Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstisial. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis,
serta perjalanan penyakitnya. World Health Organization (WHO) mendefinisikan
pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaaan
inspeksi dan frekuensi pernapasan.1 Bila parenkim paru terkena infeksi dan
mengalami inflamasi hingga meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka
disebut pneumonia lobaris atau pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak
mencakup satu lobus dan hanya di bronkiolus dengan pola bercak-bercak yang
tersebar bersebelahan maka disebut bronkopneumonia. Bronkopneumonia
merupakan jenis pneumonia yang sering dijumpai pada anak-anak.2
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah 5 tahun.

Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di

seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat
pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Pneumonia lebih
sering dijumpai di negara berkembang dibandingkan negara maju. 1,3 Berdasarkan
data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, pneumonia termasuk salah satu
dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit. Cakupan
penemuan pneumonia pada balita tahun 2013 sebesar 24,46% dengan jumlah
kasus yang ditemukan sebanyak 571.547 kasus.4
Anak dengan pneumonia bisa menunjukkan berbagai gejala tergantung
dari umur dan penyebab infeksinya. Pneumonia bakterial biasanya menyebabkan
sakit yang parah pada anak dengan adanya demam tinggi dan pernapasan yang
cepat. Sedangkan pada infeksi virus, biasanya gejalannya muncul secara bertahap
dan bisa menjadi semakin buruk seiring berjalannya waktu.5
Pneumonia biasanya disebabkan oleh mikroorganisme, namun pneumonia
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.6 Streptococcus
pneumoniae (pneumococcus) merupakan bakteri patogen yang paling umum
didapatkan

pada

pneumonia,

diikuti

oleh

Chlamydia

pneumoniae

dan

Mycoplasma pneumoniae. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,

dan Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama penderita dirawat inap


dan kematian oleh karena pneumonia pada anak-anak di negara berkembang. Pada
virus pernapasan, virus parainfluensa, Rhinovirus dan Respiratory Syncytial Virus
(RSV) merupakan patogen utama, khususnya pada anak dibawah 3 tahun.1,3,18
Malnutrisi adalah penyebab utama angka morbiditas dan mortalitas anak
di negara berkembang pada 5 tahun pertama kehidupannya. Hal ini biasanya
terjadi pada anak balita antara 6 bulan sampai 2 tahun dan dihubungkan dengan
pengenalan terhadap makanan tambahan, kurangnya asupan protein, dan sering
terjadi infeksi. Hampir sepertiga jumlahnya mengarah kegangguan gizi.7
Pneumonia umumnya terdapat pada anak-anak yang kekurangan gizi dan
sering dihubungkan dengan hasil yang fatal, khususnya pada anak-anak yang
berumur dibawah 24 bulan. Beberapa studi secara konsisten melaporkan adanya
peningkatan resiko kematian sebesar 2 sampai 3 kali lipat pada kasus-kasus
pneumonia yang dihubungkan dengan malnutrisi. Oleh karena itu pneumonia dan
malnutrisi merupakan dua pembunuh terbesar di penyakit anak.8

LAPORAN KASUS

Nama

: FW

Jenis kelamin

: Laki-laki

Tanggal lahir/umur

: 1 Februari 2013 / 2 1/12 tahun

Lahir di

: RSU Prof. Dr. R. D. Kandou

Berat waktu lahir

: 3150 gram

Panjang Badan

: 50 cm

Partus/oleh

: Dokter

Kebangsaan

: Indonesia

Suku bangsa

: Minahasa

Nama ibu/umur

: Ny. FS / 26 tahun

Pekerjaan ibu

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan ibu

: SMA

Nama ayah/umur

: Tn. DW/ 36 tahun

Pekerjaan ayah

: Petani

Pendidikan ayah

: SMA

Alamat

: Desa Mokupa Tanawangko

Tanggal MRS

: 29 Maret 2015 Jam 02.00 WITA

Perkawinan I

Perkawinan I

Anamnesis diberikan oleh Ibu penderita


Anak ke-2 dari 2 bersaudara, anak kandung
Anak

umur

keterangan

1.

