Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lansia


2.1.1 Definisi
Lansia adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa decade (Notoatmodjo,
2007).
Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1: Seseorang dapat dinyatakan
sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur
55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Mubarak,
2006). .
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang
menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas
(Tamher, 2011).
2.1.2

Batasan- Batasan Lanjut Usia


a) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) , batasan lanjut usia meliputi
(Notoatmodjo, 2007) :
1. Usia Pertengahan (Middle Age) : usia antara 45- 59 tahun
2. Usia Lanjut (Elderly)

: usia antara 60-70 tahun

3. Usia Lanjut Tua (Old),

: usia antara 75-90 tahun

4. Usia Sangat Tua (Very Old),

: usia 90 tahun keatas

b) Menurut Bab 1 pasal 1 ayat (2) Undang- Undang No. 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai berikut: lansia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Tamher, 2011).
c) Menurut (Mubarak, 2010) Departemen Kesehatan RI membagi lansia
menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas,
2. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium dan
3. Kelompok usia lanjut (>65 tahun) sebagai senium
d) Menurut Setyonegoro, 1984 dalam (Tamher,2011) menggolongkan bahwa
yang di sebut usia lanjut (geriatric age) adalah:

2.1.3

1. Young old

: usia 70-75 tahun

2. Old

: usia 75-80 tahun

3. Very old

: usia lebih dari 80 tahun

Tipe Lansia
Beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam
Bukhari, 2008). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Tipe Arif Bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, ramah, rendah hati, mempunyai kesibukan, dermawan, dan menjadi
panutan.
2. Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

3. Tipe Tidak Puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,


tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak
menuntut.
4. Tipe Pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan
melakukan kegiatan apa saja.
5. Tipe Bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif,
2.1.4

dan acuh tak acuh.


Teori Proses Menua
a. Defenisi
Proses menua adalah suatu proses biologis yang tidak dapat dihindari
dan akan di alami oleh setiap orang (Mubarak, 2006). Proses menua adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan - lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki
kerusakan yang di derita (Constantinides, 1994 Dalam Bukhari, 2008).
b. Teori-teori proses menua
Ada beberapa teori yang menyebabkan proses menua, yaitu:
1). Teori biologi
Penuaan merupakan proses secara berangsur mengakibatkan
perubahan yang kumulatif dan mengakibatkan perubahan yang berakhir
dengan kematian (Sinoto & Toni Setiabudi, 1999 Dalam Mubarak,
2010).
Penuaan juga akan mengakibatkan perubahan yang berakhir
dengan kematian. Penuaan juga menyangkut perubahan struktur sel,
akibat interaksi sel dengan lingkungannya, yang pada akhirnya
menimbulkan perubahan generatif (Mubarak, 2010).

2). Teori kejiwaan sosial


a. Teori aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Teori aktivitas berpandangan bahwa kelanjutan aktivitas
dewasa tengah penting untuk keberhasilan penuaan. Menurut Lemon
et al, 1972 mengusulkan bahwa orang tua yang aktif secara sosial
lebih cendrung menyesuaikan diri terhadap penuaan yang baik
(Potter, 2005).
Havighusrst dan Albrecht (1953) berpendapat bahwa sangat
penting bagi individu usia lanjut untuk tetap beraktivitas dan
mencapai kepuasan hidup. Jadi dapat dikatakan usia lanjut yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial (Mubarak, 2010).
Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon
et al (1972) yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses
bergantung dari bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan
dalam melakukan aktivitas serta memepertahankan aktivitas tersebut
lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan
(Bukhari. 2008).

b. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)


Mubarak (2006) menyatakan perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality
yang dimilikinya, sedangkan dasar kepribadian atau tingkah laku
tidak berubah pada lanjut usia.

