Anda di halaman 1dari 77

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah multi dimensi yang sangat kompleks dan
tidak dapat secara mudah dilihat dari suatu angka absolut. Kemiskinan bukan
hanya diukur dari pendapatan (ketidakmampuan secara ekonomi) saja, tetapi juga
mencakup kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi
seseorang atau sekelompok orang, baik laik-laki maupun perempuan dalam
menjalani kehidupan secara martabat dan manusiawi. Hak-hak dasar yang diakui
secara umum antara lain meliputi terpenuhimya kebutuhan pangan, kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan
lingkungan hidup, rasa aman dari tindak kekerasan, dan hak partisipasi dalam
kehidupan sosial politik. Hak-hak dasar tersebut tidak dapat berdiri sendiri tetapi
saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat
mempengaruhi pemenuhan hak lainnya.
Pemeliharaan kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang
tanpa membedakan status sosial dan ekonomi. Perkembangan kehidupan sosial
yang semakin komplek telah mendorong meningkatnya kebutuhan atas biaya
pemeliharaan kesehatan dan biaya pengobatan. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut berbagai sistem pemeliharaan kesehatan dikembangkan, sejak dari
pelayanan pengobatan, pemeliharaan kesehatan preventif sampai kepada sistem
pembiayaan dan penyediaan jaminan pemeliharaan kesehatan.

Kesehatan adalah salah satu hak asasi manusia dan merupakan investasi
dalam pembangunan. Kesehatan sebagai hak asasi manusia sebagaimana telah
dicantumkan dalam UUD 1945, juga telah disebutkan dengan jelas dalam UU
No. 23 Tahun 1992 sebagaimana diperbarui dengan UU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Kesehatan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia, dimana kesehatan
sangat terkait dengan hak hidup sesorang sehingga pemenuhan akan kebutuhan
kesehatan sangat penting bagi setiap individu. Kesehatan merupakan hak
fundamental bagi setiap individu sehingga negara wajib menyediakan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat, dimana hal ini sejalan dengan amanah Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) yang menyatakan bahwa kesehatan adalah hak
fundamental setiap individu, termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Dapat dikatakan bahwa kesehatan merupakan hak dasar yang harus dipenuhi bagi
setiap individu dan dalam pemenuhannya pemerintah berperan sebagai
stimulator, regulator dan provider.
UUD 1945 pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa negara mengembangkan
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Untuk itu UU No.40 Tahun 2004
tentang SJSN turut menegaskan bahwa jaminan kesehatan merupakan salah satu
bentuk perlindungan sosial, dimana pada hakekatnya jaminan kesehatan
bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidup yang layak.

Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Negara wajib


melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seluruh
kepentingan publik harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagai
penyelenggara Negara yaitu dalam berbagai sektor pelayanan, terutama yang
menyangkut pemenuhan hak hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat.
Dengan kata lain seluruh kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang
banyak itu harus atau perlu adanya suatu pelayanan.
Pemerintah merupakan suatu kelembagaan atau organisasi yang
menjalankan kekuasaan pemerintahan, sedangkan pemerintahan adalah proses
berlangsungnya kegiatan atau perbuatan pemerintah dalam mengatur kekuasaan
suatu Negara. Penguasa dalam hal ini pemerintah yang menyelenggarakan
pemerintahan, melaksanakan penyelenggaraan kepentingan umum, yang di
jalankan oleh penguasa administrasi Negara yang harus mempunyai wewenang.
Pemerintah Indonesia sangat menyadari bahwa jika masyarakat sudah
mendapatkan apa yang menjadi haknya yaitu pelayanan yang baik,maka
masyarakat juga akan menjalankan kewajibannya dengan penuh kesadaran.
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup layak
dan produktif. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak
mendasar masyarakat yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh
pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar
1945 pasal 28 H ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan Pasal 34 ayat (3)


Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Salah satu bentuk fasilitas
pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang diselenggarakan oleh
pemerintah adalah Puskesmas.
Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu
system yang disebut dengan Sistem Kesehatan. Pada intinya sistem
kesehatan merupakan seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk
mempromosikan, mengembalikan dan memelihara kesehatan. Sehingga perlu
dilakukan perbaikan pembiayaan kesehatan sehingga system pembiayaan
akan menjadi jelas, sarana dan prasarana kesehatan dan kualitas sumber
daya serta peningkatan mutu pelayanan juga perlu mendapat perhatian.
Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk
pelayanan yang paling banyak di butuhkan oleh masyarakat. Tidak
mengherankan apabila bidang kesahatan perlu untuk selalu di benahi agar
bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk
masyarakat.pelayanan kesehatan yang di maksud tentunya adalah pelayanan
yang cepat , tepat, murah dan ramah. Mengingat bahwa sebuah Negara akan
bisa menjalankan pembangunan dengan baik apabila didukung oleh masyarakat
yang sehat secara jasmani dan rohani.
Berangkat dari kesadaran tersebut, rumah sakit-rumah sakit maupun
Puskesmas yang ada di Indonesia baik milik pemerintah maupun swasta,
selalu berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien dan

keluarganya.baik melalui penyediaan peralatan pengobatan,tenaga medis


yang berkualitas sampai pada fasilitas pendukung lainnya seperti kantin, ruang
tunggu, apotik, dan sebagainya. Dengan demikian masyarakat benar benar
memperoleh pelayanan kesehatan yang tepat dan cepat.
Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap individu dan semua warga
Negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Program jaminan
sosial pada dasarnya adalah sebuah program untuk mewujudkan
kesejahteraan melalui pendekatan sistem, dimana negara dan masyarakat
secara bersama-sama ikut bertanggung jawab dalam penyelenggaraannya.
Konstitusi Negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945 terutama pada
Pasal 28 (ayat 3) dan Pasal 34 (ayat 2) mengamanatkan bahwa Jaminan Sosial
adalah hak setiap warga negara dan Negara mengembangkan Sistem Jaminan
Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu.
Munculnya permasalah permasalahan di bidang kesehatan ditandai
dengan adanya transisi kesehatan misalnya transisi kesehatan berupa transisi
demografi, transisi epidemoligi, transisi gizi dan transisi perilaku. Transisi
perilaku misalnya dengan pemikiran yang beralih dari tradisional ke modern
yang cenderung beresiko. Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan
keberadaan penyakit, tetapi gangguan kesehatan yang ditandai dengan
adanya perasaan terganggu fisik, mental dan spiritual.

Adanya transisi ini serta akibat terjadinya globalisasi ekonomi, maka


jumlah jenis penyakit meningkat dan terjadi perubahan jenis penyakit yang
diderita masyarakat sehingga biaya pelayanan kesehatan yang ditanggung
masyarakat semakin besar, mahal dan banyak masyarakat yang masih kurang
mampu untuk mengatasinya. Dalam mengatasi masalah tersebut pemerintah
mengeluarkan Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan
sosial yang mengatur bagaiman pemerintah berkewajiban untuk member
jaminan sosial kepada seluruh penduduk Indonesia baik berupa jaminan biaya
pelayanan kesehatan,tunjangan hari tua dan sebagainya.
Kementerian Kesehatan telah melaksanakan program pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu melalui program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM) atau lebih dikenal
dengan program ASKESKIN (Asuransi Kesehatan Miskin) yang diberlakukan
dengan SK Menkes (No.1241/Menkes/SK/XI/2004 dimana pemerintah
menunjuk PT.Askes (persero) sebagai Badan Pelaksana (Bapel). Pada saat
program JPKMM dilaksanakan maka segala bentuk identitas keluarga miskin
seperti kartu JPS (Jaminan Pelayanan Sosial), kartu KS (Kartu Sehat), kartu
KIKM (Kartu Identitas Keluarga Miskin) dan SKTM (Surat Keterangan Tidak
Mampu) masih dapat dipergunakan untuk mendapat pelayanan kesehatan
dengan biaya dari pemerintah pusat.
Adanya evaluasi dalam rangka efisiensi dan efektivitas maka pada tahun
2008 dilakukan perubahan dalam sistem penyelenggaraan JPKMM menjadi
program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dengan

jumlah sasaran peserta sebesar 19,1 juta Rumah Tangga Miskin (RTM) atau
sekitar 76,4 juta jiwa. Jumlah tersebut berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2006 yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara
nasional. Berdasarkan jumlah sasaran nasional tersebut, Kementerian Kesehatan
membagi alokasi sasaran kuota kabupaten/kota sedangkan bupati/walikota
menetapkan peserta Jamkesmas kabupaten/kota, dimana data inilah yang
diakses Kementerian Kesehatan sebagai acuan pemberian dana miskin dalam
bentuk program pelayanan kesehatan Jamkesmas.
Dalam pelaksanaan program Jamkesmas masih banyak masyarakat miskin
yang tidak tercakup alokasi sasaran kuota tersebut sehingga pemerintah daerah
perlu memberikan dana tambahan yang diambil dari APBD untuk program
pelayanan kesehatan masyarakat miskin dalam bentuk program Jamkesda
(Jaminan Kesehatan Daerah).
Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) adalah suatu penyelenggaraan
jaminan kesehatan daerah yang kepesertaan, pelayanan kesehatan, badan
penyelenggara dan pengorganisasiannya ditetapkan oleh pemerintah daerah dan
dibiayai oleh APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Dasar hokum
pelaksanaan Jamkesda kabupaten Indragiri Hilir mengacu kepada Perda
Prop.Riau No.7 Tahun 2011 dimana peserta Jamkesda adalah seluruh masyarakat
Riau yang miskin dan tidak mampu di luar kuota Jamkesmas, Askes, Jamsostek,
Asabri dan bentuk Jaminan kesehatan lainnya..
Pelaksanaaan program Jamkesda tahun 2012 dilaksanakan dengan
beberapa penyempurnaan pada aspek kepesertaan, pelayanan kesehatan,

pendanaan dan pengorganisasian. Pada aspek kepesertaan, data bersumber dari


TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan). Pada aspek
pelayanan kesehatan dipergunakan sistem INA-CBGs (Indonesia Case Based
Groups) tentang penetapan tarif pelayanan rumah sakit berdasarkan Kepmenkes
No.440 tahun 2012 meliputi cara pembayaran perawatan pasien, baik rawat jalan
dan rawat inap berdasarkan diagnosis atau kasus yang relatif sama.
Pada aspek pendanaan, Kementerian Kesehatan melalui tim pengelola
Jamkesda melakukan upaya perbaikan mekanisme pertanggung jawaban dana
Jamkesda secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran, akuntabel, efesien dan
efektif. Pada aspek pengorganisasian, dilakukan penguatan peran Tim Pengelola
dan Tim Koordinasi Jamkesda di pusat, propinsi, kabupaten dalam hal
peningkatan sumber daya untuk memperluas cakupan kepesertaan Jamkesda dan
pemberian bantuan dana tambahan (suplementasi) serta hal-hal lainnya yang
tidak dijamin oleh program Jamkesda.
Pelaksanaan program Jamkesda di Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2013
meliputi pelayanan dasar dan rawat inap di Puskesmas dan Puskesmas pembantu,
pelayanan rawat jalan rujukan dan rawat inap rujukan di RSUD Puri Husada
Tembilahan di Tembilahan, RSUD Raja Musa di Guntung dan RSUD Tengku
Sulung di Pulau Kijang.
Jumlah alokasi kuota peserta Jamkesda di Kabupaten Indragiri Hilir tahun
2012 sebanyak 68.000 peserta yang tersebar di 20 kecamatan dengan jumlah
penduduk sebanyak 749.315 jiwa. Jika tahun 2012 jumlah peserta 68.000
dengan anggaran yang disediakan Rp. 3.790.000.000, maka pada tahun 2013

jumlah peserta naik menjadi 97.500 dengan anggaran yang disediakan Rp.
4.484.000.000. Pelaksanaan program Jamkesda di RSUD Puri Husada
Tembilahan pada tahun 2013 masih dijumpai kendala meliputi (1)
penyempurnaan kebijakan pemerintah daerah , (2) keterlambatan pembayaran
jasa pelayanan medis dan bahan habis pakai. Adanya berbagai permasalahan
tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
program Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) di RSUD Puri Husada
Tembilahan Tahun 2013.

B. Perumusan Masalah
Keberhasilan pelayanan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda)
merupakan upaya pemerintah daerah untuk memajukan kesejahteraan
masyarakat miskin dan tidak mampu dalam bentuk pelayanan kesehatan daerah
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan optimal. Mekanisme pelaksanaan
program Jamkesda perlu penyempurnaan dalam hal kebijakan kepesertaan dan
kebijakan anggaran. Untuk itu peneliti ini melihat bagaiman pemanataun
pelaksanaan program Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) Di RSUD Puri
Husada Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013 ?

C. Tujuan Umum Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya pelaksanaan
program Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) Di RSUD Puri Husada
Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013.

10

D. Manfaat Dan Kegunaaan Penelitian


1. Signifikansi Sosial
Untuk mendapatkan informasi dalam rangka memaksimalkan program
Jamkesda di RSUD Puri Husada Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir.
2. Signifikansi Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penulisan
konsep ilmiah dalam kajian yang sama.

E. Sifat dan Langkah Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain penelitian kajian administrasi dokumen
dengan teknik wawancara. Langkah-langkah yang dilakukan adalah identifikasi
kepustakaan yang relevan sehingga dapat digambarkan kerangka rasional dan
selanjutnya dirumuskan masalah khusus penelitian dalam rancangan penelitian.
Dengan menggunakan metode penelitian tertentu akan dicapai tujuan khusus
tersebut.