4 tahun

sehat

2.

2 1/12 tahun

Penderita

Family Tree

Anamnesis
Keluhan Utama:
-

Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

Demam sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit

Batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit

Penderita dibawa oleh ibu dan ayah ke rumah sakit dengan keluhan sesak sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak disertai dengan kebiruan pada bibir
dan lidah. Penderita juga mengalami demam sejak 10 jam sebelum masuk demam
dirasakan tinggi dengan perabaan, penderita minum obat panas tapi panas tidak
turun, tidak ada bintik merah, tidak ada perdarahan dari hidung maupun gusi.
Penderita mengalami batuk berlendir sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,
batuk semakin menghebat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nafsu
makan/minum penderita menurun sejak sakit. Ayah penderita adalah seorang
perokok. BAB dan BAK normal

Anamnesis antenatal :
ANC teratur sebanyak 9 kali di Puskesmas
Suntikan TT 2 kali.
Selama hamil ibu penderita sehat

Penyakit yang pernah dialami :


Morbili

:-

Varicella

:-

Pertussis

:-

Diarrhea

:+

Cacing

:-

Batuk/Pilek

:+

Kepandaian/kemajuan bayi:
Pertama kali membalik

bulan

tengkurap

bulan

duduk

bulan

merangkak

bulan

berdiri

10

bulan

berjalan

12

bulan

tertawa

bulan

berceloteh

bulan

memanggil mama

12

bulan

memanggil papa

12

bulan

Anamnesis makanan terperinci sejak bayi sampai sekarang:


ASI

:-

PASI

: lahir 2 tahun

Bubur susu

: 7 bulan

Bubur saring : 8 bulan


Bubur lunak

: 11 bulan 2 tahun

Nasi

: 2 tahun sekarang

Riwayat Imunisasi
DASAR
I

LANJUTAN
II

III

BCG

POLIO

DTP

CAMPAK

HEPATITIS B

IV

II

III

Anamnesis Keluarga:
1. Riwayat keluarga
Dalam keluarga hanya penderita yang sakit seperti ini.
2. Keadaan sosial, ekonomi, kebiasaan, dan lingkungan

Penderita tinggal bersama orang tua di rumah permanen, beratap seng,


berdinding beton, berlantai semen, jumlah kamar ada 2 buah, dihuni oleh 2
orang dewasa dan

2 orang anak. WC/KM terdapat di dalam rumah.

Sumber air minum dari air mineral kemasan. Sumber listrik dari PLN.
Penanganan sampah dengan cara dibuang di tempat pembuangan sampah.
Pemeriksaan fisik:
Umur

: 2 tahun 1 bulan

Berat Badan

: 9 kg

Tinggi Badan

: 82 cm

Keadaan umum

: tampak sakit

Gizi

: kurang

Sianosis

: (-)

Anemia

: (-)

Ikterus

: (-)

Kejang

: (-)

T: 90/60 mmHg

N: 124 x/menit

Kulit : Warna

: sawo matang

Efloresensi

: (-)

Pigmenntasi

: (-)

Jaringan parut

: (-)

Lapisan lemak

: cukup

Turgor
Tonus

RR: 48 x/menit

SB: 39 C

: kembali cepat
: normotonus

Oedema

: (-)

Kepala : Bentuk

: mesocephal

Rambut

: hitam, tidak mudah dicabut

Ubun-ubun besar

: datar

Mata : Exophtalmus / Enophtalmus : -/Tekanan bola mata : normal pada perabaan


Konjungtiva

: anemis -/-

Sklera

: ikterik -/-

Refleks kornea : normal


Pupil

: bulat, isokor, diameter 3 mm-3 mm, refleks cahaya +/+

Lensa

: jernih

Fundus

: tidak dievaluasi

Visus

: tidak dievaluasi

Gerakan

: normal

Telinga : sekret -/Hidung : sekret -/-, pernapasan cuping hidung (+)