Teori

ini

menyatakan

bahwa

lansia

yang

berhasil

menyesuaikan diri adalah lansia yang tetap melanjutkan pola


hidupnya di sepanjang masa kehidupan, yaitu untuk memelihara
kontinuitas pada masa lalu yang menyangkut kebiasaan, nilai-nilai,
dan minat pada masa lalu (Atchley, 1989 dan Neugarten, 1964
Dalam: Smeltzer, 2001).
Teori kontinuitas (Stanly, 2006) ini menjelaskan dampak
kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri
agar mencapai kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di usia tua
dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana
seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat
penuaan.
c. Teori pembebasan (di sengagement)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
maka seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
pergaulan sekitarnya, akibatnya interaksi sosialpun akan menurun,
baik secara kualitas maupun kuantitas (Mubarak, 2010).
Teori

pembebasan

(Cumming

and

Henry,

1961)

mengemukakan bahwa individu lansia, dengan menarik diri dari


masyarakat pada saat yang sama di mana masyarakat menarik
dukungannya dari kelompok usianya, mencapai moral dan kepuasan
hidup yang tinggi. Teori ini disangkal oleh temuan riset yang
menyatakan bahwa individu yang terikat dan aktif akan mencapai
kepuasan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu
yang tidak terikat dan lebih pasif (Smeltzer, 2001).

3) Teori psikologi
Aspek psikologis pada lansia tidak dapat langsung tampak, hal
ini dapat dilihat dari perbedaan kemampuan lanjut usia dalam
memecahkan masalah, di mana sebagian lanjut usia masih mampu
memecahkan masalah mereka dengan baik, tetapi sebagian lanjut usia
telah mengalami kemunduran mental yang substansial atau luas (Watson,
2003). Sedangkan Smeltzer (2001) berpendapat bahwa psikologi
penuaan yang berhasil dapat dilihat dari kemampuan individu lansia
dalam beradaptasi terhadap kehilangan fisik, sosial, dan emosional serta
mencapai kebahagiaan, kedamaian dan kepuasan hidup.
Hanghurst (1972) berpendapat bahwa setiap individu harus
memperhatikan tugas perkembangan yang spesifik pada tiap tahap
kehidupan yang akan memberikan perasaan bahagia dan sukses
(Mubarak, 2010).
4) Teori Perkembangan
Joan Birchenall dan Mary E. Streight (1973) menekankan
perlunya mempelajari psikologi perkembangan guna memahami
perubahan emosi dan sosial seseorang selama fase kehidupannya
(Bukhari. 2008).
5) Teori kesalahan genetik
Dari Afgel berpendapat bahwa proses menjadi tua ditentukan oleh
kesalahan sel genetik DNA dimana sel genetik memperbanyak diri (ada
yang

memperbanyak

diri

sebelum

pembelahan

sel)

sehingga

mengakibatkan kesalahan-kesalahan yang berakibat pula dengan


terhambatnya pembentukan sel berikutnya sehingga mengakibatkan

kematian sel. Pada saat sel mengalami kematian maka seseorang akan
tampak tua (Mubarak, 2010).
6) Rusaknya sistem imun tubuh (autoimun)
Dalam

teori

ini

mutasi

yang

terjadi

secara

berulang

mengakibatkan berkurangnya kemampuan system imun untuk mengenali


dirinya (self recognition), sehingga terjadi kelainan-kelainan pada sel
dan menganggapnya sebagai sel asing yang siap untuk dihancurkan
(Mubarak, 2006).
7) Teori menua akibat metabolisme
Menurut Balin dan Allen, 1989 dikutip oleh Suhana, 1994
terdapat hubungan antara tingkat metabolisme dengan panjang umur,
yaitu semakin tinggi tingkat metabolisme maka semakin panjang umur.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan pada hewan,
dimana hewan yang hidup di alam bebas yang banyak bergerak lebih
panjang umurnya dari pada hewan laboratorium (Darmojo, 2004).
2.1.5

Perubahan-Perubahan yang Terjadi Akibat Proses Menua


Menurut Harlock dalam (Mubarak, 2006) akibat perkembangan usia, lanjut
usia mengalami perubahan-perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuaikan
diri secara terusmenerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya
kurang berhasil maka akan terjadi berbagai masalah. Adapun perubahan-perubahan

a.

yang terjadi pada lansia di antaranya adalah sebagai berikut :


Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh,
diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genitor urinaria,

b.

endokrin dan integument (Mubarak, 2006).


Perubahan kondisi mental

Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan


psikomotor. Perubahanperubahan mental ini erat sekali kaitannya dengan
perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan serta
situasi lingkungan. Dari segi mental emosional sering muncul perasaan
pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, adanya kekacauan mental
akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut di telantarkan
karena tidak berguna lagi (Mubarak, 2006).
Perubahan mental yang sering terjadi pada lansia di antaranya penurunan
daya ingat, depresi, yang muncul akibat hilangnya berbagai fungsi organ tubuh
oleh karena bertambahnya usia. Lansia juga mudah tersinggung dan merasa
kesepian karena kehilangan pasangan hidup (Hudak & Carolyn, 1997). Selain
perubahan fisik dan mental lansia juga mengalami perubahan sosial. Biasanya
ini berkaitan dengan kehilangan pekerjaan akibat masa pensiun, merasa hilang
kekuasaan, merasa tidak berguna dan diasingkan. Jika keterasingan terjadi
maka lansia akan menolak untuk bersosialisasi dengan lingkungan (Kuntjoro,
c.

