KEPEGAWAIAN
BUKU 2
INSPEKTORAT JENDERAL
DEPARTEMEN LUAR NEGERI
JAKARTA
2007
i
ii
KATA PENGANTAR
DIENNE H. MOEHARIO
KATA PENGANTAR
iii
iv
DAFTAR ISI
BIDANG KEPEGAWAIAN
I.
HAL
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
1.
2.
32
76
86
115
121
7.
133
8.
137
3.
4.
5.
6.
DAFTAR ISI
9.
150
164
169
184
191
192
vi
1.
199
2.
207
3.
212
DAFTAR ISI
4.
III. FORMASI
1.
2.
223
247
IV. PENGANGKATAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
261
284
298
300
303
309
DAFTAR ISI
vii
V. PEMBERHENTIAN
1.
313
2.
337
340
345
348
350
3.
4.
5.
6.
2.
390
392
3.
viii
DAFTAR ISI
4.
393
397
461
470
4.
INPRES No. 14 Tahun 1981 tentang PenyelenggaraanUpacara Pengibaran Bendera Merah Putih ..
475
5.
479
6.
482
7.
486
511
531
2.
3.
8.
9.
DAFTAR ISI
ix
533
538
540
545
2.
551
3.
564
4.
567
571
575
5.
6.
DAFTAR ISI
7.
8.
577
579
IX. PENGHARGAAN
1.
583
2.
596
601
616
3.
4.
623
2.
647
649
3.
DAFTAR ISI
xi
4.
658
5.
674
6.
684
687
7.
2.
3.
4.
5.
xii
697
728
730
733
737
DAFTAR ISI
6.
741
746
750
752
754
758
7.
8.
9.
2.
3.
765
772
779
DAFTAR ISI
xiii
4.
5.
6.
781
783
785
791
2.
811
3.
828
4.
844
5.
851
854
6.
xiv
DAFTAR ISI
7.
859
867
2.
889
3.
906
2.
3.
936
4.
940
947
5.
DAFTAR ISI
xv
957
976
979
4.
983
5.
984
2.
3.
xvi
1.
2.
3.
4.
DAFTAR ISI
987
5.
6.
7.
8.
9.
DAFTAR ISI
xvii
xviii
1.
2.
DAFTAR ISI
I
ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Anggota
Majelis
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
j.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 12
(1) Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan
secara berdayaguna dan berhasilguna.
(2) Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung
jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan
berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Bagian Kedua
Kebijaksanaan Manajemen
Pasal 13
(1) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup
penetapan norma, standar, prosedur, formasi,
pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya Pegawai
Negeri Sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan,
pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan hukum.
(2) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), berada pada Presiden selaku
Kepala Pemerintahan.
(3) Untuk membantu Presiden dalam merumuskan
kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
memberikan pertimbangan tertentu, dibentuk Komisi
Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
(4) Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), terdiri dari 2 (dua) Anggota Tetap yang
berkedudukan sebagai Ketua dan Sekretaris Komisi, serta 3
(tiga) Anggota Tidak Tetap yang kesemuanya diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
(5) Ketentuan dan Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat 94, secara ex officio
menjabat sebagai Kepala dan Wakil Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
11
12
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
13
14
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Bagian Ketujuh
Kesejahteraan
Pasal 32
(1) Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan
usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil.
(2) Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi program pensiun dan tabungan hari tua,
asuransi kesehatan, tabungan perumahan, dan asuransi
pendidikan bagi putra putri Pegawai Negeri Sipil.
(3) Untuk penyelenggaraan usaha kesejahteraan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil wajib
membayar iuran setiap bulan dari penghasilannya.
(4) Untuk penyelenggaraan program pensiun dan
penyelenggaraan asuransi kesehatan, Pemerintah
menanggung subsidi dan iuran.
(5) Besarnya subsidi dan iuran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(6) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia, keluarganya
berhak memperoleh bantuan.
14. Ketentuan Pasal 34 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 34
(1) Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan kebijaksanaan
manajemen Pegawai Negeri Sipil, dibentuk Badan
Kepegawaian Negara.
(2) Badan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1),
menyelenggarakan manajemen Pegawai Negeri Sipil yang
mencakup perencanaan, pengembangan kualitas sumber
daya Pegawai Negeri Sipil dan administrasi kepegawaian,
pengawasan dan pengendalian, penyelenggaraan dan
pemeliharaan informasi kepegawaian, mendukung perumusan
kebijaksanaan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil, serta
memberikan bimbingan teknis kepada unit organisasi yang
menangani kepegawaian pada instansi pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
15
16
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 11
Undangundang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undangundang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta,
Pada tanggal 30 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK Indonesia
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 30 September 1999
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 169
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI,
Kepala Biro Peraturan Perundangundangan II
ttd
Edy Sudibyo
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
17
PENJELASAN
ATAS
UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 1999
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANGUNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG
POKOKPOKOK KEPEGAWAIAN
1. UMUM
1. Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan nasional sangat tergantung pada
kesempurnaan aparatur negara khususnya Pegawai Negeri.
Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
nasional yakni mewujudkan masyarakat madani yang taat
hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil,
dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang
merupakan unsur aparatur Negara yang bertugas sebagai
abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan
secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi
kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang
undang Dasar 1945.
2. Disamping itu dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan
pemerintahan kepada Daerah, Pegawai Negeri berkewajiban
untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan
harus melaksanakan tugasnya secara profesional dan
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Sebagai bagian dari pembinaan Pegawai Negeri, pembinaan
Pegawai Negeri Sipil perlu dilakukan dengan sebaikbaiknya
dengan berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja
dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi
kerja. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang bagi
Pegawai Negeri Sipil yang berprestasi tinggi untuk
meningkatkan kemampuannya secara profesional dan
berkompetisi secara sehat.
18
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
19
20
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
21
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
23
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Dalam rangka usaha untuk meningkatkan mutu dan
keterampilan serta memupuk kegairahan bekerja,
maka perlu dilaksanakan pembinaan Pegawai Negeri
Sipil dengan sebaikbaiknya atas dasar sistem prestasi
kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada
sistem prestasi kerja.
Dengan demikian akan diperoleh penilaian yang objektif
terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil.
Untuk dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna
yang sebesarbesarnya, maka sistem pembinaan
karier yang harus dilaksanakan adalah sistem
pembinaan karier tertutup dalam arti negara.
Dengan sistem karier tertutup dalam arti Negara
maka dimungkinkan perpindahan Pegawai/Kota yang
satu ke Departemen/Lembaga/Propinsi/Kabupaten/
Kota yang lain atau sebaliknya, terutama untuk
menduduki jabatanjabatan yang bersifat manajerial.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan ini adalah Komisi yang bertugas
membantu Presiden dalam :
a. merumuskan kebijaksanaan umum kepegawaian;
24
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
25
Pasal 16
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan bahwa pengadaan
Pegawai Negeri Sipil harus didasarkan atas syarat
syarat obyektif yang telah ditentukan, dan tidak boleh
didasarkan atas jenis kelamin, suku, agama, ras,
golongan, atau daerah.
Pasal 16 A
Ayat (1)
Pengangkatan langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil,
dilaksanakan secara sangat selektif bagi mereka yang
dipandang telah berjasa dan diperlukan bagi Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud Jabatan adalah kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang,
dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu
satuan organisasi Negara.
Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah adalah
Jabatan Karier. Jabatan Karier adalah jabatan dalam
lingkungan birokrasi pemerintah yang hanya dapat
diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri
yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Jabatan Karier dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis
yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional.
Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas
ada dalam struktur organisasi. Jabatan fungsional
adalah jabatan yang tidak secara tegas disebutkan
dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut fungsinya
diperlukan oleh organisasi, seperti Peneliti, Dokter,
Pustakawan, dan lainlain yang serupa dengan itu.
Yang dimaksud dengan Pangkat adalah kedudukan
yang menunjukkan tingkat seseorang Pegawai Negeri
26
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
27
Ayat (3)
Diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan
tergantung kepada berat ringannya pelanggaran atau
memperhatikan jasajasa dan pengabdian Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.
Ayat (4)
Diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri atau diberhentikan tidak dengan hormat
tergantung kepada berat ringannya pelanggaran yang
dilakukan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan
memperhatikan jasa dan pengabdiannya.
Ayat (5)
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan
hormat tidak berhak menerima pensiun.
Pasal 24
Untuk menjamin kelancaran pemeriksaan, maka Pegawai
Negeri Sipil yang disangka oleh pejabat yang berwajib
melakukan tindak pidana kejahatan dikenakan pemberhentian
sementara sampai adanya putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pemberhentian
sementara tersebut adalah pemberhentian sementara dari
jabatan negeri bukan pemberhentian sementara sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
Apabila pemeriksaan oleh yang berwajib telah selesai atau
telah ada putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dan ternyata bahwa Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan tidak bersalah, maka Pegawai
Negeri Sipil tersebut dirahabilitasikan terhitung sejak ia
dikenakan pemberhentian sementara. Rehabilitasi yang
dimaksud mengandung pengertian, bahwa Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan diaktifkan dan dikembalikan pada
jabatan semula.
Apabila setelah pemeriksaan oleh Pengadilan telah selesai
dan ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bersalah
dan oleh sebab itu dihukum penjara atau kurungan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, maka Pegawai Negeri Sipil
28
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
29
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil
dimaksudkan agar terjamin keserasian pembinaan
Pegawai Negeri Sipil.
Pengaturan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
jabatan meliputi kegiatan perencanaan, termasuk
perencanaan anggaran, penentuan standar,
pemberian akreditasi, penilaian, dan pengawasan.
Tujuan pendidikan dan pelatihan jabatan antara lain
adalah :
-
Ayat (2)
Cukup jelas
30
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 34 A
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil golongan tertentu yang dijatuhi
hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri dan pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dapat
mengajukan upaya banding administratif ke Badan
Pertimbangan Kepegawaian.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
31
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
Mengingat
32
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
33
Pasal 3
(1) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain
dalam lingkungan kekuasaannya untuk membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya
masing-masing.
(2) Pejabat yang dapat diberi wewenang untuk membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), serendah-rendahnya memangku jabatan
struktural Eselon V atau jabatan lain yang setingkat dengan itu.
Pasal 4
Ukuran yang digunakan untuk menetapkan nomor urut dalam Daftar
Urut Kepangkatan, secara berturut-turut adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
pangkat;
jabatan;
masa kerja;
latihan jabatan;
pendidikan; dan
usia.
Pasal 5
34
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
35
36
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
37
38
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
39
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 1979
TENTANG
DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
UMUM
Dalam rangka usaha untuk lebih menjamin obyektivitas dalam
pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem
prestasi kerja, maka perlu dibuat dan dipelihara secara terus menerus
Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya dalam
Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar Urut Kepangkatan.
Daftar Urut Kepangkatan, adalah salah satu bahan obyektif dalam
melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil. Apabila ada
lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Daftar Urut
Kepangkatan yang lebih tinggi, haruslah dipertimbangkan lebih dahulu.
Tetapi apabila ia tidak mungkin diangkat untuk mengisi lowongan itu
karena tidak memenuhi syarat-syarat lainnya, seperti syarat-syarat
kecakapan, kepemimpinan, pengalaman, dan lain-lain, maka haruslah
diberitahukan kepadanya, sehingga ia dapat berusaha untuk mengisi
kekurangannya itu untuk masa mendatang.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1) Calon Pegawai Negeri Sipil masih dalam masa percobaan,
oleh sebab itu tidak dicantumkan dalam Daftar Urut
Kepangkatan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Daftar Urut Kepangkatan dibuat pada tiap-tiap bulan
Desember.
40
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 3
Ayat (1) Pada dasarnya, Daftar Urut Kepangkatan dibuat secara
terpusat pada tingkat Departemen, Kejaksanaan Agung,
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Daerah
Tingkat I. Tetapi untuk penggunaan praktis dan
berdasarkan pertimbangan jumlah Pegawai Negeri Sipil
yang dibina dan lokasi penempatannya, maka pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat
lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya
masing-masing. Pejabat yang menerima delegasi
wewenang sebagai tersebut di atas,membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan dari seluruh Pegawai
Negeri Sipil yang berada dalam lingkungan kekuasaannya.
Walaupun dilakukan pendelegasian wewenang untuk
membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan, tetapi
untuk kepentingan pembina, pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), harus juga membuat
dan memelihara secara terpusat Daftar Urut Kepangkatan
mengenai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat tertentu.
Umpamanya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
membuat dan memelihara secara terpusat Daftar Urut
Kepangkatan dari Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat
Pembina golongan ruang IV/a ke atas.
Ayat (2) Pejabat yang setingkat dengan pejabat yang memangku
jabatan struktural Eselon V, antara lain adalah Penilik
Sekolah Dasar, Penilik Pendidikan Agama, Kepala Sekolah
Dasar, dan lain-lain.
Pasal 4
Huruf a
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
41
Huruf b
Huruf c
Huruf d
Huruf e
42
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 5
Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat ini termasuk Pegawai Negeri Sipil
yang meninggal dunia.
Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil yang pindah dari satu instansi ke
instansi lain dihapuskan dari Daftar Urut Kepangkatan
instansi lama dan dicantumkan dalam Daftar Urut
Kepangkatan dari instansi yang baru dengan menggunakan
ukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 6
Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah
Otonom atau instansi Pemerintah lainnya, walaupun telah
dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan dari instansi
yang menerima perbantuan, tetapi apabila dipandang perlu
untuk tingkat pangkat tertentu, dapat pula dicantumkan
dalam Daftar Urut Kepangkatan pada instansi induk, sesuai
dengan ketentuan pimpinan instansi induk yang
memberikan perbantuan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 7
Untuk memudahkan penggunaan dan pembuatan Daftar
Urut Kepangkatan tahun berikutnya, maka setiap mutasi
kepegawaian yang mengakibatkan perubahan Nomor urut
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
43
44
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
45
PENDAHULUAN
1. UMUM
a. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979
(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3138), telah ditetapkan
Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil sebagai
pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1952
tentang Daftar Susunan Pangkat dan Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor
14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 200).
b. Untuk menjamin keseragaman dan kelancaran dalam
pelaksanaannya, maka dipandang perlu mengeluarkan
46
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
47
48
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
49
50
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Umpamanya :
Daftar Urut Kepangkatan yang disusun pada bulan
Desember 1980, harus sudah disampaikan kepada Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara selambatlambatnya pada akhir bulan Maret 1981.
3. NOMOR
URUT
KEPANGKATAN
DALAM
DAFTAR
URUT
a. UMUM
Dalam Daftar Urut Kepangkatan tidak boleh ada 2
(dua) nama Pegawai Negeri Sipil yang sama nomor
urutnya, maka untuk menentukan nomor urut yang
tepat dalam satu Daftar Urut Kepangkatan diadakan
ukuran secara berturut-turut sebagai berikut :
(1) Pangkat;
(2) Jabatan;
(3) Masa Kerja;
(4) Latihan Jabatan;
(5) Pendidikan; dan
(6) Usia
b. PANGKAT
Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi,
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila ada dua
orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat
sama, umpamanya sama-sama berpangkat Pembina
Tingkat I golongan ruang IV/b, maka dari antara
mereka yang lebih tua dalam pangkat tersebut
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Direktorat Perbendaharaan Negara terdapat tiga
orang Pegawai Negeri Sipil bernama Amat, Bindu dan
Cirus yang berpangkat sama, yaitu Pembina Tingkat
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
51
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
53
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
55
56
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
57
58
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
59
60
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
61
Umpamanya :
Pada Departemen Perindustrian seorang Pegawai
Negeri Sipil bernama Amat diberhentikan sebagai
Pegawai Negeri Sipil pada akhir bulan Maret 1979,
dalam hal yang sedemikian, nama Amat dihapuskan
dari Daftar Urut Kepangkatan dalam tahun 1980 yang
disusun pada akhir tahun 1979.
V.
62
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
VI.
PENUTUP
1. Apabila dalam melaksanakan Surat Edaran ini dijumpai
kesulitan-kesulitan agar segera ditanyakan kepada Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk mendapat
penyelesaian.
2. Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Surat Edaran ini
akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara.
3. Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
A E MANIHURUK
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
63
64
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
NA
MA
NO.
UR
UT
NI
P
GOL
RUA
NG
TM
T
PANGKAT
NA
MA
7
TM
T
JABATAN
TH
N
9
BL
N
MASA
KERJA
LATIHAN
JABATAN
BL
N
JUML
NA DA
AH
MA
N
JAM
TH
N
10
11
12
DEPARTEMEN/LEMBAGA/DAERAH TINGKAT
13
NA
MA
14
LUL
US
TAH
UN
15
TINGK
AT
IJAZA
H
PENDIDIKAN
BERLAKU UNTUK
TAHUN :
16
USI
A
17
CATAT
AN
MUTA
SI
KEPEG
AWAI
AN
18
KE
TE
RA
NG
AN
NO
NOMOR
URAIAN
LAJUR
1
1.
Cukup jelas
2.
3.
Cukup jelas
4.
Cukup jelas
5.
6.
Cukup jelas
7.
8.
8 dan 9
9.
10
Tulislah nama latihan jabatan yang diikuti oleh Pegawai Negeri yang
bersangkutan.
10.
11
11.
12
12.
13
13.
14
14
15
15
16
Tuliskanlah tanggal, bulan, dan tahun lahir Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan. Apabila tidak diketahui tanggal lahir cukup dituliskan
bulan dan tahun, apabila tanggal dan bulan tidak diketahui, cukup
ditulis tahun lahir saja.
16.
17
17.
18
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
65
LAMPIRAN II-A
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
NO
JABATAN
DIPERSAMAKAN
DENGAN ESELON
3
GURU BESAR
Ia
LEKTOR KEPALA
IIb
PENGAWAS SLTP/SLTA
IIIb
LEKTOR
IIIb
IVa
LEKTOR MADYA
IVa
KEPALA
SLTP/SLB/MADRASAH
IVa
TSANAWIYAH
8
LEKTOR MUDA
IVb
Va
10
ASISTEN AHLI
Vb
11
Vb
IBTIDAIYAH
12
66
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Vb
KETERANGAN
4
LAMPIRAN II-B
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
NO
JABATAN
SETINGKAT ESELON
KETERANGAN
AHLI PENELITI
Ia
PENELITI
IIb
AJUN PENELITI
IVa
ASISTEN PENELITI
Vb
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
67
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
No
1
1
68
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Tingkat
Latihan
Jabatan
5
1A
1B
1C
2A
2B
2C
3A
3B
3C
4A
4B
4C
5A
5B
5C
6A
6B
6C
Keterangan
6
Latihan jabatan
yang jumlah jam
pelajarannya
kurang dari 100
jam pelajaran
tidak
diperhitungkan
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
NO.
URUT
IJAZA/AKTA/DIPLOMA/STTB
KETERANGAN
Sarjana
Akta III
10
11
12
13
14
15
Sekolah Dasar
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
69
LAMPIRAN V
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
Perihal :
:
:
:
:
:
:
:
:
:
( )
NIP
70
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
LAMPIRAN VI
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
N omo :
Lampiran:
Perihal : Perubahan Nomor Urut
Pada Daftar Urut
Kepangkatan
.., .. 19
Kepada
Yth. Sdr. .........................
di .............................
:
:
:
:
:
:
:
Kepala
( )
NIP
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
71
LAMPIRAN VII
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
Nomor :
Lampiran:
Perihal : Perubahan Nomor Urut
Pada Daftar Urut
Kepangkatan
.., .. 19
Kepada
Yth. Sdr. .........................
di .............................
NIP
Golongan Ruang:
Unit Organisasi
( )
NIP
72
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
LAMPIRAN VIII
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
Nomor :
.., .. 19 ...
Lampiran:
Perihal : Perubahan Keberatan
Banding Atas Nomor Urut
Kepada
Dalam Daftar Urut Kepangkatan Yth. Sdr. .......................
Pegawai Negeri Sipil
di .............................
Sehubungan dengan surat keberatan saudara :
Nama
:
NIP
:
Golongan Ruang:
Unit Organisasi :
Mengajukan keberatan banding atas nomor urut saya
yang dibuat dalam Daftar Urut Kepangkatan pada unit
organisasi untuk tahun yang
ditandatangani oleh :
Nama
:
NIP
:
Golongan Ruang:
Jabatan
:
Unit Organisasi :
Tanggal
:
Saya telah mengajukan keberatan dengan surat tanggal
kepada , tetapi ditolak dengan surat
nomor tanggal dan untuk lebih
jelas salinan surat keberatan dan penolakan tersebut
dilampirkan dengan surat ini.
Mohon diadakan pemeriksaan kembali.
Yang Mengajukan Keberatan,
Surat ini kami kirimkan melalui
Pimpinan
( )
NIP
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
73
LAMPIRAN IX
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
Nomor :
Lampiran :
Perihal : Perubahan Nomor Urut
Pada Daftar Urut
Kepangkatan
..........., .. 19
Kepada
Yth. 1.
2.
Pimpinan ...
di ..................
Sdr. .................
di ...................
:
:
:
:
( )
NIP
74
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
LAMPIRAN X
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
Nomor
:
.., .. 19
Lampiran :
Perihal
: Penolakan Perubahan Nomor
Urut Dalam Daftar Urut
Kepada
Kepangkatan
Yth. 1. Pimpinan
di ..
2. Sdr. ..
di ..
Sehubungan dengan surat keberatan banding saudara :
Nama
:
NIP
:
Golongan Ruang:
Unit Organisasi :
Tanggal , setelah diadakan penelitian
yang lebih seksama, maka keberatan Saudara atas nomor
urut Saudara dalam Daftar Urut Kepangkatan Unit Organisasi
untuk tahun
dibuat tanggal ditolak
dengan alasan sebagai berikut :
a.
b.
c.
Demikian untuk dilaksanakan.
Kepala
( )
NIP
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
75
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
77
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 4
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah
ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 5
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1985 tentang Tunjangan Pajak
Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan para Pensiunan atas
Penghasilan Berupa Gaji, Honorarium, Uang Pensiun, dan TunjanganTunjangan Lainnya yang Dibebankan kepada Keuangan Negara,
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 6
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku 1 Januari 1995.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Desember 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 26 Desember 1994
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1994
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
79
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 45 TAHUN 1994
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI
NEGERI SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA
REPUBLIK INDONESIA, DAN PARA PENSIUNAN ATAS
PENGHASILAN YANG DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN
NEGARA ATAU KEUANGAN DAERAH
UMUM
Sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, atas penghasilan
berupa gaji, upah, uang pensiun, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lainnya dengan ama apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan atau pensiunan yang dibebankan kepada
Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21.
Namun mengingat bahwa pemotongan tersebut akan mengurangi
gaji, upah, uang pensiun, dan sebagainya yang diterima atau diperoleh
para Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan termasuk janda atau
duda dan/atau anak-anaknya, sedangkan pada umumnya penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari Keuangan Negara atau Keuangan
Daerah tersebut belum mencapai suatu tingkat yang memadai, maka
Pemerintah selaku pemberi kerja memandang perlu untuk
menanggung Pajak Penghasilan yang terutang oleh Pejabat Negara,
Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
dan Pensiunan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan atau pensiunan yang diterima secara tetap yang dananya
dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Ayat (1)
Pajak Penghasilan Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
80
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
81
82
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 3
Ayat (1) dan ayat (2)
Apabila Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia dan Pensiunan termasuk janda
atau duda dan/atau anak-anaknya mempunyai penghasilan
lain diluar penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
pengenaan Pajak Penghasilan yang terutang dihitung
berdasarkan tanggungan penghasilan sebagaimana tersebut
dalam Pasal 1 ayat (1) dan penghasilan lain dengan
menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah tersebut
dalam Pasal 1 ayat (1) merupakan kredit pajak terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan dari Pejabat
Negara atau Pegawai Negeri Sipil atau anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia atau Pensiunan tersebut.
Contoh:
A seorang Pensiunan yang diangkat sebagai Pejabat Negara
mempunyai seorang isteri yang berusaha di bidang angkutan darat
dalam kota, dan 2 (dua) orang anak yang masih merupakan
tanggungan sepenuhnya. Penghasilan A dalam tahun 1995 adalah
sebagai berikut :
1. Penerimaan uang pensiun dan tunjangan tetap lain yang terkait
dengan uang pensiun Rp. 5.000.000,00
2. Gaji kehormatan dan tunjangan-tunjangan tetap lain yang terkait
dengan gaji kehormatan Rp. 48.000.000,00
3. Penghasilan neto isteri dari usaha swasta Rp. 10.500.000,00
4. Penghasilan berupa honorarium yang diterima dari Bendaharawan
Pemerintah yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Rp.
2.000.000,00
Penghitungan pajak yang terutang oleh Pensiunan A dalam tahun
1995 adalah sebagai berikut:
I. Pajak Penghasilan yang ditanggung pemerintah
1. Uang pensiun Rp 5.000.000,00 Biaya pensiun 5% x Rp
5.000.000,00 = Rp 250.000,00 maksimum diperkenankan
Rp. 216.000,00 Penghasilan neto Pensiunan Rp. 4.782.000,00
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
83
84
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
85
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat :
86
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
87
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
89
90
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 8
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota
menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah dan
Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di lingkungannya untuk
menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan
Penata Tingkat I golongan ruang III/d.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
kepada pejabat lain di lingkungannya.
Pasal 9
Pejabat Pembina Kepegawaian dan Gubernur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 dikecualikan dalam penetapan
kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian.
Pasal 10
(1) Kepala Badan Kepegawaian Negara menetapkan kenaikan
pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian bagi
Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah
untuk menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai
dengan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada
pejabat lain di lingkungannya.
BAB IV
PENGANGKATAN, PENUNDAAN, DAN
PEMBERHENTIAN DALAM DAN DARI JABATAN
Pasal 11
Presiden menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural
eselon I, jabatan fungsional jenjang utama atau jabatan lain yang
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentiannya menjadi
wewenang Presiden, kecuali pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian pejabat struktural eselon I di lingkungan Pemerintah
Daerah Propinsi.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
91
Pasal 12
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil Pusat di lingkungannya dalam dan dari jabatan
struktural eselon II ke bawan atau jabatan fungsional yang
jenjangnya setingkat dengan itu.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
kepada pejabat lain di lingkungannya untuk menetapkan
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil dalam dan dari jabatan struktural eselon III ke bawah dan
jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu.
Pasal 13
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menetapkan
a. pengangkatan Sekretaris Daerah Propinsi setelah mendapat
persetujuan dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Propinsi;
b. pemberhentian Sekretaris Daerah Propinsi.
c. pengangkatan pemindahan, dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil dalam dan dan jabatan struktural eselon II ke
bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat
dengan itu di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Propinsi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b, dilakukan
setelah berkonsultasi secara tertulis dengan Menteri Dalam Negeri.
(3) Calon Sekretaris Daerah Propinsi yang akan dikonsultasikan untuk
diangkat dalam/jabatan Sekretaris Daerah Propinsi sebagaimana
dimaksud dalan ayat (1) huruf a, harus memenuhi syarat untuk
diangkat dalam jabatan struktural.
(4) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sebelum Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Propinsi mengajukan permmtaan
persetujuan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(5) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah Propinsi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) dilakukan secara tertulis dengan
mengajukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang calon dari
Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.
92
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
(6) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (4)
disampaikan secara tertulis oleh Menteri Dalam Negeri.
(7) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan
kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk menetapkan
pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil di Propinsi dalam dan dari jabatan struktural eselon III ke
bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat
dengan itu.
Pasal 14
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota
menetapkan
a. pengangkatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota setelah
mendapat persetujuan dan pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
b. pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota;
c. pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil dalarn dan dari jabatan stuktural eselon II di
lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
d. Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil dan dari jabatan struktural eselon III ke bawah
dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan
jabatan struktural eselon II kebawah di lingkungan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota,
(2) Pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten/
Kota dan pejabat struktural eselon II sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, dilakukan setelah
berkonsultasi secara tertulis dengan Gubernur.
(3) Calon Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota yang akan
dikonsultasikan untuk diangkat dalam jabatan Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
a, harus memenuhi syarat untuk diangkat dalam jabatan
struktural.
(4) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), dilakukan sebelum Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota mengajukan permintaan
persetujuan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
93
94
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
95
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
BAB VII
PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
ATAU CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 22
Presiden menetapkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat dan
Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Utama Muda
golongan ruang IV/c, Pembina Utama Madya golongan ruang IV/d
dan Pembina Utama golongan ruang IV/e.
Pasal 23
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan
a. pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat yang tidak
memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri
Sipil Pusat di lingkungannya dan
b. pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berpangkat
Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah di
lingkungannya,
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
kepada pejabat lain di lingkungannya, untuk menetapkan
pemberhentian dengan normal sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berpangkat Penata
Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah.
Pasal 24
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menetapkan
a. pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi
yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil Daerah di lingkungannya; dan
b. pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi yang
berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah
di lingkungannya.
(2) Gubernur menetapkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
Daerah Kabupaten/Kota yang berpangkat Pembina golongan
ruang IV/a dan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b.
(3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
97
98
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
99
100
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut
oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 35
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, maka :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil, dinyatakan tidak berlaku.
b. Ketentuan pelaksanaan mengenai pengangkatan, pemindahan,
dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang ada sebelum
ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 36
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada Tanggal 17 Pebruari 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
Pada Tanggal 17 Pebruari 2003
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
101
PENJELASAN
ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2003
TENTANG
WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN
PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL,
1. UMUM
Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 43 Tahun 1999 antara lain ditegaskan bahwa
manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin
penyelengaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara
berdaya guna dan berhasil guna.
Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil berada pada
Presiden selaku Kepala Pemerintahan. Sesuai dengan Pasal 25
Undang-undang Nornor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan
oleh Presiden. Untuk kelancaran pelaksanaan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Presiden
dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian Pusat dan menyerahkan sebagian
wewenangnya kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Sesuai
dengan amanat undang-undang tersebut di atas, maka perlu
menyempurnakan kembali ketentuan mengenai pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Untuk kepentingan kedinasan dan sebagai salah satu usaha untuk
memperluas pengalaman, wawasan, dan kemampuan, maka
diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan wilayah bagi Pegawai
Negeri Sipil terutama bagi yang menjabat pimpinan dengan tidak
merugikan hak kepegawaiannya.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 yang antara lain
menegaskan bahwa untuk dapat lebih meningkatkan daya guna
102
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
103
104
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 3
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat(2)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Gubernur dalam mengajukan usul kenaikan pangkat
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam kapasitas sebagai wakil
Pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
105
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Gubernur dalam menetapkan kenaikan pangkat Pegawai
Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota adalah dalam
kapasitas sebagai wakil Pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan jabatan
struktural eselon I antara lain Sekretaris Jenderal, Direktur
Jenderal, dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen. Jabatan lain yang pengangkatan, pemindahan,
dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden antara
lain Hakim dan Panitera Mahkamah Agung.
106
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 12
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jeias
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Menteri Dalam Negeri menyampaikan keputusan hasil
konsultasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
Propinsi berdasarkan pertimbangan dari Tim yang antara
lain terdiri dari unsur Departemen Dalam Negeri, Kantor
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan
Badan Kepegawaian Negara.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
107
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi
menyampaikan keputusan hasil konsultasi kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota
berdasarkan pertimbangan dari Badan Pertimbangan,
Jabatan dan Kepangkatan Instansi Daerah Propinsi.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
108
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat(1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Dalam hal Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat
dengan hak pensiun, maka dalam keputusan pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberhentian pensiun dan pensiun
janda/dudanya.
Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah
pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat,
antara lain karena :
a. atas permintaan sendiri;
b. meninggal dunia;
c. hukuman, disiplin,
d. perampingan organisasi pemerintah;
e. menjadi anggota partai politik;
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
109
f.
g.
h.
i.
j.
k.
dipidana penjara;
dinyatakan hilang;
keuzuran jasmani;
cacat karena dinas;
tewas;
mencapai batas usia pensiun.
Pasal 23
Ayat(1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Dalam hal Pegawai Negri Sipil diberhentikan dengan
hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan
pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberian
pensiun dan pensiun janda/dudanya.
Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah pemberhentian dengan hormat atau tidak
dengan hormat, antara lain karena :
a. atas permintaan sendiri;
b. hukuman disiplin;
c. perampingan organisasi pemerintah;
d. menjadi anggota partai politik;
e. dipidana penjara;
f. dinyatakan hilang;
g. keuzuran jasmani.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
110
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Huruf b
Dalam hal Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan
hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan
pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberian
pensiun dan pensiun janda/ dudanya,
Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah pemberhentian dengan hormat atau tidak
dengan hormat antara lain karena:
a. atas permintaan sendiri;
b. hukuman disiplin;
c. perampingan organisasi pemerintah;
d. menjadi anggota partai politik;
e. dipidana penjara;
f. dinyatakan hilang;
g. keuzuran jasmani.
Ayat(2)
Gubernur dalam menetapkan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota adalah dalam
kapasitas sebagai wakil Pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Dalam hal Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan
hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan
pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberian
pensiun dan pensiun janda/dudanya. Pemberhentian
yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah
pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan
hormat, antara lain karena :
a. atas permintaan sendiri;
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
111
b.
c.
d.
e.
f.
g.
hukuman disiplin;
perampingan organisasi pemerintah;
menjadi anggota partai politik
dipidana penjara;
dinyatakan hilang;
keuzuran jasmani.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam menetapkan keputusan pemberhentian dan
pemberian pensiun yang dimaksud dalam ketentuan ini,
sekaligus ditetapkan pemberian pensiun janda/dudanya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Mekanisme pengawasan dan pengendalian
administrasi Kepegawaian dan karier pegawai di wilayah
112
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
113
114
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
115
116
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
g. Pejabat yang memegang jabatan setingkat di bawah pejabatpejabat sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan huruf f;
h. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II;
i.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
117
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
119
120
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
121
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 1
(1) Gaji pokok Pegawai Negeri Sipil menurut golongan ruang dan
masa kerja golongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2001, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2006 disesuaikan
dengan gaji pokok menurut golongan ruang dan masa kerja
golongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketujuh
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud paia ayat (1),
termasuk Calon Pegawai Negeri Sipil
(3) Rincian penyesuaian gaji pokok sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I,
Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV Peraturan
Presiden ini.
Pasal 2
(1) Penyesuaian gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian
dalam lingkungan masing-masing sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan keputusan
dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat lain di
lingkungannya untuk menetapkan penyesuaian gaji pokok
tersebut
Pasal 3
Ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Presiden ini diatur lebih
lanjut oleh Menteri Keuangan dan/atau Kepala Badan Kepegawaian
Negara, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri menurut
bidang tugasnya masing-masing.
Pasal 4
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Keputusan Presiden
Nomor 64 Tahun 2003 tentang Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
123
124
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
LAMPIRAN I
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor
: 1 Tahun 2006
Tanggal
: 11 Januari 2006
DAFTAR PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH
BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001
KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Golongan I
MKG
0
Lama
Baru
575.000
661.300
587.900
676.100
601.100
691.300
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
619.700
712.600
645.900
742.800
673.200
774.200
633.600
728700
660.400
759.500
688.400
791.600
647.900
745.00
675.300
776.600
703.800
809.400
662.400
761.800
690.500
794.000
719.700
827.600
677.300
778.900
706.000
811.900
735.800
846.200
692.500
796.400
721.800
830.100
752.400
865.200
708.100
814.300
738.100
848.800
769.300
884.700
724.000
832.600
754.700
867.900
786.600
904.600
1
2
3
4
5
6
614.700
706.900
628.500
722.700
7
8
9
10
642.600
739.000
657.000
755.600
671.800
772.600
686.900
790.000
11
12
13
14
15
16
17
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
125
18
702.400
807.700
718.200
825.900
734.300
844.100
750.800
863.400
767.700
882.800
19
20
21
22
23
24
25
26
27
740.300
851.400
771.600
887.400
804.300
924.900
757.000
870.500
789.000
907.300
822.400
945.700
774.000
890.100
806.700
927.700
840.800
967.000
791.400
910.100
824.800
948.600
859.700
988.700
809.200
930.500
843.400
969.900
879.100
1.010.900
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum
ttd
Lambock V. Nattands
126
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
LAMPIRAN II
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor
: 1 Tahun 2006
Tanggal
: 11 Januari 2006
DAFTAR PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH
BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001
KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Golongan II
c
d
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
0 725.600 834.400
1 733.700 843.800
2
3 750.200 862.700 782.000 899.200 815.000 937.300 849.500 976.900
4
5 767.100 882.100 799.500 919.500 833.400 958.400 868.600 998.900
6
7 784.300 902.000 817.500 940.100 852.100 979.900 888.100 1.021.400
8
9 801.900 922.200 835.900 961.300 871.200 1.001.900 908.100 1.044.300
10
11 820.000 943.000 854.700 982.900 890.800 1.024.500 928.500 1.067.800
12
13 838.400 964.200 873.900 1.005.000 910.900 1.047.500 949.400 1.091.800
14
15 857.300 985.800 893.500 1.027.600 931.300 1.071.000 970.700 1.116.300
16
17 876.500 1.008.000 913.600 1.050.700 952.300 1.095.100 992.600 1.141.400
18
19 896.200 1.030.700 934.200 1.074.300 973.700 1.119.700 1.014.900 1.167.100
20
MKG
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
127
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum
ttd
Lambock V. Nattands
128
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
LAMPIRAN III
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor
: 1 Tahun 2006
Tanggal
: 11 Januari 2006
DAFTAR PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH
BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001
KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Golongan III
MKG
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
c
d
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
905.400 1.041.200 943.700 1.085.200 983.600 1.131.100 1.025.200 1.179.000
925.700 1.064.600 964.900 1.109.600 1.005.700 1.156.600 1.048.300 1.205.500
946.500 1.088.500 986.600 1.134.600 1.028.300 1.182.600 1.071.800 1.232.600
967.800 1.113.000 1.008.800 1.160.100 1.051.400 1.209.200 1.095.900 1.260.300
989.600 1.138.000 1.031.400 1.186.100 1.075.100 1.236.300 1.120.600 1.288.600
1.011.800 1.163.600 1.054.600 1.212.800 1.099.200 1.264.100 1.145.800 1.317.600
1.034.600 1.189.700 1.078.300 1.240.100 1.124.000 1.292.500 1.171.500 1.347.200
1.057.800 1.216.500 1.102.600 1.268.000 1.149.200 1.321.600 1.197.800 1.377.500
1.081.600 1.243.800 1.127.400 1.296.500 1.175.100 1.351.300 1.224.800 1.408.500
1.105.900 1.271.800 1.152.700 1.325.600 1.201.500 1.381.700 1.252.300 1.440.100
1.130.800 1.300.400 1.178.600 1.355.400 1.228.500 1.412.700 1.280.500 1.472.500
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
129
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum
ttd
Lambock V. Nattands
130
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
LAMPIRAN IV
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor
: 1 Tahun 2006
Tanggal
: 11 Januari 2006
DAFTAR PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH
BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001
KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Golongan IV
c
d
e
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
0 1.068.600 1.228.900 1.113.800 1.280.900 1.160.900 1.335.100 1.210.100 1.391.600 1.261.200 1.450.400
1
2 1.092.600 1.256.500 1.138.800 1.309.700 1.187.000 1.365.100 1.237.300 1.422.800 1.289.600 1.483.000
3
4 1.117.200 1.284.800 1.164.400 1.339.100 1.213.700 1.395.800 1.285.100 1.454.800 1.318.800 1.516.400
5
6 1.142.300 1.313.600 1.190.600 1.396.200 1.241.000 1.427.100 1.293.500 1.487.500 1.348.200 1.550.500
7
8 1.168.000 1.343.200 1.217.400 1.400.000 1.268.900 1.459.200 1.322.600 1.521.000 1.378.500 1.585.300
9
10 1.194.200 1.373.400 1.244.800 1.431.500 1.297.400 1.492.000 1.352.300 1.555.200 1.409.500 1.621.000
11
12 1.221.100 1.404.200 1.272.700 1.463.600 1.326.600 1.525.600 1.382.700 1.590.100 1.441.200 1.657.400
13
14 1.248.500 1.435.800 1.301.300 1.496.500 1.356.400 1.559.900 1.413.800 1.625.900 1.473.600 1.694.700
15
16 1.276.600 1.468.100 1.330.600 1.530.200 1.385.900 1.594.900 1.445.600 1.662.400 1.506.700 1.732.800
17
18 1.305.300 1.501.100 1.360.500 1.560.600 1.418.100 1.630.800 1.478.100 1.699.800 1.540.600 1.771.700
19
20 1.334.600 1.534.800 1.391.100 1.599.800 1.450.000 1.667.400 1.511.300 1.738.00 1.575.200 1.811.500
21
22 1.364.600 1.569.300 1.422.400 1.635.700 1.482.600 1.704.900 1.545.300 1.777.100 1.610.700 1.852.300
23
24 1.395.300 1.604.500 1.454.300 1.672.500 1.515.900 1.743.300 1.580.00 1.817.000 1.646.900 1.893.900
25
26 1.426.700 1.640.700 1.487.000 1.710.100 1.550.000 1.782.400 1.615.500 1.857.900 1.683.900 1.936.500
27
28 1.458.700 1.677.600 1.520.500 1.748.500 1.584.800 1.822.500 1.651.900 1.899.600 1.721.700 1.980.000
29
MKG
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
131
30 1.491.500 1.715.300 1.554.600 1.787.800 1.620.400 1.863.500 1.689.00 1.942.300 1.760.400 2.024.500
31
32 1.525.100 1.753.800 1.589.600 1.828.000 1.656.900 1.905.400 1.727.000 1.986.000 1.800.000 2.070.000
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum
ttd
Lambock V. Nattands
132
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
KEPUTUSAN
KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 1158a/KEP/1983
TENTANG
KARTU ISTERI/SUAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL
KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
133
Pasal 1
Kepada setiap isteri Pegawai Negeri Sipil, diberikan Kartu Isteri Pegawai
Negeri Sipil disingkat dengan KARIS dan kepada setiap suami Pegawai
Negeri Sipil diberikan Kartu Suami Pegawai Negeri Sipil disingkat dengan
KARSU.
Pasal 2
(1) Bentuk, ukuran, warna, dan isi KARIS dan KARSU bagi isteri/
suami Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, adalah sebagai tersebut
dalam lampiran I-A dan lampiran I-B Keputusan ini.
(2) Bentuk, ukuran, warna, dan isi KARIS dan KARSU Dagi isteri/
suami Pegawai Bank milik Negara, Bank milik Daerah, Badan
Usaha milik Negara. Badan Usaha milik Daerah, adalah sebagai
tersebut dalam lampiran II-A dan lampiran II-B Keputusan ini.
(3) Bentuk, ukuran, warna, dan isi KARIS dan KARSU bagi isteri/
suami Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, adalah
sebagai tersebut dalam lampiran III-A dan lampiran III-B
Keputusan ini.
Pasal 3
(1) KARIS diberi seri dan nomor urut yang dimulai dengan huruf
seri A dan dibelakang huruf tersebut dituliskan nomor urut yang
dimulai dan angka 000001 sampai dengan 999999.
(2) KARSU diberi seri dan nomor urut yang dimulai dengan huruf
seri AA dan dibelakang huruf tersebut dituliskan nomor urut
yang dimulai dari angka 000001 sampai dengan 999999.
Pasal 4
KARIS/KARSU adalah kartu identitas istri/suami Pegawai Negeri Sipil,
dalam arti bahwa pemegangnya adalah isteri/suami sah dari Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pasal 5
KARIS/KARSU berlaku selama yang bersangkutan menjadi istri/suami
sah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
134
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 6
Apabila Pegawai Negeri Sipil berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil
tanpa hak pensiun, maka KARIS/KARSU yang telah diberikan kepada
istri/suaminya dengan sendirinya tidak berlaku lagi.
Pasal 7
(1) Apabila isteri/suami Pegawai Negeri Sipil bercerai, maka KARIS/
KARSU yang telah diberikan kepadanya dengan sendirinya tidak
berlaku lagi.
(2) Apabila isteri/suami Pegawai Negeri Sipil yang bercerai itu rujuk/
kawin kembali, dengan bekas suami/isterinya, maka KARIS/
KARSU tersebut dengan sendirinya berlaku kembali.
Pasal 8
(1) Apabila Pegawai Negeri Sipil berhenti dengan hormat dengan
hak pensiun, maka KARIS/KARSU yang telah diberikan kepada
isteri/suaminya tetap berlaku.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga
apabila Pegawai Negeri Sipil yang berssngkutan meninggal dunia.
Pasal 9
(1) KARIS/KARSU bagi isteri/suami Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1974 dan Pegawai bulanan disamping pensiun, ditetapkan oleh
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
(2) KARIS/KARSU bagi istri/suami pegawai Bank Milik Negara. Bank
Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, ditetapkan oleh pimpinan Bank/Badan Usaha yang
bersangkutan.
(3) KARIS/KARSU bagi istri/suami Kepala Desa, Perangkat Desa,
dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
desa. ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang
bersangkutan.
Pasal 10
Hal-hal lain tentang KARIS/KARSU yang belum cukup diatur dalam
Keputusan ini, akan diatur kemudian.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
135
Pasa! 11
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Keputusan ini
disampaikan dengan homat kepada :
1.
Bapak Presiden
3.
4.
5.
Jaksa Agung
6.
7.
8.
9.
136
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Menimbang :
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
137
Mengingat
Menetapkan :
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
139
BAB III
SYARAT PENERIMAAN UNTUK MENJADI
CALON PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 4
1. Untuk diterima sebagai calon PDLN pada Departemen Luar Negeri
seorang harus memenuhi syarat-syarat umum sebagai berikut :
a. Berkewarganegaraan Indonesia;
b. Fisik dan mental dinyatakan sehat;
c. Bersedia ditempatkan dimana saja;
d. Tidak beristeri/bersuami seorang yang berkewarganegaraan
asing atau tanpa warganegara.
2. Selain syarat-syarat umum tersebut harus pula dipenuhi syaratsyarat khusus :
a. Untuk Pejabat Diplomatik Konsuler dan Pejabat Administrasi :
-
140
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
BAB IV
JENJANG TINGKAT PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 5
Jenjang Tingkat PDLN adalah sebagai berikut :
(1) Pejabat Diplomatik Konsuler :
a. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat I;
b. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat II;
c. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat III;
d. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat IV;
e. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat V;
f.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
141
BAB V
KENAIKAN TINGKAT PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 6
Kenaikan tingkat PDLN adalah berdasarkan :
a. Sistem karier, sistem prestasi kerja dan potensi pengembangan;
b. Masa kerja tingkat PDLN terakhir selama 4 tahun terkecuali
tingkat PDLN terendah;
c. Formasi memungkinkan;
d. Daftar urut;
e. Untuk kenaikan tingkat PDLN tertentu diperlukan persyaratan
pendidikan.
Pasal 7
Kenaikan tingkat luar biasa dapat diberikan oleh Menteri Luar Negeri
berdasarkan prestasi luar biasa seorang PDLN.
BAB VI
GELAR PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 8
Para PDLN yang ditempatkan pada Perwakilan diberi gelar
kepangkatan dan gelar jabatan.
Pasal 9
1. Gelar kepangkatan yang diberikan kepada Pejabat Diplomatik
Konsuler yang ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik adalah :
a. Duta Besar untuk PDK I;
b. Minister untuk PDK II;
c. Minister Counsellor untuk PDK III;
d. Counsellor untuk PDK IV;
e. Sekretaris Pertama untuk PDK V;
f.
142
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
143
144
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 14
Kepada Pejabat yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri
dan memangku jabatan pada Perwakilan Konsuler dapat diberikan
gelar jabatan :
a. Konsul bagi Pejabat/Pegawai Negeri Sipil dari golongan III/d ke
atas;
b. Konsul bagi anggota ABRI dari pangkat Mayor sampai dengan
Kolonel;
c. Konsul Muda bagi Pejabat/Pegawai Negeri Sipil dari golongan
III/a sampai dengan III/c;
d. Konsul Muda bagi ABRI dari Pangkat Letnan Satu sampai dengan
Kapten.
BAB VIII
PENDIDIKAN
Pasal 15
Pendidikan dan latihan merupakan unsur penting dalam pembinaan
PDLN dan berfungsi sebagai sarana untuk memupuk dan
menyempurnakan kemampuan profesional serta menentukan
kualifikasi pejabat dalam hubungan dengan persyaratan kepangkatan
dinas luar negeri dan jabatan di lingkungan Departemen Luar Negeri
dan Perwakilan.
Pasal 16
Sistim pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh Departemen
Luar Negeri baik dengan sarana pendidikan dan latihan di dalam
Departemen Luar Negeri maupun dengan sarana lain di luar
lingkungan Departemen Luar Negeri meliputi :
1. Pendidikan berjenjang terdiri atas : Sekolah Dinas Luar Negeri
(SEKDILU), Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (SESDILU), Sekolah
Staf dan Pimpinan Departemen Luar Negeri (SESPARLU).
2. Pendidikan dan latihan tidak berjenjang untuk berbagai keahlian
dan kejuruan.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
145
Pasal 17
Pendidikan yang diselenggarakan untuk Pejabat Diplomatik Konsuler,
Pejabat Administrasi dan Pejabat Sandi dibedakan satu dengan
lainnya sesuai dengan kebutuhan bidang masing-masing.
Pasal 18
Jenis, tujuan ruang lingkup, kwalifikasi pendidikan dan latihan serta
persyaratan masing-masing ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Luar Negeri.
BAB IX
ALIH GOLONGAN PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 19
Bagi Pejabat Administrasi dan Pejabat Sandi bila dibutuhkan oleh
Departemen Luar Negeri, dibuka kesempatan untuk beralih golongan
menjadi Pejabat Diplomatik Konsuler dengan syarat-syarat yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
BAB X
PENUGASAN PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 20
PDLN dapat ditugaskan di dalam negeri, di Perwakilan atau pada
Organisasi Internasional. Penugasan di dalam negeri dapat dilakukan
di Departemen Luar Negeri atau pada instansi Pemerintah lainnya.