Mulut : Bibir

: sianosis (-)

Lidah

: beslag (-)

Gigi

: karies (-)

Mukosa mulut : basah


Gusi

: perdarahan (-)

Bau pernapasan : normal

Tenggorokan : Tonsil : T1 - T1 hiperemis (-)


Faring : hiperemis (-)
Leher : Trakea

: letak ditengah

Kelenjar

: pembesaran KGB (-)

Kaku kuduk

: (-)

Thorax :

Paru-paru:

Bentuk : normal
Rachitic Rosary (-)

Xiphosternum (-)

Ruang intercostal : retraksi (+)

Harrisons groove (-)

Precordial bulging (-)

Pernapasan paradoksal (-)

Inspeksi : simetris, retraksi (+) minimal subcostalis


Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor kanan = kiri
Auskultasi : SP Bronkovesikuler kasar
Rhonki +/+, Wheezing -/-

Jantung :

Detak jantung : 124 x/menit


Iktus kordis : tidak tampak
Batas kiri : Linea midklavikularis sinistra
Batas kanan : Linea parasternalis dextra
Batas atas : ICS II-III
Bunyi jantung apex M1 > M2
Bunyi jantung aorta A1 > A2
Bunyi jantung pulmo P1 < P2

Bising : (-)
Abdomen :

Bentuk : datar, lemas, bising usus (+) normal


Lien : tidak teraba

Genitalia :

normal

Kelenjar :

pembesaran (-)

Hepar : tidak teraba

Anggota gerak : akral hangat, CRT 2


Tulang

: deformitas (-)

Otot

: eutrofi

Refleks

: Refleks fisiologis +/+, Refleks patologi -/-, spastis (-), klonus (-)

Resume Masuk
, umur 2 1/12 tahun, BB 9 kg, PB 82 cm. MRS 29/04/2015, jam 02.00 WITA.
Keluhan:
Sesak 1 hari SMRS + demam sejak 10 jam SMRS + batuk sejak 1 minggu SMRS
Keadaan umum: tampak sakit

Kesadaran: compos mentis

T: 90/60 mmHg

RR: 48 x/menit

N: 124 x/menit

SB: 39 C

Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (+)


Thorax: simetris, retraksi (+) subcostal
Cor: bising (-), dalam batas normal
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh +/+, Wh -/Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal
Hepar: tidak teraba, Lien: tidak teraba

10

Ekstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)


Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurang
Terapi:
-

O2 nasal 1-2 L/menit

IVFD NaCl 0.45% in D5% (HS) = 38 ml/jam = 12-13 gtt/m

Inj. Ampicillin 4 x 250 mg IV (ST)

Inj. Chloramphenicol 4 x 250 mg IV

Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv)

Paracetamol 3 x 100 mg tablet

Susu 8 x 50 ml per NGT

GDS tiap 24 jam

Anjuran pemeriksaan:
Kultur darah, urinalisis, feses lengkap

Hasil laboratorium
Darah Lengkap
Hematokrit
35,5 %
Hb
12 g/dl
Leukosit
19.050/ l
Trombosit
422.000/ l
CRP
12 mg/dl

AGD
pH
pCO2
pO2
SO2
Hb
Hct
HCO3

7,540
28,4 mmHg
80 mmHg
87%
11 g/dl
33%
15

X-foto Thoraks :
Perihiler infiltrat dan pericardial infiltrat pada kedua lapangan paru
Follow up

11

30 Maret 2015 (hari perawatan ke II)


S: batuk (+), sesak (+) menurun, demam (+)
Keadaan umum: tampak sakit
T: 90/60 mmHg

Kesadaran: compos mentis

N: 100 x/menit

RR: 40 x/menit

SB: 38 C

Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (-)


Thorax: simetris, retraksi (+) subcostal minimal
Cor: bising (-), dalam batas normal
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh +/+, Wh -/Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal
Hepar: tidak teraba, Lien: tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)
Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurang
Terapi:
-

