 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok
IMT normal. Penelitian menurut Sunjaya (2009) menemukan bahwa individu yang mengalami
obesitas mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena diabetes mellitus dibandingkan
dengan individu yang tidak mengalami obesitas. Adanya pengaruh indek masa tubuh terhadap
diabetes mellitus ini disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik serta tingginya konsumsi
karbohidrat, protein dan lemak yang merupakan factor risiko dari obesitas. Hal tersebut
menyebabkan meningkatnya Asam Lemak atau Free Fatty Acid (FFA) dalam sel. Peningkatan
FFA ini akan menurunkan translokasi transporter glukosa ke membrane plasma, dan
menyebabkan terjadinya resistensi insulinpada jaringan otot dan adipose (Teixeria-Lemos
dkk,2011). Pada penelitian ini, terdapat 104 pasien yang memiliki IMT sedangkan 34 pasien
lainnya tidak memiliki IMT karena pada status pasien tersebut tidak dicantumkan BB dan TB
pasien. Pada penelitian ini didapatkan faktor risiko menurut IMT pada pasien dengan resiko (2324,9) sebanyak 27 pasien (25,96%), pasien dengan obes-1 (25-29,9) sebanyak 37 pasien
(35,58%) dan pasien dengan obes-2 (>30%) sebanyak enam pasien (5,77%).Menurut CDC, di
Amerika penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, tetapi faktor gaya hidup seperti kelebihan
berat badan atau tidak berolahraga sangat terkait dengan perkembangan diabetes tipe-2.
Peningkatan obesitas dan diabetes terus terjadi pada jenis kelamin baik perempuan dan lakilaki, pada semua umur, pada semua ras, semua tingkat pendidikan dan perokok. Obesitas
merupakan faktor resiko tinggi pada beberapa penyakit yang berat. Obesitas dan diabetes
sering menyebabkan kesakitan dan kematian di America. Bukti dari beberapa studi kasus
menyatakan bahwa obesitas dan penambahan berat badan dapat meningkatkan resiko
diabetes. Setiap tahun sekitar 300.000 jiwa penduduk dewasa amerika meninggal meningga
oleh karena berkenaan dengan kasus obesitas dan diabetes.2,5,6
gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL atau kadar gula plasma 2 jam
setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 200 mg/dL serta pemeriksaan HbA1C 6.5%.
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir pasien. Puasa artinya pasien tidak mendapat kalori
tambahan minimal selama 8 jam. TTGO adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan
memberikan larutan glukosa khusus untuk diminum. Sebelum meminum larutan tersebut akan
dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah, lalu akan diperiksa kembali 1 jam dan 2 jam
setelah meminum larutan tersebut. Pemeriksaan ini sudah jarang dipraktekkan. Jika kadar
glukosa darah seseorang lebih tinggi dari nilai normal tetapi tidak masuk ke dalam kriteria DM,
maka dia termasuk dalam kategori prediabetes. Yang termasuk ke dalamnya adalah Glukosa
Darah Puasa Terganggu (GDPT), yang ditegakkan bila hasil pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL dan kadar glukosa plasma 2 jam setelah meminum
larutan glukosa TTGO < 140 mg/dL Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yang ditegakkan bila
kadar glukosa plasma 2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO antara 140 199
mg/dL.10
Bab III
Metodologi penelitian
3.1 Desain penelitian
Adapun penelitian ini adalah bersifat analitik dengan desain/pendekatan cross sectional,
dimana pengumpulan data dan pengukuran variabel penelitian dilakukan pada saat yang sama.
3.2 Pengumpulan data dan tempat pengumpulan data
Cara pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara
wawancara (Jenis kelamin, usia, aktivitas fisik), pemeriksaan antropometrik (TB, BB, dan IMT)
dan GDS untuk data primer. Data ini diambil pada saat dilakukannya baksos skrining Diabetes
melitus di sekitar wilayah Tanjung duren utara dan selatan.