2002).
Perubahan psikolososial
Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan
ini sangat beragam, bergantung kepada kepribadian invidu yang bersangkutan.
Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja
mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun.
Tetapi bagi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman
teman yang akrab dan disingkirkan untuk dudukduduk dirumah dengan begitu
dapat menimbulkan perasaan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan
sosial, kehilangan hubungan teman dan keluarga, perubahan mendadak dalam
kehidupan rutin barang tentu membuat mereka merasa kurang melakukan
kegiatan yang berguna, antara lain:

Minat
Pada umumnya diakui bawa minat seseorang berubah dalam
kuantitas dan kualitas pada masa lanjut usia. Lazimnya minat dalam
aktifitas fisik cenderung menurun dengan bertambahnya umur. Kendati
perubahan minat pada usia lanjut jelas berhubungan dengan menurunnya
kemampuan fisik, tidak dapat diragukan bahwa halhal tersebut
dipengaruhi oleh faktor faktor sosial.
2) Isolasi dan kesepian
Isolasi sosial di mana seorang individu mengalami penurunan atau
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang bearti
dengan orang lain. Banyak faktor bergabung sehingga membuat orang
lanjut usia terisolasi dari yang lain. Secara fisik, mereka kurang mampu
mengikuti aktivitas yang melibatkan usaha. Selanjutnya membuat orang
lanjut usia merasa terputus dari hubungan dengan orangorang lain. Faktor
lain yang membuat isolasi makin menjadi lebih parah adalah perubahan
sosial, terutama mengendornya ikatan kekeluargaan. Bila orang usia lanjut
tinggal bersama sanak saudaranya, mereka mungkin bersikap toleran
terhadapnya, tetapi jarang menghormatinya lebih sering terjadi seorang
lanjut usia menjadi terisolasi dalam arti kata yang sebenarnya, karena ia
hidup sendiri (Mubarak, 2006).
Kesepian merupakan suatu perasaan pedih, sunyi, lengang, tidak
ramai, hidup dalam keterasingan karena kehilangan (Prasetya, 2004).
Kesepian adalah sebuah perasaan dimana orang mengalami rasa yang kuat
kehampaan dan kesendirian. Kesepian adalah suatu kesadaran pedih bahwa
seseorang memiliki hubungan yang tidak dekat dan tidak berarti dengan
orang lain. Kekurangan tadi menimbulakan kekosongan, kesedihan,

pengasingan diri bahkan keputusasaan, perasaan di tolak dalam citra diri


yang rendah karena tidak dapat bergaul atau merasa tersisih dan tidak
disukai (Rinanovrina, 2010).
Lansia suka menyendiri, komunikasi kurang, berdiam diri dikamar,
menolak interaksi dengan orang lain, kesepian, lansia merasa tidak dihargai,
tidak dihormati, tidak diperhatikan, merasa tersisih dari masyarakat, lansia
suka menunduk, tidak percaya diri, merasa kehilangan orang yang di cintai.
Inilah yang menyebabkan lansia menjadi isolasi sosial atau menarik diri
(Stuard and Sundeen,1995 dalam skripsi Setiabudhi, 2005).
d. Perubahan kognitif
Perubahan pada fungsi kognitif diantaranya :
1) Kemundurun umumnya terjadi pada tugastugas yang membutuhkan
kecepatan dan tugas yang membutuhakan memori jangka pendek.
2) Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.
3) Kemampuan verbal dalam bidang kosakata akan menetap bila tidak ada
penyakit (Mubarak, 2006).
2.2

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


2.2.1 Definisi Kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang saling berinteraksi dan
mempunyai tujuan bersama. Di namika kelompok merupakan suatu kelompok
yang terdiri dari dua orang atau lebih individu yang memiliki hubungan
psikologis secara jelas antara anggota satu dengan yang lain yang dapat
berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersama (Aziz, 2007).
Terapi Kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara
kelompok untuk memberikan stimulus bagi klien dengan gangguan
interpersonal.
Jumlah Anggota dan Komposisi dalam Terapi Kelompok yaitu :
1. Menurut Wartono (1976) : Kelompok dengan cara verbalisasi biasanya 7-8
anggota merupakan jumlah yang ideal. Sedangkan jumlah minimum 4 dan
maksimum 10.

