Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Keloid
Keloid

merupakan

tumor

jinak

fibroproliferatif

dermis yang hanya

terdapat pada manusia, ditandai dengan pertumbuhan jaringan parut yang melebihi
batas luka aslinya (Seifert dan Mrowietz,2009). Keloid dapat terjadi pada semua
golongan umur, tetapi paling sering pada usia 10-30 tahun terutama pada ras Negro
dan Asia dengan insidensi 4,5-16% dan jarang terjadi pada bayi baru lahir atau orang
tua (Shejbal et al., 2004). Selain mengganggu penampilan keloid dapat menyebabkan
kontraksi kulit, rasa nyeri dan gatal (Lee et al., 2004), serta dapat menurunkan
kualitas hidup penderita akibat kecacatan dan psikologis yang ditimbulkan (Bock et
al., 2006).
A. Definisi
Pada tahun 1806 Baron Jean Louis Albert yang pertama kali mendiskusikan
adanya jaringan parut yang tampak seperti kanker pada tumor dan menyebutnya
sebagai chancroid yang kemudian disebut cheloid. Istilah keloid berasal dari bahasa
yunani yaitu chele yang berarti cakar kepiting, hal ini sesuai dengan potensi lesi
meluas secara lateral, meluas di batas luka, tidak mengalami regresi secara spontan,
tumbuh mirip pseudotumor dan cenderung rekuren setelah eksisi
B. Epidemiologi
Hanya manusia yang dapat terkena keloid ( Berman et al., 2009). Keloid dapat
terjadi pada semua golongan umur, tetapi umumnya paling sering terjadi pada usia
10-30 tahun dan jarang terjadi pada bayi baru lahir atau orang tua (Wilhelmi, 2008).
Semua ras dapat terkena, tetapi lebih sering ditemukan pada orang berkulit gelap dan
individu bergolongan darah A lebih rentan terhadap terbentuknya keloid ( Berman et
al., 2009; Wilhelmi, 2008)

C. Etiologi
Penyebab pasti keloid masih belum diketahui pasti, ada yang menduga trauma
dan proses peradangan pada dermis merupakan faktor terpenting dalam menimbulkan
keloid. Keloid dapat timbul setelah trauma pada kulit antara lain : gigitan serangga,
tato, pasca vaksinasi, trauma tumpul, luka bakar, luka tusuk dan pembedahan.
Penyakit inflamasi seperti folikulitis, infeksi varicella zooster dan herpes simpleks
atau oklusi folikular pada hidradenitis supuratif, akne kistik dapat juga membentuk
skar hipertrofi maupun keloid. Keloid sering dihubungkan dengan faktor genetik
karena sering dikaitkan dengan ekspresi gen HLA-B14, HLA-B21, HLA-BW16,
HLA-BW35, HLA-DR5, HLA-DQW3, dan golongan darah A. (Berman et al., 2009;
Wilhelmi, 2008; Kokoska & Prendiville, 2009) Keloid biasanya terbentuk 2-4
minggu atau lebih dari 1 tahun setelah trauma. Insiden keloid berkurang apabila luka
sejajar dengan relaxed skin tension line (RSTL). Reaksi benda asing di dalam tubuh
juga dilaporkan dapat menimbulkan keloid.Selain itu beberapa faktor yang dapat
menimbulkan keloid adalah luka yang terinfeksi, anoksia pada luka dan pemanjangan
fase inflamasi pada saat penyembuhan luka. Keloid atipik dapat ditemukan pada
penderita yang didermabrasi atau laser argon untuk akne atau rosasea atau diberikan
isotretritoin.(Perdanakusuma & Noer, 2006: Clare et al., 2005)
D. Patogenesis
Patogenesis keloid belum sepenuhnya diketahui. Banyak penelitian yang telah
menguji patogenesis keloid dari tingkat seluler. Pada keadaan normal, luka yang
terjadi pada kulit akan membuat sel-sel kulit dan jaringan penghubung (fibroblas)
mulai menggandakan diri untuk memperbaiki kerusakan. Pada prosesnya nanti terjadi
sintesis kolagen yang melibatkan enzim prolin hidroksilase, dan proses ini diimbangi
dengan sistem kontrol berupa degradasi kolagen oleh enzim kolagenase supaya tidak
terjadi penumpukan kolagen ( Perdanakusuma & Noer, 2006; Robles et al, 2007).
Meskipun setelah luka menutup, pertumbuhan yang berlebih terus terjadi sehingga
mengakibatkan penumpukan fibroblas dan kemudian penonjolan keluar permukaan

kulit yang akhirnya membentuk benjolan di jaringan luka. Berikut dijelaskan


beberapa teori yang paling sering dianggap sebagai patogenesis keloid (Newsome et
al., 2009; Robles et al, 2007) :
1. Aktifitas Fibroblas Abnormal
2. Reaksi Imun yang tidak normal
3. Peningkatan produksi asam hyaluronat
4. Peningkatan kadar growth factor dan sitokin
5. Pengaruh kadar melanin terhadap reaksi kolagen-kolagenase.