11

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Istilah kesehatan dalam kehidupan sehari hari sering dipakai untuk


menyatakan bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Bahkan benda mati pun
seperti kendaraan bermotor atau mesin, jika dapat berfungsi secara normal,
maka seringkali oleh pemiliknya dikatakan bahwa kendaraanya dalam kondisi sehat.
Kebanyakan orang mengatakan sehat jika badannya merasa segar dan nyaman.
Bahkan seorang dokter pun mangatakan bahwa pasiennya sehat manakala hasil
pemeriksaan yang dilakukan seluruh tubuh pasiennya berfungsi secara normal.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Menurut Depkes Republik Indonesia konsep sehat dan sakit sesungguhnya
tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor faktor lain di luar kenyataan
klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian
saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hnaya dapat dipahami dalam
konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi,
sosiologi, kedokteran, dan lain lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba
memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing masing
disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan
dengan kemmapuan atau ketidak mampuan manusia beradaptasi engan lingkungan
baik secara biologis, psokologis maupun sosio budaya.
Dalam UU No.23 Tahun1992 tentang kesehatan gratis dinyatakan bahwa :

12

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan
hidup produktif secara social dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan
harus dilihat sebagai salah satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur unsur fisik,
mental dan social yang didalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral
kesehatan. (UU No.23 Tahun1992 tentang kesehatan).
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia dan semua warga negara
berhak atas kesehatan termasuk masyarakat miskin, oleh karena itu diperlukan suatu
sistem yang mengatur pelaksanaan bagi upaya memenuhi hak warga negara untuk
tetap hidup sehat, dengan mengutamakan pada pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin. Dalam rangka memenuhi hak masyarakat miskin sebagimana diamanatkan
konsitusi dan undang-undang, Departemen Kesehatan menetapkan kebijakan untuk
menfokuskan pada pelayanan masyarakat miskin yaitu suatu kebijakan pemerintah
melalui jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin, dengan harapan dapat
menurunkan angka kematian ibu melahirkan, menurunkan angka kematian bayi dan
balita serta menurunkan angka kelahiran, disamping dapat terlayaninya kasus-kasus
kesehatan masyarakat miskin umumnya.
Sejak konperensi di Alma-Ata tahun 1978 WHO ( World Health
Organization, Organisasi Kesehatan Sedunia ) telah mencetuskan Deklarasi AlmaAta yang pada dasarnya menyepakati bahwa primary health care, atau pelayanan
kesehatan dasar, adalah kunci untuk mencapai tujuan Health for all the worlds
people by the year 2000 kesehatan untuk semua. (Sulastomo. 2000 :306)

13

Pada tahun 2000, akses ke pelayanan kesehatan masih banyak menjumpai


hambatan, semua Negara sebagaimana dilaporkan oleh Bank Dunia (1993),
menghadapi problema yang sama dalam penyelenggaraan jaminan pemeliharaan
kesehatan, yaitu kenaikan biaya pemeliharaan kesehatan yang sangat drastis dan mutu
pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan besarnya biaya yang dikeluarkan.
Lima konsep dasarnya adalah sebagi berikut : ( World Health Organization, 1987)
1. Atas dasar pemerataan, pelayanan kesehatan harus dapat mencakup seluruh
masyarakat.
2. Pelayanan kesehatan harus efektif, efisien, dapat terjangkau dan diterima oleh
masyarakat.
3. Pelayanan kesehatan harus mencakup pelayanan preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif.
4. Masyarakat dan perseorangan harus berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan
kesehatan dan harus dapat swasembada.
5. Upaya pelayanan kesehatan harus mencakup juga dan berkaitan dengan faktorfaktor sosial lainnya seperti lingkungan, ekonomi dan lain-lain. (Lo Siauw Ging.
1995 : 1)
Dengan strategi seperti tersebut diatas memang tampak sekali keberhasilan
dalam perbaikan indikantor-indikator kesehatan dasar seperti angka kematian bayi,
angka kematian ibu melahirkan, angka kematian balita dan sebagainya, tetapi ketika
pada tahun 1990 dilakukan penelitian ulang, didasari bahwa walaupun pelayanan
dasar tetap menjadi tumpuan, hasilnya ternyata bukan hanya itu, diperlukan pula
sarana rumah sakit sebagai pendukung tempat rujukan.

14

Fahmi Idris mengatakan (2009 :7) bahwa cita-cita deklarasi Alma Ata World
Health Organization (WHO) ini dianggap gagal, sehingga perlu menggeser strategi
pendekatan : dari komunitas (pelayanan Puskesmas) ke arah keluarga, yang sifatnya
akan lebih personal.
A.

Perbandingan sistem pelayanan kesehatan


Dalam setiap Negara tentunya memiliki suatu kebijakan yang
mengatur akan pelayanan kesehatan untuk masyarakatnya, sebab tingkat
kesehatan yang baik tentunya diperlukan bagi suatu Negara sebagai salah satu
faktor untuk mencapai kemakmuran. Studi mengenai sistem pelayanan kesehatan
dewasa ini banyak dikembangkan sebab studi ini memberikan pemahaman
mengenai berbagai pendekatan yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan suatu Negara akan kesehatan, faktor yang membentuk pengembangan
pendekatan tersebut, serta memberikan pemahaman akan perbandingan sistem
pelayanan kesehatan yang berlaku di Amerika Serikat dengan sistem pelayanan
kesehatan yang berlaku di Negara lain.
Dalam membandingkan mengenai sistem pelayanan kesehatan di
setiap Negara tentunya terdapat hal-hal yang menjadi orientasi dari pendekatan
yang digunakan, Howard Leichter (1979 : 6-8) dalam wollinsky menjelaskan
bahwa terdapat tiga hal yang menjadi orientasi pendekatan yakni kebijakan
publik, kebijakan hasil, dan kebijakan dampak. Dalam kebijakan publik terdiri
dari suatu rangkaian tindakan dari tujuan negara yang kemudian diikuti dengan
pengesahan suatu kebijakan yang dibentukoleh pihak berwewenang (pada
umumnya adalah pemerintah).

15

Kebijakan hasil lebih kepada bagaimana peran pemerintah dalam


melaksanakan berbagai kebijakan yang sebelumnya telah mereka buat,
pemerintah juga dimungkinkan untuk melimpahkan atau memberikan mandat
kepada organisasi non pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan yang
diberlakukan pemerintah. Semisalnya pelaksanaan program peningkatan tenaga
medis untuk mengakomodir kebutuhan tenaga medis dalam menangani kesehatan
masyarakat. Kemudian yang terakhir adalah kebijakan dampak, dalam kebijakan
ini cenderung melihat kepada dampak yang dihasilkan dari pengimplementasian
kebijakan yang dibentuk pemerintah sehingga mampu dilihat seberapa baik
pencapaian dari pelaksanaan kebijakan. Semisalnya saja di suatu Negara
ditemukan fakta bahwa walaupun sudah dilaksanakan program pelayanan
kesehatan gratis serta peyediaan sarana dan prasarana kesehatan bagi masyarakat,
namun tingkat kesehatan sebagian masyarakatnya masih sangat rendah, maka
dimungkinkan kondisi tersebut merupakan dampak dari distribusi pelayanan
kesehatan yang kurang baik, sistem birokrasi yang lambat dan sebagainya.

B.

Faktor yang mempengaruhi kebijakan pelayanan kesehatan


Setiap kebijakan publik yang berlaku pada tiap Negara tentunya terdiri
dari penyatuan dari berbagai sifat yang terdapat dari Negara tersebut. Maka
ketika terdapat kebijakan pelayanan kesehatan yang belaku pada Negara tertentu
tidak lantas kebijakan tersebut secara mutlak dapat diberlakukan pada Negara
lain sebab pada tiap Negara tentunya memiliki beberapa faktor atau karakteristik
tertentu yang mempengaruhi kebijakan publik yang seperti apa yang sebaiknya

16

diberlakukan. Beberapa faktor tersebut diantaranya tingkat pendidikan, kondisi


lingkungan, pertahanan nasional suatu Negara, kondisi perekonomian, sistem
pemerintahan yang digunakan, dan sebagainya.
Robert alford dan Howar Leichter, menjelaskan bahwa terdapat empat
faktor utama yang mempengaruhi bentuk dari kebijakan publik pada suatu negara
diantaranya adalah faktor situasional, faktor struktur, faktor budaya, dan faktor
lingkungan. Pada faktor situasional, merupakan faktor yang diakibatkan adanya
suatu kondisi tertentu yang sifatnya tidak permanen. Semisalnya saja kondisi
pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang menurun tajam ketika
terjadi krisis ekonomi. Kemudian pada faktor struktur cenderung bersifat
permanen yang berlaku pada struktur masyarakat dan termasuk pada struktur
politik, ekonomi,serta demografi.
Faktor budaya menekankan kepada bagaimana mainstream dari
kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Semisalnya saja pada suatu Negara,
dalam kebudayaannya menonjolkan sikap individualism sebab kapitalisme amat
kuat dalam diri mereka sehingga dalam kasus pelayanan kesehatan ada
kecenderungan bagi masyarakat yang memiliki kemampuan financial yang baik
mampu menggunakan uangnya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan
baik dan sebaliknya pada masyarakat kelas bawah. Kondisi berbeda ditunjukkan
pada Negara kesejahteraan dimana pada umumnya kuat dengan budaya hidup
bersama-sama dimana peran masyarakat dan pemerintah-pun cukup besar dalam
meratakan kesejahteraan Negara tersebut, sehingga dalam hal pelayanan
kesehatan, pada umumnya pelayanan kesehatan dapat diakses oleh berbagai

17

lapisan masyarakat. Yang terakhir merupakan faktor lingkungan, faktor


lingkungan yang dimaksud disini adalah suatu konsisi lingkungan diluar sistem
politik namun sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kondisi politik itu
sendiri. Semisalnya saja terdapat hubungan kekerabatan yang baik antar dua
Negara, sehingga akan lebih mudah untuk kedua Negara tersebut untuk saling
bekerjasama dan mungkin untuk menyebarkan sistem kesehatan, sistem
kesejahteraan dan sebagainya, antar satu sama lain.

C.

Tipe dari sistem pelayanan kesehatan


Milton Roemer (1991) membangun suatu variasi dari tipe sistem
pelayanan kesehatan yang kemudian dikembangkan oleh Don light. Mereka
mengidentifikasikan empat tipe dari sistem pelayanan kesehatan, yakni asuransi
swasta dengan pelayanan kewirausahaan swasta, asuransi nasional dengan
regulasi layanan perusahaan swasta, asuransi nasional dengan regulasi layanan
publik, serta asuransi nasional dengan sistem milik Negara.

D. Identifikasi Program Jamkesda


1. Pengertian Program Jamkesda
Program Jamkesda adalah program untuk masyarakat miskin diluar
kuota Jamkesmas dengan biaya pelayanan kesehatan dijamin oleh Pemda.
Saat ini RSUD bekerja sama dengan pemda kabupaten untuk melayani
masyarakat dalam pelayanan kesehatan. Pada hakekatnya pelayanan kesehatan

18

terhadap masyarakat miskin menjadi tanggung jawab bersama antara


pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Bagi Pemerintah Daerah yang mempunyai kemampuan keuangan, maka
masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas pelayanan kesehatannya di
tanggung oleh Pemerintah daerah yang penyelenggaraanya berbeda-beda.
Pertanyaan yang harus terjawab adalah Dapatkah uang yang disediakan
Pemerintah Daerah dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip asuransi
sosial seperti Jamkesmas dengan nama Jaminan Kesehatan Daerah
(Jamkesda). Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat disampaikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dalam Pasal 22H dinyatakan bahwa daerah mempunyai kewajiban
mengembangkan sistem jaminan sosial. Dengan demikian maka
Pemerintah Daerah diwajibkan mengembangkan sistem jaminan sosial
yang didalamnya adalah termasuk jaminan kesehatan.
2. Keputusan Mahkamah Konsititusi dalam Judicial Review pada Pasal 5
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 diputuskan bahwa :
1.

Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (1)


tidak bertentangan dengan UUD 1945 selama dimaksud oleh
ketentuan tersebut adalah pembentukan badan penyelenggara
Jaminan Sosial Nasional tingkat Nasional yang berada dipusat.

2.

Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (3)


bertentangan dengan UUD 1945 karena materi yang terkandung

19

didalamnya telah tertampung dalam Pasal 52 yang apabila


diertahankan keberadaanya akan menimbulkan multitafsir dan
ketidakpastian hukum.
3.

Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (2)


walaupun tidak dimohonkan dalam potitum namun merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari ayat (3) sehingga jika
dipertahankan keberadaanya akan menimbulkan multitafsir dan
ketidakpastian hukum.

4.

Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 52 yang


dimohonkan tidak cukup beralasan.

Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang


Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota, dalam lampiran Peraturan
Pemerintah tersebut pada huruf B tentang pembagian urusan pemerintahan
Bidang Kesehatan dalam sub bidang pembiayaan kesehatan Pemerintahan
Daerah Provinsi mempunyai kewenangan melakukan :
1). Pengelolaan/penyelenggaraan, bimbingan, pengendalian jaminan
pemeliharaan kesehatan skala provinsi,
2). Bimbingan dan pengendalian penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional
( tugas perbantuan). Sementara Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
mempunyai kewenangan melakukan 1). Pengelolaan/penyelenggaraan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sesuai dengan kondisi lokal,
3). Menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional ( tugas perbantuan).

20

Dari tigal hal tersebut diatas maka Pemerintah Daerah dapat


menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Daerah. Namun demikian agar dalam
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Daerah mempunyai kekuatan hukum yang
kuat dan mengikat maka perlu diatur dengan Peraturan Daerah.

2. Tujuan Program Jamkesda


Tujuan program Jamkesda adalah untuk meningkatnya akses dan mutu
pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar
tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan
efisien.Program Jamkesda dilaksanakan agar peserta dan anggota keluarganya
memperoleh pelayanan dan pembiayaan kesehatan yang ditanggung
sepenuhnya oleh pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan. Pelayanan kesehatan program Jamkesda kabupaten dikelola dinas
kesehatan kabupaten dengan melibatkan Puskesmas di tiap kecamatan
sedangkan pelayanan kesehatan program Jamkesda di RSUD dalam hal
menangani kasus rujukan penyakit dari berbagai Puskesmas.