2. Menurut Caplan (1971) : besarnya anggota kelompok terdiri dari 7-9


anggota (Pria dan wanita) memungkinkan anggota berada dalam rasa tau
suku, latar belakang social dan pendidikan sehingga mirip dengan
kehidupan nyata.
3. Menurut Johnson (1963) : Therapi Kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8
anggota karena interaksi dan reaksi interpersonal yang terbaik terjadi pada
kelompok dengan jumlah sebanyak itu. Apabila keanggota lebih dari 10,
maka komunikasi sulit untuk difokuskan, sedangkan jika anggota kurang
dari 4, maka akan terlalu banyak tekanan yang dirasakan oleh anggota
sehingga anggota merasa lebih terekspos, lebih cemas, dan sering kali
2.2.2

bertingkah laku irasional (Yosep, 2007).


Perkembangan kelompok
Menurut Yalom yang dikutip oleh Stuart & Sundeen, 1995, Fase fase dalam
Terapi aktivitas kelompok adalah sebagai berikut :
1. Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang menjadi
leader, anggota, dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut dilaksanakan,
proses evaluasi pada anggota dan kelompok, menjelaskan sumber - sumber
yang diperlukan kelompok seperti proyektor dan jika memungkinkan biaya
dan keuangan.
2. Fase awal
Pada fase ini terdapat 3 kemungkinan tahapan yang terjadi yaitu orientasi,
konflik atau kebersamaan.
a. Fase Orientasi.
Anggota mulai mengembangkan system sosial masing masing, dan
leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan
anggota.

b. Fase Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai
memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran
anggota, tugasnya dan saling ketergantungan yang akan terjadi.
c. Fase Kebersamaan
Setelah tahap konflik anggota mulai bekerja sama untuk mengatasi
masalah, anggota mulai menemukan siapa dirinya.

3. Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan negatif
dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah dibina, bekerja sama
untuk mencapai tujuan yang telah disepakati, kecemasan menurun,
kelompok lebih stabil dan realistis, mengeksplorasikan lebih jauh sesuai
dengan tujuan dan tugas kelompok, dan penyelesaian masalah yang kreatif.
4. Fase terminasi
Terminasi dapat sementara (temporal) atau akhir. Terminasi dapat juga
anggota kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari kelompok. Pada
akhir sesi, perlu dicatat atau didokumentasikan proses yang terjadi berupa
2.2.3

notulen.
Definisi Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama (Keliat, 2005). Terapi aktivitas kelompok dibagi empat,
yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas
kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita, dan
terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat,2005).

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan kegiatan yang diberikan


kelompok klien dengan maksud memberi terapi bagi anggotanya. Dimana
berkesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan respon
sosial.
Terapi Aktifitas Kelompok sangat dibutuhkan bagi lansia karena dapat
mempertahankan kemampuan stimulasi persepsi lansia, mempertahankan
kemampuan stimulasi sensori lansia, mempertahankan kemampuan orientasi
realitas lansia dan mempertahankan kemampuan sosialisasi lansia. Manfaat
Terapi Aktivitas Kelompok bagi lansia yaitu agar anggota kelompok merasa
dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain,
membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain, serta merubah
perilaku yang destruktif dan mal adaptif dan sebagai tempat untuk berbagi
pengalaman dan saling mambantu satu sama lain untuk menemukan cara
menyelesaikan masalah (Fiky, 2011).
2.2.4 Jenis-jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia
1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori
Aktivitas digunakan untuk memberikan stimulasi pada sensasi klien,
kemudian di observasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang
disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah,
gerakan tubuh, ucapan. Terapi Aktivitas Kelompok untuk menstimulasi
sensori pada penderita yang mengalami kemunduran fungsi sensori. Teknik
yang digunakan meliputi fasilitas penggunaan panca indra dan kemampuan
mengekspresikan stimulasi baik dari internal maupun eksternal.
2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif / Persepsi