E. Gejala klinis
Keloid secara klinis nampak sebagai nodul fibrosa atau plak yang menonjol
atau meninggi, lesi elastis atau licin, kenyal sampai keras, padat, berbatas tegas dan
warnanya dapat bervariasi dari merah muda sampai berwarna seperti daging atau
merah sampai coklat tua (Perdanakusuma & Noer, 2006; Kokoska & Prendiville
2007). Keloid dapat timbul di seluruh bagian tubuh tetapi mempunyai predileksi pada
daerah bahu, telinga, punggung dan dada. Sebagian besar pasien memiliki satu atau
dua keloid, akan tetapi ada beberapa yang multipel khususnya pasien dengan keloid
spontan . Bila keloid berada di kulit persendian dapat membatasi pergerakan (Berman
et al., 2009; Perdanakusuma & Noer, 2006; Kokoska & Prendville, 2007).
F. Diagnosis
Diagnosis biasanya mudah ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, terutama
bila ada riwayat trauma atau lesi inflamasi pada kulit (Berman et al., 2009;
Perdanakusuma & Noer, 2006). Kadang-kadang keloid spontan dapat muncul di
daerah presternal atau dada bagian atas. Jika gambaran klinis meragukan dapat
dilakukan biopsi untuk konfirmasi. Gambaran klinik tampak adanya papul, nodul,
tumor keras, tidak teratur, berbatas tegas, menebal, padat, berwarna kecoklatan,
10

kemerahan, lesi yang masih awal biasanya kenyal permukaan licin seperti karet dan
sering disertai rasa gatal. Sedangkan pada lesi yang lanjut biasanya sudah mengeras,
hiperpigmentasi dan asimptomatik (Kokoska & Prendville, 2007; Newsome et al.,
2009; Robles et al., 2007).
G. Terapi
Secara umum terapi untuk keloid sangatlah bervariasi. Banyak penelitian telah
dilakukan dalam dua dekade ini, tetapi hanya beberapa yang didukung studi
prospektif dengan grup kontrol yang adekuat. Secara garis besar terapinya dibedakan
menjadi dua, terapi bedah dan terapi non bedah. Terapi bedah mulai dari eksisi total
dengan menggunakan eksisi elips, w-plasty, z-plasty maupun dengan teknik eksisi
intralesi. Sedangkan contoh terapi non bedah seperti: Silicone Gel Sheeting,
pressure/Compression,

radioterapi,

cryoterapi,

laser,

adhesive

Microsporous

Hypoallergenic Paper Tape, antihistamin, verapamil, topikal Retinoic Acid/Tretinoin


(derivat vit A), imiquimod, tacrolimus, injeksi Interferon, bleomisin Intralesi, anti
TGF-, krim Depigmentasi, Pulsed Light Heat Energy (LHE) dan sedang diteliti
penggunaan mitomicin C topical (Perdanakusuma & Noer, 2006; Froelich et al.,
2007).
II.2. 5 Fluorourasil
Meskipun dikenal sebagai agen kemoterapi, 5-Flourourasil (5-FU) merupakan
terapi eksperimental untuk keloid karena mempunyai efek menghambat proliferasi
fibroblast. Dosis akumulasinya dari 50 mg sampai 150 mg dengan konsentrasi 50
mg/ml tiap pemakaian. Menunjukkan hasil yang lebih efektif bila dikombinasi
dengan kortikosteroid. Komposisinya 0,9 ml 5-FU (50 mg/ml) dengan 0,1 ml
triamsinolon asetonide (10 mg/ml) 3 kali/minggu. Efek sampingnya nyeri dan
purpura pada daerah suntikan serta dapat terjadi hiperpigmentasi temporer (Berman et
al., 2009; Perdanakusuma & Noer, 2006; Wilhelmi, 2008; Newsome et al., 2009;
Froelich et al., 2007).