Pasal 21
Penugasan pada dasarnya dilakukan untuk jangka waktu empat
tahun terkecuali apabila ditentukan lain oleh Menteri Luar Negeri.
Pasal 22
Masa penugasan dan penentuan jabatan bagi Pejabat yang
diperbantukan pada Departemen Luar Negeri ditentukan oleh Menteri
Luar Negeri.
146
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 23
Persyaratan jabatan baik di Departemen maupun di Perwakilan akan
diatur dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
BAB XII
PENGAKHIRAN DINAS
BAGI PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 24
Pengakhiran dinas bagi PDLN dapat terjadi karena :
1. Meninggal dunia.
2. Pensiun.
3. Atas permintaan sendiri.
4. Dinyatakan tidak memenuhi syarat kejasmanian dan kerohanian
bagi Dinas Luar Negeri.
5. Diberhentikan sebagai Pegawai Negeri.
6. Dicabut kedudukannya sebagai PDLN.
7. Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia.
BAB XIII
PERNIKAHAN
Pasal 25
1. Pernikahan para PDLN dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26
1. Seorang PDLN, apabila hendak menikah harus mengajukan
keterangan lengkap tentang calon isteri/suami kepada Menteri
Luar Negeri untuk menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian
izin menikah. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat
mengakibatkan yang bersangkutan dicabut kedudukannya
sebagai PDLN.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
147
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
Penyesuaian jabatan, tingkat dan gelar PDLN yang terdapat
sekarang, dengan adanya keputusan ini diatur sedemikian rupa agar
tidak merugikan Pejabat.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Pada saat berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Luar
Negeri Nomor SK. 2783/BU/XI/81/01, tanggal 15 September 1981
tentang Ketentuan Dasar Kepegawaian Dinas Luar Negeri serta
peraturan-peraturan lainnya yang bertentangan dengan keputusan
ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 29
Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Keputusan ini,
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
Pasal 30
Keputusan Menteri Luar Negeri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di :
Pada tanggal :
Jakarta
19 Agustus 1983
148
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
149
Menimbang
Mengingat
150
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
151
Pejabat Diplomatik/Konsuler,
Pejabat Administrasi,
Pejabat Komunikasi.
152
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
BAB III
PENERIMAAN DAN PENGANGKATAN
Pasal 3
(1) Untuk penerimaan dan pengangkatan sebagai Pegawai Dinas
Luar Negeri seorang calon harus memenuhi syarat-syarat umum
sebagai berikut :
a. Berkewarganegaraan Republik Indonesia karena kelahiran.
b. Fisik dan mental dinyatakan mampu untuk bertugas di mana
saja di seluruh dunia oleh instansi yang berwenang.
(2) Selain syarat-syarat umum tersebut harus pula dipenuhi syaratsyarat khusus :
a. Untuk Pejabat Diplomatik/konsuler
- Berumur setinggi-tingginya 28 tahun;
- Berijazah Sarjana Lengkap dari Perguruan Tinggi/
Universitas Negeri atau Swasta yang disamakan dari
jurusan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri;
- Lulus Pendidikan Dasar Pejabat Diplomatik/Konsuler yang
diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri.
b. Untuk Pejabat Administrasi :
- Berumur setinggi-tingginya 28 tahun;
- Berijazah Sarjana lengkap dari Perguruan-Tinggi/
Universitas Negeri atau Swasta yang disamakan dari
jurusan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri;
- Lulus Pendidikan Dasar Pejabat Administrasi Luar Negeri
yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri.
c. Untuk Pejabat Komunikasi :
- Berumur setinggi-tingginya 25 tahun;
- Berijazah Sarjana Muda dari Akademi Sandi Negara;
- Lulus Pendidikan Dasar Pejabat Komunikasi Lu-ar Negeri
yang diselenggarakan oleh atau untuk Departemen Luar
Negeri.
d. Untuk Pejabat Pembantu Komunikasi
- Berumur setinggi-tingginya 35 tahun
- Berijazah Sekolah Menengah Atas Negeri Jurusan Ilmu
Pasti-Alam/Sekolah Tehnik Negeri atau Swasta yang
disamakan, jurusan listrik;
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
153
154
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Pasal 7
Pendidikan yang diselenggarakan untuk Pejabat Diplomatik/Konsuler,
Pejabat Administrasi dan Pejabat Komunikasi dibedakan satu dengan
lainnya sesuai dengan kebutuhan bidang masing-masing.
Pasal 8
Jenis, tujuan, ruang lingkup, kualifikasi pendidikan dan latihan serta
persyaratan masing-masing ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Luar Negeri.
BAB V
KEPANGKATAN
Pasal 9
Jenjang kepangkatan Pegawai Dinas Luar Negeri adalah sebagai
berikut :
(1) Pejabat Diplomatik/Konsuler :
a. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat I
b. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat II
c. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat III
d. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat IV
e. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat V
f. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat VI
g. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat VII
h. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat VIII
(2) Pejabat Administrasi :
a. Pejabat Administrasi (PA) tingkat I
b. Pejabat Administrasi (PA) tingkat II
c. Pejabat Administrasi (PA) tingkat III
d. Pejabat Administrasi (PA) tingkat IV
e. Pejabat Administrasi (PA) tingkat V
f. Pejabat Administrasi (PA) tingkat VI.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
155
Pejabat Diplomatik;
b.
c.
Atase Teknis.
Pasal 11
156
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
157
Pasal 14
Gelar kepangkatan dapat diberikan sebagai gelar kepangkatan biasa,
gelar kepangkatan tituler dan gelar kepangkatan lokal :
(1). Gelar kepangkatan biasa diberikan kepada Pegawai Dinas Luar
Negeri sesuai dengan tingkat kepangkatannya;
(2). Gelar kepangkatan tituler/pribadi diberikan kepada pegawai negeri
bukan Pegawai Dinas Luar Negeri yang karena kebutuhan dinas
dianggap perlu memakai gelar kepangkatan;
(3). Gelar kepangkatan lokal diberikan kepada Pegawai Dinas Luar
Negeri yang karena suatu tugas tertentu perlu memakai gelar
lain dari pada gelar yang dapat diberikan sesuai dengan
tingkatnya.
Pasal 15
Gelar kepangkatan yang diberikan kepada Pegawaian Dinas Luar
Negeri yang ditentukan pada Perwakilan adalah :
(1). Gelar kepangkatan diplomatik yang diberikan kepada Pejabat
Diplomatik/Konsuler yang ditempatkan pada Perwakilan
diplomatik :
a. Duta Besar untuk PDK I
b. Minister untuk PDK II
c. Minister Counsellor untuk PDK III
d. Counsellor untuk PDK IV
e. Sekretaris Pertama untuk PDK V
f. Sekretaris Kedua untuk PDK VI
g. Sekretaris Ketiga untuk PDK VII
h. Atase untuk PDK VIII
(2). Gelar kepangkatan diplomatik yang diberikan kepada Pejabat
Administrasi yang ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik :
a. Counsellor (Administrasi) untuk PA I
b. Counsellor (Administrasi) untuk PA II
c. Sekretaris Pertama (Administrasi) untuk PA III
d. Sekretaris Kedua (Administrasi) untuk PA IV
e. Sekretaris Ketiga (Administrasi) untuk PA V
f. Atase (Administrasi) untuk PA VI
158
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Konsul
Konsul
Konsul
Konsul
Konsul
Konsul
Konsul
Konsul
Konsul
Konsul
Konsul
Konsul
untuk PA I
untuk PA II
untuk PA III
untuk PA IV
Muda untuk PA V
Muda untuk PA VI
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
159
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Konsul untuk PK I
Konsul untuk PK II
Konsul untuk PK III
Konsul Muda untuk PK IV
Konsul Muda untuk PK V
Konsul Muda untuk PK VI
Konsul Muda untuk PK VII
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
161
BAB XII
PERNIKAHAN
Pasal 24
(1) Untuk kepentingan dinas, Menteri Luar Negeri menetapkan
persyaratan khusus bagi calon istri atau calon suami Pegawai
Dinas Luar Negeri.
(2) Seorang calon Pegawai Dinas Luar Negeri yang sudah beristri
atau bersuami harus mengajukan keterangan lengkap tentang
istri atau/suaminya kepada Menteri Luar Negeri untuk menjadi
bahan pertimbangan dalam pemeriksaannya sebagai Pegawai
Dinas Luar Negeri.
(3) Seorang Pegawai Dinas Luar Negeri, apabila hendak menikah
harus mengajukan permohonan ijin kepada Menteri Luar Negeri
disertai keterangan lengkap tentang calon istri atau suaminya.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dalam ayat ini dapat
mengakibatkan yang bersangkutan diberhentikan sebagai
Pegawai Dinas Luar Negeri.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
Kepada para lulusan SESDILU angkatan VI Jurusan Administrasi
dan kepada para Pembantu Pejabat Pimpinan Administrasi
(PPPTULN) diberikan gelar Pejabat Administrasi tingkat VII dan/
atau Pejabat Administrasi tingkat VIII sesuai dengan ketentuan
yang akan diatur dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
Pasal 26
Pada saat berlakunya Keputusan ini, segala peraturan perundangundangan yang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
dalam Keputusan ini, tetap berlaku selama belum ada yang baru
berdasarkan Keputusan ini.
162
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Pada saat berlakunya Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi
Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor SK.102/BU/1/80/01, tanggal
15 Januari 1980 tentang Peraturan Dasar Kepegawaian Dinas Luar
Negeri.
Pasal 28
Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Keputusan ini,
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
Pasal 29
Keputusan Menteri Luar Negeri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 15 September 1981
MENTERI LUAR NEGERI
ttd
PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA
Disalin sesuai dengan aslinya:
Sub. Bagian Peraturan Perundang-undangan
Biro Kepegawaian,
ttd
SADEWO JOEDO, S.H
NIP. 020002155
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
163
Mengingat
164
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
165
Memperhatikan
Menetapkan
Pertama
Kedua
Ketiga
166
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI RI
NOMOR : SK. 30/OR/lII/84/01
TANGGAL : 24 MARET 1984
PEDOMAN TATA CARA PEMBINAAN
PEJABAT DEPARTEMEN LUAR NEGERI
BAB I
UMUM
Pasal 1
Pembinaan adalah setiap usaha untuk meningkatkan kemampuan
para pejabat junior oleh para pejabat senior di lingkungan
Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI.
Pasal 2
Para pejabat Departemen Luar Negeri sebagai insan Pancasila wajib
memiliki watak dan budi luhur, keuletan, semangat juang yang tinggi
serta ketrampilan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara
berdaya guna dan berhasil guna.
Pasal 3
Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki para pejabat senior
wajib dilestarikan dan dikembangkan oleh para pejabat junior baik di
Departemen Luar Negeri maupun di Perwakilan RI melalui pembinaan.
BAB II
TATA CARA PEMBINAAN
Pasal 4
Pembinaan tidak dalam bentuk formal, tetapi merupakan tindakan
sehari-hari dalam melaksanakan tugas dan dilakukan secara berlanjut
selama masih berdinas oleh setiap senior terhadap juniornya.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
167
BAB III
PELAKSANAAN
Pasal 5
Pembinaan pejabat Departemen Luar Negeri terdiri dan :
(1) Pembinaan mental meliputi;
a. pemberian tauladan sebagai insan Pancasila oleh pejabat
senior kepada pejabat junior;
b. ketaatan, kesetiaan, keuletan dan kegigihan dalam membela
Negara dan Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. pelaksanaan tugas dengan motivasi yang kuat, jujur,
berdisiplinr bersemangt, bertanggung jawab dan penuh
pengabdian untuk kepentingan bangsa dan negara;
d. sikap yang saleh, menjunjung tinggi kehormatan Negara,
Pemerintah martabat pejabat Departemen Luar Negeri
(2) Pembinaan ketrampilan meliputi :
a. tugas secara baik;
b. pengecekan hasil penugasan;
c. saran-saran perbaikan;
d. pemberian tauladan yang baik;
e. cara-cara pembinaan masyarakat secara umum.
BAB IV
LAIN-LAIN
Pasal 8
Kelalaian dalam melaksanakan pembinaan dapat mempengaruhi
conduite pejabat yang bersangkutan.
168
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
169
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
171
2.
3.
172
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
5.
6.
7.
173
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
175
176
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
b.
c.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
177
d.
e.
178
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
179
180
Anggota : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
9.
dan
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
(3)
(4)
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
181
Bagian Ketiga
Rapat Tim Pendukung Baperjakat
Pasal 17
Rapat Tim Pendukung Baperjakat diselenggarakan satu kali dalam
sebulan dan atau beberapa kali berdasarkan keperluan.
Bagian Keempat
Pertimbangan Tim Pendukung Baperjakat
Pasal 18
(1) Pertimbangan yang diterima dalam rapat Tim Pendukung
Baperjakat adalah sah apabila rapat dihadiri oleh paling sedikit
7 (tujuh) orang Anggota, termasuk Ketua.
(2) Pertimbangan Tim Pendukung Baperjakat diputuskan secara
musyawarah mufakat atau cara lain yang disepakati oleh rapat
Tim Pendukung Baperjakat
(3) Ketua Tim Pendukung Baperjakat menyampaikan pertimbangan
hasil rapat kepada Ketua Baperjakat paling lama satu minggu
setelah diadakannya rapat.
BAB V
ANGGARAN
Pasal 19
Segala sesuatu yang menyangkut biaya kegiatan Baperjakat dan
Tim Pendukung.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
(1) Pada saat berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini maka
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 131/KP/IX/95/01
182
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Juni 2002
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
N. HASSAN WIRAJUDA
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
183
: 1139/KP/V/2004/19
Kepada
Perihal
Merujuk perihal pokok Nota, dengan hormat disampaikan halhal sebagai berikut :
1. Rapat Tim Pendukung Baperjakat tanggal 20 April 2004 dan
tanggal 7 Mei 2004 telah merumuskan suatu Pedoman Mutasi
Pegawai ke Perwakilan, Pedoman Penarikan Pegawai dari
Perwakilan dan Orientasi Penempatan Pegawai ke Perwakilan
(terlampir).
2. Pedoman Mutasi Pegawai ke Perwakilan dan Pedoman Penarikan
Pegawai dari Perwakilan dimaksudkan sebagai panduan praktis
mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pegawai
yang akan berangkat ke perwakilan dan pegawai yang telah
kembali dari Perwakilan. Sedangkan Orientasi Penempatan
Pegawai dimaksudkan sebagai pengganti melopen dengan lebih
menekankan pemahaman hal-hal praktis dalam kaitannya dengan
pelaksanaan restrukturisasi perwakilan melalui pembekalan yang
diberikan oleh Unit-unit Kerja terkait di Deplu.
3. Sesuai dengan Pedoman Mutasi Pegawai ke Perwakilan, maka
proses yang harus diselesaikan sampai dilerbitkannya SK Menlu
184
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
185
186
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
187
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
189
B. Inspektorat Jenderal
Audit Internal (APIP)
Obyek Pemeriksaan
Subyek Pemeriksaan
Hasil Temuan Pemeriksaan di Perwakilan
Hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan pegawai (Code of
Conduct)
C. Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler
Perlindungan Warga Negara Indonesia dan BHI
Masalah-Masalah Konsuler
Keprotokolan
Pemberian Fasilitas Diplomatik
D. Direktorat Jenderal IDPPI
Diplomasi Publik Pengamanan Diplomatik Penyusunan Perjanjian
Internasional
E. BPPK
Kebijakan Pengkajian dan Pengembangan
F. Masalah-masalah Multilateral yang Menonjol di Bidang
POLSOSKAM dan EKUBANG
G. Kerjasama Bilateral dan Regional ASPASAF, AMEROP dan
ASEAN
190
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
BERITA RAHASIA
DEPETEMEN LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
PUSAT KOMUNIKASI
TGL. 17 JANUARI 1997
HER
191
BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENDANA BAGI NEGERA
SK / 2
:
:
:
:
020019
SEMUA KEPPRIS
SEKJEN
MENINGGALKAN DAERAH AKREDITASI
192
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENDANA BAGI NEGERA
SK / 2
:
:
:
:
:
040489
ALL KEPPRIS
MENLU RI DI TEHERAN
SEKJEN
IZIN UNTUK MENINGGALKAN
AKREDITASI (KE JAKARTA)
WILAYAH
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
193
194
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
8 : 14 AM
KONSEP NO : 5815
Tanggal : 030205
SEGERA
NO
: PL 0687/030305
PRO
: ALL KEPPRIS
EX
: SEKJEN
RE
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
195
(1) KEPALA PERWAKILAN DIPLOMATIK DAPAT MENINGGALKAN WILAYAH AKREDITASI SETELAH MENDAPAT IZIN
MENTERI LUAR NEGERI MELALUI SEKRETARIS JENDERAL,
(2) KEPALA PERWAKILAN KONSULER DAPAT MENINGGALKAN
WILAYAH KERJANYA SETELAH MENDAPAT IZIN MENTERI
LUAR NEGERI MELALUI SEKRETARIS JENDERAL DAN
MEMBERITAHUKAN KEPADA KEPALA PERWAKILAN
DIPLOMATIK YANG MEMBAWAHKANNYA.
4. SEHUBUNGAN DENGAN HALS TERSEBUT, SEKALI LAGI
DIMOHON PERHATIAN ALL KEPPRIS UNTUK KIRANYA DAPAT
MENGAJUKAN PERMINTAAN IZIN KEPADA MENTERI LUAR
NEGERI SETIAP KALI REPEAT SETIAP KALI AKAN
MENINGALKAN WILAYAH AKREDITASI.
DEMIKIAN, UMP ET ATAS KERJASAMANYA DIUCAPKAN TERIMA
KASIH TTKHBS.
DEPLU JAKARTA
CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, DJ PROTKONS, SAHLI
MANAJEMEN, KABAM, KARO KEU, KARO KEPEG, SUBAG
PROTOKOL BAM.
Biaya pengawatan dibebankan kepada DEPLU
PENTING !
Bila terjadi kesalahan pada salinan ini, mohon SEGERA menghubungi tlp.
3848627, atau 3441508 axt. 5020, 5021
196
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
II
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
197
198
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat
199
2.
200
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
3.
4.
5.
201
BAB IV
KEWAJIBAN PESERTA
Pasal 5
(1) Peserta wajib memberi keterangan secara tepat mengenai
dirinya beserta seluruh anggota keluarganya.
(2) Pengaturan atas ketentuan ayat (1) dilakukan oleh badan yang
diserahi tugas untuk menyelenggarakan Asuransi Sosial
sebagaimana termaksud dalam Pasal 13 dengan bekerjasama
dengan badan yang diserahi urusan kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
(1) Peserta wajib membayar iuran setiap bulan sebesar 8% (delapan
persen) dari penghasilan sebulan tanpa tunjangan pangan.
(2) Iuran sejumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
peruntukannya ditentukan sebagai berikut:
a. 4 3/4 % (empat tiga perempat persen) untuk pensiun;
b. 3 1/4 % (tiga seperempat persen) untuk tabungan hari tua.
(3) Besarnya iuran dan peruntukannya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat diubah dengan Keputusan
Presiden.
(4) Kewajiban membayar iuran dimaksud dalam ayat (1) dimulai
pada bulan peserta menerima penghasilan dan berakhir pada
akhir bulan yang bersangkutan berhenti sebagai peserta.
BAB V
SUMBANGAN PEMERINTAH
Pasal 7
Sejalan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf a, Pemerintah
tetap menanggung beban-beban sebagai berikut :
a.
b.
202
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
c.
pensiun
tabungan hari tua
Pasal 9
203
(3) Kepada peserta yang berhenti tanpa hak pensiun, baik yang
berhenti dengan hormat maupun tidak dengan hormat,
dibayarkan kembali nilai tunai iuran asuransi sosialnya.
Pasal 11
(1) Persyaratan, jumlah, dan tatacara pembayaran pensiun peserta
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Persyaratan, jumlah, dan tatacara pembayaran tabungan hari
tua dan perumahan diatur oleh Menteri yang bertanggung jawab
dalam bidang kepegawaian.
(3) Dalam hal Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
kepegawaian hendak mengubah peraturan mengenai
penggajian dan pensiun yang dapat membawa pengaruh pada
besamya iuran serta besarnya jaminan pensiun bagi Pegawai
Negeri Sipil maka terlebih dahulu berkonsultasi dengan Menteri.
BAB VII
SAAT BERHENTI SEBAGAI PESERTA
Pasal 12
Kedudukan sebagai peserta Asuransi Sosial berakhir dalam hal
peserta :
1.
meninggal dunia;
2.
204
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
205
Diundangkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 Juli 1981
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
SUDHARMONO, SH
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981
NOMOR 37
206
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
Mengingat :
207
208
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
2.
Sumbangan donatur.
3.
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
209
Pengelolaan
dana
210
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
Pasal 7
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan
ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam
penetapan Keputusan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Agustus 2000
MENTERI LUAR NEGERI RI
ttd
Dr. ALWI SHIHAB
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
211
Membaca
Menimbang
212
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
Mengingat
Pertama
Kedua
213
Ketiga
Keempat
2.
3.
4.
5.
6.
Arsip
214
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR : 22/PMK.05/2007
TENTANG
PEMBERIAN UANG MAKAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENTERI KEUANGAN;
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri sipil, selain gaji dan tunjangan
lainnya, kepadanya diberikan uang makan;
b. bahwa besaran tarif uang makan Pegawai Negeri
Sipil telah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 96/PMK.02/2006 tentang
Standar Biaya Tahun Anggaran 2007;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b di atas, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Pemberian Uang Makan bagi Pegawai
Negeri Sipil;
Mengingat
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
215
216
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
BAB II
PEMBERIAN UANG MAKAN
Pasal 2
1. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang bekerja pada hari kerja yang
ditetapkan diberikan uang makan.
2. Uang makan diberikan paling banyak 22 (dua puluh dua) hari
kerja dalam satu bulan.
3. Dalam hal hari kerja dalam 1 (satu) bulan melebihi 22 (dua
puluh dua) hari kerja, kepada Pegawai Negeri Sipil hanya diberikan
Uang Makan sebanyak 22 (dua puluh dua) hari kerja.
4. Dalam hal hari kerja dalam 1 (satu) bulan kurang dari 22 (dua
puluh dua) hari kerja, kepada Pegawai Negeri Sipil diberikan Uang
Makan sebanyak jumlah hari kerja pada bulan berkenaan.
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
217
Pasal 3
1. Besarnya uang makan yang diberikan kepada Pegawai Negeri
Sipil adalah sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per hari
kerja.
2. Uang makan dibayarkan sebulan sekali pada awal bulan
berikutnya.
Pasal 4
Uang Makan tidak diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang tidak
hadir pada hari kerja.
BAB III
TATA CARA PEMBAYARAN UANG MAKAN
Pasal 5
Pembayaran uang makan didasarkan pada daftar hadir Pegawai
Negeri Sipil.
Pasal 6
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran mengajukan Surat
Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) untuk pembayaran Uang
Makan Pegawai Negeri Sipil kepada Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) dengan dilampiri :
a. Daftar Perhitungan Uang Makan satuan kerja berkenaan; dan
b. Pernyataan tanggung jawab mutlak dari Pengguna Anggaran/
Kuasa Pengguna Anggaran.
BAB IV
KETENTUAN LAIN LAIN
Pasal 7
Prosedur dan tata cara permintaan serta pembayaran Uang Makan
Pegawai Negeri Sipil ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
218
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari
2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Februari 2007
MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Umum
u.b.
Kepala Bagian TU Departemen
ttd
Antonius Suharto
NIP. 060041107
KESEJAHTERAAN PEGAWAI
219
220
III
FORMASI
221
222
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
Mengingat :
FORMASI
223
224
FO RMASI
2.
225
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
226
FO RMASI
227
228
FO RMASI
FO RMASI
229
230
FO RMASI
Pasal 16
Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) dan Pasal 15 yang diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
diberikan pangkat :
a.
Juru Muda bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang I/a;
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
(1) Calon Pegawai Negeri Sipil yang tewas, diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil terhitung mulai awal bulan yang bersangkutan
dinyatakan tewas.
(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang cacat karena dinas, yang oleh
Tim Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam
semua jabatan negeri diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
terhitung mulai tanggal surat keterangan Tim Penguji Kesehatan
yang bersangkutan.
BAB VI
PEMBERHENTIAN
CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 18
(1) Calon Pegawai Negeri Sipil diberhentikan apabila :
a. mengajukan permohonan berhenti;
FO RMASI
231
b.
c.
d.
e.
232
FO RMASI
FO RMASI
233
234
FO RMASI
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
Mengingat
FO RMASI
235
PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 98 TAHUN 2000 TENTANG PENGADAAN
NEGERI SIPIL.
Pasal I
FO RMASI
g. berkelakuan baik;
h. sehat jasmani dan rohani;
i.
j.
237
FO RMASI
239
i.
j.
240
FO RMASI
241
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2002
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 98 TAHUN 2000
TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
I. UMUM
Dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999,
antara lain diatur bahwa Pegawai Negeri Sipil untuk mengisi formasi
yang lowong dalam suatu organisasi pada umumnya berdasarkan
kebutuhan.
Bahwa untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional,
bertanggung jawab, jujur dan adil, maka perlu mengubah
beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 98
Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil yang
melebihi usia 35 (tiga puluh lima) tahun dilaksanakan
berdasarkan kebutuhan, khususnya bagi mereka yang telah
mengabdi kepada instansi yang menunjang kepentingan
nasional sekurangkurangnya 5 (lima) tahun, sebelum
Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.
242
FO RMASI
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penetapan pengangkatan Calon
Pegawai Negeri Sipil tidak boleh berlaku surut dalam ketentuan
ini adalah apabila penetapannya pada bulan yang sedang
berjalan maka mulai berlakunya dalah tanggal 1 (satu) bulan
berikutnya.
Ayat (4)
Huruf a sampai dengan huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan Ijazah lain yang setara adalah
Ijazah yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang bobot
untuk memperolehnya setara dengan Ijazah Dokter/
Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister (S2) yang
penetapan kesetaraannya dilaksanakan oleh Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional.
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 11A
Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menerima surat
keputusan pengangkatan, segera melapor pada satuan
organisasi dan melaksanakan tugasnya.
FO RMASI
243
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Masa selama menjalankan tugas pemerintahan antara
lain masa penugasan sebagai :
a. Lokal Staf pada Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri;
b. Pegawai tidak tetap;
c. Perangkat Desa
d Pegawai/Tenaga pada Badan -badan Internasional.
e. Petugas pada pemerintahan lainnya yang
penghasilannya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Huruf d
Masa selama menjalankan kewajiban untuk membela
Negera, antara lain masa sebagai :
a. Prajurit wajib, dan
b. Sukarelawan.
Huruf e
Perusahaan milik Pemerintah terdiri dari Badan Usaha
Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan perusahaan yang
berbadan hukum termasuk perusahaan swasta asing yang
berbadan hukum.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
244
FO RMASI
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a sampai dengan huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Dalam ketentuan ini yang termasuk pengertian
keteranganketerangan atau buktibukti yang tidak benar
adalah apabila keterangan tersebut mengakibatkan
kerugian pada negara atau setelah diketahui
kebenarannya seharusnya tidak memenuhi syarat untuk
diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, misalnya pada
waktu melamar memberikan keterangan tidak pernah
diberhentikan tidak dengan hormat, pada hal pernah
dikenakan pemberhentian tersebut, dan lain sebagainya
yang serupa dengan itu.
Huruf h, i dan j
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Calon pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat,
apabila :
a. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang;
b. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik dan
telah mengajukan surat permohonan berhenti secara
tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian.
FO RMASI
245
246
FO RMASI
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat
FO RMASI
247
2.
3.
4.
b.
248
FO RMASI
Pasal 3
(1) Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing satuan
organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan
oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara, setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan
Kepegawaian Negara berdasarkan usul dari Pejabat Pembina
Kepegawaian Pusat.
(2) Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing
satuan organisasi Pemerintah Daerah setiap tahun anggaran
ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Pasal 4
(1) Formasi masing-masing satuan organisasi Negara disusun
berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan pegawai sesuai
dengan jabatan yang tersedia, dengan memperhatikan norma,
standar, dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Analisis kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan berdasarkan :
a. jenis pekerjaan;
b. sifat pekerjaan;
c. analisis beban kerja dan perkiraan kapasitas seorang Pegawai
Negeri Sipil dalam jangka waktu tertentu;
d. prinsip pelaksanaan pekerjaan; dan
e. peralatan yang tersedia.
Pasal 5
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut
oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 6
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 1976 tentang Formasi Pegawai Negeri
Sipil dan semua ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku.
FO RMASI
249
Pasal 7
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
DJOHAN EFFENDI
250
FO RMASI
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat
251
FO RMASI
FO RMASI
253
FO RMASI
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 54 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 97 TAHUN 2000
TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL
I.
UMUM
Sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999,
disebutkan bahwa jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri
Sipil yang diperlukan ditetapkan dalam formasi untuk jangka
waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang
harus dilaksanakan.
Sejalan dengan hal tersebut dan dalam rangka perencanaan
kepegawaian secara nasional serta terpenuhinya jumlah dan
mutu Pegawai Negeri Sipil pada satuan organisasi Negara, sesuai
dengan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan,
maka formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional ditetapkan
setiap tahun anggaran. Selanjutnya, berdasarkan formasi
Pegawai Negeri Sipil secara nasional tersebut ditetapkan formasi
Pegawai Negeri Sipil untuk masing-masing satuan organisasi
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/
Kota sesuai dengan kebutuhan.
Penetapan dan persetujuan penetapan Formasi Pegawai Negeri
Sipil Pusat dan Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam satu
kesatuan Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional tersebut
didasarkan atas usul Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat,
Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi, dan Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota.
Dalam Peraturan Pemerintah ini, Pejabat Pembina Kepegawaian
di lingkungan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil adalah Sekretaris Negara. Pada saat ini,
FO RMASI
255
256
FO RMASI
Ayat (2)
Formasi untuk suatu satuan organisasi Pemerintah
Daerah bagi :
a. Propinsi ditetapkan oleh Gubernur;
b. Kabupaten ditetapkan oleh Bupati; dan
c. Kota ditetapkan oleh Walikota.
Ayat (3)
Usul pengajuan formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat
disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat
yang bersangkutan kepada Menteri yang
bertanggung jawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara dan Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
Usul pengajuan Formasi Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan
disampaikan oleh Sekretaris Negara kepada Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara dan Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
Usul pengajuan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah
Propinsi disampaikan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Propinsi yang bersangkutan
kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
Usul pengajuan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah
Kabupaten/Kota disampaikan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan kepada Menteri yang bertanggung
jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan
Kepala Badan Kepegawaian Negara melalui Gubernur
selaku wakil Pemerintah.
Gubernur dalam mengajukan usul formasi Pegawai
Negeri Sipil Daerah dibuat secara kolektif dengan
merinci jumlah formasi yang dibutuhkan oleh
Pemerintah Daerah Propinsi dan masing-masing
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di lingkungan
Propinsi yang bersangkutan sesuai dengan yang
FO RMASI
257
258
FO RMASI
IV
PENGANGKATAN
259
260
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat
261
262
PENGANGKATAN
PENGANGKATAN
263
PENGANGKATAN
Pasal 6
Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pejabat
Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian
Daerah perlu memperhatikan faktor senioritas dalam kepangkatan,
usia, pendidikan dan pelatihan jabatan dan pengalaman yang dimiliki.
Pasal 7
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural belum
mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai
dengan tingkat jabatan struktural, wajib mengikuti dan lulus pendidikan
dan pelatihan kepemimpinan selambat-lambatnya 12 (dua belas)
bulan sejak yang bersangkutan dilantik.
Pasal 8
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural tidak dapat
menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan struktural maupun
jabatan fungsional.
Pasal 9
(1) Untuk kepentingan dinas dan dalam rangka memperluas
pengalaman, kemampuan dan memperkokoh persatuan dan
kesatuan bangsa, diselenggarakan perpindahan tugas dan/atau
perpindahan wilayah kerja.
(2) Secara normal perpindahan tugas dan/atau perpindahan wilayah
kerja dapat dilakukan dalam waktu antara 2 (dua) sampai 5
(lima) tahun sejak seseorang diangkat dalam jabatan struktural.
(3) Biaya pindah dan penyediaan perumahan sebagai akibat
perpindahan wilayah kerja, dibebankan kepada negara sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 10
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari jabatan struktural karena :
a. mengundurkan diri dari jabatan yang didudukinya;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil;
d. diangkat dalam jabatan struktural lain atau jabatan fungsional;
PENGANGKATAN
265
PENGANGKATAN
PENGANGKATAN
267
Pasal 16
(1) Ketua dan Sekretaris Baperjakat Instansi Pusat adalah Pejabat
Eselon I dan Pejabat Eselon II yang secara fungsional
bertanggung jawab di bidang kepegawaian dengan anggota
Pejabat Eselon I lainnya.
(2) Bagi Instansi Pusat yang hanya terdapat 1 (satu) Pejabat Eselon
I, Ketua dan Sekretaris Baperjakat adalah Pejabat Eselon II dan
Pejabat Eselon III yang secara fungsional bertanggung jawab di
bidang kepegawaian dengan anggota Pejabat Eselon II lainnya.
(3) Ketua Baperjakat Instansi Daerah Propinsi adalah Sekretaris
Daerah Propinsi, dengan anggota para Pejabat Eselon II dan
Sekretaris secara fungsional dijabat oleh pejabat yang
bertanggung jawab di bidang kepegawaian.
(4) Ketua Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten/Kota adalah
Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, dengan anggota para
Pejabat Eselon III dan Sekretaris secara fungsional dijabat oleh
pejabat yang bertanggungjawab di bidang kepegawaian.
(5) Masa keanggotaan Baperjakat adalah paling lama 3 (tiga) tahun
dan dapat diangkat kembali untuk masa keanggotaan berikutnya.
BAB VI
TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL
Pasal 17
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural,
diberikan tunjangan jabatan struktural.
(2) Tunjangan jabatan struktural sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diberikan sejak pelantikan.
(3) Tunjangan jabatan struktural ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18
(1) Untuk pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara nasional Badan
Kepegawaian Negara menyusun informasi jabatan struktural.
268
PENGANGKATAN
PENGANGKATAN
269
Pasal 23
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Tahun 1994
Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3546), sebagaimana
telah dua kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
67 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3775), dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 24
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 OMOR 197
270
PENGANGKATAN
LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 100 Tahun 2000
Tanggal : 10 Nopember 2000
ESELON DAN JENJANG PANGKAT JABATAN STRUKTURAL
Jenjang Pangkat, Golongan / Ruang
Eselon
Ia
Ib
II a
II b
III a
III b
IV a
IV b
Tertinggi
Pangkat
Gol / Ruang
Pangkat
Gol / Ruang
IV / d
IV / c
IV / c
IV / b
IV / a
III / d
III / c
III / b
Pembina Utama
Pembina Utama
Pembina Utama Madya
Pembina Utama Muda
Pembina Tingkat I
Pembina
Penata Tingkat I
Penata
IV / e
IV / e
IV / d
IV / c
IV / b
IV / a
III / d
III / c
PENGANGKATAN
271
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 100 TAHUN 2000
TENTANG
PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM
JABATAN STRUKTURAL
I. UMUM
Dalam era globalisasi yang sarat dengan tantangan, persaingan
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta untuk
mencapai efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan tugas
pemerintahan, tidak ada alternatif lain kecuali peningkatan kualitas
profesionalisme Pegawai Negeri Sipil yang memiliki keunggulan
kompetitif dan memegang teguh etika birokrasi dalam
memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan
dan keinginan masyarakat.
Untuk menciptakan sosok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
simaksud di atas, maka dipandang perlu menetapkan kembali
norma pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan
struktural secara sistematik dan terukur mampu menampilkan
sosok pejabat struktural yang profesional sekaligus berfungsi
sebagai pemersatu serta perekat Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan tetap memperhatikan perkembangan dan
intensitas tuntutan keterbukaan, demokratisasi, perlindungan
hak asasi manusia dan lingkungan hidup.
Untuk mencapai obyektivitas dan keadilan dalam pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan
struktural, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini juga
menerapkan nilai-nilai impersonal, keterbukaan dan penetapan
persyaratan jabatan yang terukur bagi Pegawai Negeri Sipil.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
272
PENGANGKATAN
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Penetapan jenjang pangkat untuk masing-masing
eselon adalah merupakan tindak lanjut dari prinsip
pembinaan karier dalam jabatan struktural, yaitu
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan
struktural pangkatnya harus sesuai dengan pangkat
yang ditentukan untuk jabatannya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan :
- Bobot tugas adalah nilai suatu tugas yang antara
lain ditentukan atas dasar berat ringannya beban
tugas, luasnya lingkup tugas, tanggung jawab,
wewenang dan dampak yang ditimbulkan.
- Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang
Pegawai Negeri Sipil untuk menyelesaikan pekerjaan
yang diserahkan kepadanya dan tepat pada
waktunya serta berani menanggung resiko atas
keputusan yang diambilnya atau tindakan yang
dilakukannya.
- Wewenang adalah keabsahan tindakan yang dimiliki
oleh Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan
struktural agar dapat menentukan tata cara dan
tindakan yang perlu diambil dalam melaksanakan
dan menyelesaikan tugas pekerjaannya.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
PENGANGKATAN
273
Ayat (2)
Pelantikan Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat
dalam jabatan struktural dilakukan selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari sejak penetapan
pengangkatannnya.
Pasal 5
Huruf a
Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat dalam
jabatan struktural karena Calon Pegawai Negeri Sipil
tersebut masih dalam masa percobaan dan kepadanya
belum diberikan pangkat, sedangkan untuk menduduki
jabatan struktural antara lain disyaratkan pangkat sesuai
dengan sebelumnya.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang
dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa
pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang
diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
274
PENGANGKATAN
Pasal 8
Untuk optimalisasi kinerja, disiplin dan akuntabilitas pejabat
struktural serta menyadari akan keterbatasan kemampuan
manusia, sudah selayaknya dilarang adanya rangkapan
jabatan, baik antara jabatan struktural dengan jabatan
struktural atau antara jabatan struktural dengan jabatan
fungsional.
Pasal 9
Ayat (1)
Perpindahan wilayah kerja dalam ketentuan ini
dimungkinkan untuk perpindahan wilayah kerja pejabat
struktural Eselon III ke atas, yaitu perpindahan antara
Kabupaten/Kota, perpindahan dari Kabupaten Kota ke
Propinsi, atau sebaliknya, perpindahan dari Kabupaten/
Kota/Propinsi ke Instansi Pusat atau sebaliknya,
perpindahan antar Instansi dan lain sebagainya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Biaya pindah dan penyediaan perumahan hanya
diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dipindahkan
karena dinas.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Pola dasar karier adalah pedoman yang memuat teknik
dan metode penyusunan pola karier dengan
menggunakan unsur-unsur antara lain pendidikan
formal, pendidikan dan pelatihan, usia, masa kerja,
pangkat, golongan ruang dan tingkat jabatan.
PENGANGKATAN
275
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1) sampai dengan Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Perpanjangan batas usia pensiun dalam ayat ini
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Ayat (1) sampai dengan Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1) sampai dengan Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1) sampai dengan Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1) sampai dengan Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
276
PENGANGKATAN
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
PENGANGKATAN
277
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
Mengingat
278
PENGANGKATAN
PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 100 TAHUN 2000 TENTANG
PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DALAM JABATAN STRUKTURAL.
PENGANGKATAN
279
Pasal 1
beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun
2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan
Struktural diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 3
(1) Eselon tertinggi sampai dengan eselon terendah dan jenjang
pangkat untuk setiap eselon adalah sebagaimana tersebut
dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
(2) Penetapan eselon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ditetapkan berdasarkan penilaian atas bobot tugas, tanggung
jawab, dan wewenang.
(3) Penempatan eselon V dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan yang berlaku.
(4) Penetapan eselon V sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) dilaksanakan dengan memperhatikan :
a.
b.
c.
d.
kebutuhan, organisasi;
rentang kendali;
kondisi, geografis;
karakteristik tugas pokok dan fungsi jabatan yang
berhubungan langsung dengan pelayanan kepada
masyarakat;
PENGANGKATAN
281
PENGANGKATAN
LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
: 13 tahun 2002
TANGGAL
: 17 April 2002
Ia
Ib
IV/c
Pembina Utama
IV/a
IIa
IV/c
IV/d
IIb
Pembina Tingkat I
IV/b
IV/c
IIIa
Pembina
IV/a
Pembina Tingkat I
IV/b
IIIb
Penata Tingkat I
III/d
Pembina
IV/a
IVa
Penata
III/c
Penata Tingkat I
IV/d
IVb
III/b
Penata
IV/c
Va
Penata Muda
III/a
IV/b
No
Eselon
Gol/
Ruang
IV/a
PENGANGKATAN
283
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENGANGKATAN
PENGANGKATAN
285
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PENGANGKATAN TENAGA HONORER
MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL.
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan
untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah
atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
2. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang berwenang
mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai
Negeri Sipil di lingkungannya sesuai dengan peraturan perundangundangan.
3. Instansi adalah instansi pemerintah pusat dan instansi pemerintah
daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Pasal 2
Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga tertentu pada instansi pemerintah.
Pasal 3
(1) Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas sebagai :
a. Tenaga guru;
b. Tenaga kesehatan pada unit pelayanan kesehatan;
c. Tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan peternakan;
dan
d. Tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah.
(2) Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didasarkan pada usia dan masa kerja sebagai berikut :
286
PENGANGKATAN
287
PENGANGKATAN
PENGANGKATAN
289
Pasal 13
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut
oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 14
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Nopember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Nopember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN
290
PENGANGKATAN
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48 TAHUN 2005
TENTANG
PENGANGKATAN TENAGA HONORER
MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
I. UMUM
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, baik
pada pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah,
sebagian dilakukan oleh tenaga honorer. Di antara tenaga honorer
tersebut ada yang telah lama bekerja kepada pemerintah dan
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh pemerintah.
Mengingat masa bekerja mereka sudah lama dan
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh pemerintah, dalam
kenyataannya sebagian tenaga honorer tersebut telah berusia
lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil, maka bagi mereka perlu diberikan perlakuan secara
khusus dalam pengangkatan menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
Dengan Peraturan Pemerintah ini, bagi tenaga honorer yang
berusia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan telah
bekerja 20 (dua puluh) tahun atau lebih, dapat diangkat menjadi
Calon Pegawai Negeri Sipil, setelah melalui seleksi administratif,
disiplin, integritas, kesehatan, dan kompetensi.
Selanjutnya bagi tenaga honorer yang telah bekerja kurang
dari 20 (dua puluh) tahun, pengangkatannya menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil selain melalui seleksi administratif, disiplin,
integritas, kesehatan, dan kompetensi, mereka juga diwajibkan
mengisi/menjawab daftar pertanyaan mengenai pengetahuan
tata pemerintahan/kepemerintahan yang baik antar sesama
tenaga honorer yang pelaksanaannya dilakukan terpisah dari
pelamar umum yang bukan tenaga honorer, dengan
pengelompokan sebagai berikut :
PENGANGKATAN
291
PENGANGKATAN
Pasal 3
Ayat (1)
Tenaga honorer yang ditentukan dalam ayat ini
menunjukkan prioritas jenis tenaga honorer yang
dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
Yang dimaksud dengan tenaga teknis lainnya pada
huruf d dalam ayat ini adalah tenaga teknis yang
bersifat operasional dalam rangka pelaksanaan tugas
pokok instansi dan bukan tenaga teknis administratif.
Ayat (2)
Penentuan batas usia dihitung sampai dengan
pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
Penentuan jumlah dan batas masa kerja dihitung
mulai sejak pengangkatan sebagai tenaga honorer
sampai dengan 1 Desember 2005. Dengan demikian
jumlah dan batas masa kerja untuk tahun berikutnya
ditambah1 (satu) tahun, dan seterusnya, apabila
berlakunya pengangkatan menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil setiap tanggal 1 Desember tahun
anggaran yang berjalan.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan :
a. Disiplin dan integritas adalah bahwa selama menjadi
tenaga honorer melakukan tugasnya dengan baik
dan disiplin serta mempunyai integritas tinggi yang
dibuktikan dengan surat pernyataan oleh atasan
langsungnya serta disahkan kebenarannya oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain
yang ditunjuk sekurang-kurangnya pejabat
struktural eselon II.
b. Kesehatan adalah tenaga honorer tersebut sehat
jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat
keterangan dari dokter.
Tenaga honorer penyandang cacat tidak berarti
yang bersangkutan tidak sehat jasmani dan
PENGANGKATAN
293
PENGANGKATAN
295
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Materi pertanyaan yang disiapkan oleh Tim Koordinasi
Tingkat Nasional dimaksudkan untuk mengetahui
pemahaman tenaga honorer mengenai tata
pemerintahan/kepemerintahan yang baik, digunakan
sebagai bahan dalam melakukan pembinaan
selanjutnya setelah diangkat menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil. Materi pertanyaan tersebut bukan
merupakan ujian penyaringan untuk penentuan
kelulusan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
296
PENGANGKATAN
Pasal 14
Cukup jelas.
PENGANGKATAN
297
WAKIL PRESIDEN
REPUBLK INDONESIA
Jakarta, 5 Pebruari 2000.
Nomor
Sifat
Lampiran
Perihal
: B-01/Wk.Pres/Set/ll/2000
: Penting/segera
:
1.
: Pengangkatan, pemindahan
dan pemberhentian dalam
2.
dan dari Jabatan Struktural 3.
Eselon
4.
Kepada Yth,
PENGANGKATAN
299
:
:
:
:
K-26-25/V.7-46/99
Penting
1 (satu) lembar
Tatacara pengangkatan
PNS sebagai
PelaksanaTugas
300
PENGANGKATAN
301
Tembusan :
1. Semua Kepala Biro Kepegawaian Departemen;
2. Kepala Biro Kepegawaian Kejaksaan Agung;
3. Semua Kepala Biro Kepegawaian Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara;
4. Semua Kepala Biro Kepegawaian/Kepala Bagian Kepegawaian
Lembaga Pemerintah Non Departemen;
5. Semua Kepala Biro Kepegawaian Sekretariat Wilayah Daerah
Tingkat I;
6. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II;
7. Semua Kepala Kantor Wilayah Badan Administrasi Kepegawaian
Negara.
302
PENGANGKATAN
PENGANGKATAN
303
304
PENGANGKATAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
305
306
Angka Pokok 55
2. Golongan III/c
Angka Pokok 52
PENGANGKATAN
3. Golongan III/a
dan
4. Golongan II/c
dan
PENGANGKATAN
307
308
PENGANGKATAN
Jakarta,
Agustus 1979
Nomor
: 6314/79/12
Lampiran : Perihal
: Kuasa Usaha Sementara Kepada Yth,
Semua Kepala Perwakilan
Repubiik Indonesia
di
Luar Negeri
Sehubungan dengan adanya pertanyaan-pertanyaan mengenai
pejabat yang dapat memimpin suatu Perwakilan selama Kepala
Perwakilan tidak ada di tempat karena bepergian keluar daerah
jabatannya ataupun karena beberapa hal berhalangan menjalankan
tugasnya, bersama ini kami merasa perlu menegaskan hal-hal
sebagai berikut :
1. Yang dapat memimpin Perwakilan RI sebagai Kuasa Usaha
Sementara adalah pejabat Departemen Luar Negeri yang
berstatus Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) dengan gelar
tertinggi di Perwakilan.
2. Apabila di Perwakilan ada dua pejabat yang mempunyai jabatan
Kuasa Usaha Sementara ialah pejabat yang lebih dahulu
preseance-nya (lebih dahulu/lebih lama di tempat).
3. Ketentuan ini berlaku baik di Perwakilan tingkat Kedutaan Besar,
Konsulat Jenderal/Konsulat ataupun di Perutusan Tetap RI di
PBB.
4. Sekiranya ada hal-hal yang tidak dapat diatur menurut ketentuan
diatas akan diputuskan oleh Pusat.
Demikian agar ketentuan di atas di perhatikan dan di laksanakan
dengan sebaik-baiknya.
A.n. MENTERI LUAR NEGERI
Sekretaris Jenderal
ttd
B. S. A R I F I N
NIP. 02000077O
PENGANGKATAN
309
310
PENGANGKATAN
V
PEMBERHENTIAN
311
312
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
313
314
PEMBERHENTIAN
315
316
PEMBERHENTIAN
Bagian Keempat
Pemberhentian Karena Melakukan Pelanggaran/Tindak
Penyelewengan
Pasal 8
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil karena :
a. melanggar Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil, Sumpah/Janji
Jabatan Negeri atau Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; atau
b. dihukum penjara, berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena dengan sengaja
melakukan suatu tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana penjara setinggi-tingginya 4 (empat) tahun, atau diancam
dengan pidana yang lebih berat.
Pasal 9
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil apabila dipidana penjara atau kurungan
berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, karena :
a. melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak
pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; atau
b. melakukan suatu tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 104 sampai dengan Pasal 161 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana.
Pasal 10
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil apabila ternyata melakukan usaha atau kegiatan
yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau Undang-Undang Dasar
1945 atau teRIibat dalam gerakan atau melakukan kegiatan yang
menentang Negara dan atau Pemerintah.
PEMBERHENTIAN
317
Bagian Kelima
Pemberhentian Karena Tidak Cakap Jasmani Atau Rohani
Pasal 11
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan mendapat
hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku apabila berdasarkan surat keterangan Tim Penguji
Kesehatan dinyatakan
a. tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri karena
kesehatannya; atau
b. menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya
sendiri dan atau lingkungan kerjanya; atau
c. setelah berakhirnya cuti sakit, belum mampu bekerja kembali.