3. Prinsip Dasar Program Jamkesda


Jaminan kesehatan daerah diselenggarakan dengan prinsip: kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas,
kepesertaan bersifat wajib bagi masyarakat miskin dan tidak mampu di
propinsi Riau yang belum memiliki jaminan kesehatan dan dana amanat.

21

E. Faktor-Faktor Berhubungan Program Jamkesda


1. Manajemen Jamkesda di Indragiri Hilir
Setiap kebijakan tentunya banyak komponem yang terlibat, begitu juga
dengan program Jamkesda di kabupaten Indragiri Hilir melibatkan berbagai
komponem diantaranya: Tim pengelola program Jamkesda kabupaten dalam hal
ini dinas kesehatan kabupaten/kota selaku manager yang bertindak dalam
perencanaan, mengorganisasikan, kepemimpinan dan pengawasan. Sedangkan
pelaksana program Jamkesda adalah Puskesmas sebagai pelaksana pelayanan
kesehatan dasar dan rumah sakit daerah sebagai pelaksana kasus rujukan rawat
jalan dan rawat inap. Dalam hal ini kepala Desa selaku pejabat Desa yang
menentukan kepesertaan pasien atas dasar status ekonomi masyarakat yang
berhak mendapatkan pelayanan Jamkesda.
a. Penyelenggaraan
Adapun dasar penyelenggaraan Jamkesda Kabupaten Indragiri Hilir ini
adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat
lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Undang-Undang Darurat
Nomor 3 Tahun 1953 tentang pembentukan Daerah Tingkat II di

22

Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan


Lembaran Negara Nomor 1820)
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495)
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Perubahan Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4548)
5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan
Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia

23

Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia


Nomor 4737)
7. Peraturan daerah Provinsi Riau Nomor 7 Tahun 2011 Tentang
pelaksanaan Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi Riau
8. Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 4 Tahun 2013 Tetang
Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Daerah Kabupaten Indragiri
Hilir
Penyelengaraan jaminan kesehatan daerah diselenggarakan oleh
Provinsi dan Kabupatan. Untuk mencapai kepesertaan jaminan bagi seluruh
penduduk dilaksanakan secara terintegrasi antara Pemerintah Daerah
Provinsi dan Kabupaten. Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten
mengintegrasikan kebijakan jaminan kesehatan dalam perencanaan
pembangunan daerah tercermin dalam APBD, dimana penyelenggaraan
jaminan kesehatan secara terintegrasi. Pengintegrasian kebijakan
penyelenggaraan jaminan kesehatan daerah di Provinsi dan Kabupaten
dituangkan dalam dokumen perencanaan dan anggaran yang meliputi
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah, Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat
Daerah, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, dan Rencana Kerja dan
Anggaran. Mekanisme kebijakan pengintegrasian penyelenggaraan jaminan
kesehatan daerah dijabarkan dan ditetapkan dalam APBD masing-masing
Provinsi dan Kabupaten.

24

b. Pendanaan
Dasar Pendanaan jaminan kesehatan masyarakat di kabupaten Indragiri hilir
adalah :
1. Peraturan daerah Provinsi Riau Nomor 7 Tahun 2011 Tentang
pelaksanaan Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi Riau
2. Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 4 Tahun 2013 Tetang
Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Daerah Kabupaten Indragiri
Hilir
3. Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 11 Tahun 2013
Tetang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Daerah Kabupaten
Indragiri Hilir
Pembiyaan bagi peserta Jaminan Kesehatan Daerah dibayar oleh
Pemerintah Daerah yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD). Pemerintah Provinsi menyediakan pembiayaan pelayanan
di RSU Provinsi dan rujukan ke RSU Pusat. Pemerintah Kabupaten
menyediakan pembiayaan pelayanan mulai dari Puskesmas sampai dengan
RSUD Kabupaten.
c. Pelaksanaan Pelayanan Dalam Kepesertaan
Program jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) di kabupaten Indragiri
Hilir dimulai pada tahun 2011 dengan peserta 40.000 jiwa. kemudian di
tahun 2012 berjumlah 50.000 jiwa dan pada tahun 2013 berjumlah 90.000
peserta. Dan pada tahun 2013 program Jamkesda sudah memasuki tahun

25

keempat, dan diharapkan memberikan banyak manfaat bagi peningkatan


akses pelayanan kesehatan masyarakat. Sasaran kepesertaan Jamkesda
adalah peserta yang sudah mempunyai kartu Jamkesda dan penduduk
kabupaten Indragiri Hilir yang belum memiliki kartu Jamkesda dengan
syarat memiliki KTP dan KK miskin yang ditandatangani kepala desa.
Jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) diharapkan dapat meningkatkan
umur harapan hidup , menurunkan angka kematian ibu melahirkan,
menurunkan angka kematian bayi dan balita, disamping itu dapat
terlayaninya kasus-kasus penyakit pada masyarakat miskin.
Setiap kebijakan tentunya punya dasar hukum yang kuat sebagai dasar
pelaksanaan kebijakan tersebut. Begitu juga dengan Jamkesda juga
mempunyai dasar hukum dalam pelaksanaannya, yaitu :
1) UUD 1945 Pasal 34 hasil Amandemen tahun 2002,
penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakya Indonesia
terutama bagi keluarga miskin adalah tanggung jawab Pemerintah
2) Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
3) Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan nasional
Kepesertaan Jamkesda meliputi :
1) Tahun 2013 akan dilakukan updating data kepesertaan Jamkesda
sejumlah 90.000 peserta melalui melalui adendum SK Bupati,
updating data ini dimaksudkan dalam penyempurnaan data
kepesertaan dikarenakan adanya :

26

a) Sinkronisasi kartu baru Jamkesda tahun 2013 dengan peserta


Jamkesda sejumlah 90.000 jiwa.
b) Adanya peserta Jamkesda yang meninggal dunia
c) Adanya perpindahan penduduk.
2) Setiap orang miskin dan tidak mampu sebagai peserta Jamkesda
yang memiliki kartu peserta Jamkesda berjumlah 90.000 peserta
yang ditetapkan melalui SK Bupati Nomor 16 Tahun 2010 tentang
penetapan peserta program Jamkesda Kabupaten Indragiri Hilir
tahun 2010, dan SK Bupati Nomor 118 Tahun 2011 tentang
penetapan peserta tambahan program Jamkesda Kabupaten
Indragiri Hilir dan data ini didata langsung oleh seluruh Desa di
kabupaten Indragiri Hilir sebagai dasar penetapan jumlah sasaran
peserta oleh Bupati Indragiri Hilir.
3) Seluruh penduduk Kabupaten Indragiri Hilir yang memiliki KTP
dan KK Indragiri Hilir.
Dengan dimilikinya database dan kartu kepesertaan sasaran menjadi
lebih pasti serta mengurangi kemungkinan ketidaktepatan sasaran.
Terhadap SK Bupati tentang penetapan peserta Jamkesda yang
diterbitkan pada tahun 2010 dan 2011, untuk kemudian dilakukan updating
data kepesertaan secara berkala terkait dengan mutasi peserta yang
meninggal, pindah alamat, perubahan status ekonomi, bayi baru lahir dari
keluarga peserta Jamkesda dan anggota keluarganya yang belum terdaftar.
Updating yang dilakukan, untuk selanjutnya dilakukan addendum SK Bupati

27

tentang perubahan kepesertaan Jamkesda. Updating data kepesertaan


Jamkesda menjadi sah setelah adanya addendum Keputusan Bupati tentang
perubahan kepesertaan Jamkesda untuk dijadikan kepesertaan Jamkesda
tahun 2012.
a. Bagi bayi yang terlahir dari keluarga peserta Jamkesda :
a) Otomatis menjadi peserta Jamkesda dan berhak mendapatkan hak
kepesertaan sepanjang orangtua bayi tersebut sebagai peserta
Jamkesda.
b) Bila membutuhkan pelayanan kesehatan dapat langsung diberikan,
dengan menggunakan kartu Jamkesda orang tuanya.
c) Pelayanan kesehatan diberikan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditentukan (lihat Tata Laksana Pelayanan Kesehatan).
b. Pasien terlantar yang tidak memiliki identitas yang dirawat di PPK
Jamkesda (diperkuat dengan Rekomendasi dari Dinas Sosial).
c. Seluruh pasien pada saat terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa), dimana
KLB ditetapkan oleh Dinas Kesehatan melalui SK Bupati.
d. Penderita Gizi Kurang dan Gizi Buruk.
Bila terjadi kehilangan kartu JAMKESDA, peserta tetap dapat
memperoleh pelayanan kesehatan dengan dilakukan pengecekan database
kepesertaan dan selanjutnya dilaporkan ke Dinas Kesehatan.

d. Pelaksanaan Pelayanan Jamkesda di Puskesmas dan Rumah Sakit.


a. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) patuh terhadap standar-standar
pelayanan yang ada termasuk standar obat (formularium) sehingga

28

pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan yang wajar, tidak


berlebihan dan benar-benar sesuai indikasi medik.
b. PPK dapat menggunakan obat-obat yang diluar formularium sepanjang
obat tersebut merupakan Live Saving dan harus ada persetujuan dari
Komite Medik PPK dan Tim pengelola Jamkesda Kabupaten Indragiri
Hilir.
c. Upaya-upaya peningkatan pelayanan kesehatan baik di Puskesmas
maupun di Rumah Sakit dan PPK lainnya akan diterapkan standar
pelayanan medis Daerah, standar jenis dan harga alat medis habis pakai
(AMHP), jenis dan harga obat dan lainnya sehingga tercipta standarisasi
pelayanan kesehatan yang terkendali mutu dan harganya sehingga akan
lebih mendorong pada akuntabilitas dan transparansi.
d. Diberlakukan pola pembayaran sesuai dengan tarif PERDA untuk
Puskesmas dan INA-CBGs untuk di Rumah Sakit (PPK lanjutan),
kecuali tindakan bedah/ operasi menggunakan tarif PERDA Nomor 3
Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum sesuai tarif kelas III.
PPK tersebut adalah :
1) Puskesmas Rawat Jalan dan Rawat Inap dan jaringannya di
Kabupaten Indragiri Hilir
2) RSUD Indragiri Hilir
3) Untuk pasien yang dirujuk ke PPK lanjutan II dan III (PPK yang
bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Propinsi Riau) akan menjadi
tanggungan Jamkesda Propinsi Riau, dan Jamkesda Kabupaten
Indragiri Hilir dengan sistem tidak tumpang tindih/overlapping,

29

sesuai dengan mekanisme/pedoman pelaksanaan Jamkesda Propinsi


Riau.
Jika pasien tidak mempunyai kartu peserta Jamkesda dapat
menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang
ditanda tangani oleh Kepala Desa, diketahui oleh Camat dan
diketahui oleh Bupati Indragiri Hilir yang dimandatkan ke Asisten
III Bidang Ekonomi, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat).

e. Ketentuan Pelayanan di Puskesmas dan Rumah Sakit


a. Setiap peserta Jamkesda mempunyai hak mendapat pelayanan
kesehatan dasar meliputi: pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat
pertama (RJTP) dan rawat inap tingkat pertama (RITP), pelayanan
kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), rawat inap tingkat
lanjutan (RITL) dan pelayanan gawat darurat.
b. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk
pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif)
berdasarkan kebutuhan medik sesuai dengan standar pelayanan medik,
bukan berupa uang tunai.
c. Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan
terstruktur dan pelayanan berjenjang berdasarkan rujukan.
d. Pelayanan kesehatan dasar (rawat jalan tingkat pertama dan rawat inap
tingkat pertama) diberikan di Puskesmas dan jaringannya.

30

e. Pelayanan tingkat lanjut (rawat jalan dan rawat inap kelas III)
berdasarkan rujukan, yaitu :
1) RSUD Indragiri Hilir
2) RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dan RSUD yang mengadakan
kerjasama dengan Dinas Kesehatan Propinsi Riau.
f. Untuk mendapat pelayanan, status kepesertaan ditetapkan merujuk
pada ketentuan umum kepesertaan Program Jamkesda.
g. Pemberian pelayanan kepada peserta oleh PPK harus dilakukan secara
efisien dan efektif, dengan menerapkan prinsip kendali biaya dan
kendali mutu.

2. Evaluasi Program Jamkesda


Evaluasi yang dilakukan dalam suatu program untuk mendapatkan
gambaran tentang kesesuaian pelaksanaan program penyelenggara Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda) di RSUD Puri Husada Tembilahan serta
pencapaian keberhasilan program Jamkesda tersebut.
1. Ruang Lingkup Evaluasi
Pendataan masyarakat miskin meliputi data base kepesertaan dan
kepemilikan kartu tanda Jamkesda, dokumentasi dan penanganan keluhan
pasien. Pelaksanaan pelayanan kesehatan meliputi kunjungan masyarakat
miskin ke RSUD Puri Husada Tembilahan, jumlah kasus rujukan, pola
penyakit rawat jalan dan rawat inap. pelaksanaan penyaluran dana meliputi

31

pencairan dana ke RSUD Puri Husada Tembilahan, verifikasi klaim tagihan


dan pertanggung jawaban keuangan.
2. Mekanisme Evaluasi
Evaluasi diarahkan agar pelaksanaan program berjalan secara efektif
dan efisien sesuai prinsip-prinsip kendali mutu dan kendali biaya. Pemantauan
merupakan bagian program yang dilaksanakan Dinas Kesehatan Daerah dan
Pemda Kabupaten. Evaluasi dilakukan secara berkala, baik bulanan, triwulan,
semester maupun tahunan, melalui pertemuan dan koordinasi, pengelolaan
pelaporan program (pengolahan dan analisis), kunjungan lapangan dan
supervisi dan penelitian langsung.
3. Pelaporan Pelaksanaan Program Jamkesda
Tim Pengelola Jamkesda wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan
jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) secara berkala kepada Kepala Daerah
Propinsi dan Kepala Daerah Kabupaten/Kota 1 (satu) bulan sekali dan per 1
(satu) semester. Kepala Daerah Kabupaten/Kota harus menyampaikan laporan
pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pengembangan jaminan
kesehatan daerah (Jamkesda) di daerahnya kepada Kepala Daerah Propinsi
setiap 6 (enam) bulan sekali.