11

Gambar 1. Rumus Kimia 5-fluorourasil


5-Fluorourasil merupakan obat anti metabolik yang berperan menghambat
proliferasi fibroblastik pada jaringan dan dipercaya untuk mengurangi skar setelah
operasi dengan mengurangi proliferasi fibroblast dengan menghambat sintesis
pirimidin dengan menghambat enzim primidin sintase yaitu suatu enzim yang
mengkatalisis sintesis DNA. Antimetabolit tersebut mempunyai anti proliferative
(Newsome et al., 2009; Froelich et al., 2007).
Pada kultur fibroblas keloid dan normal, dosis 5-FU 0,1 mg/cc hanya sedikit
menghambat proliferasi fibroblas. Dosis 1,0 mg/cc dan 10 mg/cc dapat menghambat
proliferasi sel dengan baik tanpa menyebabkan sitolisis (Lewinson et al., 2002).
Substansi ini awalnya mengalami transformasi anabolik menjadi metabolit
nukleotida ribosil dan deoksiribosil. Secara spesifik, satu dari metabolit ini 5-fluoro-2
deoksipurin 5-fosfat, berikatan secara kovalen dengan sintetase timidilat dan
kofaktornya 10-metilen tetrahidat. Dengan cara demikian akan mengganggu langkah
biokimiawi penting pada sintesis nukleotida timin, sehingga dapat menghambat
secara kompetitif enzim timidilat sintase dan pada siklus sel yang spesifik dan juga
mengganggu replikasi fase S pada RNA. (Newsome et al., 2009; Froelich et al.,
2007).
Sediaan 5-FU yang ada dipasaran 250 mg/cc dan 500 mg/cc (5-FU DBL,
Tempo Scan Pacific).
II.3 Triamsinolone Asetonide
Triamsinolon merupakan terapi yang paling efektif dan yang paling banyak
digunakan untuk penanganan keloid. Triamsinolon merupakan suatu antiinflamasi
yang kuat dan merupakan terapi garis pertama untuk keloid. Uji klinik skala besar

12

dalam tahun 1960-an dan 1970-an menunjukkan bahwa efikasi triamsinolon terhadap
keloid melebihi 80 % (Diegelmann et al., 1977; Golladay et al., 1988).

Gambar 2. Rumus Kimia Triamsinolon Asetonide


Triamsinolon menghambat proliferasi fibroblas normal dan fibroblas keloid,
menghambat sintesis kolagen, meningkatkan produksi kolagenase dan menurunkan
kadar inhibitor kolagenase. Steroid melalui reseptor glukokortikoid fibroblas juga
menyebabkan perubahan ultrastruktur dalam sintesis kolagen yang memperbaiki
organisasi bundel kolagen dan menyebabkan degenerasi nodul kolagen yang
merupakan ciri karakteristik keloid (Diegelmann et al., 1977; Golladay et al., 1988).
Triamsinolon merupakan terapi yang paling efektif dan yang paling banyak
digunakan untuk penanganan keloid. Triamsinolon merupakan suatu antiinflamasi
yang kuat dan merupakan terapi garis pertama untuk keloid (Porras et al., 2002). Uji
klinik skala besar dalam tahun 1960-an dan 1970-an menunjukkan bahwa efikasi
triamsinolon terhadap keloid melebihi 80 %. Obat ini diinjeksikan dengan alat suntik
secara intralesional langsung ke dalam keloid, dan sangat sedikit yang diabsorbsi ke
dalam darah. Dosis yang direkomendasikan adalah berkisar 10-40 mg/ml. Injeksi
dapat dilakukan berulang dengan interval 4-6 minggu sampai 6-10 bulan (Poochaeron
and Berman, 2003).
Pada percobaan oleh Cruz dan Korchin secara invitro, Triamsinolon dosis 10
nM dapat menghambat pertumbuhan fibroblas keloid dan fetus secara bermakna.
Sedangkan percobaan Carroll dkk, triamsinolon dosis 20 uM menyebabkan
peningkatan nilai TGF-B1 pada fibroblas normal dan keloid (Carroll et al., 2002).
Berdasarkan laporan Pranoto dkk, dosis TA minimal dalam mencegah pengaturan
serabut kolagen antara jaringan keloid setara dermal adalah 20 uM.
13

Sediaan triamsinolon Asetonid yang ada dipasaran 10 mg/cc dan 40 mg/cc


(Kenacord A IA/ID, Bristol-Meyer Squibb).
Efek buruk termasuk atrofi subkutan, teleangiektasis, dan perubahan pigmen
terjadi pada separuh dari semua pasien yang mendapat terapi triamsinolon tetapi
kebanyakan akan membaik tanpa intervensi. Sindrom Cushing yang merupakan efek
sistemik steroid biasanya tidak terjadi, tetapi beberapa kasus telah dilaporkan
(Teeluck-Singh et al., 2002).