Bagian Keenam
Pemberhentian Karena Meninggalkan Tugas
Pasal 12
1. Pegawai Negeri Sipil yang meninggalkan tugasnya secara tidak
sah dalam waktu 2 (dua) bulan terus menerus, diberhentikan
pembayaran gajinya mulai bulan ketiga.
2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
dalam waktu kurang dari 6 (enam) bulan melaporkan diri kepada
pimpinan instansinya, dapat :
a. ditugaskan kembali apabila ketidakhadirannya itu karena ada
alasan-alasan yang dapat diterima; atau
b. diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai Negeri Sipil,
apabila ketidakhadirannya itu adalah karena kelalaian Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan dan menurut pendapat pejabat
yang berwenang akan mengganggu suasana kerja, jika ia
ditugaskan kembali.
3. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
yang dalam waktu 6 (enam) bulan terus menerus meninggalkan
tugasnya secara tidak sah, diberhentikan tidak dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil.
318
PEMBERHENTIAN
Bagian Ketujuh
Pemberhentian Karena Meninggal Dunia Atau Hilang
Pasal 13
Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia dengan sendirinya
dianggap diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 14
1. Pegawai Negeri Sipil yang hilang, dianggap telah meninggal dunia
pada akhir bulan ke 12 (dua belas) sejak ia dinyatakan hilang.
2. Pernyataan hilang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibuat
oleh pejabat yang berwenang berdasarkan surat keterangan
atau berita acara dari pejabat yang berwajib.
3. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
yang kemudian diketemukan kembali dan masih hidup, diangkat
kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan gajinya dibayar penuh
terhitung sejak dianggap meninggal dunia dengan
memperhitungkan hak-hak kepegawaian yang telah diterima oleh
keluarganya.
Bagian Kedelapan
Pemberhentian Karena Hal-hal Lain
Pasal 15
1. Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada
instansi induknya setelah habis menjalankan cuti di luar
tanggungan negara, diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
2. Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kepada instansi induknya
setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara,
tetapi tidak dapat dipekerjakan kembali karena tidak ada lowongan,
diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak-hak
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
PEMBERHENTIAN
319
BAB III
HAK-HAK KEPEGAWAIAN
Bagian Pertama
Hak-hak Pegawai Negeri Sipil Yang Diberhentikan Dengan Hormat.
Pasal 16
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberikan hak-hak kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 17
1. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal
11 huruf b dan huruf c, dan Pasal 15 ayat (2) :
a. diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
dengan hak pensiun, apabila telah mencapai usia sekurangkurangnya (lima puluh) tahun dan memiliki masa kerja pensiun
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun;
b. diberhentikan dengan hormat dari Jabatan Negeri dengan
mendapat uang tunggu, apabila belum memenuhi syaratsyarat usia dan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.
2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf
a, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
dengan hak pensiun :
a. tanpa terikat pada masa kerja pensiun, apabila oleh Tim
Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam
semua Jabatan Negeri, karena kesehatannya yang
disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban
jabatan;
b. jika telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 4
(empat) tahun, apabila oleh Tim Penguji Kesehatan
dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan
Negeri, karena kesehatannya yang bukan disebabkan oleh
dan karena ia menjalankan kewajiban jabatan.
320
PEMBERHENTIAN
Pasal 18
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil karena mencapai batas usia pensiun, berhak
atas pensiun apabila ia memiliki masa kerja pensiun sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun.
Bagian Kedua
Uang Tunggu
Pasal 19
1. Uang tunggu diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang tiap-tiap kali paling lama 1 (satu) tahun.
2. Pemberian uang tunggu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tidak boleh lebih lama dari 5 (lima) tahun.
Pasal 20
1. Besarnya uang tunggu adalah :
a. 80% (delapan puluh persen) dari gaji pokok untuk tahun
pertama;
b. 75% (tujuh puluh lima persen) dari gaji pokok untuk tahuntahun selanjutnya.
2. Uang tunggu diberikan mulai bulan berikutnya, dari bulan Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat
dari Jabatan Negeri.
Pasal 21
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu, diberikan
kenaikan gaji berkala, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan
tunjangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 22
Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu diwajibkan :
a. melaporkan diri kepada pejabat yang berwenang, setiap kali
selambat-lambatnya sebulan sebelum berakhirnya pemberian
uang tunggu;
PEMBERHENTIAN
321
322
PEMBERHENTIAN
Pasal 27
1. Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian sementara,
pada saat ia mencapai batas usia pensiun, diberhentikan
pembayaran gajinya.
2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
yang ternyata tidak bersalah berdasarkan keputusan Pengadilan
yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan
mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, terhitung sejak akhir bulan
dicapainya batas usia pensiun.
3. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
yang dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
karena melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, apabila diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil, mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, terhitung sejak
akhir bulan dicapainya batas usia pensiun.
4. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
yang dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
karena melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil terhitung sejak akhir bulan dicapainya batas
usia pensiun.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), berlaku bagi
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil karena dipidana penjara berdasarkan
keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap, karena melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8.
Pasal 28
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dan
dibebaskan dari jabatan organiknya, pada saat ia mencapai usia 56
(lima puluh enam) tahun diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil, dengan mendapat hak-hak kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PEMBERHENTIAN
323
Pasal 29
Setiap pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, berlaku terhitung sejak
akhir bulan pemberhentian yang bersangkutan.
Pasal 30
Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah
ini telah mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun atau lebih,
tetapi belum dikeluarkan surat keputusan pemberhentiannya sebagai
Pegawai Negeri Sipil dan tidak dibebaskan dari jabatannya, maka
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi
mereka.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini,
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 32
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini,
ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal 33
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku
lagi :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1951 tentang Peraturan
Yang Mengatur Penghasilan Pegawai Negeri Warga Negara Yang
Tidak Atas Kemauan Sendiri Diberhentikan Dengan Hormat Dari
Pekerjaannya (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 27.
Tambahan Lembaran Negara Nomor 93);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1958 tentang
Peremajaan Alat-alat Negara (Lembaran Negara Tahun 1958
Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1686);
324
PEMBERHENTIAN
PEMBERHENTIAN
325
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 1979
TENTANG
PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
UMUM
Ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
yang sekarang berlaku, diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan, dan materinyapun ada yang tidak sesuai dengan keadaan
dewasa ini, oleh sebab itu perlu disederhanakan dan disempurnakan.
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur berbagai ketentuan tentang
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan jiwa Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka syarat-syarat
dan cara-cara pemberhentian Pegawai Negeri Sipil menjadi lebih
jelas dan seragam, sehingga memudahkan pelaksanaan tugas para
pejabat yang berwenang.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Pada prinsipnya Pegawai Negeri Sipil yang meminta
berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (2)
Penundaan atas permintaan berhenti dari seorang
Pegawai Negeri Sipil, hanyalah didasarkan semata-mata
untuk kepentingan dinas yang mendesak, umpamanya
326
PEMBERHENTIAN
PEMBERHENTIAN
327
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil yang tidak lagi memangku jabatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dan tidak ada
rencana untuk diangkat lagi dalam jabatan yang sama
atau jabatan yang lebih tinggi, maka ia diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 5
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini,
dilakukan secara tertulis oleh pimpinan instansi dari Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan untuk semua golongan jangka
waktu 1 (satu) tahun itu dipandang cukup bagi Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan untuk menyelesaikan segala sesuatu
yang berhubungan dengan tugasnya. Dalam waktu 1 (satu)
tahun itu, pimpinan instansi yang bersangkutan harus sudah
menyelesaikan segala sesuatu yang menyangkut tata usaha
kepegawaian, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
dapat menerima hak-haknya tepat pada waktunya.
Pasal 6
Organisasi bukan tujuan, tetapi organisasi adalah alat dalam
melaksanakan tugas pokok, oleh sebab itu susunan suatu
satuan organisasi harus disesuaikan dengan perkembangan
tugas pokok, sehingga dengan demikian dapat dicapai
dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya.
Perubahan satuan organisasi negara adakalanya
mengakibatkan kelebihan Pegawai Negeri Sipil. Apabila terjadi
hal yang sedemikian, maka Pegawai Negeri Sipil yang lebih itu
disalurkan pada satuan organisasi negara yang lainnya.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam pasal ini, dapat dilakukan dengan hormat atau tidak
dengan hormat, satu dan lain hal tergantung pada
328
PEMBERHENTIAN
PEMBERHENTIAN
329
Ketentuan ini tidak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang hanya
dijatuhi pidana percobaan.
Huruf a
Pada dasarnya jabatan yang diberikan kepada seorang
Pegawai Sipil adalah merupakan kepercayaan dari negara
yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil dipidana penjara
atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena
melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau
tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan
jabatan atau pekerjaannya, maka Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan harus diberhentikan tidak dengan
hormat karena telah menyalahgunakan kepercayaan
yang diberikan kepadanya.
Tindak pidana kejahatan jabatan yang dimaksud, antara
lain adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413
sampai dengan Pasal 436 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana.
Huruf b
Tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 104 sampai dengan Pasal 161 KUHP, adalah tindak
pidana kejahatan yang berat, karena tindak pidana
kejahatan itu, adalah tindak pidana kejahatan terhadap
keamanan Negara, kejahatan yang melanggar martabat
Presiden dan Wakil Presiden, kejahatan terhadap Negara
dan Kepala Negara/Wakil Kepala Negara sahabat,
kejahatan mengenai perlakuan kewajiban Negara, hakhak Negara, dan kejahatan terhadap ketertiban umum.
Berhubung dengan itu, maka Pegawai Negeri Sipil yang
melakukan tindak pidana tersebut harus diberhentikan
tidak dengan hormat.
Pasal 10
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara,
dan Abdi Masyarakat yang ternyata telah melakukan usaha
atau kegiatan yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau
Undang-Undang Dasar 1945, atau teRIibat dengan gerakan
330
PEMBERHENTIAN
331
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat
ini, dapat ditugaskan kembali atau dapat pula
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri
Sipil.
Huruf a
Apabila alasan-alasan meninggalkan tugas secara tidak
sah itu dapat diterima oleh pejabat yang berwenang,
maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat
ditugaskan kembali setelah lebih dahulu dijatuhi hukuman
disiplin Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Huruf b
Apabila alasan-alasan meninggalkan tugas secara tidak
sah itu tidak dapat diterima oleh pejabat yang berwenang,
atau apabila menurut pendapat pejabat yang berwenang
akan mungkin mengganggu suasana atau disiplin kerja
apabila Pegawai negeri Sipil yang bersangkutan ditugaskan
kembali, maka Pegawai Negeri Sipil tersebut diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil mulai pada
bulan dihentikan pembayaran gajinya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Untuk kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka pimpinan
instansi yang bersangkutan membuat surat keterangan
meninggal dunia.
Pasal 14
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang hilang selama 12 (dua belas)
bulan, dianggap sebagai Pegawai Negeri Sipil yang masih
tetap bekerja, oleh sebab itu gaji dan penghasilan lainnya
yang berhak diterimanya diterimakan kepada
keluarganya. Yaitu istri, suami, atau anak yang sah.
Apabila setelah jangka waktu masa 12 (dua belas) bulan
332
PEMBERHENTIAN
333
334
PEMBERHENTIAN
Pasal 21
Penerima uang tunggu masih tetap berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil oleh sebab itu kepadanya diberikan kenaikan gaji
berkala, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan
lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penilaian pelaksanaan pekerjaan yang digunakan sebagai dasar
untuk pemberian kenaikan gaji berkala, adalah penilaian
pelaksanaan pekerjaan terakhir sebelum Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari Jabatan
Negeri. Gaji pokok terakhir setelah mendapat kenaikan gaji
berkala digunakan sebagai dasar pemberian uang tunggu.
Pasal 22
Huruf a
Pelapor diri sebagaimana dimaksud dalam huruf ini,
dilakukan melalui saluran hierarki.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini,
dilakukan dengan memperhatikan keahlian, pengalaman,
dan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
PEMBERHENTIAN
335
Pasal 26
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, adalah
semua penghasilan sebagai Pegawai Negeri Sipil, kecuali
tunjangan jabatan.
Pasal 27
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian
sementara, adalah karena dituduh melakukan sesuatu
tindak pidana, oleh sebab itu belum dapat dipastikan
apakah ia bersalah atau tidak.
Selama Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dikenakan
pemberhentian sementara, ia menerima bahagian
gajinya.
Apabila pada waktu sedang menjalani pemberhentian
sementara ia mencapai batas usia pensiun, maka
pembayaran bahagian gajinya dihentikan, sehingga
dengan demikian dapat dihindarkan kemungkinan
kerugian terhadap keuangan Negara.
Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan
setelah ada keputusan pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 28 sampai dengan Pasal 34
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR : 3149
336
PEMBERHENTIAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
337
338
PEMBERHENTIAN
PEMBERHENTIAN
339
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
Mengingat
340
PEMBERHENTIAN
PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PENETAPAN PENSIUN POKOK PENSIUNAN
PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN JANDA/DUDANYA.
Pasal 1
341
342
PEMBERHENTIAN
PEMBERHENTIAN
343
344
PEMBERHENTIAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat
PEMBERHENTIAN
345
b.
c.
d.
e.
f.
g.
346
PEMBERHENTIAN
h.
Batas usia pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Pejabat
Diplomatik Konsuler Tingkat I, Tingkat II, dan Tingkat III
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah 60 (enam puluh)
tahun.
Pasal 4
Ketentuan pelaksanaan Keputusan Presiden ini diatur lebih lanjut
oleh Menteri Luar Negeri dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri menurut
bidang tugasnya masing-masing.
Pasal 5
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Nopember 1987
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum
dan Perundang-undangan
ttd
Bambang Kesowo, SH, LL.M
PEMBERHENTIAN
347
: 033797
: sekjen
Re
bb.
cc.
348
PEMBERHENTIAN
ee.
ff.
PEMBERHENTIAN
349
: SE.084/OT/VI/2000/02
TENTANG
PENDAHULUAN
1. Bahwa telah diatur tentang batas usia pensiun bagi Pegawai
Negeri sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk
aturan tambahan dan perubahannya, dengan:
a. Undang undang RI Nomor 11 Tahun 1969 tentang
Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai;
b. Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1979 tentang
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;
c. Keputusan Presiden RI Nomor 40 Tahun 1987 tentang
Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Diplomatik Konsuler
Departemen Luar Negeri;
d
350
PEMBERHENTIAN
PEMBERHENTIAN
351
352
PEMBERHENTIAN
VI
PENILAIAN DAN EVALUASI
353
354
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat
Menetapkan :
355
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, yang
selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, adalah suatu daftar yang
memuat hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang Pegawai
Negeri Sipil dalam jangka waktu 1 (satu) tahun yang dibuat oleh
Pejabat Penilai;
b. Pejabat Penilai adalah atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang
dinilai, dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan
atau pejabat lain yang setingkat dengan itu, kecuali ditentukan
lain oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam
lingkungannya masing-masing;
c. Atasan Pejabat Penilai adalah atasan langsung dari Pejabat Penilai.
Pasal 2
Tujuan dari Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, adalah untuk
memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam
pembinaan Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 3
Terhadap setiap Pegawai Negeri Sipil, dilakukan penilaian pelaksanaan
pekerjaan sekali setahun oleh Pejabat Penilai.
BAB II
DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN
Pasal 4
(1) Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil,
dituangkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.
356
c. cukup = 61 - 75;
d. sedang = 51 - 60;
e. kurang = 50 ke bawah
357
Pasal 9
(1) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan diberikan oleh Pejabat
Penilai kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.
(2) Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dinilai berkeberatan atas nilai
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, maka ia dapat
mengajukan keberatan disertai dengan alasan-alasannya, kepada
Atasan Pejabat Penilai melalui hierarki dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari sejak tanggal diterimanya Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan tersebut.
(3) Pegawai Negeri Sipil yang dinilai wajib mengembalikan Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) kepada Pejabat Penilai selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut.
Pasal 10
(1) Pejabat Penilai menyampaikan Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan kepada Atasan Pejabat Penilai dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. apabila tidak ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang
dinilai, Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut
disampaikan tanpa catatan;
b. apabila ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai,
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut disampaikan
dengan catatan tentang tanggapan Pejabat Penilai atas
keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.
(2) Atasan Pejabat Penilai memeriksa dengan seksama Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang disampaikan kepadanya.
(3) Apabila terdapat alasan-alasan yang cukup, Atasan Pejabat
Penilai dapat mengadakan perubahan nilai yang tercantum dalam
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2).
(4) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan baru berlaku sesudah
ada pengesahan dari Atasan Pejabat Penilai.
Pasal 11
Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen,
358
359
Pasal 15
(1) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi Pegawai Negeri
Sipil yang diperbantukan atau dipekerjakan pada perusahaan
milik negara, organisasi profesi, badan swasta yang ditentukan,
negara sahabat, atau badan internasional, dibuat oleh Pejabat
Penilai dengan menggunakan bahan-bahan dari pimpinan
perusahaan, organisasi, atau badan yang bersangkutan.
(2) Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan atau
dipekerjakan pada negara sahabat atau badan internasional
bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut diberikan
oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Negara yang
bersangkutan.
Pasal 16
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 17
Ketentuan-ketentuan teknis tentang pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini, ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini dianggap dibuat berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1952 tentang Daftar Pernyataan
Kecakapan Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor
155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 201) dan segala peraturan
360
361
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1979
TENTANG
PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL
UMUM
Dalam rangka usaha untuk lebih menjamin obyektivitas dalam
pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem
prestasi kerja, maka perlu diadakan penilaian pelaksanaan pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil.
Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut dituangkan dalam
satu daftar yang disebut Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.
Dalam Peraturan Pemerintah ini ditentukan, bahwa yang berwenang
membuat penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil adalah
Pejabat Penilai, yaitu atasan langsung dari Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan
atau pejabat lain yang setingkat dengan itu. Pejabat lain yang
setingkat dengan Kepala Urusan, antara lain adalah Penilik Sekolah
Dasar, Penilik Pendidikan Agama, Kepala Sekolah Dasar, dan pejabat
lain yang ditentukan oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I dalam lingkungannya masing-masing.
Dengan adanya ketentuan sebagai tersebut di atas, maka Pejabat
Penilai benar-benar mengenal secara pribadi Pegawai Negeri Sipil
yang dinilai, sehingga dengan demikian diharapkan penilaian dapat
dilakukan lebih obyektif.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
362
Pasal 2
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan digunakan sebagai
bahan dalam melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil,
antara lain dalam mempertimbangkan kenaikan pangkat,
penempatan dalam jabatan, pemindahan, kenaikan gaji
berkala, dan lain-lain. Nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan, digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menetapkan suatu mutasi kepegawaian dalam tahun
berikutnya, kecuali ada perbuatan tercela dari Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan yang dapat mengurangi nilai tersebut.
Pasal 3
Penilaian pelaksanaan pekerjaan dilakukan juga terhadap calon
Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 4
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan
kesetiaan, adalah kesetiaan, ketaan, dan pengabdian kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan
Pemerintah.
Pada umumnya yang dimaksud dengan kesetiaan, adalah
tekad dan kesanggupan mentaati melaksanakan, dan
mengamalkan sesuatu yang disetiai dengan penuh kesadaran
dan tanggungjawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus
dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari serta dalam
perbuatan dalam melaksanakan tugas.
Pada umumnya yang dimaksud dengan pengabdian, adalah
penyumbangan pikiran dan tenaga secara ikhlas dengan
mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan
golongan atau pribadi.
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi
Negara, dan Abdi Masyarakat wajib setia, taat, dan mengabdi
sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara, dan Pemerintah.
Pada umumnya kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian timbul
dari pengetahuan dan pemahaman yang mendalam, oleh
sebab itu setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mempelajari,
memahami,melaksanakan, dan mengamalkan Pancasila,
363
Pasal 6
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan hanya dapat diketahui
oleh Pejabat Penilai yang tertingi, Atasan Pejabat Penilai, Pejabat
Penilai. Pejabat Negeri Sipil yang dinilai, dan atau pejabat lain
yang karena tugas atau jabatannya mengetahui Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.
Pasal 7
Ayat (1) Pejabat Penilai wajib membuat dan memelihara
catatan mengenai diri Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam
lingkungannya, tentang unsur-unsur sebagimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2), sehingga dengan demikian Pejabat
Penilai yang bersangkutan dapat membuat penilaian dengan
sebaik-baiknya.
Ayat (2) Penilaian dilakukan pada bulan Desember tiap-tiap
tahun. Jangka waktu penilaian adalah mulai bulan Januari
sampai bulan Desember dalam tahun yang bersangkutan.
Bagi calon Pegawai Negeri Sipil, Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan hanya dibuat dalam tahun yang bersangkutan
apabila ia sampai dengan bulan Desember telah 6 (enam)
bulan menjadi calon Pegawai Negeri Sipil. Apabila seorang calon
Pegawai Negeri Sipil dalam tahun yang bersangkutan belum 6
(enam) bulan menjadi calon Pegawai Negeri Sipil, penilaian
pelaksanaan pekerjaan terhadapnya dilakukan dalam tahun
berikutnya.
Khusus bagi calon Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil, penilaian pelaksanaan pekerjaan
dilakukan setelah ia sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 8
Ketentuan pasal ini, adalah untuk memberikan kesempatan
kepada Pejabat Penilai untuk mengenal dengan baik Pegawai
Negeri Sipil yang dinilai, sehingga dengan demikian diharapkan
adanya obyektivitas di dalam memberikan penilaian.
Apabila Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan diperlukan untuk
suatu mutasi kepegawaian, sedang Pejabat Penilai belum 6
(enam) bulan membawahi Pegawai Negeri Sipil yang dinilai,
365
366
367
368
I.
PENDAHULUAN
1. U M U M
a.
369
b.
2. DASAR
a.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041).
b.
c.
d.
e.
3. TUJUAN
Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi pejabat yang
berkepentingan dalam melaksanakan penilaian pelaksanaan
pekerjaan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1979, dalam lingkungan masing-masing.
370
kesetiaan;
b.
prestasi kerja;
c.
tanggung jawab;
d.
ketaatan;
e.
kejujuran;
f.
kerjasama;
g.
prakarsa; dan
h.
kepemimpinan.
2. KESETIAAN
a.
b.
371
d.
e.
3. PRESTASI KERJA
a.
b.
4. TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang Pegawai
Negeri Sipil menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan
kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya
serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya
atau tindakan yang dilakukannya.
372
5. KETAATAN
Ketaatan adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil,
untuk mentaati segala peraturan perundang-undangan dan
peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah
kedinasan yaang diberikan oleh atasan yang berwenang,
serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang
ditentukan.
6. KEJUJURAN
Pada umumnya yang dimaksud dengan kejujuran, adalah
ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak
menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya.
7. KERJASAMA
Kerjasama adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil
untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam
menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga
mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
8. PRAKARSA
Prakarsa adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil
untuk mengambil keputusan, langkah-langkah, atau
melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam
melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dan
atasan.
9. KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri
Sipil untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan
secara rnaksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Penilaian
unsur kepemimpinan hanya dikenakan bagi Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang ll/a ke
atas yang memangku suatu jabatan.
373
b.
c.
d.
e.
f.
b.
375
376
amat baik
91 100
b.
baik
76 90
c.
cukup
61 75
d.
sedang
51 60
e.
kurang
50 ke bawah
377
NO.
1
1
UNSUR
YANG
DI NILAI
URAIAN
Kesetian
NILAI
RATAANGKA RATA
445
89
378
KETERA
NGAN
6
1
2
2
Prestasi
kerja
3
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Tanggung
jawab
a.
b.
c.
d.
e.
f.
445
89
Selalu
berada
ditempat
tugasnya
dalam
segala
keadaan.
Pada umunya menyelesaikan
tugas dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Pada umunya tidak pernah
berusaha
melemparkan
kesalahan yang
dibuatnya
kepada orang lain.
Pada umunya menyimpan dan
atau
memelihara
dengan
sebaik-baiknya barang-barang
milik
negara
yang
dipercayakan kepadanya.
Pada umumnya mengutamakan kepentingan dinas, tetapi
dalam
keadaan
terdesak
adakalanya
kurang
mengutamakan
kepentingan
dinas.
Pada
umumnya
berani
memikul resiko.
379
b.
c.
d.
e.
4. PENGAJUAN KEBERATAN
a.
380
b.
c.
d.
e.
b.
c.
381
e.
b.
382
b.
c.
383
384
a.
c.
d.
b.
c.
385
b.
6. MUTASI
a.
386
b.
c.
dan seterusnya.
b.
387
388
389
Nomor : 3404/KP/XI/87/12
Lampiran : 2 (dua) rangkap
Perihal
: Pembuatan Daftar
Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Th.1967
Kepada :
Yth. 1. Sdr. Para Pejabat
Eselon I.
2. Sdr. Para Kepala
Perwakilan Republik
Indonesia
3. Sdr. Para Pejabat
Eselon II
pada
DEPARTEMEN LUAR
NEGERI
390
391
BERITA RAHASIA
KONSEP : 136767
PRO PERWAKILAN RI : ALL KEPPRIS
KILAT
NO
PRO
EX
RE
:
:
:
:
031391
ALL KEPPRIS
SEKJEN
PENILAIAN TERHADAP ATHAN DAN ATNIS
Mkk no. 031102 tgl 21 pebruari 2003 dan sesuai instruksi menteri
luar negeri sehubungan dengan penataan kembali perwakilan
disampaikan hals sbb :
1. Diharap saudara keppris melakukan penilaian secara obyektif
terhadap athan/atnis yang mencakup :
a. hasil pelaksanaan tugas dan fungsi mereka;
b. intensitas hubungan mereka dengan unsur unsur di negara
akreditasi;
c. luasnya jaringan dengan mitra kerja setempat;
d. aktifitas dan kinerja mereka; dan
e. kerjasama dan koordinasi ybs dengan unsurs di perwakilan
republik indonesia yang saudara pimpin
2. penilaian tsb dilakukan agar dapat memperoleh gambaran obyektif
re keperluan perwakilan republik indonesia untuk athan/atnis.
3. diharapkan penilaian termaksud dapat kami terima dalam waktu
dekat.
Demikian ump ttkhbs
Biaya pengawatan dibebankan kepada DEPLU
CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, KA, BAM
Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per surat kepada pusat komunikasi
DEPLU-
392
NO
: 052963
PRO
: ALL KEPPRIS
EX
: SEKJEN
RE
SEMUA PERWAKILAN
393
394
VII
DISIPLIN PEGAWAI
395
396
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
397
398
DISIPLIN PEGAWAI
BAB II
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 2
Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib :
a. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
b. mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan
golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu
yang dapat mendesak kepentingan negara oleh kepentingan
golongan, diri sendiri, atau pihak lain;
c. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat negara,
Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil;
d. mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil
dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku;
e. menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan
sebaik-baiknya;
f.
j.
DISIPLIN PEGAWAI
399
DISIPLIN PEGAWAI
f.
j.
401
DISIPLIN PEGAWAI
403
404
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
405
Bagian Keempat
Tatacara Pemeriksaan, Penjatuhan, dan Penyampaian
Keputusan Hukuman Disiplin
Pasal 9
(1) Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang
menghukum wajib memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil
yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan :
a. secara lisan, apabila atas pertimbangan pejabat yang
berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan
oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat
mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
b. secara tertulis, apabila atas pertimbangan pejabat yang
berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan
oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat
mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4).
(3) Pemeriksaan Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan
pelanggaran disiplin, dilakukan secara tertutup.
Pasal 10
Dalam melakukan pemeriksaan, pejabat yang berwenang
menghukum dapat mendengar atau meminta keterangan dari orang
lain apabila dipandangnya perlu.
Pasal 11
Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dapat
memerintahkan pejabat bawahannya untuk memeriksa Pegawai
Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin.
Pasal 12
(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9, pejabat yang berwenang menghukum memutuskan jenis
hukuman disiplin yang dijatuhkan dengan mempertimbangkan
406
DISIPLIN PEGAWAI
407
(2) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat
(4), dapat mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang
berwenang menghukum dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari terhitung mulai tanggal ia menerima keputusan hukuman
disiplin tersebut.
Pasal 16
(1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)
diajukan secara tertulis melalui saluran hirarki.
(2) Dalam surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
harus dimuat alasan-alasan dari keberatan itu.
Pasal 17
(1) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden tidak
dapat diajukan keberatan.
(2) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang
berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1), huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, tidak dapat
diajukan keberatan, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d.
Pasal 18
Setiap pejabat yang menerima surat keberatan atas penjatuhan
hukuman disiplin, wajib menyampaikannya kepada atasan pejabat
yang berwenang menghukum melalui saluran hirarki dalam jangka
waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima surat
keberatan itu.
Pasal 19
(1) Apabila ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi
hukuman disiplin, maka pejabat yang berwenang menghukum
yang bersangkutan wajib memberikan tanggapan atas keberatan
yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan
secara tertulis dan disampaikan kepada atasan pejabat yang
berwenang menghukum yang bersangkutan dalam jangka waktu
3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima suarat
keberatan itu.
408
DISIPLIN PEGAWAI
Pasal 20
(1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum yang menerima
surat keberatan tentang penjatuhan hukuman disiplin, wajib
mengambil keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu.
(2) Apabila dipandang perlu, maka atasan pejabat yang berwenang
menghukum dapat memanggil dan mendengar keterangan
pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan,
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, dan atau
orang lain yang dianggap perlu.
Pasal 21
(1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat
memperkuat atau mengubah hukuman disiplin yang dijatuhkan
oleh pejabat yang berwenang menghukum.
(2) Penguatan atau perubahan hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan surat keputusan atasan
pejabat yang berwenang menghukum.
(3) Terhadap keputusan atasan pejabat yang berwenang
menghukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), tidak dapat
diajukan keberatan.
Bagian Keenam
Berlakunya Keputusan Hukuman Disiplin
Pasal 22
(1) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(2) yang dijatuhkan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil berlaku
sejak tanggal disampaikan oleh pejabat yang berwenang
menghukum kepada yang bersangkutan.
(2) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(3) dan ayat (4) :
a. apabila tidak ada keberatan, mulai berlaku pada hari kelima
belas terhitung mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan menerima keputusan hukuman disiplin itu,
kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (4) huruf b,
DISIPLIN PEGAWAI
409
DISIPLIN PEGAWAI
411
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan
(Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 202) dan segala peraturan perundang-undangan
lainnya yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 32
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannnya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 1980
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Agustus 1980
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUDHARMONO, SH
412
DISIPLIN PEGAWAI
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 1980
TENTANG
PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
PENJELASAN UMUM
Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan nasional,
diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur
Negara, Abdi Negara, dan Abdi masyarakat yang penuh kesetiaan
dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara, dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik,
berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi,
dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan. Untuk membina Pegawai Negeri
Sipil yang demikian itu, antara lain diperlukan adanya
Peraturan Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban,
larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati, atau larangan
dilanggar. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur dengan jelas
kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar
oleh setiap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.
Selain dari pada itu dalam Peraturan Pemerintah diatur pula tentang
tata cara pemeriksaan, tata cara penjatuhan dan penyampaian
hukuman disiplin serta tata cara pengajuan keberatan apabila Pegawai
Negeri Sipil yang diatur hukuman disiplin itu merasa keberatan atas
hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya. Tujuan hukuman disiplin
adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang
melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap pejabat yang
berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu dengan
seksama Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin
itu. Hukuman, disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan
pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin itu
dapat diterima oleh rasa keadilan.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
DISIPLIN PEGAWAI
413
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan
atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat.
ceramah, diskusi, melalui telpon, radio, televisi, rekaman atau
alat komunikasi lainnya. Tulisan adalah pernyataan pikiran dan
atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun
dalam bentuk gambar, karikatur, coretan, dari lain-lain yang
serupa dengan itu. Perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap
atau tindakan. Termasuk pelanggaran disiplin adalah setiap
perbuatan memperbanyak, mengedarkan, mempertontonkan,
menempelkan, menawarkan, menyimpan, memiliki tulisan atau
rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal
3, kecuali apabila hal itu dilakukan untuk kepentingan dinas.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Huruf a
Hukuman disiplin yang berupa tegoran lisan dinyatakan
dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang
berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang
melakukan pelanggaran disiplin. Apabila seorang atasan
menegor bawahannya tetapi tidak dinyatakan secara
tegas sebagai hukuman disiplin, bukan hukuman disiplin.
Huruf b
Hukuman disiplin yang berupa tegoran tertulis dinyatakan
414
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
415
Ayat (4)
Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam ayat ini, ditetapkan dengan surat keputusan oleh
pejabat yang berwenang menghukum.
Huruf a
Hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat pada
pangkat yang setingkat lebih rendah, ditetapkan untuk
masa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan, dan untuk
paling lama 1 (satu) tahun. Setelah masa menjalani
hukuman disiplin penurunan pangkat selesai, maka
pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dengan
sendirinya kembali pada pangkat yang semula. Masa
dalam pangkat terakhir sebelum dijatuhi hukuman disiplin
berupa penurunan pangkat, dihitung sebagai masa kerja
untuk kenaikan pangkat berikutnya. Kenaikan pangkat
berikutnya Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman
disiplin berupa penurunan pangkat, baru dapat
dipertimbangkan setelah Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
dikembalikan pada pangkat semula.
Huruf b
Hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan
adalah pembebasan dari jabatan organik. Pembebasan
dari jabatan berarti pula pencabutan segala wewenang
yang melekat pada jabatan itu. Selama pembebasan
dari jabatan, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
menerima penghasilan penuh kecuali, tunjangan jabatan.
Huruf c
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, apabila memenuhi
syarat masa kerja dan usia pensiun menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersangkutan
diberikan hak pensiun.
Huruf d
Cukup jelas
416
DISIPLIN PEGAWAI
Pasal 7
Ayat (1)
Pejabat yang berwenang menghukum bagi Pegawai
Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara,
diperbantukan/dipekerjakan pada perusahaan milik
negara, badan-badan internasional yang berkedudukan
di Indonesia, organisasi profesi, dan badan/instansi lain,
adalah pejabat yang berwenang menghukum yang
bersangkutan.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, maka pejabat yang berwenang
menghukum bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang
diperbantukan pada Daerah Otonom dan Pegawai Negeri
Sipil Daerah yang oleh Daerah Otonom yang
bersangkutan dipekerjakan/diperbantukan pada
perusahaan daerah atau instansi/badan lain, adalah
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
Huruf e
Pejabat sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, hanya
berwenang menjatuhkan jenis hukuman disiplin
sebagamana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat
(4) huruf b. Yang berwenang menjatuhkan jenis
hukuman disiplin lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf c, dan
huruf d, bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam huruf ini, adalah pejabat yang berwenang
menghukum dari instansi induk masing-masing.
Ayat (2)
Cukup jelas
DISIPLIN PEGAWAI
417
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat 1
Tujuan pemeriksaan sebagimana dimaksud dalam ayat
ini, adalah untuk mengetahui apakah Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan benar atau tidak melakukan
pelanggaran disiplin, serta untuk mengetahui faktor-faktor
yang mendorong atau menyebabkan melakukan
pelanggaran disiplin itu. Pemeriksaan harus dilakukan
dengan teliti dan obyektif, sehingga dengan demikian
pejabat yang berwenang menghukum dapat
mempertimbangkan dengan seadil-adilnya tentang jenis
hukuman disiplin yang akan djatuhkan. Apabila Pegawai
Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin
tidak memenuhi panggilan untuk diperiksa tanpa alasan
yang sah, maka dibuat panggilan kedua. Panggilan
pertama dapat dilakukan secara lisan atau tertulis, sedang
panggilan kedua harus dibuat secara tertulis. Dalam
menentukan tanggal pemeriksaan berikutnya harus pula
diperhatikan waktu yang diperlukan untuk menyampaikan
surat panggilan. Apabila Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak
juga memenuhi panggilan kedua maka pejabat yang
berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin
berdasarkan bahan-bahan yang ada padanya.
Ayat (2) Huruf a
Pelanggaran disiplin yang mengakibatkan Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam huruf ini pada dasarnya
bersifat ringan, oleh sebab itu pemeriksaan cukup
dilakukan secara lisan.
Huruf b
Pemeriksaan secara tertulis dibuat dalam bentuk berita
acara dapat digunakan setiap saat apabila diperlukan.
418
DISIPLIN PEGAWAI
Ayat (3)
Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan
pelanggaran disiplin belum tentu bersalah, oleh sebab
itu pemeriksaan dilakukan secara tertutup. Yang
dimaksud dengan pemeriksaan secara tertutup adalah
bahwa pemeriksaan itu hanya dapat diketahui oleh
pejabat yang berkepentingan.
Pasal 10
Maksud dari Pasal ini, adalah untuk mendapatkan keterangan
yang lebih lengkap dalam rangka usaha menjamin obyektivitas.
Pasal 11
Pada dasarnya pemeriksaan harus dilakukan oleh pejabat yang
berwenang menghukum. Tetapi untuk mempercepat
pemeriksaan, maka pejabat yang berwenang menghukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf c, dan huruf d dapat memerintahkan pejabat lain
untuk melakukan pemeriksaan itu, dengan ketentuan bahwa
pejabat yang diperintahkan melakukan pemeriksaan itu tidak
boleh berpangkat, atau memangku jabatan yang lebih rendah
dari Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa. Perintah untuk
melakukan pemeriksaan itu dapat diberikan secara lisan atau
tertulis. Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e dan Pasal 8, harus
melakukan sendiri pemeriksaan tersebut Pemeriksaan terhadap
Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran
disiplin yang untuk menjatuhkan hukuman disiplin terhadapnya
menjadi wewenang Presiden, dilakukan oleh pimpinan instansi
yang bersangkutan.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Maksud dari pencantuman pelanggaran disiplin yang
ditakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam keputusan
hukuman disiplin, adalah agar Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan mengetahui pelanggaran disiplin yang
dilakukannya.
DISIPLIN PEGAWAI
419
Pasal 13
Ayat (1)
Ada kemungkinan, bahwa pada waktu dilakukan
pemeriksaan terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil yang
disangka melakukan sesuatu pelanggaran disiplin,
ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan telah
melakukan beberapa pelanggaran disiplin. Dalam hal yang
sedemikian, maka terhadap Pegawai Negeri Sipil tersebut
hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin.
Hukuman disiplin yang akan dijatuhkan itu, haruslah
dipertimbangkan dengan seksama, sehingga setimpal
dengan pelanggaran disiplin yang dilakukannya dan dapat
diterima oleh rasa keadilan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Hukuman disiplin disampaikan secara langsung, kepada
Pegawai Negeri Sipil yang dihukum oleh pejabat yang
berwenang menghukum. Penyampaian hukuman disiplin
itu dapat dihadiri oleh pejabat yang diserahi urusan
kepegawaian dan dapat pula dihadiri oleh pejabat lain
asalkan pangkat atau jabatannya tidak lebih rendah dari
Pegawai Negeri Sipil yang dihukum.
Pasal 15
Ayat (1)
Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat(2), adalah hukuman disiplin yang ringan dan telah
420
DISIPLIN PEGAWAI
421
Ayat (2)
Untuk memudahkan pelaksanaan pemeriksaan lebih
lanjut, maka pejabat yang berwenang menghukum
mengirimkan sekaligus tanggapannya, surat keberatan,
dan berita acara pemeriksaan kepada atasan pejabat
yang berwenang menghukum.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tujuan dari ayat ini, adalah untuk mendapatkan bahanbahan yang lebih lengkap sebagai bahan untuk
mempertimbangkan dan mengambil keputusan.
Pasal 21
Ayat (1)
Apabila atasan pejabat yang berwenang menghukum
mempunyai alasan-alasan yang cukup, maka ia dapat
mengadakan perubahan terhadap keputusan disiplin yang
telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
menghukum baik dalam arti memperingan,
memperberat, atau membatalkan hukuman disiplin
tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Huruf a
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin sedang
dan berat dapat mengajukan keberatan dalam jangka
422
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
423
424
DISIPLIN PEGAWAI
425
j.
DISIPLIN PEGAWAI
427
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
429
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
431
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
433
3. PEMERIKSAAN
a. Sebelum melakukan pemeriksaan, pejabat yang
berwenang menghukum atau pejabat lain yang ditunjuk
olehnya, mempelajari lebih dahulu dengan seksama
laporanlaporan atau bahanbahan mengenai
pelanggaran disiplin yang disangka dilakukan oleh Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.
b. Pada dasarnya pemeriksaan harus dilakukan oleh pejabat
yang berwenang menghukum.
c. Pemeriksaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang disangka
melakukan pelanggaran disiplin yang untuk menjatuhkan
hukuman disiplin terhadapnya menjadi wewenang
Presiden dilakukan oleh pimpinan instansi yang
bersangkutan.
Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil yang
berpangkat Pembina Tingkat I golongan
ruang IV/b disangka melakukan
pelanggaran disiplin. Pemeriksaan
terhadap pegawai Negeri Sipil tersebut
dilakukan oleh pimpinan instansi yang
bersangkutan, umpamanya Menteri, atau
pejabat lain yang ditunjuk olehnya. Apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan itu
Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat dijatuhi
jenis hukuman disiplin pemberhentian tidak
dengan hormat, maka pimpinan instansi
yang bersangkutan mengajukan hal itu
kepada Presiden disertai dengan berita
acara lengkap.
d. Untuk mempercepat pemeriksaan, maka Menteri, Jaksa
Agung, Pimpinan kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen,
dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dapat
memerintahkan pejabat bawahannya dalam lingkungannya
kekuasaannya untuk melakukan pemeriksaan terhadap
Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran
disiplin, dengan Ketentuan bahwa pejabat yang
diperintahkan untuk melakukan pemeriksaan itu tidak boleh
berpangkat atau memangku jabatan yang lebih rendah
dari Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa.
434
DISIPLIN PEGAWAI
j.
DISIPLIN PEGAWAI
435
DISIPLIN PEGAWAI
437
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
439
440
DISIPLIN PEGAWAI
e. PENURUNAN GAJI
(1) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan gaji
sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala ditetapkan
dengan surat keputusan, menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran XI Surat Edaran ini.
(2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan gaji
ditetapkan untuk masa sekurang kurangnya 3 (tiga)
bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin penurunan
gaji, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang
dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
(4) Setelah masa menjalani hukuman disiplin penurunan
gaji selesai, maka gaji pokok Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan langsung kembali pada gaji pokok
semula. Masa penurunan gaji tersebut dihitung penuh
untuk kenaikan gaji berkala berikutnya. Apabila dalam
masa menjalani hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan memenuhi syarat syarat untuk
kenaikan gaji berkala, maka kenaikan gaji berkala
tersebut baru diberikan terhitung mulai bulan
berikutnya dari saat berakhirnya masa menjalani
hukuman disiplin.
Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama
Barnabas NIP. 620145372, pangkat
Pengatur, golongan ruang II/c, dijatuhi
hukuman disiplin berupa penurunan gaji
sebesar satu kali, kenaikan gaji berkala
selama 1 (satu) tahun, hukuman disiplin
tersebut mulai berlaku pada tanggal
17 Desember 1980. Pada waktu
dijatuhi hukuman disiplin tersebut ia
mempunyai masa kerja golongan 18
tahun 8 bulan dengan gaji pokok
sebesar Rp. 46.400,- andaikata Sdr.
Barnabas tersebut tidak dijatuhi
hukuman disiplin berupa penurunan
gaji, maka sebenarnya terhitung mulai
tanggal 1 September 1981 ia berhak
atas kenaikan gaji berkala sebesar Rp.
DISIPLIN PEGAWAI
441
442
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
443
g. PENURUNAN PANGKAT
(1) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat
pada pangkat yang setingkat lebih rendah ditetapkan
dengan surat keputusan, menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran XIII Surat Edaran ini.
(2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan
pangkat ditetapkan untuk masa sekurangkurangnya
6 (enam) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin penurunan
pangkat harus disebutkan pelanggaran disiplin yang
dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(4) Setelah masa menjalani hukuman disiplin penurunan
pangkat selesai maka pangkat Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan dengan sendirinya kembali kepada
pangkat yang semula.
(5) Masa dalam pangkat terakhir sebelum dijatuhi
hukuman disiplin berupa penurunan pangkat, dihitung
sebagai masa kerja untuk kenaikan pangkat
berikutnya. Kenaikan pangkat berikutnya Pegawai
Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa
penurunan pangkat, baru dapat dipertimbangkan
setelah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
sekurangkurangnya 1 (satu) tahun dikembalikan
pada pangkat semula.
Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama
Badri, NIP. 280000125, pangkat Penata
Muda golongan ruang III/a dan gaji
pokok Rp. 51.100,-.Karena Sdr. Badri
tersebut melakukan suatu pelanggaran
disiplin, maka ia dijatuhi hukuman disiplin
berupa penurunan pangkat setingkat
lebih rendah menjadi Pengatur Tingkat
I golongan ruang II/d untuk masa 6
(enam) bulan. Keputusan hukuman
disiplin itu mulai berlaku tanggal 25
September 1980, dalam hal yang
sedemikian maka :
1. Terhitung mulai tanggal 1 Oktober
1980 gaji pokok Sdr. Badri turun
menjadi Rp. 46.400,444
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
445
DISIPLIN PEGAWAI
c.
d.
e.
f.
DISIPLIN PEGAWAI
447
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
449
450
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
451
452
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
453
454
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
455
DISIPLIN PEGAWAI
457
458
DISIPLIN PEGAWAI
X. KETENTUAN PERALIHAN
1. Pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil
sebelum berlakunya Peraturan pemerintah Nomor 30 Tahun
1980, tetapi belum dijatuhkan hukuman jabatan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952, diproses
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980.
2. Hukuman jabatan yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintahan Nomor 30 tahun 1980 dan sedang
dijalani oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tetap
berlaku.
XI.PENUTUP
1. Untuk memperjelas segala sesuai mengenai pelaksanaan,
maka dalam Surat Edaran dilampirkan salinan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 tahun 1980, sebagai tersebut dalam
lampirna XX Surat Edaran ini.
2. Hal hal pelaksanaan teknis yang belum cukup diatur dalam
Surat Edaran ini akan diatur kemudian.
3. Apabila dijumpai kesulitan dalam melaksanakan Surat Edaran
ini, diharap agar dengan segera menghubungi Kepala Badan
Administrasi Kepegawian Negara untuk mendapatkan
penyelesaian selanjutnya.
4. Harap Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaik baiknya
oleh pejabat yang berkepentingan.
KEPALA BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
Cap/ttd
AE. MANIHURUK
TEMBUSAN :
Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada :
DISIPLIN PEGAWAI
459
460
DISIPLIN PEGAWAI
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat
DISIPLIN PEGAWAI
461
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pasal 1
(1) Untuk lebih menunjang tercapainya disiplin nasional dibentuk
Panitia Gerakan Disiplin Nasional, yang selanjutnya dalam
Keputusan Presiden ini disebut Panitia Disiplin.
(2) Panitia Disiplin berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden.
Pasal 2
Panitia Disiplin bertugas:
a. Merumuskan konsepsi, rencana dan program gerakan disiplin
nasional secara terpadu, serentak dan komprehensif;
b. Menyampaikan usulan kebijakan dan saran tindak yang diperlukan
kepada Presiden untuk pengambilan keputusan maupun petunjuk
yang diperlukan bagi terselenggaranya gerakan disiplin nasional
dengan lancar dan tertib;
c. Mengkoordinasikan rencana program dan kegiatan seluruh
instansi/lembaga yang berkaitan dengan gerakan disiplin nasional;
d. Menggerakkan seluruh potensi masyarakat untuk turut berperan
serta dalam Gerakan Disiplin Nasional;
e. Mengendalikan dan mengawasi rencana program dan
pelaksanaan kegiatan gerakan disiplin nasional baik di Pusat
maupun Daerah.
Pasal 3
Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia Disiplin menyelenggarakan
fungsi :
a. Mengadakan pertemuan secara berkala dengan para pejabat
terkait, para ahli dan tokoh masyarakat serta tokoh agama,
dengan pendekatan interdisipliner;
b. Memantau pelaksanaan dan upaya penyelenggaraan program
Gerakan Disiplin Nasional oleh masing-masing instansi di
lingkungannya;
462
DISIPLIN PEGAWAI
3. Sekretaris
463
464
DISIPLIN PEGAWAI
Nomor
:
Sifat
:
Lampiran:
Perihal :
DISIPLIN PEGAWAI
465
466
DISIPLIN PEGAWAI
Mengingat :
DISIPLIN PEGAWAI
467
ttd
SOESILO SOEDARMAN
468
DISIPLIN PEGAWAI
Tembusan Yth. :
1. Bapak Presiden RI (sebagai laporan);
2. Bapak Wakil Presiden RI;
3. Sdr. Menteri Dalam Negeri;
4. Sdr. Menteri Pertahanan Keamanan;
5. Sdr. Menteri Kehakiman;
6. Sdr. Menteri Penerangan;
7. Sdr. Menteri Perhubungan;
8. Sdr. Menteri Tenaga Kerja;
9. Sdr. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
10. Sdr. Menteri Kesehatan;
11. Sdr. Menteri Agama;
12. Sdr. Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN;
13. Sdr. Menteri Negara Urusan Peranan Wanita;
14. Sdr. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga;
15. Sdr. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara;
16. Sdr. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
17. Sdr. Para Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I.
DISIPLIN PEGAWAI
469
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
mengingat
470
DISIPLIN PEGAWAI
Waktu Istirahat
b. Hari Jumat
Waktu Istirahat
DISIPLIN PEGAWAI
471
472
DISIPLIN PEGAWAI
Pasal 7
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober
1995.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 September 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum
Dan perundang undangan
Ph
ttd
Lambock. V. Nahattands, S.H.
DISIPLIN PEGAWAI
473
b. Hari Jumat
Waktu Istirahat
DISIPLIN PEGAWAI
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat
475
1.