Klien dilatih mempersepsikan stimulasi yang disediakan / stimulasi


yang pernah dialami. Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi kognitif/ persepsi
adalah Terapi yang bertujuan untuk membantu klien yang mengalami
kemunduran orientasi, menstimulasi persepsi dalam upaya memotivasi
proses berfikir dan afektif serta mengurangi prilaku maladaptif.
3) Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realita
Klien di orientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien yaitu
diri sendiri, orang lain yang ada di sekeliling klien/ orang yang dekat dengan
klien, lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien di waktu
saat ini dari yang lalu. Terapi aktivitas kelompok Orientasi Realita adalah
pendekatan untuk mengorientasikan keadaan nyata kepada klien yaitu diri
sendiri, orang lain/ lingkungan, tempat dan waktu.
4) Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisai dengan individu yang ada
disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dan
interpersonal (satu dan satu) kelompok dan massa. Aktivitas dapat berupa
latihan sosialisasi dalam kelompok (Panji, 2012).
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) adalah suatu bentuk
terapi yang meliputi sekelompok orang yang memfokuskan pada kesadaran
diri dan mengenal diri sendiri dalam memperbaiki hubungan interpersonal
dan merubah tingkah laku (Keliat, 2005).
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAkS) adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah
hubungan sosial, klien dibantu untuk melakukan sosialisasi yang ada
disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari
interpersonal, kelompok dan masyarakat (Bulletin Klasik, 2008).
Tujuan umum mampu meningkatkan hubungan interpersonal antara
anggota kelompok, berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi

tanggapan terhadap orang lain, mengekspresikan ide serta menerima

a.
b.
c.
d.
e.

stimulasi eksternal.
Tujuan khusus :
Penderita mampu menyebutkan identitasnya.
Menyebutkan identitas penderita lain.
Berespon terhadap penderita lain.
Mengikuti aturan main.
Mengemukakan pendapat dan perasaannya.
(Herman, 2011 ).
Menurut Keliat (2005), tujuan umum TAK sosialisasi yaitu klien dapat
meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap.
Sementara, tujuan khususnya adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Klien mampu Memperkenalkan diri.


Klien mampu Berkenalan dengan anggota kelompok.
Klien mampu Bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi.
Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi

pada orang lain.


6. Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok.
7. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
TAKS yang telah dilakukan.
2.2.5 Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok
Tujuan dari terapi aktivitas kelompok :
1) Mengembangkan stimulasi persepsi
2) Mengembangkan stimulasi sensoris
3) Mengembangkan orientasi realitas
4) Mengembangkan sosialisasi

2.2.6

Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Bagi Lansia


1. Agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan di hargai eksistensinya
oleh anggota kelompok yang lain.
2. Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain serta merubah
perilaku yang destruktif dan maladaptif.

3. Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu satu sama
lain untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.
2.3.7

Model Dalam Terapi Aktivitas Kelompok


a. Fokal konflik model

Mengatasi konflik yang tidak disadari

Terapis membantu kelompok memahami terapi

Digunakan bila ada perbedaan pendapat antar kelompok

b. Communication model

Mengembangkan komunikasi : verbal, non verbal, terbuka

Pesan yang disampaikan dipahami orang lain

c. Model interpersonal

Terapis bekerja dengan individu dan kelompok

Anggota kelompok belajar dari interaksi antara anggota dan terapis

Melalui proses interaksi: tingkah laku dapat dikoreksi

d. Model psikodrama

Aplikasi dari bermain peran dalam kehidupan.

2.4

Isolasi sosial (Menarik diri)


2.4.1. Definisi
Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun
komunikasi dengan orang lain (Keliat, 1998 dalam Yosep, 2010).
Isolasi

sosial

adalah

keadaan

seseorang

individu

mengalami

penurunan/bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di


sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan
orang lain (Yosep, 2010).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang
lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa , pikiran dan kegagalan. Klien mengalami
kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup
berbagi pengalaman (Yosep, 2010).
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian secara individu dan dirasakan
segan terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negative/mengancam
(Nanda 2005-2006).
2.4.2. Rentang respon sosial
Respon sosial maladaptif yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari
adalah menarik diri, tergantung manipulasi, curiga, gangguan komunikasi, dan
kesepian.