II.4. Kolagen Fibroblas pada Penyembuhan Luka Keloid


Kolagen adalah protein yang paling berlimpah di dalam tubuh dan memainkan
peran penting dalam keberhasilan menyelesaikan penyembuhan luka. Deposisi,
maturasi, dan remodeling berikutnya sangat penting untuk integritas fungsional luka
(Charles H, 2004).
Langkah-langkah sintesis kolagen.
Kolagen merupakan penyusun penting matriks ekstraseluler pada dermis.
Pada manusia dewasa kolagen tipe1 merupakan kolagen utama dermis, sedang pada
anak-anak penyusun utama dermis adalah kolagen tipe 3.
Sintesis kolagen, serta modifikasi post translational, sangat tergantung pada
faktor-faktor sistemik seperti oksigen yang memadai, adanya nutrisi yang cukup
(asam amino dan karbohidrat) dan kofaktor (vitamin dan jejak logam), dan
lingkungan luka lokal (suplai vaskuler dan infeksi). Mengatasi faktor-faktor ini dan
memperbaiki kekurangan nutrisi dapat mengoptimalkan sintesis kolagen. (Charles B,
2007; Charles H, 2004)
Biokimia masing-masing rantai kolagen terdiri dari residu glisin di setiap
posisi ketiga. Posisi kedua dalam triplet terdiri dari prolin atau lisin selama proses
penerjemahan. Rantai polipeptida yang diterjemahkan dari mRNA mengandung
sekitar 1000 residu asam amino dan disebut protokolagen. Pelepasan protokolagen ke
hasil retikulum endoplasma di hidroksilasi prolin untuk hidroksiprolin dan lisin untuk
hidroksilin oleh hydroxylases tertentu. Hidroksilase prolyl membutuhkan oksigen dan
14

besi sebagai kofaktor, -ketoglutarat sebagai co-substrat, dan asam askorbat (vitamin
C) sebagai donor elektron (Charles, 2004; Geoffrey, 2007).
Di

retikulum

endoplasma,

rantai

protokolagen

juga

glikosilasi

menghubungkan galaktosa dan glukosa pada residu hidroksilin tertentu. Langkahlangkah dari hidroksilasi dan glikosilasi mengubah kekuatan ikatan hidrogen di dalam
rantai untuk menjadi sebuah konfigurasi-heliks. Tiga rantai heliks berpilin untuk
membentuk struktur tangan kanan superheliks disebut prokolagen. (Charles , 2004)

Gambar 3. Sintesis kolagen


Sintesis dan degradasi kolagen merupakan saat yang penting pada fase
proliferasi dan proses penyembuhan luka secara umum. Kolagen disekresi ke ruang
ekstrasellular dalam bentuk prokolagen. Bentuk ini selanjutnya membelah diri pada
segmen terminal dan disebut tropokolagen kemudian dapat bergabung dengan
tropokolagen lainnya membentuk filamen kolagen. Filamen ini kemudian bergabung
membentuk serat-serat kolagen. Bentuk filamen, fibril dan serat terjadi dalam matrik
glikosaminoglikan, asam hyaluronidase, chondroitin sulfat, dermatan sulfat dan
heparin sulfat yang dihasilkan oleh fibroblas. Sintesis kolagen dimulai hari ke-3
setelah luka dan berlangsung cepat sekitar minggu 2 4. Sintesis kolagen dikontrol

15

oleh enzim kolagenase dan faktor faktor lain yang mempengaruhi kolagen serta
selanjutnya akan dibentuk kolagen baru ( Marcandetti et. Al, 2002)

II.5. Kerangka Teori

- Aktifitas fibroblas
abnormal
- Reaksi imun yang tidak
normal
- Peningkatan produksi
asam hyaluronat
- Peningkatan kadar
growth factor dan
sitokin
- Pengaruh kadar
melanin terhadap reaksi
kolagen-kolagenase

Keloid

Timbunan kolagen
fibroblas keloid

1. Terapi bedah
2. Terapi non bedah
- 5 Fuorouracil (5FU)
Intralesi
- Triamsinolon Asetonid
- Injeksi kortikosteroid
intralesi
- Silicone Gel Sheeting
- Pressure/compression
- Radioterapi
- Cryoterapi
- Hypoallergenic paper
Tape
- Antihistamin
- Verapamil
- Topikal retinotic
acid/tretinoin
- Imiquimod
- Tacromilus
- Injeksi Interferon
- Bleomisin Intralesi
- Pulsed Light Heat
Energy (LHE)

Gambar 4. Kerangka teori

16

II.6. Kerangka Konsep


PENYEMBUHAN
LUKA

Genetik
Usia
Jenis Kelamin
Ras
Trauma
Hormon
Lokasi

Triamsinolone
Asetonide

5-FU

KELOID
Kolagen Fibroblas

Kolagen Assay
Timbunan
Kolagen Fibroblas

Gambar 5. Kerangka Konsep

Keterangan :
: Menghambat
: Tidak dikerjakan
: Menyebabkan
: Menjadi

II.7. Hipotesis
Berdasarkan referensi diatas, efek 5-Fluorourasil sama atau lebih tinggi
terhadap

timbunan

kolagen

fibroblas

pada

keloid

dibandingkan

dengan

Triamsinolone Asetonida.

17

Anda mungkin juga menyukai