Bab IV
Hasil Penelitian
Statistics
umur
N
Valid
Missing
Mean
TB
Mode
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
Range
Minimum
Maximum
Sum
Percentiles 25
50
IMT
110
110
110
110
0
1.5745E
0
1.2528E
63.7818
2
2
1.29261 .79065 1.63721 5.00119
1.5700E
1.0950E
43.5000
62.0000
2
2
35.00 152.00
65.00
112.00
1.35570
1.71712 5.24529
8.29240
E1
E1
E1
183.793 68.764 294.851 2.751E3
.219
.236
1.970
2.684
.230
.230
.230
.230
-1.037
-.553
8.400
8.713
.457
.457
.457
.457
52.00
38.00 128.00 318.00
20.00 140.00
32.00
73.00
72.00 178.00 160.00 391.00
4894.00 1.73E4 7016.00 1.38E4
1.5200E
33.5000
53.0000 97.7500
2
43.5000
75
GDS
110
44.4909
BB
57.2500
1.5700E
2
1.6400E
2
62.0000
70.0000
1.0950E
2
1.2625E
2
25.6926
.60858
24.4950
30.30
6.38289
40.741
1.715
.230
6.427
.457
44.48
15.01
59.49
2826.19
21.5742
24.4950
28.9199
Percent
normal
95
86.4
86.4
86.4
DM
15
13.6
13.6
100.0
Total
110
100.0
100.0
1. Hubungan Jenis kelamin dengan kadar gula darah sebagai faktor resiko diabetes mellitus
Crosstab
Count
GDS
normal
sex
DM
Total
perempuan
56
65
laki-laki
39
95
6
15
45
110
Total
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb
df
.006a
.000
.006
(2-sided)
1
1
1
sided)
sided)
.939
1.000
.939
1.000
.006
.586
.939
110
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.14.
b. Computed only for a 2x2 table
Pada bagian Pearson chi-suare terlihat nilai Asimp.Sig sebesar 0.939>0.005, maka
disimpulkan bahwa Ho diterima yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
kadar gula darah dan jenis kelamin. Hal ini dapat diartikan pula bahwa jenis kelamin
seseorang tidak memiliki korelasi dengan kadar gula darah yang dimilikinya.
2. Hubungan Usia dengan kadar gula darah sebagai faktor resiko diabetes mellitus
umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Valid
Percent
tidak beresiko
56
50.9
50.9
50.9
beresiko
54
49.1
49.1
100.0
110
100.0
100.0
Total
10
Crosstab
Count
GDS
normal
umur tidak beresiko
beresiko
Total
DM
Total
54
56
41
95
13
15
54
110
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb
df
9.812a
8.149
10.762
(2-sided)
1
1
1
sided)
sided)
.002
.004
.001
.002
9.723
.002
.002
110
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.36.
b. Computed only for a 2x2 table
Pada bagian Pearson chi-suare terlihat nilai Asimp.Sig sebesar 0.002<0.005, maka
disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kadar
gula darah dan usia seseorang. Hal ini dapat diartikan pula bahwa usia seseorang memiliki
korelasi dengan kadar gula darah yang dimilikinya.
3. Hubungan TB, BB dan IMT dengan kadar gula darah sebagai faktor resiko diabetes mellitus
tinggibadan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Valid
Percent
pendek
3.6
3.6
3.6
normal
106
96.4
96.4
100.0
Total
110
100.0
100.0
11
beratbadan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Valid
kurus
Percent
7.3
7.3
7.3
normal
39
35.5
35.5
42.7
obesitas
63
57.3
57.3
100.0
110
100.0
100.0
Total
imt
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Valid
Percent
kurus
10
9.1
9.1
9.1
normal
52
47.3
47.3
56.4
obesitas
48
43.6
43.6
100.0
110
100.0
100.0
Total
Crosstab
Count
GDS
normal
imt
Total
DM
Total
kurus
10
10
normal
45
52
obesitas
40
95
8
15
48
110
12
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
df
(2-sided)
1.955
3.287
2
2
.376
.193
1.489
.222
110
Pada bagian Pearson chi-suare terlihat nilai Asimp.Sig sebesar 0.376>0.005, maka
disimpulkan bahwa Ho diterima yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
kadar gula darah dan IMT. Hal ini dapat diartikan pula bahwa IMT seseorang tidak memiliki
korelasi dengan kadar gula darah yang dimilikinya.
4. Hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah sebagai faktor resiko diabetes mellitus
aktifitasfisik
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Valid
Percent
rendah
12
10.9
10.9
10.9
sedang
43
39.1
39.1
50.0
tinggi
55
50.0
50.0
100.0
Total
110
100.0
100.0
Crosstab
Count
GDS
normal
DM
Total
aktifitasfisik rendah
10
12
sedang
39
43
tinggi
54
95
1
15
55
110
Total
13
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
df
(2-sided)
56.706a
40.203
2
2
.000
.000
37.036
.000
110
Pada bagian Pearson chi-suare terlihat nilai Asimp.Sig sebesar 0.000<0.005, maka
disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kadar
gula darah dan aktifitas fisik . Hal ini dapat diartikan pula bahwa aktifitas fisik seseorang
memiliki korelasi dengan kadar gula darah yang dimilikinya.
14
Bab V
Pembahasan
1. Jenis kelamin
Prevalensi kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih
berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks
masa tubuh yang lebih besar, adanya premenstrual syndrome, pasca-menopouse yang
membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut
sehingga wanita berisiko menderita diabetes mellitus tipe 2. Namun pada hasil penelitian tidak
didapatkan korelasi yang signifikan antara jenis kelamin dan kadar gula darah.
2. Umur
Penelitian antara umur dengan kejadian diabetes mellitus menunjukan adanya hubungan
yang signifikan. Kelompok umur < 45 tahun merupakan kelompok yang kurang berisiko
menderita DM Tipe 2. Risiko pada kelompok ini lebih rendah dibanding kelompok umur 45
tahun. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur
dengan kejadian diabetes mellitus oleh karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan
intolenransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel
pancreas dalam memproduksi insulin. Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat
penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin. Dari
hasil penelitian memang benar didapatkan hubungan yang signifikan antara kadar gula darah
dengan umur.
3. Tinggi badan, berat badan, dan IMT
Indeks masa tubuh mempunyai hubungan yang signifikan dengan diabetes mellitus oleh
karena kelompok dengan risiko diabetes terbesar adalah kelompok obesitas dengan resiko 7,14
kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok IMT normal. Dimana IMT memiliki nilai sebagai
berikut <18,5 IMT kurus, 18,5-25 IMT normal, 25-30 IMT obesitas 1, dan 30 IMT obesitas 2.
Adanya pengaruh indek masa tubuh terhadap diabetes mellitus ini disebabkan oleh kurangnya
aktivitas fisik serta tingginya konsumsi karbohidrat, protein dan lemak yang merupakan factor
risiko dari obesitas. Dari perhitungan rata-rata didaptkan IMT sekitar 25 menandakan obesitas
15
sebagi faktor resiko diabetes namun dari hasil penelitian korelasi tidak didapatkan hubungan
yang berarti antara IMT dengan kadar gula darah.
4. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah dengan cara glukosa akan diubah menjadi
energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik dapat mengakibatkan insulin semakin
meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang
berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam
tubuh sebagai lemak dan gula jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi
energi maka akan timbul DM. pada tinjauan pustaka didapatkan orang yang berolahraga
dengan kategori tinggi memiliki resiko jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang tingkat
aktifitasnya rendah. Dari hasil penelitian didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara
aktivitas fisik dan kadar gula darah dimana dari keseluruhan sampel terlihat dari aktivitas fisik
yang tinggi memiliki resiko untuk DM hanya 1,8%. Sedangkan pada yang aktivitasnya rendah
memiliki resiko DM sebanyak 83 %.
16
17