O2 nasal 1-2 L/menit

IVFD NaCl 0.45% in D5% (HS) = 38 ml/jam = 12-13 gtt/m

Inj. Ampicillin 4 x 250 mg IV (2)

Inj. Chloramphenicol 4 x 250 mg IV (2)

Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv)

Paracetamol 3 x 100 mg tablet

Susu 3 x 100 ml per oral

Hasil Lab:
Feses Lengkap
Konsistensi
Lembek
Warna
Kuning
Ingus
-

Urinalisis
Warna
Kuning
Berat jenis
1,010
Albumin
-

12

Darah
Lekosit
Eritrosit
Telur cacing
Epitel
Bakteri
Jamur

+
-

Reduksi
Bilirubin
Urobilin
Lekosit
Eritrosit
Torak
Keton

10-1
4-6
-

31 Maret 2015 (hari perawatan ke III)


S: batuk (+), sesak (+) menurun, demam (+)
Keadaan umum: tampak sakit
T: 90/60 mmHg

N: 120 x/menit

Kesadaran: compos mentis


RR: 38 x/menit

SB: 37,5C

Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (-)


Thorax: simetris, retraksi (+) subcostal minimal
Cor: bising (-), dalam batas normal
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh +/+, Wh -/Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal
Hepar: tidak teraba, Lien: tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)
Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurang
Terapi:
-

Inj. Ampicillin 4 x 250 mg IV (3)

Inj. Chloramphenicol 4 x 250 mg IV (3)

Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv)

Paracetamol 3 x 100 mg tablet

Susu 3 x 250 ml per oral

13

1 April 2015 (hari perawatan ke IV)


S: batuk (+), sesak (+) menurun, demam (+), Intake (+)
Keadaan umum: tampak sakit
T: 90/60 mmHg

N: 112 x/menit

Kesadaran: compos mentis


RR: 38 x/menit

SB: 37,2C

Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (-)


Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor: bising (-), dalam batas normal
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh +/+, Wh -/Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal
Hepar: tidak teraba, Lien: tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)
Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurang
Terapi:
-

Inj. Ampicillin 4 x 250 mg IV (4)

Inj. Chloramphenicol 4 x 250 mg IV (4)

Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv)

Paracetamol 3 x 100 mg tablet

Susu 3 x 250 ml per oral

2 April 2015 (hari perawatan ke V)


S: batuk (+), sesak (-), demam (-)
Keadaan umum: tampak sakit
T: 90/60 mmHg

N: 94 x/menit

Kesadaran: compos mentis


RR: 30 x/menit

SB: 36,2C

Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (-)

14

Thorax: simetris, retraksi (-)


Cor: bising (-), dalam batas normal
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh -/-, Wh -/Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal
Hepar: tidak teraba, Lien: tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)
Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurang
Terapi:
-

Inj. Ampicillin 4 x 250 mg IV (5)

Inj. Chloramphenicol 4 x 250 mg IV (5)

Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv)

Paracetamol 3 x 100 mg tablet

Susu 3 x 250 ml per oral

3 April 2015 (hari perawatan ke VI)


S: batuk (+), sesak (-), demam (-)
Keadaan umum: tampak sakit
T: 90/50 mmHg

Kesadaran: compos mentis

N: 88 x/menit

RR: 30 x/menit

SB: 36,5C

Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (-)


Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor: bising (-), dalam batas normal
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh -/-, Wh -/Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal
Hepar: tidak teraba, Lien: tidak teraba

15

Ekstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)


Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurang
Terapi:
-

Inj. Ampicillin 4 x 250 mg IV (6)

Inj. Chloramphenicol 4 x 250 mg IV (6)

Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv)

Paracetamol 3 x 100 mg tablet

Susu 3 x 250 ml per oral

Hasil Lab:
Hasil Kultur Darah : Tidak ada pertumbuhan kuman
Darah Lengkap
Hematokrit
35,4 %
Hb
12,7 g/dl
Leukosit
8.842/ l
Trombosit
613.000/ l