2.
3.
4.
Para Menteri;
Jaksa Agung RI;
Para Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I;
Para Sekretaris Jenderal Lembaga tertinggi/
Tinggi Negara;
5. Para Kepala/Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen;
6. Para Pimpinan Bank Pemerintah dan Badan
Usaha Milik Negara;
Untuk
PERTAMA : 1. Menyelenggarakan Upacara Pengibaran Bendera
Merah Putih pada tanggal 17 setiap bulan;
2. Jika tanggal 17 jatuh pada hari libur, maka
penyelenggaraannya diadakan pada hari kerja
berikutnya.
KEDUA
476
DISIPLIN PEGAWAI
KETIGA
DISIPLIN PEGAWAI
477
KEENAM
KETUJUH :
478
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
479
2.
Menetapkan
480
DISIPLIN PEGAWAI
Pasal 1
Memberikan delegasi Wewenang kepada pejabat sebagai tersebut
dalam lajur 2 untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagai
tersebut dalam lajur 3 terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagai
tersebut dalam lampiran kepatusan ini.
Pasal 2
Keputusan ini berlaku sejak tanggal 1 Desember 1980.
Pasal 3
Apabila dikemudian hari ada kekeliruan dalam keputusan ini akan
diadakan perbaikan menurut semestinya.
Pasal 4
Keputusan ini disampaikan kepada Pejabat yang berkepentingan
untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal 13 Desember 1980
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
PROR DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA
DISIPLIN PEGAWAI
481
Mengingat
482
: a.
b.
c.
d.
1.
2.
DISIPLIN PEGAWAI
(1)
(2)
Pasal 1
Yang disebut Pegawai Departemen Luar Negeri ialah mereka
yang diangkat dalam jabatan negeri oleh Presiden atau Menteri
Luar negeri untuk tugas jabatan dalam lingkungan Departemen
Luar Negeri.
Yang berhak menjatuhkan hukuman disiplin terhadap Pegaawai
Departemen Luar negeri ialah pejabat yang berwenang
menurut Peraturan Pernerintah Nomor 30 Tahun 1980 dan
Keputusan Menteri Luar Negeri Nornor SP/3033/DN/XI/1980
tentang Pendelegasian Wewenang Penjatuhan Hukuman
Disiplin dalam lingkungan Departemen Luar Negeri/Perwakilan
RI di luar negeri.
BAB II
HAL-HAL YANG DAPAT DIJATUHI HUKUMAN
Pasal 2
Pegawai Departemen Luar Negeri dapat dijatuhi hukuman disiplin
apabila ia melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
DISIPLIN PEGAWAI
483
484
DISIPLIN PEGAWAI
Pasal 6
Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Keputusan ini
akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
Pasal 7
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
DITETAPKAN Dl : JAKARTA
PADATANGGAL : 25 Juni 1981
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA
DISIPLIN PEGAWAI
485
486
DISIPLIN PEGAWAI
487
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
489
Lampiran I
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor : PER/87/M.PAN/8/2005
Tanggal: 10 Agustus2005
PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN EFISIENSI,
PENGHEMATAN, DAN DISIPLIN KERJA
PELAKSANAAN PENINGKATAN EFISIENSI,
PENGHEMATAN, DAN DISIPLIN KERJA
I. PENDAHULUAN
A. Pengertian
1. Aparatur Negara
Adalah keseluruhan lembaga dan pejabat negara serta
pemerintahan negara yang meliputi aparatur kenegaraan
dan pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat,
bertugas dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan
negara dan pembangunan serta senantiasa mengabdi dan
setia kepada kepentingan, nilai-nilai dan cita-cita perjuangan
bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 (TAP MPR No. ll/MPR/1998).
2. Aparatur Pemerintah
Adalah alat kelengkapan pemerintah untuk menjalankan
tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, baik
di pusat maupun daerah termasuk aparatur perekonomian
negara dan daerah.
3. Efisiensi
Adalah kemampuan Sumber Daya Manusia Aparatur Negara
untuk melaksanakan kegiatan umum pemerintahan dan
pembangunan, dengan memperhatikan usaha penghematan
atas sumber daya, untuk mengoptimalkan produk, atau
kombinasi keduanya, yang dapat dilakukan baik melalui
peningkatan metode kerja, penggunaan teknologi maupun
peningkatan efektivitas manajemen.
4. Disiplin
Adalah sikap mental Sumber Daya Manusia Aparatur Negara
yang tercermin daiam perbuatan dan perilaku pribadi atau
490
DISIPLIN PEGAWAI
491
492
DISIPLIN PEGAWAI
493
494
DISIPLIN PEGAWAI
B. Sosialisasi
Pedoman Teknis agar disosialisasikan kepada seluruh jajaran di
lingkungan masing-masing instansi baik di Pusat maupun Daerah.
C. Pemantauan dan Evaluasi
1. Pemantauan dan evaluasi setiap kegiatan Pelaksanaan
Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja
Aparatur Pemerintah dilakukan oleh masing-masing instansi
dan dilaporkan kepada pimpinan instansi yang bersangkutan.
2. Hasil pemantauan dan evaluasi digunakan sebagai dasar
penyempurnaan kebijakan dan pengendalian.
3. Pemantauan dan evaluasi diiakukan secara periodik.
V. INDIKATOR KEBERHASILAN
A. Masukan (Input)
1. Kebijakan pemerintah yang jelas tentang Pelaksanaan
Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja
Aparatur Pemerintah.
2. Program yang jelas tentang Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi,
Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah.
3. Kesepakatan dan data tentang sasaran serta rencana
terpadu Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan,
dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah.
B. Proses
1. Terselenggaranya koordinasi unsur-unsur yang terkait.
2. Terselenggaranya kegiatan Pelaksanaan Peningkatan
Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur
Pemerintah.
3. Terselenggaranya sistem Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi,
Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah.
4. Dikembangkannya metode kerja yang lebih efisien dalam
meningkatkan produktivitas kerja.
5. Ditemukannya sistem manajemen yang lebih efektif dalam
mengelola sumber daya, sehingga dapat diperoleh
penghematan tanpa mengorbankan produktivitas kerja.
DISIPLIN PEGAWAI
495
496
DISIPLIN PEGAWAI
497
DISIPLIN PEGAWAI
499
500
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
501
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
503
504
DISIPLIN PEGAWAI
505
506
DISIPLIN PEGAWAI
Lampiran II
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor
: PER/87/M.PAN/8/2005
Tanggal : 10 Agustus2005
EDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN EFISIENSl,
PENGHEMATAN, DAN DISIPLIN KERJA
UNSUR-UNSUR EFISIENSI, PENGHEMATAN DAN
DISIPLIN KERJA
I.
A. Sarana
1. Penggunaan Sumber Daya Listrik
Penggunaan sumber daya listrik agar dilakukan secara efisien
dan rasional Upaya yang dilakukan dalam peningkatan
efisiensi, antara lain:
a. Menekan pemakaian daya tersambung maksimal 75
persen.
b. Penggunaan listrik untuk penerangan dilaksanakan secara
proporsional dengan hanya menghidupkan lampu
penerangan pada tempat/ruang yang benar-benar
diperlukan, atau saat melaksanakan tugas, serta iampu
penerangan halaman gedung kantor pada malam hari
secara terbatas. Ruang kerja yang memperoleh akses
cahaya alami, seoptimal mungkin dimanfaatkan dan
mengurangi penggunaan penerangan listrik,
c. Pemadaman lampu penerangan dan alat pendingin
ruangan gedung kantor sebelum pukul 15.00, kecuali
ruang kerja lembur mengikuti prosedur internal.
d. Mematikan lampu penerangan pada ruang rapat
pertemuan, dan ruang lain yang tidak dipergunakan
selama jam kerja kantor.
e. Khusus mesin pendingin sentral (chiller), untuk gedung,
agar dimatikan 1 (satu) jam lebih awal dari jam kerja
pulang.
DISIPLIN PEGAWAI
507
508
DISIPLIN PEGAWAI
509
510
DISIPLIN PEGAWAI
TEMPAT
SURAT-EDARAN
NOMOR : 10/SE/1981
TENTANG
TINDAKAN ADMINISTRATIF DAN HUKUMAN DISIPLIN
TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MEMILIKI/
MENGGUNAKAN IJAZAH PALSU/ASPAL
I. PENDAHULUAN
1. UMUM
a.
DISIPLIN PEGAWAI
511
2.
512
b.
c.
d.
e.
Untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaannya, maka dipandang perlu mengeluarkan petunjuk
teknis tentang tindakan administratif dan penjatuhan
hukuman disipiin terhadap Pegawai Negeri Sipil yang
memiliki dan atau menggunakan ijazah palsu/ASPAL.
DASAR
a.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3041);
b.
DISIPLIN PEGAWAI
3.
c.
d.
e.
f.
g.
TUJUAN
Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi pejabat
yang berwenang dalam mengambil tindakan administratif
dan menjatuhkan hukuman disiplin terhadap Pegawai
Negeri Sipil yang memiliki dan atau menggunakan ijazah
palsu/ASPAL.
4. PENGERTIAN
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
a.
DISIPLIN PEGAWAI
513
b.
c.
514
b.
DISIPLIN PEGAWAI
2.
b.
DISIPLIN PEGAWAI
515
516
DISIPLIN PEGAWAI
(3)
c.
d.
ii.
517
iii.
ii.
iii. Surat
keterangan/pernyataan
pimpinan instansi yang mengeluarkan
ijazah tentang kepalsuan/keaspalan
ijazah yang dimiliki Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan.
2)
ii.
DISIPLIN PEGAWAI
4.
DISIPLIN PEGAWAI
519
b.
c.
d.
520
DISIPLIN PEGAWAI
2.
3.
4.
5.
IV.
PEJABAT YANG
BERWENANG MENGAMBIL
TINDAKAN ATAU MENJATUHKAN HUKUMAN DISIPLIN.
1.
2.
3.
4.
DISIPLIN PEGAWAI
521
VI.
Negara
yang
LAIN-LAIN
1.
2.
3.
4.
PENUTUP
1.
2.
522
DISIPLIN PEGAWAI
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11
12.
13.
14.
15.
DISIPLIN PEGAWAI
523
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
:
:
c. .,
.
d. ..
..
e. dst
524
DISIPLIN PEGAWAI
11.
URUT - URUTAN
PENGEMBALIAN
BERDASARKAN IJAZAH YANG SAH :
PANGKAT
PADA
PANGKAT
.
12
Nomor :
Jakarta, tanggal.
BADAN ADMINISTRATSI KEPEGAWAIAN NEGARA
....
*-1
*-2
DISIPLIN PEGAWAI
525
526
DISIPLIN PEGAWAI
11.
URUT - URUTAN
PENGEMBALIAN
BERDASARKAN IJAZAH YANG SAH :
PANGKAT
PADA
PANGKAT
.
12
Nomor :
Jakarta, tanggal.
BADAN ADMINISTRATSI KEPEGAWAIAN NEGARA
..
*-1
*-2
DISIPLIN PEGAWAI
527
KEPUTUSAN ....................................
NOMOR .
MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA
Menimbang
Mengingat
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3041);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1975 tentang
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan
pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1975 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3058);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
528
DISIPLIN PEGAWAI
Menetapkan
PERTAMA
KEDUA
KETIGA
DISIPLIN PEGAWAI
529
pada tanggal
Ketua BPK.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pertinggal.
530
DISIPLIN PEGAWAI
2.
3.
531
Tembusan Yth.
1.
2.
3.
4.
532
DISIPLIN PEGAWAI
MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA, 18 April 2007
Kepada Yth.
1. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu;
2. Panglima Tentara Nasional Indonesia;
3. Jaksa Agung;
4. Kepala Kepolisian Negara RI;
5. Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen;
6. Para Pimpinan Sekretariat Lembaga Tinggi Negara;
7. Para Pimpinan Sekretariat Dewan/Komisi/Badan;
8. Para Gubernur; dan
9. Para Bupati/Walikota.
di Tempat
SURAT EDARAN
Nomor : SE/03/M.PAN/4/2007
Tentang
PERLAKUAN TERHADAP PEJABAT
YANG TERLIBAT KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME
Dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi, kami
mengharapkan perhatian dan bantuan Saudara agar meningkatkan
kerja sama dan dukungan upaya-upaya penanganan perkara korupsi
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesuai dengan DIKTUM
KEDELAPAN, Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi.
Kerja sama dan dukungan terhadap upaya penanganan korupsi
tersebut dilakukan sebagai berikut :
DISIPLIN PEGAWAI
533
534
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
535
2.
3.
1.
No
Nilai Kerugian
Negara (Rp)
Ir. XXX. MSc. NIP.
012345678,
Gol.
IV-a, Kepala Bidang
.
Pada
Dinas.Pemprov.
:
:...............................
Uraian Kasus
INSTANSI
Periode Laporan
Jumlah Yg
disetor ke
Kas Negara
(Rp)
25-12-2006 Selesai investigasi Nihil
3/2/2007
21-5-2007 Dlm
proses
penyidikan
Proses Penanganan
Tanggal
Perkembangan
Bawas Propinsi
.
Kejati
Provins
Instansi yg
menangani
Kolom 2 :
Kolom 3 :
Kolom 4 :
Kolom 5 :
Kolom 6 :
536
DISIPLIN PEGAWAI
Kolom 7 :
Kolom 8 :
DISIPLIN PEGAWAI
537
DISIPLIN PEGAWAI
DISIPLIN PEGAWAI
539
BERITA RAHASIA
REPUBLIK INDONESIA
PUSAT TELEKOMUNIKASI
Tanggal : 25 JANUARI 2006
SK/2
KONSEP NO : 12727
:
:
:
:
060358
ALL KEPPRIS
SEKJEN
MASALAH
PENERAPAN
BIOMETRIK
SISTEM
ABSENSI
Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per surat kepada pusat komunikasi
DEPLU
540
DISIPLIN PEGAWAI
BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI NEGERA
SK/2
KONSEP NO : 12621
:
:
:
:
:
060667
KEPPRI BERIIN
ALL KEPPRIS
SEKJEN
PENERAPAN
ABSENSI
PERWAKINS
BIOMETRIK
DI
DISIPLIN PEGAWAI
541
542
VIII
PERSYARATAN MENDUDUKI
SUATU JABATAN
543
544
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
545
Mengingat :
Menetapkan : PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PEGAWAI NEGERI YANG MENJADI PEJABAT
NEGARA
BAB I
PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DIANGKAT MENJADI
PEJABAT NEGARA
Pasal 1
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dapat
dinaikkan pangkatnya tanpa terikat pada formasi apabila telah
memenuhi syarat-syarat untuk itu.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara berhak
atas kenaikan gaji berkala menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 2
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara
menerima penghasilan menurut ketentuan yang berlaku bagi
Pejabat Negara itu.
(2) Apabila penghasilan yang dimaksud dalam ayat (1) lebih kecil
dibandingkan dengan penghasilan sebagai Pegawai Negeri Sipil,
maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima selisih
penghasilan itu dari instansi induknya.
546
BAB II
ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK
INDONESIA YANG DIANGKAT MENJADI PEJABAT
NEGARA
Pasal 3
Ketentuan tentang kenaikan pangkat, penghasilan, hak-hak
kepegawaian, dan lain-lainnya, bagi anggota Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia yang diangat menjadi Pejabat Negara, diatur
lebih lanjut oleh Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan
Bersenjata, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah ini.
BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 4
Selama menjadi Pejabat Negara, masa kerja Pegawai Negeri
diperhitungkan penuh.
Pasal 5
Pegawai Negeri yang berhenti sebagai Pejabat Negara kembali ke
instansi induknya.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 6
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku
lagi :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1952 tentang Kedudukan
Pegawai Negeri selama menjalankan sesuatu Kewajiban Negara
di Luar Lingkungan Jabatan yang dipangkunya (Lembaran Negara
Tahun 1952 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor
281);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1956, tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1952 (Lembaran Negara
547
548
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1976
TENTANG
PEGAWAI NEGERI YANG MENJADI PEJABAT NEGARA
PENJELASAN UMUM
Bahwa untuk menjalankan tugas negara, terdapat sejumlah Pegawai
Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara untuk jangka waktu
tertentu. Tugas kewajiban sebagai Pejabat Negara adalah tugas
kewajiban yang bersifat luas yang untuk melaksanakannya
memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga. Sebagai
disebutkan, pengangkatan sebagai Pejabat Negara adalah dalam
jangka waktu tertentu; oleh sebab itu bagi Pegawai Negeri yang
diangkat menjadi Pejabat Negara perlu diatur kedudukan dan hakhak kepegawaiannya selama menjadi dan sesudah berhenti sebagai
Pejabat Negara.
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pokok-pokok tentang Pegawai
Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara, sedang pelaksanaan
teknisnya diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara sepanjang mengenai Pegawai Negeri Sipil, dan
oleh Menteri Pertahanan-Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata
sepanjang mengenai anggota Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dapat
dinaikkan pangkatnya berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku tanpa terikat pada formasi, yakni kenaikan pangkatnya
tidak terikat pada jenjang pangkat dan jabatan.
Penetapan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diangkat
menjadi Pejabat Negara dilakukan oleh pejabat yang berwenang
mengangkat dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil.
549
550
Menimbang :
Mengingat :
551
553
1) Kompetensi Umum
2) Kompetensi Khusus
Pasal 5
(1) Standar Kompetensi Umum sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 ayat (1) tercantum dalam lampiran I, lampiran II, lampiran
III dan lampiran IV Keputusan ini.
(2) Kompetensi Umum dapat diperoleh melalui pendidikan formal
maupun diklat kepemimpinan.
Pasal 6
(1) Standar Kompetensi Khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 ayat (2) ditetapkan oleh Pembina Kepegawaian di Instansi
masing-masing sesuai dengan uraian tugas/jabatan di unit
organisasinya.
(2) Kompetensi Khusus dapat diperoleh melalui diklat teknis
(3) Contoh Standar Kompetensi Khusus adalah sebagaimana
tercantum dalam lampiran V Keputusan ini.
Ketentuan Peralihan
Pasal 7
Pimpinan unit organisasi tingkat eselon II, III, dan IV yang memimpin
unit pelaksana teknis secara relatif dimungkinkan memiliki kompetensi
tingkat di atasnya.
Pasal 8
Bagi pejabat eselon V yang masih ada pada saat keputusan ini
ditetapkan diberlakukan ketentuan Standar Kompetensi sebagai
pejabat eselon IV.
Ketentuan Penutup
Pasal 9
Demikian untuk dapat digunakan sebaik-baiknya dan apabila dijumpai
hal-hal yang kurang atau tidak jelas, agar ditanyakan kepada Kepala
Badan Kepegawaian Negara.
554
Pasal 10
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 20 Juli 2001
Kepala
Badan Kepegawaian Negara
ttd
Prijono Tjiptoherijanto
NIP. 130353817
555
556
557
558
559
560
15. Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikanperbaikan/pengembangan program kepada pejabat atasannya
tentang kebijakankebijakan maupun pelaksanaannya
561
562
563
Nomor
Sifat
Lampiran
Perihal
:
:
:
:
564
565
Tembusan, Yth :
1. Presiden Republik Indonesia, sebagai laporan;
2. Wakil Presiden Republik Indonesia, sebagai laporan;
566
567
569
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR SK.09/A/OT/VIII/2004/01
TANGGAL 18 Agustus 2004
Wilayah Asia
(1) Kepala Bidang Politik KBRI Beijing
(2) Kepala Bidang Ekonomi KBRI Tokyo
(3) Kepala Bidang Ekonomi KBRI Seoul
(4) Kepala Bidang Politik KBRI Canberra
(5) Kepala Bidang Penerangan KBRI Canberra
(6) Kepala Bidang Konsuler KBRI Kuala Lumpur
(7) Kepala Bidang Politik KBRI Singapura
(8) Kepala Bidang Konsuler KBRI Riyadh
(9) Kepala Bidang Konsuler KBRI Singapura
(10) Kepala Bidang Konsuler KJRI Jeddah
(11) Kepala Bidang Konsuler KJRI Hongkong
(12) Kepala Bidang Konsuler KJRI Kinabalu
d. Wilayah Afrika
Kepala Bidang Politik KBRI Pretoria
570
MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Kepada Yth.
1. Para Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat
2. Para Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi
3. Para Pejabat Pembina Kepegawaian Kabupaten/Kota
di
Tempat
SURAT EDARAN
Nomor : SE/04/M.PAN/03/2006
TENTANG
PERPANJANGAN BATAS USIA PENSIUN
PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENDUDUKI JABATAN
STRUKTURAL ESELON I DAN ESELON II
Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil, antara lain dinyatakan bahwa bagi Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan Eselon I dan Eselon II dapat
diperpanjang batas usia pensiunnya dari 56 (lima puluh enam) tahun
sampai dengan 60 (enam puluh) tahun. Namun dalam
pelaksanaannya masing-masing Pejabat Pembina Kepegawaian baik
di Pusat maupun Daerah menetapkan kebijakan yang berbedabeda, sehingga menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan dalam
pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka agar terdapat
kesatuan persepsi dan kejelasan mekanisme serta untuk
mewujudkan kesetaraan dan keadilan dalam pembinaan karier
Pegawai Negeri Sipil, perlu kami tegaskan hal-hal sebagai berikut :
1. Pada prinsipnya perpanjangan Batas Usia Pensiun bagi Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan tertentu sebagaimana
dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 jo
PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN
571
572
573
Tembusan Yth. :
1. Presiden Republik Indonesia
2. Kepala BKN
574
BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI
SANGAT SEGERA
NO
PRO
EX
RE
:
:
:
:
050119
KEPPRI
SEKJEN
PENUNJUKKAN STAF PENGUMANDAHAN UNTUK
TUGAS KEBENDAHARAAN DAN MEKANISME
PELAKSANAAN TUGAS PENGELOLAAN KEUANGAN
575
PUSAT KOMUNIKASI -
576
: 756/KP/IV/2005/19
: 1. Yth. Kepala Biro Administrasi Menteri
2. Yth. Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi
3. Yth. Kepala Biro Keuangan
4. Yth. Kepala Biro Hukum
5. Yth. Kepala Biro Tata Usaha dan PeRIengkapan
6. Yth. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai
7. Yth. Kepala Pusat Komunikasi
8. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan
Afrika
9. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal Amerika dan
Eropa
10. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal Kerjasama
ASEAN
11. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal M. Polsoskam
12. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal M. Ekubang
13. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal IDP-PI
14. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal Protokol dan
Konsuler
Tembusan : 1. Yth. Sekretaris Jenderal (sebagai laporan)
2. Yth. Staf Ahli Menlu Bidang Manajemen
Departemen
Dari
: Kepala Biro Kepegawaian
Perihal
: Persyaratan untuk menduduki jabatan struktural Eselon
IIIa dan Eselon IVa di lingkungan Departemen Luar
Negeri II.
Berkaitan dengan usulan jabatan strukturan eselon IVa dan
IIIa dengan hormat disampaikan hal-hal sebagai berikut :
Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor : 100
Tahun 2000, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor : 13 Tahun 2002 dan Keputusan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor : 13 Tahun 2002 syarat syarat untuk
menduduki jabatan struktural adalah :
1. Berstatus Pegawai Negeri Sipil
577
BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI
KONSEP NO : 109262
ALL PERWAKINS
SANGAT SEGERA
NO
PRO
EX
RE
:
:
:
:
983973
ALL KEPPRIS
SEKJEN
PERALIHAN MASA TUGAS KEPPRI
579
PUSAT KOMUNIKASI -
580
IX
PENGHARGAAN
581
582
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat :
583
584
PENGHARGAAN
PENGHARGAAN
585
BAB III
PERSAYARATAN, PENGANUGERAHAN PEMAKAIAN DAN
PENCABUTAN SATYALANCANA KARYA SATYA
Pasal 4
(1) Satyalancana Karya Satya dianugerahkan kepada Pegawai Negeri
Sipil yang dalam melaksanakan tugasnya telah meunjukkan
kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran dan kedisiplinan.
(2) Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan :
a. Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun apabila telah bekerja
secara terus menerus sekurang-kurangnya 10 tahun;
b. Satyalancana Karya Satya Dua Puluh Tahun apabila telah
bekerja secara terus menerus sekurang-kurangnya 20 tahun;
c. Satyalancana Karya Satya Tiga Puluh Tahun apabila telah
bekerja secara terus menerus sekurang-kurangnya 30 tahun;
(3) Dalam masa bekerja secara terus menerus sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutn
tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5
(1) Satyalancana Karya Satya dianugerahkan dengan Keputusan
Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Dewan Tandatanda Kehormatan Republik Indonesia atas usul Pimpinan
Instansi, yang dikoordinasikan dengan Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara.
(2) Setiap pemberian Satyalancana Karya Satya disertai piagam
tanda kehormatan yang ditandatangani Presiden.
Pasal 6
Penganugerahan Satyalancana Karya Satya dilaksanakan setiap
tanggal 17 Agustus, hari besar nasional dan hari ulang tahun instansi.
Pasal 7
Satyalancana Karya Satya dipakai pada upacara hari besar nasional
dan upacara resmi lainnya.
586
PENGHARGAAN
Pasal 8
(1) Hak memakai Satyalancana Karya Satya dicabut apabila Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin tingkat
berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pencabutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Presiden setelah mendengar pertimbangan
Dewan Tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia atas usul
Pimpinan Instansi.
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 9
Anggaran yang diperlukan bagi penganugerahan Satyalancana Karya
Satya dibebankan pada anggaran belanja Sekretariat Negara.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 10
(1) Satyalancana Karya Satya yang telah dianugerahkan kepada
Pegawai Negeri Sipil sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah
ini, dinyatakan tetap berlaku.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat diundangkannya Peraturan
Pemerintah ini telah memiliki masa bekerja 10 tahun, 20 tahun
dan 30 tahun, dapat dianugerahi Satyalancana Karya Satya
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Kepala Badan Adminstrasi Kepegawaian Negara.
PENGHARGAAN
587
Pasal 12
Dengan ditetapkannnya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan
Satyalancana Karya Satya (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor
44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1796), dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Pasal 13
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Agustus 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Agusutus 1994
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MOERDIONO
588
PENGHARGAAN
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 1994
TENTANG
TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA
UMUM
Dalam rangka melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang
berdasarkan perpaduan antara sistem karier dan sistem prestasi
kerja, bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menunjukkan kesetiaan
terhadap Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara dan
Pemerintah serta
kecakapan, kejujuran, kedisiplinan di dalam melaksanakan tugasnya
sehingga dapat dijadikan tugasnya sehingga dapat dijadikan teladan
bagi pegawai lainnya serta telah mengabdikan diri selama 10 tahun,
20 tahun, dan 30 tahun sudah sewajarnya diberikan penghargaan
berupa anugerah tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya.
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara
dan Abdi Masyarakat di dalam melaksanakan tugas pemerintahan
dan pembangunan, mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang
sama, oleh karena itu penganugerahan tanda kehormatan
Satyalancana Karya Satya tidak dibedakan berdasarkan pangkat
dan golongan, akan tetapi dibedakan menurut lamanya bekerja
kepada Negara dan Pemerintah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Setangkai kapas dan setangkai padi melambangkan keadilan
sosial dan kesejahteraan. 17 daun dan 8 bunga serta 45 butir
PENGHARGAAN
589
PENGHARGAAN
Ayat (2)
Masa bekerja dihitung dari Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan secara nyata telah melaksanakan tugas sebagai
Calon Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil, secara terus
menerus dan tidak terputus.
Masa bekerja tersebut dihitung berdasarkan sistem berkala
dengan jangka waktu setiap 10 tahun yang dhitung sampai 3
(tiga) tahap, yaitu :
a. Masa 10 tahun tahap pertama;
b. Masa 10 tahun tahap kedua;
c. Masa 10 tahun tahap ketiga;
Apabila dalam masa 10 tahun tahap pertama, Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan yang
ditentukan, maka dapat dipertimbangkan dalam masa 10 tahun
tahap kedua untuk mendapatkan Satyalancana Karya Satya
Sepuluh Tahun dan seterusnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara
menyampaikan daftar nama Pegawai Negara Sipil yang telah
memenuhi persayaratan masa bekerja 10 tahun, 20 tahun
dan 30 tahun, kepada Pimpinan Instasi untuk diadakan
penelitian. Apabila Pegawai Negeri Sipil tersebut memenuhi
persyaratan segera dapat diusulkan untuk dianugerahi
penghargaan Satyalancana Karya Satya.
Untuk Pegawai Daerah, usul dianugerahi penghargaan tersebut
diajukan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I melalui Menteri
Dalam Negeri.
Untuk kelancaran penganugerahan, pengajuaan usul untuk
itu agar dilakukan jauh sebelum saat rencana
penganugerahan.
Ayat (2)
Cukup jelas
PENGHARGAAN
591
Pasal 6
Penganugerahan Satyalancana Karya Satya dilakukan Pimpinan
Instansi atau pejabat lain yang ditunjuk atas nama Presiden.
Pasal 7
Dalam hal menerima anugerah lebih dari satu tanda
kehormatan, maka Satyalancana Karya Satya yang dipakai
adalah yang tertinggi tingkatnya dan disematkan pada dada
sebelah kiri, dengan mengenakan pakaian sipil resmi (PSR),
pakaian sipil lengkap (PSL), pakaian upacara instansi atau
pakaian upacara Korpri yang urutannya dari kanan ke kiri
setelah tanda kehormatan Bintang. Apabila terdapat tanda
kehormatan lainnya disematkan setelah Satyalancana Karya
Satya.
Upacara resmi lainnya adalah upacara resmi yang ditentukan
oleh Pimpinan Instansi seperti hari ulang tahun instansi yang
bersangkutan.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Perhitungan masa berkala untuk mendapatkan Satyalancana
Karya Satya adalah sebagai berikut :
592
PENGHARGAAN
PENGHARGAAN
593
Keterangan :
A. BENTUK :
Bentuk lingkaran dengan sisis luar setangkai kapas dan setangkai
padi, masing-masing terdiri dari 17 daun beserta 8 bunga kapas
dan 45 butir padi.
Ditengah-tengah antara perisai dan bintang tersebut ditulis
perkataan KARYA SATYA yang di bawahnya ditulis angka
Romawi X untuk Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun, XX
untuk Satyalancana Karya Satya Duapuluh Tahun, XXX untuk
Satyalancana Karya Satya Tigapuluh Tahun.
B. UKURAN :
Jari-jari Satyalancana berikut tangkai padi dan kapas 17,50 mm
Jari-jari Satyalancana tidak berikut tangkai padi dan kapas 15
mm
Jari-jari Bintang 2 mm
Jarak antara titik tengah bintang dengan titik tengah Satyalancana
15 mm
Jari-jari lingkaran titik sebelah luar 14 mm
Jari-jari lingkaran titik sebelah dalam 13,30 mm
Tulisan Karya Satya dan angka Romawi berada tepat ditengahtengah kedua titik tengah tersebut dengan tinggi
Huruf 2 mm Angka Romawi 2 mm Lebar perisai 10,50 mm
Tinggi perisai 13,60 mm Jari-jari cincin penggantung bagian luar
3,75 mm Jari-jari cincin penggantung bagian dalam 2,75 mm
C. UKURAN PITA PENGGANTUNG :
Lebar pita berwarna dasar biru 35 mm Panjang pita 50 mm Tiga
buah lajur abu-abu kecil masing-masing 2 mm Dua buah lajur
abu-abu besar masing-masing 4 mm *24628 Jarak antara pinggir
pita dan lajur besar 2 mm Jarak antara lajur besar dengan lajur
594
PENGHARGAAN
PENGHARGAAN
595
SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Nomor :
Sifat
:
Lampiran :
Perihal :
B. 1143/Setneg/6/2002
Jakarta, 17 Juni 2002
Biasa
3 (tiga) lembar
Pemberitahuan Pemakaian Kepada
Tanda Kehormatan RI
Para Pejabat
(Tersebut Pada Lampiran)
di
Jakarta
Dengan hormat kami beritahukan bahwa dalam rangka
menyeragamkan pemakaian Tanda-Tanda Kehormatan
RI untuk menghadiri rangkaian acara peringatan Hari
Proklamasi Kemerdekaan ke-57 Republik Indonesia
Tahun 2002, tata cara pemakaian ditentukan sebagai
berikut :
1. Tanda Kehormatan yang dipakai pada Pakaian Sipil
Lengkap atau Pakaian Nasional (untuk wanita) adalah
Bintang atau Satyalancana yang dimiliki, dalam bentuk
kecil atau miniatur yang tertinggi tingkat atau
derajatnya, tanpa menggunakan Patra.
2. Bagi TNI/PoIri, tata cara pemakaian Tanda
Kehormatan disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku di lingkungan TNI/Polri.
Demikian, mohon menjadikan periksa .
a.n. Sekretaris Negara selaku Ketua
Panitia
Negara Perayaan Hari-Hari
Nasional dan Penerimaan Kepala
Negara/ Pemerintah Asing/
Pimpinan Organisasi Internasional,
Sekretaris Militer Presiden
ttd
Hasanuddin
Mayor Jenderal TNI
596
PENGHARGAAN
Tembusan :
1. Sekretaris Negara (sebagai laporan)
2. Ketua dan para anggota Dewan TKRI
PENGHARGAAN
597
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
598
PENGHARGAAN
Tanda Kehormatan
Bintang/Satyalancana
bentuk kecil/miniatur
tertinggi yang dimiliki
PENGHARGAAN
599
Tanda Kehormatan
Bintang/Satyalancana
bentuk kecil/miniatur
tertinggi yang dimiliki
600
PENGHARGAAN
Mengingat
601
PENGHARGAAN
PENDAHULUAN
A. UMUM
1. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 1994 tentang Tanda Kehormatan Satyalancana
Karya Satya. Pegawai Negeri Sipil yang dalam
melaksanakan tugasnya telah menunjukkan kesetiaan,
pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan Kedisiplinan,
serta telah bekerja secara terus-menerus sekurangkurangnya 10 tahun, 20 tahun atau 30 tahun dianugerahi
Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya.
2. Penganugerahan Satyalancana Karya Satya tersebut,
disamping sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, juga
dimaksudkan sebagai pendorong untuk meningkatkan
pengabdian dan prestasi kerjanya sehingga dapat
dijadikan teladan bagi Pegawai Negeri Sipil lainnya.
3. Untuk keseragaman dalam pengusulan dan
penganugerahan Satyalancana Karya Satya, dipandang
perlu menetapkan ketentuan pelaksanaannya, sehingga
dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat pada Pegawai
Negeri Sipil yang benar-benar layak serta pantas untuk
menerimanya.
4. Dalam ketentuan pelaksanaan ini diatur lebih lanjut halhal yang berkenaan dengan persyaratan, penganugerahan, pemakaian dan pencabutan Satyalancana Karya
Satya.
B. TUJUAN
Ketentuan pelaksanaan penganugerahan Tanda
Kehormatan Satyalancana Karya Satya ini, dimaksudkan
PENGHARGAAN
603
604
PENGHARGAAN
PENGHARGAAN
605
PENGHARGAAN
607
PENGHARGAAN
609
PENGHARGAAN
PENGHARGAAN
611
612
PENGHARGAAN
PENGHARGAAN
613
614
PENGHARGAAN
PENGHARGAAN
615
Menimbang
616
PENGHARGAAN
Mengingat
Menetapkan :
PENGHARGAAN
617
b.
c.
618
PENGHARGAAN
Pasal 6
Keputusan Menteri Luar Negeri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Agustus 2000
MENTERI LUAR NEGERI RI
ttd
Dr. ALWI SHIHAB
PENGHARGAAN
619
620
X
PENDIDIKAN DAN LATIHAN
621
622
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat :
623
624
625
Pasal 6
(1) Pendidikan dan Pelatihan Dalam Jabatan adalah pendidikan dan
pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pendidikan dan Pelatihan dalam jabatan terdiri dari: a. Pendidikan
dan Pelatihan Struktural; b. Pendidikan dan Pelatihan Fungsional;
c. Pendidikan dan Pelatihan Teknis.
Pasal 7
(1) Pendidikan dan Pelatihan Struktural adalah pendidikan dan
pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang
akan diangkat dalam jabatan struktural.
(2) Pendidikan dan Pelatihan Struktural terdiri dari:
a. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi
Tingkat Pertama yang selanjutnya disebut Diklat SPAMA,
yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi
Pegawai Negeri Sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan
untuk diangkat dalam jabatan struktural eselon III.
b. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi
Tingkat Menengah yang selanjutnya disebut Diklat SPAMEN,
yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi
Pegawai Negeri Sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan
untuk diangkat dalam jabatan struktural eselon II.
c. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi
Tingkat Tinggi yang selanjutnya disebut Diklat SPATI, yaitu
pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai
Negeri Sipil yang telah menduduki jabatan struktural eselon
II dan terpilih serta memiliki kemampuan untuk diangkat dalam
jabatan struktural eselon I.
(3) Sebelum Pendidikan dan Pelatihan struktural sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) kepada Pegawai Negeri Sipil diberikan
Pendidikan dan Pelatihan Administrasi Umum
Pasal 8
(1) Pendidikan dan Pelatihan Fungsional adalah pendidikan dan
pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang
akan dan telah menduduki jabatan fungsional.
(2) Pendidikan dan Pelatihan Fungsional dapat dilakukan secara
berjenjang sesuai dengan tingkat jabatan fungsional yang
bersangkutan.
626
Pasal 9
(1) Pendidikan dan Pelatihan Teknis adalah pendidikan dan pelatihan
yang diselenggarakan untuk memberi ketrampilan atau
penguasaan pengetahuan di bidang teknis tertentu kepada
Pegawai Negeri Sipil, sehingga mampu melaksanakan tugas dan
tanggung jawab yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
(2) Pendidikan dan Pelatihan Teknis dapat dilakukan secara berjenjang
sesuai dengan tingkat dan jenis pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan.
BAB IV
PESERTA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 10
(1) Peserta Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan adalah Calon Pegawai
Negeri Sipil.
(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang berasal dari Pendidikan dan
Pelatihan Kedinasan termasuk sekolah-sekolah Kedinasan
sebelum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, wajib mengikuti
dan lulus Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan.
Pasal 11
Peserta Pendidikan dan Pelatihan Struktural adalah Pegawai Negeri
Sipil yang akan diangkat dalam jabatan struktural yang telah
memenuhi syarat:
a. menduduki pangkat sekurang-kurangnya setingkat lebih rendah
dari pangkat terendah yang ditentukan untuk jabatan yang akan
diduduki;
b. mempunyai pendidikan serendah-rendahnya pendidikan
menengah;
c. memiliki potensi yang dapat dikembangkan, telah membuat
prestasi dalam melaksanakan tugasnya, mampu menjaga
reputasi baik bagi dirinya maupun instansinya, dan memiliki
kemauan keras untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang
bersangkutan serta syarat-syarat lain yang ditentukan oleh
Instansi Pembina.
627
Pasal 12
Peserta Pendidikan dan Pelatihan Fungsional adalah Pegawai Negeri
Sipil yang akan dan telah menduduki jabatan fungsional.
Pasal 13
Peserta Pendidikan dan Pelatihan Teknis adalah Pegawai Negeri Sipil
terutama bagi yang dipersiapkan untuk melaksanakan pekerjaan
teknis yang dibebankan kepadanya.
BAB V
KURIKULUM DAN METODA
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 14
(1) Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan menekankan pada
pembentukan sikap mental, kesamaptaan fisik dan disiplin
disamping pengetahuan-pengetahuan dasar tentang administrasi
dan manajemen.
(2) Kurikulum Diklat Struktural disamping menekankan pada
pemantapan sikap mental, kesamaptaan fisik dan disiplin, untuk
masing-masing jenjang juga menekankan pada hal-hal sebagai
berikut:
a. Diklat SPAMA menekankan pada kepemimpinan dan
bimbingan serta penguasaan pengetahuan dan ketrampilan
pelaksanaan pekerjaan pengelolaan kegiatan dan program.
b. Diklat SPAMEN menekankan pada kepemimpinan dan
bimbingan serta penguasaan pengetahuan dan ketrampilan
pembinaan strategi penataan program.
c. Diklat SPATI menekankan pada kepemimpinan dan
pembinaan serta kedalaman pola pikir dan wawasan secara
terpadu baik dalam lingkup nasional regional maupun
internasional untuk memperkuat ketahanan nasional guna
kelangsungan dan peningkatan kehidupan bangsa.
(3) Kurikulum Diklat Fungsional menekankan pada peningkatan
penguasaan pengetahuan dan/atau ketrampilan sesuai dengan
keahlian dan ketrampilan yang diperlukan di bidang masingmasing.
628
629
BAB VIII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 19
Pendidikan dan Pelatihan dapat diselenggarakan secara klasikal dan
atau non klasikal.
Pasal 20
(1) Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan bagi Calon Pegawai Negeri
Sipil golongan I, II dan III diselenggarakan oleh masing-masing
instansi di bawah pembinaan Instansi Pembina.
(2) Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan bagi Calon Pegawai Negeri
Sipil Golongan III dapat pula diselenggarakan secara gabungan
dan dilaksanakan oleh Instansi Pembina.
Pasal 21
(1) Pendidikan dan Pelatihan SPATI dan SPAMEN diselenggarakan
oleh Instansi Pembina.
(2) Pendidikan dan Pelatihan SPAMA diselenggarakan oleh Instansi
yang bersangkutan dengan pembinaan Instansi Pembina, atau
dalam hal tertentu diselenggarakan oleh Instansi Pembina.
(3) Pendidikan dan Pelatihan Fungsional diselenggarakan oleh Instansi
Pembina Jabatan Fungsional dan Instansi yang bersangkutan
dengan pembinaan Instansi Pembina.
(4) Pendidikan dan Pelatihan Teknis diselenggarakan oleh instansi
yang bersangkutan bekerjasama dengan Instansi Teknis yang
memiliki keahlian yang bersangkutan dengan pembinaan Instansi
Pembina.
Pasal 22
(1) Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pendidikan dan
pelatihan secara berdayaguna dan berhasilguna dibentuk Tim
Kurikulum.
(2) Tim Kurikulum terdiri dari : a. Tim Kurikulum Nasional; b.Tim
Kurikulum Instansi.
(3) Tim Kurikulum Nasional dibentuk oleh Pimpinan Instansi Pembina
dengan tugas pokok memberi pertimbangan kepada Pimpinan
Instansi Pembina tentang hal-hal yang berkaitan dengan Program
630
631
Pasal 28
(1) Pendidikan dan pelatihan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
ini, dapat diikuti oleh Pejabat Negara, Pegawai atau karyawan
Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Prajurit ABRI dan
lainnya, dengan memperhatikan tujuan dan persyaratan yang
ditetapkan bagi jenjang jabatan yang bersangkutan.
(2) Ketentuan mengenai keikutsertaan Pegawai Negeri Sipil dalam
pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di luar Instansinya
atau di luar negeri beserta akreditasinya diatur tersendiri oleh
Pimpinan Instansi Pembina.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Semua ketentuan yang mengatur pendidikan dan pelatihan yang ada
pada saat diundangkannya Peraturan Pemerintah ini masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 30
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Struktural baik SEPADA,
SEPALA, SEPADYA maupun SESPANAS yang sedang berlangsung
atau sedang dipersiapkan pelaksanaannya pada saat Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku, tetap dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini diatur oleh Instansi Pembina.
Pasal 32
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
633
634
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 1994
TENTANG
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL
UMUM
Tujuan nasional seperti termaktub dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 ialah untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam rangka mencapai tujuan nasional, Pegawai Negeri Sipil sebagai
salah satu unsur aparatur negara mempunyai peran yang sangat
strategis guna melaksanakan, memelihara dan mengembangkan
tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara menyeluruh.
Adapun sosok Pegawai Negeri Sipil yang diharapkan dalam rangka
upaya mencapai tujuan nasional adalah Pegawai Negeri Sipil yang
penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, Negara, Pemerintah serta yang bersatu padu,
bermental baik, berwibawa, kuat, berdayaguna, berhasil guna, bersih,
berkualitas tinggi, sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur
aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat.
Untuk dapat membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil seperti tersebut
di atas perlu dibina melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang
mengarah kepada :
a. Meningkatkan kepribadian dan semangat pengabdian kepada
masyarakat;
b. Meningkatkan mutu dan kemampuan baik dalam bidang substansi
maupun kepemimpinannya;
c. Dapat melaksanakan tugasnya dengan semangat kerjasama
dan tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja dan
organisasinya.
635
636
Pasal 5
Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan dimaksudkan untuk
melakukan pembentukan sikap mental, kesamaptaan fisik dan
disiplin serta untuk memenuhi kebutuhan kemampuan, keahlian
dan/atau ketrampilan bagi Calon Pegawai Negeri Sipil yang
diperlukan untuk menduduki sesuatu jabatan negeri.
Pasal 6
Ayat (1)
Oleh karena sasaran pendidikan dan pelatihan adalah
tersedianya Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kualitas
tertentu guna memenuhi persyaratan jabatan tertentu
maka dalam merencanakan kebutuhan pendidikan dan
pelatihan dan jenis-jenisnya, pimpinan instansi perlu
menyampaikan rencana kebutuhan pendidikan dan
pelatihan baik yang akan diselenggarakan sendiri maupun
yang akan diselenggarakan di luar instansinya kepada
Instansi Pembina. Dalam hal instansi merencanakan tugas
belajar bagi pegawainya baik di dalam negeri maupun di
luar negeri, instansi yang bersangkutan wajib melakukan
konsultasi dengan Instansi Pembina untuk menentukan
jenis, jumlah, serta kebutuhan pendidikan dan pelatihan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam
ayat ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
bagi Pegawai Negeri Sipil untuk dapat diangkat dalam
Jabatan Struktural disamping syarat lain yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendidikan dan Pelatihan ini bersifat selektif dan diikuti
atas dasar penugasan. Oleh karenanya, bukan
merupakan fasilitas yang bersifat terbuka dan dapat
diminta sebagai hak. Keikutsertaan dalam pendidikan dan
pelatihan tersebut menjadi salah satu persyaratan bagi
pengangkatan dalam jabatan struktural tertentu. Karena
637
638
639
641
642
643
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pendidikan dan Pelatihan Teknis yang bersifat umum
diselenggarakan oleh Instansi Pembina. Pendidikan dan
Pelatihan Teknis yang bersifat substantif, diselenggarakan
oleh instansi yang bersangkutan dengan bekerjasama
dengan instansi teknis lain yang berwenang atau memiliki
keahlian teknis tersebut dengan pembinaan Instansi
Pembina.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
644
Pasal 24
Ayat (1)
Agar pendidikan dan pelatihan dapat secara efisien dan
efektif mewujudkan sasaran yang ditentukan perlu
ditempuh mekanisme pembinaan pendidikan dan
pelatihan sebagai berikut :
Setiap pimpinan instansi melaksanakan identifikasi
kebutuhan akan pendidikan dan pelatihan, dan
menyampaikannya kepada Instansi Pembina untuk
menentukan relevansi pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan tersebut dengan kebutuhan persyaratan
jabatan.
Setiap pimpinan instansi melakukan pemantauan dan
penilaian periodik kepada para lulusan pendidikan dan
pelatihan guna mengetahui kesesuaian antara
penempatan dan program pendidikan dan pelatihan,
sebagai umpan balik bagi rencana penempatan pegawai
dan program pendidikan dan pelatihan.
Pengawasan dan pengendalian terhadap kesesuaian
dalam penempatan dan program Diklat dilaksanakan oleh
Instansi Pembina.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Dalam merencanakan penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan Prajabatan, Instansi Pembina melakukan
koordinasi dengan Badan Administrasi Kepegawaian
Negara, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Departemen Keuangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
645
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Dengan ketentuan ini, maka peserta seluruh Pendidikan dan
Pelatihan tadi dianggap telah memenuhi ketentuan yang
dipersyaratkan oleh Peraturan Pemerintah ini. Sebagai contoh :
peserta yang telah lulus SESPANAS dianggap telah mengikuti
SPATI.
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
646
Mengingat
647
Pertama
Kedua
Ketiga
648
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK. 27/DL/X/87/02
TENTANG
KETENTUAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS
BAGI PENDIDIKAN DAN LATIHAN BERJENJANG
649
650
651
LAMPIRAN : I
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
NOMOR : SK 27/DL/X/87/02
TAHUN : 1987
KETENTUAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS
SEKDILU PDK DAN SEKDILU PA
A. TAHAP KURSUS
Kursus bahasa Inggris SEKDILU terdiri dari 3 tahap sebagai
berikut;
I.
Tahap Pra-SEKDILU
Pra-SEKDILU
1. Kemahiran Umum
TOEFL : minimal 425
2. Kemahiran khusus
2.1. Berbicara : Melakukan pembicaraan yang sederhana
mengenai persoalan sehari-hari walaupun tidak terlalu
lancar dan masih dengan kesalahan-kesalahan tata
bahasa.
2.2. Mendengarkan :
a. Warta berita televisi : pengertian minimal 50%
b. Warta berita radio : pengertian minimal 45%
asing
c. Pidato/ceramah
652
653
LAMPIRAN : II
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
NOMOR : SK 27/DL/X/87/02
TAHUN : 1987
KETENTUAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS SESDILU
1.
Penguasaan Umum
1.1. TOEFL
: SESDILU X
SESDILU XI
: minimal 525
: minimal 550
654
c. Pidato/ceramah :
2.3 Membaca
2.3 Menulis
655
LAMPIRAN
KEPUTUSAN
NOMQR
TAHUN
: III
MENTERI LUAR NEGERI
: SK27/DL/X/87/Q2
: 1987
: minimal 550
: minimal 575
2.2.Mendengarkan :
656
2.4 Menulis
657
659
661
662
Bagian Ketiga
Peserta Pendidikan dan Latihan
Caraka Muda, Caraka Madya dan Caraka Utama
Pasal 5
a. Peserta Pendidikan dan Latihan Caraka Muda terdiri dari para
Pegawai Departemen Luar Negeri Sarjana Strata I (S1) dan
para sarjana lulusan universitas dalam dan luar negeri dari berbagai
disiplin ilmu yang lulus ujian seleksi yang diadakan oleh Pusat
Pendidikan dan Latihan Departemen Luar Negeri.
b. Peserta pendidikan dan latihan Caraka Madya adalah, para
Diplomat Muda, memegang jabatan Sekretaris kedua/Pejabat
Diplomatik, Konsuler tingkat V (PDK V). Pejabat Administrasi
Tingkat IV (PA IV) atau Pejabat Sandi tingkat III (PS III) memiliki
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) dengan nilai ratarata baik selama 2 (dua) tahun berturut-turut dan dinyatakan
lulus ujian seleksi Caraka Madya yang diadakan oleh Pusat
Pendidikan dan Latihan Departemen Luar Negeri. Pendidikan dan
latihan Caraka Madya dapat diikuti pula oleh peserta tamu dari
instansi di luar Departemen Luar Negeri.
c. Peserta Pendidikan dan Latihan Caraka Utama adalah para
Diplomat Madya, yang memegang jabatan Counsellor/Pejabat
Diplomatik Konsuler tingkat III (PDK III). Pejabat Administrasi
tingkat II (PA II) atau Pejabat Sandi tingkat I (PS I) dan
dinyatakan lulus ujian seleksi Caraka Utama yang diadakan oleh
Pusat Pendidikan dan Latihan Departemen Luar Negeri. Pendidikan
dan Latihan Caraka Utama dapat diikuti pula oleh peserta tamu
dari instansi di luar Departemen Luar Negeri.
Bagian Keempat
Lama Pendidikan dan Latihan
Pasal 6
a. Lama pendidikan dan latihan Caraka Muda adalah 12 (dua belas)
bulan dan peserta yang memenuhi persyaratan dapat
melanjutkan pendidikannya dalam program Pasca Sarjana
Universitas Indonesia untuk mencapai gelar Magister dalam waktu
12 bulan berikutnya. Masa selama diklat diperhitungkan sebagai
masa kerja;
PENDIDIKAN DAN LATIHAN
663
Bagian Ketiga
Peserta Pendidikan dan Latihan Struktural
Pasal 12
(1)
665
(3)
(4)
667
Bagian Keempat
Lama Pendidikan dan Latihan Teknis
Pasal 18
(1) Lama Pendidikan dan Latihan Promosi Indonesia adalah 300
jam pelajaran dan masa selama pendidikan diperhitungkan
sebagai masa kerja.
(2) Lama Pendidikan dan Latihan Komunikasi Publik adalah 150 jam
pelajaran dan masa selama pendidikan diperhitungkan sebagai
masa kerja.
(3) Lama Pendidikan dan Latihan Manajemen Misi Diplomatik dan
Konsuler adalah 150 jam pelajaran dan masa selama pendidikan
diperhitungkan sebagai masa kerja.
(4) Lama Pendidikan dan Latihan Bendaharawan Deplu dan Perwakilan
RI adalah 312 jam pelajaran dan masa selama pendidikan
diperhitungkan sebagai masa kerja.
(5) Lama Pendidikan dan Latihan Bahasa-Bahasa Asing dalam rangka
Caraka Muda diselenggarakan dalam waktu 312 jam pelajaran
dan dalam rangka pendidikan umum (pegawai) diselenggarakan
dalam waktu 72 jam pelajaran untuk tiap-tiap tingkatan
(Elementary I, II, III, Intermediate I, II, III, Advance I, II,
III) dan masa selama pendidikan diperhitungkan sebagai masa
kerja.
BAB V
PENDIDIKAN DAN LATIHAN FUNGSIONAL
KETERAMPILAN
Bagian Pertama
Tujuan dan Sasaran
Pasal 19
(1) Tujuan Pendidikan dan Latihan Fungsional keterampilan adalah
memberikan kesempatan kepada Pejabat Dinas Dalam Negeri
Departemen Luar Negeri untuk meniti karir dalam jabatan
fungsional arsiparis, pustakawan dan pranata komputer.
668
669
BAB VI
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PENDUKUNG
A. PROGRAM ORIENTASI ISTERI/SUAMI DIPLOMA
Bagian Pertama
Tujuan dan Sasaran
Pasal 23
(1) Tujuan program orientasi isteri/suami diplomat adalah untuk
memberikan bekal pengetahuan tentang Departemen Luar Negeri
dan Perwakilan RI, tata pergaulan diplomatik, pembinaan
masyarakat Indonesia di luar negeri, pengetahuan dasar tentang
Indonesia dan peranan wanita dalam pembangunan agar mampu
mendukung tugas-tugas isteri/suami sebagai diplomat.
(2) Sasaran program orientasi isteri/suami diplomat adalah :
a. Memiliki sikap mental yang sesuai dengan kepribadian
Indonesia.
b. Mampu mengadakan adaptasi keluarga secara afektif dan
mengetahui hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai
keluarga diplomat.
c. Mengetahui fungsi dan misi diplomasi.
d. Mampu mengadakan interaksi dan komunikasi sosial
berlandaskan wawasan sosial budaya Indonesia.
Bagian Kedua
Jenis dan Jenjang
Pasal 24
(1) Pendidikan dan Latihan Orientasi Isteri/Suami Diplomat tingkat
dasar.
(2) Pendidikan dan Latihan Orientasi Isteri/Suami Calon Kepala
Perwakilan dan Wakil Kepala Perwakilan.
670
Bagian Ketiga
Peserta Pendidikan dan Latihan
Pasal 25
(1) Peserta Pendidikan dan Latihan Orientasi Diplomat terdiri atas :
a. Isteri/Suami diplomat yang belum pernah mengikuti program
orientasi sebelumnya.
b. Isteri/Suami calon Atase Teknis.
(2) Peserta Pendidikan dan Latihan Orientasi Isteri/Suami Calon Kepala
Perwakilan dan Wakil Perwakilan terdiri atas :
a. Isteri/Suami calon Kepala Perwakilan RI yang sudah ditunjuk
oleh Presiden.
b. Isteri/Suami calon Wakil Kepala Perwakilan yang sudah
ditunjuk oleh Menteri Luar Negeri.
Bagian Keempat
Metode Pendidikan
Pasal 26
(1) Metode pendidikan dan latihan orientasi isteri/suami diplomat
adalah kuliah diskusi, simulasi dan praktek.
(2) Metode pendidikan dan latihan orientasi isteri/suami calon Kepala
Perwakilan dan Wakil Kepala Perwakilan adlaah partisipasi aktif
para peserta dalam kuliah diskusi, simulasi dan olah praja (role
playing)
Bagian Kelima
Lama Pendidikan
Pasal 27
(1) Lama Pendidikan dan Latihan Isteri/Suami diplomat adalah 150
jam pelajaran.
(2) Lama pendidikan dan latihan calon Kepala Perwakilan dan Wakil
Kepala Perwakilan disesuaikan dengan program orientasi isteri/
suami Kepala Perwakilan dan Wakil Kepala Perwakilan.
671
Bagian Keenam
Kurikulum, Silabus dan Struktur Kursus
Pasal 28
Kurikulum program orientasi isteri/suami diplomat meliputi modul
teori dan kinerja. Silabus dan struktur kursus diuraikan dalam Buku
Pedoman.
B. PENATARAN DAN KURSUS-KURSUS
Pasal 29
Pusat Pendidikan dan Latihan Departemen Luar Negeri juga
mengadakan penataran-penataran/kursus-kursus yang diadakan
untuk mendukung pelaksanaan pendidikan dan latihan fungsional
dan teknis sebagaimana tercantum dalam Buku I dan II akan
ditentukan kemudian berdasarkan kebutuhan.
BAB VII
KETENTUAN DAN LAIN-LAIN
Pasal 30
Dalam keadaan tertentu Menteri Luar Negeri dapat mengadakan
pengecualian atas persyaratan peserta untuk mengikuti pendidikan
dan latihan.
Pasal 31
Dengan berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini, maka Surat
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK : 283/OR/VIII/83/01
Tahun 1983 tentang Sistem Pendidikan dan Latihan Berjenjang
Pejabat Dinas Luar Negeri. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri
Nomor SK. 28/DL/X/87/02 Tahun 1987 tentang Sekolah Dinas Luar
Negeri. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 29/DL/X/
87/02 Tahun 1987 tentang Sekolah Staf Dinas Luar Negeri, Surat
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 30/DL/X/87/02 Tahun
1987 tentang Sekolah Staf dan Pimpinan Departemen Luar Negeri
672
673
675
Pasal 5
Program Tugas Belajar di luar negeri adalah Program Gelar dan Non
Gelar yang diselenggarakan oleh instansi/lembaga pemerintah dan
lembaga pendidikan di luar negeri.
BAB II
PEMBIAYAAN
Pasal 6
Biaya untuk Program Tugas Belajar diperoleh dari :
a. Pembiayaan yang sepenuhnya ditanggung oleh negara lain,
Kedutaan Besar Asing, Yayasan atau lembaga pendidikan/
penyandang dana baik di dalam maupun di luar negeri;
b. Pembiayaan yang berasal dari bantuan luar negeri yang disalurkan
melalui BAPPENAS atau Departemen Keuangan RI;
c. Pembiayaan yang ditanggung peserta program tugas belajar
sendiri.
Pasal 7
Pembiayaan yang hanya ditanggung sebagian oleh negara atau
lembaga pendidikan/penyandang dana, apabila dimungkinkan dapat
dibantu dari anggaran Departemen Luar Negeri.
BAB III
BIDANG STUDI
Pasal 8
Program Tugas Belajar diutamakan pada Bidang Studi yang berkaitan
langsung dengan tugas pokok Departemen Luar Negeri antara lain :
a. Diplomasi;
b. Hubungan Internasional;
c. Hukum Internasional;
d. Ekonomi Internasional;
e. Politik Internasional;
676
f.
g. Hukum Lingkungan;
h. Teknologi Informasi;
i.
Hukum Laut;
j.
Hukum Angkasa;
Studi Kawasan.
Pasal 9
677
d. Usia tidak lebih dari 35 tahun bagi calon peserta program Master
(S2) dan 40 tahun bagi program Doktor (S3);
e. Berbadan sehat yang dinyatakan dengan Surat Keterangan
Dokter yang ditunjuk;
f.
j.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 12
(1) Peserta Program Tugas Belajar di luar negeri berhak mendapat
uang pakaian, airport, tax dan dibebaskan dari pembayaran
fiskal sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Peserta Program Tugas Belajar memperoleh bantuan biaya uang
kuliah, biaya buku, biaya penelitian, biaya akomodasi, biaya
pengobatan dan perawatan.
(3) Peserta Program Tugas Belajar dapat membawa isteri/suami
dan atau keluarganya dengan terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan dari negara atau lembaga penyandang dana.
(4) Masa kerja selama mengikuti Program Tugas Belajar
diperhitungkan sebagai masa kerja aktif untuk kenaikan pangkat/
golongan maupun kenaikan gaji dan tetap memperoleh hak-hak
lainnya sebagai Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Pasal 13
(1) Peserta Program Tugas Belajar di luar negeri wajib melaporkan
perkembangan studi secara berkala dan hasil studi akhir secara
tertulis kepada Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan dan Kepala
Biro Kepegawaian dan Kepala Perwakilan RI di tempat mengikuti
program.
(2) Peserta Program Tugas Belajar di dalam negeri wajib melaporkan
perkembangan studi secara berkala dan hasil studi akhir secara
tertulis kepada Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan dan Kepala
Biro Kepegawaian.
(3) Jika dipandang perlu dan memenuhi persyaratan, peserta
Program Tugas Belajar dapat ditugaskan sebagai staf pengajar
pada Pusat Pendidikan dan Latihan selama 6 (enam) bulan bagi
lulusan program Master (S2) dan 1 (satu) tahun bagi lulusan
program Doktor (S3) sesuai dengan bidang studi yang diikuti.
(4) Peserta Program Tugas Belajar wajib menyampaikan hasil akhir
studi pada suatu acara yang diselenggarakan oleh Pusat
Pendidikan dan Latihan dihadapan para Pejabat Departemen
Luar Negeri.
PENDIDIKAN DAN LATIHAN
679
680
681
Pasal 18
Prosedur kerja Program Tugas Belajar yang harus dilaksanakan
oleh Unit-unit terkait maupun calon penerima Beasiswa adalah :
a. Pusat Pendidikan dan Latihan bertindak aktif sebagai lembaga
pengumpul informasi dan menjalin kerjasama dengan lembagalembaga/Yayasan/Kedutaan Besar Asing dalam rangka
memperoleh beasiswa;
b. Pusat Pendidikan dan Latihan menerima tawaran dari Kedutaan
Besar Asing, lembaga pemberi beasiswa, instansi/lembaga
pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan di dalam dan di luar
negeri, baik langsung maupun melalui kantor-kantor perwakilan
RI di luar negeri.
c. Pusat Pendidikan dan latihan melakukan penyeleksian tawaran
yang diterima dari segi bidang yang ditawarkan dan sifat
pendanaannya;
d. Apabila beasiswa yang ditawarkan tidak sesuai dengan
kebijaksanaan Departemen Luar Negeri maka tawaran tersebut
disampaikan kepada Sekretaris Kabinet RI untuk diteruskan ke
lembaga atau departemen yang membutuhkan;
e. Pusat Pendidikan dan Latihan mengumumkan tawaran beasiswa
ke masing-masing unit dengan tembusan kepada Biro
Kepegawaian;
f.
j.
682
683
Menimbang
Mengingat
684
Untuk
Pertama
Kedua
Ketiga
685
Keempat
686
Menimbang :
687
Mengingat
Menetapkan :
689
691
Menimbang :
692
Mengingat
Menetapkan :
KESATU
KEDUA
693
KEEMPAT
KELIMA
694
XI
PANGKAT DAN GELAR
695
696
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
697
698
699
Pasal 3
Kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan
pangkat reguler dan sistem kenaikan pangkat pilihan.
Bagian Kedua
Masa Kenaikan Pangkat
Pasal 4
Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada tanggal 1
Januari, 1 April, 1 Juli dan 1 Oktober setiap tahun, kecuali ditentukan
lain dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 5
Masa kerja untuk kenaikan pangkat pertama dihitung sejak
pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil.
Bagian Ketiga
Kenaikan Pangkat Reguler
Pasal 6
(1) Kenaikan pangkat reguler diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil
yang :
a. tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional
tertentu;
b. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak menduduki
jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu; dan
c. dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi
induk dan tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan
fungsional tertentu.
(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan sepanjang tidak melampaui pangkat atasan
langsungnya.
Pasal 7
(1) Kenaikan pangkat reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6, dapat diberikan setingkat lebih tinggi apabila :
700
701
Bagian Keempat
Kenaikan Pangkat Pilihan
Pasal 9
Kenaikan pangkat pilihan diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang :
a. menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu;
b. menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan
dengan Keputusan Presiden;
c. menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya;
d. menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara;
e. diangkat menjadi pejabat negara;
f.
702
Pasal 12
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural dan
pangkatnya masih 1 (satu) tingkat di bawah jenjang pangkat
terendah yang ditentukan untuk jabatan itu, dinaikkan pangkatnya
setingkat lebih tinggi.
(2) Kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) mulai berlaku pada periode kenaikan pangkat
berikutnya setelah pelantikan jabatan.
Pasal 13
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional tertentu,
dapat dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi, apabila :
a. sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir;
b. telah memenuhi angka kredit yang ditentukan; dan
c. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai
baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
Pasal 14
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b,
kenaikan pangkatnya diatur tersendiri dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 15
Pegawai Negeri Sipil yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa
baiknya selama 1 (satu) tahun terakhir, dinaikkan pangkatnya
setingkat lebih tinggi tanpa terikat pada jenjang pangkat, apabila :
a. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir;
dan
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja bernilai amat baik dalam 1
(satu) tahun terakhir.
Pasal 16
(1) Pegawai Negeri Sipil yang menemukan penemuan baru yang
bermanfaat bagi negara, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih
tinggi tanpa terikat dengan jenjang pangkat.
703
704
705
706
Pasal 21
(1) Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan atau diperbantukan di
luar instansi induknya dan diangkat dalam jabatan pimpinan,
dapat diberikan kenaikan pangkat setiap kali setingkat lebih tinggi,
apabila :
a. sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat
terakhir; dan
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(2) Kenaikan pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diberikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga)
kali.
(3) Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional tertentu
yang dipekerjakan atau diperbantukan di luar instansi induknya,
dapat diberikan kenaikan pangkat setiap kali setingkat lebih tinggi
berdasarkan ketentuan Pasal 13.
Bagian Kelima
Kenaikan Pangkat Anumerta
Pasal 22
(1) Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan tewas, diberikan kenaikan
pangkat anumerta setingkat lebih tinggi.
(2) Kenaikan pangkat anumerta sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), berlaku mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
tewas.
Pasal 23
Calon Pegawai Negeri Sipil yang tewas, diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil terhitung mulai awal bulan yang bersangkutan tewas
dan berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
Pasal 24
(1) Keputusan kenaikan pangkat anumerta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 dan Pasal 23, diberikan sebelum Pegawai Negeri
Sipil yang tewas tersebut dimakamkan.
707
708
709
Bagian Ketujuh
Ujian Dinas
Pasal 30
(1) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkat I,
golongan ruang II/d dan Penata Tingkat I, golongan ruang III/
d, untuk dapat dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi,
disamping harus memenuhi syarat yang ditentukan harus pula
lulus ujian dinas, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan
Pemerintah ini atau ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Ujian dinas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibagi dalam
2 (dua) tingkat yaitu :
a. Ujian dinas Tingkat I untuk kenaikan pangkat dari Pengatur
Tingkat I, golongan ruang II/d menjadi Penata Muda,
golongan ruang III/a;
b. Ujian dinas Tingkat II untuk kenaikan pangkat dari Penata
Tingkat I, golongan ruang III/d menjadi Pembina, golongan
ruang IV/a.
Pasal 31
(1) Ujian dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dilaksanakan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
(2) Ketentuan teknis mengenai pelaksanaan ujian dinas diatur lebih
lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 32
Dikecualikan dari ujian dinas, bagi Pegawai Negeri Sipil yang :
a. akan diberikan kenaikan pangkat karena telah menunjukkan
prestasi kerja luar biasa baiknya;
b. akan diberikan kenaikan pangkat karena menemukan penemuan
baru yang bermanfaat bagi negara;
c. diberikan kenaikan pangkat pengabdian karena :
1) mencapai batas usia pensiun;
2) dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi
dalam semua jabatan negeri oleh Tim Penguji Kesehatan.
710
d. telah memperoleh :
1) Ijazah Sarjana (S1) atau Diploma IV untuk ujian dinas
Tingkat I;
2) Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah lain yang setara,
Spesialis I, Spesialis II, Magister (S2) atau Doktor (S3) untuk
ujian dinas Tingkat I atau ujian dinas Tingkat II.
BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 33
Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih rendah tidak boleh
membawahi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi, kecuali
membawahi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional
tertentu.
Pasal 34
Pegawai Negeri Sipil yang pangkatnya telah mencapai pangkat
tertinggi dalam jenjang pangkat yang ditentukan untuk jabatan
struktural dapat diberikan kenaikan pangkat reguler setingkat lebih
tinggi berdasarkan jenjang pangkat sesuai dengan pendidikan yang
dimiliki.
Pasal 35
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat dari Dinas
Prajurit Wajib, diangkat kembali pada instansi semula.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat
dari Dinas Prajurit Wajib, tidak dapat diangkat kembali sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
diangkat kembali dalam pangkat yang sekurang-kurangnya sama
dengan pangkat terakhir yang dimilikinya sebelum menjalankan
Dinas Prajurit Wajib.
(4) Pemberian pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
dilaksanakan dengan memperhitungkan penuh masa kerja dan
dengan memperhatikan pangkat yang dimilikinya selama
menjalankan Dinas Prajurit Wajib.
711
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 36
Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah
ini telah menduduki jabatan struktural dan pangkatnya masih 1
(satu) tingkat di bawah jenjang pangkat terendah yang ditentukan
untuk jabatannya, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi
pada periode kenaikan pangkat setelah berlakunya Peraturan
Pemerintah ini.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Ketentuan teknis yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini, diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
Pasal 38
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, maka :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 tentang
Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Tahun 1980 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3256);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1983 tentang Perlakuan
Terhadap Calon Pegawai Negeri Sipil Yang Tewas atau Cacat
Akibat Kecelakaan Karena Dinas (Lembaran Negara Tahun 1983
Nomor 1);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1991 tentang Kenaikan
Pangkat Pegawai Negeri Sipil Secara Langsung (Lembaran Negara
Tahun 1991 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3438);
d. Segala peraturan perundang-undangan yang bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini,dinyatakan tidak berlaku.
712
Pasal 39
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000
NOMOR 196
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan II
ttd.
Edy Sudibyo
713
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat
714
PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN
PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL
PANGKAT DAN GELAR
715
Pasal 1
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun
2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil diubah, sebagai
berikut :
1. Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 4
Periode kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada
tanggal 1 April dan Oktober setiap tahun ditentukan lain dalam
Peraturan Pemerintah ini.
2. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Kenaikan pangkat reguler diberikan kepada Pegawai Negeri
Sipil termasuk Pegawai Negeri Sipil yang :
a. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak
menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional
tertentu; dan
b. dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar
instansi induk dan tidak menduduki jabatan pimpinan yang
telah ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan
fungsional tertentu.
(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan sepanjang tidak melampaui pangkat atasan
langsungnya.
3. Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 7
Kenaikan pangkat reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6, dapat diberikan setingkat lebih tinggi apabila :
716
717
Pasal 9
Kenaikan pangkat pilihan diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil
yang :
a. menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional
tertentu;
b. menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya
ditetapkan dengan Keputusan Presiden;
c. menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya;
d. menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara;
e. diangkat menjadi pejabat negara;
f. memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar/ljazah;
g. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki
jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu;
h. telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar; dan
i.
718
719
720
721
722
723
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2002
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2000
TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL
1. UMUM
Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas
prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan terhadap Negara. Selain itu, kenaikan pangkat
juga dimaksudkan sebagai dorongan kepada Pegawai Negeri
Sipil untuk lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdiannya.
Untuk dapat lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdian
Pegawai Negeri Sipil kepada Negara serta mewujudkan keadilan
dalam memberikan penghargaannya, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri Sipil, perlu diubah sesuai dengan prinsip
pembtnaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar sistem prestasi kerja
dan sistem karier yang dititik beratkan pada sistem prestasi
kerja.
2. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat(1)
Huruf a
Pegawai Negeri Sipil yang mengikuti tugas belajar
merupakan tenaga terpilih, oleh sebab itu selama
724
725
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memperoleh dalam ketentuan
ini, termasuk bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah
memiliki Surat Tanda Tamat Belajar/ljazah yang
diperoleh sebelum yang bersangkutan diangkat
menjadi calon Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
726
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
727
Mengingat
728
729
731
Pasal 2
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Juni 1999
KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
SOFIAN EFFENDI
732
Menimbang
733
Mengingat
734
Pasal 3
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan pimpinan/struktural
pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 4
Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 037/Kep/1985 tentang
Jenjang Pangkat Jabatan Pimpinan pada Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri, sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor
42 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Lampiran Keputusan Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 037/Kep/1985
tentang Jenjang Pangkat Jabatan Pimpinan pada Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 5
Keputusan ini disampaikan kepada pejabat yang berkepentingan
untuk diindahkan dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Pasal 6
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal : 22 Maret 2001
KEPALA
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
PROF. DR. PRIJONO TJIPTOHERIJANTO
735
Lampiran
Keputusan Kepala Badan
Kepegawaian Negara
Nomor : 06 Tahun 2001
Tanggal : 22 Maret 2001
JENJANG PANGKAT JABATAN PIMPINAN PADA PERWAKILAN
REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI
JABATAN PIMPINAN
JENJANG PANGKAT
NO. ESELON PADA PERWAKILAN RI PANGKAT
GOL
PANGKAT
DI LUAR NEGERI
PERMULAAN RUANG
TERTINGGI
1
2
3
4
5
6
GOL.
RUANG
7
II.a
III.a
Pembina
Utama Muda
Pembina
Pembina
Penata
Penata
IV/c
IV/a
IV/a
III/c
III/c
Pembina Utama
Madya
Pembina Tingkat I
Pembina Tingkat I
Penata Tingkat I
Penata Tingkat I
IV/d
IV/b
IV/b
III/d
III/d
II.a
III.a
IV.a
Kepala Perwakilan
Konsulat Jenderal
Kepala Perwakilan
Konsulat
Kepala Bidang
Kepala Bagian
Kepala Sub Bidang
Kepala Sub Bagian
Pembina
Utama Muda
Pembina
Utama Muda
Pembina
Pembina
Penata
Penata
IV/c
IV/c
IV/a
IV/a
III/c
III/c
Pembina Utama
Madya
Pembina Utama
Madya
Pembina Tingkat I
Pembina Tingkat I
Penata Tingkat I
Penata Tingkat I
IV/d
IV/d
IV/b
IV/b
III/d
III/d
KEPALA
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
PROF. DR. PRIJONO TJIPTOHERIJANTO
736
SURAT-EDARAN
NOMOR 21/SE/1977
TENTANG
PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG LEBIH RENDAH
PANGKATNYA MEMBAWAHI SECARA LANGSUNG
PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG LEBIH TINGGI
PANGKATNYA
1.
737
a.
b.
c.
d.
e.
Dan lain-lain.
2.
3.
738
5.
739
740
741
3.
742
5
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
743
LAMPIRAN
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR
: 01/SE/1987
TANGGAL : 8 JANUARI 1987
NO
.
ABRI
1.
Jenderal/Laksamana/
Marsekal
Pembina Utama
IV/e
2.
Letnan Jenderal/
Laksamana Madya/
Marsekal Madya
Pembina Utama
IV/e
3.
Mayor Jenderal/
Laksamana Muda/
Marsekal Muda
Pembina Utama
IV/e
4.
Brigadir Jenderal/
Laksamana Pertama/
Marsekal Pertama madya
Pembina Utama
Madya
IV/d
5.
Kolonel
Pembina Utama
Muda
IV/c
6.
Letnan Kolonel
Pembina
Tingkat I
IV/b
7.
Mayor
Pembina
IV/a
a. Penata
III/d
Tingkat I
b. Penata
744
III/c
KETERANGAN
Apabila menjabat
sekurangkurangnya
jabatan eselon III
atau telah
sekurangkurangnya 4
tahun
dalam pangkat
Kapten
8.
Letnan Satu
Penata Muda
Tingkat I
9.
Letnan Dua
Penata Muda
10.
Pengatur
Tingkat I
11.
Sersan Mayor
Pengatur
12.
a. Sersan Kepala
b. Sersan Satu
Pengatur Muda
Tingkat I
13.
Sersan Dua
Pengatur Muda
14.
Kopral Satu
Juru Tingkat I
15.
Kopral Dua
Juru
16.
Juru Muda
Tingkat I
17.
Juru Muda
KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
A. E. MANIHURUK
745
746
747
748
Pasal 12
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 03 September 2004
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
HASAN WIRAJUDA
749
BERITA RAHASIA
Tanggal
09 September 2002
PPO PERWAKILAN RI :
NO
PRO
EX
RE
:
:
:
:
ALL PERWAKILANS
023506
KEPPRI
KARO KEPEG
BATAS WAKTU PENERIMAAN USUL KENAIKAN
PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL
B.
C.
750
D.
DEPLU
751
BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI
KONSEP NO : 2750A
SEMUA PERWAKILAN
SANGAT SEGERA
NO
PRO
EX
RE
:
:
:
:
044308
ALL PERWAKINS
SEKJEN
PERIODE KENAIKAN GELAR DIPLOMATIK
753
PETUNJUK PELAKSANAAN
No. KP. 0618/JUKLAK/94/12
TENTANG PERCEPATAN KENAIKAN TINGKAT
PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
I.
PENDAHULUAN
Dalam rangka program pembinaan, pengembangan karier dan
peningkatan mutu Pejabat Dinas Luar Negeri (PDLN), dipandang
perlu untuk segera mengeluarkan Petunjuk Pelaksanaan tentang
Percepatan Kenaikan Tingkat Pejabat Dinas Luar Negeri.
II. DASAR
1. UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
2. UU No. 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat
Pegawai Negeri Sipil.
3. PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil.
4. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK 236/OR/V/83/01
Tahun 1983 tentang Kebijaksanaan Kepegawaian
Departemen Luar Negeri.
5. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK.279/OR/VIII/83/01
Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar PDLN.
6. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SP/1410/DN/M/1981
Tahun 1931 tentang Disiplin Bagi Pegawai Departemen Luar
Negeri.
7. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK.029/OR/X/84/01
Tahun 1984 tentang Perubahan Pasal 8 Kepmenlu No.SP/
1527/DN/X/1982 Tentang Program Kaderisasi.
III.PELAKSANAAN
1. Percepatan Kenaikan Tingkat dimungkinkan dapat diberikan
setingkat lebih tinggi apabila PDLN yang bersangkutan
754
755
756
IV. P E N U T U P
Petunjuk pelaksanaan ini agar dilaksanakan dengan sebaiksebaiknya tidak, menutup kemungkinan adanya kebijaksanaan
baru dari Pimpinan Departemen Luar Negeri.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 23 Maret 1994.
KEPALA BIRO KEPEGAWAIAN
ttd
HARINGUN HARDJOTANOJO
757
758
759
Contoh
Nota Usul Kenaikan Pangkat
7
8
9
10
11
12
13
:
:
:
:
:
:
NAMA
NIP / KARPEG
TEMPAT, TANGGAL LAHIR
PENDIDIKAN
PANGKAT SAAT INI
PANGKAT / GOLONGAN
TMT PANGKAT
PANGKAT / GOLONGAN
TMT PANGKAT
NAMA
NIP
PANGKAT/GOLONGAN
JABATAN
TH :
TH :
KENAIKAN PANGKAT PILIHAN
KENAIKAN PANGKAT REGULER
Jakarta,
NIP :
760
(_______________)
Contoh Isian
Nota Usul Kenaikan Pangkat
1
2
3
4
5
7
8
9
10
11
12
13
:
:
:
:
:
:
NAMA
NIP / KARPEG
TEMPAT, TANGGAL LAHIR
PENDIDIKAN
PANGKAT SAAT INI
PANGKAT / GOLONGAN
TMT PANGKAT
PANGKAT / GOLONGAN
TMT PANGKAT
NAMA
NIP
PANGKAT/GOLONGAN
JABATAN
Jakarta,
(_______________)
NIP :
761
762
XII
PENEMPATAN PEGAWAI
763
764
765
766
PENEMPATAN PEGAWAI
767
768
PENEMPATAN PEGAWAI
Pasal 7
Pasangan diplomat suami isteri yang ditempatkan pada Perwakilan
yang sama atau pada Perwakilan yang berbeda tetapi di kota yang
sama, diberikan :
a. Semua haknya sesuai ketentuan yang berlaku, kecuali tunjangan
suami atau istri;
b. Tunjangan anak, sewa rumah, biaya penampungan hotel, dan
ongkos perjalanan pindah hanya diberikan kepada salah satu
yaitu yang memiliki gelar diplomatik yang lebih tinggi.
Pasal 8
Pasangan diplomat suami isteri yang ditempatkan secara terpisah
wajib menjaga dan memelihara keutuhan rumah tangganya.
Pasal 9
Pasangan diplomat suami isteri yang mengikuti penempatan isteri
atau suaminya di Perwakilan dapat mengajukan :
a. Cuti di luar tanggungan negara; atau
b. Permohonan ijin tugas belajar atas biaya sendiri
Pasal 10
(1) Pasangan diplomat suami isteri yang mengajukan cuti di luar
tanggungan negara, dikenai segala ketentuan tentang cuti di luar
tanggungan negara;
(2) Kepada isteri atau suami sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) di atas diberikan tunjangan isteri atau suami sesuai peraturan
yang berlaku.
(3) Dalam hal salah satu dari pasangan diplomat suami isteri
mengajukan ijin cuti tugas belajar atas biaya sendiri pada
lembaga pendidikan atau universitas yang terakreditasi baik,
maka :
a. Kepada yang bersangkutan diberikan tunjangan isteri atau
suami sesuai dengan peraturan yang berlaku;
b. Gaji dan tunjangan lainnya di dalam negeri dihentikan;
PENEMPATAN PEGAWAI
769
770
PENEMPATAN PEGAWAI
Pasal 14
Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Luar
Negeri Nomor SK/101/PK/VII/96/01 tentang Penugasan Suami dan
Isteri yang mempunyai Kualifikasi Pejabat Dinas Luar Negeri dinyatakan
tidak berlaku lagi.
Pasal 15
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 08 Juni 2004
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. N. HASSAN WIRAJUDA
PENEMPATAN PEGAWAI
771
Menimbang
Mengingat
772
PENEMPATAN PEGAWAI
(2)
(3)
PENEMPATAN PEGAWAI
773
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
774
PENEMPATAN PEGAWAI
PENEMPATAN PEGAWAI
775
BAB III
GELAR JABATAN
Pasal 5
Kepada Pejabat Perwakilan dari luar Departemen Luar Negeri dengan
status diplomat!k diberikan gelar jabatan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
Kepada Atase Pertahanan dan Atase Teknis tidak diberikan gelar
kepangkatan.
BAB IV
PRESEANCE
Pasal 7
Preseance pejabat-pejabat Perwakilan diatur dengan keputusan
Menteri Luar Negeri tersendiri.
BAB V
KEUANGAN DAN PERIENGKAPAN
Pasal 8
Anggaran Bidang Pertahanan dan Bidang Teknis merupakan bagian
anggaran Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen
yang berkepentingan.
Pasal 9
Pengelolaan keuangan dan peRIengkapan Bidang Pertahanan dan
Bidang Teknis dilakukan oleh Perwakilan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 10
Penyusunan rencana anggaran Bidang Pertahanan dan Bidang Teknis
dibuat oleh Kepala Bidang yang bersangkutan bersama Kepala bagian
Administrasi Perwakilan dan diketahui oleh Kepala Perwakilan.
776
PENEMPATAN PEGAWAI
Pasal 11
Tunjangan luar negeri Atase Pertahanan dan Atase Teknis ditetapkan
oleh Menteri Luar Negeri.
BAB VI
TATA KERJA
Pasal 12
Pejabat Perwakilan wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi
dan sinkronisasi untuk menjamin tercapainya daya guna dan hasil
guna sesuai dengan tugas pokoknya.
Pasal 13
(1)
(2)
PENEMPATAN PEGAWAI
777
Pasal 17
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 6 Juni1984
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA
778
PENEMPATAN PEGAWAI
1012/KP/III/2006/19
Kepada Yth. :
Tembusan
Perihal
PENEMPATAN PEGAWAI
779
780
PENEMPATAN PEGAWAI
Jakarta,
Nomor : 6278/1979/12
Lampiran :
Perihal
: Pengujian Kesehatan
Dalam Rangka Penugasan /
Penempatan di Luar Negeri
September 1979
Kepada Yth.
Sdr. MENTERI
781
782
PENEMPATAN PEGAWAI
NOTA EDARAN
Nomor
: 1398/Kepeg/1979
Kepada Yth. : 1. Yth. Sdr. Para Kepala Biro/Direktur/Inspektur/
Kepala Pusat
2. Yth. Sdr. Para Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan
C.c.
: Yth. Sdr. Sekretaris Jenderal (Sebagai Laporan)
Dari
: Kepala Biro Kepegawaian
Perihal
: Pengujian Kesehatan Pejabat Deplu dan isterinya
dalam rangka penempatan diluar negeri.
Lampiran
: 1. Bersama ini diberitahukan dengan hormat, bahwa dalam rangka
terjaminnya kesegaran dan kesehatan jasmani serta rohani
Pegawai Negeri Sipil sehingga mereka dapat melakukan tugas
mereka secara efisien, efektif serta berkelanjutan, maka semua
Pegawai Negeri Sipil termasuk pegawai yang akan melakukan
tugas diluar negeri diwajibkan mengajukan permintaan pengujian
kesehatan, sesuai dengan P.P. Nomor 26 Tahun 1976 dan Surat
Edaran Kepala BAKN No. 15/SE/1977 tanggal 01 Juli 1977.
2. Dalam rangka pelaksanaan ketentuan diatas, untuk kelancaran
dan keteraturan dalam pelaksanaan pengujian kesehatan ini
Tim Penguji Kesehatan Pada Rumah Sakit Umum Jakarta
Selatan Fatmawati telah kami minta untuk melakukan
pengujian kesehatan para pegawai Deplu dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Yang dikenakan pengujian kesehatan ialah para pejabat Deplu
yang akan ditempatkan pada Perwakilan R.I. diluar negeri
termasuk isteri yang bersangkutan.
b. Permintaan pengujian kesehatan kepada Tim Penguji
Kesehatan dilakukan dengan surat dari Biro Kepegawaian
c.q. Kepala Sub Bagian Kesejahteraan Pegawai.
c. Pengujian kesehatan dilakukan secara lengkap dan mencakup
pemeriksaan paru-paru, jantung, tekanan darah, hati, limpa,
urine dan darah.
d. Pengujian kesehatan dapat dilakukan setiap hari kerja
terkecuali hari Sabtu dan hari libur resmi.
PENEMPATAN PEGAWAI
783
Biaya pengujian kesehatan seluruhnya sebesar Rp. 15.000,seorang. Biaya tersebut hendaknya dibayar terlebih dahulu
oleh yang bersangkutan dan kemudian dapat memperoleh
penggantian dari dinas, dengan catatan biaya pengujian
kesehatan untuk isterinya ditanggung sendiri.
784
PENEMPATAN PEGAWAI
785
786
PENEMPATAN PEGAWAI
No
Nama
NIP
Gelar Dipl
Unit Kerja
Ditempatkan di
Perwakilan
20003637
MC
Houston
20005380
Sekll
Dit Perjanjian
Polkamwil
Jenewa
Achri Jumanto
20004665
Sekll
Setditjen KS ASEAN
Mumbay
Ahmad Daya
Handasah Irfan
20004656
Counsellor
Dit Astimpas
Seoul
Alien Simarmata
20005455
Sekll
Itjen
Praha
Andalusi Aristaputri
20004235
Counsellor
Lisabon
Andi Rahadian
20005513
Sekll
Dit PPM
San Fransisco
Dian Nirmalasari
20005879
Sek III
BAM
Perth
Dimas Dwihasta
20005863
Sek III
Dit PPM
Pretoria
20005872
Sek III
Dit Konsuler
Buenos Aires
20005903
Sek III
20004543
Counsellor
20005881
Sek III
BAM
Harare
20002988
MC
P3K2 Aspasaf
BS Begawan
15 Khasan Ashari
20005886
Sek III
Biro Kepegawaian
San Fransisco
16 Lisdar Fauzan
20005912
Sek III
Paramaribo
20005276
Sek I
Ditjen Ekubang
Canberra
20005775
Sek III
Pusdiklat
Kyiv
Sekll
BPO
Songkhla
20005443
Sekll
Ditjen KS ASEAN
Jenewa
21 Rizky Safary
20005279
Sek I
Dit KS Ekonomi
ASEAN
Songkhla
10 Erna Herlina
11
Harry Rusmana
Irawan
12 Iman P Havid
Ita Anggraeni
Puspitasari
Kardi Ady
14
Zulkarnaen
13
17
Meri Binsar
Simorangkir
18 Nanang S Fadillah
DitKSEkonomi
ASEAN
Dit KS Fungsional
ASEAN
Bucharest
Khartoum
PENEMPATAN PEGAWAI
787
NIP
Gelar Dipl
Unit Kerja
Ditempatkan di
Perwakilan
20005579
Sekll
Dit Astimpas
Brasilia, DF
20005225
Sek I
Wellington
20004224
Sekll
Dit Afrika
Beirut
T.B.H. Wirjaksana
Adjie
20005288
Sek I
Dit KIPS
26 Taufiq Lamsuhur
20005861
Sek III
Dit Erbar
Antananarivo
Uraniwan
Soedarsono
20005463
Sekll
Dit Ertengtim
Sana'a
28 Wahyu Suprobo
20005877
Sek III
Phnom Penh
29 Wibanarto Eugenius
20004357
Counsellor
Dit Komstan
Vancouver
30 Yusran Hadromi
20005468
Sek II
Itjen
Dar Es Salaam
Dephukham
Kuching
Dephub
Kuala Lumpur
Dephub
Jeddah
No
Nama
Rospinda Uliani
Saragih
Siti Nugraha
23
Mauludiah
22
25
27
31 Yudanus Dekiwanto
32 Bambang S Ervan
Bambang
Sudaryono
Teguh Hendro
34
Cahyono
33
Stafnis
Imigrasi
Atase
120141414
Perhubungan
Stafnis
120143935
Perhubungan
40049131
160045653
Atase Naker
Depnakertrans
Kuala Lumpur
35 Hengki Irzan
160043662
Atase Naker
Depnakertrans
Abu Dhabi
36 R Wisantoro
160045743
Atase Naker
Depnakertrans
Kuwait City
37 Agus Soewandi
Depnakertrans
Jeddah
38 Sri Setiawati
Depnakertrans
Hongkong
788
PENEMPATAN PEGAWAI
XIII
PERKAWINAN
DAN
PERCERAIAN
789
790
Bentuk
Oleh
Nomor
Tanggal
Sumber
Tentang
Indeks
:
:
:
:
:
:
:
UNDANG-UNDANG (UU)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
1 TAHUN 1974 (1/1974)
2 JANUARI 1974 (JAKARTA)
LN 1974/1; TLN NO. 3019
PERKAWINAN
PERDATA. Perkawinan.
bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta citacita untuk pembinaan hukum nasional, perlu adanya
Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku
bagi semua warga negara.
Mengingat
791
792
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluankeperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
(2). Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini
tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya
tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi
pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya
selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebabsebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim
Pengadilan.
BAB II
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Pasal 6
(1). Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon
mempelai.
(2). Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai
umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua
orang tua.
(3). Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal
dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan
kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup
diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua
yang mampu menyatakan kehendaknya.
(4). Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam
keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka
izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga
yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus
keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat
menyatakan kehendaknya.
(5). Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang
disebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang
atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya,
maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang
yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang
tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar
orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
793
794
Pasal 9
Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak
dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat
(2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 10
Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan
yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara
mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang
bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 11
(1). Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka
waktu tunggu.
(2). Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan
diatur dalam Peraturan Pemerintah lebih lanjut.
Pasal 12
Tata-cara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan
perundang-undangan tersendiri.
BAB III
PENCEGAHAN PERKAWINAN
Pasal 13
Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi
syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Pasal 14
(1). Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam
garis keturunan lurus keatas dan kebawah, saudara, wali nikah,
wali, pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihakpihak yang berkepentingan.
(2). Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga
mencegah berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
795
Pasal 20
Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan
atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui
adanya pelanggaran dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal
8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini meskipun tidak
ada pencegahan perkawinan.
Pasal 21
(1). Jika pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa terhadap
perkawinan tersebut ada larangan menurut Undang-undang ini,
maka ia akan menolak melangsungkan perkawinan.
(2). Didalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang
ingin melangsungkan perkawinan oleh pegawai pencatat
perkawinan akan diberikan suatu keterangan tertulis dari
penolakan tersebut disertai dengan alasan-alasan penolakannya.
(3). Para pihak yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan
permohonan kepada pengadilan didalam wilayah mana pegawai
pencatat perkawinan yang mengadakan penolakan berkedudukan
untuk memberikan keputusan, dengan menyerahkan surat
keterangan penolakan tersebut diatas.
(4). Pengadilan akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat
dan akan memberikan ketetapan, apakah ia akan menguatkan
penolakan tersebut ataukah memerintahkan, agar supaya
perkawinan dilangsungkan.
(5). Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang
mengakibatkan penolakan tersebut hilang dan para pihak yang
ingin kawin dapat mengulangi pemberitahuan tentang maksud
mereka.
BAB IV
BATALNYA PERKAWINAN
Pasal 22
Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi
syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
797
Pasal 23
Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu :
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami
atau isteri;
b. Suami atau isteri;
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum
diputuskan;
d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang
ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara
langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah
perkawinan itu putus.
Pasal 24
Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah
satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya
perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru,
dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4
Undang-undang ini.
Pasal 25
Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan
dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau
ditempat tinggal kedua suami isteri, suami atau isteri.
Pasal 26
(1).Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat
perkawinan yang tidak berwenang, wali-nikah yang tidak sah
atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi
dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis
keturunan lurus keatas dari suami atau isteri, jaksa dan suami
atau isteri.
(2).Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan
alasan dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka telah
hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan
akte perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang
tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
798
Pasal 27
(1). Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan
dibawah ancaman yang melanggar hukum.
(2). Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya
perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri.
(3). Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu
menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan
tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan
pembatalan, maka haknya gugur.
Pasal 28
(1). Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat
beRIangsungnya perkawinan.
(2). Keputusan tidak berlaku surut terhadap :
a. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;
b. Suami atau isteri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali
terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan
didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu;
c. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b
sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik
sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai
kekuatan hukum tetap.
BAB V
PERJANJIAN PERKAWINAN
Pasal 29
(1). Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua
pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian
tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah
mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak
ketiga tersangkut.
799
800
801
Pasal 39
(1).Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan
setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2).Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa
antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai
suami isteri.
(3).Tatacara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam
peraturan perundangan tersendiri.
Pasal 40
(1).Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
(2).Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini
diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak;
bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,
Pengadilan memberi keputusannya;
b. Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan
dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam
kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan
dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan
sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
BAB IX
KEDUDUKAN ANAK
Pasal 42
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah.
802
Pasal 43
(1). Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
(2). Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
(1). Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan
oleh isterinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya
telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.
(2). Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak
atas permintaan pihak yang berkepentingan.
BAB X
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK
Pasal 45
(1). Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik-baiknya.
(2). Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban
mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang
tua putus.
Pasal 46
(1). Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak
mereka yang baik.
(2). Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut
kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus
keatas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.
Pasal 47
(1). Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah
kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari
kekuasaannya.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
803
804
805
Pasal 55
(1).Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte
kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang
berwenang.
(2).Bila akte kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada,
maka Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asalusul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti
berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat.
(3).Atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut ayat (2) pasal ini,
maka instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum
Pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akte kelahiran bagi
anak yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Perkawinan diluar Indonesia
Pasal 56
(1).Perkawinan yang dilangsungkan diluar Indonesia antara dua
orang warganegara Indonesia atau seorang warganegara
Indonesia dengan warganegara Asing adalah sah bilamana
dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana
perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia
tidak melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
(2).Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali
diwilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus
didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal
mereka.
Bagian Ketiga
Perkawinan Campuran
Pasal 57
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang
ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk
pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan
dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
806
Pasal 58
Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan
perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari
suami/isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya,
menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-undang
kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.
Pasal 59
(1). Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau
putusnya perkawinan menentukan hukum yang berlaku, baik
mengenai hukum publik maupun mengenai hukum perdata.
(2). Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan
menurut Undang-undang Perkawinan ini.
Pasal 60
(1). Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum
terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh
hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi.
(2). Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat
(1) telah dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk
melangsungkan perkawinan campuran, maka oleh mereka yang
menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing
berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan
bahwa syarat-syarat telah dipenuhi.
(3). Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan
surat keterangan itu, maka atas permintaan yang
berkepentingan, Pengadilan memberikan keputusan dengan tidak
beracara serta tidak boleh dimintakan banding lagi tentang soal
apakah penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan
atau tidak.
(4). Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan,
maka keputusan itu menjadi pengganti keterangan yang tersebut
ayat (3).
(5). Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak
mempunyai kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan
dalam masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan.
807
Pasal 61
(1).Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang
berwenang.
(2).Barang siapa melangsungkan perkawinan campuran tanpa
memperlihatkan lebih dahulu kepada pegawai pencatat yang
berwenang surat keterangan atau keputusan pengganti
keterangan yang disebut dalam Pasal 60 ayat (4) Undangundang ini dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya
1 (satu) bulan.
(3).Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan
sedangkan ia mengetahui bahwa keterangan atau keputusan
pengganti keterangan tidak ada, dihukum dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan dihukum jabatan.
Pasal 62
Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur sesuai dengan
Pasal 59 ayat (1) Undang-undang ini.
Bagian Keempat
Pengadilan
Pasal 63
(1).Yang dimaksud dengan Pengadilan dalam Undang-undang ini
ialah :
a. Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam;
b. Pengadilan Umum bagi lainnya.
(2).Setiap Keputusan Pengadilan Agama dikukuhkan oleh Pengadilan
Umum.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku yang
dijalankan menurut peraturan-peraturan lama, adalah sah.
808
Pasal 65
(1). Dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang baik
berdasarkan hukum lama maupun berdasarkan Pasal 3 ayat
(2) Undang-undang ini maka berlakulah ketentuan-ketentuan
berikut :
a. Suami wajib memberi jaminan hidup yang sama kepada
semua isteri dan anaknya;
b. Isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak
atas harta bersama yang telah ada sebelum perkawinan
dengan isteri kedua atau berikutnya itu terjadi;
c. Semua isteri mempunyai hak yang sama atas harta bersama
yang terjadi sejak perkawinannya masing-masing.