32

3. Kerangka Rasional
Evaluasi Pelaksanaan Jamkesda dilakukan telaah hubungan antara:

Indikator Output

Indikator Input
-Kebijakan Anggaran
Jamkesda
-Kebijakan
Kepesertaan
program
Jamkesda

Indikator Proses
Pelayanan Pasien
Jamkesda

-Jasa Dokter, Perawat


dan Bahan terpakai
habis/obat

-Klaim Pelayanan
Administrasi

4. Masalah Khusus Penelitian


1. Bagaimana kebijakan anggaran program Jamkesda di RSUD Puri Husada
Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013?
2. Bagaimana kebijakan kepesertaan program Jamkesda di RSUD Puri
Husada Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013?

33

BAB III
RANCANGAN PENELITIAN

A. Tujuan Khusus Penelitian


1. Diketahuinya kebijakan kepesertaan program Jamkesda Di RSUD Puri Husada
Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013?
2. Diketahuinya kebijakan anggaran program Jamkesda Di RSUD Puri Husada
Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013?
B. Desain penelitian
Penelitian ini merupakan kajian deskriptif yang mengedepankan
pemaparan dari umum ke khusus dalam mengolah dan menganalisa hasil
penelitian ini.
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Puri Husada Tembilahan
Kabupaten Indragiri Hilir yang akan dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai
dengan bulan Juni 2014.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Data dan Sumber Data
Dalam menjelaskan tentang pemantauan pelaksanaan program jaminan
kesehatan daerah (Jamkesda) di RSUD Puri Husada Tembilahan Kabupaten
Indragiri Hilir ini, maka data yang diperlukan adalah:

34

a. Data Primer, yaitu data yang berkaitan dengan masalah penelitian, yang
meliputi data tentang perumusan, penetapan kebijakan teknis, kebijakan
penganggaran dan kepesertaan Jamkesda
b. Data Sekunder, data pendukung diantaranya berhubungan dengan lokasi
penelitian, data peserta Jamkesda dan informan penelitian yang dapat
dlihat pada table berikut ini.
Informan pada penelitian ini terdiri dari Penanggung Jawab Program
Jamkesda di RSUD Puri Husada Tembilahan, dimana informan utama yaitu:
Tabel 3.1. Status Informan Penelitian :
No
Status Informan
1
Pelaksana program Jamkesda (Bapel)
2
Direktur RSUD Puri Husada Tembilahan
3
Pemegang program Jamkesda di RSUD
Data Olahan Lapangan : 2013

Perwakilan
1
1
1

Pengembilan ketiga jenis informan ini diharapkan mampu


memberikan informasi yang akurat terhadap pemantauan pelaksaan program
Jaminan Kesehatan Daerah ini, sehingga hasil yang diharapkan dapat
memadai dan menjadi acuan untuk perbaikan program ini ke depan.

2. Pengumpulan Data
Jenis data terdiri atas data sekunder dan data primer. Data primer
didapat dari wawancara mendalam dengan informan terutama yang
menyangkut input dan output. Sedangkan sumber data primer adalah yang
menyangkut proses. Sumber data sekunder adalah berkas laporan yang
menyangkut pelaksanaan Jamkesda.

35

3. Pengolahan dan Analisa Data


Analisa data dilakukan pada saat transkrip pertama dilakukan. Dari
permulaan penelitian, peneliti mulai menginterpretasikan pengertian yang
mungkin terdapat pada data yang disajikan. Kesimpulan akhir tentang data
tidak dibuat sampai semua data telah terkumpul, sebelumnya analisa secara
sistematis telah dilakukan dan antara hubungan-hubungan telah dibuat jelas
(Brockopp, Hastings, & Tolsma, 1995). Metode yang digunakan adalah
metode Parse (1990), Parse telah mengembangkan suatu metode yang
sekarang digunakan pada penelitian. Parse mendeskripsikan proses analisanya
secara rinci dan terdiri dari :
1. Menggali hal-hal penting dari deskripsi kata demi kata. Hal-hal yang
penting digali adalah suatu ide pokok yang dideskripsikan oleh informan.
2. Mensintesa hal-hal penting. Hal-hal yang penting untuk disintesa adalah
suatu ungkapan ide pokok.
3. Merumuskan suatu perbandingan dari deskripsi setiap informan.
Perbandingan tersebut adalah pertanyaan terkonsep tidak langsung oleh
peneliti yang menghubungkan ide pokok hal-hal penting yang disintesa
oleh informan.
4. Menggali konsep pokok dari perbandingan yang dirumuskan dari setiap
informan.
5. Mensintesa suatu struktur pengalaman langsung dari konsep yang digali.
Suatu struktur yang disintesa adalah suatu pertanyaan terkonsep oleh
peneliti yang menghubungkan dengan konsep pokok. Struktur sebagai
jawaban yang dikembangkan dari pertanyaan penelitian.

36

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Input

37

1. Kebijakan Pemerintah Daerah Terhadap Pelaksanaan Jamkesda


Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) adalah salah satu bentuk
perlindungan social untuk menjamin seluruh penduduk Kabupaten Hulu
Sungai Selatan agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak
(dalam hal ini kebutuhan akan hidup sehat).
Pada hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan
kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini maka dapat
diketahui bahwa penyelenggaraan Jamkesda mengacu pada prinsip-prinsip :
a.

Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan semata-mata untuk


peningkatan derajat kesehatan masyarakat

b.

Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medic


yang cost effective dan rasional.

c.

Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas

d.

Transparan dan akuntabel


Berdasarkan hasil wawancara mendalam tentang kebijakan terhadap

pelaksanaan Jamkesda seperti pernyataan berikut :


kebijakan pemerintah terhadap pelaksanaan jakesda, untuk
kepersertaan Jamkesda adanya pendataan yang dilakukan pemerintah
terhadap masrakat miskin, dan kemudian memberikan kartu Jamkesda

38

kepada masyarakat, kemudian memberikan bantuan dana ke rumah


sakit agar berlangsungnya kegiatan Jamkesda dirumah sakit
(informen 1)
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa kebijakan
pemerintah sangat memberikan bantuan yang penuh kepada pelaksnaan
Jamkesda baik dari segi kepersertaan maupun dana operasional rumah sakit.

2. Kebijakan Anggaran Jamkesda di RSUD Puri Husada Tembilahan


Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2013 dan Peraturan
Daerah Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pedoman Jaminan Kesehatan daerah
pada bab V dijelaskan bahwa pembayaran pelayanan kesehatan bersumber
dari APBD kabupaten Indrahiri Hilir tahun 2013 /2013. Angaran tersebut
disesuaikan dengan tingkatan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
masyarakat.
Hasil wawancara mendalam tentang penetapan kepersertaan oleh
informan (Tim Pengelola Jamkesda) dalam pelaksanaan program Jamkesda
seperti pernyataan berikut :
Kalau kita tim pengelola di Dinas hanya menentukan quota
masyarakat yang mendapatkan kartu Jamkesda dengan jumlah
anggran dana yang diberkan. Dana yang didapatkan oleh rumah
sakit juga berdasarkan klaim Jamkesda yang diajukan setiap bulan
ke dinas kesehatan dan telah mendaptkan perngesahan dari tim
verifikasi Informan 2)
Anggaran dana yang kita terima setiap tahun berkisar 3 milyar
sampa 6 milyiar, tapi itu tidak mutlak karena dana yang dikucurkan
orang dinas biasanya berdasarkan klaim dari jumlah pasien
Jamkesda yang berobat ke rumah sakit dan diajukan oleh

39

penanggung jawab Jamkesda rumah sakit ke dinas kesehatan


(informan 3)
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa informan
(penanggung jawab Jamkesda dan direktur RSUD Puri Husada Tembilahan)
bahwa angaran dana yang diterima rumah sakit puri husada berdasarkan
klaim Jamkesda yang diajukan oleh rumah sakit ke dinas kesehatan.

3. Kebijakan Kepesertaan Jamkesda di RSUD Puri Husada Tembilahan


Peserta Program Jamkesda adalah setiap orang yang terdaftar dan
memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan setelah terdaftar sebagai peserta
Jamkesda yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu JPK Mandiri. KTP
sementara tidak diperbolehkan lagi kecuali dalam keadaan/kondisi tidak
tersedianya blangko KTP maka yang menandatangani adalah pihak Kantor
Kecamatan setempat (Sekretaris Kecamatan) sedangkan penerbitan KTP
sementara dari Kepala Desa dinyatakan tidak berlaku.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap informan (Direktur
RSUD RSUD Puri Husada Tembilahan dan pemegang program Jamkesda di
RSUD Puri Husada Tembilahan) persyaratan terhadap pasien Jamkesda yang
berobat ke Rumah Sakit, bahwa setiap pasien yang berobat disesuaikan

40

dengan perjanjian kerja sama antara RSUD dan dinas kesehatan sebagai
pengelola Jamkesda di Kabupaten seperti pernyataan sebagai berikut
Pasien datang ke RSUD dengan membawa kartu Jamkesda dan
Surat Rujukan dari Puskesmas kebagian pendaftaran, tapi pasien
yang datang tanpa membawa kartu Jamkesda masih dilayanani
dengan syarat 2 jam setelah pasien datang ke RSUD keluarga
melengkapi administrasi, kemudian dilanjutkan ke bagian dokter
spesialis sesuai dengan penyakit pasien, Pelayanan yang diberikan
sama saja dengan pelayanan pasien umum lainnya.tindakan medis
sesuai manlak yang sudah ada dan obat obat yang diberikan sesuai
dengan formularium obat Jamkesda (Informan 2)
Berdasarkan pernyataan diatas yang dijelaskan informan bahwa
pelayanan yang diberikan secara umum dilakukan dengan baik dan sudah
sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan. Setiap pasien Jamkesda yang
berobat ke Rumah sakit telah memiliki kartu tanda peserta Jamkesda, tapi
untuk pasien yang tidak memiliki kartu tanda peserta masih akan tetap
dilayani untuk mendapatkan penanganan dengan syarat harus segera
menyelesaikan administrasi kepersertaan seperti surat keterangan miskin,
KTP dan KK.
Berikut data jumlah pasien Jamkesda dan pasien yang menggunakan
Surat Keterangan Miskin yang berobat di RSUD Puri Husada Tembilahan:

Tabel 4.1. Jumlah Pasien Jamkesda di RSUD Puri Husada Tembilahan


tahun 2012

41

Jenis Pelayanan
Rawat Jalan
Rawat Inap
Total

Jumlah Pasien
256
343
599

Anggaran
37.764.618,91
435.325.479,82
474.089.855,71

Tabel 4.2. Jumlah Pasien Surat Miskin di RSUD Puri Husada


TembilahanTahun 2012
Jenis Pelayanan
Rawat Jalan
Rawat Inap
Total

Jumlah Pasien
763
337
1.100

Anggaran
108.279.774,08
438.611.557,9
591. 891.332

Table 4.3 Jumlah Pasien Jamkesda di RSUD Puri Husada Tembilahantahun


2013
Jenis Pelayanan
Rawat Jalan
Rawat Inap
Total

Jumlah Pasien
1.999
593
1.738

Anggaran
175.381.198,62
934. 524.627,55
1.105.905.826,2

Tabel 4.4. Jumlah Pasien Surat Miskin di RSUD Puri Husada Tembilahan
tahun 2013
Jenis Pelayanan
Rawat Jalan
Rawat Inap
Total

Jumlah Pasien
773
228
1.001

Anggaran
111.613.092,2
367.773.767,9
479.386.860,1

Sementara itu berdasarkan data yang diperoleh dilapangan terdapat kasus


tidak layak administrasi untuk rawat jalan dan rawat inap di RSUD Puri Husada
Tembilahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini :
Tabel 4.5
DAFTAR KASUS TIDAK LAYAK ADMINISTRASI
PASIEN RAWAT JALAN TAHUN 2013
DI RSUD PURI HUSADA TEMBILAHAN
N

BULAN

BIAYA PELAYANAN

JUMLAH

KETERANGAN

42

O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
TOTAL

PASIEN
22 Orang
7 Orang
27 Orang
9 Orang
18 Orang
19 Orang
46 Orang
9 Orang
26 Orang
15 Orang
26 Orang
4 Orang
Oran
228 g

3,368,511.92
980,780.90
4,068,102.69
1,296,632.55
2,882,752.57
2,991,979.99
6,879,109.04
1,319,466.76
4,123,924.16
2,138,890.79
4,011,629.04
549,432.33
34,611,212.74

Tdk Lengkap ADM


Tdk Lengkap ADM
Tdk Lengkap ADM
Tdk Lengkap ADM
Tdk Lengkap ADM
Tdk Lengkap ADM
Tdk Lengkap ADM
Tdk Lengkap ADM
Tdk Lengkap ADM
Tdk Lengkap ADM
Tdk Lengkap ADM
Tdk Lengkap ADM

Tabel 4.6
DAFTAR KASUS TIDAK LAYAK ADMINISTRASI
PASIEN RAWAT INAP TAHUN 2013
DI RSUD PURI HUSADA TEMBILAHAN
N
O
1
2
3
4
5
6
7
8

BULAN
Januari

BIAYA
PELAYANAN
14,594,892.00

JUMLAH
PASIEN
7

Orang

Februari

18,024,236.00

Orang

Maret

10,982,399.00

Orang

April

25,480,902.00

Orang

Mei

41,256,748.00

18

Orang

Juni

29,340,911.00

11

Orang

Juli
Agustus

30,379,424.00

14
2

Orang
Orang

KETERANGAN
Tdk Lengkap
ADM
Tdk Lengkap
ADM
Tdk Lengkap
ADM
Tdk Lengkap
ADM
Tdk Lengkap
ADM
Tdk Lengkap
ADM
Tdk Lengkap
ADM
Tdk Lengkap

43

5,088,651.00
9
10
11
12

September

50,074,389.00

17

Orang

Oktober

8,284,765.00

Orang

November

34,473,643.00

16

Orang

Orang

Desember
TOTAL

0.00
267,980,960.00

ADM
Tdk Lengkap
ADM
Tdk Lengkap
ADM
Tdk Lengkap
ADM
Tdk Lengkap
ADM

109

B. Proses Pelayanan Kepesertaan Jamkesda


Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka prosedur untuk
memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesda di kabupaten Indragiri
Hilir adalah, sebagai berikut:
1.

Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar dapat berkunjung ke


Puskesmas dan jaringannya.

2.

Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan kartu


yang keabsahan kepesertaannya merujuk kepada daftar masyarakat miskin
yang ditetapkan oleh Bupati. Penggunaan Surat Keterangan Tidak mampu
(SKTM) hanya berlaku untuk setiap kali pelayanan, kecuali pada kondisi
pelayanan lanjutan terkait dengan penyakitnya.

3.

Apabila peserta Jamkesda memerlukan pelayanan kesehatan rujukan, maka


yang bersangkutan dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan (RSUD)
disertai surat rujukan dan kartu peserta yang ditunjukkan sejak awal sebelum
mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali pada kasus emergency.

44

4.

5.

Pelayanan rujukan di atas meliputi :


a.

Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di Rumah Sakit

b.

Pelayanan Rawat Inap kelas III di Rumah Sakit

c.

Pelayanan obat-obatan

d.

Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostic

Untuk memperoleh pelayanan rawat jalan di Rumah Sakit, maka peserta


harus menunjukkan kartu peserta Jamkesda atau SKTM dan surat rujukan
dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit.
Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh Bapel Jamkesda,
dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan

6. Untuk memperoleh pelayanan rawat inap di Rumah Sakit, peserta harus


menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di
loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit.
7.

Pada kasus-kasus tertentu yang dilayani di IGD termasuk kasus gawat


darurat di Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM
dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi
Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi
kebenarannya oleh petugas Jamkesda. Bila berkas sudah lengkap, petugas
jamkesda mengeluarkan surat keabsahan peserta. Bagi pasien yang tidak

45

dirawat prosesnya sama dengan proses rawat jalan, sebaliknya bagi yang
dinyatakan rawat inap prosesnya sama dengan proses rawat inap
sebagaimana item 5 dan 6 diatas.
8.

Bila peserta tidak dapat menunjukkan kartu peserta atau SKTM sejak awal
sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, maka yang bersangkutan di beri
waktu maksimal 2 x 24 jam hari kerja untuk menunjukkan kartu tersebut.
Pada

kondisi

tertentu

dimana

yang

bersangkutan

belum

mampu

menunjukkan identitas sebagaimana dimaksud diatas maka Direktur RS


dapat menetapkan status miskin atau tidak miskin yang bersangkutan. Yang
dimaksud pada kondisi tertentu pada butir 8 di atas meliputi anak terlantar,
gelandangan, pengemis, karena domisili yang tidak memungkinkan segera
mendapatkan SKTM. Pelayanan atas anak terlantar, gelandangan, pengemis
dibiayai dalam program ini.
Hasil wawancara mendalam terhadap informan (Direktur RSUD Puri
Husada Tembilahan, Kasi Pelayanan RSUD Puri Husada Tembilahan dan
pemegang program Jamkesda) tentang penentuan pasien yang dirujuk ke Rumah
Sakit Arifin Achmad seperti pernyataan berikut:
Pelayanan yang didapatkan oleh pasien Jamkesda yan datang berobat
ke rumah sakit puri husada sama saja dengan pelayananan yang
didapatkan oleh pasien umum, pelayana yang diberikan berdasarkan
tingkat kegawadaruratannya, tidak ada penolakan pasien selagi merka
melengkapi semua syarat administrasi Jamkesda, untuk pasien yang
belum melengkapi kita kasih waktu tenggang 2x 24 jam untuk melengkapi
administrasinya(Informan 2)

46

Pelayanan yang berikan berdasarkan kondisi penyakit pasien dan


keterbatasan pelayanan yang diberikan di RSUD Puri Husada
Tembilahan, untuk pasien yang tidak dapat kita tangani akan kita rujuk
ke RSUD Arifin Achmad, dan sama-sama kita ketahui bahwa RSUD
Arifin Achmad adalah rumah sakit rujukan provinsi yang telah memiliki
sumber daya yang maksimal. (Informan 3)
Berdasarkan pernyataan diatas yang dijelaskan informan bahwa
pelayanan pasien Jamkesda di RSUD Puri Husada Tembilahan sudah sesuai
dengan standard dan prosedur pelayanan.
Hasil wawancara mendalam tentang kebijakan khusus pemerintah untuk
pelayanan Jamkesda seperti pernyataan berikut :
Tidak adanya kebijakan khusus dalam pelaksanaan Jamkesda,
pemrintah telah menberikan kebijakan untuk jaminan kesehatan bagi
semua msyarakat miskin untuk mendaptkan pelayanan kesehatan gratis
dirumah sakit dengan syarat adanya surat peserta Jamkesda yang
didapat dari pendataan masyarakat miskin yang dilakukan oleh pihak
desa, pemerintah hanya ingin memberikan pelayanan terbaik melalui
Rumah Sakit Puri Husada (informan 2)
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa informan
(pemegang program Jamkesda) tidak adanya kebijakan khusus dalam
pelaksanaan Jamkesda, semua peserta Jamkesda harus mendapatkan pelayanan
terbaik.
C. Output
1. Sistem klaim dana pelayanan Jamkesda
Pembayaran biaya pelayanan kesehatan kepada rumah sakit dilakukan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah yang berlaku, dimana dana untuk
pelayanan tingkat lanjut program Jamkesda di rumah sakit kabupaten

47

disalurkan langsung dari kas daerah pemerintah kabupaten melalui DPA


Dinas Kesehatan dan penyalurannya dengan mekanisme klim. Besar tarif
dan jasa pelayanan kesehatan yang diajukan berdasarkan grouping software
Kementerian Kesehatan (software INA-CBGs) (Perda Nomor 4 tahun
2013).
Hasil wawancara mendalam tentang perubahan data kepesertaan oleh
informan (Penanggung jawab Jamkesda RSUD Puri Husada Tembilahan dan
Direktur RSUD Puri Husada Tembilahan) dalam pelaksanaan program
Jamkesda seperti pernyataan berikut
Klaim yang dilakukan oleh pemegang program Jamkesda kepada
dinas kesehatan dilaporkan setiap bulan sesuai dengan jumlah
pasien yang berobat dan bagaimana pelayanan yang mereka dapat
sesuai SOP ketentuan pelayanan yang ditanggung oleh dana
Jamkesda, setelah mengajukan klaim kemudian setelah adanya tim
verifikasi dari dinas untuk mengesahkan pengajuan klaim.
(Informan 2)
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa informan
(pemegang program Jamkesda) setiap klim diajukan setiap bulan dan
diverifikasi oleh dinas kesehatan

2. Sistem Pengucuran Dana Jamkesda dari Pemerintah ke RSUD Puri


Husada Tembilahan
Pengajuan penggantian biaya/klaim ditandatangani oleh Direktur
RSUD Puri Husada Tembilahan dengan melampirkan :
a. Daftar rekapitulasi pasien yang dilayani

48

b. Daftar rincian biaya pelayanan kesehatan ditandatangani Direktur


RSUD Puri Husada Tembilahan dan verifikator independen.
c. Besar tariff dan jasa pelayanan kesehatan di atur dalam grouping
software Kementerian Kesehatan.
d. RSUD Puri Husada Tembilahan mengirimkan laporan pemanfaatan dana
klaim ke tim pengelola Jamkesda kabupaten.
e. Tim pengelola Jamkesda kabupaten melakukan rekapitulasi realisasi
klaim dan mengirimkan laporan ke tim koordinasi kabupaten.
Biaya jasa medis dan pelayanan (dokter dan perawat dan bahan habis
pakai / obat) ditetapkan oleh Direktur RSUD Puri Husada Tembilahan
setinggi-tingginya 44 % atas biaya pelayanan kesehatan yang dilakukan.
(Perda No 4 Tahun 2013).
44 % jasa medis/jasa pelayanan tersebut meliputi biaya untuk pemberi
pelayanan dalam rangka observasi, diagnose, pengobatan, tindakan medis,
perawatan, konsultasi, visited an pelayanan medis lainnya untuk pelaksanaan
administrasi pelayanan RSUD Puri Husada Tembilahan.
Hasil wawancara mendalam tentang sistem pengucuran dana Jamkesda
ke RSUD Puri Husada Tembilahan dari pemerintah yang mendapatkan
jaminan kesehatan seperti pernyataan berikut
Pengucuran dana dari pemerintah ke RSUD tidak begitu sulit yang
penting kita sudah mengajukan klaim ke dinas kesehatan dan sesudah
mendapat persetujuan klaim dari tim verifikasi kita tinggal
mengajukan ke bagian keuangan kabupaten (Informan 2)

49

Berdasarkan pernyataan diatas dapat dijelaskan informan (pemegang


program Jamkesda) bahwa sistem pengucuran dana Jamkesda tidaklah
terlalu rumit jika pemegang program telah mengajukan klaim dan
mendapatkan persetujuan dari tim verifikasi program Jamkesda.

BAB V
PEMBAHASAN

A. Kebijakan Kepesertaan Dalam Pelaksanaan Program Jamkesda


Perangkat desa dalam hal ini Kepala Desa merupakan orang yang berperan
dalam menentukan peserta Jamkesda. Masalah kepesertaan Jamkesda selalu saja
menjadi topik yang tak pernah habis dibahas. Penetapan pendataan masyarakat
miskin ini sesuai dengan prinsip manajemen tentang pengorganisasian menurut

50

Notoadmodjo (2007) merupakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan suatu


institusi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan kepesertaan Jamkesda oleh pegawai di RSUD Puri Husada
Tembilahan secara umum belum berjalan baik. Dimulai dari penentuan
masyarakat miskin atau kurang mampu yang hanya melalui penilaian : 1)
subjektif tanpa melihat indikator masyarakat miskin yang telah ditetapkan. 2)
Belum adanya database kepesertaan yang akurat, 3) pemutakhiran data
masyarakat miskin tidak baik dan 4) adanya perbedaan data antar instansi. Masih
terdapat resiko masyarakat miskin belum dapat memperoleh pelayanan kesehatan
gratis dan tidak tercakup dalam Jamkesda.
Data base hendaknya diverifikasi secara terjadwal mulai dari tingkat
Desa/kelurahan hingga Kabupaten/Kota. Hal ini tentu membutuhkan biaya yang
cukup besar, namun jika hanya ditentukan oleh Kepala Desa akan menyebabkan
rawan nepotisme menjadi tidak bisa dihindari dan bisa saja kurang tepat sasaran.
Selanjutnya bagi pasien yang tidak memiliki kartu Jamkesda tetap
mendapatkan pelayanan gratis melalui Jamkesda dengan mengunakan KK dan
KTP Kabupaten Indragiri Hilir Tembilahan (Manlak, 2012). Keadaan ini
mengisyaratkan bahwasannya pasien yang mendapatkan Jaminan Kesehatan
manjadi tidak berbatas. Seleksi terhadap orang yang mampu yang menggunakan
Jamkesda menjadi longgar dan berakibat terhadap penyimpangan dana yang
seharusnya digunakan untuk masyarakat miskin atau kurang mampu akhirnya
didapatkan oleh orang yang mampu.

51

Pengawasan kepesertaan menjadi rendah karena persyaratan terlalu


mudah. Semestinya setelah 3 Tahun berjalan tidak ada lagi kepesertaan Jamkesda
menggunakan KK dan KTP. Hal ini akan memberikan dampak terhadap
membludaknya alokasi anggaran Jamkesda hingga berbuah hutang. Sejak 2 tahun
terakhir (Tahun 2010 dan 2011) Jamkesda di RSUD Puri Husada Tembilahan
mengalami ketekoran atau berhutang.
Ada juga perangkat Desa yang menguruskan SKTM pasien, yang
tentunya ini menimbulkan tanda tanya, karena pada dasarnya pengurusan ini
gratis. Namun ada juga perangkat Desa yang bersedia mengurus Surat
Keterangan Miskin tersebut walaupun membutuhkan harus mengeluarkan biaya
administrasi. Anggapan atau persepsi masyarakat yang keliru tentang pengurusan
SKTM yang lama dan berbelit perlu diluruskan. Pada dasarnya tidak ada yang
sulit asalkan masyarakat membawa persyaratan yang lengkap yaitu surat rujukan,
KK dan KTP serta SKTM. Untuk itu perlu kerjasama dengan lintas sektoral
dalam hal ini camat untuk mensosialisasikan melalui spanduk atau alat media
lainnya tentang cara mengurus SKTM yang gratis dan persyaratan
administrasinya.
Permasalahan kepesertaan Jamkesda ini juga dialami oleh sebagian
masyarakat tentang persyaratan memiliki kartu Jamkesda yang tidak sepenuhnya
dapat dimiliki oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Berdasarkan pengumpulan data dan informasi yang diperoleh oleh Unit
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik (UPKP2) ada beberapa permasalahan
terkait dengan distribusi kartu dan proses pendataan peserta Jamkesda tambahan.