4 April 2015 (hari perawatan ke VII)


S: batuk (+), sesak (-), demam (-)
Keadaan umum: tampak sakit
T: 90/60 mmHg

N: 80 x/menit

Kesadaran: compos mentis


RR: 34 x/menit

SB: 36,6C

Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (-)


Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor: bising (-), dalam batas normal
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh -/-, Wh -/-

16

Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal


Hepar: tidak teraba, Lien: tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)
Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurang
Terapi:
-

Amoxycilin 2 x 240 mg 2 x 1 pulv

Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv)

Paracetamol 3 x 100 mg tablet

Susu 3 x 250 ml per oral

Plan: rencana rawat jalan

17

PEMBAHASAN

Kasus yang dibahas dalam laporan kasus ini adalah bronkopneumonia


berat dengan gizi kurang.
Pneumonia pada anak didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang
menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor
paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala
respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki,
dan suara napas melemah.9
WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan
untuk Pelayanan Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk
masyarakat di negara berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi:
napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke
rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan menghitung napas anak dalam 1 menit
penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium).
Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada
anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut adalah klasifikasi
pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:
Tabel 1. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan 5 Tahun.2,10
Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun
Pneumonia berat
bila ada sesak napas
harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
bila tidak ada sesak napas
ada napas cepat dengan laju napas
o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun
o > 40 x/menit untuk anak > 1 5 tahun
tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

18

Bukan pneumonia
bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas
Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih
bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.2
Bayi di bawah 2 bulan
Pneumonia
bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas
harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas
Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit (WHO), pneumonia
dapat dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat:
1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat
napas cepat saja, dimana napas cepat adalah:
a. pada usia 2 bulan 11 bulan : 50 kali / menit
b. pada usia 1 tahun 5 tahun : 40 kali / menit
2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal
salah satu hal berikut ini:
a. kepala terangguk angguk
b. pernapasan cuping hidung
c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,
konsolidasi, dll.)
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

19

Napas cepat
o anak umur < 2 bulan : 60 kali / menit
o anak umur 2 11 bulan : 50 kali / menit
o anak umur 1 5 tahun : 40 kali / menit
o anak umur 5 tahun : 30 kali / menit
Suara merintih (grunting) pada bayi muda
Pada auskultasi terdengar
o crackles (ronki)
o suara pernapasan menurun
o suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya
kejang, letargi, atau tidak sadar
sianosis
distress pernapasan berat 11
Dari anamnesis didapatkan penderita sesak sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Penderita juga mengalami demam sejak 10 jam sebelum masuk
rumah sakit, demam dirasakan tinggi dengan perabaan. Batuk berlendir juga
dikeluhkan oleh orang tua penderita sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
dan menghebat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nafsu makan penderita
turun sejak sakit.
Berdasarkan kepustakaan, gambaran klinik yang biasanya ditemukan pada
penderita pneumonia yaitu batuk berlendir, sesak napas, demam, kesulitan
makan/minum, dan tampak lemah.1 Hal ini sesuai dengan anamnesis yang
didapatkan dari orang tua penderita.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekwensi napas 48 kali/menit, adanya
pernapasan cuping hidung, retraksi subcostal, rhonki basah halus. Hal ini sesuai
dengan yang tercantum dalam

Pedoman Pelayanan Medis IDAI yang

menyebutkan bahwa, diagnosis ditegakkan dari anamnesis yaitu adanya sesak


20

napas serta dengan pemeriksaan fisik diperoleh gejala distress pernapasan seperti
takipnea > 30x per menit, retraksi minimal pada subcostal, adanya ronchi pada
kedua lapangan paru dan tidak didapatkan adanya wheezing, Berdasarkan gejala
dan tanda yang didapatkan, maka dapat digolongkan dalam pneumonia berat
sesuai dengan klasifikasi WHO untuk pneumonia pada usia 2 bulan 5 tahun.1
Pemeriksaan penunjang didapati adanya peningkatan leukosit. Pada
tanggal 29 Maret 2015 leukosit 19.050/l. Sesuai kepustakan pada pneumonia
yang disebabkan oleh bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar 15.00040.000/mm3. Pemeriksaan penunjang lainnya yang bisa didapati yaitu adanya
peningkatan C-reactive protein. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisial

dan

profunda.Walaupun

belum

terbukti

secara

konklusif.