(2). Jika Pengadilan yang memberi izin untuk beristeri lebih dari
seorang menurut Undang-undang ini tidak menentukan lain,
maka berlakulah ketentuan-ketentuan ayat (1) pasal ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan
berlakunya Undang-undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerijik Wetboek),
Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie
Christen Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan Perkawinan
Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158),
dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan
sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 67
(1). Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya,
yang pelaksanaannya secara efektif lebih lanjut akan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(2). Hal-hal dalam Undang-undang ini yang memerlukan pengaturan
pelaksanaan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
809
810
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
bahwa untuk kelancaran pelaksanaan Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019),
dipandang perlu untuk mengeluarkan Peraturan
Pemerintah yang mengatur ketentuan-ketentuan
pelaksanaan dari Undang-undang tersebut;
Menimbang
Menimbang
PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
811
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a. Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
b. Pengadilan adalah Pengadilan Agama bagi mereka yang
beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang lainnya;
c. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan
Umum;
d. Pegawai Pencatat adalah Pegawai pencatat perkawinan dan
perceraian.
BAB II
PENCATATAN PERKAWINAN
Pasal 2
(1) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agama Islam dilakukan oleh Pegawai
Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
(2) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu
selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat perkawinan
pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai
perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus
berlaku bagi tatacara pencatatan perkawinan berdasarkan
berbagai peraturan yang berlaku, tatacara pencatatan
perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3
sampai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini.
812
Pasal 3
(1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan
memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat
ditempat perkawinan akan dilangsungkan.
(2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurangkurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan
dilangsungkan.
(3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2)
disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat
atas nama Bupati Kepala Daerah.
Pasal 4
Pemberitahuan dilakukan secara lisan atau tertulis oleh calon
mempelai, atau oleh orang tua atau wakilnya.
Pasal 5
Pemberitahuan memuat nama, umur, agama/kepercayaan,
pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai dan apabila salah
seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama isteri
atau suami terdahulu.
Pasal 6
(1) Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak
melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat
perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan
perkawinan menurut Undang-undang,
(2) Selain penelitian terhadap hal sebagat dimaksud dalam ayat
(1), Pegawai Pencatat meneliti pula :
a. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai.
Dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir,
dapat dipergunakan surat keterangan yang menyatakan
umur dan asal-usul calon mempelai yang diberikan oleh
Kepala Desa atau yang setingkat dengan itu;
b. Keterangan mengenai nama, agama/kepercayaan,
pekerjaan dan tempat tinggal orang tua calon mempelai.
c. Izin tertulis/izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2), (3), (4), dan (5) Undang-undang, apabila salah
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
813
814
Pasal 9
Pengumuman ditandatangani oleh Pegawai Pencatat dan memuat :
a. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman
dari calon mempelai dan dari orang tua calon mempelai; apabila
salah seorang atau keduanya pernah kawin disebutkan nama
isteri dan atau suami mereka terdahulu;
b. Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan.
BAB III
TATA CARA PERKAWINAN
Pasal 10
(1) Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak
penggumuman kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat
seperti yang dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah ini.
(2) Tatacara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
(3) Dengan mengindahkan tatacara perkawinan menurut masingmasing hukum agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan
dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua
orang saksi.
Pasal 11
(1) Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini, kedua
mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan
oleh Pegawai Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku.
(2) Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu,
selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai
Pencatat yang menghadiri perkawinan dan bagi yang
melangsungkan perkawinan menurut agama Islam,
ditandatangani pula oleh wali nikah atau yang mewakilinya.
(3) Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan
telah tercatat secara resmi.
815
BAB IV
TATA CARA PERKAWINAN
Pasal 12
Akta Perkawinan memuat :
a. Nama, tanggal dan tempat lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan
dan tempat kediaman suami isteri; Apabila salah seorang atau
keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama isteri atau suami
terdahulu;
b. Nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman
orang tua mereka;
c. Izin sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5)
Undang-undang;
d. Dispensasi sebagai dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Undangundang;
e. Izin Pengadilan sebagai dimaksud dafam Pasal 4 Undang-undang;
f.
j.
816
BAB V
TATACARA PERCERAIAN
Pasal 14
Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut
agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat
kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan
bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasanalasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang
untuk keperluan itu.
Pasal 15
Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud
dalam Pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari memanggil pengirim surat dan juga isterinya untuk
meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan maksud perceraian itu.
Pasal 16
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan
untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalarn Pasal 14 apabila
memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal
19 Peraturan Pemerintah ini, dan Pengadilan berpendapat bahwa
antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan
untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pasal 17
Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan
perceraian yang dimaksud dalam Pasal 16, Ketua Pengadilan
membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut.
Surat keterangan itu dikirimkan kepada Pegawai Pencatat di tempat
perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.
Pasal 18
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan
di depan sidang pengadilan.
817
Pasal 19
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan :
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat,
penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama (dua) tahun
berturut-turu tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah
atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun
atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/
isteri;
f.
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya
kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman tergugat.
(2) Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak
diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap,
gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat
kediaman penggugat.
(3) Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan
perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman
penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan
tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia
setempat.
Pasal 21
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf
b, diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampau
2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.
818
819
(2) Bagi Pengadilan Negeri panggilan dilakukan oleh juru sita; bagi
Pengadilan Agama panggilan dilakukan oleh Petugas yang ditunjuk
oleh Ketua Pengadilan Agama.
(3) Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan.
Apabila yang bersangkutan tidak dapat dijumpainya, panggilan
disampaikan melalui Luran atau yang dipersamakan dengan itu.
(4) Panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dan
disampaikan secara patut dan sudah diterima oleh penggugat
maupun tergugat atau kuasa mereka selambat-lambatnya 3
(tiga) hari sebelum sidang dibuka.
(5) Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat
gugatan.
Pasal 27
(1) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam
Pasal 20 ayat (2), panggilan dilakukan dengan cara menempelkan
gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan dan
mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau
mass media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan.
(2) Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau
mass media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali
dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman
pertama dan kedua.
(3) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud
ayat (2) dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya
3 (tiga) bulan.
(4) Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam
ayat (2) dan tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan
diterima tanpa hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu
tanpa hak atau tidak beralasan.
Pasal 28
Apabila tergugat berada dalam keadaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (3) panggilan disampaikan melalui Perwakilan
Republik Indonesia setempat.
820
Pasal 29
(1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas/surat
gugatan perceraian.
(2) Dalam menetapkan waktu mengadakan sidang pemeriksaan
gugatan perceraian perlu diperhatikan tenggang waktu
pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat
maupun tergugat atau kuasa mereka.
(3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam
Pasal 20 ayat (3), sidang pemeriksaan gugatan perceraian
ditetapkan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak
dimasukkannya gugatan perceraian pada Kepaniteraan
Pengadilan.
Pasal 30
Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami dan isteri
datang sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.
Pasal 31
(1) Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha
mendamaikan kedua pihak.
(2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat
dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
Pasal 32
Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan
perceraian baru bardasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada
sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu
dicapainya perdamaian.
Pasal 33
Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan
perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.
821
Pasal 34
(1) Putusan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang
terbuka.
(2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibatakibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar
pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali
bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya
putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap.
Pasal 35
(1) Panitera Pengadilan atau Pejabat Pengadilan yang ditunjuk
berkewajiban mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan
sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (1) yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap/yang telah dikukuhkan, tanpa
bermaterai kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu
terjadi, dan Pegawai Pencatat mendaftar putusan perceraian
dalam sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu.
(2) Apabila perceraian dilakukan pada daerah hukum yang berbeda
dengan daerah hukum Pegawai Pencatat dimana perkawinan
dilangsungkan, maka satu helai salinan putusan dimaksud ayat
(1) yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap/telah
dikukuhkan tanpa bermaterai dikirimkan pula kepada Pegawai
Pencatat tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh Pegawai
Pencatat tersebut dicatat pada bagian pinggir dari daftar Catatan
perkawinan, dan bagi perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri,
salinan itu disampaikan kepada Pegawai Pencatat di Jakarta.
(3) Kelalaian mengirimkan salinan putusan tersebut dalam ayat (1)
menjadi tanggung jawab Panitera yang bersangkutan apabila
yang demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami
atau isteri atau keduanya.
Pasal 36
(1) Panitera Pengadilan Agama selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
setelah perceraian diputuskan menyampaikan putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap itu kepada Pengadilan
Negeri untuk dikukuhkan.
(2) Pengukuhan dimaksud ayat (1) dilakukan dengan membubuhkan
kata-kata dikukuhkan dan ditandatangani oleh hakim Pengadilan
Negeri dan dibubuhi cap dinas pada putusan tersebut.
822
823
824
d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil
terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan
atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan
untuk itu.
Pasal 42
(1) Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada Pasal 40
dan 41, Pengadilan harus memanggil dan mendengar isteri yang
bersangkutan.
(2) Pemeriksaan Pengadilan untuk itu dilakukan oleh hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya surat
permohonan beserta lampiran-lampirannya.
Pasal 43
Apabila Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon
untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan memberikan
putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang.
Pasal 44
Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan
seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum adanya
izin Pengadilan seperti yang dimaksud dalam Pasal 43.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1) Kecuali apabila ditentukan lain dalam peraturan perundangundangan yang berlaku, maka :
a. Barang siapa yang melanggar ketentuan yang diatur dalam
pasal 3, 10 ayat (3), 40 Peraturan Pemerintah ini dihukum
dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 7.500,- (tujuh
ribu lima ratus rupiah);
b. Pegawai Pencatat yang melanggar ketentuan yang diatur
dalam Pasal 6, 7, 8, 9, 10 ayat (1), 11, 13, 44 Peraturan
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
825
Pemerintah ini dihukum dengan hukuman kurungan selamalamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah).
(2) Tindak pidana yang dimaksud dalam ayat (1) diatas merupakan
pelanggaran.
BAB X
PENUTUP
Pasal 46
Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
ini, maka ketentuan-ketentuan lainnya yang berhubungan dengan
pengaturan tentang perkawinan dan perceraian khusus bagi anggota
Angkatan Bersenjata diatur lebih lanjut oleh Menteri HANKAM/
PANGAB.
Pasal 47
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka ketentuanketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
perkawinan sejauh telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah ini
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 48
Petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang masih dianggap perlu untuk
kelancaran pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut
oleh Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama,
baik bersama-sama maupun dalam bidangnya masing-masing.
Pasal 49
(1) Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober
1975;
(2) Mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, merupakan
pelaksanaan secara efektif dari Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan.
826
827
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat
828
829
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan
a. Pegawai Negeri Sipil adalah
1. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1974;
2. Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil yaitu (a)
Pegawai Bulanan di samping pensiun; (b) Pegawai Bank milik
Negara; (c) Pegawai Badan Usaha milik Negara; (d) Pegawai
Bank milik Daerah; (e) Pegawai Badan Usaha milik Daerah;
(f) Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa;
b. Pejabat adalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Menteri
Jaksa Agung
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen
Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
Pimpinan Bank Milik Negara;
Pimpinan Badan Usaha Milik Negara;
Pimpinan Bank Milik Daerah;
Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah;
Pasal 2
831
833
835
836
Pasal 20
(1) Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya menyampaikan
salinan sah surat pemberitahuan perkawinan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan tembusan surat pemberian izin
atau penolakan pemberiannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13, kepada :
a. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, sepanjang
menyangkut Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1
huruf a angka I dan angka 2 huruf (a);
b. Pimpinan masing-masing Bank milik Negara, Badan Usaha
milik Negara, Bank milik Daerah, dan Badan Usaha milik
Daerah, sepanjang menyangkut Pegawai Negeri Sipil
dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 huruf (b), (c), (d),
dan (e);
c. Bupati Kepala Daerah Tingkat II, sepanjang menyangkut
Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka
2 huruf (f).
(2) Berdasarkan salinan dan tembusan surat-surat dimaksud dalam
ayat (1) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara,
Pimpinan masing-masing Bank milik Negara, Badan Usaha milik
Negara, Bank milik Daerah, Badan Usaha milik Daerah, serta
Bupati Kepala Daerah Tingkat II, membuat dan memelihara :
a. catatan perkawinan dan perceraian;
b. kartu isteri/suami
Pasal 21
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 22
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal 23
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
837
838
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1O TAHUN 1983
TENTANG
IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
UMUM
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menurut
azas monogami, yaitu seorang pria hanya mempunyai seorang isteri
dan seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Namun
demikian hanya apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan
diputuskan oleh Pengadilan, seorang pria dimungkinkan beristeri lebih
dari seorang apabila ajaran agama yang dianutnya mengizinkan dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal, maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan dan hanya
dapat dilakukan dalam hal-hal yang sangat terpaksa. Perceraian
hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan.
Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun
dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala
sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama
oleh suami isteri.
Pegawai Negeri Sipil adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara,
dan Abdi Masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi
masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat
melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan Pegawai
Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan berkeluarga yang serasi,
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
839
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Setiap atasan yang menerima
permintaan izin untuk melakukan perceraian atau untuk beristeri
lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/
keempat, wajib memberikan pertimbangan secara tertulis
kepada Pejabat. Pertimbangan itu harus memuat hal- hal yang
dapat digunakan oleh Pejabat dalam mengambil keputusan,
apakah permintaan izin itu mempunyai dasar yang kuat atau
tidak. Sebagai bahan dalam membuat pertimbangan, atasan
yang bersangkutan dapat meminta keterangan dari suami/
isteri yang bersangkutan atau dari pihak lain yang dipandangnya
dapat memberikan keterangan yang meyakinkan.
Pasal 6
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pada dasarnya,
dalam rangka usaha merukunkan kembali isteri yang
bersangkutan, Pejabat harus memanggil mereka secara
langsung dan memberikan nesehat secara pribadi. Tetapi
apabila tempat kedudukan Pejabat dan tempat suami/isteri
yang bersangkutan berjauhan, maka Pejabat dapat
memerintahkan Pejabat lain dalam lingkungannya untuk
berusaha merukunkan kembali suami/isteri tersebut.
Pasal 7
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam Peraturan Pemerintah Nomor
9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan ditetapkan bahwa salah satu
alasan dapat terjadinya perceraian ialah salah satu pihak
mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri. Namun
demikian, seorang Pegawai Negeri Sipil yang melakukan
perceraian karena alasan isteri tertimpa musibah tersebut tidaklah
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
841
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
843
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
844
Menetapkan :
PERATURAN
PEMERINTAH
REPUBLIK
INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN
1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN
PERCERAIAN BAGl PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 1
845
Pasal 3
(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib
memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari
Pejabat.
(2) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai
penggugat atau bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan
sebagai tergugat untuk memperoleh izin atau surat
keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (10) harus
mengajukan permintaan secara tertulis;
(3) Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya
gugatan perceraian untuk mendapatkan surat keterangan
harus dicantumkan alasan yang lengkap yang
mendasarinya.
2. Mengubah ketentuan Pasal 4 sehingga seluruhnya berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 4
(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang,
wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri
kedua/ketiga/keempat.
(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan secara tertulis.
(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang
mendasari permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang.
3. Mengubah ketentuan ayat (2) Pasal 5 sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai
Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan
perceraian dan atau untuk beristeri lebih dari seorang, wajib
memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada
Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu
selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia
menerima permintaan izin dimaksud.
846
847
Pasal 12
Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan
perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan untuk
beristeri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1), dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam jangka
waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai ia
menerima permintaan izin tersebut.
9. Ketentuan Pasal 14 lama selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal
13 baru.
10. Mengubah ketentuan Pasal 15 lama dan selanjutnya dijadikan
ketentuan Pasal 14 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang
bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai
suami isteri tanpa ikatan perkawinan yang sah.
11. Mengubah ketentuan Pasal 16 lama dan selanjutnya dijadikan
ketentuan Pasal 15 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu atau lebih
kewajiban/ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), Pasal 3
ayat (1), Pasal 4 ayat (10) Pasal 14, tidak melaporkan
perceraiannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya
satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian dan tidak
melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat
dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun
terhitung sejak perkawinan tersebut dilangsungkan, dijatuhi
salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita yang melanggar ketentuan Pasal
4 ayat (2), dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil;
848
849
850
Nomor
: 14/R.I./1959
Perihal
Kepada
Jth. Para Menteri
di
DJAKARTA
851
853
Menimbang
854
855
856
857
No
KETERANGAN
3
1.
2.
858
A. Pendahuluan
1. Bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
kepercayaan dan tuntutan agama.
2. Bahwa dengan mempertimbangkan Undang-Undang Nomor
62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan RI; UndangUndang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian;
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.279/OR/VIII/
83/01 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri.
3. Bahwa dengan memperhatikan hasil rapat koordinasi antar
unit kerja terkait di Departemen Luar Negeri yang terdir dari
Biro Kepegawaian, Biro Hukum, Direktorat Perjanjian Sosial
Budaya, Direktorat HAM, Direktorat Konsuler, Direktorat
Perlindungan WNI dan BHI dan Direktorat Keamanan
Diplomatik.
4. Bahwa untuk menafsirkan pelaksanaan ketentuan-ketentuan
yang ada dipandang perlu mengeluarkan Surat Edaran tentang
Perijinan untuk Perkawinan Antara Diplomat Wanita Indonesia
dengan Warga Negara Asing.
859
861
4. Aspek HAM
Perkawinan adalah hak asasi dari setiap orang. Namun
demikian, hak itu dibatasi oleh ketentuan hukum. Deplu tidak
melarang diplomatnya untuk menikah dengan pilihannya
sepanjang memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Dalam
kaitan dengan HAM diakui adanya asas universal dan asa
particularity. Seorang diplomat harus taat dan patuh pada
ketentuan hukum, dan juga karena kedudukannya sebagai
wakil negara dan bangsa di negara penerima, maka dalam
menentukan pilihan pasangan hidupn ya terdapat batasanbatasan khusus yang semata-mata diperlukan untuk
kepentingan dinas dan misi diplomatik. Batasan-batasan inilah
yang merupakan sifat particularity dari HAM yang berlaku
bagi setiap diplomat Indonesia. Untuk jabatan atau posisi
tertentu di Indonesia (TNI, Polri dan Diplomat) memeRIukan
persyaratan khusus yang berbeda posisinya dengan Pegawai
Negeri Sipil lainnya. Penentuan ketentuan khusus bagi
seorang diplomat/Pejabat Indonesia tidak dapat dikatakan
melanggar HAM karena adanya sifat particularity.
5. Aspek Kepatutan
Seorang diplomat merupakan warga negara pilihan yang diberi
kedudukan dan kepercayaan (distinguished) untuk mewakili
kepentingan nasional Indonesia di negara penerima.
Berdasarkan aspek kepatutan dan kedudukan seorang
diplomat inilah, maka seyogyanya seorang diplomat wanita
yang merupakan wakil bangsa, negara dan pemerintah
Indonesia dianjurkan untuk tidak menikah dengan seorang
WNA agar dapat tampil secara utuh dan menyeluruh.
Dengan demikian perlu di discourage setiap keinginan diplomat
wanita Indonesia untuk menikah dengan seorang WNA.
6. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka dalam
hal perijinan untuk perkawinan antara Diplomat Wanita
Indonesia dengan Warga Negara Asing perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
a. Atas pertimbangan aspek keamanan, aspek hukum,
aspek representing, aspek HAM dan aspek kepatutan,
setiap perkawinan antara diplomat wanita dengan warga
862
863
864
XIV
CUTI PEGAWAI
865
866
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
CUTI PEGAWAI
867
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan cuti Pegawai
Negeri Sipil, selanjutnya disingkat dengan cuti, adalah keadaan tidak
masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu.
Pasal 2
(1) Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah :
a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara bagi Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
b. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden
bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kekuasaannya;
c. Kepala Perwakilan Republik Indonesia bagi Pegawai Negeri
Sipil yang ditugaskan pada Perwakilan Republik Indonesia di
luar negeri.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain
dalam lingkungan kekuasaannya untuk memberikan cuti, kecuali
ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau peraturan
perundang-undangan lainnya.
BAB II
CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Bagian Pertama
Jenis Cuti
Pasal 3
Cuti terdiri dari :
a. cuti tahunan;
b. cuti besar;
868
CUTI PEGAWAI
c. cuti sakit;
d. cuti bersalin;
c. cuti karena alasan penting; dan
f.
CUTI PEGAWAI
869
Pasal 7
(1) Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat
yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 1 (satu)
tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.
(2) Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24 (dua
puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun
yang sedang berjalan.
Pasal 8
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi guru pada sekolah dan dosen
pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan.
Bagian Ketiga
Cuti Besar
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 9
Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 6
(enam) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti besar
yang lamanya 3 (tiga) bulan.
Pegawai Negeri Sipil yang menjalani cuti besar tidak berhak lagi
atas cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan.
Untuk mendapatkan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada
pejabat yang berwenang memberikan cuti.
Cuti besar diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
Pasal 10
Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama.
Pasal 11
Cuti besar dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang
berwenang untuk paling lama 2 (dua) tahun, apabila kepentingan
dinas mendesak.
870
CUTI PEGAWAI
Pasal 12
Selama menjalankan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Bagian Keempat
Cuti Sakit
Pasal 13
Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit berhak atas cuti
sakit.
Pasal 14
(1) Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua)
hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan, bahwa ia harus
memberitahukan kepada atasannya.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai
dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan
ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus
mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat
keterangan dokter.
(3) Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih dari 14 (empat
belas) hari berhak cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan
secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan
cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter yang ditunjuk
oleh Menteri Kesehatan.
(4) Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) antara lain menyatakan tentang perlunya diberikan cuti,
lamanya cuti dan keterangan lain yang dipandang perlu.
(5) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan untuk
waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(6) Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)
dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila
dipandang perlu berdasarkan surat keterangan dokter yang
ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
CUTI PEGAWAI
871
(7) Pegawai Negeri Sipil yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan atau
ayat (6), harus diuji kembali kesehatannya oleh dokter yang
ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(8) Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (7) Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
belum sembuh dari penyakitnya, maka ia diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya karena sakit dengan mendapat uang
tunggu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengalami gugur kandung
berhak atas cuti sakit untuk paling lama 1 1/2 (satu setengah)
bulan.
(2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan
mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat
keterangan dokter atau bidan.
Pasal 16
Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh
karena menjalankan tugas kewajibannya sehingga ia perlu mendapat
perawatan, berhak atas cuti sakit sampai ia sembuh dari penyakitnya.
Pasal 17
Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasalpasal 14 sampai dengan 16, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
menerima penghasilan penuh.
Pasal 18
(1) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 14 sampai
dengan 16, kecuali yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
872
CUTI PEGAWAI
(2) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) cukup
dicatat oleh pejabat yang mengurus kepegawaian.
Bagian Kelima
Cuti Bersalin
Pasal 19
(1) Untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua, dan ketiga,
Pegawai Negeri Sipil wanita berhak atas cuti bersalin.
(2) Untuk persalinan anaknya yang keempat dan seterusnya,
kepada Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti di luar
tanggungan Negara.
(3) Lamanya cuti-cuti bersalin tersebut dalam ayat (1) dan (2)
adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah
persalinan.
Pasal 20
(1) Untuk mendapatkan cuti bersalin, Pegawai Negeri Sipil wanita
yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis
kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti.
Pasal 21
Selama menjalankan cuti bersalin Pegawai Negeri Sipil wanita yang
bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Bagian Keenam
Cuti Karena Alasan Penting
Pasal 22
Yang dimaksud dengan cuti karena alasan penting adalah cuti
karena :
a. ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua, atau
menantu sakit keras atau meninggal dunia;
CUTI PEGAWAI
873
CUTI PEGAWAI
Bagian Ketujuh
Cuti Di Luar Tanggungan Negara
Pasal 26
(1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurangkurangnya 5 (lima) tahun secara terus-menerus, karena alasanalasan pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti
di luar tanggungan Negara.
(2) Cuti di luar tanggungan Negara dapat diberikan-paling lama 3
(tiga) tahun.
(3) Jangka waktu cuti di luar tanggungan Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1
(satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk
memperpanjangnya.
Pasal 27
(1) Cuti di luar tanggungan Negara mengakibatkan Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan dibebaskan dari jabatannya, kecuali cuti
di luar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (2).
(2) Jabatan yang menjadi lowong karena, pemberian cuti di luar
tanggungan Negara dengan segera dapat diisi.
Pasal 28
(1) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara
tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti disertai
dengan alasan-alasannya.
(2) Cuti di luar tanggungan Negara hanya dapat diberikan dengan
surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) setelah mendapat
persetujuan dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal 29
(1) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan tidak berhak menerima
penghasilan dari Negara.
CUTI PEGAWAI
875
876
CUTI PEGAWAI
Pasal 33
Segala macam cuti yang akan dijalankan di luar Negeri, hanya dapat
diberikan oleh pejabat-pejabat sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) kecuali cuti besar yang digunakan untuk menjalankan kewajiban
agama.
Pasal 34
Dalam hal Pemerintah menganggap perlu, segala macam cuti
Pegawai Negeri Sipil dapat ditangguhkan.
Pasal 35
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 36
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah
ini, sedang menjalankan cuti berdasarkan peraturan lama, dianggap
menjalankan cuti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 38
(1) Cuti Pegawai Negeri Sipil yang menjabat sebagai Pejabat Negara
diatur dalam peraturan tersendiri.
(2) Cuti Jaksa Agung dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang dijabat oleh bukan Pegawai Negeri Sipil, diatur
dalam peraturan tersendiri.
CUTI PEGAWAI
877
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak
berlaku lagi :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1951 tentang Istirahat
Karena Hamil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 142);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian
Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor
26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 379);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1953 tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian
Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor
35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 404);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1954 tentang
Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953
tentang Pemberian Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara
Tahun 1954 Nomor 39);
e. Bijblad Nomor 13448 sebagaimana telah beberapa kali diubah
dan ditambah, terakhir dengan Bijblad Nomor 13994 (Pemberian
Cuti Di Luar Tanggungan Negara);
Pasal 40
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Desember 1976
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
878
CUTI PEGAWAI
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Desember 1976
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
SUDHARMONO, SH.
CUTI PEGAWAI
879
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1976
TENTANG
CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL
PENJELASAN UMUM
Sebagaimana diketahui, bahwa dewasa ini Cuti Pegawai Negeri Sipil
diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dalam rangka
usaha menyederhanakan dan menyempurnakan peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian, dipandang perlu
mengatur cuti Pegawai Negeri Sipil dalam satu Peraturan Pemerintah.
Dalam rangka usaha menjamin kesegaran jasmani dan rohani, maka
kepada Pegawai Negeri Sipil setelah bekerja selama jangka waktu
tertentu perlu diberikan cuti. Cuti yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini, kecuali cuti di luar tanggungan Negara, adalah hak
Pegawai Negeri Sipil, oleh sebab itu pelaksanaan cuti hanya dapat
ditunda dalam jangka waktu tertentu apabila kepentingan dinas
mendesak. Cuti di luar tanggungan Negara bukan hak Pegawai Negeri
Sipil. Cuti di luar tanggungan Negara dapat diberikan untuk kepentingan
pribadi yang mendesak Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan,
umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil wanita untuk mengikuti
suaminya yang ditugaskan di luar negeri. Setiap pimpinan haruslah
mengatur pemberian cuti sedemikian rupa sehingga tetap terjamin
kelacaran pelaksanaan pekerjaan. Menurut perhitungan, pemberian
cuti dalam waktu yang sama sebanyak 5% (lima persen) dari jumlah
kekuatan masih dapat tetap menjamin kelancaran pekerjaan.
Pegawai Negeri Sipil yang hendak menggunakan hak cutinya wajib
mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti melalui hierarki, kecuali cuti sakit yang
dimaksud dalam pasal 14 ayat (1). Untuk mendapatkan cuti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan cukup memberitahukan kepada atasannya
langsung.
Segala macam cuti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini
diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan
cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). Cuti
880
CUTI PEGAWAI
881
882
CUTI PEGAWAI
CUTI PEGAWAI
883
CUTI PEGAWAI
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh
pejabat yang berwenang memberikan cuti, berdasarkan
pertimbangan waktu yang diperlukan oleh Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan, tetapi tidak boleh lama lebih
dari 2 (dua) bulan.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
CUTI PEGAWAI
885
Ayat (3)
Dalam hal yang mendesak, izin sementara untuk
menjalankan cuti karena alasan penting dapat diberikan
oleh pejabat yang tertinggi di tempat Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan bekerja. Umpamanya : Seorang
Kepala instansi vertikal di Propinsi mendapat berita bahwa
ibunya meninggal dunia di tempat lain. Pejabat yang
berwenang memberikan cuti terhadap Kepala instansi
vertikal itu adalah Direktur Jenderal dari Departemennya.
Dalam hal ini maka Gubernur Kepala Daerah dapat
memberikan izin sementara kepada Kepala instansi
vertikal tersebut untuk menjalankan cuti karena alasan
penting.
Ayat (4)
Izin sementara untuk menjalankan cuti karena alasan
penting yang telah diberikan oleh pejabat sebagai
dimaksud dalam ayat (3), wajib diberitahukan dengan
segera kepada pejabat yang berwenang memberikan
cuti.
Ayat (5)
Pejabat yang berwenang memberikan cuti, berdasarkan
pemberitahuan yang disampaikan oleh pejabat sebagai
dimaksud dalam ayat (4), berikan cuti karena alasan
penting kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
secara resmi.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cuti di luar tanggungan Negara hanya dapat diberikan
kepada Pegawai Negeri Sipil karena ada alasan-alasan
pribadi yang penting dan mendesak, umpamanya
Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengikuti suaminya
yang bertugas di luar negeri.
886
CUTI PEGAWAI
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Pemberian cuti di luar tanggungan Negara tidak dapat
didelegasikan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti
sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Pasal 29
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti di
luar tanggungan Negara tidak berhak menerima
penghasilan, dari Negara, terhitung mulai bulan
berikutnya ia menjalankan cuti di luar tanggungan Negara
itu, dan segala fasilitas yang diperolehnya harus
dikembalikan kepada instansi tempat ia bekerja.
Ayat (2)
Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak
diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil,
baik sebagai masa kerja untuk perhitungan pensiun,
maupun sebagai masa kerja untuk kenaikan pangkat,
kenaikan gaji berkala dan lain-lain.
Pasal 30
Apabila masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara
habis, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak melaporkan
diri kembali kepada instansinya, maka Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian ini dilakukan dengan surat
keputusan pejabat yang berwenang mengangkat dan
memberhentikan Pegawai Negeri Sipil.
CUTI PEGAWAI
887
888
CUTI PEGAWAI
Kepada
Yth. 1. Semua Menteri yang memimpin
Departemen
2. Jaksa Agung
3. Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara.
4. Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen.
5. Semua Kepala Perwakilan RI di
luar negeri.
6. Semua Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I.
7. Semua Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II.
di
T E M P A T.
SURAT-EDARAN
NOMOR : 01/SE/1977
TENTANG
PERMINTAAN DAN PEMBERIAN CUTI
PEGAWAI NEGERI SIPIL
PENDAHULUAN
1.
UMUM
a. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 teniang Pokokpokok Kepegawaian Pasal 8, terdapat ketentuan bahwa
setiap Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti. Tujuan cuti
adalah dalam rangka usaha untuk menjamin kesegaran
jasmani dan rohani Pegawai Negeri Sipil.
CUTI PEGAWAI
889
2.
DASAR
a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041).
b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor
57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3093).
c. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1984 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Organisasi Badan
Administrasi Kepegawaian Negara.
3.
TU J U A N
Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi pejabat yang
bersangkutan dalam menetapkan pemberian cuti bagi Pegawai
Negeri Sipil di lingkungannya masing-masing.
890
CUTI PEGAWAI
2.
3.
4.
5.
6.
JENIS CUTI
Cuti Pegawai Negeri Sipil terdiri dari:
CUTI PEGAWAI
891
a. Cuti Tahunan.
b. Cuti Besar.
c. Cuti Sakit.
d. Cuti Bersalin.
e. Cuti Karena Alasan Penting,
f.
2.
CUTI TAHUNAN
a. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurangkurangnya 1 (satu) tahun secara terus-menerus berhak
atas cuti tahunan. Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua
belas) hari kerja dan tidak dapat dipecah-pecah hingga
jangka waktu yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja.
b. Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang
bersangkutan dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk
paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti
tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil dalam tahun
1976 tidak mengajukan permintaan cuti
tahunan. Yang bersangkutan barulah dalam
tahun 1977 mengajukan permintaan cuti
tahunan, untuk tahun 1976 dan tahun 1977.
Dalam hal ini maka pejabat yang berwenang
memberikan cuti hanya dapat memberikan
cuti tahunan kepada Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan selama 18 (delapan
belas) hari kerja. Pegawai Negeri Sipil tersebut
barulah berhak meminta cuti tahunan yang
berikutnya pada tahun 1978.
c.
892
CUTI PEGAWAI
CUTI PEGAWAI
893
3.
CUTI BESAR
a. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurangkurangnya 6 (enam) tahun secara terus menerus berhak
atas cuti besar selama 3 (tiga) bulan termasuk cuti tahunan
dalam tahun yang bersangkutan.
Umpamanya :
CUTI PEGAWAI
f. Pegawai Negeri Sipil yang telah berhak atas cuti besar dan
bermaksud akan mengambil cuti besar tersebut, wajib
CUTI PEGAWAI
895
CUTI SAKIT
a. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit berhak
atas cuti sakit.
b. Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu) atau 2
memberitahukannya kepada atasannya balk secara tertulis
pesan dengan perantara orang lain.
c. Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama lebih dari 2 (dua)
hari sampai dengan 14 (empat belas) hari harus
mengajukan permintaan cuti sakit secara tertulis kepada
pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan
melampirkan surat keterangan dokter, baik dokter
Pemerintah maupun dokter swasta.
d. Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih dari 14
(empat belas) hari harus mengajukan permintaan cuti sakit
secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan
cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter, baik
dokter Pemerintah maupun dokter swasta yang ditunjuk
oleh Menteri Kesehatan. Cuti sakit tersebut diberikan untuk
paling lama 6 (enam) bulan apabila dipandang perlu
berdasarkan surat keterangan dokter Pemerintah atau
dokter swasta yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
e. Pegawai Negeri Sipil yang telah menderita sakit selama 1
(satu) tahun 6 (enam) bulan dan belum sembuh dari
penyakitnya, harus diuji kembali kesehatannya oleh dokter
yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan, Apabila berdasarkan
hasil pengujian kesehatan tersebut Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan :
(1) Belum sembuh dari penyakitnya tetapi ada harapan
untuk bekerja kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil,
maka ia diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
896
CUTI PEGAWAI
5.
CUTI BERSALIN
a. Untuk persalinan pertama, kedua, dan ketiga, Pegawai
Negeri Sipil wanita berhak atas cuti bersalin. Persalinan
pertama yang dimaksud adalah persalinan pertama sejak
yang bersangkutan menjadi Pegawai Negeri Sipil.
b. Untuk persalinan yang keempat dan seterusnya, kepada
Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti di luar tanggungan
Negara untuk persalinan.
c. Lamanya cuti bersaiin adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2
(dua) bulan sesudah persalinan. Apabila ada seorang
Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengambll cuti bersalin 2
CUTI PEGAWAI
897
898
CUTI PEGAWAI
7.
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurangkurangnya 5 (lima) tahun secara terus-menerus, karena
alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak,
umpamanya mengikuti suami yang bertugas di luar negeri,
dapat diberikan cuti di luar tanggungan Negara untuk paling
lama 3 (tiga) tahun. Jangka waktu tersebut dapat
diperpanjang untuk paling lama 1 (satu) tahun apabila ada
alasan-alasan yang penting untuk memperpanjangnya.
CUTI PEGAWAI
899
900
CUTI PEGAWAI
i.
j.
CUTI PEGAWAI
901
902
CUTI PEGAWAI
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
V.
1.
2.
CUTI PEGAWAI
903
Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaikbaiknya oleh pejabat yang berkepentingan.
VI PERALIHAN
1.
2.
VII.PENUTUP
1.
2.
3.
Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaikbaiknya oleh pejabat yang berkepentingan
KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
AE. MANIHURUK
904
CUTI PEGAWAI
CUTI PEGAWAI
905
Menimbang
Mengingat
906
CUTI PEGAWAI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(1) Yang dimaksud dengan Cuti Pejabat Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri, selanjutnya dalam Keputusan ini
disebut Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan
oleh dinas dalam jangka waktu tertentu.
(2) Yang dimaksud Pejabat Perwakilan Republik Indonesia di Luar
Negeri, Selanjutnya dalam Keputusan ini disebut Pejabat
Perwakilan adalah para Pegawai Negeri Sipil/Militer yang
ditempatkan pada Perwakilan RI di iuar negeri.
Pasal 2
Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah :
a. Menteri Luar Negeri Republik Indonesia bagi Kepala Perwakilan
Diplornatik RI dan Kepala Perwakilan Konsuler RI yang tidak
berada di bawah Perwakilan Diplomatik;
b. Kepala Pewakilan yang bersangkutan bagi staf Perwakilan lainnya.
BAB II
CUTI PEJABAT PERWAKILAN
Bagian Pertama
Jenis Cuti
Pasal 3
Cuti terdiri dari :
a.
b.
c.
d.
e.
cuti tahunan;
cuti sakit;
cuti bersalin;
cuti karena alasan penting dan;
cuti di luar tanggungan negara.
CUTI PEGAWAI
907
Bagian Kedua
Cuti Tahunan
Pasal 4
(1) Pejabat Perwakilan yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun secara terus menerus di Perwakilan berhak atas
cuti tahunan.
(2) Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja.
(3) Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu
yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja.
(4) Untuk mendapatkan cuti Tahunan Pejabat Perwakilan yang
bersangkutan mengajukan permohonan secara tertulis.
(5) Seiama menjalankan cuti tahunan Pejabat Perwakilan yang
bersangkutan menerima tunjangan penghidupan penuh.
Pasal 5
Cuti tahunan yang akan dilakukan di luar wilayah kerja dengan jarak
lebih dan 1000 kilo meter, jangka waktu cutinya dapat ditambah
selama-lamanya 7 (Tujuh) hari.
Pasal 6
(1) Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan,
dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk selama-lamanya
18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam
tahun yang sedang berjalan.
(2) Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dari 2 (dua) tahun berturuturut dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk selamalamanya 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan
dalam tahun yang sedang berjalan.
Pasal 7
(1) Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat
seperti dalam pasal 2 selama-lamanya 1 (satu) tahun, apabila
kepentingan dinas mendesak.
(2) Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 (satu) dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24
908
CUTI PEGAWAI
CUTI PEGAWAI
909
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
910
CUTI PEGAWAI
Pasal 15
Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal
12 sampai dengan 14, Pejabat Perwakilan yang bersangkutan
menerima tunjangan penghidupan penuh,
Pasal 16
(1) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 sampai dengan
14 kecuali yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) diberikan
secara tertulis
(2) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) cukup
dicatat oleh pejabat yang mengurus kepegawaian di Perwakilan
RI setempat.
Bagian Keempat
Cuti Bersalin
Pasal 17
(1) Pejabat Wanita di Perwakilan yang hendak bersalin dapat
diberikan cuti bersalin selama-lamanya 3 (tiga) bulan,
(2) Untuk persalinan anaknya yang keempat dan seterusnya
kepada Pejabat Wanita di Perwakilan yang bersangkulan diberikan
cuti di luar tanggungan negara selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 16
Untuk mendapatkan cuti bersalin, Pejabat Wanita di Perwakilan harus
mengajukan permohonan tertulis.
Pasal 19
Seiama menjalankan cuti bersalin Pejabat Wanita di Perwakilan yang
bersangkutan menerima tunjangan penghidupan penuh.
Bagian Kelima
Cuti Karena Alasan Penting
Pasal 20
Cuti karena alasan penting adalah cuti karena :
CUTI PEGAWAI
911
CUTI PEGAWAI
Bagian Keenam
Cuti di Luar Tanggungan Negara
Pasal 25
(1) Pejabat Perwakilan yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5
tahun Departemen Luar Negeri secara terus menerus dan di
Perwakilan sekurang-kurangnya 2 tahun, karena alasan-alasan
pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti di luar
tanggungan negara.
(2) Cuti di luar tanggungan negara dapat diberikan untuk selamalamanya 1 (satu) tahun.
(3) Jangka waktu cuti di luar tanggungan negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dapat diperpanjang selama-lamanya
1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk
memperpanjangnya.
Pasal 26
Cuti di luar tanggungan negara mengakibatkan Pejabat Perwakilan
yang bersangkutan dibebaskan dari jabatannya, kecuali cuti diluar
tanggungan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat
(2).
Pasal 27
(1) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan negara, Pejabat
Perwakilan yang bersangkutan mengajukan permohonan tertulis
kepada Menteri Luar Negeri.
(2) Cuti di luar tanggungan negara, hanya dapat diberikan dengan
Keputusan Menteri Luar Negeri
Pasal 28
(1) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara, Pejabat
Perwakilan yang bersangkutan tidak berhak menerima tunjangan
penghidupan.
(2) Cuti di luar tanggungan negara tidak diperhitungkan sebagai
masa kerja.
CUTI PEGAWAI
913
Pasal 29
Pejabat Perwakilan yang tidak melaporkan diri kembali ke Perwakilan
yang bersangkutan setelah habis masa menjalankan cuti di luar
tanggungan negara diberhentikan dengan hormat baik sebagai
Pejabat Perwakilan rnaupun sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Bagian Ketujuh
Lain-lain
Pasal 30
(1) Pejabat Perwakilan yang sedang menjalankan cuti tahunan dan
cuti karena alasan penting dapat dipanggil kembali bekerja apabiia
kepentingan dinas mendesak.
(2) Dalam hal terjadi sebagai dimaksud dalam ayat (1) jangka
waktu cuti yang belum dijalankan tetap menjadi hak Pejabat
Perwakilan yang bersangkutan.
Pasal 31
Dalam hal Menteri Luar Negeri RI menganggap perlu, segala macam
cuti Pejabat Perwakilan dapat ditangguhkan.
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
Pejabat Perwakilan yang pada saat berlakunya Keputusan Menteri
Luar Negeri ini, sedang menjalankan cuti berdasarkan peraturan
lama, dianggap menjalankan cuti berdasarkan Keputusan Menteri
Luar Negeri ini.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Dengan berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini, maka
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/35/PLN/65 tanggal 16
914
CUTI PEGAWAI
CUTI PEGAWAI
915
916
XV
PEMBATASAN
KEGIATAN PNS
917
918
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
Mengingat
919
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a.
b.
920
d.
e.
(1) Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/a PGPS -1968 ke atas,
anggota ABRI berpangkat Letnan II ke atas, Penjabat, serta
isteri dari :
-
921
923
b.
diberhentikan sementara;
c.
925
Pasal 10
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Maret 1974,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
JENDERAL TNI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 1974
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
SUDHARMONO, S.H.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1974
NOMOR 8
926
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
Mengingat
927
2.
Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan
abdi masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada
Pancasila. Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.
Pasal 3
Dalam kedudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pegawai
Negeri Sipil harus bersikap netral dan menghindari penggunaan fasilitas
negara untuk golongan tertentu.
928
Pasal 4
Pegawai Negeri Sipil dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan
dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak
diskriminatif khususnya dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
Pasal 5
Guna menjamin sikap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan
pasal 4, Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan atau pengurus
partai politik tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 6
Pegawai Negeri Sipil berhak menggunakan hak pilih dalam Pemilihan
Umum.
Pasal 7
(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi anggota dan atau
pengurus partai politik pada saat Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan dianggap telah melepaskan keanggotaan dan atau
kepengurusannya.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
apabila tetap menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.
Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah
berlakunya Peraturan Pemerintah ini harus melaporkan kepada
pejabat yang berwenang.
(3) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan keanggotaan dan
atau kepengurusannya dalam tenggang waktu sebagaimana
dimaksud datam ayat (2) berlaku ketentuan pasal 8 ayat (1).
(4) Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1) yang
tetap menjadi anggota dan atau pengurus partai politik, apabila
dalam tenggang waktu sebagaimana tersebut dalam ayat (2)
tidak melaporkan kepada pejabat yang berwenang berlaku
ketentuan Pasal 8 ayat (3).
929
Pasal 8
(1) Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan atau pengurus
partai politik diberhentikan dari jabatan negeri dan diberikan
uang tunggu sebesar gaji pokok terakhir
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib melaporkan keanggotaan dan atau kepengurusannya
dalam partai politik kepada pejabat yang berwenang dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak yang
bersangkutan secara resmi menjadi anggota dan atau pengurus
partai politik.
(3) Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan keanggotaan dan
atau kepengurusannya dalam partai politik, diberhentikan tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 9
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dari jabatan negeri
karena keanggotaan dan atau kepengurusannya dalam partai
politik, dapat diaktifkan kembali dalam jabatan negeri apabila ia
melepaskan keanggotaan dan atau kepengurusannya.
(2) Pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
secara resmi menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.
Pasal 10
Ketentuan teknik yang diperlukan untuk pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara.
Pasal 11
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah yang mengatur tentang Keanggotaan Pegawai Negeri
Sipil Dalam Partai Politik dan Golongan Karya dan segala ketentuan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang bertentangan
dengan peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku.
930
Pasal 12
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 Januari 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Januari 1999
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 11
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan II
ttd
Edy Sudibyo. S.H
931
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
PEGAWAI NEGERI SIPILYANG
MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK
UMUM
Sebagaimana diketahui dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian ditentukan bahwa
Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan
abdi masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 Negara dan Pemerintah
menyelenggarakan tugas pemerintah dan pembangunan.
Agar Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi
Negara dan Abdi masyarakat dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik, maka ia harus mempunyai kesetiaan dan ketaatan penuh
terhadap Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara dan
Pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar Pegawai Negeri Sipil dapat
memusatkan segala perhatian dan pikiran serta mengarahkan segala
daya dan tenaganya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan
dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasil guna.
Untuk lebih meningkatkan pembinaan, keutuhan dan kekompakan
serta dalam rangka usaha menjamin kesetiaan dan ketaatan penuh
seluruh Pegawai Negeri Sipil terhadap Pancasila, Undang-undang
Dasar 1945, Negara dan Pernerintah, perlu dipupuk dan kembangkan
jiwa korp yang bulat di kalangan Pegawai Negeri Sipil.
Berhubung dengan ini, agar Pegawai Negeri Sipil dapat bersikap
netral dan tidak memihak kepada partai politik serta tidak terlibat
dalarn kegiatan politik praktis, maka Pegawai Negeri sipil yang menjadi
anggota dan atau pengurus partai politik harus diberhentikan dari
932
933
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3801
935
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
Mengingat
936
PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG PEGAWAI
NEGERI SIPIL YANG MENJADI ANGGOTA
PARTAI POLITIK.
Pasal I
937
938
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 20
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan II
ttd
Edy Sudibyo. S.
939
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
Mengingat
940
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
BAB I
PENERIMAAN/PELAYANAN TAMU
YANG BERKUNJUNG KE DAERAH
Pasal 1
(1) Instansi-instansi Pemerintah Pusat maupun Daerah serta
Pejabat-pejabatnya dilarang memberikan pelayanan yang
berlebih-lebihan kepada Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan
Pejabat yang berkunjung ke daerahnya, baik dalam rangka tugas
rutin maupun tugas khusus lainnya, seperti kunjungan kerja,
peresmian suatu proyek, penelitian dan lain-lain sebagainya.
(2) Termasuk dalam pengertian pelayanan yang berlebih-lebihan
yang dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah :
a. penyambutan dengan penyelenggaraan resepsi, pesta-pesta
atau pengawalan dan penghormatan yang melebihi ketentuan
yang bertaku;
b. pemberian hadiah/tanda kenang-kenangan berupa apapun,
baik kepada Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat
yang bersangkutan, anggota rombongannya maupun isteri
Pegawai Negeri dan Pejabat yang bersangkutan.
BAB II
PENYELENGGARAAN HARI ULANG TAHUN DEPARTEMEN,
INSTANSI PEMERINTAH, PERUSAHAAN MILIK NEGARA,
SATUAN ABRI DAN LAIN-LAIN
Pasal 2
(1) Penyelenggaraan Hari Ulang Tahun dari Departemen, Instansi
Pemerintah, Perusahaan Millik Negara, Satuan ABRI dan Badan-
941
943
944
BAB VII
PENYELENGGARAAN PERAYAAN YANG
BERSIFAT PRIBADI
Pasal 11
(1) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat, apabila
menyelenggarakan pesta atau merayakan peringatan yang
bersifat pribadi seperti perkawinan, ulang tahun, khitanan dan
lain-lain peringatan yang serupa itu, agar menyelenggara-kannya
secara sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
(2) Termasuk pengertian berlebih-lebihan dalam ayat (1) Pasal
ini, adalah :
a. penyelenggaraan upacara/acara lebih dari 2 (dua) kali
b. penyelenggaraan upacara/acara yang dikunjungi lebih dari
250 pasang undangan.
BAB VIII
KETENTUAN PELAKSANAAN
Pasal 12
Setiap Pimpinan Departemen, Instansi Pemerintah, Perusahaan milik
Negara, Satuan ABRI dan Badan-badan lainnya harus berusaha
agar Keputusan Presiden ini dapat terlaksana dengan jalan :
a. Memberikan instruksi petunjuk pelaksanaan untuk Departemen/
Instansinya masing-masing;
b. Memberikan contoh kepada Pegawai Negeri, Anggota ABRI,
Pejabat dan Instansi bawahannya untuk mentaati Keputusan
Presiden ini;
c. Mengadakan pengawasan sebaik-baiknya serta mengambil
tindakan yang diperlukan terhadap mereka yang tidak
mengindahkan ketentuan ketentuan dalam Keputusan
Presiden ini.
Pasal 13
Sanksi-sanksi yang dapat digunakan untuk menegakkan
terlaksananya Keputusan Presiden ini adalah :
PEMBATASAN KEGIATAN PNS
945
946
Mengingat
947
KEDUA
948
949
950
b. menyelenggarakan upacara/acara/
pesta/selamatan dan lain-lain yang
serupa dengan mengundang lebih dari
250 pasangan;
c. menyelenggarakan upacara/acara
peringatan/selamatan ulang tahun,
perkawinan, khitanan dan lain-lain yang
serupa lebih dan dua kali untuk satu
peristiwa;
d. menyelenggarakan upacara/acara
peringatan/pesta selamatan ulang tahun
perkawinan, khitanan dan lain-lain yang
serupa di hotel-hotel;
3. Melarang Pejabat-pejabat/Pegawai-pegawai
Negeri dalam lingkungan Departemen Luar
Negeri untuk :
a. menguasai/memakai kendaraan dinas
yang tergolong mewah (sedan 3.000 cc
keatas);
b. menguasai lebih dari 1 (satu) kendaraan
dinas.
4. Memerintahkan Pejabat-pejabat/Pegawaipegawai Negeri dalam lingkungan Departemen
Luar Negeri yang telah terlanjur menguasai/
memakai kendaraan dinas untuk :
a. Sejak berlakunya Instruksi Menteri Luar
Negeri ini menyerahkan kembali
kendaraan tersebut pada angka 3 huruf
a kepada Sekretariat Negara di Jakarta;
b. Sejak berlakunya Instruksi Menteri Luar
Negeri ini menyerahkan kembali
kendaraan tersebut pada angka 3 huruf
b kepada Instansinya masing-masing;
c. Ketentuan tersebut pada angka 3 huruf
b berlaku juga bagi mereka yang
menduduki lebih dari satu jabatan.
5. Melarang Pejabat-pejabat/Pegawai-pegawai
Negeri dalam lingkungan Departemen Luar
951
Kepada mereka yang tidak mentaati ketentuanketentuan yang ditetapkan dalam instruksi ini,
akan dikenakan hukuman jabatan dan tindakan
administratif lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
KEENAM
KETUJUH
953
KESEMBILAN :
SALINAN
1.
2.
3.
4.
Yth. Menteri
Negara
Pengawasan
Pembangunan dan Lingkungan Hidup;
5.
6.
7.
954
XVI
HAK KEPPRI
955
956
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
Mengingat
menetapkan :
957
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan
1. Duta Besar Luar Biasa, dan Berkuasa Penuh (Duta Besar LBBP)
adalah Pejabat Negara Eksekutif yang diangkat oleh Presiden
yang mewakili Negara dan Kepala Negara Republik Indonesia di
satu negara tertentu atau lebih atau pada organisasi
internasional.
2. Dasar pensiun adalah gaji pokok terakhir berdasarkan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
3. Tewas adalah :
a. meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas
kewajibannya;
b. meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya
dengan dinasnya, sehingga itu disamakan dengan meninggal
dunia dalam dan karena menjalankan tugas dan
kewajibannya;
c. meninggal dunia yang langsung diakibatkan oleh luka atau
cacat jasmani atau cacat rohani yang didapat dalam dan
karena menjalankan tugas kewajibannya; atau
d. meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak
bertanggung jawab ataupun sebagai akibat tindakan
terhadap anasir itu.
BAB II
GAJI POKOK DAN TUNJANGAN
Pasal 2
(1) Duta Besar LBBP diberikan gaji pokok setiap bulan.
(2) Besarnya gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
adalah Rp. 2.250.000,-(dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah).
958
HAK KEPPRI
Pasal 3
(1) Selain gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, kepada
Duta Besar LBBP diberikan :
a. tunjangan jabatan;
b. tunjangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil;
c. tunjangan lainnya.
Tunjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
BAB III
BIAYA PERJALANAN, RUMAH JABATAN
DAN KENDARAAN DINAS
Pasal 4
Duta Besar LBBP yang melakukan perjalanan dinas diberikan biaya
perjalanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 5
(1) Kepada Duta Besar LBBP disediakan sebuah rumah jabatan
milik negara dengan perlengkapannya dan sebuah kendaraan
dengan pengemudinya.
(2) Biaya pemeliharaan rumah jabatan dan kendaraan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditanggung oleh Negara.
BAB IV
PERAWATAN TUNJANGAN CACAT,
UANG DUKA DAN BIAYA PEMAKAMAN
Pasal 6
Duta Besar LBBP yang mengalami kecelakaan dan/atau menderita
sakit karena dinas diberikan pengobatan, perawatan dan/atau
rehabilitas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
bagi Pegawai Negeri Sipil.
HAK KEPPRI
959
Pasal 7
(1) Duta besar LBBP yang mengalami kecelakaan sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 6 yang mengakibatkan tidak dapat
bekerja lagi dalam semua jabatan Negara karena cacat jasmani
dan/atau cacat rohani, diberikan tunjangan cacat.
(2) Cacat jasmani dan cacat rohani sebagaimana dimaksud dalarn
ayat (1), dinyatakan dengan surat keterangan Tim Penguji
Kesehatan.
(3) Tunjangan cacat sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1)
diberikan dengan Keputusan Presiden berdasarkan peraturan
perundang undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 8
(1) Apabila Duta Besar LBBP tewas, maka kepada isteri/suami atau
anaknya yang sah diberikan uang duka tewas.
(2) Apabila Duta Besar LBBP wafat, maka kepada isteri/suami atau
anaknya yang sah diberikan uang duka wafat.
(3) Besarnya uang duka tewas dan uang duka wafat sebagaimana
dimaksud dalarn ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang undangan yang berlaku bagi Pegawai
Negeri Sipil.
Pasal 9
Biaya pemakaman bagi Duta Besar LBBP yang meninggal dunia
ditanggung oleh Negara.
BAB V
PENSIUN
Pasal 10
Duta Besar LBBP yang diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
berhak memperoleh pensiun.
Pasal 11
(1) Pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, ditetapkan
berdasarkan lamanya masa jabatan.
960
HAK KEPPRI
961
Pasal 15
(1) Apabila penerima pensiun mantan Duta Besar LBBP meninggal
dunia, maka kepada isteri/suaminya yang sah diberikan pensiun
janda/duda vang besarnya 1/2 (setengah) dari pensiun yang
diterima terakhir oleh almarhum suaminya atau almarhumah
isterinya.
(2) Pensiun janda/duda diberikan pula apabila Duta Besar LBBP
meninggal dunia dalam masa jabatannya.
(3) Apabila Duta Besar LBBP sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) tewas, maka besamya pensiun janda/duda adalah 72%
(tujuh puluh dua perseratus) dari dasar pensiun.
(4) Pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)
dibayarkan mulai bulan ketiga setelah Duta Besar LBBP yang
bersangkutan meninggal dunia.
Pasal 16
(1) Pembayaran pensiun janda/duda dihentikan apabila penerima
pensiun janda/duda yang bersangkutan:
a. meninggal duda; atau
b. kawin lagi.
(2) Penghentian pembayaran pensiun janda/duda sebagaimana
dimak sud dalam ayat (1) dilakukan pada bulan berikutnya
penenma pensiun janda/duda yang bersangkutan meninggal
dunia atau kawin lagi.
Pasal 17
(1) Apabila Duta, Besar LBBP, atau penerima pensiun, mantan Duta
besar LBBP meninggal dunia dan tidak meninggalkan isteri/suami
yang berhak menerima pensiun janda/duda atau apabila janda/
duda yang bersangkutan kawin lagi atau meninggal dunia, maka
kepada anaknya yang sah diberikan pensiun anak yang besarnya
sama dengan pensiun janda/duda.
(2) Yang berhak menerima pensiun anak sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) adalah anak yang belum mencapai
usia 25 (dua puluh lima) tahun, belum mempunyai pekerjaan
yang tetap dan belum pernah kawin.
962
HAK KEPPRI
HAK KEPPRI
963
B AB VI
KETENTUAN
Pasal 22
(1) Duta Besar LBBP yang merangkap jabatan, tidak dapat menerima
penghasilan rangkap atau menggunakan fasilitas rangkap.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga
bagi uang duka dan biaya pemakaman.
Pasal 23
Penerima pensiun mantan Pejabat Negara Eksekutif yang pada
saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini berkedudukan sebagai
Duta Besar LBBP yang kemudian diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya atau sebagai mantan Duta Besar LBBP, maka kepadanya
berlaku ketentuan Pasal 14 ayat (3).
Pasal 24
(1) Hak untuk menerima pensiun hapus, apablia
a. penerima pensiun menjadi warga negara asing atau tidak
seijin pemerintah menjadi pegawai atau anggota tentara suatu
negara asing;
b. penerima pensiun menurut keputusan pejabat/Badan yang
berwenang dinyatakan salah melakukan tindakan atau terlibat
dalam suatu gerakan yang bertentangan dengan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945
(2) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka
surat keputusan pensiun dicabut.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini diatur oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan
dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara baik secara
bersama sama maupun sendiri sendiri menurut bidang tugas masing
masing.
964
HAK KEPPRI
Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini segala ketentuan yang
mengatur Hak Keuangan/Administratif Duta Besar LBBP yang
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 27
Peraturan Pernerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Pebruari 1996
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Pebruari 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1996
NOMOR 10
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum
dan Perundang undangan
Plt.
Lambock V. Nahattands, SH
HAK KEPPRI
965
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1996
TENTANG
HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DUTA BESAR LUAR
BIASA DAN BERKUASA PENUH DAN MANTAN DUTA BESAR
LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH
SERTA JANDA/DUDANYA
1. U M U M
Sebagaimana diketahui bahwa Hak Keuangan/Administratif
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh belum diatur secara
seragam dalam peraturan perundang-undangan. Dengan
keseragaman diharapkan di samping memudahkan
penyelengaraan perlakuan dapat pula untuk menjamin kepastian
hukum bagi setiap Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh.
Selain itu sebagai penghargaan atas pengabdiannya kepada
Negara, sudah selayaknya bagi Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh yang berhenti dengan hormat dari jabatannya
dan janda/dudanya diberikan jaminan hidup berupa pensiun.
Sebagai landasan untuk melaksanakan maksud sebagimana
tersebut diatas, diperlukan adanya Peraturan Pemerintah yang
mengatur tentang Hak Keuangan/Administratif Duta Besar Luar
Biasa dan Berkuasa Penuh dan Mantan Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh serta Janda/Dudanya.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
966
HAK KEPPRI
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Rumah jabatan bagi Duta Besar LBBP dan
perlengkapannya serta kendaraan sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini adalah milik Negara, oleh
sebab itu perawatan dan pemeliharaannya menjadi
tanggungan Negara.
Ayat (2)
Lihat penjelasan ayat (1)
Pasal 6
Yang dirnaksud dengan kecelakaan karena dinas adalah
kecelakaan yang terjadi :
a. dalam dan karena menjalankan tugas dan
kewajibannya;
b. dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan
dinasnya sehingga kecelakaan itu disamakan dengan
kecelakaan yang terjadi dalam dan karena
menjalankan tugas kewajibannya;
c. karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung
jawab ataupun sebagai akibat tindakan terhadap
anasir itu.
Yang dimaksud dengan sakit karena dinas, adalah sakit
yang diderita sebagai akibat langsung dari pelaksanaan
tugas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
HAK KEPPRI
967
Ayat (2)
Dalam hal di luar negeri, Tim Penguji Kesehatan
dapat menunjuk dokter yang berada di tempat
Duta Besar LBBP melaksanakan tugasnya untuk
melakukan pengujian kesehatan dan hasilnya
dilaporkan kepada Tim Penguji Kesehatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Biaya pemakaman yang ditanggung oleh Negara meliputi :
a. peti jenazah dan perlengkapannya;
b. tanah pemakaman dan biaya di tempat pemakaman;
c. angkutan jenazah dari tempat meninggal dunia ke
tempat kedlaman dan atau tempat pemakaman
serta biaya persiapan pemakaman, dan
d. angkutan dan penginapan bagi isteri/suami yang sah
dan anak yang sah dari almarhum/almarhumah,
dengan ketentuan bahwa apabila almarhum/
almarhumah tidak mempunyai isteri/suami/anak yang
sah, maka yang ditanggung adalah biaya angkutan
dan penginapan keluarga lainnya sebanyak
banyaknya 3 (tiga) orang.
Apabila jumlah isteri/suami dan anak yang ditinggalkan
kurang dari 3 (tiga) orang, dapat ditambah keluarga
lainnya.
Pasal 10
Cukup jelas
968
HAK KEPPRI
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan masa jabatan adalah
masa antara tanggal 1 dari bulan berikutnya
seseorang dengan resmi melaksanakan tugas
jabatannya. sebagai Duta Besar LBBP dan tanggal
1 bulan berikutnya yang bersangkutan berhenti
dengan hormat, tewas, atau wafat.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan Pejabat Negara Eksekutif
adalah Presiden, Wakil Presiden, Menteri Negara,
Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah dan Duta
Besar LBBP serta pejabat lain yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Masa jabatan sebagai Pejabat Negara Eksekutif
secara berturut turut diperhitungkan sampai
HAK KEPPRI
969
HAK KEPPRI
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan anak adalah anak
kandung yang sah atau anak -kandung/anak yang
disahkan menurut peraturan perundang undangan
yang lain yang berlaku bagi penerima pensiun.
Pensiun anak adalah merupakan hak dari semua
anak, umpamanya apabila seorang Mantan Duta
Besar LBBP mempunyai dua orang isteri yang
dikawininya dengan sah dan mempunyai anak dari
kedua isteri tersebut, maka anak dari masing
masing isteri tersebut memperoleh bagian pensiun
anak yang besarnya sama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
HAK KEPPRI
971
Pasal 22
Ayat (1)
Dengan ketentuan ini maka Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh yang mempunyai daerah
akreditasi lebih dari satu negara hanya menerima
penghasilan dan fasilitas seperti Duta Besar Luar
Biasa dan Berkuasa Penuh yang akreditasinya
satu negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang berkewajiban mencabut surat keputusan
pensiun adalah pejabat yang menetapkan pensiun
yang bersangkutan.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3622
972
HAK KEPPRI
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat
HAK KEPPRI
973
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
974
HAK KEPPRI
HAK KEPPRI
975
Mengingat
976
HAK KEPPRI
(2)
HAK KEPPRI
977
b.
c.
Rumah Dinas;
b.
c.
d.
e.
978
HAK KEPPRI
979
HAK KEPPRI
HAK KEPPRI
981
Pasal 7
Ketentuan Peralihan
(1) Hak untuk memperkerjakan seorang Kepala Rumah Tangga
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, tidak diberikan kepada Konsul
dan Kuasa Usaha Tetap yang diangkat sebelum keputusan ini
ditetapkan;
(2) Bagi Kepala Rumah Tangga yang diperkerjakan sebelum
Keputusan ini berlaku dan hubungan kerjanya telah berakhir
berdasarkan ayat (1) huruf a dan b pasal 5, dapat diberikan
biaya perjalanan pulang ke Jakarta, termasuk biaya barang
pindahan.
(3) Dengan berlakunya Keputusan ini maka Surat Keputusan Menteri
Luar Negeri No. SP/3010/DN/XI/1980 tanggal 08 Desember
1980 dan No. SP/1633/DN/XI/1981 tanggal 19 Agustus 1981
dinyatakan tidak berlaku lagi.
(4) Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan catatan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan didalam keputusan
ini maka akan diadakan perubahan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 27 Februari 1989
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
ALI ALATAS, SH
982
HAK KEPPRI
Indonesia-all perwakilan
no :
pro :
ex :
re :
HAK KEPPRI
983
BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI
KONSEP NO : 227571
PRO PERWAKILAN RI :
ALL PERWAKINS
SANGAT SEGERA
NO
PRO
EX
RE
:
:
:
:
032596
KEPPRIS
SEKJEN
HAKS KEPPRIS
984
HAK KEPPRI
XVII
JABATAN FUNGSIONAL
985
986
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat
JABATAN FUNGSIONAL
987
988
JABATAN FUNGSIONAL
BAB II
JENIS DAN KRITERIA JABATAN FUNGSIONAL
Pasal 2
1. Jabatan-jabatan fungsional dihimpun dalam rumpun jabatan
fungsional.
2. Jabatan fungsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri
dari :
a. Jabatan Fungsional Keahlian;
b. Jabatan Fungsional Keterampilan;
Pasal 3
Jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan
ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut :
a. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja
yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan, dan/atau
pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi :
b. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
c. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan :
1) Tingkat keahlian bagi jabatan fungsional keahlian;
2) Tingkat keterampilan bagi jabatan fungsional keterampilan;
d. Pelaksanaan tugas bersifat mandiri;
e. Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi organisasi.
BAB III
WEWENANG PENETAPAN JABATAN FUNGSIONAL,
DAN ANGKA KREDIT
Pasal 4
Presiden menetapkan rumpun jabatan fungsional atas usul Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
JABATAN FUNGSIONAL
989
Pasal 5
Penetapan jabatan dan angka kredit jabatan fungsional dilakukan
oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara dengan memperhatikan usul dari pimpinan instansi
pemerintah yang bersangkutan setelah terlebih dahulu mendapat
pertimbangan teknis secara tertulis dari Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara, dengan mengacu pada rumpun jabatan yang
ditetapkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 6
Jabatan fungsional dan angka kredit yang telah ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku sebelum Peraturan Pemerintah ini,
dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan secara bertahap
diadakan peninjauan kembali untuk disesuaikan dengan ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB IV
PENGANGKATAN DAN PEMBINAAN
Pasal 7
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil kedalam jabatan fungsional pada
instansi pemerintah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai
formasi yang telah ditetapkan.
Pasal 8
1. Penilaian prestasi kerja bagi pejabat fungsional ditetapkan dengan
angka kredit oleh pejabat yang berwenang setelah mendengar
pertimbangan Tim Penilai.
2. Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk oleh
pimpinan instansi pembina jabatan fungsional atau pimpinan
instansi pengguna jabatan fungsional.
Pasal 9
Kenaikan dalam jenjang jabatan fungsional yang lebih tinggi disamping
diwajibkan memenuhi angka kredit yang telah ditetapkan harus pula
990
JABATAN FUNGSIONAL
JABATAN FUNGSIONAL
991
BAB VI
KETENTUAN LAIN
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini, ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara, Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara,
Ketua Lembaga Administrasi Negara dan Pimpinan Instansi terkait
lainnya, baik bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan
tugasnya masing-masing.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 18 April 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 18 April 1994
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1994
NOMOR 22
992
JABATAN FUNGSIONAL
JABATAN FUNGSIONAL
993
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 1994
TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL
UMUM
Dalam rangka mencapai tujuan nasional, dibutuhkan adanya Pegawai
Negeri Sipil dengan mutu profesionalisme yang memadai, berdaya
guna dan berhasil guna didalam melaksanakan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan.
Untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud di
atas, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dinyatakan
bahwa Pegawai Negeri Sipil perlu dibina dengan sebaik-baiknya atas
dasar sistem karier dan sistem prestasi kerja.
Salah satu muatan di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
yang selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 1980 menyatakan bahwa dalam rangka usaha pembinaan
karier dan peningkatan mutu profesionalisme, diatur tentang
kemungkinan bagi Pegawai Negeri Sipil untuk menduduki jabatan
fungsional.
Peraturan Pemerintah ini dimaksud untuk mengatur pembinaan
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional yang
didalamnya memuat antara lain kriteria tentang jabatan fungsional
dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pegawai Negeri Sipil yang
akan diangkat untuk menduduki jabatan fungsional. Selain itu diatur
pula ketentuan tentang jenjang jabatan serta tata cara penilaian
prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional.
Dengan demikian diharapkan bahwa dengan diterbitkannya Peraturan
Pemerintah ini Pegawai Negeri Sipil dapat dipacu mutu
profesionalismenya melalui pembinaan karier yang berorientasi pada
prestasi kerja sehingga tujuan untuk mewujudkan Pegawai Negeri
Sipil sebagai Aparatur Negara yang berdayaguna dan berhasil guna
di dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan dapat tercapai.
994
JABATAN FUNGSIONAL
995
996
JABATAN FUNGSIONAL
JABATAN FUNGSIONAL
997
JABATAN FUNGSIONAL
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pembinaan adalah penetapan dan
pengendalian terhadap standar profesi yang meliputi
kewenangan penanganan, prosedur pelaksanaan tugas dan
metodologinya. Dalam pembinaan tersebut termasuk
didalamnya penetapan petunjuk teknis yang diperlukan.
Ayat (2)
Instansi pembina jabatan fungsional adalah instansi yang
menggunakan jabatan fungsional yang mempunyai bidang
kegiatan sesuai dengan tugas pokok instansi tersebut atau
instansi yang apabila dikaitkan dengan bidang tugasnya
dianggap mampu untuk ditetapkan sebagai pembina jabatan
fungsional.
Contoh, Departemen Kesehatan sebagai Pembina Jabatan
Fungsional Dokter, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
sebagai Pembina Jabatan Fungsional Guru dan Biro Pusat
Statistik sebagai Pembina Jabatan Fungsional Pranata
Komputer.
Pasal 12
Kebijaksanaan umum pendidikan dan pelatihan jabatan fungsional
ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara. Pendidikan dan
Pelatihan Penjenjangan Teknis Fungsional dilaksanakan oleh
instansi pembina jabatan fungsional, sedangkan pendidikan dan
latihan lainnya dapat dilaksanakan oleh masing-masing instansi
dengan koordinasi instansi pembina jabatan fungsional.
Sertifikasi keahlian dan keterampilan diberikan oleh instansi
pembina jabatan fungsional dengan pembinaan Lembaga
Administrasi Negara.
Pasal 13
Ayat (1)
Besarnya tunjangan jabatan fungsional ditetapkan
berdasarkan jenjang jabatan fungsional yang telah
ditetapkan.
JABATAN FUNGSIONAL
999
Ayat (2)
Besarnya tunjangan jabatan fungsional ditetapkan dengan
Keputusan Presiden atas usul Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara setelah terlebih dahulu
mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan.
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Menimbang
Mengingat
JABATAN FUNGSIONAL
1001
MEMUTUSKAN
Menetapkan
Pertama
Kedua
Ketiga
Keempat
Kelima
Keenam
Ketujuh
JABATAN FUNGSIONAL
1003
Lampiran
Keputusan Menteri luar Negeri Nomor SK.024/KP/lll/98/02
Tanggal 10 Maret 1998 Tentang Tata Kerja Tim Penilai dan Tata
Cara Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat.
TENTANG TATA KERJA TIM PENILAI
DAN TATA CARA PENILAIAN ANGKA KREDIT JABATAN
FUNGSIONAL DIPLOMAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan :
1. Tim Penilai Tingkat Departemen, adalah Tim yang mempunyai
tugas membantu Menteri Luar Negeri dalam menetapkan angka
kredit diplomat bergelar Minister dan Duta Besar di lingkungan
Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen, Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri, dan Organisasi Internasional.
2. Tim Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal, adalah Tim yang
mempunyai tugas membantu Sekretaris Jenderal dalam
menetapkan angka kredit Diplomat bergelar Atase sampai
dengan Minister-Counsellor di lingkungan Departemen/Lembaga
Pemerintah Non-Departemen, Perwakilan Republik Indonesia di
Luar Negeri, dan Organrsasi Internasional.
3. Angka Kredit, adalah suatu angka yang diberikan berdasarkan
penilaian atas prestasi yang telah dicapai seorang Diplomat dalam
mengerjakan butir rincian kegiatan tugas dan jabatan, yang
digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan
kenaikan jenjang jabatan, gelar dan pangkat.
4. Diplomat, adalah pejabat Dinas Luar Negeri yang telah ditetapkan
dalam Jenjang Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka
Kreditnya melajur Surat Keputusan Menteri Luar Negeri;
5. Sekretariat Tim Penilai, adalah unit kerja di Biro Kepegawaian
yang menyelenggarakan administrasi dan kearsipan dalam
membantu pelaksanaan tugas-tugas Tim Penilai.
1004 JABATAN FUNGSIONAL
1005
1007
Pasal 5
Susunan, Masa tugas, dan Kualifikasi Anggota
(1) Tim Penilai Tingkat Departemen dipimpin oleh seorang Ketua
merangkap Anggota, dibantu Sekretaris dan 6 (enam) anggota,
dan bilamana dipandang perlu dapat diangkat anggota-anggota
lainnya dengan catatan jumlah keseluruhan tetap ganjil;
(2) Tim Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal dipimpin oleh seorang
Ketua merangkap Anggota, dibantu Sekretaris dan 6 (enam)
anggota, dan bila mana dipandang perlu dapat diangkat anggotaanggota lainnya dengan catatan jumlah keseluruhannya tetap
ganjil;
(3) Susunan Tim Penilai Tingkat Departemen, Tingkat Sekretriat
Jenderal, Tim Penilai Teknis dan Sekretariat ditetapkan melalui
Keputusan Menteri Luar Negeri;
(4) Syarat-syarat keanggotaan pada Tim Penilai Tingkat
Departemen;
a. Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Luar Negeri menjadi
Ketua merangkap Anggota;
b. Anggota lainnya adalah Pejabat Eselon I atau pejabat
fungsional yang memiliki gelar diplomatik Duta Besar atau
Minister dan masih berdinas aktif;
c. Anggota memiliki kemampuan untuk menilai dan dapat
secara penuh melaksanakan tugasnya.
(5) Syarat-syarat keanggotaan pada Tim Penilai Tingkat Sekretariat
Jenderal;
a. Kepala Biro Kepegawaian atas nama Sekreteris Jenderal
menjadi Ketua merangkap Anggota;
b. Anggota lainnya adalah anggota-anggota Badan
Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BPJK) dan/atau
pejabat fungsional yang memiliki gelar diplomatik serendahrendahnya sekretaris I;
c. Memiliki kemampuan untuk menilai dan dapat secara penuh
melaksanakan tugasnya;
d. Sekretaris tidak menjadi Anggota dan diangkat dari pejabat
di lingkungan Biro Kepegawaian
(6) Masa tugas bagi ketua dan Anggota paling lama 5 (lima) tahun
dan dapat diangkat kembali pada 1 (satu) periode berikutnya;
(7) Pengambilan keputusan Tim Penilai dilakukan melalui rapat Pleno
pada waktu yang ditentukan oleh Ketua Tim;
(8) Keputusan Rapat Pleno dinyatakan sah bilamana dihadiri lebih
dari setengah anggota yang hadir.
Pasal 6
Tim Penilai Teknis
(1) Bilamana dipandang perlu, Ketua Tim Penilai Tingkat Departemen
atau Ketua Tim Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal dapat
membentuk Tim Penilai Teknis.
(2) Tim Penilai Teknis mempunyai tugas dan tanggung jawab kepada
Ketua Tim Penilai Tingkat Departemen atau kepada Ketua Tim
Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal dalam hal :
a. memberikan saran dan pendapat mengenai penilaian angka
kredit yang berasal dari kegiatan tertentu;
b. memberikan saran dan pendapat mengenai penilaian angka
kredit yang berasal dari kegiatan dari bidang keilmuan/
keahlian tertentu.
Pasal 7
Sekretariat Tim Penilai
(1) Untuk membantu administrasi pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Tim dibentuk Sekretariat Tim Penilai yang dikepalai oleh
seorang pejabat di lingkungan Biro Kepegawaian, dengan
anggota sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
(2) Tugas dan tanggung jawab Sekretariat ialah memberikan
bantuan teknis dan administrasi untuk kelancaran pelaksanaan
tugas Tim Penilai dan Pejabat yang berwenang menetapkan
angka kredit;
(3) Dalam melakukan tugasnya Sekretriat Tim Penilai menjalankan
fungsi sebagai berikut;
JABATAN FUNGSIONAL
1009
g.
Pasal 9
Pemberhentian Tim Penilai
(1) Anggota Tim Penilai diberhentikan.
a. habis masa jabatannya; dan/atau
b. mengajukan pemohonan mengundurkan diri dari Tim Penilai;
dan/atau
c. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota Tim Penilai
dan/atau
d. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980; dan/atau
e. berhenti atau diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(2) Keanggotaan Tim Penilai yang diberhentikan sebelum habis masa
jabatannya diisi oleh Anggota baru.
(3) Anggola Sekretariat Tim Penilai diberhentikan apabila:
a. mengajukan permohonan mengundurkan diri; dan/atau
b. pindah tempat kerja; dan/atau
c. berhenti atau diberhentikan dari Pegawai Negeri Sipil; dan/
atau
d. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, bagi anggota
sekretariat Tim Penilai yang diberhentikan, diganti dengan
anggota yang baru.
Pasal 10
Rapat Pleno
(1) Rapat Pleno memutuskan menyetujui atau menolak suatu usulan
penetapan angka kredit.
(2) Waktu Rapat Pleno dan agenda pembahasan ditentukan oleh
Ketua Tim Penilai dan disampaikan kepada Anggota 3 (tiga)
hari sebelumnya rapat.
(3) Rapat Pleno dianggap sah apabila dihadiri lebih dari setengah
Anggota Penilai.
(4) Keputusan diambil dengan suara terbanyak.
JABATAN FUNGSIONAL
1011
BAB III
TATA KERJA TIM PENILAI
Pasal 11
Masa Penilaian
(1) Masa penilaian angka kredit dilakukan setiap waktu yang
ditentukan oleh Ketua Tim Penilai, atau mulai bulan Juni untuk
usul kenaikan gelar/pangkat periode bulan Oktober, dan bulan
Desember tahun sebelumnya untuk usul kenaikan gelar/pangkat
periode bulan April.
(2) Penyampaian usul penetapan angka kredit diajukan oleh
Pimpinan Unit Organisasi secara kolektif atau sendiri-sendiri,
setelah diperkirakan Diplomat mencapi angka kredit
dipersyaratkan bagi kenaikan gelar/dan atau pangkat setlngkat
lebih tinggi.
Pasal 12
Prestasi yang Dinilai dan Bukti Fisiknya
(1) Prestasi Diplomat yang dinilai adalah kegiatan yang terdapat
dalam Unsur Utama/Pendukung, Sub Unsur, dan rincian Kegiatan
yang terdapat dalam Lampiran I Keputusan Menpan Nomor
174/1997.
(2) Bukti Fisik yang diperlukan dalam penilaian adalah DUPAK yang
dilengkapi dengan:
a. surat tugas, sebagai bukti atas terhadap kegiatan-kegiatan
yang dilakukan;
b. laporan, dokumen, atau arsip dinas, bilamana diperlukan
Tim Penilai, untuk pembuktian atau pengecekan ulang;
c. laporan tugas, makalah/tulisan ilmiah dan setiap kegiatan
dalam unsur Pengembangan Profesi;
d. ijazah/sertifikat diklat yang dikeluarkan/diakui oleh instansi
yang berwenang menetapkannya, sesuai ketentuan yang
berlaku.
Pasal 13
Prosedur Penetapan Keputusan Tim Penilai
(1) Pengambilan keputusan dalam pemberian angka kredit dilakukan
melalui prosedur sebagai berikut :
a. Ketua Tim membagi tugas penilaian kepada anggola tim
Penilai;
b. Setiap usul dinilai 2 orang anggota, dengan menggunakan
formulir DUPAK yang terdapat pada Lampiran I, Keputusan
Bersama menteri Luar Negeri dan Kepala BAKN Nomor
SK. 130/OT/VIII/97/01 dan Nomor 12 Tahun 1997;
c. Laporan tugas makalah/tulisan ilmiah dan setiap kegiatan
dalarn unsur Pengembangan Profesi;
d. Apabila angka Kredit yang diberikan oleh dua orang penilai
tidak sama, maka pemberian angka kredit dilaksanakan dalam
sidang pleno Tim Penilai dengan mengkaji dan menelaah
ulang bukti yang dinilai;
e. Pengambilan keputusan dalam sidang pleno tim Penilai
dilakukan secara aklamasi atau setidak-tidaknya melalui suara
terbanyak.
f.
JABATAN FUNGSIONAL
1013
BAB IV
PROSEDUR KERJA TIM PENILAI
Pasal 15
Mekanisme Administratif Penerimaan Pengusulan
Mekanisme Administrasi Penerimaan usulan untuk dinilai adalah
sebagai berikut:
a. Pejabat Pengusul mengihlamkan usulan untuk penetapan angka
kredit dengan menggunakan formulir DUPAK dilengkapi dengan
syarat-syarat lain yang ditetapkan;
b. Usul penetapan angka kredit diajukan kepada Pejabat
Berwenang menetapkan angka kredit, dapat diajukan mulal bulan
Juni untuk Kenaikan gelar/pangkat periode bulan Oktober, dan
bulan Desember tahun sebelumnya untuk kenaikan gelar/
pangkat periode bulan April.
c. Daftar Usul Penetapan Angka Kredit dilampiri dengan:
(i) bukti-bukti yang dipersyaratkan untuk penilaian;
(ii) salinan sah Surat Kaputusan Kenaikan Pangkat terakhir;
(iii) salinan sah surat pengangkatan dalam Jabatan Fungsional
Diplomat, atau salinan sah Surat Keputusan Pengangkatan
kembali menjadi pejabat fungsional bagi Pejabat Fungsional
yang pernah dibebas tugaskan.
Pasal 16
Prosedur Penilaian Angka Kredit
(1) Daftar Usul Penetapan Angka Kredit berikut bukti-bukti dan
lampiran-lampirannya oleh Pejabat yang berwenang menetapkan
angka Kredit diserahkan kepada Ketua Tim Penilai, yang
selanjutnya menetapkan 2 (dua) orang anggota Tim untuk
penilaian pendahuluan,
(2) Kedua anggota Tim Penilai tersebut pada butir (1) melakukan
Penilaian secara sendiri-sendiri.
JABATAN FUNGSIONAL
1015
PENUTUP
Pasal 17
Dokumentasi
(1) Berkas penugasan anggota Tim Penilai dan hasil penilaian dan
penghitungan angka kredit disimpan oleh Sekretariat;
(2) Berkas yang disebut dalam ayat (1) dan arsip penghitungan
angka kredit dalam masa in-passing merupakan arsip yang
dijadikan catatan bagi perhitungan angka kredit guna perbaikan
di kemudian hari bilamana terjadi kekeliruan.
Pasal 18
Masa Transisi
(1) Penyimpangan prosedural dan mekanisme penyelenggaraan
tugas-tugas Tim Penilai dapat dilakukan dalam masa transisi 2
(dua) kali masa penilaian dalam tahapan pemberitahuan Jabatan
Fungsional Diplomat.
(2) Penyimpangan prosedural dan mekanisme penyelenggaan
tugas-tugas Tim Penilai tersebut pada ayat (1) dilakukan dengan
asas kebenaran dan keabsahan tindakan sesuai dengan
kewenangan Tim Penilai.
(3) Catatan tentang penyimpangan proseduril dan mekanisme
penyelenggaraan tugas-tugas Tim Penilai disimpan dalam arsip
Departemen Luar Negeri selaku Instansi Pembina Jabatan
Fungsional Diplomat.
Pasal 19
Ketentuan Lain-lain
(1) Pejabat Berwenang menetapkan angka kredit dapat mengubah
angka kredit, bilamana terdapat Kesalahan Tim Penilai dalam
menetapkan angka kredit.
(2) Hal-hal yang belum diatur mengenai kenaikan gelar dan pangkat
dalam keputusan ini akan ditetapkan kemudian,
(3) Ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan keputusan ini
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 20
Pemberlakuan Keputusan
(1) Semua ketentuan mengenai kenaikan gelar dan pangkat
diplomat sejak 1 April 1993 didasarkan pada keputusan ini.
(2) Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1997.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 10 Maret 1998
A.N. MENTERI LUAR NEGERI
SEKRETARIS JENDERAL
ttd
ABDUL IRSAL
JABATAN FUNGSIONAL
1017
Mengingat
PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL
1019
KEDUA
KETIGA
KEEMPAT
KELIMA
MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
NOMOR : PER/87/M.PAN/8/2005
TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL DIPLOMAT DAN ANGKA
KREDITNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA,
Menimbang
1021
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
JABATAN FUNGSIONAL
1023
11.
12.
13.
14.
15.
Memperhatikan : 1.
2.
Menetapkan
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Pejabat Dinas Luar Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah
mengikuti pendidikan dan latihan khusus untuk bertugas di
Departemen Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia.
2. Diplomat adalah Pejabat Dinas Luar Negeri yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh Menteri
Luar Negeri untuk melakukan kegiatan diplomatik.
3. Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, yang selanjutnya
disebut Perwakilan adalah Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan
Konsuler Republik Indonesia yang secara resmi mewakili dan
memperjuangkan kepentingan Bangsa, Negara dan Pemerintah
Republik Indonesia secara keseluruhan di negara penerima atau
pada organisasi internasional.
4. Perwakilan Diplomatik adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia
dan Perutusan Tetap Republik Indonesia yang melakukan kegiatan
diplomatik di seluruh wilayah negara penerima atau pada
organisasi internasional untuk mewakili dan memperjuangkan
kepentingan bangsa, negara dan pemerintah Republik Indonesia.
5. Perwakilan Konsuler adalah Konsulat Jenderal Republik Indonesia
dan Konsulat Republik Indonesia yang melakukan kegiatan
konsuler di wilayah kerja di dalam wilayah kerja negara penerima
untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa,
negara dan Pemerintah Republik Indonesia.
6. Negara penerima adalah negara tempat kedudukan Perwakilan.
7. Organisasi internasional adalah organisasi internasional tempat
kedudukan Perwakilan.
8. Diplomasi adalah kegiatan mewakili negara dan pemerintah
(representing), melakukan perundingan untuk dan atas nama
kepentingan nasional (negotiating), melindungi kepentingan negara
dan pemerintah, warga negara, dan Badan Hukum Indonesia
(protecting), melakukan promosi kerjasama untuk kepentingan
nasional (promoting), dan melakukan pelaporan pelaksanaan
tugas dan pengamatan di bidang politik, keamanan, ekonomi,
sosial dan budaya (reporting).
JABATAN FUNGSIONAL
1025
20. Tim Penilai adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Menteri
Luar Negeri yang bertugas melakukan konversi dalam angka
kredit kumulatif terhadap penilaian hasil capaian SKI.
21. Angka Kredit Diplomat adalah akumulasi nilai butir-butir kegiatan
yang harus dicapai oleh seorang Diplomat dalam rangka
pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya.
BAB II
RUMPUN JABATAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK
DAN INSTANSI PEMBINA
Pasal 2
Diplomat adalah jabatan fungsional termasuk dalam rumpun
politik dan hubungan luar negeri.
Pasal 3
(1) Diplomat adalah Pejabat Dinas Luar Negeri yang berkedudukan
sebagai pelaksana kegiatan diplomatik di Departemen Luar Negeri
dan Perwakilan.
(2) Diplomat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah jabatan
karier.
Pasal 4
(1) Tugas pokok Diplomat adalah melaksanakan diplomasi yang
meliputi mewakili (representing), perundingan (negotiating),
perlindungan (protecting), promosi (promoting), dan pelaporan
(reporting).
(2) Rincian kegiatan dan satuan hasil tugas pokok Diplomat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagaimana
tersebut dalam Lampiran I.
Pasal 5
Instansi pembina jabatan fungsional Diplomat adalah Departemen
Luar Negeri.
JABATAN FUNGSIONAL
1027
BAB III
JENJANG JABATAN DAN PANGKAT/GELAR DIPLOMATIK
Pasal 6
(1) Jenjang jabatan Diplomat dari yang terendah sampai dengan
yang tertinggi yaitu :
a. Diplomat Pertama;
b. Diplomat Muda;
c. Diplomat Madya; dan
d. Diplomat Utama.
(2) Jenjang pangkat/gelar diplomatik jabatan Diplomat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan jabatannya yaitu :
a. Diplomat Pertama terdiri atas :
1. Atase, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a;
2. Sekretaris III, pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan
ruang III/b.
b. Diplomat Muda terdiri atas :
1. Sekretaris II, pangkat Penata, golongan ruang III/c;
2. Sekretaris I, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang
III/d.
c. Diplomat Madya terdiri atas :
1. Counsellor, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a;
2. Minister Counsellor, pangkat Pembina Tingkat I, golongan
ruang IV/b;
3. Minister, pangkat Pembina Utama Muda, golongan ruang
IV/c.
d. Diplomat Utama terdiri atas :
1. Duta Desar, pangkat Pembina Utama Madya, golongan
ruang IV/d; dan
2. Duta Desar, pangkat Pembina Utama, golongan ruang
IV/e.
BAB IV
UNSUR DAN RINCIAN KEGIATAN YANG DINILAI
Pasal 7
(1) Unsur yang dinilai terdiri atas :
a. Tugas pokok jabatan; dan
b. Tugas tambahan.
(2) Rincian kegiatan Diplomat sesuai dengan jenjang jabatan adalah
sebagai berikut :
a. Diplomat Pertama yaitu :
1. menyiapkan bahan/dokumen untuk kunjungan delegasi
RI kepada pejabat negara akreditasi (eksekutif, legislatif
dan yudikatif) atau organisasi internasional;
2. merencanakan pertemuan antara misi Indonesia dengan
wakil negara akreditasi atau pihak lainnya;
3. mengidentifikasi pejabat pemerintah, tokoh masyarakat,
dan institusi penting di negara akreditasi/organisasi
internasional;
4. memenuhi undangan dari pemerintah negara akreditasi/
organisasi internasional;
5. memenuhi undangan dari tokoh masyarakat/LSM/media
massa di negara akreditasi;
6. melakukan persiapan dan pelaksanaan acara resmi
kenegaraan dan acara diplomatik di Perwakilan;
7. menghadiri resepsi diplomatik atau undangan dari
perwakilan asing/organisasi internasional;
8. menyiapkan posisi dan tanggapan Pemerintah RI
terhadap isu-isu yang berkembang untuk disampaikan
kepada pemerintah negara akreditasi, perwakilan asing
lain, dan organisasi internasional;
9. menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk
pembuatan dokumen yang memiliki kekuatan hukum
nasional (perjanjian/ sengketa);
10. menyiapkan bahan/dokumen dalam rangka perundingan
bilateral/regional/ internasional;
11. menyiapkan bahan pendukung;
JABATAN FUNGSIONAL
1029
yang
JABATAN FUNGSIONAL
1031
merugikan
JABATAN FUNGSIONAL
yang
1033
JABATAN FUNGSIONAL
yang
1035
1037
d. capaian hasil SKI lebih dari 55% sampai dengan 70% diberikan
sebutan nilai cukup;
e. capaian hasil SKI kurang dari 55% diberikan sebutan nilai
kurang.
(2) Sebutan nilai SKI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikonversi ke dalam angka kredit sebagai berikut :
a. Sebutan nilai istimewa mendapatkan angka kredit sebesar
50% dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan
pangkat/gelar diplomatik dan jabatan;
b. Sebutan nilai amat baik mendapatkan angka kredit sebesar
35% dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan
pangkat/gelar diplomatik dan jabatan;
c. Sebutan nilai baik mendapatkan angka kredit sebesar 25%
dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan pangkat/
gelar diplomatik dan jabatan;
d. Sebutan nilai cukup mendapatkan angka kredit sebesar 15%
dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan pangkat/
gelar diplomatik dan jabatan;
e. Sebutan nilai kurang mendapatkan angka kredit sebesar 5%
dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan pangkat/
gelar diplomatik dan jabatan;
(3) Jumlah angka kredit kumulatif untuk kenaikan pangkat/gelar
diplomatik dan jabatan Diplomat adalah sebagaimana tersebut
dalam Lampiran III.
BAB VIII
PENILAIAN SKI
Pasal 12
(1) Penilaian SKI dilakukan setiap akhir Desember tahun berjalan
dan paling lambat harus sudah selesai pada akhir bulan Januari
tahun berikutnya;
(2) Penilaian SKI dilakukan oleh :
a. Menteri Luar Negeri atau Pejabat lain yang ditunjuk paling
rendah Eselon I bagi Diplomat Madya dan Diplomat Utama
yang bertugas di Departemen Luar Negeri dan atau yang
bertugas di Perwakilan;
1038 JABATAN FUNGSIONAL
JABATAN FUNGSIONAL
1039
BAB IX
KENAIKAN PANGKAT/GELAR DIPLOMATIK DAN JABATAN
Pasal 14
(1) Diplomat dapat dinaikkan pangkat/gelar diplomatik dan/atau
jabatannya apabila memenuhi syarat;
a. angka kredit yang ditentukan;
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja dalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP 3) paling rendah bernilai baik
dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
c. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri.
(2) Kenaikan gelar diplomatik diikuti dengan kenaikan pangkat.
BAB X
PENGANGKATAN DALAM JABATAN
Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat pertama kali untuk mengisi
lowongan formasi jabatan Diplomat dilakukan melalui
pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. berijazah paling rendah Sarjana (S1) sesuai dengan kualifikasi
pendidikan yang ditentukan oleh Menteri Luar Negeri;
b. pangkat paling rendah pangkat Penata Muda, Golongan Ruang
III/a;
c. lulus sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu); dan
d. setiap unsur penilaian prestasi kerja dalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP 3) paling rendah bernilai baik
dalam 1 (satu) tahun terakhir;
(2) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari Jabatan Struktural ke dalam
jabatan diplomat harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
b. telah diangkat sebagai Diplomat oleh Menteri Luar Negeri.
(3) Penetapan jenjang jabatan dan angka kredit bagi Pegawai Negeri
Sipil yang diangkat dalam jabatan Diplomat sebagaimana
1040 JABATAN FUNGSIONAL
1041
Pasal 19
Pejabat yang berwenang mengangkat, membebaskan sementara,
mengangkat kembali dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil dalam
dan dari jabatan Diplomat adalah Menteri Luar Negeri.
BAB XII
PENYESUAIAN JABATAN, PANGKAT DAN GELAR
DIPLOMATIK
Pasal 20
Pegawai Negeri Sipil yang pada saat ditetapkan Peraturan ini telah
diangkat sebagai Diplomat oleh Menteri Luar Negeri disesuaikan dalam
jabatan, pangkat dan gelar Diplomatik berdasarkan peraturan ini.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 21
Untuk kepentingan dinas dan/atau peningkatan pengetahuan,
pengalaman dan pengembangan karier, Diplomat dapat dipindahkan
ke dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional lain.
Pasal 22
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan diplomat dan
ditempatkan di Departemen Luar Negeri diberikan tunjangan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIV
PENUTUP
Pasal 23
Petunjuk pelaksanaan peraturan ini diatur lebih lanjut oleh Menteri
Luar Negeri dan Kepala Badan Kepegawaian Negara baik secara
sendiri-sendiri atau bersama sesuai bidang tugasnya.
Pasal 24
Dengan berlakunya peraturan ini, maka Keputusan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 174/1997 tentang Jabatan
Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya serta ketentuan lain yang
bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 25
Apabila ada perubahan mendasar sehingga ketentuan dalam
peraturan ini dianggap tidak sesuai lagi, maka peraturan ini dapat
ditinjau kembali.
Pasal 26
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 16 Agustus 2005
MENTERI PENDAYAGUNAAN
APARATUR NEGARA
ttd
TAUFIQ EFFENDI
JABATAN FUNGSIONAL
1043
MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
NOMOR : 19/1996
TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR
DAN ANGKA KREDITNYA
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR
NEGARA
Menimbang
Mengingat
1044
: 1.
2.
: 1.
2.
4.
5.
6.
7.
8.
1045
2.
Menetapkan
2.
3.
Angka Kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan
atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh
pejabat fungsional Auditor yang digunakan sebagai salah satu
syarat untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat dalam jabatan
Auditor.
4.
5.
6.
7.
8.
Peran Auditor Trampil dan Auditor Ahli dalam tim adalah peran
dalam tim mandiri sebagai Anggota Tim, Ketua Tim, Pengendali
Teknis dan Pengendali Mutu.
9.
1047
1049
JABATAN FUNGSIONAL
1051
1053
1055
JABATAN FUNGSIONAL
1057
JABATAN FUNGSIONAL
1059
1061
JABATAN FUNGSIONAL
1063
JABATAN FUNGSIONAL
1065
JABATAN FUNGSIONAL
1067
(2) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang memiliki angka kredit
melebihi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/
pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kreditnya,
diperhitungkan untuk kenaikan pangkat/jabatan berikutnya.
(3) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang telah mencapai angka
kredit untuk kenaikan jabatan/pangkat pada tahun pertama
dalam masa jabatan yang didudukinya atau pangkat yang
dimilikinya, pada tahun berikutnya diwajibkan mengumpulkan
angka dari unsur utama sekurang-kuranngya 20% (dua puluh
persen) dari angka kredit untuk kenaikan jabatan/pangkat
setingkat lebih tinggi.
Pasal 12
(1) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang secara bersama-sama
membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang pengawasan,
pembagian angka kreditnya ditetapkan sebagai berikut :
a. 60% (enam puluh persen) bagi penulis utama;
b. 40% (empat puluh persen) bagi semua penulis pembantu.
(2) Jumlah penulis pembantu sebagaimana dimaksud ayat (1)
sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
BAB VII
PENILAIAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT
Pasal 13
Penilaian angka kredit Auditor dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua)
kali dalam satu tahun, yaitu setiap bulan Januari dan bulan Juli.
Pasal 14
(1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit :
a. Auditor di lingkungan BEPEKA :
1. Sekretaris Jenderal bagi Auditor Ahli Utama di lingkungan
kantor pusat dan kantor perwakilan.
2. Sekretaris Jenderal atau pejabat lain yang ditunjuk bagi
Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya
JABATAN FUNGSIONAL
1069
JABATAN FUNGSIONAL
1071
(3) Anggota Tim Penilai, adalah Auditor dan atau pejabat lain di
lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan dan Aparat Pengawasan Fungsional
(APF) lainnya dengan ketentuan :
a. Pangkat serendah-rendahnya sama dengan pangkat Auditor
yang dinilai.
b. Memiliki keahlian dan kemampuan di bidang pengawasan.
c. Dapat aktif melakukan penilaian.
(4) Masa Jabatan Tim Penilai adalah 5 (lima) tahun.
Pasal 16
(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi Anggota Tim Penilai
dalam 2 (dua) masa jabatan berturut-turut dapat diangkat
kembali setelah melampaui tenggat waktu 1 (satu) masa
jabatan.
(2) Dalam hal terdapat Anggota Tim Penilai yang turut dinilai, Ketua
Tim Penilai dapat mengangkat Anggota Tim Penilai Pengganti.
Pasal 17
Tata kerja dan tata cara penilaian Tim Penilai ditetapkan sebagai
berikut :
a. Tim Penilai di lingkungan BEPEKA ditetapkan oleh Sekjen BEPEKA.
b. Tim Penilai di lingkungan BPKP ditetapkan oleh Kepala BPKP.
c. Tim Penilai di lingkungan Instansi Pemerintah ditetapkan oleh
Pimpinan Instansi Pemerintah.
Pasal 18
(1) Keputusan Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) tidak dapat
diajukan keberatan.
(2) Angka Kredit yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) digunakan untuk
mempertimbangkan kenaikan pangkat/jabatan berdasarkan
Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 1980,
dan pengangkatan/kenaikan jabatan auditor.
Pasal 19
Usul penetapan angka kredit dilakukan sebagai berikut :
a. Bagi Auditor di lingkungan BEPEKA diajukan oleh :
1. Auditor Utama Keuangan Negara, Inspektur Utama dan
Kepala Perwakilan kepada Sekretaris Jenderal sepanjang
mengenai Auditor Ahli Utama di lingkungan Kantor Pusat dan
Kantor Perwakilan.
2. Kepala Auditorat atau Kepala Perwakilan kepada Auditor
Utama Keuangan Negara dan Inspektur kepada Inspektur
Utama sepanjang mengenai Auditor Ahli Madya di lingkungan
Kantor Pusat dan Kantor Perwakilan.
3. Kepala Sub Auditorat kepada Kepala Auditorat atau Kepala
Perwakilan sepanjang mengenai Auditor Ahli Pratama sampai
dengan Auditor Ahli Muda dan Auditor Trampil Pemula sampai
dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan Kantor Pusat
dan Perwakilan.
b. Bagi Auditor di lingkungan BPKP dan Instansi Pemerintah, diajukan
oleh :
1. Pimpinan Instansi atau Pejabat lain yang ditunjuk, Deputi
Kepala BPKP Bidang Administrasi, kepada Kepala BPKP
sepanjang mengenai Auditor Ahli Madya sampai dengan
Auditor Ahli Utama di lingkungan Kantor Pusat dan Kantor
Perwakilan/Wilayah/Daerah.
2. Kepala Biro Kepegawaian BPKP kepada Deputi Bidang
Pengawasan BPKP bagi Auditor Ahli Pratama sampai dengan
Auditor Ahli Muda dan Auditor Trampil Pratama sampai
dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan kantor pusat.
3. Pimpinan Unit Kerja Eselon II Bidang Pengawasan kepada
Inspektur Jenderal Departemen atau Pimpinan Unit Kerja
Eselon I Bidang pengawasan pada Instansi Pemerintah
masing-masing sepanjang mengenai Auditor Ahli Pratama
sampai dengan Auditor Ahli Muda dan Auditor Trampil Pemula
sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan Kantor
Pusat.
4. Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Perwakilan BPKP, Kepala
Bidang Pengawasan pada Kantor Wilayah Instansi Pemerintah
lainnya, Sekretaris Inspektorat Wilayah Provinsi, Sekretaris
Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya kepada Kepala
JABATAN FUNGSIONAL
1073
JABATAN FUNGSIONAL
1075
BAB X
SYARAT PENGANGKATAN DALAM JABATAN
Pasal 23
Untuk dapat diangkat dalam jabatan Auditor Trampil atau Auditor
Ahli, seorang Pegawai Negeri Sipil harus memenuhi angka kredit
kumulatif minimal yang ditentukan.
Pasal 24
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam
jabatan Auditor Trampil harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. Berijazah SLTA, DII, DIII dengan kualifikasi yang ditentukan
oleh instansi pembina, atau yang sederajat.
b. Pangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda Tingkat I
golongan ruang II/b.
c. Telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kedinasan yang
khusus diadakan untuk jabatan fungsional Auditor dan
memperoleh sertifikat tanda lulus.
d. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam tahun terakhir.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam
jabatan Auditor Ahli, harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Berijazah serendah-rendahnya sarjana (S1), DIV dengan
kualifikasi yang ditentukan oleh instansi pembina, atau yang
sederajat.
b. Telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kedinasan yang
khusus diadakan untuk jabatan fungsional auditor dan
memperoleh sertifikat tanda lulus.
c. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam tahun terakhir.
(3) Untuk menentukan jenjang jabatan Auditor Trampil dan Auditor
Ahli sebagaimana dalam ayat (1) dan (2), digunakan angka
kredit yang berasal dari pendidikan dan unsur utama lainnya
setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan
angka kredit.
Pasal 25
Auditor Trampil dapat dipindahkan menjadi Auditor Ahli, apabila
Auditor Trampil yang bersangkutan mempunyai pendidikan S1, DIV
yang sesuai kualifikasinya atau yang sederajat dan memperoleh
sertifikat keahlian yang pengaturannya ditentukan oleh Instansi
Pembina.
Pasal 26
(1) Perpindahan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke dalam
jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli dapat dipertimbangkan
dengan ketentuan, bahwa di samping harus memenuhi syarat
sebagaimana tersebut dalam Pasal 24 ayat (1) atau ayat (2)
diharuskan pula memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Memiliki pengalaman dalam kegiatan pengawasan sekurangkurangnya 2 (dua) tahun.
b. Sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebelum mencapai batas
usia pensiun Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pangkat yang ditetapkan bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah sama dengan pangkat yang
dimilikinya dan jenjang jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli
ditetapkan sesuai dengan angka kredit yang dimiliki Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan berdasarkan keputusan pejabat yang
berwenang menetapkan angka kredit.
BAB XI
PEMBEBASAN SEMENTARA DAN PEMBERHENTIAN
DARI JABATAN
Pasal 27
(1) Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Pratama
dan Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya,
dibebaskan sementara dari jabatannya, apabila dalam jangka
waktu 6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan
dalam jabatan/pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan
angka kredit minimal yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/
pangkat setingkat lebih tinggi.
JABATAN FUNGSIONAL
1077
(4) Auditor Trampil dan Auditor Ahli yang telah diberhentikan dari
jabatan fungsional dan pangkatnya masih dalam batas ketentuan
pangka tertinggi berdasarkan pendidikannya dan telah 4 tahun
dalam pangkat/lebih, terhadap yang bersangkutan dapat
dinaikkan pangkatnya secara reguler, bila telah memenuhi syaratsyarat yang ditentukan.
BAB XII
PENGANGKATAN KEMBALI DALAM JABATAN
Pasal 30
Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang telah selesai menjalani
pembebasan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
dan Pasal 28, dapat diangkat kembali dalam jabatan fungsional
Auditor.
Pasal 31
Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang diangkat kembali dalam jabatan
Auditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, dapat menggunakan
angka kredit terakhir yang dimilikinya.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
(1) Keputusan pejabat yang berwenang tentang pengangkatan/
kenaikan/pemberhentian sementara dalam dan dari jabatan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan dinyatakan masih tetap
berlaku sampai dengan diterbitkannya keputusan pejabat yang
berwenang mengenai penyesuaian dengan menggunakan nama
jabatan fungsional Auditor Trampil atau Auditor Ahli.
(2) Keputusan pejabat yang berwenang tentang pengangkatan/
kenaikan/pengangkatan kembali dalam dan dari jabatan fungsional
setelah berlakunya keputusan ini, sudah menggunakan
(menyesuaikan) nama jabatan sebagaimana dimaksud dalam
keputusan ini, dengan ketentuan :
JABATAN FUNGSIONAL
1079
Pasal 36
Dengan berlakunya keputusan ini, Keputusan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 22/MENPAN/1989
tentang Angka Kredit Bagi Jabatan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 37
Petunjuk teknis pelaksanaan keputusan ini diatur lebih lanjut oleh
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Sekretaris Jenderal
Badan Pemeriksa Keuangan dan Kepala Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan.
Pasal 38
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 2 Mei 1996
MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
ttd
TB. SILALAHI
JABATAN FUNGSIONAL
1081
MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
NOMOR : 17/KEP/M.PAN/4/2002
TENTANG
PENYESUAIAN PENAMAAN JABATAN FUNGSIONAL
AUDITOR
Menimbang
Menetapkan
JABATAN FUNGSIONAL
1083
1. Jenjang Ahli :
a. Auditor Ahli Utama menjadi Auditor Ahli Utama
b. Auditor Ahli Madya menjadi Auditor Ahli Madya
c. Auditor Ahli Muda menjadi Auditor Ahli Muda
d. Auditor Ahli Pratama menjadi Auditor Ahli Pertama
2. Jenjang Trampil
a. Auditor Trampil Muda menjadi Auditor Penyelia
b. Auditor Trampil Pratama menjadi Auditor Pelaksana Lanjutan
c. Auditor Trampil Pemula menjadi Auditor Pelaksana
Pasal 2
Dengan berlakunya keputusan ini, penamaan yang digunakan untuk
pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Auditor dan Penetapan
angka kreditnya ditetapkan berdasarkan keputusan ini.
Pasal 3
Penetapan Jabatan Fungsional Auditor, yang dilakukan sebelum
berlakunya Keputusan ini tetap berlaku.
Pasal 4
Segala ketentuan yang mengatur mengenai Jabatan Fungsional
Auditor disesuaikan dengan Keputusan ini.
Pasal 3
Penetapan Jabatan Fungsional Auditor yang dilakukan sebelum
berlakunya keputusan ini tetap berlaku.
Pasal 4
Segala ketentuan yang mengatur mengenai Jabatan Fungsional
Auditor disesuaikan dengan Keputusan ini.
Pasal 5
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan
: di Jakarta
Pada tanggal : 9 April 2002
Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara
ttd
Faisal Tamin
JABATAN FUNGSIONAL
1085
KEPUTUSAN BERSAMA
KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA,
SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN,
DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN
NOMOR : 10 TAHUN 1996
NOMOR : 49/SK/S/1996
NOMOR : KEP-386/K/1996
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL
AUDITOR DAN ANGKA KREDITNYA
KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA,
SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN,
DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN
Menimbang
: a.
b.
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
JABATAN FUNGSIONAL
1087
7.
8.
9.
JABATAN FUNGSIONAL
1089
Peran Auditor Trampil dan Auditor Ahli dalam Tim Auditor Mandiri
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 Keputusan MENPAN Nomor
19/1996 sebagai berikut :
1. Anggota Tim adalah Auditor Trampil dan atau Auditor Ahli
Pratama;
2. Ketua Tim adalah Auditor Ahli Pratama dan Auditor Ahli
Muda;
3. Pengendali Teknis adalah Auditor Ahli Muda dan atau Auditor
Ahli Madya;
4. Pengendali Mutu adalah Auditor Ahli Madya dan atau Auditor
Utama;
BAB II
USUL DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT
Pasal 2
JABATAN FUNGSIONAL
1091
1093
1095
Pasal 14
Pengangkatan dan pembebasan sementara dalam dan dari jabatan
Auditor Trampil atau Auditor Ahli, ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil jo. Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 1991 beserta peraturan pelaksanaannya dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Pengangkatan pertama kali dan pengangkatan kembali, ditetapkan
dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut
Lampiran VIII;
b. Pembebasan sementara dari jabatan Auditor karena belum
berhasil mengumpulkan angka kredit minimal yang disyaratkan,
ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana
tersebut Lampiran IX;
c. Pembebasan sementara dari Jabatan Auditor karena sebabsebab lainnya ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir
sebagaimana tersebut Lampiran X.
Pasal 15
(1) Auditor Trampil atau Auditor Ahli dibebaskan sementara dari
jabatannya apabila dalam jangka waktu :
a. 6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam
pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit
minimal yang ditentukan untuk kenaikan pangkat/jabatan
setingkat lebih tinggi bagi Auditor Trampil Pemula dan Auditor
Trampil Pratama serta Auditor Ahli Pratama sampai dengan
Auditor Ahli Madya;
b. 2 (dua) tahun sejak diangkat dalam jabatan Auditor Trampil
Muda dan Auditor Ahli Utama tidak dapat mengumpulkan
angka kredit sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) untuk
Auditor Trampil Muda dan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
untuk Auditor Ahli Utama.
(1) Selama pembebasan sementara dari jabatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), yang bersangkutan wajib
melaksanakan tugas pokoknya dan kegiatan tersebut tetap dinilai
untuk diberikan angka kredit.
JABATAN FUNGSIONAL
1097
JABATAN FUNGSIONAL
1099
1101
BAB VII
PENYESUAIAN DALAM JABATAN DAN ANGKA KREDIT
AUDITOR
Pasal 20
Keputusan Pejabat yang berwenang di lingkungan BPKP tentang
pengangkatan kenaikan/pengangkatan kembali dalam dan dari
jabatan fungsional Pengawasan Keuangan dan Pembangunan setelah
berlakunya keputusan Menpan Nomor 19/1996 tentang Jabatan
Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya sudah harus menggunakan
(menyesuaikan) nama Jabatan Auditor, dengan ketentuan :
a. Bagi Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang menggunakan
nama jabatan Auditor Trampil, harus memenuhi syarat serendahrendahnya berijazah SLTA DI/DII/ atau DIII yang kualifikasinya
sesuai dengan jabatannya dan pangkat serendah-rendahnya
Pengatur Muda Tingkat I golongan ruang II/b.
b. Bagi Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang menggunakan
nama jabatan Auditor Ahli harus memenuhi syarat serendahrendahnya berijazah sarana atau DIV yang kualifikasinya sesuai
dengan jabatannya dan pangkat serendah-rendahnya Penata
Muda golongan ruang III/a.
Pasal 21
(1) Pegawai Negeri Sipil di luar BPKP yang telah melaksanakan
tugas/kegiatan di bidang pengawasan atau telah memperoleh
sertifikasi pemeriksa dan sejenisnya berdasarkan keputusan
atau surat pernyataan melaksanakan tugas dari pejabat yang
berwenang dan pada saat ditetapkan Keputusan MENPAN
Nomor 19/1996 masih melakukan tugas jabatannya, dapat
disesuaikan dalam jabatan dan angka kredit Auditor Trampil
atau Auditor Ahli apabila :
a. Untuk Auditor Trampil, memenuhi syarat :
1. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas atau sederajat dan setinggi-tingginya Sarjana Muda/
D-III atau sederajat;
2. Telah memiliki pangkat Pengatur Muda Tingkat I golongan
ruang II/b;
JABATAN FUNGSIONAL
1103
JABATAN FUNGSIONAL
1105
(2) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat penyesuaian pada 1 Oktober
1996 telah menduduki pangkat tertinggi berdasarkan pendidikan
yang dimiliki atau jabatannya dan telah memiliki masa kerja 4
(empat) tahun atau lebih dalam pangkat terakhir, kenaikan pangkat
setingkat lebih tinggi dapat dipertimbangkan mulai periode kenaikan
pangkat pada tanggal 1 April 1997.
Pasal 24
Semua kegiatan dalam unsur utama dan unsur penunjang yang
pernah dilaksanakan oleh Auditor Trampil atau Auditor Ahli, sebelum
penyesuaian ditetapkan tanggal 1 Oktober 1996 tidak dapat diberikan
nilai angka kredit untuk kenaikan jabatan/pangkat Auditor Trampil
atau Auditor Ahli.
Pasal 25
(1) Pimpinan unit pengawasan BEPEKA, BPKP dan instansi
pemerintah lainnya, setiap awal tahun (bulan Januari) diwajibkan
memberikan laporan tertulis jumlah pejabat fungsional Auditor
di lingkungan instansi masing-masing kepada Kepala BAKN up.
Deputi Pembinaan.
(2) Pimpinan unit pengawasan instansi pemerintah menyampaikan
tembusan laporan tersebut pada ayat (1) kepada Kepala BPKP.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirinci menurut
jenjang jabatan dan pangkat.
BAB IX
PENUTUP
Pasal 26
Pelaksanaan teknis yang belum diatur dalam Keputusan Bersama
ini akan diatur kemudian oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara dan/atau Intansi Pembina Jabatan Fungsional Auditor, baik
secara bersama-sama maupun secara tersendiri sesuai dengan
bidang tugas masing-masing.
Pasal 27
Ketentuan lain tentang petunjuk pelaksanaan jabatan dan angka
kredit Auditor yang bertentangan dengan Keputusan Bersama ini
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 28
Untuk memberikan gambaran/pengertian yang lengkap, maka dalam
Keputusan Bersama ini dilampirkan Keputusan MENPAN Nomor 19/
1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya,
sebagaimana tersebut pada Lampiran XIV.
Pasal 29
Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Pasal 30
Keputusan Bersama ini disampaikan kepada instansi/lembaga yang
berkepentingan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaikbaiknya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 6 Juni 1996
KEPALA
BADAN PENGAWASAN
KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN
SEKRETARIS JENDERAL
BADAN PEMERIKSA
KEUANGAN
KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
ttd
Ttd
Drs. SOEDARJONO
NIP. 060028787
SOENARKO
JABATAN FUNGSIONAL
1107
KEPUTUSAN
KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN
NOMOR : KEP-817/K/JF/2002
TENTANG
PROSEDUR KEGIATAN BAKU PENILAIAN DAN
PENETAPAN ANGKA KREDIT BAGI
JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR
DI LINGKUNGAN APARAT PENGAWASAN INTERNAL
PEMERINTAH
KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN
DAN PEMBANGUNAN,
Menimbang
: 1.
2.
Mengingat
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
JABATAN FUNGSIONAL
1109
MEMUTUSKAN
Menetapkan
1111
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Desember 2002
KEPALA BADAN PENGAWASAN
KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
ttd
ARIE SOELENDRO
KEPUTUSAN BERSAMA
KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI
DAN
KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : KP.004/KEP.60/2004
NOMOR : 17 TAHUN 2004
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL
SANDIMAN DAN ANGKA KREDITNYA
KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI
DAN
KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,
Menimbang
Mengingat
: a.
b.
: 1.
JABATAN FUNGSIONAL
1113
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1115
JABATAN FUNGSIONAL
1117
1119
Pasal 6
(1) Untuk membantu Tim Penilai dalam melaksanakan tugasnya,
dibentuk Sekretariat Tim Penilai yang dipimpin oleh seorang
Sekretaris yang secara fungsional dijabat oleh pejabat di bidang
kepegawaian.
(2) Sekretariat Tim Penilai dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan
pejabat yang berwenang sebagaimana ditentukan dalam Pasal
15 ayat (4) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003.
Pasal 7
(1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dapat
membentuk Tim Penilai Teknis yang anggotanya terdiri dari para
ahli, baik yang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil atau
bukan Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai kemampuan teknis
yang diperlukan.
(2) Tugas pokok Tim Penilai teknis adalah memberikan saran dan
pendapat kepada Ketua Tim Penilai dalam hal memberikan
penilaian atas kegiatan yang bersifat khusus atau kegiatan yang
memerlukan keahlian tertentu.
(3) Tim Penilai Teknis menerima tugas dari dan bertanggung jawab
kepada Ketua Tim Penilai.
BAB IV
KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT
Pasal 8
(1) Penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2), digunakan sebagai dasar untuk mempertimbangkan
kenaikan jabatan dan kenaikan pangkat Sandiman sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
dipertimbangkan apabila :
a. Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan
terakhir;
b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan
jabatan setingkat lebih tinggi; dan
JABATAN FUNGSIONAL
1121
JABATAN FUNGSIONAL
1123
JABATAN FUNGSIONAL
1125
JABATAN FUNGSIONAL
1127
BAB VII
PERPINDAHAN JABATAN
Pasal 17
(1) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke dalam
jabatan Sandiman atau perpindahan antar jabatan dapat
dipertimbangkan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
22, dan 23 atau Pasal 24 Keputusan Menpan Nomor 134/
KEP/M.PAN/11/2003;
b. Memiliki pengalaman di bidang persandian sekurangkurangnya 2 (dua) tahun;
c. Usia setinggi-tingginya 5 (lima) tahun sebelum mencapai
batas usia pensiun dari jabatan terakhir yang didudukinya;
dan
d. Setiap unsur penilaian prestasi kerja (DP-3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(2) Pangkat yang ditetapkan bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah sama dengan pangkat yang
dimilikinya, sedangkan jenjang jabatan Sandiman ditetapkan
sesuai dengan jenjang pendidikan formal yang ditamatkan dan
angka kredit lain yang diperoleh setelah melalui penilaian dan
penetapan angka kredit dari pejabat yang berwenang yang
berasal dari unsur utama lainnya.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18
Sandiman yang sedang dibebaskan sementara karena :
1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat (kecuali
pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil); atau
2. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan Sandiman; atau
3. Cuti di luar tanggungan negara.
Apabila mencapai batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil,
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan
JABATAN FUNGSIONAL
1129
Pasal 23
Untuk mempermudah pelaksanaan Keputusan Bersama ini, maka
dilampirkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional
Sandiman dan Angka Kreditnya sebagaimana tersebut pada Lampiran
XIII Keputusan ini.
Pasal 24
Dengan berlakunya Keputusan Bersama ini, maka Surat Edaran
Kepala BAKN dan Ketua Lembaga Sandi Negara RI Nomor 44 Tahun
1991 dan Nomor 0617/SK.1.003/91 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 132/1990 tentang Jabatan Fungsional Sandiman
dan Angka Kreditnya, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 25
Keputusan Bersama ini disampaikan kepada instansi yaag
berkepentingan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Pasal 26
Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 April 2004
KEPALA
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
KEPALA
LEMBAGA SANDI NEGARA RI
ttd
ttd
HARDIJANTO
NACHROWI RAMLI
JABATAN FUNGSIONAL
1131
KEPUTUSAN BERSAMA
KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI
DAN
KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : KP.004/KEP.61/2004
NOMOR : 18 TAHUN2004
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL
OPERATOR TRANSMISI SANDI DAN ANGKA KREDITNYA
KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI
DAN
KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,
Menimbang
Mengingat
: a.
b.
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
JABATAN FUNGSIONAL
1133
1135
JABATAN FUNGSIONAL
1137
(3) Anggota Tim Penilai yang telah menjabat dalam 2 (dua) kali
masa jabatan secara berturut-turut sebagaimana dimaksud ayat
(2), dapat diangkat kembali setelah melampaui tenggang waktu
1 (satu) masa jabatan.
(4) Dalam hal komposisi jumlah anggota Tim Penilai tidak dapat
dipenuhi seluruhnya dari Operator Transmisi Sandi, maka Anggota
Tim Penilai dapat diangkat dari pejabat lain yang mempunyai
kompetensi dalam penilaian prestasi kerja Operator Transmisi
Sandi.
Pasal 5
(1) Tugas pokok Tim Penilai Instansi Pusat adalah :
a. Membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat atau pejabat
eselon I/II yang ditunjuk dalam menetapkan angka kredit
Operator Transmisi Sandi Pelaksana sampai dengan Operator
Transmisi Sandi Penyelia di lingkungan masing-masing;
b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian Pusat atau pejabat eselon I/II yang
ditunjuk dalam penetapan angka kredit sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
(2) Tugas pokok Tim Penilai Daerah Propinsi adalah :
a.
b.
JABATAN FUNGSIONAL
1139
(2) Tugas pokok Tim Penilai Teknis adalah memberikan saran dan
pendapat kepada Ketua Tim Penilai dalam hal memberikan
penilaian atas kegiatan yang bersifat khusus atau kegiatan yang
memeRIukan keahlian tertentu.
(3) Tim Penilai Teknis menerima tugas dari dan bertanggung jawab
kepada Ketua Tim Penilai.
BAB IV
KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT
Pasal 8
(1) Penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2), digunakan sebagai dasar untuk mempertimbangkan
kenaikan jabatan dan kenaikan pangkat Operator Transmisi Sandi
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
dipertimbangkan apabila :
a. Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan
terakhir;
b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan
jabatan setingkat lebih tinggi; dan
c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan
pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun
terakhir.
(3) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
dipertimbangkan apabila :
a. Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat
terakhir;
b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan
pangkat setingkat lebih tinggi; dan
c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan
pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun
terakhir.
(4) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menduduki
jabatan Operator Transmisi Sandi Pelaksana, pangkat Pengatur
Muda Tingkat I, golongan ruang II/b untuk menjadi Pengatur,
1140 JABATAN FUNGSIONAL
JABATAN FUNGSIONAL
1141
JABATAN FUNGSIONAL
1143
JABATAN FUNGSIONAL
1145
BAB VII
PERPINDAHAN JABATAN
Pasal 17
(1) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke dalam
jabatan Operator Transmisi Sandi atau perpindahan antar jabatan
dapat dipertimbangkan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
22, dan 23 Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003;
b. Memiliki pengalaman di bidang persandian sekurangkurangnya 2 (dua) tahun;
c. Usia setinggi-tingginya 5 (lima) tahun sebelum mencapai batas
usia pensiun dari jabatan terakhir yang didudukinya; dan
d. Setiap unsur penilaian prestasi kerja (DP-3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(2) Pangkat yang ditetapkan bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah sama dengan pangkat yang
dimilikinya, sedangkan jenjang jabatan Operator Transmisi Sandi
ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan formal yang
ditamatkan dan angka kredit lain yang diperoleh setelah melalui
penilaian dan penetapan angka kredit dari pejabat yang
berwenang yang berasal dari unsur utama lainnya.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18
Operator Transmisi Sandi yang sedang dibebaskan sementara
karena :
1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat (kecuali
pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil); atau
2. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan Operator Transmisi
Sandi; atau
3. Cuti di luar tanggungan negara.
JABATAN FUNGSIONAL
1147
Pasal 24
Keputusan Bersama ini disampaikan kepada instansi yang
berkepentingan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Pasal 25
Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 April 2004
KEPALA
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
KEPALA
LEMBAGA SANDI NEGARA RI
ttd
ttd
HARDIJANTO
NACHROWI RAMLI
JABATAN FUNGSIONAL
1149
JABATAN FUNGSIONAL
1151
BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI
KONSEP NO : 4744
PRO PERWAKILAN RI :
ALL PERWAKINS
SANGAT SEGERA
NO
PRO
EX
RE
:
:
:
:
053142
ALL KEPPRIS
SEKJEN
JABATAN FUNGSIONAL DIPLOMAT
(ii)
1153
BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI NEGARA
KONSEP NO : 111763
ALLS PERWAKINS
KILAT
NO :
PRO :
EX :
RE :
982126
SEMUA KEPPRIS
SEKJEN
IN-PASSING (PENYESUAIAN) PDLN SBG JABATAN
FUNGSIONAL DEPLU (JJFFDD)
XVIII
PEGAWAI SETEMPAT
1155
1156
Menimbang
1157
Mengingat
Menetapkan :
Pasal 1
Pedoman dan Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian dan
Pembuatan Kontrak Kerja Pegawai Setempat pada Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri merupakan dasar dan acuan bagi
setiap Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dalam mengangkat,
memberhentikan dan membuat Kontrak Kerja mengenai Pegawai
Setempat.
Pasal 2
Pedoman dan Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian dan
Pembuatan Kontrak Kerja Pegawai Setempat pada Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri adalah sebagaimana terdapat
dalam Lampiran Peraturan ini yang merupakan satu kesatuan dan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 3
Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka segala ketentuan dan/
atau peraturan mengenai Pegawai Setempat pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 4
Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2006
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HASSAN WIRAJUDA
PEGAWAI SETEMPAT
1159
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 07/A/KP/X/2006/01 TAHUN 2006
TANGGAL : 17 Oktober 2006
1161
15. Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diijinkan untuk
jangka waktu tertentu.
16. Pelanggaran Disiplin adalah setiap ucapan, tulisan atau perbuatan
Pegawai Setempat yang dikategorikan sebagai pelanggaran atas
peraturan dan tata tertib yang berlaku di Perwakilan, pelanggaran
disiplin kerja dan/atau pelanggaran kedinasan.
BAB II
PENGADAAN PEGAWAI SETEMPAT
1. Pengadaan Pegawai Setempat dilakukan berdasarkan misi dan
kebutuhan nyata di Perwakilan dengan memperhatikan Indeks
Perwakilan dan formasi yang ditetapkan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara.
2. Jumlah Pegawai Setempat pada masing-masing Perwakilan
ditetapkan berdasarkan Indeks Perwakilan yaitu perbandingan 1
(satu) orang Home Staff berbanding 1,5 (satu koma lima) atau
dalam hal tertentu berbanding 2 (dua) orang Pegawai Setempat.
3. Pada Perwakilan tertentu yang intensitas tugas pelayanan dan
perlindungan warga negara Indonesia sangat tinggi,
perbandingan jumlah Home Staff dan Pegawai Setempat dapat
ditentukan lain oleh Menteri Luar Negeri.
4. Pegawai Setempat diutamakan warga negara Indonesia, kecuali
atas pertimbangan kebutuhan tertentu dapat diisi oleh warga
negara asing.
5. Prosedur pengadaan Pegawai Setempat dilakukan sebagai
berikut :
a. permohonan persetujuan untuk menerima dan mengangkat
Pegawai Setempat diajukan secara tertulis oleh Kepala
Perwakilan kepada Menteri Luar Negeri c.q. Sekretaris
Jenderal u.p. Kepala Biro Kepegawaian, disertai dengan
alasan kebutuhan Pegawai Setempat;
b. persetujuan untuk menerima dan mengangkat Pegawai
Setempat diberikan setelah permohonan dari Perwakilan
terlebih dahulu diteliti dan dikaji oleh Kepala Biro Kepegawaian;
c. persetujuan untuk menerima dan mengangkat Pegawai
Setempat disampaikan kepada Perwakilan yang
mengusulkan.
1162 PEGAWAI SETEMPAT
PEGAWAI SETEMPAT
1163
lulus seleksi.
PEGAWAI SETEMPAT
1165
Uraian tugas;
g. Penilaian kinerja;
h. Sanksi;
i.
Aturan perubahan.
PEGAWAI SETEMPAT
1167
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN PERWAKILAN
DAN PEGAWAI SETEMPAT
1. Hak Perwakilan dalam mempekerjakan Pegawai Setempat
dilaksanakan oleh Kepala Perwakilan atau Head of Chancery/
Kepala Kanselerai atau Home Staff Atasan Langsung Pegawai
Setempat yang bersangkutan.
2. Hak Perwakilan meliputi:
a. hak untuk memperpanjang atau tidak memperpanjang
Kontrak Kerja;
b. hak untuk memperbarui atau tidak memperbarui Kontrak
Kerja setelah berakhirnya masa Kontrak Kerja atau
perpanjangannya;
c. hak untuk memberikan arahan, bimbingan, pembinaan,
perintah, dan peringatan kepada Pegawai Setempat untuk
melaksanakan tugasnya secara baik dan bertanggung
jawab;
d. hak untuk menugaskan Pegawai Setempat pada satuan
unit kerja apapun dari Perwakilan dan menjabarkan lebih
lanjut uraian tugas Pegawai Setempat dalam setiap
penugasan;
e. hak untuk mengakhiri, menghentikan, atau membatalkan
Kontrak Kerja apabila terdapat alasan-alasan sebagaimana
dimaksud dalam Bab XI.
3. Kewajiban Perwakilan meliputi:
a. memberitahu Pegawai Setempat tentang segala peraturan
dan tata tertib yang berlaku di Perwakilan;
b. membayar Gaji Pokok kepada Pegawai Setempat setiap
bulan yang besarnya ditetapkan oleh Perwakilan;
c. menerima dan menyimpan 10% dari Gaji Pokok yang
disisihkan oleh Pegawai Setempat setiap bulan sebagai
Provident Fund bagi yang bersangkutan;
d. membayar Tunjangan kepada Pegawai Setempat yang jenis
dan besarnya ditentukan oleh Perwakilan;
e. membayar Upah Lembur kepada Pegawai Setempat, yang
tidak dikecualikan untuk menerima Upah Lembur, yang
PEGAWAI SETEMPAT
1169
ii.
iii.
ii.
iii.
PEGAWAI SETEMPAT
1171
PROVIDENT FUND
1. Perwakilan menerima dan menyimpan Provident Fund yang
akan dikembalikan kepada Pegawai Setempat pada saat yang
bersangkutan tidak bekerja lagi di Perwakilan.
2. Dalam hal Pegawai Setempat meninggal dunia, Provident Fund
Pegawai Setempat yang bersangkutan diserahkan kepada ahli
warisnya yang sah.
3. Setiap bulan pada saat menerima gaji, Pegawai Setempat
menyisihkan 10% dari Gaji Pokok yang bersangkutan sebagai
Provident Fund.
4. Provident Fund disimpan atas nama masing-masing Pegawai
Setempat dan dikelola oleh Perwakilan.
5. Tata cara penyimpanan dan pengembalian Provident Fund diatur
lebih lanjut dengan keputusan Kepala Perwakilan.
BAB IX
EVALUASI
1. Setiap Pegawai Setempat dievaluasi oleh Perwakilan.
2. Evaluasi Pegawai Setempat dilakukan secara berkala setiap
6 (enam) bulan sejak Kontrak Kerja berlaku, dan khusus
bagi Pegawai Setempat yang diangkat untuk pertama kali
dievaluasi berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Bab IV butir 1.
PEGAWAI SETEMPAT
1173
peringatan lisan;
ii.
ii.
PEGAWAI SETEMPAT
1175
BAB XI
PEMBERHENTIAN PEGAWAI SETEMPAT
1. Pemberhentian Pegawai Setempat dilakukan dengan
pengakhiran, penghentian, atau pembatalan Kontrak Kerja.
2. Pengakhiran Kontrak Kerja Pegawai Setempat dapat dilakukan
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
a. masa Kontrak Kerja berakhir sebagaimana dimaksud dalam
Bab V butir 5 atau 13;
b. bilamana ada instruksi langsung dari Departemen Luar Negeri
Republik Indonesia sebagai tindak lanjut dari kebijakan
pengurangan personil/pengurangan anggaran/perubahan
organisasi/penutupan Perwakilan atau adanya evakuasi dan/
atau force majeur;
c. apabila Pegawai Setempat meninggal dunia.
3. Penghentian Kontrak Kerja Pegawai Setempat dapat dilakukan
dengan alasan-alasan sebagai berikut :
a. penghentian Kontrak Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Bab IV butir 4;
b. bilamana Pegawai Setempat berhalangan dalam
menjalankan tugasnya sebagai akibat dari gangguan
kesehatan fisik dan/atau mental;
c. bilamana Pegawai Setempat mengundurkan diri berdasarkan
alasan pribadi, dengan ketentuan yang bersangkutan harus
mengajukan surat pengunduran diri kepada Kepala
Perwakilan 2 (dua) bulan sebelumnya;
d. bilamana Pegawai Setempat meninggalkan tugasnya
dikarenakan sakit atau cidera atau berada dalam tahanan
atau sedang menjalani proses hukum selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut;
e. bilamana disiplin, kinerja dan perilaku Pegawai Setempat
tidak memenuhi kebutuhan Perwakilan berdasarkan hasil
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Bab IX butir 7;
f.
PEGAWAI SETEMPAT
1177
BAB XII
PEMBINAAN PEGAWAI SETEMPAT
1. Atasan Langsung bertanggung jawab atas pembinaan Pegawai
Setempat.
2. Pembinaan Pegawai Setempat ditujukan untuk menanamkan
rasa tanggung jawab, persatuan dan kesatuan, saling
menghormati, kerja sama, serta untuk meningkatkan
profesionalisme.
3. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada butir 2 juga termasuk
upaya untuk mendorong para suami/istri Pegawai Setempat
dalam mendukung kegiatan sosial kemasyarakatan yang
dilaksanakan Perwakilan.
4. Perwakilan dapat mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatkan keahlian dan keterampilan Pegawai Setempat.
5. Perwakilan dapat melakukan mutasi Pegawai Setempat
antarsatuan unit kerja di lingkungan Perwakilan untuk
kepentingan dinas.
6. Mutasi dilakukan atas rekomendasi Tim Kepegawaian dan
ditetapkan dengan keputusan Kepala Perwakilan.
BAB XIII
PERKAWINAN PEGAWAI SETEMPAT
1. Dalam hal terjadi perkawinan antarpegawai setempat yang
bekerja pada Perwakilan yang sama, salah satu dari kedua
Pegawai Setempat dimaksud harus mengundurkan diri.
2. Dalam hal terjadi perkawinan antara Pegawai Setempat dan
Home Staff yang bekerja/bertugas pada Perwakilan yang sama,
Pegawai Setempat dimaksud harus mengundurkan diri.
BAB XIV
PEGAWAI SETEMPAT DALAM PROSES PERADILAN
1. Pegawai Setempat yang sedang menjalani proses hukum karena
menjadi tersangka tindak pidana sehingga tidak dapat
1178 PEGAWAI SETEMPAT
PEGAWAI SETEMPAT
1179
1181
j.
PEGAWAI SETEMPAT
1183
PEGAWAI SETEMPAT
1185
PEGAWAI SETEMPAT
1187
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
: 07/A/KP/X/2006/01 TAHUN 2006
TANGGAL : 17 Oktober 2006
BAHASA INDONESIA
Para Pihak dalam Kontrak Kerja ini :
ENGLISH
The Parties to this Contract :
Pasal 1
Masa Kontrak
Article 1
Period of Contract
Catatan: hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak.
Pasal 22
Article 22
(2) Jika
berdasarkan
evaluasi,
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Pegawai Setempat tidak
memiliki kecakapan atau keahlian
atau ketrampilan yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas-tugas
Perwakilan atau perilaku yang
sesuai, maka Perwakilan dapat
mengakhiri Kontrak.
Pasal 3
Hak dan Kewajiban Perwakilan
Article 3
Rights and Obligations of the
Mission
Catatan: hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak.
PEGAWAI SETEMPAT
1189
c. to
pay
the
Employee
allowance(s) __________3 ;
Pasal 4
Hak dan Kewajiban Pegawai
Setempat
Article 4
Rights and Obligations of the
Employee
3
4
c. to dedicate himself/herself
diligently to his/her official duties;
Pasal 5
Uraian Tugas
Article 5
Job Description
(1) Perwakilan
membuat
dan
menetapkan uraian tugas untuk
Pegawai Setempat.
Pasal 6
Evaluasi
Article 6
Evaluation
PEGAWAI SETEMPAT
1191
Pasal 7
Sanksi-sanksi
Article 7
Sanctions
e. penghentian Kontrak.
(4) Jenis-jenis sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dapat
disertai
dengan
kewajiban
membayar ganti rugi pada
Perwakilan.
Pasal 8
Pengakhiran, Penghentian
dan Pembatalan Kontrak Kerja
Article 8
Termination, Discontinuation
and Invalidity of the Contract
as a consequence of a policy to
downsize personnel / reduce
budget / restructure / closure of
the Mission or evacuation and/or
force majeur;
c. upon the demise of the Employee.
Catatan: hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak.
PEGAWAI SETEMPAT
1193
Pasal 9
Perubahan
Article 9
Amendment
Pasal 10
Hukum Yang Berlaku dan
Penyelesaian Sengketa
Article 10
Governing Law and Settlement
of Disputes
Each
Party
irrevocably
and
unconditionally hereby states that :
Pasal 11
Keterpisahan
Article 11
Severability
Catatan: diganti dengan bahasa asing lain apabila kontrak dibuat dalam bahasa Indonesia dan
bahasa asing selain bahasa Inggris.
Catatan: dalam hal Pegawai Setempat adalah WNI yang Kontrak Kerjanya hanya dalam bahasa
Indonesia, maka klausula ini tidak dipakai, yang dipakai klausula Kontrak dibuat di _________,
pada hari __________, tanggal ___________ tahun _____ .
PEGAWAI SETEMPAT
1195
Pegawai Setempat/Employee,
_______________________________
Nama/Name :
Catatan: Dibuat dalam 3 (tiga) salinan:
satu salinan untuk Perwakilan, satu
salinan untuk Pegawai Setempat, dan
satu salinan untuk Biro Kepegawaian
Departemen Luar Negeri RI untuk
didaftarkan pada Departemen Tenaga
Kerja RI.
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
: 07/A/KP/X/2006/01 TAHUN 2006
TANGGAL : 17 Oktober 2006
*)
.
RAHASIA
FORMULIR EVALUASI
PEGAWAI SETEMPAT
JANGKA WAKTU PENILAIAN
BULAN s/d..
1.
2.
3.
PEGAWAI SETEMPAT
a.
Nama
b.
c.
Pendidikan
d.
Pekerjaan
e.
Fungsi **)
f.
Bekerja T.M.T
ATASAN LANGSUNG
a.
Nama
b.
NIP
c.
Pangkat/golongan ruang
d.
Gelar/Tingkat PDLN
e.
Jabatan/Pekerjaan
f.
Unit Organisasi
Nama
b.
NIP
c.
Pangkat/golongan ruang
d.
Gelar/Tingkat PDLN
e.
Jabatan/Pekerjaan
f.
Unit Organisasi
PEGAWAI SETEMPAT
1197
4. P E N I L A I A N
No.
1
Uraian
Skala
LOYALITAS
a
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
100 91
90 81
80 66
65 50
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
100 91
90 81
80 66
65 50
DEDIKASI
a
WATAK
a
Menjaga sikap sopan santun kepada pimpinan dan seluruh staf serta para
tamu yang berkunjung ke Perwakilan
KEJUJURAN
a
Melaporkan segera kepada Atasan Langsung atau Home Staff lainya jika
mengetahui secara tepat dan pasti mengenai hal-hal yang dapat
membahayakan atau merugikan Perwakilan, baik di bidang keamanan
(gedung dan personil), keuangan dan material lainnya maupun mengenai
kewibawaan Perwakilan
KERJA SAMA
a
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
DISIPLIN
a
Menaati jam kerja dan hari kerja kantor yang ditetapkan dalam Kontrak
Kerja dan Surat Keputusan Kepala Perwakilan
KINERJA
a
Memberikan pelayanan cepat, ramah, dan baik kepada semua pihak yang
memerlukan
Mencapai hasil kerja yang telah ditentukan baik dalam mutu maupun
dalam jumlah
PEGAWAI SETEMPAT
1199
TANGGUNG JAWAB
a
Berani memikul resiko dari keputusan yang diambil atau tindakan yang
dilakukannya
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
5. CATATAN
..., .. 2006
Pegawai yang dinilai,
(....)
(..)
NIP.
FR No. 001981
RAHASIA
PENGANTAR
BERITA FAKSIMIL
RUANG LEGALISASI
IMRON COTAN
NOMOR
: RR-0177/DEPLU/I/2006
TANGGAL
: 13 Januari 2006
JUMLAH HALAMAN :
RUANG LEGALISASI
DARI
KEPADA
TEMBUSAN
IMRON COTAN
PERIHAL
:
:
:
:
Sekretaris Jenderal
Yth. All Keppris
Yth. Inspektur Jenderal
Model Kontrak Kerja Pegawai Setempat
PEMBUAT
ttd
PRIYO ISWANTO
NIP. 020004267
PEJABAT KOMUNIKASI :
PEGAWAI SETEMPAT
1201
ISI BERITA
Re : Model Kontrak Kerja Pegawai Setempat
Merujuk brafaks Sekjen No. RR-0004/DEPLU/I/06 tanggal 2 Januari
2006 perihal Persetujuan Pengangkatan Pegawai Setempat, bersama
ini dengan hormat disampaikan sebagai berikut :
1. Sesuai dengan Surat Edaran Sekjen Nomor : SE.01/C/OT/VIII/
2004/02 tentang Pedoman Pelaksanaan Keputusan Menteri Luar
Negeri Nomor : 06/A/OT/VI/2004/01 tentang organisasi dan
Tata Kerja Perwakilan RI di Luar Negeri, Model Kontrak Kerja
Pegawai Setempat yang akan menjadi dasar bagi seluruh
perwakilan dalam pembuatan kontrak kerja Pegawai Setempat
telah mendapat persetujuan dari Menteri Luar Negeri.
2. Diharapkan Perwakilan dalam hal memperkerjakan pegawai
setempat yang menandatangani kontrak kerja agar mengikuti
dan melaksanakan Model Kontrak dimaksud sebagai standard
yang telah ditetapkan oleh Pusat dan berlaku bagi seluruh
Perwakilan. Perubahan dan/atau penambahan dalam kontrak
untuk disesuaikan dengan kondisi setempat tidak boleh
bertentangan dengan Model Kontrak Kerja dan terlebih dahulu
harus disampaikan ke Pusat untuk mendapat persetujuan.
3. Dalam Model Kontrak Kerja dimaksud terdapat beberapa hal
yang perlu dipahami, antara lain :
a. Kontrak Kerja yang dibuat berdasar Model dimaksud dan
ditandatangani oleh pegawai setempat dan satu untuk Biro
Kepegawaian Departemen Luar Negeri.
b. Kontrak dibuat dalam 3 (tiga) salinan : satu untuk Perwakilan,
satu untuk Pegawai Setempat, dan satu untuk Biro
Kepegawaian Departemen Luar Negeri.
c. Ketentuan Pasal 2 pada Model Kontrak Kerja hanya berlaku
bagi pegawai setempat yang menandatangani kontrak untuk
pertama kalinya.
d. Pernyataan pengesampingan (waiter statement) dibuat untuk
mengantisipasi adanya tuntutan pesangon oleh pegawai
setempat yang terikat kontrak kerja lama yang sifatnya
indefinite period. Perwakilan dapat meminta pegawai setempat
tersebut untuk membuat dan menandatangani pernyataan
PEGAWAI SETEMPAT
1203
MODEL
PERNYATAAN PENGESAMPINGAN
(WAITER STATEMENT)
Saya, yang bertanda tangan dibawah ini/I, the undersigned :
Nama : Name
: _______________________________
Alamat/Address
: _______________________________
: _______________________________
1.
1.
2.
2.
MODEL
KONTRAK KERJA PEGAWAI SETEMPAT
(CONTRACT OF EMPLOYMENT FOR LOCAL STAF)
ENGLISH
BAHASA INDONESIA
Para Pihak dalam Kontrak Kerja ini :
Pasal 1
Masa Kontrak
Article 1
Period of Contract
and
Mr./Mrs./Ms. _________, domiciled in
________, [ID/ Drivers License/
Passport] number ______, hereinafter
referred to as the Employee.
PEGAWAI SETEMPAT
1205
Article 22
a.
a.
b.
Memperbarui atau
memperbarui kontrak
tidak
b.
c.
Memberikan
arahan,
bimbingan,
pembinaan,
perintah dan peringatan
kepada Pegawai Setempat
untuk melaksanakan tugasnya
secara baik dan bertanggung
jawab ;
c.
to
provide
direction,
guidance,
supervision,
instruction, and reprimand
admonition to the Employee
to carry out his/her official
duties in a proper and
responsible manner;
d.
Menugaskan
Pegawai
Setempat pada satuan unit
kerja apapun dari Perwakilan
dan memberikan uraian tugas
Pegawai Setempat secara
rinci dalam setiap penugasan.
d.
Memberitahukan pegawai
setempat segala peraturan
dan tata tertib yang berlaku
di Perwakilan, termasuk
namun tidak terbatas,
peraturan disiplin Pegawai
Negeri Sipil Republik Indonesia
yang berlaku saat itu dan
peraturan Menteri Luar
Negeri Republik Indonesia
yang mengatur perihal
Pegawai Setempat yang
berlaku saat itu yang
semuanya
dianggap
merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Kontrak ini ;
b.
b.
c.
c.
d.
d.
e.
e.
f.
f.
Pasal 4
Hak dan Kewajiban Pegawai
Setempat
Article 4
Rights and Obligations of the
Employee
memiliki
PEGAWAI SETEMPAT
1207
a.
a.
b.
b.
c.
c.
to dedicate himself/herself
diligently to his/her official
duties;
d.
d.
Pasal 5
Uraian Tugas
Article 5
Job Description
(1) Perwakilan
membuat
dan
menetapkan uraian tugas untuk
Pegawai Setempat
Pasal 6
Evaluasi
Article 6
Evaluation
Pasal 7
Sanksi Sanksi
Article 7
Sanctions
(1)
(2)
(3)
(4)
PEGAWAI SETEMPAT
1209
Article 8
Termination, Discontinuation and
Invalidity of the Contract
a.
a.
b.
b.
c.
c.
a.
Penghentian
Kontrak
sebagaimana dimaksud pada
Pasal 25 ;
a.
b.
b.
c.
c.
d.
d.
e.
e.
f.
f.
g.
g.
h.
h.
when the
imprisoned;
i.
i.
Employee
is
Pasal 9
Perubahan
Article 9
Amendment
PEGAWAI SETEMPAT
1211
Pasal 10
Hukum Yang Berlaku dan
Penyelesaian Sengketa
Article 10
Governing Law and Settlement of
Disputes
Each
Party
irrevocably
and
unconditionally hereby stales that :
Pasal 11
Keterpisahan
Article 11
Severability
Pegawai Setempat/Employee,
____________________________
Nama/Name
____________________________
Nama/Name Jabatan/Title
_________________________
Catatan : hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak.
Catatan : hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak.
3
Catatan : diperinci dan disesuaikan dengan ketentuan Perwakilan
4
Catatan : diperinci dan disesuaikan dengan ketentuan Perwakilan
5
Catatan : hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak
4
Catatan : diganti dengan bahasa asing lain apabila kontrak dibuat dalam bahasa Indonesia
dan bahasa asing selain bahasa Inggris.
7
Catatan : dalam hal Pegawai Setempat adalah WNI yang Kontrak Kerjanya hanya dalam
bahasa Indonesia, maka klausula ini tidak dipakai, yang dipakai klausula Kontrak dibuat di
_______________, pada hari _____________ tanggal _______ tahun ___________
1
2
PEGAWAI SETEMPAT
1213
1214