52

Permasalahan itu antara lain, adanya penerima kartu Jamkesda, dimana


nama yang terdaftar ternyata sudah meninggal, penerima Jamkesda, penerima
Jamkesda yang juga sudah menerima kartu Jamkesmas, penerima dua kartu
(dobel) Jamkesda, peserta Jamkesda yang sudah pindah alamat namun masih
terdaftar sebagai penerima kartu Jamkesda pada alamat asalnya.
Selain itu, prosedur dalam melakukan pendataan warga yang akan
diusulkan menerima Jamkesda tambahan, ditemukan terdaftar pada puskesmas
berbeda. Proses pendataan penerima kartu Jamkesda, dimana ada yang langsung
didata oleh bidan desa/kelurahan, didata oleh kader posyandu bekerjasama
dengan perangkat desa/kelurahan, dan juga didata oleh petugas Puskesmas yang
berkoordinasi dengan petugas kecamatan untuk mendata warga yang akan
diajukan.
UPKP2 juga menemukan masalah, bahwa pimpinan di Puskesmas ataupun
bidan memiliki kesulitan dalam pendataan, khususnya terkait penentuan kriteria
warga yang layak untuk dicalonkan, selain karena bukan kompetensi meraka,
mereka menilai perangkat desa dianggap lebih kompeten karena mengetahui
kondisi riil di lingkungannya. Selain itu, pimpinan Puskesmas menilai waktu
yang diberikan untuk pendataan warga yang akan diajukan memperoleh
Jamkesda tambahan terlalu singkat, padahal diperlukan ketelitian dan akurasi
data yang akan diserahkan. Waktu distribusi kartu Jamkesda bersamaan dengan
pendataan calon peserta Jamkesda tambahan dapat menimbulkan permasalahan
tersendiri, karena distribusi yang belum selesai, warga yang sebetulnya sudah

53

tercatat dalam daftar penerima Jamkesda dapat mengusulkan diri sebagai peserta
Jamkesmas atau Jamkesda tambahan. Itu dapat menimbulkan data ganda.
Menyikapi permasalahan diatas, dinas kesehatan perlu mengupayakan
pendataan yang baik dengan bekerjasama dengan lintas sektoral agar
permasalahan pendataan kepesertaan di atas perlu di evaluasi. Petunjuk
pelaksanaan yang lebih jelas terkait pendataan calon peserta Jamkesda tambahan
yang meliputi kriteria penerima Jamkesda tambahan, prosedur pendataan, dan
proses pengajuan data ke dinas kesehatan. Terkait dengan prosedur pendataan,
untuk memperoleh data yang akurat perlu melibatkan perangkat desa, kader
posyandu, petugas puskesmas, bidan desa serta RW/RT di kelurahan/desa.
Dinas Kesehatan perlu meminta dan menegaskan kepada Puskesmas,
bahwa data yang akan diajukan ke dinas kesehatan adalah data yang memang
tidak ada lagi permasalahan (valid), khususnya masyarakat yang sudah menerima
kartu Jamkesda. Dinas Kesehatan harus membatasi masa berlakunya kartu
Jamkesda dan masa berlakunya penggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu
(SKTM) untuk persyaratan penerima kartu Jamkesda. Dinas Kesehatan perlu
melakukan update data secara berkala terkait dengan masyarakat yang berhak
menerima kartu Jamkesda.
Berdasarkan hasil penelitian Sylva (2011) tentang Efektifitas
pengelolaan program Jamkesda di Kabupaten Gorontalo Tahun 2011 tentang
adanya persyaratan dalam kepesertaan Jarnkeda yang terdiri dari persyaratan
umum maupun persyaratan khusus. Dengan adanya persyaratan dalam
kepesertaan Jamkesda digunakan untuk maksud mengidentifikasi kelayakan

54

kepesertaan agar benar-benar peruntukan program tersebut dapat menyentuh


kepada masyarakat yang membutuhkan.
Persyaratan khusus kepesertaan Jamkesda diantaranya memenuhi kriteria
yaitu luas lantai per anggota rumah tangga, jenis lantai rumah terbuat dari tanah,
dinding rumah terbuat dari bambu, tidak memiliki fasilitas tempat buang air
besar (WC), sumber air minum bukan air bersih, penerangan yang digunakan
bukan listrik, bahan memasak digunakan kayu/arang , tidak memiliki aset/barang
berharga maksimal Rp. 500.000.
Kriteria ini dapat dijadikan acuan oleh RSUD Puri Husada Tembilahan
agar kepesertaan Jamkesda lebih tepat sasaran dan tidak ada peserta yang
dilayani dengan hanya menggunakan KK /KTP saja, namun penentuan perserta
Jamkesda juga tidak mutlak ditentukan oleh Kepala Desa, dalam hal ini perlu
dibentuk tim koordinasi yang melibatkan lintas sektoral agar kepesertaan
Jamkesda tepat sasaran.
Selain itu, RSUD Puri Husada Tembilahan dapat melaksanakan sistem
informasi data base peserta Jamkesda berbasis online seperti dalam penelitian
Dyah (2012) tentang sistem informasi data base peserta Jamkesmas atau
Jamkesda pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ponorogo
berbasis online, menggunakan PHP & My SQL. Program aplikasi PHP dan My
SQL ini dibuat agar penataan pengolahan data lebih tertata rapi, dimana
sebelumnya pendataan bantuan sosial serta masyarakat miskin menggunakan
spreedsheet microsoft excel yang memiliki beberapa kekurangan jika di tinjau
dari segi arsitektur perangkat lunak. Dengan melakukan migrasi pada sistem

55

pengelolaan data base management system maka penataan serta storage lebih
tertata dengan rapi dan real time dengan demikian permasalahan kepesertaan
yang diuraikan diatas dapat diatasi dengan baik.
Permasalahan penting lainnya di RSUD Puri Husada Tembilahan adalah :
1.

Pemberian Surat Keterangan Tidak mampu (SKTM) yang kurang tepat


sasaran, dimana adanya masyarakat yang sebenarnya mampu berobat
dengan biaya sendiri, namun tetap mengurus SKTM. tanpa di survey
terlebih dahulu, SKTM dengan mudah dikeluarkan oleh perangkat Desa
tanpa melihat kriteria pemberian kartu Jamkesda. Padahal di sisi lain,
RSUD Puri Husada tidak boleh menolak pelayanan bila terdapat pasien
yang menggunakan SKTM, karena pasien wajib dilayani baik.

2. Masyarakat yang sebenarnya tidak mampu tidak mendapatkan SKTM


untuk pengurusan kartu Jamkesda.
3. Pasien yang berobat dengan SKTM harus melengkapi persyaratan paling
lama 2x24 jam, sehingga beban biaya yang harus ditetapkan dibiayai
Jamkesda dapat diurus.
Data yang diperoleh dari penelusuran dokumen dan hasil wawancara di
lapangan berkaitan dengan kebijakan program Jamkesda di Kabupaten
Indragiri Hilir, ditemukan bahwa untuk mendapatkan layanan paket
program Jamkesda membutuhkan berbagai persyaratan. Dalam hal ini di
antaranya adalah bahwa program Jamkesda di Kabupaten Indragiri Hilir pada
prinsipnya tidak hanya ditujukan kepada masyarakat miskin, tetapi menyentuh

56

seluruh lapisan masyarakat. Untuk mendapatkan pelayanan gratis tersebut,


masyarakat diharuskan terdaftar dalam kepesertaan program Jamkesda yang
ditunjukkan dengan kepemilikan kartu peserta Jamkesda. Untuk
mendapatkan kartu peserta dan memperoleh pelayanan kesehatan gratis,
masyarakat diharuskan melengkapi berkas-berkas administrasi yang telah
ditentukan oleh Badan Pelaksana (BAPEL) Jamkesda.
Dengan banyaknya ketentuan dan persyaratan untuk
mendapatkan pelayanan program, tentunya membutuhkan pemahaman
secara mendalam kepada masyarakat sebagai sasaran program.
Pemahaman ini penting agar dalam proses pelaksanaannya tidak terjadi
kesalahpahaman antara pengelola kebijakan dan pengguna layanan.
Agar pemahaman masyarakat terhadap program tersebut, maka pihak
pelaksana program selayaknya melakukan sosialisasi program kepada
masyarakat, dalam hal ini pihak Bapel Jamkesda Kabupaten Indragiri Hilir
sebagai pelaksana program Jamkesda telah melakukan sosialisasi kepada
masyarakat.
Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk memberikan pemahaman
kepada masyarakat adalah dengan mengadakan proses pendataan dan
kepemilikan kartu Jamkesda ke desa-desa dan mensosialisasikannya kepada
masyarakat.
Upaya tersebut akan memberikan nilai manfaat bagi masyarakat
untuk memahami program Jamkesda secara mendalam tentang masyarakat

57

miskin dan proses serta persyaratan terkait dengan program kesehatan


tersebut. Namun demikian, hal yang terpenting dalam melakukan
sosialisasi program Jamkesda adalah tercapainya tujuan yang terkandung
dalam program tersebut. Bentuk pemahaman yang diharapkan bukan hanya
sekedar keberadaan dari program itu, tetapi lebih jauh adalah pemahaman
akan prosedur yang harus dilakukan oleh pengguna kartu Jamkesda untuk
mendapatkan pelayanan terkait dengan program Jamkesda tersebut.
Masyarakat sebagai obyek dari program Jamkesda di Kabupaten
Indragiri Hilir, pada kenyataannya belum sepenuhnya memahami secara
detail dan mendalam terkait kebijakan ini. Di mana pemahaman sebagian
masyarakat terbatas pada adanya layanan kesehatan gratis yang disediakan
oleh pemerintah daerah, tetapi secara teknis lainnya belum terlalu dipahami.
Selanjutnya informan lainnya mengemukakan bahwa pemahaman akan
program Jamkesda terbatas pada keberadaan program ini sebagai layanan
kesehatan gratis, dan tidak memahami prosedur untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan. Bahkan menganggap bahwa untuk mendapatkan layanan
tersebut, harus melalui pengurusan administrasi yang berbelit, dan tidak
pernah merasakan langsung sosialisasi dari pihak pelaksana program.
Kondisi ini mencerminkan bahwa tingkat pemahaman
masyarakat terhadap program Jamkesda tergantung bagaimana cara mereka
memahami proses pelayanan kesehatan gratis. Jika kemudian dikaitkan
dengan konsepsi kebijakan, maka semestinya pemahaman dari penerima
program harus sejalan dengan prosedur administrasi program Jamkesda. Hal

58

ini agar dalam pelaksanaannya, masyarakat dapat mengikuti aturan dan jalur
yang telah ditentukan.
Masih munculnya keberagaman pemahaman di masyarakat terhadap
pelaksanaan program Jamkesda yang dikemukakan pihak pelaksana, bahwa
upaya sosialisasi program masih diperlukan. Setidaknya upaya sosialisasi
program ini sedapat mungkin bisa menyentuh seluruh segmen masyarakat.
Dimana bukan hanya masyarakat miskin sebagai pengguna program
Jamkesda, tetapi juga pemahaman kepada para petugas kesehatan tentang
persyarat penggunaan kartu Jamkesda. Sehingga sinkronitas antara
masyarakat dengan petugas kesehatan dapat sejalan dalam meminimalisir
kesalahpahaman ketika masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan
menggunakan fasilitas program Jamkesda.
Dalam hal kebijakan kepesertaan Jamkesda di Kabupaten Indragiri
Hilir adalah m a s i h banyaknya masyarakat miskin yang belum menjadi
peserta program Jamkesda, yang ditandai dengan kepemilikan kartu Jamkesda
yang masih sedikit dibandingkan dengan penggunaan SKTM ketika berobat
ke RSUD Puri Husada. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam
Peraturan Daerah tentang Jamkesda, salah satu syarat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan gratis yang dibiayai oleh Jamkesda adalah terdaftar
sebagai peserta.
Menurut pengelola Jamkesda Kabupaten Indragiri Hilir, bahwa
pemahaman masyarakat terhadap program ini sudah cukup tinggi.
Terbukti dengan banyaknya masyarakat yang menggunakan kartu Jamkesda

59

dalam berobat ke RSUD Puri Husada.


Kepesertaan Jamkesda memang tidak hanya ditujukan pada golongan
tertentu saja, namun mencakup seluruh masyarakat miskin di Kabupaten
Indragiri Hilir. Kepesertaan Jamkesda yang dikemukakan oleh pengelola
di atas merupakan rekapitulasi dari data kepesertaan masyarakat miskin yang
berasal dari data di BPS dan data peserta Jamkesmas serta sumber lainnya yang
menggambarkan kehidupan masyarakat di kabupaten Indragiri Hilir.
Jika merujuk pada data dan penjelasan terkait kepesertaan Jamkesda,
maka dapat dikemukakan bahwa mayoritas masyarakat miskin yang berobat
ke RSUD Puri Husada Kabupaten Indragiri Hilir terdaftar sebagai peserta
Jamkesda.
Sebagai pelaksana program yang berhubungan langsung dengan
pelayanan di bidang administrasi, tentunya Bapel Jamkesda dituntut memiliki
kapasitas baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Kapasitas ini
diperlukan agar dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dapat memberikan
kemudahan bagi masyarakat dalam pelayanan kepesertaan. Sehingga
ketersediaan petugas yang menjadi pelayan kesehatan merupakan hal yang
sangat penting. Karena seringkali dalam hal pelayanan, masyarakat merasakan
ketidakpuasan diakibatkan dalam prosedur administrasi dianggap berbelit
dan menyulitkan mereka.
Apa yang telah dilakukan oleh pegawai di Bapel Jamkesda Kabupaten
mengindikasikan bahwa jumlah pegawai masih terbatas. Kondisi ini
mempengaruhi proses pelayanan dengan banyaknya tugas dan fungsi

60

yang harus dilakukan. Selain kurangnya petugas di Sekretariat Bapel, hal


yang menjadi kendala terkait ketersediaan petugas di bidang pelayanan
kepesertaan di kecamatan dan kelurahan. Di mana tidak ada pegawai Bapel
Jamkesda yang ditempatkan di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Hal ini
menjadi kendala terkait pelayanan administrasi peserta pada saat mendapatkan
pelayanan kesehatan di RSUD Puri Husada.
Keadaan yang demikian menunjukkan bahwa jumlah petugas
Jamkesda masih kurang dengan banyaknya tugas dan fungsi yang diembannya.
Akibatnya, keluhan masyarakat yang terkait pelayanan administrasi masih
sering terdengar. Selain keterbatasan personel, juga didukung oleh tingkat
pemahaman masyarakat terhadap Jamkesda tersebut, sehingga mengakibatkan
banyaknya masyarakat yang tidak terakamodir dalam program tersebut.