mikrobiologisnya. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah,


cairan pleura atau aspirasi paru.9
Hasil foto toraks menegaskan diagnosis pneumonia. Secara umum foto
toraks menunjukkan infiltrat perihiler dan infiltrat pericardial pada kedua
lapangan paru. Foto toraks anteroposterior bisa menunjukkan adanya penyebaran
kelainan, utnuk menunjang diagnosis, untuk melihat adanya komplikasi seperti
pneumotoraks, pneumo mediastinum, pneumotokel, abses paru dan efusi pleura.
Infiltrat, konsolidasi lubus, bronkopneumonia difus infiltrasi merata pada kedua
sisi

dari

daerah

yang

terinfeksi

dengan

adanya

peningkatan

corak

bronkovaskuler.12 Banyak kasus lainnya dimana foto toraks dapat membantu


membedakan pneumonia karena virus atau pneumonia karena bakteri. Pneumonia
karena virus diasosiasikan dengan ditemukannya hiperekspansi, infiltrat parahiler
peribronkial.12,13
Kultur darah adalah suatu cara yag spesifik untuk mendapatkan hasil
positif tetapi hanya untuk 10-15% kasus saja, khususnya pada anak yang lebih
kecil.14 Pada pasien ini, hasil kultur darah menunjukkan hasil yang negatif, oleh
karena sebelum dilakukan pemeriksaan ini pasien telah menerima pengobatan
antibiotik.

21

Dasar tatalaksana pada pnuemonia rawat inap adalah pengobatan kasual


dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif
meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam
dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan
kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan
pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Karena
identifikasi dini mikroorganisme tidak umum dilakukan, maka pemilihan
antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris yang didasarkan pada
kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan
klinis pasien serta faktor epidiemiologis.9,11
Pemilihan antibiotik lini pertama untuk pneumonia dapat menggunakan
golongan beta laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif
terhadap beta laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti
gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang
ditemukan. Antibiotik diteruskan selama 7 10 hari pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi. Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik
yang direkomendasikan adalah antibiotik beta laktam dengan/tanpa klavulanat;
pada kasus yang lebih berat diberikan beta laktam/klavulanat dikombinasikan
dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien
sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik
oral dan berobat jalan selama 10 hari.1
Pada pasien ini diberikan antibiotik, ampisilin dan kloramfenikol secara
intravena selama 5 hari. Dengan penggunaan antibiotik lini pertama ini, pasien
menunjukan adanya tanda-tanda perbaikan klinis. Hal ini ditandai dengan
pernapasan yang sudah kembali normal, tidak ada sesak, sudah tidak demam, dan
juga berdasarkan pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil yang normal.
Oleh karena itu penggunaan antibiotik injeksi diganti pemberian antibiotik secara
oral dengan amoxisilin oral.

22

Pada pasien ini didiagnosa dengan gizi kurang berdasarkan kurva gizi
WHO, nafsu makan penderita mulai turun sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit.
Malnutrisi dianggap sebagai faktor risiko utama untuk terjadinya
pneumonia dan

mempertahankan status gizi yang baik sangat penting untuk

pencegahan infeksi. Anak-anak dengan status gizi yang buruk diukur diukur dari
pertumbuhan dan dengan berat lahir rendah memerlukan penanganan spesifik
apabila datang dengan gejala-gejala infeksi paru. ASI memegang peranan penting
dalam memberikan perlindungan melawan infeksi respiratorik dan harus
dipromosikan dengan baik. Sebagian besar infeksi diasosiasikan dengan asupan
makanan yang kurang.14
Beberapa studi dari berbagai bidang ilmu menunjukan adanya hubungan
dua arah. Sekitar 2/3 anak dengan gizi buruk dirawat dengan pneumonia,
umumnya disebabkan oleh bakteri sterptococcus pneumonia. Pneumonia biasanya
terjadi pada anak-anak dengan gizi buruk dan sering terkait dengan hasil yang
fatal, khususnya pada anak dibawah 24 bulan dengan gizi buruk. Anak dengan
pneumonia dan gizi buruk mengindikasikan terjadinya kematian.15
Pencegahan pneumonia dapat dilakukan dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai
penyakit saluran nafas seperti: cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi
antara lain: vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H. influenza, vaksinasi Varisela
yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah, dimana vaksin
influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.11
Menurut WHO (2010), WHO dan UNICEF pada tahun 2009 membuat
rencana aksi global yaitu Global Action Plan for the Prevention (GAPP) untuk
pencegahan dan pengendalian pneumonia. Tujuannya untuk mempercepat control

23

pneumonia dengan kombinasi intervensi untuk melindungi, mencegah dan


mengobati pneumonia pada anak dengan tindakan yang meliputi :
1. Melindungi anak-anak dari pneumonia termasuk mempromosikan
pemberian ASI eksklusif dan mencuci tangan, mengurangi polusi dirumah
2. Mencegah dengan pemberian vaksinasi
3. Mengobati pneumonia difokuskan setiap anak memiliki akses ke
perawatan yang tepat.16
Pneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas kurang dari 1 %.
Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan
peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Pneumonia biasanya tidak
mempengaruhi tumbuh kembang anak.11
Prognosis dilihat dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat
maka mortalitas dapat diturunkan.17 Prognosis pada pasien ini baik, karena pada
pemberian terapinya sudah sesuai dengan prinsip pengobatan pneumonia.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjadi AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1.Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2010. h. 250-55.
2. Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis proses proses Penyakit.
Vol 2. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804-810
3. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007
4. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI. 2014
5. The United Nations Childrens Fund (UNICEF)/World Health Organization
(WHO). Pneumonia: The forgotten killer of children. UNICEF/WHO. 2006;
4-5
6. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al.
Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002
7. Adegbola RA, Falade AG, Sam BE, Aidoo M, Baldeh I, Hazlett D, Whittle H,
Greenwood BM, Mulholland EK. The aetilogy of pneumonia in malnourished
and well-nourished Gambian children: pediatr Infect Dis J.2010;13:975-82
8. Elsayh KI, Sayed DM, Zahran AM, Saad K, Badr G. Effects of pneumonia
and malnutrition on the frequency of micronuclei in peripheral blood of
pediatric patients: Int J Clin Exp Med 2013;6(10):942-950
9. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st
ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.
10. Departemen Kesehatan RI . Pedoman tatalaksana pneumonia balita. Jakarta:
Depkes RI. 2007.
11. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah
Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di
Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health Organization. 2009. hal. 83 113

25

12. Kimberly E, Marilyn J, Gregory P, Daniel. Situs revisited, imaging of the


heterotaxysyndrome. Radiographics 1999;19:837-52.
13. Opstapchuck M, Roberts DM, Haddy R. Community Acquired Pneumonia in
infants and children. Am Fam Physician.2004;70;899-908.
14. Moreno L, Krishnan JA, Duran P, Ferrero F. Development and validation of a
clinical prediction rule to distinguish bacterial from viral pneumonia in
children. Pediatr Pulmonol. 2006;41:331-7.
15. Hansen J, Black S, Shinefield H, et al. Effectiveness of heptavalent
pneumococcal conjugate vaccine in children younger than 5 years of age for
prevention of pneumonia: updated analysis using World Health Organization
standardized interpretation of chest radiographs. Pediatr Infect Dis J
2010;25:779-82
16. WHO, UNICEF. Global action plan for prevention and control of pneumonia
(GAPP). 2009
17. Hassan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-4. Jakarta, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007
18. Harris M, Clark J, Coote N, Fletcher P. Guidelines for the Management of
Community Acquired Pneumonia in Children: Update 2011. BMJI Journals:
Thorax. 2011;66.

26

Anda mungkin juga menyukai