Menurut Stuart Sundeen dalam Yosep, 2010 rentang respon klien ditinjau dari
interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang
terbentang antara respons adaptif dengan maladaptif sebagai berikut :
Respon adaptif
Respon maladaptif

Menyendiri
Otonomi
Bekerjasama
interdependen

Merasa sendiri
Depedensi
curiga

Menarik diri
Ketergantungan
Manipulasi
curiga

Stuart Sundeen
1. Respon adaptif
a. Menyendiri
Respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi di
lingkungan sosialnya.
Kemampuan
Individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam
hubungan sosial.
Bekerjasam
Kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
d. Interdependen
Saling ketergantungan antara individu denganorang lain dalam membina hubungan
interpersonal.
2. Respon maladaptif
Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial, yang termasuk
respon maladaptif adalah :
1. Menarik diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.
2. Ketergantungan
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan
orang lain.
Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat
membina hubungan sosial secara mendalam.
Curiga
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

2.5

Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) Terhadap Peningkatan


Bersosialisasi Pada Lansia
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan
menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup, dan berpikir kelompoknya agar ia dapat
berperan dan berfungsi dengan kelompoknya. Robert M.Z. Lawang: Sosialisasi adalah
proses mempelajari nilai, norma, peran dan persyaratan lainnya yang diperlukan untuk
memungkinkan seseorang dapat berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan sosial.
Tujuan Sosialisasi
1. Memberikan keterampilan kepada seseorang untuk dapat hidup bermasyarakat.
2. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara efektif.
3. Membantu mengendalikan fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihanlatihan mawas diri yang tepat.
4. Membiasakan diri berprilaku sesuai dengan nilai-nilai dan kepercayaan pokok
yang ada di masyarakat.
Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari inter personal (satu dan
satu), kelompok, dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
Faktor hubungan sosial meliputi hubungan sosial antara orang lanjut usia
dengan keluarga, teman sebaya/ usia lebih muda, dan masyarakat.
Dalam hubungan ini dikaji berbagai bentuk kegiatan yang diikuti lanjut
usia dalam kehidupan sehari-hari. Sosialisasi lanjut usia mengalami kemunduran

setelah terjadinya pemutusan hubungan kerja atau tibanya saat pensiun. Teman-teman
sekerja yang biasanya menjadi curahan segala masalah sudah tidak dapat dijumpai
setiap hari. Lebih-lebih lagi ketika teman sebaya/sekampung sudah lebih dahulu
meninggalkannya. Sosialisasi yang dapat dilakukan adalah dengan keluarga dan
masyarakat yang relatif berusia muda .
Lansia di bantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar
lansia. Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan lansia dalam
melakukan interaksi sosial maupun berperan dalam lingkungan sosial. Sosialisasi di
maksudkan memfasilitasi psikoterapis untuk :
a. Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal.

b. Memberi tanggapan terhadap orang lain.


c. Mengekspresikan ide dan tukar persepsi.
d. Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan.
Pada umumnya hubungan sosial yang dilakukan para lanjut usia adalah karena
mereka mengacu pada teori pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber
kebahagiaan manusia umumnya berasal dari hubungan sosial. Hubungan ini
mendatangkan kepuasan yang timbul dari perilaku orang lain. Pekerjaan yang dilakukan
seorang diripun dapat menimbulkan kebahagiaan seperti halnya membaca buku,
membuat karya seni, dan sebagainya, karena pengalaman-pengalaman tadi dapat
dikomunikasikan dengan orang lain.
Menurut Sri Tresnaningtyas Gulardi (1999) ada dua syarat yang harus dipenuhi
bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial :
(1) Perilaku tersebut berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui
interaksi dengan orang lain
(2) Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan.
Terapi Aktivitas Kelompok sangat efektif mengubah perilaku karena di dalam
kelompok terjadi interaksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi. Dalam
kelompok akan terbentuk satu sistem sosial yang saling berinteraksi dan menjadi
tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang
maladaptif (Christopher, 2007).
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi adalah upaya memfasilitasi kemampuan
sosialisasi sejumlah lansia dengan masalah hubungan sosial. Dengan TAK sosialisasi
maka lansia dapat meningkatkan hubungan sosial secara bertahap dari interpersonal
(satu dan satu), kelompok dan masyarakat (Keliat,2006).
Mengenai pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok terhadap lansia dengan masalah isolasi sosial
dapat menunjukkan hasil pelaksanaan yang memuaskan yaitu mencapai tingkat keberhasilan

dimana mampu meningkatkan kemampuan lansia untuk berinteraksi sosial (Tamonsang,


2012).

Anda mungkin juga menyukai