B. Kebijakan Anggaran Dalam Pelaksanaan Program Jamkesda


Tidak dapat dipungkiri bahwa ketersediaan anggaran akan selalu
mengikuti setiap kebijakan yang diterapkan. Ketercukupan anggaran untuk
pembiayaan program kebijakan akan sangat mempengaruhi berjalannya
program tersebut. Karena pada prinsipnya keberadaan aparat pelaksana
harus diikuti oleh ketersediaan anggaran menjadi penggerak dari kebijakan
yang akan dilaksanakan. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian lain dari
tulisan ini, bahwa kebijakan penganggaran program Jamkesda tidak
sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah daerah. Tetapi masyarakat yang
tidak masuk kategori miskin, diharuskan membayar administrasi kartu

61

berobat dan pelayanan medis di UGD sebesar Rp. 11.500,- (Sebelas ribu lima
ratus rupiah) saat berobat pertama bila tidak memiliki kartu Jamkesda pada
saat berobat. Sehingga kesannya adalah masyarakat miskin yangs
seharusnya disubsidi oleh pemerintah harus membayar biaya untuk pertama kali
berobat bila tidak bias menunjukkan kartu Jamkesda. Sehingga kebijakan
pembiayaan program Jamkesda terhadap masyarakat dianggap tidak mampu
mencukupi klaim dari peserta Jamkesda. Di mana dengan jumlah peserta
yang terus meningkat, tidak dibarengi dengan ketaatan membayar
administrasi secara rutin. Implikasinya adalah peserta Jamkesda kembali
dibebani pembayaran pada saat mendapatkan pelayanan kesehatan ketika
pelayanan tersebut membutuhkan pembayaran secara tunai.
Keterbatasan anggaran yang dikeluhkan oleh pelaksana Jamkesda
sesungguhnya nampak dari data yang ada. Jika didasarkan dari dokumen
yang penulis peroleh, bahwa memang pemasukan dari administrasi peserta
jauh lebih kecil dari klaim pembayaran peserta. Jumlah klaim pembayaran
jauh melebihi dari jumlah penerimaan administrasi peserta. Selisih yang
cukup besar tersebut tentunya menjadi masalah serius bagi Badan Pelaksana
dalam pengelolaan kegiatan. Selain itu, sudah dapat ditebak bahwa untuk
menutupi kekurangan tersebut tentu dibutuhkan anggaran dari pemerintah.
Implikasinya kemudian akan menyebabkan terganggunya APBD karena
dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit untuk menutupinya. Padahal
diharapkan dengan adanya kebijakan ini, tidak menimbulkan efek lain
terhadap program atau kebijakan lainnya.

62

Tim Jamkesda di RSUD Puri Husada Tembilahan yaitu Tim Pengelola,


Bendahara dan verifikator. Hal ini sesuai dengan Manlak (Pedoman Pelaksanaan)
dan Juknis (Petunjuk Teknis) Jamkesda tentang pengorganisasian dalam
menyelenggarakan Jamkesda. Tugas dari Tim pengelola ini mulai dari
menyiapkan peraturan dalam bentuk Peraturan Bupati atau mengurus Perda tarif
pelayanan, melakukan sosialisasi Jamkesda terhadap lintas sektoral, mengatur
kebijakan-kebijakan terkait dengan penentuan quota peserta Jamkesda, mencetak
kartu Jamkesda yang telah diusulkan oleh perangkat Desa serta mengatur
kebijakan lainnya yang berhubungan dengan Jamkesda termasuk pembayaran
kalim yang diajukan oleh Puskesmas melalui tarif Perda yang berlaku dan klaim
RSUD Puri Husada Tembilahandengan pola tarif INA CBGs.
Dasar penentuan dana anggaran Jamkesda di indragiri hilir masih belum
menggunakan kajian yang matang, Tahun 2011 kepersertaan Jamkesda adalah
40.000 jiwa, Tahun 2011 sebanyak 50.000 jiwa dan Tahun 2012 mencapai 90.000
jiwa diluar peserta Jamkesda yang menggunakan KK dan KTP. Dengan jumlah
penduduk RSUD Puri Husada Tembilahan sebesar 508.886 jiwa, 44,69%
diantaranya mendapatkan Jaminan kesehatan seperti Jamkesmas 104, 265 jiwa),
ASKES (29,878 jiwa), dan Jamkesda (90.000 jiwa). Namun demikian walaupun
masyarakat tidak mempunyai kartu Jamkesda maka diberikan kelonggaran bagi
masyarakat miskin dan kurang mampu diluar Kartu Jamkesda dengan
menggunakan KK dan KTP Kabupaten Indragiri Hilir Tembilahan saja bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan jaringannya maupun

63

di RSUD RSUD Puri Husada Tembilahan. Dalam hal ini masyarakat Kabupaten
Indragiri Hilir bisa mencapai 60% yang mendapatkan Jaminan Kesehatan.
Pola tarif yang ditetapkan hendaknya ada perubahan secara terjadwal dan
disesuaikan dengan kelayakan. Sehingga keadaan ini tidak menimbulkan
keengganan pemberi layanan dalam merawat pasien yang ditanggung Jamkesda.
Sehingga tidak ada lagi isu-isu dari RSUD Arifin Achmad di Pekanbaru yang
menyatakan bahwa pasien Jamkesda terlalu mudah untuk dirujuk yang mestinya
dapat dirawat dan ditangani kasusnya di RSUD Puri Husada.
Keterlambatan pembayaran klaim ke rumah sakit maupun PPK lainnya
tentunya akan menimbulkan dampak negatif bagi pemberi layanan. tentunya hal
ini dapat disikapi dengan pembayaran klaim yang terjadwal sehingga dapat
dimaklumi oleh pemberi pelayanan baik di Puskesmas maupun di RSUD.
Selama ini pelayanan pasien Jamkesda sudah berjalan baik, terbukti
banyak pasien yang tertolong atas pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.
Namun demikian tentu saja masih terdapat banyak kelemahan. Pedoman
pelaksanaan Jamkesda telah dibuat dan dirancang oleh Tim Pengelola Jamkesda
Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir perlu diperbaiki terutama pada aspek
kesepertaan Jamkesda, updateting kepesertaan. Masalah kepesertaan ini perlu
dibuat pedoman yang lebih rinci yang dalam hal ini tidak ditentukan oleh kepala
Desa saja, penentuan tarif serta kajian penilaiaan kelayakan tarif.
Hal ini sesuai dengan pedoman pelaksanaan Jamkesda di RSUD Puri
Husada Tembilahan bahwa aspek evaluasi mesti dilakukan oleh Tim pengelola
Jamkesda. Evaluasi tersebut bisa dari kepesertaan, tarif, dan kelayakan tarif.

64

Didukung dengan hasil penelitian Abdurrahman (2012) tentang


Kebijakan pemerintah daerah dalam pelayanan kesehatan masyarakat di
Kecamatan Bacan Tengah Kabupaten Halmahera Selatan yang menyatakan
bahwa evaluasi pelaksanaan Jamkesda perlu dilakukan setiap tahun agar tidak
lagi terdapat kendala kendala dalam pelaksanaanya.
Rumah sakit merupakan pemberi layanan kesehatan tingkat lanjutan dalam
Jamkesda, dengan ketentuan pasien harus mengikuti aturan yang berlaku seperti
penggunaan obat generik, ruang perawatan kelas III dan gratis. Seluruh fasilitas
yang ada bisa digunakan peserta Jamkesda sesuai kebutuhan dan dokter yang
memeriksa meliputi dokter umum dan spesialis.
Berbeda dengan tanggapan masyarakat ketika berobat ke Rumah Sakit,
masih ada keluhan pelayanan disana sini. Perbedaan perlakuan layanan yang
dirasakan, prosedur berobat yang dirasakan sulit, antrian yang lama akan
menimbulkan ketidaknyamanan sehingga akan menimbulkan persepsi yang
keliru terhadap pelayanan.
Program Jamkesda yang dilaksanakan di RSUD Puri Husada Tembilahan
memakai pola berjenjang. Maksudnya pasien Jamkesda tidak serta merta dapat
langsung berobat ke RSUD Puri Husada Tembilahantanpa rujukan dari
Puskesmas diwilayah pasien tersebut tinggal. Kenyataannnya dilapangan adalah
pasien pengguna Jamkesda yang berobat ke RSUD Puri Husada Tembilahan
dapat langsung berobat dan mendapatkan pelayanan kesehatan di RSUD Puri
Husada Tembilahan.

65

Berdasarkan table 4.1, table 4.2, table 4.3, dan table 4.4 pada bab
sebelumya terlihat perkembangan yang cukup tinggi dari tahun ke tahun peserta
pengguna kartu Jamkesda di Kabupaten Indragiri Hilir, namun demikian tentunya
hal itu masih sangat jauh dari harapan, karena jumlah anggaran yang dianggarkan
untuk hal demikian masih cukup tinggi.
Namun demikian pada kasus ketidaklayakan administrasi masih terdapat
pelayanan kesehatan yang cukup tinggi dengan menggunakan KK/KTP saja
untuk berobat ke RSUD Puri Husada Tembilahan sebagaimana terlihat pada table
table 4.5 dan table 4.6 pada bab sebelumnya.
Tabel 4.5 dan tabel 4.6 pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa
pelayanan yang diberikan pada masyarakat miskin yang tidak memiliki
administrasi lengkap dapat dikatakan cukup tinggi (lebih kurang 30 %)
dibanding dengan pengguna surat miskin.
Sesuai dengan hasil penelitian Dwi (2010) tentang Kualitas pelayanan
program Jamkesmas dan Jamkesda di RSUD Prof.dr. Margono Soekarjo
Purwokerto Kabupaten Banyumas yang merekomendasikan peserta Jamkesmas
atau Jamkesda agar menggunakan pola rujukan yang baik dan benar dan lebih
peduli karena hal tersebut bisa menekan biaya klaim dan mengingat tingkat
hunian yang tinggi ruang kamar kelas III bagi peserta Jamkesmas dan Jamkesda.
Baik pemberi pelayanan di Puskesmas maupun di Rumah Sakit sama-sama
mengeluhkan tarif jasa pelayanan yang rendah., waktu pencairan klaim yang
lama. Hal tersebut perlu disikapi dengan adanya mekanisme manajemen yang

66

jelas tentang tarif jasa pelayana yang sebaiknya dilakukan perubahan sesuai
kelayakan dan kemampuan daerah setidaknya sekali dalam 3 tahun. begitu juga
dengan pencairan yang lama perlu disikapi dengan manajemen yang baik agar
pencairan dilakukan sesuai dengan waktunya.
Jamkesda di RSUD Puri Husada Tembilahan memakai 3 (tiga) kebijakan
pola tarif yaitu 1) berdasarkan Perda untuk klaim Puskesmas dan 2) berdasarkan
software INA-CBGs untuk klaim RSUD Puri Husada Tembilahan, 3) selain itu
dilakukan kerjasama Jamkesda antara Provinsi Riau dengan RSUD Puri Husada
Tembilahan dengan menggunakan sistem budget sharing. Kebijakan Provinsi
Riau ini tentunya sangat membantu Kabupaten yang ada di Provinsi Riau
termasuk RSUD Puri Husada Tembilahan sehingga tidak memberatkan anggaran
daerah. Kebijakan ini berlaku untuk kasus rujukan. Transportasi rujukan dari
RSUD Puri Husada Tembilahan ke RSUD Arifin Acmad menggunakan biaya
Jamkesda Kabupaten. Sedangkan biaya pelayanan kesehatan yang diterima
pasien termasuk rujukan ke Pusat menggunakan dana Jamkesda Provinsi Riau.
Pola tarif Rumah Sakit untuk pasien Jamkesda yang ditetapkan melalui
INA CBGs sudah tidak layak lagi untuk masa-masa sekarang, sehingga tentunya
ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah agar biaya operasional
yang dikeluarkan Rumah Sakit untuk pasien tanggungan Jamkesda maupun
kelayakan tarif jasa pelayanan pemberi pelayanan sesuai dengan keadaan dan
masa-masa sekarang.
Sesuai dengan hasil penelitian Sesuai Dwi (2010) tentang Kualitas pelayanan
program Jamkesmas dan Jamkesda di RSUD Prof.dr. Margono Soekarjo Purwokerto

67

Kabupaten Banyumas yang yang menyatakan perlunya kajian dan perubahan pola
tarif dengan INA CBGs agar sesuai dengan kelayakan.
Semua pasien Jamkesda yang dilayani di RSUD Puri Husada Tembilahan
apakah ada surat rujukan dan tidak dari Puskesmas tetap dilayani, karena RS
tidak boleh menolak pasien. Hal ini mengindikasikan pola rujukan pelayanan
tidak maksimal dijalankan dan tentunya keadaan ini menyangkut biaya
operasional yang dikeluarkan oleh RS membengkak untuk pelayanan pasien
tanggungan Jamkesda. Sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir
mempunyai hutang yang dibayarkan pada tahun berikutnya.
Seperti halnya di RSUD Puri Husada Tembilahan, ternyata permasalahan
ini juga ada di Jakarta yaitu program Kartu Jakarta Sehat (KJS). Baru-baru ini
diberitakan ada sebanyak 16 rumah sakit mengundurkan diri dari program Kartu
Jakarta Sehat atau disering disebut masyarakat KJS. Yudhita (2013) mengatakan
pengunduran diri itu dilakukan atas alasan ketidakcocokan tarif.
Belasan RS tersebut, menurutnya, kewalahan menutupi biaya operasional
dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada jutaan warga miskin di ibukota.
Selama ini terjadi kesalahan karena masih menggunakan tarif operasional dengan
penghitungan tahun 2009. Tentu saja, tarif tersebut tidak dapat berlaku untuk
biaya operasional tahun ini.
Jelasnya harus banyak sekali diperbaiki karena tidak sesuai dengan harga
sekarang. Harga obat saja dalam setahun bisa terjadi 2-3 kenaikan. 16 RS ini
mundur dari program KJS karena kewalahan menangani pasien-pasien golongan
tidak mampu. "Awalnya memang kewalahan karena masyarakat langsung ke

68

Rumah Sakit, akan tetapi sekarang masyarakat sudah mulai terinformasikan


bahwa tidak boleh langsung ke RS tapi mereka wajib berobat ke Puskesmas
terlebih dahulu. Setelah itu peserta KJS baru dirujuk ke Rumah Sakit Umum
Daerah. Apabila RSUD penuh, tempat tidak tersedia baru dirujuk ke RS swasta
atau RS yang lebih tinggi.
Sistem rujukan bagi pasien ke Rumah Sakit Provinsi yang dilaksanakan
sudah sesuai dengan sistem dimana kondisi penyakit serta tingkat keparahan
penyakit yang diderita pasien merupakan aspek yang diperhitungkan dalam
memberikan surat rujukan. Namun keterbatasan dalam penelitian ini adalah
peneliti tidak mengambil informan dari Dokter di RSUD Arifin Acmad sebagai
pembanding apakah sistem rujukan dari Rumah Sakit Daerah sudah sesuai
dengan keadaan dan kondisi penyakit pasien. Karena isu isu tentang Rumah Sakit
Daerah yang selalu merujuk pasien termasuk rujukan untuk kasus-kasus penyakit
yang ringan yang mestinya dapat ditangani di Rumah Sakit Daerah sudah
menyebar.
Berdasarkan keterangan diatas dapat dianalisis bahwasanya pemahaman
pasien terhadap program Jamkesda dan prosedur pelayanannya masih kurang.
Sehingga masih diperlukan adanya informasi tentang sistem pelayanan termasuk
rujukan. Pembuatan leaflet merupakan media informasi bagi pengguna layanan
Jamkesda.
Berdasarkan pedoman pelaksanan Jamkesda di RSUD Puri Husada
Tembilahan yang menegaskan bahwa rujukan pasien ke Rumah Sakit Arifin
Achmad, berlaku untuk peserta Jamkesda yang memiliki kartu Jamkesda dan

69

yang menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan harus


dilengkapi dengan surat Rujukan berjenjang dimulai dari Puskesmas, RSUD Puri
Husada Tembilahan(Manlak Kpts 440/DISKES-YANKES/3/2012).
Sesuai dengan hasil penelitian Dwi (2010) tentang Kualitas pelayanan
program Jamkesmas dan Jamkesda di RSUD Prof.dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Kabupaten Banyumas yang merekomendasikan peserta Jamkesmas atau Jamkesda
agar menggunakan pola rujukan yang baik dan benar dan lebih peduli karena hal
tersebut bisa menekan biaya klaim dan mengingat tingkat hunian yang tinggi ruang
kamar kelas III bagi peserta Jamkesda.
Ketersediaan sarana dan prasarana dibutuhkan sebagai penggerak
organisasi dalam mendukung kelancaran program. Dimana peralatan yang
kami miliki sangat minim, terutama dalam pengelolaan administrasi
maupun untuk keperluan mobilisasi petugas (wawancara informan 2).
Akibat dari kurangnya sarana dan prasarana tersebut, berbagai kegiatan
yang seharusnya dilakukan untuk mendukung kelancaran program dan
pelayanan kepada peserta tidak dapat dimaksimalkan. Di antaranya adalah
belum tersedianya program khusus yang terkait update database kepesertaan.
Di mana banyaknya peserta Jamkesda tidak dibarengi dengan penggunaan
teknologi yang menyediakan update database peserta. Sehingga apabila
ada peserta yang kehilangan kartu anggotanya, terkadang pihak pengelola
kesulitan untuk mencari datanya.
Selain itu, kurangnya peralatan terkait mobilisasi pegawai yang bekerja
di Bapel Jamkesda, sehingga berpengaruh pada kinerja pegawai dalam

70

melakukan sosialisasi program sampai ke tingkat Desa. Keterbatasan inilah


yang dijadikan argumentasi oleh pengelola terkait kurangnya sosialisasi yang
dilakukan sampai ke tingkat Desa. Kendaraan operasional yang tersedia
hanya satu, sehingga tidak memungkinkan untuk rutin melakukan
sosialisasi secara intens ke masyarakat. Begitu pula peralatan yang ada sudah
banyak yang tidak layak pakai, dan ini berimplikasi pada kinerja pegawai
yang ada di Bapel.

BAB VI
KESIMPULAN REKOMENDASI DAN SARAN

Pada bagain ini peneliti ingin menjelaskan mengenai kesimpulan yang


didapatkan selama melaksanakan penelitian ini. Peneliti juga memberikan saransaran yang dapat diterapkan dalam penelitian selanjutnya.

71

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini penjelasan pada Bab-bab sebelumnya maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Kebijakan Kepesertaan Jamkesda
Kepesertaan Jamkesda di tentukan langsung oleh perangkat Desa masingmasing. Dimulai dari penentuan masyarakat miskin atau kurang mampu yang
hanya melalui penilaian subjektif tanpa melihat indikator masyarakat miskin yang
telah ditetapkan. Dalam hal ini memudahkan terjadinya praktek KKN. Jumlah
penduduk miskin atau tidak mampu yang berada di wilayahnya tidak
diketahui angkanya secara pasti, keadaan ini akan mengakibatkan jumlah
penduduk miskin atau tidak mampu akan bertambah terus dari tahun ke tahun.
Belum adanya data base kepesertaan yang akurat, pemutakhiran data
masyarakat miskin tidak baik dan adanya perbedaan data antar instansi. Masih
terdapat resiko masyarakat miskin belum dapat memperoleh pelayanan kesehatan
gratis dan tidak tercakup dalam Jamkesda.
Pada umumnya pelaksanaan Jamkesda di Puskesmas sudah berjalan
baik, namun kesulitan terletak pada Pihak Puskesmas baik oleh pemberi
layanan maupun sebagai instansi yang dapat mengajukan klaim pelayanan ke
Dinas Kesehatan. Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat miskin atau
kurang mampu yang tidak membawa kartu Jamkesda dan lebih cenderung
memberikan KK dan KTP sebagai syarat pelayanan gratis, sehingga bisa
mengakibatkan pasien memiliki kartu Jamkesmas yang didanai dengan
APBN, akhirnya didanai oleh pemerintah daerah.

72

Semua pasien Jamkesda di RSUD Puri Husada Tembilahan apakah ada


surat rujukan atau tidak dari Puskesmas tetap dilayani, karena RSUD tidak
boleh menolak pasien. Hal ini mengindikasikan pola rujukan pelayanan tidak
maksimal dijalankan dan tentunya keadaan ini menyangkut biaya
operasional yang dikeluarkan oleh RSUD membengkak untuk pelayanan
pasien tanggungan Jamkesda. Sehingga Dinas Kesehatan RSUD Puri Husada
Tembilahan mempunyai hutang yang dibayarkan pada tahun berikutnya.
Dari segi pelayanan, pasien menyatakan masih terdapat perbedaaan
layanan untuk pasien yang tergolong miskin atau kurang mampu. Dalam
pengurusan SKTM, pasien lebih mempunyai kecendrungan untuk diuruskan
oleh pihak perangkat Desa karena meyakini bahwa akan lebih cepat dan
mudah urusannya. Pasien dapat dilayani tanpa melalui rujukan.
Permasalahan nya terletak pada tarif jasa pelayanan yang dirasakan
masih rendah karena ketentuan tarif sudah ditetapkan melalui INA CBGs.
Tarif yang rendah tidak layak lagi dipakai pada saat sekarang.

2. Kebijakan Anggaran Pelaksanaan Jamkesda


Kuota pengguna Jamkesda yang setiap tahun bertambah menunjukkan
bahwa pemerintah tidak mempunyai data pasti tentang jumlah penduduk
miskin atau kurang mampu di wilayahnya. Penambahan kuota ini juga
menunjukkan bahwasannya tidak terjadi peningkatan kesejahteraan
penduduk dari tahun ke tahun. Tarif jasa pelayanan yang ditetapkan rendah

73

akan memberikan dampak yang kurang baik terhadap pasien sebagai


penerima layanan.
B. Rekomendasi
1. Rumah Sakit Umum Daerah
Persyaratan administrasi ketika ingin berobat di RSUD harus
membawa kartu Jamkesda dan membawa surat rujukan dari Puskesmas agar
memudahkan pihak RSUD Puri Husda dalam melakukan klaim pembiayaan
ke Dinas Kesehatan Indragiri Hilir
2. Tim Pengelola
Dilakukan perbaikan pedoman pelaksanaan Jamkesda seperti
masalah kepesertaan yang lebih rinci, updating data kepesertaan yang
terhadal serta perbaikan pola tarif yang sesuai kelayakan yang juga terjadwal
tiap tahunnya.

C. Saran
Berikut adalah beberapa saran yang dimaksudkan dengan tujuan agar
dalam pelaksanaan kepesertaan Jamkesda ini natinya bisa lebih baik.
1. Penentuan Peserta Jamkesda
Penentuan pengguna kartu Jamkesda oleh Kades sebaiknya
mempunyai indikator yang jelas yang memenuhi kaidah-kaidah dan
ketentuan yang berlaku dalam menentukan warga yang miskin atau kurang

74

mampu tidak hanya berdasarkan kebutuhan masyarakat dan adanya database


perangkat Desa tentang penduduk miskin dan tidak mampu yang sudah
mempunyai Jaminan kesehatan (Askes, Jamkesmas dan lain-lain). Dalam
penentuan masyarakat yang berhak menerima Jaminan kesehatan ditentukan
dalam bentuk musyawarah Desa.
2. Tim Pengelola
Melakukan evaluasi secara berkala tentang kepesertaan Jamkesada,
dan penentuan tarif dengan melibatkan pihak Puskesmas, rumah sakit, PPK
lainnya dan pihak pihak terkait.

DAFTAR PUSTAKA

Biantoro Wanandi. (2009) Media Pharma Biz Indonesia, Volume 03 Edisi 2 Tahun
2009
Edward III., George C. (1980). Implementing Public Policy. Washington DC :
Congressional Quarterly Press.Evans dan Lindsay, 1997. Manajemen
Pelayanan Yang Berkualitas, Bandung, Armico.
Fahmi Idris. (2009) Media Pharma Biz Indonesia, Volume 03 Edisi 2 Tahun 2009
Hardiyansyah. (2011). Kualitas Pelayanan Publik : Konsep, Dimensi,
Indikator dan Implementasinya. Yogyakarta. Gava Media

75

Hogwood, Brian W., dan Lewis A. Gunn, 1983, Policy Analysis For the Real
World, Oxford: Oxford University Press.
Islamy, Irfan M., (2007). Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara,
(Cet. KeEnambelas), Jakarta: Bumi Aksara
Marshal, Catherine dan Gretcher B Rossman, (1995). Designing Qualitatif
Research. California: Sage Publication.inc.
Lo Siauw Ging.(1995 ) Analisis Kebijakan Tentang Fungsi Sosial Rumah Sakit
Suwasta, Tesis, Pancasarjana UI, Jakarta
Sulastomo. (2000) Manajemen Kesehatan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2013 tentang P e d o m a n
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Daerah Kabupaten Indragiri
Hilir
Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kesehatan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir
UU No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN ...

KATA PENGANTAR .

ii

DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vii

BAB I

PENDAHULUAN

76

BAB II

BAB III

A.

Latar Belakang ..

B.

Perumusan Masalah ..

C.

Tujuan

D.

Manfaat Penelitian

10

E.

Langkah dan Sifat penelitian

10

TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Perbandingan Sistem Pelayanan Kesehatan ..

14

B. Faktor Mempengaruhi Kebijakan Pelayanan Kesehatan..

15

C. Tipe Sistem Pelayanan Kesehatan .

17

D. Identifikasi Program Jamkesda ..

17

E. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Program Jamkesda .

21

F. Kerangka Rasional ..

32

G. Masalah Khusus Penelitian .

32

RANCANGAN PENELITIAN
A. Tujuan Khusus Penelitian ..

33

B. Desain Penelitian

33

C. Waktu dan Lokasi Penelitian .

33

D. Metode Penelitian 33
BAB IV

HASIL PENELITIAN
A. Input

37

B. Proses ..

40

C. Output ..

44

77

BAB V

BAB VI

PEMBAHASAN
A. Kebijakan Kepesertaan Jamkesda

47

B. Kebijakan Anggaran Program Jamkesda ..

58

KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN SARAN


A. Kesimpulan .

71

B. Rekomendasi ..

73

C. Saran.

74

Daftar Pustaka ..

75

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai