Anda di halaman 1dari 1232

HIMPUNAN PERATURAN

KEPEGAWAIAN

BUKU 2

INSPEKTORAT JENDERAL
DEPARTEMEN LUAR NEGERI
JAKARTA
2007
i

ii

KATA PENGANTAR

Sesuai Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia


Nomor 02/A/OT/VIII/2005/01 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Luar Negeri, Inspektorat Jenderal melaksanakan tugas
pengawasan di lingkungan Deplu.
Dengan semangat benah diri, dapat diaktualisasikan
Penyusunan Himpunan Peraturan Keuangan dan Non Keuangan,
dimaksudkan sebagai dasar rujukan/pedoman untuk melaksanakan
tugas tersebut.
Semoga bermanfaat, tingkatkan profesionalisme kerja
pengawasan yang berkualitas, konsisten dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Jakarta, 30 April 2007


INSPEKTUR JENDERAL

DIENNE H. MOEHARIO

KATA PENGANTAR

iii

iv

DAFTAR ISI
BIDANG KEPEGAWAIAN
I.

HAL

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
1.

UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok


Kepegawaian Negara ..........................................

2.

PP No. 15 Tahun 1979 Dan SE Kepala BAKN


No. 03/SE/1980 tentang Daftar Urut Kepangkatan
Pegawai Negeri Sipil .............................................

32

PP No. 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan


Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Dan Para
Pensiunan Atas Penghasilan Yang Dibebankan
Kepada Keuangan Negara Atau
Keuangan Daerah ...............................................

76

PP No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang


Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil .............................................

86

KEPPRES No. 33 Tahun 1986 tentang Kewajiban


Penyampaian Laporan Pajak-Pajak Pribadi Bagi
Pejabat Negara, PNS,TNI, Dan Pegawai
BUMN/D .............................................................

115

PERPRES No. 1 Tahun 2006 tentang Penyesuaian


Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil menurut PP No.
26/2001 Ke Dalam Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil
Menurut PP No. 11/2003 .....................................

121

7.

KEP. BAKN No. 1158a/KEP/1983 tentang


Kartu Istri/Suami PNS ..........................................

133

8.

KEP. MENLU No. SK. 279/OR/VIII/83/01


Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat
Dinas Luar Negeri ................................................

137

3.

4.

5.

6.

DAFTAR ISI

9.

KEP. MENLU No. SK.2783/BU/IX/81/01 tentang


Ketentuan Dasar Kepegawaian Dinas
Luar Negeri .........................................................

150

10. KEP. MENLU No. SK.30/OR/III/84/01 tentang


Pedoman Tata Cara Pembinaan
Pejabat Luar Negeri ............................................

164

11. KEP. MENLU No. SK.01/A/KPI/2002/01 tentang


Tugas, Fungsi Dan Susunan Keanggotaan Badan
Pertimbangan Jabatan Dan Kepangkatan
Departemen Luar Negeri .....................................

169

12. Nota Dinas Karo Kepegawaian/Ketua Tim


Pendukung Baperjakat No. 1139/KP/V/2004/19
tentang Pedoman Mutasi Pegawai Ke Perwakilan,
Pedoman Penarikan Pegawai Dari Perwakilan Dan
Orientasi Penempatan Pegawai Ke Perwakilan .......

184

13. Kawat Sekjen Deplu No. 970186 tanggal


17 Januari 1997 tentang Ijin Meninggalkan Wilayah
Akreditasi Bagi KBTU Dan Atau Bendahara ...........

191

14. Kawat Sekjen Deplu No. 20019 tanggal 2 Januari


2002, Kawat Sekjen Deplu N0.040489 tanggal
17 Februari 2004, Dan Kawat Sekjen Deplu No.
PL-0687/030305 tentang Ijin Meninggalkan
Wilayah Akreditasi Bagi Keppri ..............................

192

II. KESEJAHTERAAN PEGAWAI

vi

1.

PP No. 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial


Pegawai Negeri Sipil .............................................

199

2.

KEP. MENLU No. 113/KP/VIII/2000/01 tentang


Dana Kesejahteraan ...........................................

207

3.

Keputusan Badan Pembina Yayasan UPAKARA


SK.003/BIN/I/90 tentang Sumbangan Uang
Pesangon Pensiun, Sumbangan Uang
Duka/Kematian Dan Sumbangan Uang Kelahiran
Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan ...............

212

DAFTAR ISI

4.

Permenkeu No. 22/PMK.05/2007 tentang


Pemberian uang Makan bagi Pegawai
Negeri Sipil .......................................................... 215

III. FORMASI
1.

2.

PP No. 98 Tahun 2000 Dan PP No. 11 Tahun


2002 tentang Pengadaan Calon Pegawai
Negeri Sipil ..........................................................

223

PP No. 97 Tahun 2000 Dan PP No. 54 Tahun


2003 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil ............

247

IV. PENGANGKATAN
1.

2.

3.

4.

5.

6.

PP No. 100 Tahun 2000 Dan PP No. 13 Tahun


2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
Dalam Jabatan Struktural .....................................

261

PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan


Tenaga Honorer Menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil .............................................

284

SURAT WAKIL PRESIDEN No.B-01/WK.Pres/Set/


II/2000 tentang Pengangkatan, Pemindahan Dan
Pemberhentian Dalam Dan Dari Jabatan
Struktural Eselon I ...............................................

298

Surat Tugas Kepala BKN No. K.26-25/V.7-46/919


tentang Tata Cara Pengangkatan PNS Sebagai
Pelaksana ...........................................................

300

KEP. MENLU No. 111/KP/VIII/2000/01 tentang


Penempatan Pegawai-Pegawai Deplu Bukan
Pejabat Dinas Luar Negeri Di Luar Negeri
sebagai Staf Teknis .............................................

303

Surat Sekjen Deplu No. 6314/79/12 tentang


Pengangkatan Kuasa Usaha Sementara ...............

309

DAFTAR ISI

vii

V. PEMBERHENTIAN
1.

PP No. 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian


Pegawai Negeri Sipil .............................................

313

2.

PP No. 1 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas


PP No. 32/1979 Tentang Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil .............................................

337

PP No. 69 Tahun 2005, jo PP No. 18 Tahun 2006


tentang Penetapan Pensiun Pokok, Pensiun PNS,
Pensiun Janda/Dudanya ......................................

340

KEPPRES No. 40 Tahun 1987 tentang Batas Usia


Pensiun Bagi Pejabat Diplomatik Konsuler
Departemen Luar Negeri .....................................

345

Kawat Sekjen Deplu No. 033797 tanggal 15


Agustus 2003 tentang Larangan Perpanjangan
Masa Tugas Setelah Pensiun ...............................

348

SE Sekjen Deplu No. SE.084/OT/VI/2000/02


tentang Pedoman Administrasi Kepegawaian Dan
Keuangan Bagi Pegawai Negeri Yang Pensiun
Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri ........................

350

3.

4.

5.

6.

VI. PENILAIAN DAN EVALUASI


1.

PP No. 10 Tahun 1979 Dan SE BAKN No. 02/SE/1980


tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil .............................................
355

2.

SE Sekjen Deplu No. 3404/KP/XI/87/01 tanggal


24 Desember 1987 tentang Pembuatan Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Bagi
Home Staf Yang Mengakhiri Masa Tugasnya
di Perwakilan .......................................................

390

Kawat Sekjen Deplu No. 031391 tanggal


10 Maret 2003 tentang Penilaian Terhadap
Athan Dan Atnis ..................................................

392

3.

viii

DAFTAR ISI

4.

Kawat Sekjen Deplu No. 052963 tanggal


30 Juni 2005 tentang Evaluasi Terhadap Kinerja
HOC Dan BPKRT ................................................

393

VII. DISIPLIN PEGAWAI


1.

PP No. 30 Tahun 1980 Dan Surat Edaran Kepala


BAKN No. 23/SE/1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil .............................................

397

KEPPRES No. 33 Tahun 1995 Dan Surat Menko


Polkam No.B.36/Menko/Polkam/6/ 95 KEP.Menko
No.KEP-01/Menko Polkam/6/95 tentang Gerakan
Polkam Disiplin Nasional........................................

461

KEPPRES No. 68 Tahun 1995 Dan SE. SEKJEN


No. 638/KP/X/95/18 tentang Hari Kerja
Di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat ............

470

4.

INPRES No. 14 Tahun 1981 tentang PenyelenggaraanUpacara Pengibaran Bendera Merah Putih ..

475

5.

KEP. MENLU No. SP/3033/DN/XI/1980 tentang


Pendelegasian Wewenang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Dalam Lingkungan Deplu/Perwakilan RI
Di Luar Negeri .....................................................

479

6.

KEP. MENLU No. SP/1410/DN/XI/1981 tentang


Disiplin Bagi Pegawai Departemen Luar Negeri .......

482

7.

PERMENPAN No. Per/87/M.PAN/8/2005 tentang


Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi,
Penghematan, Dan Disiplin Kerja ..........................

486

SE BAKN No. 10/SE/1981 tentang Tindakan


Administratif Dan Hukuman Disiplin Terhadap PNS
Yang Memiliki/Menggunakan Ijazah Palsu/Aspal ....

511

Surat BKN No. K.26-30/V.24-49/99 tentang


Peningkatan Disiplin Pegawai .................................

531

2.

3.

8.

9.

DAFTAR ISI

ix

10. SE. Menpan No. SE/03/M.PAN/IV/2007 tentang


Perlakuan terhadap Pejabat yang Terlibat
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ............................

533

11. SE MENPAN No. SE/03/M.PAN/IV/2007 tentang


Hari Kerja Di Lingkungan Pemerintah ....................

538

12. Kawat Sekjen Deplu No.0600358 Tanggal 25


Januari 2006 Dan Kawat Sekjen No.060667
Tanggal 22 Pebruari 2006 tentang Penerapan
Absensi Biometric Di Perwakilan ............................

540

VIII. PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN


1.

PP No. 4 Tahun 1976 tentang Pegawai Negeri


Yang Menjadi Pejabat Negara ..............................

545

2.

KEP. Kepala BKN No. 43/Kep/2001 tentang


Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai
Negeri Sipil ..........................................................

551

3.

Surat Kepala BKN No. K.26-3/V.5-10/99 tentang


Penunjukan Pejabat Pelaksana Harian ..................

564

4.

KEP. MENLU No. SK.09/A/OT/VIII/2004/01


tentang Pengisian Jabatan di Perwakilan Republik
Indonesia Di Luar Negeri Melalui Seleksi Terbuka ...

567

SE MENPAN No. SE/04/M.PAN/03/2006 tentang


Perpanjangan Batas Usia Pensiun PNS Yang
Menduduki Jabatan Struktural Eselon I Dan
Eselon II ............................................................

571

Kawat Sekjen Deplu No. 050119 tanggal


5 Januari 2005 tentang Penunjukan Staf
Pengumandahan Untuk Tugas Kebendaharaan
Dan Mekanisme Pelaksanaan Tugas Pengelola
Keuangan ...........................................................

575

5.

6.

DAFTAR ISI

7.

8.

Nota Dinas Karo Kepegawaian No. 756/KP/IV/


2005/19 tanggal 11 April 2005 tentang
Persyaratan Untuk Menduduki Jabatan Struktural
Eselon IIIa Dan Eselon IVa Di Lingkungan
Deplu RI .............................................................

577

Kawat Sekjen Deplu No. 983973 Tanggal


15 September 1998 tentang Peralihan Masa
Tugas Keppri ......................................................

579

IX. PENGHARGAAN
1.

PP No. 25 Tahun 1994 tentang Tanda


Kehormatan Satyalancana Karya Satya ................

583

2.

SURAT SEKRETARIAT NEGARA No. B-1143/


Setneg/6/2002 tentang Pemberitahuan
Pemakaian Tanda Kehormatan ............................

596

KEP. BAKN No.02/1995 tentang Ketentuan


Pelaksanaan Penganugerahan Tanda
Kehormatan Satyalancana Karya Satya ................

601

KEP. MENLU No. 112/KP/VIII/2000/01 tentang


Pemberian Penghargaan Bagi Pejabat Dinas
Dalam Negeri Yang Akan Menghadapi Pensiun ......

616

3.

4.

X. PENDIDIKAN DAN LATIHAN


1.

PP No. 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan Dan


Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil ..................

623

2.

KEP. MENLU No. SK.29/OR/III/84/01 tentang


Perubahan Pasal 8 Keputusan Menlu
No. SP.1527/DN/XI/1982 Tentang Program
Kaderisasi ...........................................................

647

KEP. MENLU No. SK.27/DL/X/87/02 tentang


Ketentuan Penguasaan Bahasa Inggris Bagi
Pendidikan Dan Latihan Berjenjang .......................

649

3.

DAFTAR ISI

xi

4.

KEP. MENLU No. SK.149/DL/XI/98/01 tentang


Sistem Pendidikan Dan Latihan Pegawai
Departemen Luar Negeri .....................................

658

5.

KEP. MENLU No. SK/107/DL/VIII/2000/01 tentang


Program Tugas Belajar Bagi PDLN ........................

674

6.

INSTRUKSI MENLU No. SK. 013/OR/III/88/01


tentang Penguasaan Bahasa Resmi PBB Bagi
Pejabat Dinas Luar Negeri Pada Penugasan
Pertama Di Perwakilan RI Di Luar Negeri ...............

684

KEP.MENLU SK.04.A/A/DL/VI/2003/01 tanggal


2 Juni 2003 Dan SK.21/.B/KP/III/2006/02 tanggal
20 Maret 2006 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Dan Latihan BPKRT Perwakilan ............

687

7.

XI. PANGKAT DAN GELAR


1.

2.

3.

4.

5.

xii

PP No. 99 Tahun 2000 jo PP No. 12 Tahun 2002


tentang Pengangkatan Dalam Pangkat
Pegawai Negeri Sipil .............................................

697

KEP. BAKN No. 512/KEP/1983 tentang Jenjang


Pangkat Bagi Pejabat Komunikasi Pada Pusat
Komunikasi Departemen Luar Negeri ....................

728

KEP. Kepala BAKN No. 170/1999 tentang


Pengecualian Dari Ujian Dinas Tingkat III Bagi
PNS Yang Memiliki Ijazah Pasca Sarjana (Strata-2)
Ijazah Spesialis I Dan Atau Ijazah /Gelar Doktor
(Strata-3), Ijazah Spesialis II ...............................

730

KEP. BAKN No. 06/2001 tentang Jenjang


Pangkat Jabatan Pimpinan Pada Perwakilan RI
Di Luar Negeri .....................................................

733

SE. BAKN No. 21/SE/1977 tentang PNS


Yang Lebih Rendah Pangkatnya Membawahi
Secara Langsung PNS Yang Lebih Tinggi
Pangkatnya ........................................................

737

DAFTAR ISI

6.

SE. BAKN No. 01/SE/1987 tentang Pedoman


Persamaan Pangkat/Golongan Ruang Gaji
Anggota ABRI Dengan PNS .................................

741

KEP. MENLU No. SK.12/A/OT/IX/2004/01


tentang Peleburan Golongan PA Ke Dalam
Golongan Pejabat Diplomatik Konsuler ..................

746

Kawat Karo Kepeg. No. 023506 Tgl 9 Sept 2002


tentang Batas Waktu Penerimaan Untuk
Kenaikan Pangkat PNS ........................................

750

Kawat Sekjen Deplu No. 044308 tanggal


1 Oktober 2004 tentang Periode Kenaikan
Gelar Diplomatik ..................................................

752

10. JUKLAK Biro Kepeg. No. KP 0618/juklak/94/12


tentang Percepatan Kenaikan Gelar PDLN .............

754

11. Nota Dinas Karo Kepeg No.1611/KP/VII/2004/19


tanggal 23 Juli 2004 tentang Penyeragaman
Nota Usulan Kenaikan Pangkat PNS Pada Unit
Kerja Di Deplu Dan Perwakilan ..............................

758

7.

8.

9.

XII. PENEMPATAN PEGAWAI


1.

2.

3.

KEP. MENLU No. SK.08/A/KP/VI/2004/01 tentang


Penempatan Suami Isteri Yang Mempunyai
Status Diplomat ..................................................

765

KEP. MENLU No. SK. 65/OR/VI/01 Tahun 1984


tanggal 6 Juni 1984 tentang Pedoman
Penempatan Atase Pertahanan Dan Teknis
Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri .......................

772

Nota Dinas Karo Kepeg/Ketua TP Baperjakat


No. 1012/KP/III/2006/19 tanggal 17 Maret 2006
tentang Pengusulan Penempatan Pejabat
Diplomatik Konsuler (PDK) Ke Perwakilan RI ..........

779

DAFTAR ISI

xiii

4.

5.

6.

Surat Sekjen Deplu No. 6278/1978/12 tentang


Pengujian Kesehatan Dalam Rangka
Penugasan/Penempatan Di Luar Negeri ................

781

NOTA EDARAN BIRO KEPEGAWAIAN


No. 1398/Kepeg/1979 tentang Pengujian
Kesehatan Pejabat Deplu Dan Istrinya Dalam
Rangka Penempatan Di Luar Negeri .....................

783

Nota Rahasia Karo Kepeg/Ketua TP Baperjakat


No. 1709/KP/VIII/2005/19/R tanggal
29 Agustus 2005 tentang Pemantapan
Substansi Bagi Pejabat Yang Akan Penempatan
Ke Perwakilan RI Di Luar Negeri ...........................

785

XIII. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN


1.

UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ...........

791

2.

PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU


No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ................

811

3.

PP No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan


Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil ...............

828

4.

PP No. 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas


PP No. 10 Tahun 1983 ........................................

844

5.

SE. PERDANA MENTERI No. 14/R.I/1959


tentang Peraturan Tentang Perkawinan
Pejabat-Pejabat/Pegawai RI Yang Ditempatkan
Di Perwakilan RI Di Luar Negeri Dengan
Bangsa Asing ......................................................

851

KEP. MENLU No. SK.074/ KP/IV/2002/01


tentang Pendelegasian Wewenang Mengenai
Penolakan/Pemberian Izin Perkawinan Dan
Perceraian bagi PNS dalam Lingkungan
Departemen Luar Negeri/Perwakilan RI
Di Luar Negeri .....................................................

854

6.

xiv

DAFTAR ISI

7.

SE. Sekjen Deplu No. SE 077/VII/2005/19/02


tentang Perijinan Untuk Perkawinan Antara
Diplomat Wanita Indonesia Dengan WNA .............

859

XIV. CUTI PEGAWAI


1.

PP No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai


Negeri Sipil ..........................................................

867

2.

SE. BAKN No. 01/SE/1977 tentang Permintaan


Dan Pemberian Cuti Pegawai Negeri Sipil ...............

889

3.

KEP. MENLU No. SK.53/OR/V/84/01 tentang Cuti


Pejabat Perwakilan RI Di Luar Negeri ....................

906

XV. PEMBATASAN KEGIATAN PNS


1.

PP No. 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan


Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta ...................
919

2.

PP No. 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil Yang


Menjadi Anggota Partai Politik ...............................
927

3.

PP No. 12 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas


PP No. 5 Tahun 1999 ..........................................

936

4.

KEPPRES No 10/1974 tentang Beberapa


Pembatasan Kegiatan PNS Dalam Rangka
Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Kesederhanaan Hidup .........................................

940

INSTRUKSI MENLU No. 519/BU/III/79/01


Tanggal 20 Maret 1979 tentang Pembatasan
Kegiatan Pegawai Negeri Di Lingkungan
Departemen Luar Negeri Di Bidang Usaha
Swasta dalam Rangka Pendayagunaan
Aparatur Negara Dan Kesederhanaan Hidup .........

947

5.

DAFTAR ISI

xv

XVI. HAK KEPPRI


1.

PP No. 5 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996


Dan PP No. 61 Tahun 2006 tanggal 26 Juli 2006
tentang Hak Keuangan / Administrasi Dubes
LBBP Dan Mantan Dubes LBBP serta
Janda/Dudanya ..................................................

957

KEP. MENLU NO. SK.2784/BU/IX/81/01 tentang


Kewajiban Dan Hak Wakil Kepala Perwakilan RI
Di Luar Negeri .....................................................

976

KEP. MENLU No. SK.015/OR/II/89/01 tentang


Pengangkatan Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah
Tangga Dan Pengemudi Pada Perwakilan RI
Di Luar Negeri .....................................................

979

4.

Kawat Sekjen Deplu No. pl-2324/0717000 Tanggal


17 Juli 2000 tentang Pemberdayaan KRT .............

983

5.

Kawat Sekjen Deplu No. 032596 Tanggal


29 Mei 2003 tentang Hak Keppri ..........................

984

2.

3.

XVII. JABATAN FUNGSIONAL

xvi

1.

PP No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan


Fungsional PNS ...................................................

2.

KEP. MENLU No.SK.024/KP/III/98/02 tentang


Tata Kerja Tim Penilai Dan Tata cara penilaian
Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat ............ 1001

3.

KEP. MENLU No. SK. 103/OT/VII/98/02 tentang


Pedoman Pengisian Daftar Usulan Penetapan
Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat ............ 1018

4.

PERMENPAN No. PER/87/M.PAN/8/2005 tanggal


16 Agustus 2005 tentang Jabatan Fungsional
Diplomat Dan Angka Kreditnya ............................. 1021

DAFTAR ISI

987

5.

KEP. MENPAN No. 19 Tahun 1996 Tanggal 2 Mei


1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor.............. 1044

6.

KEP. MENPAN RI No. 17/KEP/M.PAN/4/2002


Tentang Penyesuaian Penamaan Jabatan
Fungsional Auditor ............................................... 1082

7.

Keputusan Bersama Kepala BAKN, Sekjen BPK


Dan Kepala BPKP No. 10 Tahun 1996 No. 49/SK/
S/1996 No. KEP-386/K/1996 Tanggal 6 Juni 1996
tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Auditor Dan Angka Kreditnya ............................... 1086

8.

KEP. Kepala BPKP No. KEP-817/K/JF/002 tanggal


3 Desember 2002 tentang Prosedur Kegiatan
Baku Penilaian Dan Penetapan Angka Kredit Bagi
Jabatan Fungsional Auditor Di Lingkungan Aparat
Pengawasan Internal Pemerintah ......................... 1108

9.

Keputusan Bersama Kepala Lembaga Sandi


Negara RI Dan Kepala Badan Kepegawaian
Negara: No. KP. 004/KEP.60/2004, No. 17 Tahun
2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Sandiman Dan Angka Kreditnya ........... 1113

10. Keputusan Bersama Kepala Sandi Negara RI Dan


Kepala Badan Kepegawaian Negara:
No. KP. 004/KEP.61/2004, No. 18 Tahun 2004
tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Operator Transmisi Sandi (OTS) Dan
Angka Kreditnya Lembaga ................................... 1132
11. SE. Sekjen Deplu No. 1120/KP/XI/99/02 tanggal
22 Oktober 1999 tentang Penundaan Pelaksanaan
Sistem Jabatan Fungsional Diplomat di Deplu ........ 1150
12. Kawat Sekjen Deplu No. 053142 tanggal
15 Juli 2005 tentang Jabatan Fungsional
Diplomat ............................................................. 1152

DAFTAR ISI

xvii

13. Kawat Sekjen Deplu No. 982126 tanggal 13 Mei


1998 tentang In-Passing (Penyesuaian) PDLN
sebagai Jabatan Fungsional DEPLU (JJFDD) .......... 1154
XVIII. PEGAWAI SETEMPAT

xviii

1.

PERMENLU No.07/A/KP/X/2006/01 Tahun 2006


tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengangkatan,
Pemberhentian, Dan Pembuatan Kontrak Kerja
Pegawai Setempat pada Perwakilan RI Di Luar
Negeri ................................................................ 1157

2.

Brafaks Karo Kepeg No. RR-0177/DEPLU/I/2006


tanggal 13 Januari 2006 tentang Model Kontrak
Kerja Pegawai Setempat...................................... 1201

DAFTAR ISI

I
ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 43 TAHUN 1999
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANGUNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG
POKOKPOKOK KEPEGAWAIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan


nasional untuk mewujudkan masyarakat madani
yang taat hukum, berperadaban modern,
demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi,
diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur
aparatur negara yang bertugas sebagai abdi
masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan
secara adil dan merata, menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;
b. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a,
diperlukan Pegawai Negeri yang berkemampuan
melaksanakan tugas secara profesional dan
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
tugas pemerintah dan pembangunan, serta
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme;
c. bahwa untuk membentuk sosok Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana tersebut pada huruf b,
diperlukan upaya meningkatkan manajemen
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai


Negeri;
d. bahwa sehubungan dengan huruf a, b, dan c
tersebut di atas, dipandang perlu untuk
mengubah Undangundang Nomor 8 Tahun 1974
Tentang PokokPokok Kepegawaian.
Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), pasal 27


ayat (1), dan Pasal 28 UndangUndang Dasar
1945.
2. Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041)
3. Undangundang Nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);
4. Undangundang Nomor 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
lembaran Negara Nomor 3851);
dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANGUNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974
TENTANG POKOKPOKOK KEPEGAWAIAN.
Pasal 1
Beberapa ketentuan dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokokpokok Kepegawaian, diubah sebagai berikut :

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

1. Judul BAB I dan ketentuan Pasal 1 menjadi berbunyi


sebagai berikut :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undangundang ini yang dimaksud dengan :
1. Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia
yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji
berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan mengangkat, memindahkan, dan
memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
3. Pejabat yang berwajib berwenang adalah pejabat yang karena
jabatan atau tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum
berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
4. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga
tertinggi/tinggi Negara sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang
ditentukan oleh Undangundang.
5. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan,
termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga
tertinggi atau tinggi Negara, dan kepaniteraan pengadilan.
6. Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang
hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi
syarat yang ditentukan.
7. Jabatan organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas
pokok pada suatu satuan organisasi pemerintah.
8. Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya
upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat
profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban
kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan,

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian,


kesejahteraan, dan pemberhentian.
2. Judul BAB II, ketentuan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4
menjadi berbunyi sebagai berikut :
BAB II
JENIS, KEDUDUKAN, KEWAJIBAN, DAN
HAK PEGAWAI NEGERI
Bagian Pertama
Jenis dan Kedudukan
Pasal 2
(1) Pegawai Negeri terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a, terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah
(3) Disamping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), pejabat yag berwenang dapat mengangkat
pegawai tidak tetap.
Pasal 3
(1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara
yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan, dan
pembangunan.
(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaiman dimaksud dalam
ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua
golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
6

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana


dimaksud dalam ayat 92, Pegawai Negeri dilarang menjadi
anggota dan/atau pengurus partai politik.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 4
Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila
Undangundang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta
wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
3. Ketentuan Pasal 7 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 7
(1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil
dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung
jawabnya.
(2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu
memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
(3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
4. Judul Bagian Keempat BAB II dan ketentuan Pasal II
menjadi berbunyi sebagai berikut :
Bagian Keempat
Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara
Pasal 11
(1) Pejabat Negara terdiri atas :
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan
Permusyawaratan Rakyat;

Anggota

Majelis

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan


Rakyat;
d. Ketua, Wakil ketua, ketua Muda, dan Hakim Agung pada
Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil ketua, dan Hakim
pada semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan
Agung;
f.

Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa


Keuangan;

g. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri;


h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh;
i.

Gubernur dan Wakil Gubernur;

j.

Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan

k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang


undang.
(2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara
diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat
Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.
(3) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara
tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.
(4) Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali
dalam jabatan organiknya.
5. Judul BAB III, ketentuan Pasal 12, dan Pasal 13 menjadi
berbunyi sebagai berikut :
BAB III
MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Bagian Pertama
Tujuan Manajemen

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 12
(1) Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan
secara berdayaguna dan berhasilguna.
(2) Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung
jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan
berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Bagian Kedua
Kebijaksanaan Manajemen
Pasal 13
(1) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup
penetapan norma, standar, prosedur, formasi,
pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya Pegawai
Negeri Sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan,
pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan hukum.
(2) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), berada pada Presiden selaku
Kepala Pemerintahan.
(3) Untuk membantu Presiden dalam merumuskan
kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
memberikan pertimbangan tertentu, dibentuk Komisi
Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
(4) Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), terdiri dari 2 (dua) Anggota Tetap yang
berkedudukan sebagai Ketua dan Sekretaris Komisi, serta 3
(tiga) Anggota Tidak Tetap yang kesemuanya diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
(5) Ketentuan dan Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat 94, secara ex officio
menjabat sebagai Kepala dan Wakil Kepala Badan
Kepegawaian Negara.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(6) Komisi Kepegawaian Negara mengadakan sidang sekurang


kurangnya sekali dalam satu bulan.
6. Ketentuan Pasal 15 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 15
(1) Jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang
diperlukan ditetapkan dalam formasi.
(2) Formasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan
untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat dan
beban kerja yang harus dilaksanakan.
7. Ketentuan Pasal 16 ayat (2) menjadi berbunyi sebagai
berikut :
(2) Setiap warga Negara Republik Indonesia mempunyai
kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Pegawai
Negeri Sipil setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
8. Diantara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 16 A berbunyi sebagai berikut :
Pasal 16 A
(1) Untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan
dan pembangunan, pemerintahan dapat mengangkat
langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi mereka yang
telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan
nasional.
(2) Persyaratan, tata cara, dan pengangkatan langsung menjadi
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
9. Ketentuan Pasal 17 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 17
(1) Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat
tertentu.
10

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(2) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan


dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai
dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat
yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif
lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama,
ras, atau golongan.
(3) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam pangkat awal
ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal.
10. Ketentuan Pasal 19 dihapus.
11. Ketentuan Pasal 20 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Untuk lebih menjamin obyektivitas dalam mempertimbangkan
pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan
penilaian prestasi kerja.
12. Ketentuan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan
Pasal 26 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 22
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam
rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat diadakan
perpindahan jabatan, tugas, dan/atau wilayah kerja.
Pasal 23
(1) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat karena
meninggal dunia.
(2) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat
karena;
a. atas permintaan sendiri;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. perampingan organisasi pemerintah atau
d. tidak cakap jasmani atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankan kewajiban sebagai Pegawai Negeri Sipil.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

11

(3) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat atau


tidak diberhentikan karena :
a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/
janji jabatan selain pelanggaran sumpah/janji Pegawai
Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia
kepada Pancasila, Undangundang Dasar 1945, Negara,
dan Pemerintah; atau
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat tahun).
(4) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena :
a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman
hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih; atau
b. melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil tingkat
berat.
(5) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat
karena :
a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/
janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang
Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintahan;
b. melakukan penyelewengan terhadap ideologi Negara,
Pancasila, UndangUndang Dasar 1945 atau teRIibat
dalam kegiatan yang menentang Negara dan
Pemerintahan; atau
c. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan
atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungan dengan
jabatan.
Pasal 24
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat
yang berwajib karena disangka telah melakukan tindak pidana
kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah

12

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan


pemberhentian sementara.
Pasal 25
(1) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden.
(2) Untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat
pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan sebagian
wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian
daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
(3) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Jaksa
Agung, Pimpinan lembaga Pemerintahan Non
Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, Sekretaris Jenderal Departemen, Direktur
Jenderal, Inspektur Jenderal dan Jabatan setingkat,
ditetapkan oleh Presiden.
Bagian Kelima
Sumpah, Kode Etik, dan Peraturan Disiplin
Pasal 26
(1) Setiap Calon Pegawai Negeri Sipil pada saat pengangkatannya
menjadi Pegawai Negeri Sipil wajib mengucapkan sumpah/
janji.
(2) Susunan katakata sumpah/janji adalah sebagai berikut :
Demi Allah, saya bersumpah/berjanji;
bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri
Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,
UndangUndang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
bahwa saya, akan mentaati segala peraturan
perundangundangan yang berlaku dan melaksanakan tugas
kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

13

bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi


kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai
Negeri Sipil, serta akan senantiasa mengutamakan
kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri,
seseorang atau golongan;
bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang
menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya
rahasiakan;
bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib,
cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara.
13. Ketentuan Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 menjadi
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 30
(1) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin
Pegawai Negeri Sipil tidak boleh bertentangan dengan Pasal
27 ayat (1) dan Pasal 28 UndangUndang Dasar 1945.
(2) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 31
(1) Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar
besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang
bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian,
kemampuan, dan keterampilan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

14

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Bagian Ketujuh
Kesejahteraan
Pasal 32
(1) Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan
usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil.
(2) Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi program pensiun dan tabungan hari tua,
asuransi kesehatan, tabungan perumahan, dan asuransi
pendidikan bagi putra putri Pegawai Negeri Sipil.
(3) Untuk penyelenggaraan usaha kesejahteraan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil wajib
membayar iuran setiap bulan dari penghasilannya.
(4) Untuk penyelenggaraan program pensiun dan
penyelenggaraan asuransi kesehatan, Pemerintah
menanggung subsidi dan iuran.
(5) Besarnya subsidi dan iuran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(6) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia, keluarganya
berhak memperoleh bantuan.
14. Ketentuan Pasal 34 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 34
(1) Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan kebijaksanaan
manajemen Pegawai Negeri Sipil, dibentuk Badan
Kepegawaian Negara.
(2) Badan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1),
menyelenggarakan manajemen Pegawai Negeri Sipil yang
mencakup perencanaan, pengembangan kualitas sumber
daya Pegawai Negeri Sipil dan administrasi kepegawaian,
pengawasan dan pengendalian, penyelenggaraan dan
pemeliharaan informasi kepegawaian, mendukung perumusan
kebijaksanaan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil, serta
memberikan bimbingan teknis kepada unit organisasi yang
menangani kepegawaian pada instansi pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

15

15. Diantara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu)


pasal, yakni Pasal 34 A berbunyi sebagai berikut :
Pasal 34 A
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri
Sipil Daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah.
(2) Badan Kepegawaian Daerah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), adalah perangkat Daerah yang dibentuk oleh Kepala
Daerah.
16. Ketentuan Pasal 35 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 35
(1) Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata
Usaha Negara.
(2) Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap
peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui
upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan
Kepegawaian.
(3) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
17. Judul BAB IV dan ketentuan Pasal 37 menjadi berbunyi
sebagai berikut :
BAB IV
MANAJEMEN ANGGOTA TENTARA NASIONAL
INDONESIA DAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 37
Manajemen Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, masingmasing diatur
dengan UndangUndang tersendiri.

16

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 11
Undangundang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undangundang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta,
Pada tanggal 30 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK Indonesia
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 30 September 1999
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 169
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI,
Kepala Biro Peraturan Perundangundangan II
ttd
Edy Sudibyo

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

17

PENJELASAN
ATAS
UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 1999
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANGUNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG
POKOKPOKOK KEPEGAWAIAN

1. UMUM
1. Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan nasional sangat tergantung pada
kesempurnaan aparatur negara khususnya Pegawai Negeri.
Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
nasional yakni mewujudkan masyarakat madani yang taat
hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil,
dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang
merupakan unsur aparatur Negara yang bertugas sebagai
abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan
secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi
kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang
undang Dasar 1945.
2. Disamping itu dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan
pemerintahan kepada Daerah, Pegawai Negeri berkewajiban
untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan
harus melaksanakan tugasnya secara profesional dan
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Sebagai bagian dari pembinaan Pegawai Negeri, pembinaan
Pegawai Negeri Sipil perlu dilakukan dengan sebaikbaiknya
dengan berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja
dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi
kerja. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang bagi
Pegawai Negeri Sipil yang berprestasi tinggi untuk
meningkatkan kemampuannya secara profesional dan
berkompetisi secara sehat.
18

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Dengan demikian pengangkatan dalam jabatan harus


didasarkan pada sistem prestasi kerja yang didasarkan atas
penilaian obyektif terhadap prestasi, kompetensi, dan
pelatihan Pegawai Negeri Sipil. Dalam pembinaan kenaikan
pangkat, disamping berdasarkan sistem prestasi kerja juga
diperhatikan sistem karier.
4. Manajemen Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara
menyeluruh, dengan menerapkan norma, standar, dan
prosedur yang seragam dalam penetapan formasi,
pengadaan, pengembangan, penetapan gaji, dan program
kesejahteraan, serta pemberhentian yang merupakan unsur
dalam manajemen Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri
Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dengan
adanya keseragaman tersebut, diharapkan akan dapat
diciptakan kualitas Pegawai Negeri Sipil yang seragam di
seluruh Indonesia. Di samping memudahkan penyelenggaraan manajemen kepegawaian, manajemen yang seragam
dan dapat pula mewujudkan keseragaman perlakuan dan
jaminan kepastian hukum bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil.
5. Dengan berlakunya Undangundang Nomor 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah harus didorong desentralisasi
urusan kepegawaian kepada daerah. Untuk memberi
landasan yang kuat bagi pelaksanaan desentralisasi
kepegawaian tersebut, diperlukan adanya perngaturan
kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil secara
nasional tentang norma, standar, dan prosedur yang sama
dan bersifat nasional dalam setiap unsur manajemen
kepegawaian.
6. Dalam upaya menjaga netralitas Pegawai Negeri dari pengaruh
partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan,
dan persatuan Pegawai Negeri, serta agar dapat memusatkan
segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yang
dibebankan kepadanya maka Pegawai Negeri dilarang menjadi
anggota dan/atau pengurus partai politik.
Oleh karena itu, Pegwai Negeri Sipil yang menjadi anggota
dan/atau pengurus partai politik harus diberhentikan sebagai
Pegawai Negeri. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan
dengan hormat atau tidak dengan hormat.
7. Untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan
Pegawai Negeri, dalam undangundang ini ditegaskan bahwa

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

19

Pegawai Negeri Sipil berhak memperoleh gaji yang adil dan


layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawabnya.
Untuk itu Negara dan Pemerintah wajib mengusahakan dan
memberikan gaji yang adil sesuai standar yang layak kepada
Pegawai Negeri.
Gaji adalah sebagai balas jasa dan penghargaan atas prestasi
kerja Pegawai Negeri yang bersangkutan.
Pada umumnya sistem penggajian dapat digolongkan dalam
2 (dua) sistem, yaitu sistem skala tunggal dan sistem skala
ganda. Sistem skala tunggal adalah sistem penggajian yang
memberikan gaji yang sama kepada pegawai yang
berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan
sifat pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggung jawab
pekerjaannya.
Sistem skala ganda adalah sistem penggajian yang
menentukan besarnya gaji bukan saja didasarkan pada
pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang
dilakukan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung
jawab pekerjaanya.
Selain kedua sistem penggajian tersebut dikenal juga sistem
penggajian ketiga yang disebut sistem skala gabungan, yang
merupakan perpaduan antara sistem skala tunggal dan
sistem skala ganda. Dalam sistem skala gabungan, gaji pokok
ditentukan sama bagi Pegawai Negeri yang berpangkat sama,
di samping itu diberikan tunjangan kepada Pegawai Negeri
yang memikul tanggung jawab yang lebih berat, prestasi
yang tinggi atau melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya
memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga
secara terus menerus.
8. Selain itu undangundang ini menegaskan bahwa untuk
menjamin manajemen dan pembinaan karier Pegawai Negeri
Sipil, maka jabatan yang ada dalam organisasi pemerintahan
baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional merupakan
jabatan karier yang hanya dapat diisi atau diduduki oleh
Pegawai Negeri Sipil dan/atau Pegawai Negeri yang telah
beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil.
9. Setiap warga Negara Republik Indonesia mempunyai
kesempatan yang sama untuk melamar sebagai Pegawai
Negeri Sipil sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan.

20

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil dilakukan secara


obyektif hanya untuk mengisi formasi yang lowong.
10. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
atau jabatan fungsional harus dilakukan secara obyektif dan
selektif, sehingga menumbuhkan kegairahan untuk
berkompetisi bagi semua Pegawai Negeri Sipil dalam
meningkatkan kemampuan profesionalismenya dalam rangka
memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
11. Untuk dapat melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan pemikiran tersebut, perlu mengubah beberapa
ketentuan Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokokpokok Kepegawaian.
2. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Ketentuan mengenai Anggota Tentara Nasional
Indonesia, diatur dengan undangundang.
Huruf c
Ketentuan mengenai Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia, diatur dengan undang
undang.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil
Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan bekerja pada
Depertemen, Lembaga Pemerintah NonADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

21

Departemen, Kesekretariatan Lembaga


Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di
Daerah propinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk
menyelenggarakan tugas negara lainnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil
Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah
Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah
Daerah, atau dipekerjakan di luar instansi
induknya.
Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri
Sipil Daerah yang diperbantukan di luar instansi
induk, gajinya dibebankan pada instansi yang
menerima perbantuan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pegawai tidak tetap adalah
pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu
guna melaksanakan tugas pemerintahan dan
pembangunan yang bersifat teknis profesional dan
administrasi sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan organisasi Pegawai tidak tetap tidak
berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji yang adil dan layak adalah
bahwa gaji Pegawai Negeri harus mampu memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya, sehingga Pegawai
22

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Negeri yang bersangkutan dapat memusatkan


perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk
melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengaturan gaji Pegawai Negeri yang adil dimaksudkan
untuk mencegah kesenjangan kesejahteraan, baik
antar Pegawai Negeri maupun antara Pegawai Negeri
dengan swasta. Sedangkan gaji yang layak
dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan pokok dan dapat mendorong produktivitas
dan kreativitas Pegawai Negeri.
Pasal 11
Ayat (1)
Urutan Pejabat Negara sebagaimana tersebut dalam
ketentuan ini tidak berarti menunjukkan tingkatan
kedudukan dari pejabat tersebut.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Hakim
pada Badan Peradilan adalah Hakim yang berada di
lingkungan Peradilan Umum, peradilan Tata Usaha
Negara, Peradilan Militer dan Peradilan Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud Pejabat Negara tertentu adalah Ketua,
Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada
Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan
Hakim pada Hakim pada semua Badan Peradilan;
Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan yang berasal dari jabatan karier; Kepala
Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh yang berasal dari diplomat karier,
dan jabatan yang setingkat Menteri.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

23

Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Dalam rangka usaha untuk meningkatkan mutu dan
keterampilan serta memupuk kegairahan bekerja,
maka perlu dilaksanakan pembinaan Pegawai Negeri
Sipil dengan sebaikbaiknya atas dasar sistem prestasi
kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada
sistem prestasi kerja.
Dengan demikian akan diperoleh penilaian yang objektif
terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil.
Untuk dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna
yang sebesarbesarnya, maka sistem pembinaan
karier yang harus dilaksanakan adalah sistem
pembinaan karier tertutup dalam arti negara.
Dengan sistem karier tertutup dalam arti Negara
maka dimungkinkan perpindahan Pegawai/Kota yang
satu ke Departemen/Lembaga/Propinsi/Kabupaten/
Kota yang lain atau sebaliknya, terutama untuk
menduduki jabatanjabatan yang bersifat manajerial.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan ini adalah Komisi yang bertugas
membantu Presiden dalam :
a. merumuskan kebijaksanaan umum kepegawaian;

24

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

b. merumuskan kebijaksanaan penggajian dan


kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil; dan
c. memberikan pertimbangan dalam pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari
jabatan struktural tertentu yang menjadi wewenang
Presiden.
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok tersebut secara
obyektif, maka kedudukan Komisi adalah independen.
Ayat (4)
Anggota Tetap diangkat dari Pegawai Negeri Sipil senior
dari instansi pemerintah atau perguruan tinggi dan staf
senior dari Badan Kepegawaian Negara, sedangkan
Anggota Tidak tetap diangkat dari Pegawai Negeri Sipil
senior dari Departemen terkait, wakil organisasi Pegawai
Negeri, dan wakil dari tokoh masyarakat yang mempunyai
keahlian yang diperlukan oleh Komisi.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Formasi adalah penentuan jumlah dan susunan
pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan untuk
mampu melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan
berdasarkan beban kerja suatu organisasi.
Ayat (2)
Formasi ditetapkan berdasarkan perkiraan beban kerja
dalam jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan macammacam pekerjaaan, rutinitas
pekerjaan, keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas dan halhal lain yang
mempengaruhi jumlah dan sumber daya manusia
yang diperlukan.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

25

Pasal 16
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan bahwa pengadaan
Pegawai Negeri Sipil harus didasarkan atas syarat
syarat obyektif yang telah ditentukan, dan tidak boleh
didasarkan atas jenis kelamin, suku, agama, ras,
golongan, atau daerah.
Pasal 16 A
Ayat (1)
Pengangkatan langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil,
dilaksanakan secara sangat selektif bagi mereka yang
dipandang telah berjasa dan diperlukan bagi Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud Jabatan adalah kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang,
dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu
satuan organisasi Negara.
Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah adalah
Jabatan Karier. Jabatan Karier adalah jabatan dalam
lingkungan birokrasi pemerintah yang hanya dapat
diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri
yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Jabatan Karier dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis
yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional.
Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas
ada dalam struktur organisasi. Jabatan fungsional
adalah jabatan yang tidak secara tegas disebutkan
dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut fungsinya
diperlukan oleh organisasi, seperti Peneliti, Dokter,
Pustakawan, dan lainlain yang serupa dengan itu.
Yang dimaksud dengan Pangkat adalah kedudukan
yang menunjukkan tingkat seseorang Pegawai Negeri
26

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian


susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar
penggajian.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan syarat objektif lainnya antara
lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian,
pengalaman, kerjasama, dan dapat dipercaya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan syarat obyektif lainnya antara
lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian,
pengalaman, kerjasama, dan dapat dipercaya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 22
Untuk kepentingan kedinasan dan sebagai salah satu usaha
untuk memperluas pengalaman, wawasan, dan kemampuan,
maka perlu diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan wilayah
kerja bagi Pegawai Negeri Sipil terutama bagi yang menjabat
pimpinan dengan tidak merugikan hak kepegawaiannya.
Pasal 23
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan
hormat menerima hakhak kepegawaian sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku antara
lain hak pensiun dan tabungan hari tua.
Ayat (2)
Diberhentikan dengan hormat apabila tenaganya tidak
diperlukan oleh Pemerintah atau halhal lain yang
dapat mengakibatkan bersangkutan diberhentikan
tidak dengan hormat.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

27

Ayat (3)
Diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan
tergantung kepada berat ringannya pelanggaran atau
memperhatikan jasajasa dan pengabdian Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.
Ayat (4)
Diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri atau diberhentikan tidak dengan hormat
tergantung kepada berat ringannya pelanggaran yang
dilakukan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan
memperhatikan jasa dan pengabdiannya.
Ayat (5)
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan
hormat tidak berhak menerima pensiun.
Pasal 24
Untuk menjamin kelancaran pemeriksaan, maka Pegawai
Negeri Sipil yang disangka oleh pejabat yang berwajib
melakukan tindak pidana kejahatan dikenakan pemberhentian
sementara sampai adanya putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pemberhentian
sementara tersebut adalah pemberhentian sementara dari
jabatan negeri bukan pemberhentian sementara sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
Apabila pemeriksaan oleh yang berwajib telah selesai atau
telah ada putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dan ternyata bahwa Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan tidak bersalah, maka Pegawai
Negeri Sipil tersebut dirahabilitasikan terhitung sejak ia
dikenakan pemberhentian sementara. Rehabilitasi yang
dimaksud mengandung pengertian, bahwa Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan diaktifkan dan dikembalikan pada
jabatan semula.
Apabila setelah pemeriksaan oleh Pengadilan telah selesai
dan ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bersalah
dan oleh sebab itu dihukum penjara atau kurungan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, maka Pegawai Negeri Sipil

28

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

tersebut dapat diberhentikan dengan memperhatikan


ketentuan Pasal 23 ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf a, dan
ayat (5) huruf c.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan mengenai pendelegasian atau penyerahan
kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
menjadi norma, standar, dan prosedur dalam
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (3)
Jabatanjabatan yang dimaksud dalam ketentuan
ini merupakan jabatanjabatan karier tertinggi. Oleh
karena itu pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentiannya ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
Pasal 26
Ayat (1)
Pengucapan Sumpah/janji dilakukan menurut agama
yang diakui Pemerintah, yakni :
a. diawali dengan ucapan Demi Allah untuk penganut
agama Islam;
b. diakhiri dengan ucapan Semoga Tuhan menolong
saya untuk penganut agama Kristen Protestan/
Katolik;
c. Diawali dengan ucapan Omaatah Paramawisesa
untuk penganut agama Hindu; dan
d. Diawali dengan ucapan Demi Sang Hyang Adi
Buddha untuk penganut agama Buddha.
Ayat (2)
Cukup jelas

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

29

Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil
dimaksudkan agar terjamin keserasian pembinaan
Pegawai Negeri Sipil.
Pengaturan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
jabatan meliputi kegiatan perencanaan, termasuk
perencanaan anggaran, penentuan standar,
pemberian akreditasi, penilaian, dan pengawasan.
Tujuan pendidikan dan pelatihan jabatan antara lain
adalah :
-

Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, dan


keterampilan;

Menciptakan adanya pola berpikir yang sama;

Menciptakan dan mengembangkan metode kerja


yang lebih baik; dan

Membina karier Pegawai Negeri Sipil.

Pada pokoknya pendidikan dan pelatihan jabatan


dibagi 2 (dua) yaitu pendidikan dan pelatihan
prajabatan dan pendidikan dan palatihan dalam
jabatan :
-

Pendidikan dan Pelatihan prajabatan (pre service


training) adalah suatu pelatihan yang diberikan
kepada Calon Pegawai Negeri Sipil. Dengan tujuan
agar ia dapat terampil melaksanakan tugas yang
dipercayakan kepadanya;

Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan (in service


training) adalah suatu pelatihan yang bertujuan
untuk meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan,
dan keterampilan.

Ayat (2)
Cukup jelas

30

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 34 A
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil golongan tertentu yang dijatuhi
hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri dan pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dapat
mengajukan upaya banding administratif ke Badan
Pertimbangan Kepegawaian.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 3890

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

31

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 1979


TENTANG
DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Tanggal : 25 JUNI 1979 (JAKARTA)

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka usaha untuk lebih


menjamin obyektivitas dalam pembinaan
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier
dan sistem prestasi kerja, dipandang perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
daftar urut kepangkatan Pegawai Negeri Sipil;
b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1952 tentang Daftar Susunan Pangkat Dan
Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri dipandang
tidak sesuai lagi, oleh sebab itu perlu ditinjau
kembali dan disempurnakan;

Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);

32

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG


DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :


a. Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya dalam
Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar Urut Kepangkatan adalah
suatu daftar yang memuat nama Pegawai Negeri Sipil dari suatu
satuan organisasi Negara yang disusun menurut tingkatan
kepangkatan;
b. Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan adalah pejabat yang
berwenang membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan;
c. Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan adalah atasan
langsung dari Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan.
BAB II
PEMBUATAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN
Pasal 2
(1) Daftar Urut Kepangkatan dibuat untuk seluruh Pegawai Negeri
Sipil dari suatu satuan organisasi Negara.
(2) Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, dan pejabat
lain yang ditentukan oleh Presiden, membuat dan memelihara
Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing.
(3) Daftar Urut Kepangkatan dibuat sekali setahun.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

33

Pasal 3
(1) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain
dalam lingkungan kekuasaannya untuk membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya
masing-masing.
(2) Pejabat yang dapat diberi wewenang untuk membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), serendah-rendahnya memangku jabatan
struktural Eselon V atau jabatan lain yang setingkat dengan itu.
Pasal 4
Ukuran yang digunakan untuk menetapkan nomor urut dalam Daftar
Urut Kepangkatan, secara berturut-turut adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

pangkat;
jabatan;
masa kerja;
latihan jabatan;
pendidikan; dan
usia.
Pasal 5

(1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan sebagai Pegawai Negeri


Sipil, dihapuskan namanya dari Daftar Urut Kepangkatan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang pindah ke instansi lain, dihapuskan
namanya dari Daftar Urut Kepangkatan dari instansi semula.
Pasal 6
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah Otonom
atau instansi Pemerintah lainnya, dicantumkan namanya dalam
Daftar Urut Kepangkatan Daerah Otonom atau instansi yang
bersangkutan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara,
sedang menjalankan tugas belajar, diperkerjakan atau
diperbantukan pada instansi lain, sedang menjalankan cuti di
luar tanggungan Negara, diberhentikan sementara, atau

34

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

diberhentikan dari jabatan Negeri dengan mendapat uang


tunggu, tetap dicantumkan namanya dalam Daftar Urut
Kepangkatan instansi induk yang bersangkutan.
Pasal 7
Apabila dalam tahun yang bersangkutan terjadi mutasi kepegawaian
yang mengakibatkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut
Kepangkatan, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan
mencatat perubahan itu dalam Daftar Urut Kepangkatan yang
bersangkutan.
Pasal 8
Daftar Urut Kepangkatan adalah bersifat terbuka dan diumumkan
oleh dan menurut cara yang ditentukan oleh Pejabat Pembuat Daftar
Urut Kepangkatan yang bersangkutan.
BAB III
KEBERATAN ATAS NOMOR URUT DALAM DAFTAR URUT
KEPANGKATAN
Pasal 9
(1) Pegawai Negeri Sipil yang merasa nomor urutnya dalam Daftar
Urut Kepangkatan tidak tepat, dapat mengajukan keberatan
secara tertulis kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan
yang bersangkutan melalui hierarki.
(2) Dalam surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
harus dimuat alasan-alasan keberatan itu.
(3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
harus dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal pengumuman Daftar Urut Kepangkatan.
Pasal 10
(1) Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan, wajib
mempertimbangkan dengan seksama keberatan yang diajukan
oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

35

(2) Apabila keberatan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 9 mempunyai dasar-dasar yang kuat, maka Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menetapkan perubahan
nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana
mestinya.
(3) Apabila keberatan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 tidak mempunyai dasar-dasar yang kuat, maka Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menolak keberatan tersebut.
(4) Perubahan nomor urut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
atau penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), harus sudah ditetapkan dan diberitahukan oleh Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan kepada Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
sejak tanggal ia menerima surat. keberatan tersebut.
Pasal 11
(1) Pegawai Negeri Sipil yang merasa tidak puas terhadap penolakan
atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(3), dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Atasan
Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan
melalui hierarki.
(2) Pengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus disertai dengan alasan-alasan yang lengkap.
(3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak
tanggal ia menerima penolakan atas keberatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3).
Pasal 13
(1) Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang
bersangkutan wajib mempertimbangkan dengan seksama
keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan tanggapan
Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12.
(2) Apabila terdapat alasan-alasan yang cukup, maka Atasan Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menetapkan perubahan
nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan.

36

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(3) Apabila tidak terdapat alasan-alasan yang cukup, maka Atasan


Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menolak keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(4) Perubahan nomor urut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
atau penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), harus sudah ditetapkan dan diberitahukan oleh Atasan
Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan kepada Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan dan kepada Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari sejak tanggal ia menerima surat keberatan tersebut.
(5) Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), tidak
dapat diajukan keberatan.
Pasal 14
Terhadap Daftar Urut Kepangkatan yang ditanda tangani sendiri
oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, tidak dapat
diajukan keberatan.
BAB IV
PENGGUNAAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN
Pasal 15
Daftar Urut Kepangkatan digunakan sebagai salah satu bahan
pertimbangan obyektif dalam melaksanakan pembinaan karier
Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 16
(1) Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki
Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi, wajib dipertimbangkan
lebih dahulu.
(2) Apabila Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak dapat diangkat untuk mengisi lowongan tersebut karena
tidak memenuhi persyaratan lainnya, maka hal itu harus
diberitahukan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

37

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku


bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang dikenakan pemberhentian
sementara, sedang menjalani cuti di luar tanggungan Negara,
dan yang sedang menerima uang tunggu.
BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 17
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan bagi seluruh Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas.
Pasal 18
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal 19
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini,
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1952 tentang Daftar Susunan Pangkat
Dan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri (Lembargan Negara Tahun
1952 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 200) dan
segala peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 21
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

38

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juni 1979
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1979
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUDHARMONO, SH.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

39

PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 1979
TENTANG
DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

UMUM
Dalam rangka usaha untuk lebih menjamin obyektivitas dalam
pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem
prestasi kerja, maka perlu dibuat dan dipelihara secara terus menerus
Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya dalam
Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar Urut Kepangkatan.
Daftar Urut Kepangkatan, adalah salah satu bahan obyektif dalam
melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil. Apabila ada
lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Daftar Urut
Kepangkatan yang lebih tinggi, haruslah dipertimbangkan lebih dahulu.
Tetapi apabila ia tidak mungkin diangkat untuk mengisi lowongan itu
karena tidak memenuhi syarat-syarat lainnya, seperti syarat-syarat
kecakapan, kepemimpinan, pengalaman, dan lain-lain, maka haruslah
diberitahukan kepadanya, sehingga ia dapat berusaha untuk mengisi
kekurangannya itu untuk masa mendatang.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1) Calon Pegawai Negeri Sipil masih dalam masa percobaan,
oleh sebab itu tidak dicantumkan dalam Daftar Urut
Kepangkatan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Daftar Urut Kepangkatan dibuat pada tiap-tiap bulan
Desember.

40

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 3
Ayat (1) Pada dasarnya, Daftar Urut Kepangkatan dibuat secara
terpusat pada tingkat Departemen, Kejaksanaan Agung,
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Daerah
Tingkat I. Tetapi untuk penggunaan praktis dan
berdasarkan pertimbangan jumlah Pegawai Negeri Sipil
yang dibina dan lokasi penempatannya, maka pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat
lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya
masing-masing. Pejabat yang menerima delegasi
wewenang sebagai tersebut di atas,membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan dari seluruh Pegawai
Negeri Sipil yang berada dalam lingkungan kekuasaannya.
Walaupun dilakukan pendelegasian wewenang untuk
membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan, tetapi
untuk kepentingan pembina, pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), harus juga membuat
dan memelihara secara terpusat Daftar Urut Kepangkatan
mengenai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat tertentu.
Umpamanya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
membuat dan memelihara secara terpusat Daftar Urut
Kepangkatan dari Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat
Pembina golongan ruang IV/a ke atas.
Ayat (2) Pejabat yang setingkat dengan pejabat yang memangku
jabatan struktural Eselon V, antara lain adalah Penilik
Sekolah Dasar, Penilik Pendidikan Agama, Kepala Sekolah
Dasar, dan lain-lain.
Pasal 4
Huruf a

Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi,


dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam
Daftar Urut Kepangkatan. Apabila ada 2 (dua) orang atau
lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama,
umpamanya sama-sama berpangkat Pembina Tingkat I
golongan ruang IV/b, maka dari antara mereka yang lebih
tua dalam pangkat tersebut dicantumkan dalam nomor
urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

41

Huruf b

Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil


yang berpangkat sama dan diangkat dalam pangkat itu
dalam waktu yang sama pula, maka dari antara mereka
yang memangku jabatan lebih tinggi dicantumkan dalam
nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut
Kepangkatan. Apabila tingkat jabatan sama juga, maka
dari antara mereka yang lebih dahulu diangkat dalam
jabatan yang sama tingkatnya itu, dicantumkan dalam
nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut
Kepangkatan.

Huruf c

Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil


yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dan memangku jabatan yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, maka dari antara mereka yang
memiliki masa kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil yang
lebih banyak dicantumkan dalam nomor urut yang lebih
tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.

Huruf d

Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil


yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, memangku jabatan yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dan memiliki masa kerja yang
sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, maka dari
antara mereka yang pernah mengikuti latihan jabatan yang
ditentukan dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan. Jenis dan tingkat latihan
jabatan sebagaimana dimaksud di atas, ditentukan lebih
lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
penertiban dan penyempurnaan Aparatur Negara. Apabila
jenis dan tingkat latihan jabatan sama, maka dari antara
mereka yang lebih dahulu lulus dicantumkan daftar nomor
urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.

Huruf e

Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil


yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, memangku jabatan yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, memiliki masa kerja yang sama
sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dan lulus dari latihan
jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf
d, maka dari antara mereka yang lulus dari pendidikan
yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang
lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila tingkat
pendidikan sama, maka dari antara mereka yang lebih

42

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

dahulu lulus dicantumkan dalam nomor urut yang lebih


tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Huruf f

Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil


yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf a memangku jabatan yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, memiliki masa kerja yang sama
sebagaimana dimaksud dalam huruf c, lulus dari latihan
jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf
d, dan lulus dari pendidikan yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf e, maka dari antara mereka yang
berusia yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut
yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.

Pasal 5
Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat ini termasuk Pegawai Negeri Sipil
yang meninggal dunia.
Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil yang pindah dari satu instansi ke
instansi lain dihapuskan dari Daftar Urut Kepangkatan
instansi lama dan dicantumkan dalam Daftar Urut
Kepangkatan dari instansi yang baru dengan menggunakan
ukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 6
Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah
Otonom atau instansi Pemerintah lainnya, walaupun telah
dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan dari instansi
yang menerima perbantuan, tetapi apabila dipandang perlu
untuk tingkat pangkat tertentu, dapat pula dicantumkan
dalam Daftar Urut Kepangkatan pada instansi induk, sesuai
dengan ketentuan pimpinan instansi induk yang
memberikan perbantuan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 7
Untuk memudahkan penggunaan dan pembuatan Daftar
Urut Kepangkatan tahun berikutnya, maka setiap mutasi
kepegawaian yang mengakibatkan perubahan Nomor urut

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

43

dalam Daftar Urut Kepangkatan, umpamanya kenaikan


pangkat, penurunan pangkat, pengangkatan dalam
jabatan,pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil,
pemindahan, pemberhentian, meninggal dunia, dan lainlain dicatat dalam Daftar Urut Kepangkatan yang
bersangkutan.
Pasal 8
Daftar Urut Kepangkatan yang telah ditetapkan, diumumkan dengan
cara yang sedemikian rupa sehingga Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan dapat dengan mudah membacanya. Daftar Urut
Kepangkatan mulai berlaku sejak tanggal diumumkan.
Pasal 9
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari tidak dipertimbangkan.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 14 (empat
belas) hari tidak dipertimbangkan.
Pasal 12
Ayat (1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini diajukan
melalui hirarki, oleh sebab itu harus melalui Pejabat Pembuat
Daftar Urut Kepangkatan. Pejabat Pembuat Daftar Urut
Kepangkatan wajib mempelajari dengan seksama keberatan
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan membuat
tanggapan tertulis atas keberatan itu.

44

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Ayat (2) Tanggapan yang dimaksud disampaikan kepada Atasan


Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan bersama-sama
dengan surat keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Dengan adanya Daftar Urut Kepangkatan, maka pembinaan karier
Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan dengan lebih obyektif.
Pembinaan karier yang dimaksud, antara lain meliputi
kepangkatan,penempatan dalam jabatan, pengiriman untuk
mengikuti latihan jabatan,dan lain-lain.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Seluruh Pegawai Negeri Sipil adalah satu, oleh sebab itu pembinaannya
diatur secara menyeluruh, yaitu adanya suatu pengaturan
pembinaan yang berlaku bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil, baik bagi
Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Berdasarkan prinsip sebagai tersebut di atas, maka dalam rangka
usaha mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya
dimungkinkan perpindahan Pegawai Negeri Sipil antar instansi,
terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat managerial.
Dalam rangka usaha ini maka Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara perlu membuat dan memelihara Daftar Urut
Kepangkatan bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat
Pembina golongan ruang IV/a ke atas, baik Pegawai Negeri Sipil
Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Pasal 18 sampai dengan pasal 21 Cukup jelas.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

45

Jakarta, 11 Pebruari 1980


Kepada
Yth. 1. Semua Menteri yang memimpin
Departemen
2. Jaksa Agung
3. Semua Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara
4. Semua Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen
5. Semua Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I
6. Semua Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II
SURAT EDARAN
NOMOR : 03/SE/1980
TENTANG
DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
I.

PENDAHULUAN
1. UMUM
a. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979
(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3138), telah ditetapkan
Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil sebagai
pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1952
tentang Daftar Susunan Pangkat dan Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor
14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 200).
b. Untuk menjamin keseragaman dan kelancaran dalam
pelaksanaannya, maka dipandang perlu mengeluarkan

46

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

petunjuk teknis tentang pembuatan Daftar Urut


Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil.
2. DASAR
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3041).
b. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 tentang
Badan Administrasi Kepegawaian Negara (Lembaran
Negara Tahun 1972 Nomor 42).
c. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 tentang
Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3138).
3. PENGERTIAN
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan instansi
induk adalah Departemen, Kejaksaan Agung,
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
Lembaga Pemerintah Non Departemen Pemerintah
Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II.
4. TUJUAN
Surat Edaran ini adalah sebagai Pedoman bagi pejabat
yang berkepentingan dalam melaksanakan pembuatan
Daftar Urut Kepangkatan.
II.

DAFTAR URUT KEPANGKATAN


1. UMUM
a. Daftar urut Kepangkatan adalah salah satu bahan
obyektif untuk melaksanakan pembinaan karier
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan
sistem prestasi kerja, oleh karena itu Daftar Urut
Kepangkatan perlu dibuat dan dipelihara secara terusmenerus.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

47

b. Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang


menduduki Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi,
wajib dipertimbangkan lebih dahulu untuk mengisi
lowongan tersebut. Tetapi apabila ia tidak mungkin
diangkat untuk mengisi lowongan itu karena tidak
memenuhi syarat-syarat lainnya, seperti syarat-syarat
kecakapan, kepemimpinan, pengalaman, dan lain-lain,
maka haruslah diberitahukan kepadanya, sehingga ia
dapat berusaha untuk mengisi kekurangannya itu
untuk masa mendatang.
2. PEMBUATAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN
a. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I, Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II dan pejabat lain yang ditentukan
oleh Presiden, membuat dan memelihara Daftar Urut
Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing,
menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran I
Surat Edaran ini.
b. Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a di atas, setiap Kepala/
Pimpinan satuan organisasi Negara serendahrendahnya pejabat yang memangku jabatan eselon
V atau jabatan lain yang dipersamakan dengan itu,
harus membuat membuat Daftar Urut Kepangkatan
dalam lingkungannya masing-masing, sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi yang
bersangkutan.
c. Yang dimasukkan dalam Daftar Urut Kepangkatan
hanya Pegawai Negeri Sipil saja, tidak termasuk calon
Pegawai Negeri Sipil.
d. Dengan memperhatikan jumlah pegawai yang
dikelola dan untuk kepentingan pembinaan karier,
pembuatan Daftar Urut Kepangkatan dapat diatur
sebagai berikut :

48

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(1) Pada tingkat Departemen, Kejaksaan Agung, dan


Pemerintah Daerah Tingkat I disusun Daftar Urut
Kepangkatan mulai golongan ruang IV/e sampai
dengan golongan ruang IV/a.
(2) Pada tingkat Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Nondepartemen, Sekretariat Jenderal, Inspektorat
Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan, Universitas/
Institut Negeri, Pemerintah Daerah Tingkat II dan
instansi lain yang ditentukan oleh Presiden serta
instansi lain yang setingkat dengan itu, disusun
Daftar Urut Kepangkatan mulai dari golongan
ruang yang tertinggi sampai dengan golongan
ruang III/a.
(3) Pada tingkat satuan organisasi lainnya, seperti
Direktorat, Biro, Kantor Wilayah, Kantor Wilayah
Tingkat Propinsi, Dinas Daerah, dan lain-lain
disusun Daftar Urut Kepangkatan mulai dari
golongan ruang yang tertinggi sampai dengan
golongan ruang I/a.
Umpamanya :
Penyusunan Daftar Urut Kepangkatan pada
Departemen Perhubungan :
1. Pada tingkat Departemen Perhubungan disusun
Daftar Urut Kepangkatan dari segenap Pegawai
Negeri Sipil dalam lingkungan Departemen
Perhubungan mulai dari golongan ruang IV/e
sampai dengan golongan ruang IV/a.
2. Pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut disusun
Daftar Urut Kepangkatan segenap Pegawai Negeri
Sipil dalam lingkungan Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut mulai dari golongan ruang IV/e
sampai dengan golongan ruang III/a.
3. Pada Direktorat Navigasi disusun Daftar Urut
Kepangkatan segenap Pegawai Negeri Sipil dalam
lingkungan Direktorat Navigasi mulai dari golongan
ruang IV/e sampai dengan golongan ruang I/a.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

49

e. Pembuatan Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri


Sipil di lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan
diatur tersendiri oleh Menteri Pertahanan Keamanan.
f.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hal-hal


sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan d di atas,
diatur oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen,
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan pejabat
lain yang bersangkutan.

g. Daftar Urut Kepangkatan segenap Pegawai Negeri


Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai
Negeri Sipil Daerah Golongan Ruang IV/e sampai
dengan golongan ruang IV/a, disusun secara Nasional
oleh Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Untuk
ini, maka masing-masing Departemen, Kejaksaan
Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara, Lembaga Pemerintah NonDepartemen,
Pemerintah Daerah Tingkat I, Pemerintah Daerah
Tingkat II dan instansi lain yang ditentukan oleh
Presiden, mengirimkan kepada Badan Administrasi
Kepegawaian Negara Daftar Urut Kepangkatan dari
Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/e sampai
dengan golongan ruang IV/a dalam lingkungannya
masing-masing menurut contoh sebagai tersebut
dalam lampiran I Surat Edaran ini.
h. Daftar Urut Kepangkatan dibuat setiap tahun yaitu
harus sudah selesai dibuat pada setiap akhir bulan
Desember.
i.

50

Untuk kepentingan penyusunan Daftar Urut


Kepangkatan secara Nasional, maka Daftar Urut
Kepangkatan golongan IV/e sampai dengan golongan
ruang IV/a dari masing-masing Departemen,
Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Nondepartemen
dan instansi lain yang ditentukan oleh Presiden, harus
sudah disampaikan kepada Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara selambat-lambatnya pada akhir
bulan Maret.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Umpamanya :
Daftar Urut Kepangkatan yang disusun pada bulan
Desember 1980, harus sudah disampaikan kepada Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara selambatlambatnya pada akhir bulan Maret 1981.
3. NOMOR
URUT
KEPANGKATAN

DALAM

DAFTAR

URUT

a. UMUM
Dalam Daftar Urut Kepangkatan tidak boleh ada 2
(dua) nama Pegawai Negeri Sipil yang sama nomor
urutnya, maka untuk menentukan nomor urut yang
tepat dalam satu Daftar Urut Kepangkatan diadakan
ukuran secara berturut-turut sebagai berikut :
(1) Pangkat;
(2) Jabatan;
(3) Masa Kerja;
(4) Latihan Jabatan;
(5) Pendidikan; dan
(6) Usia
b. PANGKAT
Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi,
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila ada dua
orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat
sama, umpamanya sama-sama berpangkat Pembina
Tingkat I golongan ruang IV/b, maka dari antara
mereka yang lebih tua dalam pangkat tersebut
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Direktorat Perbendaharaan Negara terdapat tiga
orang Pegawai Negeri Sipil bernama Amat, Bindu dan
Cirus yang berpangkat sama, yaitu Pembina Tingkat

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

51

I golongan ruang IV/b tetapi Amat diangkat dalam


golongan ruang IV/b terhitung mulai tanggal 1 10
1977, sedangkan Bindu terhitung mulai tanggal 1
10 1977 dan Cirus terhitung mulai tanggal 1 4
1978. Dalam hal yang sedemikian susunan nama
mereka pada Daftar Urut Kepangkatan Direktorat
Perbendaharaan Negara, dimuat dari nama Amat,
kemudian Bindu dan seterusnya Cirus.
c. JABATAN
1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat sama dan diangkat dalam
pangkat itu dalam waktu yang sama pula, maka
dari antara mereka yang memangku jabatan yang
lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang
lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Sekretariat Jenderal Departemen Agama
terdapat dua orang Pegawai Negeri Sipil bernama
Abdul Kadir dan Abu Bakar yang berpangkat
sama, yaitu Pembina Utama Muda golongan
ruang IV/c masing-masing terhitung mulai tanggal
01 April 1978. Jabatan Abdul Kadir adalah Kepala
Biro sedang jabatan Abu Bakar adalah Kepala
Bagian. Dalam hal yang sedemikian, maka Abdul
Kadir dicantumkan dalam nomor urut yang lebih
tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
(2) Apabila tingkat jabatan sama juga, maka dari
antara mereka yang lebih dahulu diangkat dalam
jabatan yang sama tingkatnya itu, dicantumkan
dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar
Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal
Departemen Dalam Negeri terdapat tiga orang
Pegawai Negeri Sipil bernama Daud, Eman dan
Firman berpangkat sama, yaitu Pem bina Tingkat
I golongan ruang IV/b terhitung mulai tanggal 01
52

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Oktober 1976, Jabatan Daud adalah Kepala


Bagian A terhitung mulai tanggal 01 Januari 1977
jabatan Eman adalah Kepala Bagian B terhitung
mulai tanggal 1 April 1977, sedang jabatan Firman
adalah Kepala Bagian C terhitung mulai tanggal
01 Oktober 1977. Dalam hal yang demikian
susunan nama ketiga Pegawai Negeri Sipil tersebut
di atas dalam Daftar Urut Kepangkatan Biro
Perencanaan yang teratas adalah Daud, kemudian
Eman, barulah Firman.
(3) Tingkat Jabatan sebagai dasar penyusunan
Daftar Urut Kepangkatan, adalah :
(a) Jabatan struktural adalah sebagai tersebut
dalam Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun
1977 dengan segala tambahan dan
perubahannya.
(b) Jabatan lain adalah sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II Surat edaran ini.
d. MASA KERJA
(1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, dan memangku jabatan
yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf
c, maka dari antara mereka yang memiliki masa
kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil yang lebih
banyak dicantumkan dalam nomor urut yang lebih
tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Biro Kepegawaian SETWILDA Tingkat I Jawa
Barat terdapat dua orang Pegawai Negeri Sipil
bernama Gino dan Husein yang berpangkat sama
yaitu Penata Tingkat I golongan ruang III/d
terhitung mulai 1 Oktober 1977 dengan jabatan
yang sama tingkatnya yaitu masing-masing Kepala
Bagian sejak 1 April 1978. Gino diangkat menjadi
Pegawai Negeri Sipil sejak tanggal 1 Mei 1963,

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

53

sedangkan Husein diangkat sejak 1 Januari 1965.


Dalam hal yang sedemikian nama Gino
dicantumkan lebih tinggi daripada Husein dalam
Daftar Urut Kepangkatan pada Biro Kepegawaian
SETWILDA Tingkat I Jawa Barat, karena masa
kerja Gino lebih banyak dari Husein.
(2) Masa Kerja yang diperhitungkan dalam Daftar
Urut Kepangkatan, adalah masa kerja yang dapat
diperhitungkan untuk penetapan gaji.
e. LATIHAN JABATAN
(1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, memangku jabatan yang
sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan
memiliki masa kerja yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf d, maka dari antara mereka
yang pernah mengikuti latihan jabatan yang
ditentukan, dicantumkan dalam nomor urut yang
lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Apabila jenis dan tingkat latihan jabatan sama,
maka dari antara mereka yang lebih dahulu lulus
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan terdapat 4 orang Pegawai negeri
Sipil bernama Ismail, Jakub, Kasim dan Leman
yang berpangkat sama yaitu Pembina Utama
Muda golongan ruang IV/c terhitung mulai tanggal
1 Oktober 1978, dengan jabatan yang sama yaitu
Inspektur sejak 1 Mei 1976, masuk Pegawai
Negeri Sipil sejak 1 Juli 1955. Ismail mengikuti
pendidikan SESPA LAN pada tahun 1976.
Jakub mengikuti SESPA LAN pada tahun 1977,
Kasim juga mengikuti pendidikan SESPA LAN
tahun 1977 tetapi tidak lulus, sedangkan Leman
belum pernah mengikuti pendidikan latihan
54

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

jabatan. Dalam hal yang demikian urutan nama


Pegawai Negeri Sipil tersebut pada Daftar Urut
Kepangkatan Direktorat Inspektorat Jenderal
Pendidikan dan Kebudayaan dimulai dengan nama
Ismail, kemudian menyusul nama Jakub, Kasim
dan seterusnya Leman.
(2) Tingkat latihan jabatan yang digunakan sebagai
dasar dalam Daftar Urut Kepangkatan adalah
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Surat
Edaran ini.
f. PENDIDIKAN
(1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, memangku jabatan yang
sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c,
memiliki masa kerja yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf d, dan lulus dari latihan
jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf e, maka dari antara mereka yang lulus dari
pendidikan yang lebih tinggi dicantumkan dalam
nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut
Kepangkatan. Apabila tingkat pendidikan sama,
maka dari antara mereka yang lebih dahulu lulus
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan
Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri
terdapat 3 orang Pegawai Negeri Sipil bernama
Tina, Mochtar, J. Napitupulu, mereka memiliki
pangkat yang sama, yaitu Penata Golongan Ruang
III/c terhitung mulai 1 Oktober 1978, dengan
jabatan yang sama yaitu Kepala Seksi sejak 1
Januari 1979, ketiga-tiganya diangkat menjadi
Calon Pegawai Negeri Sipil sejak 1 April 1969,
samasama diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
sejak 1 Mei 1970, sama-sama mengikuti dan lulus

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

55

Kursus Perencanaan tahun 1975. Tina


memperoleh gelar Sarjana Hukum tahun 1967,
Mochtar memperoleh gelar Sarjana Ekonomi tahun
1966, sedangkan J. Napitupulu memperoleh gelar
Sarjana Sosial tahun 1968. Dalam hal yang
demikian urutan nama ketiga Pegawai Negeri Sipil
tersebut diatas dalam Daftar Urut Kepangkatan
Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan
Otonomi Daerah yang teratas adalah Mochtar,
kemudian Tina dan seterusnya J. Napitupulu.
(2) Tingkat Ijazah/Akta/Diploma/STTB yang
diperoleh dari suatu pendidikan yang digunakan
sebagai dasar dalam Daftar Urut Kepangkatan,
adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
IV Surat Edaran ini.
g. USIA
Apabila ada dua atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang
berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf
b di atas, memangku jabatan yang sama
sebagaimana dimaksud dalam huruf c, memiliki masa
kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf
d, lulus dari latihan jabatan yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf e, dan lulus dari pendidikan
yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf f,
maka dari antara mereka yang berusia lebih tinggi
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Departemen
Sosial terdapat 2 orang Pegawai Negeri Sipil bernama
Oberlin dan Poernomo dengan pangkat yang sama
Penata Tingkat I Golongan Ruang III/d terhitung
mulai tanggal 1 Oktober 1978, Jabatan Kepala Sub
Bagian sejak 1 Mei 1978, masuk Pegawai Negeri Sipil
sejak 1 Pebruari 1966, dua-duanya memperoleh
Sarjana Ekonomi pada tahun 1965, belum pernah
mengalami latihan jabatan. Oberlin lahir tanggal 9 Juli

56

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

1935, sedangkan Poernomo lahir tanggal 5 Mei 1937.


Dalam hal yang demikian urutan nama mereka dalam
Daftar Urut Kepangkatan Biro Keuangan Sekretariat
Jenderal Departemen Sosial dimulai dengan nama
Oberlin karena dia lebih tua usia daripada Poernomo.
4. DAFTAR URUT KEPANGKATAN BAGI PEGAWAI
NEGERI SIPIL YANG DIPERBANTUKAN PADA
DAERAH OTONOMI ATAU INSTANSI PEMERINTAH
LAINNYA
a. Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah
Otonom atau Instansi Pemerintah lainnya, namanya
dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan Daerah
otonom atau instansi di mana Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan diperbantukan.
b. Walaupun Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan
telah tercantum dalam Daftar Urut Kepangkatan dari
instansi yang menerima bantuan, tetapi untuk
kepentingan pembinaan karier, pegawai negeri sipil
yang diperbantukan itu harus juga dicantumkan dalam
daftar urut kepangkatan dari instansi yang
memberikan perbantuan.
c. Dengan memperhatikan jumlah Pegawai Negeri Sipil
yang dikelola, maka pembuatan Daftar Urut
Kepangkatan oleh instansi yang memberikan
perbantuan dapat diatur sebagai berikut :
(1) Pada tingkat Departemen, Kejaksaan Agung, dan
Propinsi Daerah Tingkat I disusun Daftar Urut
Kepangkatan golongan ruang IV/e sampai dengan
golongan ruang IV/a.
(2) Pada tingkat Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah NonDepartemen, Sekretariat Jenderal, Inspektorat
Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan Universitas/
Institut Negeri, Kabupaten/Walikotamadya
Daerah Tingkat II dan instansi lain yang setingkat
dengan itu, disusun Daftar Urut Kepangkatan

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

57

mulai dari golongan ruang yang tertinggi sampai


dengan golongan ruang I/a.
5. DAFTAR URUT KEPANGKATAN BAGI PEGAWAI
NEGERI SIPIL YANG BERADA DI LUAR JABATAN
ORGANIKNYA
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat
Negara, sedang menjalankan tugas belajar, diperkerjakan
atau diperbantukan pada instansi lain, sedang
menjalankan cuti di luar tanggungan negara, diberhentikan
sementara, atau diberhentikan dari Jabatan Negeri dengan
mendapat uang tunggu, tetap dicantumkan namanya
dalam Daftar Urut Kepangkatan instansi yang
bersangkutan.
III.

PENGUMUMAN DAN KEBERATAN ATAS NOMOR URUT


DALAM DAFTAR URUT KEPANGKATAN
1. PENGUMUMAN
Daftar Urut Kepangkatan yang telah ditetapkan,
diumumkan dengan cara sedemikian rupa sehingga
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dengan
mudah membacanya.
2. KEBERATAN
a. Apabila ada Pegawai Negeri Sipil yang berkeberatan
atas nomor urutnya dalam Daftar Urut Kepangkatan,
maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berhak
mengajukan keberatan secara tertulis kepada Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang
bersangkutan melalui hirarki menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran V Surat Edaran ini.
b. Keberatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di
atas, harus sudah diajukan dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari terhitung mulai diumumkan Daftar
Urut Kepangkatan.
Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 30
(tiga puluh) hari tidak dipertimbangkan.

58

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

c. Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan wajib


mempertimbangkan dengan seksama keberatan yang
diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya
masing-masing.
d. Apabila keberatan yang diajukan mempunyai dasardasar yang kuat, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut
Kepangkatan menetapkan perubahan nomor urut
dalam Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana
mestinya dan memberitahukan kepada Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan menurut contoh sebagai
tersebut dalam Lampiran VI Surat Edaran ini.
e. Apabila keberatan yang diajukan tidak mempunyai
dasar-dasar yang kuat, maka Pejabat Pembuat Daftar
Urut Kepangkatan menolak keberatan tersebut secara
tertulis menurut contoh sebagai tersebut dalam
Lampiran VII Surat Edaran ini.
f.

Perubahan nomor urut atau penolakan atas keberatan


sebagaimana dimaksud di atas, harus sudah
ditetapkan dan diberitahukan oleh Pejabat Pembuat
Daftar Urut Kepangkatan kepada Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima surat
keberatan tersebut.

g. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan


merasa tidak puas atas penolakan keberatan yang
diajukannya, maka ia dapat mengajukan keberatan
banding secara tertulis kepada Atasan Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan melalui hirarki
disertai dengan alasan-alasan yang lengkap, menurut
contoh sebagai tersebut dalam lampiran VIII Surat
Edaran ini.
h. Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai
ia menerima penolakan atas keberatan tersebut.
Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 14
(empat belas) hari tidak dipertimbangkan.
i.

Keberatan atas nomor dalam Daftar Urut


Kepangkatan diajukan melalui hirarki, oleh sebab itu

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

59

keberatan tersebut dikirim kepada Atasan Pembuat


Daftar Urut Kepangkatan melalui Pejabat Pembuat
Daftar Urut Kepangkatan.
Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan Wajib
mempelajari dengan seksama keberatan Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan dan membuat
tanggapan terakhir atas keberatan itu.
j.

Tanggapan yang dimaksud disampaikan kepada


Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan
bersama-sama dengan Surat Keberatan dari Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.

k. Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan


yang menerima keberatan atas nomor urut dalam
Daftar Urut Kepangkatan, wajib mempertimbangkan
dengan seksama keberatan tersebut.
l.

Apabila terdapat alasan-alasan yang kuat, maka


Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan
menetapkan perubahan nomor urut dalam Daftar
Urut Kepangkatan yang bersangkutan, dan
memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan dan Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan menurut contoh
sebagai tersebut dalam Lampiran IX Surat Edaran ini

m. Apabila tidak terdapat alasan-alasan yang kuat, maka


Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan
menolak keberatan tersebut dan memberitahukannya
secara tertulis kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut
Kepangkatan dan Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan secara tertulis menurut contoh sebagai
tersebut dalam Lampiran X Surat Edaran ini.
n. Perubahan nomor urut atau penolakan atas keberatan
sebagaimana dimaksud di atas, harus sudah
ditetapkan dan diberitahukan oleh Atasan Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan kepada Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan dan Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu
14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia
menerima surat keberatan tersebut.

60

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

o. Terhadap perubahan nomor urut dalam Daftar Urut


Kepangkatan atau penolakan atas keberatan yang
ditetapkan oleh Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut
Kepangkatan tidak dapat diajukan keberatan.
p. Terhadap Daftar Urut Kepangkatan yang ditanda
tangani sendiri oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
Pimpinan Lembaga Non Departemen, dan Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I, tidak dapat diajukan
keberatan.
IV.

PERUBAHAN DAN PENGHAPUSAN NOMOR URUT


DALAM DAFTAR URUT KEPANGKATAN
1. PERUBAHAN
a. Setiap mutasi kepegawaian yang mengakibatkan
perubahan nomor urut dalam Daftar Urut
Kepangkatan, umpamanya kenaikan pangkat,
penurunan pangkat, pengangkatan dalam jabatan,
pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil,
pemindahan, pemberhentian, meninggal dunia, dan
lain-lain dicatat, dalam Daftar Urut Kepangkatan yang
bersangkutan.
b. Untuk memudahkan pemeliharaan Daftar Urut
Kepangkatan, maka perubahan-perubahan karena
mutasi kepegawaian, pencatatannya cukup dengan
menuliskan jenis mutasi kepegawaian dan tanggal
berlakunya pada lajur yang disediakan.
2. PENGHAPUSAN
a. Penghapusan Pegawai Negeri Sipil dihapuskan dari
Daftar Urut Kepangkatan oleh karena :
(1) Diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(2) Meninggal dunia.
(3) Pindah instansi.
b. Penghapusan nama tersebut dilakukan pada waktu
penyusunan Daftar Urut Kepangkatan untuk tahun
berikutnya.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

61

Umpamanya :
Pada Departemen Perindustrian seorang Pegawai
Negeri Sipil bernama Amat diberhentikan sebagai
Pegawai Negeri Sipil pada akhir bulan Maret 1979,
dalam hal yang sedemikian, nama Amat dihapuskan
dari Daftar Urut Kepangkatan dalam tahun 1980 yang
disusun pada akhir tahun 1979.
V.

PENGGUNAAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN


1. Daftar Urut Kepangkatan adalah salah satu bahan
obyektif dalam melaksanakan pembinaan karier Pegawai
Negeri Sipil.
2. Dengan adanya Daftar Urut Kepangkatan, maka
pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan
dengan lebih obyektif. Pembinaan karier yang dimaksud
antara lain meliputi kepangkatan, penempatan dalam
jabatan, pengiriman untuk mengikuti latihan jabatan dan
lain-lain.
3. Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang
menduduki Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi,
wajib dipertimbangkan lebih dahulu. Tetapi apabila ia tidak
mungkin diangkat untuk mengisi lowongan itu karena tidak
memenuhi syarat-syarat lainnya, seperti syarat-syarat
kecakapan, kepemimpinan, pengalaman dan lain-lain
haruslah diberitahukan kepadanya, sehingga ia dapat
berusaha untuk mengisi kekurangan itu untuk masa
mendatang.
4. Pertimbangan bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki
nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut
Kepangkatan tidak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil
yang :
a. Dikenakan pemberhentian sementara.
b. Sedang menjalani cuti di luar tanggungan negara,
terkecuali Pegawai Negeri Sipil wanita yang menjalankan
cuti di luar tanggungan negara karena untuk persalinan
anaknya yang ke IV dan seterusnya.
c. Penerima uang tunggu.

62

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

VI.

PENUTUP
1. Apabila dalam melaksanakan Surat Edaran ini dijumpai
kesulitan-kesulitan agar segera ditanyakan kepada Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk mendapat
penyelesaian.
2. Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Surat Edaran ini
akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara.
3. Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
A E MANIHURUK

Tembusan Surat Edaran ini dengan hormat disampaikan kepada :


1. Bapak Presiden, sebagai laporan.
2. Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, sebagai laporan.
3. Menteri/Sekretaris Negara, sebagai laporan.
4. Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal,
dan Kepala Badan/Pusat.
5. Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen/Pimpinan Instansi
Vertikal.
6. Semua Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran
Departemen Keuangan.
7. Semua Kepala Kantor Perbendaharaan Negara dan semua
Kepala Kas Daerah.
8. Semua Camat di seluruh Indonesia.
9. Pertinggal.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

63

64

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

NA
MA

NO.
UR
UT

NI
P

GOL
RUA
NG

TM
T

PANGKAT

NA
MA
7

TM
T

JABATAN

TH
N
9

BL
N

MASA
KERJA

LATIHAN
JABATAN
BL
N
JUML
NA DA
AH
MA
N
JAM
TH
N
10
11
12

DEPARTEMEN/LEMBAGA/DAERAH TINGKAT

13

NA
MA

14

LUL
US
TAH
UN

15

TINGK
AT
IJAZA
H

PENDIDIKAN

BERLAKU UNTUK
TAHUN :

DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL


UNIT ORGANISASI :
TEMPAT
:

16

USI
A

17

CATAT
AN
MUTA
SI
KEPEG
AWAI
AN

18

KE
TE
RA
NG
AN

LAMPIRAN I SURAT EDARAN KEPALA BADAN


ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

PETUNJUK PENGISIAN LAMPIRAN I


SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

NO

NOMOR

URAIAN

LAJUR
1

1.

Cukup jelas

2.

Tulislah nama sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan


Pengangkatan.

3.

Cukup jelas

4.

Cukup jelas

5.

Tulislah tanggal, bulan dan tahun pengangkatan dalam pangkat yang


dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

6.

Cukup jelas

7.

8.

8 dan 9

Tuliskanlah masa kerja golongan Pegawai Negeri Sipil yang


bersangkutan (masa kerja yang dapat diperhitungkan untuk
penetapan gaji) pada waktu pembuatan Daftar Urut Kepangkatan.

Perhatikan uraian lajur 5

9.

10

Tulislah nama latihan jabatan yang diikuti oleh Pegawai Negeri yang
bersangkutan.

10.

11

Tulislah bulan dan Tahun selesainya/lulus Pegawai Negeri Sipil yang


bersangkutan dari latihan jabatan tersebut. Kalau lulus tulislah lulus
dan kalau tidak lulus tulislah tidak lulus dalam kurung.

11.

12

Tulislah jumlah jam pelajaran dari latihan jabatan Pegawai Negeri


Sipil yang bersangkutan.

12.

13

Tulislah nama pendidikan yang tertinggi yang ditempuh oleh Pegawai


Negeri Sipil yang bersangkutan, umpamanya SD, SLTP, SLTA,
Fakultas Hukum dan sebagainya.

13.

14

Tuliskanlah tahun lulus Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dari


Pendidikan tersebut.

14

15

Tulislah tingkat Ijazah/Akta/Diploma/STTB yang diperoleh.

15

16

Tuliskanlah tanggal, bulan, dan tahun lahir Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan. Apabila tidak diketahui tanggal lahir cukup dituliskan
bulan dan tahun, apabila tanggal dan bulan tidak diketahui, cukup
ditulis tahun lahir saja.

16.

17

Tulislah mutasi kepegawaian yang terjadi antara ditetapkannya DUK


dan pembuatan DUK berikutnya.

17.

18

Tulislah hal-hal yang dianggap perlu

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

65

LAMPIRAN II-A
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

TINGKAT JABATAN DI BIDANG PENDIDIKAN

NO

JABATAN

DIPERSAMAKAN
DENGAN ESELON
3

GURU BESAR

Ia

LEKTOR KEPALA

IIb

PENGAWAS SLTP/SLTA

IIIb

LEKTOR

IIIb

KEPALA SLTA/SLB/MADRASAH ALIYAH

IVa

LEKTOR MADYA

IVa

KEPALA

SLTP/SLB/MADRASAH

IVa

TSANAWIYAH
8

LEKTOR MUDA

IVb

PENILIK TK/SD/SLB/PENDIDI-KAN AGAMA

Va

10

ASISTEN AHLI

Vb

11

KEPALA SD/SD PERCOBAAN/ MADRASAH

Vb

IBTIDAIYAH
12

66

ASISTEN AHLI MADYA

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Vb

KETERANGAN
4

LAMPIRAN II-B
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

TINGKAT JABATAN DI BIDANG PENELITIAN

NO

JABATAN

SETINGKAT ESELON

KETERANGAN

AHLI PENELITI

Ia

PENELITI

IIb

AJUN PENELITI

IVa

ASISTEN PENELITI

Vb

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

67

LAMPIRAN III
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

TINGKAT LATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

No

1
1

68

Syarat-Syarat Untuk Mengikuti Latihan


Jabatan
Jumlah
Golonga
Jabatan
Jam
n Ruang
Pelajaran
2
3
4
JABATAN-JABATAN
IV/a-IV/d
600 atau
STRUKTURAL
DAN
lebih
FUNGSIONAL
YANG
300 s/d 599
SETINGKAT ESELON II
100 s/d 299
JABATAN-JABATAN
III/c-IV/c
600 atau
STRUKTURAL
DAN
lebih
FUNGSIONAL
YANG
300 s/d 599
SETINGKAT ESELON III
100 s/d 299
JABATAN-JABATAN
III/a600 atau
STRUKTURAL
DAN
IV/a
lebih
FUNGSIONAL
YANG
300 s/d 599
SETINGKAT ESELON IV
100 s/d 299
JABATAN-JABATAN
II/a600 atau
STRUKTURAL
DAN
III/d
lebih
FUNGSIONAL
YANG
300 s/d 599
SETINGKAT ESELON V
100 s/d 299
JABATAN-JABATAN
II/a-II/d
600 atau
NON STRUKTURAL
lebih
300 s/d 599
100 s/d 299
JABATAN-JABATAN
I/a-I/d
600 atau
NON STRUKTURAL
lebih
300 s/d 599
100 s/d 299

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Tingkat
Latihan
Jabatan
5
1A
1B
1C
2A
2B
2C
3A
3B
3C
4A
4B
4C
5A
5B
5C
6A
6B
6C

Keterangan

6
Latihan jabatan
yang jumlah jam
pelajarannya
kurang dari 100
jam pelajaran
tidak
diperhitungkan

LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

TINGKAT IJAZAH/AKTA/DIPLOMA/STTB YANG DIPEROLEH


DARI SUATU PENDIDIKAN UMUM

NO.
URUT

IJAZA/AKTA/DIPLOMA/STTB

KETERANGAN

Dokter, Spesialis II dan Akta V

Pasca Sarjana, Spesialis I dan Akta IV

Dokter dan Apoteker

Sarjana

Akta III

Diploma III Politeknik

Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, Diploma III,


Akademi, Bakaloreat, dan Akta II

Sarjana Muda dan Diploma II

Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas Non Guru


4 Tahun, Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas
Guru 3 Tahun dan Akta I

10

Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas Non Guru


3 Tahun dan Diploma I

11

Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas

12

Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Pertama 4


Tahun

13

Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Pertama 3


Tahun

14

Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama

15

Sekolah Dasar

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

69

LAMPIRAN V
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
Perihal :

Pengajuan keberatas atas


nomor urut dalam Daftar
Urut Kepangkatan Pegawai
Negeri Sipil
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
NIP
Golongan Ruang
Unit Organisasi

:
:
:
:

Mengajukan keberatan atas nomor urut saya yang dibuat


dalam Daftar Urut Kepangkatan pada unit organisasi
untuk tahun
yang ditandatangani oleh :
Nama
NIP
Golongan Ruang
Unit Organisasi
Tanggal

:
:
:
:
:

Alasan keberatan saya atas pencantuman nomor urut


kepangkatan pada saya pada nomor urut ke menurut
hemat saya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku nomor urut saya adalah dengan alasan sebagai
berikut :
a.
b.
c.
Demikian untuk mendapat perhatian.
19
Yang Mengajukan Keberatan,

( )
NIP
70

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN VI
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

N omo :
Lampiran:
Perihal : Perubahan Nomor Urut
Pada Daftar Urut
Kepangkatan

.., .. 19
Kepada
Yth. Sdr. .........................
di .............................

Sehubungan dengan surat keberatan saudara :


Nama
NIP
Golongan Ruang
Unit Organisasi

:
:
:
:

Tanggal , atas nomor urut Saudara pada Daftar


Urut Kepangkatan unit organisasi untuk
tahun yang ditanda tangani oleh :
Nama
NIP
Jabatan

:
:
:

Tanggal , maka setelah diadakan


penelitian yang lebih seksama, nomor urut Saudara dalam
Daftar
Urut
Kepangkatan
unit
organisasi
.. untuk tahun dibuat
tanggal dirubah dari nomor
. Menjadi nomor
Sekian untuk dimaklumi.
TEMBUSAN :
1.
2.
3.

Kepala

( )
NIP

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

71

LAMPIRAN VII
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

Nomor :
Lampiran:
Perihal : Perubahan Nomor Urut
Pada Daftar Urut
Kepangkatan

.., .. 19
Kepada
Yth. Sdr. .........................
di .............................

Sehubungan dengan surat keberatan saudara :


Nama

NIP

Golongan Ruang:
Unit Organisasi

Tanggal , setelah diadakan penelitian, maka


keberatan Saudara atas nomor urut Saudara dalam Daftar
Urut Kepangkatan untuk tahun dibuat tanggal
ditolak, dengan alasan sebagai berikut :
a.
b.
c.
demikian untuk dimaklumi.
Kepala
.

( )
NIP

72

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN VIII
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
Nomor :
.., .. 19 ...
Lampiran:
Perihal : Perubahan Keberatan
Banding Atas Nomor Urut
Kepada
Dalam Daftar Urut Kepangkatan Yth. Sdr. .......................
Pegawai Negeri Sipil

di .............................
Sehubungan dengan surat keberatan saudara :
Nama
:
NIP
:
Golongan Ruang:
Unit Organisasi :
Mengajukan keberatan banding atas nomor urut saya
yang dibuat dalam Daftar Urut Kepangkatan pada unit
organisasi untuk tahun yang
ditandatangani oleh :
Nama
:
NIP
:
Golongan Ruang:
Jabatan
:
Unit Organisasi :
Tanggal
:
Saya telah mengajukan keberatan dengan surat tanggal
kepada , tetapi ditolak dengan surat
nomor tanggal dan untuk lebih
jelas salinan surat keberatan dan penolakan tersebut
dilampirkan dengan surat ini.
Mohon diadakan pemeriksaan kembali.
Yang Mengajukan Keberatan,
Surat ini kami kirimkan melalui
Pimpinan

( )
NIP

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

73

LAMPIRAN IX
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
Nomor :
Lampiran :
Perihal : Perubahan Nomor Urut
Pada Daftar Urut
Kepangkatan

..........., .. 19

Kepada
Yth. 1.
2.

Pimpinan ...
di ..................
Sdr. .................
di ...................

Sehubungan dengan surat keberatan banding saudara :


Nama
NIP
Golongan Ruang
Unit Organisasi

:
:
:
:

Tanggal , maka setelah diadakan


penelitian yang lebih seksama, nomor urut Saudara dalam
Daftar
Urut
Kepangkatan
unit
organisasi
untuk tahun dibuat
tanggal dirubah dari nomor menjadi
nomor
Dengan demikian diminta kepada pimpinan unit
organisasi agar merubah nomor urut nama Saudara
dari nomor menjadi nomor
pada Daftar Urut Kepangkatan Unit
Organisasi untuk tahun
Demikian untuk dilaksanakan.
Kepala

( )
NIP
74

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN X
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 03/SE/1980
TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980
Nomor
:
.., .. 19
Lampiran :
Perihal
: Penolakan Perubahan Nomor
Urut Dalam Daftar Urut
Kepada
Kepangkatan
Yth. 1. Pimpinan
di ..
2. Sdr. ..
di ..
Sehubungan dengan surat keberatan banding saudara :
Nama
:
NIP
:
Golongan Ruang:
Unit Organisasi :
Tanggal , setelah diadakan penelitian
yang lebih seksama, maka keberatan Saudara atas nomor
urut Saudara dalam Daftar Urut Kepangkatan Unit Organisasi
untuk tahun
dibuat tanggal ditolak
dengan alasan sebagai berikut :
a.
b.
c.
Demikian untuk dilaksanakan.
Kepala

( )
NIP

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

75

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1994


TENTANG
PAJAK PENGHASILAN BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI
NEGERI SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA
REPUBLIK INDONESIA, DAN PARA PENSIUNAN ATAS
PENGHASILAN YANG DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN
NEGARA ATAU KEUANGAN DAERAH
Tanggal : 26 DESEMBER 1994 (JAKARTA)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994,
penghasilan berupa gaji, uang pensiun, tunjangan dan honorarium
serta penghasilan lainnya yang dibebankan kepada Keuangan
Negara atau Keuangan Daerah yang diterima atau diperoleh
Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, dan para Pensiunan adalah objek
Pajak Penghasilan;
b. bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1994, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah tidak
termasuk sebagai Objek Pajak;
c. bahwa dengan memperhatikan ketentuan tingkat penggajian dan
uang pensiun yang berlaku serta untuk lebih memberikan
kemudahan pemotongan pajak oleh Bendaharawan Pemerintah,
dipandang perlu untuk mengatur pelaksanaan pemotongan Pajak
76

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Penghasilan atas penghasilan yang dibayarkan kepada Pejabat


Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia, dan para Pensiunan berupa gaji, uang
pensiun, tunjangan dan honorarium serta penghasilan lainnya
yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan
Daerah, dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3263), sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994
(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3567);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAGI PEJABAT NEGARA,
PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN
BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, DAN PARA
PENSIUNAN ATAS PENGHASILAN YANG DIBEBANKAN
KEPADA KEUANGAN NEGARA ATAU KEUANGAN DAERAH
Pasal 1
(1) Atas penghasilan yang diterima oleh:
a. Pejabat Negara berupa gaji kehormatan dan tunjangantunjangan lain yang terkait atau imbalan tetap sejenisnya;
b. Pegawai Negeri Sipil dan anggota Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lain
yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji;
c. Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya
berupa uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang
sifatnya tetap dan terkait dengan uang pensiun; yang
dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah,
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

77

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang ditanggung


pemerintah.
(2) Atas penghasilan yang diterima Pejabat Negara, Pegawai Negeri
Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan
Pensiunan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama
apapun yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau
Keuangan Daerah selain penghasilan sebagaimana disebut pada
ayat (1), dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, kecuali yang
dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II/d kebawah
dan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berpangkat
Pembantu Letnan Satu kebawah.
Pasal 2
(1) Atas penghasilan yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai
Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
dan Pensiunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1)
dihitung Pajak Penghasilan yang terutang dan ditanggung
pemerintah sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 10 Tahun 1994 dengan menerapkan tarif Pasal
17 undang-undang tersebut.
(2) Atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat
(2) dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh Bendaharawan
Pemerintah sebesar 15% (lima belas persen), dan bersifat final.
Pasal 3
(1) Dalam hal Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan
termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya menerima
atau memperoleh penghasilan lain diluar penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1, maka penghasilan lain tersebut ditambah
dengan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat
(1) dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan yang bersangkutan.
(2) Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah tersebut
dalam Pasal 1 ayat (1) dapat dikreditkan dengan Pajak
Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang telah
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
78

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 4
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah
ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 5
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1985 tentang Tunjangan Pajak
Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan para Pensiunan atas
Penghasilan Berupa Gaji, Honorarium, Uang Pensiun, dan TunjanganTunjangan Lainnya yang Dibebankan kepada Keuangan Negara,
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 6
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku 1 Januari 1995.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Desember 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 26 Desember 1994
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1994

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

79

PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 45 TAHUN 1994
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI
NEGERI SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA
REPUBLIK INDONESIA, DAN PARA PENSIUNAN ATAS
PENGHASILAN YANG DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN
NEGARA ATAU KEUANGAN DAERAH
UMUM
Sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, atas penghasilan
berupa gaji, upah, uang pensiun, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lainnya dengan ama apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan atau pensiunan yang dibebankan kepada
Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21.
Namun mengingat bahwa pemotongan tersebut akan mengurangi
gaji, upah, uang pensiun, dan sebagainya yang diterima atau diperoleh
para Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan termasuk janda atau
duda dan/atau anak-anaknya, sedangkan pada umumnya penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari Keuangan Negara atau Keuangan
Daerah tersebut belum mencapai suatu tingkat yang memadai, maka
Pemerintah selaku pemberi kerja memandang perlu untuk
menanggung Pajak Penghasilan yang terutang oleh Pejabat Negara,
Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
dan Pensiunan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan atau pensiunan yang diterima secara tetap yang dananya
dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Ayat (1)
Pajak Penghasilan Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
80

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 yang


ditanggung pemerintah diberikan hanya kepada :
a. Pejabat Negara atas gaji kehormatan dan tunjangantunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji
kehormatan atau imbalan tetap sejenisnya;
b. Pegawai Negeri Sipil dan anggota Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia atas gaji dan tunjangan-tunjangan lain
yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji;
c. Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anakanaknya atas uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain
yang sifatnya tetap dan terkait dengan uang pensiun; baik
dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing
yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan atau pensiunan yang dananya dibebankan
kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah.
Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung
pemerintah selaku pemberi kerja adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang atas penghasilan berupa gaji,
uang pensiun, dan tunjangan-tunjangan yang terkait dengan
gaji dan uang pensiun tersebut yang dihitung dengan
menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994.
Apabila Pegawai Negeri Sipil atau anggota Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia atau Pensiunan merangkap juga sebagai
Pejabat Negara, maka penghasilan yang diterima baik berupa
gaji atau uang pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil atau
anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau
Pensiunan, maupun penghasilan berupa gaji kehormatan dan
tunjangan lainnya selaku Pejabat Negara sebagaimana
tersebut di atas, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang
juga ditanggung pemerintah selaku pemberi kerja.
Ayat (2)
Adakalanya Pejabat Negara atau Pegawai Negeri Sipil atau
anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau
Pensiunan, disamping menerima penghasilan yang bersifat
tetap seperti gaji kehormatan, gaji, dan tunjangan lainnya
dan uang pensiun sebagaimana diuraikan di atas, menerima
pula penghasilan yang sifatnya tidak tetap antara lain berupa
honorarium, dan imbalan lain dengan nama apapun dari dana
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

81

yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan


Daerah.
Oleh karena penghasilan-penghasilan yang sifatnya tidak tetap
seperti honorarium dan imbalan lain tersebut hanya diterima
oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan tertentu saja,
maka atas penghasilan dimaksud dipotong Pajak Penghasilan
Pasal 21.
Namun demikian penghasilan serupa yang diterima oleh Pegawai
Negeri Sipil golongan II/d kebawah dan anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia berpangkat Pembantu Letnan
Satu kebawah, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang tidak
dipotong pajaknya, oleh karena penghasilan berupa gaji ditambah
honorarium dan sebagainya yang diterimanya dari Keuangan
Negara atau Keuangan Daerah pada umumnya masih dibawah
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Pasal 2
Ayat (1)
Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, imbalan dalam
bentuk kenikmatan yang diterima atau diperoleh sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa dari Pemerintah, tidak termasuk
Objek Pajak Penghasilan. Oleh karena itu Pajak Penghasilan
Pasal 21 yang ditanggung pemerintah atas penghasilan Pejabat
Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia, dan Pensiunan merupakan kenikmatan
bagi mereka dan tidak ditambahkan sebagai penghasilan dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak.
Ayat (2)
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2)
yang diterima Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 15% (lima belas
persen) dari penerimaan bruto, dan bersifat final.

82

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 3
Ayat (1) dan ayat (2)
Apabila Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia dan Pensiunan termasuk janda
atau duda dan/atau anak-anaknya mempunyai penghasilan
lain diluar penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
pengenaan Pajak Penghasilan yang terutang dihitung
berdasarkan tanggungan penghasilan sebagaimana tersebut
dalam Pasal 1 ayat (1) dan penghasilan lain dengan
menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah tersebut
dalam Pasal 1 ayat (1) merupakan kredit pajak terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan dari Pejabat
Negara atau Pegawai Negeri Sipil atau anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia atau Pensiunan tersebut.
Contoh:
A seorang Pensiunan yang diangkat sebagai Pejabat Negara
mempunyai seorang isteri yang berusaha di bidang angkutan darat
dalam kota, dan 2 (dua) orang anak yang masih merupakan
tanggungan sepenuhnya. Penghasilan A dalam tahun 1995 adalah
sebagai berikut :
1. Penerimaan uang pensiun dan tunjangan tetap lain yang terkait
dengan uang pensiun Rp. 5.000.000,00
2. Gaji kehormatan dan tunjangan-tunjangan tetap lain yang terkait
dengan gaji kehormatan Rp. 48.000.000,00
3. Penghasilan neto isteri dari usaha swasta Rp. 10.500.000,00
4. Penghasilan berupa honorarium yang diterima dari Bendaharawan
Pemerintah yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Rp.
2.000.000,00
Penghitungan pajak yang terutang oleh Pensiunan A dalam tahun
1995 adalah sebagai berikut:
I. Pajak Penghasilan yang ditanggung pemerintah
1. Uang pensiun Rp 5.000.000,00 Biaya pensiun 5% x Rp
5.000.000,00 = Rp 250.000,00 maksimum diperkenankan
Rp. 216.000,00 Penghasilan neto Pensiunan Rp. 4.782.000,00
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

83

2. Gaji kehormatan Rp. 48.000.000,00 Biaya jabatan 5% x


Rp. 48.000.000,00 = Rp 2.400.000,00 maksimum
diperkenankan Rp. 648.000,00 Penghasilan neto sebagai
Pejabat Negara Rp. 47.352.000,00
3. Jumlah penghasilan neto (1 + 2) Rp. 52.134.000,00
4. P T K P K/2 Rp. 4.320.000,00
5. Penghasilan Kena Pajak dari penghasilan Pensiunan dan
sebagai Pejabat Negara Rp. 47.814.000,00
6. Pajak Penghasilan yang ditanggung pemerintah 10% x Rp
25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00 15% x Rp 22.814.000,00
= Rp. 3.422.100,00 Rp 5.922.100,00
II. Pajak Penghasilan dari seluruh penghasilan (uang pensiun + gaji
kehormatan + penghasilan lain dari usaha) :
1. Penghasilan neto dari Pensiunan dan Pejabat Negara (angka
I butir 3) Rp. 52.134.000,00
2. Penghasilan neto usaha isteri Rp. 10.500.000,00
3. Penghasilan neto seluruhnya Rp. 62.634.000,00
4. P T K P K/2 Rp. 4.320.000,00
5. Penghasilan Kena Pajak Rp. 58.314.000,00
6. Pajak Penghasilan 10% x Rp 25.000.000,00 = Rp.
2.500.000,00 15% x Rp 25.000.000,00 = Rp. 3.750.000,00
30% x Rp 8.314.000,00 = Rp. 2.494.200,00 Rp.
8.744.200,00
7. Kredit Pajak : a. PPh yang ditanggung pemerintah (angka I
butir 6) Rp. 5.922.100,00 b. Kredit pajak lainnya Jumlah
kredit pajak Rp. 5.922.100,00 8. Pajak Penghasilan dari
penghasilan lain yang masih harus dibayar Rp. 2.822.100,00
Sedangkan penghasilan berupa honorarium yang diterima A dipotong
Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh Bendaharawan Pemerintah yang
membayarkan honorarium tersebut sebesar 15% (lima belas persen)
dari Rp. 2.000.000,00 = Rp 300.000,00 dan bersifat final, sehingga
tidak ditanggungkan lagi dengan penghasilan lainnya.
Pasal 4
Cukup jelas

84

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

85

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 9 TAHUN 2003
TENTANG
WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN
PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Presiden Republik Indonesia
Menimbang

: bahwa untuk melaksanakan salah satu fungsi


manajemen kepegawaian dan dalam upaya
menigkatkan hubungan antara Pemerintah dengan
Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, serta
untuk mendorong peranan Pegawai Negeri Sipil
sebagai salah satu unsur perekat dan pemersatu
bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dipandang perlu mengatur kembali ketentuan
mengenai wewenang pengangkatan, pemindahan,
dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dengan
Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara 3890);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);

86

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang


Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor
72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
t e n t a n g K e w e n a n g a n P e m e r i n ta h d a n
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54.
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WEWENANG
PENGANGKATAN,
PEMINDAHAN,
DAN
PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
bekerja pada Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan
Lembaga Kepresidenan, Kantor Menteri Negara Koordinator, Kantor
Menteri Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, Badan Narkotika Nasional, Kesekretariatan Lembaga
lain yang dipimpin oleh Pejabat struktural eselon I dan bukan
merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Instansi Vertikal di Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota,
Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.
2. Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang
gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/
Kota atau dipekerjakan di instansi induknya.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

87

3. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa


Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala
Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional serta
Pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat
struktural Eselon I dan bukan merupakan bagian dari
Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen.
4. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur.
5. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah
Bupati/Walikota.
6. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan
Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
7. Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan adalah Pegawai Negeri
Sipil yang melaksanakan tugas di luar instansi induknya yang
gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan.
8. Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian
susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.
9. Golongan ruang adalah golongan ruang gaji pokok sebagaimana
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku tentang gaji Pegawai Negeri Sipil,
10. Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan
tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai
Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara,
11. Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri
Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian
dan/atau keterampilan untuk mencapai tujuan organisasi.
BAB II
PENGANGKATAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 2
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan :
88

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

a. pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat di


lingkungannya; dan
b. pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil Pusat bagi Calon
Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya, kecuali yang
tewas atau cacat karena dinas.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada
pejabat lain di lingkungannya.
Pasal 3
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi atau Kabupaten/
Kota menetapkan :
a. Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah di
lingkungannya
b. Pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah bagi Calon
Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungannya, kecuali yang
tewas atau cacat karena dinas.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada
pejabat lain di lingkungannya.
Pasal 4
(1) Kepala Badan Kepegawaian Negara menetapkan pengangkatan
menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat
dan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah yang tewas atau cacat
karena dinas.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
mendelegasikan atau memberi kuasa kepada pejabat lain di
lingkungannya.
BAB III
KENAIKAN PANGKAT
Pasal 5
(1) Presiden menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Pusat
dan Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk menjadi Pembina Utama
Muda golongan ruang IV/c, Pembina Utama Madya golongan
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

89

ruang IV/d, dan Pembina Utama golongan ruang IV/e setelah


mendapat pertimbangan teknis dari Kepala Badan Kepegawaian
Negara,
(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan secara tertulis kepada Presiden oleh :
a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Propinsi dan
b. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota
melalui Gubernur.
(3) Pengajuan kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), tembusannya disampaikan kepada Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
Pasal 6
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan kenaikan
pangkat Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil yang
diperbantukan di lingkungannya untuk menjadi Juru Muda Tingkat
I golongan ruang I/b sampai dengan Pembina Tingkal I golongan
ruang IV/b.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud daiam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
kepada pejabat lain di lingkungannya.
Pasal 7
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menetapkan
kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi dan
Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di lingkungannya untuk
menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai
dengan Pembina Tingkat I golongan, ruang IV/b.
(2) Gubernur menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil
Daerah Kabupaten/Kota dan Pegawai Negeri Sipil yang
diperbantukan dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota
untuk menjadi Pembina golongan ruang IV/a dan Pembina
Tingkat I golongan ruang IV/b.
(3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
kepada pejabat lain di lingkungannya.

90

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 8
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota
menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah dan
Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di lingkungannya untuk
menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan
Penata Tingkat I golongan ruang III/d.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
kepada pejabat lain di lingkungannya.
Pasal 9
Pejabat Pembina Kepegawaian dan Gubernur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 dikecualikan dalam penetapan
kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian.
Pasal 10
(1) Kepala Badan Kepegawaian Negara menetapkan kenaikan
pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian bagi
Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah
untuk menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai
dengan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada
pejabat lain di lingkungannya.
BAB IV
PENGANGKATAN, PENUNDAAN, DAN
PEMBERHENTIAN DALAM DAN DARI JABATAN
Pasal 11
Presiden menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural
eselon I, jabatan fungsional jenjang utama atau jabatan lain yang
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentiannya menjadi
wewenang Presiden, kecuali pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian pejabat struktural eselon I di lingkungan Pemerintah
Daerah Propinsi.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

91

Pasal 12
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil Pusat di lingkungannya dalam dan dari jabatan
struktural eselon II ke bawan atau jabatan fungsional yang
jenjangnya setingkat dengan itu.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
kepada pejabat lain di lingkungannya untuk menetapkan
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil dalam dan dari jabatan struktural eselon III ke bawah dan
jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu.
Pasal 13
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menetapkan
a. pengangkatan Sekretaris Daerah Propinsi setelah mendapat
persetujuan dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Propinsi;
b. pemberhentian Sekretaris Daerah Propinsi.
c. pengangkatan pemindahan, dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil dalam dan dan jabatan struktural eselon II ke
bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat
dengan itu di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Propinsi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b, dilakukan
setelah berkonsultasi secara tertulis dengan Menteri Dalam Negeri.
(3) Calon Sekretaris Daerah Propinsi yang akan dikonsultasikan untuk
diangkat dalam/jabatan Sekretaris Daerah Propinsi sebagaimana
dimaksud dalan ayat (1) huruf a, harus memenuhi syarat untuk
diangkat dalam jabatan struktural.
(4) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sebelum Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Propinsi mengajukan permmtaan
persetujuan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(5) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah Propinsi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) dilakukan secara tertulis dengan
mengajukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang calon dari
Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.
92

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(6) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (4)
disampaikan secara tertulis oleh Menteri Dalam Negeri.
(7) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan
kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk menetapkan
pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil di Propinsi dalam dan dari jabatan struktural eselon III ke
bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat
dengan itu.
Pasal 14
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota
menetapkan
a. pengangkatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota setelah
mendapat persetujuan dan pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
b. pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota;
c. pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil dalarn dan dari jabatan stuktural eselon II di
lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
d. Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil dan dari jabatan struktural eselon III ke bawah
dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan
jabatan struktural eselon II kebawah di lingkungan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota,
(2) Pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten/
Kota dan pejabat struktural eselon II sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, dilakukan setelah
berkonsultasi secara tertulis dengan Gubernur.
(3) Calon Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota yang akan
dikonsultasikan untuk diangkat dalam jabatan Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
a, harus memenuhi syarat untuk diangkat dalam jabatan
struktural.
(4) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), dilakukan sebelum Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota mengajukan permintaan
persetujuan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

93

(5) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dan


pengangkatan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan
struktural eselon II sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
dilakukan secara tertulis dengan mengajukan sekurang-kurangnya
3 (tiga) orang calon Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.
(6) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (21) dan
(5) disampaikan secara tertulis oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Propinsi.
(7) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
kepada pejabat lain di lingkungannya untuk menetapkan
pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil di Kabupaten/Kota dalam dan dari jabatan struktural eselon
IV ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat
dengan itu.
Pasal 15
Tata cara konsultasi pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris
Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota serta tata cara konsultasi
pengangkatan dan pemberhentian pejabat struktural eselon II
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal
14, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.
BAB V
PEMINDAHAN ANTAR INSTANSI
Pasal 16
(1) Kepala Badan Kepegawaian Negara menetapkan pemindahan
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat antar Departemen/Lembaga;
b. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah
antara Propinsi/Kabupaten Kota dan Departemen/Lembaga;
c. Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi; dan Daerah Kabupaten/
Kota;
d. Pegawai Negeri Sipil Daerah antara Daerah Kabupaten/Kota
dan Daerah Kabupaten/Kota Propinsi lainnya.

94

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(2) Penetapan oleh badan Kepegawaian Negara sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan atas permintaan dan
persetujuan dari instansi yang bersangkutan
(3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada
pejabat lain dilingkungannya.
Pasal 17
(1) Pejabat pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menetapkan
pemindahan :
a. Pegawai Negeri Sipil Daerah antar Kabupaten/Kota dalam
satu Propinsi; dan
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah antara Kabupaten/Kota dan
Daerah Propinsi.
(2) Penetapan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilaksanakan
atas permintaan dan persetujuan dari Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah yang bersangkutan.
(3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan wewenangnya atas memberikan kuasa kepada
pejabat lain di lingkungannya.
BAB VI
PEMBERHENTIAN SEMENTARA DARI JABATAN NEGERI
Pasal 18
Presiden menetapkan pemberhentian sementara dari jabatan negeri
bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural eselon
I, jabatan fungsional jenjang utama atau jabatan lain yang
pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden,
kecuali pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural eselon I di lingkungan
Pernerintah Daerah Propinsi.
Pasal 19
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan pemberhentian
sementara dan jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat di
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

95

lingkungan yang menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah


atau jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
kepada pejabat lain di lingkungannya untuk memberhentikan
sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat
yang menduduki jabatan struktural eselon III ke bawah dan
jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu.
Pasal 20
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menetapkan :
a. pemberhentian sementara Sekretaris Daerah Propinsi;
b. pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai
Negeri Sipil di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon II ke bawah, dan jabatan fungsional yang jenjangnya
setingkat dengan itu
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan
kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk
memberhentikan sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai
Negeri Sipil di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon III ke bawah atau jabatan fungsional yang jenjangnya
setingkat dengan itu.
Pasal 21
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota
menetapkan
a. pemberhentian sementara Sekretaris Daerah Kabupaten/
Kota;
b. pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai
Negeri Sipil di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon II ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya
setingkat dengan itu.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
kepada pejabat lain di lingkungannya untuk memberhentikan
sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil di
Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan struktural eselon IV
dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu.
96

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

BAB VII
PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
ATAU CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 22
Presiden menetapkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat dan
Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Utama Muda
golongan ruang IV/c, Pembina Utama Madya golongan ruang IV/d
dan Pembina Utama golongan ruang IV/e.
Pasal 23
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan
a. pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat yang tidak
memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri
Sipil Pusat di lingkungannya dan
b. pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berpangkat
Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah di
lingkungannya,
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
kepada pejabat lain di lingkungannya, untuk menetapkan
pemberhentian dengan normal sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berpangkat Penata
Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah.
Pasal 24
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menetapkan
a. pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi
yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil Daerah di lingkungannya; dan
b. pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi yang
berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah
di lingkungannya.
(2) Gubernur menetapkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
Daerah Kabupaten/Kota yang berpangkat Pembina golongan
ruang IV/a dan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b.
(3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

97

kepada pejabat lain di lingkungan Propinsi, untuk menetapkan


pemberhentian dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil
Daerah Propinsi dan Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi yang
berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah.
Pasal 25
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten Kota
menetapkan :
a. pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/
Kota yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi
Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungannya;
b. pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota
yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke
bawah di lingkungannya.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa
kepada pejabat lain di lingkungannya, untuk menetapkan
pemberhentian dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil Daerah Kabupaten/Kota dan Pegawai Negeri Sipil Daerah
Kabupaten/Kota yang berpangkat Pengatur Tingkat I golongan
ruang II/d ke bawah.
Pasal 26
Pejabat Pembina Kepegawaian dan Gubernur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 dikecualikan dalam penetapan
pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang tewas, meninggal dunia,
cacat karena dinas atau mencapai batas usia pensiun.
Pasal 27
(1) Kepala Badan Kepegawaian Negara menetapkan, pemberhentian
dan pemberian pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan
Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Tingkat I
golongan ruang IV/b ke bawah yang tewas, meninggal dunia,
cacat karena dinas, dan mencapai batas usia pensiun.
(2) Penetapan pemberhentian dan pemberian pensiun sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), termasuk pemberian pensiun janda/
duda dalam hal pensiunan Pegawai Negeri Sipil meninggal dunia.

98

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat


mendelegasikan wewenangnya atau memberi kuasa kepada
pejabat lain di lingkungannya.
BAB VIII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 28
(1) Presiden melakukan pengawasan dan pengendalian atas
pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang
kepegawaian.
(2) Untuk melaksanakan pengawasan dan pengendalian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Presiden dibantu oleh
Kepala Badan Kepegawaian Negara.
(3) Kepala Badan Kepegawaian Negara dalam melaksanakan
pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), berkoordinasi dengan :
a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat untuk Instansi Pusat;
b. Gubernur untuk Instansi Daerah Propinsi dan Kabupaten/
Kota di wilayahnya.
Pasal 29
Dalam rangka penyelenggaraan dan pemeliharaan manajemen
informasi kepegawaian, Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan
Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah wajib menyampaikan setiap
jenis mutasi kepegawaian kepada Kepala Badan Kepegawaian
Negara mengenai pelaksanaan pengangkatan, pemindahan
Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 30
(1) Pelanggaran atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan
di bidang kepegawaian dapat dikenakan tindakan administratif.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berupa
a. peringatan;
b. teguran;
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

99

c. pencabutan keputusan atas pengangkatan, pemindahan,


atau pemberhentian.
(3) Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf c, mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
(4) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilakukan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara, kecuali
terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Presiden.
(5) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat
mendelegasikan atau memberikan kuasa kepada pejabat lain
dilingkungan untuk melakukan tindakan administratif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), kecuali atas keputusan yang
ditandatangani oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan Gubernur.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 31
Kewenangan penjatuhan hukuman disiplin dan penilaian prestasi kepada
Pegawai Negeri Sipil serta kewenangan lain dilaksanakan sesuai dengari
peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah tersebut
dengan mempematikan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 32
Pendelegasian wewenang atau pemberian kuasa untuk
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil menurut Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan dengan Keputusan
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat atau Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah.
BAB X
KETENTUAN PEMINDAHAN
Pasal 33
Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku.

100

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut
oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 35
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, maka :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil, dinyatakan tidak berlaku.
b. Ketentuan pelaksanaan mengenai pengangkatan, pemindahan,
dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang ada sebelum
ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 36
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada Tanggal 17 Pebruari 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
Pada Tanggal 17 Pebruari 2003
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

101

PENJELASAN
ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2003
TENTANG
WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN
PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL,

1. UMUM
Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 43 Tahun 1999 antara lain ditegaskan bahwa
manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin
penyelengaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara
berdaya guna dan berhasil guna.
Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil berada pada
Presiden selaku Kepala Pemerintahan. Sesuai dengan Pasal 25
Undang-undang Nornor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan
oleh Presiden. Untuk kelancaran pelaksanaan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Presiden
dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian Pusat dan menyerahkan sebagian
wewenangnya kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Sesuai
dengan amanat undang-undang tersebut di atas, maka perlu
menyempurnakan kembali ketentuan mengenai pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Untuk kepentingan kedinasan dan sebagai salah satu usaha untuk
memperluas pengalaman, wawasan, dan kemampuan, maka
diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan wilayah bagi Pegawai
Negeri Sipil terutama bagi yang menjabat pimpinan dengan tidak
merugikan hak kepegawaiannya.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 yang antara lain
menegaskan bahwa untuk dapat lebih meningkatkan daya guna

102

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

dan hasil guna yang sebesar-besarnya, maka sistem pembinaan


karier yang harus diiaksanakan adalah sistem pembinaan karier
tertutup dalam arti negara.
Dengan sistem karier tertutup dalam arti negara, maka
dimungkinkan perpindahan Pegawai Negeri Sipil dari Departemen/
Lembaga/Propinsi/Kabupaten/Kota yang satu ke Departemen/
Lembaga/Propinsi/Kabupaten/Kota yang lain atau sebaliknya,
terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat
manajerial. Hal ini mengandung pengertian bahwa seluruh Pegawai
Negeri Sipil merupakan satu kesatuan, hanya tempat
pekerjaannya yang berbeda.
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mekanisme konsultasi
pengangkatan dan, pemberhentian Sekretaris Daerah Propinsi
kepada Menteri Dalam Negeri dan mekanisme pengangkatan
dan pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota serta
pejabat struktural eselon I pada Kabupaten/Kota kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi. Pengaturan mekanisme
konsultasi ini dimaksudkan dalam rangka mewujudkan pembinaan
karier Pegawai Negeri Sipil secara nasional dan menjamin
kesetaraan kualitas sumber daya rnanusia aparatur agar sesuai
dengan persyaratan jabatan.
Dalam Peraturan Pemerintah ini juga diberikan kewenangan
pembinaan Karier Pegawai Negeri Sipil Daerah secara berjenjang
khususnya pembinaan Karier kenaikan pangkatnya. Dengan
demikian tetap terdapat hubungan yang sinergi antara Pemerintah
dengan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.
Pada prinsipnya pembinaan kenaikan pangkat dilakukan oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian instansi induk. Namun demikian,
dalam hal terdapat Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di
luar instansi induknya, maka gajinya dibebankan pada instansi
yang menerima perbantuan dan pembinaan kenaikan pangkatnya
dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian instansi yang
menerima perbantuan.
Sedangkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di luar
instansi induknya, maka gajinya tetap menjadi beban instansi
induknya dan pembinaan kenaikan pangkatnya dilakukan oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian instansi induknya.
Sebagai pelaksanaan ketentuan dimaksud serta untuk mendukung
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
baik di tingkat pusat maupun daerah, perlu diatur dan ditetapkan
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

103

kembali pejabat yang berwenang mengangkat, memindahkan,


dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil.
Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil oleh pejabat yang berwenang harus dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini yang merupakan norma, standar, dan
prosedur dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat(1)
Dalam hal pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
kesekretariatan lembaga kepresidenan, Pejabat Pembina
Kepegawaiannya adalah Sekretaris Negara. Pada saat
ini, kesekretariatan lembaga kepresidenan dimaksud yaitu
Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat
Presiden, Sekretariat Militer, dan Sekretariat Wakil Presiden.
Dengan ketentuan ini, maka kesekretariatan lembaga
lain yang dipimpin oleh pejabat struktural eselon I dan
bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga
Pemerintah Non Departemen, misalnya Sekretariat
Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelengara
Negara dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia,
berwenang untuk mengangkat, memindahkan dan
memberhentikan Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya
masing-masing.
Penjelasan ini berlaku selanjutnya dalam Peraturan
Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan di
bidang kepegawaian yang terkait.
Ayat (2)
Cukup jelas

104

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 3
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat(2)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Gubernur dalam mengajukan usul kenaikan pangkat
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam kapasitas sebagai wakil
Pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

105

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Gubernur dalam menetapkan kenaikan pangkat Pegawai
Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota adalah dalam
kapasitas sebagai wakil Pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan jabatan
struktural eselon I antara lain Sekretaris Jenderal, Direktur
Jenderal, dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen. Jabatan lain yang pengangkatan, pemindahan,
dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden antara
lain Hakim dan Panitera Mahkamah Agung.

106

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 12
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jeias
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Menteri Dalam Negeri menyampaikan keputusan hasil
konsultasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
Propinsi berdasarkan pertimbangan dari Tim yang antara
lain terdiri dari unsur Departemen Dalam Negeri, Kantor
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan
Badan Kepegawaian Negara.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

107

Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi
menyampaikan keputusan hasil konsultasi kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota
berdasarkan pertimbangan dari Badan Pertimbangan,
Jabatan dan Kepangkatan Instansi Daerah Propinsi.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
108

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat(1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Dalam hal Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat
dengan hak pensiun, maka dalam keputusan pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberhentian pensiun dan pensiun
janda/dudanya.
Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah
pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat,
antara lain karena :
a. atas permintaan sendiri;
b. meninggal dunia;
c. hukuman, disiplin,
d. perampingan organisasi pemerintah;
e. menjadi anggota partai politik;
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

109

f.
g.
h.
i.
j.
k.

dipidana penjara;
dinyatakan hilang;
keuzuran jasmani;
cacat karena dinas;
tewas;
mencapai batas usia pensiun.

Pasal 23
Ayat(1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Dalam hal Pegawai Negri Sipil diberhentikan dengan
hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan
pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberian
pensiun dan pensiun janda/dudanya.
Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah pemberhentian dengan hormat atau tidak
dengan hormat, antara lain karena :
a. atas permintaan sendiri;
b. hukuman disiplin;
c. perampingan organisasi pemerintah;
d. menjadi anggota partai politik;
e. dipidana penjara;
f. dinyatakan hilang;
g. keuzuran jasmani.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

110

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Huruf b
Dalam hal Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan
hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan
pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberian
pensiun dan pensiun janda/ dudanya,
Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah pemberhentian dengan hormat atau tidak
dengan hormat antara lain karena:
a. atas permintaan sendiri;
b. hukuman disiplin;
c. perampingan organisasi pemerintah;
d. menjadi anggota partai politik;
e. dipidana penjara;
f. dinyatakan hilang;
g. keuzuran jasmani.
Ayat(2)
Gubernur dalam menetapkan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota adalah dalam
kapasitas sebagai wakil Pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Dalam hal Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan
hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan
pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberian
pensiun dan pensiun janda/dudanya. Pemberhentian
yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah
pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan
hormat, antara lain karena :
a. atas permintaan sendiri;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

111

b.
c.
d.
e.
f.
g.

hukuman disiplin;
perampingan organisasi pemerintah;
menjadi anggota partai politik
dipidana penjara;
dinyatakan hilang;
keuzuran jasmani.

Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam menetapkan keputusan pemberhentian dan
pemberian pensiun yang dimaksud dalam ketentuan ini,
sekaligus ditetapkan pemberian pensiun janda/dudanya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Mekanisme pengawasan dan pengendalian
administrasi Kepegawaian dan karier pegawai di wilayah
112

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Propinsi diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan


Kepegawaian Negara.
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Keputusan pencabutan atas pengangkatan, pemindahan,
dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, tidak berlaku surut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Pejabat yang diberi delegasi wewenang untuk menetapkan
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini,
menandatangani surat keputusan tersebut untuk atas
namanya sendiri, tidak atas nama pejabat yang memberi
delegasi wewenang. Pejabat yang diberi delegasi wewenang
dapat memberi kuasa kepada pejabat lain.
Pejabat yang diberi kuasa untuk menetapkan pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil,

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

113

menandatangani surat keputusan tersebut tidak atas


namanya sendiri tetapi atas nama pejabat yang berwenang
pada instansi yang bersangkutan.
Pejabat yang diberi kuasa untuk menetapkan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian dimaksud, tidak dapat
memberikan kuasa lagi kepada pejabat lain.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas

114

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 33 TAHUN 1986
TENTANG
KEWAJIBAN PENYAMPAIAN LAPORAN PAJAK-PAJAK
PRIBADI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI
SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK
INDONESIA, DAN PEGAWAI BADAN USAHA MILIK
NEGARA DAN DAERAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor
12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
serta dicabutnya Ordonansi Pajak Kekayaan Tahun
1982, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
71 Tahun 1985 tentang Kewajiban Penyampaian
Laporan Pajak-Pajak Pribadi Bagi Pejabat Negara,
Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia, dan Pegawai Badan Usaha Milik
Negara dan Daerah, perlu ditinjau kembali;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1983 Nomor 56, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041).
3. Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang
ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262);
4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

115

Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor


3263);
5. Undang-undang Nomor 12 tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara
Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3312);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1983
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG KEWAJIBAN PENYAMPAIAN LAPORAN
PAJAK-PAJAK PRIBADI BAGI PEJABAT NEGARA,
PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN
BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, DAN PEGAWAI
BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN DAERAH.
Pasal 1
Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, dan Pegawai
Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD), pegawai bank
milik Negara/Daerah, yaitu :
a. Menteri, Jaksa Agung, Panglima ABRI, dan Gubernur Bank
Indonesia;
b. Pimpinan Kesekretariatan Jenderal pada Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara dan Ketua atau Kepala Lembaga Pemerintah Non
Departemen;
c. Kepala Staf Angkatan/Kapolri;
d. Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal dan
Pejabat-pejabat yang bertanggung jawab langsung dan berada
di bawah Menteri, Jaksa Agung, Panglima ABRI, dan Gubernur
Bank Indonesia;
e. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
f. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;

116

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

g. Pejabat yang memegang jabatan setingkat di bawah pejabatpejabat sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan huruf f;
h. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II;
i.

Semua Perwira Tinggi (Pati) dan Perwira Menengah (Pamen) di


lingkungan ABRI lainnya yang tidak termasuk pada huruf a sampai
dengan huruf h;

j. Semua Pegawai Negeri Sipil Golongan III/a PGPS-1968 ke atas


dan Anggota ABRI yang setingkat dengan Pegawai Negeri Sipil
golongan III/a PGPS-1968 ke atas dan yang tidak termasuk
dalam huruf h, termasuk Camat dan Lurah, sepanjang jumlah
penghasilan setahun yang diterima atau diperoleh baik dari
pekerjaan maupun di luar pekerjaan melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP);
k. Direktur Utama, Direktur, dan para pegawai lainnya sepanjang
penghasilan setahun yang diterima atau diperoleh baik dari
pekerjaan maupun di luar pekerjaan melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP), di lingkungan BUMN , BUMD, Bank Milik
Negara dan Milik Daerah; wajib menyampaikan Laporan PajakPajak Pribadi, disingkat LP2P, dan selanjutnya disebut Wajib
LP2P, menurut bentuk yang contohnya terlampir pada
Keputusan Presiden ini.
Pasal 2
Pajak-pajak pribadi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden
ini adalah Pajak Penghasilan berdasarkan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3263) dan Pajak Bumi dan Bangunan
berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 (Lembaran
Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3312).
Pasal 3
(1) yang dilaporkan dalam LP2P adalah :
a. Jumlah penghasilan, Pajak Penghasilan yang terhutang dan
Pajak Penghasilan yang telah dibayar, menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

117

b. Jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang dan yang


telah dibayar menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
(SPPT) dan/atau Surat Ketetapan Pajak (SKP).
(2) Dalam hal wanita kawin Wajib LP2P yang suaminya wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
maka yang dilaporkan dalam LP2P adalah :
a. Jumlah penghasilan, Pajak Penghasilan yang terhutang dan
Pajak Penghasilan yang telah dibayar semata-mata
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatannya;
b. Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang dan yang telah
dibayar berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
(SPPT) dan/atau Surat Ketetapan Pajak (SKP).
(3) Dalam hal wanita kawin wajib LP2P yang suaminya tidak wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan maka
yang dilaporkan dalam LP2P adalah :
a. Jumlah penghasilan, Pajak Penghasilan yang terhutang, dan
Pajak Penghasilan yang telah dibayar, menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan wanita kawin yang
bersangkutan;
b. Jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang dan yang
telah dibayar menurut Surat Pemberitahuan Pajak terhutang
(SPPT) dan/atau Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Pasal 4
(1) LP2P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 disampaikan tiap
tahun selambat-lambatnya tanggal 10 September setelah tahun
Pajak berakhir.
(2) LP2P dibuat dalam dua rangkap, lembar kedua wajib disimpan
oleh wajib LP2P dan lembar pertama disampaikan kepada :
a. Presiden, sepanjang mengenai LP2P Pejabat Negara,
Pegawai Negeri Sipil, dan Anggota ABRI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf a sampai dengan huruf f;
b. Menteri, Jaksa Agung, Gubernur Bank Indonesia, Pimpinan
Kesekretariatan Jenderal pada Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara, Ketua atau Kepala Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang bersangkutan sepanjang mengenai LP2P
Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, Pegawai
bank milik Negara yang dibawahinya;
118

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

c. Panglima ABRI dan para Kepala Staf Angkatan/Kapolri,


sepanjang mengenai LP2P anggota ABRI selain mereka yang
berdasarkan Keputusan Presiden ini wajib menyampaikan LP2P
mereka kepada Presiden dan Menteri serta pejabat lainnya
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, yang
penentuan pangkat dan jabatan serta tata cara
penyampaiannya diatur lebih lanjut oleh panglima ABRI;
d. Menteri tehnis yang bersangkutan, sepanjang mengenai LP2P
Direktur Utama, para Direktur dan pegawai lainnya di
lingkungan BUMN;
e. Gubernur Kepala Daerah, sepanjang mengenal LP2P Pegawai
Negeri Sipil golongan III/a yang diperbantukan Pemerintah
Pusat pada Pemerintah Daerah, Pegawai Negeri Sipil golongan
III/a pada Pemerintah Daerah, Anggota ABRI setingkat yang
dikaryakan pada Pemerintah Daerah, Camat, Lurah dan
Pegawai lainnya yang setingkat di lingkungan BUMD dan bank
milik Daerah.
Pasal 5
Presiden dan Pejabat yang menerima LP2P sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2):
a. melakukan penelitian dan penilaian LP2P yang diterimanya, dan
apabila dipandang perlu wajib LP2P yang bersangkutan dapat
diminta keterangan atau penjelasan lebih lanjut mengenai isi
LP2P yang disusunnya;
b. menyimpan LP2P sebagai dokumen dalam berkas khusus
sehingga dapat dijamin ketertiban administrasi, keamanan, dan
kerahasiaannya.
Pasal 6
(1) Dalam melakukan penelitian dan penilaian LP2P, Presiden dibantu
oleh suatu Tim yang terdiri dari beberapa petugas yang khusus
ditunjuk oleh Presiden untuk tugas-tugas dimaksud.
(2) Para Pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2) dalam melakukan penelitian dan penilaian LP2P dibantu oleh
Tim yang terdiri dari beberapa petugas yang khusus ditunjuknya
untuk tugas-tugas dimaksud.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaporkan
kepada Presiden, dan dalam hal oleh pejabat sebagaimana

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

119

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e laporan tersebut


disampaikan melalui Menteri Dalam Negeri.
Pasal 7
LP2P wajib dijaga kerahasiaannya oleh semua petugas yang ditunjuk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan dilarang mempeRIihatkan,
meminjamkan atau memberitahukan kepada siapapun kecuali atas
Izin tertulis dari wajib LP2P yang bersangkutan, atau Presiden, atau
Pejabat yang menerima LP2P.
Pasal 8
(1) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang tidak
melaksanakan kewajiban LP2P sebagaimana mestinya dapat
dikenakan sanksi administrasi kepegawaian menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Semua petugas yang diwajibkan merahasiakan isi LP2P
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 yang karena kealpaan
atau kesengajaan mengakibatkan terjadinya kebocoran terhadap
kerahasiaan LP2P, dikenakan sanksi administratif dan sanksi
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 9
Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, Keputusan Presiden
Nomor 71 Tahun 1985 tentang Kewajiban Penyampaian LP2P bagi
Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, dan Pegawai
BUMN dan BUMD, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 10
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dan
pertama kalinya diberlakukan untuk LP2P Tahun 1986.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 Juli 1986
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO

120

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1 TAHUN 2006
TENTANG
PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN
2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL
SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH
TERAKHIR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR
26 TAHUN 2001 KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI
NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 66 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI
PEGAWAI NEGERI SIPIL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dengan ditetapkannya gaji pokok Pegawai
Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
66 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, perlu mengatur
penyesuaian gaji pokok Pegawai Negeri Sipil menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 ke dalam

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

121

gaji pokok Pegawai Negeri Sipil menurut Peraturan


Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 tentang Perubahan
Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3890);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3098) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
66 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 151);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENYESUAIAN
GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL
SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH
TERAKHIR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 26 TAHUN 2001 KE DALAM GAJI POKOK
PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005 TENTANG
PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL
122

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 1
(1) Gaji pokok Pegawai Negeri Sipil menurut golongan ruang dan
masa kerja golongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2001, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2006 disesuaikan
dengan gaji pokok menurut golongan ruang dan masa kerja
golongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketujuh
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud paia ayat (1),
termasuk Calon Pegawai Negeri Sipil
(3) Rincian penyesuaian gaji pokok sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I,
Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV Peraturan
Presiden ini.
Pasal 2
(1) Penyesuaian gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian
dalam lingkungan masing-masing sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan keputusan
dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat lain di
lingkungannya untuk menetapkan penyesuaian gaji pokok
tersebut
Pasal 3
Ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Presiden ini diatur lebih
lanjut oleh Menteri Keuangan dan/atau Kepala Badan Kepegawaian
Negara, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri menurut
bidang tugasnya masing-masing.
Pasal 4
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Keputusan Presiden
Nomor 64 Tahun 2003 tentang Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

123

Negeri Sipil menurut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001


ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku
Pasal 5
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Januari 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya


Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum,
ttd
Lambock V. Nahattands

124

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN I
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor
: 1 Tahun 2006
Tanggal
: 11 Januari 2006
DAFTAR PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH
BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001
KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Golongan I
MKG
0

Lama

Baru

575.000

661.300

587.900

676.100

601.100

691.300

Lama

Baru

Lama

Baru

Lama

Baru

619.700

712.600

645.900

742.800

673.200

774.200

633.600

728700

660.400

759.500

688.400

791.600

647.900

745.00

675.300

776.600

703.800

809.400

662.400

761.800

690.500

794.000

719.700

827.600

677.300

778.900

706.000

811.900

735.800

846.200

692.500

796.400

721.800

830.100

752.400

865.200

708.100

814.300

738.100

848.800

769.300

884.700

724.000

832.600

754.700

867.900

786.600

904.600

1
2
3
4
5
6

614.700

706.900

628.500

722.700

7
8
9
10

642.600

739.000

657.000

755.600

671.800

772.600

686.900

790.000

11
12
13
14
15
16
17

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

125

18

702.400

807.700

718.200

825.900

734.300

844.100

750.800

863.400

767.700

882.800

19
20
21
22
23
24
25
26
27

740.300

851.400

771.600

887.400

804.300

924.900

757.000

870.500

789.000

907.300

822.400

945.700

774.000

890.100

806.700

927.700

840.800

967.000

791.400

910.100

824.800

948.600

859.700

988.700

809.200

930.500

843.400

969.900

879.100

1.010.900

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum
ttd
Lambock V. Nattands

126

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN II
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor
: 1 Tahun 2006
Tanggal
: 11 Januari 2006
DAFTAR PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH
BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001
KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Golongan II
c
d
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
0 725.600 834.400
1 733.700 843.800
2
3 750.200 862.700 782.000 899.200 815.000 937.300 849.500 976.900
4
5 767.100 882.100 799.500 919.500 833.400 958.400 868.600 998.900
6
7 784.300 902.000 817.500 940.100 852.100 979.900 888.100 1.021.400
8
9 801.900 922.200 835.900 961.300 871.200 1.001.900 908.100 1.044.300
10
11 820.000 943.000 854.700 982.900 890.800 1.024.500 928.500 1.067.800
12
13 838.400 964.200 873.900 1.005.000 910.900 1.047.500 949.400 1.091.800
14
15 857.300 985.800 893.500 1.027.600 931.300 1.071.000 970.700 1.116.300
16
17 876.500 1.008.000 913.600 1.050.700 952.300 1.095.100 992.600 1.141.400
18
19 896.200 1.030.700 934.200 1.074.300 973.700 1.119.700 1.014.900 1.167.100
20

MKG

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

127

21 916.400 1.053.800 955.200 1.098.400 995.600 1.144.900 1.037.700 1.193.300


22
23 937.00 1.077.500 976.600 1.123.100 1.017.900 1.170.600 1.061.0001.220.200
24
25 958.000 1.101.800 998.600 1.148.400 1.040.800 1.197.000 1.084.000 1.247.600
26
27 979.600 1.126.500 1.021.000 1.174.200 1.064.200 1.223.900 1.109.300 1.275.600
28
29 1.001.600 1.151.800 1.044.00 1.200.600 1.088.200 1.251.400 1.134.200 1.304.300
30
31 1.024.100 1.177.700 1.067.400 1.227.600 1.112.600 1.279.500 1.159.700 1.333.600
32
33 1.047.100 1.204.200 1.091.400 1.255.200 1.137.600 1.308.300 1.185.800 1.363.600

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum
ttd
Lambock V. Nattands

128

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN III
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor
: 1 Tahun 2006
Tanggal
: 11 Januari 2006
DAFTAR PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH
BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001
KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Golongan III
MKG
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

c
d
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
905.400 1.041.200 943.700 1.085.200 983.600 1.131.100 1.025.200 1.179.000
925.700 1.064.600 964.900 1.109.600 1.005.700 1.156.600 1.048.300 1.205.500
946.500 1.088.500 986.600 1.134.600 1.028.300 1.182.600 1.071.800 1.232.600
967.800 1.113.000 1.008.800 1.160.100 1.051.400 1.209.200 1.095.900 1.260.300
989.600 1.138.000 1.031.400 1.186.100 1.075.100 1.236.300 1.120.600 1.288.600
1.011.800 1.163.600 1.054.600 1.212.800 1.099.200 1.264.100 1.145.800 1.317.600
1.034.600 1.189.700 1.078.300 1.240.100 1.124.000 1.292.500 1.171.500 1.347.200
1.057.800 1.216.500 1.102.600 1.268.000 1.149.200 1.321.600 1.197.800 1.377.500
1.081.600 1.243.800 1.127.400 1.296.500 1.175.100 1.351.300 1.224.800 1.408.500
1.105.900 1.271.800 1.152.700 1.325.600 1.201.500 1.381.700 1.252.300 1.440.100
1.130.800 1.300.400 1.178.600 1.355.400 1.228.500 1.412.700 1.280.500 1.472.500

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

129

21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

1.156.200 1.329.600 1.205.100 1.385.900 1.256.100 1.444.500 1.309.200 1.505.600


1.182.200 1.359.500 1.232.200 1.417.000 1.284.300 1.477.000 1.338.700 1.539.500
1.208.800 1.390.100 1.259.900 1.448.900 1.313.200 1.510.200 1.368.800 1.574.100
1.235.900 1.421.300 1.288.200 1.481.500 1.342.700 1.544.100 1.399.500 1.609.500
1.263.700 1.453.300 1.317.200 1.514.800 1.372.900 1.578.800 1.431.000 1.645.600
1.292.100 1.485.900 1.346.800 1.548.800 1.403.800 1614.300 1.463.200 1.682.600

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum
ttd
Lambock V. Nattands

130

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN IV
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor
: 1 Tahun 2006
Tanggal
: 11 Januari 2006
DAFTAR PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH
BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001
KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 7 TAHUN 1977
TENTANG
PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Golongan IV
c
d
e
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
Lama
Baru
0 1.068.600 1.228.900 1.113.800 1.280.900 1.160.900 1.335.100 1.210.100 1.391.600 1.261.200 1.450.400
1
2 1.092.600 1.256.500 1.138.800 1.309.700 1.187.000 1.365.100 1.237.300 1.422.800 1.289.600 1.483.000
3
4 1.117.200 1.284.800 1.164.400 1.339.100 1.213.700 1.395.800 1.285.100 1.454.800 1.318.800 1.516.400
5
6 1.142.300 1.313.600 1.190.600 1.396.200 1.241.000 1.427.100 1.293.500 1.487.500 1.348.200 1.550.500
7
8 1.168.000 1.343.200 1.217.400 1.400.000 1.268.900 1.459.200 1.322.600 1.521.000 1.378.500 1.585.300
9
10 1.194.200 1.373.400 1.244.800 1.431.500 1.297.400 1.492.000 1.352.300 1.555.200 1.409.500 1.621.000
11
12 1.221.100 1.404.200 1.272.700 1.463.600 1.326.600 1.525.600 1.382.700 1.590.100 1.441.200 1.657.400
13
14 1.248.500 1.435.800 1.301.300 1.496.500 1.356.400 1.559.900 1.413.800 1.625.900 1.473.600 1.694.700
15
16 1.276.600 1.468.100 1.330.600 1.530.200 1.385.900 1.594.900 1.445.600 1.662.400 1.506.700 1.732.800
17
18 1.305.300 1.501.100 1.360.500 1.560.600 1.418.100 1.630.800 1.478.100 1.699.800 1.540.600 1.771.700
19
20 1.334.600 1.534.800 1.391.100 1.599.800 1.450.000 1.667.400 1.511.300 1.738.00 1.575.200 1.811.500
21
22 1.364.600 1.569.300 1.422.400 1.635.700 1.482.600 1.704.900 1.545.300 1.777.100 1.610.700 1.852.300
23
24 1.395.300 1.604.500 1.454.300 1.672.500 1.515.900 1.743.300 1.580.00 1.817.000 1.646.900 1.893.900
25
26 1.426.700 1.640.700 1.487.000 1.710.100 1.550.000 1.782.400 1.615.500 1.857.900 1.683.900 1.936.500
27
28 1.458.700 1.677.600 1.520.500 1.748.500 1.584.800 1.822.500 1.651.900 1.899.600 1.721.700 1.980.000
29

MKG

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

131

30 1.491.500 1.715.300 1.554.600 1.787.800 1.620.400 1.863.500 1.689.00 1.942.300 1.760.400 2.024.500
31
32 1.525.100 1.753.800 1.589.600 1.828.000 1.656.900 1.905.400 1.727.000 1.986.000 1.800.000 2.070.000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum
ttd
Lambock V. Nattands

132

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

KEPUTUSAN
KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 1158a/KEP/1983
TENTANG
KARTU ISTERI/SUAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL
KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA

Menimbang : bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah


perlu menetapkan Kartu Isteri/Suami Pegawai Negeri
Sipil.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55 , Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972
tentang Badan Administrasi Kepegawaian Negara
(Lembaran Negara Tahun 1972 Nomor 42);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1933
tentang izin Perkawinan dan Perceraian Bagi
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3250).
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG KARTU ISTERI/
SUAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

133

Pasal 1
Kepada setiap isteri Pegawai Negeri Sipil, diberikan Kartu Isteri Pegawai
Negeri Sipil disingkat dengan KARIS dan kepada setiap suami Pegawai
Negeri Sipil diberikan Kartu Suami Pegawai Negeri Sipil disingkat dengan
KARSU.
Pasal 2
(1) Bentuk, ukuran, warna, dan isi KARIS dan KARSU bagi isteri/
suami Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, adalah sebagai tersebut
dalam lampiran I-A dan lampiran I-B Keputusan ini.
(2) Bentuk, ukuran, warna, dan isi KARIS dan KARSU Dagi isteri/
suami Pegawai Bank milik Negara, Bank milik Daerah, Badan
Usaha milik Negara. Badan Usaha milik Daerah, adalah sebagai
tersebut dalam lampiran II-A dan lampiran II-B Keputusan ini.
(3) Bentuk, ukuran, warna, dan isi KARIS dan KARSU bagi isteri/
suami Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, adalah
sebagai tersebut dalam lampiran III-A dan lampiran III-B
Keputusan ini.
Pasal 3
(1) KARIS diberi seri dan nomor urut yang dimulai dengan huruf
seri A dan dibelakang huruf tersebut dituliskan nomor urut yang
dimulai dan angka 000001 sampai dengan 999999.
(2) KARSU diberi seri dan nomor urut yang dimulai dengan huruf
seri AA dan dibelakang huruf tersebut dituliskan nomor urut
yang dimulai dari angka 000001 sampai dengan 999999.
Pasal 4
KARIS/KARSU adalah kartu identitas istri/suami Pegawai Negeri Sipil,
dalam arti bahwa pemegangnya adalah isteri/suami sah dari Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pasal 5
KARIS/KARSU berlaku selama yang bersangkutan menjadi istri/suami
sah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
134

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 6
Apabila Pegawai Negeri Sipil berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil
tanpa hak pensiun, maka KARIS/KARSU yang telah diberikan kepada
istri/suaminya dengan sendirinya tidak berlaku lagi.
Pasal 7
(1) Apabila isteri/suami Pegawai Negeri Sipil bercerai, maka KARIS/
KARSU yang telah diberikan kepadanya dengan sendirinya tidak
berlaku lagi.
(2) Apabila isteri/suami Pegawai Negeri Sipil yang bercerai itu rujuk/
kawin kembali, dengan bekas suami/isterinya, maka KARIS/
KARSU tersebut dengan sendirinya berlaku kembali.
Pasal 8
(1) Apabila Pegawai Negeri Sipil berhenti dengan hormat dengan
hak pensiun, maka KARIS/KARSU yang telah diberikan kepada
isteri/suaminya tetap berlaku.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga
apabila Pegawai Negeri Sipil yang berssngkutan meninggal dunia.
Pasal 9
(1) KARIS/KARSU bagi isteri/suami Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1974 dan Pegawai bulanan disamping pensiun, ditetapkan oleh
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
(2) KARIS/KARSU bagi istri/suami pegawai Bank Milik Negara. Bank
Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, ditetapkan oleh pimpinan Bank/Badan Usaha yang
bersangkutan.
(3) KARIS/KARSU bagi istri/suami Kepala Desa, Perangkat Desa,
dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
desa. ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang
bersangkutan.
Pasal 10
Hal-hal lain tentang KARIS/KARSU yang belum cukup diatur dalam
Keputusan ini, akan diatur kemudian.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

135

Pasa! 11
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Keputusan ini
disampaikan dengan homat kepada :
1.

Bapak Presiden

Menteri Sekretaris Negara

3.

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

4.

Semua Menteri Kabinet Pembangunan IV

5.

Jaksa Agung

6.

Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

7.

Semua Pimpinan Kesekretsriatan Lembaga Tertinggi Negara/


Tinggi Negara

8.

Semua Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen

9.

Semua Gubemur Kepala Daerah Tingkat I

10. Semua Bupati/Wali Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan


Walikota di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
11. Semua Pimpinan BanK milik Negara
12. Semua Pimpinan Badan Usaha Milik Negara
13. Semua Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah
14. Pertinggal
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 April 1933
KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
AEMANIHURUK

136

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK.279/OR/VIII/83/01 TAHUN 1983
TENTANG
PERATURAN DASAR PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a. bahwa ketentuan Dasar Kepegawaian Dinas Luar


Negeri berdasarkan Keputusan Menteri Luar
Negeri RI Nomor SK. 2783/BU/IX/81/01 tanggal
15 September 1981 tidak lagi mencerminkan
kecenderungan pemikiran yang ada dalam
Departemen Luar Negeri dewasa ini;
b. bahwa Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor
SK. 2783/BU/IX/81/01 tersebut kurang
mencakup masalah Pejabat Dinas Luar Negeri;
c. bahwa oleh karenanya perlu mengadakan
penyempurnaan atas Ketentuan Dasar
Kepegawaian Dinas Luar Negeri berdasarkan
SK.2783/BU/IX/81/01 tersebut di atas;
d. bahwa perlu disusun kembali ketentuan-ketentuan
yang mengatur Pejabat Dinas Luar Negeri.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

137

Mengingat

1. Undang-Undang Dasar 1945.


2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian.
3. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen.
4. Keputusan Presiden RI Nomor 45 Tahun 1974
tentang Susunan Organisasi Departemen,
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun
1982.
5. Keputusan Presiden RI No. 51 Tahun 1976
tentang Pokok-Pokok Organisasi Perwakilan RI di
Luar Negeri.
6. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.203
tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Luar Negeri.
7. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 236
Tahun 1983 tentang Kebijaksanaan Kepegawaian
Departemen Luar Negeri.
8. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor 208 Tahun
1983 tentang Alih Jabatan dari Pejabat
Administrasi dan Pejabat Komunikasi ke Pejabat
Diplomatik dan Konsuler.
MEMUTUSKAN

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG


PERATURAN DASAR PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1

Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan :


1. Dinas Luar Negeri adalah aparatur pemerintah yang
melaksanakan tugas dibidang politik dan hubungan luar negeri.
138

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

2. Pejabat Dinas Luar Negeri disingkat PDLN adalah pegawai dalam


lingkungan Departemen Luar Negeri yang telah memenuhi syaratsyarat untuk melaksanakan tugas Perwakilan.
3. Perwakilan adalah Perwakilan RI di luar negeri, baik Kedutaan
Besar, Perutusan Tetap pada Perserikatan Bangsa-Bangsa,
Konsulat Jenderal maupun Konsulat.
4. Pejabat Diplomatik Konsuler adalah Pejabat Dinas Luar Negeri
yang melaksanakan tugas-tugas pokok dalam bidang politik dan
hubungan luar negeri.
5. Status Diplomatik adalah kedudukan dengan hak-hak diplomatik
yang didapat dari negara asing untuk pejabat-pejabat tertentu
yang ditetapkan oleh negara Republik Indonesia atas dasar timbal
balik.
6. Tingkat PDLN adalah tingkat kepangkatan golongan pegawai
Departemen Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Pejabat
Dinas Luar Negeri sewaktu bertugas di dalam negeri.
7. Gelar Kepangkatan adalah gelar yang diberikan kepada seorang
Pejabat Dinas Luar Negeri sesuai tingkat PDLN-nya sewaktu
bertugas pada Perwakilan.
8. Gelar Jabatan adalah gelar yang diberikan oleh Kepala Negara/
Menteri Luar Negeri kepada seseorang sehubungan dengan
jabatan yang dipangkunya di Perwakilan.
BAB II
GOLONGAN PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 2
Yang termasuk PDLN adalah :
1. Pejabat Diplomatik Konsuler.
2. Pejabat Administrasi
3. Pejabat Sandi
Pasal 3
PDLN mempunyai status diplomatik selama bertugas di perwakilan.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

139

BAB III
SYARAT PENERIMAAN UNTUK MENJADI
CALON PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 4
1. Untuk diterima sebagai calon PDLN pada Departemen Luar Negeri
seorang harus memenuhi syarat-syarat umum sebagai berikut :
a. Berkewarganegaraan Indonesia;
b. Fisik dan mental dinyatakan sehat;
c. Bersedia ditempatkan dimana saja;
d. Tidak beristeri/bersuami seorang yang berkewarganegaraan
asing atau tanpa warganegara.
2. Selain syarat-syarat umum tersebut harus pula dipenuhi syaratsyarat khusus :
a. Untuk Pejabat Diplomatik Konsuler dan Pejabat Administrasi :
-

berumur setinggi-tingginya 28 tahun;

berijazah Sarjana Universitas/Perguruan Tinggi Negeri


atau yang dipersamakan dari jurusan yang ditetapkan
oleh Menteri Luar Negeri;

lulus ujian saringan yang diselenggarakan oleh


Departemen Luar Negeri.

b. Untuk Pejabat Sandi :


-

berumur setinggi-tingginya 25 tahun;

berijazah Sarjana Muda dari Akademi Sandi Negara


dengan mendapat rekomendasi dari Lembaga Sandi
Negara;

lulus ujian saringan yang diselenggarakan oleh


Departemen Luar Negeri.

3. Dalam keadaan tertentu Menteri Luar Negeri dapat mengadakan


pengecualian dari ketentuan-ketentuan mengenai Perguruan
Tinggi dan batas umur seperti yang ditetapkan dalam ayat 2
pasal ini.

140

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

BAB IV
JENJANG TINGKAT PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 5
Jenjang Tingkat PDLN adalah sebagai berikut :
(1) Pejabat Diplomatik Konsuler :
a. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat I;
b. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat II;
c. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat III;
d. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat IV;
e. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat V;
f.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat VI;

g. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat VII;


h. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat VIII;
(2) Pejabat Administrasi
a. Pejabat Administrasi (PA) Tingkat I;
b. Pejabat Administrasi (PA) Tingkat II;
c. Pejabat Administrasi (PA) Tingkat III;
d. Pejabat Administrasi (PA) Tingkat IV;
e. Pejabat Administrasi (PA) Tingkat V;
f.

Pejabat Administrasi (PA) Tingkat VI;

(3) Pejabat Sandi


a. Pejabat Sandi (PS) Tingkat I;
b. Pejabat Sandi (PS) Tingkat II;
c. Pejabat Sandi (PS) Tingkat III;
d. Pejabat Sandi (PS) Tingkat IV;
e. Pejabat Sandi (PS) Tingkat V;
f.

Pejabat Sandi (PS) Tingkat VI;

g. Pejabat Sandi (PS) Tingkat VII;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

141

BAB V
KENAIKAN TINGKAT PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 6
Kenaikan tingkat PDLN adalah berdasarkan :
a. Sistem karier, sistem prestasi kerja dan potensi pengembangan;
b. Masa kerja tingkat PDLN terakhir selama 4 tahun terkecuali
tingkat PDLN terendah;
c. Formasi memungkinkan;
d. Daftar urut;
e. Untuk kenaikan tingkat PDLN tertentu diperlukan persyaratan
pendidikan.
Pasal 7
Kenaikan tingkat luar biasa dapat diberikan oleh Menteri Luar Negeri
berdasarkan prestasi luar biasa seorang PDLN.
BAB VI
GELAR PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 8
Para PDLN yang ditempatkan pada Perwakilan diberi gelar
kepangkatan dan gelar jabatan.
Pasal 9
1. Gelar kepangkatan yang diberikan kepada Pejabat Diplomatik
Konsuler yang ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik adalah :
a. Duta Besar untuk PDK I;
b. Minister untuk PDK II;
c. Minister Counsellor untuk PDK III;
d. Counsellor untuk PDK IV;
e. Sekretaris Pertama untuk PDK V;
f.

142

Sekretaris Kedua untuk PDK VI;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

g. Sekretaris Ketiga untuk PDK VII;


h. Atase untuk PDK VIII;
2. Gelar Kepangkatan Pejabat Administrasi yang ditempatkan pada
Perwakilan Diplomatik :
a. Minister Counsellor (Administrasi) untuk PA I;
b. Counsellor (Administrasi) untuk PA II;
c. Sekretaris Pertama (Administrasi) untuk PA III;
d. Sekretaris Kedua (Administrasi) untuk PA IV;
e. Sekretaris Ketiga (Administrasi) untuk PA V;
f.

Atase (Administrasi) untuk PA VI;

Dengan ketentuan bahwa gelar Minister Counsellor (Administrasi)


dapat diberikan kepada Pejabat Administrasi Tingkat I yang
pernah memangku Jabatan Eselon II pada Departemen Luar
Negeri.
3. Gelar Kepangkatan Pejabat Sandi yang ditempatkan pada
Perwakilan Diplomatik :
a. Counsellor (Administrasi) untuk PS I;
b. Sekretaris Pertama (Administrasi) untuk PS III;
c. Sekretaris Kedua (Administrasi) untuk PS III;
d. Sekretaris Ketiga (Administrasi) untuk PS IV;
e. Atase (Administrasi) untuk PS V;
f.

Atase (Administrasi) untuk PS VI;

g. Atase (Administrasi) untuk PS VIII.


Dengan ketentuan bahwa gelar Counsellor (Administrasi) hanya
diberikan kepada Pejabat Sandi Tingkat I yang telah lulus
SESPARLU.
Pasal 10
Gelar jabatan pada Perwakilan Diplomatik adalah :
a. Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh diberikan kepada
Kepala Perwakilan Diplomatik;
b. Kuasa Usaha Sementara diberikan kepada seorang Pejabat
Diplomatik Konsuler yang mempunyai tingkat atau gelar tertinggi
pada Perwakilan Diplomatik untuk memangku jabatan sementara
Kepala Perwakilan;
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

143

c. Wakil Kepala Perwakilan diberikan kepada Pejabat Diplomatik


Konsuler yang menjabat sebagai Wakil Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh.
Pasal 11
1. Gelar jabatan yang diberikan kepada Pejabat Diplomatik Konsuler
yang ditempatkan pada Perwakilan Konsuler adalah :
a. Konsul Jenderal untuk PDK I atau PDK II;
b. Konsul untuk PDK III, IV, V atau VI;
c. Konsul Muda untuk PDK VII atau VIII.
2. Gelar jabatan yang diberikan kepada Pejabat Administrasi yang
ditempatkan pada Perwakilan Konsuler adalah :
a. Konsul untuk PA I, II, III atau IV;
b. Konsul Muda untuk PA V atau PA VI.
3. Gelar jabatan yang diberikan kepada Pejabat Sandi yang
ditempatkan pada Perwakilan Konsuler adalah :
a. Konsul untuk PS I, II atau III;
b. Konsul Muda untuk PS IV, V atau VI.
BAB VII
PEJABATPEJABAT YANG DIPERBANTUKAN
Pasal 12
Menteri Luar Negeri dapat mengangkat seseorang dari luar lingkungan
Departemen Luar Negeri untuk ditugaskan pada Departemen Luar
Negeri atau di Perwakilan.
Pasal 13
Kepada Pejabat yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri
dan ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik diberikan gelar jabatan :
a. Atase Pertahanan dan Asisten Atase Pertahanan bagi Kepala
Bidang dan Kepala Sub Bidang Pertahanan;
b. Atase dengan sebutan yang sesuai dengan bidangnya masingmasing bagi Kepala Bidang Teknis.

144

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 14
Kepada Pejabat yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri
dan memangku jabatan pada Perwakilan Konsuler dapat diberikan
gelar jabatan :
a. Konsul bagi Pejabat/Pegawai Negeri Sipil dari golongan III/d ke
atas;
b. Konsul bagi anggota ABRI dari pangkat Mayor sampai dengan
Kolonel;
c. Konsul Muda bagi Pejabat/Pegawai Negeri Sipil dari golongan
III/a sampai dengan III/c;
d. Konsul Muda bagi ABRI dari Pangkat Letnan Satu sampai dengan
Kapten.
BAB VIII
PENDIDIKAN
Pasal 15
Pendidikan dan latihan merupakan unsur penting dalam pembinaan
PDLN dan berfungsi sebagai sarana untuk memupuk dan
menyempurnakan kemampuan profesional serta menentukan
kualifikasi pejabat dalam hubungan dengan persyaratan kepangkatan
dinas luar negeri dan jabatan di lingkungan Departemen Luar Negeri
dan Perwakilan.
Pasal 16
Sistim pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh Departemen
Luar Negeri baik dengan sarana pendidikan dan latihan di dalam
Departemen Luar Negeri maupun dengan sarana lain di luar
lingkungan Departemen Luar Negeri meliputi :
1. Pendidikan berjenjang terdiri atas : Sekolah Dinas Luar Negeri
(SEKDILU), Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (SESDILU), Sekolah
Staf dan Pimpinan Departemen Luar Negeri (SESPARLU).
2. Pendidikan dan latihan tidak berjenjang untuk berbagai keahlian
dan kejuruan.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

145

Pasal 17
Pendidikan yang diselenggarakan untuk Pejabat Diplomatik Konsuler,
Pejabat Administrasi dan Pejabat Sandi dibedakan satu dengan
lainnya sesuai dengan kebutuhan bidang masing-masing.
Pasal 18
Jenis, tujuan ruang lingkup, kwalifikasi pendidikan dan latihan serta
persyaratan masing-masing ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Luar Negeri.
BAB IX
ALIH GOLONGAN PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 19
Bagi Pejabat Administrasi dan Pejabat Sandi bila dibutuhkan oleh
Departemen Luar Negeri, dibuka kesempatan untuk beralih golongan
menjadi Pejabat Diplomatik Konsuler dengan syarat-syarat yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
BAB X
PENUGASAN PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 20
PDLN dapat ditugaskan di dalam negeri, di Perwakilan atau pada
Organisasi Internasional. Penugasan di dalam negeri dapat dilakukan
di Departemen Luar Negeri atau pada instansi Pemerintah lainnya.
Pasal 21
Penugasan pada dasarnya dilakukan untuk jangka waktu empat
tahun terkecuali apabila ditentukan lain oleh Menteri Luar Negeri.
Pasal 22
Masa penugasan dan penentuan jabatan bagi Pejabat yang
diperbantukan pada Departemen Luar Negeri ditentukan oleh Menteri
Luar Negeri.
146

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 23
Persyaratan jabatan baik di Departemen maupun di Perwakilan akan
diatur dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
BAB XII
PENGAKHIRAN DINAS
BAGI PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 24
Pengakhiran dinas bagi PDLN dapat terjadi karena :
1. Meninggal dunia.
2. Pensiun.
3. Atas permintaan sendiri.
4. Dinyatakan tidak memenuhi syarat kejasmanian dan kerohanian
bagi Dinas Luar Negeri.
5. Diberhentikan sebagai Pegawai Negeri.
6. Dicabut kedudukannya sebagai PDLN.
7. Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia.
BAB XIII
PERNIKAHAN
Pasal 25
1. Pernikahan para PDLN dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26
1. Seorang PDLN, apabila hendak menikah harus mengajukan
keterangan lengkap tentang calon isteri/suami kepada Menteri
Luar Negeri untuk menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian
izin menikah. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat
mengakibatkan yang bersangkutan dicabut kedudukannya
sebagai PDLN.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

147

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
Penyesuaian jabatan, tingkat dan gelar PDLN yang terdapat
sekarang, dengan adanya keputusan ini diatur sedemikian rupa agar
tidak merugikan Pejabat.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Pada saat berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Luar
Negeri Nomor SK. 2783/BU/XI/81/01, tanggal 15 September 1981
tentang Ketentuan Dasar Kepegawaian Dinas Luar Negeri serta
peraturan-peraturan lainnya yang bertentangan dengan keputusan
ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 29
Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Keputusan ini,
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
Pasal 30
Keputusan Menteri Luar Negeri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di :
Pada tanggal :

Jakarta
19 Agustus 1983

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
ttd
PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

148

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada :


1. Yth. Sdr. Menteri Sekretaris Negara di Jakarta
2. Yrh. Sdr. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara di
Jakarta
3. Yth. Sdr. Menteri HANKAM / PANGAB di Jakarta
4. Yth. Sdr. Menteri Kehakiman di Jakarta
5. Yth. Sdr. Menteri Keuangan di Jakarta
6. Yth. Sdr. Menteri Pertanian di Jakarta
7. Yth. Sdr. Menteri Perhubungan di Jakarta
8. Yth. Sdr. Menteri Agama di Jakarta
9. Yth. Sdr. Menteri Perdagangan di Jakarta
10. Yth. Sdr. Menteri Perindustrian di Jakarta
11. Yth. Sdr. Kepala BAKN di Jakarta
12. Yth. Sdr. LAN di Jakarta
13. Yth. Sdr. Ketua Lembaga Sandi Negara di Jakarta
14. Yth. Sdr. Dirjen Badan Tenaga Atom Nasional di Jakarta
15. Yth. Sdr. Para Pejabat Eselon I dan II Departemen Luar Negeri
di Jakarta
16. Yth. Sdr. Para Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri
17. Arsip

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

149

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK. 2783/BU/IX/81/01
TENTANG
KETENTUAN DASAR KEPEGAWAIAN DINAS LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

: a. bahwa peraturan dasar tentang pembinaan


Kepegawaian Departemen Luar Negeri yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Luar Negeri
Nomor SK. 102/BU/I/80/01 tanggal 15 Januari
1980 perlu di sesuaikan dengan perkembangan
pembinaan kepegawaian secara menyeluruh dan
terpadu;
b. bahwa untuk itu perlu diatur kembali ketentuan
dasar kepegawaian Dinas Luar Negeri.

Mengingat

: 1. Pasal 11 dan 13 Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian;
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1975
tentang wewenang Pengangkatan, Pemindahan
dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;
4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 5 Tahun 1976
tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil;
5. Keputusan Presiden RI Nomor 237 Tahun 1967
tentang Pembentukan Sekretariat Nasional
ASEAN;
6. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen;

150

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

7. Keputusan Presiden RI Nomor 45 Tahun 1974


tentang Susunan Organisasi Departemen;
8. Keputusan Presiden RI Nomor 51 Tahun 1976
tentang Pokok-Pokok Organisasi Perwakilan R.I.
di Luar Negeri.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN DASAR KEPEGAWAIAN
DINAS LUAR NEGERI.
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Keputusan ini dengan :
(1) Departemen adalah Departemen Luar Negeri;
(2) Perwakilan adalah Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri,
baik berupa Kedutaan Besar Republik Indonesia, Perutusan Tetap
Republik Indonesia pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konsulat
Jenderal Republik Indonesia, maupun Konsulat Republik
Indonesia;
(3) Pegawai Departemen adalah Pegawai Negeri Sipil Republik
Indonesia di lingkungan Departemen Luar Negeri, yang diangkat
oleh Menteri Luar Negeri untuk diserahi tugas atau jabatan di
Departemen Luar Negeri;
(4) Tingkat Kepangkatan Pegawai Dinas Luar Negeri adalah tingkat
yang diberikan kepada seorang Pegawai Dinas Luar Negeri;
(5) Konsul Jenderal Kehormatan dan Konsul Kehormatan adalah
seorang warga negara Republik Indonesia bukan pegawai negeri
atau seorang warga negara asing yang diangkat oleh Presiden
Republik Indonesia untuk mengurus kepentingan konsuler Negara
Republik Indonesia di satu wilayah tertentu disuatu negara;
(6) Gelar Jabatan adalah gelar yang diberikan oleh Menteri Luar
Negeri kepada seseorang sehubungan dengan jabatan yang
dipangkunya di Perwakilan;
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

151

(7) Pegawai yang diperbantukan adalah Pegawai Negeri dari


Departemen lain atau Lembaga Pemerintah Non-Departemen,
yang diangkat oleh Menteri Luar Neperi untuk diserahi tugas
atau jabatan baik di Departemen Luar Negeri maupun di
Perwakilan;
(8) Pegawai Setempat adalah mereka yang diangkat oleh Kepala
Perwakilan untuk dipekerjakan di Perwakilan;
(9) Gelar Kepangkatan adalah gelar yang diberikan kepada seorang
Pegawai Dinas Luar Negeri sewaktu ia memegang jabatan pada
atau melaksanakan suatu tugas di Perwakilan;
(10) Dinas Luar Negeri adalah aparat Pemerintah yang berfungsi di
lingkungan Departemen Luar Negeri untuk melaksanakan tugas
di bidang politik dan hubungan luar negeri Republik Indonesia.
BAB II
KATEGORI KEPEGAWAIAN
DINAS LUAR NEGERI
Pasal 2
Kepegawaian Dinas Luar Negeri meliputi kategori Pegawai sebagai
berikut :
(1) Pegawai Dinas Luar Negeri yang diperinci dalam golongan :
a. Golongan Pejabat Diplomatik :
-

Pejabat Diplomatik/Konsuler,

Pejabat Administrasi,

Pejabat Komunikasi.

b. Golongan Pejabat Non-Diplomatik :


-

Pejabat Pembantu Administrasi,

Pejabat Pembantu Komunikasi,

(2) Pegawai yang diperbantukan pada Dinas Luar Negeri :


a. Atase Pertahanan/Asisten Atase Pertahanan,
b. Atase Teknis,
c. Pembantu Atase Pertahanan/Tehnis.
(3) Pegawai Setempat.

152

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

BAB III
PENERIMAAN DAN PENGANGKATAN
Pasal 3
(1) Untuk penerimaan dan pengangkatan sebagai Pegawai Dinas
Luar Negeri seorang calon harus memenuhi syarat-syarat umum
sebagai berikut :
a. Berkewarganegaraan Republik Indonesia karena kelahiran.
b. Fisik dan mental dinyatakan mampu untuk bertugas di mana
saja di seluruh dunia oleh instansi yang berwenang.
(2) Selain syarat-syarat umum tersebut harus pula dipenuhi syaratsyarat khusus :
a. Untuk Pejabat Diplomatik/konsuler
- Berumur setinggi-tingginya 28 tahun;
- Berijazah Sarjana Lengkap dari Perguruan Tinggi/
Universitas Negeri atau Swasta yang disamakan dari
jurusan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri;
- Lulus Pendidikan Dasar Pejabat Diplomatik/Konsuler yang
diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri.
b. Untuk Pejabat Administrasi :
- Berumur setinggi-tingginya 28 tahun;
- Berijazah Sarjana lengkap dari Perguruan-Tinggi/
Universitas Negeri atau Swasta yang disamakan dari
jurusan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri;
- Lulus Pendidikan Dasar Pejabat Administrasi Luar Negeri
yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri.
c. Untuk Pejabat Komunikasi :
- Berumur setinggi-tingginya 25 tahun;
- Berijazah Sarjana Muda dari Akademi Sandi Negara;
- Lulus Pendidikan Dasar Pejabat Komunikasi Lu-ar Negeri
yang diselenggarakan oleh atau untuk Departemen Luar
Negeri.
d. Untuk Pejabat Pembantu Komunikasi
- Berumur setinggi-tingginya 35 tahun
- Berijazah Sekolah Menengah Atas Negeri Jurusan Ilmu
Pasti-Alam/Sekolah Tehnik Negeri atau Swasta yang
disamakan, jurusan listrik;
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

153

Lulus Pendidikan Pejabat Pembantu Komunikasi yang


diselenggarakan oleh atau untuk Departemen Luar
Negeri.

(3) Pejabat Administrasi dan Pejabat Komunikasi dapat beralih ke


Pejabat Diplomatik/Konsuler bila memenuhi syarat dan lulus
Pendidikan Madya dan/atau Sespa untuk Pejabat Diplomatik/
Konsuler yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri.
(4) Dalam halhal yang khusus Menteri Luar Negeri dapat
menyimpang dari ketentuan-ketentuan batas umur yang
ditetapkan dalam ayat (2) tersebut diatas.
Pasal 4
Menteri Luar Negeri dapat mengangkat seorang pegawai dari luar
lingkungan Departemen Luar Negeri pada Perwakilan dengan gelar
Diplomatik atas dasar pertimbangan khusus.
BAB IV
PENDIDIKAN
Pasal 5
Pendidikan dan latihan merupakan unsur penting dalam
pembinaan Pegawai Dinas Luar Negeri dan berfungsi sebagai sarana
untuk memupuk dan menyempurnakan kemampuan profesional
serta menentukan kualifikasi pegawai dalam hubungan dengan
persyaratan kepangkatan dinas luar negeri dan jabatan di lingkungan
Departemen Luar Negeri dan Perwakilat Perwakilan.
Pasal 6
Sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri
baik dengan sarana pendidikan dan latihan organik maupun dengan
sarana. Lain di luar lingkungan Departemen, meliputi :
(1) Pendidikan berjenjang untuk karier Pegawai Dinas Luar Negeri.
(2) Pendidikan dan latihan tidak berjenjang untuk berbagai keahlian
dan kejuruan Dinas Luar Negeri

154

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 7
Pendidikan yang diselenggarakan untuk Pejabat Diplomatik/Konsuler,
Pejabat Administrasi dan Pejabat Komunikasi dibedakan satu dengan
lainnya sesuai dengan kebutuhan bidang masing-masing.
Pasal 8
Jenis, tujuan, ruang lingkup, kualifikasi pendidikan dan latihan serta
persyaratan masing-masing ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Luar Negeri.
BAB V
KEPANGKATAN
Pasal 9
Jenjang kepangkatan Pegawai Dinas Luar Negeri adalah sebagai
berikut :
(1) Pejabat Diplomatik/Konsuler :
a. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat I
b. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat II
c. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat III
d. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat IV
e. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat V
f. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat VI
g. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat VII
h. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat VIII
(2) Pejabat Administrasi :
a. Pejabat Administrasi (PA) tingkat I
b. Pejabat Administrasi (PA) tingkat II
c. Pejabat Administrasi (PA) tingkat III
d. Pejabat Administrasi (PA) tingkat IV
e. Pejabat Administrasi (PA) tingkat V
f. Pejabat Administrasi (PA) tingkat VI.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

155

(3) Pejabat Komunikasi :


a. Pejabat Komunikasi (PK) tingkat I
b. Pejabat Komunikasi (PK) tingkat II
c. Pejabat Komun ikasi (PK) t ingkat III
d. Pejabat Komunikasi (PK) tingkat IV
e. Pejabat Komunikasi (PK) tingkat V
f. Pejabat Komunikasi (PK) tingkat VI
g. Pejabat Komunikasi (PK) tingkat VII.
(4) Kepangkatan Pegawai yang diperbantukan pada Dinas Luar
Negeri adalah kepangkatan Instansi pegawai yang
bersangkutan.
BAB VI
STATUS
Pasal 10
Status diplomatik diberikan kepada :
a.

Pejabat Diplomatik;

b.

Atase dan asisten Atase Pertahanan;

c.

Atase Teknis.
Pasal 11

Menteri Luar Negeri dapat memberikan status diplomatik kepada


pegawai dari Departemen lain atau Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri
untuk diserahi tugas dan jabatan di Perwakilan.
BAB VII
KENAIKAN TINGKAT
PEGAWAI DINAS LUAR NEGERI
Pasal 12
Kenaikan tingkat Pegawai Dinas Luar Negeri adalah berdasarkan :

156

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(1) Sistem karier dan sistem prestasi kerja;


(2) Ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kenaikan tingkat
diatur dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
BAB VIII
GELAR
Pasal 13
Gelar Jabatan dapat diberikan sebagai gelar jabatan biasa atau
sebagai jabatan kehormatan :
(1). Gelar jabatan biasa adalah :
a. Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik
Indonesia diberikan kepada Kepala Perwakilan Diplomatik;
b. Konsul Jenderal Republik Indonesia diberikan kepada Kepala
Perwakilan Konsuler tingkat Konsulat Jenderal;
c. Konsul Republik Indonesia diberikan kepada Kepala Perwakilan
tingkat Konsulat;
d. Kuasa Usaha Sementara Republik Indonesia diberikan kepada
seorang Pejabat Diplomatik/Konsuler yang berpangkat
tertinggi pada Perwakilan Diplomatik untuk memangku
sementara jabatan Kepala Perwakilan Diplomatik;
e. Atase Pertahanan dan Asisten Atase Pertahanan di berikan
kepada Kepala Bidang dan Kepala Sub Bidang Pertahanan
di Perwakilan Diplomatik;
f. Atase dengan sebutan yang sesuai dengan bidangnya
masing-masing diberikan kepada Kepala Bidang Teknis di
Perwakilan Diplomatik.
(2). Gelar jabatan kehormatan adalah :
Konsul Jenderal Kehormatan Republik Indonesia dan Konsul
Kehormatan Republik Indonesia yang diberikan kepada seorang
warga negara Republik Indonesia bukan pegawai negeri atau
warga negara asing yang diangkat sebagai Wakil Kehormatan
Negara Republik Indonesia,
(3). Pejabat-pejabat yang telah mempunyai gelar jabatan tidak
mendapatkan gelar kepangkatan.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

157

Pasal 14
Gelar kepangkatan dapat diberikan sebagai gelar kepangkatan biasa,
gelar kepangkatan tituler dan gelar kepangkatan lokal :
(1). Gelar kepangkatan biasa diberikan kepada Pegawai Dinas Luar
Negeri sesuai dengan tingkat kepangkatannya;
(2). Gelar kepangkatan tituler/pribadi diberikan kepada pegawai negeri
bukan Pegawai Dinas Luar Negeri yang karena kebutuhan dinas
dianggap perlu memakai gelar kepangkatan;
(3). Gelar kepangkatan lokal diberikan kepada Pegawai Dinas Luar
Negeri yang karena suatu tugas tertentu perlu memakai gelar
lain dari pada gelar yang dapat diberikan sesuai dengan
tingkatnya.
Pasal 15
Gelar kepangkatan yang diberikan kepada Pegawaian Dinas Luar
Negeri yang ditentukan pada Perwakilan adalah :
(1). Gelar kepangkatan diplomatik yang diberikan kepada Pejabat
Diplomatik/Konsuler yang ditempatkan pada Perwakilan
diplomatik :
a. Duta Besar untuk PDK I
b. Minister untuk PDK II
c. Minister Counsellor untuk PDK III
d. Counsellor untuk PDK IV
e. Sekretaris Pertama untuk PDK V
f. Sekretaris Kedua untuk PDK VI
g. Sekretaris Ketiga untuk PDK VII
h. Atase untuk PDK VIII
(2). Gelar kepangkatan diplomatik yang diberikan kepada Pejabat
Administrasi yang ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik :
a. Counsellor (Administrasi) untuk PA I
b. Counsellor (Administrasi) untuk PA II
c. Sekretaris Pertama (Administrasi) untuk PA III
d. Sekretaris Kedua (Administrasi) untuk PA IV
e. Sekretaris Ketiga (Administrasi) untuk PA V
f. Atase (Administrasi) untuk PA VI
158

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

dengan ketentuan bahwa gelar Minister Counsellor (Administrasi)


dapat diberikan kepada Pejabat Administrasi Tingkat I yang
pernah memangku jabatan Eselon II pada Departemen Luar
Negeri dan ditempatkan sebagai Kepala Bagian Administrasi
pada Perwakilan D I
(3). Gelar kepangkatan diplomatik yang diberikan kepada Pejabat
Komunikasi yang ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Sekretaris Pertama (Administrasi) untuk PK I


Sekretaris Pertama (Administrasi) untuk PK II
Sekretaris Kedua (Administrasi) untuk PK III
Sekretaris Ketiga (Administrasi) untuk PK IV
Atase (Administrasi) untuk PK V
Atase (Administrasi) untuk PK VI
Atase (Administrasi) untuk PK VII

dengan ketentuan, bahwa gelar Counsellor (Administrasi) dapat


diberikan kepada Pejabat Komunikasi tingkat I yang mengepalai
Unit Komunikasi Jenis A pada Perwakilan Diplomatik D-l
(4). Gelar kepangkatan konsuler yang diberikan kepada Pejabat
Diplomatik/Konsuler yang ditempatkan pada Perwakilan Konsuler :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Konsul
Konsul
Konsul
Konsul
Konsul
Konsul

untuk PDK III


untuk PDK IV
untuk PDK V
untuk PDK VI
Muda untuk PDK VII
Muda untuk PDK VIII

(5). Gelar kepangkatan Konsuler yang diberikan kepada Pejabat


Administrasi yang ditempatkan pada Perwakilan Konsuler :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Konsul
Konsul
Konsul
Konsul
Konsul
Konsul

untuk PA I
untuk PA II
untuk PA III
untuk PA IV
Muda untuk PA V
Muda untuk PA VI

(6). Gelar kepangkatan Konsuler yang diberikan kepada Pejabat


Komunikasi yang ditempatkan pada Perwakilan Konsuler :

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

159

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Konsul untuk PK I
Konsul untuk PK II
Konsul untuk PK III
Konsul Muda untuk PK IV
Konsul Muda untuk PK V
Konsul Muda untuk PK VI
Konsul Muda untuk PK VII

(7). Gelar kepangkatan Konsuler untuk pegawai yang diperbantukan


pada Dinas Luar Negeri :
1. Konsul bagi pegawai negeri sipil dari Golongan III/d keatas;
2. Konsul bagi anggota ABRI dari pangkat Mayor sampai
dengan Kolonel;
3. Konsul Muda bagi pegawai negeri sipil dari golongan III/a
sampai dengan III/c;
4. Konsul Muda bagi ABRI dari pangkat Letnan Satu sampai
dengan Kapten.
BAB IX
PENUGASAN
Pasal 16
Penugasan Pegawai Dinas Luar Negeri diselenggarakan atas sistem
pergiliran tugas dan jabatan di dalam negeri, baik di Departemen
Luar Negeri maupun Instansi Pemerintah lainnya dan di luar negeri
terutama pada Perwakilan.
Pasal 17
Pergiliran tugas dan jabatan bagi Pegawai Dinas Luar Negeri dilakukan
untuk jangka waktu kurang lebih 4 tahun di luar negeri, dengan
ketentuan setelah bertugas selama kurang lebih 3 tahun di dalam
negeri.
Pasal I8
Pergiliran tugas dan jabatan bagi pegawai diperbantukan pada Dinas
Luar Negeri di luar negeri dilakukan untuk jangka waktu kurang lebih
4 tahun.
160

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Berdasarkan pertimbangan dinas Menteri Luar Negeri dapat


menetapkan jangka waktu penugasan yang lain dari pada ke tentuan
di dalam pasal 16 dan 17 bagi seseorang Pegawai Dinas Luar Negeri
dan pasal 18 bagi Pegawai dinerbantukan pada Dinas Luar Negeri.
Pasal 20
Dasar penugasan dan penempatan Pegawai Dinas Luar Negeri pada
golongan atau jabatan di dalam dan di luar negeri ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Luar Negeri.
Pasal 21
Persyaratan jabatan baik di Departemen maupun di Perwakilan akan
diatur dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
BAB X
PENGAKHIRAN DINAS
Pasal 22
Pengakhiran dari Dinas Luar Negeri dapat terjadi karena:
(1) Meninggal dunia;
(2) Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia;
(3) Pensiun;
(4) Penghentian sebagai pegawai negeri;
(5) Dinyatakan tidak memenuhi syarat kejasmanian dan
kerokhanian bagi Dinas Luar Negeri;
(6) Atas permintaan sendiri.
BAB XI
PENGHASILAN LUAR NEGERI
Pasal 23
Kepada Pegawai yang ditempatkan pada Perwakilan diberikan
penghasilan sebagaimana diatur dengan Keputusan Presiden.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

161

BAB XII
PERNIKAHAN
Pasal 24
(1) Untuk kepentingan dinas, Menteri Luar Negeri menetapkan
persyaratan khusus bagi calon istri atau calon suami Pegawai
Dinas Luar Negeri.
(2) Seorang calon Pegawai Dinas Luar Negeri yang sudah beristri
atau bersuami harus mengajukan keterangan lengkap tentang
istri atau/suaminya kepada Menteri Luar Negeri untuk menjadi
bahan pertimbangan dalam pemeriksaannya sebagai Pegawai
Dinas Luar Negeri.
(3) Seorang Pegawai Dinas Luar Negeri, apabila hendak menikah
harus mengajukan permohonan ijin kepada Menteri Luar Negeri
disertai keterangan lengkap tentang calon istri atau suaminya.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dalam ayat ini dapat
mengakibatkan yang bersangkutan diberhentikan sebagai
Pegawai Dinas Luar Negeri.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
Kepada para lulusan SESDILU angkatan VI Jurusan Administrasi
dan kepada para Pembantu Pejabat Pimpinan Administrasi
(PPPTULN) diberikan gelar Pejabat Administrasi tingkat VII dan/
atau Pejabat Administrasi tingkat VIII sesuai dengan ketentuan
yang akan diatur dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
Pasal 26
Pada saat berlakunya Keputusan ini, segala peraturan perundangundangan yang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
dalam Keputusan ini, tetap berlaku selama belum ada yang baru
berdasarkan Keputusan ini.

162

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Pada saat berlakunya Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi
Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor SK.102/BU/1/80/01, tanggal
15 Januari 1980 tentang Peraturan Dasar Kepegawaian Dinas Luar
Negeri.
Pasal 28
Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Keputusan ini,
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
Pasal 29
Keputusan Menteri Luar Negeri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 15 September 1981
MENTERI LUAR NEGERI
ttd
PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA
Disalin sesuai dengan aslinya:
Sub. Bagian Peraturan Perundang-undangan
Biro Kepegawaian,
ttd
SADEWO JOEDO, S.H
NIP. 020002155

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

163

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK.30/OR/III/84/01 TAHUN 1984
TENTANG
PEDOMAN TATA CARA PEMBINAAN PEJABAT
DEPARTEMEN LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA
Menimbang

a. bahwa perlu melestarikan pengetahuan,


ketrampilan dan pengalaman para pejabat
Departemen Luar Negeri senior;
b. bahwa perlu mengembangkan pengetahuan,
ketrampilan dan pengalaman pejabat
DepaRIemen Luar Negeri senior dengan
memberikan pembinaan mental, moral dan
ketrampiran kepada pejabat Departernen Luar
Negeri junior agar dapat bekerja secara
berdaya guna dan berhasil guna;
c. bahwa untuk itu perlu ditetapkan Keputusan
Menteri Luar Negeri tentang Pedoman Tata
Cara Pembinaan Pejabat Departemen Luar
Negeri Republik Indonesia.

Mengingat

1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun


1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri
Sipil;
2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun
1979 tentang Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil;
3. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Organises! Perwakilan
RI di Luar Negeri;

164

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

4. Keputusan Presiden RI Nomor 51 Tahun 1976


tentang Pokok-pokok Organisasi Perwakilan
RI di Luar Negeri;
5. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1964
tentang Susunan Organisasi Departemen;
6. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor
SK.582/BU/III/79/01 Tahun 1979 tentang
Susunan Organisasi Perwakilan RI di Luar
Negeri;
7. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor
SK.203/OR/2/83/01 Tahun 1983 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar
Negeri;
8. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.
236/OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang
Kebijaksanaan Kepegawaian Departemen
Luar Negeri;
9. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.
279/OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang
Kebljaksanaan Kepegawaian Departemen
Luar Negeri;
10. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.
283/OR/VIII83/01 Tahun 1983 tentang Sistim
Pendidikan dan Latuhan Berjenjang Pejabat
Dinas Luar Negeri, sebagaimana telah diubah
dan ditambah dangan Keputusan Menteri
Luar Negeri RI Nomor SK. 23/OR/III/84/01
Tahun 1984:
11. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.
17/OR/III/84/01 Tahun 1983 tentang
Program Penugasan Pertama Pejabat Dinas
Luar Negeri PDK dan PA;
12. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.
22/OR/lll/84/01 Tahun 1984 tentang Program
Penugasan Pertama Pejabat Diplomatik
Konsuler Lulusan Sesdilu Dasar Angkatan VII
VIII pada Perwakilan RI.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

165

Memperhatikan

Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik


Indonesia.
MEMUTUSKAN

Menetapkan

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN
TATA CARA PEMBINAAN PEJABAT
DEPARTEMEN LUAR NEGERI.

Pertama

Menetapkan Pedoman Tata Cara Pembinaan


Pejabat Departemen Luar Negeri Republik
Indonesia, sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan ini.

Kedua

Pedoman Tata Cara Pembinaan Pejabat


Departemen Luar Negeri ini wajib dilaksanakan
baik di Departemen Luar Negeri maupum
perwakilan RI.

Ketiga

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal


ditetapkan.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 24 Maret 1984
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

166

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI RI
NOMOR : SK. 30/OR/lII/84/01
TANGGAL : 24 MARET 1984
PEDOMAN TATA CARA PEMBINAAN
PEJABAT DEPARTEMEN LUAR NEGERI
BAB I
UMUM
Pasal 1
Pembinaan adalah setiap usaha untuk meningkatkan kemampuan
para pejabat junior oleh para pejabat senior di lingkungan
Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI.
Pasal 2
Para pejabat Departemen Luar Negeri sebagai insan Pancasila wajib
memiliki watak dan budi luhur, keuletan, semangat juang yang tinggi
serta ketrampilan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara
berdaya guna dan berhasil guna.
Pasal 3
Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki para pejabat senior
wajib dilestarikan dan dikembangkan oleh para pejabat junior baik di
Departemen Luar Negeri maupun di Perwakilan RI melalui pembinaan.
BAB II
TATA CARA PEMBINAAN
Pasal 4
Pembinaan tidak dalam bentuk formal, tetapi merupakan tindakan
sehari-hari dalam melaksanakan tugas dan dilakukan secara berlanjut
selama masih berdinas oleh setiap senior terhadap juniornya.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

167

BAB III
PELAKSANAAN
Pasal 5
Pembinaan pejabat Departemen Luar Negeri terdiri dan :
(1) Pembinaan mental meliputi;
a. pemberian tauladan sebagai insan Pancasila oleh pejabat
senior kepada pejabat junior;
b. ketaatan, kesetiaan, keuletan dan kegigihan dalam membela
Negara dan Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. pelaksanaan tugas dengan motivasi yang kuat, jujur,
berdisiplinr bersemangt, bertanggung jawab dan penuh
pengabdian untuk kepentingan bangsa dan negara;
d. sikap yang saleh, menjunjung tinggi kehormatan Negara,
Pemerintah martabat pejabat Departemen Luar Negeri
(2) Pembinaan ketrampilan meliputi :
a. tugas secara baik;
b. pengecekan hasil penugasan;
c. saran-saran perbaikan;
d. pemberian tauladan yang baik;
e. cara-cara pembinaan masyarakat secara umum.
BAB IV
LAIN-LAIN
Pasal 8
Kelalaian dalam melaksanakan pembinaan dapat mempengaruhi
conduite pejabat yang bersangkutan.

168

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: SK. 01/A/KPI/2002/01
TENTANG
TUGAS, FUNGSI, DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN
BADAN PERTIMBANGAN JABATAN DAN KEPANGKATAN
DEPARTEMEN LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
Menirnbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000
tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam
Jabatan Struktural, perlu meninjau kembali tugas,
fungsi dan susunan keanggotaan Badan
Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan
Departemen Luar Negeri;
b. bahwa Badan Pertimbangan Jabatan dan
Kepangkatan Departemen Luar Negeri (BPJK)
yang diatur dalam Keputusan Menteri Luar Negeri
Nomor SK. 131/KP/IX/95/01 Tahun 1995 tentang
Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan
Departemen Luar Negeri dinilai tidak sesuai lagi
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
c. bahwa dengan ditetapkannya struktur organisasi
Departemen Luar Negeri yang baru dan untuk
kelancaran pelaksanaan manajemen pegawai
dalam rangka perencanaan, pengembangan, dan
pembinaan karier serta peningkatan mutu

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

169

kepemimpinan dalam Jabatan Struktural di


lingkungan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri, maka perlu
dibentuk Badan Pertimbangan Jabatan dan
Kepangkatan, selanjutnya disebut Baperjakat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu
menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri
tentang Tugas, Fungsi, dan Susunan Keanggotaan
Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan
Departemen Luar Negeri;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor
8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 169. Tambahan Lembaran Negara Nomor
3890);
2. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun1999 Nomor 156, Tambahan
Lembaran Negera Nomor 3882);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4017) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002
tentang Perubahan Atas Peraturan. Pemerintah
Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
170

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Indonesia Tahun 2002 Nomor 32, Tambahan


Lembaran Negara Nomor 4193);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000
tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam
Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 197, Tambahan
Lembaran Negara Nornor 4018), sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
13 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan
Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 33. Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4094);
6. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2000
tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara;
7. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2000
tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden
Nomor 51 Tahun 1976 tentang Pokok-pokok
Organisasi Perwakilan sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Presiden Nomor 1231 Tahun
1999;
8. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen;
9. Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001
tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Departemen;
10. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.279/
OR/VIII/83/01 Tahun 1933 tentang Peraturan
Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri;
11. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 69/OR/
X/87/01 Tahun 1987 Tentang Susunan Organisasi
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri beserta
Perubahan Lampiran A dan Lampiran B
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor
SK.059/OT/111/2002/01 Tahun 2002;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

171

12. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 053/


OT/II/2002/01 Tahun 2002 tentang, Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri;
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG
TUGAS, FUNGSI, DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN
BADAN
PERTIMBANGAN
JABATAN
DAN
KEPANGKATAN DEPARTEMEN LUAR NEGERI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri Luar Negeri ini yang dimaksud dengan :
1.

Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Departemen


Luar Negeri (selanjutnya disebut Baperjakat) adalah perangkat
Departemen Luar Negeri (selanjutnya disebut Deplu) yang
mempunyai tugas rnemberikan pertimbangan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian Deplu, di bidang kepegawaian untuk
Jabatan Kepala Perwakilan, Jabatan Struktural Eselon II ke
bawah, Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat I dan PDK
Tingkat II di lingkungan Deplu dan Perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri (selanjutnya disebut Perwakilan), dan atau yang
diperbantukan pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non
Departemen, dan atau Lembaga/Organisasi Internasional.

2.

Tim Pendukung Baperjakat adalah perangkat Deplu yang


mempunyai tugas memberikan pertimbangan kepada
Baperjakat di bidang kepegawaian para Pegawai Deplu dalam
Jabatan Struktural Eselon III dan Eselon IV, PDK Tingkat III,
Pejabat Administrasi (PA) Tingkat I dan Pejabat Sandi (PS)
Tingkat I ke bawah di lingkungan Deplu dan Perwakilan, dan
atau yang, diperbantukan pada Departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen atau Pemerintah Daerah Otonomi,
dan atau Lembaga/Organisasi Internasional.

3.

Pegawai Deplu adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi


persyaratan dan diangkat dengan Surat Keputusan Menteri

172

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Luar Negeri untuk bertugas di lingkungan Deplu, Perwakilan,


dan atau yang diperbantukan pada Departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen atau Lembaga/Organisasi
Internasional.
4.

Jabatan Struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan


tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang, Pegawai
Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi
negara.

5.

Eselon adalah tingkatan jabatan struktural.

6.

Pejabat Pembina Kepegawaian Deplu adalah Menteri Luar


Negeri.

7.

Pemindahan adalah penempatan, penarikan, pemindahan


Pegawai Deplu antar unit dan antar Perwakilan, dan atau
pemulangan dari Perwakilan karena melakukan pelanggaran/
tindak pidana/penyelewengan, dan atau pemindahan Pegawai
Deplu yang diperbantukan pada Departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen atau Lembaga/Organisasi
Internasional.
BAB II
TUGAS DAN FUNGSI BAPERJAKAT
Bagian Pertama
Tugas Baperjakat
Pasal 2

(1) Baperjakat mempunyai tugas pokok rnemberikan pertimbangan


kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Deplu, dalam hal
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan
dari Jabatan Kepala Perwakilan, Jabatan Struktural Eselon II
ke baweh, PDK Tingkat I dan PDK Tingkat II di lingkungan
Deplu dan Penwakilan, dan atau yang diperbantukan pada
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan atau
Lembaga/Organisasi Internasional.
(2) Baperjakat bertugas pula memberikan pertimbangan kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian Deplu, dalam hal pemberian
kenaikan pangkat bagi yang menduduki jabatan struktural,
menunjukkan prestasl kerja luar biasa baiknya, menemukan
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

173

penemuan baru yang bermanfaat bagi negara dan


perpanjangan batas usia pensiun Pegawai Deplu yang
menduduki Jabatan Struktural Eselon I dan Eselon II, serta
dalam Jenjang PDK Tingkat I dan PDK Tingkat II,
(3) Di samping tugas ssbagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
(2) Baperjakat dapat memberikan usul pertimbangan kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian Deplu, dalam hal pengangkatan,
pemindahan, penjatuhan sanksi. Dan pemberhentian Pegawai
Deplu dalam dan dari Jabatan Struktural Eselon I, PDK Tingkat
I dan PDK Tingkat II di lingkungan Deplu dan jabatan-jabatan
di lingkungan Perwakilan dan atau yang diperbantukan pada
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen atau
Lembaga/Organisasi Intemasional
Bagian Kedua
Fungsi Baperjakat
Pasal 3
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Baperjakat menyelenggarakan fungsi :
a. pemberian pertimbangan pengangkatan, pemindahan,
penjatuhan sanksi dan pemberhentian Pegawai Deplu dalam
dan dari Jabatan Kepala Perwakilan, Jabatan Struktural Eselon
II ke bawah, PDK Tingkat I dan PDK Tingkat II di lingkungan
Deplu dan Perwakilan, dan atau yang diperbantukan pada
Departemen Lembaga Pemerintah Non Departemen atau
Lembaga/Organisasi Internasional;
b. pemberian pertimbangan kenaikan pangkat bagi Pegawai Deplu
yang menduduki jabatan struktural dan Jenjang PDK
sebagaimana tersebut dalam butir a, menunjukkan prestasi
kerja luar biasa baiknya, dan atau menemukan penemuan baru
yang bemanfaat bagi negara;
c. pemberian pertimbangan kenaikan percepatan Jenjang PDLN/
Gelar Diplomatik bagi Pegawai Deplu pada Jenjang PDK Tingkat
I dan PDK Tingkat II yang menduduki jabatan struktural dan
atau menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya, dan atau
menemukan penemuan baru ini yang bermanfaat bagi negara;
d. pemberian pertimbangan penjatuhan sanksi dan pemulangan
bagi Pegawai Deplu pada jabatan struktural dan Jenjang PDK
174

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

sebagaimana tersebut dalam butir a yang bertugas di Perwakilan


karena melakukan pelanggaran/tindak pidana penyelewengan;
dan
e. pemberian pertimbangan perpanjangan batas usia pensiun bagi
Pegawai Deplu yang menduduki Jabatan Struktural Eselon I
dan Eselon II, serta pejabat dengan Jenjang PDK Tingkat I
dan PDK TingKat II.
Pasal 4
Baperjakat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berpedoman
kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB III
ORGANISASI BAPERJAKAT
Bagian Pertama
Keanggotaan Baperjakat
Pasal 5
(1) Ketua dan Anggota Baperjakat adalah Pejabat Eselon I Deplu.
(2) Jumlah Anggota Baperjakat paling banyak 7 (tujuh) orang dan
menurut masa keanggotaannya terbagi menjadi Anggota Tetap
dan Anggota Tidak Tetap.
(3) Anggota Tetap Baperjakat terdiri dari :
a. Sekretaris Jenderal selaku Ketua;
b. Inspektur
c. Staf Ahli Menteri Luar Negeri Bidang Manajemen
Departemen
(4) Untuk periode Pertama, Susunan Anggota Tidak Tetap
Baperjakat adalah:
a. Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika;
b. Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN;
c. Direktur Jenderal Multilateral Politik, Sosial, dan Keamanan;
d. Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler.
(5) Untuk periode Kedua, Susunan Anggota Tidak Tetap Baperjakat
adalah :
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

175

a. Direktur Jenderal Amerika dan Eropa;


b. Direktur Jenderal Multilateral Ekonomi, Keuangan dan
Pembangunan;
c. Direktur Jenderal Informasi, Diplomasi Publik, dan
Perjanjian Intenasional;
d. Kepala Badan Pengajian dan Pengembangan Kebijakan.
(6) Susunan Anggota Tidak Tetap Baperjakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) dan (5) dilakukan dengan mekanisme
rotasi setiap 1 (satu) tahun sekali, dimulai dengan Anggota
Tidak Tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) terhitung
sejak berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini.
(7) Dalam hal terjadi mutasi terhadap Anggota Tidak Tetap
Baperjakat, maka kedudukannya diteruskan oleh Pejabat
Struktural Penggantinya sampai dengan berakhirnya periode
keanggotaan.
(8) Sekretaris Baperjakat adalah Pejabat Eselon II Deplu yang
secara fungsional bertanggung jawab di bidang kepegawaian.
Pasal 6
Ketua Baperjakat mempunyai tugas memimpin kegiatan Baperjakat,
membuat rencana kerja, termasuk mengkoordinasikan, memantau
dan membantu pelaksanaan rekomendasi yang dihasilkan oleh
Baperjakat.
Pasal 7
Ketua, Anggota, baik Anggota Tetap maupun Angoota Tidak Tetap
Baperjakat, melaksanakan tugas sebagai suatu Tim dan masingmasing mempunyai hak suara dalam proses pengambilan keputusan
secara kolektif
Bagian Kedua
Pertimbangan Baperjakat
Pasal 8
(1) Keputusan tentang Pertimbangan yang akan disampaikan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Deplu adalah sah apabila
diputuskan dalam rapat yang dihadiri oleh paling sedikit 5 (lima)
anggota, termasuk Ketua.

176

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(2) Pengambilan Keputusan tentang Pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara mufakat atau cara
lain yang disepakati dalam Rapat Baperjakat.
(3) Ketua Baperjakat menyampaikan Keputusan tentang
Pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Deplu
paling lama satu minggu setelah diadakannya rapat
Bagian Ketiga
Rapat Baperjakat
Pasal 9
(1) Rapat Baperjakat diselenggarakan satu kali dalam sebulan atau
beberapa kali berdasarkan keperluan.
(2) Bahan rapat, pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan,
dan keputusan yang diambil rapat bersifat rahasia.
Pasal 10
(1) Sekretaris Baperjakat mempunyai tugas membantu Ketua di
bidang administrasi termasuk menyiapkan dan mengumpulkan
kelengkapan data kepegawaian yang diperlukan bagi Rapat
Baperjakat.
(2) Sekretaris Baperjakat dapat hadir dalam rapat tanpa hak suara.
Pasal 11
Kelengkapan data kepegawaian yang disiapkan oleh Sekretaris
Baperjakat sekurang-kurangnya terdiri dari :
a.

Riwayat Hidup lengkap dan pasphoto pegawai;

b.

Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan tahunan, yang mencakup


Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
serta Evaluasi dan Penilaian Hasil Kerja Pegawai, sekurangkurangnya untuk 3 (tiga) tahun terakhir;

c.

Hasil Penilaian Akhir Pendidikan Berjenjang (SEKDILU, SESDILU,


dan SESPARLU), hasil pelatihan teknis lainnya serta hasil
pendidikan akademis karena Tugas Belajar atau selama menjadi
Pegawai Deplu;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

177

d.

Hasil pengawasan atau Catatan tentang pegawai yang


bersangkutan oleh Inspektorat Jenderal;

e.

Lain-lain yang dianggap perlu,


BAB IV
TIM PENDUKUNG BAPERJAKAT
Bagian Pertama
Tugas dan Fungsi Tim Pendukung Baperjakat
Pasal 12

(1) Dalam melaksanakan Tugasnya, Baperjakat dibantu Tim


Pendukung Baperjakat.
(2) Tim Pendukung Baperjakat mempunyai tugas pokok
memberikan pertimbangan kepada Baperjakat mengenai
masalah-masalah kepegawaian para Pegawai Deplu dalam
Jabatan Struktural Eselon III dan Eselon IV di lingkungan Deplu
dan atau yang diperbantukan pada Departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, atau Pemerintah Daerah
Otonomi.
(3) Tim Pendukung Baperjakat mempunyai tugas pokok
memberikan Pertimbangan kepada Baperjakat mengenai
massalah-masalah kepegawaian, para Pegawai Deplu dalam
jenjang PDK Tingkat III, PA Tingkat I dan PS Tingkat I ke
bawah di lingkungan Deplu dan Perwakilan, dan atau yang
diperbantukan pada Lembaga/Organisasi Internasional
(4) Tim Pendukung Baperjakat dapat memberikan usul
pertimbangan kepada Baperjakat dalam hal pengangkatan,
pemindahan, penjatuhan sanksi, dan pemberbentian Pegawai
Deplu dalam Jabatan Struktural Eselon II di lingkungan Deplu
dan Pegawai Deplu dalam jabatan yang setara di Perwakilan,
dan atau yang diperbantukan pada Departemen, Lembaga
Pemerintahan Non Departemen atau Pemerintah Daerah
Otonom dan atau Lembaga/Organisasi Internasional.
(5) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dan (3), Tim Pendukung Baperjakat menyelenggarakan
fungsi :

178

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

a. pemberian pertimbangan pengangkatan, pemindahan,


penjatuhan sanksi, dan pemberhentian bagi Pegawai Deplu
dalam dan dari Jabatan Struktural Eselon III dan Eselon IV
di lingkungan Deplu dan Perwakilan, dan atau yang
diperbantukan pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non
Departemen atau Pemerintah Daerah Otonom dan atau
Lembaga Organisasi Internasional;
b. pemberian pertimbangan kenaikan pangkat bagi Pegawai
Deplu yang menduduki jabatan struktural, menunjukkan
prestasi kerja luar biasa baiknya, dan atau menemukan
penemuan baru yang bermanfaat bagi negara;
c. pemberian pertimbangan kenaikan percepatan Jenjang
PDLN/Gelar Diplomatik bagi Pegawai Deplu yang menduduki
jabatan struktural, atau pejabat dengan jenjang PDK Tingkat
lll PA Tingkat I, dan PS Tingkat I ke bawah yang
menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya, dan atau
menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara;
d. pemberian pertimbangan pemindahan bagi Pegawai Deplu
yang akan bertugas ke dan dari luar negeri dan atau yang
diperbantukan pada Departemen Lembaga Pemerintah Non
Departemen atau Pemerintah Daerah Otonomi dan atau
Lembaga/Organisasi Internasional;
e. pemberian pertimbangan penjatuhan sanksi dan
pemulangan bagi Pegawai Deplu yang bertugas di Perwakilan
karena melakukan pelanggaran/tindak pidana/
penyelewengan; dan
f. Pemberian pertimbangan dalam pendidikan berjenjang bagi
pengembangan Sumber Daya Manusia Deplu.
Pasal 13
(1) Tim Pendukung Baperjakat dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya berpedoman kepada peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Tim Pendukung Baperjakat bertanggung jawab menghimpun
kelengkapan data kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 dan menyampaikan semua berkas tersebut kepada
seturuh anggola Baperjakat satu minggu sebelum diadakannya

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

179

rapat yang akan digunakan sebagai acuan dan konsultasi antar


Anggota Baperjakat.
Bagian Kedua
Keanggotaan Tim Pendukung Baperjakat
Pasal 14
(1) Tim Pendukung Baperjakat terdiri dari Penasihat, Ketua,
Anggota dan Sekretaris.
(2) Penasihat adalah Pejabat Eselon I B Deplu.
(3) Ketua, Anggota, dan Sekretaris Tim Pendukung Baperjakat
adalah Pejabat Eselon II Deplu
(4) Susunan Keanggotaan Tim Pendukung Baperjakat terdiri dari :
a. Penasihat

: Staf Ahli Menteri Luar


Negeri Bidang Manajemen
Departemen

b. Ketua merangkap Anggota : Kepala Biro Kepegawaian


c. Sekretaris merangkap
Anggota

180

: Kepala Biro Tata Usaha


dan Perlengkapan

Anggota : 1.

Sekretaris Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan


Afrika;

2.

Sekretaris Direktorat Jenderal Amerika dan


Eropa;

3.

Sekretaris Direktorat Jenderal Kerjasama


ASEAN;

4.

Sekretaris Direktorat Jenderal Multilateral


Politik, Sosial dan Keamanan;

5.

Sekretaris Direktorat Jenderal Multilateral


Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan;

6.

Sekretaris Direktorat Jenderal Informasi


Diplomasi Publik dan Perjanjian Internasional;

7.

Sekretaris Direktorat Jenderal Protokol dan


Konsuler;

8.

Sekretaris Inspektorat Jenderal;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

9.

Sekretaris Badan Pengkajian


Pengembangan Kebijakan; dan

dan

10. Kepala Biro Administrasi Menteri,


Pasal 15
(1)

Penasihat mempunyai tugas memberikan nasihat dan


pedoman dalam kaitannya dengan manajemen kepegawaian
dan pembinaan karier.

(2)

Ketua Tim Pendukung Baperjakat mempunvai tugas yang


meliputi pembuatan rencana kegiatan bersama-sama dengan
seluruh anggota mengkoordinasikan, dan memantau
pelaksanaan rencana kegiatan serta menyiapkan dan
mengumpulkan data pegawai yang diperlukan dalam Rapat
Tim Pendukung Baperjakat.

(3)

Anggota Tim Pendukung Baperjakat mempunyai tugas


membantu Ketua dalam melaksanakan tugasnya.

(4)

Sekretaris Tim Pendukung Baperjakat mempunyai tugas


membantu Ketua dari bidang administrasi.
Pasal 16

(1)

Dalam hal pembahasan menyangkut perencanaan kebutuhan


anggaran untuk mendukung kebijakan kepegawaian, Kepala
Biro Keuangan diundang untuk hadir dalam Rapat Tim
Pendukung, Baperjakat.

(2)

Dalam hal diperlukan pertimbangan yuridis atas masalah yang


dibahas. Kepala Biro Hukum diundang untuk hadir dalam Rapat
Tim Pendukung Baperjakat.

(3)

Dalam hal pembahasan menyangkut pelaksanaan pendidikan


dan pelatihan pegawai, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Pegawai diundang untuk hadir dalam Rapat Tim Pendukung
Baperjakat.

(4)

Dalam hal pembahasan menyangkut penempatan dan


penarikan staf Komunikasi,......... ..... (masih kurang lengkap)

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

181

Bagian Ketiga
Rapat Tim Pendukung Baperjakat
Pasal 17
Rapat Tim Pendukung Baperjakat diselenggarakan satu kali dalam
sebulan dan atau beberapa kali berdasarkan keperluan.
Bagian Keempat
Pertimbangan Tim Pendukung Baperjakat
Pasal 18
(1) Pertimbangan yang diterima dalam rapat Tim Pendukung
Baperjakat adalah sah apabila rapat dihadiri oleh paling sedikit
7 (tujuh) orang Anggota, termasuk Ketua.
(2) Pertimbangan Tim Pendukung Baperjakat diputuskan secara
musyawarah mufakat atau cara lain yang disepakati oleh rapat
Tim Pendukung Baperjakat
(3) Ketua Tim Pendukung Baperjakat menyampaikan pertimbangan
hasil rapat kepada Ketua Baperjakat paling lama satu minggu
setelah diadakannya rapat.
BAB V
ANGGARAN
Pasal 19
Segala sesuatu yang menyangkut biaya kegiatan Baperjakat dan
Tim Pendukung.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
(1) Pada saat berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini maka
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 131/KP/IX/95/01

182

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Tahun 1995 tentang Badan Pertimbangan Jabatan dan


Kepangkatan Deplu, dinyatakan tidak berlaku.
(2) Keputusan Menteri Luar Negeri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Juni 2002
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
N. HASSAN WIRAJUDA

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

183

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOTA DINAS
Nomor

: 1139/KP/V/2004/19

Kepada

: Yth. Bapak Sekretaris Jenderal/Ketua BAPERJAKAT

Tembusan : 1. Yth. Para Pejabat Eselon I dan Pejabat Eselon II


2. Yth. Para AnggotaTim Pendukung BAPERJAKAT
Dari

: Kepala Biro Kepegawaian/Ketua Tim Pendukung


BAPERJAKAT

Perihal

: Pedoman Mutasi Pegawai ke Perwakilan, Pedoman


Penarikan Pegawai dari Perwakilan dan Orientasi
Penempatan Pegawai ke Perwakilan

Merujuk perihal pokok Nota, dengan hormat disampaikan halhal sebagai berikut :
1. Rapat Tim Pendukung Baperjakat tanggal 20 April 2004 dan
tanggal 7 Mei 2004 telah merumuskan suatu Pedoman Mutasi
Pegawai ke Perwakilan, Pedoman Penarikan Pegawai dari
Perwakilan dan Orientasi Penempatan Pegawai ke Perwakilan
(terlampir).
2. Pedoman Mutasi Pegawai ke Perwakilan dan Pedoman Penarikan
Pegawai dari Perwakilan dimaksudkan sebagai panduan praktis
mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pegawai
yang akan berangkat ke perwakilan dan pegawai yang telah
kembali dari Perwakilan. Sedangkan Orientasi Penempatan
Pegawai dimaksudkan sebagai pengganti melopen dengan lebih
menekankan pemahaman hal-hal praktis dalam kaitannya dengan
pelaksanaan restrukturisasi perwakilan melalui pembekalan yang
diberikan oleh Unit-unit Kerja terkait di Deplu.
3. Sesuai dengan Pedoman Mutasi Pegawai ke Perwakilan, maka
proses yang harus diselesaikan sampai dilerbitkannya SK Menlu
184

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

mengenai penempatan yang bersangkutan ke Perwakilan adalah


(a) Kelengkapan Administrasi, (b) Orientasi Penempatan Pegawai,
(c) Pemantapan Substansi, (d) Penyelesaian Akhir Administrasi
oleh Sekretaris Jenderal dan Kepala Biro Kepegawaian. Dengan
ditetapkannya Pedoman ini, maka pengedaran Mutasi tidak lagi
diberlakukan.
4. Orientasi Penempatan Pegawai ke Perwakilan dilaksanakan melalui
metode tatap muka dan diskusi bersama dalam suatu kelas
(termasuk pegawai dari Departemen lain yang diperbantukan ke
Deplu yang akan ditempatkan di Perwakilan) dengan
menghadirkan para narasumber dan Unit-unit Kerja terkait. Waktu
orientasi berlangsung selama kurang lebih 10 hari, dilanjutkan
dengan pendalaman dan pemantapan substansi ke masingmasing Unit Kerja terkait di Deplu dan Departemen terkait lainnya
dalam rangka membangun networking guna memudahkan
pelaksanaan tugas yang bersangkutan di Perwakilan.
5. Sehubungan dengan hal tersebut, Tim Pendukung BAPERJAKAT
mohon dukungan dan bantuan dari seluruh Pejabat Eselon I
dan Pejabat Eselon II dalam rangka mempercepat dan
meningkatkan pelayanan kepada pegawai.
Demikian, atas perhatian dan arahan Bapak Sekretaris Jenderal/
Ketua BAPERJAKAT diucapkan terima kasih.
PEDOMAN MUTASI PEGAWAI KE PERWAKILAN
I. Umum
a. Diusulkan oleh Unit yang bersangkutan dengan tembusan
ke Inspektorat Jenderal.
b. Inspektoral Jenderal memberikan klarifikasi mengenai
kepegawaian bersangkutan.
c. Dibahas dalam TP Baperjakat.
d. Keputusan TP Baperjakat sekurang-kurangnya 3 bulan
sebelum pegawai ditempatkan.
e. Segera (selama-lamanya 2 minggu) setelah keputusan TP
Baperjakat, Biro Kepegawaian akan mengeluarkan Nota
Pemberitahuan kepada pegawai yang akan ditempatkan.
f. Dalam waktu selambat-lambatnya 10 hari kerja (2 minggu)
setelah menerima Nota Pemberitahuan, pegawai
bersangkutan harus menghubungi Biro Kepegawaian.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

185

g. Apabila setelah 2 minggu tidak menghubungi Biro


Kepegawaian, keputusan TP Baperjakat dianggap batal.
h. Pembahasan kembali pegawai bersangkutan akan dilakukan
1 tahun setelah diketuarkan Nota.
i.

Unit asal pegawai yang akan ditempatkan di perwakilan


diharapkan dapat memberi waktu/ijin kepada pegawai
bersangkutan untuk menyiapkan diri.

II. Pegawai yang telah menghubungi Biro Kepegawaian,


langkah selanjutnya adalah :
A. Kelengkapan Administrasi
1. Mengisi formulir.
2. Melakukan pemeriksaan kesehatan.
3. Hutang Piutang, Yakes, Perumahan, Dharma Wanita
Persatuan, dsb.
B. Orientasi Penempatan Pegawai (10 hari kerja)
Pembekalan dari unit terkait:
1. Sekretariat Jenderal
2. Inspektorat Jenderal
3. Ditjen Protkons
4. Ditjen IDPPI
5. Ditjen Amerop
6. Ditjen Aspasaf
7. Ditjen Multilateral Polsoskam/Ekubang
8. Ditjen ASEAN
9. BPPK
C. Pemantapan Substansi (1 bulan)
1. Mempersiapkan diri dari segi substansi dengan mengikuti
proses magang di Direktorat yang membawahi wilayah
negara pegawai yang akan ditempatkan atau isu-isu yang
akan ditangani.
2. Melakukan orientasi kerja ke Departemen/Instansi Teknis
terkait.
3. Menjalin networking sesuai dengan kebutuhan tugasnya
di Perwakilan.

186

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

D. Penyelesaian Akhir Administrasi


1. Kepala Biro Kepegawaian.
2. Sekretaris Jenderal.
E. Penerbitan Surat Keputusan
1. Surat Keputusan akan diterbitkan setelah menyelesaikan
proses pada butir A, B, C, dan D.
2. Penerbitan SK (paling lambat 1 minggu setelah memenuhi
ke-4 persyaratan tsb).
3. Paling lama 3 minggu setelah SK terbit harus berangkat
menuju Perwakilan. Sebelum berangkat, pegawai
bersangkutan harus mengisi Buku Keberangkatan di Biro
Kepegawaian. Apabila pegawai bersangkutan tidak
mengisi, maka waktu penempatannya di Perwakilan
dihitung sejak dikeluarkannya SK Menlu. Bagi pegawai
yang mengisi Buku Keberangkatan, lamanya penempatan
di Perwakilan dihitung sejak tanggal tiba di Perwakilan atau
sejak mengisi buku Keberangkatan.
PEDOMAN PENARIKAN PEGAWAI
DARI PERWAKILAN RI
I. Umum
1. Pegawai yang telah ditempatkan di Perwakilan antara 3 tahun4 tahun dapat ditarik dari Perwakilan ke Deplu Jakarta, kecuali
apabila ada hal-hal lain yang menyebabkan yang
bersangkutan ditarik lebih awal atau ditunda penarikannya.
2. Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum tanggal
penempatan pegawai di Perwakilan berakhir, Biro Kepegawaian
memberitahukan kepada pegawai bersangkutan di Perwakilan
mengenai batas akhir kepulangannya.
II. Penempatan di Unit Lingkungan DEPLU
1. Segera setelah ditetapkan mengenai penempatan pegawai
bersangkutan oleh TP Baperjakat, Biro Kepegawaian
memberitahukan Kepada Perwakilan RI di luar negeri
mengenai penempatan pegawai bersangkutan di Unit Kerja
Departemen Luar Negeri.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

187

2. Segera setelah datang dari Perwakilan, pegawai bersangkutan


melaporkan kedatangannya ke Bagian Mutasi Luar Negeri
Biro Kepegawaian untuk mengisi Buku Kedatangan dan
menyelesaikan prosedur administratif lainnya.
3. Sementara itu, pegawai bersangkutan juga segera
melaporkan kedatangannya ke Bagian Tata Usaha
Kepegawaian Biro Kepegawaian untuk memproses
penyelesaian Slip Kuning penempatan Unit Kerja yang telah
ditetapkan oleh TP Baperjakat dan menghubungi Unit Kerja
termaksud.
4. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri mengenai penarikan
pegawai bersangkutan dikeluarkan dalam kurun waktu 2 (dua)
minggu setelah melapor ke Bagian Mutasi Luar Negeri, Biro
Kepegawaian.
5. Lama waktu penugasan di dalam negeri dihitung sejak tanggal
pegawai bersangkutan melaporkan kedatangannya ke Bagian
Mutasi Luar Negeri, Biro Kepegawaian.
III. Mulai Bekerja di Unit Lingkungan DEPLU
1. Dalam waktu 1 (satu) minggu sejak melaporkan
kedatangannya, Slip Kuning penempatan pegawai
bersangkutan di Unit Kerja dikeluarkan oleh Bagian Tata Usaha
Kepegawaian, Biro Kepegawaian.
2. Selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah kedatangannya
di Jakarta, pegawai bersangkutan mulai bekerja di Unit Kerja
yang telah ditetapkan oleh TP Baperjakat.
MATERI ORIENTASI PENEMPATAN
PEGAWAI KE PERWAKILAN
A. Sekretariat Jenderal
Biro Perencanaan dan Organisasi
Organisasi Perwakilan
Perencanaan Departemen/Repenas
Renstra Departemen
Rencana Kerja Pemerintah
Rencana Kerja Depertemen/LPND
188

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Perencanaan Perwakilan Evaluasi Kinerja Departemen


Penerapan SAKIP
Renstra
RKT
LAKIP
Biro Keuangan
Sistem Informasi Manajemen Keuangan (SIM-Keu)
Penyusunan Anggaran
Pelaksanaan Anggaran
Perhitungan Anggaran
Perbendaharaan Negara
Biro Perlengkapan
Pengelolaan Perlengkapan
Inventaris Barang/Kekayaan Milik Negara
Sistem Informasi Manajemen Inventaris
Biro Kepegawaian
Sistem Informasi dan Manajamen Sumber Daya Manusia
(SIMSDM)
Mutasi Pegawai
Peraturan Kepegawaian
Pengangkatan Dalam Jabatan dan Kenaikan Pangkat
Biro hukum
Penyusunan Surat Keputusan dan Kontrak
Biro Administrasi Menteri
Pusat Komunikasi
Pengamanan Jaringan Informasi
Sistem Informasi Terpadu
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

189

B. Inspektorat Jenderal
Audit Internal (APIP)
Obyek Pemeriksaan
Subyek Pemeriksaan
Hasil Temuan Pemeriksaan di Perwakilan
Hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan pegawai (Code of
Conduct)
C. Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler
Perlindungan Warga Negara Indonesia dan BHI
Masalah-Masalah Konsuler
Keprotokolan
Pemberian Fasilitas Diplomatik
D. Direktorat Jenderal IDPPI
Diplomasi Publik Pengamanan Diplomatik Penyusunan Perjanjian
Internasional
E. BPPK
Kebijakan Pengkajian dan Pengembangan
F. Masalah-masalah Multilateral yang Menonjol di Bidang
POLSOSKAM dan EKUBANG
G. Kerjasama Bilateral dan Regional ASPASAF, AMEROP dan
ASEAN

Jakarta, 7 Mei 2004


TIM PENDUKUNG BAPERJAKAT

190

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

BERITA RAHASIA
DEPETEMEN LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
PUSAT KOMUNIKASI
TGL. 17 JANUARI 1997
HER

DARI KONSEP NOMOR


111454

PRO PERWAKILAN : ALL PERWAKILAN ..................


..........................................
..........................................
PRO PERWAKILAN :
..........................................
KELALAIAN SAUDARA BENCANA NEGARA
NO. : 970186
PRO : SEMUA KEPRIS UP KABAGMIN /KASUBAGMIN
EX
: SEKJEN
disampaikan hal hal sebagai berikut ttk dua
a. akhirs ini masih ada kbtu perwakilans ri meninggalkan wilayah
akreditasi tanpa persetujuan pusat cq sekjen deplu ttk.
b. Untuk menjaga displin dan tertib administrasi diulangi kembali
bahwa kbtu perwakilan ri hanya dapat meninggalkan daerah
akreditasi dengan seijin sekjen deplu ttk bendaharawan perwakilan
hanya dapat meninggalkan daerah akreditasi dengan seijin keppri
dengan pemberitahuan kepada sekjen deplu ttk.
c. Bagi para kbtu dan/atau bendaharawan yang akan ke indonesia
untuk kepentingan dinas harus memberitahukan dan
mencantumkan secara jelas alasan kepergiannya ke indonesia
ttk
d. Bagi kbtu dan bendaharawan perwakilan yang malanggar
ketentuan di atas merupakan tindakan indisipliner dan akan
mendapat sanksi sesuai peraturan yang berlaku ttk.
Demikian ump ttk hbs
- deplu
biaya pengawatan dibebankan kepada : -DEPLU
CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, SEKMEN, KARO KEU, KARO PERENC,
KARO KEPEG. KARO UMUM.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

191

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
PUSAT KOMUNIKASI
Tanggal : 03 Januari 2002

BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENDANA BAGI NEGERA

SK / 2

KONSEP NO. 123652

PRO PERWAKILAN RI : SEMUA PERWAKILAN


SANGAT RAHASIA
NO
PRO
EX
RE

:
:
:
:

020019
SEMUA KEPPRIS
SEKJEN
MENINGGALKAN DAERAH AKREDITASI

menunjuk pd kawat sekjen no. Pl-4212/121900 tgl. 19 desember


2000 re hal tsb diatas bersama ini disampaikan :
a. keppris yagn berencana utk melakukan perjalanan keluar daerah
akreditasi memerlukan izin dari pusat cq menlu/sekjen.
b. Keppris yg melakukan perjalanan ke indonesia, hanya dapat
memperoleh exit permit dari direktorat konsuler apabila
melampirkan izin tertulis dari menlu/sekjen
demikian ump ttkbs
biaya pegawasan dibebankan kepada : DEPLU
CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, DI POL, SJ HELN, DJ HSBPEN, DJ
PROTKONS, DJ, KS. ASEAN, KA BADAN LITBANG, SEKJEN, DIR
KONSULER

192

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
PUSAT KOMUNIKASI
TANGGAL : 17 PEBRUARI 2004

BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENDANA BAGI NEGERA

SK / 2

KONSEP NO. 2381

PRO PERWAKILAN RI : SEMUA PERWAKILAN


KILAT
NO
PRO
INFO
EX
RE

:
:
:
:
:

040489
ALL KEPPRIS
MENLU RI DI TEHERAN
SEKJEN
IZIN UNTUK MENINGGALKAN
AKREDITASI (KE JAKARTA)

WILAYAH

menunjuk perihal tsb pada pokok kawat dengan hormat disampaikan


sbb :
1. pada prinsipnya perjalanan kepala perwakilan ke luar wilayah
akreditasi, terutama perjalanan ke jakarta, dapat dilakukan
dengan mempertimbangkan pentingnya maksud perjalanan
dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi pokok kepala
perwakilan.
2. tingkat/bobot kepentingan perjalanan, khususnya ke Jakarta
dipersilahkan untuk dipertimbangkan oleh para keppris dalam
konteks :
a. efisiensi dari perjalanan yang akan dilakukan
b. frekwensi perjalanan keluar akreditasi masih dalam tingkat
yang wajar (sering atau tidak seringnya dilakukan perjalanan
tersebut)
c. prioritas dari permasalahan yang akan ditangani khususnya
dalam hal perjalanan ke Jakarta
3. halhal tsb diatas disampaikan utk sekedar mengingatkan
mengenai sangat pentingnya tugastugas dan tanggung jawb
kepala perwakilan et utk itu sedapat mungkin keppri selalu berada
di wilayah akreditasi (terutama selaku pimpinan sebuah
perwakilan ri)

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

193

4. dalam hal perjalanan untuk keperluan pribadi agar keppri sejauh


mungkin melakukannya dalam konteks cuti sesuai keputusan
menlu no. Sk. 53/or/v/84/01 tahun 1984 tentang cuti pejabat
perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
demikian ump ttkbs
Biaya pegawasan dibebankan kepada : DEPLU

CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, KA. BAM, KARO KEPEGAWAIAN


Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per surat kepada pusat
komunikasi deplu-

194

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
PUSAT KOMUNIKASI
KAWAT KELUAR
( TIDAK RAHASIA )

8 : 14 AM

KONSEP NO : 5815
Tanggal : 030205

INDONESIA ALL PERWAKILAN

SEGERA
NO

: PL 0687/030305

PRO

: ALL KEPPRIS

EX

: SEKJEN

RE

: IZIN MENINGALKAN WILAYAH AKREDITASI

BERSAMA INI DISAMPAIKAN DENGAN HORMAT HALS SBB :


1. UU NO. 37/1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI PASAL
34 MENYATAKAN BAHWA HUBUNGAN KERJA ANTARA
DEPARTEMEN LUAR NEGERI DAN PERWAKILAN REPUBLIK
INDONESIA DIATUR DENGAN KEPUTUSAN MENTERI.
HUBUNGAN KERJA TERMASUK TATA KERJA KEPALA
PERWAKILAN, DIATUR LEBIH LANJUT DALAM SK MENLU SK.06/
A/OT/VI/2004/01 TAHUN 2004 TENTANG ORGANISASI DAN
TATA KERJA PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI.
2. KEPUTUSAN PRESIDEN RI NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG
ORGANISASI PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI PASAL 3
MENYATAKAN BAHWA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
TERHADAP PERWAKILAN RI (TERMASUK KEPALA PERWAKILAN
RI) SECARA OPERASIONAL DAN ADMINISTRATIF
DILAKSANAKAN OLEH DAN MENJADI TANGGUNG JAWAB
MENTERI LUAR NEGERI.
3. KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI RI NOMOR : SK.016/A/
OT/VI/2004/01 TAHUN 2004 PASAL 52 MENYEBUTKAN
BAHWA :

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

195

(1) KEPALA PERWAKILAN DIPLOMATIK DAPAT MENINGGALKAN WILAYAH AKREDITASI SETELAH MENDAPAT IZIN
MENTERI LUAR NEGERI MELALUI SEKRETARIS JENDERAL,
(2) KEPALA PERWAKILAN KONSULER DAPAT MENINGGALKAN
WILAYAH KERJANYA SETELAH MENDAPAT IZIN MENTERI
LUAR NEGERI MELALUI SEKRETARIS JENDERAL DAN
MEMBERITAHUKAN KEPADA KEPALA PERWAKILAN
DIPLOMATIK YANG MEMBAWAHKANNYA.
4. SEHUBUNGAN DENGAN HALS TERSEBUT, SEKALI LAGI
DIMOHON PERHATIAN ALL KEPPRIS UNTUK KIRANYA DAPAT
MENGAJUKAN PERMINTAAN IZIN KEPADA MENTERI LUAR
NEGERI SETIAP KALI REPEAT SETIAP KALI AKAN
MENINGALKAN WILAYAH AKREDITASI.
DEMIKIAN, UMP ET ATAS KERJASAMANYA DIUCAPKAN TERIMA
KASIH TTKHBS.
DEPLU JAKARTA
CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, DJ PROTKONS, SAHLI
MANAJEMEN, KABAM, KARO KEU, KARO KEPEG, SUBAG
PROTOKOL BAM.
Biaya pengawatan dibebankan kepada DEPLU

PENTING !
Bila terjadi kesalahan pada salinan ini, mohon SEGERA menghubungi tlp.
3848627, atau 3441508 axt. 5020, 5021

196

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

II
KESEJAHTERAAN PEGAWAI

197

198

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 25 TAHUN 1981
TENTANG
ASURANSI SOSIAL PEGAWAI NEGERI SIPIL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

a. bahwa Pegawai Negeri Sipil sebagai alat negara


dan abdi masyarakat mempunyai potensi yang
dapat menentukan kelancaran pelaksanaan
pembangunan nasional sehingga dianggap
perlu untuk selalu dibina kesejahteraannya agar
dapat dipelihara dan dikembangkan daya cipta,
daya guna, dan hasil gunanya;
b. bahwa usaha pembinaan kesejahteraaan
dimaksud dapat terwujud dengan usaha
menyelenggarakan asuransi sosial Pegawai
Negeri Sipil yang diusahakan secara terpusat
dan terarah untuk dapat mencapai dayaguna
dan hasilguna dalam penyelenggaraannya;
c. bahwa berhubung dengan itu, dipandang perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis
Besar Haluan Negara;
3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969
tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/
Duda Pegawai (Lembaran Negara Tahun 1969
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2906);
KESEJAHTERAAN PEGAWAI

199

4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974


tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
5. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
MEMUTUSKAN
Dengan mencabut :
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1963 tentang
Pembelanjaan Kesejahteraan Pegawai Negeri (Lembaran
Negara Tahun 1963 Nomor 14);
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1963 tentang Tabungan
dan Asuransi Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1963
Nomor 15);
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1964 tentang
Penanggungan Iuran-iuran Pensiun Pegawai Negeri/Janda, Yatim
Piatu oleh Negara (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 77,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2670);
Menetapkan

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG ASURANSI


SOSIAL PEGAWAI NEGERI SIPIL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :


1.

Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang


Keuangan.

2.

Asuransi Sosial adalah Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil


termasuk dana pensiun dan tabungan hari tua.

200

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

3.

Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974.

4.

Pensiun adalah penghasilan yang diterima oleh pensiunan setiap


bulan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5.

Tabungan hari tua adalah suatu program asuransi, terdiri dari


asuransi dwiguna yang dikaitkan dengan usia pensiun ditambah
dengan asuransi kematian.
BAB II
PESERTA
Pasal 2

(1) Semua Pegawai Negeri Sipil, kecuali Pegawai Negeri Sipil di


lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan, adalah peserta
dari Asuransi Sosial.
(2) Dalam hal Pegawai Negeri Sipil dari instansi di lingkungan
Departemen Pertahanan Keamanan berpindah ke instansi di
lingkungan Departemen lain, maka hak dan kewajiban dalam
rangka Asuransi Sosialnya akan mengikutinya.
Pasal 3
Pegawai lain termasuk Pegawai Badan Usaha Negara dapat
ditetapkan sebagai peserta Asuransi Sosial dengan peraturan
Pemerintah tersendiri.
BAB III
SAAT MENJADI PESERTA
Pasal 4
(1) Saat menjadi peserta Asuransi Sosial dimulai pada tanggal
pengangkatannya sebagai calon Pegawai Negeri Sipil, Pegawai
Negeri Sipil.
(2) Mereka yang pada tanggal berlakunya Peraturan Pemerintah
ini sudah mempunyai kedudukan sebagai calon Pegawai Negeri
Sipil, Pegawai Negeri Sipil, menjadi peserta mulai tanggal tersebut.
KESEJAHTERAAN PEGAWAI

201

BAB IV
KEWAJIBAN PESERTA
Pasal 5
(1) Peserta wajib memberi keterangan secara tepat mengenai
dirinya beserta seluruh anggota keluarganya.
(2) Pengaturan atas ketentuan ayat (1) dilakukan oleh badan yang
diserahi tugas untuk menyelenggarakan Asuransi Sosial
sebagaimana termaksud dalam Pasal 13 dengan bekerjasama
dengan badan yang diserahi urusan kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
(1) Peserta wajib membayar iuran setiap bulan sebesar 8% (delapan
persen) dari penghasilan sebulan tanpa tunjangan pangan.
(2) Iuran sejumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
peruntukannya ditentukan sebagai berikut:
a. 4 3/4 % (empat tiga perempat persen) untuk pensiun;
b. 3 1/4 % (tiga seperempat persen) untuk tabungan hari tua.
(3) Besarnya iuran dan peruntukannya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat diubah dengan Keputusan
Presiden.
(4) Kewajiban membayar iuran dimaksud dalam ayat (1) dimulai
pada bulan peserta menerima penghasilan dan berakhir pada
akhir bulan yang bersangkutan berhenti sebagai peserta.
BAB V
SUMBANGAN PEMERINTAH
Pasal 7
Sejalan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf a, Pemerintah
tetap menanggung beban-beban sebagai berikut :
a.

pembayaran sumbangan untuk iuran pensiun Pegawai Negeri


Sipil yang besamya akan ditetapkan dengan Keputusan Presiden;

b.

pembayaran pensiun dari seluruh penerima pensiun yang telah


ada pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan;

202

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

c.

bagian dari pembayaran pensiun bagi penerima pensiun yang


belum memenuhi masa iuran yang telah ditetapkan.
BAB VI
HAK PESERTA
Pasal 8

Hak-hak peserta terdiri atas :


a.
b.

pensiun
tabungan hari tua
Pasal 9

(1) Hak atas pembayaran pensiun sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 8 huruf a diberikan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Hak atas tabungan hari tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 huruf b, diberikan dalam hal peserta berhenti karena pensiun,
meninggal dunia, atau karena sebab-sebab lain
Pasal 10
(1) Yang berhak mendapat pensiun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf a dan Pasal 9 ayat (1) ialah :
a. peserta; atau
b. janda/duda dari peserta, dan janda/duda dari penerima
pensiun; atau
c. yatim piatu dari peserta, dan yatim piatu dari penerima
pensiun; atau
d. orang tua dari peserta yang tewas yang tidak meninggalkan
janda/duda/ anak yatim piatu yang berhak menerima
pensiun.
(2) Yang berhak mendapat tabungan hari tua sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dan Pasal 9 ayat (2) ialah:
a. peserta dalam hal yang bersangkutan berhenti dengan hak
pensiun atau berhenti sebelum saat pensiun;
b. isteri/suami, anak atau ahli waris peserta yang sah dalam
hal peserta meninggal dunia.
KESEJAHTERAAN PEGAWAI

203

(3) Kepada peserta yang berhenti tanpa hak pensiun, baik yang
berhenti dengan hormat maupun tidak dengan hormat,
dibayarkan kembali nilai tunai iuran asuransi sosialnya.
Pasal 11
(1) Persyaratan, jumlah, dan tatacara pembayaran pensiun peserta
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Persyaratan, jumlah, dan tatacara pembayaran tabungan hari
tua dan perumahan diatur oleh Menteri yang bertanggung jawab
dalam bidang kepegawaian.
(3) Dalam hal Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
kepegawaian hendak mengubah peraturan mengenai
penggajian dan pensiun yang dapat membawa pengaruh pada
besamya iuran serta besarnya jaminan pensiun bagi Pegawai
Negeri Sipil maka terlebih dahulu berkonsultasi dengan Menteri.
BAB VII
SAAT BERHENTI SEBAGAI PESERTA
Pasal 12
Kedudukan sebagai peserta Asuransi Sosial berakhir dalam hal
peserta :
1.

meninggal dunia;

2.

tidak lagi menjadi peserta karena alasan-alasan lain


berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
BADAN PENYELENGGARA
Pasal 13

(1) Untuk menyelenggarakan Asuransi Sosial ini didirikan suatu Badan


Usaha Negara yang berbentuk Perusahaan Perseroan
(PERSERO) sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1969.

204

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

(2) Pendirian Perusahaan Perseroan (PERSERO) tersebut dalam


ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemenntah tersendiri.
BAB IX
JAMINAN NEGARA
Pasal 14
Dalam hal Perusahaan Perseroan (PERSERO) tersebut dalam Pasal
13 ayat (1) tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, maka
Negara bertanggung jawab penuh untuk itu.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini,
ditetapkan lebih lanjut oteh Menteri setelah berkonsultasi dengan
serta memperhatikan pendapat Menteri yang bertanggungjawab
dalam bidang kepegawaian.
Pasal 16
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 Juli 1981
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

205

Diundangkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 Juli 1981
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
SUDHARMONO, SH
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981
NOMOR 37

206

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 113/KP/VIII/2000/01
TENTANG
DANA KESEJAHTERAAN
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:

a. bahwa dalam rangka mengupayakan pemerataan


dan peningkatan kesejahteraan Pejabat Dinas
Dalam Negeri di lingkungan Departemen Luar
Negeri, diperlukan upaya untuk menghimpun dan
mengelola secara optimal sumber-sumber dana
bagi kesejateraan;
b. bahwa untuk mewujudkan maksud sebagaimana
dimaksud dalam pertimbangan huruf a, perlu
dibentuk Dana Kesejahteraan yang merupakan
wujud kepedulian dan rasa kebersamaan dan
Pimpinan Departemen Luar Negeri :
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan
Keputusan Menteri Luar Negeri Tentang Dana
Kesejahteraan;

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 lentang


Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 43Tahun
1999,
2. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri;
KESEJAHTERAAN PEGAWAI

207

3. Keputusan Presiden RI No. 61 Tahun 1998 tentang


Susunan Organisasi Departemen, sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Keputusan Presiden RI No. 102 Tahun 1998;
4. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No. 203/OR/
III/83/01 Tahun 1983 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Luar Negeri, sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Keputusan Menteri Luar Negeri RI No. 141/OT/
VI/98/01 Tahun 1998.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK
INDONESIA TENTANG DANA KESEJAHTERAAN,
Pasal 1
Dana Kesejahteraan
(1) Dalam rangka mengupayakan pemerataan dan peningkatan
kesejahteraan Pejabat Dinas Dalam Negeri, dibentuk Dana
Kesejahteraan Departemen Luar Negeri yang selanjutnya
disebut Dana Kesejahteraan.
(2) Dana Kesejahteraan adalah suatu dana yang dikumpulkan dan
diperoleh dari berbagai sumber yang sah dan diperuntukan
bagi upaya peningkatan kesejahteraan Pejabat Dinas Dalam
Negeri.
(3) Upaya peningkatan kesejahteraan tersebut terutama diarahkan
untuk bidang bidang pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
Pasal 2
Sumber Dana Kesejahteraan
Sumber Dana Kesejahteraan berasal dari :
1.

208

Kontribusi Home Staff di Perwakilan Republik Indonesia yang


besarnya 1% dari AngKa Pokok Tunjangan Luar Negeri (APTLN)

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

2.

Sumbangan donatur.

3.

Sumber-sumber lain yang sah.


Pasal 3
Pengelola Dana Kesejahteraan

(1) Pengelola Dana Kesejahteraan adalah Yayasan Kesejahteraan


(Yakes).
(2) Dalam melaksanakan pengelolaan Dana Kesejahteraan, Yakes
bertanggung jawab kepada Panitia Pengarah dan Pengawas
yang dibentuk untuk itu.
(3) Anggota Panitia Pengarah dan Pengawas terdiri dari Kepala
Biro Umum dan para Sekretaris Direktorat Jenderal, Inspektorat
Jenderal, serta Badan Penelitian dan Pengembangan.
(4) Panitia Pengarah dan Pengawas sebagalmana dimaksud dalam
ayat (3) dipimpin oleh Kepala Biro Kepegawaian.
Pasal 4
Hak dan Kewajiban Pengelola
(1) Pengelola Dana Kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 berkewajiban :
a. Mengelola dana secara optimal sesuai dengan ketentuan
mengenai alokasi, tata cara dan persyaratan penggunaan
dana;
b. Dapat menyarankan tentang cara pengelolaan yang efektif;
c. Melaksanakan Kebijaksanaan pengelolaan yang talah
digariskan oleh Panitia Pengarah dan Pengawas;
d. Menyelesaikan laporan tahunan dan kepada Panitia
Pengarah dan Pengawas;
e. Menyusun laporan jika diminta oleh Panitia Pengarah dan
Pengawas sewaktu-waktu;
f. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan
dana kepada Panitia Pengarah dan Pengawas secara tertulis
setiap tahun;

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

209

(2) Pengelola Dana Kesejahteraan berhak :


a. Mengambil inisiatif untuk mengoptimalkan pengelolaan dana
berdasarkan alokasi tata cara dan persyaratan penggunaan
dana.
b. Menyampaikan saran, pendapat dan usul dalam rapat
antara Pengelola dan Panitia Pengarah dan Pengawas;
c. Mengajukan usul untuk mengadakan rapat antara Pengelola
dan Panitia Pengarah dan Pengawas.
Pasal 5
Hak dan Kewajiban Panitia Pengarah dan Pengawas
(1) Panitia Pengarah dan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 (2) berkewajiban :
a. Menentukan kebijaksanaan
kesejahteraan;

Pengelolaan

dana

b. Melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dana


berdasarkan ketentuan mengenai alokasi tata cara dan
persyaratan penggunaan dana;
c. Melaporkan hasil pengawasan kepada Sekretaris Jenderal
dan Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri.
(2) Panitia Pengarah dan Pengawas berhak :
a. Meminta sewaktu-waktu laporan dan pertanggungjawaban
pengelolaan dana oleh Pengelola apabila dipandang perlu;
b. MenyampaiKan saran, pendapat dan usul dalam rapat
antara Pengelola dan Panitia Pengarah dan Pengawas;
c. Mengajukan usul untuk mengadakan rapat antara Pengelola
dan Panilia Pengarah dan Pengawas.
Pasal 6
Alokasi, Tata Cara dan Persyaratan Penggunaan
Alokasi, Tata Cara dan Persyaratan Penggunaan Dana
KesejahTeraan ditentukan secara bersama oleh Yakes dan Panitia
Pengarah dan Pengawas.

210

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

Pasal 7
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan
ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam
penetapan Keputusan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Agustus 2000
MENTERI LUAR NEGERI RI
ttd
Dr. ALWI SHIHAB

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

211

KEPUTUSAN BADAN PEMBINA


YAYASAN UPAKARA
YAYASAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN
DEPARTEMEN LUAR NEGERI
NOMOR : SK 003/BIN/I/90
TENTANG
SUMBANGAN UANG PESANGON PENSIUN, SUMBANGAN
UANG DUKA/KEMATIAN DAM SUMBANGAN UANG
KELAHIRAN MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN
KARYAWAN
BADAN PEMBINA YAYASAN UPAKARA

Membaca

Nota Pengurus Harian Yayasan UPAKARA


Yayasan kesejahteraan Karyawan Deplu No. 783/
UPA/XII/89 tanggal 14-12-1989 perihal perkiraan
perkembangan dana Yayasan dalam Tahun
Anggaran 1990 dan usul peningkatan pelayanan
kesejahteraan para karyawan Departemen Luar
Negeri.

Menimbang

a. bahwa besarnya sumbangan uang pesangon


pensiun dan sumbangan uang duka/kematian
serta sumbangan uang kelahiran sebagai
bantuan Yayasan UPAKARA untuk kesejahteraan para karyawan Departemen Luar Negeri,
dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kenaikan-kenaikan biaya
penghidupan dan ongkos-ongkos jasa yang naik
rata-rata antara 15% -30% pada sekarang ini.
b. bahwa dana Yayasan UPAKARA memungkinkan untuk menaikkan besarnya sumbangan
termaksud di atas sebagai peningkatan
pelayanan kesejahteraan para karyawan.

212

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

Mengingat

a. Anggaran Dasar No. 5 Tahun 1981 pasal 10


ayat 2a tentang kewenangan penentuan
pokok-pokok program kerja dan pedoman
pengarahan tentang usaha-usaha kegiatan
Yayasan dan Anggaran Rumah Tangga
Yayasan Bab III pasal 4 ayat 2.
b. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No.SK
3123/BU/X/31 tanggal 8-7-1981 tentang
penetapan Susunan Badan Pembina Yayasan
UPAKARA sesuai dengan Anggaran Dasar
No.5 Tahun 1981.

Memperhatikan : Perkembangan dana Yayasan UPAKARA pada


dewasa ini yang memungkinkan pelaksanaan
kenaikan besarnya uang sumbangan bagi
kesejahteraan karyawan.
MEMUTUSKAN
Menetapkan

Pertama

: Mencabut ketentuan besarnya jumlah uang


sumbangan pesangon pension, sumbangan uang
duka/kematian dan sumbangan uang kelahiran
yang ditetapkan dengan keputusan-keputusan
terdahulu.

Kedua

: Menaikkan besarnya sumbangan bantuan


kesejahteraan karyawan, yaitu :
a. uang pesangon pensiun yang semula Rp.
200.000,00 menjadi sebesar Rp. 240.000,00
(dua ratus empat puluh ribu rupiah),
b. uang duka/kematian yang sernula Rp.
200.000,00 menjadi sebesar Rp. 240 000,00
(dua ratus empat puluh ribu rupiah).
c. uang kelahiran yang semula Rp, 25.000,00
menjadi sebesar Rp. 30.000,00 (tiga puluh
ribu rupiah) untuk kelahiran tiap anak pertama
dan kedua (maksimum 2 orang anak).
KESEJAHTERAAN PEGAWAI

213

Ketiga

Pelaksanaan dan pembayaran diatur oleh


Pengurus Harian Yayasan UPAKARA Yayasan
Kesejahteraan Karyawan Departemen Luar
Negeri.

Keempat

Keputusan ini berlaku mulai tanggal 1 Pebruari


1990. Dengan catatan, apabila kemudian terdapat
kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan
perubahan seperlunya,
Ditetapkan di : J A KARTA
Pada tanggal : 30 Januari 1990
BADAN PEMBINA YAYASAN UPAKARA
KETUA,
ttd
SOEWARNO DANUSUTEDJO
Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri

TEMBUSAN disampaikan kepada :


1.

Yth. Bapak Menteri Luar Negeri


selaku Pelindung dan Penasehat,

2.

Yth. Semua Pejabat Eselon tertinggi


selaku Anggota Badan Pembina.

3.

Yth. Sdr Kepala Biro Umum Setjen


selaku Sekretaris Badan Pembina.

4.

Yth. Semua Anggota Badan Pengawas.

5.

Yth. Semua Anggota Badan Pengurus/


Pengurus Harian Yayasan UPAKARA YAKES DEPLU.

6.

Arsip

214

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR : 22/PMK.05/2007
TENTANG
PEMBERIAN UANG MAKAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENTERI KEUANGAN;

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri sipil, selain gaji dan tunjangan
lainnya, kepadanya diberikan uang makan;
b. bahwa besaran tarif uang makan Pegawai Negeri
Sipil telah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 96/PMK.02/2006 tentang
Standar Biaya Tahun Anggaran 2007;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b di atas, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Pemberian Uang Makan bagi Pegawai
Negeri Sipil;

Mengingat

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang


Pokok Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55,

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

215

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia


Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor : 3890);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4400);
5. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002
tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
73, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72
Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4418);
6. Keputusan Presiden Nomor 20 / P Tahun 2005;
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.02/
2006 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran
2007;

216

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

MEMUTUSKAN
Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG


PEMBERIAN UANG MAKAN BAGI PEGAWAI NEGERI
SIPIL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :


1. Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, yang berada di
lingkungan Kementerian Negara/Lembaga.
2. Uang Makan adalah uang yang diberikan kepada Pegawai Negeri
Sipil berdasarkan tarif dan dihitung secara harian untuk keperluan
makan Pegawai Negeri Sipil.

BAB II
PEMBERIAN UANG MAKAN
Pasal 2
1. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang bekerja pada hari kerja yang
ditetapkan diberikan uang makan.
2. Uang makan diberikan paling banyak 22 (dua puluh dua) hari
kerja dalam satu bulan.
3. Dalam hal hari kerja dalam 1 (satu) bulan melebihi 22 (dua
puluh dua) hari kerja, kepada Pegawai Negeri Sipil hanya diberikan
Uang Makan sebanyak 22 (dua puluh dua) hari kerja.
4. Dalam hal hari kerja dalam 1 (satu) bulan kurang dari 22 (dua
puluh dua) hari kerja, kepada Pegawai Negeri Sipil diberikan Uang
Makan sebanyak jumlah hari kerja pada bulan berkenaan.

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

217

Pasal 3
1. Besarnya uang makan yang diberikan kepada Pegawai Negeri
Sipil adalah sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per hari
kerja.
2. Uang makan dibayarkan sebulan sekali pada awal bulan
berikutnya.
Pasal 4
Uang Makan tidak diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang tidak
hadir pada hari kerja.
BAB III
TATA CARA PEMBAYARAN UANG MAKAN
Pasal 5
Pembayaran uang makan didasarkan pada daftar hadir Pegawai
Negeri Sipil.
Pasal 6
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran mengajukan Surat
Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) untuk pembayaran Uang
Makan Pegawai Negeri Sipil kepada Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) dengan dilampiri :
a. Daftar Perhitungan Uang Makan satuan kerja berkenaan; dan
b. Pernyataan tanggung jawab mutlak dari Pengguna Anggaran/
Kuasa Pengguna Anggaran.
BAB IV
KETENTUAN LAIN LAIN
Pasal 7
Prosedur dan tata cara permintaan serta pembayaran Uang Makan
Pegawai Negeri Sipil ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

218

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari
2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Februari 2007
MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Umum
u.b.
Kepala Bagian TU Departemen
ttd
Antonius Suharto
NIP. 060041107

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

219

220

III
FORMASI

221

222

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 98 TAHUN 2000
TENTANG
PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa untuk mengisi formasi yang lowong dan


mendapatkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional,
berkualitas serta mewujudkan obyektivitas dalam
pelaksanaan pengadaan Pegawai Negeri Sipil,
dipandang perlu mengatur kembali ketentuan
mengenai pengadaan Pegawai Negeri Sipil dalam
Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);

FORMASI

223

3. Undangundang Nomor 22 tahun 1999


tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara nomor 3839);
4. Undangundang Nomor 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000
tentang
Wewenang
Pengangkatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4014);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000
tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 194,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4015);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.

224

Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah kegiatan untuk mengisi


formasi yang lowong.

FO RMASI

2.

Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Menteri, Jaksa Agung,


Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris
Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian Negara,
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur
dan Bupati/Walikota.
Pasal 2

(1) Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan mulai dari


perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan,
pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sampai dengan
pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian.
Pasal 3
Setiap Warga Negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan
yang sama untuk melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan
Pemerintah ini.
BAB II
PERENCANAAN, PENGUMUMAN, PERSYARATAN,
DAN PELAMARAN
Pasal 4
Pejabat Pembina Kepegawaian membuat perencanaan pengadaan
Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 5
(1) Lowongan formasi Pegawai Negeri Sipil diumumkan seluasluasnya oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
(2) Pengumuman dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari
sebelum tanggal penerimaan lamaran.
(3) Dalam pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dicantumkan :
FO RMASI

225

a. jumlah dan jenis jabatan yang lowong;


b. syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar;
c. alamat dan tempat lamaran ditujukan; dan
d. batas waktu pengajuan lamaran.
Pasal 6
Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar adalah :
a.
b.
c.

d.

e.
f.
g.
h.
i.

j.

Warga Negara Indonesia;


berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan
setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun;
tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan
keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan;
tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil,
atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
tidak berkedudukan sebagai Calon/Pegawai Negeri;
mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan ketrampilan
yang diperlukan;
berkelakuan baik;
sehat jasmani dan rohani;
bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah;
dan
syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan.
BAB III
PENYARINGAN
Pasal 7

(1) Ujian penyaringan bagi pelamar yang memenuhi syarat


dilaksanakan oleh suatu panitia yang dibentuk oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian.
(2) Tugas panitia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a. menyiapkan bahan ujian;

226

FO RMASI

b. menentukan pedoman pemeriksaan dan penilaian ujian;


c. menentukan tempat dan jadwal ujian;
d. menyelenggarakan ujian;
e. memeriksa dan menentukan hasil ujian.
(3) Materi ujian meliputi :
a. Test kompetensi;
b. Psikotes.
Pasal 8
Pejabat Pembina Kepegawaian menetapkan dan mengumumkan
pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan.
BAB IV
PENGANGKATAN
CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 9
Pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, wajib menyerahkan kelengkapan
administrasi sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 10
(1) Daftar pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang akan diangkat
menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil disampaikan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian kepada Kepala Badan Kepegawaian
Negara untuk mendapat nomor identitas Pegawai Negeri Sipil.
(2) Dalam menyampaikan daftar pelamar sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilengkapi data perorangan sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan.
Pasal 11
(1) Pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan dan telah
diberikan nomor identitas Pegawai Negeri Sipil diangkat sebagai
Calon Pegawai Negeri Sipil.
FO RMASI

227

(2) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1), ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina
Kepegawaian.
(3) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dilakukan dalam tahun anggaran berjalan, dan
penetapannya tidak boleh berlaku surut.
(4) Golongan ruang yang ditetapkan untuk pengangkatan sebagai
Calon Pegawai Negeri Sipil, adalah :
a. Golongan ruang I/a bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat
Belajar/Ijazah Sekolah Dasar atau yang setingkat;
b. Golongan ruang I/c bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat
Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang
setingkat;
c. Golongan ruang II/a bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat
Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Diploma I,
atau yang setingkat;
d. Golongan ruang II/b bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat
Belajar/Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau
Diploma II;
e. Golongan ruang II/c bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah Sarjana Muda,
Akademi, atau Diploma III;
f. Golongan ruang III/a bagi yang pada saat melamar
serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah
Sarjana (S1), atau Diploma IV;
g. Golongan ruang III/b bagi yang pada saat melamar
serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah
Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah lain yang setara, Magister
(S2), atau Ijazah Spesialis I;
h. Golongan ruang III/c bagi yang pada saat melamar
serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah
Doktor (S3), atau Ijazah Spesialis II.
i. Ijazah sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) adalah Ijazah
yang diperoleh dari sekolah atau Perguruan Tinggi Negeri

228

FO RMASI

dan/atau Ijazah yang diperoleh dari sekolah atau Perguruan


Tinggi Swasta yang telah diakreditasi oleh Menteri yang
bertanggungjawab di bidang pendidikan nasional atau pejabat
lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berwenang menyelenggarakan pendidikan.
j. Ijazah yang diperoleh dari Sekolah atau Perguruan Tinggi di
Luar Negeri hanya dapat dihargai apabila telah diakui dan
ditetapkan sederajat dengan Ijazah dari Sekolah atau
Perguruan Tinggi Negeri yang ditetapkan oleh Menteri yang
bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional atau pejabat
lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berwenang menyelenggarakan pendidikan.
Pasal 12
(1) Hak atas gaji bagi Calon Pegawai Negeri Sipil mulai berlaku
pada tanggal yang bersangkutan secara nyata melaksanakan
tugasnya yang dinyatakan dengan surat pernyataan oleh kepala
kantor/satuan organisasi yang bersangkutan.
(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang penempatannya jauh dari
tempat tinggalnya sudah dianggap nyata melaksanakan tugas
sejak ia berangkat menuju ke tempat tugasnya, yang dibuktikan
dengan surat perintah perjalanan/penugasan dari pejabat yang
berwenang menugaskan.
Pasal 13
(1) Masa kerja yang diperhitungkan penuh untuk penetapan gaji
pokok pengangkatan pertama adalah :
a. selama menjadi Pegawai Negeri Sipil, kecuali selama
menjalankan cuti diluar tanggungan negara;
b. selama menjadi Pejabat Negara;
c. selama menjalankan tugas pemerintahan;
d. selama menjalankan kewajiban untuk membela negara; atau
e. selama menjadi pegawai/karyawan perusahaan milik
pemerintah.
(2) Masa kerja sebagai pegawai/karyawan dari perusahaan yang
berbadan hukum di luar lingkungan badan-badan pemerintah
yang tiap-tiap kali tidak kurang dari 1 (satu) tahun dan tidak

FO RMASI

229

terputus-putus, diperhitungkan 1/2 (setengah) sebagai masa


kerja untuk penetapan gaji pokok dengan ketentuan sebanyakbanyaknya 10 (sepuluh) tahun.
BAB V
PENGANGKATAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 14
(1) Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalankan masa
percobaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama
2 (dua) tahun, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian dalam jabatan dan pangkat tertentu,
apabila :
a. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik;
b. telah memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani untuk
diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil; dan
c. telah lulus Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan.
(2) Syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b
dinyatakan dalam surat keterangan yang dikeluarkan oleh Dokter
Penguji Tersendiri/Tim Penguji Kesehatan yang ditunjuk oleh
Menteri Kesehatan.
(3) Syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dinyatakan
dengan Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan
yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
(4) Tanggal mulai berlakunya keputusan pengangkatan menjadi
Pegawai Negeri Sipil tidak boleh berlaku surut.
Pasal 15
Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalankan masa percobaan
lebih dari 2 (dua) tahun dan telah memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) tetapi karena sesuatu sebab
belum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil hanya dapat diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil apabila alasannya bukan karena
kesalahan yang bersangkutan.

230

FO RMASI

Pasal 16
Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) dan Pasal 15 yang diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
diberikan pangkat :
a.

Juru Muda bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang I/a;

b.

Juru bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang I/c;

c.

Pengatur Muda bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang


II/a;

d.

Pengatur Muda Tingkat I bagi yang telah diangkat dalam


golongan ruang II/b;

e.

Pengatur bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang II/c.

f.

Penata Muda bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang


III/a.

g.

Penata Muda Tingkat I bagi yang telah diangkat dalam golongan


ruang III/b.

h.

Penata bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang III/c.


Pasal 17

(1) Calon Pegawai Negeri Sipil yang tewas, diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil terhitung mulai awal bulan yang bersangkutan
dinyatakan tewas.
(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang cacat karena dinas, yang oleh
Tim Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam
semua jabatan negeri diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
terhitung mulai tanggal surat keterangan Tim Penguji Kesehatan
yang bersangkutan.
BAB VI
PEMBERHENTIAN
CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 18
(1) Calon Pegawai Negeri Sipil diberhentikan apabila :
a. mengajukan permohonan berhenti;

FO RMASI

231

b.
c.
d.
e.

tidak memenuhi syarat kesehatan;


tidak lulus pendidikan dan pelatihan prajabatan;
tidak menunjukkan kecakapan dalam melaksanakan tugas;
menunjukkan sikap dan budi pekerti yang tidak baik yang
dapat mengganggu lingkungan pekerjaan;

f. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat;


g. pada waktu melamar dengan sengaja memberikan
keterangan atau bukti yang tidak benar;
h. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap karena dengan sengaja melakukan sesuatu tindak
pidana kejahatan atau melakukan sesuatu tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan/
tugasnya; atau
i.

menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena ketentuan


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, dan e
diberhentikan dengan hormat.
(3) Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf g, h, dan i
diberhentikan tidak dengan hormat.
(4) Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f diberhentikan
dengan hormat atau tidak dengan hormat.
Pasal 19
Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, ditetapkan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 20
Anggaran untuk menyelenggarakan pengadaan Pegawai Negeri Sipil
Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

232

FO RMASI

dan Pengadaan Pegawai Negeri Sipil Daerah dibebankan pada


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 21
Untuk mengisi lowongan formasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, dapat dilakukan melalui penyaluran kelebihan Pegawai Negeri Sipil
dari instansi pemerintah Pusat/Daerah yang mengalami
penyederhanaan organisasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 22
Untuk membangun data kepegawaian Pegawai Negeri Sipil secara
nasional, Pejabat Pembina Kepegawaian wajib menyampaikan
tembusan surat keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai
Negeri Sipil dan surat keputusan pengangkatan menjadi Pegawai
Negeri Sipil kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Ketentuan teknis yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
Pasal 24
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976 tentang Pengadaan Pegawai Negeri
Sipil, dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1983 tentang
Perlakuan Khusus Terhadap Calon Pegawai Negeri Sipil Yang Tewas
dan Cacat Karena Dinas, serta segala ketentuan lain yang
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 25
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

FO RMASI

233

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000
NOMOR 195
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II
ttd
Edy Sudibyo

234

FO RMASI

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 11 TAHUN 2002
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 98 TAHUN 2000
TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

Mengingat

bahwa untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang


profesional dan bertanggung jawab, dipandang perlu
mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun
2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil,
dengan Peraturan Pemerintah;
:

1. Pasal 5 ayat (2) Undangundang Dasar


1945;
2. Undangundang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok -pokok Kepegawian (Lembaran
Negara tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran
Negara
Nomor
3041),
sebagaimana telah diubah dengan Undang
undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3890);
3. Undangundang Nomor 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara

FO RMASI

235

Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran


Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan
Lembatran Negara Nomor 3848);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000
tentang
Wewenang
Pengangkatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4014);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000
tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 194,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4015);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000
tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 195,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4016);
MEMUTUSKAN
Menetapkan

PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 98 TAHUN 2000 TENTANG PENGADAAN
NEGERI SIPIL.
Pasal I

1. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi


sebagai berikut :
Pasal 6
(1) Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar adalah :
a. warga negara Indonesia;
236

FO RMASI

b. berusia serendahrendahnya 18 (dalapan belas) tahun


dan setinggitingginya 35 (tiga puluh lima) tahun :
c. tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan
putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana
kejahatan;
d. tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil atau diberhentikan tidak dengan
hormat sebagai pegawai swasta;
e. tidak berkedudukan sebagai calon/Pegawai Negeri;
f.

mempnyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan


keterampilan yang diperlukan

g. berkelakuan baik;
h. sehat jasmani dan rohani;
i.

bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan


Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh
pemerintah; dan

j.

syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan.

(2) Pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dapat


dilakukan bagi mereka yang melebihi usia 35 (tiga puluh lima)
tahun berdasarkan kebutuhan khusus dan dilaksanakan
secara selektif.
2. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 11
(1) Pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan dan telah
diberikan nomor identitas Pegawai Negeri Sipil diangkat sebagai
Calon Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pengangatan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan keputusan
Pejabat Pembina Kepegawaian.
(3) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam tahun anggaran
berjalan dan penetapannya tidak boleh berlaku surut.
FO RMASI

237

(4) Golongan ruang yang ditetapkan untuk pengangkatan sebagai


Calon Pegawai Negeri Sipil, adalah :
a. Golongan ruang I/a bagi yang pada saat melamar
serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Surat
Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Dasar atau yang
setingkat;
b. Golongan ruang I/c bagi yang pada saat melamar
serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat
Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama atau yang setingkat;
c. Golongan ruang II/a bagi yang pada saat melamar
serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat
Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas, Diploma I, atau yang setingkat;
d. Golongan ruang II/b bagi yang pada saat melamar
serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat
Tanda Tamat Belajar/ Ijazah Sekolah Guru Pendidikan
Luar Biasa atau Diploma II;
e. Golongan ruang II/c bagi yang pada saat melamar
serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah
Sarjana Muda, Akademi, atau Diploma III;
f. Golongan ruang III/a bagi yang apda saat melamar
serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah
Sarjana (SI) atau Diploma IV;
g. Golongan ruang III/b bagi yang pada saat melamar
serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah
Dokter, Ijazah Apoteker dan Magister (S2) atau ijazah
lain yang setara;
h. Golongan ruang III/c bagi yang pada saat melamar
serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah
Dokter (S3).
3. Diantara Pasal 11 dan Pasal 12, disisipkan 1 (satu) Pasal baru,
yakni Pasal 11A yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 11A
Calon Pegawai Negeri Sipil wajib melaksanakan tugas selambatlambatnya 1 (satu) bulan, setelah menerima keputusan
pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
238

FO RMASI

4. Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi


sebagai berikut :
Pasal 13
(1) Masa kerja yang diperhitungkan penuh untuk penetapan
gaji pokok pengangkatan pertama adalah :
a. selama menjadi Pegawai Negeri, kecuali selama
menjalankan cuti di luar tanggungan negara;
b. selama menjadi Pejabat Negara;
c. selama menjalankan tugas pemerintahan;
d. selama menjalankan kewajiban untuk membela negara;
atau
e. selama menjadi pegawai/karyawan perusahaan milik
pemerintah.
(2) Masa kerja sebagai pegawai/karyawan dari perusahaan yang
berbadan hukum di luar lingkungan badanbadan pemerintah
yang tiaptiap kali tidak kurang dari 1 (satu) tahun dan tidak
terputusutus, diperhitungkan (setengah) sebagai masa
kerja untuk penetapan gaji pokok dengan ketentuan
sebanyakbanyaknya 8 (delapan) tahun.
5. Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 17
(1) Calon Pegawai Negeri Sipil yang tewas, diangkat menjadi
Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai awal bulan yang
bersangkutan dinyatakan tewas.
(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang cacat karena dinas, yang
oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja
lagi dalam semua jabatan negeri, diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil.
(3) Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) setelah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
dan diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
FO RMASI

239

(4) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai


Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku
terhitung mulai tanggal 1 (satu) pada bulan ditetapkannya
surat keterangan Tim Penguji Kesehatan.
6. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 18
(1) Calon Pegawai Negeri Sipil diberhentikan apabila :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

i.
j.

mengajukan permohonan berhenti;


tidak memenuhi syarat kesehatan;
tidak lulus pendidikan dan pelatihan prajabatan;
tidak menunjukkan kecakapan dalam melaksanakan
tugas;
menunjukkan sikap dan budi pekerti yang tidak baik yang
dapat menggangu lingkungan pekerjaan;
dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat;
pada waktu melamar dengan sengaja memberikan
keterangan atau bukti yang tidak benar;
dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap karena dengan sengaja melakukan sesuatu
tidak pidana kejahatan atau melakukan sesuatu tindak
pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan
jabatan/tugasnya;
menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;
1 (satu) bulan setelah diterimanya keputusan
pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil tidak
melapor dan melaksanakan tugas, kecuali bukan karena
kesalahan yang bersangkutan;

(2) Calon Pegawai Neger Sipil yang diberhentikan karena


ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a,
b, c, d, e, dan j, diberhentikan dengan hormat.
(3) Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf g,
dan h, diberhentikan tidak dengan hormat.

240

FO RMASI

(4) Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena


ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f
dan i, diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan
hormat.
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 17 April 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 17 April 2002
SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 31

Salinan sesuai dengan aslinya


SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan PerundangUndangan II
ttd
Edy Sudibyo
FO RMASI

241

PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2002
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 98 TAHUN 2000
TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

I. UMUM
Dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999,
antara lain diatur bahwa Pegawai Negeri Sipil untuk mengisi formasi
yang lowong dalam suatu organisasi pada umumnya berdasarkan
kebutuhan.
Bahwa untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional,
bertanggung jawab, jujur dan adil, maka perlu mengubah
beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 98
Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil yang
melebihi usia 35 (tiga puluh lima) tahun dilaksanakan
berdasarkan kebutuhan, khususnya bagi mereka yang telah
mengabdi kepada instansi yang menunjang kepentingan
nasional sekurangkurangnya 5 (lima) tahun, sebelum
Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.

242

FO RMASI

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penetapan pengangkatan Calon
Pegawai Negeri Sipil tidak boleh berlaku surut dalam ketentuan
ini adalah apabila penetapannya pada bulan yang sedang
berjalan maka mulai berlakunya dalah tanggal 1 (satu) bulan
berikutnya.
Ayat (4)
Huruf a sampai dengan huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan Ijazah lain yang setara adalah
Ijazah yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang bobot
untuk memperolehnya setara dengan Ijazah Dokter/
Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister (S2) yang
penetapan kesetaraannya dilaksanakan oleh Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional.
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 11A
Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menerima surat
keputusan pengangkatan, segera melapor pada satuan
organisasi dan melaksanakan tugasnya.

FO RMASI

243

Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Masa selama menjalankan tugas pemerintahan antara
lain masa penugasan sebagai :
a. Lokal Staf pada Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri;
b. Pegawai tidak tetap;
c. Perangkat Desa
d Pegawai/Tenaga pada Badan -badan Internasional.
e. Petugas pada pemerintahan lainnya yang
penghasilannya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Huruf d
Masa selama menjalankan kewajiban untuk membela
Negera, antara lain masa sebagai :
a. Prajurit wajib, dan
b. Sukarelawan.
Huruf e
Perusahaan milik Pemerintah terdiri dari Badan Usaha
Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan perusahaan yang
berbadan hukum termasuk perusahaan swasta asing yang
berbadan hukum.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas

244

FO RMASI

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a sampai dengan huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Dalam ketentuan ini yang termasuk pengertian
keteranganketerangan atau buktibukti yang tidak benar
adalah apabila keterangan tersebut mengakibatkan
kerugian pada negara atau setelah diketahui
kebenarannya seharusnya tidak memenuhi syarat untuk
diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, misalnya pada
waktu melamar memberikan keterangan tidak pernah
diberhentikan tidak dengan hormat, pada hal pernah
dikenakan pemberhentian tersebut, dan lain sebagainya
yang serupa dengan itu.
Huruf h, i dan j
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Calon pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat,
apabila :
a. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang;
b. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik dan
telah mengajukan surat permohonan berhenti secara
tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian.
FO RMASI

245

Calon Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan


hormat, apabila :
a. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat :
b. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik tanpa
mengajukan surat permohonan berhenti secara tertulis
kepada Pejabat Pembina Kepegawian.
Pasal II
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGERA REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 4192

246

FO RMASI

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 97 TAHUN 2000
TENTANG
FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :

bahwa untuk meningkatkan daya guna dan hasil


guna Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan
perkembangan keadaan dan kebutuhan organisasi
Negara, dipandang perlu mengatur kembali
ketentuan mengenai formasi Pegawai Negeri Sipil
dalam Peraturan Pemerintah;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok- pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3848);

FO RMASI

247

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000


tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000
tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan,
dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG


FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL.
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :


1.

Formasi Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut dengan


formasi adalah jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri
Sipil yang diperlukan dalam suatu satuan organisasi Negara
untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu
tertentu.

2.

Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa


Agung, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer,
Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Kepala Kepolisian Negara dan
Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.

3.

Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur.

4.

Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah


Bupati/Walikota.
Pasal 2

Formasi Pegawai Negeri Sipil terdiri dari :


a.

Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat;

b.

Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah.

248

FO RMASI

Pasal 3
(1) Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing satuan
organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan
oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara, setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan
Kepegawaian Negara berdasarkan usul dari Pejabat Pembina
Kepegawaian Pusat.
(2) Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing
satuan organisasi Pemerintah Daerah setiap tahun anggaran
ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Pasal 4
(1) Formasi masing-masing satuan organisasi Negara disusun
berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan pegawai sesuai
dengan jabatan yang tersedia, dengan memperhatikan norma,
standar, dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Analisis kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan berdasarkan :
a. jenis pekerjaan;
b. sifat pekerjaan;
c. analisis beban kerja dan perkiraan kapasitas seorang Pegawai
Negeri Sipil dalam jangka waktu tertentu;
d. prinsip pelaksanaan pekerjaan; dan
e. peralatan yang tersedia.
Pasal 5
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut
oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 6
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 1976 tentang Formasi Pegawai Negeri
Sipil dan semua ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku.

FO RMASI

249

Pasal 7
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
DJOHAN EFFENDI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000


NOMOR 194

250

FO RMASI

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 54 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000
TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :

bahwa dalam rangka perencanaan kepegawaian


secara nasional serta terpenuhinya jumlah dan
mutu Pegawai Negeri Sipil pada satuan organisasi
negara, dipandang perlu mengubah Peraturan
Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi
Pegawai Negeri Sipil, dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang


Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 43
Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3890);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun
FO RMASI

251

1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara


Nomor 3848);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000
tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4015);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003
tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan,
dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 15,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4263);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI
PEGAWAI NEGERI SIPIL.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun
2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil diubah, sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Formasi Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut dengan
formasi adalah jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri
Sipil yang diperlukan dalam suatu satuan organisasi negara
untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka
waktu tertentu.
252

FO RMASI

2. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa


Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan,
Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan
Narkotika Nasional serta Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
lain yang dipimpin oleh pejabat struktural eselon I dan bukan
merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah
Non Departemen.
3. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah
Gubernur.
4. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota
adalah Bupati/Walikota.
2. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 2
(1) Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional setiap tahun
anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab
di bidang pendayagunaan aparatur negara, setelah
memperhatikan pendapat Menteri Keuangan dan
pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
(2) Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional terdiri dari :
a. Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat.
b. Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah.
3. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 3
(1) Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing
satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara setelah mendapat
pertimbangan dari Kepala Badan Kepegawaian Negara.

FO RMASI

253

(2) Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing


satuan organisasi Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/
Kota setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah
masing-masing setelah mendapat persetujuan tertulis dari
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara, berdasarkan pertimbangan dari Kepala
Badan Kepegawaian Negara.
(3) Penetapan dan persetujuan formasi Pegawai Negeri Sipil
Pusat dan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan
usul dari :
a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat; dan
b. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah yang
dikoordinasikan oleh Gubernur.
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Nopember 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Nopember 2003
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003
NOMOR 122
254

FO RMASI

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 54 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 97 TAHUN 2000
TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL
I.

UMUM
Sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999,
disebutkan bahwa jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri
Sipil yang diperlukan ditetapkan dalam formasi untuk jangka
waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang
harus dilaksanakan.
Sejalan dengan hal tersebut dan dalam rangka perencanaan
kepegawaian secara nasional serta terpenuhinya jumlah dan
mutu Pegawai Negeri Sipil pada satuan organisasi Negara, sesuai
dengan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan,
maka formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional ditetapkan
setiap tahun anggaran. Selanjutnya, berdasarkan formasi
Pegawai Negeri Sipil secara nasional tersebut ditetapkan formasi
Pegawai Negeri Sipil untuk masing-masing satuan organisasi
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/
Kota sesuai dengan kebutuhan.
Penetapan dan persetujuan penetapan Formasi Pegawai Negeri
Sipil Pusat dan Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam satu
kesatuan Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional tersebut
didasarkan atas usul Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat,
Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi, dan Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota.
Dalam Peraturan Pemerintah ini, Pejabat Pembina Kepegawaian
di lingkungan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil adalah Sekretaris Negara. Pada saat ini,

FO RMASI

255

Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan dimaksud adalah


Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Presiden,
Sekretariat Militer, dan Sekretariat Wakil Presiden. Sedangkan
Pejabat Pembina Kepegawaian untuk Kesekretariatan Lembaga
lain yang dipimpin oleh Pejabat Struktural Eselon I dan bukan
merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non
Departemen sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan,
dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil adalah Pimpinan Lembaga
Kesekretariatan dimaksud, misalnya Sekretariat Jenderal Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia, Pejabat Pembina Kepegawaiannya
adalah Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Formasi
Pegawai Negeri Sipil secara nasional adalah jumlah dan
susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil secara nasional
yang diperlukan untuk menyelenggarakan tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan dalam satu tahun
anggaran yang penetapannya dilakukan dengan
memperhatikan kemampuan anggaran yang tersedia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Khusus untuk penetapan formasi Pegawai Negeri Sipil
di luar negeri, juga memperhatikan pertimbangan
Menteri Luar Negeri.

256

FO RMASI

Ayat (2)
Formasi untuk suatu satuan organisasi Pemerintah
Daerah bagi :
a. Propinsi ditetapkan oleh Gubernur;
b. Kabupaten ditetapkan oleh Bupati; dan
c. Kota ditetapkan oleh Walikota.
Ayat (3)
Usul pengajuan formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat
disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat
yang bersangkutan kepada Menteri yang
bertanggung jawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara dan Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
Usul pengajuan Formasi Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan
disampaikan oleh Sekretaris Negara kepada Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara dan Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
Usul pengajuan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah
Propinsi disampaikan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Propinsi yang bersangkutan
kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
Usul pengajuan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah
Kabupaten/Kota disampaikan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan kepada Menteri yang bertanggung
jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan
Kepala Badan Kepegawaian Negara melalui Gubernur
selaku wakil Pemerintah.
Gubernur dalam mengajukan usul formasi Pegawai
Negeri Sipil Daerah dibuat secara kolektif dengan
merinci jumlah formasi yang dibutuhkan oleh
Pemerintah Daerah Propinsi dan masing-masing
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di lingkungan
Propinsi yang bersangkutan sesuai dengan yang

FO RMASI

257

diusulkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah


Kabupaten/Kota. Dengan demikian, Gubernur tidak
dapat mengubah jumlah usul formasi yang diajukan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
Kabupaten/Kota.
Pasal II
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 4332

258

FO RMASI

IV
PENGANGKATAN

259

260

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 100 TAHUN 2000
TENTANG
PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM
JABATAN STRUKTURAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

a. bahwa sesuai dengan Pasal 17 ayat (1)


Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian,
Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan
tertentu;
b. bahwa dalam rangka perencanaan,
pengembangan dan pembinaan karir serta
peningkatan mutu kepemimpinan dalam
jabatan struktural, dipandang perlu mengatur
kembali ketentuan tentang pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
dalam Peraturan Pemerintah.

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);
PENGANGKATAN

261

4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang


Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan
Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Sebagai Daerah Otonomi
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000
tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 165);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pengangkatan,
Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 196,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4017).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DALAM JABATAN STRUKTURAL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999.

262

PENGANGKATAN

2. Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan


tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai
Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi
negara.
3. Eselon adalah tingkatan jabatan struktural.
4. Pimpinan Instansi adalah Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris
Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden,
Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur dan Bupati/Walikota.
5. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa
Agung, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer,
Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian
Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
6. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur.
7. Pejabat Pembina Kepegawaian Kabupaten/Kota adalah Bupati/
Walikota.
8. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang
mengnagkat, memindahkan dan/atau memberhentikan Pegawai
Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
9. Pola karier adalah pola pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang
menggambarkan alur pengembangan karier yang menunjukkan
keterkaitan dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan
dan pelatihan jabatan, kompetensi serta masa jabatan
seseorang Pegawai Negeri Sipil sejak pengangkatan pertama
dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun.
BAB II
JABATAN STRUKTURAL DAN ESELON
Pasal 2
(1) Jabatan Struktural Eselon I pada Instansi Pusat ditetapkan oleh
Presiden atas usul Pimpinan Instansi setelah mendapat
pertimbangan tertulis dari Menteri yang bertanggungjawab di
bidang pendayagunaan aparatur negara.

PENGANGKATAN

263

(2) Jabatan Struktural Eselon II ke bawah pada Instansi Pusat


ditetapkan oleh Pimpinan Instansi setelah mendapat pertimbangan
tertulis dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
(3) Jabatan Struktural Eselon I ke bawah di Propinsi dan Jabatan
Struktural Eselon II ke bawah di Kabupaten/Kota ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 3
(1) Eselon tertinggi sampai dengan eselon terendah dan jenjang
pangkat untuk setiap eselon adalah sebagaimana tersebut dalam
Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
(2) Penetapan eselon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ditetapkan berdasarkan penilaian atas bobot tugas, tanggung
jawab dan wewenang.
BAB III
PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN
DALAM DAN DARI JABATAN STRUKTURAL
Pasal 4
(1) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil dalam dan dari jabatan struktural ditetapkan dengan
keputusan pejabat yang berwenang.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural,
wajib dilantik dan mengucapkan sumpah di hadapan pejabat
yang berwenang.
Pasal 5
Persyaratan untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural adalah :
a. berstatus Pegawai Negeri Sipil;
c. memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan;
d. semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai
baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
e. memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan; dan
f. sehat jasmani dan rohani.
264

PENGANGKATAN

Pasal 6
Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pejabat
Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian
Daerah perlu memperhatikan faktor senioritas dalam kepangkatan,
usia, pendidikan dan pelatihan jabatan dan pengalaman yang dimiliki.
Pasal 7
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural belum
mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai
dengan tingkat jabatan struktural, wajib mengikuti dan lulus pendidikan
dan pelatihan kepemimpinan selambat-lambatnya 12 (dua belas)
bulan sejak yang bersangkutan dilantik.
Pasal 8
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural tidak dapat
menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan struktural maupun
jabatan fungsional.
Pasal 9
(1) Untuk kepentingan dinas dan dalam rangka memperluas
pengalaman, kemampuan dan memperkokoh persatuan dan
kesatuan bangsa, diselenggarakan perpindahan tugas dan/atau
perpindahan wilayah kerja.
(2) Secara normal perpindahan tugas dan/atau perpindahan wilayah
kerja dapat dilakukan dalam waktu antara 2 (dua) sampai 5
(lima) tahun sejak seseorang diangkat dalam jabatan struktural.
(3) Biaya pindah dan penyediaan perumahan sebagai akibat
perpindahan wilayah kerja, dibebankan kepada negara sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 10
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari jabatan struktural karena :
a. mengundurkan diri dari jabatan yang didudukinya;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil;
d. diangkat dalam jabatan struktural lain atau jabatan fungsional;

PENGANGKATAN

265

e. cuti di luar tanggungan negara, kecuali cuti di luar tanggungan


negara karena persalinan;
f. tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;
g. adanya perampingan organisasi pemerintah;
h. tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani; atau
i. hal-hal lain yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 11
Ketentuan penilaian mengenai pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Presiden.
BAB IV
POLA KARIER PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 12
(1) Untuk menjamin kepastian arah pengembangan karier,
ditetapkan pada dasar karier dengan Keputusan Presiden.
(2) Setiap pimpinan instansi menetapkan pola karier Pegawai Negeri
Sipil di lingkungannya berdasarkan pola dasar karier Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
BAB V
PENILAIAN DAN PERTIMBANGAN PENGANGKATAN
DALAM JABATAN
Pasal 13
Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari
Jabatan Struktural Eselon I pada Instansi Pusat ditetapkan oleh
Presiden atas usul Pimpinan Instansi dan setelah mendapat
pertimbangan tertulis dari Komisi Kepegawaian Negara.
Pasal 14
(1) Untuk menjamin kualitas dan obyektivitas dalam pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan
266

PENGANGKATAN

dari Jabatan Struktural Eselon II ke bawah di setiap instansi


dibentuk Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan,
selanjutnya disebut Baperjakat.
(2) Baperjakat terdiri dari :
a. Baperjakat Instansi Pusat;
b. Baperjakat Instansi Daerah Propinsi;
c. Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten/Kota.
(3) Pembentukan Baperjakat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditetapkan oleh :
a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat untuk Instansi Pusat;
b. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi untuk Instansi
Daerah Propinsi;
c. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota
untuk Instansi Daerah Kabupaten/Kota.
(4) Tugas pokok Baperjakat Instansi Pusat dan Baperjakat Instansi
daerah Propinsi/Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dalam
pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari
jabatan struktural Eselon II ke bawah.
(5) Disamping tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (4),
Baperjakat bertugas pula memberikan pertimbangan kepada
pejabat yang berwenang dalam pemberian kenaikan pangkat
bagi yang menduduki jabatan struktural, menunjukkan prestasi
kerja luar biasa baiknya, menemukan penemuan baru yang
bermanfaat bagi negara dan pertimbangan perpanjangan batas
usia pensiun Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Jabatan
Struktural Eselon I dan Eselon II.
Pasal 15
(1) Susunan keanggotaan Baperjakat terdiri dari :
a. seorang Ketua, merangkap Anggota;
b. paling banyak 6 (enam) orang anggota; dan
c. seorang Sekretaris.
(2) Untuk menjamin obyektivitas dan kepastian dalam pengambilan
keputusan, anggota Baperjakat ditetapkan dalam jumlah ganjil.

PENGANGKATAN

267

Pasal 16
(1) Ketua dan Sekretaris Baperjakat Instansi Pusat adalah Pejabat
Eselon I dan Pejabat Eselon II yang secara fungsional
bertanggung jawab di bidang kepegawaian dengan anggota
Pejabat Eselon I lainnya.
(2) Bagi Instansi Pusat yang hanya terdapat 1 (satu) Pejabat Eselon
I, Ketua dan Sekretaris Baperjakat adalah Pejabat Eselon II dan
Pejabat Eselon III yang secara fungsional bertanggung jawab di
bidang kepegawaian dengan anggota Pejabat Eselon II lainnya.
(3) Ketua Baperjakat Instansi Daerah Propinsi adalah Sekretaris
Daerah Propinsi, dengan anggota para Pejabat Eselon II dan
Sekretaris secara fungsional dijabat oleh pejabat yang
bertanggung jawab di bidang kepegawaian.
(4) Ketua Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten/Kota adalah
Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, dengan anggota para
Pejabat Eselon III dan Sekretaris secara fungsional dijabat oleh
pejabat yang bertanggungjawab di bidang kepegawaian.
(5) Masa keanggotaan Baperjakat adalah paling lama 3 (tiga) tahun
dan dapat diangkat kembali untuk masa keanggotaan berikutnya.
BAB VI
TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL
Pasal 17
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural,
diberikan tunjangan jabatan struktural.
(2) Tunjangan jabatan struktural sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diberikan sejak pelantikan.
(3) Tunjangan jabatan struktural ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18
(1) Untuk pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara nasional Badan
Kepegawaian Negara menyusun informasi jabatan struktural.
268

PENGANGKATAN

(2) Informasi jabatan struktural sebagaimana dimaksud dalam ayat


(1) memuat formasi jabatan, lowongan jabatan dan spesifikasi
jabatan struktural.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini, apabila belum mengikuti dan
lulus pendidikan dan pelatihan jabatan yang ditentukan, selambatlambatnya 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku,
harus mengikuti pendidikan dan pelatihan jabatan yang ditentukan.
Pasal 20
(1) Jabatan struktural Eselon V yang masih ada pada saat
ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini masih tetap berlaku
sepanjang belum diubah/diganti dengan ketentuan yang baru.
(2) Perubahan/penggantian Jabatan Struktural Eselon V
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan paling
lambat sampai dengan akhir bulan Desember 2001.
Pasal 21
Sebelum Komisi Kepegawaian Negara dibentuk, pertimbangan
pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
dalam dan dari jabatan struktural Eselon I dilakukan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih
lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.

PENGANGKATAN

269

Pasal 23
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Tahun 1994
Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3546), sebagaimana
telah dua kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
67 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3775), dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 24
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 OMOR 197

Salinan sesuai dengan aslinya


SEKRETARIS KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II
ttd
Edy Sudibyo

270

PENGANGKATAN

LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 100 Tahun 2000
Tanggal : 10 Nopember 2000
ESELON DAN JENJANG PANGKAT JABATAN STRUKTURAL
Jenjang Pangkat, Golongan / Ruang
Eselon

Ia
Ib
II a
II b
III a
III b
IV a
IV b

Tertinggi
Pangkat

Gol / Ruang

Pangkat

Gol / Ruang

Pembina Utama Madya


Pembina Utama Muda
Pembina Utama Muda
Pembina Tingkat I
Pembina
Penata Tingkat I
Penata
Penata Muda Tingkat I

IV / d
IV / c
IV / c
IV / b
IV / a
III / d
III / c
III / b

Pembina Utama
Pembina Utama
Pembina Utama Madya
Pembina Utama Muda
Pembina Tingkat I
Pembina
Penata Tingkat I
Penata

IV / e
IV / e
IV / d
IV / c
IV / b
IV / a
III / d
III / c

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


ttd
ABDURRAHMAN WAHID
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan II
ttd
Edy Sudibyo

PENGANGKATAN

271

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 100 TAHUN 2000
TENTANG
PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM
JABATAN STRUKTURAL
I. UMUM
Dalam era globalisasi yang sarat dengan tantangan, persaingan
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta untuk
mencapai efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan tugas
pemerintahan, tidak ada alternatif lain kecuali peningkatan kualitas
profesionalisme Pegawai Negeri Sipil yang memiliki keunggulan
kompetitif dan memegang teguh etika birokrasi dalam
memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan
dan keinginan masyarakat.
Untuk menciptakan sosok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
simaksud di atas, maka dipandang perlu menetapkan kembali
norma pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan
struktural secara sistematik dan terukur mampu menampilkan
sosok pejabat struktural yang profesional sekaligus berfungsi
sebagai pemersatu serta perekat Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan tetap memperhatikan perkembangan dan
intensitas tuntutan keterbukaan, demokratisasi, perlindungan
hak asasi manusia dan lingkungan hidup.
Untuk mencapai obyektivitas dan keadilan dalam pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan
struktural, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini juga
menerapkan nilai-nilai impersonal, keterbukaan dan penetapan
persyaratan jabatan yang terukur bagi Pegawai Negeri Sipil.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas

272

PENGANGKATAN

Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Penetapan jenjang pangkat untuk masing-masing
eselon adalah merupakan tindak lanjut dari prinsip
pembinaan karier dalam jabatan struktural, yaitu
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan
struktural pangkatnya harus sesuai dengan pangkat
yang ditentukan untuk jabatannya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan :
- Bobot tugas adalah nilai suatu tugas yang antara
lain ditentukan atas dasar berat ringannya beban
tugas, luasnya lingkup tugas, tanggung jawab,
wewenang dan dampak yang ditimbulkan.
- Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang
Pegawai Negeri Sipil untuk menyelesaikan pekerjaan
yang diserahkan kepadanya dan tepat pada
waktunya serta berani menanggung resiko atas
keputusan yang diambilnya atau tindakan yang
dilakukannya.
- Wewenang adalah keabsahan tindakan yang dimiliki
oleh Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan
struktural agar dapat menentukan tata cara dan
tindakan yang perlu diambil dalam melaksanakan
dan menyelesaikan tugas pekerjaannya.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
PENGANGKATAN

273

Ayat (2)
Pelantikan Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat
dalam jabatan struktural dilakukan selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari sejak penetapan
pengangkatannnya.
Pasal 5
Huruf a
Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat dalam
jabatan struktural karena Calon Pegawai Negeri Sipil
tersebut masih dalam masa percobaan dan kepadanya
belum diberikan pangkat, sedangkan untuk menduduki
jabatan struktural antara lain disyaratkan pangkat sesuai
dengan sebelumnya.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang
dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa
pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang
diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas

274

PENGANGKATAN

Pasal 8
Untuk optimalisasi kinerja, disiplin dan akuntabilitas pejabat
struktural serta menyadari akan keterbatasan kemampuan
manusia, sudah selayaknya dilarang adanya rangkapan
jabatan, baik antara jabatan struktural dengan jabatan
struktural atau antara jabatan struktural dengan jabatan
fungsional.
Pasal 9
Ayat (1)
Perpindahan wilayah kerja dalam ketentuan ini
dimungkinkan untuk perpindahan wilayah kerja pejabat
struktural Eselon III ke atas, yaitu perpindahan antara
Kabupaten/Kota, perpindahan dari Kabupaten Kota ke
Propinsi, atau sebaliknya, perpindahan dari Kabupaten/
Kota/Propinsi ke Instansi Pusat atau sebaliknya,
perpindahan antar Instansi dan lain sebagainya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Biaya pindah dan penyediaan perumahan hanya
diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dipindahkan
karena dinas.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Pola dasar karier adalah pedoman yang memuat teknik
dan metode penyusunan pola karier dengan
menggunakan unsur-unsur antara lain pendidikan
formal, pendidikan dan pelatihan, usia, masa kerja,
pangkat, golongan ruang dan tingkat jabatan.
PENGANGKATAN

275

Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1) sampai dengan Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Perpanjangan batas usia pensiun dalam ayat ini
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Ayat (1) sampai dengan Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1) sampai dengan Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1) sampai dengan Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1) sampai dengan Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas

276

PENGANGKATAN

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 4018

PENGANGKATAN

277

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 13 TAHUN 2002
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 100 TAHUN 2000
TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DALAM JABATAN STRUKTURAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

bahwa dalam rangka pengembangan dan


pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil, dipandang
perlu mengubah Peraturan Pemerintah Nomor
100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai
Negari Sipil Dalam Jabatan Struktural dengan
Peraturan Pemerintah.

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) UndangUndang Dasar 1945.


2. Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 Nomor
55, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3041, sebagaimana telah diubah dengan
Undangundang Nomor 43 Tahun 1999
lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890.
3. Undangundang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah (lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran negara Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih

278

PENGANGKATAN

dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme


(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lebaran Negara tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000
tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 165);
7. Peraturan pemerintah Nomor 96 Tahun 2000
tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara tahun 2000
Nomor 193, Tambahan Lembaran Negera
4014);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2000
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 196,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4017)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 tahun 2002 (lembaran
Negara Tahun 2002 Nomor 32, tambahan
lembaran Negara Nomor 4193);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000
tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
Dalam Jabatan Struktural (lembaran Negara
Tahun 2000 Nomor 197, tambahan Lembaran
Negara Nomor 4018);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan

PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 100 TAHUN 2000 TENTANG
PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DALAM JABATAN STRUKTURAL.
PENGANGKATAN

279

Pasal 1
beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun
2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan
Struktural diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 3
(1) Eselon tertinggi sampai dengan eselon terendah dan jenjang
pangkat untuk setiap eselon adalah sebagaimana tersebut
dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
(2) Penetapan eselon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ditetapkan berdasarkan penilaian atas bobot tugas, tanggung
jawab, dan wewenang.
(3) Penempatan eselon V dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan yang berlaku.
(4) Penetapan eselon V sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) dilaksanakan dengan memperhatikan :
a.
b.
c.
d.

kebutuhan, organisasi;
rentang kendali;
kondisi, geografis;
karakteristik tugas pokok dan fungsi jabatan yang
berhubungan langsung dengan pelayanan kepada
masyarakat;

(5) Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga seluruhnya menjadi


berbunyi sebagai berikut :
Pasal 16
(1) Ketua dan Sekretaris Baperjakat Instansi Pusat adalah
pejabat eselon I dan pejabat eselon II yang secara fungsional
bertanggung jawab di bidang kepegawaian dengan anggota
pejabat eselon I lainnya.
(2) Bagi instansi Pusat yang hanya terdapat 1 (satu) pejabat
eselon I, Ketua dan Sekretaris Baperjakat adalah pejabat
eselon II dan pejabat eselon III yang secara fungsional
bertanggung jawab di bidang kepegawaian dengan anggota
pejabat eselon II.
280

PENGANGKATAN

(3) Ketua Baperjakat Instansi Daerah Propinsi adalah Sekretaris


Daerah Propinsi dengan anggota para pejabat eselon II dan
Sekretaris dijabat oleh pejabat eselon II yang membidangi
kepegawaian.
(4) Ketua Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten Kota adalah
Sekretaris Daerah Kabupaten Kota dengan anggota para
pejabat eselon II, dan Sekretaris dijabat oleh pejabat eselon
III yang membidangi kepegawaian
(5) Masa keanggotaan Baperjakat adalah paling lama 3 (tiga)
tahun, dan dapat diangkat kembali untuk masa keanggotaan
berikutnya.
2. Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 7
(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan atau telah menduduki jabatan
struktural harus mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan
kepemimpinan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan
untuk jabatan tersebut.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi persyaratan
kompetensi jabatan struktural tertentu, dapat diberikan
sertifikat sesuatu dengan pedoman yang ditetapkan oleh
instansi pembina dan instansi pengendali serta dianggap telah
mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan
yang dipersyaratkan dan pelatihan kepemimpinan yang
dipersyaratkan untuk jabatan tersebut :
3. Diantara Pasal 7 dan Pasal 8, disisipkan 1 (satu) Pasal huruf
yaitu Pasal 7 A, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 7A
Pengawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural dapat
diangkat dalam jabatan struktural setingkat lebih tinggi apabila
yang bersangkutan sekurangkurangnya telah 2 (dua) tahun
dalam jabatan struktural yang pernah dan atau masih
didudukinya kecuali pengangkatan dalam jabatan struktural yang
menjadi wewenang Presiden.
PENGANGKATAN

281

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negera Republik Indonesia.
Pasal 11
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 17 April 2002
PERESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 17 April 2002
SEKRETARIAT NEGARA,
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002
NOMOR AA
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Undang Undang II
ttd
Edy Sudibyo
282

PENGANGKATAN

LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
: 13 tahun 2002
TANGGAL
: 17 April 2002

Ia

Jenjang Pangkat, Golongan/Ruang


Terendah
Tertinggi
Gol/
Pangkat
Pangkat
Ruang
Pembina Utama Madya
IV/d
Pembina Utama

Ib

Pembina Utama Muda

IV/c

Pembina Utama

IV/a

IIa

Pembina Utama Muda

IV/c

Pembina Utama Madya

IV/d

IIb

Pembina Tingkat I

IV/b

Pembina Utama Muda

IV/c

IIIa

Pembina

IV/a

Pembina Tingkat I

IV/b

IIIb

Penata Tingkat I

III/d

Pembina

IV/a

IVa

Penata

III/c

Penata Tingkat I

IV/d

IVb

Penata Muda Tingkat I

III/b

Penata

IV/c

Va

Penata Muda

III/a

Penata Muda Tingkat I

IV/b

No

Eselon

Gol/
Ruang
IV/a

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundangundangan II
ttd
Edy Sudibyo

PENGANGKATAN

283

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 48 TAHUN 2005
TENTANG
PENGANGKATAN TENAGA HONORER
MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk kelancaran pelaksanaan sebagian


tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan,
terdapat pejabat instansi pemerintah
mengangkat tenaga tertentu sebagai tenaga
honorer;
b. bahwa tenaga honorer yang telah lama bekerja
dan atau tenaganya sangat dibutuhkan oleh
Pemerintah dan memenuhi syarat yang
ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini, dapat
diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut huruf
a dan b, dipandang perlu mengatur ketentuan
mengenai pengangkatan tenaga honorer
menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dengan
Peraturan Pemerintah;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55,
284

PENGANGKATAN

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia


Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3890);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000
tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
194, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4015), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54
Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 122, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4332);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000
tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4016), sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2002 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4192);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003
tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan,
dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4263);

PENGANGKATAN

285

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PENGANGKATAN TENAGA HONORER
MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL.
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan
untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah
atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
2. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang berwenang
mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai
Negeri Sipil di lingkungannya sesuai dengan peraturan perundangundangan.
3. Instansi adalah instansi pemerintah pusat dan instansi pemerintah
daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Pasal 2
Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga tertentu pada instansi pemerintah.
Pasal 3
(1) Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas sebagai :
a. Tenaga guru;
b. Tenaga kesehatan pada unit pelayanan kesehatan;
c. Tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan peternakan;
dan
d. Tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah.
(2) Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didasarkan pada usia dan masa kerja sebagai berikut :
286

PENGANGKATAN

a. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh


enam) tahun dan mempunyai masa kerja 20 (dua puluh)
tahun atau lebih secara terus menerus.
b. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh
enam) tahun dan mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun
atau lebih sampai dengan kurang dari 20 (dua puluh) tahun
secara terus menerus.
c. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 40 (empat puluh)
tahun dan mempunyai masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih
sampai dengan kurang dari 10 (sepuluh) tahun secara terus
menerus.
d. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 35 (tiga puluh
lima) tahun dan mempunyai masa kerja 1 (satu) tahun
atau lebih sampai dengan kurang dari 5 (lima) tahun secara
terus menerus.
Pasal 4
(1) Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, dilakukan melalui seleksi
administrasi, disiplin, integritas, kesehatan, dan kompetensi.
(2) Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d,
selain melalui seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib mengisi/menjawab daftar pertanyaan mengenai
pengetahuan tata pemerintahan/kepemerintahan yang baik, dan
pelaksanaannya terpisah dari pelamar umum.
(3) Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 pada prinsipnya memprioritaskan tenaga honorer yang
berusia paling tinggi dan/atau mempunyai masa kerja lebih
banyak.
Pasal 5
(1) Tenaga dokter yang telah selesai atau sedang melaksanakan
tugas sebagai Pegawai Tidak Tetap atau sebagai tenaga honorer
pada unit pelayanan kesehatan milik pemerintah, dapat diangkat
menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil setelah melalui seleksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tanpa
memperhatikan masa kerja sebagai tenaga honorer, dengan
ketentuan :
PENGANGKATAN

287

a. usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun;


b. bersedia bekerja pada unit pelayanan kesehatan di daerah
terpencil, sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
(2) Daerah terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Gubernur/Bupati yang bersangkutan sesuai
dengan kriteria yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan.
Pasal 6
(1) Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dilakukan bertahap
mulai Tahun Anggaran 2005 dan paling lambat selesai Tahun
Anggaran 2009, dengan prioritas tenaga honorer yang
penghasilannya dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Dalam hal tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) seluruhnya telah diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil sebelum tahun Anggaran 2009, maka tenaga honorer yang
bekerja pada instansi pemerintah dan penghasilannya tidak
dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat diangkat
menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 7
Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6, dilakukan secara objektif dan transparan.
Pasal 8
Sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, semua Pejabat
Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi, dilarang
mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis, kecuali ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
(1) Untuk pelaksanaan pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil dibentuk Tim Koordinasi Tingkat Nasional
dan Tim Tingkat Instansi.
288

PENGANGKATAN

(2) Tim Koordinasi Tingkat Nasional sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pendayagunaan aparatur negara.
(3) Tim Tingkat Instansi ditetapkan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian yang bersangkutan.
(4) Untuk pelaksanaan pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil tingkat instansi daerah Kabupaten/Kota
dikoordinasikan oleh Gubernur.
Pasal 10
(1) Penyiapan materi pertanyaan mengenai pengetahuan tata
pemerintahan/kepemerintahan yang baik dibuat oleh Tim
Koordinasi Tingkat Nasional.
(2) Penggandaan materi pertanyaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan pengolahan hasil pengisian/jawaban dilakukan
oleh :
a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat bagi tenaga honorer
pada Instansi Pusat;
b. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi bagi tenaga
honorer pada Instansi Daerah Provinsi; dan
c. Gubernur bagi tenaga honorer pada Instansi Daerah
Kabupaten/Kota di wilayahnya.
Pasal 11
Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pengangkatan tenaga
honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun Anggaran 2005
sampai dengan Tahun Anggaran 2009 dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 12
(1) Pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini akan diadakan evaluasi
setiap tahun.
(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan
kepada Presiden.

PENGANGKATAN

289

Pasal 13
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut
oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 14
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Nopember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Nopember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005


NOMOR 122

290

PENGANGKATAN

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48 TAHUN 2005
TENTANG
PENGANGKATAN TENAGA HONORER
MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

I. UMUM
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, baik
pada pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah,
sebagian dilakukan oleh tenaga honorer. Di antara tenaga honorer
tersebut ada yang telah lama bekerja kepada pemerintah dan
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh pemerintah.
Mengingat masa bekerja mereka sudah lama dan
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh pemerintah, dalam
kenyataannya sebagian tenaga honorer tersebut telah berusia
lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil, maka bagi mereka perlu diberikan perlakuan secara
khusus dalam pengangkatan menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
Dengan Peraturan Pemerintah ini, bagi tenaga honorer yang
berusia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan telah
bekerja 20 (dua puluh) tahun atau lebih, dapat diangkat menjadi
Calon Pegawai Negeri Sipil, setelah melalui seleksi administratif,
disiplin, integritas, kesehatan, dan kompetensi.
Selanjutnya bagi tenaga honorer yang telah bekerja kurang
dari 20 (dua puluh) tahun, pengangkatannya menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil selain melalui seleksi administratif, disiplin,
integritas, kesehatan, dan kompetensi, mereka juga diwajibkan
mengisi/menjawab daftar pertanyaan mengenai pengetahuan
tata pemerintahan/kepemerintahan yang baik antar sesama
tenaga honorer yang pelaksanaannya dilakukan terpisah dari
pelamar umum yang bukan tenaga honorer, dengan
pengelompokan sebagai berikut :

PENGANGKATAN

291

a. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh


enam) tahun dan bekerja selama 10 (sepuluh) tahun sampai
dengan kurang dari 20 (dua puluh) tahun secara terus
menerus;
b. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 40 (empat puluh)
tahun dan bekerja selama 5 (lima) tahun sampai dengan
kurang dari 10 (sepuluh) tahun secara terus menerus;
c. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 35 (tiga puluh
lima) tahun dan bekerja selama 1 (satu) tahun sampai
dengan kurang dari 5 (lima) tahun secara terus menerus.
Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan khusus dan
mengecualikan beberapa Pasal dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
11 Tahun 2002.
Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dapat dilakukan apabila
tenaga honorer tersebut memenuhi syarat yang ditentukan,
baik syarat administratif maupun syarat lain yang ditentukan
dalam Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundangundangan lainnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, ditentukan prioritas jenis
tenaga honorer yang dapat diangkat menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil. Demikian juga urutan prioritas usia dan masa bekerja
sebagai tenaga honorer yang akan menjadi pertimbangan dalam
pengangkatannya menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
Tenaga honorer atau yang sejenis yang dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah ini termasuk guru bantu, guru honorer,
guru wiyata bhakti, pegawai honorer, pegawai kontrak, pegawai
tidak tetap, dan lain-lain yang sejenis dengan itu.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
292

PENGANGKATAN

Pasal 3
Ayat (1)
Tenaga honorer yang ditentukan dalam ayat ini
menunjukkan prioritas jenis tenaga honorer yang
dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
Yang dimaksud dengan tenaga teknis lainnya pada
huruf d dalam ayat ini adalah tenaga teknis yang
bersifat operasional dalam rangka pelaksanaan tugas
pokok instansi dan bukan tenaga teknis administratif.
Ayat (2)
Penentuan batas usia dihitung sampai dengan
pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
Penentuan jumlah dan batas masa kerja dihitung
mulai sejak pengangkatan sebagai tenaga honorer
sampai dengan 1 Desember 2005. Dengan demikian
jumlah dan batas masa kerja untuk tahun berikutnya
ditambah1 (satu) tahun, dan seterusnya, apabila
berlakunya pengangkatan menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil setiap tanggal 1 Desember tahun
anggaran yang berjalan.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan :
a. Disiplin dan integritas adalah bahwa selama menjadi
tenaga honorer melakukan tugasnya dengan baik
dan disiplin serta mempunyai integritas tinggi yang
dibuktikan dengan surat pernyataan oleh atasan
langsungnya serta disahkan kebenarannya oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain
yang ditunjuk sekurang-kurangnya pejabat
struktural eselon II.
b. Kesehatan adalah tenaga honorer tersebut sehat
jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat
keterangan dari dokter.
Tenaga honorer penyandang cacat tidak berarti
yang bersangkutan tidak sehat jasmani dan

PENGANGKATAN

293

rohani. Apabila dokter menyatakan bahwa yang


bersangkutan sehat jasmani dan rohani, dapat
diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil
sepanjang memenuhi persyaratan dalam
Peraturan Pemerintah ini dan dapat melaksanakan
tugas jabatan yang akan dibebankan kepadanya.
c. Kompetensi adalah bahwa tenaga honorer tersebut
mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian, atau
keterampilan yang sesuai dengan jabatan yang
akan diduduki.
Ayat (2)
Bagi tenaga honorer berdasarkan ketentuan pada
ayat ini, disamping dilakukan seleksi administratif,
diwajibkan juga mengisi/menjawab daftar pertanyaan
mengenai pengetahuan tata pemerintahan/
kepemerintahan yang baik, dan pelaksanaannya
terpisah dengan pelamar umum yang bukan tenaga
honorer.
Ayat (3)
Tenaga honorer yang berusia lebih tinggi dan/atau
mempunyai masa kerja lebih banyak menjadi prioritas
pertama untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil. Dalam hal terdapat beberapa tenaga honorer
yang berusia sama, tetapi jumlah tenaga honorer
melebihi lowongan formasi yang tersedia, maka
diprioritaskan untuk mengangkat tenaga honorer yang
mempunyai masa kerja lebih banyak.
Pasal 5
Ayat (1)
Unit pelayanan kesehatan milik Pemerintah yang
dimaksud dalam ketentuan ini adalah Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Dalam hal jumlah tenaga dokter yang akan diangkat
menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil lebih banyak dari
jumlah formasi yang lowong, maka prioritas
pengangkatan dilakukan terhadap mereka yang
memiliki usia yang paling tinggi. Dalam hal terdapat
beberapa tenaga dokter yang berusia sama, maka
294

PENGANGKATAN

diprioritaskan untuk mengangkat yang mempunyai


masa kerja lebih banyak sebagai Pegawai Tidak Tetap
atau sebagai tenaga honorer.
Penentuan batas usia tertinggi dihitung sampai dengan
pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Pentahapan ini disesuaikan dengan jumlah lowongan
formasi yang ditetapkan Pemerintah dengan
memperhatikan kemampuan keuangan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7
Yang dimaksud dengan :
a. Objektif adalah bahwa persyaratan pengangkatan
tenaga honorer dan tenaga dokter dilakukan sesuai
dengan syarat yang telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan.
b. Transparan adalah bahwa nama tenaga honorer, tenaga
dokter dan persyaratan pengangkatan menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil dilakukan secara terbuka dan
diumumkan melalui media yang tersedia oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian yang bersangkutan, sehingga
dapat diakses dan diketahui oleh masyarakat.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
PENGANGKATAN

295

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Materi pertanyaan yang disiapkan oleh Tim Koordinasi
Tingkat Nasional dimaksudkan untuk mengetahui
pemahaman tenaga honorer mengenai tata
pemerintahan/kepemerintahan yang baik, digunakan
sebagai bahan dalam melakukan pembinaan
selanjutnya setelah diangkat menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil. Materi pertanyaan tersebut bukan
merupakan ujian penyaringan untuk penentuan
kelulusan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.

296

PENGANGKATAN

Pasal 14
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 4561

PENGANGKATAN

297

WAKIL PRESIDEN
REPUBLK INDONESIA
Jakarta, 5 Pebruari 2000.
Nomor
Sifat
Lampiran
Perihal

: B-01/Wk.Pres/Set/ll/2000
: Penting/segera
:
1.
: Pengangkatan, pemindahan
dan pemberhentian dalam
2.
dan dari Jabatan Struktural 3.
Eselon
4.

Kepada Yth,

Para Menteri Kabinet


Persatuan Nasional
Jaksa Agung
Sekretaris Negara
Para Pimpinan Lembaga
Non Departemen
5. Para Pimpinan
Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara
6. Para Gubernur
diTempat.

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang


Perubahan atas Udang-undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang pokok-pokok kepegawaian menentukan bahwa
untuk membantu Presiden dalam mempertimbangkan
pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pejabat
dalam dan dari jabatan tertentu yang menjadi wewenang
Presiden, akan dibentuk Komisi Kepegawaian Negara.
Mengingat Komisi sebagaimana dimaksud belum
terbentuk, dan untuk tetap menjaga objektivitas penilaian
terhadap usul pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian pejabat tersebut, dengan Keputusan
Presiden Nomor 162 Tahun 1999 Presiden telah
membentuk Tim Penilai Akhir Pengangkatan.
Pemindahan dan Pemberhentian dalam dan dari Jabatan
Struktural Eselon I. Tim tersebut diketuai Wakil Presiden
Republik Indonesia dan bertugas melakukan penilaian
akhir terhadap usul-usul pengangkatan, pemindahan,
dan pemberhentian dari atau dalam jabatan eselon I
yang diajukan.
298

PENGANGKATAN

Berkenaan dengan itu, dan dalam rangka tercapainya


objektivitas penilaian, bersama ini kami harapkan
perhatian Saudara atas hal-hal sebagai berikut :
1. Usul pengisian jabatan eselon I diajukan kepada
Presiden, dengan tembusan masing-masing kepada
Wakil Presiden selaku Ketua Tim Penilai Akhir melalui
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara,
dan Kepala Badan Kepegawaian Negara selaku
Sekretaris Tim
2. Untuk pengisian setiap Jabatan eselon 1, hendaknya
diajukan 3 (tiga) orang calon yang masing-masing
memenuhi persyaratan umum sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pengangkatan
Pegawal Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural dan
persyaratan kepangkatan sebagaimana ditentukan
dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 15
Tahun 1994 tersebut, serta persyaratan pendidikan
sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan dan
Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
3. Usul pengangkatan disertai dengan riwayat hidup,
yang antara lain juga memuat riwayat kepangkatan,
Jabatan dan pengalaman tugas setiap calon.
Demikian untuk dimaklumi dan diindahkan. Atas perhatian
Saudara kami sampaikan terima kasih.
Wakil Presiden Republik Indonesia
selaku,
Ketua Tim Panitia Akhir
Pengangkatan, Pemindahan dan
Pemberhentian dalam dan dari Jabatan
Struktural Eselon I
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
PENGANGKATAN

299

BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA


Jln. Let. Jend. Sutoyo No. 12
Telp. 8010321-8093008, Fax. 8090421
Jakarta Timur 136-10
Nomor
Sifat
Lampiran
Perihal

:
:
:
:

K-26-25/V.7-46/99
Penting
1 (satu) lembar
Tatacara pengangkatan
PNS sebagai
PelaksanaTugas

Jakarta, 12 Mei 1993


Kepada Yth.
1. Semua Menteri yang
memimpin Departemen;
2. Panglima Angkatan
Bersenjata Republik
Indonesia;
3. Jaksa Agung;
4. Semua Pimpinan
Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara;
5. Semua
Pimpinan
Lembaga Pemerintah
Non
Departemen;
6. Semua Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I.
di
Tempat

1. Sebagaimana diketahui Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan


Pemerintah Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural;
2. Sebagai petunjuk pelaksanaan peraturan tersebut di atas telah
dikeluarkan Keputusan Kepala BAKN Nomor 05 Tahun 1995
tentang Ketentuan Pelaksanaan Pengangkatan PNS Dalam
Jabatan Struktural dan Keputusan Bersama Kepala BAKN-Ketua
LAN-Dirjen Anggaran Nomor : 35 Tahun 1996-513/IX/6/8/1996KEP -30/A/0696 tanggal 25 Juni 1996 tentang Pegawai Negeri
Sipil Yang Diangkat Dalam Jabatan Struktural Belum Memenuhi
Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1994;

300

PENGANGKATAN

3. Menyadari kenyataan bahwa kemungkinan di lingkungan instansi


Saudara benar-benar tidak terdapat PNS yang memenuhi syarat
sebagaimana tersebut di atas, maka untuk kelancaran
pelaksanaan tugas dapat diangkat Pelaksana Tugas dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Penetapannya tidak perlu dengan surat keputusan
pengangkatan dalam jabatan, melainkan cukup dengan surat
perintah dari pejabat yang berwenang karena yang
bersangkutan masih melaksanakan tugas jabatannya (contoh
terlampir);
b. Pelaksana Tugas tidak diberikan tunjangan jabatan
struktural, oleh karena itu dalam surat perintah tidak perlu
dicantumkan besarnya tunjangan jabatan;
c. Pengangkatan Pelaksana Tugas tidak boleh menyebabkan
lepasnya jabatan definitif pegawai negeri sipil yang diangkat,
dan tunjangannya tetap dibayar sebesar yang diterima
sebelumnya;
d. Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural hanya
dapat diangkat sebagai Pelaksana Tugas dalam jabatan
struktural yang sama atau setingkat lebih tinggi di lingkungan
kerjanya;
e. Pegawai Negeri Sipil yang tidak menduduki jabatan Struktural
hanya dapat diangkat sebagai Pelaksana Tugas dalam jabatan
eselon V;
f. Pengangkatan Pelaksana Tugas tidak perlu dengan
pelantikan, karena yang bersangkutan tidak memiliki
kewenangan secara definitif dalam tugas jabatan yang harus
dilaksanakan, seperti pembuatan DP-3, penetapan surat
keputusan, penjatuhan hukuman disiplin, dan sebagainya;
4. Demikian untuk menjadikan maklum dan atas perhatiannya
diucapkan terima kasih.
KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
SOENARKO
PENGANGKATAN

301

Tembusan :
1. Semua Kepala Biro Kepegawaian Departemen;
2. Kepala Biro Kepegawaian Kejaksaan Agung;
3. Semua Kepala Biro Kepegawaian Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara;
4. Semua Kepala Biro Kepegawaian/Kepala Bagian Kepegawaian
Lembaga Pemerintah Non Departemen;
5. Semua Kepala Biro Kepegawaian Sekretariat Wilayah Daerah
Tingkat I;
6. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II;
7. Semua Kepala Kantor Wilayah Badan Administrasi Kepegawaian
Negara.

302

PENGANGKATAN

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR : 111/KP/VIII/2000/01
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA
ATAS KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK
INDONESIA NOMOR SP/1010/PD/X /1971 TAHUN 1971
TENTANG
PENEMPATAN PEGAWAI-PEGAWAI DEPARTEMEN LUAR
NEGERI BUKAN PEJABAT DINAS LUAR
NEGERI Dl LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

a. bahwa dalam rangka meningkatkan dukungan


terhadap pelaksanaan tugas-tugas Perwakilan
RI di luar negeri, perlu memberdayakan secara
optimal pengalaman, kemampuan dan
keterampilan Pegawai Departemen Luar
Negeri;
b. bahwa Keputusan Menteri Luar Negeri RI
Nomor SP/1010/PD/X/1971 Tahuri 1971
tentang penempatan Pegawai pegawai
Departemen Luar Negeri Bukan Pejabat Dinas
Luar Negeri di Luar Negeri, perlu ditinjau
kembali;
c. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b
perlu menetapkan Keputusan Menteri Luar

PENGANGKATAN

303

Negeri RI tentang Perubahan Kedua Atas


Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SP/
1010/PD/X/1971 Tahun 1971 tentang
Penempatan Pegawai-pegawai Departemen
Luar Negeri Bukan Pejabat Dinas Luar Negeri
di Luar Negeri
Mengingat

1. Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 1974


tentang Pokok-pokok Kepegawaian,
sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang RI Nomor
43 Tahun 1999;
2. Undang-undang RI Nomor 37 Tahun 1999
tentang Hubungan Luar Negeri;
3. Keputusan Presiden RI Nomor 51 Tahun 1976
tentang Pokok-pokok, Organisasi Perwakilan
RI di Luar Negeri, sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan
Keputusan Presiden RI Nomor 74 Tahun
2000;
4. Keputusan Presiden RI Nomor 136 Tahun
1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Departemen;
5. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor
SK.00705/OR/VII/81/01 Tahun 1931
tentang Tata Kerja Umum Perwakilan RI di
Luar Negeri :
6. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor
203/OR/III/83/01 Tahun 1983 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar
Negeri, sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Luar Negeri RI Nomor 141/OT/VI/98/01
Tahun 1990;
7. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.
69/OR/VI/87/01 Tahun 1987 tentang
Susunan Organisasi Perwakilan RI dl Luar
Negeri;

304

PENGANGKATAN

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK


INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK
INDONESIA NOMOR SP/1010/PD/X/ 1971 TAHUN
1971 TENTANG PENEMPATAN PEGAWAI-PEGAWAI
DEPARTEMEN LUAR NEGERI BUKAN PEJABAT
DINAS LUAR NEGERI DI LUAR NEGERI,
Pasal 1

Beberapa ketentuan Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SP/


10107PD/X/1971 Tahun 1971 tentang Penempatan Pagawaipegawai Departemen Luar Negeri Bukan Pejabat Dinas Luar Negeri
di Luar Negeri, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SP/1138/PD/X/
1974 Tahun 1974, diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 1 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 1
Pada Perwakilan RI di luar negeri dapat ditugaskan Pegawai
Departemen Luar Negeri sebagai Staf Teknis tanpa gelar
diplomatik yang selanjutnya disebut Staf Teknis.
2. Ketentuan Pasal 2 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 2
(1) Staf sebagaimana drmaksud dalam Pasal 1 adalah mereka
yang;
a. Berpendidikan sekurang-kurangnya setingkat Sekolah
Menengah Umum (SMU) atau yang sederajat;
b. Telah bekerja pada Departemen Luar Negeri sekurangkurangnya 15 (lima belas) tahun secara terus menerus;
c. Prioritas diberikan bagi mereka yang lulus saringan dan
memiliki masa dinas lebih lama dan apabila ada
PENGANGKATAN

305

keterbatasan daya tampung pendidikan maka prioritas


disusun atas dasar lamanya masa kerja;
d. Telah menduduki pangkat Pengatur ruang golongan Il/c;
e. Mempunyai Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)
selama 2 (dua) tahun terakhir dengan nilai rata-rata baik;
dan diusulkan oleh pimpinan Eselon II yang bersangkutan;
f. Berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan
setinggi-tingginya 52 (lima puluh dua) tahun dan berada
dalam keadaan sehat jasmani serta rohani dengan
dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan
g. Apabila didalam satu unit terdapat staf yang memenuhi
persyaratan namun belum diusulkan unitnya, Biro
Kepegawaian berkewajiban mengingatkan unit tersebut.
(2) Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan :
a. Bahasa Inggris;
b. Pengoperasian Komputer, dan
c.

Pengetahuan Dasar Administrasi Umum dan Administrasi


Keuangan Perwakilan, yang diselenggarakan oleh
Departemen Luar Negeri.

3. Ketentuan Pasal 1 menjadi berbunyi sebagai berikut :


Pasal 3
Penugasan pegawai yang dimaksud dalam Pasal 1 pada
Pewakilan RI di luar negeri hanya 1 (satu) kali untuk paling lama
3 (tiga) tahun.
4. Ketentuan Pasal 4 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 4
Staf Teknis yang ditugaskan pada Perwakilan RI di luar
negeri diberikan hak-hak sebagai berikut :
a. Tunjangan Pokok Luar Negeri yang terdiri dari :

306

1. Golongan III/d keatas

Angka Pokok 55

2. Golongan III/c

Angka Pokok 52

PENGANGKATAN

3. Golongan III/a

dan

III/b Angka Pokok 50

4. Golongan II/c

dan

II/d Angka Pokok 48

b. Tunjangan keluarga hanya untuk istri/suami dan anak yang


belum berumur 16 tahun dan belum menikah, sebanyakbanyaknya 2 (dua) orang dan tidak mempunyai penghasilan
sendiri sesuai ketentuan yang berlaku;
c. Tunjangan sewa rumah dibayarkan sesuai ketentuan yang
berlaku;
d. Biaya restitusi pengobatan dibayarkan sesuai ketentuan yang
berlaku. Diantara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan Pasal 4a,
sebagai berikut:
5. Diantara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan Pasal 4a, sebagai berikut :
Pasal 4a
Selain hak-hak yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, Staf Teknis tidak diberikan tunjangan lain.
6. Setelah Pasal 4a disisipkan Pasal 4b, sebagai berikut :
Pasal 4b
Biaya Perjalanan dan Barang Pindahan ditanggung oleh negara
sesuai ketentuan yang berlaku,
7. Setelah Pasal 4b disisipkan Pasal 4c, sebagai berikut:
Pasal 4c
Bagi mereka yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan
sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 di atas, dan telah memiliki
keterampilan seperti :
a. Mengajar (SD/SMP/SMU); dan atau
b. Penguasaan Seni Budaya; dan atau
c. Audio Visual, dan atau
d. Mengemudikan kendaraan roda empat; dan atau

PENGANGKATAN

307

e. Menguasai bahasa negara setempat dibuktikan dengan


Sertifikat/Surat Keterangan dari lembaga pendidikan tertentu.
diberi prioritas penugasan.
Pasal 11
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Agustus 2000
MENTERI LUAR NEGERI RI
ttd
Dr. ALWI SHIHAB

308

PENGANGKATAN

Jakarta,

Agustus 1979

Nomor
: 6314/79/12
Lampiran : Perihal
: Kuasa Usaha Sementara Kepada Yth,
Semua Kepala Perwakilan
Repubiik Indonesia
di
Luar Negeri
Sehubungan dengan adanya pertanyaan-pertanyaan mengenai
pejabat yang dapat memimpin suatu Perwakilan selama Kepala
Perwakilan tidak ada di tempat karena bepergian keluar daerah
jabatannya ataupun karena beberapa hal berhalangan menjalankan
tugasnya, bersama ini kami merasa perlu menegaskan hal-hal
sebagai berikut :
1. Yang dapat memimpin Perwakilan RI sebagai Kuasa Usaha
Sementara adalah pejabat Departemen Luar Negeri yang
berstatus Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) dengan gelar
tertinggi di Perwakilan.
2. Apabila di Perwakilan ada dua pejabat yang mempunyai jabatan
Kuasa Usaha Sementara ialah pejabat yang lebih dahulu
preseance-nya (lebih dahulu/lebih lama di tempat).
3. Ketentuan ini berlaku baik di Perwakilan tingkat Kedutaan Besar,
Konsulat Jenderal/Konsulat ataupun di Perutusan Tetap RI di
PBB.
4. Sekiranya ada hal-hal yang tidak dapat diatur menurut ketentuan
diatas akan diputuskan oleh Pusat.
Demikian agar ketentuan di atas di perhatikan dan di laksanakan
dengan sebaik-baiknya.
A.n. MENTERI LUAR NEGERI
Sekretaris Jenderal
ttd
B. S. A R I F I N
NIP. 02000077O

PENGANGKATAN

309

Tindasan disamparkan kepada:


1.
2.
3.
4.

Yth. Menteri Luar Negeri (sebagai laporan)


Yth. Sekretariat Negara
Yth. Sekretariat Kabinet
Semua Departemen.

310

PENGANGKATAN

V
PEMBERHENTIAN

311

312

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 32 TAHUN 1979
TENTANG
PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : bahwa
ketentuan-ketentuan
mengenai
pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang sekarang
berlaku, dipandang tidak sesuai lagi dengan keadaan
dewasa ini, oleh sebab itu perlu ditinjau kembali
dan disempurnakan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
PEMBERHENTIAN

313

a. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah


pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan
kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil;
b. Pemberhentian dari Jabatan Negeri adalah pemberhentian yang
mengakibatkan yang bersangkutan tidak bekerja lagi pada suatu
satuan organisasi negara, tetapi masih tetap berstatus sebagai
Pegawai Negeri Sipil;
c. Hilang adalah suatu keadaan bahwa seseorang di luar kemauan
dan kemampuannya tidak diketahui tempatnya berada dan tidak
diketahui apakah ia masih hidup atau telah meninggal dunia;
d. Batas usia pensiun adalah batas usia Pegawai Negeri Sipil harus
diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
BAB II
PEMBERHENTIAN
Bagian Pertama
Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri
Pasal 2
1. Pegawai Negeri Sipil yang meminta berhenti, diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
2. Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dapat ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila ada
kepentingan dinas yang mendesak.
3. Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dapat ditolak apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
masih terikat dalam keharusan bekerja pada Pemerintah
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pemberhentian Karena Mencapai Batas Usia Pensiun
Pasal 3
1. Pegawai Negeri Sipil yang telah mencapai batas usia pensiun,
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

314

PEMBERHENTIAN

2. Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah


56 (lima puluh enam) tahun.
Pasal 4
1. Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat
diperpanjang bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan
tertentu.
2. Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), adalah sampai dengan :
a. 65 (enam puluh lima) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang
memangku jabatan :
1. Ahli Peneliti dan Peneliti yang ditugaskan secara penuh
di bidang penelitian;
2. Guru Besar, Lektor Kepala, Lektor yang ditugaskan
secara penuh pada perguruan tinggi;
3. Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden;
b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang
memangku jabatan :
1. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota
Mahkamah Agung;
2. Jaksa Agung;
3. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara;
4. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
5. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur
Jenderal, dan Kepala Badan di Departemen;
6. Eselon I dalam jabatan struktural yang tidak termasuk
dalam angka 2, 3 dan 4.
7. Eselon II dalam jabatan struktural;
9. Pengawas Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Pengawas
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama;
10. Guru yang ditugaskan secara penuh pada Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas dan Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama;
11. Penilik Taman Kanak-kanak, Penilik Sekolah Dasar, dan
Penilik Pendidikan Agama;
PEMBERHENTIAN

315

12. Guru yang ditugaskan secara penuh pada Sekolah Dasar;


13. Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden;
c. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang
memangku jabatan :
1. Hakim pada Mahkamah Pelayaran;
2. Hakim pada Pengadilan Tinggi;
3. Hakim pada Pengadilan Negeri;
4. Hakim Agama pada Pengadilan Agama Tingkat Banding;
5. Hakim Agama pada Pengadilan Agama;
6. Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden.
Pasal 5
Pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil karena
mencapai batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dan Pasal 4, diberitahukan kepada Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan 1 (satu) tahun sebelum ia mencapai batas usia pensiun
tersebut.
Bagian Ketiga
Pemberhentian Karena Adanya Penyederhanaan
Organisasi
Pasal 6
Apabila ada penyederhaan suatu satuan organisasi negara yang
mengakibatkan adanya kelebihan Pegawai Negeri Sipil, maka Pegawai
Negeri Sipil yang kelebihan itu disalurkan kepada satuan organisasi
lainnya.
Pasal 7
Apabila penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak
mungkin dilaksanakan, maka Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau dari
Jabatan Negeri dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

316

PEMBERHENTIAN

Bagian Keempat
Pemberhentian Karena Melakukan Pelanggaran/Tindak
Penyelewengan
Pasal 8
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil karena :
a. melanggar Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil, Sumpah/Janji
Jabatan Negeri atau Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; atau
b. dihukum penjara, berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena dengan sengaja
melakukan suatu tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana penjara setinggi-tingginya 4 (empat) tahun, atau diancam
dengan pidana yang lebih berat.
Pasal 9
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil apabila dipidana penjara atau kurungan
berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, karena :
a. melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak
pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; atau
b. melakukan suatu tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 104 sampai dengan Pasal 161 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana.
Pasal 10
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil apabila ternyata melakukan usaha atau kegiatan
yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau Undang-Undang Dasar
1945 atau teRIibat dalam gerakan atau melakukan kegiatan yang
menentang Negara dan atau Pemerintah.

PEMBERHENTIAN

317

Bagian Kelima
Pemberhentian Karena Tidak Cakap Jasmani Atau Rohani
Pasal 11
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan mendapat
hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku apabila berdasarkan surat keterangan Tim Penguji
Kesehatan dinyatakan
a. tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri karena
kesehatannya; atau
b. menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya
sendiri dan atau lingkungan kerjanya; atau
c. setelah berakhirnya cuti sakit, belum mampu bekerja kembali.
Bagian Keenam
Pemberhentian Karena Meninggalkan Tugas
Pasal 12
1. Pegawai Negeri Sipil yang meninggalkan tugasnya secara tidak
sah dalam waktu 2 (dua) bulan terus menerus, diberhentikan
pembayaran gajinya mulai bulan ketiga.
2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
dalam waktu kurang dari 6 (enam) bulan melaporkan diri kepada
pimpinan instansinya, dapat :
a. ditugaskan kembali apabila ketidakhadirannya itu karena ada
alasan-alasan yang dapat diterima; atau
b. diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai Negeri Sipil,
apabila ketidakhadirannya itu adalah karena kelalaian Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan dan menurut pendapat pejabat
yang berwenang akan mengganggu suasana kerja, jika ia
ditugaskan kembali.
3. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
yang dalam waktu 6 (enam) bulan terus menerus meninggalkan
tugasnya secara tidak sah, diberhentikan tidak dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil.

318

PEMBERHENTIAN

Bagian Ketujuh
Pemberhentian Karena Meninggal Dunia Atau Hilang
Pasal 13
Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia dengan sendirinya
dianggap diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 14
1. Pegawai Negeri Sipil yang hilang, dianggap telah meninggal dunia
pada akhir bulan ke 12 (dua belas) sejak ia dinyatakan hilang.
2. Pernyataan hilang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibuat
oleh pejabat yang berwenang berdasarkan surat keterangan
atau berita acara dari pejabat yang berwajib.
3. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
yang kemudian diketemukan kembali dan masih hidup, diangkat
kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan gajinya dibayar penuh
terhitung sejak dianggap meninggal dunia dengan
memperhitungkan hak-hak kepegawaian yang telah diterima oleh
keluarganya.
Bagian Kedelapan
Pemberhentian Karena Hal-hal Lain
Pasal 15
1. Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada
instansi induknya setelah habis menjalankan cuti di luar
tanggungan negara, diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
2. Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kepada instansi induknya
setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara,
tetapi tidak dapat dipekerjakan kembali karena tidak ada lowongan,
diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak-hak
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

PEMBERHENTIAN

319

BAB III
HAK-HAK KEPEGAWAIAN
Bagian Pertama
Hak-hak Pegawai Negeri Sipil Yang Diberhentikan Dengan Hormat.

Pasal 16
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberikan hak-hak kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 17
1. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal
11 huruf b dan huruf c, dan Pasal 15 ayat (2) :
a. diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
dengan hak pensiun, apabila telah mencapai usia sekurangkurangnya (lima puluh) tahun dan memiliki masa kerja pensiun
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun;
b. diberhentikan dengan hormat dari Jabatan Negeri dengan
mendapat uang tunggu, apabila belum memenuhi syaratsyarat usia dan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.
2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf
a, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
dengan hak pensiun :
a. tanpa terikat pada masa kerja pensiun, apabila oleh Tim
Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam
semua Jabatan Negeri, karena kesehatannya yang
disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban
jabatan;
b. jika telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 4
(empat) tahun, apabila oleh Tim Penguji Kesehatan
dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan
Negeri, karena kesehatannya yang bukan disebabkan oleh
dan karena ia menjalankan kewajiban jabatan.

320

PEMBERHENTIAN

Pasal 18
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil karena mencapai batas usia pensiun, berhak
atas pensiun apabila ia memiliki masa kerja pensiun sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun.
Bagian Kedua
Uang Tunggu
Pasal 19
1. Uang tunggu diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang tiap-tiap kali paling lama 1 (satu) tahun.
2. Pemberian uang tunggu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tidak boleh lebih lama dari 5 (lima) tahun.
Pasal 20
1. Besarnya uang tunggu adalah :
a. 80% (delapan puluh persen) dari gaji pokok untuk tahun
pertama;
b. 75% (tujuh puluh lima persen) dari gaji pokok untuk tahuntahun selanjutnya.
2. Uang tunggu diberikan mulai bulan berikutnya, dari bulan Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat
dari Jabatan Negeri.
Pasal 21
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu, diberikan
kenaikan gaji berkala, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan
tunjangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 22
Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu diwajibkan :
a. melaporkan diri kepada pejabat yang berwenang, setiap kali
selambat-lambatnya sebulan sebelum berakhirnya pemberian
uang tunggu;
PEMBERHENTIAN

321

b. senantiasa bersedia diangkat kembali pada suatu Jabatan Negeri.


c. meminta izin lebih dahulu kepada pimpinan instansinya, apabila
mau pindah alamat di luar wilayah pembayaran.
Pasal 23
1. Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu, diangkat
kembali dalam suatu Jabatan Negeri apabila ada lowongan.
2. Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu yang menolak
untuk diangkat kembali dalam suatu Jabatan Negeri, diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada akhir bulan
yang bersangkutan menolak untuk diangkat kembali.
Pasal 24
Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu yang diangkat
kembali dalam suatu Jabatan Negeri, dicabut pemberian uang
tunggunya terhitung sejak menerima penghasilan penuh kembali
sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 25
Pejabat yang berwenang memberikan dan mencabut uang tunggu,
adalah pejabat yang berwenang mengangkat dalam dan
memberhentikan dari jabatan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 26
Pegawai Negeri Sipil yang akan mencapai usia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 dan Pasal 4, sebelum diberhentikan dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun, dapat dibebaskan
dari jabatannya untuk paling lama 1 (satu) tahun dengan mendapat
penghasilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

322

PEMBERHENTIAN

Pasal 27
1. Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian sementara,
pada saat ia mencapai batas usia pensiun, diberhentikan
pembayaran gajinya.
2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
yang ternyata tidak bersalah berdasarkan keputusan Pengadilan
yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan
mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, terhitung sejak akhir bulan
dicapainya batas usia pensiun.
3. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
yang dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
karena melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, apabila diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil, mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, terhitung sejak
akhir bulan dicapainya batas usia pensiun.
4. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
yang dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
karena melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil terhitung sejak akhir bulan dicapainya batas
usia pensiun.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), berlaku bagi
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil karena dipidana penjara berdasarkan
keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap, karena melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8.
Pasal 28
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dan
dibebaskan dari jabatan organiknya, pada saat ia mencapai usia 56
(lima puluh enam) tahun diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil, dengan mendapat hak-hak kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PEMBERHENTIAN

323

Pasal 29
Setiap pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, berlaku terhitung sejak
akhir bulan pemberhentian yang bersangkutan.
Pasal 30
Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah
ini telah mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun atau lebih,
tetapi belum dikeluarkan surat keputusan pemberhentiannya sebagai
Pegawai Negeri Sipil dan tidak dibebaskan dari jabatannya, maka
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi
mereka.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini,
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 32
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini,
ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal 33
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku
lagi :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1951 tentang Peraturan
Yang Mengatur Penghasilan Pegawai Negeri Warga Negara Yang
Tidak Atas Kemauan Sendiri Diberhentikan Dengan Hormat Dari
Pekerjaannya (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 27.
Tambahan Lembaran Negara Nomor 93);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1958 tentang
Peremajaan Alat-alat Negara (Lembaran Negara Tahun 1958
Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1686);

324

PEMBERHENTIAN

c. Peraturan Pemerintah Nomor 239 Tahun 1961 tentang Pemberian


Penghasilan Kepada Pegawai-pegawai Negeri yang berhubungan
dengan Retooling diberhentikan dengan hormat dari jabatannya/
jabatan Negeri (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 305,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2364);
d. Segala peraturan perundang-undangan yang bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 34
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 September 1979
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 September 1979
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
SUDHARMONO, SH
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1979
NOMOR 47

PEMBERHENTIAN

325

PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 1979
TENTANG
PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

UMUM
Ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
yang sekarang berlaku, diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan, dan materinyapun ada yang tidak sesuai dengan keadaan
dewasa ini, oleh sebab itu perlu disederhanakan dan disempurnakan.
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur berbagai ketentuan tentang
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan jiwa Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka syarat-syarat
dan cara-cara pemberhentian Pegawai Negeri Sipil menjadi lebih
jelas dan seragam, sehingga memudahkan pelaksanaan tugas para
pejabat yang berwenang.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Pada prinsipnya Pegawai Negeri Sipil yang meminta
berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (2)
Penundaan atas permintaan berhenti dari seorang
Pegawai Negeri Sipil, hanyalah didasarkan semata-mata
untuk kepentingan dinas yang mendesak, umpamanya

326

PEMBERHENTIAN

dengan berhentinya Pegawai Negeri Sipil yang


bersangkutan akan sangat mengganggu kelancaran
pelaksanaan tugas. Permintaan berhenti yang dapat
ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun antara lain
adalah permintaan berhenti dari Pegawai Negeri Sipil yang
sedang melaksanakan tugas yang penting.
Penundaan ini dilakukan untuk paling lama 1 (satu) tahun,
sehingga dengan demikian pimpinan instansi yang
bersangkutan dapat mempersiapkan penggantinya.
Ayat (3)
Permintaan berhenti yang dapat ditolak, antara lain adalah
permintaan berhenti dari seorang Pegawai Negeri Sipil
yang sedang menjalankan ikatan dinas, wajib militer, dan
lain-lain yang serupa dengan itu.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ditinjau dari sudut fisik, pada umumnya usia 56 (lima
puluh enam) tahun adalah merupakan batas usia
seorang Pegawai Negeri Sipil mampu melaksanakan
tugasnya secara berdayaguna dan berhasilguna.
Pasal 4
Ayat (1)
Bagi jabatan-jabatan tertentu, diperlukan Pegawai Negeri
Sipil yang memiliki keahlian dan pengalaman yang
matang. Pegawai Negeri Sipil yang demikian pada
umumnya sangat terbatas jumlahnya, dan sebahagian
terdiri dari mereka yang telah berusia 56 (lima puluh
enam) tahun atau lebih. Berhubung dengan itu maka
untuk kelancaran pelaksanaan tugas, batas usia pensiun
bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan
tertentu itu dapat diperpanjang dengan memperhatikan
keadaan kesehatannya.

PEMBERHENTIAN

327

Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil yang tidak lagi memangku jabatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dan tidak ada
rencana untuk diangkat lagi dalam jabatan yang sama
atau jabatan yang lebih tinggi, maka ia diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 5
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini,
dilakukan secara tertulis oleh pimpinan instansi dari Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan untuk semua golongan jangka
waktu 1 (satu) tahun itu dipandang cukup bagi Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan untuk menyelesaikan segala sesuatu
yang berhubungan dengan tugasnya. Dalam waktu 1 (satu)
tahun itu, pimpinan instansi yang bersangkutan harus sudah
menyelesaikan segala sesuatu yang menyangkut tata usaha
kepegawaian, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
dapat menerima hak-haknya tepat pada waktunya.
Pasal 6
Organisasi bukan tujuan, tetapi organisasi adalah alat dalam
melaksanakan tugas pokok, oleh sebab itu susunan suatu
satuan organisasi harus disesuaikan dengan perkembangan
tugas pokok, sehingga dengan demikian dapat dicapai
dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya.
Perubahan satuan organisasi negara adakalanya
mengakibatkan kelebihan Pegawai Negeri Sipil. Apabila terjadi
hal yang sedemikian, maka Pegawai Negeri Sipil yang lebih itu
disalurkan pada satuan organisasi negara yang lainnya.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam pasal ini, dapat dilakukan dengan hormat atau tidak
dengan hormat, satu dan lain hal tergantung pada

328

PEMBERHENTIAN

pertimbangan pejabat yang berwenang atas berat atau


ringannya perbuatan yang dilakukan dan besar atau kecilnya
akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu.
a. Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil, Sumpah/Janji Jabatan
Negeri, dan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil wajib
ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri Sipil yang telah ternyata melanggar
Sumpah/Janji atau melanggar Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil yang berat dan menurut pertimbangan atasan
yang berwenang tidak dapat diperbaiki lagi, dapat
diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
b. Pada dasarnya, tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau diancam
dengan pidana yang lebih berat adalah merupakan tindak
pidana kejahatan yang berat.
Meskipun maksimum ancaman pidana terhadap suatu
tindak pidana telah ditetapkan, namun pidana yang
dijatuhkan/diputuskan oleh Hakim terhadap jenis tindak
pidana itu dapat berbeda-beda sehubungan dengan berat
ringannya tindak pidana yang dilakukan dan atau besar
kecilnya akibat yang ditimbulkannya.
Berhubung dengan itu, maka dalam mempertimbangkan
apakah Pegawai Negeri Sipil yang telah melakukan tindak
pidana kejahatan itu akan diberhentikan atau tidak, atau
apakah akan diberhentikan dengan hormat atau tidak
dengan hormat, haruslah dipertimbangkan faktor-faktor
yang mendorong Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
melakukan tindak pidana kejahatan itu, serta harus pula
dipertimbangkan berat ringannya keputusan Pengadilan
yang dijatuhkan.
Pasal 9
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi pidana penjara, atau
kurungan, berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan
sesuatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal
ini, harus diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil.

PEMBERHENTIAN

329

Ketentuan ini tidak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang hanya
dijatuhi pidana percobaan.
Huruf a
Pada dasarnya jabatan yang diberikan kepada seorang
Pegawai Sipil adalah merupakan kepercayaan dari negara
yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil dipidana penjara
atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena
melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau
tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan
jabatan atau pekerjaannya, maka Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan harus diberhentikan tidak dengan
hormat karena telah menyalahgunakan kepercayaan
yang diberikan kepadanya.
Tindak pidana kejahatan jabatan yang dimaksud, antara
lain adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413
sampai dengan Pasal 436 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana.
Huruf b
Tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 104 sampai dengan Pasal 161 KUHP, adalah tindak
pidana kejahatan yang berat, karena tindak pidana
kejahatan itu, adalah tindak pidana kejahatan terhadap
keamanan Negara, kejahatan yang melanggar martabat
Presiden dan Wakil Presiden, kejahatan terhadap Negara
dan Kepala Negara/Wakil Kepala Negara sahabat,
kejahatan mengenai perlakuan kewajiban Negara, hakhak Negara, dan kejahatan terhadap ketertiban umum.
Berhubung dengan itu, maka Pegawai Negeri Sipil yang
melakukan tindak pidana tersebut harus diberhentikan
tidak dengan hormat.
Pasal 10
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara,
dan Abdi Masyarakat yang ternyata telah melakukan usaha
atau kegiatan yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau
Undang-Undang Dasar 1945, atau teRIibat dengan gerakan

330

PEMBERHENTIAN

atau melakukan kegiatan yang menentang negara dan atau


Pemerintah sudah menyalahi sumpahnya sebagai Pegawai Negeri
Sipil. Oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil yang demikian harus
diberhentikan dengan tidak hormat. Usaha atau kegiatan mana
yang merupakan usaha atau kegiatan yang bertujuan
mengubah Pancasila dan atau Undang-Undang Dasar 1945,
serta kegiatan atau gerakan mana yang merupakan kegiatan
atau gerakan yang menentang negara dan atau pemerintah,
diputuskan oleh Presiden.
Pasal 11
Huruf a
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf
ini, adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan
dengan surat keterangan Tim Penguji Kesehatan bahwa
keadaan jasmani dan atau rohani yang bersangkutan
sudah sedemikian rupa, sehingga tidak dapat bekerja
lagi dalam semua Jabatan Negeri.
Huruf b
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf
ini, adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan
dengan surat keterangan Tim Penguji Kesehatan bahwa
yang bersangkutan menderita penyakit atau kelainan
yang sedemikian rupa, sehingga apabila ia dipekerjakan
terus dapat membahayakan dirinya sendiri atau orang
lain, umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil yang
menderita penyakit jiwa yang berbahaya.
Huruf c
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf
ini, adalah Pegawai Negeri Sipil yang setelah berakhirnya
cuti sakit belum mampu bekerja kembali, yang dinyatakan
dengan surat keterangan Tim Penguji Kesehatan.
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan meninggalkan tugas secara tidak
sah adalah meninggalkan tugas tanpa izin dari pejabat
yang berwenang memberikan cuti.
PEMBERHENTIAN

331

Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat
ini, dapat ditugaskan kembali atau dapat pula
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri
Sipil.
Huruf a
Apabila alasan-alasan meninggalkan tugas secara tidak
sah itu dapat diterima oleh pejabat yang berwenang,
maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat
ditugaskan kembali setelah lebih dahulu dijatuhi hukuman
disiplin Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Huruf b
Apabila alasan-alasan meninggalkan tugas secara tidak
sah itu tidak dapat diterima oleh pejabat yang berwenang,
atau apabila menurut pendapat pejabat yang berwenang
akan mungkin mengganggu suasana atau disiplin kerja
apabila Pegawai negeri Sipil yang bersangkutan ditugaskan
kembali, maka Pegawai Negeri Sipil tersebut diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil mulai pada
bulan dihentikan pembayaran gajinya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Untuk kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka pimpinan
instansi yang bersangkutan membuat surat keterangan
meninggal dunia.
Pasal 14
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang hilang selama 12 (dua belas)
bulan, dianggap sebagai Pegawai Negeri Sipil yang masih
tetap bekerja, oleh sebab itu gaji dan penghasilan lainnya
yang berhak diterimanya diterimakan kepada
keluarganya. Yaitu istri, suami, atau anak yang sah.
Apabila setelah jangka waktu masa 12 (dua belas) bulan

332

PEMBERHENTIAN

Pegawai Negeri Sipil yang hilang itu belum juga


diketemukan, maka ia dianggap telah meninggal dunia
pada akhir bulan kedua belas dan kepada keluarganya
diberikan uang duka wafat atau uang duka tewas dan
hak-hak kepegawaian lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Hak-hak kepegawaian yang diperhitungkan sebagaimana
dimaksud dalam ayat ini, tidak termasuk uang duka wafat
atau uang duka tewas.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan instansi induk, adalah
Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah
Non Departemen, Daerah Otonom, dan instansi lain yang
ditentukan oleh Presiden.
Ayat (2)
Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud
dalam ayat ini, dapat berupa pemberhentian dengan
hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau pemberhentian
dengan hormat dari Jabatan Negeri. Selanjutnya lihat
penjelasan Pasal 17.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Apabila pada waktu berakhirnya masa pemberian uang
tunggu, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan telah
PEMBERHENTIAN

333

mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun


dan telah memiliki masa kerja pensiun sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun, maka ia diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak
pensiun.
Apabila pada waktu berakhirnya masa pemberian uang
tunggu, Pegawai Negeri Sipil tersebut telah memiliki masa
kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun,
tetapi belum mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima
puluh) tahun, maka ia diberhentikan dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Pemberian pensiunnya
ditetapkan pada saat ia mencapai usia 50 (lima puluh)
tahun.
Apabila pada waktu berakhirnya masa pemberian uang
tunggu, Pegawai Negeri Sipil tersebut belum memiliki
masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
tahun, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil tanpa hak pensiun.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundangundangan, pemberian uang tunggu setiap kali ditetapkan
untuk paling lama 1 (satu) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas

334

PEMBERHENTIAN

Pasal 21
Penerima uang tunggu masih tetap berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil oleh sebab itu kepadanya diberikan kenaikan gaji
berkala, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan
lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penilaian pelaksanaan pekerjaan yang digunakan sebagai dasar
untuk pemberian kenaikan gaji berkala, adalah penilaian
pelaksanaan pekerjaan terakhir sebelum Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari Jabatan
Negeri. Gaji pokok terakhir setelah mendapat kenaikan gaji
berkala digunakan sebagai dasar pemberian uang tunggu.
Pasal 22
Huruf a
Pelapor diri sebagaimana dimaksud dalam huruf ini,
dilakukan melalui saluran hierarki.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini,
dilakukan dengan memperhatikan keahlian, pengalaman,
dan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas

PEMBERHENTIAN

335

Pasal 26
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, adalah
semua penghasilan sebagai Pegawai Negeri Sipil, kecuali
tunjangan jabatan.
Pasal 27
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian
sementara, adalah karena dituduh melakukan sesuatu
tindak pidana, oleh sebab itu belum dapat dipastikan
apakah ia bersalah atau tidak.
Selama Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dikenakan
pemberhentian sementara, ia menerima bahagian
gajinya.
Apabila pada waktu sedang menjalani pemberhentian
sementara ia mencapai batas usia pensiun, maka
pembayaran bahagian gajinya dihentikan, sehingga
dengan demikian dapat dihindarkan kemungkinan
kerugian terhadap keuangan Negara.
Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan
setelah ada keputusan pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 28 sampai dengan Pasal 34
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR : 3149
336

PEMBERHENTIAN

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 1994


TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32
TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN
PEGAWAI NEGERI SIPIL
Tanggal : 2 Pebruari 1994 (JAKARTA)
_________________________________________________________________
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah
berhasil meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi
dan memperpanjang harapan hidup rata-rata di
kalangan masyarakat Indonesia pada umumnya;
b. bahwa sehubungan dengan hal di atas dan dalam
rangka meningkatkan pengabdian Pegawai Negeri
Sipil yang memangku jabatan Guru Besar, serta
untuk kepentingan pendidikan nasional khususnya
pada pendidikan tinggi terutama pada bidangbidang ilmu yang masih memerlukan, dipandang
perlu mengubah batas usia pensiun Guru Besar
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979
tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
PEMBERHENTIAN

337

(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 47,


Tambahan Lembaran Negara Nomor 3149);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG
PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.
Pasal I
Mengubah ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1979, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 4
(2) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) adalah sampai dengan:
a. 1) 70 (tujuh puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang
memangku jabatan Guru Besar (Profesor), dengan
ketentuan :
a) perpanjangan batas usia pensiun dari 65 (enam puluh
lima) tahun diberikan atas dasar permintaan yang
diajukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum Guru Besar
yang bersangkutan mencapai usia 65 (enam puluh lima)
tahun;
b) permintaan diajukan oleh Rektor atas persetujuan Senat
sesuai dengan tata cara yang diatur lebih lanjut oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
2) 65 (enam puluh lima) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang
memangku jabatan :
a) Ahli Peneliti dan Peneliti yang ditugaskan secara penuh
di bidang penelitian;
b) Kepala Lektor, Lektor yang ditugaskan secara penuh
pada perguruan tinggi;

338

PEMBERHENTIAN

c) Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden.


Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Pebruari 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Pebruari 1994
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO

PEMBERHENTIAN

339

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 69 TAHUN 2005
TENTANG
PENETAPAN PENSIUN POKOK PENSIUNAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL DAN JANDA/DUDANYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

bahwa dengan adanya perbaikan gaji pokok


Pegawai Negeri Sipil yang berlaku terhitung mulai
tanggal 1 Januari 2006 sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun
2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, perlu
menetapkan besaran pensiun pokok pensiunan
Pegawai Negeri Sipil dan janda/dudanya dengan
Peraturan Pemerintah;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969
tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/
Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan

340

PEMBERHENTIAN

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor


2906);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor
55, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3890);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977
tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3098) sebagaimana
telah tujuh kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 151);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan

PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PENETAPAN PENSIUN POKOK PENSIUNAN
PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN JANDA/DUDANYA.
Pasal 1

Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Pensiunan Janda/Dudanya yang


dipensiun setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun
2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor
7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, pensiun
pokoknya ditetapkan sebagai berikut :
a. bagi pensiun Pegawai Negeri Sipil yang hasil perhitungan pensiun
pokoknya sebagaimana tersebut dalam lajur 2, ditetapkan
menjadi sebagaimana tersebut dalam lajur 3 Daftar IA sampai
dengan Daftar IQ Lampiran I Peraturan Pemerintah ini;
PEMBERHENTIAN

341

b. bagi pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil yang hasil


perhitungan pensiun pokoknya sebagaimana tersebut dalam lajur
2, ditetapkan menjadi sebagaimana tersebut dalam lajur 3 Daftar
IIA sampai dengan Daftar IIQ Lampiran II Peraturan
Pemerintah ini;
c. bagi pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil yang tewas yang
hasil perhitungan pensiun pokoknya sebagaimana tersebut dalam
lajur 2, ditetapkan menjadi sebagaimana tersebut dalam lajur 3
Daftar IIIA sampai dengan Daftar IIIQ Lampiran III Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 2
Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2006 :
a. Pensiun Pegawai Negeri Sipil yang dipensiun tanggal 1 Januari
2006 dan sebelumnya, pensiun pokoknya disesuaikan menjadi
sebagaimana tersebut dalam lajur 3 segaris dengan pensiun
pokok lama sebagaimana tersebut dalam lajur 2 Daftar IVA
sampai dengan Daftar IVQ Lampiran IV Peraturan Pemerintah
ini;
b. Pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil yang dipensiun tanggal
1 Januari 2006 dan sebelumnya, pensiun pokoknya disesuaikan
menjadi sebagaimana tersebut dalam lajur 3 segaris dengan
pensiun pokok lama sebagaimana tersebut dalam lajur 2 Daftar
VA sampai dengan Daftar VQ Lampiran V Peraturan
Pemerintah ini;
c. Pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil yang tewas yang
dipensiun tanggal 1 Januari 2006 dan sebelumnya, pensiun
pokoknya disesuaikan menjadi sebagaimana tersebut dalam lajur
3 segaris dengan pensiun pokok lama sebagaimana tersebut
dalam lajur 2 Daftar VIA sampai dengan Daftar VIQ Lampiran
VI Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 3
Bagi Pensiunan Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil yang dipensiun
sebelum tanggal 1 Juli 2001, setelah pensiun pokoknya disesuaikan
menurut Peraturan Pemerintah ini ternyata :

342

PEMBERHENTIAN

a. tidak mengalami kenaikan atau mengalami penurunan


penghasilan, kepadanya diberikan tambahan penghasilan sebesar
15% (lima belas persen) dari pensiun pokok baru;
b. mengalami kenaikan penghasilan kurang dari 15 % (lima belas
persen) dari pensiun pokok baru, kepadanya diberikan tambahan
penghasilan sebesar selisih antara 15 % (lima belas persen) dari
pensiun pokok baru dengan kenaikan penghasilannya.
Pasal 4
Penyesuaian pensiun pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara
sebagai dasar pembayaran pensiun.
Pasal 5
Selain pensiun pokok, kepada penerima pensiun sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan tunjangan
keluarga dan tunjangan pangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri
Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 6
Ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan
lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan/atau Kepala Badan
Kepegawaian Negara baik secara bersama-sama maupun sendirisendiri menurut bidang tugasnya masing-masing.
Pasal 7
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 2003 tentang Penetapan Pensiun Pokok
Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 74), dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

PEMBERHENTIAN

343

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AD INTERIM,
ttd
YUSRIL IHZA MAHENDRA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005


NOMOR 154

Salinan sesusi dengan aslinya


DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
ttd
ABDUL WAHID

344

PEMBERHENTIAN

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 40 TAHUN 1987
TENTANG
BATAS USIA PENSIUN BAGI PEJABAT DIPLOMATIK
KONSULER DEPARTEMEN LUAR NEGERI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

a. bahwa dalam rangka usaha memperlancar


tugas-tugas Departemen Luar Negeri, sangat
diperlukan adanya Pejabat Diplomatik Konsuler
yang berpengalaman dalam tugas diplomasi
dan hubungan luar negeri;
b. bahwa pengalaman jenis jabatan yang dapat
diberikan perpanjangan batas usia pensiun,
berdasarkan ketentuan Pasal 4 Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dapat
ditentukan oleh Presiden;
c. bahwa sehubungan dengan itu, dipandang
perlu untuk memperpanjang batas usia
pensiun bagi Pejabat Diplomatik Konsuler
tertentu Departemen Luar Negeri.

Mengingat

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);

PEMBERHENTIAN

345

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979


tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3149);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980
tentang Pengangkatan dalam Pangkat Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980
Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3156);
5. Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1976
tentang Pokok-pokok Organisasi Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri.
M E M U T U S K A N:
Menetapkan :

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


TENTANG BATAS USIA PENSIUN BAGI PEJABAT
DIPLOMATIK KONSULER DEPARTEMEN LUAR
NEGERI.
Pasal 1

Pejabat Diplomatik Konsuler adalah Pejabat Dinas Luar Negeri yang


memiliki kualifikasi untuk melaksanakan tugas diplomasi dan tugastugas pokok lainnya dalam hubungan luar negeri di bidang politik,
ekonomi, sosial budaya, dan konsuler.
Pasal 2
Pejabat Diplomatik Konsuler Departemen Luar Negeri terdiri dari:
a.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat I;

b.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat II;

c.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat III;

d.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat IV;

e.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat V;

f.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat VI;

g.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat VII;

346

PEMBERHENTIAN

h.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat VIII;


Pasal 3

Batas usia pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Pejabat
Diplomatik Konsuler Tingkat I, Tingkat II, dan Tingkat III
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah 60 (enam puluh)
tahun.
Pasal 4
Ketentuan pelaksanaan Keputusan Presiden ini diatur lebih lanjut
oleh Menteri Luar Negeri dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri menurut
bidang tugasnya masing-masing.
Pasal 5
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Nopember 1987
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum
dan Perundang-undangan
ttd
Bambang Kesowo, SH, LL.M

PEMBERHENTIAN

347

KONSEP KAWAT SANDI


DEPARTEMEN LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
Kawat rahasia
Indonesia-all perwakins
No

: 033797

Pro : all keppris


Ex

: sekjen

Re

: perpanjangan masa tugas setelah pensiun

mkk no 024496 et 010895 re pemberian perpanjangan masa tugas


di perwakilan setelah masa pensiun disampaikan sbb ttk dua
aa.

sejak bulan maret 2003 deplu menjumpai kesulitan dalam


pengurusan proses pensiun ke departemen keuangan dari
para pegawai deplu yang mendapat perpanjangan masa
tugas di perwakilan setelah masa pensiunnya. kesulitan tsb
pada dasarnya adalah menyangkut pengeluaran negara/
pembayaran penghasilan luar negeri kepada pegawai yang
telah pensiun ttk

bb.

dijelaskan oleh pihak depkeu bahwa pengeluaran negara


demikian tidak mempunyai dasar dari segi administrasi
pengeluaran negara; ttk-km sehingga pelanggaran terhadap
hals tsb dapat membawa resiko kepada pegawai ybs yaitu
ditolaknya pengurusan tunjangan pensiun pns-nya dan atau
dituntut mengembalikan uang tpln yang diterimanya di
perwakilan setelah masa pensiunnya ttk

cc.

deplu telah melakukan pengecekan ke bkn mengenai status


surat edaran menteri/sekretaris negara ri no sc-02/
m.sesneg/S/19S6 mengenai pengangkatan pegawai bulanan
disamping pensiun et mendapat penjelasan bahwa
pengangkatan seseorang setelah masa pensiun sudah tidak

348

PEMBERHENTIAN

diperkenankan lagi (dimulai sejak pemerintahan pres.


abdurrahman wahid) ttk
dd.

dalam pertemuannya dengan tim pendukung baperjakat tgl


18 juli 2003 kma menlu memberikan petunjuk bahwa praktek
memberikan perpanjangan masa tugas di perwakilan setelah
masa pensiun agar dihentikan karena tidak sesuai dengan
peraturan.

ee.

sehubungan dengan hal tsb di atas, diminta agar keppris


tidak mengajukan lagi permintaan perpanjangan masa tugas
staf perwakilan yang akan pensiun ttk para pegawai yang
masa pensiunnya akan tiba agar mempersiapkan
kepulangannya sesuai tmt pensiun ttk

ff.

bagi pegawai yang saat ini sudah pensiun et telah mendapat


persetujuan perpanjangan berdasarkan kawat no 024496
et 010895 ditetapkan sbb ttk dua
(i) yang masa perpanjangannya akan berakhir sebelum
oktober 2003 kma kepulangan sesuai tanggal berakhirnya
masa perpanjangannya kma
(ii) yang masa perpanjangannya melampaui oktober 2003
kma ditarik pada akhir oktober 2003 repeat akhir oktober
2003
(iii) setelah oktober 2003 tidak ada lagi pegawai yang telah
pensiun dan masih bekerja dengan diberikan TPLN.

dmk ump ttk hbs


cc. menlu, sekjen, irjen, semua eselon satu, karo bam, karo kepeg,
karo keu

PEMBERHENTIAN

349

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
SURAT EDARAN
NOMOR

: SE.084/OT/VI/2000/02
TENTANG

PEDOMAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN DAN


KEUANGAN BAGI PEGAWAI NEGERI YANG PENSIUN
PADA PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI
I.

PENDAHULUAN
1. Bahwa telah diatur tentang batas usia pensiun bagi Pegawai
Negeri sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk
aturan tambahan dan perubahannya, dengan:
a. Undang undang RI Nomor 11 Tahun 1969 tentang
Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai;
b. Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1979 tentang
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;
c. Keputusan Presiden RI Nomor 40 Tahun 1987 tentang
Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Diplomatik Konsuler
Departemen Luar Negeri;
d

Keputusan Presiden RI Nomor 37 Tahun 1995 tentang


Perpanjangan Batas Usia Pensiun Bagi PNS Yang
Menduduki Jabatan Sandi;

e. Surat Edaran Badan Administrasi Kepegawaian Negara


Nomor 01/SE/1988 tentang Batas Usia Pensiun Bagi
Pejabat Diplomatik Konsuler Departemen Luar Negeri;
2. Bahwa selama ini belum ada pedoman yang mengatur
tentang administrasi kepegawaian dan keuangan bagi
Pegawai Negeri yang pensiun saat penugasan pada
Perwakilan RI di luar negeri.

350

PEMBERHENTIAN

3. Bahwa untuk menyeragamkan pelaksanaan administrasi


kepegawaian dan keuangan tersebut perlu diterbitkan
pedoman yang ditetapkan dengan Surat Edaran Sekretaris
Jenderal.
II. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Pegawai Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil/TNI/Polri yang
ditempatkan pada Perwakilan RI di luar negeri.
2. Pensiun adalah batas usia berakhirnya masa tugas
seseorang sebagai Pegawai Negeri Sipil/TNI/Polri sesuai
ketentuan yang berlaku.
3. Surat Keterangan Pemberhentian Pembayaran (SKPP)
adalah Surat Keterangan mengenai pemberhentian
pembayaran tunjangan penghidupan luar negeri.
4. Tunjangan Penghidupan Luar Negeri (TPLN) adalah
tunjangan pokok dan tunjangan keluarga yang diberikan
kepada Pegawai Negeri yang bertugas pada Perwakilan RI
di luar negeri.
III. KETENTUAN PELAKSANAAN
(1) Biro Kepegawaian Departemen Luar Negeri/departemen
teknis memberitahukan secara tertulis kepada Pegawai
Negeri yang bersangkutan tentang tanggal mulai pensiun
dengan tembusan kepada Kepala Perwakilan RI.
(2) Paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum memasuki Batas Usia
Pensiun, Biro Kepegawaian Departemen Luar Negeri harus
menetapkan dan memberitahukan kepada Perwakilan RI
mengenai status kepegawaian yang bersangkutan.
(3) Dalam hal Pegawai Negeri yang bersangkutan diperpanjang
masa tugasnya, Perwakilan RI membuat SKPP sebagai
Pegawai Negeri dan untuk selanjutnya mulai tanggal pensiun
pembayaran TPLN dibebankan pada mata anggaran
kegiatain lain-lain belanja pegawai.
(4) Kepada yang bersangkutan tetap diberikan hak-hak
keuangan sama seperti sebelum pensiun.

PEMBERHENTIAN

351

(5) Setelah selesai penugasan yang bersangkutan, Perwakilan


RI membuat SKPP sebagai Pegawai Honorer untuk keperluan
administrasi keuangan.
(6) Bagi Kepala Perwakilan RI yang berstatus Pegawai Negeri
pada Batas Usia Pensiun, dibuatkan SKPP sebagai Pegawai
Negeri. Pada masa akhir tugas yang bersangkutan dibuatkan
SKPP sebagai Kepala Perwakilan RI. Pembayaran TPLN
dibebankan pada Mata Anggaran Kegiatan 5110.
IV. KETENTUAN PENUTUP
(1) Surat Edaran ini merupakan pedoman bagi unit kerja di
Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri.
(2) Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Dikeluarkan di : Jakarta
Pada tanggal : 23 Juni 2000
SEKRETARIS JENDERAL
ttd
RAHARDJO JAMTOMO
Kepada :
1. Yth. Seluruh Kepala, Perwakilan RI di luar negeri
2. Yth. Seluruh Atase Pertahanan dan Atase Teknis
pada Perwakilan RI di luar negeri
Tembusan :
1. Yth. Bapak Menteri Luar Negeri (sebagai laporan)
2. Yth. Sdr. Inspektur Jenderal, DEPLU
3. Yth. Sdr. Kepala Biro Kepegawaian, DEPLU
4. Yth. Sdr. Kepala Biro Keuangan, DEPLU
5. Yth. Sdr. Kepala Biro Hukurn dan Organisasi, DEPLU

352

PEMBERHENTIAN

VI
PENILAIAN DAN EVALUASI

353

354

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1979


TENTANG
PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL
Tanggal : 15 MEI 1979 (JAKARTA)
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang

a. bahwa dalam rangka usaha menjamin


obyektivitas dalam pembinaan Pegawai Negeri
Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem
prestasi kerja, dipandang perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang penilaian
pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil;
b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1952 tentang Daftar Pernyataan Kecakapan
Untuk Pegawai Negeri dipandang tidak sesuai
lagi, oleh sebab itu perlu ditinjau kembali dan
disempurnakan;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041).
MEMUTUSKAN

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG


PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN
PEGAWAI NEGERI SIPIL
PENILAIAN DAN EVALUASI

355

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, yang
selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, adalah suatu daftar yang
memuat hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang Pegawai
Negeri Sipil dalam jangka waktu 1 (satu) tahun yang dibuat oleh
Pejabat Penilai;
b. Pejabat Penilai adalah atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang
dinilai, dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan
atau pejabat lain yang setingkat dengan itu, kecuali ditentukan
lain oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam
lingkungannya masing-masing;
c. Atasan Pejabat Penilai adalah atasan langsung dari Pejabat Penilai.
Pasal 2
Tujuan dari Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, adalah untuk
memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam
pembinaan Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 3
Terhadap setiap Pegawai Negeri Sipil, dilakukan penilaian pelaksanaan
pekerjaan sekali setahun oleh Pejabat Penilai.
BAB II
DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN
Pasal 4
(1) Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil,
dituangkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.

356

PENILAIAN DAN EVALUASI

(2) Dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan unsur-unsur yang


dinilai adalah : a. kesetiaan; b. prestasi kerja; c. tanggungjawab;
d. ketaatan; e. kejujuran; f. kerjasama; g. prakarsa; dan h.
kepemimpinan.
(3) Unsur kepemimpinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf h, hanya dinilai bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat
Pengatur Muda golongan ruang II/a ke atas yang memangku
suatu jabatan.
Pasal 5
(1) Nilai pelaksanaan pekerjaan dinyatakan dengan sebutan dan
angka sebagai berikut :
a. amat baik = 91 - 100;
b. baik = 76 - 90;

c. cukup = 61 - 75;
d. sedang = 51 - 60;
e. kurang = 50 ke bawah

(2) Pedoman dalam memberikan nilai pelaksanaan pekerjaan Pegawai


Negeri Sipil, adalah sebagai tersebut dalam Lampiran Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 6
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan adalah bersifat rahasia.
BAB III
PEJABAT PENILAI, ATASAN PEJABAT PENILAI, DAN
TATACARA PENILAIAN
Pasal 7
(1) Pejabat Penilai wajib melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan
terhadap Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam lingkungannya.
(2) Penilaian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dilakukan pada tiap-tiap akhir tahun.
Pasal 8
Pejabat Penilai baru dapat melakukan penilaian pelaksanaan
pekerjaan, apabila ia telah membawahkan Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.

PENILAIAN DAN EVALUASI

357

Pasal 9
(1) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan diberikan oleh Pejabat
Penilai kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.
(2) Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dinilai berkeberatan atas nilai
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, maka ia dapat
mengajukan keberatan disertai dengan alasan-alasannya, kepada
Atasan Pejabat Penilai melalui hierarki dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari sejak tanggal diterimanya Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan tersebut.
(3) Pegawai Negeri Sipil yang dinilai wajib mengembalikan Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) kepada Pejabat Penilai selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut.
Pasal 10
(1) Pejabat Penilai menyampaikan Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan kepada Atasan Pejabat Penilai dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. apabila tidak ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang
dinilai, Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut
disampaikan tanpa catatan;
b. apabila ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai,
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut disampaikan
dengan catatan tentang tanggapan Pejabat Penilai atas
keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.
(2) Atasan Pejabat Penilai memeriksa dengan seksama Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang disampaikan kepadanya.
(3) Apabila terdapat alasan-alasan yang cukup, Atasan Pejabat
Penilai dapat mengadakan perubahan nilai yang tercantum dalam
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2).
(4) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan baru berlaku sesudah
ada pengesahan dari Atasan Pejabat Penilai.
Pasal 11
Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen,
358

PENILAIAN DAN EVALUASI

dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, adalah Pejabat Penilai dan


atau Atasan Pejabat Penilai yang tertinggi dalam lingkungannya
masing-masing.
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 12
(1) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi Pegawai Negeri
Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, dibuat oleh Pejabat
Penilai dengan menggunakan bahan-bahan yang diberikan oleh
Pimpinan Badan atau Dewan tempat Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan menjalankan tugasnya sebagai Pejabat Negara.
(2) Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, bahan-bahan penilaian pelaksanaan
pekerjaan tersebut diberikan oleh Ketua Fraksi yang
bersangkutan.
Pasal 13
(1) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi Pegawai Negeri
Sipil yang sedang menjalankan tugas belajar, dibuat oleh Pejabat
Penilai dengan menggunakan bahan-bahan yang diberikan oleh
pimpinan perguruan tinggi, sekolah, atau kursus yang
bersangkutan.
(2) Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan tugas belajar
di luar negeri, bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan
tersebut diberikan oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia di
Negara yang bersangkutan.
Pasal 14
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi Pegawai Negeri Sipil
yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Daerah Otonom atau
Instansi Pemerintah lainnya, dibuat oleh Pejabat Penilai dari Daerah
Otonom atau instansi Pemerintah yang bersangkutan.

PENILAIAN DAN EVALUASI

359

Pasal 15
(1) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi Pegawai Negeri
Sipil yang diperbantukan atau dipekerjakan pada perusahaan
milik negara, organisasi profesi, badan swasta yang ditentukan,
negara sahabat, atau badan internasional, dibuat oleh Pejabat
Penilai dengan menggunakan bahan-bahan dari pimpinan
perusahaan, organisasi, atau badan yang bersangkutan.
(2) Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan atau
dipekerjakan pada negara sahabat atau badan internasional
bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut diberikan
oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Negara yang
bersangkutan.
Pasal 16
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 17
Ketentuan-ketentuan teknis tentang pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini, ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini dianggap dibuat berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1952 tentang Daftar Pernyataan
Kecakapan Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor
155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 201) dan segala peraturan
360

PENILAIAN DAN EVALUASI

perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan Peraturan


Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 20
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Mei 1979
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Mei 1979
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUDHARMONO, SH.

PENILAIAN DAN EVALUASI

361

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1979
TENTANG
PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL

UMUM
Dalam rangka usaha untuk lebih menjamin obyektivitas dalam
pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem
prestasi kerja, maka perlu diadakan penilaian pelaksanaan pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil.
Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut dituangkan dalam
satu daftar yang disebut Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.
Dalam Peraturan Pemerintah ini ditentukan, bahwa yang berwenang
membuat penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil adalah
Pejabat Penilai, yaitu atasan langsung dari Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan
atau pejabat lain yang setingkat dengan itu. Pejabat lain yang
setingkat dengan Kepala Urusan, antara lain adalah Penilik Sekolah
Dasar, Penilik Pendidikan Agama, Kepala Sekolah Dasar, dan pejabat
lain yang ditentukan oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I dalam lingkungannya masing-masing.
Dengan adanya ketentuan sebagai tersebut di atas, maka Pejabat
Penilai benar-benar mengenal secara pribadi Pegawai Negeri Sipil
yang dinilai, sehingga dengan demikian diharapkan penilaian dapat
dilakukan lebih obyektif.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.

362

PENILAIAN DAN EVALUASI

Pasal 2
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan digunakan sebagai
bahan dalam melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil,
antara lain dalam mempertimbangkan kenaikan pangkat,
penempatan dalam jabatan, pemindahan, kenaikan gaji
berkala, dan lain-lain. Nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan, digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menetapkan suatu mutasi kepegawaian dalam tahun
berikutnya, kecuali ada perbuatan tercela dari Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan yang dapat mengurangi nilai tersebut.
Pasal 3
Penilaian pelaksanaan pekerjaan dilakukan juga terhadap calon
Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 4
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan
kesetiaan, adalah kesetiaan, ketaan, dan pengabdian kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan
Pemerintah.
Pada umumnya yang dimaksud dengan kesetiaan, adalah
tekad dan kesanggupan mentaati melaksanakan, dan
mengamalkan sesuatu yang disetiai dengan penuh kesadaran
dan tanggungjawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus
dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari serta dalam
perbuatan dalam melaksanakan tugas.
Pada umumnya yang dimaksud dengan pengabdian, adalah
penyumbangan pikiran dan tenaga secara ikhlas dengan
mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan
golongan atau pribadi.
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi
Negara, dan Abdi Masyarakat wajib setia, taat, dan mengabdi
sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara, dan Pemerintah.
Pada umumnya kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian timbul
dari pengetahuan dan pemahaman yang mendalam, oleh
sebab itu setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mempelajari,
memahami,melaksanakan, dan mengamalkan Pancasila,

PENILAIAN DAN EVALUASI

363

Undang-Undang Dasar 1945, Haluan Negara, politik,


kebijaksanaan, dan rencana-rencana Pemerintah.
Huruf b Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh
seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya.
Pada umumnya, prestasi kerja seorang Pegawai Negeri Sipil
antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan,
pengalaman, dan kesungguhan
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Huruf c Tanggungjawab adalah kesanggupan seorang Pegawai
Negeri Sipil menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan
kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya
serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya
atau tindakan yang dilakukannya.
Huruf d Ketaatan adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri
Sipil, untuk mentaati segala peraturan perundang-undangan
dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah
kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta
kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan.
Huruf e Pada umumnya yang dimaksud dengan kejujuran,
adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalah
gunakan wewenang yang diberikan kepadanya.
Huruf f Kerjasama, adalah kemampuan seorang Pegawai
Negeri Sipil untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain
dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga
mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya.
Huruf g Prakarsa, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri
Sipil untuk mengambil keputusan, langkah-langkah, atau
melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam
melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari
atasan.
Huruf h Kepemimpinan, adalah kemampuan seorang Pegawai
negeri Sipil untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat
dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok.
Ayat (3) cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
364

PENILAIAN DAN EVALUASI

Pasal 6
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan hanya dapat diketahui
oleh Pejabat Penilai yang tertingi, Atasan Pejabat Penilai, Pejabat
Penilai. Pejabat Negeri Sipil yang dinilai, dan atau pejabat lain
yang karena tugas atau jabatannya mengetahui Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.
Pasal 7
Ayat (1) Pejabat Penilai wajib membuat dan memelihara
catatan mengenai diri Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam
lingkungannya, tentang unsur-unsur sebagimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2), sehingga dengan demikian Pejabat
Penilai yang bersangkutan dapat membuat penilaian dengan
sebaik-baiknya.
Ayat (2) Penilaian dilakukan pada bulan Desember tiap-tiap
tahun. Jangka waktu penilaian adalah mulai bulan Januari
sampai bulan Desember dalam tahun yang bersangkutan.
Bagi calon Pegawai Negeri Sipil, Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan hanya dibuat dalam tahun yang bersangkutan
apabila ia sampai dengan bulan Desember telah 6 (enam)
bulan menjadi calon Pegawai Negeri Sipil. Apabila seorang calon
Pegawai Negeri Sipil dalam tahun yang bersangkutan belum 6
(enam) bulan menjadi calon Pegawai Negeri Sipil, penilaian
pelaksanaan pekerjaan terhadapnya dilakukan dalam tahun
berikutnya.
Khusus bagi calon Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil, penilaian pelaksanaan pekerjaan
dilakukan setelah ia sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 8
Ketentuan pasal ini, adalah untuk memberikan kesempatan
kepada Pejabat Penilai untuk mengenal dengan baik Pegawai
Negeri Sipil yang dinilai, sehingga dengan demikian diharapkan
adanya obyektivitas di dalam memberikan penilaian.
Apabila Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan diperlukan untuk
suatu mutasi kepegawaian, sedang Pejabat Penilai belum 6
(enam) bulan membawahi Pegawai Negeri Sipil yang dinilai,

PENILAIAN DAN EVALUASI

365

maka Pejabat Penilai tersebut dapat melakukan penilaian


pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan bahan-bahan
yang ditinggalkan oleh pejabat lama.
Pasal 9
Ayat (1) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat ini, diberikan secara langsung oleh Pejabat
Penilai kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai. Apabila tempat
bekerja antara Pejabat Penilai dengan Pegawai Negeri Sipil yang
dinilai berjauhan, maka Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
tersebut dikirimkan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.
Dengan adanya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
ini, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengetahui
penilaian atasannya terhadap dirinya, sehingga dengan
demikian ia dapat berusaha mengembangkan hal-hal yang
telah baik dan memperbaiki hal-hal yang kurang.
Apabila isi Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dapat diterima
oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, maka ia
menandatanganinya pada tempat yang telah disediakan.
Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil yang dinilai berhak mengajukan
keberatan apabila menurut pendapatnya ada, nilai yang kurang
sesuai. Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai ia menerima Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut. Keberatan yang
diajukan melebihi jangka waktu 14 (empat belas) hari tidak
dipertimbangkan. Alasan-alasan keberatan harus dikembangkan
dengan lengkap secara tertulis.
Keberatan tersebut diajukan kepada Atasan Pejabat Penilai
melalui Pejabat Penilai. Walaupun Pegawai Negeri Sipil yang
dinilai keberatan atas seluruh atau sebagian nilai yang tercantum
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan ia harus juga
menandatangani Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
tersebut dengan mencantumkan catatan pada tempat yang
disediakan bahwa ia keberatan.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1) Cukup jelas

366

PENILAIAN DAN EVALUASI

Ayat (2) Atasan Pejabat Penilai memeriksa dengan seksama


isi Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan termasuk keberatan
yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai dan
tanggapan Pejabat Penilai atas keberatan itu (apabila ada).
Ayat (3) Apabila Atasan Pejabat Penilai mempunyai alasanalasan yang cukup, maka ia dapat mengadakan perubahan
terhadap nilai yang diberikan oleh Pejabat Penilai, baik dalam
arti menaikkan nilai atau menurunkan nilai.
Perubahan nilai yang dilakukan oleh Atasan Pejabat Penilai
tidak dapat diganggu gugat.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 11
Para pejabat yang dimaksud dalam pasal ini, adalah Pejabat
Penilai dan sekaligus menjadi Atasan Pejabat Penilai Tertinggi
dalam Lingkungannya masing-masing. Umpamanya Menteri
adalah Pejabat Penilai dan sekaligus menjadi Atasan Pejabat
Penilai terhadap seorang Direktur Jenderal dalam
lingkungannya. Nilai yang diberikan oleh Pejabat sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini tidak dapat diganggu gugat.
Pasal 12
Ayat (1) Yang dimaksud dengan Pejabat Penilai dalam ayat
ini adalah Pejabat Penilai dari instansi semula tempat Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja sebelum ia diangkat
menjadi Pejabat Negara.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam membuat Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan, diminta oleh Pejabat Penilai dari
Pimpinan Badan atau Dewan dimana Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan menjalankan tugasnya sebagai Pejabat Negara.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1) Lihat penjelesan Pasal 12 ayat (1)
Ayat (2) Untuk dapat memberikan bahan-bahan penilaian,
maka Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri atau
pejabat lain yang ditunjuk olehnya mengikuti dan mencatat
PENILAIAN DAN EVALUASI

367

tingkah laku dan kegiatan Pegawai Negeri Sipil yang sedang


melakukan tugas belajar di negara yang bersangkutan.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1) Lihat penjelasan Pasal 12 ayat (1)
Ayat (2) Bahan-bahan untuk penilaian pelaksanaan pekerjaan bagi
Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan pada Badan-badan
Internasional yang lokasinya berada dalam wilayah Republik
Indonesia, diminta oleh Pejabat Penilai dari Pimpinan Badan
Internasional yang bersangkutan. Selanjutnya lihat penjelasan
Pasal 13 ayat (2).
Pasal 16 sampai dengan Pasal 20
Cukup jelas.

368

PENILAIAN DAN EVALUASI

Jakarta, 11 Pebruari 1980


Kepada
Yth. 1. Semua Menteri yang
memimpin Departemen
2. Jaksa Agung
3. Semua Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara.
4. Semua Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non
Departemen.
5. Semua Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I
6. Semua Bupati/
Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II.
SURAT-EDARAN
NOMOR : 02/SE/1980
TENTANG
PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN
PEGAWAI NEGERI SIPIL

I.

PENDAHULUAN
1. U M U M
a.

Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979


tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3134), telah ditetapkan Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil sebagai
pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1952
tentang Daftar Pernyataan Kecakapan Pegawai Negeri
(Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 155. Tambahan
Lembaran Negara Nomor 201),
PENILAIAN DAN EVALUASI

369

b.

Untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaannya,


maka dipandang perlu mengeluarkan petunjuk teknis
tentang pelaksanaan penilaian pekerjaan Pegawai Negeri
Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1979.

2. DASAR
a.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041).

b.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang


Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lernbaran Negara
Nomor 3058).

c.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang


Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3098) jis Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun
1980 (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 20.
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3162} dan
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1985 (Lembaran
Negara Tahun 1985 Nomor 21).

d.

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang


Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Negara Nornor 3134).

e.

Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1984 tentang


Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Organisasi Badan
Administrasi Kepegawaian Negara.

3. TUJUAN
Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi pejabat yang
berkepentingan dalam melaksanakan penilaian pelaksanaan
pekerjaan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1979, dalam lingkungan masing-masing.

370

PENILAIAN DAN EVALUASI

II. TUJUAN DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN


PEKERJAAN
1. Tujuan dari Daftar Penilaian Peiaksanaan Pekerjaan adalah
untuk memperoleh, bahan-bahan pertimbangan yang
obyektif dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan
sistem karierdan sistem prestasi kerja.
2. Sesuai dengan tujuannya, maka Daftar Penilaian Peiaksanaan
Pekerjaan harus dibuat seobyektif dan seteliti mungkin
berdasarkan data yang tersedia. Untuk ini, maka setiap
pejabat yang berwenang membuat Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan, berkewajiban membuat dan
memelihara catatan mengenai Pegawai Negeri Sipil yang
berada dalam lingkungannya masing-masing.
III. UNSUR-UNSUR YANG DINILAI
1. U M U M
Unsur-unsur yang dinilai dalam Penilaian Peiaksanaan
Pekerjaan adalah :
a.

kesetiaan;

b.

prestasi kerja;

c.

tanggung jawab;

d.

ketaatan;

e.

kejujuran;

f.

kerjasama;

g.

prakarsa; dan

h.

kepemimpinan.

2. KESETIAAN
a.

Yang dimaksud dengan kesetiaan, adalah kesetiaan,


ketaatan, dan pengabdian kepada Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah.

b.

Pada umumnya yang dimaksud dengan kesetiaan,


adalah tekad dan kesanggupan mentaati, melaksanakan,

PENILAIAN DAN EVALUASI

371

dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh


kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan
kesanggupan tersebut harus dibuktikan dalam sikap dan
tingkah laku sehari-hari serta dalam perbuatan dalam
melaksanakan tugas.
c.

Pada umumnya yang dimaksud dengan pengabdian,


adalah penyumbangan pikiran dan tenaga secara ikhlas
dengan mengutamakan kepentingan umum di atas
kepentingan golongan atau pribadi.

d.

Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi


Negara, dan Abdi Masyarakat wajib setia, taat, dan
mengabdi sepenuhnya kepada Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah.

e.

Pada umumnya kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian


timbul dari pengetahuan dan pernahaman yang
mendalam, oleh sebab itu setiap Pegawai Negeri Sipil
wajib mempelajari, memahami, melaksanakan, dan
mengamalkan Pancasila. Undang-Undang Dasar 1945,
Haluan Negara, Politik, Kebijaksanaan, dan rencanarencana Pemerintah.

3. PRESTASI KERJA
a.

Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang


Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya.

b.

Pada umumnya, prestasi kerja seorang Pegawai Negeri


Sipil antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan,
pengalaman, dan kesungguhan Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.

4. TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang Pegawai
Negeri Sipil menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan
kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya
serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya
atau tindakan yang dilakukannya.

372

PENILAIAN DAN EVALUASI

5. KETAATAN
Ketaatan adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil,
untuk mentaati segala peraturan perundang-undangan dan
peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah
kedinasan yaang diberikan oleh atasan yang berwenang,
serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang
ditentukan.
6. KEJUJURAN
Pada umumnya yang dimaksud dengan kejujuran, adalah
ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak
menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya.
7. KERJASAMA
Kerjasama adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil
untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam
menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga
mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
8. PRAKARSA
Prakarsa adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil
untuk mengambil keputusan, langkah-langkah, atau
melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam
melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dan
atasan.
9. KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri
Sipil untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan
secara rnaksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Penilaian
unsur kepemimpinan hanya dikenakan bagi Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang ll/a ke
atas yang memangku suatu jabatan.

PENILAIAN DAN EVALUASI

373

IV. PEJABAT PENILAI


1. Pejabat Penilai adalah atasan langsung Pegawai Negeri Sipil
yang dinilai, dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala
Urusan atau Pejabat lain yang setingkat dengan itu, kecuali
ditentukan lain oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala
daerah Tingkat I dalam lingkungannya masing-masing.
2. Pejabat Penilai menilai Pegawai Negeri Sipil yang secara
langsung berada di bawahnya, umpamanya :
a.

Menteri menilai Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal,


Direktur Jenderal, Kepala Badan, atau pejabat lain yang
secara langsung berada dibawahnya.

b.

Sekretaris Jenderal menilai Kepala Biro dan pejabat


lain yang secara langsung berada di bawahnya.

c.

Kepala Biro menilai Kepala Bagian dan pejabat lain yang


secara langsung berada di bawahnya.

d.

Kepala Bagian menilai Kepala Sub Bagian dan pejabat


lain yang secara langsung berada di bawahnya.

e.

Kepala Sub Bagian menilai Kepala Urusan dan pejabat


lain yang secara langsung berada di bawahnya.

f.

Kepala Urusan menilai Pegawai Negeri Sipil yang berada


di bawahnya.

3. Pejabat Penilai bagi:


a.

Kepala Dinas Daerah Tingkat I yang merangkap Kepala


Kantor Wiiayah Departemen Tingkat Propinsi atau
sebaliknya, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
yang bersangkutan.

b.

Kepala Dinas Daerah Tingkat II yang merangkap Kepala


Kantor Departemen Tingkat Kabupaten/Walikotamadya
Daerah Tingkat II, adalah Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

4. Seorang Pejabat Penilai barulah dapat memberikan penilaian


apabila ia telah membawahi Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan. Ketentuan
ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada Pejabat
Penilai untuk mengenal dengan baik Pegawai Negeri Sipil yang
374

PENILAIAN DAN EVALUASI

dinilai, sehingga dengan demikian diharapkan adanya


obyektivitas di dalam memberikan penilaian.
5. Apabila daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan diperlukan
untuk suatu mutasi kepegawaian, sedang Pejabat Penilai
belum 6 (enam) bulan membawahi Pegawai Negeri Sipil yang
dinilai, maka Pejabat Penilai tersebut dapat melakukan
penilaian pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan
bahan-bahan yang ditinggalkan oleh Pejabat Penilai yang lama.
6. Setiap Pejabat Penilai berkewajiban melakukan penilaian
pelaksanaan pekerjaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang
secara langsung berada di bawahnya.
7. Penilaian dilakukan pada bulan Desember tiap-tiap tahun.
Jangka waktu penilaian adalah mulai Januari sampai dengan
bulan Desember dalam tahun yang bersangkutan.
8. Bagi Calon Pegawai Negeri Sipil, daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan hanya dibuat dalam tahun yang bersangkutan
apabila ia sampai dengan bulan Desember telah 6 (enam)
bulan menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Apabila Calon
Pegawai Negeri Sipil dalam tahun yang bersangkutan belum
6 (enam) bulan menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, penilaian
pelaksanaan pekerjaan terhadapnya dilakukan dalam tahun
berikutnya.
Umpamanya : Seorang Calon Pegawai Negeri Sipil bernama
Badu diangkat menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil pada awal bulan Agustus 1980.
Dalam hal yang demikian, Badu tidak dapat
dinilai dalam tahun 1980, tetapi baru dapat
dinilai pada tahun 1981, yaitu pada saat ia
sekurang-kurangnya telah 6 (enam) bulan
menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
9. Khusus bagi Calon Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil, penilaian pelaksanaan pekerjaan
dilakukan setelah ia sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
menjadi calon Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai ia secara
nyata melaksanakan tugasnya, sesuai dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1976 Pasal 12.
10. Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah dibuat Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaannya untuk kepentingan pengangkatan
menjadi Pegawai Negeri Sipil, tidak usah lagi dibuat DP3-nya
pada bulan Desember tahun yang bersangkutan.
PENILAIAN DAN EVALUASI

375

Umpamanya : Seorang diangkat menjadi calon Pegawai


Negeri Sipil pada tanggal 1 Agustus 1980.
Untuk kepentingan pengangkatannya
sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaannya dibuat
pada tanggal 1 September 1981. Dalam
hal yang demikian, DP3 tersebut berlaku
untuk tahun 1982, atau dengan perkataan
lain DP3-nya tidak usah dibuat lagi pada
bulan Desember 1981.
11. Setiap Pejabat Penilai berkewajiban mengisi dan memelihara
Buku Catatan
Penilaian, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran
I Surat Edaran ini.
Dalam Buku Catatan Penilaian tersebut, dicatat tingkah laku/
perbuatan/tindakan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
yang menonjol, baik yang positif maupun yang negatif,
umpamanya prestasi kerja yang luar biasa baiknya, tindakan
mengatasi keadaan yang sulit, sering tidak masuk kerja,
berkelahi, dan lain-lain.
12. Buku Catatan Penilaian bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat
menjadi Pejabat Negara, sedang menjalankan tugas belajar,
diperbantukan/dipekerjakan pada perusahaan milik negara,
organisasi profesi, badan swasta yang ditentukan, negara
sahabat, atau badan internasional tetap dipelihara oleh pejabat
penilai dari instansi induk dengan menggunakan bahan-bahan
dari pimpinan yang bersangkutan dimana Pegawai Negeri Sipil
tersebut bekerja atau tugas belajar.
13. Buku Catatan Penilaian disimpan dan dipelihara dengan sebaikbaiknya oleh pejabat Penilai selama 5 (lima) tahun. Buku
Catatan Penilaian yang telah lebih dari 5 (lima) tahun tidak
digunakan lagi.
14. Hasil penilaian Pejabat Penilai, dituangkan dalam Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran II Surat Edaran ini.
15. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan harus diisi sendiri oleh
Pejabat Penilai.

376

PENILAIAN DAN EVALUASI

V. TATA CARA PENILAIAN


1. NILAI
Nilai pelaksanaan diyatakan dengan sebutan dan angka
sebagai berikut :
a.

amat baik

91 100

b.

baik

76 90

c.

cukup

61 75

d.

sedang

51 60

e.

kurang

50 ke bawah

2. PEDOMAN PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN


a.

Pemberian nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan


Pekerjaan harus berpedoman kepada lampiran Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979.

b. Setiap unsur penilaian harus ditentukan dulu nilainya dalam


angka, kemudian ditentukan nilai dalam sebutan.
Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama
Amat, NIP. 131456294, golongan
ruang III/b jabatan Kepala Sub Bagian
Tata Usaha, dari Bagian Umum pada
Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan. Sdr. Amat tersebut dinilai
oleh Kepala Bagian Umum. Dari hasil
catatan selama 1 (satu) tahun, maka
berdasarkan Buku Catatan Penilaian
Kepala Bagian Umum memberikan nilai
sebagai berikut:

PENILAIAN DAN EVALUASI

377

NO.

1
1

UNSUR
YANG
DI NILAI

URAIAN

Kesetian

NILAI
RATAANGKA RATA

445

89

a. Tidak pernah menyangsikan 95


kebenaran
Pancasila
baik
dalam ucapan, sikap, tingkah
laku dan perbuatan.
b. Selalu
menjunjung
tinggi 95
kehormatan Negara dan atu
Pemerintah, serta senantiasa
mengutamakan
kepentingan
diri sendiri, seorang atau
golongan.
65
c. Kurang berusaha mempelajari
dan memperdalam pengetahuannya tentang Pancasila,
Undang-undang dasar 1945,
Haluan
Negara,
Politik
Pemerintah
dan
rencanarencana Pemerintah sesuai
dengan bidang tugasnya.

d. Tidak pernah menjadi simpati- 95


san/anggota perkumpulan atau
tidak pernah terlibat dalam
gerakan
yang
bertujuan
mengubah atau menentang
Pancasila,
Undang-undang
Dasar 1945, bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia,
atau pemerintah.
e. Tidak pernah mengeluarkan 95
ucapan, membuat tulisan, atau
melakukan
tindakan
yang
dapat
dinilai
bertujuan
mengubah atau menentang
Pancasila,
Undang-undang
1945, Negara atau Pemerintah.
Jumlah

378

PENILAIAN DAN EVALUASI

KETERA
NGAN
6

1
2

2
Prestasi
kerja

3
a.
b.
c.
d.
e.
f.

g.

Tanggung
jawab

a.
b.
c.

d.

e.

f.

445

89

Selalu melaksanakan tugas


secara
berdayaguna
dan
berhasil guna
Mempuyai
kecakapan
dan
menguasai
segala
bentuk
bidang tugasnya
Mempuyai pengalaman yang
luas di bidang tugasnya.
Mempuyai keterampilan yang
cukup dalam melaksankan
tugasnya.
Bersungguh-sungguh
melaksanakan tugasnya kalau
ada dorongan.
Adakalanya tidak mencapai
hasil kerja rata-ratanya yang
ditentukan baik dalam arti mutu
maupun dalam arti jumlah.
Berkali-kali
terganggu
kesehatan
jasmaninya
sehingga sering terganggu
pelaksanaan tugasnya.
Jumlah

Selalu
berada
ditempat
tugasnya
dalam
segala
keadaan.
Pada umunya menyelesaikan
tugas dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Pada umunya tidak pernah
berusaha
melemparkan
kesalahan yang
dibuatnya
kepada orang lain.
Pada umunya menyimpan dan
atau
memelihara
dengan
sebaik-baiknya barang-barang
milik
negara
yang
dipercayakan kepadanya.
Pada umumnya mengutamakan kepentingan dinas, tetapi
dalam
keadaan
terdesak
adakalanya
kurang
mengutamakan
kepentingan
dinas.
Pada
umumnya
berani
memikul resiko.

PENILAIAN DAN EVALUASI

379

3. PENYAMPAIAN DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN


PEKERJAAN
a.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat dan


telah ditandatangani oleh Pejabat Penilai diberikan secara
langsung kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai oleh
Pejabat Penilai

b.

Apabila tempat bekerja antara Pejabat Penilai dengan


Pegawai Negeri Sipil yang dinilai berjauhan, maka Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut dikirimkan
kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai

c.

Pegawai Negeri Sipil yang dinilai wajib mencantumkan


tanggal penerimaan Daftar Penilai Pelaksanaan Pekerjaan
yang diberikan/dikirimkan kepadanya pada ruangan yang
telah

d.

Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dinilai menyetujui atas


penilaian terhadap dirinya sebagaimana tertuang dalam
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, maka ia
membubuhi tanda tangannya pada tempat yang telah
disediakan dan sesudah itu mengembalikan Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut kepada Pejabat
Penilai selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
terhitung mulai ia menerima Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan,

e.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah


dibubuhi tandatangan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
dinilai, dikirimkan oleh Pejabat Penilai kepada Atasan
Pejabat Penilai dalam waktu yang sesingkat mungkin
untuk mendapatkan pengesahan

4. PENGAJUAN KEBERATAN
a.

380

Pegawai Negeri Sipil yang dinilai yang merasa keberatan


atas nilai sebagaimana tertuang dalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan, baik secara keseluruhan maupun
sebagian, dapat mengajukan keberatan secara tertulis
disertai dengan alasan-alasannya kepada Atasan Pejabat
Penilai melalui hierarki. Keberatan tersebut dituliskan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan pada
ruangan yang telan disediakan.

PENILAIAN DAN EVALUASI

b.

Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka


waklu 14 (empat belas) hari terhitung mulai ia menerima
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan itu. Keberatan
yang diajukan melebihi batas waktu 14 (empat belas)
kerja menjadi kadaluarsa, oleh sebab itu tidak dapat
dipertimbangkan lagi.

c.

Walaupun seorang Pegawai Negeri Sipil berkeberatan atas


nilai yang tercantum dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan, ia harus membubuhkan tanda tangan pada
Tempat yang telah disediakan dan sesudah itu
mengembalikan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
tersebut kepada Pejabat Penilai selambat-larnbatnya 14
(empat belas) hari terhitung mulai ia menerima Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.

d.

Pejabat Penilai, setelah menerima keberatan dari Pegawai


Negeri Sipil yang dinilai membuat tanggapan secara
tertulis atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri
Sipil yang dinilai. Tanggapan tersebut dituliskan dalam
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan pada ruangan
yang telah disediakan.

e.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah


ditandatangani oleh Pejabat Penilai dan Pegawai Negeri
Sipil yang dinilai dikirimkan oleh Pejabat Penilai kepada
Atasan Pejabat Penilai selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari terhitung mulai ia menerima kembali DP3 itu
dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.

5. ATASAN PEJABAT PENILAI


a.

Atasan Pejabat Penilai berkewajiban memeriksa Daftar


Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang disampaikan
kepadanya, baik ada keberatan maupun tidak ada
keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.

b.

Dalam hal ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang


dinilai, maka Atasan Pejabat Penilai berkewajiban
memeriksa dan memperhatikan dengan seksama
keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
dinilai dan tanggapan yang diberikan oleh Pejabat Penilai.

c.

Apabila Atasan Pejabat Penilai mempunyai alasan-alasan


yang cukup, maka ia dapat mengadakan perubahan
terhadap nilai yang diberikan oleh Pejabat Penilai, baik
PENILAIAN DAN EVALUASI

381

dalam arti menaikkan nilai atau menurunkan nilai.


Perubahan nilai yang dilakukan oleh Atasan Pejabat Penilai
tidak dapat diganggu gugat, dalam arti bahwa terhadap
perubahan nilai itu tidak dapat lagi diajukan keberatan.
d.

Perubahan nilai tersebut dicantumkan dalam Daftar


Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang bersangkutan
dengan mencoret nilai yang lama dan mencantumkan
nilai yang baru. Nilai lama yang dicoret itu harus tetap
terbaca. Setiap coretan harus diparaf oleh Atasan
Pejabat Penilai

e.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan baru berlaku


setelah ada pengesahan dari Atasan Pejabat Penilai.

6. PEJABAT PENILAI YANG MERANGKAP MENJADl


ATASAN PEJABAT
a.

Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan


Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I adalah Pejabat Penilai dan Atasan
Pejabat Penilai yang tertinggi dalam lingkungannya
masing-masing.

b.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat oleh


Pejabat Penilai yang merangkap menjadi Atasan Pejabat
Penilai sebagaimana dimaksud di atas, tidak dapat
diganggu gugat.

VI. SIFAT DAN PENGGUNAAN DAFTAR PENILAIAN


PELAKSANAAN PEKERJAAN
1. SIFAT
a. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan adalah bersifat
rahasia, oleh sebab itu Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan tersebut harus disimpan dengan baik dan
dipelihara dengan baik pula.
b. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan hanya dapat
diketahui oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, Pejabat
Penlai, Atasan Pejabat Penilai, atasan dari Atasan Pejabat
Penilai (sampai yang tertinggi) dan atau Pejabat lain yang

382

PENILAIAN DAN EVALUASI

karena tugas atau jabatannya mengharuskan ia


mengetahui Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.
2. PENGGUNAAN
a.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan digunakan sebagai


bahan dalam melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri
Sipil, antara lain dalam mempertimbangkan kenaikan gaji
berkala, penempatan dalam jabatan pemindahan, kenaikan
gaji berkala, dan lain-lain.

b.

Nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan


digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan
suatu mutasi kepegawaian dalam tahun berikutnya, kecuali
ada perbuatan tercela dari Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan yang dapat rnengurangi atau meniadskan
nilai tersebut.

c.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, baru berlaku setelah


ada pengesahan dari Atasan Pejabat Penilai.
Umpamanya :

Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama


Cornel, NIP. 060132344, golongan ruang
III/c jabatan Kepala Sub Bagian
Otorisasi dari Bagian Pelaksanaan
Anggaran pada Biro Keuangan
Sekretariat Jenderal Departemen
Keuangan. Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan bagi Cornel tersebut dibuat oleh
Kepala Bagian Pelaksanaan Anggaran
pada bulan Desember 1981 dengan
semua unsur Penilaian pelaksanaan
pekerjaan bernilai balik. Pada tanggal 1
April 1982, Cornel tersebut telah 4
(empat) tahun dalam golongan ruang
III/c. Berhubung dengan itu maka
Kepala Bagian Pelaksanaan Anggaran
bermaksud mengusulkan kenaikan
pangkat Cornel tersebut terhitung mulai
1 April 1982 Tetapi pada bulan Februari
1982 Cornel tersebut melakukan
perbuatan tercela yang mengakibatkan
ia ditahan oleh yang berwajib dan
kemudian diajukan ke pengadilan.
PENILAIAN DAN EVALUASI

383

Dengan keputusan pengadilan maka


Cornel dinyatakan bersalah. Andaikata
Sdr. Cornel tidak melakukan perbuatan
yang tercela, Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat pada
akhir 1981 itu berlaku bagi pertimbangan
mutasi kepegawaian dalam tahun 1982,
tetapi karena ia melakukan perbuatan
tercela, maka nilai yang tersebut dalam
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
yang dibuat pada akhir tahun 1981 itu
dinyatakan tidak berlaku lagi.
VII. LAIN-LAIN
1. PENILAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG
DIANGKAT MENJADI PEJABAT NEGARA.

384

a.

Pejabat peniiai bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat


menjadi Menteri, Anggota Lembaga Tinggi Negara,
Pimpinan Lembaga Tertinggi Negara, Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I adalah Pejabat Penilai Tertinggi dari instansi induk dimana
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja sebelum
diangkat rnenjadi Pejabat Negara.

Pejabat Penilai bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat


menjadi Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat
II Wakil Bupati/Walikota-madya Kepala Daerah Tingkat
II, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Tingkat I, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
atau Kepala Kantor Wilayah Departemen/Kepala Instansi
Vertikal Propinsi yang bersangkutan.

c.

Pejabat Penilai Bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat


menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Tingkat II, yang dibebaskan dari jabatan organiknya
adalah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II,
atau Kepala Kantor Departemen/Kepala Instansi Vertikal
Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan

d.

Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan Daftar


Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dimintakan oleh Pejabat
Penilai sebagaimana dimaksud di atas dan pimpinan

PENILAIAN DAN EVALUASI

instansi dimana Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan


menjalankan tugasnya dalam jabatan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a,b, dan c.
e.

Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi


Anggota Dewan Perwakilan Republik Indonesia dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, yang dibebaskan dari jabatan
organiknya, bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan
tersebut diberikan oleh Ketua Fraksi yang bersangkutan.
Apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjabat
Ketua Fraksi, maka bahan-bahan penilaian pelaksanaan
pekerjaan di buat dan diberikan oleh salah seorang
anggota Pimpinan Fraksi yang bersangkutan.

2. PENILAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG


SEDANG MENJALANKAN TUGAS BELAJAR.
a.

Pejabat Penilai bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang


menjalankan tugas belajar adalah Pejabat Penilai dari
Instansi semula dimana Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan bekerja sebelum ia menjalankan Tugas
Belajar.

b.

Bahan-bahan yang diperlukan dalam membuat daftar


penilaian pelaksanaan pekerjaan, dimintakan oleh Pejabat
Penilai dari Pimpinan Perguruan Tinggi, Sekolah, atau
Kursus yang bersangkutan.

c.

Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan tugas


belajar di luar negeri, bahan-bahan penilaian pelaksanaan
Pekerjaan tersebut diberikan oleh Kepala Perwakilan
Republik Indonesia di negara yang bersangkutan.

3. PENILAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG


DIPERBANTUKAN/DIPEKERJAKAN PADA DAERAH
OTONOM ATAU INSTANSI PEMERINTAH LAINNYA.
Pejabat Penilai bagi Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan
atau dipekerjakan pada Daerah Otonom atau Instansi
Pemerintah lainnya adalah Pejabat Penilai dari daerah Otonom
atau dari Instansi Pemerintah yang bersangkutan

PENILAIAN DAN EVALUASI

385

4. PENILAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG


DIPERBANTUKAN ATAU DIPEKERJAKAN PADA BADANBADAN LAIN
a. Pejabat Penilai bagi Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan
atau dipekerjakan pada Perusahaan milik negara, organisasi
profesi badan swasta yang ditentukan, negara sahabat,
atau badan intemasional, adalah Pejabat Penilai dari Instansi
semula Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja
sebelum ia diperbantukan atau dipekerjakan pada
perusahaan, organisasi, atau badan tersebut.
b. Bahan-bahan yang digunakan dalam membuat Daftar
penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, diminta oleh Pejabat
Penilai dari pimpinan perusahaan, organisasi, atau badan
yang bersangkutan.
c.

Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan atau


dipekerjakan pada negara sahabat atau badan internasional
bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut
diberikan oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia di
negara yang bersangkutan.

5. ATASAN PEJABAT PENILAI YANG TERTINGGI


a.

Apabila Atasan Pejabat Penilai yang tertinggi mempunyai


bukti-bukti atau alasan-alasan yang cukup tentang adanya
hal-hal yang tidak wajar mengenai pemberian nilai dalam
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, ia dapat
mengambil tindakan seperlunya unluk menyelesaikan halhal yang tidak wajar itu umpamanya dengan mengadakan
perubahan nilai, mengambil tindakan terhadap Pegawai
Negeri Sipil yang bersalah dan lain-lain.

b.

Ketentuan sebagai tersebut datam huruf a diatas berlaku


juga bagi Atasan Pejabat Penilai yang menjabat jabatan
eselon I pimpinan instansi vertikal tingkat Propinsi, Bupati/
Walikotamadya termasuk kota administratif di bawah
Provinsi, dan pimpinan instansi vertikal tingkat Kabupaten/
Kotamadya

6. MUTASI
a.

386

Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil pindah dari Instansi


yang satu kepada instansi yang lain, umpamanya

PENILAIAN DAN EVALUASI

Departemen Dalam Negeri pindah ke Departemen Luar


Negeri, maka buku Catatan Penilaian dan daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan dikirimkan oleh pimpinan instansi
lama kepada instansi baru.
b.

Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil pindah unit organisasi


tetapi masih tetap dalam satu instansi, maka hanya buku
Catatan Penilaian saja yang dikirimkan oleh pimpinan unit
organisasi yang lama kepada pimpinan unit organrsasi yang
baru sedang terdaftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
tetap disimpan dan dipelihara oleh pejabat yang diserah
urusan kepegawaian.

VIII. PENYIMPANAN DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN


PEKERJAAN
1. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan disimpan dan dipelihara
dengan baik oleh pejabat-pejabat yang diserahi urusan
kepegawaian
2. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan disimpan untuk selama
5 (lima) tahun umpamanya Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan yang dibuat pada akhir tahun :
a.

1981 disimpan sampai dengan akhir tahun 1986.

b.

1982 disimpan sampai dengan akhir tahun 1987

c.

dan seterusnya.

3. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah lebih dari


5 (lima) tahun tidak digunakan lagi
4. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi Pegawai Negeri
Sipil:
a.

Yang berpangkat Pembina golongan ruang ke atas


dibuat dalam 2 (dua) rangkap yaitu :
(1) 1 (satu) rangkap untuk arsip instansi yang
bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap dikirimkan kepada Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara.

b.

Yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/


d ke bawah dibuat 1 (satu) rangkap

PENILAIAN DAN EVALUASI

387

5. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dapat dibuat melebihi


jumlah rangkap sebagai tersebut di atas sesuai dengan
ketentuan dari Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Teitinggi/Tinggi Negara, Pimpinan
Lernbaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubenur Kepala
Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
IX . PERALIHAN
Pembuatan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 dimulai pada bulan
Desernber 1980.
X. PENUTUP
1. Penunjukan Pejabat Penilai begitu juga perincian pelaksanaan
Surat Edaran ini ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri, Jaksa
Agung Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi Tinggi
Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen
dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam lingkungannya
masing-masing.
2. Apabila dalam melaksanakan Surat Edaran ini dijumpai
kesu!itan supaya segera tanyakan kepada Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara untuk mendapatkan
penyelesaian.
3. Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaikbaiknya.
KEPALA BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
AE MANIHURUK
TEMBUSAN Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada :
1. Bapak Presiden, sebagai laporan.

388

PENILAIAN DAN EVALUASI

2. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, sebagai


laporan
3. Menteri/Sekretaris Negara, sebagai laporan,
4. Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal,
dan Kepala Badan/Pusat.
5. Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen/Pimpinan Instansi
Vertikal.
6. Semua Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran
Departemen Keuangan.
7. Semua Kepala Kantor Perbendaharaan Negara dan semua
Kepala Kas Daerah,
8. Semua Camat di seluruh Indonesia.
9. Pertinggal.
Ketentuan angka VII angka 1 seluruhnya telah diubah dengan Surat
Edaran Kepala BAKN No.30/SE/1985 tanggal 9 Desember 1985
berlaku mulai pembuatan DP3 pada akhir tahun 1985.

PENILAIAN DAN EVALUASI

389

Jakarta, 24 Nopember 1987.

Nomor : 3404/KP/XI/87/12
Lampiran : 2 (dua) rangkap
Perihal
: Pembuatan Daftar
Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Th.1967

Kepada :
Yth. 1. Sdr. Para Pejabat
Eselon I.
2. Sdr. Para Kepala
Perwakilan Republik
Indonesia
3. Sdr. Para Pejabat
Eselon II
pada
DEPARTEMEN LUAR
NEGERI

Menjelang berakhirnya tahun 1987 dan akhir bulan Desember


1987 merupakan saat pembuatan DP-3 tahun 1987 bagi setiap
Pegawai Negen Sipil yang berada dalam unit kerja Saudara, dimohon
perhatian hal-hal sebagai berikut :
1. Sesuai dengan Bab III pasal 17 ayat 1 dan 2 Peraturan
Pemerintah Nomor: 10 Tahun 1979 jo. Surat Edaran Kepala
BAKN Nomor : 02/SE/1980 tanggal 11 Pebruari 1980 BAB. IV
angka 1,4, 5, 6 dan 7 dijelaskan bahwa terhadap setiap Pegawai
Negeri Sipil yang berada dalam lingkungannya. Penilaian dilakukan
pada setiap bulan Desember dengan jangka waktu penilaian
mulai bulan Januari sampai dengan Desember dalam tahun yang
bersangkutan.
2. Mengingat masih banyaknya Unit/Perwakilan yang belum
melaksanakan ketentuan tersebut diatas dan DP-3 tersebut
merupakan salah satu bahan pertimbangan yang penting dalam
mutasi kepegawaian (mutasi jabatan, kenaikan pangkat, kenaikan
gaji berkala, kenaikan tingkat PDLN dan kenaikan gelar) bagi
Pejabat/Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi Persyaratan
lainnya, diharapkan Para Pejabat Penilai di lingkungan Saudara
dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana mestinya.
3. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan ditempatkan atau yang
akan berakhir masa tugasnya pada Perwakilan RI di Luar Negeri
pada bulan-bulan bukan saatnya pembuatan DP-3 tetap
dibuatkan DP-3 oleh Pejabat Penilai dari bulan Januari sampai

390

PENILAIAN DAN EVALUASI

bulan terjadinya mutasi, sehingga DP-3 tersebut dapat


dipergunakan sebagai bahan penilaian bagi Pejabat Penilai yang
baru.
4. DP-3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga), asli dikirimKan ke Biro
Kepegawaian untuk diteruskan ke BAKN. 1 rangkap untuk
Pegawai yang bersangkutan dan 1 rangkap untuk file Unit
Perwakilan.
5. Diharapkan Unit/Perwakilan yang sampai saat ini belum
mengirimkan DP-3 tahun 1986 seterimanya surat ini mengirimkan
DP-3 tersebut ke Biro Kepegawaian.
6. Unit-unit kerja di dalam negeri dapat mengambil formulir DP-3 di
Sub Bagian Penilaian Prestasi Kerja, Biro Kepegawaian. Untuk
Perwakilan bersama ini kami kirimkan 2 (dua) rangkap fomulir
DP-3 untuk diperbanyak sesuai dengan keperluaa
Atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih.
A.n. MENTERI LUAR NEGERI
Sekretaris Jenderal
ttd
SOEDARMONO

PENILAIAN DAN EVALUASI

391

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
KOMUNIKASI
Tanggal : 10 Maret 2003

BERITA RAHASIA

KELALAIAN SAUDARA ADALAH BANCANA BAGI NEGARA

KONSEP : 136767
PRO PERWAKILAN RI : ALL KEPPRIS
KILAT
NO
PRO
EX
RE

:
:
:
:

031391
ALL KEPPRIS
SEKJEN
PENILAIAN TERHADAP ATHAN DAN ATNIS

Mkk no. 031102 tgl 21 pebruari 2003 dan sesuai instruksi menteri
luar negeri sehubungan dengan penataan kembali perwakilan
disampaikan hals sbb :
1. Diharap saudara keppris melakukan penilaian secara obyektif
terhadap athan/atnis yang mencakup :
a. hasil pelaksanaan tugas dan fungsi mereka;
b. intensitas hubungan mereka dengan unsur unsur di negara
akreditasi;
c. luasnya jaringan dengan mitra kerja setempat;
d. aktifitas dan kinerja mereka; dan
e. kerjasama dan koordinasi ybs dengan unsurs di perwakilan
republik indonesia yang saudara pimpin
2. penilaian tsb dilakukan agar dapat memperoleh gambaran obyektif
re keperluan perwakilan republik indonesia untuk athan/atnis.
3. diharapkan penilaian termaksud dapat kami terima dalam waktu
dekat.
Demikian ump ttkhbs
Biaya pengawatan dibebankan kepada DEPLU
CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, KA, BAM
Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per surat kepada pusat komunikasi
DEPLU-

392

PENILAIAN DAN EVALUASI

KONSEP KAWAT RAHASIA

NO

: 052963

PRO

: ALL KEPPRIS

EX

: SEKJEN

RE

: EVALUASI TERHADAP KINERJA HOC DAN BPKRT

MKK NO. 050933 RE PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI


PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI, DISAMPAIKAN DENGAN
HORMAT HALS SBB :
1. KAMI MENGUCAPKAN PENGHARGAAN DAN TERIMA KASIH
KEPADA KEPRIS YANG TELAH MENYAMPAIKAN HASIL
EVALUASI TERHADAP KINERJA HOC DAN BPKRT.
2. BAGI KEPPRIS YANG BELUM MENYAMPAIKAN LAPORAN
EVALUASI TERHADAP HOC DAN BPKRT, MOHON DAPAT
MENYAMPAIKANNYA PALING LAMBAT MINGGU KEDUA JULI
2005.
3. EVALUASI DILAKUKAN SETELAH HOC DAN BPKRT
MELAKSANAKAN TUGA SESUAI BIDANGNYA SELAMA 6 BULAN.
4. KHUSUS BAGI BPKRT YANG TELAH BERADA DI PERWAKILAN
SELAMA 6 BULAN, NAMUN BELUM MELAKSANAKAN TUGASNYA
SEBAGAI BENDAHARAWAN DAN/ATAU PENATA KERUMAHTANGGAAN, MOHON DISAMPAIKAN ALASAN DAN KEPADA
MEREKA TETAP DILAKUKAN EVALUASI.
DEMIKIAN, ATAS PERHATIANNYA DIUCAPKAN TERIMA KASIH.
CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, DJ AMEROP, DJ ASPASAF, SAHLI MD.
KABAM, KA BPO, KARO KEPEG, KARO KEU, KARO TUP.

SEMUA PERWAKILAN

PENILAIAN DAN EVALUASI

393

394

VII
DISIPLIN PEGAWAI

395

396

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 30 TAHUN 1980


TENTANG
PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Tanggal : 30 AGUSTUS 1980 (JAKARTA)
_________________________________________________________________
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang : a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya tata
tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas,
dipandang perlu menetapkan peraturan disiplin
Pegawai Negeri Sipil;
b. hahwa Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun
1952 tentang Hukuman Jabatan dipandang
tidak sesuai lagi, oleh sebab itu perlu ditinjau
kembali dan disempurnakan;
Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetia Pancakarsa);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974
tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri
DISIPLIN PEGAWAI

397

dalam Usaha Swasta (Lembaran Negara Tahun


1974 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3021);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI
SIPIL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a. peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang
mengatur kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban
tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil;
b. pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan
Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil, baik yang dilakukan di dalam maupun di
luar jam kerja;
c. hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada
Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil;
d. pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi
wewenang menjatuhkan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil;
e. atasan pejabat yang berwenang menghukum adalah atasan
langsung dari pejabat yang berwenang menghukum;
f.

perintah kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh atasan


yang berwenang mengenai atau yang ada hubungannya dengan
kedinasan;

g. peraturan kedinasan adalah peraturan yang ditetapkan oleh


pejabat yang berwenang mengenai kedinasan atau yang ada
hubungannya dengan kedinasan.

398

DISIPLIN PEGAWAI

BAB II
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 2
Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib :
a. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
b. mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan
golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu
yang dapat mendesak kepentingan negara oleh kepentingan
golongan, diri sendiri, atau pihak lain;
c. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat negara,
Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil;
d. mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil
dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku;
e. menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan
sebaik-baiknya;
f.

memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah


baik langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang
berlaku secara umum;

g. melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan


dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
h. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan Negara;
i.

memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan,


persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil;

j.

segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada


hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara/
pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan, dan
material;

k. mentaati ketentuan jam kerja;


l.

menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;

m. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara


dengan sebaik-baiknya;

DISIPLIN PEGAWAI

399

n. memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada


masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing;
o. bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap
bawahannya;
p. membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;
q. menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik
terhadap bawahannya;
r.

mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;

s. memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk


mengembangkan kariernya;
t.

mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang


perpajakan;

u. berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku


sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri
Sipil, dan terhadap atasan;
v. hormat menghormati antara sesama warganegara yang
memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
yang berlainan;
w. menjadi teladan sebagai warganegara yang baik dalam
masyarakat;
x. mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan
kedinasan yang berlaku;
y. mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;
z. memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya
setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.
Pasal 3
(1) Setiap Pegawai Negeri Sipil dilarang:
a. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau
martabat negara, pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil;
b. menyalahgunakan wewenangnya;
d. menyalahgunakan barang-barang, uang, atau surat-surat
berharga milik negara;
e. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,
atau meminjamkan barang-barang, dokumen, atau suratsurat berharga milik negara secara tidak sah;
400

DISIPLIN PEGAWAI

f.

melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,


bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan,
atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara;

g. melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud


membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain
di dalam maupun diluar lingkungan kerjanya;
h. menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja
dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga
bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin
bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan;
i.

memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan


kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk
kepentingan jabatan;

j.

bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;

k. melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan


suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau
mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga
mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;
l.

menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

m. membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara


yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan
pribadi, golongan, atau pihak lain;
n. bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau
golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari
kantor/instansi pemerintah;
o. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan
usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
p. memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatannya tidak
berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah
dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui
pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung
menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;
q. melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun
sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan
swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a
ke atas atau yang memangku jabatan eselon I.
DISIPLIN PEGAWAI

401

(2) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan


ruang III/d ke bawah yang akan melakukan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf q, wajib mendapat
izin tertulis dari pejabat yang berwenang.
BAB III
HUKUMAN DISIPLIN
Bagian Pertama
Pelanggaran Disiplin
Pasal 4
Setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan
Pasal 3, adalah pelanggaran disiplin.
Pasal 5
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundangundangan pidana, Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran
disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang
menghukum.
Bagian Kedua
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
Pasal 6
(1) Tingkat Hukuman disiplin terdiri dari :
a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang; dan
c. hukuman disiplin berat.
(2) Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :
a. tegoran lisan;
b. tegoran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
(3) Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari :
402

DISIPLIN PEGAWAI

a. penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu)


tahun;
b. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk
paling lama 1 (satu) tahun; dan
c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu)
tahun.
(4) Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari :
a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah
untuk paling lama 1 (satu) tahun;
b. pembebasan dari jabatan;
c. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai pegawai Negeri Sipil; dan
d. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri
Sipil.
Bagian Ketiga
Pejabat yang Berwenang Menghukum
Pasal 7
(1) Pejabat yang berwenang menghukum adalah :
a. Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil yang :
1. berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke
atas, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c
dan huruf d;
2. memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain
yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya
berada di tangan Presiden, sepanjang mengenai jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (4) huruf b;
b. Menteri dan Jaksa Agung bagi Pegawai Negeri Sipil dalam
lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam :
1. Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d bagi Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang
IV/b ke atas;
2. Pasal 6 ayat (4) huruf b bagi Pegawai Negeri Sipil yang
memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain
DISIPLIN PEGAWAI

403

yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya


berada di tangan Presiden;
c. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara
dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen bagi
Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing,
kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam:
1. Pasal 6 ayat (4) huruf d;
2. Pasal 6 ayat (4) huruf c bagi Pegawai Negeri Sipil yang
berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke
atas;
3. Pasal 6 ayat (4) huruf b bagi Pegawai Negeri Sipil yang
memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain
yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya
berada ditangan Presiden;
d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bagi Pegawai Negeri Sipil
Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom dan bagi
Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam lingkungannya masingmasing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam:
1. Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d bagi Pegawai Negeri
Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom;
2. Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah;
3. Pasal 6 ayat (4) huruf c bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah
yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/
b ke atas;
e. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri bagi
Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar Negeri, dipekerjakan/diperbantukan
pada negara sahabat atau sedang menjalankan tugas belajar
di luar negeri, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat
(4) huruf b.
(2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat
Pembina golongan ruang IV/a ke bawah dalam lingkungan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Lembaga
Pemerintah Non Departemen hanya dapat dijatuhkan oleh
Menteri/Sekretaris Negara.

404

DISIPLIN PEGAWAI

(3) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6


ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang
berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah dalam
lingkungan Daerah Otonom, hanya dapat dijatuhkan oleh Menteri
Dalam Negeri atas usul Gubernur Kepala Daerah yang
bersangkutan.
Pasal 8
Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf b huruf c, dan huruf d dapat mendelegasikan
sebagaian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan
kekuasaannya untuk menjatuhkan hukuman disiplin dalam
lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf
d, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dapat didelegasikan
kepada pejabat yang memangku jabatan struktural
serendah-rendahnya eselon V atau jabatan lain yang
setingkat dengan itu;
b. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dapat didelegasikan kepada
pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya
eselon IV atau pejabat lain yang setingkat dengan itu;
c. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) huruf a dapat
didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural
serendah-rendahnya eselon III atau jabatan lain yang setingkat
dengan itu;
d. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) dapat didelegasikan kepada
pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya
eselon II atau jabatan lain yang setingkat dengan itu;
e. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a dan huruf
b dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan
struktural eselon I atau jabatan lain yang setingkat dengan itu.

DISIPLIN PEGAWAI

405

Bagian Keempat
Tatacara Pemeriksaan, Penjatuhan, dan Penyampaian
Keputusan Hukuman Disiplin
Pasal 9
(1) Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang
menghukum wajib memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil
yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan :
a. secara lisan, apabila atas pertimbangan pejabat yang
berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan
oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat
mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
b. secara tertulis, apabila atas pertimbangan pejabat yang
berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan
oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat
mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4).
(3) Pemeriksaan Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan
pelanggaran disiplin, dilakukan secara tertutup.
Pasal 10
Dalam melakukan pemeriksaan, pejabat yang berwenang
menghukum dapat mendengar atau meminta keterangan dari orang
lain apabila dipandangnya perlu.
Pasal 11
Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dapat
memerintahkan pejabat bawahannya untuk memeriksa Pegawai
Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin.
Pasal 12
(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9, pejabat yang berwenang menghukum memutuskan jenis
hukuman disiplin yang dijatuhkan dengan mempertimbangkan
406

DISIPLIN PEGAWAI

secara seksama pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai


Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Dalam keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), antara lain harus disebutkan pelanggaran disiplin yang
dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pasal 13
(1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan hasil pemeriksaan
ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin, terhadapnya
hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin.
(2) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang pernah dijatuhi hukuman disiplin
yang kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya
sama, terhadapnya dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat
dari hukuman disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan kepadanya.
Pasal 14
(1) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) huruf a, dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh
pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan.
(2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) huruf b, dan huruf c, dinyatakan secara tertulis dan
disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(3) Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4), ditetapkan dengan surat
keputusan dan disampaikan oleh pejabat yang berwenang
menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(4) Penyampaian hukuman disiplin dilakukan secara tertutup.
Bagian
Kelima Keberatan atas Hukuman Disiplin
Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) tidak
dapat mengajukan keberatan.
DISIPLIN PEGAWAI

407

(2) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat
(4), dapat mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang
berwenang menghukum dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari terhitung mulai tanggal ia menerima keputusan hukuman
disiplin tersebut.
Pasal 16
(1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)
diajukan secara tertulis melalui saluran hirarki.
(2) Dalam surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
harus dimuat alasan-alasan dari keberatan itu.
Pasal 17
(1) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden tidak
dapat diajukan keberatan.
(2) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang
berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1), huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, tidak dapat
diajukan keberatan, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d.
Pasal 18
Setiap pejabat yang menerima surat keberatan atas penjatuhan
hukuman disiplin, wajib menyampaikannya kepada atasan pejabat
yang berwenang menghukum melalui saluran hirarki dalam jangka
waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima surat
keberatan itu.
Pasal 19
(1) Apabila ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi
hukuman disiplin, maka pejabat yang berwenang menghukum
yang bersangkutan wajib memberikan tanggapan atas keberatan
yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan
secara tertulis dan disampaikan kepada atasan pejabat yang
berwenang menghukum yang bersangkutan dalam jangka waktu
3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima suarat
keberatan itu.
408

DISIPLIN PEGAWAI

Pasal 20
(1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum yang menerima
surat keberatan tentang penjatuhan hukuman disiplin, wajib
mengambil keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu.
(2) Apabila dipandang perlu, maka atasan pejabat yang berwenang
menghukum dapat memanggil dan mendengar keterangan
pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan,
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, dan atau
orang lain yang dianggap perlu.
Pasal 21
(1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat
memperkuat atau mengubah hukuman disiplin yang dijatuhkan
oleh pejabat yang berwenang menghukum.
(2) Penguatan atau perubahan hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan surat keputusan atasan
pejabat yang berwenang menghukum.
(3) Terhadap keputusan atasan pejabat yang berwenang
menghukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), tidak dapat
diajukan keberatan.
Bagian Keenam
Berlakunya Keputusan Hukuman Disiplin
Pasal 22
(1) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(2) yang dijatuhkan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil berlaku
sejak tanggal disampaikan oleh pejabat yang berwenang
menghukum kepada yang bersangkutan.
(2) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(3) dan ayat (4) :
a. apabila tidak ada keberatan, mulai berlaku pada hari kelima
belas terhitung mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan menerima keputusan hukuman disiplin itu,
kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (4) huruf b,
DISIPLIN PEGAWAI

409

b. apabila ada keberatan, mulai berlaku sejak tanggal keputusan


atas keberatan itu, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b;
c. jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (4) huruf b, mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang menghukum.
(3) Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak
hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin,
maka hukuman disiplin itu berlaku pada hari ketiga puluh terhitung
mulai tanggal yang ditentukan untuk penyampaian keputusan
hukuman disiplin tersebut.
BAB IV
BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN
Pasal 23
(1) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang
IV/a ke bawah yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan
huruf d dapat mengajukan keberatan kepada Badan
Pertimbangan Kepegawaian.
(2) Badan Pertimbangan Kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dibentuk dengan Keputusan Presiden.
Pasal 24
(1) Badan Pertimbangan Kepegawaian wajib mengambil keputusan
mengenai keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil
kepadanya.
(2) Keputusan yang diambil oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian,
adalah mengikat dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak yang
bersangkutan.
BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 25
Apabila ada alasan-alasan yang kuat, pejabat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat meninjau
410

DISIPLIN PEGAWAI

kembali hukuman disiplin yang telah dijatuhkan oleh pejabat


bawahannya yang berwenang menghukum dalam lingkungannya
masing-masing.
Pasal 26
Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau mencapai batas
usia pensiun pada waktu sedang menjalani hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a dan b, dan
ayat (4) huruf a, dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin.
Pasal 27
(1) Ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi :
a. Calon Pegawai Negeri Sipil;
b. Pegawai bulanan di samping pensiun.
(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin sedang
atau berat, dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil.
(3) Hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada pegawai bulanan
disamping pensiun, hanyalah jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b.
Pasal 28
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 29
Ketentuan-ketentuan teknis tentang pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Hukuman jabatan yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini dan sedang dijalani oleh Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan tetap berlaku.
DISIPLIN PEGAWAI

411

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan
(Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 202) dan segala peraturan perundang-undangan
lainnya yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 32
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannnya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 1980
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Agustus 1980
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd

SUDHARMONO, SH

412

DISIPLIN PEGAWAI

PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 1980
TENTANG
PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
PENJELASAN UMUM
Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan nasional,
diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur
Negara, Abdi Negara, dan Abdi masyarakat yang penuh kesetiaan
dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara, dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik,
berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi,
dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan. Untuk membina Pegawai Negeri
Sipil yang demikian itu, antara lain diperlukan adanya
Peraturan Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban,
larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati, atau larangan
dilanggar. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur dengan jelas
kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar
oleh setiap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.
Selain dari pada itu dalam Peraturan Pemerintah diatur pula tentang
tata cara pemeriksaan, tata cara penjatuhan dan penyampaian
hukuman disiplin serta tata cara pengajuan keberatan apabila Pegawai
Negeri Sipil yang diatur hukuman disiplin itu merasa keberatan atas
hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya. Tujuan hukuman disiplin
adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang
melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap pejabat yang
berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu dengan
seksama Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin
itu. Hukuman, disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan
pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin itu
dapat diterima oleh rasa keadilan.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
DISIPLIN PEGAWAI

413

Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan
atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat.
ceramah, diskusi, melalui telpon, radio, televisi, rekaman atau
alat komunikasi lainnya. Tulisan adalah pernyataan pikiran dan
atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun
dalam bentuk gambar, karikatur, coretan, dari lain-lain yang
serupa dengan itu. Perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap
atau tindakan. Termasuk pelanggaran disiplin adalah setiap
perbuatan memperbanyak, mengedarkan, mempertontonkan,
menempelkan, menawarkan, menyimpan, memiliki tulisan atau
rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal
3, kecuali apabila hal itu dilakukan untuk kepentingan dinas.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Huruf a
Hukuman disiplin yang berupa tegoran lisan dinyatakan
dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang
berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang
melakukan pelanggaran disiplin. Apabila seorang atasan
menegor bawahannya tetapi tidak dinyatakan secara
tegas sebagai hukuman disiplin, bukan hukuman disiplin.
Huruf b
Hukuman disiplin yang berupa tegoran tertulis dinyatakan
414

DISIPLIN PEGAWAI

dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang


berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang
melakukan pelanggaran disiplin.
Huruf c
Hukuman disiplin yang berupa pernyataan tidak puas
dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat
yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri
Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.
Ayat (3)
Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam ayat ini, ditetapkan dengan surat keputusan oleh
pejabat yang berwenang menghukum.
Huruf a
Hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan gaji
berkala, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 3
(tiga) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Masa
penundaan kenaikan gaji berkala tersebut dihitung penuh
untuk kenaikan gaji berkala berikutnya.
Huruf b
Hukuman disiplin yang berupa penurunan gaji sebesar
satu kali kenaikan gaji berkala, ditetapkan untuk masa
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan untuk paling lama
1 (satu) tahun. Setelah masa menjalani hukuman disiplin
tersebut selesai, maka gaji pokok Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan langsung kembali pada gaji pokok
semula. Masa penurunan gaji tersebut dihitung penuh
untuk kenaikan gaji berkala berikutnya. Apabila dalam
masa menjalani hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat untuk
kenaikan gaji berkala, maka kenaikan gaji berkala
tersebut baru diberikan terhitung mulai bulan berikutnya
dari saat berakhirnya masa menjalani hukuman disiplin.
Huruf c
Hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan
pangkat ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun,
terhitung mulai tanggal kenaikan pangkat Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan dapat dipertimbangkan.

DISIPLIN PEGAWAI

415

Ayat (4)
Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam ayat ini, ditetapkan dengan surat keputusan oleh
pejabat yang berwenang menghukum.
Huruf a
Hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat pada
pangkat yang setingkat lebih rendah, ditetapkan untuk
masa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan, dan untuk
paling lama 1 (satu) tahun. Setelah masa menjalani
hukuman disiplin penurunan pangkat selesai, maka
pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dengan
sendirinya kembali pada pangkat yang semula. Masa
dalam pangkat terakhir sebelum dijatuhi hukuman disiplin
berupa penurunan pangkat, dihitung sebagai masa kerja
untuk kenaikan pangkat berikutnya. Kenaikan pangkat
berikutnya Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman
disiplin berupa penurunan pangkat, baru dapat
dipertimbangkan setelah Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
dikembalikan pada pangkat semula.
Huruf b
Hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan
adalah pembebasan dari jabatan organik. Pembebasan
dari jabatan berarti pula pencabutan segala wewenang
yang melekat pada jabatan itu. Selama pembebasan
dari jabatan, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
menerima penghasilan penuh kecuali, tunjangan jabatan.
Huruf c
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, apabila memenuhi
syarat masa kerja dan usia pensiun menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersangkutan
diberikan hak pensiun.
Huruf d
Cukup jelas

416

DISIPLIN PEGAWAI

Pasal 7
Ayat (1)
Pejabat yang berwenang menghukum bagi Pegawai
Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara,
diperbantukan/dipekerjakan pada perusahaan milik
negara, badan-badan internasional yang berkedudukan
di Indonesia, organisasi profesi, dan badan/instansi lain,
adalah pejabat yang berwenang menghukum yang
bersangkutan.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, maka pejabat yang berwenang
menghukum bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang
diperbantukan pada Daerah Otonom dan Pegawai Negeri
Sipil Daerah yang oleh Daerah Otonom yang
bersangkutan dipekerjakan/diperbantukan pada
perusahaan daerah atau instansi/badan lain, adalah
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
Huruf e
Pejabat sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, hanya
berwenang menjatuhkan jenis hukuman disiplin
sebagamana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat
(4) huruf b. Yang berwenang menjatuhkan jenis
hukuman disiplin lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf c, dan
huruf d, bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam huruf ini, adalah pejabat yang berwenang
menghukum dari instansi induk masing-masing.
Ayat (2)
Cukup jelas

DISIPLIN PEGAWAI

417

Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat 1
Tujuan pemeriksaan sebagimana dimaksud dalam ayat
ini, adalah untuk mengetahui apakah Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan benar atau tidak melakukan
pelanggaran disiplin, serta untuk mengetahui faktor-faktor
yang mendorong atau menyebabkan melakukan
pelanggaran disiplin itu. Pemeriksaan harus dilakukan
dengan teliti dan obyektif, sehingga dengan demikian
pejabat yang berwenang menghukum dapat
mempertimbangkan dengan seadil-adilnya tentang jenis
hukuman disiplin yang akan djatuhkan. Apabila Pegawai
Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin
tidak memenuhi panggilan untuk diperiksa tanpa alasan
yang sah, maka dibuat panggilan kedua. Panggilan
pertama dapat dilakukan secara lisan atau tertulis, sedang
panggilan kedua harus dibuat secara tertulis. Dalam
menentukan tanggal pemeriksaan berikutnya harus pula
diperhatikan waktu yang diperlukan untuk menyampaikan
surat panggilan. Apabila Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak
juga memenuhi panggilan kedua maka pejabat yang
berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin
berdasarkan bahan-bahan yang ada padanya.
Ayat (2) Huruf a
Pelanggaran disiplin yang mengakibatkan Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam huruf ini pada dasarnya
bersifat ringan, oleh sebab itu pemeriksaan cukup
dilakukan secara lisan.
Huruf b
Pemeriksaan secara tertulis dibuat dalam bentuk berita
acara dapat digunakan setiap saat apabila diperlukan.

418

DISIPLIN PEGAWAI

Ayat (3)
Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan
pelanggaran disiplin belum tentu bersalah, oleh sebab
itu pemeriksaan dilakukan secara tertutup. Yang
dimaksud dengan pemeriksaan secara tertutup adalah
bahwa pemeriksaan itu hanya dapat diketahui oleh
pejabat yang berkepentingan.
Pasal 10
Maksud dari Pasal ini, adalah untuk mendapatkan keterangan
yang lebih lengkap dalam rangka usaha menjamin obyektivitas.
Pasal 11
Pada dasarnya pemeriksaan harus dilakukan oleh pejabat yang
berwenang menghukum. Tetapi untuk mempercepat
pemeriksaan, maka pejabat yang berwenang menghukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf c, dan huruf d dapat memerintahkan pejabat lain
untuk melakukan pemeriksaan itu, dengan ketentuan bahwa
pejabat yang diperintahkan melakukan pemeriksaan itu tidak
boleh berpangkat, atau memangku jabatan yang lebih rendah
dari Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa. Perintah untuk
melakukan pemeriksaan itu dapat diberikan secara lisan atau
tertulis. Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e dan Pasal 8, harus
melakukan sendiri pemeriksaan tersebut Pemeriksaan terhadap
Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran
disiplin yang untuk menjatuhkan hukuman disiplin terhadapnya
menjadi wewenang Presiden, dilakukan oleh pimpinan instansi
yang bersangkutan.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Maksud dari pencantuman pelanggaran disiplin yang
ditakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam keputusan
hukuman disiplin, adalah agar Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan mengetahui pelanggaran disiplin yang
dilakukannya.

DISIPLIN PEGAWAI

419

Pasal 13
Ayat (1)
Ada kemungkinan, bahwa pada waktu dilakukan
pemeriksaan terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil yang
disangka melakukan sesuatu pelanggaran disiplin,
ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan telah
melakukan beberapa pelanggaran disiplin. Dalam hal yang
sedemikian, maka terhadap Pegawai Negeri Sipil tersebut
hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin.
Hukuman disiplin yang akan dijatuhkan itu, haruslah
dipertimbangkan dengan seksama, sehingga setimpal
dengan pelanggaran disiplin yang dilakukannya dan dapat
diterima oleh rasa keadilan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Hukuman disiplin disampaikan secara langsung, kepada
Pegawai Negeri Sipil yang dihukum oleh pejabat yang
berwenang menghukum. Penyampaian hukuman disiplin
itu dapat dihadiri oleh pejabat yang diserahi urusan
kepegawaian dan dapat pula dihadiri oleh pejabat lain
asalkan pangkat atau jabatannya tidak lebih rendah dari
Pegawai Negeri Sipil yang dihukum.
Pasal 15
Ayat (1)
Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat(2), adalah hukuman disiplin yang ringan dan telah

420

DISIPLIN PEGAWAI

selesai dijalankan segera setelah hukuman disiplin itu


dijatuhkan, oleh sebab itu tidak dapat diajukan keberatan.
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berhak
mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang
berwenang menghukum apabila menurut pendapatnya
hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya tidak atau
kurang setimpal, atau pelanggaran disiplin yang menjadi
alasan bagi hukuman disiplin itu tidak atau kurang benar.
Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia
menerima keputusan hukuman disiplin tersebut.
Keberatan yang diajukan melebihi 14 (empat belas) hari
tidak dipertimbangkan.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Alasan-alasan keberatan harus dibuat dengan jelas dan
lengkap.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Keberatan atas hukuman disiplin diajukan melalui saluran
hirarki, oleh sebab itu harus melalui pejabat yang
berwenang menghukum. Pejabat yang berwenang
menghukum wajib mempelajari dengan seksama
keberatan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan
membuat tanggapan tertulis atas keberatan itu.
DISIPLIN PEGAWAI

421

Ayat (2)
Untuk memudahkan pelaksanaan pemeriksaan lebih
lanjut, maka pejabat yang berwenang menghukum
mengirimkan sekaligus tanggapannya, surat keberatan,
dan berita acara pemeriksaan kepada atasan pejabat
yang berwenang menghukum.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tujuan dari ayat ini, adalah untuk mendapatkan bahanbahan yang lebih lengkap sebagai bahan untuk
mempertimbangkan dan mengambil keputusan.
Pasal 21
Ayat (1)
Apabila atasan pejabat yang berwenang menghukum
mempunyai alasan-alasan yang cukup, maka ia dapat
mengadakan perubahan terhadap keputusan disiplin yang
telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
menghukum baik dalam arti memperingan,
memperberat, atau membatalkan hukuman disiplin
tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Huruf a
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin sedang
dan berat dapat mengajukan keberatan dalam jangka
422

DISIPLIN PEGAWAI

waktu 14 (empat belas) hari. Apabila dalam jangka waktu


14 (empat belas) hari itu Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan tidak mengajukan keberatan, maka hal
ini berarti ia menerima keputusan hukuman disiplin itu,
oleh sebab itu hukuman disiplin tersebut harus
dijalankannya mulai hari ke 15 (lima belas).
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diingini terutama
dalam rangka usaha menyelamatkan kekayaan Negara,
maka jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b perlu dilaksanakan dengan
segera.
Pasal 23 sampai dengan Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Dalam rangka usaha melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri
Sipil dengan sebaik-baiknya, maka para pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf
d wajib mengikuti dan memperhatikan keadaan yang
berlangsung dalam lingkungannya masing-masing dan
mengambil tindakan yang diperlukan tepat pada waktunya.
Dalam hubungan ini maka para pejabat tersebut dapat
meninjau kembali hukuman disiplin yang telah dijatuhkan oleh
para pejabat yang berwenang menghukum dalam
lingkungannya masing-masing, apabila ia mempunyai alasanalasan yang kuat yang didasarkan pada keteranganketerangan dan atau bukti-bukti yang cukup dan meyakinkan.
Pasal 26 sampai dengan Pasal 32
Cukup jelas

DISIPLIN PEGAWAI

423

Jakarta, 30 Oktober 1980


Kepada
Yth : 1. Semua Menteri yang memimpin
Departemen
2. Jaksa Agung
3. Semua Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara
4. Semua Pimpinan Lembaga
pemerintah Non departemen
5. Semua kepala Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri
6. Semua Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I
7. Semua Bupati/Walikotamadya
Kepala daerah Tingkat II
di
TEMPAT
SURAT EDARAN
NOMOR : 23/SE/1980
TENTANG
PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
I. PENDAHULUAN
1. UMUM
a. Dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1980 tentang
Pokokpokok Kepegawaian Pasal 29, dinyatakan bahwa
untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan
tugas, diadakan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
b. Sebagai pelaksanaan dari Undangundang Nomor 8
Tahun 1974 pasal 29 tersebut, maka telah dikeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

424

DISIPLIN PEGAWAI

c. Untuk menjamin keseragaman dan dalam rangka


memperlancar pelaksanaannya maka dipandang perlu
mengeluarkan surat edaran tentang petunjuk teknis
pelaksanaan peraturan disiplin PNS.
2. DASAR
a. Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok
Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041).
b. Peraturan pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 tentang
Badan Administrasi Kepegawaian Negara (Lembaran
Negara Tahun 1972 Nomor 42)
c. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam usaha swasta
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3201)
d. PP Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS
(Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan
Lembaran Negara 3176)
3. TUJUAN
Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi pejabat yang
bersangkutan dalam melaksanakan Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil di lingkungannya masingmasing.
4. PENGERTIAN
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
a. Peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan
yang mengatur kewajiban, larangan, dan sanksi apabila
kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh
Pegawai Negeri Sipil.
b. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau
perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik yang dilakukan
di dalam maupun di luar jam kerja.
c. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada
Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
DISIPLIN PEGAWAI

425

d. Pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat


yang diberi wewenang menjatuhkan hukuman disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
e. Atasan pejabat yang berwenang menghukum adalah
atasan langsung dari pejabat yang berwenang
menghukum.
f. Perintah kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh
atasan yang berwenang mengenai atau yang ada
hubungannya dengan kedinasan.
g. Peraturan kedinasan adalah peraturan yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang mengenai kedinasan atau
yang ada hubungannya dengan kedinasan.
h. Perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan.
i.

Ucapan adalah setiap katakata yang diucapkan di


hadapan atau dapat didengar oleh orang lain, seperti
dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon, radio,
televisi, rekaman atau alat komunikasi lainnya.

j.

Tulisan adalah pernyataan pikiran dan atau perasaan


secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun dalam
bentuk gambar, karikatur, coretan, dan lainlain yang
serupa dengan itu.

II. PELANGGARAN DISIPLIN


1. Kewajiban yang harus ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil,
adalah sebagai mana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.
2. Larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Pegawai
Negeri Sipil, adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.
3. Setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980, adalah pelanggaran disiplin.
4. Termasuk pelanggaran disiplin adalah setiap perbuatan
memperbanyak, mengedarkan, mempertontonkan,
menempelkan, menawarkan, menyimpan, memiliki tulisan
atau rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk
426

DISIPLIN PEGAWAI

melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2


dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980,
kecuali hal itu dilakukan untuk kepentingan dinas.
III. TINGKAT DAN JENIS HUKUMAN DISIPLIN
1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari :
a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang; dan
c. hukuman disiplin berat
2. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis
3. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari :
a. penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1
(satu) tahun;
b. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala
untuk paling lama 1 (satu) tahun; dan
c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu)
tahun.
4. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari :
a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih
rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun;
b. pembebasan dari jabatan;
c. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; dan
d. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil.
IV. PEJABAT YANG BERWENANG MENGHUKUM
1. Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin
terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran
peraturan disiplin adalah;
DISIPLIN PEGAWAI

427

a. Presiden, bagi Pegawai Negeri Sipil yang :


(1) Berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b
ke atas, sepanjang mengenai hukuman disiplin :
(a) Pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil
(Pasal 6 ayat (4) huruf c Peraturan Pemerintah
Nomor 30 tahun 1980);
(b) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil (Pasal 6 (4) huruf d Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980).
(2) Memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan
lain yang wewenang pengangkatan dan
pemberhentiannya berada di tangan Presiden,
sepanjang mengenai pembebasan dari jabatan (Pasal
8 ayat (4) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 1980), umpamanya pembebasan dari jabatan
sekretaris jenderal Inspektur Jenderal, Direktur
Jenderal, Kepala Badan, dan lainlain.
b. Menteri yang memimpin Departemen dan Jaksa Agung,
bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing
masing, kecuali jenis hukuman disiplin :
(1) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat
sebagai pegawai Negeri Sipil bagi Pegawai Negeri Sipil
yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang
IV/b ke atas.
(2) Pembebasan dari jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil
yang memangku jabatan struktural eselon I atau
jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan
pemberhentiannya berada di tangan Presiden.
c. Pimpinan kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara dan Pimpinan lembaga Pemerintah
Nondepartemen, bagi Pegawai Negeri Sipil dalam
lingkungannya masingmasing, kecuali jenis hukuman
disiplin :
(1) Pemberhentian tidak atas dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil bagi Pegawai
428

DISIPLIN PEGAWAI

Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I


golongan ruangan IV/b atas.
(3) Pembebasan dari jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil
yang memangku jabatan struktural eselon I atau
jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan
pemberhentiannya berada di tangan Presiden.
d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Pegawai Negeri Sipil
Pusat yang diperkerjakan/diperbantukan pada Daerah
Otonom dan bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam
lingkungannya masingmasing, kecuali jenis hukuman
disiplin :
(1) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil
(2) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil bagi Pegawai
Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah
Otonom.
(3) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil bagi Pegawai
Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Tingkat
I golongan ruang IV/b ke atas.
e. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, bagi
Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri, dipekerjakan/
diperbantukan pada negara sahabat atau sedang
menjalankan tugas belajar di luar negeri, sepanjang
mengenai jenis hubungan disiplin :
(1) Teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak
puas secara tertulis (Pasal 6 ayat (2) Peraturan
Pemerintah nomor 30 tahun 1980).
(2) Pembebasan dari jabatan (Pasal 6 ayat (4) huruf b
Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980)
2. Menteri/Sekretaris Negara, adalah pejabat yang berwenang
menjatuhkan jenis hukuman disiplin pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (Pasal 6 ayat
(4) huruf d Peraturan pemerintah Nomor 30 Tahun 1980)
bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan
ruang IV/a ke bawah dalam lingkungan Kesekretariatan

DISIPLIN PEGAWAI

429

Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Lembaga Pemerintah


Non departemen.
3. Menteri dalam Negeri adalah pejabat yang berwenang
menjatuhkan jenis hukuman disiplin pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (Pasal 6 ayat
(4) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980)
bagi Para Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat
Pembina golongan ruang IV/a kebawah atas usul Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
4. Penjatuhan jenis hukuman disiplin pemberhentian dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri
Sipil bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada
Daerah Otonom yang berpangkat Pembina golongan ruang
IV/a ke bawah, adalah menjadi wewenang Menteri/Pimpinan
Lembaga yang berangkutan.
5. Penjatuhan jenis hukuman disiplin pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil bagi Pegawi
Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom
yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah,
adalah menjadi wewenang Menteri yang bersangkutan.
6. penjatuhan hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil yang
dipekerjakan pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar
negeri, dipekerjakan/diperbantukan pada negara sahabat,
atau sedang menjalankan tugas belajar di luar negeri, adalah
menjadi wewenang pejabat yang berwewenang menghukum
sesuai dengan wewenangnya masingmasing kecuali jenis
hukuman disiplin Teguran lisan, Teguran tertulis, pernyataan
tidak puas secara tertulis, dan pembebanan dari jabatan.
7. Penjatuhan hukuman Disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil yang
diangkat menjadi Pejabat Negara, diperbantukan/dipekerjakan
pada perusahaan milik negara, badanbadan internasional
yang berkedudukan di Indonesia, organisasi profesi, dan
badan/instansi lain, adalah menjadi wewenang dari pejabat
yang berwenang menghukum sesuai dengan wewenangnya
masingmasing.
8. Menteri yang memimpin Departemen, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan
Lembaga Pemerintah Nondepartemen dan gubernur Kepala
Daerah Tingkat I dengan surat keputusan dapat
mendelegasikan sebagai wewenangnya kepada pejabat
430

DISIPLIN PEGAWAI

bawahannya untuk menjatuhkan hukuman disiplin dalam


lingkungannya masingmasing dengan ketentuan sebagai
berikut;
a. Kepada pejabat yang memangku jabatan struktural
eselon V atau jabatan lain yang setingkat dengan itu
dapat didelegasikan wewenang untuk menjatuhkan jenis
hukuman disiplin Teguran lisan.
b. Kepada pejabat yang memangku jabatan struktural
eselon IV atau jabatan lain yang setingkat dengan itu
dapat didelegasikan wewenang untuk menjatuhkan jenis
hukuman disiplin :
(1) Teguran lisan;
(2) Teguran tertulis
(3) Pernyataan tidak puas secara tertulis.
c. Kepala pejabat yang memangku jabatan struktural eselon
III atau jabatan lain yang setingkat dengan itu dapat
didelegasikan wewenang untuk menjatuhkan jenis
hukuman disiplin.
(1) Teguran lisan;
(2) Teguran tertulis,
(3) Pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1
(satu) tahun
d. Kepada pejabat yang memangku jabatan struktural
eselon II atau jabatan lain yang setingkat dengan itu
dapat didelegasikan wewenang untuk menjatuhkan jenis
hukuman disiplin
(1) Teguran lisan;
(2) Teguran tertulis;
(3) Pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1
(satu) tahun.
(5) Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala
untuk paling lama 1 (satu) tahun;
(6) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1
(satu) tahun.

DISIPLIN PEGAWAI

431

e. Kepada pejabat yang memangku jabatan struktural


eselon I atau jabatan lain yang setingkat dengan itu
dapat didelegasikan wewenang untuk menjatuhkan
hukuman disiplin :
(1) Teguran lisan;
(2) Teguran tertulis;
(3) Pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1
(satu) tahun.
(5) Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala
untuk paling lama 1 (satu) tahun;
(6) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1
(satu) tahun.
(7) Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih
rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun :
(8) Pembebasan dari jabatan.
9. Wewenang untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin yang
tidak dapat didelegasikan, adalah :
a. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil;
b. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil;
10. Wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin yang dapat
didelegasikan adalah menurut contoh sebagai tersebut dalam
lampiran I Surat Edaran ini.
11. Pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
menjatuhkan hukuman disiplin, tidak dapat mendelegasikan
lagi wewenangnya itu kepada pejabat lain.
12. Surat Keputusan tentang pendelegasian wewenang untuk
menjatuhkan hukuman disiplin, dibuat menurut contoh
sebagai tersebut dalam lampiran II Surat Edaran ini.
V. TATA CARA PEMERIKSAAN
1. UMUM
a. Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang
berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu
432

DISIPLIN PEGAWAI

Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran


disiplin.
b. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui apakah
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan benar atau tidak
melakukan pelanggaran disiplin, serta untuk mengetahui
faktorfaktor yang mendorong atau menyebabkan
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan melakukan
pelanggaran disiplin serta untuk mengetahui faktorfaktor
yang mendorong atau menyebabkan Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin itu.
c. Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan obyektif,
sehingga dengan demikian pejabat yang berwenang
menghukum dapat mempertimbangkan dengan seksama
tentang jenis hukuman disiplin yang akan di lakukan oleh
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
2. PANGGILAN
a. Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran
disiplin, dipanggil untuk diperiksa oleh pejabat yang
berwenang menghukum atau pejabat lain yang ditunjuk
olehnya.
b. Pada dasarnya panggilan itu dilakukan dengan lisan, tetapi
apabila sukar dilakukan dengan lisan, maka panggilan itu
dilakukan secara tertulis.
c. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan
pelanggaran disiplin, tidak memenuhi panggilan pertama,
maka dibuat panggilan kedua, panggilan kedua harus
dilakukan secara tertulis. Dalam menentukan tanggal
untuk memenuhi panggilan berikutnya, harus pula
diperhatikan waktu yang diperlukan untuk menyempaikan
surat panggilan.
d. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan
pelanggaran disiplin itu tidak memenuhi panggilan kedua,
maka hal itu tidak menghalangi penjatuhan hukuman
disiplin.
e. Surat panggilan dibuat menurut contoh sebagai tersebut
dalam lampiran III Surat Edaran ini.

DISIPLIN PEGAWAI

433

3. PEMERIKSAAN
a. Sebelum melakukan pemeriksaan, pejabat yang
berwenang menghukum atau pejabat lain yang ditunjuk
olehnya, mempelajari lebih dahulu dengan seksama
laporanlaporan atau bahanbahan mengenai
pelanggaran disiplin yang disangka dilakukan oleh Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.
b. Pada dasarnya pemeriksaan harus dilakukan oleh pejabat
yang berwenang menghukum.
c. Pemeriksaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang disangka
melakukan pelanggaran disiplin yang untuk menjatuhkan
hukuman disiplin terhadapnya menjadi wewenang
Presiden dilakukan oleh pimpinan instansi yang
bersangkutan.
Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil yang
berpangkat Pembina Tingkat I golongan
ruang IV/b disangka melakukan
pelanggaran disiplin. Pemeriksaan
terhadap pegawai Negeri Sipil tersebut
dilakukan oleh pimpinan instansi yang
bersangkutan, umpamanya Menteri, atau
pejabat lain yang ditunjuk olehnya. Apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan itu
Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat dijatuhi
jenis hukuman disiplin pemberhentian tidak
dengan hormat, maka pimpinan instansi
yang bersangkutan mengajukan hal itu
kepada Presiden disertai dengan berita
acara lengkap.
d. Untuk mempercepat pemeriksaan, maka Menteri, Jaksa
Agung, Pimpinan kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen,
dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dapat
memerintahkan pejabat bawahannya dalam lingkungannya
kekuasaannya untuk melakukan pemeriksaan terhadap
Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran
disiplin, dengan Ketentuan bahwa pejabat yang
diperintahkan untuk melakukan pemeriksaan itu tidak boleh
berpangkat atau memangku jabatan yang lebih rendah
dari Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa.

434

DISIPLIN PEGAWAI

e. Perintah untuk melakukan pemeriksaan itu dapat dilakukan


secara lisan atau tertulis, satu dan lain hal bergantung
kepada keadaan dan keperluan.
f.

Surat perintah untuk melakukan pemeriksaan dibuat


menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran IV Surat
Edaran ini.

g. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan


pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
menjatuhkan hukuman disiplin harus melakukan sendiri
pemeriksaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang disangka
melakukan pelanggaran disiplin.
h. Pemeriksaan dilakukan secara lisan atau tertulis.
i.

Pada tingkat pertama, pemeriksaan dilakukan secara


lisan. Apabila menurut hasil pemeriksaan secara lisan itu,
Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran
disiplin itu cukup dijatuhi dengan tingkat hukuman disiplin
ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980,
pemeriksaan tidak perlu dilanjutkan secara tertulis. Tetapi
apabila menurut hasil pemeriksaan secara lisan itu,
pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran
disiplin itu akan dapat dijatuhi tingkat hukuman disiplin
sedang atau berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (3) dan (4) Peraturan pemerintah Nomor 30
Tahun 1980, maka pemeriksaan di lanjutkan secara
tertulis.

j.

Pemeriksaan secara tertulis dibuat dalam bentuk berita


acara, menurut contoh sebagaimana tersebut dalam
lampiran V Surat Edaran ini.

k. Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa karena disangka


melakukan sesuatu pelanggaran disiplin, wajib menjawab
segala pertanyaan yang diajukan oleh pejabat yang
berwenang menghukum atau pejabat yang diperintahkan
untuk melakukan pemeriksaan.
l.

Apabila Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa itu tidak mau


menjawab pertanyaan, maka ia dianggap mengakui
pelanggaran disiplin yang disangkakan kepadanya.

m. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa mempersulit


pemeriksaan, maka hal itu wajib dilaporkan oleh pemeriksa

DISIPLIN PEGAWAI

435

kepada pejabat yang berwenang menghukum menurut


contoh sebagai tersebut dalam Lampiran VI surat
Edaran ini.
n. Berita Acara Pemeriksaan ditandatangani oleh pemeriksa
dan Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa. Apabila ada isi
berita acara pemeriksaan itu yang menurut pandapat
Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa tidak sesuai dengan
apa yang ia ucapkan, maka hal itu diberitahukan kepada
pemeriksa dan pemeriksa wajib memperbaikinya.
o. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa menolak untuk
menandatangai berita acara pemeriksaan, maka berita
acara pemeriksaan itu cukup ditandatangani oleh
pemeriksa dengan menyebutkan dalam berita acara
pemeriksaan, bahwa Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa
menolak menandatangani berita acara pemeriksaan.
Walaupun Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa menolak
untuk menandatangani berita acara pemeriksaan
tersebut, namun tetap dapat digunakan sebagai bahan
untuk menjatuhkan hukuman disiplin.
p. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup, dalam arti bahwa
pemeriksaan itu hanya dapat diketahui oleh pejabat yang
berkepentingan.
q. Apabila dipandang perlu, pejabat yang berwenang
menghukum dapat meminta keterangan mengenai atau
yang menyangkut pelanggaran disiplin itu dari orang lain.
Satu dan lain hal untuk melengkapi keterangan dan
menjamin obyektifitas.
VI.PENJATUHAN HUKUMAN
1. UMUM
a. Tujuan hukuman disiplin, adalah untuk memperbaiki dan
mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan
pelanggaran disiplin.
b. Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin pejabat yang
berwenang menghukum wajib lebih dahulu mempelajari
dengan teliti hasilhasil pemeriksaan, serta wajib
memperhatikan dengan seksama faktorfaktor yang
mendorong atau menyebabkan Pegawai Negeri Sipil
436

DISIPLIN PEGAWAI

melakukan atau menyebabkan Pegawai Negeri Sipil


melakukan pelanggaran disiplin itu.
c. Walaupun wujud pelanggaran disiplin sama, tetapi faktor
faktor yang mendorong untuk melakukan pelanggaran
disiplin itu berbeda, maka jenis hukuman disiplin yang
akan dijatuhkan pun berbeda juga.
2. PERTIMBANGAN DALAM MENENTUKAN JENIS
HUKUMAN DISIPLIN
a. Dalam menentukan jenis hukuman disiplin yang akan
dijatuhkan haruslah dipertimbangkan dengan seksama
bahwa hukuman disiplin yang akan dijatuhkan itu setimpal
dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga
hukuman disiplin itu dapat diterima oleh rasa keadilan.
Umapamnya : 1. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang
untuk pertama kalinya terlambat
masuk kerja, cukup diperingatkan saja
(bukan merupakan hukuman disiplin).
Apabila dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan telah diperingkatkan sampai tiga
kali, tetapi masih terlambat juga
masuk kerja, kepadanya wajar
dijatuhkan jenis hukuman disiplin
Teguran lisan.
2. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang
tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 10 (sepuluh) hari berturut
turut, kepadanya wajar langsung
dijatuhkan jenis hukuman disiplin
penundaan kenaikan gaji berkala.
3. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang
turut aktif dalam suatu gerakan yang
menentang Pemerintah, kepadanya
wajar langsung dijatuhkan jenis
hukuman disiplin pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil.
b. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang pernah dijatuhi hukuman
disiplin yang kemudian melakukan pelanggaran disiplin
yang sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi hukuman
DISIPLIN PEGAWAI

437

disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir


yang pernah dijatuhkan kepadanya.
Umpamanya : 1. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang
telah dijatuhi jenis hukuman disiplin
Teguran lisan karena telah berkalikali
terlambat masuk kerja. Walaupun
kepadanya telah dijatuhkan jenis
hukuman disiplin teguran lisan tetapi
ia tidak merubah sikapnya dan terus
juga terlambat, maka jenis hukuman
disiplin yang dijatuhkan kepadanya
adalah teguran tertulis dan begitu
seterusnya.
2. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang telah
dijatuhi jenis hukuman disiplin teguran
lisan karena pulang sebelum jam kerja
berakhir. Setelah itu ke padanya
dijatuhkan lagi jenis hukuman disiplin
teguran tertulis karena melakukan
pelanggaran disiplin yang sifatnya
sama. Kemudian ia dijatuhi jenis
hukuman disiplin penudaan kenaikan
pangkat karena menyalahgunakan
barangbarang
negera
yang
dipercayakan kepadanya Beberapa
waktu kemudian ia meninggalkan
pekerjaan sebelum jam kerja berakhir.
Untuk pelanggaran disiplin yang
terakhir ini, maka kepadanya dijatuhkan
jenis hukuman disiplin pernyataan tidak
puas secara tertulis.
3. TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN
a. TEGURAN LISAN
(1) Jenis hukuman disiplin yang berupa teguran lisan,
dinyatakan oleh pejabat yang berwenang menghukum
kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan
pelanggaran disiplin dalam suatu ruangan.
(2) Dalam menyatakan jenis hukuman disiplin teguran
lisan, pejabat yang berwenang menghukum
438

DISIPLIN PEGAWAI

memberitahukan kepada Pegawai Negeri Sipil yang


dijatuhi hukuman disiplin tentang pelanggaran disiplin
yang dilakukan.
Catatan : Apabila seorang pejabat yang berwenang
menghukum menegor bawahannya, tetapi tidak
dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin,
maka teguran yang demikian bukan hukuman disiplin.
(3) Setiap jenis hukuman disiplin teguran lisan yang
dijatuhkan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil, wajib
di beritahukan secara tertulis oleh pejabat yang
berwenang menghukum yang bersangkutan kepada
pejabat yang mengurus kepegawaian, menurut
contoh sebagai tersebut dalam lampiran VII Surat
Edaran ini.
b. TEGURAN TERTULIS
(1) Jenis hukuman disiplin yang berupa teguran tertulis
ditetapkan dengan surat keputusan menurut
contoh sebagai tersebut dalam lampiran VIII Surat
Edaran ini.
(2) Dalam surat hukuman teguran tertulis itu, harus di
sebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
c. PERNYATAAN TIDAK PUAS SECARA TERTULIS
(1) Jenis hukuman disiplin yang berupa pernyataan
keputusan menurut contoh sebagai tersebut dalam
lampiran IV Surat Edaran ini.
(2) Dalam surat hukuman pernyataan tidak puas secara
tertulis itu, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang
dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
d. PENUNDAAN KENAIKAN GAJI BERKALA
(1) Jenis hukuman disiplin yang berupa penundaan
kenaikan gaji berkala, ditetapkan dengan surat
keputusan, menurut contoh sebagai tersebut dalam
lampiran X Surat Edaran ini.

DISIPLIN PEGAWAI

439

(2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penundaan


kenaikan gaji berkala, ditetapkan, untuk masa
sekurang kurannya 3 (tiga) bulan dan untuk masa
paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin penundaan
kenaikan gaji berkala, harus disebutkan pelanggaran
disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
(4) Masa penundaan kenaikan gaji berkala, dihitung penuh
untuk masa kenaikan gaji berkala berikutnya :
Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama
Amat NIP. 260101222, pangkat
Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/
d dijatuhi hukuman disiplin penundaan
kenaikan gaji berkala selama 6 (enam)
bulan. Hukuman disiplin tersebut mulai
berlaku pada tanggal 20 Nopember
1980. Pada tanggal 1 Desember 1980
ia mempunyai masa kerja golongan 16
tahun 6 bulan dan gaji pokok sebesar
Rp. 46.000,- pada tanggal 1 Juni 1980
ia sebenarnya dapat dipertimbangkan
untuk mendapat kenaikan gaji berkala
sebesar Rp. 2.800,- dengan masa kerja
golongan 17 tahun dalam golongan
ruang II/d, sehingga gaji pokoknya
seharusnya menjadi Rp. 49.200,-.
Dalam hal yang sedemikian Sdr. Amat
tersebut mulai bulan Juni sampai
dengan Nopember 1981, tetap
menerima gaji pokok Rp. 46.400,- dan
baru terhitung mulai tanggal 1
Desember 1981, gaji pokoknya
dinaikkan menjadi Rp. 49.200,-. Karena
masa penundaan kenaikan gaji berkala
dihitung penuh untuk masa kenaikan
gaji berkala berikutnya, maka kenaikan
gaji berkala berikutnya bagi Sdr. Amat
tersebut mulai berlaku pada tanggal 1
Juni 1983.

440

DISIPLIN PEGAWAI

e. PENURUNAN GAJI
(1) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan gaji
sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala ditetapkan
dengan surat keputusan, menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran XI Surat Edaran ini.
(2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan gaji
ditetapkan untuk masa sekurang kurangnya 3 (tiga)
bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin penurunan
gaji, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang
dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
(4) Setelah masa menjalani hukuman disiplin penurunan
gaji selesai, maka gaji pokok Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan langsung kembali pada gaji pokok
semula. Masa penurunan gaji tersebut dihitung penuh
untuk kenaikan gaji berkala berikutnya. Apabila dalam
masa menjalani hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan memenuhi syarat syarat untuk
kenaikan gaji berkala, maka kenaikan gaji berkala
tersebut baru diberikan terhitung mulai bulan
berikutnya dari saat berakhirnya masa menjalani
hukuman disiplin.
Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama
Barnabas NIP. 620145372, pangkat
Pengatur, golongan ruang II/c, dijatuhi
hukuman disiplin berupa penurunan gaji
sebesar satu kali, kenaikan gaji berkala
selama 1 (satu) tahun, hukuman disiplin
tersebut mulai berlaku pada tanggal
17 Desember 1980. Pada waktu
dijatuhi hukuman disiplin tersebut ia
mempunyai masa kerja golongan 18
tahun 8 bulan dengan gaji pokok
sebesar Rp. 46.400,- andaikata Sdr.
Barnabas tersebut tidak dijatuhi
hukuman disiplin berupa penurunan
gaji, maka sebenarnya terhitung mulai
tanggal 1 September 1981 ia berhak
atas kenaikan gaji berkala sebesar Rp.

DISIPLIN PEGAWAI

441

2.600 sehingga gaji pokoknya menjadi


Rp. 49.000,- sesuai dengan masa kerja
golongan 19 tahun dalam golongan
ruang II/c. Dalam hal yang
sedemikian maka :
1. Terhitung mulai tanggal 1 Januari
1981 gaji pokok Sdr. Barnabas
tersebut diturunkan sebesar satu
kali kenaikan gaji berkala yaitu Rp.
2.600 sehingga gaji pokok yang
diterimanya menjadi Rp. 43.800,2. Penurunan gaji pokok tersebut
berlangsung sampai dengan bulan
Desember 1981.
3. Terhitung mulai tanggal 1 Januari
1982, gaji pokok Sdr. Barnabas
tersebut kembali menjadi Rp.
46.400,4. Andai kata ia tidak dijatuhi hukuman
disiplin, maka sebenarnya terhitung
mulai tanggal 1 September 1981 ia
berhak atas kenaikan gaji berkala.
Apabila selama ia menjalani
hukuman disiplin itu DP-3nya bernilai
ratarata sekurangkurangnya
cukup, maka kepadanya dapat
diberikan kenaikan gaji berkala
sebesar Rp. 2.600 sehingga gaji
pokoknya menjadi Rp. 49.000,5. Karena masa penurunan gaji
sebagai hukuman disiplin dihitung
penuh untuk masa kenaikan gaji
berikutnya, bagi Sdr. Barnabas
tersebut dapat diberikan terhitung
mulai tanggal 1 September 1983.
f.

PENUNDAAN KENAIKAN PANGKAT


(1) Jenis hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan
pangkat ditetapkan dengan surat keputusan, menurut

442

DISIPLIN PEGAWAI

contoh sebagai tersebut dalam lampiran XII Surat


Edaran ini.
(2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penundaan
kenaikan pangkat itu, ditetapkan untuk masa
sekurangkurangnya 6 (enam) bulan dan untuk paling
lama 1 (satu) tahun, terhitung mulai tanggal kenaikan
pangkat yang bersangkutan dapat dipertimbangkan.
Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama
Badu NIP. 139099786, pangkat
Pengatur Muda, golongan ruang II/a,
terhitung mulai tanggal 1 Oktober
1978. Sdr. Badu tersebut melakukan
sesuatu pelanggaran disiplin pada
tanggal 8 Agustus 1982, oleh sebab
itu ia dijatuhi hukuman disiplin berupa
penundaan kenaikan pangkat selama
6 (enam) bulan pada tanggal 10
Agustus 1982. berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku
kenaikan pangkat regulernya sebagai
Pengatur Muda Tingkat I golongan
ruang II/b dapat dipertimbangkan
terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1982,
akan tetapi karena ia dijatuhi hukuman
disiplin berupa penundaan kenaikan
pangkat selama 6 (enam) bulan, maka
kenaikan pangkat reguler bagi Sdr. Badu
tersebut sebagai Pengatur Muda
Tingkat I golongan ruang II/b baru
dapat dipertimbangkan untuk masa
kenaikan pangkat 1 April 1983. Kenaikan
pangkat reguler berikutnya baru dapat
dipertimbangkan untuk masa kenaikan
pertimbangkan untuk masa kenaikan.
(3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin penundaan
kenaikan pangkat, harus disebutkan pelanggaran
disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.

DISIPLIN PEGAWAI

443

g. PENURUNAN PANGKAT
(1) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat
pada pangkat yang setingkat lebih rendah ditetapkan
dengan surat keputusan, menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran XIII Surat Edaran ini.
(2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan
pangkat ditetapkan untuk masa sekurangkurangnya
6 (enam) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin penurunan
pangkat harus disebutkan pelanggaran disiplin yang
dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(4) Setelah masa menjalani hukuman disiplin penurunan
pangkat selesai maka pangkat Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan dengan sendirinya kembali kepada
pangkat yang semula.
(5) Masa dalam pangkat terakhir sebelum dijatuhi
hukuman disiplin berupa penurunan pangkat, dihitung
sebagai masa kerja untuk kenaikan pangkat
berikutnya. Kenaikan pangkat berikutnya Pegawai
Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa
penurunan pangkat, baru dapat dipertimbangkan
setelah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
sekurangkurangnya 1 (satu) tahun dikembalikan
pada pangkat semula.
Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama
Badri, NIP. 280000125, pangkat Penata
Muda golongan ruang III/a dan gaji
pokok Rp. 51.100,-.Karena Sdr. Badri
tersebut melakukan suatu pelanggaran
disiplin, maka ia dijatuhi hukuman disiplin
berupa penurunan pangkat setingkat
lebih rendah menjadi Pengatur Tingkat
I golongan ruang II/d untuk masa 6
(enam) bulan. Keputusan hukuman
disiplin itu mulai berlaku tanggal 25
September 1980, dalam hal yang
sedemikian maka :
1. Terhitung mulai tanggal 1 Oktober
1980 gaji pokok Sdr. Badri turun
menjadi Rp. 46.400,444

DISIPLIN PEGAWAI

2. terhitung mulai tanggal 25 Maret


1981, pangkatnya dengan
sendirinya kembali menjadi Penata
Muda golongan ruang III/a.
3. terhitung mulai tanggal 1 April 1981.
gaji pokoknya dengan sendirinya
kembali menjadi Rp. 51.100,h. PEMBEBASAN DARI JABATAN
(1) Jenis hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari
jabatan ditetapkan dengan surat keputusan menurut
contoh sebagai tersebut dalam lampiran XIV Surat
Edaran ini.
(2) Dalam surat keputusan hukuman disiplin pembebasan
dari jabatan, harus disebutkan pelanggaran disiplin
yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yagn
bersangkutan.
(3) Selama menjalani hukuman disiplin pembebasan dari
jabatan, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
masih tetap menerima penghasilan penuh sebagai
Pegawai Negeri Sipil kecuali tunjangan jabatan.
(4) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin
berupa pembebasan dari jabatan, baru dapat diangkat
lagi dalam sesuatu jabatan setelah ia sekurang
kurangnya 1 (satu) tahun menjalani hukuman disiplin
pembebasan dari jabatan itu. Dalam waktu 1 (satu)
tahun itu, kiranya sudah cukup waktu menilai apakah
kepadanya sudah dapat dipercayakan sesuatu
jabatan lain.
i.

PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT TIDAK ATAS


PERMINTAAN SENDIRI SEBAGAI PEGAWAI NEGERI SIPIL
(1) Jenis hukuman disiplin yang berupa pemberhentian
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
Pegawai Negeri Sipil ditetapkan denga surat Keputusan
menurut contoh sebagai berikut dalam lampiran XV
Surat Edaran ini.

DISIPLIN PEGAWAI

445

(2) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin


pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberikan hak
hak kepegawaian sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
(3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, harus disebutkan
pelanggaran disiplin yang dilakukan Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan.
j.

PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT SEBAGAI


PEGAWAI NEGERI SIPIL
(1) Jenis hukuman disiplin yang berupa pemberhentian
tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
ditetapkan dengan surat keputusan menurut contoh
sebagai tersebut dalam lampiran XVI Surat Edaran
ini.
(2) Pegawai Negeri Sipil yag dijatuhi hukuman disiplin
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil tidak diberikan hakhak kepegawaiannya,
kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang
undangan.
(3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin
pemberhentian tidak dengan hormat sebagi Pegawai
Negeri Sipil harus disebutkan pelanggaran disiplin yang
dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

4. TATA CARA PENYAMPAIAN HUKUMAN DISIPLIN


a. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin dipanggil
untuk menerima keputusan hukuman disiplin. Apabila
panggilan pertama tidak dipenuhi, maka dikirimkan
panggilan kedua dengan memperhatikan waktu yang
diperlukan untuk penyampaian panggilan itu. Apabila
panggilan kedua tidak dipenuhi juga, maka ia dianggap
telah menerima keputusan hukuman disiplin itu.
b. Penyampaian hukuman disiplin dilakukan dalam suatu
ruangan dan dapat dihadiri oleh pejabat yang diserahi
urusan kepegawaian serta dapat pula dihadiri oleh pejabat
446

DISIPLIN PEGAWAI

c.

d.

e.

f.

lain yang dipandang perlu, asalkan pangkat atau


jabatannya, tidak lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil
yag dijatuhi hukuman disiplin.
Pada prinsipnya, penyampaian hukuman disiplin itu di
lakukan sendiri oleh pejabat yang berwenang
menghukum.
Apabila tempat kedudukan pejabat yang berwenang
menghukum dan tempat Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi
hukuman disiplin berjauhan, maka pejabat yang
berwenang menghukum dapat menunjuk pejabat lain
dalam lingkungannya untuk menyempaikan hukuman
disiplin itu, asalkan pangkat atau jabatannya tidak lebih
rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman
disiplin.
Hukuman disiplin yang ditetapkan dengan keputusan
Presiden disampaikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang
dijatuhi hukuman disiplin oleh pimpinan instansi induknya.
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin yang
tidak hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman
disiplin, dianggap telah menerima keputusan hukuman
disiplin itu.

VII. KEBERATAN ATAS KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN


1. YANG TIDAK DAPAT DIAJUKAN KEBERATAN
a. Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden
tidak dapat diajukan keberatan.
b. Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat
yang berwenang menghukum yang berupa jenis hukuman
disiplin :
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; dan
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis; tidak dapat
diajukan keberatan
c. Terhadap hukuman disiplin berupa :
(1) penundaan kenaikan gaji berkala;
(2) penurunan gaji;

DISIPLIN PEGAWAI

447

(3) penundaan kenaikan pangkat; dan


(4) penurunan pangkat.
Yang dijatuhkan oleh Menteri, Jaksa Agung, pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, tidak dapat diajukan
keberatan.
d. Terhadap jenis hukuman disiplin yang berupa pembebasan
dari jabatan, tidak dapat diajukan keberatan.
2. YANG DAPAT DIAJUKAN KEBERATAN KEPADA
PEJABAT YANG BERWENANG MENGHUKUM
a. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu jenis hukuman
disiplin kecuali jenis hukuman disiplin sebagai mana dimaksud
dalam angka 1 di atas dapat mengajukan keberatan
kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum
melalui saluran hirarki, apabila menurut pendapatnya
hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya tidak atau
kurang setimpal, atau pelanggaran disiplin yang menjadi
alasan bagi hukuman disiplin yang menjadi alasan bagi
hukuman disiplin itu tidak atau kurang benar.
b. Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia
menerima keputusan hukuman disiplin itu. Keberatan yang
diajukan melebihi 14 (empat belas) hari tidak
dipertimbangkan (kadaluarsa).
c. Keberatan tersebut diajukan secara tertulis. Dalam surat
keberatan itu harus dimuat alasanalasan dari keberatan
itu secara lengkap.
d. Setiap pejabat yang menerima surat keberatan atas
penjatuhan hukuman disiplin, wajib menyampaikannya
kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum
melalui saluran hirarki dalam jangka waktu 3 (tiga) hari
kerja terhitung mulai tanggal ia menerima surat
keberatan itu.
e. Pejabat yang berwenang menghukum yang mengirim
surat keberatan atas keputusan hukuman disiplin yang
dijatuhkannya, wajib membuat tanggapan tertulis atas
keberatan itu. Kemudian tanggapan tersebut, surat
448

DISIPLIN PEGAWAI

keberatan, berita acara pemeriksaan, dan keputusan


hukuman disiplin harus disampaikan kepada atasan
pejabat yang erwenang menghukum dalam jangka waktu
3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima
surat keberatan itu.
f.

Atasan pejabat yang berwenang menghukum yang


menerima surat keberatan tentang hukuman disiplin, wajib
mengambil keputusan atas keberatan yang diajukan oleh
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima
surat keberatan itu. Apabila dipandang perlu, maka atasan
pejabat yang berwenang menghukum dapat memanggil
dan mendengar keterangan pejabat yang berwenang
menghukum yang bersangkutan, Pegawai Negeri Sipil
yang dijatuhi hukuman disiplin, dan atau orang lain yang
dianggap perlu.

g. Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat


memperkuat atau mengubah hukuman disiplin yang
dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
Penguatan atau perubahan hukuman disiplin itu,
ditetapkan dengan surat keputusan atasan pejabat yang
berwenang menghukum, menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran XVIII Surat Edaran ini.
h. Terhadap keputusan hukuman disiplin yang ditetapkan
oleh atasan pejabat yang berwenang menghukum
sebagaimana dimaksud dalam huruf g, tidak dapat
diajukan keberatan.
i.

Perhitungan waktu mengajukan keberatan dan mengambil


keputusan adalah menurut contoh sebagai berikut :

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat


keputusan memberikan delegasi wewenang kepada
setiap Kepala Bagian untuk menjatuhkan hukuman
disiplin dilingkungannya masingmasing berupa
Teguran lisan, Teguran tertulis, pernyataan tidak puas
secara tertulis, dan penundaan kenaikan gaji berkala.
Sdr. Suardi NIP. 138912251, golongan ruang II/d,
jabatan Kepala Urusan, dijatuhi hukuman disiplin
berupa penundaan kenaikan gaji berkala untuk masa
1 (satu) tahun oleh Kepala Bagiannya.

DISIPLIN PEGAWAI

449

Surat keputusan hukuman disiplin itu tertanggal 21


Nopember 1980, tetapi baru diterimanya tanggal 22
Nopember 1980. sdr. Suardi tersebut mengajukan
keberatan atas hukuman disiplin itu karena menurut
pendapatnya alasan bagi penjatuhan hukuman disiplin
itu tidak benar. Surat keberatan tersebut disampaikan
oleh Sdr. Suardi kepada Kepala Sub Bagiannya pada
tanggal 5 Desember 1980 dan diterima oleh Kepala
sub Bagiannya pada hari itu juga.
(1) Kepala Sub Bagian harus sudah menyampaikan
surat keberatan itu kepada Kepala bagian
selambatlambatnya tanggal 8 Desember 1980
(tanggal 7 Desember 1980 Jatuh hari Minggu);
(2) Apabila surat keberatan itu diterima oleh Kepala
Bagian pada tanggal 8 Desember 1980, maka ia
harus membuat tanggapan atas keberatan itu
secara tertulis. Kemudian surat keberatan,
tanggapan beserta berita acara pemeriksaan
disampaikan kepada Kepala Biro selambat
lambatnya pada tanggal 10 Desember 1980.
(3) Apabila Kepala Biro menerima berkas surat
keberatan tersebut tanggal 10 Desember 1980,
maka ia sudah harus mengambil keputusan atas
keberatan itu selambatlambatnya pada tanggal
8 Januari 1981.
3. YANG DAPAT DIAJUKAN KEBERATAN KEPADA BADAN
PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN
a. Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan
ruang IV/a ke bawah yang dijatuhi hukuman disiplin :
(1) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil.
Dapat mengajukan keberatan kepada Badan
Pertimbangan Kepegawaian melalui saluran hirarki apabila
menurut pendapatnya hukuman disiplin yang dijatuhkan
kepadanya tidak atau kurang setimpal, atau pelanggaran

450

DISIPLIN PEGAWAI

disiplin yang menjadi alasan bagi hukuman disiplin itu tidak


atau kurang benar.
b. Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia
menerima keputusan hukuman disiplin itu. Keberatan yang
diajukan melebihi 14 (empat belas) hari tidak
dipertimbangkan (kadaluarsa).
c. Keberatan tersebut diajukan secara tertulis. Dalam surat
keberatan itu harus dimuat alasan alasan dari keberatan
itu secara lengkap.
d. Setiap pejabat yang menerima surat keberatan atas
hukuman disiplin, wajib menyampaikannya kepada
Badan Pertimbangan, wajib menyampaikannya kepada
Badan Pertimbangan Kepegawaian melalui saluran
hirarki dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung
mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu.
e. Pejabat yang berwenang menghukum yang menerima
surat keberatan atas keputusan hukuman disiplin yang
dijatuhkannya, wajib membuat tanggapan tertulis atas
keberatan itu. Kemudian tanggapan tersebut, surat
keberatan, berita acara pemeriksaan, dan keputusan
hukuman disiplin, harus disampaikan kepada Badan
Pertimbangan Kepegawaian dalam jangka waktu 3 (tiga)
hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima surat
keberatan itu.
f.

Badan Pertimbangan Kepegawaian wajib memeriksa dan


mempertimbangkan dengan seksama keberatan yang
diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
dan tanggapan yang diberikan oleh pejabat yang
berwenang menghukum, serta mengambil keputusan atas
keberatan itu dalam waktu yang sesingkat mungkin.

g. Keputusan yang diambil oleh Badan Pertimbangan


Kepegawaian, adalah mengikat dan wajib dilaksanakan
oleh semua pihak yang bersangkutan, baik oleh Pegawai
Negeri Sipil yang mengajukan keberatan atau pun oleh
pejabat yang berwenang menghukum.
h. Perhitungan waktu mengajukan keberatan dan
memberikan tanggapan, adalah menurut contoh sebagai
berikut :

DISIPLIN PEGAWAI

451

1. Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Salim, NIP.


120222334, pangkat Penata Muda Tingkat I golongan
ruang III/b, ditempatkan sebagai Kepala Bagian pada
KANWIL DITJEN Perhubungan Darat di Irian Jaya,
dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
Pegawai Negeri Sipil oleh Menteri Perhubungan karena
ia melakukan pelanggaran disiplin yang menurut
pendapat Menteri Perhubungan pelanggaran disiplin
yang dilakukan oleh Salim menodai nama baik
Departemen Perhubungan.
2. Surat keputusan hukuman disiplin itu tertanggal 1
Nopember 1980, Sdr. Salim tersebut mengajukan
keberatan atas hukuman disiplin itu, karena menurut
pendapatnya hukuman disiplin itu tidak setimpal
dengan pelanggaran disiplin yang dilakukannya.
3. Surat keberatan tersebut diajukan oleh Sdr. Salim
kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian melalui
Kepala KANWIL DITJEN Perhubungan Darat Irian
Jaya pada tanggal 1 Desember 1980 dan diterima
oleh Kepala kanwil DITJEN Perhubungan Darat Irian
Jaya pada hari itu juga.
4. Kepala KANWIL DITJEN Perhubungan Darat Irian
Jaya menyampaikan surat keberatan itu kepada
Menteri Perhubungan melalui pos pada tanggal 3
Desember 1980. Surat keberatan itu diterima oleh
bagian tata usaha Sekretariat Jenderal Departemen
Perhubungan tanggal 18 Desember 1980.
5. Menteri Perhubungan dinas ke luar daerah mulai
tanggal 17 Desember 1980 sampai dengan tanggal
31 Desember 1980 dan baru masuk kantor pada
tanggal 2 Januari 1981. Oleh sebab itu surat
keberataan Sdr. Salim tersebut baru disampaikan
kepada Menteri Perhubungan pada tanggal 2 Januari
1981.
6. Dalam hal yang sedemikian, maka Menteri
perhubungan harus membuat tanggapan atas
keberatan itu. Kemudian tanggapan tersebut surat
keberatan, berita acara pemeriksaan, dan keputusan
hukuman disiplin yang bersangkutan harus

452

DISIPLIN PEGAWAI

disampaikan kepada Badan Pertimbangan


Kepegawaian selambatlambatnya pada tanggal 5
Januari 1981.
VIII.BERLAKUNYA KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN
1. Jenis Hukuman Disiplin.
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pernyatan tidak puas scara tertulis.
Mulai berlaku sejak tanggal disampaikan oleh pejabat yang
berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang
dijatuhi hukuman disiplin.
2. Keputusan hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden,
Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Pegawai Negeri
Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, kecuali jenis hukuman
disiplin :
a. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil;
b. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil.
3. Jenis hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan
mulai berlaku sejak tanggal keputusan hukuman disiplin itu
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum dan
harus segera dilaksanakan.
4. Apabila tidak ada keberataan, maka jenis hukuman disiplin :
a. penundaan kenaikan gaji berkala;
b. penurunan gaji;
c. penundaan kenaikan pangkat;
d. penurunan pangkat;
e. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil;
f.

pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai


Negeri Sipil.

DISIPLIN PEGAWAI

453

mulai berlaku pada hari ke 15 (lima belas) terhitung mulai


tanggal penyampaian surat keputusan hukuman disiplin itu
kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
5. Apabila ada keberatan, maka jenis hukuman disiplin :
a. penundaan kenaikan gaji berkala;
b. penurunan gaji;
c. penundaankenaikan pangkat;
d. penurunan pangkat;
e. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil;
f.

pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai


Negeri Sipil mulai berlaku sejak tanggal keputusan atas
keberatan itu ditetapkan oleh atasan pejabat yang
berwenang menghukum atau oleh Badan Pertimbangan
Kepegawaian.

6. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin


tidak hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman
disiplin, maka hukuman disiplin itu berlaku pada hari ketiga
puluh terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk
penyampaian keputusan hukuman disiplin tersebut.
IX. LAINLAIN
1. UMUM
a. Apabila Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga
pemerintah Nondepartemen, Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I mempunyai bukti atau alasanalasan yang
cukup tetang adanya hal hal yang tidak wajar mengenai
penjatuhan hukuman disiplin, ia dapat meninjau kembali
hukuman disiplin yang telah dijatuhkan oleh pejabat
bawahannya.
b. Apabila pejabat yang berwenang menghukum tidak ada,
maka yang mengambil keputusan adalah atasan dari
pejabat yang berwenang menghukum.
c. Hukuman disiplin yang dijatuhkan terhadap seorang
Pegawai Negeri Sipil tidak mengurangi kemungkinan

454

DISIPLIN PEGAWAI

tuntutan pidana terhadap yang bersangkutan menurut


peraturan perundangundangan yang berlaku.
d. Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalani hukuman
disiplin tidak dapat dinaikkan gaji berkala atau pengkatnya.
e. Surat panggilan, berita acara pemeriksaan, laporan surat
pemberitahuan, surat keputusan dan bahan lain yang
menyangkut hukuman disiplin adalah bersifat rahasia.
2. PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN YANG MENJADI
WEWENANG PRESIDEN.
a. Apabila ada Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/b
keatas atau Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan
eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan
dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden, yang
akan dijatuhi hukuman disiplin, maka hal itu diajukan oleh
pimpinan instansi induk yang bersangkutan kepada
Presiden.
b. Berkas berita acara pemeriksaan dan bahanbahan lain
yang bersangkutan yang berisi pelanggaran disiplin yang
disangka dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil tersebut,
disampaikan kepada Presiden dan tembusannya kepada
badan Pertimbangan Kepegawaian.
c. Badan Pertimbangan Kepegawaian berkewajiban
memberikan pertimbangan sebagai bahan Presiden dalam
mengambil keputusan.
3. HAPUSNYA KEWAJIBAN MENJALANKAN HUKUMAN
DISIPLIN
a. Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia pada waktu
sedang menjalani jenis hukuman disiplin;
(1) penundaan kenaikan gaji berkala;
(2) penurunan gaji;
(3) penurunan pangkat;
dianggap telah selesai menjalankan hukuman disiplin
b. Pegawai Negeri Sipil yang mencapai batas usia pensiun
pada waktu sedang menjalani jenis hukuman disiplin :
(1) Penundaan kenaikan gaji berkala;

DISIPLIN PEGAWAI

455

(2) Penurunan gaji;


(3) Penurunan pangkat;
Dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin
4. CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
Calon Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin
tingkat sedang atau berat dinyatakan tidak memenuhi syarat
untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan diberhentikan
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai calon Pegawai
Negeri Sipil.
5. PEGAWAI BULANAN DI SAMPING PENSIUN
Pegawai bulanan di samping pensiun dapat dijatuhi hukuman
disiplin :
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pernyataan tidak puas secara tertulis;
d. pembebasan dari jabatan;
6. KARTU HUKUMAN
a. Setiap jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan, dicatat
dalam kartu Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil ,
menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XVIII
Surat Edaran ini.
b. Kartu hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil disimpan
dan dipelihara dengan baik oleh pejabat yang diserahi
urusan kepegawaian.
c. Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil pindah dari instansi
yang satu ke instansi yang lain, maka Kartu Hukuman
disiplin Pegawai Negeri Sipil dikirimkan oleh pimpinan instansi
lama kepada pimpinan instansi baru.
7. PEMBATASAN BERUSAHA
a. Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I
golongan ruang III/d ke bawah, yang akan melakukan
456

DISIPLIN PEGAWAI

kegiatan usaha dagang, baik secara resmi maupun


sambilan, menjadi, direksi, pimpinan atau komisaris suatu
perusahaan swasta, wajib mendapat izin tertulis dari
pejabat yang berwenang.
b. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf
a di atas, yang pada waktu diundangkannya Peraturan
Pemerintah nomor 30 tahun 1980 telah dan bermaksud
akan terus melakukan kegiatan usaha dagang, baik secara
resmi maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau
komisaris, perusahaan swasta, wajib juga mendapat izin
tertulis dari pejabat yang berwenang.
c. Untuk mendapatkan izin tersebut Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan mengajukan permohonan tertulis
kepada pejabat yang berwenang. Dalam permohonan
izin itu harus disebutkan antara lain :
(1) Bentuk usaha dagang;
(2) Kedudukan dalam usaha dagang (direksi, pimpinan,
komisaris);
(3) Tempat usaha dagang;
(4) Izin usaha dagang (kalau ada).
d. Pejabat yang berwenang yang menerima permintaan
izin untuk melakukan kegiatan usaha dagang sebagai
tersebut di atas, mempertimbangkan permintaan izin itu
dengan seksama dengan memperhatikan halhal sebagai
berikut :
(1) Apabila dalam melakukan kegiatan usaha dagang
tersebut akan mengganggu pelaksanaan tugas
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, atau dapat
menurunkan atau mencemarkan kehormatan atau
martabat Pegawai Negeri Sipil, maka permintaan izin
itu ditolak.
(2) Apabila dalam melakukan kegiatan usaha dagang
tersebut tidak akan mengganggu pelaksanaan tugas
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan atau tidak
akan menurunkan atau mencemarkan kehormatan
atau martabat Pegawai Negeri Sipil, maka permintaan
izin itu dapat dikabulkan.
e. Izin untuk melakukan usaha dagang, menjadi direksi
pimpinan atau komisaris perusahaan swasta, dibuat
DISIPLIN PEGAWAI

457

menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XIX


Surat Edaran Ini.
Catatan : Pejabat yang berwenang yang dimaksud disini,
adalah pejabat yang berwenang menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975
jo Surat Edaran Kepala badan Administrasi
Kepegawaian Negara Nomor 12/SE/1975
tanggal 14 Oktober 1975.
f. Izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang
sebagaiman dimaksud di atas, bukan izin usaha dagang,
oleh sebab itu Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
harus memiliki izin usaha dagang menurut peraturan
perundangundangan yang berlaku.
8. KEWAJIBAN MELAPOR
a. Apabila pejabat yang berwenang menghukum pada waktu
memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang disampaikan
melakukan pelanggaran disiplin berpendapat bahwa
berdasarkan hasil pemeriksaannya hukuman disiplin yang
wajar dijatuhkan adalah di luar wewenangnya maka
pejabat tersebut wajib melaporkan hal itu kepada pejabat
yang berwenang menghukum yang lebih tinggi menurut
saluran hirarki. Laporan tersebut disertai dengan hasil
hasil pemeriksaan dan bahanbahan lain yang diperlukan.
Pejabat yang berwenang menghukum yang lebih tinggi
tersebut wajib memperhatikan dan mengambil keputusan
atas laporan itu.
b. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau pejabat lain yang
diberikan delegasi wewenang olehnya untuk menjatuhkan
hukuman disiplin, apabila menjatuhkan hukuman disiplin
kepada Pegawai Negeri Sipil Pusat yang dipekerjakan/
diperbantukan pada Daerah otonom, berkewajiban
melaporkannya secara tertulis kepada pimpinan instansi
induk dengan melampirkan tembusan surat keputusan
hukuman disiplin tersebut.

458

DISIPLIN PEGAWAI

X. KETENTUAN PERALIHAN
1. Pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil
sebelum berlakunya Peraturan pemerintah Nomor 30 Tahun
1980, tetapi belum dijatuhkan hukuman jabatan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952, diproses
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980.
2. Hukuman jabatan yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintahan Nomor 30 tahun 1980 dan sedang
dijalani oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tetap
berlaku.
XI.PENUTUP
1. Untuk memperjelas segala sesuai mengenai pelaksanaan,
maka dalam Surat Edaran dilampirkan salinan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 tahun 1980, sebagai tersebut dalam
lampirna XX Surat Edaran ini.
2. Hal hal pelaksanaan teknis yang belum cukup diatur dalam
Surat Edaran ini akan diatur kemudian.
3. Apabila dijumpai kesulitan dalam melaksanakan Surat Edaran
ini, diharap agar dengan segera menghubungi Kepala Badan
Administrasi Kepegawian Negara untuk mendapatkan
penyelesaian selanjutnya.
4. Harap Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaik baiknya
oleh pejabat yang berkepentingan.
KEPALA BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
Cap/ttd
AE. MANIHURUK
TEMBUSAN :
Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada :

DISIPLIN PEGAWAI

459

1. Bapak Presiden, sebagai laporan


2. Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara sebagai laporan
3. Menteri Sekretaris Negara Sebagai laporan
4. Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal Inspektur Jenderal
dan kepala badan/Pusat
5. Pertinggal

460

DISIPLIN PEGAWAI

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 33 TAHUN 1995
TENTANG
PEMBENTUKAN PANITIA GERAKAN DISIPLIN NASIONAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang

a. bahwa sikap dan perilaku yang baik dan benar


dari para penyelenggaraan negara beserta
seluruh rakyat Indonesia dalam mematuhi dan
melaksanakan hukum dan norma kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
mempunyai peranan yang sangat penting
untuk keberhasilan pembangunan nasional;
b. bahwa salah satu tugas pokok dan sasaran
Kabinet Pembangunan VI ialah meningkatkan
disiplin nasional yang dipelopori oleh aparatur
negara menuju terwujudnya pemerintahan
yang bersih dan berwibawa dalam memberikan
pelayanan pada rakyat Indonesia;
c. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan
pernahaman dan pelaksanaan disiplin nasional,
pertu diupayakan pembinaan secara terpadu,
serentak dan komprehensif menjadi suatu
Gerakan Disiplin Nasional;
d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di
atas, dipandang perlu membentuk Panitia
Gerakan Disiplin Nasional dengan Keputusan
Presiden;

Mengingat

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

DISIPLIN PEGAWAI

461

MEMUTUSKAN
Menetapkan :

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA GERAKAN
DISIPLIN NASIONAL.

Pasal 1
(1) Untuk lebih menunjang tercapainya disiplin nasional dibentuk
Panitia Gerakan Disiplin Nasional, yang selanjutnya dalam
Keputusan Presiden ini disebut Panitia Disiplin.
(2) Panitia Disiplin berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden.
Pasal 2
Panitia Disiplin bertugas:
a. Merumuskan konsepsi, rencana dan program gerakan disiplin
nasional secara terpadu, serentak dan komprehensif;
b. Menyampaikan usulan kebijakan dan saran tindak yang diperlukan
kepada Presiden untuk pengambilan keputusan maupun petunjuk
yang diperlukan bagi terselenggaranya gerakan disiplin nasional
dengan lancar dan tertib;
c. Mengkoordinasikan rencana program dan kegiatan seluruh
instansi/lembaga yang berkaitan dengan gerakan disiplin nasional;
d. Menggerakkan seluruh potensi masyarakat untuk turut berperan
serta dalam Gerakan Disiplin Nasional;
e. Mengendalikan dan mengawasi rencana program dan
pelaksanaan kegiatan gerakan disiplin nasional baik di Pusat
maupun Daerah.
Pasal 3
Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia Disiplin menyelenggarakan
fungsi :
a. Mengadakan pertemuan secara berkala dengan para pejabat
terkait, para ahli dan tokoh masyarakat serta tokoh agama,
dengan pendekatan interdisipliner;
b. Memantau pelaksanaan dan upaya penyelenggaraan program
Gerakan Disiplin Nasional oleh masing-masing instansi di
lingkungannya;
462

DISIPLIN PEGAWAI

c. Memberikan petunjuk dan pengarahan dalam pelaksanaan


program Gerakan Disiplin Nasional.
Pasal 4
Susunan keanggotaan Panitia Disiplin terdiri dan :
1. Ketua
2. Anggota

3. Sekretaris

: Menteri Koordinator Bidang Politik dan


Keamanan;
: 1. Menteri Dalam Negeri;
2. Menteri Pertahanan Keamanan;
3. Menteri Kehakiman;
4. Menteri Penerangan;
5. Menteri Perhubungan;
6. Menteri Tenaga Kerja;
7. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
8. Menteri Kesehatan;
9. Menteri Agama;
10. Menteri Negara Kependudukan/Kepala
Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional;
11. Menteri Negara Urusan Peranan
Wanita;
12. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga;
13. Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara;
14. Panglima Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia;
: Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Politik
dan Keamanan.
Pasal 5

(1) Untuk menunjang kelancaran tugas Panitia Disiplin, Ketua Panitia


Disiplin dapat membentuk Tim Asistensi yang beranggotakan
wakil-wakil dari Departemen/lnstansi Pemerintah terkait;
(2) Untuk menunjang kelancaran tugas Panitia Disiplin di bidang
administrasi, Ketua Panitia Disiplin dapat membentuk Sekretariat
Panitia Disiplin dengan menggunakan satuan kerja di lingkungan
Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan;
(2) Tata cara pelaksanaan tugas Tim Asistensi dan Sekretariat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
DISIPLIN PEGAWAI

463

oleh Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan selaku


Ketua Panitia Disiplin.
Pasal 6
Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan Panitia
Disiplin dibebankan kepada Anggaran Belanja Kantor Menteri
Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, sedangkan biaya
pelaksanaan program oleh masing-masing instansi baik di Pusat
maupun di daerah dibebankan kepada anggaran belanja instansi
masing-masing.
Pasal 7
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan selaku Ketua Panitia
Disiplin, secara berkala melaporkan pelaksanaan tugas Panitia Disiplin
kepada Presiden.
Pasal 8
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Salinan sesuai aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan
ttd
Lambock V. Nahattands, SH

464

DISIPLIN PEGAWAI

Nomor

:
Sifat
:
Lampiran:
Perihal :

B.36/MENKO/POLKAM/6/95 Jakarta, 5 Juni 1995


Segera
1 (satu) Buletin GDN
Kepada Yth. :
Penjelasan Gerakan
1. Para Sdr. Menteri
Disiplin Nasional.
Kabinet Pembangunan VI;
2. Sdr. Panglima ABRI;
3. Sdr. Jaksa Agung RI;
4. Sdr. Gubernur Bank
Indonesia;
5. Sdr. Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non
Departemen
diJAKARTA

Dalam rangka menggelorakan Gerakan Disiplin Nasional sesuai

Keppres No. 33 Tahun 1995 tanggal 23 Mei 1995 yang telah


dicanangkan oleh Bapak Presiden RI pada HARKITNAS tanggal 20
Mei 1995, diharapkan kesediaan Saudara untuk dapat :

1. Menggelorakan Gerakan Disiplin Nasional dalam jajaran birokrasi


Saudara dalam bentuk :
a. Mewujudkan Budaya Tertib, antara lain membiasakan antri
dan kepatuhan terhadap segala bentuk peraturan perundangundangan yang berlaku;
b. Melaksanakan Budaya Bersih dengan membuang sampan
pada tempatnya dan mengadakan inspeksi rutin mingguan
pada hari Jumat jam 10.00-11.00;
c. Melakukan Budaya Kerja tepat waktu sesuai program.
2. Meneruskan dan menjelaskan tentang Gerakan Disiplin Nasional
kepada para Pimpinan BUMN/Perusahaan Swasta/Ormas yang
secara teknis sektoral berada dalam pembinaan Departemen/
Kantor Saudara untuk dapat diteruskan kepada para anggotanya
melalui jalur organisasi masing-masing (vide buletin GDN
terlampir).
Penjelasan tersebut diharapkan dapat selesai dilaksanakan sebelum
Agustus 1995.

DISIPLIN PEGAWAI

465

Atas perhatian dan kerjasama Saudara disampaikan terima kasih.


MENTERI NEGARA KOORDINATOR
BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN
SELAKU
KOORDINATOR PENGENDALI
GERAKAN DISIPLIN NASIONAL
ttd
SOESILO SOEDARMA

466

DISIPLIN PEGAWAI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOORDINATOR


BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KEP-01/MENKOPOLKAM/6/1995
TENTANG
TIM ASISTENSI PANITIA GERAKAN DISIPLIN NASIONAL
MENTERI NEGARA KOORDINATOR
BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:

a. bahwa, dalam upaya menunjang tercapainya


disiplin nasional di segala bidang kehidupan,
dengan Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1995
telah dibentuk Panitia Gerakan Disiplin Nasional;
b. bahwa, guna membantu kelancaran tugas Panitia
Gerakan Disiplin Nasional secara efektif dan
efisien, perlu dibentuk Tim Asistensi dan sebuah
sekretariat.

Mengingat :

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor;


12 Tahun 1978 tentang Kedudukan, Tugas Pokok,
Fungsi dan Tata kerja Menteri Koordinator serta
Susunan Organisasi Staf Menteri Koordinator;
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor:
96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet
Pembangunan VI;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
33 Tahun 1995 tentang Pembentukan Panitia
Gerakan Disiplin Nasional.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : 1. Membentuk Tim Asistensi Panitia Gerakan Disiplin


Nasional yang beranggotakan dari unsur
Depertemen/lnstansi terkait dengan tugas, dan
susunan anggota sebagai berikut:
a. Tugas.

DISIPLIN PEGAWAI

467

1) Membantu Panitia Gerakan Disiplin Nasional


dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
2) Menyiapkan konsep rencana, program dan
pengawasan kegiatan Gerakan Disiplin nasional,
sebagai bahan masukan bagi Panitia Gerakan
Disiplin Nasional.
3) Mengadakan koordinasi tehnis dan konsultasi
dengan Instansi Pemerintah/Swasta di Pusat
dan di Daerah serta dengan organisasi
kemasyarakatan yang terkait.
4) Memantau, mengevaluasi dan menyiapkan
laporan pelaksanaan Gerakan Disiplin Nasional
secara berkala.
b. Susunan Anggota sesuai lampiran dari
keputusan ini.
2. Pembiayaan kegiatan rutin seperti jamuan rapat,
honorarium, alat tulis kantor cetakan/
penggandaan dan perjalanan dinas dalam rangka
pemantauan Gerakan Disiplin Nasional dibebankan
kepada Anggaran Belanja Rutin Kantor Menteri
Koordinator Bidang Politik dan Keamanan.
3. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian
hari terjadi kekeliruan akan diadakan pembetulan
seperlunya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 7 Juni 1995
MENTERI NEGARA KOORDINATOR
BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN

ttd

SOESILO SOEDARMAN

468

DISIPLIN PEGAWAI

Tembusan Yth. :
1. Bapak Presiden RI (sebagai laporan);
2. Bapak Wakil Presiden RI;
3. Sdr. Menteri Dalam Negeri;
4. Sdr. Menteri Pertahanan Keamanan;
5. Sdr. Menteri Kehakiman;
6. Sdr. Menteri Penerangan;
7. Sdr. Menteri Perhubungan;
8. Sdr. Menteri Tenaga Kerja;
9. Sdr. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
10. Sdr. Menteri Kesehatan;
11. Sdr. Menteri Agama;
12. Sdr. Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN;
13. Sdr. Menteri Negara Urusan Peranan Wanita;
14. Sdr. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga;
15. Sdr. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara;
16. Sdr. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
17. Sdr. Para Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I.

DISIPLIN PEGAWAI

469

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 68 TAHUN 1995
TENTANG
HARI KERJA DI LINGKUNGAN LEMBAGA PEMERINTAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

a. Bahwa berdasarkan penilaian pelaksanaan uji


coba penerapan 5 (lima) hari kerja dalam satu
minggu yang dilaksanakan selama satu tahun
terakhir, penerapan hari dan jam kerja yang baru
perlu dilaksanakan secara bertahap dilingkungan
Lembaga Pemerintah baik Tingkat Pusat maupun
di lingkungan Pemerintah Daerah;
b. bahwa untuk memberi landasan hukum yang
cukup bagi pelaksanaan hari dan jam kerja yang
baru tersebut, dipandang perlu menetapkan
dengan Keputusan Presiden;

mengingat

1. Pasal 4 ayat (1) Undang Undang Dasar 1945;


2. Undang undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil

470

DISIPLIN PEGAWAI

(Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50,


Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG HARI KERJA


DI LINGKUNGAN LEMBAGA PEMERINTAH.
Pasal 1

(1) Hari kerja bagi seluruh lembaga Pemerintah tingkat Pusat


dan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya
Ditetapkan lima hari kerja mulai hari Senin sampai dengan
hari Jumat.
(2) Jumlah jam kerja efektif dalam lima hari kerja sebagaimana
di maksud dalam ayat (1), adalah 37,5 jam, dan ditetapkan
sebagai berikut;
a. Hari Senin sampai dengan
Hari Kamis

: Jam 07.30 16.00

Waktu Istirahat

: Jam 12.00 13.00

b. Hari Jumat

: Jam 07.30 16.30

Waktu Istirahat

: Jam 11.30 13.00

Ketentuan tentang hari dan jam kerja bagi Angkatan Bersenjata


Republik Indonesia termasuk Pegawai Negeri Sipil yang bekerja
di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ditetapkan
tersendiri oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan setelah
mendengar pertimbagan Panglima Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
Pasal 3
(1) Dikecualikan dari ketentuan tentang hari dan jam kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah;
a. Unitunit kerja di lingkungan lembaga Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang tugasnya
bersifat pemberian pelayanan kepada masyarakat;

DISIPLIN PEGAWAI

471

b. Lembaga pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD),


sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA);
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri atau Pimpinan
Lembaga Pemerintah dengan koordinasi dan setelah
mendapat persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara.
Pasal 4
(1) Penerapan ketentuan hari dan jam kerja di lingkungan
Pemerintah Daerah Tingkat I selain Pemerintah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Raya, lembaga Pemerintah tingkat
Pusat yang berada di Daerah serta Pemerintah Daerah
tingkat II, dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan
dan kebutuhan masing masing daerah.
(2) Pelaksanaan penerapan ketentuan tentang hari dan jam kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut
oleh Menteri Dalam Negeri atau Menteri Teknis yang
bersangkutan dengan koordinasi dan setelah mendapat
persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara.
Pasal 5
Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah yang menerapkan
lima hari kerja dapat mengatur penugasan siaga tugas pada
hari Sabtu di lingkungan lembaga masingmasing.
Pasal 6
Bagi Lembaga Pemerintah yang dmelaksanakan ketentuan
tentang hari dan jam kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan
Presiden ini tidak berlaku ketentuan serupa yang ditetapkan dalam
Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1964 tentang Jam Kerja
Pada Kantorkantor Pemerintahan Republik Indonesia dan
Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1972 tentang Jam Kerja
Dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.

472

DISIPLIN PEGAWAI

Pasal 7
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober
1995.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 September 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum
Dan perundang undangan
Ph
ttd
Lambock. V. Nahattands, S.H.

DISIPLIN PEGAWAI

473

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
SURAT EDARAN
Nomor. 638/KP/X/95/18
tentang
Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah
Tingkat Pusat
Menunjuk nota dinas Sekretaris Jenderal Nomor 1393/DP/
X/95/02 tanggal 9 Oktober 1995 perihal tersebut diatas, bersama
ini kami beritahukan bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden No,
68 tahun 1995 tanggal 27 September 1995, tentang Hari Kerja di
lingkungan Lembaga Pemerintah, terhitung mulai tanggal 1 Oktober
1995, jam kerja di Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat termasuk
Departemen Luar Negeri adalah sebagai berikut :
a. Hari Senin s/d Kamis
Waktu Istirahat

: Jam 07.30-16.00 WIB


: Jam 12.00- 13.00 WIB

b. Hari Jumat
Waktu Istirahat

: Jam 07.30-16.30 WIB


: Jam 11.30-13.00 WIB

Demikian agar dilaksanakan.


Dikeluarkan di : Jakarta
Pada tanggal : Oktober 1995
Acting Sekretaris Itjen
ttd
Drs. Nasir Muhatim
NIP. 020001709
Kepada :
Yth. Seluruh pegawai di lingkungan Itjen
Tembusan :
1. Yth. Bapak Inspektur Jenderal (sebagai laporan)
2. Yth. Bapak Sekretaris Jenderal
474

DISIPLIN PEGAWAI

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 14 TAHUN 1981
TENTANG
PENYELENGGARAAN UPACARA PENGIBARAN
BENDERA MERAH PUTIH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang

1. bahwa dalam rangka memelihara dan makin


meningkatkan rasa kesadaran nasional,
tanggung jawab, pengabdian, persatuan dan
disiplin pegawai negeri sebagai Aparatur
Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat,
maka dipandang perlu untuk mmyelenggarakan upacara pengibaran Bendera Merah Putih
pada tanggal 17 setiap bulan di semua Instansi
Pemerintah, Bank-bank Pemerintah dan
Badan-badan Usaha Negara, baik di tingkat
Pusat maupun daerah;
2. bahwa untuk keseragaman dan guna lebih
menjamin tercapainya tujuan-tujuan tersebut
diatas, perlu diberikan pedoman mengenai tata
cara penyeienggaraan upacara tersebut.

Mengingat

1. Pasai 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;


2. bahwa untuk keseragaman dan guna Iebih
menjamin tercapainya tujuan-tujuan tersebut
diatas, perlu diberikan pedoman mengenai
tata cara penyelenggaraan upacara tersebut.
DISIPLIN PEGAWAI

475

3. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980


tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3170);
4. Keputusan Presiden RI Nomor 82 Tahun 1971
tentang Korps Pegawai Republik Indonesia jo
Keputusan Presiden RI Nomor 2 Tahun 1979
tentang Pengesahan Anggaran Dasar Korps
Pegawai Republik Indonesia;
5. Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 1968
tentang Keseragaman mengenai Tata Urutan
dan Rumusan Sila-sila dalam Penulisan/
Pembacaan/Ucapan Pancasila.
MENGINSTRUKSIKAN
Kepada

1.
2.
3.
4.

Para Menteri;
Jaksa Agung RI;
Para Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I;
Para Sekretaris Jenderal Lembaga tertinggi/
Tinggi Negara;
5. Para Kepala/Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen;
6. Para Pimpinan Bank Pemerintah dan Badan
Usaha Milik Negara;

Untuk
PERTAMA : 1. Menyelenggarakan Upacara Pengibaran Bendera
Merah Putih pada tanggal 17 setiap bulan;
2. Jika tanggal 17 jatuh pada hari libur, maka
penyelenggaraannya diadakan pada hari kerja
berikutnya.
KEDUA

: 1. Upacara diadakan dalam lingkungan dan tempat


pekerjaan masing-masing yang merupakan satu
kesatuan dan diikuti oleh semua pejabat/
karyawan di lingkungan pekerjaan yang
bersangkutan;
2. Upacara diselenggarakan pada pagi hari sebelum
dimulai jam kerja.

476

DISIPLIN PEGAWAI

KETIGA

Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih dipimpin


oleh Inspektur Upacara, yaitu pejabat Pimpinan
dalam lingkungan pekerjaan atau pejabat lain yang
ditunjuk olehnya, ialah :
-

untuk lingkungan Departemen dipimpin oleh


Menteri atau pejabat Eselon I yang ditunjuk
olehnya;

untuk Lembaga Pemerintah Non Departemen/


Sekretariat Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara oleh
Pimpinan Lembaga yang bersangkutan atau
pejabat lain yang ditunjuk olehnya;

untuk lingkungan/satuan kerja lainnya baik di


tingkat Pusat maupun daerah oleh Pimpinan
lingkungan/satuan kerja yang bersangkutan atau
pejabat yang ditunjuk olehnya.

KEEMPAT : Acara upacara adalah :


1. Pengibaran Bendera Merah Putih, diiringi dengan
lagu Kebangsaan Indonesia Raya;
2. Mengheningkan cipta untuk mengenang arwah
para pahlawan yang telah gugur;
3. Pengucapan/pembacaan Pembukaan UndangUndang Dasar 1945;
4. Pengucapan/pembacaan Pancasila, yang diikuti
oleh para peserta upacara;
5. Pengucapan/pembacaan Sapta Prasetya Korps
Pegawai Republik Indonesia, yang diikuti oleh para
peserta upacara;
6. Acara-acara lain seperti;
a. Upacara penyampaian tanda-tanda jasa/
kehormatan atau penghargaan lainnya;
b. Pelepasan mereka yang pensiun;
c. Pengumuman/pemberitahuan mengenai
mutasi-mutasi jabatan dan kenaikan pangkat
tindakan-tindakan atau langkah-langkah
penertiban yang telah diambil dalam lingkungan
masing-masing dan sebagainya.

DISIPLIN PEGAWAI

477

7. Sambutan Inspektur Upacara apabila dipandang


perlu.
KELIMA

Menginstruksikan kepada semua Instansi


Pemerintah, Bank-bank Pemerintah dan Badanbadan Usaha Negara baik di tingkat Pusat maupun
Daerah untuk melaksanakan Instruksi Presiden ini.

KEENAM

Upacara pengibaran Bendera Merah Putih di


lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
tetap dilaksanakan seperti yang selama ini
berlangsung, sedangkan upacara pengibaran
Bendera Merah Putih di lingkungan sekolah
dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan.

KETUJUH :

Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal


ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Desember 1981
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO

478

DISIPLIN PEGAWAI

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SP/3033/DN/XI/1980
TENTANG
PENDELEGASIAN WEWENANG PENJATUHAN
HUKUMAN DISIPLIN DALAM LINGKUNGAN
DEPARTEMEN LUAR NEGERI/PERWAKILAN RI
Dl LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA
Menimbang

bahwa untuk memperlancar pelaksanaan


Peraturan Disiplin, dipandang perlu memberikan
delegasi Wewenang kepada Pejabat-pejabat
tertentu di lingkungan Departemen Luar Negeri/
Perwakilan RI di luar negeri untuk menjatuhkan
hukurnan disiplin dalam lingkungannya masingmasing.
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3041);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975
tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975
Nomor 26 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3058);

DISIPLIN PEGAWAI

479

3. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980


lentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176);
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor
44 dan 45 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Organisasi Departemen;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 237 Tahun 1976 tentang
Pembentukan Sekretariat Nasional ASEAN;
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 51 Tahun 1976 tentang Pokok-pokok
Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri;
7. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/
153/BU/IV75/01 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri;
8. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/
582/BU/III/79/01 tentang Susunan
Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri.
Memperhatikan : 1.

Surat Edaran Kepala Badan Administrasi


Kepegawaian Negara Nomor 12/SE/1975
tanggal 14 Oktober 1975 tentang Wewenang.
Pengangkatan,
Pemindahan,
dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

2.

Surat Edaran Kepala Badan Administrasi


Kepegawaian Nomor 23/SE/1980 tanggal 30
Oktober 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
MEMUTUSKAN:

Menetapkan

480

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK


INDONESIA
TENTANG
PENDELEGASIAN
WEWENANG PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN
DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN LUAR
NEGERI/PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI,

DISIPLIN PEGAWAI

Pasal 1
Memberikan delegasi Wewenang kepada pejabat sebagai tersebut
dalam lajur 2 untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagai
tersebut dalam lajur 3 terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagai
tersebut dalam lampiran kepatusan ini.
Pasal 2
Keputusan ini berlaku sejak tanggal 1 Desember 1980.
Pasal 3
Apabila dikemudian hari ada kekeliruan dalam keputusan ini akan
diadakan perbaikan menurut semestinya.
Pasal 4
Keputusan ini disampaikan kepada Pejabat yang berkepentingan
untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal 13 Desember 1980
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
PROR DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

Tembusan Keputusan ini disampaikan kepada :


1. Yth. Menteri Sekretaris Negara di Jakarta
2. Yth. Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara
3. Yih. Sdr Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara di
Jakarta
4. Pertinggal.

DISIPLIN PEGAWAI

481

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SP/1410/DN/XI/1981
TENTANG
DISIPLIN BAGI PEGAWAI DEPARTEMEN LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

Mengingat

482

: a.

bahwa hukuman disiplin untuk Pegawai Negeri


Sipil telah diatur dengan Peraturan Pemerintah
Namar 30 Tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

b.

bahwa hukuman disiplin yang diatur dalam


Peraturan Pemerintah tersebut belum cukup
bagi pegawai Departemen Luar Negeri
terutama bagi mereka yang ditempatkan
pada Perwakilan RI di luar negeri.

c.

bahwa Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor


5P/376/PD/XI/73 tanggal 19 Maret 1973
tentang hukuman jabatan bagi Pegawai
Departemen Luar Negeri sudah tidak sesuai
lagi dengan Peraturan Pemerintan tersebut.

d.

bahwa berhubung dengan itu perlu


menetapkan peraturan hukuman disiplin yang
berlaku bagi Pegawai Departemen Luar Negeri
baik yang berada di Pusat maupun yang
sedang ditempatkan pada Perwakilan RI di
luar negeri.

1.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974


tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980


tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

DISIPLIN PEGAWAI

3. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor


102/BU/I/80/01 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Kepegawaian Dinas Luar
Negeri.
4. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor
SP/3033/DN/XI/ 1980 tentang Pendelegasian
Wewenang Penjatuhan Hukuman Disiplin
dalam Lingkungan Departemen Luar Negeri/
Perwakilan RI di Luar Negeri.
MEMUTUSKAN
Menetapkan

: Keputusan Menteri Luar Negeri tentang Disiplin


bagi Pegawai Departemen Luar Negeri.
BAB I
KETENTUAN UMUM

(1)

(2)

Pasal 1
Yang disebut Pegawai Departemen Luar Negeri ialah mereka
yang diangkat dalam jabatan negeri oleh Presiden atau Menteri
Luar negeri untuk tugas jabatan dalam lingkungan Departemen
Luar Negeri.
Yang berhak menjatuhkan hukuman disiplin terhadap Pegaawai
Departemen Luar negeri ialah pejabat yang berwenang
menurut Peraturan Pernerintah Nomor 30 Tahun 1980 dan
Keputusan Menteri Luar Negeri Nornor SP/3033/DN/XI/1980
tentang Pendelegasian Wewenang Penjatuhan Hukuman
Disiplin dalam lingkungan Departemen Luar Negeri/Perwakilan
RI di luar negeri.
BAB II
HAL-HAL YANG DAPAT DIJATUHI HUKUMAN

Pasal 2
Pegawai Departemen Luar Negeri dapat dijatuhi hukuman disiplin
apabila ia melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
DISIPLIN PEGAWAI

483

Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun


1980.
BAB III
JENIS-JENIS HUKUMAN DISIPLIN
Pasal 3
Kecuali jenis-jenis hukuman disiplin yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 bagi Pegawai Departemen Luar
Negeri dapat juga dijatuhi hukuman disiplin berupa :
a. Penarikan dari penempatannya di luar negeri.
b. Penangguhan penempatan di luar negeri.
c. Dikeluarkan dari Dinas Luar Negeri
d. Penangguhan kenaikan tingkat PDLN.
BAB IV
TATA CARA PEMERIKSAAN PENJATUHAN
DAN PENYAMPAIAN HUKUMAN
Pasal 4
Tata cara pemeriksaan, penjatuhan dan penyampaian hukuman
disiplin dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 5
Dengan berlakunya Keputusan ini maka Surat Keputusan Menteri
Luar Negeri Nomor SP/376/DN/XI/73 tanggal 19 Maret 1973
dinyatakan tidak berlaku lagi.

484

DISIPLIN PEGAWAI

Pasal 6
Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Keputusan ini
akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
Pasal 7
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
DITETAPKAN Dl : JAKARTA
PADATANGGAL : 25 Juni 1981
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

DISIPLIN PEGAWAI

485

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA


REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN
MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
Nomor : PER/87/M.PAN/8/2005
TENTANG
PEDOMAN PENINGKATAN PELAKSANAAN EFISIENSI,
PENGHEMATAN DAN DISIPLIN KERJA
MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung proses


pembangunan, perkembangan perekonomian
nasional, dan pelaksanaan Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang
Penghematan Energi, dipandang perlu untuk
melakukan langkah-langkah operasional
pelaksanaan peningkatan efisiensi, penghematan,
dan disiplin kerja dilingkungan instansi penyelenggara
pemerintahan;
b. bahwa untuk melaksanakan huruf a, perlu
ditetapkan Peraturan Pedoman Pelaksanaan
Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin
Kerja.
Mengingat :

486

1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
2005;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun
2004-2009;

DISIPLIN PEGAWAI

3. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004


tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN
MENTERI
PENDAYAGUNAAN
APARATUR NEGARA TENTANG PEDOMAN
PELAKSANAAN
PENINGKATAN
EFISIENSI,
PENGHEMATAN DAN DISIPLIN KERJA.
Pasal 1
(1) Sumber Daya Manusia Aparatur Negara sebagai unsur
penyelenggara negara dituntut untuk melakukan perubahan poia
pikir dan perilaku serta memahami komisi obyektif dan perubahan
lingkungan negara dan masyarakat.
(2) Sumber Daya Manusia Aparatur Negara harus mampu menjadi
perekat persatuan bangsa, alat mewujudkan kerukunan sosial,
kebersamaan, dan kesetaraan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Pasal 2
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan, Aparatur Negara adalah
Aparatur Pemerintah yang bertanggungjawab mewujudkan
kepemerintahan yang baik (good governance) dan kepemerintahan
yang bersih (dean governance)
Pasal 3
(1) Sumber Daya Manusia Aparatur Pemerintah dalam melaksanakan
tanggungjawabnya wajib melakukan perubahan sikap, tindakan,
dan perilaku ke arah budaya kerja efisien, hemat, disipiin tinggi,
dan anti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
(2) Dalam melaksanakan ketentuan ayat (1), Aparatur Pemerintah
berupaya secara sistematis dan berkelanjutan menjadi panutan
dan tauladan dalam lingkungan masyarakat.
Pasal 4
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3, seluruh Aparatur Pemerintah
wajib melaksanakan langkah-langkah kebijaksanaan peningkatan
DISIPLIN PEGAWAI

487

efistensi, penghematan, dan disiplin kerja, dengan berpedoman pada


ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran
II Peraturan ini.
Pasal 5
Langkah-langkah kebijaksanaan peningkatan efisiensi, penghematan,
dan disiplin kerja merupakan satu kesatuan dari Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghematan
Energi.
Pasal 6
Peraturan ini wajib dilaksanakan oleh seluruh Aparatur Pemerintah,
dan masing-masing pimpinan Instansi Pemerintah agar
menindaklanjuti dan menetapkan langkah-langkah teknis
pelaksanaannya.
Pasal 7
Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka ketentuan-ketentuan yang
telah ada sebelumnya dan bertentangan dengan peraturan ini
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ini berlaku sejak
ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 10 Agustus 2005
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
ttd
Taufiq Effendi
Tembusan:
Disampaikan Kepada Yth,
1. Presiden Republik Indonesia;
488

DISIPLIN PEGAWAI

2. Wakil Presiden Republik Indonesia;


3. Pimpinan Lembaga Tinggi Negara;
4. Menteri Kabinet Indonesia Bersatu;
5. Gubernur Bank Indonesia;
6. PanglimaTNl;
7. Kepala Kepolisian Republik Indonesia;
8. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
9. Gubernur Provinsi seluruh Indonesia;
10. Kepala Lembaga dan Pemerintah Non Departemen/Lembaga
Pemerintah lainnya;
11. Bupati/Walikota seluruh Indonesia.

DISIPLIN PEGAWAI

489

Lampiran I
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor : PER/87/M.PAN/8/2005
Tanggal: 10 Agustus2005
PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN EFISIENSI,
PENGHEMATAN, DAN DISIPLIN KERJA
PELAKSANAAN PENINGKATAN EFISIENSI,
PENGHEMATAN, DAN DISIPLIN KERJA
I. PENDAHULUAN
A. Pengertian
1. Aparatur Negara
Adalah keseluruhan lembaga dan pejabat negara serta
pemerintahan negara yang meliputi aparatur kenegaraan
dan pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat,
bertugas dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan
negara dan pembangunan serta senantiasa mengabdi dan
setia kepada kepentingan, nilai-nilai dan cita-cita perjuangan
bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 (TAP MPR No. ll/MPR/1998).
2. Aparatur Pemerintah
Adalah alat kelengkapan pemerintah untuk menjalankan
tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, baik
di pusat maupun daerah termasuk aparatur perekonomian
negara dan daerah.
3. Efisiensi
Adalah kemampuan Sumber Daya Manusia Aparatur Negara
untuk melaksanakan kegiatan umum pemerintahan dan
pembangunan, dengan memperhatikan usaha penghematan
atas sumber daya, untuk mengoptimalkan produk, atau
kombinasi keduanya, yang dapat dilakukan baik melalui
peningkatan metode kerja, penggunaan teknologi maupun
peningkatan efektivitas manajemen.
4. Disiplin
Adalah sikap mental Sumber Daya Manusia Aparatur Negara
yang tercermin daiam perbuatan dan perilaku pribadi atau

490

DISIPLIN PEGAWAI

kelompok, berupa kepatuhan dan ketaatan terhadap aturan


kerja, hukum dan norma kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara yang dilakukan secara sadar.
5. Penghematan
Adalah mencegah pemakaian prasarana dan sarana peralatan
kerja secara berlebih-lebihan sehingga biaya pekerjaan, yang
bersangkutan menjadi mahal.
6. Sarana dan Prasarana Kerja Aparatur Negara
Sarana Kerja Aparatur Negara adalah fasilitas kerja yang
mencakup ruang kerja, kendaraan dinas, peralatan kerja
lainnya sebagai penunjang terselenggaranya proses
penyeienggaraan pemerintahan negara. Prasarana Kerja
Aparatur Negara mencakup gedung milik negara, rumah
negara, dan instalasinya.
7. Budaya Entrepreneur dan Budaya Pemanfaatan
Adalah sikap Sumber Daya Manusia Aparatur Negara untuk
memanfaatkan dan memberdayakan segala sumberdaya
yang ada melalui inovasi atau terobosan untuk meningkatkan
produktivitas kerja.
B. Prinsip-Prinsip Dasar
1. Keteladanan
Sumber Daya Manusia Aparatur Pemerintah sebagai abdi
negara dan subyek kegiatan umum pemerintahan dan
pembangunan, harus berperan menjadi agen pembaharu
dalam rangka meningkatkan efisiensi kerja, penghematan
dan penegakan disiplin kerja masyarakat dan bangsa, melalui
inisiatif, ketokohan, panutan dan keteladanan.
2. Nilai Luhur Budaya
Upaya meningkatkan efisiensi kerja dan menegakkan disiplin
kerja perlu diarahkan kepada terbentuknya sikap, tingkah
laku, kebiasaan, dan budaya, sehingga terkristalisasi menjadi
nilai-niiai luhur yang menjiwai dan mendukung terwujudnya
efisiensi, penghematan dan disiplin kerja, serta menghindari
terjadinya penyimpangan dan korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN).
3. Sistematis dan Berkelanjutan
Pembentukan dan pengembangan nilai-nilai luhur tentang
efisiensi, penghematan, dan disiplin kerja perlu dilakukan
DISIPLIN PEGAWAI

491

secara terus menerus sistematis, berencana, bertahap, dan


berkesinambungan.
4. Dampak Luas
Pembentukan dan pengembangan niiai-nilai luhur
penghematan dan disiplin kerja Sumber Daya Manusia
Aparatur Pemerintah diterapkan didalam dan diiuar kegiatan
pemerintahan sehingga membawa dampak kepada
meningkatnya efisiensi, penghematan dan kedisiplinan
masyarakat secara luas yang akhirnya berdampak kepada
meningkatnya produktivitas nasionai.
5. Partisipatif
Dilakukan dengan partisipasi penuh Aparatur Pemerintah
sebagai pelaksana program sejak dari proses perencanaan,
pengambilan keputusan sampai dengan evaluasinya, yang
kemudian diperluas dengan partisipasi seluruh komponen
yang ada di masyarakat.
6. Akuntabilitas
Guna menjaga akuntabilitas pelaksanaannya, program
efisiensi, penghematan dan disiplin kerja perlu memperhatikan
kebersamaan, keterbukaan, tanggungjawab dan konsistensi
atas dasar hukum serta nilai kepatutan sosial yang
berkembang dinamis di masyarakat.
II. LANDASAN PERATURAN, MAKSUD, TUJUAN, DAN
SASARAN
A. Landasan Peraturan Perundang-undangan
Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi dan Disiplin Kinerja Aparatur
Negara dapat dikenakan sanksi berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta;

492

DISIPLIN PEGAWAI

4. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 jo Nomor 61


Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Instansi Pemerintah;
5. Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 tentang Hari
Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintahan; dan
6. Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1983 tentang
Penghapusan/Penyediaan Kendaraan Perorangan Dinas.
B. Maksud
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi para pimpinan
instansi pemerintah atau unit kerja dalam menyusun pedoman
teknis masing-masing dalam upaya meningkatkan efisiensi,
penghematan, dan kedisiplinan kerja.
C. Tujuan
Menggugah dan membangkitkan kembali upaya Aparatur
Pemerintah dalam meningkatkan efisiensi, penghematan, dan
kedisiplinan kerja dalam rangka meningkatkan produktivitas
nasional.
D. Sasaran
Seluruh Sumber Daya Manusia Aparatur Pemerintah mulai dari
pimpinan sampai dengan unsur pelaksana, baik di Pusat maupun
Daerah.
III. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN UPAYA
A. Kebijakan
1. Memantapkan koordinasi, integrasi dan sikronisasi
Pelaksanaan peningkatan efisiensi dan disiplin Aparatur
Pemerintah dilakukan secara integral, terencana terarah,
terpadu, terukur, bertahap, berkelanjutan dan terkendali.
2. Menumbuhkan dan mengembangkan perilaku Aparatur
Pemerintah menuju budaya entrepreneur, hemat, efisien,
efektif, dan disiplin.
Setiap Aparatur Pemerintah khususnya pimpinan agar menjadi
contoh dan teladan dalam melaksanakan entrepreneurship,
penghematan, efisiensi, efektivitas, dan disiplin.
DISIPLIN PEGAWAI

493

3. Mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat di Pusat dan


Daerah. Upaya peningkatan efisiensi dan disiplin Aparatur
Pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.
4. Meningkatkan peran serta masyarakat. Masyarakat
diharapkan berperan serta dalam pemantauan, pengawasan
dan pemberian umpan balik (Feed back) terhadap
pelaksanaan tugas Aparatur Pemerintah.
B. Strategi
1. Menyusun pedoman teknis pelaksanaan bagi masing-masing
lnstansi.
2. Advokasi dan memberdayakan Aparatur Pemerintah dalam
pemahaman program.
3. Memperhatikan sikap, panutan dan keteladanan pimpinan
daiam mewujudkan pelaksanaan program.
4. Menegaskan dan menegakan komitmen Aparatur Pemerintah
dalam mendukung program.
5. Mengoptimalkan peran serta seluruh komponen pelaksana
dan masyarakat.
C. Upaya
1. Sosialisasi melalui media cetak, media elektronik, brosur, leaflet,
stiker, dan sejenisnya.
2. Menyusun program percontohan.
3. Konsistensi sikap, keteladanan dan panutan pimpinan.
4. Memberikan penghargaan bagi yang berprestasi dan sanksi
yang tegas bagi pelaku pelanggaran.
IV. PROGRAM
A. Penyusunan Pedoman Teknis
Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun Pedoman Teknis
tentang Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan
Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah mengacu kepada Pedoman ini.

494

DISIPLIN PEGAWAI

B. Sosialisasi
Pedoman Teknis agar disosialisasikan kepada seluruh jajaran di
lingkungan masing-masing instansi baik di Pusat maupun Daerah.
C. Pemantauan dan Evaluasi
1. Pemantauan dan evaluasi setiap kegiatan Pelaksanaan
Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja
Aparatur Pemerintah dilakukan oleh masing-masing instansi
dan dilaporkan kepada pimpinan instansi yang bersangkutan.
2. Hasil pemantauan dan evaluasi digunakan sebagai dasar
penyempurnaan kebijakan dan pengendalian.
3. Pemantauan dan evaluasi diiakukan secara periodik.
V. INDIKATOR KEBERHASILAN
A. Masukan (Input)
1. Kebijakan pemerintah yang jelas tentang Pelaksanaan
Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja
Aparatur Pemerintah.
2. Program yang jelas tentang Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi,
Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah.
3. Kesepakatan dan data tentang sasaran serta rencana
terpadu Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan,
dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah.
B. Proses
1. Terselenggaranya koordinasi unsur-unsur yang terkait.
2. Terselenggaranya kegiatan Pelaksanaan Peningkatan
Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur
Pemerintah.
3. Terselenggaranya sistem Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi,
Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah.
4. Dikembangkannya metode kerja yang lebih efisien dalam
meningkatkan produktivitas kerja.
5. Ditemukannya sistem manajemen yang lebih efektif dalam
mengelola sumber daya, sehingga dapat diperoleh
penghematan tanpa mengorbankan produktivitas kerja.

DISIPLIN PEGAWAI

495

6. Digunakannya teknologi tepat guna yang dapat membantu


penghematan sumber daya atau peningkatan produktivitas.
C. Keluaran (Output)
1. Meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku Aparatur
Pemerintah dalam Petaksanaan Peningkatan Efisiensi,
Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah.
2. Terwujudnya efisiensi dan penghematan dalam
penyelenggaraan kegiatan umum pemerintahan.
3. Menurunnya penyimpangan termasuk KKN.
4. Meningkatnya profesionalitas Aparatur Pemerintah dalam
memberikan pelayanan.
5. Meningkatnya efektivitas pelaksanaan dan produktivitas kerja
Aparatur Pemerintah.
VI. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
A. Pengawasan dan Pengendalian
Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pedoman
ini dilakukan oleh instansi masing-masing dengan menggunakan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Mengaktifkan sistem pengawasan internal yang lebih obyektif,
transparan, dan institusional,
2. Partisipatif, dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait.
3. Berorientasi pembinaan dalam rangka perbaikan sistem,
metode, dan perubahan tingkah-laku Aparatur Pemerintah
menuju kepada sasaran yang diharapkan.
e) sistem transportasi gedung (lift/escalator);
f ) peralatan lain (pompa air, mesin ropy, komputer, printer,
kulkas, dispenser, kompor, exhaust fan dan lain-lain).
4) Pelaksanaan audit dapat bekerja sama dengan Perusahaan
Listrik Negara (PLN) setempat
1. Upaya Penghematan Listrik
1) Menata kembali kebutuhan penerangan per lokasi kerja,
dengan pengurangan penggunaan lampu sesuai dengan
beban kerja dan akses ruang kerja dengan cahaya alami.

496

DISIPLIN PEGAWAI

2) Gunakan lampu hemat listrik dengan unjuk kerja hampir


sama, yaitu menggunakan watt kecil dengan daya terang
besar.
3) Hindari penggunaan lampu TL dengan ballast kawat:
4) Gunakan lampu spot di ruang kerja yang lebih banyak
menetap dimeja kerja
5) Gunakan lampu di lift dengan sistem hidup mati secara
otomatis atau lampu hanya hidup saat lift digunakan.
6) Kendalikan lampu halaman pada malam hari dan hanya
digunakan untuk tugas pengamanan.
7) Pemeliharaan AC paling tidak sekali 3 (tiga) bulan, mencakup
pembersihan indoor dan outdoor, pemeliharaan media
pendingin (freon). Pembersihan AC secara rutin dapat
menghemat listrik s.d. 20 persen.
2. Penggunaan Telepon
Penggunaan telepon agar dikendalikan, antara lain melalui cara:
a. Sambungan langsung (direct line) hanya disediakan untuk
ruang kerja:
1) Pimpinan tertinggi di Instansi Pemerintah;
2) Pejabat eselon I;
3) Pejabat Eselon II (Instansi yang karena fungsinya
melayani masyarakat atau penting posisinya).
b. Sambungan telepon ekstension melalui sentral (PABX) yang
dapat digunakan untuk keluar langsung hanya untuk pejabat
eselon II dan III, dan pengecualiannya hanya dengan
persetujuan pimpinan instansi pemerintah yang
bersangkutan.
c. Untuk pejabat eselon IV, pejabat Fungsional dan pelaksana,
disediakan fasilitas sambungan ekstension melalui sentral
(PABX), atau Key Telephone, dan untuk akses keluar
dilaksanakan melalui operator telepon.
d. Mengendalikan penggunaan sambungan telepon keluar ke
telepon seluler dengan biaya airtime, penggunaan dial up
internet, premium call, SLJJ, dan SLL
e. Memasang alat kontrol percakapan telepon, dan waktu
sambung telepon ekstension untuk akses keluar dibatasi
maksimal 3 (tiga) menit.
f. Penggunaan telepon hanya untuk kepentingan dinas, dan
bicara seperlunya
DISIPLIN PEGAWAI

497

g. Untuk mengontrol penggunaan telepon, Pimpinan Instansi


Pemerintah dapat menetapkan jumlah maksimal pembayaran
telepon per bulan pada setiap sambungan langsung.
h. Menunjuk unit organisasi teknik untuk melakukan
pemeriksaan, audit, dan pelaporan penggunaan telepon
sambungan langsung dan ekstension, sesuai dengan jenis
sambungan, pada masing-masing penggunaan telepon.
3. Penggunaan Air
a. Sumber air PDAM dan air dalam tanah, ditampung dalam
unit penampungan sebelum di distribusikan, efisiensi dilakukan
dengan pengaturan distribusi dari 100% menjadi 50%
(memperkecil debit air). Maksimal pukul 17.00, unit organisasi
teknik melakukan pemeriksaan dan memastikan distribusi
telah terhenti serta peralatan pendistribusian yang digunakan
berfungsi baik.
b. Air hanya digunakan untuk kegiatan kedinasan dan sehemat
mungkin. Penggunaan air diluar kegiatan kedinasan
dikendalikan atau tidak diperbolehkan.
4. Penghematan Listrik
a. Penggunaan LT
1. Gedung kantor c atas 4 (empat) lantai dilengkapi lift,
dengan pengoperasian dibatasi jumlahnya.
2. Gedung kantor dengan 5 (lima) lantai ke bawah yang
telah dilengkapi lift, dibatasi penggunaannya, hanya untuk
lantai 3 tiga)
3. Gedung kantor dengan lantai 2 (dua) yang telah dilengkapi
lift, pengoperasiannya dibatasi dan pengalurannya
ditetapkan oleh pimpian instansi Pemerintah yang
bersangkutan.
4. Lift hanya dioperasikan selama jam kerja kantor.
b. penggunaan Aat Peidingin Gedung Kantor
1. Gedung kantor di atas 4 (empat) lantai, menggunakan
alat pendingin sentral (chiller) dan tidak menggunakan
alat pendingin tambahan berupa AC Split (kecuali atas
persetujuan tertulis pimpinan kerja).
2. Gedung kantor dbawah 3 (tiga) lantai, menggunakan AC
Split besar/kecil. Bagi gedung kantor yang saat ini telah
nengguna-an alat pendingin sentral (chiller), setelah
melebihi masa guna rusak berat, biaya pemeliharaan
498

DISIPLIN PEGAWAI

tinggi, secara bertahap menggunakan alat pendingin AC


Split (besar/kecil).
3. Suhu AC sentral/Split antara 23-25 derajat C
(penghematan terjadi saat kompresor AC bekerja).
5. Penggunaan Kendaraan Dinas Operasional
a. Kendaraan Dinas Operasional hanya digunakan untuk
kepentingan operasional yang menunjang tugas pokok dan
fungsi.
b. Kendaraan Dinas Operasional dibatasi penggunaannya pada
hari kerja kantor
c. Kendaraan Dinas Operasional hanya digunakan di dalam kota,
dan pengecualian penggunaan ke luar kota atas ijin tertulis
Pimpinan Instansi Pemerintah atau pejabat yang ditugaskan
sesuai kompetensinya.
B. Prasarana
1. Pembangunan Gedung Negara
a. Hemat, tidak mewah, efisien, sesuai kebutuhan teknis.
b. Sesuai rencana, program/kegiatan, serta fungsi Instansi
Pemerintah yang bersangkutan.
c. Menggunakan produksi dalam negeri dengan
memperhatikan potensi nasional.
2. Standar Luas Gedung Kantor
a. Kfasifikasi tidak sederhana seluas 9,6 m2 /pegawai
b. Klasifikasi sederhana seluas antara 6 m2 sampai 8 m2/
pegawai
c. Ruang khusus atau Pelayanan Publik dihitung tersendiri
sesuai kebutuhan minimal.
II. PENGHEMATAN
A. Tata Naskah Dinas
1. Landasan Operasional
Keputusan Menteri PAN Nomor:KEP/72MPAN/7/2003
tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas.
2. Pelaksanaan
a. Penggunaan kertas
DISIPLIN PEGAWAI

499

1) Untuk kegiatan dinas digunakan kertas HVS maksimal


80 gram, baik untuk kegiatan surat menyurat,
maupun penggandaan dan dokumen pelaporan;
2) Penggunaan kertas HVS di atas 80 gram atau jenis
lain, hanya terbatas untuk jenis naskah dinas yang
mempunyai nilai keasaman tertentu dan nilai
kegunaan dalam waktu lama;
b. Penyelenggaraan sarana administrasi dan komunikasi
perkantoran
1) Penyediaan surat berlambang negara atau logo
instansi dicetak di atas kertas 80 gram;
2) Surat beRIambang negara dan logo instansi yang
dicetak digunakan lembar asli untuk kepentingan dinas
atau surat lingkup eksternal instansi pemerintah.
Sedangkan untuk tindasan dan arsip, cukup berupa
foto kopi naskah asli, dan diantaranya disahkan oleh
pejabat tata usaha;
3) Surat menyurat di lingkup internal instansi, dengan
kertas HVS 80 gram dengan atau tanpa lambang
negara atau logo instansi yang tidak dicetak;
4) Penggunaan amplop dengan lambang negara dan
logo instansi yang dicetak, hanya surat asli yang
digunakan untuk lingkup eksternal instansi pemerintah,
sedangkan untuk asli lingkup internal cukup
menggunakan amplop polos dengan stempel instansi.
c. Pengetikan sarana administrasi dan komunikasi
perkantoran
1) Penggunaan jenis huruf Pica;
2) Dalam penulisan surat menggunakan huruf arial 11
atau 12; dan Spasi 1 atau 1.5 sesuai kebutuhan.
d. Pengawasan terhadap pelaksanaannya dilakukan oleh
pimpinan unit organisasi di lingkungan instansi pemerintah
yang bersangkutan.
B. SARANA KERJA APARATUR NEGARA
1. Landasan Operasional
a. Undang-undang tentang APBN/APBD.

500

DISIPLIN PEGAWAI

b. Keputusan Presiden No. 10 tahun 1974 tentang Beberapa


Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan
hidup.
c. Keputusan Presiden No. 68 Tahun 1995 tentang Hari
Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah.
d. Keputusan Presiden No. 36 Tahun 2004 tentang
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun 2005.
e. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 jo Nomor 61
Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Instansi Pemerintah.
2. Pengadaan Peralatan Kerja
a. Pengadaan peralatan kerja seperti furniture dan peralatan
kerja lainnya diprioritaskan pada kebutuhan mendesak
seperti mengganti peralatan yang rusak dan mengisi
peralatan kerja yang dihapus.
b. Peralatan kerja yang dimiliki/dikuasai oleh Instansi
Pemerintah agar dioptimalkan penggunaannya, serta
mengoptimalkan kegiatan pemeliharaan.
c. Peralatan kerja dalam keadaan rusak berat dan tidak
digunakan lagi seperti kendaraan dinas operasional, agar
dilakukan penghapusan sesuai prosedur yang berlaku dan
sebelum dilakukan penghapusan tidak diperkenankan
menggunakan anggaran pemeliharaan.
d. Penghematan terdapat pada rendahnya harga dengan
kualitas barang yang baik.
3. Pengadaan Alat Tulis Kantor
a. Pengadaan kertas maksimal 80 gram, jenis HVS, A4,
Folio atau Double Folio.
b. Penggunaan kertas hanya digunakan untuk kepentingan
dinas dan untuk konsep dapat memanfaatkan kertas
bekas.
c. Pengadaan ATK dibatasi pada jenis-jenis peralatan yang
benar-benar diperlukan seperti jenis yang mudah habis
terpakai (misalnya pensil, klip, odner dan lain-lain)
sedangkan jenis yang lama terpakai (kaikulator dan lainlain) agar dibatasi.

DISIPLIN PEGAWAI

501

d. Pengeluaran ATK agar dibukukan dan pengeluarannya


tidak ditujukan pada perorangan pegawai/pejabat tetap,
tetapi melalui unit tata usaha.
e. Prinsip penghematan terletak pada pembatasan dalam
penggunaan ATK dan terdapatnya sisa anggaran
pengadaan ATK yang disetorkan kembali ke Kas Negara.
4. Pengadaan Kendaraan Dinas Operasional
a. Pengadaan kendaraan dinas jabatan selektif untuk
pejabat negara dengan kategori kendaran tidak mewah,
maksimai 3000 CC (vide Keppres NO. 10 Tahun 1974).
b. Pengadaan kendaraan dinas operasional diperuntukkan
bagi kelancaran tugas dinas pada unit urganisasi
pemerintah, jumlahnya dibatasi, tidak mewah, harga
wajar, maksimal 1800 CC bahan bakar bensin, dan 2500
CC bahan bakar solar.
c. Kendaraan dinas operasional yang hilang atau mengalami
kerusakan karena digunakan diluar kepentingan dinas
harus diganti oleh pemakai kendaraan dinas operasional
yang bersangkutan.
d. Pejabat negara, Pejabat struktural atau Pegawai Negeri
dilarang menggunakan lebih dari 1 (satu) kendaraan
operasional (vide Keppres Nomor 10 Tahun 1974 Pasal 4
ayat (1) dan (2)).
e. Biaya pemeliharaan termasuk penggunaan bahan bakar
agar hemat, tidak diperkenankan melebihi plafond
pemeliharaan yang ditetapkan.
III. DISIPLIN KERJA
A. Langkah-langkah Disiplin Kerja
1. Disiplin kerja merupakan perwujudan nilai-nilai budaya yang
diyakini dan dijalankan oleh seluruh aparatur pemerintah
dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan masingmasing lembaga/instansi. Disiplin mengandung unsur.
a. Kepatuhan dan ketaatan terhadap ketentuan perundangundangan dan ketentuan lain berbentuk tertulis atau
kebijakan tidak tertulis.
b. Konsisten dalam menjalankan wewenang yang
dipercayakan kepada pemegang kewenangan.
502

DISIPLIN PEGAWAI

c. Kejujuran dan rasa tanggungjawab dalam mengambil


keputusan dan melaksanakan tugas.
2. Untuk menerapkan disiplin di lingkungan aparatur pemerintah,
diperlukan pedoman aturan dan sanksi yaitu:
a. Landasan filosofis (tidak melakukan kesalahan, rasa
memiliki, tepat waktu, tepat guna) sebagai pegangan
dasar untuk mendorong penerapan disiplin.
b. Pedoman dan standard operating prosedur (SOP) yang
jelas dan dapat menjadi acuan untuk menetapkan benar
atau tidaknya suatu tugas.
c. Ketentuan mengenai wewenang pada seluruh strata unit
kerja organisasi.
d. Ketentuan kepegawaian, termasuk penilaian kinerja, unsur
disiplin yang langsung berkaitan dengan pegawai,
penerapan pemberian sanksi, dan ketegasan dalam
memberikan sanksi.
e. Pedoman bagi pemegang kewenangan dan atau
pengendali dalam memonitor tindakan-tindakan yang
harus diiakukan oleh unit kerja atau bawahannya.
B. Penegakan Disiplin Kerja
1. Jumlah jam kerja efektif dalam hari kerja per minggu adalah
37,5 jam.
2. Berdasarkan Keppres No. 68 Tahun 1995, hari kerja di
tingkungan Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat dan Pemda
DKI Jakarta ditetapkan: Senin s/d Kamis, pukul 07.30-16.00
(istirahat pukul 12.00-13.00) dan Jumat pukul 07.30-16.30
(istirahat pukul 11.00-13.00). Pengaturan dan pelaksanaan
jam kerja di lingkungan Instansi Pemerintah Daerah
ditetapkan lebih lanjut oleh pimpinan instansi pemerintah
daerah masing-masing.
3. Hari dan jam kerja pada Pemerintah Daerah Propinsi,
Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah
mendapat persetujuan Men.PAN, dengan memperhatikan
jumlah jam kerja efektif perminggu 37,5jam.
4. Hari dan jam kerja TNI ditetapkan tersendiri oleh Panglima
TNI.
5. Hari dan jam kerja POLRI ditetapkan oleh Kapolri.

DISIPLIN PEGAWAI

503

6. Dikecualikan dari ketentuan di atas bagi Lembaga Pemerintah


yang tugasnya memberi pelayanan kepada masyarakat dan
lembaga pendidikan, serta Rumah Sakit, Dinas kebakaran,
Telkom, PLN, dan lain-lain.
C. CUTl
1. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti
Pegawai Negeri Sipil dilakukan sesuai dengan kebutuhan,
antara lain cuti tahunan, cuti hamil, dan cuti di luar tanggungan
negara.
2. Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pekerjaan,
pemberian cuti kepada PNS harus diatur oleh pimpinan
instansi/satuan kerja masing-masing sesuai dengan
kebutuhan dan fungsi.
3. Pejabat struktural atau PNS lainnya yang akan menjalankan
cuti harus menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepada
atasan iangsung dan atasan langsung yang bersangkutan
menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepada pejabat
setara atau staf yang lain.
4. Pimpinan instansi membuat aturan cuti pada hari tertentu,
antara lain hari raya/hari besar lainnya, hari kerja antara
hari libur resrni dengan hari Sabtu/Minggu.
5. Pimpinan instansi mengatur pemberian ijin tidak masuk kerja:
a. Ijin meninggalkan kantor maksimum diberikan 2 (dua)
hari.
b. Meninggalkan kantor lebih dari 2 (dua) hari diperhitungkan
sebagai cuti.
c. Meninggalkan kantor melebihi cuti PNS, merupakan
tindakan indisipliner, dan perlu ada tindak lanjut sanksi.
6. Cuti bersama dalam rangka hari libur keagamaan diatur
tersendiri dengan Keputusan Bersama Menteri PAN, Menteri
Agama, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Cuti
bersama PNS merupakan bagian dari cuti tahunan PNS
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1976. Sebelum atau sesudah pelaksanaan cuti
bersama, PNS tidak diperkenankan mengambil cuti tahunan,
kecuali alasan lain di luar cuti tahunan.

504

DISIPLIN PEGAWAI

D. Absensi Presentasi Kehadiran


Diupayakan maksimal menggunakan sistem absensi elektronik
dan on line ke dalam jaringan sistem informasi/sistem elektonik
perkantoran. Hasil monitoring absensi, khusus pegawai yang
tidak disiplin dapat diumumkan secara terbuka. Tindakan indisipliner
pegawai dilaksanakan sesuai peraturan kepegawaian berupa
sanksi disiplin pegawai.
E. Hukuman Disiplin
1. Masing-masing instansi Pemerintah agar membuat Buku
Pedoman Penjatuhan Hukuman Disipiin Pegawai, memuat
antara lain jenis-jenis pelanggaran, hukuman yang dapat
diberikan kepada pegawai, prosedur penjatuhan hukuman
disiplin, prosedur keluhan pegawai atas hukuman disiplin yang
diberikan, dan prosedur pengumuman tindakan indisipliner
pegawai.
2. Pedoman penjatuhan hukuman disiplin pegawai ditetapkan
oleh Pimpinan Instansi Pemerintah.
F. Pakaian Kerja
1. Hari kerja tertentu, pegawai diwajibkan berpakaian seragam
instansi pemerintah masing-masing.
2. Setiap hari Jumat, pegawai diwajibkan berpakaian batik atau
khas daerah yang bersangkutan, dalam rangka melestarikan
budaya bangsa dan meningkatkan produksi dalam negeri.
3. Pakaian seragam Instansi Pemerintah, berlengan pendek
(kecuali karyawati, karena alasan keagamaan), dilengkapi
Pin Korpri, Nama Pegawai, dan tanda Pengenal.
4. Ketentuan pelaksanaan pakaian seragam diatur dan
ditetapkan oleh masing-masing Instansi Pemerintah.
G. Penghargaan
1. Untuk mendorong dan meningkatkan prestasi kerja serta
untuk memupuk kesetiaan pegawai yang telah berjasa
terhadap negara atau telah menunjukkan prestasi kerja yang
luar biasa baiknya, dapat diberikan penghargaan oleh
Pemerintah.
2. Penghargaan dapat berupa tanda jasa, kenaikan pangkat
istimewa dan penghargaan lainnya seperti surat pujian.
DISIPLIN PEGAWAI

505

H. Perjalanan Dinas Dalam Negeri/Luar Negeri


1. Perjalanan dinas luar negeri dibatasi hanya untuk tugas
kedinasan yang terkait dengan hubungan diplomatik,
hubungan perdagangan/investasi, kerjasama bilateral dan
multilateral, yang pelaksanaannya terlebih dahulu mendapat
persetujuan dari pejabat yang berwenang (antara lain
Presiden, Sekretaris Negara/Kabinet dan Pimpinan Instansi).
2. Perjalanan dinas dalam negeri hanya dilakukan untuk kegiatan
yang sifatnya penting dan mendesak serta prioritas tinggi.
I. Pengawasan
1. Setiap pimpinan instansi pemerintah dan pimpinan unit
organisasi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaar.
ketentuan ini.
2. Setiap pimpinan instansi pemerintah dan pimpinan unit
organisasi mengambil tindakan berupa teguran atau sanksi
pegawai terhadap mereka yang tidak mengindahkan
ketentuan pedoman ini.
J. Pelaporan
1. Sesmenko/Sesjen/Sesmen/Sestama di Pusat dan Sesda
Propinsi, Kabupaten, dan Kota di Daerah melaporkan tindak
lanjut pedoman ini kepada atasan masing-masing 2 (dua)
kali dalam setahun.
2. Berdasarkan laporan tersebut pada angka 1, Pimpinan
Departemen/ Kementerian/LPND/Kesekretariatan Lembaga
Tinggi Negara/Komisi/ Dewan, Gubernur, Bupati dan Walikota
menyampaikan laporan pelaksanaan peraturan ini kepada
Men.PAN pada akhir tahun anggaran.
3. Laporan sebagaimana pada angka 1, Bupati/Walikota
menyampaikan laporan pelaksanaan peraturan ini kepada
Gubernur, selanjutnya secara kumulatif kepada Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara pada akhir tahun anggaran.
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
ttd
Taufiq Effendy

506

DISIPLIN PEGAWAI

Lampiran II
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor
: PER/87/M.PAN/8/2005
Tanggal : 10 Agustus2005
EDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN EFISIENSl,
PENGHEMATAN, DAN DISIPLIN KERJA
UNSUR-UNSUR EFISIENSI, PENGHEMATAN DAN
DISIPLIN KERJA
I.

EFISIENSI PELAKSANAAN TEKNIS


SARANA DAN PRASARANA

A. Sarana
1. Penggunaan Sumber Daya Listrik
Penggunaan sumber daya listrik agar dilakukan secara efisien
dan rasional Upaya yang dilakukan dalam peningkatan
efisiensi, antara lain:
a. Menekan pemakaian daya tersambung maksimal 75
persen.
b. Penggunaan listrik untuk penerangan dilaksanakan secara
proporsional dengan hanya menghidupkan lampu
penerangan pada tempat/ruang yang benar-benar
diperlukan, atau saat melaksanakan tugas, serta iampu
penerangan halaman gedung kantor pada malam hari
secara terbatas. Ruang kerja yang memperoleh akses
cahaya alami, seoptimal mungkin dimanfaatkan dan
mengurangi penggunaan penerangan listrik,
c. Pemadaman lampu penerangan dan alat pendingin
ruangan gedung kantor sebelum pukul 15.00, kecuali
ruang kerja lembur mengikuti prosedur internal.
d. Mematikan lampu penerangan pada ruang rapat
pertemuan, dan ruang lain yang tidak dipergunakan
selama jam kerja kantor.
e. Khusus mesin pendingin sentral (chiller), untuk gedung,
agar dimatikan 1 (satu) jam lebih awal dari jam kerja
pulang.
DISIPLIN PEGAWAI

507

f. Mengurangi jumlah pengoperasian lift, dan atau


membatasi penggunaan lift untuk naik/turun 2 (dua) lantai
atau lebih. Untuk naik/turun 1 (satu) lantai disarankan
menggunakan tangga.
g. Memaksimalkan upaya untuk tidak menggunakan listrik
pada saat jam beban puncak antara pukul 17.00 s.d.
22.00, karena biaya per kwh pada saat jam beban
puncak, 2 (dua) kali lipat lebih dibanding biaya per kWh
saat jam beban rendah.
h. Upayakan mengurangi daya tersambung
1) Menggunakan peralatan hemat listrik dan hanya
menggunakan peralatan bila diperlukan.
2) Membatasi secara optimal penggunaan listrik saat
beban puncak (jam 17.00 s.d. 22.00).
3) Menggeser penggunaan peralatan listrik ber kWh besar
dari beban puncak ke beban rendah (seperti untuk
pengisian air ke tower).
i. Disarankan untuk memasang Capacitor Bank yang
berfungsi memperbaiki faktor kerja pada peralatan listrik,
dan pada akhirnya dapat menghilangkan biaya Kilo Volt
Ampere Renctive (KVAR).
j. Menunjuk unit organisasi teknik untuk melakukan
pemeriksaan penggunaan listrik dan mematikan listrik di
ruang kerja/ruang rapat/pertemuan dan fasilitas umum,
atau setelah berakhirnya jam kerja.
k. Melaksanakan audit energi
1) Maksud kegiatan ini untuk mengidentifikasi dimana
dan berapa energi digunakan serta berapa potensi
penghematan yang mungkin diperoleh dalam suatu
fasilitas pengguna energi.
2) Tujuan audit untuk menentukan cara yang terbaik
guna mengurangi penggunaan energi per satuan
output dan mengurangi biaya operasi/biaya produksi.
3) Fasilitas sasaran audit
a) sistem distribusi listrik;
b) sistem tata udara (AC dan instalasi yang terkait);
c) selubung bangunan;
d) sistempenerangan;

508

DISIPLIN PEGAWAI

4. Berusaha lebih banyak menggunakan pendekatan reward


dari pada punishment. Penjatuhan hukuman diberikan dalam
kaitan mendidik (secara edukatif).
B. Pelaporan
1. Pelaporan Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan,
dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah dilakukan oleh masingmasing instansi.
2. Pelaksanaan kegiatan pencatatan pelaporan sesuai dengan
peran instansi masing-masing di Pusat oleh Sesmenko/
Sesjen/Sesmen/Sestama dan di Daerah dibuat oleh Sesda
Provinsi/Kabupaten/Kota. Hasil pemantauan dilaporkan
kepada atasan instansi masing-masing.
3. Pimpinan Departemen/Kementerian/LPND/Kesekretariatan
Lembaga Tinggi Negara/Komisi/Dewan/Kesekretariatan
Daerah Provinsi menyampaikan laporan Pelaksanaan
Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur
Pemerintah kepada Menteri PAN pada akhir tahun anggaran.
4. Pimpinan Kesekretariatan Daerah Kabupaten/Kota
menyampaikan laporan Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi,
Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah kepada
gubernur, selanjutnya gubernur menyampaikan laporan
secara kumulatif kepada Pemerintah melalui Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara pada akhir tahun anggaran.
VII. PENGORGANISASIAN
A. Pemerintah Pusat
Pengorganisasian Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi,
Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah pada
Pemerintah Pusat dilakukan masing-masing Instansi Pemerintah
oleh Sesmenko untuk Kementerian Koordinator, Sesjen untuk
Departemen, Sesmen untuk Kementerian Negara, Sestama untuk
Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Sesjen untuk
Lembaga Tinggi Negara/Komisi/Dewan.
B. Pemerintah Daerah
Pengorganisasian Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi,
Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah pada
DISIPLIN PEGAWAI

509

Pemerintah Daerah dilakukan masing-masing Instansi Pemerintah


Daerah oleh Sesda Provinsi dan Sesda Kabupaten/Kota.
VIII. PENUTUP
Pedoman ini akan ditindaklanjuti dengan Pedoman Teknis oleh masingmasing Instansi Pemerintah di Pusat dan Daerah.
Keberhasilan Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan
Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah tergantung kepada komitmen
untuk memberikan keteladanan, panutan, sikap mental, perilaku,
tekad, semangat, ketaatan, disiplin Aparatur Pemerintah, peran aktif
masyarakat, dan penegakan hukum dengan sanksi yang tegas
kepada pelanggar.
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
ttd
Taufiq Effendi

510

DISIPLIN PEGAWAI

Jakarta, 7 Juli 1981


Kepada
Yth. 1. Semua Menteri yang memimpin
Departemen
2. Jaksa Agung
3. Semua Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
4. Semua Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen.
5. Semua Kepala Perwakilan RI di
luar negeri.
6. Semua Gubemur Kepala Daerah
Tingkat I.
7. Semua Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II.
di

TEMPAT

SURAT-EDARAN
NOMOR : 10/SE/1981
TENTANG
TINDAKAN ADMINISTRATIF DAN HUKUMAN DISIPLIN
TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MEMILIKI/
MENGGUNAKAN IJAZAH PALSU/ASPAL

I. PENDAHULUAN
1. UMUM
a.

Sebagaimana diketahui, bahwa pada tahun-tahun


belakangan ini terdapat sejumlah Pegawai Negeri Sipil
yang memiliki dan atau menggunakan ijazah palsu/
ASPAL untuk kepentingan karier, sehingga merusak
citra Pegawai Negeri Sipil di kalangan masyarakat.

DISIPLIN PEGAWAI

511

2.

512

b.

Perbuatan sebagaimana digambarkan di atas, tidak


dapat dibiarkan berlarut-larut dan harus diambil
tindakan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang memiliki
dan atau menggunakan ijazah palsu/ASPAL tersebut,
satu dan lain hal untuk tetap dapat menjaga nama
baik dan mutu Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur
Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat.

c.

Dalam rangka usaha mencegah Pegawai Negeri Sipil


memiliki dan atau menggunakan Ijazah Palsu/ASPAL,
maka PANGKOPKAMTIB dengan suratnya Nomor
R-32/OPTIBPUSA//1981 tanggal 11 Mei 1981, telah
menyarankan agar Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan mengambil tindakan-tindakan terhadap
Pegawai Negeri Sipil yang memiliki dan atau
menggunakan ijazah palsu/ASPAL, menurut
bidangnya masing-masing.

d.

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara


dengan suratnya Nomor B-500/I/MENPAN/1981
tanggal 15 Mei 1981, antara lain menyatakan harus
diambil tindakan administratif dan dijatuhkan hukuman
disiplin terhadap Pegawai Negeri Sipil yang memiliki
dan atau menggunakan ijazah palsu/ASPAL dan
meminta kepada Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara untuk mengeluarkan petunjuk
teknis pelaksanaannya.

e.

Untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaannya, maka dipandang perlu mengeluarkan petunjuk
teknis tentang tindakan administratif dan penjatuhan
hukuman disipiin terhadap Pegawai Negeri Sipil yang
memiliki dan atau menggunakan ijazah palsu/ASPAL.

DASAR
a.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3041);

b.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 tentang


Badan Administrasi Kepegawaian Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1972 Nomor 42);

DISIPLIN PEGAWAI

3.

c.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang


Wewenang Pengang-katan, Pemindahan, dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3058);

d.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976 tentang


Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3096);

e.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang


Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3149);

f.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980,


tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980
Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3176);

g.

Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1984 tentang


Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Organisasi Badan
Administrasi Kepegawaian Negara.

TUJUAN
Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi pejabat
yang berwenang dalam mengambil tindakan administratif
dan menjatuhkan hukuman disiplin terhadap Pegawai
Negeri Sipil yang memiliki dan atau menggunakan ijazah
palsu/ASPAL.

4. PENGERTIAN
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
a.

Ijazah adalah Surat Tanda Tamat Belajar (STTB),


Diploma, dan Akta yang dikeluarkan dengan sah oleh
Lembaga Pendidikan yang berwenang, baik Lembaga
Pendidikan.

DISIPLIN PEGAWAI

513

b.

Ijazah palsu, adalah ijazah yang bentuk, ciri, dan


atau isinya tidak sah. Kriteria ijazah palsu antara lain
adalah sebagai berikut:
(1) blanko ijazah palsu;
(2) blanko ijazah sah, dikeluarkan oleh Lembaga
Pendidikan yang berwenang tetapi ditandatangani
oleh Pejabat yang tidak berwenang, atau;
(3) blanko ijazah sah, dikeluarkan oleh Lembaga
Pendidikan yang berwenang, ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang, tetapi isinya sebagaian
atau seluruhnya dipalsukan.

c.

Ijazah ASPAL, adalah ijazah yang diperoleh dengan


cara yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku
di lingkungan pendidikan pada waktu ijazah itu
dikeluarkan.

II. TINDAKAN ADMINISTRATIF DAN HUKUMAN DISIPLIN


1.

514

PENGGUNAAN IJAZAH PALSU/ASPAL UNTUK


MELAMAR MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL.
a.

Pegawai Negeri Sipil yang pengangkatannya dilakukan


sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 1976 (tanggal 18 Pebruari 1976), yang
kemudian ternyata bahwa pada waktu melamar
menggunakan ijazah palsu/ASPAL, diberhentikan tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor
6 Tahun 1976.

b.

Pegawai Negeri Sipil yang pengangkatannya dilakukan


sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 1976, yang kemudian ternyata bahwa pada
waktu melamar menggunakan ijazah palsu/ASPAL,
terhadapnya dijatuhkan hukuman disiplin berupa
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Pasal
6 ayat (4), huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 1980, dengan mendapat hak-hak kepegawaian
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

DISIPLIN PEGAWAI

2.

PENGGUNAAN IJAZAH PALSU/ASPAL UNTUK


KEPENTINGAN KENAIKAN PANGKAT.
a.

Pegawai Negeri Sipil yang menggunakan ijazah palsu/


ASPAL untuk kenaikan pangkat sebagai penyesuaian
ijazah sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor
3 Tahun 1980 (tanggal 22 Januari 1980),
terhadapnya dijatuhkan hukuman disiplin berupa
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Pasal
6 ayat (4), huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 1980, dengan mendapat hak-hak kepegawaian
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

b.

Pegawai Negeri Sipil yang menggunakan ijazah palsu/


ASPAL untuk kenaikan pangkat sebagai penyesuaian
ijazah sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 1980, pangkatnya dikembalikan pada
pangkat berdasarkan ijazah yang sah yang dimilikinya
dengan memperhitungkan masa kerja golongan.
Umpamanya :
(1) Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Badu
mempunyai riwayat kepangkatan sebagai
berikut
(a) Terhitung mulai tanggal 1 Februari 1961, ia
diangkat menjadi pegawai bulanan dalam
golongan ruang D/l PGPN-1961 atas dasar
ijazah SMA.
(b) Terhitung mulai tanggal 1 Pebruari 1962, ia
diangkat dalam golongan ruang D/ll PGPN1961.
(c) Terhitung mulai tanggal 1 Pebruari 1965, ia
diangkat dalam golongan ruang D/lll PGPN1961.
(d) Pada tanggal 31 Desember 1967 ia masih
dalam golongan ruang D/lll PGPN-1961.
(e) Terhitung mulai tanggal 1 Januari 1968
golongan ruangnya disesuaikan ke dalam
golongan ruang ll/b PGPS-1968.

DISIPLIN PEGAWAI

515

(f ) Terhitung mulai tanggal 1 April 1969, ia


diangkat dalam ruang III/a PGPS-1968
sebagai penyesuaian ijazah sarjana.
(g) Terhitung mulai tanggal 1 April 1973, ia
diangkat dalam ruang III/b PGPS-1968.
(h) Terhitung mulai tanggal 1 April 1977, ia
diangkat dalam ruang III/c
(i) Terhitung mulai tanggal 1 April 1981, ia
diangkat dalam ruang III/d.
(j) Pada bulan Juli 1981, baru diketahui bahwa
pengangkatannya dalam pangkat sebagai
penyesuaian ijazah ke dalam golongan ruang
III/a terhitung mulai tanggal 1 April 1969
adalah menggunakan ijazah sarjana palsu.
(2) Dalam hal yang sedemikian, maka tindakan
administrasi yang diambil terhadap Badu tersebut
adalan dengan mengembalikan pangkatnya pada
pangkat berdasarkan ijazah yang sah yang
dimilikinya dengan memperhitungkannya masa
kerja golongan, sebagai berikut :
(a) Terhitung mulai tanggal 1 Januari 1968,
golongan ruangnya disesuaikan dari D/lll
PGPNS-1961 ke dalam ll/b PGPNS-1968,
dengan masa pangkat terakhir 2 Tahun 11
bulan.
(b) Terhitung mulai tanggal 1 April 1969 diangkat
dalam golongan ruang ll/c PGPNS-1968,
karena ia pada tanggal 1 April 1969 telah
mempunyai masa pangkat terakhir 4 tahun
2 bulan terhitung mulai ia diangkat dalam
golongan D/lll PGPNS-1961 (1 Februari
1965).
(c) Terhitung mulai tanggal 1 April 1973 diangkat
dalam golongan ruang ll/d PG PS- 1968.
(d) Terhitung mulai tanggal 1 April 1977 diangkat
dalam golongan ruang III/a.
(e) Terhitung mulai tanggal 1 April 1981 diangkat
dalam golongan ruang III/b.

516

DISIPLIN PEGAWAI

(3)

Dengan uraian sebagai tersebut di atas, maka


golongan ruang yang sah bagi Badu adalah
III/b terhitung mulai tanggal 1 April 1981.

c.

Disamping tindakan administratif yang berupa


pengembalian pangkat berdasarkan ijazah yang sah
sebagai tersebut di atas, terhadap Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan dijatuhkan hukuman disiplin
berupa penurunan pangkat pada pangkat yang
setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun
berdasarkan Pasal 6 ayat (4), huruf a, Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.

d.

Tata cara pengembalian pangkat pada pangkat


berdasarkan ijazah sebagai tersebut di atas, dilakukan
sebagai berikut :
1)

Untuk pangkat Pembina golongan ruang IV/a


ke bawah ditetapkan oleh Menteri, Jaksa Agung,
Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen atau Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I yang bersangkutan setelah terlebih
dahulu mendapat persetujuan dari Kepala Badan
Administrasi I/Kepegawaian Negara tersebut
menggunakan formulir Nota Persetujuan Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara,
menurut contoh sebagai tersebut dalam
lampiran I Surat Edaran ini, dengan ketentuan
sebagai berikut :
(a) Nota Persetujuan Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara
tersebut dibuat dalam rangkap 5 (lima).
Setelah Nota Persetujuan tersebut
diperiksa dan disetujui Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara atau
pejabat lain yang ditunjuk olehnya,
kemudian disampaikan kepada :
i.

2 (dua) rangkap dikembalikan kepada


instansi yang bersangkutan.

ii.

1 (satu) rangkap dikirimkan kepada


Kepala KPN/Kas daerah yang
bersangkutan.
DISIPLIN PEGAWAI

517

iii.

1 (satu) rangkap dikirimkan kepada


Dirjen Anggaran Cq. Direktur
Perbendaharaan Negara.

iv. 1 (satu) rangkap untuk arsip Badan


Administrasi Kepegawaian Negara cq.
Deputi Tata Usaha Kepegawaian.
(b) Nota Persetujuan yang diajukan kepada
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara dilengkapi dengan lampiranlampiran sebagai berikut :
i.

Salinan sah dari semua ijazah yang


sah dimiliki Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.

ii.

Salinan sah surat keputusan kenaikan


pangkat yang pertama sampai
dengan yang terakhir

iii. Surat
keterangan/pernyataan
pimpinan instansi yang mengeluarkan
ijazah tentang kepalsuan/keaspalan
ijazah yang dimiliki Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan.
2)

Untuk pangkat Pembina Tingkat I golongan


ruang IV/b ke atas diajukan kepada Presiden
dengan tembusan kepada Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara, dengan
menggunakan formulir Daftar Usul
Pengembalian Pangkat, menurut contoh
sebagai tersebut dalam lampiran Surat Edaran,
dengan ketentuan sebagai berikut :
(a) Daftar Usul Pengembalian Pangkat
tersebut dibuat dalam rangkap 4
(empat), yaitu :
i.

Rangkap pertama diajukan langsung


kepada Presiden.

ii.

Rangkap kedua dan ketiga diajukan


kepada
Badan
Administrasi
Kepegawaian Negara.

iii. Rangkap keempat untuk arsip instansi


yang bersangkutan.
518

DISIPLIN PEGAWAI

(b) Daftar Usul Pengembalian Pangkat yang


diajukan kepada Presiden dan Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara
dilengkapi dengan lampiran-lampiran
sebagai berikut :
i. Salinan sah dari semua ijazah yang
dimiliki Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
ii. Salinan sah surat keputusan kenaikan
pangkat yang pertama sampai dengan
yang terakhir.
iii. Surat
keterangan/pernyataan
pimpinan instansi yang mengeluarkan
ijazah tentang kepalsuan/ke ASPAL an
ijazah yang dimiliki Pegawai Negeri Sipil
yang berlangsung.
3.

PENGGUNAAN IJAZAH PALSU/ASPAL UNTUK


KEPENTINGAN JABATAN
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam suatu jabatan
atas dasar ijazah yang kemudian temyata palsu/ASPAL di
samping tindakan administrasi yang diambil berdasarkan
ketentuan angka II, angka 2 huruf b di atas, terhadapnya
dijatuhkan hukuman disiplin berupa pembebasan dari
jabatan berdasarkan Pasal 6, ayat (4) huruf b, Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. Setelah sekurangkurangnya 1 (satu) tahun ia dibebaskan dari jabatannya,
ia dapat dipertimbangkan untuk menduduki suatu jabatan
yang sesuai dengan pangkat terakhir yang dimilikinya.

4.

PENGGUNAAN IJAZAH PALSU/ASPAL BUKAN


UNTUK KEPENTINGAN KARIER
Pegawai Negeri Sipil yang memiliki ijazah palsu/ASPAL tetapi
tidak menggunakannya untuk kepentingan karier,
terhadapnya dijatuhkan hukuman disiplin berupa penurunan
gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala selama 1
(satu) tahun berdasarkan Pasal 6 ayat (3) huruf b, Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.

DISIPLIN PEGAWAI

519

III. PENENTUAN IJAZAH PALSU/ASPAL


1. Yang berwenang menentukan ijazah palsu/ASPAL dalam
pimpinan instansi yang mengeluarkan ijazah tersebut, yaitu :
a.

DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN


DAN KEBUDAYAAN
(1) Rektor, bagi ijazah yang drkeluarkan oleh Perguruan
Tinggi Negeri.
(2) KOPERTIS, bagi ijazah yang dikeluarkan oleh
Perguruan Tinggi Swasta.
(3) KAKANWIL Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, bagi ijazah Sekolah Menengah Umum
Tingkat Atas, Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat
Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat
Pertama, baik yang dikeluarkan oleh Sekolah Negeri
maupun swasta.
(4) Kepala Dinas Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan daerah Tingkat l/Daerah Tingkat II
bagi ijazah Sekolah Dasar, baik yang dikeluarkan
oleh Sekolah Dasar Negeri maupun Swasta.

b.

DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA


(1) Rektor, bagi ijazah yang dikeluarkan oleh IAIN.
(2) Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam, bagi ijazah yang dikeluarkan oleh Perguruan
Tinggi Agama Islam Swasta.
(3) KAKANWIL Departemen Agama, bagi ijazah Aliyah,
Tsanawiyah, Ibtidaiyah baik yang dikeluarkan oleh
sekolah negeri maupun swasta.

c.

d.

520

DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN KESEHATAN


Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Negeri
Departemen Kesehatan, bagi ijazah Paramedis baik
yang dikeluarkan oleh sekolah Negeri maupun swasta.
DALAM LINGKUNGAN INSTANSI PEMERINTAH
LAINNYA
Menteri/Pimpinan Lembaga/Pejabat lain yang ditunjuk
olehnya bagi ijazah yang diKeluarkan oleh Lembaga
Pendidikan instansi yang bersangkutan.

DISIPLIN PEGAWAI

2.

3.

4.

5.

IV.

Apabila pimpinan instansi meragukan keaslian/keabsahan


suatu ijazah yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil dalam
lingkungannya, agar dengan segera menghubungi pejabat
sebagai tersebut di atas untuk memperoleh kepastian
tentang keaslian/keabsahan ijazah yang diragukan itu.
Permintaan untuk memperoleh kepastian keaslian/
keabsahan suatu ijazah diajukan secara tertulis kepada
pejabat sebagai tersebut dalam angka 1 di atas.
Jawaban pejabat sebagai tersebut dalam angka 1,
diberikan kepada instansi yang meminta secara tertulis
pula.
Pernyataan kepalsuan/ke-ASPAL-an suatu ijazah yang
diberikan oleh pejabat sebagai tersebut dalam angka 1,
adalah sebagai dasar bagi pejabat yang berwenang untuk
mengambil tindakan administrasi dan atau menjatuhkan
hukuman disiplin terhadap Pegawai Negeri Sipil yang
memiliki/menggunakan ijazah palsu/ASPAL

PEJABAT YANG
BERWENANG MENGAMBIL
TINDAKAN ATAU MENJATUHKAN HUKUMAN DISIPLIN.
1.

Pejabat yang berwenang mengambil tindakan administratif


berdasarkan Surat Edaran ini adalah pejabat yang
berwenang sebagimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 jo Surat Edaran Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 12/SE/
1975 tanggal 14 Oktober 1975.

2.

Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin,


adalah pejabat yang berwenang menghukum berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 jo Surat
Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara
Nomor 23/SE/1980 tanggal 30 Oktober 1980.

3.

Surat keputusan pengembalian pangkat pada pangkat


berdasarkan ijazah yang sah ditetapkan dengan surat
keputusan pejabat yang berwenang, menurut contoh
sebagai tersebut dalam lampiran III Surat Edaran ini.

4.

Tembusan surat keputusan tersebut di atas antara lain


disampaikan kepada Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara, Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara, Pimpinan Instansi yang mengeluarkan Ijazah,

DISIPLIN PEGAWAI

521

Kepala Kantor Perbendaharaan


bersangkutan, dan lain-lain.
V.

VI.

Negara

yang

LAIN-LAIN
1.

Tindakan administratif yang diambil dan hukuman disiplin


yang dijatuhkan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan berdasarkan Surat Edaran ini, tidak
mengurangi tuntutan hukum yang mungkin diambil oleh
pejabat yang berwajib.

2.

Keabsahan ijazah yang diperoleh dari luar negeri


ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau
pejabat lain yang ditunjuk olehnya.

3.

Hukuman disiplin yang dijatuhkan terhadap Pegawai Negeri


Sipil yang menggunakan ijazah palsu/ASPAl sebelum
berlakunya Surat Edaran ini, tetap berlaku.

4.

Ketentuan Surat Edaran ini berlaku juga bagi calon Pegawai


Negeri Sipil.

PENUTUP
1.

Apabila dalam melaksanakan Surat Edaran ini dijumpai


kesulitan-kesulitan supaya segera ditanyakan kepada
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk
mendapat penyelesaian.

2.

Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan


sebaik-baiknya.
KEPALA
BADAN ADMINISTRASI NEGARA
ttd
AE MANIHURUK

TEMBUSAN Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada :


1. Bapak Presiden, sebagai laporan.

522

DISIPLIN PEGAWAI

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11
12.
13.
14.
15.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.


PANGKOPKAMTIB.
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, sebagai
laporan.
Menteri/Sekretaris Negara, sebagai laporan.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Kepala Staf TNI Angkatan Laut.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur
Jenderal, dan Badan/Pusat.
Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen/Pimpinan Instansi
Vertikal.
Direktur Perbendaharaan Negara.
Semua Kepala kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran.
Semua Kepala Kantor Perbendaharaan Negara.
Pertinggal.

DISIPLIN PEGAWAI

523

LAMPIRAN I SURAT EDARAN KEPALA BADAN


ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR
: 10/SE/1981
TANGGAL
: 7 JULI 1981
NOTA PERSETUJUAN KEPALA BADAN ADMINISTRASl
KEPEGAWAIAN NEGARA
TENTANG
PENGEMBALIAN PANGKAT DALAM PANGKAT
BERDASARKAN IJAZAH YANG SAH
DEPARTEMEN/LEMBAGA
NOMOR

No.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

8.
9.

10.

:
:

PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DIUSULKAN


NAMA
NIP
NOMOR SERI KARPEG
TEMPAT DAN TANGGAL LAHIR
JABATAN
L
a. PANGKAT
A
b. GOLONGAN RUANG
M
c. TERHITUNG MULAI TANGGAL
A
d. MASA KERJA GOLONGAN
tahun. bulan
e. GAJI POKOK
B
a. PANGKAT
A
b. GOLONGAN RUANG
R
c. TERHITUNG MULAI TANGGAL
U
d. MASA KERJA GOLONGAN
tahun. bulan
*-1
e. GAJI POKOK
WILAYAH PEMBAYARAN
ALASAN - ALASAN PENGEMBALIAN PANGKAT :
Berdasarkan surat/peryataan dari ... Nomor ..
Tanggal.., bahwa ijazah . Nomor .
RIWAYAT KEPANGKATAN SEKARANG
a. Berdasarkan Surat Keputusan Nomor .....
tanggal, diangkat dalam pangkat
golongan ruang terhitung mulai
tanggal..
b. .

c. .,
.
d. ..
..
e. dst

524

DISIPLIN PEGAWAI

11.

URUT - URUTAN
PENGEMBALIAN
BERDASARKAN IJAZAH YANG SAH :

PANGKAT

PADA

PANGKAT

a. Terhitung mulai tanggal ., pangkat pada golongan


ruangnya dikembalikan pada pangkat ... golongan
Ruang ..

dengan masa kerja golongan .

Tahun bulan dan gaji pokok Rp. ..


b.
c.
d. dst
.., tanggal.
MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA

.
12

PERSETUJUAN KEPALA BADAN ADMINISTRATSI KEPEGAWAIAN NEGARA :

Nomor :
Jakarta, tanggal.
BADAN ADMINISTRATSI KEPEGAWAIAN NEGARA

....

*-1

Tuliskanlah pangkat, golongan ruang, tmt, masa kerja golongan,


dan gaji pokok terakhir berdasarkan pengembalian pangkat dalam
pangkat berdasarkan ijazah yang sah yang dimiliki.

*-2

Coret yang tidak perlu

DISIPLIN PEGAWAI

525

LAMPIRAN II SURAT EDARAN KEPALA BADAN


ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR
: 10/SE/1981
TANGGAL
: 7 JULI 1981
NOTA PERSETUJUAN KEPALA BADAN ADMINISTRASl
KEPEGAWAIAN NEGARA
TENTANG
PENGEMBALIAN PANGKAT DALAM PANGKAT
BERDASARKAN IJAZAH YANG SAH
DEPARTEMEN/LEMBAGA :
NOMOR
:

526

DISIPLIN PEGAWAI

11.

URUT - URUTAN
PENGEMBALIAN
BERDASARKAN IJAZAH YANG SAH :

PANGKAT

PADA

PANGKAT

a. Terhitung mulai tanggal .., pangkat pada golongan


ruangnya dikembalikan pada pangkat .... golongan
Ruang .. dengan masa kerja golongan ...
Tahun .. bulan dan gaji pokok Rp. .
b.
c.
d. dst
.., tanggal.
MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA

.
12

PERSETUJUAN KEPALA BADAN ADMINISTRATSI KEPEGAWAIAN NEGARA :

Nomor :
Jakarta, tanggal.
BADAN ADMINISTRATSI KEPEGAWAIAN NEGARA

..

*-1

Tuliskanlah pangkat, golongan ruang, tmt, masa kerja golongan, dan


gaji pokok terakhir berdasarkan pengembalian pangkat dalam pangkat
berdasarkan ijazah yang sah yang dimiliki.

*-2

Coret yang tidak perlu

DISIPLIN PEGAWAI

527

CONTOH SURAT KEPUTUSAN LAMPIRAN III SURAT EDARAN KEPALA BADAN


PENGEMBALIAN PANGKAT
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
PADA PANGKAT BERDASARKAN
NOMOR
: 10/SE/1981
IJAZAH YANG SAH
TANGGAL
: 7 JULI 1981

KEPUTUSAN ....................................
NOMOR .
MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA

Menimbang

a. bahwa berdasarkan surat/pernyataan


dari...................
Nomor...................... tanggal............... bahwa
ijazah ..................... Nomor............ tanggal...
......................... atas nama Sdr. ............. yang
dikeluarkan oleh .......................... ternyata palsu/
ASPAL*;
b. bahwa ijazah palsu/ASPAL* tersebut telah digunakan
untuk pengangkatan dalam pangkat sebagai
penyesuaian ijazah;
c. bahwa untuk ketertiban adminrstrasi dan dalam
rangka usaha menertibkan Aparatur Negara
dipandang perlu mengembalikan pangkat dan
golongan ruang Sdr. ............................
NIP. ................ dalam pangkat dan golongan ruang
berdasarkan ijazah yang sah yang dimilikinya.

Mengingat

1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3041);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1975 tentang
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan
pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1975 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3058);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran

528

DISIPLIN PEGAWAI

Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11,


Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3098);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 tentang
Pengangkatan dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3156).
Memperhatikan :

1. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian


Negara Nomor 10/SE/1981 tanggal 7 Juli 1981 tentang
Tindakan Administratif dan Hukuman Disiplin
Terhadap Pegawai Negeri Sipil Yang Memiliki/
Menggunakan Ijazah Palsu/ASPAL.
2. Nota Persetujuan/Pertimbangan * Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara Nomor.................
tanggal.........
MEMUTUSKAN

Menetapkan
PERTAMA

Mengembalikan pangkat dan golongan ruang Sdr


......... NIP ............. ke dalam pangkat
berdasarkan ijazah yang sah yang dimIIIkinya sebagai
berikut :
1. Terhitung mulai tanggal ............. diangkat dalam
pangkat ............, golongan ruang ........ masa
kerja golongan .............. gaji pokok Rp. .............
sebulan.
2. ............................................................
3. .............................................................
4. dst.

KEDUA

Mewajibkan Sdr. ................. tersebut untuk


membayar kembali kelebihan penghasilan yang tidak
berhak diterimanya kepada Negara.

KETIGA

Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan


dalam keputusan ini akan diadakan perbaikan dan
perhitungan kembali sebagaimana mestinya.

DISIPLIN PEGAWAI

529

ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Sdr. ...................


Untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di

pada tanggal

MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA .........

TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan kepada :


1.

Ketua BPK.

2.

Menteri Negara Penertiban Aparatur Negera.

3.

Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara U.p. Kepala Biro


Tata Usaha Kepegawaian.

4.

Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan U.p. Direktur


Perbendaharaan Negara.

5.

Kepala KPN yang bersangkutan.

6.

Pimpinan Instansi yang mengeluarkan ijazah.

7.

Pertinggal.

* Coret yang tidak perlu.

530

DISIPLIN PEGAWAI

BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA


Nomor : K.26-30/V.24-49/99
Jakarta, 21 Desember 2001
Sifat : Penting
Perihal : Peningkatan
Kepada
Disiplin PNS.
Yth. 1. Menteri Kabinet Gotong
Royong
2. Jaksa Agung
3. Pimpinan Sekretariat Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara
4. Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen
5. Gubernur Seluruh Indonesia
6. Bupati/Walikota Seluruh
Indonesia
Dalam rangka peningkatan Disiplin Kerja PNS sebagai tindak
lanjut kunjungan kerja lapangan Bapak Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Kebeberapa Instansi setelah Hari Raya Idul Fitri
1422 H baru-baru ini dapat diketahui bahwa jumlah PNS yang masuk
kerja maupun semangat kerja pegawai tidak sesuai sebagaimana
yang diharapkan Sehubungan dengan hal tersebut bersama jni
diberitahukan hal-hal sebagai benkut :
1.

PNS sebagai unsur Aparatur Negara senantiasa dituntut untuk


dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat Oleh karenanya setiap PNS harus melaksanakan
tugas yang dibebankan kepadanya dengan penuh kesadaran
dan tanggung jawab.

2.

Untuk itu setiap PNS hendaknya senantiasa memiliki disiplin


kerja yang tinggi sesuai dengan yang diamanatkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin PNS terutama dalam mentaati ketentuan jam kerja;

3.

Sehubungan dengan hal itu bersama ini dimohon kepada


semua pimpinan disetiap Instansi untuk memperhatikan dan
mentaati ketentuan jam kerja terutama pada hari kerja setelah
Hari Raya/Hari Besar Keagamaan dan pada hari kerja kejepit,
setiap PNS diharapkan sebagaimana mestinya. Apabila ada
pegawai yang tidak masuk kerja pada hari tersebut tanpa
DISIPLIN PEGAWAI

531

alasan yang sah, maka kepadanya dapat dikenakan sanksi


sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980,
Disamping itu untuk menghindari terjadinya kevakuman dalam
pelayanan atau untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pekerjaan,
maka pemberian cuti dalam waktu yang bersarnaan agar diatur
dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak mengganggu pelaksanaan
tugas sehari-hari.
Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
KEPALA
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
PRAJONO TJIPTOHERIJANTO

Tembusan Yth.
1.
2.
3.
4.

532

Presiden sebagai laporan.


Wakil Presiden, sebagai laporan.
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
Sekretaris Negara/Sekretaris Kabinet.

DISIPLIN PEGAWAI

MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA, 18 April 2007
Kepada Yth.
1. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu;
2. Panglima Tentara Nasional Indonesia;
3. Jaksa Agung;
4. Kepala Kepolisian Negara RI;
5. Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen;
6. Para Pimpinan Sekretariat Lembaga Tinggi Negara;
7. Para Pimpinan Sekretariat Dewan/Komisi/Badan;
8. Para Gubernur; dan
9. Para Bupati/Walikota.
di Tempat
SURAT EDARAN
Nomor : SE/03/M.PAN/4/2007
Tentang
PERLAKUAN TERHADAP PEJABAT
YANG TERLIBAT KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME
Dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi, kami
mengharapkan perhatian dan bantuan Saudara agar meningkatkan
kerja sama dan dukungan upaya-upaya penanganan perkara korupsi
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesuai dengan DIKTUM
KEDELAPAN, Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi.
Kerja sama dan dukungan terhadap upaya penanganan korupsi
tersebut dilakukan sebagai berikut :

DISIPLIN PEGAWAI

533

1. Segera memberikan ijin pemeriksaan terhadap Pejabat atau


Pegawai baik sebagai saksi atau sebagai tersangka, jika memang
ijin tersebut diperlukan sesuai peraturan perundang-undangan;
2. Memberhentikan sementara dari jabatannya, terhadap Pejabat
yang terlibat perkara korupsi, berstatus sebagai tersangka/
terdakwa, dan dilakukan penahan oleh aparat penegak hukum,
sampai dengan adanya keputusan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap (inkracht) dari pengadilan atau resmi dinyatakan
dihentikan proses hukumnya oleh aparat penegak hukum;
3. Menjatuhkan sanksi administratif sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil terhadap Pejabat/Pegawai yang telah
mendapatkan vonis bersal;ah dari pengadilan atau jika terbukti
adanya pelanggaran disiplin pegawai negerisipil, meskipun Pejabat/
Pegawai tersebut mendapatkan vonis bebas dari pengadilan;
4. Memulihkan nama baik dan dapat menempatkan kembali pada
jabatan yang semestinya terhadap Pejabat/Pegawai yang tidak
terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tidak terdapat
pelanggaran terhadap disiplin pegawai negeri sipil;
5. Menyampaikan laporan setiap semester kepada Meneg PAN
tentang nama-nama Pejabat/Pegawai yang terlibat kasus korupsi
dengan status hukumnya, dimulai pada semester pertama tahun
2007 dengan menggunakan isian Formulir dan contoh terlampir.
Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami sampaikan terima
kasih.
Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara
Ttd
TAUFIQ EFFENDI
Tembusan Yth. :
1. Presiden RI;
2. Wakil Presiden RI;
3. Ketua Komisi II DPR-RI;
4. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

534

DISIPLIN PEGAWAI

DISIPLIN PEGAWAI

535

2.
3.

1.

No

Pengadaan Mesin Rp 1.000.000.000


Uap senilai Rp 2
milyar
yang
direalisasikan
dengan
barang
bekas
Dst.

Nilai Kerugian
Negara (Rp)
Ir. XXX. MSc. NIP.
012345678,
Gol.
IV-a, Kepala Bidang
.
Pada
Dinas.Pemprov.

Pelaku: Nama, NIP,


Golongan, Jabatan,
dan Unit Instansi

:
:...............................

Uraian Kasus

INSTANSI
Periode Laporan

Jumlah Yg
disetor ke
Kas Negara
(Rp)
25-12-2006 Selesai investigasi Nihil
3/2/2007
21-5-2007 Dlm
proses
penyidikan

Proses Penanganan
Tanggal
Perkembangan

Bawas Propinsi
.
Kejati
Provins

Instansi yg
menangani

LAPORAN PERKEMBANGAN PENANGANAN


KASUS YANG BERINDIKASI KORUPSI

Lampiran Surat Edaran MenPAN


Nomor : SE/M.PAN/4/2007
Tanggal 18 April 2007

Lampiran Surat Edaran Men.PAN


Nomor: SE/03/M.PAN/4/2007
Tanggal 18 April 2007
PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR
LAPORAN PERKEMBANGAN PENANGANAN
KASUS YANG BERINDIKASI KORUPSI
Kolom 1 :

Diisi nomor urut (cukup jelas)

Kolom 2 :

Yang dimaksud dengan Uraian Kasus pada kolom 2


adalah uraian ringkas tentang kasus penyimpangan
yang sedang dan/atau telah ditangani oleh Aparat
Pengawas dan/atau Aparat Penegak Hukum.

Kolom 3 :

Yang dimaksud dengan Nilai Kerugian Negara (Rp)


pada kolom 3 adalah nilai rupiah atau nilai ekivalen yang
diindikasikan sebagai kerugian keuangan negara,
termasuk kerugia keuangan daerah/BUMN/BUMD/
BHMN.

Kolom 4 :

Yang dimaksud dengan Pelaku; Nama, NIP, Golongan,


Jabatan, dan Unit Instansi pada kolom 4 adalah nama
oknum/pribadi. Dalam hal menyangkut PNS/anggota
TNI/Polri agar disebut NIP/NRP, pangkat/golongan,
jabatan, dan unit kerja terakhir bertugas.

Kolom 5 :

Yang dimaksud dengan Proses Penanganan Instansi


yg menangani pada kolom 5 adalah Unit Instansi
Pengawas atau Unit Instansi Penegak Hukum yang
menangani kasus yang diindikasikan korupsi pada kolom
2 (misalnya; BPK Perwakilan Makassar, BPKP Pusat,
Itjen Dept Pertanian, Bawas Prov. Bali, Kejaksaan
Tinggi Prov NTT. Dst)

Kolom 6 :

Yang dimaksud dengan Proses Penanganan Tanggal


pada kolom 6 adalah tanggal dimulainya penanganan
oleh Instansi yang menangani.

536

DISIPLIN PEGAWAI

Kolom 7 :

Yang dimaksud dengan Proses Penanganan


Perkembangan pada kolom 7 adalah sebutan proses
pengawasan dan proses hukum (misalnya; penelitian,
investigasi oleh Aparat Pengawas, penyelidikan,
penyidikan, atau penuntutan oleh Aparat Penegak
Hukum; dan vonis, banding, kasasi, PK dalam proses
pengadilan) dan tanggal selesainya jika proses tersebut
telah selesai.

Kolom 8 :

Yang dimaksud dengan Jumlah yg disetor ke Kas


Negara (Rp) pada kolom 8 adalah nilai rupiah yang
telah dikembalikan ke Kas Negara, termasuk Kas
Daerah, dan Kas BUMN/BUMD/BHMN.

DISIPLIN PEGAWAI

537

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
SURAT EDARAN
NO. 866/OT/VIII/2001/02
TENTANG
JAM KERJA
Dari pengamatan kami akhir-akhir ini terjadi penurunan
kehadiran pegawai pada jam kerja dan kehadiran dalam Upacara/
Acara kedinasan yang diadakan di Departemen Luar Negeri Republik
Indonesia.
Sehubungan dengan itu dan mengingatkan kembali Surat
Edaran dari Sekretaris Jenderal sebelumnya serta dalam rangka
mendukung/mensukseskan program Gerakan Disiplin Nasional, agar
seluruh pegawai Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
melaksanakan :
I. Mentaati jam kerja sesuai Keputusan Presiden No. 68 tahun
1995, Pasal I ayat (2) :
1. Hari Senin sampai
Hari Kamis
: Jam 07.30-16.00 WIB
Waktu Istirahat
: Jam 12.00-13.00 WIB
2. Hari Jumat
: Jam 07.00-16.30 WIB
Waktu Istirahat
: Jam 11.30-13.00 WIB
3. Mengisi Daftar Hadir sesuai dengan peraturan jam kerja
setiap harinya di ruang masing-masing Eselon II dan ditutup
pada jam 09.00 WIB.
4. Pengisian Daftar Hadir setelah jam 09.00 WIB tanpa izin
atasan Eselon II yang bersangkutan dinilai tidak hadir.
II. Sanksi akan diberikan karena ketidakhadiran pegawai tanpa alasan
adalah sebagai berikut:
1. Apabila dalam satu bulan pegawai tidak hadir selama 7 (tujuh)
Hari kerja tanpa penjelasan akan diberikan surat peringatan
pertama.
538

DISIPLIN PEGAWAI

2. Apabila pegawai yang bersangkutan tidak hadir selama 5


(lima) Hari kerja pada bulan yang lain, maka akan diberikan
surat peringatan ke dua.
3. Selanjutnya apabila dalam bulan ketiga pegawai yang
bersangkutan tidak hadir selama 3 (tiga) hari kerja maka
akan mendapat sanksi sbb;
-

Bagi Pegawai PDLN akan diberikan sanksi penundaan


jenjang Kepangkatan PDLN dan penempatan ke luar
negeri.

Bagi Pegawai PDDN akan diberikan sanksi untuk diproses


sesuai ketentuan yang berlaku.

III. Harap koordinator dan supir bis menyesuaikan jadual


penjemputan pada pagi hari dan meninggalkan kantor pada
hari Senin-Kamis paling cepat jam 16.00 WIB dan pada hari
Jumat jam 16.30 WIB.
IV. Seluruh pegawai diharuskan menghadiri Upacara/Acara
Kedinasan yang diadakan sesuai pemberitahuan Panitia Upacara/
Acara tersebut.
Demikian agar mendapat perhatian dan ditaati oleh seluruh
Pegawai Dcpartemen Luar Negeri.
Dikeluarkan di : Jakarta
Pada tanggal : 3 Agustus 2001
SEKRETARIS JENDERAL
ttd
ARIZAL EFFENDI

DISIPLIN PEGAWAI

539

DEPARTEMEN LUAR NEGERI

BERITA RAHASIA

REPUBLIK INDONESIA

KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI NEGERA

PUSAT TELEKOMUNIKASI
Tanggal : 25 JANUARI 2006

SK/2
KONSEP NO : 12727

PRO PERWAKILAN RI : ALL PERWAKINS


SANGAT RAHASIA
NO
PRO
EX
RE

:
:
:
:

060358
ALL KEPPRIS
SEKJEN
MASALAH
PENERAPAN
BIOMETRIK

SISTEM

ABSENSI

Merujuk arahan bapak menlu tanggal 29 desember 2005 mengenai


peningkatan tertib waktu pegawai disampaikan hals sbb :
1. agar seluruh perwakins mulai tahun 2006 ini menerapkan sistem
absensi biometrik di lingkungan kerja.
2. absensi biometrik berlaku untuk seluruh pegawai termasuk
pegawai setempat.
3. laporan absensi setiap bulannya disampaikan ke pusat.
Demikian ump ttkhbs
Biaya pengawatan dibebankan kepada DEPLU
CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, KABAM, KARO KEPEG, KARO REN,
KARO KEU.

Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per surat kepada pusat komunikasi
DEPLU

540

DISIPLIN PEGAWAI

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
PUSAT TELEKOMUNIKASI
Tanggal : 22 FEBRUARI 2006

BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI NEGERA

SK/2

KONSEP NO : 12621

PRO PERWAKILAN RI : BERIIN, ALL PERWAKINS


SANGAT RAHASIA
NO
PRO
INFO
EX
RE

:
:
:
:
:

060667
KEPPRI BERIIN
ALL KEPPRIS
SEKJEN
PENERAPAN
ABSENSI
PERWAKINS

BIOMETRIK

DI

mks. No.21/bb/02/06 et mkk no.060358 re sistem absensi biometrik,


bersama ini disampaikan sbb :
1. bahwa dalam upaya mencapai budaya kerja seperti yang
disampaikan sdr, salah satu sarannya sesuai arahan menlu adalah
melalui penerapan sistem absensi biometrik di lingkungan kerja.
2. sistem absensi biometrik diharapkan dapat memberikan informasi
akurat untuk pengamatan jam kerja home staff et pegawai
setempat et jumlah penghitungan jam lembur pegawai setempat.
3. sekiranya memungkinkan untuk dikembangkan sesuai kondisi
setempat, absensi biometrik dapat dikombinasikan fungsinya
sekaligus sebagai access control yang bermanfaat bagi
pengamanan kantor perwakilan.
4. upaya untuk mencapai budaya kerja yang diharapkan pimpinan
didasarkan pada budaya kerja yang meliputi 3 tertib + 1 aman :
tertib waktu, tertib administrasi, tertib fisik et aman : personil,
informasi et gedung.
5. peningkatan budaya kerja dimaksud merupakan salah satu unsur
bagi kompetensi dasar diplomat et bagian dari upaya benah diri
melalui restukturisasi deplu. restukturisasi perwakilan ri et
pembenahan profesi diplomat.
Demikian ump ttkhbs
Biaya pengawatan dibebankan kepada DEPLU
CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, KABAM, KARO KEPEG, KARO REN,
KARO KEU.
Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per surat kepada pusat komunikasi
DEPLU-

DISIPLIN PEGAWAI

541

542

VIII
PERSYARATAN MENDUDUKI
SUATU JABATAN

543

544

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1976


TENTANG
PEGAWAI NEGERI YANG MENJADI PEJABAT NEGARA
Tanggal : 18 PEBRUARI 1976 (JAKARTA)

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun


1952, tentang Kedudukan Pegawai Negeri
Selama Menjalankan Sesuatu Kewajiban Negara
di Luar lingkungan Jabatan yang Dipangkunya
(Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 63,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 281),
sebagaimana telah beberapa kali ditambah dan
diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun
1960 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 1973), dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dewasa ini, sehingga
oleh sebab itu perlu diganti;
b. bahwa berhubung dengan itu dipandang perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah yang
mengatur tentang Pegawai Negeri yang diangkat
menjadi Pejabat Negara;

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

545

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3037);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PEGAWAI NEGERI YANG MENJADI PEJABAT
NEGARA
BAB I
PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DIANGKAT MENJADI
PEJABAT NEGARA
Pasal 1
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dapat
dinaikkan pangkatnya tanpa terikat pada formasi apabila telah
memenuhi syarat-syarat untuk itu.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara berhak
atas kenaikan gaji berkala menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 2
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara
menerima penghasilan menurut ketentuan yang berlaku bagi
Pejabat Negara itu.
(2) Apabila penghasilan yang dimaksud dalam ayat (1) lebih kecil
dibandingkan dengan penghasilan sebagai Pegawai Negeri Sipil,
maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima selisih
penghasilan itu dari instansi induknya.

546

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

BAB II
ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK
INDONESIA YANG DIANGKAT MENJADI PEJABAT
NEGARA
Pasal 3
Ketentuan tentang kenaikan pangkat, penghasilan, hak-hak
kepegawaian, dan lain-lainnya, bagi anggota Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia yang diangat menjadi Pejabat Negara, diatur
lebih lanjut oleh Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan
Bersenjata, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah ini.
BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 4
Selama menjadi Pejabat Negara, masa kerja Pegawai Negeri
diperhitungkan penuh.
Pasal 5
Pegawai Negeri yang berhenti sebagai Pejabat Negara kembali ke
instansi induknya.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 6
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku
lagi :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1952 tentang Kedudukan
Pegawai Negeri selama menjalankan sesuatu Kewajiban Negara
di Luar Lingkungan Jabatan yang dipangkunya (Lembaran Negara
Tahun 1952 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor
281);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1956, tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1952 (Lembaran Negara

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

547

Tahun 1956 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor


1145);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1960 tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1952 (Lembaran Negara
Tahun 1960 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor
1973).
Pasal 7
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Pebruari 1976
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO JENDERAL TNI.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Pebruari 1976
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUDHARMONO, SH.

548

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1976
TENTANG
PEGAWAI NEGERI YANG MENJADI PEJABAT NEGARA

PENJELASAN UMUM
Bahwa untuk menjalankan tugas negara, terdapat sejumlah Pegawai
Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara untuk jangka waktu
tertentu. Tugas kewajiban sebagai Pejabat Negara adalah tugas
kewajiban yang bersifat luas yang untuk melaksanakannya
memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga. Sebagai
disebutkan, pengangkatan sebagai Pejabat Negara adalah dalam
jangka waktu tertentu; oleh sebab itu bagi Pegawai Negeri yang
diangkat menjadi Pejabat Negara perlu diatur kedudukan dan hakhak kepegawaiannya selama menjadi dan sesudah berhenti sebagai
Pejabat Negara.
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pokok-pokok tentang Pegawai
Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara, sedang pelaksanaan
teknisnya diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara sepanjang mengenai Pegawai Negeri Sipil, dan
oleh Menteri Pertahanan-Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata
sepanjang mengenai anggota Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dapat
dinaikkan pangkatnya berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku tanpa terikat pada formasi, yakni kenaikan pangkatnya
tidak terikat pada jenjang pangkat dan jabatan.
Penetapan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diangkat
menjadi Pejabat Negara dilakukan oleh pejabat yang berwenang
mengangkat dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil.

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

549

Salah satu bahan untuk mempertimbangkan kenaikan Pangkat


Pegawai Negeri Sipil adalah penilaian pelaksanaan pekerjaan, karena
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara tidak
lagi secara aktip bekerja pada instansi induknya, maka dalam
membuat daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan didasarkan atas
pendapat dari pimpinan lembaga tempat Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan bekerja sebagai Pejabat Negara; umpamanya,
seorang Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, bahan-bahan untuk membuat daftar penilaian
pelaksanaan pekerjaan didasarkan atas keterangan dari Ketua Fraksi
yang bersangkutan di dalam Dewan tersebut.
Pasal 2
Ayat (1) Selama Pegawai Negeri Sipil menjadi Pejabat Negara,
penghasilannya sebagai Pegawai Pegawai Negeri Sipil dihentikan dan
ia menerima penghasilan menurut ketentuan yang berlaku bagi
Pejabat Negara itu. Ayat (2) Apabila penghasilan sebagai Pejabat
Negara lebih kecil dibandingkan dengan penghasilannya sebagai
Pegawai Negeri Sipil, maka selisih penghasilan itu diterima oleh Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan dari instansi induknya. Yang dimaksud
dengan penghasilan Pegawai Negeri Sipil adalah gaji pokok ditambah
dengan tunjangan-tunjangan bagi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3
Pada dasarnya ketentuan yang berlaku bagi Anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia yang diangkat menjadi Pejabat
Negara adalah sama dengan ketentuan yang berlaku bagi Pegawai
Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, tetapi berhubung
dengan sifatnya yang khusus, maka pelaksanaannya diatur lebih
lanjut oleh Menteri Pertahanan-Keamanan/Panglima Angkatan
Bersenjata dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 4 sampai dengan Pasal 7
Cukup jelas

550

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA


NOMOR : 43/KEP/2001
TENTANG
STANDAR KOMPETENSI JABATAN STRUKTURAL
PEGAWAI NEGERI SIPIL

KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka peningkatan profesionalisme


pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan
struktural eselon I, II, III dan IV, perlu didasarkan
pada suatu Standar Kompetensi Jabatan.
b. bahwa sebagai pedoman penyusunan standar
kompetensi jabatan tersebut, perlu ditetapkan
Standar Kompetensi Jabatan dengan Keputusan
Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Mengingat :

a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang


Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890).
b. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000,
tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam
jabatan struktural (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4018).

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

551

c. Peraturan Pemerintah Nomor 1001 Tahun 2000,


tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai
Negeri Sipil.
d. Keputusan Presiden Nomor 95 Tahun 1999
tentang Badan Kepegawaian Negara.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN
NEGARA TENTANG STANDAR KOMPETENSI
JABATAN STRUKTURAL PEGAWAI NEGERI SIPIL
Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini yang
dimaksud dengan :
(1) Kompetensi adalah Kemampuan dan karakteristik yang dimiliki
oleh seorang pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keahlian
dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas
jabatannya.
(2) Kompetensi Umum adalah : Kemampuan dan karakteristik
yang harus dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa
pengetahuan dan perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan
tugas jabatan struktural yang dipangkunya.
(3) Kompetensi Khusus adalah : Kemampuan dan karakteristik
yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa keahlian
untuk melaksanakan tugas jabatan Struktural yang
dipangkunya.
(4) Jabatan Struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan
tugas tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai
Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi
negara.
(5) Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah : Pegawai Negeri Sipil yang
gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan bekerja pada Departemen, Kejaksaan Agung,
Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Militer,
Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Kantor Menteri
Koordinator, Kantor Menteri Negara, Kepolisian Negara,
552

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan


Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di daerah
Propinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau
dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.
(6) Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah
Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada
Pemerintah Daerah atau dipekerjakan diluar Instansi Induknya.
(7) Eselon adalah Tingkatan Jabatan Struktural
(8) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah : Menteri, Jaksa
Agung, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer,
Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian
Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
(9) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur
(10) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah
Bupati/Walikota.
Maksud dan Tujuan Standar Kompetensi Jabatan
Pasal 2
Maksud Standar Kompetensi Jabatan adalah :
(1) Sebagai dasar dalam pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian PNS dari dan dalam jabatan
(2) Sebagai dasar penyusunan/pengembangan program pendidikan
dan pelatihan bagi PNS
Pasal 3
Tujuan Standar Kompetensi Jabatan adalah :
(1) Untuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab organisasi/unit organisasi
(2) Untuk menciptakan optimalisasi kinerja organisasi/unit organisasi.
Standar Kompetensi
Pasal 4
Standar Kompetensi terdiri dari :
PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

553

1) Kompetensi Umum
2) Kompetensi Khusus
Pasal 5
(1) Standar Kompetensi Umum sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 ayat (1) tercantum dalam lampiran I, lampiran II, lampiran
III dan lampiran IV Keputusan ini.
(2) Kompetensi Umum dapat diperoleh melalui pendidikan formal
maupun diklat kepemimpinan.
Pasal 6
(1) Standar Kompetensi Khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 ayat (2) ditetapkan oleh Pembina Kepegawaian di Instansi
masing-masing sesuai dengan uraian tugas/jabatan di unit
organisasinya.
(2) Kompetensi Khusus dapat diperoleh melalui diklat teknis
(3) Contoh Standar Kompetensi Khusus adalah sebagaimana
tercantum dalam lampiran V Keputusan ini.
Ketentuan Peralihan
Pasal 7
Pimpinan unit organisasi tingkat eselon II, III, dan IV yang memimpin
unit pelaksana teknis secara relatif dimungkinkan memiliki kompetensi
tingkat di atasnya.
Pasal 8
Bagi pejabat eselon V yang masih ada pada saat keputusan ini
ditetapkan diberlakukan ketentuan Standar Kompetensi sebagai
pejabat eselon IV.
Ketentuan Penutup
Pasal 9
Demikian untuk dapat digunakan sebaik-baiknya dan apabila dijumpai
hal-hal yang kurang atau tidak jelas, agar ditanyakan kepada Kepala
Badan Kepegawaian Negara.
554

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

Pasal 10
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 20 Juli 2001
Kepala
Badan Kepegawaian Negara
ttd
Prijono Tjiptoherijanto
NIP. 130353817

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

555

Lampiran I Keputusan Kepala


Badan Kepegawaian Negara
Nomor : 43/Kep/2001
Tanggal : 20 Juli 2001
Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon I
Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik
(good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab organisasi.
Mampu merumuskan visi, misi dan tujuan organisasi sebagai
bagian integral dari pembangunan nasional
Mampu mensosialisasikan visi baik kedalam maupun keluar unit
organisasi
Mampu menetapkan sasaran organisasi dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi
Mampu melakukan manajemen perubahan dalam rangka
penyesuaian terhadap perkembangan zaman
Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan baik
Mampu mengakomodasi isu regional/global dalam penetapan
kebijakan-kebijakan organisasi
Mampu mengantisipasi dampak perubahan politik terhadap
organisasi
Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama
dengan instansi-instansi terkait baik di dalam negeri maupun di
luar negeri
Mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasi
Mampu merencanakan/mengatur sumberdaya-sumberdaya
yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas
organisasi
Mampu melakukan pendelegasian wewenang terhadap pejabat
dibawahnya
Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam
organisasi
Mampu menumbuhkembangkan inovasi, kreasi dan motivasi
pegawai dalam rangka pengoptimalan kinerja organisasi

556

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

Mampu menetapkan kebijakan-kebijakan yang tepat untuk


meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Mampu menetapkan kebijakan pengawasan dan pengendalian
dalam organisasi
Mampu memberikan akuntabilitas kinerja organisasi
Mampu menjaga keseimbangan konflik kebutuhan dari Unit-unit
organisasi
Mampu melakukan analisis resiko dalam rangka existensi
organisasi
Mampu melakukan evaluasi kinerja organisasi/unit organisasi
dibawahnya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan.

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

557

Lampiran II Keputusan Kepala


Badan Kepegawaian Negara
Nomor
: 43/Kep/2001
Tanggal : 20 Juli 2001
Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon II
1. Mampu mengaktualisasikan nilai-nilai kejuangan dan pandangan
hidup bangsa menjadi sikap dan perilaku dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan
2. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik
(good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab organisasinya
3. Mampu menetapkan program-program pelayanan yang baik
terhadap kepentingan publik sesuai dengan tugas dan tanggung
jawab unit organisasinya
4. Mampu memahami dan menjelaskan keragaman dan sosial
budaya lingkungan dalam rangka peningkatan citra dan kinerja
organisasi
5. Mampu mengaktualisasikan kode etik PNS dalam meningkatkan
profesionalisme, moralitas dan etos kerja
6. Mampu melakukan manajemen perubahan dalam rangka
penyesuaian terhadap perkembangan zaman
7. Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan baik
8. Mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasi
9. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama
dengan instansi-instansi terkait baik di dalam negeri maupun di
luar negeri untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya
10. Mampu melakukan analisis resiko dalam rangka existensi unit
organisasi
11. Mampu merencanakan/mengatur sumberdaya-sumberdaya
yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas
organisasi
12. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam
unit organisasinya
13. Mampu menumbuhkembangkan inovasi, kreasi dan motivasi
pegawai dalam rangka optimalisasi kinerja unit organisasinya

558

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

14. Mampu membentuk suasana kerja yang baik di unit organisasinya


15. Mampu menetapkan program-program yang tepat dalam rangka
peningkatan kualitas sumber daya manusia
16. Mampu menetapkan program-program pengawasan dan
pengendalian dalam unit organisasinya
17. Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya
18. Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasinya/unit
organisasi dibawahnya dan menetapkan tindak lanjut yang
diperlukan.
19. Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikanperbaikan/pengembangan-pengembangan kebijakan kepada
pejabat diatasnya.

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

559

Lampiran III Keputusan Kepala


Badan Kepegawaian Negara
Nomor : 43/Kep/2001
Tanggal : 20 Juli 2001
Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon III
1. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik
(good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab organisasinya
2. Mampu memberikan pelayanan-pelayanan yang baik terhadap
kepentingan publik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab
unit organisasinya
3. Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris
4. Mampu melakukan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab unit organisasinya
5. Mampu melakukan pendelegasian wewenang terhadap
bawahannya
6. Mampu mengatur/mendayagunakan sumberdaya-sumberdaya
untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi
7. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama
dengan instansi-instansi terkait dalam organisasi maupun di luar
organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya
8. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam
unit organisasinya
9. Mampu menumbuhkembangkan inovasi, kreasi dan motivasi
pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya
10. Mampu menetapkan kegiatan-kegiatan yang tepat dalam rangka
peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam unit
organisasinya
11. Mampu mendayagunakan teknologi informasi yang berkembang
dalam menunjang kelancaran pelaksanaan tugas
12. Mampu menetapkan kegiatan-kegiatan pengawasan dan
pengendalian dalam unit organisasinya
13. Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya
14. Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasinya/unit
organisasi dibawahnya dan menetapkan tindak lanjut yang
diperlukan.

560

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

15. Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikanperbaikan/pengembangan program kepada pejabat atasannya
tentang kebijakankebijakan maupun pelaksanaannya

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

561

Lampiran IV Keputusan Kepala


Badan Kepegawaian Negara
Nomor : 43/Kep/2001
Tanggal : 20 Juli 2001
Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon IV
1. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik
(good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab organisasinya
2. Mampu memberikan pelayanan prima terhadap publik sesuai
dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya
3. Mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi
5. Mampu mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan
kewenangan dan prosedur yang berlaku di unit kerjanya
6. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama
dengan Unit-unit terkait baik dalam organisasi maupun di luar
organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya
7. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam
unit organisasinya
8. Mampu menumbuhkembangkan inovasi, kreasi dan motivasi
pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya
9. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka
peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam unit
organisasinya
10. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan pengawasan dan
pengendalian dalam unit organisasinya
11. Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya
12. Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasi dan para
bawahannya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan.
13. Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikanperbaikan/pengembangan-pengembangan kegiatan-kegiatan
kepada pejabat diatasnya

562

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

Lampiran V Keputusan Kepala


Badan Kepegawaian Negara
Nomor : 43/Kep/2001
Tanggal : 20 Juli 2001
Contoh Standar Kompetensi Khusus Jabatan Struktural Eselon II di
BKN
Instansi
Nama Jabatan
Eselon
Unit Organisasi

: Badan Kepegawaian Negara


: Kepala Biro Kepegawaian
: II (dua)
: Biro Kepegawaian BKN

Standar Kompetensi Khusus yang harus dimiliki :


1.

Mampu menyusun program kebutuhan dan penempatan


pegawai
2. Mampu menyusun program analisis jabatan untuk perencanaan
pegawai
3. Mampu menyusun program pengembangan pegawai
4. Mampu menyusun program pembinaan mental dan ideologi
5. Mampu menyusun program kesejahteraan pegawai
6. Mampu menyusun program dan melaksanakan pengangkatan
dalam pangkat serta menetapkan kenaikan gaji berkala sesuai
dengan wewenangnya
7. Mampu menyusun program pengangkatan dalam jabatan
8. Mampu melakukan analisa dan evaluasi tatanan organisasi dan
tata laksana
9. Mampu menyusun program sistim informasi kepegawaian
10. Mampu memberikan pertimbangan pemberhentian dan
pemensiunan pegawai

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

563

Nomor
Sifat
Lampiran
Perihal

:
:
:
:

K.26-3/V.5-10/99 Jakarta, 18 Januari 2002


Penting
Kepada
Yth. 1. Semua Menteri Negara
Penunjukan Pejabat
Koordinator
2. Semua Menteri Negara
Pelaksana Harian
3. Semua Menteri yang
memimpin
Departemen
4. Jaksa Agung
5. Semua Pimpinan
Lembaga Pemerintah
Non Departemen
6. Semua Pimpinan
Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara
7. Semua Gubernur
8. Semua Bupati/Walikota
diTempat
1. Sebagaimana dimaklumi, bahwa seorang pejabat
kemungkinan tidak dapat melaksanakan tugas
secara optimal, antara lain karena sedang
melakukan kunjungan ke daerah atau ke luar negeri,
mengikuti pendidikan dan pelatihan/kursus,
menunaikan ibadah haji, dirawat di rumah sakit,
cuti atau alasan lain yang serupa dengan itu.
2. Sehubungan dengan hal tersebut, apabila terdapat
pejabat yang tidak dapat melaksanakan tugas
sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja, maka
untuk tetap menjamin kelancaran pelaksanaan
tugas, agar setiap atasan dari pejabat yang tidak
dapat melaksanakan tugas segera menunjuk
pejabat lain, di lingkungannya sebagai Pelaksana
Harian (Plh), dengan ketentuan apabila yang
berhalangan tersebut adalah :
a. Pejabat Eselon I, maka Pimpinan Instansi
menunjuk seorang pejabat eselon I lainnya atau
seorang pejabat eselon II di lingkungan pejabat
yang berhalangan;

564

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

b. Pejabat Eselon II, maka pejabat eselon I yang


membawahi pejabat yang berhalangan tersebut
menunjuk seorang pejabat eselon II lain di
lingkungannya atau seorang pejabat eselon III
di lingkungan pejabat yang berhalangan
tersebut;
c. Pejabat eselon III, maka pejabat eselon II yang
membawahi pejabat yang berhalangan tersebut
menunjuk seorang pejabat eselon III lain di
lingkungannya atau seorang pejabat eselon IV di
lingkungan pejabat yang berhalangan tersebut;
d. Pejabat eselon IV, maka pejabat eselon III yang
membawahi pejabat yang berhalangan tersebut
menunjuk seorang pejabat eselon IV lain di
lingkungannya atau seorang staf di lingkungan
pejabat yang berhalangan tersebut.
3. Dalam hal yang berhalangan sementara adalah
Pimpinan Instansi, maka Pimpinan Instansi tersebut
menunjuk seorang pejabat yang kedudukannya
setingkat lebih rendah di lingkungannya.
4. Penunjukkan sebagai Pelaksana Harian dibuat
dengan Surat Perintah dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. Dalam surat perintah harus disebutkan tugastugas yang dapat dilakukan selama pejabat
definitif tersebut berhalangan sementara;
b. Pejabat Pelaksana Harian tidak memiliki
kewenangan untuk mengambil atau menetapkan
keputusan yang mengikat seperti pembuatan
DP-3, penetapan surat keputusan, penjatuhan
hukuman disiplin, dan sebagainya.
c. Pengangkatan sebagai pelaksana harian tidak
boleh menyebabkan yang bersangkutan
dibebaskan dari jabatan definitifnya dan yang
bersangkutan tetap melaksanakan tugas dalam
jabatan definitifnya.
d. Pejabat yang ditunjuk sebagai Pelaksana Harian
tidak membawa dampak terhadap kepegawaian
PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

565

dan tidak diberikan tunjangan jabatan dalam


kedudukannya sebagai Pelaksana Harian.
5. Demikian, atas perhatiannya diucapkan terima
kasih.
KEPALA
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
PRIJONO TJIPTOHERIJANTO

Tembusan, Yth :
1. Presiden Republik Indonesia, sebagai laporan;
2. Wakil Presiden Republik Indonesia, sebagai laporan;

566

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK.09/A/OT/VIII/2004/01
TENTANG
PENGISIAN JABATAN DI PERWAKILAN
REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI MELALUI
SELEKSI TERBUKA
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa misi dan tugas diplomasi pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri harus dilaksanakan
oleh diplomat yang memenuhi kualifikasi dan
memiliki kompetensi yang diperlukan;
b. bahwa untuk melengkapi proses seleksi oleh tim
Pendukung Baperjakat yang berlaku umum dalam
penempatan diplomat, guna memenuhi kualifikasi
dan kompetensi sesuai bobot dan karakteristik
tugas atau jabatan pada sejumlah Perwakilan
tertentu serta meneguhkan sistem merit, perlu
dilakukan pemilihan melalui seleksi secara
transparan dan terbuka.
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b di atas dipandang
perlu menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri
tentang Pengisian Jabatan di Perwakilan republik
Indonesia tertentu di luar negeri melalui Seleksi
Terbuka (Open Bidding).
Mengingat : 1. Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Tahun
1999 No. 156. Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3882);
PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

567

2. Keputusan Presiden No. 108 Tahun 2003 tentang


Organisasi Perwakilan Republik Indonesia Luar
Negeri;
3. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK 06/A/
OT/V/2004/01 Tahun 2004 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di
Luar Negeri beserta Lampirannya;
4. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor 053/OT/
II/2002/01 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Luar Negeri.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
TENTANG PENGISIAN JABATAN DI
PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI
LUAR NEGERI MELALUI SELEKSI TERBUKA
(OPEN BIDDING)
Pasal 1
Yang dimaksud dengan Seleksi Terbuka (Open Bidding) dalam
Keputusan ini adalah proses seleksi untuk mendapatkan pejabat
diplomat yang tepat dan memenuhi syarat guna mengisi jabatan
dan atau melaksanakan tugas pekerjaan pada sejumlah Perwakilan
Republik Indonesia tertentu di luar negeri.
Pasal 2
Ketentuan pengisian jabatan di Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri melalui seleksi terbuka adalah:
a. terbuka bagi semua pejabat diplomatik, baik pejabat diplomatik
yang masih bertugas di dalam negeri maupun yang sedang
menjalani tugas di luar negeri;
b. memenuhi persyaratan administratif dan kualifikasi kompetensi
yang ditetapkan untuk masing-masing jabtan yang bersangkutan;
c. diajukan oleh atau melalui unit kerja masing-masing;
d. lulus seleksi.
Pasal 3
Rincian persyaratan administratif dan kualifikasi serta persyaratan
lainnya yang harus dipenuhi calon disesuaikan dengan masing-masing
568

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

jabatan yang akan diisi dan diumumkan pada waktu pengumuman


penyelenggaraan seleksi.
Pasal 4
(1) Penyelenggara seleksi adalah Tim Pendukung Baperjakat;
(2) Seleksi dan penilaian terhadap kompetensi dan kualifikasi calon
dilakukan melalui sebuah Tim Seleksi yang susunannya ditetapkan
oleh Sekretaris Jenderal selaku Ketua Badan Pertimbangan
Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAT);
(3) Tim Seleksi terdiri dari 5 (lima) orang pejabat Departemen Luar
Negeri yang dipilih berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan
keahliannya;
(4) Komposisi Tim Seleksi disesuaikan dengan kualifikasi dan
persyaratan jabatan yang akan diisi.
Pasal 5
Penilaian terhadap kompetensi dan kualifikasi calon mencakup visi
dan misi calon mengenai jabatan atau pekerjaan yang akan diisi,
penyajian makalah, kemampuan dan bakat profesi.
Pasal 6
Pengumuman tentang lowongan dan seleksi pengisian jabatan di
Perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan sekurangkurangnya 6 (enam) bulan sebelum jabatan di Perwakilan yang
bersangkutan tersebut lowong;
Pasal 7
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Agustus 2004
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
HASAN WIRAYUDA
PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

569

LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR SK.09/A/OT/VIII/2004/01
TANGGAL 18 Agustus 2004

Jabatan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang


pengisiannya dilakukan melalui seleksi terbuka adalah :
a. Wilayah Eropa
(1) Kepala Bidang Politik I dan II PTRI Jenewa
(2) Kepala Bidang Ekonomi I dan II PTRI Jenewa
(3) Kepala Bidang Politik KBRI Den Haag
(4) Kepala Bidang Penerangan KBRI Den Haag
(5) Kepala Bidang Penerangan KBRI London
(6) Kepala Bidang Politik Multilateral KBRI/PTRI Wina
b. Wilayah Amerika
(1) Kepala Bidang Politik KBRI Washington DC
(2) Kepala Bidang Penerangan KBRI Washington DC
(3) Kepala Bidang Politik I dan II PTRI New York
(4) Kepala Bidang Ekonomi I dan II PTRI New York
c.

Wilayah Asia
(1) Kepala Bidang Politik KBRI Beijing
(2) Kepala Bidang Ekonomi KBRI Tokyo
(3) Kepala Bidang Ekonomi KBRI Seoul
(4) Kepala Bidang Politik KBRI Canberra
(5) Kepala Bidang Penerangan KBRI Canberra
(6) Kepala Bidang Konsuler KBRI Kuala Lumpur
(7) Kepala Bidang Politik KBRI Singapura
(8) Kepala Bidang Konsuler KBRI Riyadh
(9) Kepala Bidang Konsuler KBRI Singapura
(10) Kepala Bidang Konsuler KJRI Jeddah
(11) Kepala Bidang Konsuler KJRI Hongkong
(12) Kepala Bidang Konsuler KJRI Kinabalu

d. Wilayah Afrika
Kepala Bidang Politik KBRI Pretoria

570

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Kepada Yth.
1. Para Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat
2. Para Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi
3. Para Pejabat Pembina Kepegawaian Kabupaten/Kota
di
Tempat
SURAT EDARAN
Nomor : SE/04/M.PAN/03/2006
TENTANG
PERPANJANGAN BATAS USIA PENSIUN
PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENDUDUKI JABATAN
STRUKTURAL ESELON I DAN ESELON II
Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil, antara lain dinyatakan bahwa bagi Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan Eselon I dan Eselon II dapat
diperpanjang batas usia pensiunnya dari 56 (lima puluh enam) tahun
sampai dengan 60 (enam puluh) tahun. Namun dalam
pelaksanaannya masing-masing Pejabat Pembina Kepegawaian baik
di Pusat maupun Daerah menetapkan kebijakan yang berbedabeda, sehingga menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan dalam
pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka agar terdapat
kesatuan persepsi dan kejelasan mekanisme serta untuk
mewujudkan kesetaraan dan keadilan dalam pembinaan karier
Pegawai Negeri Sipil, perlu kami tegaskan hal-hal sebagai berikut :
1. Pada prinsipnya perpanjangan Batas Usia Pensiun bagi Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan tertentu sebagaimana
dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 jo
PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

571

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang


Pengangkatan, Pemindahan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
adalah merupakan kewenangan dari masing-masing Pejabat
Pembina Kepegawaian di lingkungan instansinya masing-masing,
kecuali bagi para Pejabat Eselon I dan jabatan lain yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan ditentukan sebagai
kewenangan presiden.
2. Perpanjangan Batas Usia Pensiun bagi Pejabat Eselon I dan Eselon
II didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan bahwa yang
bersangkutan :
a. Memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat dibutuhkan
organisasi;
b. Memiliki moral dan integritas yang baik;
c. Memiliki kinerja yang baik;
d. Sehat jasmani dan rohani, yang dibuktikan oleh keterangan
Dokter Tim Penguji Kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah
dan;
e. Mempertimbangkan proses kaderisasi di lingkungan instansi
pemerintah yang bersangkutan.
3. Mekanisme Usul Perpanjangan Batas Usia Pensiun Eselon I
a. Perpanjangan Batas Usia Pensiun ditetapkan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian secara bertahap, yaitu setiap 2 (dua)
tahun. Perpanjangan pertama dari 56 (lima puluh enam)
tahun sampai dengan usia 58 (lima puluh delapan) tahun
dan perpanjangan kedua dari 58 (lima puluh delapan) tahun
sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun.
b. Perpanjangan Batas Usia Pensiun ditetapkan setelah
mendapat pertimbangan Badan Pertimbangan Jabatan dan
Kepangkatan (Baperjakat) instansi yang bersangkutan.
c. Keputusan perpanjangan Batas Usia pensiun sebagiamana
dimaksud huruf a di atas, dilakukan setelah yang
bersangkutan memenuhi syarat kumulatif berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut pada
angka 2.
d. Hasil penilaian terhadap pejabat eselon I baik yang akan/
tidak diperpanjang Batas Usia Pensiunnya disampaikan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian.
e. Bagi Pejabat Eselon I yang tidak akan diperpanjang batas
usia pensiunnya menjadi 58 (lima puluh delapan) tahun atau

572

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

60 (enam puluh) tahun, maka Pejabat Pembina Kepegawaian


Instansi yang bersangkutan mengajukan usul pemberhentian
dari jabatannya kepada Presiden.
4. Mekanisme Usul Perpanjangan Batas Usia Pensiun Eselon II
a. Perpanjangan Batas Usia Pensiun ditetapkan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian secara bertahap, yaitu setiap 2 (dua)
tahun. Perpanjangan pertama dari 56 (lima puluh enam)
tahun sampai dengan usia 58 (lima puluh delapan) tahun
dan perpanjangan kedua dari 58 (lima puluh delapan) tahun
sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun.
b. Perpanjangan Batas Usia Pensiun ditetapkan setelah
mendapat pertimbangan Badan Pertimbangan Jabatan dan
Kepangkatan (Baperjakat) instansi yang bersangkutan.
c. Keputusan Perpanjangan Batas Usia Pensiun sebagaimana
dimaksud huruf a di atas, dilakukan setelah yang
bersangkutan memenuhi syarat kumulatif berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut pada
angka 2.
d. Hasil penilaian terhadap pejabat eselon II baik yang akan/
tidak diperpanjang Batas Usia Pensiunnya disampaikan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian.
e. Bagi Pejabat Eselon II yang tidak akan diperpanjang batas
usia pensiunnya menjadi 58 (lima puluh delapan) tahun atau
60 (enam puluh) tahun, maka Pejabat Pembina Kepegawaian
menetapkan pemberhentian dari jabatannya.
5. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka :
a. Ketentuan perpanjangan batas usia pensiun bagi pejabat
struktural Eselon I dan Eselon II yang diatur sebelumnya,
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat
Edaran ini.
b. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu
yang batas usia pensiunnya telah ditetapkan secara limitatif
dalam undang-undang, tidak berlaku ketentuan sebagaimana
tersebut dalam angka 3 dan 4.
c. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktrual
Eselon I dan Eselon II pada saat berlakunya Surat Edaran ini
telah berusia 56 (lima puluh enam) tahun atau lebih sampai
dengan 58 (lima puluh delapan) tahun, maka Batas Usia
Pensiunnya adalah 58 (lima puluh delapan) tahun tanpa

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

573

melalui proses penilaian oleh Badan Pertimbangan Jabatan


dan Pangkat (Baperjakat) instansi yang bersangkutan.
d. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktrual
Eselon I dan Eselon II pada saat berlakunya Surat Edaran ini
telah berusia 58 (lima puluh delapan) tahun, maka Batas
Usia Pensiunnya sampai dengan 60 (enam puluh) tahun
tanpa melalui proses penilaian oleh Badan Pertimbangan
Jabatan dan Pangkat (Baperjakat) instansi yang
bersangkutan.
6. Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal
: 28 Maret 2006
Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara,
ttd
Taufiq Effendi

Tembusan Yth. :
1. Presiden Republik Indonesia
2. Kepala BKN

574

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI

SANGAT SEGERA
NO
PRO
EX
RE

:
:
:
:

050119
KEPPRI
SEKJEN
PENUNJUKKAN STAF PENGUMANDAHAN UNTUK
TUGAS KEBENDAHARAAN DAN MEKANISME
PELAKSANAAN TUGAS PENGELOLAAN KEUANGAN

Sehubungan dengan keikutsertaan bendaharawan perwakilan dalam


crash progam sesdilu/sesparlu kma disampaikan sbb ttkdua
1. pejabat yang ditetapkan dengan sk menlu sebagai bendaharawan
maka melekat padanya secara fungsional tugas dan
tanggungjawab kebendaharaan sehingga melekat pula haks et
kewajibannya dalam penandatanganan setiap dokumen yang
merupakan kelengkapan spjk perwakilan ttk
2. demi kelancaran pertanggungjawaban keuangan khususnya
dalam akhir tahun anggaran kma pusat akan melakukan
pengumandahan staf yang melakukan tugas kebendaharaan
pada perwakilan kabul, bern, kuwait, mexico, frankfurt, lisabon,
nairobi, hamburg ttk didalam pelaksanaan tugasnya staf
pengumandahan bersifat sebagai pelaksana harian bendaharawan
ttk
3. tugas staf pengumandahan adalah
a. melakukan tugas kebendaharaan, yaitu menerima,
menyimpan dan mengeluarkan uang dan surat berharga
b. melakukan pemeriksaan atas keabsahan dari bukti-bukti
sebelum dibebankan
c. membukukan spjk sesuai dengan ketentuan yang berlaku
d. mengirimkan spjk sesuai dengan waktu yang ditetapkan
4. staf pengumandahan tidak melakukan penandatanganan pada
dokumen keuangan tetapi terbatas memberikan paraf sebagai
tanda bahwa dokumen keuangan telah dilakukan penelitian sesuai
dengan ketentuan yang berlaku ttk

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

575

5. penandatanganan check dilakukan oleh hoc bersama keppri


selanjutnya penandatanganan dokumen keuangan tetap
dilakukan oleh Keppri, hoc/kop, dan Bendaharawan.
Penandatanganan oleh bendaharawan dilakukan di pusat yang
secara teknis dilakukan oleh biro keuangan, c.q. bagian verifikasi
ttk.
6. masa tugas pengumandahan mulai berlaku sejak penugasan
dan berakhir setelah bendaharawan definitif tiba di perwakilan
ttk.
Demikian ump ttkhbs

Biaya Pengawatan dibebankan pada : DEPLU


CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, KABAM, DJ AMEROP, DIR ERBAR

Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera


memberitahukannya per surat kepada Pusat Komunikasi Deplu

PUSAT KOMUNIKASI -

576

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOTA DINAS
Nomor
Kepada

: 756/KP/IV/2005/19
: 1. Yth. Kepala Biro Administrasi Menteri
2. Yth. Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi
3. Yth. Kepala Biro Keuangan
4. Yth. Kepala Biro Hukum
5. Yth. Kepala Biro Tata Usaha dan PeRIengkapan
6. Yth. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai
7. Yth. Kepala Pusat Komunikasi
8. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan
Afrika
9. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal Amerika dan
Eropa
10. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal Kerjasama
ASEAN
11. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal M. Polsoskam
12. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal M. Ekubang
13. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal IDP-PI
14. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal Protokol dan
Konsuler
Tembusan : 1. Yth. Sekretaris Jenderal (sebagai laporan)
2. Yth. Staf Ahli Menlu Bidang Manajemen
Departemen
Dari
: Kepala Biro Kepegawaian
Perihal
: Persyaratan untuk menduduki jabatan struktural Eselon
IIIa dan Eselon IVa di lingkungan Departemen Luar
Negeri II.
Berkaitan dengan usulan jabatan strukturan eselon IVa dan
IIIa dengan hormat disampaikan hal-hal sebagai berikut :
Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor : 100
Tahun 2000, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor : 13 Tahun 2002 dan Keputusan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor : 13 Tahun 2002 syarat syarat untuk
menduduki jabatan struktural adalah :
1. Berstatus Pegawai Negeri Sipil

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

577

2. Serendah-rendahnya memiliki pangkat 1 (satu) tingkat


dibawah jenjang pangkat yang ditentukan yaitu :
- Penata Tingkat I (golongan III/d) untuk eselon IIIa.
- Penata Muda Tk. I (Golongan III/b) bagi eselon IVa.
3. Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan.
4. Semua unsur penilaian prestasi kerja (DP3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
5. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan.
6. Sehat jasmani dan rohani.
Selain syarat syarat tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor :
13 Tahun 2002 juga meminta perlunya dipertimbangkan faktorfaktor berikut dalam pengangkatan jabatan struktural :
a. Senioritas dalam kepangkatan
b. Usia setinggi-tingginya 2 (dua) tahun sebelum mencapai batas
usia pensiun (54 tahun).
c. Mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) jabatan.
d. Mempunyai pengalaman dalam jabatan.
Peraturan Pemerintah Nomor : 13 Tahun 2002 juga
menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan
struktural dapat diangkat dalam jabatan struktural setingkat lebih
tinggi apabila yang bersangkutan sekurang-kurangnya telah 2 (dua)
tahun dalam jabatan struktural yang pernah dan/atau masih
didudukinya, kecuali pengangkatan dalam jabatan struktural yang
menjadi wewenang presiden.
Pengangkatan dalam jabatan setingkat lebih tinggi
sebagaimana dimaksud di atas diterjemahkan sebagai kenaikan
tingkat jabatan, yaitu dari eselon IVa ke eselon IIIa atau dari jabatan
eselon IIIa ke eselon IIa.
Untuk pengangkatan dalam jabatan eselon IVa sesuai dengan
hasil rapat Tim Pendukung Baperjakat yang bersangkutan sekurangkurangnya telah dua tahun dalam pangkat Penata Muda Tingkat I
(Golongan III/b).
Jakarta, 11 April 2005
Kepala Biro Kepegawaian
ttd
M. IBNU SAID
NIP. 020003570
578

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI

Tanggal : 15 September 1995


PRO PERWAKILAN RI :

KONSEP NO : 109262

ALL PERWAKINS

SANGAT SEGERA
NO
PRO
EX
RE

:
:
:
:

983973
ALL KEPPRIS
SEKJEN
PERALIHAN MASA TUGAS KEPPRI

Merujuk perihal pada pokok kawat, disampaikan hals sbb ttkdua :


1. Berakhirnya tugas seorang keppri ditetapkan berdasarkan
keppres sebagai keppri yang selanjutnya pengakhiran masa tugas
tsb dikonfirmasikan lagi oleh sekjen deplu melalui kawat ttk
2. Terdapat kemungkinan kedatangan keppri baru mengalami
kelambatan yang mengakibatkan kekosongan yang cukup
panjang di suatu perwakilan ttk sehubungan dengan itu pimpinan
deplu merasa perlu menetapkan kebijaksanaan utk diperhatikan
dan dilaksanakan secara baik dan bijaksana oleh keppri, sbb ttk
dua
a. Jangka kekosongan waktu antara keppri lama dengan keppri
baru ditetapkan minimal rpt minimal satu bulan ttk ketetapan
ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada kuai
memimpin perwakilan, sbg bagian dari pembinaan personil
ttk
b. Penentuan rencana kepulangan keppri lama sehubungan
dengan pengakhiran tugas ybs agar disesuaikan waktunya
dengan rencana kedatangan keppri baru (perhatikan butir
2a) kma walaupun waktunya agak melewati waktu yang
ditetapkan oleh keppres re pengangkatan ybs sebagai keppri
ttk
c. walaupun keppri lama telah menyusun memorandum akhir
jabatan, seorang kuai/seting keppri diwajibkan menyusun

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

579

laporan pelaksanaan tugas selama ybs bertindak sebagai


kuai/seting keppri di perwakilan ttk
d. wewenang pengambilan keputusan oleh kuai/acting keppri di
bidang administrasi keuangan hanya bersifat pelaksanaan
tugas dari suatu ketentuan yang sedang berlaku dan bukan
penentuan kebijakan baru ttk pengecualian dan wewenang
tsb kma termasuk penggunaan dan polsus keppri kma harus
meminta persetujuan dan sekjen memberi merencana
penggunaannya et sasaran yang hendak dicapai disertai
pertanggungan jawab penggunaannya ttk.
Demikian ump ttkhbs

Biaya Pengawatan dibebankan pada : DEPLU


CC. MENLU, SEMUA ESELON I, SEKJEN, KARO KEU, KARO KEPEG,
KARO RENC.
Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera
memberitahukannya per surat kepada Pusat Komunikasi Deplu

PUSAT KOMUNIKASI -

580

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

IX
PENGHARGAAN

581

582

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 1994


TENTANG
TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA
Tanggal : 29 AGUSTUS 1994 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

a. bahwa penganugerahan Satyalancana Karya


Satya merupakan penghargaan dari Negara
terhadap Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja
dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan
Pemerintah serta penuh dengan pengabdian,
kejujuran dan disiplin, sehingga dapat dijadikan
teladan bagi pegawai lainnya;
b. bahwa penghargaan tersebut merupakan
kebanggan yang mempunyai arti sangat
penting bagi setiap Pegawai Negeri Sipil untuk
lebih meningkatkan semangat kerja,
berhubung dengan itu dipandang perlu
mengatur kembali penganugerahan Tanda
Kehormatan Satyalancana Karya Satya,
sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 31 tahun 1959

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 15 Undang-Undang


Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 14 Drt Tahun 1959
tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai
Tanda-tanda Kehormatan (Lembaran Negara
Tahun 1959 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1789) jo. Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1961 (Lembaran Negara
PENGHARGAAN

583

Tahun 1961 Nomor 3, Tambahan Lembaran


Negara Nomor 2124);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979
tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun
1979 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3134);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA TENTANG TANDA KEHORMATAN
SATYALANCANA KARYA SATYA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Satyalancana Karya Satya adalah tanda kehormatan yang
dianugerahkan kepada Pegawai Negeri Sipil sebagai penghargaan
atas jasa-jasanya terhadap Negara;
2. Dewan Tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia adalah
Dewan yang mempunyai tugas memberikan pertimbangan
kepada Presiden dalam menetapkan penganugerahan dan
pencabutan hak memakai tanda kehormatan;
3. Pimpinan Instansi adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non Departemen;

584

PENGHARGAAN

4. Menteri adalah menteri yang memimpin Departemen dan Menteri


Sekretaris Negara;
5. Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974.
BAB II
MACAM DAN BENTUK SATYALANCANA KARYA SATYA
Pasal 2
Satyalancana Karya Satya dibedakan dalam 3 macam yaitu:
a. Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun berwarna perunggu;
b. Satyalancana Karya Satya Dua Puluh Tahun berwarna perak;
c. Satyalancana Karya Satya Tiga Puluh Tahun berwarna emas.
Pasal 3
(1) Satyalancana Karya Satya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, dibuat dari logam berbentuk lingkaran dengan relief sebagai
berikut:
a. Pada sisi bagian depan berupa setangkai kapas dan setangkai
padi masing-masing terdiri dari 17 daun dan 8 bunga kapas
serta 45 butir padi, ditengah-tengah lingkaran terdapat gambar
perisai Pancasila yang diatasnya terdapat bintang bersegi lima
dan tulisan KARYA SATYA serta:
1. Angka romawi X untuk Satyalancana Karya Satya Sepuluh
Tahun;
2. Angka romawi XX untuk Satyalancana Karya Satya Dua
Puluh Tahun;
3. Angka romawi XXX untuk Satyalancana Karya Satya Tiga
Puluh Tahun;
b. Pada sisi bagian belakang tertera tulisan REPUBLIK
INDONESIA.
(2) Satyalancana Karya Satya tersebut digantungkan pada pita
berwarna dasar biru dengan 5 lajur berwarna abu-abu.
(3) Bentuk, gambar, ukuran Satyalancana Karya Satya dan pitanya
adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran Peraturan
Pemerintah ini.

PENGHARGAAN

585

BAB III
PERSAYARATAN, PENGANUGERAHAN PEMAKAIAN DAN
PENCABUTAN SATYALANCANA KARYA SATYA
Pasal 4
(1) Satyalancana Karya Satya dianugerahkan kepada Pegawai Negeri
Sipil yang dalam melaksanakan tugasnya telah meunjukkan
kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran dan kedisiplinan.
(2) Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan :
a. Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun apabila telah bekerja
secara terus menerus sekurang-kurangnya 10 tahun;
b. Satyalancana Karya Satya Dua Puluh Tahun apabila telah
bekerja secara terus menerus sekurang-kurangnya 20 tahun;
c. Satyalancana Karya Satya Tiga Puluh Tahun apabila telah
bekerja secara terus menerus sekurang-kurangnya 30 tahun;
(3) Dalam masa bekerja secara terus menerus sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutn
tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5
(1) Satyalancana Karya Satya dianugerahkan dengan Keputusan
Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Dewan Tandatanda Kehormatan Republik Indonesia atas usul Pimpinan
Instansi, yang dikoordinasikan dengan Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara.
(2) Setiap pemberian Satyalancana Karya Satya disertai piagam
tanda kehormatan yang ditandatangani Presiden.
Pasal 6
Penganugerahan Satyalancana Karya Satya dilaksanakan setiap
tanggal 17 Agustus, hari besar nasional dan hari ulang tahun instansi.
Pasal 7
Satyalancana Karya Satya dipakai pada upacara hari besar nasional
dan upacara resmi lainnya.

586

PENGHARGAAN

Pasal 8
(1) Hak memakai Satyalancana Karya Satya dicabut apabila Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin tingkat
berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pencabutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Presiden setelah mendengar pertimbangan
Dewan Tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia atas usul
Pimpinan Instansi.
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 9
Anggaran yang diperlukan bagi penganugerahan Satyalancana Karya
Satya dibebankan pada anggaran belanja Sekretariat Negara.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 10
(1) Satyalancana Karya Satya yang telah dianugerahkan kepada
Pegawai Negeri Sipil sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah
ini, dinyatakan tetap berlaku.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat diundangkannya Peraturan
Pemerintah ini telah memiliki masa bekerja 10 tahun, 20 tahun
dan 30 tahun, dapat dianugerahi Satyalancana Karya Satya
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Kepala Badan Adminstrasi Kepegawaian Negara.

PENGHARGAAN

587

Pasal 12
Dengan ditetapkannnya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan
Satyalancana Karya Satya (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor
44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1796), dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Pasal 13
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Agustus 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Agusutus 1994
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MOERDIONO

588

PENGHARGAAN

PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 1994
TENTANG
TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA
UMUM
Dalam rangka melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang
berdasarkan perpaduan antara sistem karier dan sistem prestasi
kerja, bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menunjukkan kesetiaan
terhadap Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara dan
Pemerintah serta
kecakapan, kejujuran, kedisiplinan di dalam melaksanakan tugasnya
sehingga dapat dijadikan tugasnya sehingga dapat dijadikan teladan
bagi pegawai lainnya serta telah mengabdikan diri selama 10 tahun,
20 tahun, dan 30 tahun sudah sewajarnya diberikan penghargaan
berupa anugerah tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya.
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara
dan Abdi Masyarakat di dalam melaksanakan tugas pemerintahan
dan pembangunan, mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang
sama, oleh karena itu penganugerahan tanda kehormatan
Satyalancana Karya Satya tidak dibedakan berdasarkan pangkat
dan golongan, akan tetapi dibedakan menurut lamanya bekerja
kepada Negara dan Pemerintah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Setangkai kapas dan setangkai padi melambangkan keadilan
sosial dan kesejahteraan. 17 daun dan 8 bunga serta 45 butir
PENGHARGAAN

589

padi melambangkan tanggal, bulan dan tahun Proklamasi


Kemerdekaan Republik Indonesia.
Bintang bersegi lima dan tulisan Karya Satya serta perisai
Pancasila melambangkan bahwa setiao langkah kegiatan dalam
melaksanakan tugas kewajibannya, senantiasa didasarkan atas
nilai-nilai ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Angka romawi X, XX, dan XXX menunjukkan masa bekerja
yang telah dijalani selama 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun
dengan baik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Ketentuan ini meliputi persyaratan sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Drt Tahun
1959 tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai Tandatanda Kehormatan.
Kesetiaan adalah ketaatan dan pengabdian kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah.
Pengabdian adalah penyumbangan pikiran dan tenaga secara
ikhlas dengan mengutamakan kepentingan umum di atas
kepentingan golongan atau pribadi.
Kecakapan adalah kemampuan, kepandaian, kemahiran dan
keterampilan di dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
Kejujuran adalah ketulusan hati dalam melaksanakan tugas
dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang
yang diberikan kepadanya.
Kedisiplinan adalah kesanggupan untuk mematuhi tata tertib
dan mengikuti ketentuan-ketentuan kedinasan yang telah
ditetapkan.
590

PENGHARGAAN

Ayat (2)
Masa bekerja dihitung dari Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan secara nyata telah melaksanakan tugas sebagai
Calon Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil, secara terus
menerus dan tidak terputus.
Masa bekerja tersebut dihitung berdasarkan sistem berkala
dengan jangka waktu setiap 10 tahun yang dhitung sampai 3
(tiga) tahap, yaitu :
a. Masa 10 tahun tahap pertama;
b. Masa 10 tahun tahap kedua;
c. Masa 10 tahun tahap ketiga;
Apabila dalam masa 10 tahun tahap pertama, Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan yang
ditentukan, maka dapat dipertimbangkan dalam masa 10 tahun
tahap kedua untuk mendapatkan Satyalancana Karya Satya
Sepuluh Tahun dan seterusnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara
menyampaikan daftar nama Pegawai Negara Sipil yang telah
memenuhi persayaratan masa bekerja 10 tahun, 20 tahun
dan 30 tahun, kepada Pimpinan Instasi untuk diadakan
penelitian. Apabila Pegawai Negeri Sipil tersebut memenuhi
persyaratan segera dapat diusulkan untuk dianugerahi
penghargaan Satyalancana Karya Satya.
Untuk Pegawai Daerah, usul dianugerahi penghargaan tersebut
diajukan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I melalui Menteri
Dalam Negeri.
Untuk kelancaran penganugerahan, pengajuaan usul untuk
itu agar dilakukan jauh sebelum saat rencana
penganugerahan.
Ayat (2)
Cukup jelas

PENGHARGAAN

591

Pasal 6
Penganugerahan Satyalancana Karya Satya dilakukan Pimpinan
Instansi atau pejabat lain yang ditunjuk atas nama Presiden.
Pasal 7
Dalam hal menerima anugerah lebih dari satu tanda
kehormatan, maka Satyalancana Karya Satya yang dipakai
adalah yang tertinggi tingkatnya dan disematkan pada dada
sebelah kiri, dengan mengenakan pakaian sipil resmi (PSR),
pakaian sipil lengkap (PSL), pakaian upacara instansi atau
pakaian upacara Korpri yang urutannya dari kanan ke kiri
setelah tanda kehormatan Bintang. Apabila terdapat tanda
kehormatan lainnya disematkan setelah Satyalancana Karya
Satya.
Upacara resmi lainnya adalah upacara resmi yang ditentukan
oleh Pimpinan Instansi seperti hari ulang tahun instansi yang
bersangkutan.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Perhitungan masa berkala untuk mendapatkan Satyalancana
Karya Satya adalah sebagai berikut :

592

PENGHARGAAN

a. Masa 10 sampai dengan 19 tahun dapat dinilai untuk


diberikan Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun;
b. Masa 20 sampai dengan 29 tahun dapat dinilai untuk
diberikan Satyalancana Karya Satya Duapuluh Tahun;
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas

PENGHARGAAN

593

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 1994
TANGGAL 29 Agustus 1994

Keterangan :
A. BENTUK :
Bentuk lingkaran dengan sisis luar setangkai kapas dan setangkai
padi, masing-masing terdiri dari 17 daun beserta 8 bunga kapas
dan 45 butir padi.
Ditengah-tengah antara perisai dan bintang tersebut ditulis
perkataan KARYA SATYA yang di bawahnya ditulis angka
Romawi X untuk Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun, XX
untuk Satyalancana Karya Satya Duapuluh Tahun, XXX untuk
Satyalancana Karya Satya Tigapuluh Tahun.
B. UKURAN :
Jari-jari Satyalancana berikut tangkai padi dan kapas 17,50 mm
Jari-jari Satyalancana tidak berikut tangkai padi dan kapas 15
mm
Jari-jari Bintang 2 mm
Jarak antara titik tengah bintang dengan titik tengah Satyalancana
15 mm
Jari-jari lingkaran titik sebelah luar 14 mm
Jari-jari lingkaran titik sebelah dalam 13,30 mm
Tulisan Karya Satya dan angka Romawi berada tepat ditengahtengah kedua titik tengah tersebut dengan tinggi
Huruf 2 mm Angka Romawi 2 mm Lebar perisai 10,50 mm
Tinggi perisai 13,60 mm Jari-jari cincin penggantung bagian luar
3,75 mm Jari-jari cincin penggantung bagian dalam 2,75 mm
C. UKURAN PITA PENGGANTUNG :
Lebar pita berwarna dasar biru 35 mm Panjang pita 50 mm Tiga
buah lajur abu-abu kecil masing-masing 2 mm Dua buah lajur
abu-abu besar masing-masing 4 mm *24628 Jarak antara pinggir
pita dan lajur besar 2 mm Jarak antara lajur besar dengan lajur

594

PENGHARGAAN

kecil pertama 2 mm Jarak antara lajur kecil dengan lajur kecil


lainnya masing-masing 6,50 mm
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO

PENGHARGAAN

595

SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Nomor :
Sifat
:
Lampiran :
Perihal :

B. 1143/Setneg/6/2002
Jakarta, 17 Juni 2002
Biasa
3 (tiga) lembar
Pemberitahuan Pemakaian Kepada
Tanda Kehormatan RI
Para Pejabat
(Tersebut Pada Lampiran)
di
Jakarta
Dengan hormat kami beritahukan bahwa dalam rangka
menyeragamkan pemakaian Tanda-Tanda Kehormatan
RI untuk menghadiri rangkaian acara peringatan Hari
Proklamasi Kemerdekaan ke-57 Republik Indonesia
Tahun 2002, tata cara pemakaian ditentukan sebagai
berikut :
1. Tanda Kehormatan yang dipakai pada Pakaian Sipil
Lengkap atau Pakaian Nasional (untuk wanita) adalah
Bintang atau Satyalancana yang dimiliki, dalam bentuk
kecil atau miniatur yang tertinggi tingkat atau
derajatnya, tanpa menggunakan Patra.
2. Bagi TNI/PoIri, tata cara pemakaian Tanda
Kehormatan disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku di lingkungan TNI/Polri.
Demikian, mohon menjadikan periksa .
a.n. Sekretaris Negara selaku Ketua
Panitia
Negara Perayaan Hari-Hari
Nasional dan Penerimaan Kepala
Negara/ Pemerintah Asing/
Pimpinan Organisasi Internasional,
Sekretaris Militer Presiden
ttd
Hasanuddin
Mayor Jenderal TNI

596

PENGHARGAAN

Tembusan :
1. Sekretaris Negara (sebagai laporan)
2. Ketua dan para anggota Dewan TKRI

PENGHARGAAN

597

Lampiran Surat Sekretariat Negara


Nomor : B. 1143/Setneg/6/2002
Tanggal : 17 Juni 2002

DAFTAR PARA PEJABAT YANG DIKIRIMI


SURAT PEMBERITAHUAN
TENTANG
TATA CARA PEMAKAIAN TANDA KEHORMATAN
DALAM RANGKA PERINGATAN HUT KE-57 RI TAHUN 2002

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

598

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat


Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Ketua Mahkamah Agung
Ketua Dewan Pertimbangan Agung
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
Para Menteri Kabinet Gotong Royong
Panglima TNI
Kapolri
Kepala Staf Angkatan
Jaksa Agung
Gubernur Bank Indonesia
Para Ketua/Kepala Lembaga Non departemen
Gubernur seluruh Indonesia melalui Sekjen Dep. Dalam Negeri
Para Kepala Perwakilan di Luar Negeri melalui Sekjen Dep. Luar
Negeri.

PENGHARGAAN

Lampiran Surat Sekretaris Negara


Nomor : B.1143/Setneg/6/2002
Tanggal : 17 Juli 2002

Gambar tata cara pemakaian tanda kehormatan Bintang/


Satyalancana bentuk kecil/miniatur pada pakaian nasional/kain
kebaya dalam rangkaian acara HUT RI ke-57 tahun 2002.

Tanda Kehormatan
Bintang/Satyalancana
bentuk kecil/miniatur
tertinggi yang dimiliki

PENGHARGAAN

599

Lampiran Surat Sekretaris Negera


Nomor : B.1143/Setneg/6/2002
Tanggal : 17 Juli 2002

Gambar tata cara pemakaian tanda kehormatan Bintang/


Satyalancana bentuk kecil/miniatur pada pakaian sipil lengkap dalam
rangkaian acara HUT RI ke-57 tahun 2002.

Tanda Kehormatan
Bintang/Satyalancana
bentuk kecil/miniatur
tertinggi yang dimiliki

600

PENGHARGAAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR 02 TAHUN 1995
TENTANG
KETENTUAN PELAKSANAAN PENGANUGERAHAN
TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA
KEPALA BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
Menimbang

bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah


Nomor 25 Tahun 1994 tentang Tanda Kehormatan
Satyalancana Karya Satya, maka untuk
memperlancar pelaksanaannya perlu menetapkan
keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara sebagai petunjuk pelaksanaan
penganugerahan Satyalancana Karya Satya
kepada Pegawai Negeri Sipil

Mengingat

1. Undang-undang Nomor 4 Dari Tahun 1959


tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai
tanda-tanda Kehormatan (Lembaran Negara
Tahun 1959 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1789) jo. Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1961 (Lembaran Negara
Tahun 1961 Nomor 3-, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2124);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979
tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerja Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1979
PENGHARGAAN

601

Nomor 17. Tambahan Lembaran Negara


Nomar 3134);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 31 76);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994
tentang Tanda Kehormatan Satyalancana
Karya Satya (Lembaran Negara Tahun 1994
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 358);
6. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1988
tentang Badan Administrasi Kepegawaian
Negara;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :

KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI


KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG KETENTUAN
PELAKSANAAN PENGANUGERAHAN TANDA
KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA.
Pasal 1

Ketentuan pelaksanaan penganugerahan tanda kehormatan


Satyalancana Satya adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran
I Keputusan ini
Pasal 2
Untuk mempermudah pelaksanaan Keputusan ini dilampirkan salinan
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 tentang Tanda
Kehormatan Satyalancana Karya Satya sebagaimana tersebut dalam
Lampiran II Keputusan ini.
Pasal 3
Apabila dalam melaksanakan Keputusan ini dijumpai kesulitan dapat
ditanyakan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara
untuk penyelesaian.
602

PENGHARGAAN

LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN


ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR
: 02 TAHUN 1995
TANGGAL : 10 JANUARI 1995
KETENTUAN PELAKSANAAN PENGANUGERAHAN
TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA
I.

PENDAHULUAN
A. UMUM
1. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 1994 tentang Tanda Kehormatan Satyalancana
Karya Satya. Pegawai Negeri Sipil yang dalam
melaksanakan tugasnya telah menunjukkan kesetiaan,
pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan Kedisiplinan,
serta telah bekerja secara terus-menerus sekurangkurangnya 10 tahun, 20 tahun atau 30 tahun dianugerahi
Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya.
2. Penganugerahan Satyalancana Karya Satya tersebut,
disamping sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, juga
dimaksudkan sebagai pendorong untuk meningkatkan
pengabdian dan prestasi kerjanya sehingga dapat
dijadikan teladan bagi Pegawai Negeri Sipil lainnya.
3. Untuk keseragaman dalam pengusulan dan
penganugerahan Satyalancana Karya Satya, dipandang
perlu menetapkan ketentuan pelaksanaannya, sehingga
dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat pada Pegawai
Negeri Sipil yang benar-benar layak serta pantas untuk
menerimanya.
4. Dalam ketentuan pelaksanaan ini diatur lebih lanjut halhal yang berkenaan dengan persyaratan, penganugerahan, pemakaian dan pencabutan Satyalancana Karya
Satya.
B. TUJUAN
Ketentuan pelaksanaan penganugerahan Tanda
Kehormatan Satyalancana Karya Satya ini, dimaksudkan
PENGHARGAAN

603

sebagai pedoman dan petunjuk teknis bagi pejabat yang


berwenang dalam pelaksanaan pengajuan, penganugerahan,
pemakaian, dan pencabutan Satyalancana Karya Satya.
II. PERSYARATAN, PERHITUNGAN MASA BEKERJA.
PENGANUGERAHAN DAN PENCABUTAN TANDA
KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA
A. PERSYARATAN
Untuk menentukan Pegawai Negeri Sipil yang layak dan
pantas menerima anugerah Satyalancana Karya Satya,
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Dalam melaksanakan tugasnya senantiasa menunjukkan
kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran dan
kedisiplinan yang dapat dibuktikan dalam Daftar Penilaran
Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan;
2. Telah memenuhi masa bekerja secara terus menerus
dan tidak terputus;
a. Sekurang-kurangnya 10 tahun untuk Satyalancana
Karya Satya Sepuluh tahun;
b. Sekurang-kurangnya 20 lahun untuk Satyalancana
Karya Satya Dua Puluh tahun; atau
c. Sekurang-kurangnya 30 Tahun untuk Satyalancana
Karya Satya Tiga Puluh Tahun;
3. Dalam masa bekerja sebagaimana tersebut angka 2.
tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau
tingkat berat berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
B. PERHITUNGAN MASA BEKERJA
1. Masa bekerja yang dapat dihitung untuk penganugerahan
Satyatancana Karya Satya adalah masa bekerja yang
dihitung sejak diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil/Pegawai Negeri Sipil. Masa bekerja tersebut dihitung
berdasarkan sistem berkala dengan jangka waktu setiap
10 tahun yang dihitung secara bertahap, yaitu:

604

PENGHARGAAN

a. Masa 10 tahun tahap pertama;


b. Masa 10 tahun tahap kedua atau selama 20 tahun
secara terus-menerus dan tidak terputus;
c. Masa 10 tahun tahap ketiga atau selama 30 tahun
secara terus menerus dan tidak terputus.
2. Pegawai Negeri Sipil yang dalam masa 10 tahun tahap
pertama, telah memenuhi persyaratan yang ditentukan,
dianugerahi Satyalancana Karya Satya sepuluh tahun.
Contoh :
a. Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama ARDITA NIP.
130001745 diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil terhitung mulai tanggal 1 Juni 1980. Selama
bekerja yang bersangkutan menunjukkan kesetiaan,
pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan
prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah
melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil. Oleh
karena pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 1994 yang bersangkutan telah
memiliki masa bekerja selama 14 tahun, 3 bulan,
maka Tahun 1994 yang bersangkutan dapat
diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana Karya
Satya Sepuluh Tahun;
b. Apabila Sdr. ARDITA tersebut dari 1 Juni 1990 sampai
dengan 1 Juni 2000 tetap bekerja dan menunjukkan
Kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran,
kedisiplinan, dan prestasi kerja dengan baik serta
tidak pernah melanggar peraturan disiplin Pegawai
Negeri Sipil, maka yang bersangkutan dapat diusulkan
untuk dianugrahi Satyalancana Karya Satya Dua
Puluh Tahun.
c. Selanjutnya apabila Sdr. ARDITA sampai dengan 1
Juni 2010 tetap menunjukkan kesetiaan, pengabdian,
Kecakapan, kejujuran, Kedisiplinan, dan prestasi
kerjanya seperti pada tahap-tahap sebelumnya serta
tidak melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil,
tetap bekerja selama 30 tahun secara terus
menerus, maka yang bersangkutan dapal diusulkan
untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya Tiga
Puluh Tahun.

PENGHARGAAN

605

3. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan


Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 telah memiliki masa
bekerja selama 20 tahun secara terus menerus dan
tidak terputus serta memenuhi syarat yang ditentukan,
langsung dianugerahi Satyalancana Karya Satya Dua
puluh tahun.
Cantoh :
Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama WIDYA NANDITA
NIP 020014210 diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil terhitung mulai tanggal 1 Mei 1974. Selama bekerja
yang bersangkutan telah menunjukkan kesetiaan,
pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan
prestasi kerja dengan baik, serta tidak pernah dijatuhi
hukuman disiplin tingkat sedang atau berat oleh karena
pada bulan Agustus 1994 saat diundangkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 Sdr. WIDYA NANDITA
tersebut telah memiliki masa bekerja 20 tahun 4 bulan,
maka yang bersangkutan dapat langsung diajukan untuk
dianugerahi Satyalancana Karya Satya Dua Puluh Tahun.
Dalam hal ini yang bersangkutan tidak perlu diusulkan
dianugerahi Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun.
4. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 telah memiliki masa
bekerja 20 tahun atau lebih, tetapi pada masa 10 tahun
tahap pertama, tidak memenuhi syarat yang ditentukan,
yang bersangkutan dapat diberikan Satyalancana Karya
Satya Sepuluh Tahun apabila dalam masa 10 tahun
tahap kedua memenuhi syarat.
Contoh :
a. Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Mangkuto, NIP.
260004590 diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil terhitung mulai tanggal 1 Mei 1973. Pada tahun
1981 Sdr. MANGKUTO dijatuhi hukuman disiplin
tingkat sedang berupa penundaan kenaikan pangkat
untuk selama 1 (salu) tahun.
Yang bersangkutan sangat menyesali atas perbuatan
yang telah dilakukan, terbukti pada tahun-tahun
berikutnya setelah selesai menjalankan hukuman
disiplin, hingga saat ini dalam melaksanakan tugasnya
senantiasa menunjukkan kesetiaan, pengabdian,
606

PENGHARGAAN

kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan prestasi kerja


dengan baik serta tidak pernah melanggar peraturan
disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal demikian
meskipun Sdr. MANGKUTO pada masa 10 tahun
tahap pertama tidak memenuhi syarat tetapi pada
10 tahun tahap kedua hingga berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 memenuhi syarat,
maka kepadanya dapat diusulkan untuk dianugerahi
Satyatancana Karya Satya Sepuluh Tahun.
b. Selanjutnya apabila Sdr. MANGKUTO sampai dengan
buian Mei 2003 yaitu 10 tahun tahap ketiga la
memenuhi persyaratan lagi, maka kepadanya dapat
diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana Karya
Satya Dua Puluh Tahun.
5. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 telah memiliki masa
bekerja 20 tahun atau lebih, tetapi pada masa 10 tahun
tahap kedua yang bersangkutan tidak dapat diusulkan
untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya Sepuluh
Tahun.
Contoh :
a. Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama MARSUDI NIP.
260000110 diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil terhitung mulai Tanggal 1 Juni 1975. Pada
mulanya selesai bekerja yang bersangkutan
menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan,
kejujuran. kedisiplinan dan prestasi kerja dengan baik
serta tidak pernah melanggar peraturan disiplin
Pegawai Negeri Sipil. Tetapi pada tahun 1989 yang
bersangkutan telah melanggar peraturan disiplin
Pegawai Negeri Sipil, dan dijatuhi hukuman disiplin
tingkat berat berupa penurunan pangkat setingkat
lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
Dalam hal demikian, walaupun Sdr. MARSUDI yang
pada masa 10 tahun tahap pertama memenuhi
syarat tetapi pada 10 tahun tahap kedua yang
bersangkutan melanggar.
6. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994, telah memiliki masa
bekerja selama 30 tahun secara terus menerus dan
PENGHARGAAN

607

tidak pernah terputus, serta memenuhi persyaratan


lainnya langsung dianugerahi Satyalancana Karya Satya
Tiga Puluh Tahun.
Contoh :
Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama SRI WULAN
PURNAMAWATI NIP. 260002792 diangkat menjadi
Pegawai Bulanan (Calon Pegawai Negeri Sipil) terhitung
mulai tanggal 1 Maret 1958, terakhir berpangkat Penata
Muda golongan ruang III/a. Oleh karena pada bulan
Agustus 1995 yang bersangkutan telah memiliki masa
bekerja 37 tahun 5 bulan dan dalam melaksanakan tugas
pekerjaannya senantiasa menunjukkan kesetiaan,
pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan
prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah melanggar
paraturan disiplin pegawai negeri sipil. Dalam hal demikian,
walaupun Sdr. SRI WULAN PURNAMAWATI pada masa
10 tahun tahap pertama tidak memenuhi syarat, tetapi
karena pada masa 10 tahun tahap kedua dan ketiga
memenuhi syarat kepadanya langsung diusulkan untuk
dianugerahi Salyalancana Karya Satya Dua Puluh Tahun.
8. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994, telah memiliki masa
bekerja 30 tahun atau lebih, tetapi masa 10 tahun tahap
kedua tidak memenuhi syarat yang ditentukan, yang
bersangkutan hanya diberikan Satyalancana Karya Satya
Sepuluh Tahun, meskipun dalam masa 10 tahun tahap
pertama dan 10 tahun tahap ketiga memenuhi syarat
yang ditentukan.
Contoh :
Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama LELA KUMALA
NIP. 050002722 diangkat sebagai Pegawai Bulanan (Calon
Pegawai Negara Sipil) sejak 1 Agustus 1962. Pada
awalnya yang bersangkutan selama bekerja senantiasa
menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan,
kejujuran, kedisiplinan dan prestasi kerja dengan baik
serta tidak pernah melanggar peraturan disiplin Pegawai
Negeri Sipil.
Tetapi pada tahun 1973 yang bersanjutan telah dijatuhi
hukuman jabatan berupa penundaan kenaikan pangkat
selama 1 (satu) tahun. Setelah dijatuhi hukuman tersebut
608

PENGHARGAAN

hingga berlakunya Peraturan Pemerintah nomor 25 Tahun


1994, yang bersangkutan sanantiasa menunjukkan
kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan
dan prestasi kerja dengan baik. Dalam hal yang demikian
Sdr. LELA KUMALA karena pada masa 10 tahun tahap
kedua tidak memenuhi syarat, maka hanya dapat
diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya
Sepuluh Tahun.
9. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 telah memiliki masa
bekerja 30 tahun atau lebih, tetapi dalam masa 10 tahun
tahap ketiga tidak memenuhi syarat yang ditentukan,
yang bersangkutan tidak dapat dianugerahi Satyalancana
Karya Satya.
Contoh :
Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama SONDANG
APRIANI NIP. 080002809 diangkat sebagai Pegawai
Bulanan (Calon Pegawai Negeri Sipil) seJak 1 Juni 1963,
tetapi pada bulan Maret 1994 yang bersangkutan
melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil,
sehingga dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang berupa
penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun.
Sebelum dijatuhi hukuman disiplin yang bersangkutan
selama bekerja senantiasa menunjukkan kesetiaan,
pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan
prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah melanggar
peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipii. Dalam hal yang
demikian karena dalam masa 10 tahun tahap ketiga
tidak memenuhi syarat, maka Sdr. SONDANG APRIANI
tidak dapat diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana
Karya Satya.
10. Masa selama menjalankan Cuti Diluar Tanggungan
Negara (CLTN) tidak dapat dihitung sebagai dasar untuk
mempertimbangkan, penganugerahan Satyalancana
Katya Satya, kecuali CLTN karena persalinan anak.
Contoh :
a. Sdr. NISA SEPTIANI NIP. 140007512 Pegawai Negeri
Sipil di lingkungan Departemen Kesehatan, diangkat
sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai
tanggal 1 Januari 1977, Selama bekerja yang
PENGHARGAAN

609

bersangkutan senantiasa menunjukkan kesetiaan,


pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan jam
prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah
melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil. Yang
bersangkutan pernah menjalani LTA Selama 3 tahun
sejak tanggal 1 April 1986 sampai dengan 31 Maret
1986 dan kembali bekerja sejak 1 April 1986.
Dalam hal yang demikian tahun 1994 Sdr. NISA
SEPTIANI tersebut tidak dapat diusulkan untuk
dianugerahi Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun.
b. Apabila Sdr. NISA SEPTIANI tersebut sampai dengan
bulan Januari 1997 tetap bekerja dan menunjukkan
Kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran,
kedisiplinan dan prestasi kerja dengan baik serta tidak
pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau
berat, maka Sdr. NISA SEPTIANI tersebut dapat
diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana Karya
Satya Sepuluh Tahun.
11. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin yang
masa hukuman disiplinnya berada dalam dua masa
tahanan, maka yang bersangkutan tidak memenuhi
syarat untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya
dalam masa tahapan ketika perbuatan pelanggaran
dilakukan.
Contoh :
a. Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama COSMOS
SILABAN NIP. 120007721 bekerja di Departemen
Perhubungan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil sejak
1 September 1976. Pada tahun 1986 yang
bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin Pegawai
Negeri Sipil sehingga terhitung mulai tanggal 1 Juli
1976 dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan gaji
berkala selama 1 (satu) tahun. Dalam hal ini hukuman
disiplin itu diperhitungkan sebagai hukuman disiplin
pada masa 10 tahun pertama.
b. Namun demikian tahap 10 tahun yang kedua tidak
diperhitungkan mulai 1 September 1986 tetapl baru
mulai diperhitungkan 1 Januari 1988 karena dalam
tahun 1987 yang bersangkutan masih menjalani
hukuman disiplin. Apabila sampai dengan Januari 1998
610

PENGHARGAAN

tetap bekerja dan menunjukkan kesetiaan,


pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisplinan dan
prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah
melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan dapat diusulkan untuk dianugerahi
Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun.
12. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994, telah menerima
Satyalancana Karya Satya berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 1959 baik Kelas Satu, Dua,
Tiga, Empat maupun Lima apabila telah memiliki masa
bekerja 30 tahun secara terus-menerus dan memenuhi
syarat lainnya, dapat diberikan Satyalancana Karya Satya
Tiga Puluh Tahun.
C. PENGANUGERAHAN
1. Persiapan
a. Untuk persiapan penganugerahan Satyalancana
Karya Satya, Badan Administrasi Kepegawaian
Negara menerbitkan listing yang berisi daftar nominatif
Pegawai Negeri Sipil yang telah memiliki masa bekerja
10 tahun, 20 tahun atau 30 tahun dibuat seperti
contoh tersebut dalam Anak Lampiran 1-a.
b. Listing sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas
disampaikan kepada Pimpinan Instansi bagi Pegawai
Negeri Sipil Pusat dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Negeri
Sipil Pusat yang diperbantukan pada daerah otonom
setiap bulan September atau 1 tahun sebelum
penganugerahan.
c. Untuk Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berada di
Daerah, listing tersebut dikirimkan oleh Pimpinan
Instansi masing-masing kepada Kepala Kantor
Wilayan Departemen/Pimpinan Instansi vertikal yang
bersangkutan selambat-lambatnya pada bulan
Oktober.
d. Pimpinan Instansi, Kepala Kantor Wilayah
Departemen/Pimpinan Instansi vertikal dan Gubernur
Kepala Negara Tingkat I masing-masing berkewajiban

PENGHARGAAN

611

melakukan pemeriksaan, penelitian dan penilaian


terhadap data perorangan Pegawai Negeri Sipil yang
tercantum dalam listing.
e. Kepala Kantor Wilayah Departemen Pimpinan Instansi
vertikal menyampaikan daftar nama Pegawai Negeri
Sipil yang dinilai memenuhi syarat untuk
dipertimbangkan mendapat Satyalancana Karya
Satya kepada Pimpinan Instansi yang bersangkutan,
yang dibuat seperti contoh tersebut dalam anak
Lampiran 1-b, disertai Daftar Riwayat Hidup Singkat,
seperti contoh tersebut dalam anak Lampiran l-c.
selambat-lambatnya pada bulan Nopember
f. Pimpinan Instansi mengusulkan Pegawai Negeri Sipil
Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berada di
daerah yang dinilai memenuhi syarat untuk
dipertimbangkan mendapat Satyalancana Karya
Satya kepada Presiden melalui Ketua Dewan Tandatanda Kehormatan Republik Indonesia dibuat seperti
contoh tersebut dalam anak Lampiran I-d, disertai
Daftar Riwayat Hidup Singkat seperti contoh tersebut
dalam anak Lampiran 1-c dan tembusannya kepada
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara,
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum
pelaksanaan penganugerahan.
g. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengusulkan
Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Negeri Sipil
Pusat yang diperbantukan pada daerah otonom yang
dinilai memenuhi syarat untuk dipertimbangkan
mendapat Satyalancana Karya Satya kepada
Presiden melalui Menteri Dalam dibuat rencana seperti
contoh tersebut dalam anak lampiran 1-e, disertai
Daftar Riwayat Hidup Singkat seperti contoh tersebut
dalam anak lampiran 1-c, selambat-lambatnya pada
bulan Nopember.
h. Menteri Dalam Negeri menyampaikan usul
sebagaimana dimaksud dalam huruf 9 Kepada
Presiden melalui Ketua Dewan Tanda-tanda
Kehormatan Republik Indonesia, yang dibuat seperti
contoh tersebut dalam anak tempiran 1-d, disertai
Daftar Riwayat Hidup Singkat seperti contoh tersebut

612

PENGHARGAAN

dalam anak Lampiran 1-c dan tembusannya Kepada


Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara,
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum
pelaksanaan penganugerahan.
i.

Bagi Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat untuk


dipertimbangkan mendapat Satyalancana Karya
Satya, tetapi tidak tercantum dalam listing
sebagaimana tersebut dalam huruf a, dapat diusulkan
sesuai ketentuan sebagaimana Tersebut dalam huruf
e, f, g dan h.

2. Penetapan Penganugerahan Satyalancana Karya Satya


a. Penganugerahan
Satyalancana Karya Satya
Sepuluh Tahun, Dua Puluh Tahun dan Tiga Puluh
Tahun ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
b. Pelaksanaan penganugerahan kepada Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan dilakukan oleh Pimpinan
Instansi atau pejabat lain yang ditunjuk serendahrendahnya Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II di wilayahnya masing-masing, atas nama
Presiden pada upacara peringatan hari Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus, hari besar nasional lainnya
atau hari ulang tahun instansi.
D. PEMAKAIAN
1. Satyalancana Karya Satya dipakai pada upacara resmi
hari-hari besar nasional yaitu upacara peringatan hari
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus, Hari Kesaktian
Pancasila 1 Oktober Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober,
Hari Pahlawan 10 November, dan Hari Kebangkitan
Nasional 20 Mei serta upacara resmi lainnya yang
pengaturan/pelaksanaannya ditentukan oleh pimpinan
instansi.
2. Pemakaian Satyalancana Karya Satya disematkan pada
dada sebelah kiri. Apabila memiliki tanda kehormatan
Bintang, maka pemakaiannya berurutan dari kanan ke
kiri setelah tanda kehormatan Bintang. Dalam hal memiliki
Satyalancana Karya Satya lebih dari satu macam, maka
yang dipakai hanya satu yang tertinggi derajatnya.

PENGHARGAAN

613

3. Pakaian yang dikenakan pada saat upacara resmi


sebagaimana dimaksud di atas adalah
a. Pakaian Sipil Lengkap (PSL) bagi Pegawai Negeri Sipil
pria/Pakaian nasional bagi Pegawai Negeri Sipil wanita;
b Pakaian Sipil Resmi (PSR);
c. Pakaian Seragam KORPRI; atau
d. Pakaian Upacara Instansi.
4. Untuk keseragaman dalam upacara, pakaian yang
dikenakan pada saat upacara resmi adalah pakaian
diantara sebagaimana tersebut angka 3 yang ditentukan
pimpinan instansi.
E. PENCABUTAN HAK MEMAKAI
1. Pegawai Negeri Sipil yang telah menerima Satyalancana
Karya Satya, dicabut hak memakainya apabila
a. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa
pemberhentian tidak dengan normal sebagai Pegawai
Negeri Sipil berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
b. Berdasarkan Keputusan Pengadilan yang telah
mernpunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan
hukuman tambahan berupa pencabutan hak
menerima dan memakai Satyalancana Karya Satya.
2. Pencabutan hak memakai Satyalancana Karya Satya
sebagaimana tersebut angka 1, ditetapkan dengan
Keputusan Presiden setelah mendengar pertimbangan
dan Dewan Tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia
atas usul Pimpinan Instansi.
III. KETENTUAN PERALIHAN
Satyalancana Karya Satya yang telah diterima oleh Pegawai
Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun
1959, dan telah pensiun pada saat berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994, dinyatakan tetap berlaku.

614

PENGHARGAAN

IV. KETENTUAN LAIN-LAIN


1. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil yang diundang untuk
menghadiri upacara resmi sebagaimana dimaksud dalam
angka romawi II huruf D angka 1 diatas, wajib memakai
Satyalancana Karya Satya tertinggi yang dimilikinya.
2. Dalam hal penerima Satyalancana Karya Satya yang
bersangkutan meninggal dunia, hak memakai Satyalancana
Karya Satya tidak dapat beralih kepada isteri/suami atau
anaknya. Isteri/suami atau anaknya hanya dapat
menyimpannya tanpa hak untuk memperjualbelikan. Apabila
tidak ada isteri/suami atau anak, maka Satyalancana Karya
Satya dikembalikan kepada negara melalui instansi semula.
3. Apabila Satyalancana Karya Satya hilang, harus melaporkan
kepada Pimpinan Instansi semula dengan melampirkan bukti
berupa berita acara kehilangan dari Kepolisian setempat untuk
mendapat penggantian.
V . PENUTUP
Segala sesuatu yang belum diatur dalam Keputusan ini, akan
ditentukan kemudian.
KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
SOENARKO

PENGHARGAAN

615

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 112/KP/VIII/2000/01
TENTANG
PEMBERIAN PENGHARGAAN BAGI PEJABAT DINAS
DALAM NEGERI YANG MENGHADAPI PENSIUN

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang

a. bahwa sebagai penghargaan dan ungkapan


terima kasih kepada pegawai Departemen Luar
Negeri atas segala pengabdian. Loyalitas dan
dedikasi yang telah diberikan kepada dinas, dan
sebagai wujud kepedulian serta rasa
kebersamaan di Departemen Luar Negeri, perlu
memberikan penghargaan kepada pegawai
yang menghadapi pensiun;
b. bahwa pemberian penghargaan sebagaimana
dimaksud dalam pertimbangan huruf a
dilakukan sebagai upaya untuk mewujudkan
pemerataan dan peningkatan kesejahteraan
pegawai dilingkungan Departemen Luar Negeri
khususnya yang menghadapi pensiun;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu
menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri
tentang pemberian Penghargaan Bagi Pejabat
Dinas Dalam Negeri;

616

PENGHARGAAN

Mengingat

1. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang


Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 13
tahun 1999;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
3. Keputusan Presiden RI Nomor 136 tahun 1999
tentang Kedudukan Departemen;
4. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor 203/
OR/III/1983/01 tahun 1983 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Keputusan Menteri Luar Negeri RI
Nomor 141/DT/VI/ 1989/01 tahun 1989.
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK


INDONESIA TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN BAGI PEJABAT DINAS DALAM NEGERI YANG
MENGHADAPI PENSIUN.
Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia ini yang


dimaksud dengan :
Pegawai adalah Pejabat Dinas Dalam Negeri yang dalam masa 2
(dua) tahun sebelum memasuki usia pensiun, telah bekerja secara
terus-menerus dan tidak terputus baik di Departemen Luar Negeri
maupun pada Perwakilan RI di luar negeri selama 25 (dua puluh
lima) tahun, telah menunjukkan loyalitas, pengabdian dan tidak
pernah mendapat hukuman disiplin pegawai, dan tidak termasuk
dalam pegawai sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Luar
Negeri Nomor: 110/KP/VIII/2000/01 tanggal 1 Agustus 2000
Tentang Penugasan Pegawai Departemen Luar Negeri Sebagai Staf
Teknis Non Diplomatik Pada Perwakilan RI di Luar Negeri dan
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor 111/KP/VIII/2000/01 tanggal
1 Agustus 2000 Tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Luar
Negeri Nomor: SP. 1010/PD/X/1971 tanggal 15 September 1971

PENGHARGAAN

617

Tentang Penempatan Pegawai Departemen Luar Negeri Bukan


Pejabat Dinas Luar Negeri Di Luar Negeri sebagaimana telah diubah
terakhir Kali dengan Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/
1138/PD/X/74 tanggal 6 Juli 1974.
Pasal 2
Pemberian penghargaan bagi pegawai dapat berupa :
a.

Perjalanan menunaikan ibadah Haji bagi yang beragama Islam;

b.

Perjalanan mengunjungi Betlehem bagi yang beragama Nasrani;

c.

Perjalanan mengunjungi India bagi yang beragama Hindu atau


Budha.
Pasal 3

(1) Pemberian penghargaan dilaksanakan melalui suatu undian dan


disesuaikan dengan Data kemampuan dana yang ada, terutama
Dana Kesejahteraan.
(2) Pelaksanaan Undian bagi pegawai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 butir 1, dilakukan 1 (satu) kali dalam setiap tahun.
(3) Hak untuk mengikuti undian bagi setiap pegawai sebagaimana
dimaksud Pasal 1 butir 1 adalah 1 (Satu) kali.
Pasal 4
(1) Tata cara pelaksanaan pemberian penghargaan dan jumlah
pegawai yang diberi penghargaan, akan ditentukan lebih lanjut
oleh suatu Panitia yang dibentuk untuk tujuan tersebut.
(2) Panitia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari para
anggota Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BPJK)
yang diketuai oleh Kepala Biro Kepegawaian,
Pasal 5
Apabila pegawai yang berkepentingan tidak menghendaki pemberian
penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka kepada
yang bersangkutan dapat diberikan penghargaan dalam bentuk lain
yang akan ditentukan oleh Panitia.

618

PENGHARGAAN

Pasal 6
Keputusan Menteri Luar Negeri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Agustus 2000
MENTERI LUAR NEGERI RI
ttd
Dr. ALWI SHIHAB

PENGHARGAAN

619

620

X
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

621

622

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1994


TENTANG
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL
Tanggal :18 APRIL 1994 (JAKARTA)
_________________________________________
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :

a. bahwa Pendidikan dan Pelatihan Jabatan


Pegawai Negeri Sipil mempunyai keterkaitan erat
dengan penempatan seseorang dalam jabatan;
b. bahwa Pendidikan dan Pelatihan Jabatan
Pegawai Negeri Sipil merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pembinaan Pegawai
Negeri Sipil secara menyeluruh;
c. bahwa
untuk
meningkatkan
mutu
profesionalisme, pengabdian, kesetiaan dan
pengembangan wawasan serta pembinaan
karier Pegawai Negeri Sipil diperlukan Pendidikan
dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil;
d. bahwa sehubungan dengan pertimbangan di
atas dipandang perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Pendidikan dan Pelatihan
Jabatan Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

623

3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang


Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3390);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI
SIPIL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang
selanjutnya disebut pendidikan dan pelatihan (Diklat) adalah
penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka
meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil dalam
melaksanakan jabatannya.
2. Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974.
3. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung
jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam
rangka susunan suatu satuan organisasi.
4. Pimpinan Instansi adalah Menteri, Jaksa Agung, Panglima
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
5. Instansi Pembina adalah Lembaga Administrasi Negara yang
secara fungsional bertanggung jawab atas koordinasi, pengaturan
dan penyelenggaraan serta pengawasan dan pengendalian
pendidikan dan pelatihan.

624

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

6. Instansi Pembina Jabatan Fungsional adalah Instansi Pemerintah


yang bertugas membina suatu jabatan fungsional menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB II
TUJUAN DAN SASARAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 2
Tujuan pendidikan dan pelatihan adalah:
a. meningkatkan kesetiaan dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah
Republik Indonesia.
b. menanamkan kesamaan pola pikir yang dinamis dan bernalar
agar memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakan
tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
c. memantapkan semangat pengabdian yang berorientasi pada
pelayanan, pengayoman, dan pengembangan partisipasi
masyarakat.
d. meningkatkan pengetahuan, keahlian dan/atau ketrampilan serta
pembentukan sedini mungkin kepribadian Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 3
Sasaran pendidikan dan pelatihan adalah tersedianya Pegawai Negeri
Sipil yang memiliki kualitas tertentu guna memenuhi salah satu
persyaratan untuk diangkat dalam jabatan tertentu.
BAB III
JENIS DAN JENJANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 4
Pendidikan dan pelatihan terdiri dari:
a. Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan;
b. Pendidikan dan Pelatihan Dalam Jabatan.
Pasal 5
Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan adalah pendidikan dan pelatihan
yang dipersyaratkan dalam pengangkatan Pegawai Negeri Sipil.
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

625

Pasal 6
(1) Pendidikan dan Pelatihan Dalam Jabatan adalah pendidikan dan
pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pendidikan dan Pelatihan dalam jabatan terdiri dari: a. Pendidikan
dan Pelatihan Struktural; b. Pendidikan dan Pelatihan Fungsional;
c. Pendidikan dan Pelatihan Teknis.
Pasal 7
(1) Pendidikan dan Pelatihan Struktural adalah pendidikan dan
pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang
akan diangkat dalam jabatan struktural.
(2) Pendidikan dan Pelatihan Struktural terdiri dari:
a. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi
Tingkat Pertama yang selanjutnya disebut Diklat SPAMA,
yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi
Pegawai Negeri Sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan
untuk diangkat dalam jabatan struktural eselon III.
b. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi
Tingkat Menengah yang selanjutnya disebut Diklat SPAMEN,
yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi
Pegawai Negeri Sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan
untuk diangkat dalam jabatan struktural eselon II.
c. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi
Tingkat Tinggi yang selanjutnya disebut Diklat SPATI, yaitu
pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai
Negeri Sipil yang telah menduduki jabatan struktural eselon
II dan terpilih serta memiliki kemampuan untuk diangkat dalam
jabatan struktural eselon I.
(3) Sebelum Pendidikan dan Pelatihan struktural sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) kepada Pegawai Negeri Sipil diberikan
Pendidikan dan Pelatihan Administrasi Umum
Pasal 8
(1) Pendidikan dan Pelatihan Fungsional adalah pendidikan dan
pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang
akan dan telah menduduki jabatan fungsional.
(2) Pendidikan dan Pelatihan Fungsional dapat dilakukan secara
berjenjang sesuai dengan tingkat jabatan fungsional yang
bersangkutan.
626

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Pasal 9
(1) Pendidikan dan Pelatihan Teknis adalah pendidikan dan pelatihan
yang diselenggarakan untuk memberi ketrampilan atau
penguasaan pengetahuan di bidang teknis tertentu kepada
Pegawai Negeri Sipil, sehingga mampu melaksanakan tugas dan
tanggung jawab yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
(2) Pendidikan dan Pelatihan Teknis dapat dilakukan secara berjenjang
sesuai dengan tingkat dan jenis pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan.
BAB IV
PESERTA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 10
(1) Peserta Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan adalah Calon Pegawai
Negeri Sipil.
(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang berasal dari Pendidikan dan
Pelatihan Kedinasan termasuk sekolah-sekolah Kedinasan
sebelum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, wajib mengikuti
dan lulus Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan.
Pasal 11
Peserta Pendidikan dan Pelatihan Struktural adalah Pegawai Negeri
Sipil yang akan diangkat dalam jabatan struktural yang telah
memenuhi syarat:
a. menduduki pangkat sekurang-kurangnya setingkat lebih rendah
dari pangkat terendah yang ditentukan untuk jabatan yang akan
diduduki;
b. mempunyai pendidikan serendah-rendahnya pendidikan
menengah;
c. memiliki potensi yang dapat dikembangkan, telah membuat
prestasi dalam melaksanakan tugasnya, mampu menjaga
reputasi baik bagi dirinya maupun instansinya, dan memiliki
kemauan keras untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang
bersangkutan serta syarat-syarat lain yang ditentukan oleh
Instansi Pembina.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

627

Pasal 12
Peserta Pendidikan dan Pelatihan Fungsional adalah Pegawai Negeri
Sipil yang akan dan telah menduduki jabatan fungsional.
Pasal 13
Peserta Pendidikan dan Pelatihan Teknis adalah Pegawai Negeri Sipil
terutama bagi yang dipersiapkan untuk melaksanakan pekerjaan
teknis yang dibebankan kepadanya.
BAB V
KURIKULUM DAN METODA
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 14
(1) Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan menekankan pada
pembentukan sikap mental, kesamaptaan fisik dan disiplin
disamping pengetahuan-pengetahuan dasar tentang administrasi
dan manajemen.
(2) Kurikulum Diklat Struktural disamping menekankan pada
pemantapan sikap mental, kesamaptaan fisik dan disiplin, untuk
masing-masing jenjang juga menekankan pada hal-hal sebagai
berikut:
a. Diklat SPAMA menekankan pada kepemimpinan dan
bimbingan serta penguasaan pengetahuan dan ketrampilan
pelaksanaan pekerjaan pengelolaan kegiatan dan program.
b. Diklat SPAMEN menekankan pada kepemimpinan dan
bimbingan serta penguasaan pengetahuan dan ketrampilan
pembinaan strategi penataan program.
c. Diklat SPATI menekankan pada kepemimpinan dan
pembinaan serta kedalaman pola pikir dan wawasan secara
terpadu baik dalam lingkup nasional regional maupun
internasional untuk memperkuat ketahanan nasional guna
kelangsungan dan peningkatan kehidupan bangsa.
(3) Kurikulum Diklat Fungsional menekankan pada peningkatan
penguasaan pengetahuan dan/atau ketrampilan sesuai dengan
keahlian dan ketrampilan yang diperlukan di bidang masingmasing.

628

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

(4) Kurikulum Diklat Teknis menekankan pada peningkatan


penguasaan pengetahuan dan/atau ketrampilan di bidang teknis
masing-masing.
Pasal 15
(1) Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan dan Pendidikan
dan Pelatihan Struktural ditetapkan lebih lanjut oleh Instansi
Pembina.
(2) Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Fungsional ditetapkan oleh
instansi masing-masing bekerja sama dengan Instansi Pembina
Jabatan Fungsional dengan pembinaan Instansi Pembina.
(3) Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Teknis ditetapkan oleh instansi
masing-masing dengan pembinaan Instansi Pembina.
Pasal 16
Metoda Pendidikan dan Pelatihan disusun sesuai dengan tujuan dan
program pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa.
BAB VI
TENAGA KEPENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 17
Tenaga kependidikan dan pelatihan terdiri dari:
a. Widyaiswara;
b. Pengelola Unit Program Pendidikan dan Pelatihan;
c. Tenaga kependidikan dan pelatihan lainnya.
BAB VII
SARANA DAN PRASARANA
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 18
(1) Sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan dipersiapkan
sesuai dengan tujuan pendidikan dan pelatihan.
(2) Instansi Pembina menetapkan kriteria sarana dan prasarana
pendidikan dan pelatihan serta mengkoordinasikan
pemanfaatannya.
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

629

BAB VIII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 19
Pendidikan dan Pelatihan dapat diselenggarakan secara klasikal dan
atau non klasikal.
Pasal 20
(1) Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan bagi Calon Pegawai Negeri
Sipil golongan I, II dan III diselenggarakan oleh masing-masing
instansi di bawah pembinaan Instansi Pembina.
(2) Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan bagi Calon Pegawai Negeri
Sipil Golongan III dapat pula diselenggarakan secara gabungan
dan dilaksanakan oleh Instansi Pembina.
Pasal 21
(1) Pendidikan dan Pelatihan SPATI dan SPAMEN diselenggarakan
oleh Instansi Pembina.
(2) Pendidikan dan Pelatihan SPAMA diselenggarakan oleh Instansi
yang bersangkutan dengan pembinaan Instansi Pembina, atau
dalam hal tertentu diselenggarakan oleh Instansi Pembina.
(3) Pendidikan dan Pelatihan Fungsional diselenggarakan oleh Instansi
Pembina Jabatan Fungsional dan Instansi yang bersangkutan
dengan pembinaan Instansi Pembina.
(4) Pendidikan dan Pelatihan Teknis diselenggarakan oleh instansi
yang bersangkutan bekerjasama dengan Instansi Teknis yang
memiliki keahlian yang bersangkutan dengan pembinaan Instansi
Pembina.
Pasal 22
(1) Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pendidikan dan
pelatihan secara berdayaguna dan berhasilguna dibentuk Tim
Kurikulum.
(2) Tim Kurikulum terdiri dari : a. Tim Kurikulum Nasional; b.Tim
Kurikulum Instansi.
(3) Tim Kurikulum Nasional dibentuk oleh Pimpinan Instansi Pembina
dengan tugas pokok memberi pertimbangan kepada Pimpinan
Instansi Pembina tentang hal-hal yang berkaitan dengan Program
630

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

pendidikan dan pelatihan seperti kurikulum, waktu


penyelenggaraan, metodologi, dan lain-lainnya.
(4) Keanggotaan Tim Kurikulum Nasional terdiri dari unsur Pemerintah
dan dapat pula dari unsur ahli di kalangan masyarakat yang
memiliki aspirasi tentang pendidikan dan pelatihan, diangkat dan
diberhentikan oleh Pimpinan Instansi Pembina.
(5) Tim Kurikulum Instansi dibentuk oleh Pimpinan Instansi yang
bersangkutan dengan tugas pokok memberi pertimbangan
kepada Pimpinan Instansi tersebut tentang hal-hal yang berkaitan
dengan program pendidikan dan pelatihan seperti kurikulum,
waktu penyelenggaraan, metodologi lain-lainnya, khususnya yang
menyangkut bidang instansinya.
(6) Keanggotaan Tim Kurikulum Instansi terdiri dari pejabat instansi
yang bersangkutan dan dapat pula dari pejabat instansi lainnya
yang memiliki keahlian yang berkaitan dengan pendidikan dan
pelatihan, diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Instansi yang
bersangkutan.
BAB IX
PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 23
(1) Pembiayaan pendidikan dan pelatihan dibebankan pada instansi
masing-masing.
(2) Khusus untuk Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan golongan III
yang diselenggarakan secara gabungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (2), pembiayaannya dibebankan pada
anggaran Instansi Pembina.
(3) Penyusunan anggaran pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh
instansi masing-masing dengan dikoordinasikan oleh Instansi
Pembina, Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Departemen Keuangan.
BAB X
PEMBINAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 24
(1) Pembinaan pendidikan dan pelatihan dilakukan melalui:

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

631

a. Pedoman pendidikan dan pelatihan;


b. Standarisasi, akreditasi dan sertifikasi program dan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
c. Koordinasi dan bimbingan;
d. Evaluasi dan penilaian terhadap lembaga pendidikan dan
pelatihan;
e. Pengawasan dan pengendalian program serta
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
f. Evaluasi dan penilaian terhadap laporan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan;
g. Sistem informasi pendidikan dan pelatihan;
h. Cara lain yang ditentukan oleh Instansi Pembina.
(2) Instansi Pembina bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan
dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Sertifikasi keahlian dan ketrampilan diberikan oleh Instansi Pembina
Jabatan Fungsional dengan pembinaan Instansi Pembina.
Pasal 25
(1) Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan serta Pendidikan
dan Pelatihan Struktural dilaksanakan oleh Instansi Pembina.
(2) Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Fungsional dilaksanakan oleh
Instansi Pembina Jabatan Fungsional dengan pembinaan Instansi
Pembina.
(3) Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Teknis dilakukan oleh instansi
masing-masing dengan pembinaan Instansi Pembina.
Pasal 26
Pembinaan kurikulum, pembinaan dan penyediaan tenaga
kependidikan dan pelatihan dan pembinaan sarana dan prasarana
pendidikan, serta pelatihan dilaksanakan oleh Instansi Pembina.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 27
Dalam hal diperlukan pemantapan kader pimpinan tingkat nasional,
Instansi Pembina menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan
Pimpinan Inti.
632

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Pasal 28
(1) Pendidikan dan pelatihan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
ini, dapat diikuti oleh Pejabat Negara, Pegawai atau karyawan
Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Prajurit ABRI dan
lainnya, dengan memperhatikan tujuan dan persyaratan yang
ditetapkan bagi jenjang jabatan yang bersangkutan.
(2) Ketentuan mengenai keikutsertaan Pegawai Negeri Sipil dalam
pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di luar Instansinya
atau di luar negeri beserta akreditasinya diatur tersendiri oleh
Pimpinan Instansi Pembina.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Semua ketentuan yang mengatur pendidikan dan pelatihan yang ada
pada saat diundangkannya Peraturan Pemerintah ini masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 30
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Struktural baik SEPADA,
SEPALA, SEPADYA maupun SESPANAS yang sedang berlangsung
atau sedang dipersiapkan pelaksanaannya pada saat Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku, tetap dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini diatur oleh Instansi Pembina.
Pasal 32
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

633

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 April 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 April 1994
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO

634

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 1994
TENTANG
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL

UMUM
Tujuan nasional seperti termaktub dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 ialah untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam rangka mencapai tujuan nasional, Pegawai Negeri Sipil sebagai
salah satu unsur aparatur negara mempunyai peran yang sangat
strategis guna melaksanakan, memelihara dan mengembangkan
tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara menyeluruh.
Adapun sosok Pegawai Negeri Sipil yang diharapkan dalam rangka
upaya mencapai tujuan nasional adalah Pegawai Negeri Sipil yang
penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, Negara, Pemerintah serta yang bersatu padu,
bermental baik, berwibawa, kuat, berdayaguna, berhasil guna, bersih,
berkualitas tinggi, sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur
aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat.
Untuk dapat membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil seperti tersebut
di atas perlu dibina melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang
mengarah kepada :
a. Meningkatkan kepribadian dan semangat pengabdian kepada
masyarakat;
b. Meningkatkan mutu dan kemampuan baik dalam bidang substansi
maupun kepemimpinannya;
c. Dapat melaksanakan tugasnya dengan semangat kerjasama
dan tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja dan
organisasinya.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

635

Berdasarkan landasan pemikiran tersebut di atas maka arah


kebijaksanaan pendidikan dan pelatihan yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah ini menggariskan asas-asas sebagai berikut :
a. Pendidikan dan pelatihan merupakan bagian integral dari Sistem
Pembinaan Pegawai Negeri Sipil;
b. Pendidikan dan pelatihan mempunyai keterkaitan dengan Pola
Perencanaan dan Pola Karier Pegawai Negeri Sipil;
c. Sistem pendidikan dan pelatihan meliputi proses identifikasi
kebutuhan pendidikan dan pelatihan, penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan dan evaluasi purna pendidikan dan pelatihan;
d. Pendidikan dan pelatihan diarahkan untuk mempersiapkan Pegawai
Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan jabatan yang ditentukan
dan kebutuhan organisasi termasuk pengadaan kader pimpinan
dan staf.
Pendidikan dan pelatihan mencakup dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi
pendidikan dan fungsi pelatihan yang merupakan satu kesatuan
pengertian yang tidak dapat dipisahkan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Seseorang Pegawai Negeri Sipil hanya dapat diangkat dalam
jabatan tertentu setelah memenuhi persyaratan-persyaratan
yang ditetapkan jabatan tersebut. Salah satu persyaratan
adalah telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan sesuai
dengan jabatan yang akan dipangkunya.
Pasal 4
Cukup Jelas

636

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Pasal 5
Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan dimaksudkan untuk
melakukan pembentukan sikap mental, kesamaptaan fisik dan
disiplin serta untuk memenuhi kebutuhan kemampuan, keahlian
dan/atau ketrampilan bagi Calon Pegawai Negeri Sipil yang
diperlukan untuk menduduki sesuatu jabatan negeri.
Pasal 6
Ayat (1)
Oleh karena sasaran pendidikan dan pelatihan adalah
tersedianya Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kualitas
tertentu guna memenuhi persyaratan jabatan tertentu
maka dalam merencanakan kebutuhan pendidikan dan
pelatihan dan jenis-jenisnya, pimpinan instansi perlu
menyampaikan rencana kebutuhan pendidikan dan
pelatihan baik yang akan diselenggarakan sendiri maupun
yang akan diselenggarakan di luar instansinya kepada
Instansi Pembina. Dalam hal instansi merencanakan tugas
belajar bagi pegawainya baik di dalam negeri maupun di
luar negeri, instansi yang bersangkutan wajib melakukan
konsultasi dengan Instansi Pembina untuk menentukan
jenis, jumlah, serta kebutuhan pendidikan dan pelatihan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam
ayat ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
bagi Pegawai Negeri Sipil untuk dapat diangkat dalam
Jabatan Struktural disamping syarat lain yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendidikan dan Pelatihan ini bersifat selektif dan diikuti
atas dasar penugasan. Oleh karenanya, bukan
merupakan fasilitas yang bersifat terbuka dan dapat
diminta sebagai hak. Keikutsertaan dalam pendidikan dan
pelatihan tersebut menjadi salah satu persyaratan bagi
pengangkatan dalam jabatan struktural tertentu. Karena

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

637

jabatan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang


dapat diminta atau dituntut, melainkan merupakan
penugasan, maka keikutsertaan dalam pendidikan dan
pelatihan bukan pula hal yang dapat diminta atau dituntut.
Diklat struktural memiliki 3 (tiga) jenjang yaitu :
a. Jenjang SPAMA; b. Jenjang SPAMEN;
c. Jenjang SPATI.
Oleh karena Diklat Struktural tersebut berjenjang, maka
salah satu persyaratan untuk mengikuti jenjang diklat
yang lebih tinggi, kepada pesertanya dipersyaratkan telah
lulus dalam jenjang Diklat dibawahnya.
Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Ayat (2) Huruf c
Bagi Pegawai Negeri Sipil terpilih yang telah menduduki
jabatan eselon II dan dinilai memiliki kemampuan untuk
diangkat dalam jabatan struktural eselon I, diwajibkan
untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan SPATI.
Pendidikan dan Pelatihan ini juga dimaksudkan untuk
mematangkan kepribadian dan daya pemikiran pejabat
eselon II.
Ayat (3)
Pendidikan dan Pelatihan Administrasi Umum diberikan
kepada seluruh Pegawai Negeri Sipil sebelum mereka
diangkat menduduki jabatan eselon V dan IV agar dapat
melaksanakan pekerjaannya sehari-hari secara tertib,
lancar, efisien dan efektif. Dalam pengetahuan tentang
administrasi umum ini diberikan pula perencanaan kerja
terpadu. Dari pengetahuan administrasi umum ini
diharapkan mereka yang telah mengikutinya akan mampu
menjabat eselon V dan IV maupun Jabatan Fungsional
serta mampu mengelola kegiatan pekerjaan dalam
koordinasi dengan pihak lain. Pendidikan dan Pelatihan ini
memberikan bekal kemampuan administrasi dasar
sehingga para peserta mampu mengenali kedudukan
organisasi dan peran instansi masing-masing dalam

638

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

pemerintahan negara, serta mampu melaksanakan tugas


pekerjaannya sehari-hari secara efektif dan efisien.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Jenis pendidikan dan pelatihan (Diklat) teknis ini jumlahnya
sangat banyak dan beragam sesuai dengan tugas
instansi yang bersangkutan. Sebagai contoh, Diklat teknis
ini dapat beRIangsung di bidang-bidang Pengawasan
Ketenagakerjaan, penyuluhan pertanian, pengecoran
logam, pemberantasan penyakit, menular, penyuluh
industri, operator radiologi, komputer, dokumentasi,
kearsipan, bendaharawan, dan lain-lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Penetapan persyaratan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan
merupakan salah satu unsur bagi keberhasilan program diklat
serta kualitas para lulusannya. Oleh karena itu persyaratan peserta
untuk mengikuti Diklat perlu mendapat perhatian dari pimpinan
instansi yang bersangkutan. Penetapan persyaratan ini selain
untuk menjaga objektivitas pemilihan peserta pendidikan dan
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

639

pelatihan, juga dimaksudkan untuk memilih Pegawai Negeri Sipil


yang tepat, yang dapat diproyeksikan untuk menduduki jabatanjabatan yang lebih tinggi di kemudian hari. Dengan menggunakan
persyaratan-persyaratan seperti tersebut dalam pasal ini maka
efisiensi dan efektifitas pendidikan dan pelatihan struktural dapat
dicapai secara optimal. Inilah perlunya dan peranannya Tim Seleksi
peserta diklat yang bertugas membantu Pimpinan Instansi dalam
menentukan calon-calon peserta pendidikan dan pelatihan.
Pasal 12
Jabatan Fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri
Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan
tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu
serta bersifat mandiri. Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan
fungsional cara kenaikan pangkatnya didasarkan atas perolehan
angka kredit. Jabatan-jabatan fungsional yang ada sekarang
antara lain : Widyaiswara, Peneliti, Arsiparis, Guru dan seterusnya.
Pendidikan dan Pelatihan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam
pasal ini dapat pula diikuti oleh pejabat struktural apabila keahlian
dan/atau ketrampilan dalam pendidikan dan pelatihan fungsional
tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.
Pasal 13
Tiap-tiap instansi memiliki pekerjaan-pekerjaan teknis sesuai
dengan misi instansi yang bersangkutan. Para pelaksana
pekerjaan teknis perlu dibekali dengan pengetahuan dan
ketrampilan teknis agar mampu melaksanakan pekerjaanpekerjaan teknis yang akan dibebankan dan menjadi tanggung
jawabnya. Diklat Teknis dapat pula diikuti oleh pejabat struktural
apabila keahlian dan/atau ketrampilan dalam pendidikan dan
pelatihan teknis tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas
jabatannya.
Pasal 14
Ayat (1)
Mata pelajaran Pendidikan dan Pelatihan untuk
meningkatkan sikap mental, kesamaptaan fisik dan disiplin
dijadikan landasan dalam Diklat Prajabatan agar terbentuk
640

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

ketangguhan mental, fisik dan disiplin serta etos kerja


yang tinggi bagi Pegawai Negeri Sipil untuk melaksanakan
tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Sepanjang materi Pendidikan dan Pelatihan Fungsional
dianggap dapat digunakan secara umum, maka
kurikulumnya disusun oleh Instansi Pembina seperti Diklat
Analisis Kemampuan Manajemen, Diklat Analisis Jabatan.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Pegawai Negeri Sipil yang telah memiliki tingkat pendidikan dan
pelatihan tertentu, baik formal maupun non formal serta
pengalaman dalam melaksanakan tugas pekerjaan maupun
dalam kehidupannya akan lebih efisien dan efektif dalam
mengikuti Diklat dengan metode pendidikan dan pelatihan bagi
orang dewasa.
Pasal 17
a. Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak oleh pejabat yang
berwenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih
secara penuh pada unit pendidikan dan pelatihan instansi
pemerintah dan non pemerintah.
b. Pengelola unit program pendidikan dan pelatihan adalah
Pegawai Negeri Sipil yang bertugas pada lembaga pendidikan
dan pelatihan instansi pemerintah yang secara fungsional
mengelola secara langsung program-program pendidikan
dan pelatihan, termasuk Pegawai Negeri Sipil di luar unit
lembaga pendidikan dan pelatihan, termasuk Pegawai Negeri
Sipil di luar unit lembaga pendidikan dan pelatihan instansi
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

641

bersangkutan yang ditunjuk secara resmi untuk ikut serta


dalam tim penyelenggaraan program pendidikan dan
pelatihan.
c. Tenaga kependidikan dan pelatihan lainnya adalah pejabat
atau seseorang yang bukan Widyaiswara, bukan pengelola
unit program pendidikan dan pelatihan tetapi karena
keahlian, kemampuan atau kedudukannya diikutsertakan
dalam kegiatan pencapaian tujuan pendidikan dan pelatihan
yang bersangkutan.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Untuk mengkoordinasikan pemanfaatan sarana dan
prasarana pendidikan dan pelatihan dilakukan
inventarisasi, evaluasi dan pengawasan oleh Instansi
Pembina agar sarana dan prasarana Diklat secara
keseluruhan dapat dioptimalkan penggunaannya, baik
oleh instansi pemiliknya maupun oleh instansi lain.
Pasal 19
Bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
menentukan efisiensi, efektifitas dan jangkauan pendidikan
dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang
diselenggarakan dalam bentuk klasikal maupun menghasilkan
lulusan yang memiliki kualitas yang tinggi namun jangkauan
terhadap pesertanya terbatas pada jumlah peserta yang
hadir dalam kelas yang bersangkutan. Sebaliknya pendidikan
dan pelatihan yang diselenggarakan dalam bentuk non
klasikal memiliki jangkauan yang jauh dan luas. Pendidikan
dan pelatihan non klasikal dapat berbentuk pendidikan jarak
jauh maupun pendidikan dan pelatihan di tempat kerja.
Diklat Jarak Jauh merupakan salah satu cara
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang pesertanya
aktif mempelajari bahan-bahan pelajaran menurut tingkat
kemampuannya masing-masing, tidak terikat oleh bentuk
dan metode klasikal, tidak harus senantiasa bertatap muka

642

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

dengan tenaga kependidikan dan pelatihan dan tidak boleh


mengganggu tugas pekerjaannya sehari-hari.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pada prinsipnya Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan
Prajabatan diselenggarakan oleh instansi masing-masing.
Namun tidak pula tertutup kemungkinan untuk
diselenggarakan bersama-sama antar instansi atas dasar
pertimbangan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraannya. Mengingat peserta Pendidikan dan Pelatihan
(Diklat) Prajabatan golongan III merupakan kader-kader
pimpinan dalam jajaran aparatur pemerintah, maka
penyelenggaraannya dapat digabungkan antar instansi
dalam satu propinsi agar dapat tercapai makna Pasal 14
ayat (1). Penyelenggaraan Diklat Prajabatan untuk
golongan III, perlu mendapat perhatian tersendiri karena
Pegawai Negeri Sipil golongan III inilah yang diharapkan
akan dapat menjadi kader untuk menduduki jabatanjabatan tinggi yang ditinggalkan oleh para pendahulunya.
Dalam hal penyelenggaraannya dilaksanakan tidak
terpusat, pembinaan dari Instansi Pembina perlu
dilakukan sebaik-baiknya. Apabila perlu, untuk itu dibentuk
Panitia Penyelenggara Diklat Prajabatan golongan III baik
di tingkat nasional maupun di daerah-daerah. Panitia
Nasional menetapkan program, bahan, widyaiswara,
metodologi dan seterusnya bagi Diklat Prajabatan
Golongan III. Panitia daerah bertanggung jawab atas
penyelenggaraannya.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

643

Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pendidikan dan Pelatihan Teknis yang bersifat umum
diselenggarakan oleh Instansi Pembina. Pendidikan dan
Pelatihan Teknis yang bersifat substantif, diselenggarakan
oleh instansi yang bersangkutan dengan bekerjasama
dengan instansi teknis lain yang berwenang atau memiliki
keahlian teknis tersebut dengan pembinaan Instansi
Pembina.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

644

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Pasal 24
Ayat (1)
Agar pendidikan dan pelatihan dapat secara efisien dan
efektif mewujudkan sasaran yang ditentukan perlu
ditempuh mekanisme pembinaan pendidikan dan
pelatihan sebagai berikut :
Setiap pimpinan instansi melaksanakan identifikasi
kebutuhan akan pendidikan dan pelatihan, dan
menyampaikannya kepada Instansi Pembina untuk
menentukan relevansi pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan tersebut dengan kebutuhan persyaratan
jabatan.
Setiap pimpinan instansi melakukan pemantauan dan
penilaian periodik kepada para lulusan pendidikan dan
pelatihan guna mengetahui kesesuaian antara
penempatan dan program pendidikan dan pelatihan,
sebagai umpan balik bagi rencana penempatan pegawai
dan program pendidikan dan pelatihan.
Pengawasan dan pengendalian terhadap kesesuaian
dalam penempatan dan program Diklat dilaksanakan oleh
Instansi Pembina.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Dalam merencanakan penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan Prajabatan, Instansi Pembina melakukan
koordinasi dengan Badan Administrasi Kepegawaian
Negara, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Departemen Keuangan.
Ayat (2)
Cukup jelas

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

645

Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Dengan ketentuan ini, maka peserta seluruh Pendidikan dan
Pelatihan tadi dianggap telah memenuhi ketentuan yang
dipersyaratkan oleh Peraturan Pemerintah ini. Sebagai contoh :
peserta yang telah lulus SESPANAS dianggap telah mengikuti
SPATI.
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas

646

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK. 29/OR/lII/84/01 TAHUN 1984
TENTANG
PERUBAHAN PASAL 6 KEPMENLU
NOMOR SP/1527/DN/XI/1982
TENTANG PROGRAM KADERISASI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA
Menimbang

a. bahwa persyaratan kenaikan gelar diplomatik


secara istimewa bagi Pejabat Dinas Luar
Negeri yang telah berhasil dengan baik dan
selesai tepat pada waktunya dalam mengikuti
program pendidikan lanjutan, perlu disesuaikan
dengan keadaan dan Kebutuhan;
b. bahwa dipandang perlu untuk mengadakan
perubahan pasal 8 Kepmenlu nomor SP/1527/
DN/XI/1982 tentang Program Kaderisasi.

Mengingat

1. Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1975


tentang
Wewenang
Pengangkatan,
Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil;
2. Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 1980
tentang Pengangkatan Dalam Pangkat
Pegawai Negeri Sipil;
3. Keputusan Menteri Luar Negeri RI nomor
SK.279/OR/VII I/83/01 tahun 1983 tentang
Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri
Republik Indonesia.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

647

Memperhatikan : Surat Perintah Menteri Luar Negeri RI nomor 921/


BU/XII/81/02 tentang Tim Pembentukan Kader
Departemen Luar Negeri.
MEMUTUSKAN
Menetapkan

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN
PASAL 8 KEPMENLU NOMOR SP/1527/DN/XI/
1982 TENTANG PROGRAM KADERISASI.

Pertama

Merubah pasal 8 Kepmenlu nomor SP/1527/DN/


XI/1982 sehingga berbunyi sebagai berikut : Bagi
PDLN yang mengikuti program pendidikan lanjutan
dengan hasil baik dan tepat pada waktunya akan
dipertimbangkan untuk diberikan kenaikan gelar
diplomatik secara istimewa (accelerated
promotion) sebagai berikut :
PhD-diberikan Kenaikan gelar satu tingkat lebih
tinggi akan tetapi masih diwajibkan mengikuti
pendidikan berjenjang.

Kedua

Dengan berlakunya Keputusan ini maka pasal 8


Kepmenlu nomor SP/1527/DN/XI/1982 tentang
Program Kaderisasi dinyatakan dirubah
sebagaimana tersebut dalam diktum Pertama
Keputusan ini.

Ketiga

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal


ditetapkan.
Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 22 Maret 1984
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

648

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK. 27/DL/X/87/02
TENTANG
KETENTUAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS
BAGI PENDIDIKAN DAN LATIHAN BERJENJANG

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa untuk dapat melaksanakan tugas dan


kewajiban sebagaimana mestinya para Pejabat
Dinas Luar Negeri yang selanjutnya disebut PDLN
perlu menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa
kerja (working language);
b. bahwa untuk lebih menjamin tercapainya hal
tersebut diatas dianggap perlu untuk menentukan
keikutsertaan dalam pelajaran bahasa inggris, baik
yang diberikan dalam rangka maupun di luar rangka
pendidikan dan latihan berjenjang, bersifat wajib;
c. bahwa selanjutnya juga dianggap perlu untuk
menentukan kriteria penilaian dan persyaratan lulus
bagi pengajaran bahasa Inggris tersebut.
Mengingat : 1. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No SK 203/
OR/lI/83/01 tahun 1983 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Luar Negeri;
2. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No.SK.236/
OR/II/83/01 tentang Kebijaksanaan Kepegawaian
Departamen Luar Negeri;
3. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No.SK.279/
OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Peraturan
Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri Republik
Indonesia;
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

649

4. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Mo.SK.283/


OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Sistem
Pendidikan dan Latihan Berjenjang Pejabat Dinas
Luar Negeri;
5. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No.SK.284/
OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Sistem
Pendidikan dan Latihan Tidak Berjenjang
Departemen Luar Negeri;
6. Keputusan Menteri Luar Negeri RI.N0.SK.074/OR/
X/85/01.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG
KETENTUAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS BAGI
PENDIDIKAN DAN LATIHAN BERJENJANG.
Pasal 1
a. Kriteria penilaian dan persyaratan lulus bagi Sekolah Dinas Luar
Negeri, selagi disebut SEKDILU, baik untuk Pejabat Diplomatik
Konsuler, selanjutnya disebut maupun untuk Pejabat
Administrasi, selanjutnya disebut PA, seperti yang tercantum
dalam lampiran I,
b. Kriteria penilaian dan persyaratan lulus bagi Sekolah Staf Dinas
Luar selanjutnya disebut SESDILU, seperti yang tercantum dalam
Lampiran II.
c. Kriteria penilaian dan persyaratan lulus bagi Sekolah Staf dan
Pimpinan Departemen Luar Negeri, selanjutnya disebut
SESPARLU seperti yang tercantum di Lampiran III.
Pasal 2
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Keputusan ini, diatur lebih
dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
Pasal 3
Keputusan Menteri Luar Negeri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
dan diterapkan mulai dengan SEKDILU TERPADU PDK XIII/PA IX

650

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

SESDILU X, SESPARLU XI dan PROGRASTAMA lulusan SEKDILU


PDK XII.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada Tanggal : 1 Oktober 1987
A.n. MENTERI LUAR NEGERI
Sekretaris Jenderal
ttd
SOEDARMONO
Tembusan Keputusan tni disampaikan pada :
1. Semua Pejabat Eselon I di lingkungan DEPLU
2. Kepala Biro Kepegawaian
3. Kepala PUSDIKLAT

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

651

LAMPIRAN : I
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
NOMOR : SK 27/DL/X/87/02
TAHUN : 1987
KETENTUAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS
SEKDILU PDK DAN SEKDILU PA

A. TAHAP KURSUS
Kursus bahasa Inggris SEKDILU terdiri dari 3 tahap sebagai
berikut;
I.

Tahap Pra-SEKDILU

III. Tahap SEKDILU


III. Tahap Pasca-SEKDILU (periode magang)
B. TINGKAT KEMAHIRAN (PROFICIENCY)
Pada akhir masing-masing tahap kursus, kemahiran berbahasa
Inggris yang harus dicapai sebagai berikut :
I.

Pra-SEKDILU
1. Kemahiran Umum
TOEFL : minimal 425
2. Kemahiran khusus
2.1. Berbicara : Melakukan pembicaraan yang sederhana
mengenai persoalan sehari-hari walaupun tidak terlalu
lancar dan masih dengan kesalahan-kesalahan tata
bahasa.
2.2. Mendengarkan :
a. Warta berita televisi : pengertian minimal 50%
b. Warta berita radio : pengertian minimal 45%
asing
c. Pidato/ceramah

652

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

: pengertian minimal 40%

2.3. Membaca : Membaca tulisan-tulisan yang sangat


sederhana tanpa mempergunakan kamus. Juga secara
lamban membaca artikel-artikel dalam harian dan
majalah dengan bantuan kamus.
2.4. Menulis : Membuat tulisan singkat (yang cukup dapat
dimengerti) mengenai hal-hal yang bersifat umum
walaupun tata bahasanya masih banyak yang salah.
II. SEKDILU
1. Penguasaan umum :
TOEFL : minimal 500
2. Penguasaan khusus :
2.1 Berbicara : Dengan cukup kepercayaan melakukan
pembicaraan mengenai Indonesia dengan logat yang
memadai dan perbendaharaan kata-kata yang cukup
luas. Juga kemahiran untuk dengan cukup kepercayaan
mulai dapat mendiskusikan hal-hal yang bertalian dengan
hubungan internasional.
2.2 Mendengarkan :
a. Warta berita televisi: pengertian minimal 90%
b. Warta berita radio : pengertian minimal 85% asing
c. Pidato/ceramah

: pengertian minimal 30%

2.3 Membaca : Dapat membaca artikel-artikel seperti yang


terdapat dalam majalah Time/Newsweek dan artikelartikel yang panjang dalam surat kabar tanpa
mempergunakan kamus. Juga kemahiran untuk dengan
cukup cepat membaca buku-buku mengenai hubungan
internasional (dengan batuan kamus) dan dengan
pengertian yang cukup baik sehingga dapat
membicarakan isinya.
2.4 Menulis : Dalam waktu yang cukup cepat membuat
tulisan singkat yang cukup baik (walaupun belum dengan
tata bahasa yang seluruhnya benar) mengenai hal-hal
yang bertalian dengan pelaksanaan hubungan
internasional.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

653

LAMPIRAN : II
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
NOMOR : SK 27/DL/X/87/02
TAHUN : 1987
KETENTUAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS SESDILU
1.

Penguasaan Umum
1.1. TOEFL

: SESDILU X
SESDILU XI

: minimal 525
: minimal 550

SESDILU XII : minimal 575


dan seterusnya.
2.1 Berbicara

: a. Dapat mengemukakan pendapat dan


berdiskusi dengan cukup kepercayaan
mengenai Indonesia dan permasalahan internasioanal walaupun
perbendaharaan kata dan istilah masih
agak kurang dan tata bahasa belum
baik betul.
b. Mulai dapat turut bicara dalam
perundingan yang tidak terlalu penting,
baik yang bersifat bilateral maupun
multilateral.

2.2 Mendengarkan : a. Warta berita televisi:


-

SESDILU X : pengertian minimal


85%

SESDILU XI : pengertian minimal


90%

SESDILU XII dan seterusnya


pengertian minimal 95%

b. Warta berita radio :

654

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

SESDILU X : pengertian minimal


80%

SESDILU XI : pengertian minimal


85%

SESDILU XII : dan seterusnya


pengertian minimal 90%

c. Pidato/ceramah :

2.3 Membaca

2.3 Menulis

SESDILU X : pengertian minimal


75%

SESDILU X : pengertian minimal


75%

SESDILU X : dan seterusnya


pengertian minimal 80%

: Tulisan mengenai permasalahan :

SESDILU X : pengertian minimal 80%


Internasional (majalah dan buku) dan
korespondensi serta dokumen
diplomatik (tanpa kamus)

SESDILU XI : pengertian minimal 85%

SESDILU XII dan seterusnya


pengertian minimal 90 %

a. Dapat menulis dengan cukup baik


(perbendaharaan kata yang cukup
luas dan tata bahasa yang cukup
baik) dan cukup meyakinkan
(menguasai substansi)
mengenai
Indonesia dan politik luar negeri
Indonesia.
b. Dapat menulis dan menyusun dengan
cukup baik korespodensi diplomatik dan
dokumen diplomatik yang tidak teRIalu
berat.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

655

LAMPIRAN
KEPUTUSAN
NOMQR
TAHUN

: III
MENTERI LUAR NEGERI
: SK27/DL/X/87/Q2
: 1987

KETENTUAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS


SESPARLU
1. Penguasaan Umum
1.1. TOEFL : SESPARLU XI
SESPARLU XII

: minimal 550
: minimal 575

SESPARLU XIII : minimal 600


dan seterusnya.
2. Penguasaan Khusus
2.1.Berbicara

a. Dapat mengemukakan pendapat dan


berdiskusi mengenai Indonesia dan
permasalahan internasional dengan
baik (perbendaharaan kata dan istilah
serta tata bahasa yang cukup luas
dan baik) dan meyakinkan
(menguasai substansi).
b. Dapat turut bicara dalam perundingan,
baik yang bersifal bilateral maupun
multilateral (menguasai apa yang
disebut conference English).

2.2.Mendengarkan :

a. Warta berita televisi :


- SESPARLU XI : pengertian minimal
90%
- SESPARLU XII : pengertian minimal
95%
b. Warta berita radio :
- SESPARLU XI : pengertian minimal
85%
- SESPARLU XII : pengertian minimal
90%

656

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

- SESPARLU XIII : pengertian minimal


95 %
c. Pidato/ceramah :
- SESPARLU XI : pengertian minimal
80%
- SESPARLU XII : Pengertian minimal
85%
- SESPARLU XIII : Pengertian minimal
90 %
2.3 Membaca

2.4 Menulis

: Tulisan mengenai permasalahan :

SESPARLU X : pengertian minimal


80% Internasional (majalah dan buku)
dan korespondensi serta dokumen
diplomatik (tanpa kamus)

SESPARLU XI : pengertian minimal


85%

SESPARLU XII dan seterusnya


pengertian minimal 90 %

a. Dapat menulis dengan cukup baik


(perbendaharaan kata dan bahasa
yang baik) dan secara meyakinkan
(menguasai
substansi
dan
penggunaan istilah) mengenai
Indonesia dan politik luar negeri
Indonesia.
b. Dapat menulis dan menyusun dengan
baik korespodensi dan dokumen
diplomatik.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

657

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK. 149/DL/XI/98/01
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN DAN LATIHAN PEGAWAI
DEPARTEMEN LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : 1. Bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah


Nomor 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan dan
Latihan Pegawai Negeri Sipil, dan dengan telah
diadakannya perubahan sistem dan metode
pendidikan dan latihan fungsional diplomat serta
diberlakukannya Jabatan Fungsional Diplomat dan
angka kreditnya tanggal 01 April 1998, maka
dipandang perlu untuk meninjau kembali Surat
Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia
Nomor SK. 069/DL/V/1996/02 tanggal 03 Mei
1996 tentang Sistem Pendidikan dan Latihan
Teknis Berjenjang Pejabat Dinas Luar Negeri.
2. Bahwa pendidikan dan latihan bagi pegawai
Departemen Luar Negeri dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas dan kemampuan
profesional serta watak dan kepribadian para
pejabat, oleh karena itu pendidikan dan latihan
yang berlangsung perlu diatur dalam suatu sistem
pendidikan dan latihan sesuai dengan tugas dan
fungsi Departemen Luar Negeri.
658

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang


Pokok-Pokok Kepegawaian.
2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1975
tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan
dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 5 Tahun 1976
tentang Pegawai Negeri Sipil;
4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 4 Tahun 1994
tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai
Negeri Sipil;
5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tahun 1994
tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam
Jabatan Struktural;
6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 1994
tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam
Jabatan Fungsional;
7. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen;
8. Keputusan Presiden RI Nomor 51 Tahun 1976
tentang Pokok-Pokok Organisasi Perwakilan RI di
Luar Negeri;
9. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1984
tentang Susunan Organisasi Departemen
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun
1996;
10. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.203/
OR/II/83/01 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Luar Negeri;
11. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.279/
OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Peraturan
Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri;
12. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SP/
2788/DN/XI/95 tanggal 19 September 1995
tentang Pelaksanaan Ketentuan Pasal 19 Bab IX
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 279/
OR/VIII/83/01 Tahun 1983 mengenai
persyaratan bagi Pejabat Administrasi dan

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

659

Pejabat Sandi untuk beralih golongan menjadi


Pejabat Diplomatik Konsuler;
13. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.013/
KP/I/96/01 Tahun 1996 tentang Penyesuaian
Pejabat Administrasi Tingkat I sebagai Pejabat
Diplomatik Konsuler Tingkat III;
14. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 174/1997 tanggal 25
Agustus 1997 tentang Jabatan Fungsional
Diplomat dan Angka Kreditnya;
15. Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri No. SK.
130/OT/VIII/1997/01 dan Nomor 12 Tahun 1997
tanggal 25 Agustus 1997 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Diplomat dan
Angka Kreditnya;
16. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.146/
OT/IX/97/01 tanggal 12 September 1997
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya;
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK
INDONESIA TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DAN
LATIHAN PEGAWAI DEPARTEMEN LUAR NEGERI.
BAB I
JENIS PENDIDIKAN DAN LATIHAN PEGAWAI
Pasal 1
Jenis pendidikan dan latihan yang diselenggarakan Departemen Luar
Negeri, terdiri dari :
a. Pendidikan dan Latihan Fungsional Diplomat : Caraka Muda,
Caraka Madya dan Caraka Utama.
b. Pendidikan dan Latihan Struktural : Pra-jabatan, Administrasi
Umum (ADUM). Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama
(SPAMA). Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Menengah
660

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

(SPAMEN) dan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Tinggi


(SPATI).
c. Pendidikan dan Latihan Teknis : promosi Indonesia, komunikasi
publik, manajemen misi diplomatik dan konsuler, bendaharawan
Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI dan bahasa-bahasa
asing.
d. Pendidikan dan latihan fungsional keterampilan : pendidikan dan
latihan fungsional arsiparis, pendidikan dan latihan fungsional
pustakawan dan pendidikan dan latihan fungsional pranata
komputer dan pendidikan dan latihan widyaiswara.
e. Pendidikan dan latihan pendukung : program orientasi isteri/suami
diplomat dan penataran.
BAB II
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL DIPLOMAT
Bagian Pertama
Tujuan dan Sasaran
Pasal 2
Tujuan Pendidikan dan Latihan Fungsional Diplomat adalah untuk
melahirkan para diplomat yang mempunyai :
a. Kemahiran diplomasi (diplomatic skills), mengetahui fungsi
Departemen Luar Negeri dan Perwakilan Diplomatik dan Konsuler,
dan menguasai penyusunan dan pelaksanaan politik luar negeri.
b. Kemampuan mengadakan analisis dan interprestasi kejadiankejadian, situasi dan kebijaksanaan di negara akreditasi atas
dasar konsep yang telah dipelajari dalam disiplin keilmuan.
c. Kemampuan untuk mengkomunikasikan analisis dan evaluasi
dalam butir b ke Departemen Luar Negeri di Jakarta setelah
mempertimbangkan perbedaan persepsi antara kedua negara.
d. Pengetahuan dan kesadaran bahwa hubungan global selalu
berubah, sehingga mereka menjadi pro-aktif dalam menanggapi
dan mengambil prakarsa menghadapi perubahan-perubahan
tersebut.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

661

e. Kemampuan untuk memanfaatkan proses organisasi dalam


rangka mengefektifkan pelaksanaan misinya.
Pasal 3
Sasaran yang hendak dicapai pada setiap jenjang pendidikan dan
latihan adalah sebagai berikut :
a. Pada tingkat Caraka Muda sasaran utama adalah penguasaan
ilmu pengetahuan hubungan luar negeri, dasar-dasar diplomasi
dan konsuler khususnya yang berhubungan dengan politik,
ekonomi, kebudayaan dan hubungan profesional lainnya.
b. Pada tingkat Caraka Madya adalah meningkatkan kemampuan
mengadakan analisa dan mengefektifkan keterampilan diplomatik
para peserta khususnya dalam teknik negosiasi, wawancara dan
debat publik, serta kemampuan mengadakan analisa dan
interprestasi dari kejadian-kejadian, situasi dan kebijaksanaan di
negara akreditasi.
c. Pada tingkat Caraka Utama adalah pengembangan kemampuan
peserta dalam pengambilan keputusan dan membuat saransaran kebijaksanaan serta kemampuan mengadakan riset dan
interpretasi dari kejadian-kejadian, situasi dan kebijaksanaan di
negara akreditasi.
Bagian Kedua
Jenis dan Jenjang
Pasal 4
Pendidikan dan Latihan Fungsional Diplomat berjenjang terdiri dari 3
(tiga) tingkatan yaitu :
a. Pendidikan dan Latihan Caraka Muda yang merupakan bagian
dari Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia adalah
pendidikan dan latihan fungsional tingkat dasar sebagai prasyarat
untuk diangkat menjadi Diplomat Pratama/Muda.
b. Pendidikan dan Latihan Caraka Madya adalah pendidikan dan
latihan fungsional tingkat Madya sebagai prasyarat untuk diangkat
menjadi Diplomat Madya.
c. Pendidikan dan Latihan Caraka Utama adalah pendidikan dan
latihan fungsional tingkat tertinggi sebagai prasyarat untuk diangkat
menjadi Diplomat Utama.

662

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Bagian Ketiga
Peserta Pendidikan dan Latihan
Caraka Muda, Caraka Madya dan Caraka Utama
Pasal 5
a. Peserta Pendidikan dan Latihan Caraka Muda terdiri dari para
Pegawai Departemen Luar Negeri Sarjana Strata I (S1) dan
para sarjana lulusan universitas dalam dan luar negeri dari berbagai
disiplin ilmu yang lulus ujian seleksi yang diadakan oleh Pusat
Pendidikan dan Latihan Departemen Luar Negeri.
b. Peserta pendidikan dan latihan Caraka Madya adalah, para
Diplomat Muda, memegang jabatan Sekretaris kedua/Pejabat
Diplomatik, Konsuler tingkat V (PDK V). Pejabat Administrasi
Tingkat IV (PA IV) atau Pejabat Sandi tingkat III (PS III) memiliki
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) dengan nilai ratarata baik selama 2 (dua) tahun berturut-turut dan dinyatakan
lulus ujian seleksi Caraka Madya yang diadakan oleh Pusat
Pendidikan dan Latihan Departemen Luar Negeri. Pendidikan dan
latihan Caraka Madya dapat diikuti pula oleh peserta tamu dari
instansi di luar Departemen Luar Negeri.
c. Peserta Pendidikan dan Latihan Caraka Utama adalah para
Diplomat Madya, yang memegang jabatan Counsellor/Pejabat
Diplomatik Konsuler tingkat III (PDK III). Pejabat Administrasi
tingkat II (PA II) atau Pejabat Sandi tingkat I (PS I) dan
dinyatakan lulus ujian seleksi Caraka Utama yang diadakan oleh
Pusat Pendidikan dan Latihan Departemen Luar Negeri. Pendidikan
dan Latihan Caraka Utama dapat diikuti pula oleh peserta tamu
dari instansi di luar Departemen Luar Negeri.
Bagian Keempat
Lama Pendidikan dan Latihan
Pasal 6
a. Lama pendidikan dan latihan Caraka Muda adalah 12 (dua belas)
bulan dan peserta yang memenuhi persyaratan dapat
melanjutkan pendidikannya dalam program Pasca Sarjana
Universitas Indonesia untuk mencapai gelar Magister dalam waktu
12 bulan berikutnya. Masa selama diklat diperhitungkan sebagai
masa kerja;
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

663

b. Lama pendidikan dan latihan Caraka Madya adalah 6 (enam)


bulan dan selama diklat diperhitungkan sebagai masa kerja;
c. Lama pendidikan dan latihan Cara Utama adalah 3 (tiga) bulan,
didahului masa riset (kegiatan di luar kelas) selama 9 (sembilan)
bulan. Masa selama diklat diperhitungkan sebagai masa kerja.
Bagian Kelima
Metode Pendidikan dan Latihan
Pasal 7
Metode pendidikan dan latihan fungsional lebih ditekankan kepada
partisipasi aktif peserta (participatory method) dalam kuliah, seminar,
loka karya, simulasi dan olah praja (role playing).
BAB III
PENDIDIKAN DAN LATIHAN STRUKTURAL
Bagian Pertama
Tujuan dan Sasaran
Pasal 8
Tujuan pendidikan dan latihan struktural adalah :
a. Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
b. Menanamkan kesamaan pola pikir yang dinamis dan bernalar
agar memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakan
tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
c. Memantapkan semangat pengabdian yang berorientasi pada
pelayanan, pengayoman, dan pengembangan partisipasi
masyarakat.
d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan manajemen
pegawai Departemen Luar Negeri.
Pasal 9
Sasaran pendidikan dan latihan struktural adalah tersedianya pegawai
Departemen Luar Negeri yang mempunyai kemampuan manajerial
664

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

guna memenuhi persyaratan untuk diangkat dalam jabatan


Struktural.
Bagian Kedua
Jenis dan Jenjang
Pasal 10
Pendidikan dan Latihan Struktural Berjenjang, terdiri dari 5 (lima)
tingkat, yaitu :
a. Pendidikan dan Pelatihan Pra-Jabatan untuk Golongan I, Golongan
II dan Golongan III.
b. Pendidikan dan Pelatihan Administrasi Umum (ADUM).
c. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat
Pertama (SPAMA).
d. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat
Menengah (SPAMEN).
e. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat
Tinggi (SPATI).
Pasal 11
Semua Pendidikan dan Latihan Struktural diselenggarakan oleh
Lembaga Administrasi Negara, kecuali Pendidikan dan Pelatihan
Administrasi Umum (ADUM) Pendidikan dan Pelatihan Staff dan
Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama (SPAMA) dan Pra-Jabatan
untuk golongan I dan II diselenggarakan oleh Departemen Luar
Negeri bekerjasama dengan Lembaga Administrasi Negara.

Bagian Ketiga
Peserta Pendidikan dan Latihan Struktural
Pasal 12
(1)

Peserta Pendidikan dan Pelatihan Administrasi Umum (ADUM)


adalah pengawas yang dicalonkan untuk menduduki jabatan
struktural eselon IV dan/atau akan menduduki jabatan

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

665

Fungsional Diplomat Pratama/Muda dan jabatan fungsional


lainnya.
(2)

Peserta Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi


Tingkat Pertama (SPAMA) adalah pegawai yang dicalonkan
untuk menduduki jabatan struktural eselon III.

(3)

Peserta Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi


Tingkat Menengah (SPAMEN) adalah pegawai yang dicalonkan
untuk menduduki jabatan struktural eselon II.

(4)

Peserta Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi


Tingkat Tinggi (SPATI) adalah pegawai yang dicalonkan untuk
menduduki jabatan struktural eselon I.
Pasal 13

Seleksi untuk mengikuti Pendidikan dan Latihan Struktural dilakukan


oleh Lembaga Administrasi Negara dari calon peserta yang diusulkan
oleh Departemen Luar Negeri.
Bagian Keempat
Kurikulum, Metode dan Lama Pendidikan
Pasal 14
(1) Kurikulum, metode dan lama pendidikan dan latihan struktural
ditentukan oleh Lembaga Administrasi Negara.
(2) Masa selama mengikuti pendidikan dan latihan diperhitungkan
sebagai masa kerja.
BAB IV
PENDIDIKAN DAN LATIHAN TEKNIS
Bagian Pertama
Tujuan dan Sasaran
Pasal 15
(1) Tujuan pendidikan dan latihan teknis adalah : Memberikan
kemampuan dan keterampilan teknis diplomatik khususnya di
bidang promosi Indonesia. Komunikasi publik, manajemen misi
666

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

diplomatik dan konsuler, bendaharawan Departemen Luar Negeri


dan Perwakilan RI dan bahasa-bahasa asing.
(2) Sasaran pendidikan latihan teknis adalah meningkatkan
penguasaan dan keterampilan teknis dalam bidang-bidang tertentu
dalam bidang tersebut di atas.
Bagian Kedua
Jenis Pendidikan dan Latihan Teknis
Pasal 16
Jenis pendidikan dan latihan teknis adalah :
a. Promosi Indonesia
b. Komunikasi Publik
c. Manajemen Misi Diplomatik dan Konsuler.
d. Bendaharawan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI.
e. Bahasa-bahasa Asing.
Bagian Ketiga
Peserta Pendidikan dan Latihan Teknis
Pasal 17
(1) Peserta Pendidikan dan Latihan Teknis Promosi Indonesia,
Komunikasi Publik dan Manajemen Misi Diplomatik dan Konsuler
terdiri dari :
a. Para pejabat fungsional tingkat Pratama dan tingkat Muda
yang diusulkan oleh atasan yang bersangkutan.
b. Memiliki penilaian kinerja dengan rata-rata baik.
(2) Pendidikan dan latihan teknis tersebut dalam ayat (1) diikuti pula
oleh para calon atase teknis yang akan ditempatkan di luar
negeri dan peserta tamu dari instansi di luar Departemen Luar
Negeri yang diusulkan oleh instansi yang bersangkutan.
(3) Pendidikan dan latihan teknis Bendaharawan Departemen Luar
Negeri dan Perwakilan RI dan Bahasa-Bahasa Asing dapat diikuti
pula oleh para pejabat dinas dalam negeri.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

667

Bagian Keempat
Lama Pendidikan dan Latihan Teknis
Pasal 18
(1) Lama Pendidikan dan Latihan Promosi Indonesia adalah 300
jam pelajaran dan masa selama pendidikan diperhitungkan
sebagai masa kerja.
(2) Lama Pendidikan dan Latihan Komunikasi Publik adalah 150 jam
pelajaran dan masa selama pendidikan diperhitungkan sebagai
masa kerja.
(3) Lama Pendidikan dan Latihan Manajemen Misi Diplomatik dan
Konsuler adalah 150 jam pelajaran dan masa selama pendidikan
diperhitungkan sebagai masa kerja.
(4) Lama Pendidikan dan Latihan Bendaharawan Deplu dan Perwakilan
RI adalah 312 jam pelajaran dan masa selama pendidikan
diperhitungkan sebagai masa kerja.
(5) Lama Pendidikan dan Latihan Bahasa-Bahasa Asing dalam rangka
Caraka Muda diselenggarakan dalam waktu 312 jam pelajaran
dan dalam rangka pendidikan umum (pegawai) diselenggarakan
dalam waktu 72 jam pelajaran untuk tiap-tiap tingkatan
(Elementary I, II, III, Intermediate I, II, III, Advance I, II,
III) dan masa selama pendidikan diperhitungkan sebagai masa
kerja.
BAB V
PENDIDIKAN DAN LATIHAN FUNGSIONAL
KETERAMPILAN
Bagian Pertama
Tujuan dan Sasaran
Pasal 19
(1) Tujuan Pendidikan dan Latihan Fungsional keterampilan adalah
memberikan kesempatan kepada Pejabat Dinas Dalam Negeri
Departemen Luar Negeri untuk meniti karir dalam jabatan
fungsional arsiparis, pustakawan dan pranata komputer.

668

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

(2) Sasaran Pendidikan dan Latihan Fungsional Keterampilan adalah


tersedianya tenaga-tenaga Pejabat Dinas Dalam Negeri
Departemen Luar Negeri yang terampil dalam kearsipan,
pustakawan dan pengoperasian komputer.
Bagian Kedua
Jenis Pendidikan dan Latihan Fungsional Keterampilan
Pasal 21
Pendidikan dan latihan fungsional keterampilan terdiri dari :
a. Pendidikan dan latihan Arsiparis.
b. Pendidikan dan latihan Pustakawan.
c. Pendidikan dan latihan Pranata Komputer.
d. Pendidikan dan latihan Widyaiswara.
Bagian Ketiga
Peserta Pendidikan dan Latihan
Pasal 21
Peserta pendidikan dan latihan fungsional keterampilan Arsiparis,
Pustakawan dan Pranata Komputer adalah Pejabat Dinas Dalam
Negeri Departemen Luar Negeri yang memenuhi persyaratan dan
lulus ujian seleksi yang diadakan oleh instansi pembina jabatan
fungsional yang bersangkutan.
Bagian Keempat
Lama Pendidikan
Pasal 22
Lama pendidikan dan latihan jabatan fungsional keterampilan
ditentukan oleh instansi pembina dan masa selama pendidikan
diperhitungkan sebagai masa kerja.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

669

BAB VI
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PENDUKUNG
A. PROGRAM ORIENTASI ISTERI/SUAMI DIPLOMA
Bagian Pertama
Tujuan dan Sasaran
Pasal 23
(1) Tujuan program orientasi isteri/suami diplomat adalah untuk
memberikan bekal pengetahuan tentang Departemen Luar Negeri
dan Perwakilan RI, tata pergaulan diplomatik, pembinaan
masyarakat Indonesia di luar negeri, pengetahuan dasar tentang
Indonesia dan peranan wanita dalam pembangunan agar mampu
mendukung tugas-tugas isteri/suami sebagai diplomat.
(2) Sasaran program orientasi isteri/suami diplomat adalah :
a. Memiliki sikap mental yang sesuai dengan kepribadian
Indonesia.
b. Mampu mengadakan adaptasi keluarga secara afektif dan
mengetahui hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai
keluarga diplomat.
c. Mengetahui fungsi dan misi diplomasi.
d. Mampu mengadakan interaksi dan komunikasi sosial
berlandaskan wawasan sosial budaya Indonesia.
Bagian Kedua
Jenis dan Jenjang
Pasal 24
(1) Pendidikan dan Latihan Orientasi Isteri/Suami Diplomat tingkat
dasar.
(2) Pendidikan dan Latihan Orientasi Isteri/Suami Calon Kepala
Perwakilan dan Wakil Kepala Perwakilan.

670

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Bagian Ketiga
Peserta Pendidikan dan Latihan
Pasal 25
(1) Peserta Pendidikan dan Latihan Orientasi Diplomat terdiri atas :
a. Isteri/Suami diplomat yang belum pernah mengikuti program
orientasi sebelumnya.
b. Isteri/Suami calon Atase Teknis.
(2) Peserta Pendidikan dan Latihan Orientasi Isteri/Suami Calon Kepala
Perwakilan dan Wakil Perwakilan terdiri atas :
a. Isteri/Suami calon Kepala Perwakilan RI yang sudah ditunjuk
oleh Presiden.
b. Isteri/Suami calon Wakil Kepala Perwakilan yang sudah
ditunjuk oleh Menteri Luar Negeri.
Bagian Keempat
Metode Pendidikan
Pasal 26
(1) Metode pendidikan dan latihan orientasi isteri/suami diplomat
adalah kuliah diskusi, simulasi dan praktek.
(2) Metode pendidikan dan latihan orientasi isteri/suami calon Kepala
Perwakilan dan Wakil Kepala Perwakilan adlaah partisipasi aktif
para peserta dalam kuliah diskusi, simulasi dan olah praja (role
playing)
Bagian Kelima
Lama Pendidikan
Pasal 27
(1) Lama Pendidikan dan Latihan Isteri/Suami diplomat adalah 150
jam pelajaran.
(2) Lama pendidikan dan latihan calon Kepala Perwakilan dan Wakil
Kepala Perwakilan disesuaikan dengan program orientasi isteri/
suami Kepala Perwakilan dan Wakil Kepala Perwakilan.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

671

Bagian Keenam
Kurikulum, Silabus dan Struktur Kursus
Pasal 28
Kurikulum program orientasi isteri/suami diplomat meliputi modul
teori dan kinerja. Silabus dan struktur kursus diuraikan dalam Buku
Pedoman.
B. PENATARAN DAN KURSUS-KURSUS
Pasal 29
Pusat Pendidikan dan Latihan Departemen Luar Negeri juga
mengadakan penataran-penataran/kursus-kursus yang diadakan
untuk mendukung pelaksanaan pendidikan dan latihan fungsional
dan teknis sebagaimana tercantum dalam Buku I dan II akan
ditentukan kemudian berdasarkan kebutuhan.

BAB VII
KETENTUAN DAN LAIN-LAIN
Pasal 30
Dalam keadaan tertentu Menteri Luar Negeri dapat mengadakan
pengecualian atas persyaratan peserta untuk mengikuti pendidikan
dan latihan.
Pasal 31
Dengan berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini, maka Surat
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK : 283/OR/VIII/83/01
Tahun 1983 tentang Sistem Pendidikan dan Latihan Berjenjang
Pejabat Dinas Luar Negeri. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri
Nomor SK. 28/DL/X/87/02 Tahun 1987 tentang Sekolah Dinas Luar
Negeri. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 29/DL/X/
87/02 Tahun 1987 tentang Sekolah Staf Dinas Luar Negeri, Surat
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 30/DL/X/87/02 Tahun
1987 tentang Sekolah Staf dan Pimpinan Departemen Luar Negeri
672

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

dan Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 069/DL/V/


96/02 Tahun 1996 tentang Sistem Pendidikan dan Latihan Teknis
Berjenjang Pejabat Dinas Luar Negeri serta segala ketentuan yang
bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
(1) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam keputusan ini akan diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Luar Negeri.
(2) Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal
: 28 Maret 2006
Menteri Luar Negeri
ttd
ALI ALATAS

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

673

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK. 107/DL/VIII/2000/01
TENTANG
PROGRAM TUGAS BELAJAR BAGI PEJABAT
DINAS LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pengetahuan,
keahlian dan keterampilan serta pembinaan karir
Pejabat Dinas Luar Negeri, perlu diupayakan
peningkatan penugasan pegawai dalam Program
Tugas Belajar/Pelatihan baik di dalam negeri
maupun di luar negeri;
b. bahwa pedoman Tugas Belajar yang diatur dengan
Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK.3501/
KP/XII/1981/01 tentang Program Pendidikan
Lanjutan bagi Pegawai Dinas Luar Negeri No. 1527/
DN/XI/1982 tentang Program Kaderisasi dan No.
049/REN/V/1988/01 tentang Tugas Belajar bagi
Pegawai Departemen Luar Negeri, perlu ditinjau
dan disempurnakan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam a dan b, perlu menetapkan
Keputusan Menteri Luar Negeri RI tentang Program
Tugas Belajar Bagi Pejabat Dinas Luar Negeri;
Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 12 Tahun 1961
tentang Pemberian Tugas Belajar;
674

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

2. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No. SK.203/OR/


11/83/01 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Luar Negeri, sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri Luar
Negeri RI Nomor 141/OT/X/98/01 Tahun 1998;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK
INDONESIA TENTANG PROGRAM TUGAS BELAJAR
BAGI PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
BAB I
TUJUAN, SIFAT DAN JENIS PROGRAM
Pasal 1
Tujuan penyelenggaraan Program Tugas Belajar adalah untuk
meningkatkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan pegawai guna
menunjang pelaksanaan tugas pokok Departemen Luar Negeri.
Pasal 2
Program Tugas Belajar bersifat kedinasan dan terbuka bagi setiap
Pejabat Dinas Luar Negeri yang memenuhi persyaratan.
Pasal 3
(1) Jenis Program Tugas Belajar terdiri dari Program Gelar dan Non
Gelar.
(2) Program Gelar meliputi Program Master (S2) dan Program Doktor
(S3).
(3) Program Non Gelar meliputi Program Diploma, Pelatihan, Seminar
dan Bahasa Asing.
Pasal 4
Program Tugas Belajar di dalam negeri adalah Program Gelar dan
Non Gelar yang diselenggarakan oleh instansi/lembaga pemerintah
dan lembaga pendidikan di dalam negeri.
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

675

Pasal 5
Program Tugas Belajar di luar negeri adalah Program Gelar dan Non
Gelar yang diselenggarakan oleh instansi/lembaga pemerintah dan
lembaga pendidikan di luar negeri.
BAB II
PEMBIAYAAN
Pasal 6
Biaya untuk Program Tugas Belajar diperoleh dari :
a. Pembiayaan yang sepenuhnya ditanggung oleh negara lain,
Kedutaan Besar Asing, Yayasan atau lembaga pendidikan/
penyandang dana baik di dalam maupun di luar negeri;
b. Pembiayaan yang berasal dari bantuan luar negeri yang disalurkan
melalui BAPPENAS atau Departemen Keuangan RI;
c. Pembiayaan yang ditanggung peserta program tugas belajar
sendiri.
Pasal 7
Pembiayaan yang hanya ditanggung sebagian oleh negara atau
lembaga pendidikan/penyandang dana, apabila dimungkinkan dapat
dibantu dari anggaran Departemen Luar Negeri.
BAB III
BIDANG STUDI
Pasal 8
Program Tugas Belajar diutamakan pada Bidang Studi yang berkaitan
langsung dengan tugas pokok Departemen Luar Negeri antara lain :
a. Diplomasi;
b. Hubungan Internasional;
c. Hukum Internasional;
d. Ekonomi Internasional;
e. Politik Internasional;

676

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

f.

Bahasa resmi PBB, Bahasa Jepang dan Jerman;

g. Hukum Lingkungan;
h. Teknologi Informasi;
i.

Hukum Laut;

j.

Hukum Angkasa;

k. Hak Azazi Manusia;


l.

Studi Kawasan.
Pasal 9

(1) Jenis-jenis Bidang Studi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8


dapat dirubah sesuai dengan perkembangan keadaan dan
kebutuhan Departemen Luar Negeri.
(2) Perubahan jenis Bidang Studi dilakukan oleh tim yang terdiri dari
Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan, Kepala Biro Kepegawaian,
Kepala Biro Perencanaan, Sekretaris Badan Penelitian dan
Pengembangan serta Sekretaris Direktorat Jenderal di lingkungan
Unit-unit operasional.
BAB IV
PERSYARATAN
Pasal 10
Calon peserta Program Tugas Belajar harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Pejabat Dinas Luar Negeri yang telah berdinas sekurang-kurangnya
1 (satu) tahun dan telah diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil
atau Calon Pegawai Negeri Sipil lulusan Caraka Muda;
b. Sekurang-kurangnya lulus pendidikan dan pelatihan fungsional
berjenjang Caraka Muda;
c. Menguasai bahasa Inggris dengan aktif secara lisan maupun
tulisan dan memiliki TOEFL Score paling rendah 500 atau setara
yang dikeluarkan oleh lembaga atau instansi yang berkompeten
dan atau menguasai bahasa asing lainnya sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan oleh lembaga pendidikan/
penyandang dana;

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

677

d. Usia tidak lebih dari 35 tahun bagi calon peserta program Master
(S2) dan 40 tahun bagi program Doktor (S3);
e. Berbadan sehat yang dinyatakan dengan Surat Keterangan
Dokter yang ditunjuk;
f.

Tidak sedang menjalani hukum disiplin Pegawai Negeri Sipil;

g. Diusulkan dari unit masing-masing di lingkungan Departemen


Luar Negeri atau Perwakilan RI;
h. Bagi pegawai yang sedang bertugas di Perwakilan RI,
dimungkinkan untuk mengikuti tugas belajar selama tidak
mengganggu sistem mutasi di Perwakilan maupun di Departemen
Luar Negeri;
i.

Jika Program Tugas Belajar bagi pegawai yang sedang bertugas


di Perwakilan belum selesai pada saat dimutasikan ke dalam
negeri, maka gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya dihentikan;

j.

Penugasan sebagaimana yang tercantum dalam huruf h harus


ditetapkan dengan Keputusan Kepala Biro Kepegawaian;

k. Bagi Pegawai yang sedang mengikuti Tugas Belajar Program


Master (S2) dapat langsung melanjutkan studinya ke Program
Doktor (S3) apabila memenuhi persyaratan akademik untuk
mengikuti program tersebut;
l.

Bagi pegawai yang telah mengikuti Program Tugas Belajar, untuk


dapat ditugaskan ke Perwakilan RI maka terlebih dahulu harus
berdinas sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun terhitung sejak
tanggal penugasan kembali di unit Departemen Luar Negeri;

m. Bagi pegawai yang mengajukan permohonan untuk mengikuti


tugas belajar, wajib mengkonsultasikan terlebih dahulu lembar
aplikasi kepada Pusat Pendidikan dan Latihan dengan melampirkan
surat ijin dari Pejabat Eselon II atau Kepala Perwakilan RI yang
bersangkutan.
BAB V
PENUGASAN
Pasal 11
Ketetapan untuk penugasan mengikuti Program Tugas Belajar
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Luar Negeri, kecuali Program
Pelatihan Teknis di dalam negeri.
678

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 12
(1) Peserta Program Tugas Belajar di luar negeri berhak mendapat
uang pakaian, airport, tax dan dibebaskan dari pembayaran
fiskal sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Peserta Program Tugas Belajar memperoleh bantuan biaya uang
kuliah, biaya buku, biaya penelitian, biaya akomodasi, biaya
pengobatan dan perawatan.
(3) Peserta Program Tugas Belajar dapat membawa isteri/suami
dan atau keluarganya dengan terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan dari negara atau lembaga penyandang dana.
(4) Masa kerja selama mengikuti Program Tugas Belajar
diperhitungkan sebagai masa kerja aktif untuk kenaikan pangkat/
golongan maupun kenaikan gaji dan tetap memperoleh hak-hak
lainnya sebagai Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Pasal 13
(1) Peserta Program Tugas Belajar di luar negeri wajib melaporkan
perkembangan studi secara berkala dan hasil studi akhir secara
tertulis kepada Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan dan Kepala
Biro Kepegawaian dan Kepala Perwakilan RI di tempat mengikuti
program.
(2) Peserta Program Tugas Belajar di dalam negeri wajib melaporkan
perkembangan studi secara berkala dan hasil studi akhir secara
tertulis kepada Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan dan Kepala
Biro Kepegawaian.
(3) Jika dipandang perlu dan memenuhi persyaratan, peserta
Program Tugas Belajar dapat ditugaskan sebagai staf pengajar
pada Pusat Pendidikan dan Latihan selama 6 (enam) bulan bagi
lulusan program Master (S2) dan 1 (satu) tahun bagi lulusan
program Doktor (S3) sesuai dengan bidang studi yang diikuti.
(4) Peserta Program Tugas Belajar wajib menyampaikan hasil akhir
studi pada suatu acara yang diselenggarakan oleh Pusat
Pendidikan dan Latihan dihadapan para Pejabat Departemen
Luar Negeri.
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

679

(5) Peserta Program Tugas Belajar di luar negeri wajib mematuhi


peraturan, petunjuk dan pengarahan Kepala Perwakilan RI di
negara atau lembaga tempat berlangsungnya pendidikan.
(6) Peserta Program Tugas Belajar wajib membuat surat perjanjian
tentang seluruh kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
(7) Peserta Program Tugas Belajar di luar negeri hanya diijinkan
menggunakan paspor dinas, kecuali bagi peserta tugas belajar
yang sedang berdinas/penempatan di luar negeri.
(8) Peserta Program Tugas Belajar wajib menjalani ikatan dinas
untuk bekerja pada Departemen Luar Negeri selama 5 (lima)
tahun bagi yang program Master (S2) dan 7 (tujuh) tahun untuk
program Doktor (S3) terhitung setelah berakhirnya masa
pendidikan.
BAB VII
SANKSI
Pasal 14
(1) Bagi Peserta Program Tugas Belajar di luar negeri yang melanggar
ketentuan negara setempat atau tidak menjaga nama baik
bangsa dan negara Indonesia di negara tempat berlangsungnya
program, dapat dikenakan sanksi berupa pemulangan ke
Indonesia atau pencabutan paspor yang dimilikinya serta
mengembalikan biaya yang diterima dari negara atau lembaga
penyandang dana ke Kantor Kas Negara melalui Departemen
Luar Negeri.
(2) Bagi peserta Program Tugas Belajar di luar negeri yang tidak
dapat menyelesaikan pendidikannya sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan atau karena kelalaian sendiri, dikenakan sanksi
berupa pemulangan ke Indonesia selambat-lambatnya 1 (satu)
tahun setelah masa pendidikan yang ditentukan berakhir dan
wajib mengembalikan seluruh biaya yang diterima dari negara
atau lembaga pendidikan/penyandang dana ke kantor Kas negara
melalui Departemen Luar Negeri sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun sejak penugasan kembali di unit lingkungan Departemen
Luar Negeri.

680

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

(3) Bagi peserta Program Tugas Belajar yang tidak memenuhi


kewajibannya untuk bekerja kembali pada Departemen Luar
Negeri sesuai dengan masa ikatan dinas yang telah ditentukan,
wajib mengembalikan 3 (tiga) kali lipat biaya yang diterima dari
negara atau lembaga pendidikan/penyandang dana dan
disetorkan ke Kas Negara melalui Departemen Luar Negeri.
BAB VIII
PENGHARGAAN
Pasal 15
(1) Bagi Pejabat Dinas Luar Negeri yang telah menyelesaikan tugas
belajar sesuai dengan bidang studi sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 8 dari perguruan tinggi yang diakreditasi, memperoleh
penghargaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Pejabat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dapat
dipertimbangkan untuk percepatan kenaikan jenjang
kepangkatan PGPNS, kenaikan gelar diplomatik dan atau
menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional pada Unitunit sesuai dengan disiplin ilmu yang diperoleh selama pendidikan.
Pasal 16
Pemberian penghargaan bagi pejabat yang telah menyelesaikan
tugas belajar sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
diputuskan oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 17
(1) Peserta Program Tugas Belajar di dalam negeri berada di bawah
pengawasan Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan dan Kepala
Biro Kepegawaian.
(2) Peserta Program Tugas Belajar di Luar Negeri berada di bawah
pengawasan Kepala Perwakilan RI, Kepala Pusat Pendidikan dan
Latihan serta Kepala Biro Kepegawaian.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

681

Pasal 18
Prosedur kerja Program Tugas Belajar yang harus dilaksanakan
oleh Unit-unit terkait maupun calon penerima Beasiswa adalah :
a. Pusat Pendidikan dan Latihan bertindak aktif sebagai lembaga
pengumpul informasi dan menjalin kerjasama dengan lembagalembaga/Yayasan/Kedutaan Besar Asing dalam rangka
memperoleh beasiswa;
b. Pusat Pendidikan dan Latihan menerima tawaran dari Kedutaan
Besar Asing, lembaga pemberi beasiswa, instansi/lembaga
pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan di dalam dan di luar
negeri, baik langsung maupun melalui kantor-kantor perwakilan
RI di luar negeri.
c. Pusat Pendidikan dan latihan melakukan penyeleksian tawaran
yang diterima dari segi bidang yang ditawarkan dan sifat
pendanaannya;
d. Apabila beasiswa yang ditawarkan tidak sesuai dengan
kebijaksanaan Departemen Luar Negeri maka tawaran tersebut
disampaikan kepada Sekretaris Kabinet RI untuk diteruskan ke
lembaga atau departemen yang membutuhkan;
e. Pusat Pendidikan dan Latihan mengumumkan tawaran beasiswa
ke masing-masing unit dengan tembusan kepada Biro
Kepegawaian;
f.

Biro Kepegawaian meneliti persyaratan administratif calon peserta


yang diusulkan oleh Unit-unit di lingkungan Departemen Luar
Negeri, dan disampaikan kepada Pusat Pendidikan dan Latihan;

g. Pusat Pendidikan dan Latihan meminta para calon peserta


program tugas belajar untuk melengkapi persyaratan sesuai
dengan permintaan lembaga pemberi beasiswa;
h. Pusat Pendidikan dan Latihan melakukan seleksi administrasi,
menguji kemampuan Bahasa Inggris dan persyaratan lainnya
serta melakukan pengesahan formulir permohonan serta surat
pernyataan dari masing-masing calon peserta beasiswa;
i.

Pusat Pendidikan dan Latihan menyampaikan berkas-berkas


permohonan calon peserta kepada Sekretaris Kabinet untuk
mendapat persetujuan;

j.

Kantor Sekretaris Kabinet meneruskan berkas-berkas tersebut


kepada lembaga pemberi beasiswa;

682

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

k. Pusat Pendidikan dan Latihan menyampaikan rekomendasi


kepada Biro Kepegawaian berdasarkan hasil laporan akhir peserta
Program Tugas Belajar yang telah menyelesaikan masa
pendidikannya;
BAB X
PENUTUP
Pasal 19
Pada saat keputusan ini mulai berlaku :
1. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No. 350/KP/XF1981/01
tentang Program Pendidikan Lanjutan Bagi Pegawai Dinas Luar
Negeri;
2. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No. SP/1527/DN/XF1982
tentang Kaderisasi;
3. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No. 049/REN/V/1988/01
tentang Pedoman Tugas Belajar Bagi Pegawai Departemen Luar
Negeri dinyatakan tidak berlaku.
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal : 01 Agustus 2000
MENTERI LUAR NEGERI RI
ttd
Dr. ALWI SHIHAB

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

683

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
INSTRUKSI MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK.013/OR/III/88/01/TAHUN 1988
TENTANG
PENGUASAAN BAHASA RESMl P.B.B BAGI PEJABAT
DINAS LUAR NEGERI PADA PENUGASAN PERTAMA
DI PERWAKILAN R.I. DI LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI

Menimbang

: a. bahwa dalam rangka mengemban tugas


diplomasi dan hubungan internasional yang lebih
luas secara berdaya guna dan berhasil guna,
Pejabat Dinas Luar Negeri harus menguasai
bahasa Inggris secara aktif sebagai bahasa
pelaksanaan tugas (working language);
b. bahwa disamping penguasaan bahasa Inggris
secara aktif, diperlukan penguasaan bahasa
asing lainnya yang termasuk bahasa resmi PBB.

Mengingat

: 1. Keputusan Presiden Rl No.51 Tahun 1976


tentang Pokok-pokok Organisasi Perwakilan RI
di luar negeri;
2. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No. 1527/
DN/XI/1982 tentang Program Kaderisasi,
sebagaimana telah diubah dengan Surat

684

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Keputusan Menteri Luar Negeri NO.29/OR/III/


84/01 Tahun 1984;
3. Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat
Dinas Luar Negeri;
4. Keputusan Menteri Luar Negen R.I. No.283/
OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Sistem
Pendidikan dan Latihan Berjenjang PDLN,
sebagaimana telah diubah dan ditambah
dengan Surat Keputusan Menteri Luar Negeri
No.23/OR/III/84/01 Tahun 1984;
5. Keputusan Menteri Luar Negeri R.I. No.17/OR/
lI/84/01 Tahun 1984 tentang Program
Penugasan Pertama Pejabat Dinas Luar Negeri
PDK dan PA, sebagaimana telah diubah dengan
Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No.074/
OR/X/85/01 Tahun 1985.
MENGINSTRUKSIKAN
Kepada

: 1. Para Kepala Perwakilan Republik Indonesia.


2. Para Pejabat Dinas Luar Negeri yang ditugaskan
untuk pertama kalinya pada Perwakilan R.I di
luar negeri.

Untuk
Pertama

: Meningkatkan kemahiran berbahasa inggris dengan


pengarahan Kepala Perwakilan RI.

Kedua

: Disamping bahasa inggris diwajibkan mempelajari


salah satu bahasa resmi P.B.B. lainnya (Cina,, Rusia,
Perancis, Spanyol dan Arab) baik yang rnerupakan
bahasa nasional setempat ataupun bahasa yang
dipergunakan untuk berkomunikasi resmi pemerintah
setempat.

Ketiga

: Hasil pelajaran bahasa dimaksud harus dapat


dibuktikan dengan sertifikat, tanda lulus atau ijazah.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

685

Keempat

: Terlaksananya maksud pendidikan


bahasa
tersebut, dilakukan pembinaan oleh Kepala
Perwakilan.

Instruksi Menteri Luar Nageri ini mulai berlaku pada tanggal


ditetapkan.
Dltetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 4 Maret 1988
MENTERI LUAR NEGERI
ttd
DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

686

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR : SK.04.A/A/DL/VI/2003/01
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
BENDAHARAWAN DAN KERUMAHTANGGAAN
PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka restrukturisasi dan


pembenahan profesi, diperlukan sumber daya
manusia berkualitas yang terampil, handal dan
bermoral untuk membantu pelaksanaan tugastugas pengelolaan administrasi, keuangan,
kepegawaian, perlengkapan dan kerumahtanggaan Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri;
b. bahwa penanganan tugas sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, harus dilakukan oleh staf non
diplomatik yang memiliki potensi, kemampuan,
dan ketrampilan untuk dididik menjadi pelaksana
tugas di atas melalui program pendidikan dan
pelatihan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan
Keputusan Menteri Luar Negeri tentang
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan
Bendaharawan dan Kerumahtanggaan Perwakilan
Republik Indonesia;
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

687

Mengingat

1. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang


Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882);
2. Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1976 tentang
Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar
Negeri;
3. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002
tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
4. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP. 2891/
BU/IX/81/01 Tahun 1981 tentang Wewenang
Dalam Pengurusan Keuangan Negara pada
Perwakilan RI di Luar Negeri;
5. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 069/
OR/X/87/01 Tahun 1987 tentang Susunan
Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar
Negeri beserta lampirannya;
6. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 053/
OT/II/2002/01 Tahun 2002 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri;
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG


PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
BENDAHARAWAN DAN KERUMAHTANGGAAN
PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA.
Pasal 1

Menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Bendaharawan dan


Kerumah-tanggaan Perwakilan Republik Indonesia, selanjutnya
disebut Diklat BKRT.
Pasal 2
Diklat BKRT bertujuan untuk menghasilkan staf non diplomatik yang
terdidik, terlatih, profesional guna membantu pelaksanaan tugas
688

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Perwakilan di bidang administrasi, keuangan, kepegawaian,


perlengkapan dan kerumahtanggaan Perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri.
Pasal 3
Peserta Diklat BPKRT adalah :
a. Peserta kursus Staf Teknis Non Diplomatik (STND) berdasarkan
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor 110/KP/V111/2000/01;
b. Peserta kursus Diklat Teknis Bendaharawan Perwakilan RI di
Luar Negeri berdasarkan Instruksi Menlu Nomor Inst. 083/DI7V/
97/02;
c. Peserta kursus Home-Based berdasarkan Keputusan Menteri
Luar Negeri Nomor SK.033/OR/IV/90/01.
Pasal 4
Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diwajibkan terlebih
dahulu mengikuti kursus bendaharawan dan mendapatkan Sertifikat
Bendaharawan yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan Republik
Indonesia.
Pasal 5
Masa Diklat BKRT adalah 2 (dua) bulan dan dilaksanakan dalam
beberapa gelombang sesuai dengan kemampuan anggaran, sarana,
kelas, jumlah, dan kesiapan peserta.
Pasal 6
Penyelenggara Diklat BKRT adalah Kepala Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Kepegawaian Departemen Luar Negeri, dibantu oleh
seorang pejabat sebagai Direktur Diklat BKRT.
Pasal 7
Tugas pokok penyelenggara Diklat BKRT adalah :
a. Menyusun dan menetapkan kurikulum, silabus, dan proses
Diklat;
b. Menentukan widyaiswara dan nara sumber;

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

689

c. Membuat evaluasi dan penilaian kepada peserta Diklat BKRT


untuk menentukan klasifikasi siap pakai sebagai staf non
diplomatik Bendaharawan dan Kerumahtanggaan Perwakilan
Republik Indonesia.
Pasal 8
Pada masa akhir Diklat BKRT , peserta diwajibkan mengikuti kegiatan
praktek lapangan/magang pada Biro Keuangan, Biro Tata Usaha
dan Perlengkapan, Biro Perencanaan dan Organisasi, Biro Hukum
serta Biro Kepegawaian paling singkat selama 3 (tiga) bulan.
Pasal 9
Unit kerja pelaksana praktek lapangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 wajib menyusun daftar materi praktek lapangan/magang
dan melakukan penilaian terhadap masing-masing peserta Diklat
BKRT.
Pasal 10
Hasil penilaian Diklat BKRT dan kegiatan praktek lapangan/magang
menjadi dasar penilaian untuk menentukan kesiapan peserta untuk
diangkat sebagai staf non diplomatik Bendaharawan dan
Kerumahtanggaan Perwakilan Republik Indonesia.
Pasal 11
Peserta yang dinyatakan belum memenuhi kriteria siap pakai masih
diberikan kesempatan untuk mengulang Diklat BKRT dan praktek
lapangan/magang paling banyak 3 (tiga) kali.
Pasal 12
Segala biaya yang berkaitan dengan penyelenggaraan Diklat
dibebankan kepada anggaran Departemen Luar Negeri.
Pasal 13
Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Luar
Negeri No. 110/KP/VI11/2000/01 tentang Penugasan Pegawai
Departemen Luar Negeri sebagai staf teknis non-diplomatik pada
690

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Perwakilan RI di luar negeri; Keputusan Menteri Luar Negeri No.


SK.033/OR/IV/90/01 tentang Penempatan Pegawai Departemen
Luar Negeri sebagai staf pembantu staf diplomatik pada Perwakilan
RI; dan Instruksi Menteri Luar Negeri No. INST/083/DL/V/02 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Pelatihan Teknis Bendaharawan di luar
negeri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 14
Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih
lanjut dalam Keputusan tersendiri.
Pasal 15
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 02 Juni 2003
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. N. HASSAN WIRAJUDA

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

691

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK. 21/B/KP/III/2006/02
TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
BENDAHARAWAN DAN PENATAAN KERUMAHTANGGAAN
PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN ANGGARAN 2006

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa departemen luar negeri dan perwakilan


RI di luar negeri masih membutuhkan Sumber
Daya Manusia yang cakap dan handal dalam
menangani kegiatan kebendaharaan dan ketata
rumahtanggaan Perwakilan;
b. bahwa kegiatan pendidikan dan pelatihan
Bendaharawan dan Penata Kerumahtanggaan
Perwakilan yang selama ini diselenggarakan oleh
Pusat Pendidikan Pegawai Departemen Luar
Negeri dinilai telah menjadi sarana terbaik untuk
menghasilkan SDM sebagaimana tersebut dalam
huruf a;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b, dianggap perlu
untuk menetapkan Keputusan Menteri Luar negeri
tentang Penyelenggaraan Program Pendidikan dan
Pelatihan Bendaharawan dan Penata Kerumahtanggaan Perwakilan;

692

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Mengingat

1. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 824/


OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Sistem
Pendidikan dan Latihan Tidak Berjenjang Pejabat
Dinas Luar Negeri;
2. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 149/
DL/XI/98/01 Tahun 1998 tentang Sistem
Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Luar
Negeri;
3. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 175/
OT/XII/98/02 Tahun 1998 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan Pegawai
Departemen Luar Negeri;
4. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 06/OT/
IV/2004/01 Tahun 2004 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Perwakilan Indonesia di Luar Negeri;
5. Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 02/A/
OT/VIII/2005/01 Tahun 2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri;
MEMUTUSKAN

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG


PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN BENDAHARAWAN DAN PENATA
KERUMAHTANGGAN PERWAKILAN REPUBLIK
INDONESIA TAHUN ANGGARAN 2006.

KESATU

Menunjuk Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan


untuk menjadi Penyelenggara Program Pendidikan
dan Pelatihan Bendaharawan dan Penata
Kerumahtanggaan Perwakilan Tahun Anggaran
2006.

KEDUA

Kepada penyelenggara diberikan kewenangan dan


tanggung jawab untuk :
a. Melaksanakan segala kegiatan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan yang diperlukan peserta untuk menjadi
Sumber Daya Manusia yang cakap dan handal

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

693

dalam bidang kebendaharaan dan ketata rumah


tanggaan Perwakilan;
b. Melaporkan hasil pelaksanaan tersebut pada butir
a kepada Menteri Luar Negeri, melalui Sekretaris
Jenderal.
KETIGA

Peserta Program Pendidikan dan Pelatihan


Bendaharawan dan Penata Kerumahtanggaan
Perwakilan Tahun Anggaran 2006 adalah mereka
yang telah dinyatakan lulus dari saringan masuk yang
diadakan oleh Biro Kepegawaian.

KEEMPAT

Segala pembiayaan yang berkaitan dengan


Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan,
dibebankan kepada Daftar Isian Pelaksana Anggaran
Departemen Luar Negeri Tahun 2006.

KELIMA

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan


dengan ketentuan apabila dikemudian hari ditemukan
adanya kekeliruan dalam penetapannya, akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Maret 2006
a.n. MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIS JENDERAL
ttd
IMRON COTAN

694

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

XI
PANGKAT DAN GELAR

695

696

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 99 TAHUN 2000
TENTANG
KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan pelaksanaan
pembinaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar sistem
prestasi kerja dan sistem karir yang dititikberatkan
pada sistem prestasi kerja, dipandang perlu
mengatur kembali ketentuan mengenai
pengangkatan dalam pangkat Pegawai Negeri Sipil
dalam Peraturan Pemerintah;
Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3848);

PANGKAT DAN GELAR

697

5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977


tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11,
Tambahan
Lembaran
Nomor
3098)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 19);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000
tentang
Wewenang
Pengangkatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4014);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000
tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 195,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4016);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI
SIPIL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian
susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.

698

PANGKAT DAN GELAR

2. Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi


kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap negara.
3. Kenaikan pangkat reguler adalah penghargaan yang diberikan
kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan tanpa terikat pada jabatan.
4. Kenaikan pangkat pilihan adalah kepercayaan dan penghargaan
yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil atas prestasi kerjanya
yang tinggi.
5. Jabatan Struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan
tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai
Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara.
6. Jabatan Fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri
Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian
dan/atau keterampilan untuk mencapai tujuan organisasi.
7. Jabatan Fungsional Tertentu adalah kedudukan yang menunjukkan
tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai
Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan
tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan
tertentu serta bersifat mandiri dan untuk kenaikan pangkatnya
disyaratkan dengan angka kredit.
8. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Menteri, Jaksa Agung,
Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris
Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian Negara,
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur dan
Bupati/Walikota.
BAB II
SISTEM, MASA, DAN JENIS KENAIKAN PANGKAT
Bagian Kesatu
Sistem Kenaikan Pangkat
Pasal 2
Nama dan susunan pangkat serta golongan ruang Pegawai Negeri
Sipil dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah sebagaimana
tersebut dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
PANGKAT DAN GELAR

699

Pasal 3
Kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan
pangkat reguler dan sistem kenaikan pangkat pilihan.
Bagian Kedua
Masa Kenaikan Pangkat
Pasal 4
Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada tanggal 1
Januari, 1 April, 1 Juli dan 1 Oktober setiap tahun, kecuali ditentukan
lain dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 5
Masa kerja untuk kenaikan pangkat pertama dihitung sejak
pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil.
Bagian Ketiga
Kenaikan Pangkat Reguler
Pasal 6
(1) Kenaikan pangkat reguler diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil
yang :
a. tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional
tertentu;
b. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak menduduki
jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu; dan
c. dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi
induk dan tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan
fungsional tertentu.
(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan sepanjang tidak melampaui pangkat atasan
langsungnya.
Pasal 7
(1) Kenaikan pangkat reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6, dapat diberikan setingkat lebih tinggi apabila :
700

PANGKAT DAN GELAR

a. sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat


terakhir; dan
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(2) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang memiliki Ijazah Spesialis I dapat
dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi menjadi Penata,
golongan ruang III/c, apabila :
a. sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat
Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b; dan
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
Pasal 8
Kenaikan pangkat reguler bagi Pegawai Negeri Sipil diberikan sampai
dengan :
a. Pengatur Muda, golongan ruang II/a bagi yang memiliki Surat
Tanda Tamat Belajar Sekolah Dasar;
b. Pengatur, golongan ruang II/c bagi yang memiliki Surat Tanda
Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama;
c. Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d bagi yang memiliki
Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat
Pertama;
d. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b bagi yang memiliki
Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas,
Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 3 Tahun, Sekolah
Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 4 Tahun, Ijazah Diploma I atau
Ijazah Diploma II;
e. Penata, golongan ruang III/c bagi yang memiliki Ijazah Sekolah
Guru Pendidikan Luar Biasa, Ijazah Diploma III, Ijazah Sarjana
Muda, Ijazah Akademi atau Ijazah Bakaloreat;
f.

Penata Tingkat I, golongan ruang III/d bagi yang memiliki Ijazah


Sarjana (S1) atau Ijazah Diploma IV;

g. Pembina, golongan ruang IV/a bagi yang memiliki Ijazah Dokter,


Ijazah Apoteker dan Ijazah lain yang setara, Ijazah Magister
(S2) atau Ijazah Spesialis I;
h. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b bagi yang memiliki
Ijazah Spesialis II atau Ijazah Doktor (S3).
PANGKAT DAN GELAR

701

Bagian Keempat
Kenaikan Pangkat Pilihan
Pasal 9
Kenaikan pangkat pilihan diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang :
a. menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu;
b. menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan
dengan Keputusan Presiden;
c. menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya;
d. menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara;
e. diangkat menjadi pejabat negara;
f.

memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar atau Ijazah;

g. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan


struktural atau jabatan fungsional;
h. telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar;
i.

dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi


induknya yang diangkat dalam jabatan pimpinan atau jabatan
fungsional tertentu.
Pasal 10

Kenaikan pangkat pilihan bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki


jabatan struktural, jabatan fungsional tertentu, atau jabatan tertentu
yang pengangkatannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden
diberikan dalam batas jenjang pangkat yang ditentukan untuk
jabatan yang bersangkutan.
Pasal 11
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural dan
pangkatnya masih dalam jenjang pangkat terendah yang ditentukan
untuk jabatan itu, dapat dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi,
apabila :
a. sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir;
dan
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai
baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.

702

PANGKAT DAN GELAR

Pasal 12
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural dan
pangkatnya masih 1 (satu) tingkat di bawah jenjang pangkat
terendah yang ditentukan untuk jabatan itu, dinaikkan pangkatnya
setingkat lebih tinggi.
(2) Kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) mulai berlaku pada periode kenaikan pangkat
berikutnya setelah pelantikan jabatan.
Pasal 13
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional tertentu,
dapat dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi, apabila :
a. sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir;
b. telah memenuhi angka kredit yang ditentukan; dan
c. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai
baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
Pasal 14
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b,
kenaikan pangkatnya diatur tersendiri dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 15
Pegawai Negeri Sipil yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa
baiknya selama 1 (satu) tahun terakhir, dinaikkan pangkatnya
setingkat lebih tinggi tanpa terikat pada jenjang pangkat, apabila :
a. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir;
dan
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja bernilai amat baik dalam 1
(satu) tahun terakhir.
Pasal 16
(1) Pegawai Negeri Sipil yang menemukan penemuan baru yang
bermanfaat bagi negara, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih
tinggi tanpa terikat dengan jenjang pangkat.

PANGKAT DAN GELAR

703

(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


diberikan pada saat yang bersangkutan telah 1 (satu) tahun
dalam pangkat terakhir dan penilaian prestasi kerja dalam 1
(satu) tahun terakhir rata-rata bernilai baik.
(3) Ketentuan mengenai penemuan baru sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal 17
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dan
diberhentikan dari jabatan organiknya, dapat dinaikkan pangkatnya
setiap kali setingkat lebih tinggi tanpa terikat pada jenjang pangkat,
apabila :
a. sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat
terakhir; dan
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja dalam 1 (satu) tahun
terakhir sekurang-kurangnya bernilai baik.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara tetapi
tidak diberhentikan dari jabatan organiknya, kenaikan pangkatnya
dipertimbangkan berdasarkan jabatan organiknya.
Pasal 18
(1) Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh :
a. Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama atau yang setingkat dan masih berpangkat Juru
Muda Tingkat I, golongan ruang I/b ke bawah, dapat dinaikkan
pangkatnya menjadi Juru, golongan ruang I/c;
b. Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas, Diploma I atau yang setingkat dan masih berpangkat
Juru Tingkat I, golongan ruang I/d ke bawah, dapat dinaikkan
pangkatnya menjadi Pengatur Muda, golongan ruang II/a;
c. Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Guru Pendidikan
Luar Biasa atau Diploma II dan masih berpangkat Pengatur
Muda, golongan ruang II/a ke bawah, dapat dinaikkan
pangkatnya menjadi Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang
II/b;
d. Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi, atau Ijazah Diploma
III, dan masih berpangkat Pengatur Muda Tingkat I,

704

PANGKAT DAN GELAR

golongan ruang II/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya


menjadi Pengatur, golongan ruang II/c;
e. Ijazah Sarjana (S1) atau Ijazah Diploma IV dan masih
berpangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d ke
bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda,
golongan ruang III/a;
f. Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah lain yang setara,
Ijazah Magister (S2) atau Ijazah Spesialis I, dan masih
berpangkat Penata Muda, golongan ruang III/a ke bawah,
dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Tingkat
I, golongan ruang III/b;
g. Ijazah Doktor (S3) atau Ijazah Spesialis II dan masih
berpangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b
ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata,
golongan ruang III/c.
(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
diberikan apabila :
a. diangkat dalam jabatan/diberi tugas yang memerlukan
pengetahuan/keahlian yang sesuai dengan Ijazah yang
diperoleh;
b. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat
terakhir;
c. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir;
d. memenuhi jumlah angka kredit yang ditentukan bagi yang
menduduki jabatan fungsional tertentu; dan
e. lulus ujian penyesuaian kenaikan pangkat.
Pasal 19
(1) Pegawai Negeri Sipil yang sedang melaksanakan tugas belajar
dan sebelumnya menduduki jabatan struktural atau jabatan
fungsional tertentu, dapat dinaikkan pangkatnya setiap kali
setingkat lebih tinggi, apabila :
a. sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat
terakhir; dan
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.

PANGKAT DAN GELAR

705

(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),


diberikan dalam batas jenjang pangkat yang ditentukan dalam
jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu yang terakhir
didudukinya.
Pasal 20
(1) Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan tugas belajar apabila
telah lulus dan memperoleh :
a. Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau Ijazah Diploma
II, dan masih berpangkat Pengatur Muda, golongan ruang
II/a ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Muda
Tingkat I, golongan ruang II/b;
b. Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi, atau Ijazah Diploma
III dan masih berpangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan
ruang II/b ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur,
golongan ruang II/c;
c. Ijazah Sarjana (S1) atau Ijazah Diploma IV dan masih
berpangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d ke
bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda, golongan
ruang III/a;
d. Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah lain yang setara,
Ijazah Magister (S2), atau Ijazah Spesialis I, dan masih
berpangkat Penata Muda, golongan ruang III/a ke bawah,
dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda, Tingkat I
golongan ruang III/b;
e. Ijazah Doktor (S3) atau Ijazah Spesialis II dan masih
berpangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b
ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Penata, golongan
ruang III/c.
(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
diberikan apabila :
a. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat
terakhir; dan
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.

706

PANGKAT DAN GELAR

Pasal 21
(1) Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan atau diperbantukan di
luar instansi induknya dan diangkat dalam jabatan pimpinan,
dapat diberikan kenaikan pangkat setiap kali setingkat lebih tinggi,
apabila :
a. sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat
terakhir; dan
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(2) Kenaikan pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diberikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga)
kali.
(3) Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional tertentu
yang dipekerjakan atau diperbantukan di luar instansi induknya,
dapat diberikan kenaikan pangkat setiap kali setingkat lebih tinggi
berdasarkan ketentuan Pasal 13.
Bagian Kelima
Kenaikan Pangkat Anumerta
Pasal 22
(1) Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan tewas, diberikan kenaikan
pangkat anumerta setingkat lebih tinggi.
(2) Kenaikan pangkat anumerta sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), berlaku mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
tewas.
Pasal 23
Calon Pegawai Negeri Sipil yang tewas, diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil terhitung mulai awal bulan yang bersangkutan tewas
dan berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
Pasal 24
(1) Keputusan kenaikan pangkat anumerta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 dan Pasal 23, diberikan sebelum Pegawai Negeri
Sipil yang tewas tersebut dimakamkan.

PANGKAT DAN GELAR

707

(2) Apabila tempat kedudukan Pejabat Pembina Kepegawaian jauh


sehingga tidak memungkinkan pemberian kenaikan pangkat
anumerta tepat pada waktunya, maka Camat atau Pejabat
Pemerintah setempat lainnya dapat menetapkan keputusan
sementara.
Pasal 25
Keputusan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(2), ditetapkan menjadi keputusan pejabat yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
apabila memenuhi syarat yang ditentukan.
Pasal 26
Akibat keuangan dari kenaikan pangkat anumerta baru timbul, setelah
keputusan sementara ditetapkan menjadi keputusan pejabat yang
berwenang.
Bagian Keenam
Kenaikan Pangkat Pengabdian
Pasal 27
(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan diberhentikan dengan hormat
dengan hak pensiun karena mencapai batas usia pensiun, dapat
diberikan kenaikan pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi,
apabila :
a. memiliki masa bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil selama :
1) 30 (tiga puluh) tahun atau lebih secara terus menerus
dan sekurang-kurangnya telah 1 (satu) bulan dalam
pangkat terakhir;
2) 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih tetapi kurang dari
30 (tiga puluh) tahun secara terus menerus dan sekurangkurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir.
3) 20 (dua puluh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 25
(dua puluh lima) tahun secara terus menerus dan
sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat
terakhir.

708

PANGKAT DAN GELAR

4) 10 (sepuluh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 20 (dua


puluh) tahun secara terus menerus dan sekurangkurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir.
c. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan
d. tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat.
(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
diberikan 1 (satu) bulan sebelum Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun.
(3) Penetapan kenaikan pangkat pengabdian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ditetapkan sekaligus dalam keputusan
pemberhentian dengan hak pensiun Pegawai Negeri Sipil tersebut.
Pasal 28
(1) Pegawai Negeri Sipil yang oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan
cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua
jabatan negeri, diberikan kenaikan pangkat pengabdian setingkat
lebih tinggi.
(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku
mulai tanggal yang bersangkutan dinyatakan cacat karena dinas
dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri.
Pasal 29
(1) Calon Pegawai Negeri Sipil yang oleh Tim Penguji Kesehatan
dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam
semua jabatan negeri, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
dan berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
(2) Pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), berlaku mulai tanggal 1 (satu) bulan
yang bersangkutan dinyatakan cacat karena dinas dan tidak
dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri.

PANGKAT DAN GELAR

709

Bagian Ketujuh
Ujian Dinas
Pasal 30
(1) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkat I,
golongan ruang II/d dan Penata Tingkat I, golongan ruang III/
d, untuk dapat dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi,
disamping harus memenuhi syarat yang ditentukan harus pula
lulus ujian dinas, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan
Pemerintah ini atau ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Ujian dinas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibagi dalam
2 (dua) tingkat yaitu :
a. Ujian dinas Tingkat I untuk kenaikan pangkat dari Pengatur
Tingkat I, golongan ruang II/d menjadi Penata Muda,
golongan ruang III/a;
b. Ujian dinas Tingkat II untuk kenaikan pangkat dari Penata
Tingkat I, golongan ruang III/d menjadi Pembina, golongan
ruang IV/a.
Pasal 31
(1) Ujian dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dilaksanakan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
(2) Ketentuan teknis mengenai pelaksanaan ujian dinas diatur lebih
lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 32
Dikecualikan dari ujian dinas, bagi Pegawai Negeri Sipil yang :
a. akan diberikan kenaikan pangkat karena telah menunjukkan
prestasi kerja luar biasa baiknya;
b. akan diberikan kenaikan pangkat karena menemukan penemuan
baru yang bermanfaat bagi negara;
c. diberikan kenaikan pangkat pengabdian karena :
1) mencapai batas usia pensiun;
2) dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi
dalam semua jabatan negeri oleh Tim Penguji Kesehatan.
710

PANGKAT DAN GELAR

d. telah memperoleh :
1) Ijazah Sarjana (S1) atau Diploma IV untuk ujian dinas
Tingkat I;
2) Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah lain yang setara,
Spesialis I, Spesialis II, Magister (S2) atau Doktor (S3) untuk
ujian dinas Tingkat I atau ujian dinas Tingkat II.
BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 33
Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih rendah tidak boleh
membawahi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi, kecuali
membawahi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional
tertentu.
Pasal 34
Pegawai Negeri Sipil yang pangkatnya telah mencapai pangkat
tertinggi dalam jenjang pangkat yang ditentukan untuk jabatan
struktural dapat diberikan kenaikan pangkat reguler setingkat lebih
tinggi berdasarkan jenjang pangkat sesuai dengan pendidikan yang
dimiliki.
Pasal 35
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat dari Dinas
Prajurit Wajib, diangkat kembali pada instansi semula.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat
dari Dinas Prajurit Wajib, tidak dapat diangkat kembali sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
diangkat kembali dalam pangkat yang sekurang-kurangnya sama
dengan pangkat terakhir yang dimilikinya sebelum menjalankan
Dinas Prajurit Wajib.
(4) Pemberian pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
dilaksanakan dengan memperhitungkan penuh masa kerja dan
dengan memperhatikan pangkat yang dimilikinya selama
menjalankan Dinas Prajurit Wajib.

PANGKAT DAN GELAR

711

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 36
Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah
ini telah menduduki jabatan struktural dan pangkatnya masih 1
(satu) tingkat di bawah jenjang pangkat terendah yang ditentukan
untuk jabatannya, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi
pada periode kenaikan pangkat setelah berlakunya Peraturan
Pemerintah ini.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Ketentuan teknis yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini, diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
Pasal 38
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, maka :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 tentang
Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Tahun 1980 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3256);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1983 tentang Perlakuan
Terhadap Calon Pegawai Negeri Sipil Yang Tewas atau Cacat
Akibat Kecelakaan Karena Dinas (Lembaran Negara Tahun 1983
Nomor 1);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1991 tentang Kenaikan
Pangkat Pegawai Negeri Sipil Secara Langsung (Lembaran Negara
Tahun 1991 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3438);
d. Segala peraturan perundang-undangan yang bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini,dinyatakan tidak berlaku.

712

PANGKAT DAN GELAR

Pasal 39
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2000
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000
NOMOR 196
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan II
ttd.
Edy Sudibyo

PANGKAT DAN GELAR

713

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 12 TAHUN 2002
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2000
TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

bahwa untuk meningkatkan prestasi kerja dan


pengabdian Pegawai Negeri Sipil kepada negara
serta mewujudkan keadilan dalam memberikan
penghargaannya, dipandang pertu mengubah
beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri Sipil dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar


1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara 3890);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

714

PANGKAT DAN GELAR

Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun


1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3848);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977
tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3098)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun
2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 49);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000
tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan,
dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000
tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 195,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4016)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 (Lembaran
Negara Tahun 2002 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4192);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 196,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4017);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN
PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL
PANGKAT DAN GELAR

715

Pasal 1
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun
2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil diubah, sebagai
berikut :
1. Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 4
Periode kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada
tanggal 1 April dan Oktober setiap tahun ditentukan lain dalam
Peraturan Pemerintah ini.
2. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Kenaikan pangkat reguler diberikan kepada Pegawai Negeri
Sipil termasuk Pegawai Negeri Sipil yang :
a. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak
menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional
tertentu; dan
b. dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar
instansi induk dan tidak menduduki jabatan pimpinan yang
telah ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan
fungsional tertentu.
(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan sepanjang tidak melampaui pangkat atasan
langsungnya.
3. Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 7
Kenaikan pangkat reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6, dapat diberikan setingkat lebih tinggi apabila :
716

PANGKAT DAN GELAR

a. sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat


terakhir; dan
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
4. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut;
Pasal 8
Kenaikan pangkat reguler bagi Pegawai Negeri Sipil diberikan
sampai dengan :
a. Pengatur Muda, golongan ruang ll/a bagi yang memiliki Surat
Tanda Tamat Belajar Sekolah Dasar;
b. Pengatur, golongan ruang ll/c bagi yang memiliki Surat Tanda
Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama;
c. Pengatur Tingkat, golongan ruang ll/d bagi yang memiliki Surat
Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat
Pertama;
d. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b bagi yang memiliki
Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas,
Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 3 (tiga) tahun, Sekolah
Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 4 (empat) tahun, Ijazah
Diploma I, atau Ijazah Diploma II;
e. Penata, golongan ruang III/c bagi yang memiliki Ijazah
Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, Ijazah Diploma III, Ijazah
Sarjana Muda, Ijazah Akademi, atau Ijazah Bakaloreat;
f. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d bagi yang memiliki
Ijazah Sarjana (S1) atau Ijazah Diploma IV;
g. Pembina, golongan ruang IV/a bagi yang memiliki Ijazah
Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister (S2) atau Ijazah
lain yang setara;
h. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b bagi yang memiliki
Ijazah Doktor (S3).
5. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :

PANGKAT DAN GELAR

717

Pasal 9
Kenaikan pangkat pilihan diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil
yang :
a. menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional
tertentu;
b. menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya
ditetapkan dengan Keputusan Presiden;
c. menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya;
d. menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara;
e. diangkat menjadi pejabat negara;
f. memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar/ljazah;
g. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki
jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu;
h. telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar; dan
i.

dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh diluar instansi


induknya yang diangkat dalam jabatan pimpinan yang telah
ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional
tertentu.

6. Ketentuan Pasal 11 dihapus.


7. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga seluruhnya menjadi
berbunyi. sebagai berikut :
Pasal 12
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural dan
pangkatnya masih satu tingkat di bawah jenjang pangkat
terendah yang ditentukan untuk jabatan itu, dapat dinaikkan
pangkatnya setingkat lebih tinggi, apabila
a. telah 1 (satu) tahun dalam pangkat yang dimilikinya;
b. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan
struktural yang didudukinya; dan
c. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.

718

PANGKAT DAN GELAR

8. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi


sebagai berikut:
Pasal 18
(1) Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh :
a. Surat Tanda Tamat Belajar/ljazah Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama atau yang setingkat dan masih
berpangkat Juru Muda Tingkat I, golongan ruang Juru,
golongan ruang I/c;
b. Surat Tanda Tamat Belajar/ljazah Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas, Diploma I atau yang setingkat dan masih
berpangkat Juru Tingkat I, golongan ruang I/d ke bawah
dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Muda,
golongan ruang II/a;
c. Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Guru Pendidikan
Luar Biasa atau Diploma II dan masih berpangkat Pengatur
Muda, golongan ruang I/a ke bawah, dapat dinaikkan
pangkatnya menjadi Pengatur Muda Tingkat I, golongan
ruang ll/b;
d. Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi, atau Ijazah Diploma
III, dan masih berpangkat Pengatur Muda Tingkat I,
golongan ruang II/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya
menjadi Pengatur, golongan ruang II/c;
e. Ijazah Sarjana (31), atau Ijazah Diploma IV dan masih
berpangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d ke
bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda,
golongan ruang III/a;
f. Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister (S2)
atau Ijazah lain yang setara, dan masih berpangkat
Penata Muda, golongan ruang III/a ke bawah, dapat
dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Tingkat I,
golongan ruang III/b;
g. Ijazah Doktor (S3) dan masih berpangkat Penata Muda
Tingkat I, golongan ruang III/b ke bawah, dapat dinaikkan
pangkatnya menjadi Penata, golongan ruang III/c.
(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dapat diberikan apabila :

PANGKAT DAN GELAR

719

a. diangkat dalam jabatan/diberi tugas yang memeRIukan


pengetahuan/keahlian yang sesuai dengan Ijazah yang
diperoleh;
b. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat
terakhir,
c. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
benilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir;
d. memenuhi jumlah angka kredit yang ditentukan bagi yang
menduduki jabatan fungsional tertentu; dan
e. lulus ujian penyesuaian kenaikan pangkat.
9. Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 20
(1) Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan tugas belajar apabila
telah lulus dan memperoleh :
a. Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau Ijazah
Diploma II, dan masih berpangkat Pengatur Muda
golongan ruang II/a ke bawah, dinaikkan pangkatnya
menjadi Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b;
b. Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi, atau Ijazah
Diploma III dan masih berpangkat Pengatur Muda Tingkat
I, golongan ruang II/b ke bawah, dinaikkan pangkatnya
menjadi Pengatur, golongan ruang II/c;
c. Ijazah Sarjana (S1), atau Ijazah Diploma IV dan masih
berpangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d ke
bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda,
golongan ruang III/a;
d. Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister (S2)
atau Ijazah lain yang setara, dan masih berpangkat
Penata Muda, golongan ruang III/a ke bawah, dinaikkan
pangkatnya menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan
ruang III/b;
e. Ijazah Doktor (S3) dan masih berpangkat Penata Muda
Tingkat I, golongan ruang III/b ke bawah, dinaikkan
pangkatnya menjadi Penata, golongan ruang III/c.

720

PANGKAT DAN GELAR

(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),


diberikan apabila :
a. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat
terakhir; dan
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
10. Ketentuan Pasal 27 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 27
(1) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau akan
diberhentikan dengan normal dengan hak pensiun karena
mencapai batas usia pensiun, dapat diberikan kenaikan
pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi, apabila :
a. memiliki masa bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
Selama :
1) sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun secara terus
menerus dan sekurang-kurangnya telah 1 (satu) bulan
dalam pangkat terakhir;
2) sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun secara terus
menerus dan sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun
dalam pangkat terakhir; atau
3) sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun secara terus
menerus dan sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun
dalam pangkat terakhir.
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
c. tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau
berat dalam 1 (satu) tahun terakhir.
(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
mulai berlaku :
a. tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan meninggal
dunia;
b. tanggal 1 (satu) pada bulan Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan diberhentikan dengan hormat dengan hak
pensiun.
PANGKAT DAN GELAR

721

11. Ketentuan Pasal 29 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi


sebagai berikut :
Pasal 29
Calon Pegawai Negeri Sipil yang oleh Tim Penguji Kesehatan
dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam
semua jabatan negeri, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
dan diberikan kenaikan pangkat berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
12. Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 32
Dikecualikan dari ujian dinas, bagi Pegawai Negeri Sipil yang :
a. akan diberikan kenaikan pangkat karena telah menunjukkan
prestasi kerja yang luar biasa baiknya;
b. akan diberikan kenaikan pangkat karena menemukan
penemuan baru yang bermanfaat bagi negara;
c. diberikan kenaikan pangkat pengabdian karena :
1) mencapai batas usia pensiun;
2) dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja
lagi dalam semua jabatan negeri oleh Tim Penguji
Kesehatan.
d. telah memperoleh :
1) Ijazah Sarjana (S1) atau Diploma IV untuk ujian dinas
Tingkat I;
2) Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker, Magister (S2), dan Ijazah
lain yang setara atau Doktor (S3), untuk ujian dinas
Tingkat I atau ujian dinas Tingkat II.
13. Ketentuan Pasal 36 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 36
Kenaikan pangkat yang telah ditetapkan sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini sepanjang tidak bertentangan dengan

722

PANGKAT DAN GELAR

peraturan perundang-undangan yang berlaku, dinyatakan tetap


berlaku.
Pasal 2
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 April 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 17 April2002
SEKRETARIS NEGARA
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002
NOMOR 32
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan II
ttd
Edy Sudibyo

PANGKAT DAN GELAR

723

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2002
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2000
TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL

1. UMUM
Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas
prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan terhadap Negara. Selain itu, kenaikan pangkat
juga dimaksudkan sebagai dorongan kepada Pegawai Negeri
Sipil untuk lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdiannya.
Untuk dapat lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdian
Pegawai Negeri Sipil kepada Negara serta mewujudkan keadilan
dalam memberikan penghargaannya, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri Sipil, perlu diubah sesuai dengan prinsip
pembtnaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar sistem prestasi kerja
dan sistem karier yang dititik beratkan pada sistem prestasi
kerja.
2. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat(1)
Huruf a
Pegawai Negeri Sipil yang mengikuti tugas belajar
merupakan tenaga terpilih, oleh sebab itu selama
724

PANGKAT DAN GELAR

melaksanakan tugas belajar Pegawai Negeri Sipil yang


bersangkutan harus dibina kenaikan pangkatnya.
Huruf b
Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan atau
diperbantukan berdasarkan ketentuan Pasal ini adalah
Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan atau
diperbantukan secara penuh pada proyek pemerintah,
organisasi profesi, negara sahabat, atau badan
internasional dan badan swasta yang ditentukan.
Kenaikan pangkat reguler bagi Pegawai Negeri Sipil
tersebut dibatasi sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali
selama dalam penugasan/perbantuan,
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Huruf a sampai dengan huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan ijazah lain yang setara adalah
ijazah yang dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi yang
bobot untuk memperolehnya setara dengan ijazah
dokter, ijazah apoteker dan ijazah Magister (S2), yang
penetapan kesetaraannya dilaksanakan oleh Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional.
Penjelasan ini berlaku selanjutnya untuk pengertian
yang sama dalam Peraturan Pemerintah ini.
Huruf h
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas

PANGKAT DAN GELAR

725

Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memperoleh dalam ketentuan
ini, termasuk bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah
memiliki Surat Tanda Tamat Belajar/ljazah yang
diperoleh sebelum yang bersangkutan diangkat
menjadi calon Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas

726

PANGKAT DAN GELAR

Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 4193

PANGKAT DAN GELAR

727

KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 512/KEP/1983
TENTANG
JENJANG PANGKAT BAGI PEJABAT KOMUNIKASI
PADA PUSAT KOMUNIKASI DEPARTEMEN LUAR NEGERI,

KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA


Menimbang

: a. bahwa terdapat sejumlah Pegawai Negeri Sipil


yang ditugaskan sebagai tenaga Sandi pada
Pusat Komunikasi Departemen Luar Negeri,
b. bahwa dalam rangka pembinaan kepangkatan
bagi Pegawai Negeri Sipil tersbut, dipandang perlu
menetapkan jenjang pangkat bagi Pejabat
Komunikasi pada Pusat Komunikasi Departemen
Luar Negeri.

Mengingat

: 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang


Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972
tentang Badan Administrasi Kepegawaian
(Lembaran Negara Tahun 1972 Nomor 42);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980
(tentang pengangkatan dalam Pangkat Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980
Nomor 6. Tambahan Lembaran Negara Nomor
3156);

728

PANGKAT DAN GELAR

Memperhatikan : Surat Menteri Luar Negeri Nomor 4480182/12


tanggal 9 September 1962
MEMUTUSKAN
Menetapkan

: KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI


KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG JENJANG
PANGKAT BAGI PEJABAT KOMUNIKASI PADA
PUSAT KOMUNIKASI DEPARTEMEN NEGERI,
Pasal 1

Jenjang pangkat bagi Pejabat Komunikasi pada Pusat Komunikasi


Departemen Luar Negeri adalah sebagai tersebut dalam lampiran
Keputusan ini.
Pasal 2
Jenjang pangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 digunakan
sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikan pangkat Pegawai
Negeri Sipil yang ditugaskan sebagai tenaga sandi pada Pasal 1
Komunikasi Departemen Luar Negeri.
Pasal 3
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditelapkan dan digunakan
sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikan pangkat mulai
Tahun Anggaran 1982/1983.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Pebruari 1983
KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
AE MANIHURUK
PANGKAT DAN GELAR

729

BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA


Jl. Let. Jend. Sutoyo No. 12
Telp. 8010321 8093008, Fax. 8090421
Jakarta Timur 13640
KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR 170 TAHUN 1999
TENTANG
PENGECUALIAN DARI UJIAN DINAS TINGKAT III
BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MEMILIKI IJAZAH
PASCA SARJANA (STRATA-2) IJAZAH SPESIALIS I,
DAN ATAU IJAZAH/GELAR DOKTOR (STRATA 3),
IJAZAH SPESIALIS II
KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA,

Menimbang : a. bahwa terdapat sejumlah Pegawai Negeri Sipil yang


memiliki atau memperoleh ijazah Pasca Sarjana
(Strata-2), Ijazah Spesialis I, dan atau ijazah/gelar
Doktor (Strata-3), Ijazah Spesialis II;
b. bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (2) huruf h dan i
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980
tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai
Negeri Sipil, kenaikan pangkat reguler bagi Pegawai
Negeri Sipil yang memiliki ijazah Pasca Sarjana dan
Ijazah Spesialis I adalah sampai dengan pangkat
Pembina golongan ruang IV/a, dan yang memiliki
ijazah/gelar Doktor dan ijazah Spesialis II adalah
sampai dengan pangkat Pembina Tingkat I
golongan ruang IV/b;
c. bahwa Pegawai Negeri Sipil yang telah memiliki atau
memperoleh ijazah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dianggap telah mempunyai kecakapan
untuk melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya;
730

PANGKAT DAN GELAR

d. bahwa berhubung dengan itu, bagi Pegawai Negeri


Sipil dimaksud perlu dikecualikan/dibebaskan dari
Ujian Dinas Tingkat III untuk kenaikan pangkat
dari Penata Tingkat I golongan ruang III/d menjadi
Pembina golongan ruang IV/a;
Mengingat : 1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian (Lembara Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3041);
2. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1980 tentang
Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 6,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3156);
3. Keputusan Presiden Nomor 143 Tahun 1998 tentang
Badan Administrasi Kepegawaian Negara;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG PENGECUALIAN
DARI UJIAN DINAS TINGKAT III BAGI PEGAWAI
NEGERI SIPIL YANG MEMILIKI IJAZAH PASCA
SARJANA (STRATA-2) IJAZAH SPESIALIS I, DAN
ATAU IJAZAH/GELAR DOKTOR (STRATA-3), IJAZAH
SPESIALIS II.
Pasal 1
(1) Pegawai Negeri Sipil yang memiliki ijazah Pasca Sarjana (Strata2), ijazah/gelar Doktor (Strata-3) dan atau yang sederajat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dikecualikan/dibebaskan dari Ujian Dinas Tingkat III untuk
kenaikan pangkat dari Penata Tingkat I golongan ruang III/d
menjadi Pembina Golongan Ruang IV/a.
(2) Ijazah Pasca Sarjana, ijazah Doktor dan atau yang sederajat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah ijazah yang
diperoleh dari lembaga pendidikan yang telah diakreditasi.

PANGKAT DAN GELAR

731

Pasal 2
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Juni 1999
KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
SOFIAN EFFENDI

732

PANGKAT DAN GELAR

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA


NOMOR : 06 TAHUN 2001
TENTANG
JENJANG PANGKAT JABATAN PIMPINAN PADA
PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI

KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

Menimbang

a. bahwa dalam rangka pembinaan karier Pegawai


Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri,
perlu ditetapkan jenjang pangkat jabatan
pimpinan pada Perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri;
b. bahwa jenjang pangkat jabatan pimpinan pada
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Badan Kepegawaian Nomor 42 Tahun 1991
tentang Perubahan atas Lampiran Keputusan
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 037/KEP/1985 tentang Jenjang
Pangkat Jabatan Pimpinan pada Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri, dipandang
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
keadaan;
c. bahwa berhubung dengan itu perlu ditetapkan
kembali jenjang pangkat jabatan pimpinan pada
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;

PANGKAT DAN GELAR

733

Mengingat

1. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang


Perubahan atas Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000
tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
dalam Jabatan Struktural;
4. Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1976
tentang Susunan Organisasi Perwakilanperwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri;
5. Keputusan Presiden Nomor 95 Tahun 1999
tentang Badan Kepegawaian Negara

Memperhatikan : Surat usul dari Sekretaris Jenderal Departemen


Luar Negeri Nomor 1149/KP/XI/2000/02 tanggal
31 Oktober 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN
NEGARA TENTANG JENJANG PANGKAT
JABATAN PIMPINAN PADA PERWAKILAN
REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI
Pasal 1
Jenjang pangkat bagi jabatan pimpinan pada Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri adalah sebagai tersebut dalam lampiran
keputusan ini.
Pasal 2
Jenjang pangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 digunakan
sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikan pangkat Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan pimpinan/struktural pada
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.

734

PANGKAT DAN GELAR

Pasal 3
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan pimpinan/struktural
pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 4
Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 037/Kep/1985 tentang
Jenjang Pangkat Jabatan Pimpinan pada Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri, sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor
42 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Lampiran Keputusan Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 037/Kep/1985
tentang Jenjang Pangkat Jabatan Pimpinan pada Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 5
Keputusan ini disampaikan kepada pejabat yang berkepentingan
untuk diindahkan dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Pasal 6
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal : 22 Maret 2001
KEPALA
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
PROF. DR. PRIJONO TJIPTOHERIJANTO

PANGKAT DAN GELAR

735

Lampiran
Keputusan Kepala Badan
Kepegawaian Negara
Nomor : 06 Tahun 2001
Tanggal : 22 Maret 2001
JENJANG PANGKAT JABATAN PIMPINAN PADA PERWAKILAN
REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI
JABATAN PIMPINAN
JENJANG PANGKAT
NO. ESELON PADA PERWAKILAN RI PANGKAT
GOL
PANGKAT
DI LUAR NEGERI
PERMULAAN RUANG
TERTINGGI
1
2
3
4
5
6

GOL.
RUANG
7

A. Jabatan Pada Perwakilan Diplomatik


1
2

II.a
III.a

Wakil Kepala Perwakilan


Kepala Bidang
Kepala Bagian
Kepala Sub Bidang
Kepala Sub Bagian

Pembina
Utama Muda
Pembina
Pembina
Penata
Penata

IV/c
IV/a
IV/a
III/c
III/c

Pembina Utama
Madya
Pembina Tingkat I
Pembina Tingkat I
Penata Tingkat I
Penata Tingkat I

IV/d
IV/b
IV/b
III/d
III/d

B. Jabatan Pada Perwakilan Konsuler

II.a

III.a

IV.a

Kepala Perwakilan
Konsulat Jenderal
Kepala Perwakilan
Konsulat
Kepala Bidang
Kepala Bagian
Kepala Sub Bidang
Kepala Sub Bagian

Pembina
Utama Muda
Pembina
Utama Muda
Pembina
Pembina
Penata
Penata

IV/c
IV/c
IV/a
IV/a
III/c
III/c

Pembina Utama
Madya
Pembina Utama
Madya
Pembina Tingkat I
Pembina Tingkat I
Penata Tingkat I
Penata Tingkat I

IV/d
IV/d
IV/b
IV/b
III/d
III/d

KEPALA
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
PROF. DR. PRIJONO TJIPTOHERIJANTO

736

PANGKAT DAN GELAR

Jakarta, 24 Nopember 1977


Kepada
Yth. 1. Semua Menteri yang
memimpin Departemen
2. Jaksa Agung.
3. Semua Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen.
4. Semua Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara.
5. Semua Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I.
6. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II.

SURAT-EDARAN
NOMOR 21/SE/1977
TENTANG
PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG LEBIH RENDAH
PANGKATNYA MEMBAWAHI SECARA LANGSUNG
PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG LEBIH TINGGI
PANGKATNYA

1.

Dengan ini diberitahukan dengan hormat, bahwa berdasarkan


laporan-laporan yang diterima oleh Badan Administrasi
Kepegawaian Negara, sampai saat ini di beberapa instansi masih
terdapat Pegawai Negeri Sipil yang lebih rendah pangkatnya
membawahi secara langsung Pegawai Negeri Sipil yang lebih
tinggi pangkatnya. Umpamanya :

PANGKAT DAN GELAR

737

a.

Seorang Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur


golongan ruang II/c diangkat menjadi Penilik Sekolah,
sedangkan Kepala Sekolah Dasar yang di bawah penilikannya
ada yang berpangkat Penata Muda Golongan III/a.

b.

Seorang Pegawai Negeri sipil yang berpangkat Pengatur


golongan ruang II/c, diangkat menjadi Kepala Sekolah
Dasar, sedangkan guru yang menjadi bawahannya ada
yang berpangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d.

c.

Seorang Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Muda


Tingkat I golongan ruang III/b diangkat menjadi Kepala
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, sedangkan guru yang
menjadi bawahannya ada yang berpangkat Penata Tingkat
I golongan III/d,

d.

Seorang Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Muda


Tingkat I golongan ruang III/b diangkat menjadi Kepala
Kantor Departemen di Kabupaten, sedangkan bawahannya
ada yang berpangkat Penata golongan ruang III/c.

e.

Dan lain-lain.

2.

Sebagaimana diketahui, bahwa dalam Undang-undang Nomor


8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Pasal 17
ayat (2) digariskan dengan tegas, bahwa pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil dalam sesuatu jabatan dilaksanakan dengan
memperhatikan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan
itu. Dalam penjelasan Pasal 17 ayat (2) tersebut ditegaskan,
bahwa dalam rangka pelaksanaan sistem karier dan system
prestasi kerja maka harus ada pengkaitan yang erat antara
kepangkatan dan jabatan, atau dengan perkataan lain perlu
adanya pengaturan tentang jenjang kepangkatan pada setiap
jabatan. Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam suatu jabatan
pangkatnya harus sesuai dengan pangkat yang ditetapkan untuk
jabatan itu. Dalam jabatan struktural, Pegawai Negeri Sipil yang
berpangkat lebih rendah tidak dapat membawahi langsung
Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi.

3.

Sebagai akibat dari keadaan yang digambarkan diatas, maka


terdapat sejumlah Pegawai Negeri Sipil yang walaupun mereka
telah memenuhi syarat-syarat kenaikan pangkat, tetapi tidak
dapat dinaikkan pangkatnya karena atasan langsungnya masih

738

PANGKAT DAN GELAR

memiliki pangkat yang lebih rendah. Hal ini sangat merugikan


Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
4.

Dalam rangka usaha melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri


Sipil berdasarkan sistem karier sebagaimana ditentukan dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, maka kami minta dengan
sangat perhatian Saudara atas Surat Edaran Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 15/SE/1975 tanggal
27 Oktober 1975, yaitu hendaknya Saudara dapat mengambil
langkah-langkah yang diperlukan, agar dalam waktu yang singkat
jangan ada lagi Pegawai Negeri Sipil yang lebih rendah pangkatnya
membawahi langsung Pegawai Negeri Sipil yang lebih tinggi
pangkatnya, antara lain dengan cara mengadakan pemindahan
jabatan seperlunya.

5.

Untuk kepentingan pembinaan Pegawai Negeri Sipil dengan


sebaik-baiknya, maka sangat diharapkan perhatian Saudara akan
maksud Surat Edaran ini.

6. Atas perhatian Saudara lebih dahulu kami ucapkan banyak


terima kasih.
KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
A. E. MANIHURUK

Tembusan Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada :


1. Bapak Presiden, sebagai laporan.
2. Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, sebagai laporan.
3. Menteri/Sekretaris Negara, sebagai laporan.
4. Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur
Jenderal, dan Kepala Badan/Pusat.
PANGKAT DAN GELAR

739

5. Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen/Pimpinan Instansi


Vertikal.
6. Pertinggal.

740

PANGKAT DAN GELAR

Jakarta, 8 Januari 1987


Kepada
Yth. 1. Semua
Menteri
Kabinet
Pembangunan IV
2. Jaksa Agung
3. Panglima Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia
4. Semua Pimpinan Kesekretariat
Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara
5. Semua Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen
6. Semua Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I
7. Semua Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II
di
T E M PAT
SURAT-EDARAN
Nomor 01/SE/1987
TENTANG
PEDOMAN PERSAMAAN PANGKAT/GOLONGAN RUANG
GAJI ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA
REPUBLIK INDONESlA DENGAN PEGAWAI NEGERI SlPIL
1.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1960 tentang


Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil ditentukan,
bahwa anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI),
dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan pensiunan
anggota ABRI dapat diangkat menjadi Pegawai bulanan
disamping pensiun dengan keterangan sebagai berikut:
a. Dalam Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 1980 ditentukan anggota ABRI dapat diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil apabila memenuhi syarat-syarat
kesehatan dan umurnya sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun
PANGKAT DAN GELAR

741

di bawah usia Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan


perundang-undangan yang berlaku dan kepadanya diberikan
pangkat yang sesuai dengan jenjang pangkat dalam jabatan
yang akan dipangkunya dengan memperhatikan
pengalaman dan pangkat terakhir yang dimilikinya sebagai
anggota ABRI,
b. Berdasarkan Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun
1980 tersebut ditentukan bahwa pensiunan Pegawai Negeri
yang mempunyai keahlian yang sangat diperlukan dapat
diangkat menjadi Pegawai Bulanan disamping pensiun untuk
paling lama 5 (lima) tahun. Apabila ada anggota ABRI yang
beralih menjadi Pegawai Negeri Sipil atau pensiunan anggota
ABRI yang akan diangkat menjadi Pegawai bulanan
disamping pensiun, maka pangkat dan atau golongan
ruangnya adalah sebagai tersebut dalam lampiran Surat
Edaran ini.
2.

Apabila dalam melaksanakan Surat Edaran ini dijumpai kesulitan


supaya ditanyakan kepada Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara untuk mendapat penyelesaian.

3.

Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaikbaiknya.


KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
A. E. MANIHURUK

TEMBUSAN Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada :


1. Bapak Presiden Republik Indonesia sebagai laporan
2. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
3. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, sebagai laporan.
4. Menteri/Sekretaris Negara, sebagai laporan.

742

PANGKAT DAN GELAR

5
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Kepala Staf TNI Angkatan Darat.


Kepala Staf TNI Angkatan Laut.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal
dan Kepala Badan/Pusat
Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen/Pimpinan instansi
Vertikal
Direktur Perbendaharaan Negara.
Semua Kepala kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran.
Semua Kepala Kantor Perbendaharaan Negara.
Pertinggal

PANGKAT DAN GELAR

743

LAMPIRAN
SURAT EDARAN KEPALA BADAN
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR
: 01/SE/1987
TANGGAL : 8 JANUARI 1987

PEDOMAN PERSAMAAN PANGKAT/GOLONGAN RUANG GAJI


ANGGOTA ABRI DENGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

NO
.

ABRI

PEGAWAI NEGERI SIPIL


GOL. RUANG
PANGKAT
GAJI MENURUT
PGPNS 1977
3
4

1.

Jenderal/Laksamana/
Marsekal

Pembina Utama

IV/e

2.

Letnan Jenderal/
Laksamana Madya/
Marsekal Madya

Pembina Utama

IV/e

3.

Mayor Jenderal/
Laksamana Muda/
Marsekal Muda

Pembina Utama

IV/e

4.

Brigadir Jenderal/
Laksamana Pertama/
Marsekal Pertama madya

Pembina Utama
Madya

IV/d

5.

Kolonel

Pembina Utama
Muda

IV/c

6.

Letnan Kolonel

Pembina
Tingkat I

IV/b

7.

Mayor

Pembina

IV/a

a. Penata

III/d

Tingkat I

b. Penata

744

PANGKAT DAN GELAR

III/c

KETERANGAN

Apabila menjabat
sekurangkurangnya
jabatan eselon III
atau telah
sekurangkurangnya 4
tahun
dalam pangkat
Kapten

8.

Letnan Satu

Penata Muda
Tingkat I

9.

Letnan Dua

Penata Muda

10.

a. Pembantu Letnan Satu


b. Pembantu Letnan Dua

Pengatur
Tingkat I

11.

Sersan Mayor

Pengatur

12.

a. Sersan Kepala
b. Sersan Satu

Pengatur Muda
Tingkat I

13.

Sersan Dua

Pengatur Muda

14.

Kopral Satu

Juru Tingkat I

15.

Kopral Dua

Juru

16.

Prajurit Satu/Kelasi Satu/


Bhayangkara satu

Juru Muda
Tingkat I

17.

Prajurit Dua/Kelasi Dua/


Bhayangkara Dua

Juru Muda

KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
A. E. MANIHURUK

PANGKAT DAN GELAR

745

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK. 12/A/OT/IX/2004/01
TENTANG
PELEBURAN GOLONGAN PEJABAT ADMINISTRASI
KE DALAM GOLONGAN PEJABAT DIPLOMAT KONSULER
MENTERI LUAR NEGERI
Menimbang :

a. bahwa perubahan dan perkembangan yang


terjadi di tingkat nasional dan internasional telah
memberikan tantangan dan sekaligus peluang
yang lebih besar bagi penyelenggaraan hubungan
luar negeri dan politik luar negeri sehingga
diperlukan penataan profesi dan peningkatan
kualitas pelaksana diplomasi;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan capaian hasil
kinerja pelaksanaan tugas di bidang politik luar
negeri dan hubungan luar negeri, diperlukan
pejabat dinas luar negeri yang mempunyai
kemampuan diplomasi yang handal, berdayaguna
dan berhasilguna;
c. bahwa Organisasi Perwakilan Republik Indonesia
telah diperbaharui dan disesuaikan untuk
menjawab tantangan dan kebutuhan serta
diarahkan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas
dan kinerja perwakilan.
d. bahwa sehubungan dengan hal-hal diatas maka
perlu menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri

746

PANGKAT DAN GELAR

tentang peleburan antara golongan Pejabat


Administrasi dengan golongan Pejabat Diplomatik
Konsuler.
e. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.06/A/
OT/V/2004/01 tahun 2004 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Perwakilan di Luar Negeri beserta
lampirannya;
f. Keputusan menteri Luar Negeri Nomor SK 279/
OR/VIII/83/01 tahun 1983 tentang Peraturan
Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG


PELEBURAN GOLONGAN PEJABAT ADMINISTRASI
KE DALAM GOLONGAN PEJABAT DIPLOMATIK
KONSULER
Pasal 1

(1) Terhitung mulai tanggal ditetapkannya Keputusan ini, Pejabat


Administrasi dilebur ke dalam golongan Pejabat Diplomatik
Konsuler, dan selanjutnya dinyatakan tidak ada lagi dalam sistim
Kepegawaian Dinas Luar Negeri Departemen Luar Negeri.
(2) Prosedur dan mekanisme peleburan diatur dalam lampiran
Keputusan ini, dan merupakan bagian tidak terpisah dari
keputusan ini.
Pasal 2
Para Pejabat Administrasi berhak untuk menentukan sendiri pilihan
kelanjutan jalur karirnya yaitu pada jalur karir diplomatik atau pada
jalur karir non diplomatik.
Tim Pendukung Baperjakat.
Pasal 6
(1) Pendidikan berjenjang yang terhutang tersebut harus sudah
diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) tahun
dihitung sejak tanggal berlakunya Keputusan ini.
PANGKAT DAN GELAR

747

(2) Apabila pendidikan berjenjang terhutang tidak diselesaikan dalam


kurun waktu tersebut, maka Pejabat Administrasi yang
bersangkutan disamakan menjadi Pejabat Diplomatik Konsuler
satu tingkat atau dua tingkat di bawah gelar Diplomatik yang
disandangnya, sebanding dengan pendidikan berjenjang yang
belum dijalankannya.
Pasal 7
Para Pejabat administrasi yang sudah berada di perwakilan pada
saat ditetapkannya Keputusan ini tetap melaksanakan tugas
administrasi dan keuangan sampai dengan :
a. Berakhirnya masa penugasannya di Perwakilan; atau
b. Sampai tibanya pejabat non diplomatik pengganti pelaksana tugas
administrasi dan keuangan Perwakilan; atau
c. Dialihkannya yang bersangkutan ke unit kerja operasional
Perwakilan dimaksud.
Pasal 8
(1) Dengan dileburkannya golongan Pejabat Administrasi ke dalam
golongan Pejabat Diplomatik Konsuler maka pelaksanaan tugas
administrasi dan keuangan di Perwakilan dilakukan oleh Pejabat
non diplomatik yaitu BPKRT (Bendaharawan dan Penata
Kerumahtanggaan Perwakilan).
a. Melaksanakan tugas administrasi dan keuangan Perwakilan
secara mandiri.
b. Ditempatkan ke Perwakilan untuk melaksanakan tugas-tugas
substantif operasional.
c. Pada kedua bentuk penugasan di atas mantan Pejabat
Administrasi memiliki tugas dan kewajiban membantu Head
of Chancery (Kepala Operasional Perwakilan) dan memberikan
bimbingan serta mendampingi BPKRT dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya.
2) Keputusan penetapan penugasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (1) di atas dilakukan oleh Tim
Pendukung Baperjakat.

748

PANGKAT DAN GELAR

Pasal 12
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 03 September 2004
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
HASAN WIRAJUDA

PANGKAT DAN GELAR

749

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA

Tanggal

KONSEP NO. 137951

09 September 2002

PPO PERWAKILAN RI :
NO
PRO
EX
RE

:
:
:
:

ALL PERWAKILANS

023506
KEPPRI
KARO KEPEG
BATAS WAKTU PENERIMAAN USUL KENAIKAN
PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL

MERUJUK SURAT KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NO.


K.26-12/V.57-6/99 TANGGAL 17 JULI 2002 PERIHAL TERSEBUT
DIATAS BERSAMA INI DENGAN HORMAT DISAMPAIKAN :
A.

BATAS WAKTU PENERIMAAN USUL KENAIKAN PANGKAT


PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN TEMBUSAN USUL KENAIKAN
PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PUSAT MULAI PANGKAT
JURU MUDA TK. I GOLONGAN RUANG I/B KE ATAS BESERTA
KELENGKAPANNYA UNTUK PERIODE 1 OKTOBER 2002,
SELAMA MASA TRANSISI, SUDAH DITERIMA Dl BKN
SELAMBAT-LAMBATNYA PADA TANGGAL 31 DESEMBER 2002.

B.

BATAS WAKTU PENERIMAAN USUL KENAIKAN PANGKAT DAN


TEMBUSAN USUL KENAIKAN PANGKAT BESERTA
KELENGKAPAN NYA, UNTUK PERIODE 1 APRIL 2003/HARUS
SUDAH DITERIMA Dl BKN SELAMBAT-LAMBATNYA PADA
TANGGAL 31 MARET 2003, DAN UNTUK PERIODE 1
OKTOBER 2003 HARUS SUDAH DITERIMA SELAMBATLAMBATNYA PADA TANGGAL 30 SEPTEMBER 2003.

C.

SELANJUTNYA DAN UNTUK SETERUSNYA BATAS WAKTU


PENERIMAAN USUL KENAIKAN PANGKAT DAN TEMBUSAN
USUL KENAIKAN PANGKAT BESERTA KELENGKAPANNYA
SEBAGAIMANA TERSEBUT PADA HURUF A Dl ATAS UNTUK
PERIODE 1 APRIL HARUS SUDAH DITERIMA Dl BKN
SELAMBAT-LAMBATNYA PADA TANGGAL 31 MARET, DAN
UNTUK 1 OKTOBER HARUS SUDAH DITERIMA SELAMBATLAMBATNYA PADA TANGGAL 30 SEPTEMBER SETIAP
TAHUNNYA.

750

PANGKAT DAN GELAR

D.

APABILA USUL KENAIKAN PANGKAT, TEMBUSAN USUL


KENAIKAN PANGKAT BESERTA KELENGKAPANNYA
SEBAGAIMANA TERSEBUT PADA HURUF A, B DAN C Dl ATAS
DISAMPAIKAN KEPADA KEPALA BKN MELEBIHI BATAS
WAKTU YANG TELAH DITENTUKAN PADA HURUF A, B DAN
C. DIATAS, MAKA MASA BERLAKUNYA KENAIKAN PANGKAT
PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERSANGKUTAN AKAN Dl
PERTIMBANGKAN DAN DITETAPKAN UNTUK PERIODE
BERIKUTNYA.

SEHUBUNGAN DENGAN HAL TERSEBUT Dl ATAS, KAMI


MENGHARAPKAN AGAR BERKAS USULAN KE NAIKAN PANGKAT
PEGAWAI NEGERI SIPIL DARI UNIT KERJA SAUDARA SELAMBATLAMBATNYA DAPAT KAMI TERIMA 1 (SATU) BULAN SEBELUM
BATAS AKHIR PENYAMPAIAN BERKAS USULAN DITERIMA BKN.
DEMIKIAN UMP TTKHBS

Biaya pengawatan dibebankan kepada

DEPLU

CC : MENLU, SEKJEN, IRJEN, DJ. ASPASAF. DJ. AMEROP. DJ. KS.


ASEAN, DJ. M-1, DJ. IDPPI, DJ. PROTKONS, KA. BPPK, KA. BAM,
BIRO KEU BIRO KEPEG, BAGMUT D.N.

PANGKAT DAN GELAR

751

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI

Tanggal : 01 OKTOBER 2004


PRO PERWAKILAN RI :

KONSEP NO : 2750A
SEMUA PERWAKILAN

SANGAT SEGERA
NO
PRO
EX
RE

:
:
:
:

044308
ALL PERWAKINS
SEKJEN
PERIODE KENAIKAN GELAR DIPLOMATIK

Merujuk pokok kawat disampaikan bahwa berdasarkan rekomendasi


tp baperjakat tgl. 9 September 2004, pimpinan deplu memutuskan
hals sbb :
1. dalam rangka penyeragaman periode kenaikan gelar diplomatik
dengan kenaikan pangkat pgpns maka atas rekomendasi tp
bpjk diputuskan bahwa periode kenaikan gelar diplomatik akan
dilakukan pada setiap tgl 1 april dan 1 oktober.
2. bagi pejabat yang dapat disetujui kenaikan gelar atau kenaikan
pangkatnya, yg periode kenaikan tsb tmt 1 januari 2005, maka
periode kenaikannya dimajukan menjadi tmt 1 oktober 2004,
bagi pejabat yg kenaikannya tmt 1 juli 2005, maka kenaikannya
akan dimajukan menjadi tmt 1 april 2005.
3. berkaitan dgn butir 2, bagi pejabat yang sedang penempatan di
perwakilan ri, maka tunjangan luar negeri berdasarkan kenaikan
gelarnya yg baru, akan dibayarkan tetap mulai tmt 1 januari
2005 untuk kebaikan tmt 1 oktober 2004 et dibayarkan tmt 1
juli 2005 yang kenaikan tmt 1 april 2005.
4. Pejabat yang sedang mengajukan usulan kenaikan gelar
diplomatik akan diproses sesuai dgn ketentuan ts.
aa. Kebijakan ini berlaku mulai juni 2003.
Dmk ump ttkhbs
Biaya Pengawatan dibebankan kepada : DEPLU
752

PANGKAT DAN GELAR

CC : MENLU, SEKJEN, IRJEN, KABAM, KARO KEPEG, KARO KEU,


BAG MUTASI LN
Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per
surat kepada Pusat Komunikasi Deplu

PANGKAT DAN GELAR

753

PETUNJUK PELAKSANAAN
No. KP. 0618/JUKLAK/94/12
TENTANG PERCEPATAN KENAIKAN TINGKAT
PEJABAT DINAS LUAR NEGERI

I.

PENDAHULUAN
Dalam rangka program pembinaan, pengembangan karier dan
peningkatan mutu Pejabat Dinas Luar Negeri (PDLN), dipandang
perlu untuk segera mengeluarkan Petunjuk Pelaksanaan tentang
Percepatan Kenaikan Tingkat Pejabat Dinas Luar Negeri.

II. DASAR
1. UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
2. UU No. 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat
Pegawai Negeri Sipil.
3. PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil.
4. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK 236/OR/V/83/01
Tahun 1983 tentang Kebijaksanaan Kepegawaian
Departemen Luar Negeri.
5. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK.279/OR/VIII/83/01
Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar PDLN.
6. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SP/1410/DN/M/1981
Tahun 1931 tentang Disiplin Bagi Pegawai Departemen Luar
Negeri.
7. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK.029/OR/X/84/01
Tahun 1984 tentang Perubahan Pasal 8 Kepmenlu No.SP/
1527/DN/X/1982 Tentang Program Kaderisasi.
III.PELAKSANAAN
1. Percepatan Kenaikan Tingkat dimungkinkan dapat diberikan
setingkat lebih tinggi apabila PDLN yang bersangkutan
754

PANGKAT DAN GELAR

minimal telah 3 (tiga) tahun dalam tingkat PKN yang


dimilikinya dan penilaian pelaksanaan pekerjaan minimal 2
(dua) tahun berturut-turut bernilai rata-rata amat baik.
2. Untuk Percepatan Kenaikan Tingkat dari Sekretaris Ketiga
menjadi Sekretaris Kedua yang perlu diperhatikan adalah
DP3 bernilai rata-rata amat baik dimana unsur-unsur
(a) prestasi kerja
(b) tanggung jawab
(c) kerjasama
(d) prakarsa
sebaiknya bernilai amat baik.
3. Untuk Percepatan Kenaikan Tingkat dari Sekretaris Kedua
menjadi Sekretaris Pertama, sampai dengan Minister
Counsellor yang perlu diperhatikan adalah DP3 benilai ratarata amat baik 2 (dua) tahun berturut-turut dimana unsurunsur
(a) Kepemimpinan
(b) Prakarsa
(c) tanggung jawab
(d) prestasi kerja
(e) kerjasama
harus bernilai amat baik.
4. Percepatan Kenaikan Tingkat memperhatikan pula Credit
Point lainnya, antara lain : PDLN yang diusulkan termasuk
peringkat 10 (sepuluh) besar dalam SEKDILU, SESDILU dan
SESPARLU, berhasil lulus Pasca Sarjana atau aktif dalam
Konfrensi-konfrensi lntemasional dan lain sebagainya yang
dipandang positif oleh Pimpinan.
5. Percepatan Kenaikan Tingkat dapat diberikan kepada PDLN
yang diusulkan antara 3 (tiga) bulan sampai dengan 1 (satu)
tahun bergantung kepada kriteria yang telah ditentukan di
atas serta penilaian khusus Pimpinan.
6. Percepatan Kenaikan Tingkat dimungkinkan dapat diberikan
apabila PDLN yang diusulkan tidak/belum pernah dijatuhi :

PANGKAT DAN GELAR

755

6.1 Hukum Disiplin Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana yang


diatur dalam PP No 30 Tahun 1980 dalam pasal 6 ayat
(3) dan (4), yaitu :
6.1.1. Jenis hukuman disiplin sedang
6.1.2. Jenis hukuman disiplin berat
6.2 Hukuman Disiplin bagi Pegawai Departemen Luar Negeri,
sebagaimana yang diatur dalam SK Menlu No.SP/1410/
DN/M/1981 dalam pasal 3, yaitu :
6.2.1. Penarikan dari penempatannya di luar negeri
6.2.2. Penangguhan penempatan di luar negeri
6.2.3. Dikeluarkan dari Dinas Luar Negeri
6.2.4. Penangguhan Kenaikan Tingkat PDLN
6.3 Tuntutan Ganti Rugi sebagaimana diatur dalam ICW
7. Percepatan Kenaikan Tingkat dimungkinkan dapat diberikan
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali selama menjadi PDLN dan
secara akumulatif berjumlah tidak lebih dari 3 (tiga) tahun.
8. Dimungkinkan seorang PDLN yang pernah memperoleh
Percepatan, Kenaikan 1 (satu) tahun dapat memperoleh
percepatan kenaikan tingkat selama 6 (enam) sampai
dengan 9 (sembilan) bulan.
9. Dimungkinkan seorang PDLN yang pernah memperoleh
percepatan kenaikan tingkat kurang dari 1 (satu) tahun
dapat memperoleh percepatan kenaikan tingkat 1 (satu)
tahun.
10. Bila usul percepatan kenaikan tingkat dari Perwakilan, maka
sebaiknya perlu mendapat dukungan tertulis dari Pembina
atau Unit Operasional terkait, yaitu :
10.1. Untuk PDK, sebaiknya ada dukungan dan Ses Ditjen
terkait.
10.2. Untuk PA, sebaiknya ada dukungan dari Kepala Biro
Keuangan.
10.3. Untuk PS, sebaiknya ada dukungan dari Kepala Pusat
Komunikasi.
Hal ini diperlukan dengan pertimbangan bahwa para pejabat
tersebut termasuk Pembina.

756

PANGKAT DAN GELAR

IV. P E N U T U P
Petunjuk pelaksanaan ini agar dilaksanakan dengan sebaiksebaiknya tidak, menutup kemungkinan adanya kebijaksanaan
baru dari Pimpinan Departemen Luar Negeri.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 23 Maret 1994.
KEPALA BIRO KEPEGAWAIAN
ttd
HARINGUN HARDJOTANOJO

PANGKAT DAN GELAR

757

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOTA DINAS
Nomor
: 1611/KP/VII/2004/19
Kepada Yth. : Sdr. Ses. Ditjen ASPASAF
Sdr. Ses. Ditjen AMEROP
Sdr. Ses. Ditjen Kerjasama ASEAN
Sdr. Ses. Ditjen M. POLSOSKAM
Sdr. Ses. Ditjen M. EKUBANG
Sdr. Ses. Ditjen IDP-PI
Sdr. Ses. Ditjen PROTKONS
Sdr. Ses. ITJEN
Sdr. Ses. BPPK
Sdr. Kepala Biro Administrasi Menteri
Sdr. Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi
Sdr. Kepala Biro Keuangan
Sdr. Kepala Biro Hukum
Sdr. Kepala Biro Tata Usaha dan PeRIengkapan
Sdr. Kepala PUSDIKLAT
Sdr. Kepala PUSKOM
Tembusan
: 1. Yth. Bapak Sekretaris Jenderal (sebagai laporan)
2. Yth. Para Pejabat Eselon II
Dari
: Kepala Biro Kepegawaian
Lampiran
: 1 (satu) berkas
Perihal
: Penyeragaman Nota Usulan Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri Sipil Pada Unit-Unit Kerja di Deplu
dan Perwakilan

Bersama ini dengan hormat, disampaikan bahwa dalam


rangka membenahi dan mempercepat proses administrasi kenaikan
pangkat Pegawai Negeri Sipil Departemen Luar Negeri, Biro
Kepegawaian melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Penyeragaman bentuk nota usulan kenaikan pangkat Pegawai
Negeri Sipil dari Unit-unit kerja di Departemen Luar Negeri dan
Perwakilan, seperti contoh terlampir yang disesuaikan dengan
format dari Badan Kepegawaian Negara.

758

PANGKAT DAN GELAR

2. Batas waktu pengajuan usulan kenaikan pangkat sudah


harus diterima oleh Biro Kepegawaian dengan ketentuan
sebagai berikut :

Untuk kenaikan pangkat T.M.T. 1 April, paling lambat akhir


bulan Pebruari.

Untuk kenaikan pangkat T.M.T. 1 Oktober, paling lambat


akhir bulan Agustus

Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengharapkan


bantuan Saudara untuk selanjutnya pengajuan usulan kenaikan
pangkat PNS agar memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut di
atas.
Demikianlah, atas perhatian dan kerjasama Saudara kami
ucapkan terima kasih.

Jakarta, 29 Agustus 2005


ttd
M. Ibnu Said
NIP. 020003570

PANGKAT DAN GELAR

759

Contoh
Nota Usul Kenaikan Pangkat

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


Republik Indonesia
NOTA RAHASIA
Nomor
Kepada
Tembusan
Dari
Lampiran
Perihal
1
2
3
4
5

7
8
9
10
11
12
13

:
:
:
:
:
:

NAMA
NIP / KARPEG
TEMPAT, TANGGAL LAHIR
PENDIDIKAN
PANGKAT SAAT INI

PANGKAT / GOLONGAN

TMT PANGKAT

MASA KERJA GOLONGAN


PANGKAT YANG DIUSULKAN

PANGKAT / GOLONGAN

TMT PANGKAT

MASA KERJA GOLONGAN


JABATAN
TMT JABATAN
DIKLAT STRUKTURAL TERAKHIR
ALASAN PENGUSULAN
(BERDASARKAN PP NO. 12 TH 2002)
NILAI RATA-RATA DP 3
(2 TAHUN TERAKHIR)
JUMLAH ANGKA KREDIT
(DIISI UNTUK FUNGSIONAL)
ATASAN LANGSUNG

NAMA

NIP

PANGKAT/GOLONGAN

JABATAN

TH :

TH :
KENAIKAN PANGKAT PILIHAN
KENAIKAN PANGKAT REGULER

Jakarta,

NIP :

760

PANGKAT DAN GELAR

(_______________)

Contoh Isian
Nota Usul Kenaikan Pangkat

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


Republik Indonesia
NOTA RAHASIA
Nomor
Kepada
Tembusan
Dari
Lampiran
Perihal

1
2
3
4
5

7
8
9
10
11
12
13

:
:
:
:
:
:

Yth. Sdr. Kepala Biro Kepegawaian


Yth. Sdr. Sekretaris Inspektorat Jenderal
Sekretaris Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika
1 (satu) berkas
Usul Kenaikan Pangkat Sdr. Rizky Suharlan, S.IP, NIP 0200055XX
dari Penata Muda Tk. I Gol III/b Menjadi Penata Gol. III/C

NAMA
NIP / KARPEG
TEMPAT, TANGGAL LAHIR
PENDIDIKAN
PANGKAT SAAT INI

PANGKAT / GOLONGAN

TMT PANGKAT

MASA KERJA GOLONGAN


PANGKAT YANG DIUSULKAN

PANGKAT / GOLONGAN

TMT PANGKAT

MASA KERJA GOLONGAN


JABATAN
TMT JABATAN
DIKLAT STRUKTURAL TERAKHIR
ALASAN PENGUSULAN
(BERDASARKAN PP NO. 12 TH 2002)
NILAI RATA-RATA DP 3
(2 TAHUN TERAKHIR)
JUMLAH ANGKA KREDIT
(DIISI UNTUK FUNGSIONAL)
ATASAN LANGSUNG

NAMA

NIP

PANGKAT/GOLONGAN

JABATAN

RIZKY SUHARLAN, S.IP.


0200055XX/F. 1234XX
BANDUNG, 09 NOVEMBER 1970
S1
TH : 1994
PENATA MUDA TK. I / GOL III/b
01 APRIL 1999
08 TH 0 BL
PENATA / GOL III/C
01 APRIL 2003
08 TH 0 BL
KEPALA SUB BAGIAN
23 OKTOBER 2003
DIKLAT PIM TK IV
TH : 2002
KENAIKAN PANGKAT PILIHAN
KENAIKAN PANGKAT REGULER
TH 2001 BAIK, TH 2002 BAIK
PRIYADI
0200035XX
PEMBINA/GOL IV/a
KEPALA BAGIAN

Jakarta,

(_______________)
NIP :

PANGKAT DAN GELAR

761

762

XII
PENEMPATAN PEGAWAI

763

764

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK.08/A/KP/VI/2004/01
TENTANG
PENEMPATAN SUAMI ISTERI YANG MEMPUNYAI STATUS
DIPLOMAT PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa perubahan dan perkembangan yang terjadi


di tingkat nasional dan internasional, telah
memberikan peluang dan tantangan yang lebih
besar bagi penyelenggaraan hubungan luar negeri
dan pelaksanaan politik luar negeri sehingga
diperlukan peningkatan kesiapan sumber daya
manusia yang memadai;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja
Diplomasi Indonesia secara berkesinambungan
dipandang perlu untuk mengoptimalkan potensi
sumber daya manusia yang mempunyai kualifikasi
Pejabat Dinas Luar Negeri;
c. bahwa di lingkungan Departemen Luar Negeri
terdapat pasangan suami isteri yang mempunyai
status Diplomat Pejabat Dinas Luar Negeri;
d. bahwa sehubungan dengan hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam huruf, a, b, dan c perlu
PENEMPATAN PEGAWAI

765

menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri


tentang Penempatan Suami Isteri yang mempunyai
Status Diplomat Pejabat Dinas Luar Negeri;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 156; Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3882);
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108
Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri;
3. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.279/
OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Peraturan
Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri;
4. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor 70/OR/X/
87/01 Tahun 1987 tentang Jenjang Gelar
Kepangkatan bagi Pejabat Dinas Luar Negeri Pada
Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri;
5. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 053/
OT/II/2002/01 Tahun 2002 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri;
6. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 06/A/
OT/V/2004/01 Tahun 2004 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di Luar
Negeri beserta lampirannya;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG
PENEMPATAN SUAMI ISTERI YANG MEMPUNYAI
STATUS DIPLOMAT PEJABAT DINAS LUAR NEGERI
Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Pejabat Dinas Luar Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Departemen Luar Negeri yang telah mengikuti

766

PENEMPATAN PEGAWAI

pendidikan dan latihan khusus untuk bertugas di Departemen


Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia.
2. Diplomat adalah Pejabat Dinas Luar Negeri yang telah mengikuti
dan lulus pendidikan khusus diplomatik konsuler, dan diangkat
sebagai diplomat oleh Menteri Luar Negeri.
3. Pasangan Diplomat Suami Isteri adalah diplomat Indonesia yang
berstatus suami isteri.
4. Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, yang selanjutnya
disebut Perwakilan adalah Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan
Konsuler Republik Indonesia yang mewakili dan memperjuangkan
kepentingan Bangsa, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia
secara keseluruhan di Negara Penerima dan atau pada Organisasi
Internasional.
5. Tunjangan Keluarga adalah tunjangan yang diberikan kepada
suami atau istri atau anak yang sah dari Diplomat Indonesia di
luar negeri.
Pasal 2
(1) Setiap diplomat Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang
sama dalam penugasan dan pengembangan karir
diplomatiknya;
(2) Penempatan ke perwakilan dan pengembangan karier Diplomat
Indonesia didasarkan pada kompetensi dan kecakapan subtantif
masing-masing Diplomat yang bersangkutan.
Pasal 3
(1) Pertimbangan kompetensi dan kecakapan subtantif dari masingmasing suami isteri, ketersediaan lowongan di Perwakilan,
pertimbangan efisiensi serta kedekatan dalam jarak yang
memungkinkan kesatuan keluarga (family union ), menjadi
pedoman dalam penetapan penempatan pasangan diplomat
suami istri di Perwakilan;
(2) Pasangan diplomat Indonesia suami istri masing-masing dapat
ditempatkan pada Perwakilan Republik Indonesia ditempatkan
pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri menurut urutan
prioritas kebijakan;
(a) pada dua perwakilan yang berdekatan dalam satu negara
akreditasi;
PENEMPATAN PEGAWAI

767

(b) Pada dua perwakilan yang berdekatan pada dua negara


akreditasi;
(c) Pada satu perwakilan.
Pasal 4
(1) Masing-masing dari pasangan diplomat suami istri berhak memilih
untuk melakukan tugasnya sebagai Diplomat Indonesia atau
memilih mengikuti pasangannya;
(2) Keinginan untuk menentukan pilihan sebagaimana tersebut pada
ayat 1 di atas harus dinyatakan secara tertulis dan disampaikan
oleh pasangan yang bersangkutan kepada Sekretaris Jenderal
melalui Ketua Tim Pendukung Baperjakat.
Pasal 5
(1) Semua ketentuan tentang penempatan Pejabat Dinas Luar
Negeri di Perwakilan berlaku bagi Pasangan diplomat suami
isteri yang masing-masing ditempatkan di Perwakilan kecuali
yang menyangkut status keikutsertaan anak, masa
penempatan serta hak-hak keuangan yang diatur secara
tersendiri dalam keputusan ini;
(2) Anak yang berhak mendapat tunjangan keluarga harus
ditetapkan terlebih dahulu oleh suami istri yang bersangkutan
sebelum ditugaskan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri, kecuali dalam hal pasangan Diplomat Indonesia
ditempatkan di Perwakilan yang sama.
Pasal 6
Pasangan Diplomat Indonesia suami isteri yang ditempatkan pada
Perwakilan yang berbeda, diberikan :
a. Semua hak keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
kecuali tunjangan isteri atau suami;
b. Tunjangan anak diberikan kepada salah satu pasangan diplomat
suami isteri yang diikuti anak tersebut.

768

PENEMPATAN PEGAWAI

Pasal 7
Pasangan diplomat suami isteri yang ditempatkan pada Perwakilan
yang sama atau pada Perwakilan yang berbeda tetapi di kota yang
sama, diberikan :
a. Semua haknya sesuai ketentuan yang berlaku, kecuali tunjangan
suami atau istri;
b. Tunjangan anak, sewa rumah, biaya penampungan hotel, dan
ongkos perjalanan pindah hanya diberikan kepada salah satu
yaitu yang memiliki gelar diplomatik yang lebih tinggi.
Pasal 8
Pasangan diplomat suami isteri yang ditempatkan secara terpisah
wajib menjaga dan memelihara keutuhan rumah tangganya.
Pasal 9
Pasangan diplomat suami isteri yang mengikuti penempatan isteri
atau suaminya di Perwakilan dapat mengajukan :
a. Cuti di luar tanggungan negara; atau
b. Permohonan ijin tugas belajar atas biaya sendiri
Pasal 10
(1) Pasangan diplomat suami isteri yang mengajukan cuti di luar
tanggungan negara, dikenai segala ketentuan tentang cuti di luar
tanggungan negara;
(2) Kepada isteri atau suami sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) di atas diberikan tunjangan isteri atau suami sesuai peraturan
yang berlaku.
(3) Dalam hal salah satu dari pasangan diplomat suami isteri
mengajukan ijin cuti tugas belajar atas biaya sendiri pada
lembaga pendidikan atau universitas yang terakreditasi baik,
maka :
a. Kepada yang bersangkutan diberikan tunjangan isteri atau
suami sesuai dengan peraturan yang berlaku;
b. Gaji dan tunjangan lainnya di dalam negeri dihentikan;

PENEMPATAN PEGAWAI

769

c. Masa keberadaannya di luar negeri diperhitungkan sebagai


masa kerja.
Pasal 11
Pasangan diplomat suami isteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 diatas, mendapatkan hak keuangan dan hak-hak lainnya yang
diberikan hanya kepada diplomat yang ditempatkan di Perwakilan.
Pasal 12
Agar masa penempatan di Perwakilan RI di luar negeri dan/atau di
dalam negeri bagi pasangan diplomat suami isteri dapat dilakukan
secara bersamaan, maka penempatan pasangan diplomat suami
isteri diatur sebagai berikut :
a. Penempatan pasangan diplomat suami isteri di Perwakilan dilakukan
setelah terpenuhinya masa penempatan di dalam negeri;
b. Masa penempatan di dalam negeri bagi pasangan diplomat suami
isteri sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;
c. Masa tugas di Perwakilan bagi pasangan diplomat suami isteri
paling lama 4 (empat) tahun;
d. Atas pertimbangan kepentingan dinas, masa penempatan
pasangan diplomat suami isteri dapat ditetapkan 4 (empat) tahun
di dalam negeri dan 3 (tiga) tahun di luar negeri;
e. Apabila saat penempatan ke atau saat penarikan dari Perwakilan
antara diplomat suami isteri tidak sama, maka selisih waktu
keberangkatan atau penarikan pasangan diplomat suami isteri
tersebut paling lama adalah maksimum 1 (satu) tahun.
Pasal 13
(1) Apabila salah satu pasangan diplomat suami isteri tersebut
ditempatkan sebagai Kepala Perwakilan atau Wakil Kepala
Perwakilan, maka isteri atau suami wajib mendampingi
pasangannya di Perwakilan tempat tugasnya bukan sebagai
Pejabat Dinas Luar Negeri;
(2) Isteri atau suami yang mendampingi tersebut dapat mengambil
cuti di luar tanggungan negara.

770

PENEMPATAN PEGAWAI

Pasal 14
Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Luar
Negeri Nomor SK/101/PK/VII/96/01 tentang Penugasan Suami dan
Isteri yang mempunyai Kualifikasi Pejabat Dinas Luar Negeri dinyatakan
tidak berlaku lagi.
Pasal 15
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 08 Juni 2004
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. N. HASSAN WIRAJUDA

PENEMPATAN PEGAWAI

771

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK.65/OR/VI/84/01 TAHUN 1984
TENTANG
PEDOMAN PENEMPATAN ATASE PERTAHANAN
DAN ATASE TEKNIS PADA PERWAKILAN
REPUBLIK INDONESIA Dl LUAR NEGERI

MENTERI LUAR REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

a. bahwa dianggap perlu adanya keseragaman


dalam pengertian dan pelaksanaan mengenai
penempatan Atase Pertahanan dan Atase
Teknis pada Perwakilan Republik Indonesia di
luar negeri;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan pedoman
penempatan Atase Pertahanan dan Atase
Teknis;

Mengingat

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia


Nornor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Organisasi Departemen.
2. Keputusan Presiden RI Nomor 51 Tahun 1976
tentang Pokok-pokok Organisasi Perwakilan
RI di Luar Negeri.
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan
Organisasi Departemen.

772

PENEMPATAN PEGAWAI

4. Keputusan Menteri Luar Negeri Republik


Indonesia Nomor SK.562/BU/III/79/01
Tahun 1979 tentang Susunan Organisasi
Perwakilan-Perwakilan Republik Indonesia di
Luar Negeri.
5. Keputusan Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia Nomor SK.00705/OR/VI/81/01
Tahun 1981 tentang Tata Kerja Umum
Perwakilan-Perwakilan Republik Indonesia di
Luar Negeri,
6. Keputusan Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia Nomor SK.279/OR/VIII/83/01
Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat
Dinas Luar Negeri.
MEMUTUSKAN
Menetapkan

: KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN
PENEMPATAN ATASE PERTAHANAN DAN ATASE
TEKNIS PADA PERWAKILAN REPUBLIK
INDONESIA Dl LUAR NEGERI.
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1

Yang dimaksud dalam Keputusan ini dengan :


(1)

Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang selanjutnya


disebut Perwakilan adalah satu-satunya aparatur negara
yang mewakili kepentingan negara Republik Indonesia secara
keseluruhan di negara lain atau organisasi internasional,

(2)

Negara Penerima adalah negara tempat adanya Perwakilan.

(3)

Perwakilan Diplomatik adalah Perwakilan yang kegiatannya


meliputi segala kepentingan Negara Republik Indonesia dan
yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara

PENEMPATAN PEGAWAI

773

penerima, atau yang bidang kegiatannya meliputi bidang


kegiatan suatu Organisasi Internasional.
(4)

Perwakilan Konsuler adaiah Perwakilan yang kegiatannya


meliputi semua kepentingan negara Republik Indonesia di
bidang Konsuler dan mempunyai wilayah kerja tertentu atau
lebih pada organisasi internasional.

(5)

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh adalah Pejabat


negara yang mewakili negara dan Kepala Negara Republik
Indonesia di satu negara tertentu atau lebih atau pada
organisasi internasional.

(6)

Konsul Jenderal dan Konsul yang memimpin Perwakilan


Konsuler adalah Pejabat yang mewakili negara Republik
Indonesia di bidang Konsuler.

(7)

Atase Pertahanan adalah Pegawai Negeri suatu Departemen


atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
diperbantukan pada Departemen Luar Negeri dan ditempatkan
di Perwakilan dengan status diplomatik untuk melaksanakan
tugas-tugas Perwakilan di bidang Pertahanan Keamanan.

(8)

Atase Teknis adalah Pegawai Negeri suatu Departemen atau


Lembaga Pemerintah Non Departemen yang diperbantukan
pada Departemen Luar Negeri dan ditempatkan pada
Perwakilan dengan status diplomatik untuk melaksanakan
tugas-tugas teknis, sesuai dengan tugas pokok Departemen
atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
berkepentingan.

(9)

Status Diplomatik adalah kedudukan dan hak-hak diplomatik


yang didapat dari negara asing untuk Pejabat-pejabat tertentu
yang ditetapkan oleh negara Republik Indonesia atas azas
timbal balik.

(10) Pejabat Dinas Luar Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil di


lingkungan Departemen Luar Negeri yang dapat ditugaskan
pada Perwakilan RI di luar negeri setelah memenuhi syaratsyarat tertentu menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(11) Gelar Jabatan adalah gelar yang dapat berupa diplomatik
atau konsuler yang diberikan kepada seseorang sehubungan
dengan jabatan yang dipangkunya baik di Perwakilan Diplomatik
maupun Konsuler, terlepas dari kedudukan atau tingkat
kepangkatan pegawai negeri di dalam negeri.

774

PENEMPATAN PEGAWAI

(12) Gelar Kepangkatan adalah gelar yang hanya diberikan kepada


Pegawai Departemen Luar Negeri yang melakukan tugas pada
Perwakilan Diplomatik, setelah memenuhi syarat-syarat tertentu
dan menurut tingkat kepangkatan masing-masing.
(13) Pejabat Perwakilan adalah Pejabat-pejabat Dinas Luar Negeri
dan Pejabat-pejabat dari luar Departemen luar Negeri yang
diperbantukan pada Departemen Luar Negeri dan ditempatkan
pada Perwakilan.
BAB II
PENENTUAN, PENGANGKATAN, PENEMPATAN DAN
PEMINDAHAN
Pasal 2
(1) Penentuan adanya jabatan Atase Pertahanan ditetapkan oleh
Menteri Luar Negeri atas usul Menteri Pertahanan Keamanan
dan mendapat persetujuan dan negara pertama.
(2) Penentuan adanya jabatan Atase Teknis ditetapkan oleh Menteri
Luar Negeri setelah mendapat persetujuan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Keuangan, atas
usul Menteri atau Ketua Lembaga Pemerintah Non Departemen
yang bersangkutan.
Pasal 3
Pengangkatan penempatan dan pemindahan Atase Pertahanan dan
Atase Teknis ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Luar Negeri
atas usul Menteri atau Ketua Lembaga Pemerintah Non Departemen
yang berkepentingan.
Pasal 4
Masa jabatan/tugas Atase Pertahanan dan Atase Teknis pada
Perwakilan, adalah sama dengan yang berlaku bagi Pejabat
Perwakilan.

PENEMPATAN PEGAWAI

775

BAB III
GELAR JABATAN
Pasal 5
Kepada Pejabat Perwakilan dari luar Departemen Luar Negeri dengan
status diplomat!k diberikan gelar jabatan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
Kepada Atase Pertahanan dan Atase Teknis tidak diberikan gelar
kepangkatan.
BAB IV
PRESEANCE
Pasal 7
Preseance pejabat-pejabat Perwakilan diatur dengan keputusan
Menteri Luar Negeri tersendiri.
BAB V
KEUANGAN DAN PERIENGKAPAN
Pasal 8
Anggaran Bidang Pertahanan dan Bidang Teknis merupakan bagian
anggaran Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen
yang berkepentingan.
Pasal 9
Pengelolaan keuangan dan peRIengkapan Bidang Pertahanan dan
Bidang Teknis dilakukan oleh Perwakilan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 10
Penyusunan rencana anggaran Bidang Pertahanan dan Bidang Teknis
dibuat oleh Kepala Bidang yang bersangkutan bersama Kepala bagian
Administrasi Perwakilan dan diketahui oleh Kepala Perwakilan.

776

PENEMPATAN PEGAWAI

Pasal 11
Tunjangan luar negeri Atase Pertahanan dan Atase Teknis ditetapkan
oleh Menteri Luar Negeri.
BAB VI
TATA KERJA
Pasal 12
Pejabat Perwakilan wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi
dan sinkronisasi untuk menjamin tercapainya daya guna dan hasil
guna sesuai dengan tugas pokoknya.
Pasal 13
(1)

Dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas, Atase Teknis


bertanggung jawab langsung kepada Kepada Perwakilan.

(2)

Kerjasama antar bidang diatur oleh Kepala Perwakilan sesuai


dengan Pembidangan yang ada pada Perwakilan.
Pasal 14

Hubungan Komunikasi timbal balik antara Departemen atau Lembaga


Pemerintah Non Departemen dengan Atase Pertahanan dan Atase
Teknis di Perwakilan, dilakukan melalui Departemen Luar Negeri.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 15
Atase Pertahanan dan Atase Teknis pada Perwakilan tidak dibenarkan
merangkap jabatan lain di luar bidang tugasnya yang telah
ditentukan.
Pasal 16
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam keputusan ini akan diatur
lebih lanjut dengan keputusan Menteri Luar Negeri.

PENEMPATAN PEGAWAI

777

Pasal 17
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 6 Juni1984
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

778

PENEMPATAN PEGAWAI

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOTA DINAS
Nomor

1012/KP/III/2006/19

Kepada Yth. :

Para Pejabat Eselon II

Tembusan

1. Yth. Sekretaris Jenderal (sebagai laporan)

2. Yth. Inspektur Jenderal.


3. Yth. Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen
4. Yth. Para Anggota Tim Pendukung Baperjakat
Dari

Kepala Biro Kepegawaian/Ketua Tim Pendukung


Baperjakat

Perihal

Pengusulan Penempatan Pejabat Diplomatik


Konsuler (PDK) ke Perwakilan RI

Merujuk perihal pada pokok Nota, bersama ini dengan hormat


disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Sesuai arahan pimpinan Deplu, Tim Pendukung Baperjakat
menegaskan bahwa penempatan PDK ke Perwakilan RI bukan
merupakan hak pegawai melainkan penugasan yang dilandasi
kepercayaan oleh pimpinan, penghargaan terhadap dedikasi,
loyalitas, prestasi serta kontribusi yang telah diberikan PDK yang
bersangkutan kepada Deplu atau unit kerjanya.
2. Berkaitan dengan hal tersebut, usulan penempatan PDK ke
Perwakilan agar disertai catatan mengenai kontribusi, prestasi
dan disiplin kerja yang bersangkutan serta penilaian pimpinan
unit kerja terhadap PDK yang diusulkan, sebagai dasar
pertimbangan bagi pengusulan penempatan yang bersangkutan.

PENEMPATAN PEGAWAI

779

Demikian disampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan


terima kasih.
Jakarta, 17 Maret 2006
ttd
Priyo Iswanto
NIP. 020004267

780

PENEMPATAN PEGAWAI

Jakarta,
Nomor : 6278/1979/12
Lampiran :
Perihal
: Pengujian Kesehatan
Dalam Rangka Penugasan /
Penempatan di Luar Negeri

September 1979
Kepada Yth.
Sdr. MENTERI

1. Sebagaimana diketahui, sesuai dengan Peraturan


Pemerintah Nomor 26 Tahun 1977 dan Surat Edaran
Kepala BAKN, Nomor 15/SE/1977 tentang Pengujian
Kesehatan Pegawai Negeri Sipil dan tenaga-tenaga
lainnya yang bekerja pada Negara RI, maka pejabatpejabat yang dikenakan pengujian kesehatan tersebut
termasuk pula Pegawai Negeri Sipil yang akan
melaksanakan tugas tertentu diluar negeri.
2. Dalam hubungan ini, maka demi tertib administrasi
diharapkan agar pejabat-pejabat dari Departemen
Saudara yang diperbantukan kepada Departemen Luar
Negeri dan akan bertugas pada Perwakilan RI diluar
negeri hendaknya menyampaikan hasil pengujian
kesehatannya kepada Biro Kepegawaian, Departemen
Luar Negeri dalam rangka proses penempatannya.
3. Ingin kami beritahukan bahwa dalam rangka pelaksanaan
Peraturan Pemerintah tersebut dalam ad.1 pejabatpejabat Departemen Luar Negeri yang akan ditempatkan
pada Perwakilan RI di luar negeri, diwajibkan untuk
mengajukan permintaan pengujian kesehatan kepada
Tim Penguji Kesehatan dari Rumah Sakit Umum Pusat
Jakarta Selatan Fatmawati kepada Isteri para pejabat
yang bersangkutan, untuk kepentingan sendiri, diminta
pula melakukan pemeriksaan kesehatan serupa di rumah
sakit yang sama.
4. Demikian agar maklum adanya dan atas perhatian
Saudara diucapkan banyak terima kasih.
An. MENTERI LUAR NEGERI
SEKRETARIS JENDERAL
ttd
B.S. ARIFIN
NIP. 020000770
PENEMPATAN PEGAWAI

781

Tindasan Disampaikan kepada :


1. Yth. Sdr. Menteri Luar Negeri (sebagai laporan)
2. Yth. Sdr. Menteri Penertiban Aparatur Negara
3. Yth. Sdr. Menteri/Sekretaris Negara
4. Yth. Sdr. Menteri Kesehatan

782

PENEMPATAN PEGAWAI

NOTA EDARAN
Nomor
: 1398/Kepeg/1979
Kepada Yth. : 1. Yth. Sdr. Para Kepala Biro/Direktur/Inspektur/
Kepala Pusat
2. Yth. Sdr. Para Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan
C.c.
: Yth. Sdr. Sekretaris Jenderal (Sebagai Laporan)
Dari
: Kepala Biro Kepegawaian
Perihal
: Pengujian Kesehatan Pejabat Deplu dan isterinya
dalam rangka penempatan diluar negeri.
Lampiran
: 1. Bersama ini diberitahukan dengan hormat, bahwa dalam rangka
terjaminnya kesegaran dan kesehatan jasmani serta rohani
Pegawai Negeri Sipil sehingga mereka dapat melakukan tugas
mereka secara efisien, efektif serta berkelanjutan, maka semua
Pegawai Negeri Sipil termasuk pegawai yang akan melakukan
tugas diluar negeri diwajibkan mengajukan permintaan pengujian
kesehatan, sesuai dengan P.P. Nomor 26 Tahun 1976 dan Surat
Edaran Kepala BAKN No. 15/SE/1977 tanggal 01 Juli 1977.
2. Dalam rangka pelaksanaan ketentuan diatas, untuk kelancaran
dan keteraturan dalam pelaksanaan pengujian kesehatan ini
Tim Penguji Kesehatan Pada Rumah Sakit Umum Jakarta
Selatan Fatmawati telah kami minta untuk melakukan
pengujian kesehatan para pegawai Deplu dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Yang dikenakan pengujian kesehatan ialah para pejabat Deplu
yang akan ditempatkan pada Perwakilan R.I. diluar negeri
termasuk isteri yang bersangkutan.
b. Permintaan pengujian kesehatan kepada Tim Penguji
Kesehatan dilakukan dengan surat dari Biro Kepegawaian
c.q. Kepala Sub Bagian Kesejahteraan Pegawai.
c. Pengujian kesehatan dilakukan secara lengkap dan mencakup
pemeriksaan paru-paru, jantung, tekanan darah, hati, limpa,
urine dan darah.
d. Pengujian kesehatan dapat dilakukan setiap hari kerja
terkecuali hari Sabtu dan hari libur resmi.

PENEMPATAN PEGAWAI

783

e. Hasil pengujian kesehatan secara tertulis akan disampaikan


oleh Tim Penguji Kesehatan kepada Sub Bagian
Kesejahteraan Pegawai, Biro Kepegawaian 3 hari setelah
pemeriksaan kesehatan dilakukan. Yang bersangkutan dapat
mengetahui hasil pengujian kesehatan melalui pejabat yang
berwenang dari Sub Bagian Kesejahteraan Pegawai tersebut.
f.

Biaya pengujian kesehatan seluruhnya sebesar Rp. 15.000,seorang. Biaya tersebut hendaknya dibayar terlebih dahulu
oleh yang bersangkutan dan kemudian dapat memperoleh
penggantian dari dinas, dengan catatan biaya pengujian
kesehatan untuk isterinya ditanggung sendiri.

Demikianlah agar semua pejabat Deplu yang berkepentingan


maklum dan melaksanakan pengujian kesehatan yang dimaksud
sesuai dengan ketentuan diatas.
Apabila dalam pelaksanaan pengujian kesehatan ini ada yang
belum jelas/ditemui kesulitan hendaknya diajukan kepada/
menghubungi Kepala Sub Bagian Kesejahteraan Pegawai Biro
Kepegawaian.
Jakarta, 20 September 1979
Kepala Biro Kepegawaian
ttd
LEON H. IS. SOEMANTRI
NIP. 020000374

784

PENEMPATAN PEGAWAI

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOTA DINAS
Nomor
: 1709/KP/VIII/2005/19/R
Kepada Yth. : 1. Yth. Sekretaris Ditjen Asia Pasifik dan Afrika
2. Yth. Sekretaris Ditjen Amerika dan Eropa
3. Yth. Sekretaris Ditjen Multilateral Polsoskam
4. Yth. Sekretaris Ditjen Multilateral Ekubang
5. Yth. Sekretaris Ditjen Kerjasama ASEAN
6. Yth. Sekretaris Ditjen Protokol dan Konsuler
Tembusan
: 1. Yth. Sekretaris Jenderal (sebagai laporan)
2. Yth. Penasehat dan Para Anggota TP Baperjakat
3. Yth. Direktur Asia Timur dan Pasifik
4. Yth. Direktur Timur Tengah
5. Yth. Direktur Afrika
6. Yth. Direktur Asia Selatan dan Tengah
7. Yth. Direktur Amerika Utara dan tengah
8. Yth. Direktur Amerika Selatan
9. Yth. Direktur Eropa Barat
10. Yth. Direktur Eropa Tengah dan Timur
11. Yth. Direktur Konsuler
12. Yth. Direktur Perlindungan WNI dan BHI
13. Yth. Para Peserta Pemantapan Substansi
Dari
: Kepala Biro Kepegawaian/Ketua TP Baperjakat
Perihal
: Pemantapan Substansi bagi Pejabat yang akan
Penempatan ke Perwakilan RI di Luar Negeri
Merujuk perihal tersebut di atas, bersama ini dengan hormat
disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Sesuai dengan keputusan TP Baperjakat, pejabat yang akan
ditempatkan di Perwakilan RI (daftar nama terlampir) diharuskan
untuk mengikuti Pemantapan Substansi selama 1 (satu) bulan
pada Direktorat Jenderal Saudara.
PENEMPATAN PEGAWAI

785

2. Pemantapan Substansi ini dimaksudkan untuk lebih mendalami


dan memahami hubungan dan kerjasama antara Indonesia
dengan negara akreditasi mengenai masalah-masalah politik,
ekonomi, sosial budaya, kekonsuleran dan perlindungan WNI &
BHI. Pelaksanaan Pemantapan Substansi diserahkan kepada
masing-masing Direktorat Jenderal dengan pembagian waktu 3
(tiga) minggu untuk masalah-masalah politik, ekonomi, sosial
dan budaya di Direktorat Jenderal regional/multilateral/Kerja Sama
ASEAN dan 1 (satu) minggu untuk masalah-masalah
kekonsuleran dan perlindungan WNI & BHI.
3. Apabila masih dipandang perlu, Saudara dapat menugaskan para
peserta untuk melakukan orientasi kerja ke Departemen/instansi
terkait guna menjalin networking yang diperlukan bagi
pelaksanaan tugas yang bersangkutan di Perwakilan.
4. Sehubungan dengan hal tersebut, dimohon kesediaan Saudara
untuk memberikan Pemantapan Substansi bagi para peserta di
Direktorat Jenderal Saudara terhitung mulai tanggal 30 Agustus
2005 dan memberikan penilaian tentang kesiapan akhir yang
bersangkutan dalam bentuk Surat Keterangan (terlampir).
Jakarta, 29 Agustus 2005
ttd
M. Ibnu Said
NIP. 020003570

786

PENEMPATAN PEGAWAI

DAFTAR PESERTA PEMANTAPAN SUBSTANSI AGUSTUS 2005


30 Agustus 23 September 2005

No

Nama

NIP

Gelar Dipl

Unit Kerja

Ditempatkan di
Perwakilan

A.A. Gde Alit


Santhika

20003637

MC

Dit Polkam ASEAN

Houston

Abdul Kadir Jaelani

20005380

Sekll

Dit Perjanjian
Polkamwil

Jenewa

Achri Jumanto

20004665

Sekll

Setditjen KS ASEAN

Mumbay

Ahmad Daya
Handasah Irfan

20004656

Counsellor

Dit Astimpas

Seoul

Alien Simarmata

20005455

Sekll

Itjen

Praha

Andalusi Aristaputri

20004235

Counsellor

Dit HAM, Man,


Sosbud

Lisabon

Andi Rahadian

20005513

Sekll

Dit PPM

San Fransisco

Dian Nirmalasari

20005879

Sek III

BAM

Perth

Dimas Dwihasta

20005863

Sek III

Dit PPM

Pretoria

20005872

Sek III

Dit Konsuler

Buenos Aires

20005903

Sek III

20004543

Counsellor

20005881

Sek III

BAM

Harare

20002988

MC

P3K2 Aspasaf

BS Begawan

15 Khasan Ashari

20005886

Sek III

Biro Kepegawaian

San Fransisco

16 Lisdar Fauzan

20005912

Sek III

Dit KEKP Non PBB

Paramaribo

20005276

Sek I

Ditjen Ekubang

Canberra

20005775

Sek III

Pusdiklat

Kyiv

19 P Susilo Wahyuntoro 20005600

Sekll

BPO

Songkhla

20 R.M. Michael Tene

20005443

Sekll

Ditjen KS ASEAN

Jenewa

21 Rizky Safary

20005279

Sek I

Dit KS Ekonomi
ASEAN

Songkhla

10 Erna Herlina
11

Harry Rusmana
Irawan

12 Iman P Havid
Ita Anggraeni
Puspitasari
Kardi Ady
14
Zulkarnaen
13

17

Meri Binsar
Simorangkir

18 Nanang S Fadillah

DitKSEkonomi
ASEAN
Dit KS Fungsional
ASEAN

Bucharest
Khartoum

PENEMPATAN PEGAWAI

787

NIP

Gelar Dipl

Unit Kerja

Ditempatkan di
Perwakilan

20005579

Sekll

Dit Astimpas

Brasilia, DF

20005225

Sek I

Dit KIK Aspasaf

Wellington

24 Suri Tauchid Ishak

20004224

Sekll

Dit Afrika

Beirut

T.B.H. Wirjaksana
Adjie

20005288

Sek I

Dit KIPS

New York, PTRI

26 Taufiq Lamsuhur

20005861

Sek III

Dit Erbar

Antananarivo

Uraniwan
Soedarsono

20005463

Sekll

Dit Ertengtim

Sana'a

28 Wahyu Suprobo

20005877

Sek III

Dit MWAK ASEAN

Phnom Penh

29 Wibanarto Eugenius

20004357

Counsellor

Dit Komstan

Vancouver

30 Yusran Hadromi

20005468

Sek II

Itjen

Dar Es Salaam

Dephukham

Kuching

Dephub

Kuala Lumpur

Dephub

Jeddah

No

Nama

Rospinda Uliani
Saragih
Siti Nugraha
23
Mauludiah
22

25

27

31 Yudanus Dekiwanto
32 Bambang S Ervan
Bambang
Sudaryono
Teguh Hendro
34
Cahyono
33

Stafnis
Imigrasi
Atase
120141414
Perhubungan
Stafnis
120143935
Perhubungan
40049131

160045653

Atase Naker

Depnakertrans

Kuala Lumpur

35 Hengki Irzan

160043662

Atase Naker

Depnakertrans

Abu Dhabi

36 R Wisantoro

160045743

Atase Naker

Depnakertrans

Kuwait City

37 Agus Soewandi

160043820 Stafnis Naker

Depnakertrans

Jeddah

38 Sri Setiawati

160034697 Stafnis Naker

Depnakertrans

Hongkong

788

PENEMPATAN PEGAWAI

XIII
PERKAWINAN
DAN
PERCERAIAN

789

790

Bentuk
Oleh
Nomor
Tanggal
Sumber
Tentang
Indeks

:
:
:
:
:
:
:

UNDANG-UNDANG (UU)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
1 TAHUN 1974 (1/1974)
2 JANUARI 1974 (JAKARTA)
LN 1974/1; TLN NO. 3019
PERKAWINAN
PERDATA. Perkawinan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA


Presiden Republik Indonesia,
Menimbang

bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta citacita untuk pembinaan hukum nasional, perlu adanya
Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku
bagi semua warga negara.

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27


ayat (1) dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar
1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Nomor IV/MPR/1973.

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat


Republik Indonesia.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN.


BAB I
DASAR PERKAWINAN
Pasal 1

Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan


seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

791

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan


Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 2
(1).Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2).Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 3
(1).Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh
mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh
mempunyai seorang suami.
(2).Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk
beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak
yang bersangkutan.
Pasal 4
(1).Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang,
sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang
ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan
di daerah tempat tinggalnya.
(2).Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan
izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang
apabila:
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5
(1).Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang
ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;

792

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluankeperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
(2). Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini
tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya
tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi
pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya
selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebabsebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim
Pengadilan.
BAB II
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Pasal 6
(1). Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon
mempelai.
(2). Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai
umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua
orang tua.
(3). Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal
dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan
kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup
diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua
yang mampu menyatakan kehendaknya.
(4). Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam
keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka
izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga
yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus
keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat
menyatakan kehendaknya.
(5). Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang
disebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang
atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya,
maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang
yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang
tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar
orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

793

(6).Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal


ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak
menentukan lain.
Pasal 7
(1).Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur
19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 (enam belas) tahun.
(2).Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat
meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang
ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.
(3).Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau
kedua orang tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4)
Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi
tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).
Pasal 8
Perkawinan dilarang antara dua orang yang:
a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah
ataupun keatas;
b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu
antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua
dan antara seorang dengan saudara neneknya;
c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan
ibu/bapak tiri;
d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan,
saudara susuan dan bibi/paman susuan;
e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau
kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih
dari seorang;
f.

794

mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan


lain yang berlaku, dilarang kawin.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 9
Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak
dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat
(2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 10
Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan
yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara
mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang
bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 11
(1). Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka
waktu tunggu.
(2). Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan
diatur dalam Peraturan Pemerintah lebih lanjut.
Pasal 12
Tata-cara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan
perundang-undangan tersendiri.
BAB III
PENCEGAHAN PERKAWINAN
Pasal 13
Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi
syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Pasal 14
(1). Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam
garis keturunan lurus keatas dan kebawah, saudara, wali nikah,
wali, pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihakpihak yang berkepentingan.
(2). Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga
mencegah berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

795

dari calon mempelai berada di bawah pengampuan, sehingga


dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan
kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya, yang
mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti tersebut
dalam ayat (1) pasal ini.
Pasal 15
Barang siapa karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah
satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan,
dapat mencegah perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi
ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 16
(1).Pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya
perkawinan apabila ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat
(1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini
tidak dipenuhi.
(2).Mengenai Pejabat yang ditunjuk sebagaimana tersebut pada
ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangundangan.
Pasal 17
(1).Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam
daerah hukum dimana perkawinan akan dilangsungkan dengan
memberitahukan juga kepada pegawai pencatat perkawinan.
(2).Kepada calon-calon mempelai diberitahukan mengenai
permohonan pencegahan perkawinan dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini oleh pegawai pencatat perkawinan.
Pasal 18
Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan putusan Pengadilan
atau dengan menarik kembali permohonan pencegahan pada
Pengadilan oleh yang mencegah.
Pasal 19
Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan belum
dicabut.
796

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 20
Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan
atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui
adanya pelanggaran dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal
8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini meskipun tidak
ada pencegahan perkawinan.
Pasal 21
(1). Jika pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa terhadap
perkawinan tersebut ada larangan menurut Undang-undang ini,
maka ia akan menolak melangsungkan perkawinan.
(2). Didalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang
ingin melangsungkan perkawinan oleh pegawai pencatat
perkawinan akan diberikan suatu keterangan tertulis dari
penolakan tersebut disertai dengan alasan-alasan penolakannya.
(3). Para pihak yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan
permohonan kepada pengadilan didalam wilayah mana pegawai
pencatat perkawinan yang mengadakan penolakan berkedudukan
untuk memberikan keputusan, dengan menyerahkan surat
keterangan penolakan tersebut diatas.
(4). Pengadilan akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat
dan akan memberikan ketetapan, apakah ia akan menguatkan
penolakan tersebut ataukah memerintahkan, agar supaya
perkawinan dilangsungkan.
(5). Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang
mengakibatkan penolakan tersebut hilang dan para pihak yang
ingin kawin dapat mengulangi pemberitahuan tentang maksud
mereka.
BAB IV
BATALNYA PERKAWINAN
Pasal 22
Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi
syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

797

Pasal 23
Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu :
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami
atau isteri;
b. Suami atau isteri;
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum
diputuskan;
d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang
ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara
langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah
perkawinan itu putus.
Pasal 24
Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah
satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya
perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru,
dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4
Undang-undang ini.
Pasal 25
Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan
dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau
ditempat tinggal kedua suami isteri, suami atau isteri.
Pasal 26
(1).Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat
perkawinan yang tidak berwenang, wali-nikah yang tidak sah
atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi
dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis
keturunan lurus keatas dari suami atau isteri, jaksa dan suami
atau isteri.
(2).Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan
alasan dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka telah
hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan
akte perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang
tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.

798

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 27
(1). Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan
dibawah ancaman yang melanggar hukum.
(2). Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya
perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri.
(3). Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu
menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan
tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan
pembatalan, maka haknya gugur.
Pasal 28
(1). Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat
beRIangsungnya perkawinan.
(2). Keputusan tidak berlaku surut terhadap :
a. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;
b. Suami atau isteri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali
terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan
didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu;
c. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b
sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik
sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai
kekuatan hukum tetap.
BAB V
PERJANJIAN PERKAWINAN
Pasal 29
(1). Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua
pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian
tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah
mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak
ketiga tersangkut.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

799

(2).Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar


batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
(3).Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
(4).Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat
dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan
untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
Pasal 30
Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Pasal 31
(1).Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan
hidup bersama dalam masyarakat.
(2).Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3).Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Pasal 32
(1).Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2).Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal
ini ditentukan oleh suami isteri bersama.
Pasal 33
Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia
dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
Pasal 34
(1).Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.

800

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(2). Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.


(3). Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing
dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan.
BAB VII
HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN
Pasal 35
(1). Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama.
(2). Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta
benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau
warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang
para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36
(1). Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak
atas persetujuan kedua belah pihak.
(2). Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri
mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum
mengenai harta bendanya.
Pasal 37
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur
menurut hukumnya masing-masing.
BAB VIII
PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA
Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena :
a. kematian,
b. perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

801

Pasal 39
(1).Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan
setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2).Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa
antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai
suami isteri.
(3).Tatacara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam
peraturan perundangan tersendiri.
Pasal 40
(1).Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
(2).Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini
diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak;
bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,
Pengadilan memberi keputusannya;
b. Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan
dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam
kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan
dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan
sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
BAB IX
KEDUDUKAN ANAK
Pasal 42
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah.

802

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 43
(1). Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
(2). Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
(1). Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan
oleh isterinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya
telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.
(2). Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak
atas permintaan pihak yang berkepentingan.
BAB X
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK
Pasal 45
(1). Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik-baiknya.
(2). Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban
mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang
tua putus.
Pasal 46
(1). Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak
mereka yang baik.
(2). Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut
kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus
keatas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.
Pasal 47
(1). Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah
kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari
kekuasaannya.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

803

(2).Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan


hukum didalam dan diluar Pengadilan.
Pasal 48
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan
barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18
(delapan betas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan,
kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.
Pasal 49
(1).Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasannya
terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu
atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis
lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat
yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :
a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. la berkelakuan buruk sekali.
(2).Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap
berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak
tersebut.
BAB XI
PERWALIAN
Pasal 50
(1).Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau
belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada
dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali.
(2).Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun
harta bendanya.
Pasal 51
(1).Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan
kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat
atau dengan lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi.

804

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(2). Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau


orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan
berkelakuan baik.
(3). Wali wajib mengurus anak yang dibawah penguasaannya dan
harta bendanya sebaik-baiknya, dengan menghormati agama
dan kepercayaan anak itu.
(4). Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada
dibawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan
mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak atau
anak-anak itu.
(5). Wali bertanggung-jawab tentang harta benda anak yang berada
dibawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena
kesalahan atau kelalaiannya.
Pasal 52
Terhadap wali berlaku juga Pasal 48 Undang-undang ini.
Pasal 53
(1). Wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal yang
tersebut dalam Pasal 49 Undang-undang ini.
(2). Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pasal ini, oleh Pengadilan ditunjuk orang
lain sebagai wali.
Pasal 54
Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta benda anak
yang dibawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga
anak tersebut dengan Keputusan Pengadilan, yang bersangkutan
dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut.
BAB XII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Bagian Pertama
Pembuktian asal-usul anak

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

805

Pasal 55
(1).Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte
kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang
berwenang.
(2).Bila akte kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada,
maka Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asalusul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti
berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat.
(3).Atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut ayat (2) pasal ini,
maka instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum
Pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akte kelahiran bagi
anak yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Perkawinan diluar Indonesia
Pasal 56
(1).Perkawinan yang dilangsungkan diluar Indonesia antara dua
orang warganegara Indonesia atau seorang warganegara
Indonesia dengan warganegara Asing adalah sah bilamana
dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana
perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia
tidak melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
(2).Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali
diwilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus
didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal
mereka.
Bagian Ketiga
Perkawinan Campuran
Pasal 57
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang
ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk
pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan
dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

806

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 58
Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan
perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari
suami/isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya,
menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-undang
kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.
Pasal 59
(1). Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau
putusnya perkawinan menentukan hukum yang berlaku, baik
mengenai hukum publik maupun mengenai hukum perdata.
(2). Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan
menurut Undang-undang Perkawinan ini.
Pasal 60
(1). Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum
terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh
hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi.
(2). Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat
(1) telah dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk
melangsungkan perkawinan campuran, maka oleh mereka yang
menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing
berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan
bahwa syarat-syarat telah dipenuhi.
(3). Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan
surat keterangan itu, maka atas permintaan yang
berkepentingan, Pengadilan memberikan keputusan dengan tidak
beracara serta tidak boleh dimintakan banding lagi tentang soal
apakah penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan
atau tidak.
(4). Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan,
maka keputusan itu menjadi pengganti keterangan yang tersebut
ayat (3).
(5). Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak
mempunyai kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan
dalam masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

807

Pasal 61
(1).Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang
berwenang.
(2).Barang siapa melangsungkan perkawinan campuran tanpa
memperlihatkan lebih dahulu kepada pegawai pencatat yang
berwenang surat keterangan atau keputusan pengganti
keterangan yang disebut dalam Pasal 60 ayat (4) Undangundang ini dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya
1 (satu) bulan.
(3).Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan
sedangkan ia mengetahui bahwa keterangan atau keputusan
pengganti keterangan tidak ada, dihukum dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan dihukum jabatan.
Pasal 62
Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur sesuai dengan
Pasal 59 ayat (1) Undang-undang ini.
Bagian Keempat
Pengadilan
Pasal 63
(1).Yang dimaksud dengan Pengadilan dalam Undang-undang ini
ialah :
a. Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam;
b. Pengadilan Umum bagi lainnya.
(2).Setiap Keputusan Pengadilan Agama dikukuhkan oleh Pengadilan
Umum.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku yang
dijalankan menurut peraturan-peraturan lama, adalah sah.
808

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 65
(1). Dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang baik
berdasarkan hukum lama maupun berdasarkan Pasal 3 ayat
(2) Undang-undang ini maka berlakulah ketentuan-ketentuan
berikut :
a. Suami wajib memberi jaminan hidup yang sama kepada
semua isteri dan anaknya;
b. Isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak
atas harta bersama yang telah ada sebelum perkawinan
dengan isteri kedua atau berikutnya itu terjadi;
c. Semua isteri mempunyai hak yang sama atas harta bersama
yang terjadi sejak perkawinannya masing-masing.
(2). Jika Pengadilan yang memberi izin untuk beristeri lebih dari
seorang menurut Undang-undang ini tidak menentukan lain,
maka berlakulah ketentuan-ketentuan ayat (1) pasal ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan
berlakunya Undang-undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerijik Wetboek),
Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie
Christen Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan Perkawinan
Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158),
dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan
sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 67
(1). Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya,
yang pelaksanaannya secara efektif lebih lanjut akan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(2). Hal-hal dalam Undang-undang ini yang memerlukan pengaturan
pelaksanaan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

809

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 1974.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
JENDERAL TNI.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 1974
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUDHARMONO, SH.
MAYOR JENDERAL TNI.

810

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 9 TAHUN 1975
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 1974
TENTANG
PERKAWINAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

bahwa untuk kelancaran pelaksanaan Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019),
dipandang perlu untuk mengeluarkan Peraturan
Pemerintah yang mengatur ketentuan-ketentuan
pelaksanaan dari Undang-undang tersebut;

Menimbang

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar


1945;
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 1 Tambahan Lembaran Negara Nomor
3019).
MEMUTUSKAN:

Menimbang

PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

811

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a. Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
b. Pengadilan adalah Pengadilan Agama bagi mereka yang
beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang lainnya;
c. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan
Umum;
d. Pegawai Pencatat adalah Pegawai pencatat perkawinan dan
perceraian.
BAB II
PENCATATAN PERKAWINAN
Pasal 2
(1) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agama Islam dilakukan oleh Pegawai
Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
(2) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu
selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat perkawinan
pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai
perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus
berlaku bagi tatacara pencatatan perkawinan berdasarkan
berbagai peraturan yang berlaku, tatacara pencatatan
perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3
sampai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini.

812

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 3
(1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan
memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat
ditempat perkawinan akan dilangsungkan.
(2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurangkurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan
dilangsungkan.
(3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2)
disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat
atas nama Bupati Kepala Daerah.
Pasal 4
Pemberitahuan dilakukan secara lisan atau tertulis oleh calon
mempelai, atau oleh orang tua atau wakilnya.
Pasal 5
Pemberitahuan memuat nama, umur, agama/kepercayaan,
pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai dan apabila salah
seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama isteri
atau suami terdahulu.
Pasal 6
(1) Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak
melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat
perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan
perkawinan menurut Undang-undang,
(2) Selain penelitian terhadap hal sebagat dimaksud dalam ayat
(1), Pegawai Pencatat meneliti pula :
a. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai.
Dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir,
dapat dipergunakan surat keterangan yang menyatakan
umur dan asal-usul calon mempelai yang diberikan oleh
Kepala Desa atau yang setingkat dengan itu;
b. Keterangan mengenai nama, agama/kepercayaan,
pekerjaan dan tempat tinggal orang tua calon mempelai.
c. Izin tertulis/izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2), (3), (4), dan (5) Undang-undang, apabila salah
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

813

seorang calon mempelai atau keduanya belum mencapai


umur 21 (dua puluh satu) tahun;
d. Izin Pengadilan sebagai dimaksud Pasal 4 Undang-undang;
dalam hal calon mempelai adalah seorang suami yang masih
mempunyai isteri;
e. Dispensasi Pengadilan/pejabat sebagai dimaksud Pasal 7 ayat
(2) Undang-undang;
f. Surat kematian isteri atau suami yang terdahulu atau dalam
hal perceraian surat keterangan perceraian, bagi perkawinan
untuk kedua kalinya atau lebih;
g. Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/
PANGAB, apabila salah seorang calon mempelai atau
keduanya anggota Angkatan Bersenjata.
h. Surat kuasa otentik atau di bawah tangan yang disahkan oleh
Pegawai Pencatat, apabila salah seorang calon mempelai atau
keduanya tidak dapat nadir sendiri karena sesuatu alasan
yang penting, sehingga mewakilkan kepada orang lain.
Pasal 7
(1) Hasil penelitian sebagai dimaksud Pasal 6, oleh Pegawai Pencatat
ditulis dalam sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu.
(2) Apabila ternyata dari hasil penelitian terdapat halangan perkawinan
sebagai dimaksud Undang-undang dan atau belum dipenuhinya
persyaratan tersebut dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan
Pemerintah ini, keadaan itu segera diberitahukan kepada calon
mempelai atau kepada orang tua atau kepada wakilnya.
Pasal 8
Setelah dipenuhinya tatacara dan syarat-syarat pemberitahuan serta
tiada sesuatu halangan perkawinan Pegawai Pencatat
menyelenggarakan pengumuman tentang pemberitahuan hendak
melangsungkan perkawinan dengan cara menempelkan surat
pengumuman menurut forrhulir yang ditetapkan yang ditetapkan
pada kantor Pencatatan Perkawinan pada suatu tempat yang sudah
ditentukan dan mudah dibaca oleh umum.

814

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 9
Pengumuman ditandatangani oleh Pegawai Pencatat dan memuat :
a. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman
dari calon mempelai dan dari orang tua calon mempelai; apabila
salah seorang atau keduanya pernah kawin disebutkan nama
isteri dan atau suami mereka terdahulu;
b. Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan.
BAB III
TATA CARA PERKAWINAN
Pasal 10
(1) Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak
penggumuman kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat
seperti yang dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah ini.
(2) Tatacara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
(3) Dengan mengindahkan tatacara perkawinan menurut masingmasing hukum agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan
dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua
orang saksi.
Pasal 11
(1) Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini, kedua
mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan
oleh Pegawai Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku.
(2) Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu,
selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai
Pencatat yang menghadiri perkawinan dan bagi yang
melangsungkan perkawinan menurut agama Islam,
ditandatangani pula oleh wali nikah atau yang mewakilinya.
(3) Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan
telah tercatat secara resmi.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

815

BAB IV
TATA CARA PERKAWINAN
Pasal 12
Akta Perkawinan memuat :
a. Nama, tanggal dan tempat lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan
dan tempat kediaman suami isteri; Apabila salah seorang atau
keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama isteri atau suami
terdahulu;
b. Nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman
orang tua mereka;
c. Izin sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5)
Undang-undang;
d. Dispensasi sebagai dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Undangundang;
e. Izin Pengadilan sebagai dimaksud dafam Pasal 4 Undang-undang;
f.

Persetujuan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Undangundang;

g. Izin dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGAB


bagi anggota Angkatan Bersenjata;
h. Perjanjian perkawinan apabila ada;
i.

Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat


kediaman para saksi, dan wali nikah bagi yang beragama Islam;

j.

Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat


kediaman kuasa apabila perkawinan dilakukan melalui seorang
kuasa.
Pasal 13

(1) Akta perkawinan dibuat dalam rangkap 2 (dua), helai pertama


disimpan oleh Pegawai Pencatat, helai kedua disimpan pada
Panitera Pengadilan dalam wilayah Kantor pencatatan Perkawinan
itu berada.
(2) Kepada suami dan isteri masing-masing diberikan kutipan akta
perkawinan.

816

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

BAB V
TATACARA PERCERAIAN
Pasal 14
Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut
agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat
kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan
bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasanalasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang
untuk keperluan itu.
Pasal 15
Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud
dalam Pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari memanggil pengirim surat dan juga isterinya untuk
meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan maksud perceraian itu.
Pasal 16
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan
untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalarn Pasal 14 apabila
memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal
19 Peraturan Pemerintah ini, dan Pengadilan berpendapat bahwa
antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan
untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pasal 17
Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan
perceraian yang dimaksud dalam Pasal 16, Ketua Pengadilan
membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut.
Surat keterangan itu dikirimkan kepada Pegawai Pencatat di tempat
perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.
Pasal 18
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan
di depan sidang pengadilan.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

817

Pasal 19
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan :
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat,
penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama (dua) tahun
berturut-turu tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah
atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun
atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/
isteri;
f.

Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan


pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
Pasal 20

(1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya
kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman tergugat.
(2) Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak
diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap,
gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat
kediaman penggugat.
(3) Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan
perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman
penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan
tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia
setempat.
Pasal 21
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf
b, diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampau
2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.
818

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(3) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau


menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman
bersama.
Pasal 22
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf
f, diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman tergugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah
cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan
dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga
serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri itu.
Pasal 23
Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami isteri
mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat sebagai dimaksud dalam Pasal 19 huruf c maka untuk
mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup
menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang memutuskan
perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Pasal 24
(1) Selama beRIangsungnya gugatan perceraian atas permohonan
penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan
bahaya yang mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan
suami isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.
(2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan
penggugat atau tergugat.
Pasal 25
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal sebelum
adanya putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian itu.
Pasal 26
(1) Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan
perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka
akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

819

(2) Bagi Pengadilan Negeri panggilan dilakukan oleh juru sita; bagi
Pengadilan Agama panggilan dilakukan oleh Petugas yang ditunjuk
oleh Ketua Pengadilan Agama.
(3) Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan.
Apabila yang bersangkutan tidak dapat dijumpainya, panggilan
disampaikan melalui Luran atau yang dipersamakan dengan itu.
(4) Panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dan
disampaikan secara patut dan sudah diterima oleh penggugat
maupun tergugat atau kuasa mereka selambat-lambatnya 3
(tiga) hari sebelum sidang dibuka.
(5) Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat
gugatan.
Pasal 27
(1) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam
Pasal 20 ayat (2), panggilan dilakukan dengan cara menempelkan
gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan dan
mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau
mass media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan.
(2) Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau
mass media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali
dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman
pertama dan kedua.
(3) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud
ayat (2) dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya
3 (tiga) bulan.
(4) Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam
ayat (2) dan tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan
diterima tanpa hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu
tanpa hak atau tidak beralasan.
Pasal 28
Apabila tergugat berada dalam keadaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (3) panggilan disampaikan melalui Perwakilan
Republik Indonesia setempat.

820

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 29
(1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas/surat
gugatan perceraian.
(2) Dalam menetapkan waktu mengadakan sidang pemeriksaan
gugatan perceraian perlu diperhatikan tenggang waktu
pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat
maupun tergugat atau kuasa mereka.
(3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam
Pasal 20 ayat (3), sidang pemeriksaan gugatan perceraian
ditetapkan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak
dimasukkannya gugatan perceraian pada Kepaniteraan
Pengadilan.
Pasal 30
Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami dan isteri
datang sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.
Pasal 31
(1) Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha
mendamaikan kedua pihak.
(2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat
dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
Pasal 32
Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan
perceraian baru bardasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada
sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu
dicapainya perdamaian.
Pasal 33
Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan
perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

821

Pasal 34
(1) Putusan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang
terbuka.
(2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibatakibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar
pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali
bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya
putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap.
Pasal 35
(1) Panitera Pengadilan atau Pejabat Pengadilan yang ditunjuk
berkewajiban mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan
sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (1) yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap/yang telah dikukuhkan, tanpa
bermaterai kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu
terjadi, dan Pegawai Pencatat mendaftar putusan perceraian
dalam sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu.
(2) Apabila perceraian dilakukan pada daerah hukum yang berbeda
dengan daerah hukum Pegawai Pencatat dimana perkawinan
dilangsungkan, maka satu helai salinan putusan dimaksud ayat
(1) yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap/telah
dikukuhkan tanpa bermaterai dikirimkan pula kepada Pegawai
Pencatat tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh Pegawai
Pencatat tersebut dicatat pada bagian pinggir dari daftar Catatan
perkawinan, dan bagi perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri,
salinan itu disampaikan kepada Pegawai Pencatat di Jakarta.
(3) Kelalaian mengirimkan salinan putusan tersebut dalam ayat (1)
menjadi tanggung jawab Panitera yang bersangkutan apabila
yang demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami
atau isteri atau keduanya.
Pasal 36
(1) Panitera Pengadilan Agama selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
setelah perceraian diputuskan menyampaikan putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap itu kepada Pengadilan
Negeri untuk dikukuhkan.
(2) Pengukuhan dimaksud ayat (1) dilakukan dengan membubuhkan
kata-kata dikukuhkan dan ditandatangani oleh hakim Pengadilan
Negeri dan dibubuhi cap dinas pada putusan tersebut.
822

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(3) Panitera Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari


setelah diterima putusan dan Pengadilan Agama, menyampaikan
kembali putusan itu kepada Pengadilan Agama.
BAB VI
PEMBATALAN PERKAWINAN
Pasal 37
Batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan.
Pasal 38
(1) Permohonan pembatalan suatu perkawinan diajukan oleh pihakpihak yang berhak mengajukannya kepada pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat berlangsungnya perkawinan,
atau di tempat tinggal kedua suami-isteri, suami atau isteri.
(2) Tatacara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan
dilakukan sesuai dengan tatacara pengajuan gugatan perceraian.
(3) Hal-hal yang berhubungan dengan panggilan, pemeriksaan
pembatalan perkawinan dan putusan Pengadilan, dilakukan
sesuai dengan tatacara tersebut dalam Pasal 20 sampai
dengan pasal 36 Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII
WAKTU TUNGGU
Pasal 39
(1) Waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam pasal
11 ayat (2) Undang-undang ditentukan sebagai berikut :
a. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu
ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari;
b. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu
bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali
suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari
dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan
puluh) hari;

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

823

c. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam


keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
(2) Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan
karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas
suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin.
(3) Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu
tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi
perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu
dihitung sejak kematian suami.
BAB VIII
BERISTERI LEBIH DARI SEORANG
Pasal 40
Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang
maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Pengadilan.
Pasal 41
Pengadilan kemudian memeriksa mengenai;
a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami
kawin lagi, ialah :
-

bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai


isteri;

bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak


dapat disembuhkan;

bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

b. Ada atau tidaknya persetujuan dari isteri baik persetujuan lisan


maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan
lisan, persetujuan itu harus diucapkan di depan sidang pengadilan.
c. Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan
hidup isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan :

824

surat keterangan mengenai penghasilan suami yang


ditandatangani oleh bendahara tempat bekerja; atau

surat keterangan pajak penghasilan; atau


PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

surat keterangan lain yang dapat diterima oleh Pengadilan.

d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil
terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan
atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan
untuk itu.
Pasal 42
(1) Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada Pasal 40
dan 41, Pengadilan harus memanggil dan mendengar isteri yang
bersangkutan.
(2) Pemeriksaan Pengadilan untuk itu dilakukan oleh hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya surat
permohonan beserta lampiran-lampirannya.
Pasal 43
Apabila Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon
untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan memberikan
putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang.
Pasal 44
Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan
seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum adanya
izin Pengadilan seperti yang dimaksud dalam Pasal 43.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1) Kecuali apabila ditentukan lain dalam peraturan perundangundangan yang berlaku, maka :
a. Barang siapa yang melanggar ketentuan yang diatur dalam
pasal 3, 10 ayat (3), 40 Peraturan Pemerintah ini dihukum
dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 7.500,- (tujuh
ribu lima ratus rupiah);
b. Pegawai Pencatat yang melanggar ketentuan yang diatur
dalam Pasal 6, 7, 8, 9, 10 ayat (1), 11, 13, 44 Peraturan
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

825

Pemerintah ini dihukum dengan hukuman kurungan selamalamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah).
(2) Tindak pidana yang dimaksud dalam ayat (1) diatas merupakan
pelanggaran.
BAB X
PENUTUP
Pasal 46
Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
ini, maka ketentuan-ketentuan lainnya yang berhubungan dengan
pengaturan tentang perkawinan dan perceraian khusus bagi anggota
Angkatan Bersenjata diatur lebih lanjut oleh Menteri HANKAM/
PANGAB.
Pasal 47
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka ketentuanketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
perkawinan sejauh telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah ini
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 48
Petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang masih dianggap perlu untuk
kelancaran pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut
oleh Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama,
baik bersama-sama maupun dalam bidangnya masing-masing.
Pasal 49
(1) Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober
1975;
(2) Mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, merupakan
pelaksanaan secara efektif dari Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan.

826

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 April 1975
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
JENDERAL TNI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 April 1975
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUDHARMONO, SH
LEMBARAN NEGARA TAHUN 1975 NOMOR 12

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

827

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983


TENTANG
IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Tanggal : 21 APRIL 1983 (JAKARTA)
_________________________________________________________________
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun


1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 telah diatur ketentuan tentang
perkawinan yang berlaku bagi segenap warga
negara dan penduduk Indonesia;
b. bahwa Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan
contoh yang baik kepada bawahannya dan
menjadi teladan sebagai warga negara yang
baik dalam masyarakat, termasuk dalam
menyelenggarakan kehidupan berkeluarga;
c. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan
disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan
perkawinan dan perceraian, dipandang perlu
untuk menetapkan Peraturan Pemerintah
mengenai izin perkawinan dan perceraian bagi
Pegawai Negeri Sipil.

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang
Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda
Pegawai (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor
42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906);

828

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang


Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3019);
4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun
1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3153);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran
Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3050);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975
tentang
Wewenang
Pengangkatan,
Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975
Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3058);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1976
tentang Keanggotaan Pegawai Negeri Sipil
Dalam Partai Politik dan Golongan Karya;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1980 *20547 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3176).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG IZIN
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI
PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

829

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan
a. Pegawai Negeri Sipil adalah
1. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1974;
2. Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil yaitu (a)
Pegawai Bulanan di samping pensiun; (b) Pegawai Bank milik
Negara; (c) Pegawai Badan Usaha milik Negara; (d) Pegawai
Bank milik Daerah; (e) Pegawai Badan Usaha milik Daerah;
(f) Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa;
b. Pejabat adalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Menteri
Jaksa Agung
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen
Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
Pimpinan Bank Milik Negara;
Pimpinan Badan Usaha Milik Negara;
Pimpinan Bank Milik Daerah;
Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah;
Pasal 2

(1) Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama,


wajib memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat melalui
saluran hierarki dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun
setelah perkawinan itu dilangsungkan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga
bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi duda/janda yang
melangsungkan perkawinan lagi.
Pasal 3
(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib
memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(2) Permintaan untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diajukan secara tertulis.
830

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(3) Dalam surat permintaan izin perceraian harus dicantumkan alasan


yang lengkap yang mendasari permintaan izin perceraian itu.
Pasal 4
(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang,
wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri
kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil.
(3) Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri kedua/
ketiga/keempat dari bukan Pegawai Negeri Sipil, wajib
memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(4) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (3) diajukan secara tertulis.
(5) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari
permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk
menjadi isteri kedua/ketiga/keempat.
Pasal 5
(1) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan
Pasal 4 diajukan kepada Pejabat melalui saluran tertulis.
(2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri
Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian atau
untuk beristeri lebih dari seorang, maupun untuk menjadi isteri
kedua/ketiga/ keempat, wajib memberikan pertimbangan dan
meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai
tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud.
Pasal 6
(1) Pejabat yang menerima permintaan izin untuk melakukan
perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib
memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang
dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan
dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan
dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

831

Pejabat harus meminta keterangan tambahan dari isteri/suami


dari Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin itu
atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan
keterangan yang meyakinkan.
(3) Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu
merukunkan kembali suami isteri yang bersangkutan dengan
cara memanggil mereka secara langsung untuk diberi nasehat.
Pasal 7
(1) Izin untuk bercerai dapat diberikan oleh Pejabat apabila
didasarkan pada alasan-alasan yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah ini.
(2) Izin untuk bercerai karena alasan isteri mendapat cacat badan
atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai isteri, tidak diberikan oleh Pejabat.
(3) Izin untuk bercerai tidak diberikan oleh Pejabat apabila
a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
b. Tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);
c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; dan/atau
d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.
Pasal 8
(1) Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil
pria maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk
penghidupan bekas isteri dan anak-anaknya.
(2) Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah
sepertiga untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan,
sepertiga untuk bekas isterinya, dan sepertiga untuk anak atau
anak-anaknya.
(3) Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada anak maka bagian
gaji yang wajib diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil pria kepada
bekas isterinya ialah setengah dari gajinya.
(4) Apabila perceraian terjadi atas kehendak isteri, maka ia tidak
berhak atas bagian penghasilan dari bekas suaminya.
832

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak berlaku,


apabila isteri meminta cerai karena dimadu.
(6) Apabila bekas isteri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kawin
lagi, maka haknya atas bagian gaji dari bekas suaminya menjadi
hapus terhitung mulai ia kawin lagi.
Pasal 9
(1) Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristeri lebih
dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib memperhatikan
dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat
permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan.
(2) Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan
dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka
Pejabat harus meminta keterangan tambahan dari isteri Pegawai
Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin atau dari pihak
lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang
meyakinkan.
(3) Sebelum mengambil keputusan, Pejabat memanggil Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan sendiri atau bersama-sama
dengan isterinya untuk diberi nasehat.
Pasal 10
(1) Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan
oleh Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu
syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)Pasal ini.
(2) Syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan; atau
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
(3) Syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah
a. ada persetujuan tertulis dari isteri;
b. Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai
penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

833

isteri dan anak anaknya yang dibuktikan dengan surat


keterangan pajak penghasilan; dan
c. ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteriisteri dan anak-anaknya.
(4) Izin untuk beristeri lebih dari seorang tidak diberikan oleh Pejabat
apabila :
a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
b. tidak memenuhi syarat alternatif sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dan ketiga syarat kumulatif dalam ayat (3);
c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat;
dan/atau
e. ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.
Pasal 11
(1) Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi isteri kedua/
ketiga/keempat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3), hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila :
a. ada persetujuan tertulis dari isteri bakal suami;
b. bakal suami mempunyai penghasilan yang cukup untuk
membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya yang
dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan
c. ada jaminan tertulis dari bakal suami bahwa ia akan berlaku
adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
(2) Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi isteri kedua/
ketiga/keempat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3), tidak diberikan oleh Pejabat apabila :
a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut
oleh Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan atau
bakal suaminya;
b. tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1);
c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; dan/atau
834

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

d. ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.


Pasal 12
Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian atau akan
beristeri lebih dari seorang yang berkedudukan sebagai :
1) Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung,
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank
Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri,
dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, wajib meminta izin lebih
dahulu dari Presiden.
2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk
Walikota di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Walikota
Administratif, wajib meminta izin lebih dahulu dari Menteri Dalam
Negeri.
3) Pimpinan Bank Milik Negara kecuali Gubernur Bank Indonesia
dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara, wajib meminta izin
lebih dahulu dari Menteri yang secara teknis membawahi Bank
Milik Negara atau Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan.
4) Pimpinan Bank Milik Daerah dan pimpinan Badan Usaha Milik
Daerah, wajib meminta izin lebih dahulu dari Kepala Daerah
yang bersangkutan.
Pasal 13
Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan
perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, untuk beristeri
lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), dilakukan oleh Pejabat secara
tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin tersebut.
Pasal 14
Pejabat dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada
Pejabat lain dalam lingkungannya, serendah-rendahnya Pejabat
eselon IV atau yang dipersamakan dengan itu, untuk memberikan
atau menolak pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dan Pasal 4, sepanjang mengenai permintaan izin yang diajukan
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

835

oleh Pegawai Negeri Sipil golongan II ke bawah atau yang


dipersamakan dengan itu.
Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita atau
pria sebagai suami isteri tanpa ikatan perkawinan yang sah.
(2) Setiap atasan wajib menegur apabila ia mengetahui ada Pegawai
Negeri Sipil bawahan dalam lingkungannya yang melakukan hidup
bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 16
Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1)
dan Pasal 4 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dijatuhi hukuman
disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 17
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan hidup bersama dengan wanita
atau pria sebagai suami isteri, dan setelah ditegur atasannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 masih terus melakukannya,
dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 18
Ketentuan Peraturan Pemerintah ini tidak mengurangi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019), Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050), dan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 19
Setiap Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya membuat
dan memelihara catatan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri
Sipil dalam lingkungannya masing-masing.

836

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 20
(1) Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya menyampaikan
salinan sah surat pemberitahuan perkawinan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan tembusan surat pemberian izin
atau penolakan pemberiannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13, kepada :
a. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, sepanjang
menyangkut Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1
huruf a angka I dan angka 2 huruf (a);
b. Pimpinan masing-masing Bank milik Negara, Badan Usaha
milik Negara, Bank milik Daerah, dan Badan Usaha milik
Daerah, sepanjang menyangkut Pegawai Negeri Sipil
dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 huruf (b), (c), (d),
dan (e);
c. Bupati Kepala Daerah Tingkat II, sepanjang menyangkut
Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka
2 huruf (f).
(2) Berdasarkan salinan dan tembusan surat-surat dimaksud dalam
ayat (1) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara,
Pimpinan masing-masing Bank milik Negara, Badan Usaha milik
Negara, Bank milik Daerah, Badan Usaha milik Daerah, serta
Bupati Kepala Daerah Tingkat II, membuat dan memelihara :
a. catatan perkawinan dan perceraian;
b. kartu isteri/suami
Pasal 21
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 22
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal 23
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

837

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 April 1983
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1983
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUDHARMONO, S.H.

838

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1O TAHUN 1983
TENTANG
IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
UMUM
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menurut
azas monogami, yaitu seorang pria hanya mempunyai seorang isteri
dan seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Namun
demikian hanya apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan
diputuskan oleh Pengadilan, seorang pria dimungkinkan beristeri lebih
dari seorang apabila ajaran agama yang dianutnya mengizinkan dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal, maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan dan hanya
dapat dilakukan dalam hal-hal yang sangat terpaksa. Perceraian
hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan.
Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun
dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala
sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama
oleh suami isteri.
Pegawai Negeri Sipil adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara,
dan Abdi Masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi
masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat
melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan Pegawai
Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan berkeluarga yang serasi,
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

839

sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya


tidak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam
keluarganya.
Sehubungan dengan contoh dan keteladanan yang harus diberikan
oleh Pegawai Negeri Sipil kepada bawahan dan masyarakat, maka
kepada Pegawai Negeri Sipil dibebankan ketentuan disiplin yang
tinggi.Untuk melakukan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri
Sipil harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat yang
bersangkutan. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari
seorang dan Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri
kedua/ketiga/keempat dari seorang yang bukan Pegawai Negeri Sipil
diharuskan memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat. Demikian
juga Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian harus
memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat. Sedangkan Pegawai
Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/
keempat dari Pegawai Negeri Sipil.
Ketentuan berupa Keharusan memperoleh izin terlebih dahulu dari
Pejabat bagi perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil tersebut
tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi lembaga
perkawinan dan perceraian itu sendiri.
Keharusan adanya izin terlebih dahulu tersebut mengingat yang
bersangkutan mempunyai kedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Dalam Peraturan Pemerintah ini pengertian Pegawai Negeri Sipil
meliputi selain Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian termasuk juga Pegawai Bulanan disamping pensiun,
Pegawai Bank milik Negara, Pegawai Badan Usaha milik Negara,
Pegawai Bank milik Daerah, Pegawai Badan Usaha milik Daerah,
dan Kepala Desa, Perangkat Desa, serta petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
840

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Setiap atasan yang menerima
permintaan izin untuk melakukan perceraian atau untuk beristeri
lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/
keempat, wajib memberikan pertimbangan secara tertulis
kepada Pejabat. Pertimbangan itu harus memuat hal- hal yang
dapat digunakan oleh Pejabat dalam mengambil keputusan,
apakah permintaan izin itu mempunyai dasar yang kuat atau
tidak. Sebagai bahan dalam membuat pertimbangan, atasan
yang bersangkutan dapat meminta keterangan dari suami/
isteri yang bersangkutan atau dari pihak lain yang dipandangnya
dapat memberikan keterangan yang meyakinkan.
Pasal 6
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pada dasarnya,
dalam rangka usaha merukunkan kembali isteri yang
bersangkutan, Pejabat harus memanggil mereka secara
langsung dan memberikan nesehat secara pribadi. Tetapi
apabila tempat kedudukan Pejabat dan tempat suami/isteri
yang bersangkutan berjauhan, maka Pejabat dapat
memerintahkan Pejabat lain dalam lingkungannya untuk
berusaha merukunkan kembali suami/isteri tersebut.
Pasal 7
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam Peraturan Pemerintah Nomor
9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan ditetapkan bahwa salah satu
alasan dapat terjadinya perceraian ialah salah satu pihak
mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri. Namun
demikian, seorang Pegawai Negeri Sipil yang melakukan
perceraian karena alasan isteri tertimpa musibah tersebut tidaklah
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

841

memberikan keteladanan yang baik, meskipun ketentuan


peraturan perundang-undangan memungkinkannya. Oleh
karena itu izin untuk bercerai dengan alasan tersebut tidak
diberikan. Alasan tersebut hanyalah dapat merupakan salah
satu syarat alternatif yang harus disertai syarat-syarat kumulatif
lainnya bagi Pegawai Negeri Sipil untuk minta izin beristeri lebih
dari seorang. (Lihat Pasal 1O ayat (2) Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 1O
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) huruf a Yang dimaksud dengan
tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri, adalah
apabila isteri yang bersangkutan menderita penyakit jasmaniah
atau rohaniah sedemikian rupa, sehingga ia tidak dapat
memenuhi kewajibannya sebagai isteri baik secara biologis
maupun lainnya yang menurut keterangan dokter sukar
disembuhkan lagi. Huruf b Yang dimaksud dengan cacat badan
atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, adalah apabila
isteri yang bersangkutan menderita penyakit badan yang
menyeluruh yang menurut keterangan dokter sukar
disembuhkan. Huruf c Yang dimaksud dengan tidak dapat
melahirkan keturunan, adalah apabila isteri yang bersangkutan
menurut keterangan dokter tidak mungkin melahirkan
keturunan atau sesudah pernikahan sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) tahun tidak menghasilkan keturunan. Ayat (3) Cukup
jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
842

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

843

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 45 TAHUN 1990
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983
TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI
PEGAWAI NEGERI SIPIL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

a. bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin


antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa, maka beristri lebih
dari seorang dan perceraian sejauh mungkin
harus dihindarkan;
b. bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah unsur
aparatur negara, abdi negara dan abdi
masyarakat yang harus menjadi teladan yang
baik bagi masyarakat dalam tingkah laku,
tindakan dan ketaatan kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk
menyelenggarakan kehidupan berkeluarga;
c. untuk dapat melaksanakan kewajiban yang
demikian itu, maka kehidupan Pegawai Negeri
Sipil harus ditunjang oleh kehidupan yang
serasi, sejahtera, dan bahagia, sehingga setiap
Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan
tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh
masalah-masalah dalam keluarganya.

844

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

d. bahwa dalam rangka usaha untuk lebih


meningkatkan dan menegakkan disiplin Pegawai
Negeri Sipil serta memberikan kepastian hukum
dan rasa keadilan dipandang perlu mengubah
beberapa ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang
Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai
Negeri Sipil;
Mengingat

1. Pasal 5 ayat (20 Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3019);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran
Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3050);
MEMUTUSKAN

Menetapkan :

PERATURAN
PEMERINTAH
REPUBLIK
INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN
1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN
PERCERAIAN BAGl PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 1

Mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah


Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian
bagi Pegawai Negeri Sipil yaitu :
1. Mengubah ketentuan Pasal 3 sehingga seluruhnya berbunyi
sebagai berikut:

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

845

Pasal 3
(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib
memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari
Pejabat.
(2) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai
penggugat atau bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan
sebagai tergugat untuk memperoleh izin atau surat
keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (10) harus
mengajukan permintaan secara tertulis;
(3) Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya
gugatan perceraian untuk mendapatkan surat keterangan
harus dicantumkan alasan yang lengkap yang
mendasarinya.
2. Mengubah ketentuan Pasal 4 sehingga seluruhnya berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 4
(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang,
wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri
kedua/ketiga/keempat.
(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan secara tertulis.
(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang
mendasari permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang.
3. Mengubah ketentuan ayat (2) Pasal 5 sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai
Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan
perceraian dan atau untuk beristeri lebih dari seorang, wajib
memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada
Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu
selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia
menerima permintaan izin dimaksud.

846

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

4. Mengubah ketentuan Pasal 8 sebagai berikut :


a. Diantara ayat (3) dan ayat (4) lama disisipkan satu ayat
yang dijadikan ayat (4) baru, yang berbunyi sebagai berikut:
(4) Pembagian gaji kepada bekas isteri tidak diberikan apabila
alasan perceraian disebabkan karena isteri berzinah, dan
atau isteri melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat baik lahir maupun batin terhadap suami, dan atau
isteri menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang
sukar disembuhkan dan atau isteri telah meninggalkan
suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin suami
dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya.
b. Ketentuan ayat (4) lama selanjutnya dijadikan ketentuan
ayat (5) baru.
5. Mengubah ketentuan ayat (1) Pasal 9 sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(1) Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristeri lebih
dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan
yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan
pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
6. Ketentuan Pasal 11 dihapuskan seluruhnya.
7. Ketentuan Pasal 12 lama dijadikan ketentuan Pasal 11 baru,
dengan mengubah ketentuan ayat (3) sehingga berbunyi
sebagai berikut :
(3) Pimpinan Bank Milik Negara dan pimpinan Badan Usaha Milik
Negara, wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden.
8. Mengubah ketentuan Pasal 13 lama dan selanjutnya dijadikan
ketentuan Pasal 12 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut :

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

847

Pasal 12
Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan
perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan untuk
beristeri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1), dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam jangka
waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai ia
menerima permintaan izin tersebut.
9. Ketentuan Pasal 14 lama selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal
13 baru.
10. Mengubah ketentuan Pasal 15 lama dan selanjutnya dijadikan
ketentuan Pasal 14 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang
bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai
suami isteri tanpa ikatan perkawinan yang sah.
11. Mengubah ketentuan Pasal 16 lama dan selanjutnya dijadikan
ketentuan Pasal 15 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu atau lebih
kewajiban/ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), Pasal 3
ayat (1), Pasal 4 ayat (10) Pasal 14, tidak melaporkan
perceraiannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya
satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian dan tidak
melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat
dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun
terhitung sejak perkawinan tersebut dilangsungkan, dijatuhi
salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita yang melanggar ketentuan Pasal
4 ayat (2), dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil;

848

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(3) Atasan yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (2), dan


Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 12, dijatuhi salah
satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
12. Mengubah ketentuan Pasal 17 lama dan selanjutnya dijadikan
ketentuan Pasal 16 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 16
Pegawai Negeri Sipil yang menolak melaksanakan ketentuan
pembagian gaji sesuai dengan ketentuan Pasal 5, dijatuhi salah
satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil.
13. Sesudah Pasal 15 baru ditambah satu ketentuan baru, yang
dijadikan Pasal 17 baru yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 17
(1) Tata cara penjatuhan hukuman disiplin berdasarkan
ketentuan Pasal 15 dan atau Pasal 16 Peraturan
Pemerintah ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
(2) Hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
Sipil terhadap pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah ini, berlaku bagi
mereka yang dipersamakan sebagai Pegawai Negeri Sipil
menurut ketentuan Pasal 1 huruf a angka 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983.
Pasal 18
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

849

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 September 1990
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 September 1990
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

850

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Djakarta, 24 Djuni 1959

Nomor

: 14/R.I./1959

Perihal

: Peraturan tentang perkawinan


pedjabat2/pegawai2 RI, jang
ditempatkan di perwakilan RI
diluar negeri dengan bangsa
asing.

Kepada
Jth. Para Menteri
di
DJAKARTA

SURAT EDARAN PERDANA MENTERI


No. 14/R.I./1959
Dengan ini saya minta dengan hormat perhatian Saudara2
untuk soal tersebut dalam pokok surat ini, jang telah diputuskan
oleh Dewan Menteri dalam sidangnja pada tanggal 23 Djuni 1959
sebagai berikut :
1. Tidak perlu didjelaskan kiranja, bahwa didalam mendjalankan
tugas para pejabat/pegawai Indonesia pada Perwakilan/
Perutusan Tetap/Konsulat Republik Indonesia diluar negeri harus
menginsjafi bahwa kewibawaan, kehormatan dan keselamatan
Republik Indonesia diluar negeri sangat dipengaruhi oleh kesenian,
djiwa, kepribadian dan budipekerti para pedjabat tersebut.
2. Suatu persoalan jang perlu mendapat perhatian ialah akibat2
perkawinan para pedjabat/pegawai Indonesia diluar negeri
dengan seorang bangsa asing.
3. Walaupun perkawinan adalah soal pribadi semata-mata, tetapi
tidak dapat disangkal pula bahwa djiwa. semangat, sikap, tingkah
laku dan sebagainja dan pihak asing jang kawin dengan seorang
diplomat atau pedjabat pegawai Republik Indonesia jang
ditempatkan di Perwakilan/Perutusan Tetap/Konsulat R.I. diluar
negeri, tidak sesuai, Kalau tidak sangat merugikan Bangsa dan
Negara Republik Indonesia.
II. Berhubung dengan hal2 tersebut diatas, maka Pemerintah
Republik Indonesia memandang perlu mengadakan peraturan
mengenai penempatan pedjabat/pegawai2 Indonesia di

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

851

Perwakilan/Perutusan Tetap/Konsulat Republik Indonesia di luar


negeri sebagai berikut :
1. Seorang pedjabat jang beristerikan/bersuamikan seorang jang
pada waktu perkawinannja tidak berkewarganegaraan
Indonesia, tidak dapat ditempatkan pada suatu Perwakilan/
Parutusan Tetap/Konsulat Republik Indonesia di luar negeri.
Dengan pedjabat disini diartikan baik pegawai negeri maupun
bukan pegawai negeri.
2. Terhadap ketentuan pada angka 1 tersebut diatas dapat
diadakan pengetjualian oleh dan atas kebidjaksanaan Menteri
Luar Negeri. Pedjabat R.I diluar negeri jang ingin kawin dengan
seorang bangsa asing harus mengadjukan permohonan
terlebih dahulu kepada Pemerintah melalui Menteri Luar
Negeri untuk diketjualikan dari apa jang dimaksud dalam
angka 1. Pengetjualian itu dapat diberikan berdasarkan
pertimbangan Menteri Luar Negeri, apakah pedjabat jang
bersangkutan perlu atau tidak dipertahankan ditilik dari
lapangan pakerdjaannja dan alasan2 lain jang kuat dengan
tjatatan, bahwa diberikan dengan pertimbangan, bahwa
keputusan itu tidak akan merugikan kepentingan Bangsa
dan Negara (vide angka 3).
3. Pengetjualian tarsebut tidak boleh bertentangan dengan djiwa,
skepribadian dan kebudajaan Indonesia jang diharapkan dari
seorang warganegara,
4. Seorang pedjabat jang diketjualikan menurut angka 2
tersebut diatas tidak dapat memegang djabatan2 sebagai
berikut :
a. Pemimpin (Kepala) Perwakilan/Perutusan Tetap/Konsulat
R I. di luar negeri.
b. Counsellor dan djabatan jang lebih tinggi.
c. Kepala Kanselerai
d. Sandiman.
karena djabatan2 tersebut diatas dianggap sangat penting
dan luas tanggung djawabnja.
5. Perkawinan jang dimaksud dalam angka 1 tersebut diatas,
jang dilakukan setelah peraturan ini berlaku, mengakibatkan
pembebasan pedjabat jang bersangkutan dari djabatannja
sebagai pedjabat Perwakilan/Perutusan Tetap/Konsulat R.I.
diluar negeri dan dipanggil kembali ke Indonesia.
852

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

6. Terhadap pedjabat jang melangsungkan perkawinan


termaksud dalam angka 1 tersebut diatas, sebelum
berlakunja peraturan ini, dapat diadakan pengetjualian, jang
harus didasarkan pada unsur djiwa, kepribadian dan
Kebudajaan Indonesia seperti tersebut pada angka 3 halaman
diserahkan kepada kebidjaksanaan Menteri Luar Negeri
dengan tjatatan. bahwa terhadap mereka, jang tidak
memenuhi unsur2 termaksud, ketentuan2 jang tertjantum
dalam angka 1 s/d 5 tersebut diatas dilaksanakan dalam
waktu 2 tahun sesudah berlakunja peraturan ini.
7. Peraturan ini berlaku mulai tanggal 23 Djuni 1959.
II. Berhubung dengan hal-hal tersebut diatas, saja minta dengan
hormat supaja Saudara2 jang menempatkan/memperbantukan
pedjabat2nja pada Perwakilan/Perutusan Tetap/Konsulat R.l.
diluar negeri memperhatikan ketentuan2 jang termuat dalam
bab II surat edaran ini.
PERDANA MENTERI,
d.t.o
(DJUANDA)
Tembusan surat ini disampaikan kepada :
1.
2.
3.
4.
a.
b.
c.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Ketua Mahkamah Agung,


Djaksa Agung,
Ketua Dewan Pengawas Keuangan.
Para Penguasa Perang Pusat:
Kepala Staf Angkatan Laut,
Kepala Staf Angkatan Udara,
Kepala Kabinet Presiden,
Direktur Kabinet Presiden,
Direktur Kabinet Perdana Menteri,
Semua Sekretaris Djenderal Kementerian,
Thesaurir Djenderal pada Kementerian Keuangan,
Direktur Djenderal Biro Perantjang Nagara,
Kepala Kepolisian Negara,
Kepala Urusan Pegawai.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

853

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK.074/KP/IV/2002/01
TENTANG
PENDELEGASIAN WEWENANG MENGENAI PENOLAKAN/
PEMBERIAN IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN
DEPARTEMEN LUAR NEGERI DAN PERWAKILAN RI
Dl LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

a. bahwa dipandang perlu mendelegasikan


wewenang kepada pejabat dalam lingkungan
Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI
di Luar Negeri untuk menolak atau
memberikan izin melakukan perkawinan atau
perceraian yang diajukan oleh Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat Pembina Utama Madya
golongan ruang IV/d ke bawah yang setingkat
dengan itu;
b. bahwa pendelegasian wewenang untuk
menolak atau memberi izin melakukan
perkawinan atau perceraian kepada pejabat
dalam lingkungan Departemen Luar Negeri dan
Perwakilan RI di luar negeri yang diatur dalam
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/
686/DN/X/1988 tentang Pendelegasian
Wewenang mengenai Penolakan/Pemberian

854

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai


Negeri Sipil dalam lingkungan Departemen Luar
Negeri/perwakilan RI di luar negeri perlu
disesuaikan dengan Surat Edaran Bacaan
Administrasi Kepegawaian Negara No. 08/SE/
1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian
Pegawai Negeri Sipil;
c. bahwa para pejabat sebagaimana tersebut
dalam lampiran Keputusan ini dipandang cakap
untuk menerima, pendelegasian wewenang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
d. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan
c perlu menetapkan Keputusan Menteri Luar
Negeri tentang Pendelegasian Wewenang
mengenai Penolakan/Pemberian izin
Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri
Sipil dalam lingkungan Departemen Luar Negeri
dan Perwakilan RI di Luar Negeri;
Mengingat

1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1


Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran
Negara RI Tahun 1974 Nomor 1. Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3019),
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara RI
Tahun 1999 Nomor 169 dan Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3890);
3. Peraturan Pemeritah Republik Indonesia
Nornor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara RI Tahun 1975
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 3050);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

855

1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian


bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
RI Tahun 1990 Nomor 61. Tambahan
Lembaran Negara RI Nomar 3424),
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
RI Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4014);
6. Keputusan Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia Nomor 5K 053/OT/11/2002/01
Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Luar Negeri;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG


PENDELEGASIAN WEWENANG MENGENAI
PENOLAKAN/PEMBERIAN IZIN PERKAWINAN
DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN LUAR
NEGERI DAN PERWAKILAN RI Dl LUAR NEGERI
Pasal 1

Mendelegasikan wewenang kepada pejabat sebagai tersebut dalam


lajur -2 lampiran keputusan ini untuk menolak alau memberikan izin
perkawinan dan perceraian yang dilakukan oleh pegawai Negeri Sipil
yang berpangkat Pembina Utama Madya golongan Ruang IV/d ke
bawah sampai dengan Penata Muda golongan ruang III/a dan
Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkal I golongan
ruang ll/d ke bawah sampai dengan Juru Muda golongan ruang I/a.
Pasal 2
Penolakan atau pemberian izin perkawinan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 adalah :

856

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

a. perkawinan yang akan dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil pria


dengan isteri kedua/ketiga/keempat.
b. perkawinan yang akan dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil wanita
untuk menjadi Isteri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan
Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 3
Pada saat Keputusan ini mulai berlaku. Keputusan Menteri Luar
Negeri Nomor SP/686/DN/X/1988 Tentang Pendelegasian
Wewenang mengenai Penolakan Pemberian Izin Perkawinan dan
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Departemen
Luar Negeri/Perwakilan RI di Luar Negeri dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 4
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Pasal 5
Keputusan ini disampaikan kepada Pejabat yang berwenang untuk
diindahkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya
Diletapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 April 2002
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
N. HASSAN WIRAJUDA
TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada:
1. Kepala Badan Kepegawaian Negara,

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

857

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTER I LUAR NEGERI
NOMOR SK. 074/KP/IV/2002/01
TANGGAL 12 April 2002
PEJABAT YANG MENERIMA PENDELEGASIAN WEWENANG
UNTUK MENOLAK ATAU MEMBERIKAN IZIN PERKAWINAN DAN
PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN
DEPARTEMEN LUAR NEGERI/PERWAKILAN RI Dl LUAR NEGERI

No

PEJABAT YANG MENERIMA


PENDEGASIAN WEWENANG
2

KETERANGAN
3

1.

Sekretaris Jenderal Departemen


Luar Negeri

Untuk menolak atau memberikan izin


perkawinan dan perceraian yang diajukan
oleh Pegawai Negeri Sipil yang
berpangkat Pembina Utama Madya
golongan ruang IV/d ke bawah sampai
dengan penata muda golongan ruang
III/a.

2.

Kepala Biro Kepegawaian


Departemen Luar Negeri

Untuk menolak atau memberikan izin


perkawinan dan perceraian yang diajukan
oleh pegawai Negeri Sipil yang
berpangkat Pengatur Tingkat I golongan
ruang II/d sampai dengan juru Muda
golongan ruang I/a.

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA,
ttd
N. HASSAN WIRAJUDA

858

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
SURAT EDARAN
NOMOR : SE/077/VII/2005/19/02
TENTANG
PERIJINAN UNTUK PERKAWINAN ANTARA DIPLOMAT
WANITA INDONESIA DENGAN WARGA NEGARA ASING

A. Pendahuluan
1. Bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
kepercayaan dan tuntutan agama.
2. Bahwa dengan mempertimbangkan Undang-Undang Nomor
62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan RI; UndangUndang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian;
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.279/OR/VIII/
83/01 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri.
3. Bahwa dengan memperhatikan hasil rapat koordinasi antar
unit kerja terkait di Departemen Luar Negeri yang terdir dari
Biro Kepegawaian, Biro Hukum, Direktorat Perjanjian Sosial
Budaya, Direktorat HAM, Direktorat Konsuler, Direktorat
Perlindungan WNI dan BHI dan Direktorat Keamanan
Diplomatik.
4. Bahwa untuk menafsirkan pelaksanaan ketentuan-ketentuan
yang ada dipandang perlu mengeluarkan Surat Edaran tentang
Perijinan untuk Perkawinan Antara Diplomat Wanita Indonesia
dengan Warga Negara Asing.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

859

B. Perkawinan Antara Diplomat Wanita Dengan Warga


Negara Asing
Beberapa aspek penting yang perlu dipertimbangkan
dalam pemberian ijin perkawinan seorang diplomat wanita
Indonesia dengan warga negara asing, yaitu aspek keamanan,
aspek hukum, aspek representing, aspek HAM dan aspek
kepatutan.
1. Aspek Keamanan
Tugas pokok seorang diplomat yaitu untuk memperjuangkan
kepentingan bangsa, negara dan Pemerintah Indonesia di
negara penerima. Salah satu fungsi diplomat adalah
melakukan pengamatan, analisis dan pelaporan
perkembangan politik/ekonomi/sosial budaya di negara
penerima yang dilakukan melalui sumber-sumber terbuka
maupun rahasia. Dari fungsi ini disadari bahwa seorang
diplomat pada hakikatnya melakukan kegiatan-kegiatan yang
sifatnya terbuka maupun intelijen. Sebagai diplomat harus
memiliki sense of security awareness sehingga dalam setiap
tindakannya dan termasuk menentukan pilihan pasangan
hidupnya harus memperhatikan faktor keamanan tersebut.
Dalam konteks ini, seorang diplomat wanita yang menikah
dengan WNA dikhawatirkan akan memiliki pandangan yang
bias dalam melaksanakan fungsinya karena adanya
keterikatan emosional dari pernikahan tersebut. Berdasarkan
aspek keamanan serta belum diketahuinya latar belakang
yang jelas dari WNA yang bersangkutan, apakah yang
bersangkutan sebagai agent dari suatu negara atau individu
yang reliable , maka sulit bagi diplomat wanita untuk
melaksanakan fungsinya apabila bersuamikan seorang WNA.
Di samping itu, setiap perkawinan antara diplomat WNI pun
senantiasa dilakukan penelitian (security clearance) secara
seksama mengenai latar belakang kehidupannya, apalagi bagi
seorang WNA yang belum diketahui asal usulnya dan latar
belakangnya.
2. Aspek Hukum
Berdasarkan SK Menlu No. SK.279/OR/VIII/83/01 Tahun
1983 tentang Peraturan Dasar PDLN ditetapkan bahwa PDLN
yang hendak menikah wajib mengajukan permohonan izin
860

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

terlebih dahulu kepada Menteri Luar Negeri dengan


menyertakan keterangan lengkap tentang calon istri/suami
untuk menjadi bahan perimbangan dalam pemberian ijin
menikah. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat
mengakibatkan seorang diplomat dicabut kedudukannya
sebagai PDLN. Ketentuan di atas ditafsirkan bahwa Menlu
memiliki kewenangan penuh dalam memberikan ijin
persetujuan atau penolakan bagi permohonan perkawinan
seorang diplomat. Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958
tentang Kewarganegaraan Indonesia menetapkan bahwa
seorang wanita WNA yang kawin dengan pria WNI, maka
wanita itu dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia
dari perkawinannya. Namun sebaliknya, seorang wanita WNI
yang kawin dengan pria WNA, maka akibat dari perkawinan
itu tidak dapat menjadikan pria WNA tersebut menjadi WNI.
Apabila pria WNA tersebut ingin menjadi WNI maka pria
WNA tersebut harus memenuhi persyaratan
kewarganegaraan (naturalisasi) yang ditentukan dalam Pasal
5 ayat 2 UU Nomor 62 Tahun 1958, yang mensyaratkan
antara lain seorang WNA harus bertempat tinggal sekurangkurangnya 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak
berturut-turut. Di samping itu, berdasarkan Kepmenlu Nomor
SK. 089/PK/V/95/01 Tahun 1995 dan UU Nomor 9 Tahun
1992 diatur bahwa paspor diplomatik dan paspor biasa hanya
diberikan kepada warga negara Indonesia. Dari uraian di
atas sulit bagi diplomat wanita Indonesia untuk menikah
dengan WNA karena proses naturalisasinya memakan waktu
yang cukup lama dan tidak dapat diberikan proses diplomatik.
3. Aspek Presenting
Merupakan salah satu tugas utama seorang diplomat untuk
menampilkan citra budaya dan kebhinekatunggalikaan secara
menyeluruh dan utuh dengan memegang teguh nilai-nilai
adat istiadat Indonesia sebagai jati diri diplomat Indonesia.
Dikhawatirkan perkawinan diplomat wanita Indonesia dengan
seorang WNA tidak dapat mempromosikan citra budaya dan
nilai-nilai adat Indonesia seutuhnya dalam mengemban misi
diplomatik. Di sisi lain, peranan istri dan suami diplomat sangat
diperlukan dalam membantu misi Perwakilan untuk
mempromosikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat
Indonesia di luar negeri.
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

861

4. Aspek HAM
Perkawinan adalah hak asasi dari setiap orang. Namun
demikian, hak itu dibatasi oleh ketentuan hukum. Deplu tidak
melarang diplomatnya untuk menikah dengan pilihannya
sepanjang memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Dalam
kaitan dengan HAM diakui adanya asas universal dan asa
particularity. Seorang diplomat harus taat dan patuh pada
ketentuan hukum, dan juga karena kedudukannya sebagai
wakil negara dan bangsa di negara penerima, maka dalam
menentukan pilihan pasangan hidupn ya terdapat batasanbatasan khusus yang semata-mata diperlukan untuk
kepentingan dinas dan misi diplomatik. Batasan-batasan inilah
yang merupakan sifat particularity dari HAM yang berlaku
bagi setiap diplomat Indonesia. Untuk jabatan atau posisi
tertentu di Indonesia (TNI, Polri dan Diplomat) memeRIukan
persyaratan khusus yang berbeda posisinya dengan Pegawai
Negeri Sipil lainnya. Penentuan ketentuan khusus bagi
seorang diplomat/Pejabat Indonesia tidak dapat dikatakan
melanggar HAM karena adanya sifat particularity.
5. Aspek Kepatutan
Seorang diplomat merupakan warga negara pilihan yang diberi
kedudukan dan kepercayaan (distinguished) untuk mewakili
kepentingan nasional Indonesia di negara penerima.
Berdasarkan aspek kepatutan dan kedudukan seorang
diplomat inilah, maka seyogyanya seorang diplomat wanita
yang merupakan wakil bangsa, negara dan pemerintah
Indonesia dianjurkan untuk tidak menikah dengan seorang
WNA agar dapat tampil secara utuh dan menyeluruh.
Dengan demikian perlu di discourage setiap keinginan diplomat
wanita Indonesia untuk menikah dengan seorang WNA.
6. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka dalam
hal perijinan untuk perkawinan antara Diplomat Wanita
Indonesia dengan Warga Negara Asing perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
a. Atas pertimbangan aspek keamanan, aspek hukum,
aspek representing, aspek HAM dan aspek kepatutan,
setiap perkawinan antara diplomat wanita dengan warga

862

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

negara asing tidak dapat diberikan persetujuan, kecuali


pada saat perkawinannya pria WNA tersebut telah
menjadi WNI.
b. Departemen Luar Negeri tidak melarang diplomat wanita
Indonesia kawin dengan WNA namun dengan segala
resiko dan konsekuensi sanksi kedinasan yang harus
ditanggung oleh diplomat wanita bersangkutan.
c. Seorang diplomat pada hakikatnya mempunyai fungsi
dan kedudukan yang sangat strategis dalam
memperjuangkan kepentingan nasional. Atas dasar ini,
diplomat harus memiliki sense of security awareness yang
tinggi, termasuk dalam hal-hal yang bersifat pribadi seperti
menentukan pilihan pasangan untuk menikah dengan
seorang warga negara asing.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 08 Juli 2005
A.n. Menteri Luar Negeri
Sekretaris Jenderal
ttd
SUDJANAN PARNOHADININGRAT

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

863

864

XIV
CUTI PEGAWAI

865

866

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1976


TENTANG
CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Tanggal : 23 DESEMBER 1976 (JAKARTA)
_________________________________________________________________
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang : a. bahwa ketentuan-ketentuan mengenai cuti
Pegawai Negeri Sipil yang sekarang berlaku,
diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan dan materinya ada yang sudah tidak
sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini, oleh
sebab itu perlu disederhanakan dan
disempurnakan;
b. bahwa berhubung dengan itu dipandang perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah yang
mengatur kembali tentang cuti Pegawai Negeri
Sipil.
Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041).
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG CUTI


PEGAWAI NEGERI SIPIL

CUTI PEGAWAI

867

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan cuti Pegawai
Negeri Sipil, selanjutnya disingkat dengan cuti, adalah keadaan tidak
masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu.
Pasal 2
(1) Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah :
a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara bagi Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
b. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden
bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kekuasaannya;
c. Kepala Perwakilan Republik Indonesia bagi Pegawai Negeri
Sipil yang ditugaskan pada Perwakilan Republik Indonesia di
luar negeri.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain
dalam lingkungan kekuasaannya untuk memberikan cuti, kecuali
ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau peraturan
perundang-undangan lainnya.
BAB II
CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Bagian Pertama
Jenis Cuti
Pasal 3
Cuti terdiri dari :
a. cuti tahunan;
b. cuti besar;
868

CUTI PEGAWAI

c. cuti sakit;
d. cuti bersalin;
c. cuti karena alasan penting; dan
f.

cuti di luar tanggungan Negara.


Bagian Kedua
Cuti Tahunan
Pasal 4

(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekarang-kurangnya 1


(satu) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti tahunan.
(2) Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja.
(3) Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu
yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja.
(4) Untuk mendapatkan cuti tahunan Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada
pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(5) Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti.
Pasal 5
Cuti tahunan yang akan dijalankan di tempat yang sulit
perhubungannya, maka jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat
ditambah untuk paling lama 14 (empat belas) hari.
Pasal 6
(1) Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan,
dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18
(delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun
yang sedang berjalan.
(2) Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dari 2 (dua) tahun berturutturut, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama
24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam
tahun yang sedang berjalan.

CUTI PEGAWAI

869

Pasal 7
(1) Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat
yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 1 (satu)
tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.
(2) Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24 (dua
puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun
yang sedang berjalan.
Pasal 8
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi guru pada sekolah dan dosen
pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan.
Bagian Ketiga
Cuti Besar

(1)

(2)
(3)

(4)

Pasal 9
Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 6
(enam) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti besar
yang lamanya 3 (tiga) bulan.
Pegawai Negeri Sipil yang menjalani cuti besar tidak berhak lagi
atas cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan.
Untuk mendapatkan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada
pejabat yang berwenang memberikan cuti.
Cuti besar diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.

Pasal 10
Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama.
Pasal 11
Cuti besar dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang
berwenang untuk paling lama 2 (dua) tahun, apabila kepentingan
dinas mendesak.

870

CUTI PEGAWAI

Pasal 12
Selama menjalankan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Bagian Keempat
Cuti Sakit
Pasal 13
Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit berhak atas cuti
sakit.
Pasal 14
(1) Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua)
hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan, bahwa ia harus
memberitahukan kepada atasannya.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai
dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan
ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus
mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat
keterangan dokter.
(3) Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih dari 14 (empat
belas) hari berhak cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan
secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan
cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter yang ditunjuk
oleh Menteri Kesehatan.
(4) Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) antara lain menyatakan tentang perlunya diberikan cuti,
lamanya cuti dan keterangan lain yang dipandang perlu.
(5) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan untuk
waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(6) Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)
dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila
dipandang perlu berdasarkan surat keterangan dokter yang
ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.

CUTI PEGAWAI

871

(7) Pegawai Negeri Sipil yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan atau
ayat (6), harus diuji kembali kesehatannya oleh dokter yang
ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(8) Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (7) Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
belum sembuh dari penyakitnya, maka ia diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya karena sakit dengan mendapat uang
tunggu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengalami gugur kandung
berhak atas cuti sakit untuk paling lama 1 1/2 (satu setengah)
bulan.
(2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan
mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat
keterangan dokter atau bidan.
Pasal 16
Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh
karena menjalankan tugas kewajibannya sehingga ia perlu mendapat
perawatan, berhak atas cuti sakit sampai ia sembuh dari penyakitnya.
Pasal 17
Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasalpasal 14 sampai dengan 16, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
menerima penghasilan penuh.
Pasal 18
(1) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 14 sampai
dengan 16, kecuali yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.

872

CUTI PEGAWAI

(2) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) cukup
dicatat oleh pejabat yang mengurus kepegawaian.
Bagian Kelima
Cuti Bersalin
Pasal 19
(1) Untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua, dan ketiga,
Pegawai Negeri Sipil wanita berhak atas cuti bersalin.
(2) Untuk persalinan anaknya yang keempat dan seterusnya,
kepada Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti di luar
tanggungan Negara.
(3) Lamanya cuti-cuti bersalin tersebut dalam ayat (1) dan (2)
adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah
persalinan.
Pasal 20
(1) Untuk mendapatkan cuti bersalin, Pegawai Negeri Sipil wanita
yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis
kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti.
Pasal 21
Selama menjalankan cuti bersalin Pegawai Negeri Sipil wanita yang
bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Bagian Keenam
Cuti Karena Alasan Penting
Pasal 22
Yang dimaksud dengan cuti karena alasan penting adalah cuti
karena :
a. ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua, atau
menantu sakit keras atau meninggal dunia;

CUTI PEGAWAI

873

b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a


meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengurus hakhak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia itu;
c. melangsungkan perkawinan yang pertama;
d. alasan penting lainnya yang ditetapkan kemudian oleh Presiden.
Pasal 23
(1) Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti karena alasan penting.
(2) Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat
yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 2 (dua)
bulan.
Pasal 24
(1) Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis
dengan menyebutkan alasan-alasannya kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti.
(2) Cuti karena alasan penting diberikan secara tertulis oleh pejabat
yang berwenang memberikan cuti.
(3) Dalam hal yang mendesak, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari pejabat
yang berwenang memberikan cuti, maka pejabat yang tertinggi
di tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja dapat
memberikan izin sementara untuk menjalankan cuti karena
alasan penting.
(4) Pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) harus segera diberitahukan kepada pejabat yang berwenang
memberikan cuti oleh pejabat yang memberikan izin sementara.
(5) Pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah menerima
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
memberikan cuti karena alasan penting kepada Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan.
Pasal 25
Selama menjalankan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.
874

CUTI PEGAWAI

Bagian Ketujuh
Cuti Di Luar Tanggungan Negara
Pasal 26
(1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurangkurangnya 5 (lima) tahun secara terus-menerus, karena alasanalasan pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti
di luar tanggungan Negara.
(2) Cuti di luar tanggungan Negara dapat diberikan-paling lama 3
(tiga) tahun.
(3) Jangka waktu cuti di luar tanggungan Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1
(satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk
memperpanjangnya.
Pasal 27
(1) Cuti di luar tanggungan Negara mengakibatkan Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan dibebaskan dari jabatannya, kecuali cuti
di luar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (2).
(2) Jabatan yang menjadi lowong karena, pemberian cuti di luar
tanggungan Negara dengan segera dapat diisi.
Pasal 28
(1) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara
tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti disertai
dengan alasan-alasannya.
(2) Cuti di luar tanggungan Negara hanya dapat diberikan dengan
surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) setelah mendapat
persetujuan dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal 29
(1) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan tidak berhak menerima
penghasilan dari Negara.
CUTI PEGAWAI

875

(2) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak


diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 30
Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada instansi
induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan
Negara diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 31
Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kepada instansi induknya
setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara,
maka :
a. apabila ada lowongan ditempatkan kembali;
b. apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi yang
bersangkutan melaporkannya kepada Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara untuk kemungkinan ditempatkan pada
instansi lain;
c. apabila penempatan yang dimaksud dalam huruf b tidak mungkin,
maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dari
jabatannya karena kelebihan dengan mendapat hak-hak
kepegawaian menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Bagian Kedelapan
Lain-lain
Pasal 32
(1) Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti tahunan,
cuti besar, dan cuti karena alasan penting, dapat dipanggil kembali
bekerja apabila kepentingan dinas mendesak.
(2) Dalam hal terjadi sebagai dimaksud dalam ayat (1), maka jangka
waktu cuti yang belum dijalankan itu tetap menjadi hak Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.

876

CUTI PEGAWAI

Pasal 33
Segala macam cuti yang akan dijalankan di luar Negeri, hanya dapat
diberikan oleh pejabat-pejabat sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) kecuali cuti besar yang digunakan untuk menjalankan kewajiban
agama.
Pasal 34
Dalam hal Pemerintah menganggap perlu, segala macam cuti
Pegawai Negeri Sipil dapat ditangguhkan.
Pasal 35
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 36
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah
ini, sedang menjalankan cuti berdasarkan peraturan lama, dianggap
menjalankan cuti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 38
(1) Cuti Pegawai Negeri Sipil yang menjabat sebagai Pejabat Negara
diatur dalam peraturan tersendiri.
(2) Cuti Jaksa Agung dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang dijabat oleh bukan Pegawai Negeri Sipil, diatur
dalam peraturan tersendiri.
CUTI PEGAWAI

877

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak
berlaku lagi :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1951 tentang Istirahat
Karena Hamil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 142);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian
Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor
26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 379);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1953 tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian
Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor
35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 404);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1954 tentang
Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953
tentang Pemberian Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara
Tahun 1954 Nomor 39);
e. Bijblad Nomor 13448 sebagaimana telah beberapa kali diubah
dan ditambah, terakhir dengan Bijblad Nomor 13994 (Pemberian
Cuti Di Luar Tanggungan Negara);
Pasal 40
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Desember 1976
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
878

CUTI PEGAWAI

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Desember 1976
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
SUDHARMONO, SH.

CUTI PEGAWAI

879

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1976
TENTANG
CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL
PENJELASAN UMUM
Sebagaimana diketahui, bahwa dewasa ini Cuti Pegawai Negeri Sipil
diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dalam rangka
usaha menyederhanakan dan menyempurnakan peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian, dipandang perlu
mengatur cuti Pegawai Negeri Sipil dalam satu Peraturan Pemerintah.
Dalam rangka usaha menjamin kesegaran jasmani dan rohani, maka
kepada Pegawai Negeri Sipil setelah bekerja selama jangka waktu
tertentu perlu diberikan cuti. Cuti yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini, kecuali cuti di luar tanggungan Negara, adalah hak
Pegawai Negeri Sipil, oleh sebab itu pelaksanaan cuti hanya dapat
ditunda dalam jangka waktu tertentu apabila kepentingan dinas
mendesak. Cuti di luar tanggungan Negara bukan hak Pegawai Negeri
Sipil. Cuti di luar tanggungan Negara dapat diberikan untuk kepentingan
pribadi yang mendesak Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan,
umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil wanita untuk mengikuti
suaminya yang ditugaskan di luar negeri. Setiap pimpinan haruslah
mengatur pemberian cuti sedemikian rupa sehingga tetap terjamin
kelacaran pelaksanaan pekerjaan. Menurut perhitungan, pemberian
cuti dalam waktu yang sama sebanyak 5% (lima persen) dari jumlah
kekuatan masih dapat tetap menjamin kelancaran pekerjaan.
Pegawai Negeri Sipil yang hendak menggunakan hak cutinya wajib
mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti melalui hierarki, kecuali cuti sakit yang
dimaksud dalam pasal 14 ayat (1). Untuk mendapatkan cuti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan cukup memberitahukan kepada atasannya
langsung.
Segala macam cuti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini
diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan
cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). Cuti

880

CUTI PEGAWAI

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) cukup dicatat oleh


pejabat yang mengurusi kepegawaian.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cuti Pegawai Negeri Sipil hendaknyalah diberikan tepat
pada waktunya. Untuk memungkinkan hal ini, maka
pendelegasian wewenang untuk memberikan cuti kepada
Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kekuasaannya
masing-masing hendaknya didelegasikan sejauh mungkin
kepada pejabat-pejabat sampai satuan organisasi
bawahan, umpamanya pemberian cuti tahunan, cuti sakit
yang tidak lebih dari 14 (empat belas) hari, cuti sakit
dalam dan oleh karena menjalankan tugas kewajiban,
cuti bersalin, dan cuti karena alasan penting hendaknya
didelegasikan sejauh mungkin sampai kepada pejabat yang
terbawah. Pendelegasian wewenang untuk memberikan
cuti sakit yang lebih dari 14 (empat belas) hari dan cuti
besar dapat dibatasi sampai tingkat pejabat tertentu,
umpamanya sampai dengan pimpinan instansi vertikal
tingkat Propinsi. Pemberian cuti di luar tanggungan Negara,
dilakukan sendiri oleh para pejabat yang dimaksud dalam
ayat (1), tidak dapat didelegasikan.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Yang berhak mendapat cuti tahunan adalah Pegawai Negeri
Sipil, termasuk calon Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun secara terus-menerus.
CUTI PEGAWAI

881

Yang dimaksud dengan bekerja secara terus-menerus adalah


bekerja dengan tidak terputus karena menjalankan cuti di luar
tanggungan Negara atau karena diberhentikan dari jabatan
dengan menerima uang tunggu.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cuti tahunan hanya dapat ditangguhkan pelaksanaannya
apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak
mungkin meninggalkan pekerjaannya karena ada
pekerjaan yang mendesak yang harus segera diselesaikan.
Penangguhan ini tidak boleh lebih lama dari 1 (satu) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi guru pada sekolah dan
dosen pada perguruan tinggi, baik yang mengajar pada
sekolah/perguruan tinggi Negeri maupun yang dipekerjakan/
diperbantukan untuk mengajar pada sekolah/perguruan tinggi
swasta yang mendapat liburan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan.
Pasal 9
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja secara terus
menerus setiap 6 (enam) tahun berhak atas cuti besar,
umpamanya seorang diangkat menjadi calon Pegawai
Negeri Sipil 1 April 1970. Pada tanggal 1 April 1971 ia

882

CUTI PEGAWAI

diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Pada tanggal 1


April 1976, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berhak
atas cuti besar. Cuti besar yang tidak diambil Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan tepat pada waktunya,
dapat diambil pada tahun-tahun berikutnya. tetapi
keteRIambatan pengambilan cuti besar itu tidak dapat
diperhitungkan untuk pengambilan cuti besar yang
berikutnya. Umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil
telah berhak atas cuti besar pada tanggal 1 April 1975,
tetapi karena sesuatu sebab cuti besar itu baru diambilnya
pada tanggal 1 April 1977. Dalam hal yang sedemikian
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan baru berhak atas
cuti besar yang berikutnya pada 1 April 1983.
Ayat (2) sampai dengan Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 10
Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama, umpamanya
menunaikan ibadah haji.
Pasal 11
Apabila kepentingan dinas mendesak, maka pemberian cuti
besar dapat ditangguhkan untuk paling lama 2 (dua) tahun,
dengan ketentuan, bahwa selama masa penangguhan itu
diperhitungkan sebagai hak untuk mendapatkan cuti besar
berikutnya. Umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil telah
berhak atas cuti besar pada 1 April 1975, tetapi karena ada
tugas kedinasan yang mendesak, maka pelaksanaan cuti besar
itu ditangguhkan oleh pejabat yang berwenang memberikan
cuti selama 2 (dua) tahun, oleh sebab itu cuti besar tersebut
baru diberikan 1 April 1977. Dalam hal yang sedemikian Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan berhak atas cuti besar
berikutnya pada 1 April 1981.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan penghasilan penuh adalah gaji pokok
dan penghasilan lain yang berhak diterimanya berdasarkan

CUTI PEGAWAI

883

peraturan perundang-undangan yang berlaku kecuali


tunjangan jabatan pimpinan.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Apabila Pegawai Negeri Sipil sakit yang tidak lebih dari 2
(dua) hari, cukup memberitahukan kepada atasannya
langsung secara tertulis atau dengan lisan.
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2 (dua) hari
tetapi tidak lebih dari 14 (empat belas) hari harus
mengajukan permintaan secara tertulis untuk
mendapatkan cuti sakit kepada pejabat yang berwenang
memberikan cuti melalui hierarki dengan melampirkan
surat keterangan dokter, baik dokter Pemerintah maupun
dokter swasta.
Ayat (3)
Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 14 (empat belas)
hari harus mengajukan permintaan secara tertulis untuk
mendapatkan cuti sakit kepada pejabat yang berwenang
memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan
dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Cuti sakit
yang lebih dari 14 (empat belas) hari tidak dapat diberikan
atas dasar surat keterangan dokter swasta.
Ayat (4) sampai dengan Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cuti sakit yang dimaksud dalam Pasal ini adalah cuti sakit
yang tidak terbatas waktunya.
884

CUTI PEGAWAI

Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh
pejabat yang berwenang memberikan cuti, berdasarkan
pertimbangan waktu yang diperlukan oleh Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan, tetapi tidak boleh lama lebih
dari 2 (dua) bulan.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
CUTI PEGAWAI

885

Ayat (3)
Dalam hal yang mendesak, izin sementara untuk
menjalankan cuti karena alasan penting dapat diberikan
oleh pejabat yang tertinggi di tempat Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan bekerja. Umpamanya : Seorang
Kepala instansi vertikal di Propinsi mendapat berita bahwa
ibunya meninggal dunia di tempat lain. Pejabat yang
berwenang memberikan cuti terhadap Kepala instansi
vertikal itu adalah Direktur Jenderal dari Departemennya.
Dalam hal ini maka Gubernur Kepala Daerah dapat
memberikan izin sementara kepada Kepala instansi
vertikal tersebut untuk menjalankan cuti karena alasan
penting.
Ayat (4)
Izin sementara untuk menjalankan cuti karena alasan
penting yang telah diberikan oleh pejabat sebagai
dimaksud dalam ayat (3), wajib diberitahukan dengan
segera kepada pejabat yang berwenang memberikan
cuti.
Ayat (5)
Pejabat yang berwenang memberikan cuti, berdasarkan
pemberitahuan yang disampaikan oleh pejabat sebagai
dimaksud dalam ayat (4), berikan cuti karena alasan
penting kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
secara resmi.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cuti di luar tanggungan Negara hanya dapat diberikan
kepada Pegawai Negeri Sipil karena ada alasan-alasan
pribadi yang penting dan mendesak, umpamanya
Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengikuti suaminya
yang bertugas di luar negeri.

886

CUTI PEGAWAI

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Pemberian cuti di luar tanggungan Negara tidak dapat
didelegasikan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti
sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Pasal 29
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti di
luar tanggungan Negara tidak berhak menerima
penghasilan, dari Negara, terhitung mulai bulan
berikutnya ia menjalankan cuti di luar tanggungan Negara
itu, dan segala fasilitas yang diperolehnya harus
dikembalikan kepada instansi tempat ia bekerja.
Ayat (2)
Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak
diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil,
baik sebagai masa kerja untuk perhitungan pensiun,
maupun sebagai masa kerja untuk kenaikan pangkat,
kenaikan gaji berkala dan lain-lain.
Pasal 30
Apabila masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara
habis, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak melaporkan
diri kembali kepada instansinya, maka Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian ini dilakukan dengan surat
keputusan pejabat yang berwenang mengangkat dan
memberhentikan Pegawai Negeri Sipil.
CUTI PEGAWAI

887

Pasal 31 sampai dengan Pasal 40


Cukup jelas.

888

CUTI PEGAWAI

Jakarta, 25 Pebruari 1977

Kepada
Yth. 1. Semua Menteri yang memimpin
Departemen
2. Jaksa Agung
3. Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara.
4. Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen.
5. Semua Kepala Perwakilan RI di
luar negeri.
6. Semua Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I.
7. Semua Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II.
di

T E M P A T.

SURAT-EDARAN
NOMOR : 01/SE/1977
TENTANG
PERMINTAAN DAN PEMBERIAN CUTI
PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENDAHULUAN

1.

UMUM
a. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 teniang Pokokpokok Kepegawaian Pasal 8, terdapat ketentuan bahwa
setiap Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti. Tujuan cuti
adalah dalam rangka usaha untuk menjamin kesegaran
jasmani dan rohani Pegawai Negeri Sipil.

CUTI PEGAWAI

889

b. Sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 8 Tahun


1974 Pasal 8 tersebut, maka telah dikeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai
Negeri Sipil.
c.

2.

Untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaannya, maka


dipandang perlu mengeluarkan Surat Edaran tentang
petunjuk-petunjuk teknis permintaan dan pemberian cuti
Pegawai Negeri Sipil.

DASAR
a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041).
b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor
57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3093).
c. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1984 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Organisasi Badan
Administrasi Kepegawaian Negara.

3.

TU J U A N
Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi pejabat yang
bersangkutan dalam menetapkan pemberian cuti bagi Pegawai
Negeri Sipil di lingkungannya masing-masing.

II. PEJABAT YANG BERWENANG MEMBERIKAN CUTI


1.

Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah :


a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara bagi Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
b. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden
bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masingmasing.
c. Kepala Perwakilan RI bagi Pegawai Negeri Sipil yang
ditugaskan pada Perwakilan RI di luar negeri.

890

CUTI PEGAWAI

2.

Dengan tidak mengurangi ketentuan yang ditetapkan oleh


Menteri Dalam Negeri, maka Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II,
berwenang memberikan cuti kepada Pegawai Negeri Sipil dalam
lingkungannya masing-masing, kecuali cuti di luar tanggungan
negara dimaksud dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1976 bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dipekerjakan
atau diperbantukan pada Daerah Otonom.
CATATAN
Cuti di luar tanggungan Negara yang dimaksud dalam Pasal 26
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976, bagi Pegawai
Negeri Sipil Pusat dipekerjakan atau diperbantukan pada Daerah
Otonom hanya dapat diberikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga
yang bersangkutan.

3.

Pejabat yang berwenang memberikan cuti yang dimaksud di


atas, dengan surat keputusan dapat mendelegasikan sebagian
wewenangnya kepada pejabat bawahannya untuk memberikan
cuti Pegawai Negeri Sipil, kecuali cuti di luar tanggungan Negara
yang dimaksud dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1976. Pemberian cuti di luar tanggungan Negara
yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1976 yaitu cuti di luar tanggungan Negara
untuk persalinan keempat dan seterusnya, dapat didelegasikan.

4.

Untuk menjamin kelancaran pemberian cuti, maka


pendelegasian wewenang pemberian cuti yang dimaksud di atas
hendaknya dapat diberikan sampai kepada pimpinan satuan
organisasi yang terendah.

5.

Cuti di luar tanggungan Negara yang dimaksud dalam Pasai 26


hanya dapat diberikan oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti yang dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976.

6.

Contoh surat keputusan pendelegasian wewenang tentang


pemberian cuti adalah sebagai tersebut dalam lampiran I Surat
Edaran ini.

III. PERMINTAAN DAN PEMBERIAN CUTI


1.

JENIS CUTI
Cuti Pegawai Negeri Sipil terdiri dari:

CUTI PEGAWAI

891

a. Cuti Tahunan.
b. Cuti Besar.
c. Cuti Sakit.
d. Cuti Bersalin.
e. Cuti Karena Alasan Penting,
f.
2.

Cuti di luar tanggungan Negara.

CUTI TAHUNAN
a. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurangkurangnya 1 (satu) tahun secara terus-menerus berhak
atas cuti tahunan. Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua
belas) hari kerja dan tidak dapat dipecah-pecah hingga
jangka waktu yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja.
b. Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang
bersangkutan dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk
paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti
tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil dalam tahun
1976 tidak mengajukan permintaan cuti
tahunan. Yang bersangkutan barulah dalam
tahun 1977 mengajukan permintaan cuti
tahunan, untuk tahun 1976 dan tahun 1977.
Dalam hal ini maka pejabat yang berwenang
memberikan cuti hanya dapat memberikan
cuti tahunan kepada Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan selama 18 (delapan
belas) hari kerja. Pegawai Negeri Sipil tersebut
barulah berhak meminta cuti tahunan yang
berikutnya pada tahun 1978.
c.

Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dari 2 (dua) tahun


berturut-turut, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti
tahunan dalam tahun yang sedang berjaian.
Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil dalam tahun
1976 dan tahun 1977 tidak mengajukan
permintaan cuti tahunan. Yang
bersangkutan barulah dalam tahun 1978
mengajukan permintaan cuti tahunan,

892

CUTI PEGAWAI

untuk tahun 1976, 1977, dan tahun


1978. Dalam hal ini pejabat yang
berwenang memberikan cuti hanya dapat
memberikan cuti tahunan kepada Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan selama
24 (dua puluh empat) hari kerja. Pegawai
Negeri Sipil tersebut barulah berhak
meminta cuti tahunan yang berikutnya
pada tahun 1979.
d. Cuti tahunan yang tidak diambil secara penuh dalam tahun
yang bersangkutan, dapat diambil dalam tahun berikutnya
untuk paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk
cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil yang dalam
tahun 1976 mengambil cuti tahunan
selama 3 (tiga) hari kerja. Dalam tahun
1977 ia mengajukan permintaan culi
tahunan untuk 1977 dan sisa cuti tahunan
tahun 1976. Dalam hal ini pejabat yang
berwenang memberikan cuti hanya dapat
memberikan cuti tahunan kepada Pegawai
Negeri Sipil tersebut selama 18 (delapan
belas) hari kerja.
e. Cuti tahunan yang tidak diambil secara penuh dalam
beberapa tahun, dapat diambil dalam tahun berikutnya
untuk paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk
cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
f.

Cuti tahunan yang akan dijalankan di tempat yang sulit


perhubungannya, jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat
ditambah untuk paling lama 14 (empat belas) hari termasuk
hari libur. Ketentuan ini tidak berlaku bagi cuti tahunan yang
diambil kurang dari 12 (dua belas) hari kerja.

g. Cuti tahunan yang ditangguhkan pelaksanaannya oleh


pejabat yang berwenang memberikan cuti dapat diambil
oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam tahun
berikutnya selama 24 (dua puluh empat) hari kerja
termasuk cuti tahunan yang sedang berjalan.
h. Pegawai Negeri Sipil yang telah berhak atas cuti tahunan
dan bermaksud akan mengambil cuti tahunan tersebut,

CUTI PEGAWAI

893

harus mengajukan permintaan cuti tahunan secara tertulis


kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti melalui
saluran hirarkhi, menurut contoh sebagai tersebut dalam
lampiran II Surat Edaran ini.
i.

3.

Cuti tahunan diberikan oleh pejabat yang berwenang


memberikan cuti secara tertulis menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran III Surat Edaran ini.

CUTI BESAR
a. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurangkurangnya 6 (enam) tahun secara terus menerus berhak
atas cuti besar selama 3 (tiga) bulan termasuk cuti tahunan
dalam tahun yang bersangkutan.
Umpamanya :

Seorang Pegawai Negeri Sipil telah bekerja


secara terus menerus sejak tahun 1971.
Pada tanggal 25 Maret 1980 ia
mengajukan permintaan cuti besar. Pada
tanggal 1 April 1980 pejabat yang
berwenang
memberikan
cuti,
memberikan cuti besar pada Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan selama 3
(tiga) bulan terhitung mulai 1 April 1980
termasuk didalamnya cuti tahunan untuk
tahun 1980. Dalam hal yang sedemikian
maka Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan :
1. Tidak berhak lagi atas cuti tahunan
untuk tahun 1980.
2. Cuti besar berikutnya dapat diambil
setelah 1 April 1986.

b. Apabila kepentingan dinas mendesak, maka pelaksanaan


cuti besar dapat ditangguhkan unluk paling lama 2 (dua)
tahun. Dalam hal yang sedemikian, maka selama waktu
penangguhan itu dihitung penuh untuk perhitungan hak atas
cuti besar berikutnya.
Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil telah bekerja
secara terus menerus sejak tahun 1972.
Dari bulan Mei tahun 1979 ia mengajukan
permintaan cuti besar, tetapi oleh karena
894

CUTI PEGAWAI

kepentingan dinas mendesak, pemberian


cuti besar itu ditangguhkan selama 2 (dua)
tahun sehingga baru bulan Mei tahun 1981
cuti itu diberikan. Dalam hal ini perhitungan
atas cuti besar berikutnya bukan terhitung
sejak bulan Mei tahun 1981, tetapi
terhitung bulan Mei tahun 1979.
c. Perhitungan atas hak cuti besar bagi Pegawai Negeri Sipil
yang telah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan
Negara, dihitung mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan aktif kembaii menjalankan tugasnya sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil telah bekerja
secara terus menerus sejak tahun 1972.
Dalam tahun 1978 ia menjalankan cuti
besar. Pada bulan Mei 1981 Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan
menjalankan cuti di luar tanggungan
Negara sampai dengan bulan Maret 1984.
Dalam hal yang sedemikian perhitungan
atas hak cuti besar berikutnya bagi
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
dihitung mulai bulan Maret 1984.
d. Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama,
umpamanya menunaikan ibadah haji.
e. Pegawai Negeri Sipil yang mengambil cuti besar kurang dari
3 (tiga) bulan, maka sisa cuti besar yang menjadi haknya
hapus.
Umpamanya :

Seorang Pegawai Negeri Sipil telah bekerja


secara terus menerus sejak 2 Januari
1974. Dalam tahun 1980 ia meminta cuti
besar. Karena sesuatu pertimbangan
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
hanya meminta cuti besar selama 2
(dua) bulan. Dalam hal yang sedemikian
maka hak atas sisa cuti besar selama 1
(satu) bulan tersebut menjadi hapus,

f. Pegawai Negeri Sipil yang telah berhak atas cuti besar dan
bermaksud akan mengambil cuti besar tersebut, wajib
CUTI PEGAWAI

895

mengajukan permintaan cuti besar secara tertulis kepada


pejabat yang berwenang memberikan cuti melalui saluran
hirarkhi, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran
IV Surat Edaran ini.
g. Cuti besar diberikan oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti secara tertulis menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran V Surat Edaran ini.
4.

CUTI SAKIT
a. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit berhak
atas cuti sakit.
b. Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu) atau 2
memberitahukannya kepada atasannya balk secara tertulis
pesan dengan perantara orang lain.
c. Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama lebih dari 2 (dua)
hari sampai dengan 14 (empat belas) hari harus
mengajukan permintaan cuti sakit secara tertulis kepada
pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan
melampirkan surat keterangan dokter, baik dokter
Pemerintah maupun dokter swasta.
d. Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih dari 14
(empat belas) hari harus mengajukan permintaan cuti sakit
secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan
cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter, baik
dokter Pemerintah maupun dokter swasta yang ditunjuk
oleh Menteri Kesehatan. Cuti sakit tersebut diberikan untuk
paling lama 6 (enam) bulan apabila dipandang perlu
berdasarkan surat keterangan dokter Pemerintah atau
dokter swasta yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
e. Pegawai Negeri Sipil yang telah menderita sakit selama 1
(satu) tahun 6 (enam) bulan dan belum sembuh dari
penyakitnya, harus diuji kembali kesehatannya oleh dokter
yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan, Apabila berdasarkan
hasil pengujian kesehatan tersebut Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan :
(1) Belum sembuh dari penyakitnya tetapi ada harapan
untuk bekerja kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil,
maka ia diberhentikan dengan hormat dari jabatannya

896

CUTI PEGAWAI

karena sakit dengan mendapat uang tunggu menurut


peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Belum sembuh dari penyakitnya dan tidak ada harapan
lagi untuk dapat bekerja kembali sebagai Pegawai Negeri
Sipil, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil, dengan mendapat hak-hak
kepegawaian menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
f.

Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengalami gugur


kandungan berhak atas cuti sakit untuk paling lama 11/2
(satu setengah) bulan.

g. Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan dalam dan


oleh karena menjalankan tugas kewajibannya yang
rnengakibatkan Pegawai Negeri Sipil tersebut perlu
mendapatkan perawatan. berhak atas cuti sakit sampai ia
sembuh dari penyakitnya.
h. Untuk mendapatkan cuti sakit, kecuali cuti sakit yang jangka
waktunya tidak lebih dari 2 (dua) hari. Pegawai Negeri Sipii
yang bersangkutan harus mengajukan permintaan cuti sakit
secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan
cuti melalui saluran hirarkhi menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran VI Surat Edaran ini.
i.

5.

Cuti sakit, kecuali cuti sakit yang jangka waktunya tidak


lebih dari 2 (dua) hari, diberikan oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran VII Surat Edaran ini.

CUTI BERSALIN
a. Untuk persalinan pertama, kedua, dan ketiga, Pegawai
Negeri Sipil wanita berhak atas cuti bersalin. Persalinan
pertama yang dimaksud adalah persalinan pertama sejak
yang bersangkutan menjadi Pegawai Negeri Sipil.
b. Untuk persalinan yang keempat dan seterusnya, kepada
Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti di luar tanggungan
Negara untuk persalinan.
c. Lamanya cuti bersaiin adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2
(dua) bulan sesudah persalinan. Apabila ada seorang
Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengambll cuti bersalin 2

CUTI PEGAWAI

897

(dua) minggu sebelum persalinan, maka haknya sesudah


persalinan tetap 2 (dua) bulan.
d. Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan bersalin untuk keempat
kalinya dan seterusnya, apabila menjelang persalinan
tersebut mempunyai hak atas cuti besar, dapat
menggunakan cuti besar tersebut sebagai cuti persalinan.
e. Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan bersalin harus
mengajukan permintaan cuti bersalin secara tertulis kepada
pejabat yang berwenang memberikan cuti melalui saluran
hirarkhi, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran
VIII Surat Edaran ini.
f. Cuti bersalin diberikan oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti secara tertulis menurut contoh sebagai
tersebut dalam :
(1) Lampiran IX Surat Edaran ini bagi cuti persalinan yang
pertama, kedua, dan ketiga.
(2) Lampiran X Surat Edaran ini bagi cuti di luar tanggungan
Negara untuk persalinan.
g. Pegawai Negeri Sipil wanita yang telah selesai menjalankan
cuti di luar tanggungan Negara untuk persalinan, dengan
surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti
diaktifkan kembali dalam jabatan semula menurut contoh
sebagai tersebut dalam lampiran XI Surat Edaran ini.
6.

CUTI KARENA ALASAN PENTING


a. Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti karena alasan penting
untuk paling lama 2 (dua) bulan. Lamanya cuti karena
alasan penting, hendaknya ditetapkan sedemikian rupa,
sehingga benar-benar hanya untuk waktu yang diperlukan
saja.
b. Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting, Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan
permintaan cuti kepada pejabat yang berwenang
memberikan cuti secara tertulis dengan menyebut alasanalasannya, menurut contoh sebagai tersebut dalam
lampiran XII Surat Edaran ini.

898

CUTI PEGAWAI

c. Cuti karena alasan penting diberikan oleh pejabat yang


berwenang membenkan cuti secara tertulis menurut contoh
sebagai tersebut dalam lampiran XIII Surat Edaran ini.
d. Dalam hal yang mendesak, sehingga Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari
pejabat yang berwenang memberikan cuti, maka Pegawai
Negeri Sipil tersebut dapat mengajukan permintaan izin
sementara kepada Kepala Pemerintah setempat (Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Walikotamadya Kepala
daerah Tingkat II, atau Camat).
e. Kepala Pemerintah setempat dapat memberikan izin
sementara kepada Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam
wilayah kekuasaannya untuk menjalankan cuti karena
alasan penting, menurut contoh sebagai tersebut dalam
lampiran XIV Surat Edaran ini.
f.

7.

Apabila Kepala Pemerintah setempat memberikan izin


sementara kepada seorang Pegawai Negeri Sipil untuk
menjalankan cuti karena alasan penting, maka ia
memberitahukan tentang pemberian izin sementara itu
kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan
cara mengirimkan tembusan surat izin sementara itu.

CUTI Dl LUAR TANGGUNGAN NEGARA


a.

Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurangkurangnya 5 (lima) tahun secara terus-menerus, karena
alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak,
umpamanya mengikuti suami yang bertugas di luar negeri,
dapat diberikan cuti di luar tanggungan Negara untuk paling
lama 3 (tiga) tahun. Jangka waktu tersebut dapat
diperpanjang untuk paling lama 1 (satu) tahun apabila ada
alasan-alasan yang penting untuk memperpanjangnya.

b. Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan Negara,


Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan
permintaan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti disertai dengan alasanalasannya menurut contoh sebagai tersebut dalam
lampiran XV Surat Edaran ini.
c. Cuti di luar tanggungan Negara bukan hak oleh sebab itu
permintaan cuti diluar tanggungan Negara dapat dikabulkan

CUTI PEGAWAI

899

atau ditolak oleh pejabat yang berwenang memberikan


cuti, satu dan lain hal tergantung atas pertimbangan
pejabat yang bersangkutan yang didasarkan untuk
kepentingan dinas.
d. Cuti di luar tanggungan Negara hanya dapat diberikan dengan
surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti
yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1976 Pasal 2 ayat (1) setelah mendapat persetujuan
dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Contoh
surat keputusan yang dimaksud adalah sebagai tersebut
dalam lampiran XVI Surat Edaran ini.
e. Untuk mendapatkan persetujuan Kepala Bagian
Administrasi Kepegawaian Negara, maka pejabat yang
berwenang memberikan cuti mengajukan permintaan
persetujuan, menurut contoh sebagai tersebut dalam
lampiran XVII Surat Edaran ini dan dibuat dalam rangkap
4 (empat) yaitu untuk :
(1) Instansi yang bersangkutan.
(2) Kepala Kantor Perbendaharaan Negara/Kepala Kas
Daerah yang bersangkutan.
(3) Deputi Tata Usaha Kepegawaian Badan Administrasi
Kepegawaian Negara.
(4) Deputi Pembinaan Badan Administrasi Kepegawaian
Negara.
f.

Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan cuti di luar


tanggungan Negara dibebaskan dari jabatannya, dan
jabatan yang lowong itu dengan segera dapat diisi.

g. Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai


Negeri Sipil yang bersangkutan tidak berhak menerima
penghasilan dari Negara dan tidak diperhitungkan sebagai
masa kerja Pegawai Negeri Sipil.
h. Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalankan cuti di luar
tanggungan Negara untuk paling lama 3 (tiga) tahun tetapi
ia ingin memperpanjangnya, maka ia harus mengajukan
permintaan perjanjian cuti di luar tanggungan Negara,
disertai dengan alasan-alasannya menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran XVIII Surat Edaran ini.

900

CUTI PEGAWAI

i.

Permintaan perpanjangan cuti di luar tanggungan Negara


harus sudah diajukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan
sebelum cuti di luar tanggungan negara berakhir.

j.

Permintaan perpanjangan cuti di luar tanggung Negara


dapat dikabulkan dan dapat pula ditolak, satu dan lain hal
tergantung atas pertimbangan pejabat yang berwenang
memberikan cuti di luar tanggungan Negara.

k. Perpanjangan cuti di luar tanggungan Negara diberikan


dengan surat keputusan pejabat yang berwenang
memberikan cuti di luar tanggungan Negara, setelah
mendapat persetujuan Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian. Contoh surat keputusan perpanjangan cuti
tersebut adalah sebagai tersebut dalam lampiran XIX Surat
Edaran ini.
I. Untuk mendapatkan persetujuan perpanjangan cuti di luar
tanggungan Negara yang dimaksud di atas, maka pejabat
yang berwenang memberikan cuti mengajukan permintaan
persetujuan kepada Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara menurut contoh sebagai tersebut
dalam lampiran XX Surat Edaran ini.
m. Pegawai Negeri Sipil yang telah selesai menjalankan cuti di
luar tanggungan Negara wajib melaporkan diri secara tertulis
kepada pimpinan instansi induknya menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran XXI Surat Edaran ini.
n. Pimpinan instansi induk yang telah menerima laporan dari
Pegawai Negeri Sipil yang telah selesai menjalankan cuti di
luar tanggungan Negara berkewajiban :
(1) Menempatkan dan mempekerjakannya kembali apabila
ada lowongan.
(2) Apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi
induk melaporkannya kepada Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara untuk kemungkinan disalurkan
penempatannya pada instansi lain, menurut contoh
sebagai tersebut dalam lampiran XXII Surat Edaran ini.
(3) Apabila penempatan yang dimaksud di atas tidak
mungkin, maka Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
negara memberitahukan kepada instansi induk. Atas
dasar pemberitahuan ini, maka pimpinan instansi induk
memberhentikan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan

CUTI PEGAWAI

901

dari jabatannya karena kelebihan dengan hak-hak


kepegawaian menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
o. Penempatan kembali Pegawai Negeri Sipil yang selesai
menjalankan cuti di luar tanggungan Negara dilakukan
dengan surat keputusan pejabat yang berwenang
memberikan cuti, setelah mendapat persetujuan dari Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Contoh surat
keputusan penempatan kembali adalah sebagai tersebut
dalam lampiran XXIII surat Edaran ini.
p. Penempatan kembali yang dimaksud diatas barulah dapat
dilakukan setelah ada persetujuan dari Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara. Untuk mendapatkan
persetujuan tersebut, maka pejabat yang berwenang
memberikan cuti mengajukan permintaan persetujuan
kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara
menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXIV
Surat Edaran ini.
q. Khusus bagi cuti diluar tanggungan Negara untuk persalinan
keempat dan seterusnya, berlaku ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
(1) Permintaan cuti tersebut tidak dapat ditolak.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan cuti tersebut
tidak dibebaskan dari jabatannya, atau dengan kata
lain, jabatannya tidak boleh diisi orang lain.
(3) Cuti tersebut tidak memerlukan persetujuan dari Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
(4) Lamanya cuti tersebut adalah sama dengan lamanya
cuti bersalin.
(5) Selama menjalankan cuti tersebut tidak menerima
penghasilan dari Negara dan tidak diperhitungkan
sebagai masa kerja.
IV. LAIN-LAIN
1.

902

Wewenang pemberian segala macam cuti yang akan dijalankan


di luar negeri, kecuali cuti besar yang akan digunakan untuk
menjalankan kewajiban agama tidak boleh didelegasikan.

CUTI PEGAWAI

2.

Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pekerjaan, maka


pemberian cuti dalam waktu yang sama, hanya dapat diberikan
oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti sebanyakbanyaknya 5 % (lima persen) dari jumlah kekuatan pegawai
yang ada dalam lingkungannya.

3.

Apabila kepentingan dinas mendesak, Pegawai Negeri Sipil yang


sedang menjalankan cuti tahunan, cuti besar dan cuti karena
alasan penting dapat dipanggil kembali bekerja dan sisa jangka
waktu cuti yang belum dijalankan tetap menjadi hak Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.

4.

Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan cuti, kecuali cuti di luar


Negara menerima penghasilan penuh

5.

Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan cuti besar tidak berhak


menerima tunjangan jabatan. Tunjangan jabatan lersebut
dipotong langsung oleh pimpinan yang bersangkutan dan
kemudian disetorkankan kembali kepada Kas Negara.

6.

Cuti sakit, cuti bersalin, cuti di luar tanggungan Negara untuk


persalinan yang keempat dan seterusnya, dan cuti karena
alasan penting bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang
menjalankan tugas belajar, dapat diberikan oleh rektor/pimpinan
sekolah tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
melaksanakan tugas belajar.

7.

Cuti Pegawai Negeri Sipil yang menjabat sebagai Jaksa Agung,


Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan
Pimpinan Lembaga Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen diatur dalam peraturan tersendiri.

8.

Jangka waktu cuti besar tidak dapat disambung dengan jangka


waktu cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang
bersangkutan/ pelaksanaannya ditangguhkan oleh pejabat yang
berwenang, sehingga dengan demikian jangka waktu cuti besar
paling lama 3 (tiga) bulan.

V.

PENCATATAN PEMBERIAN DAN PENANGGUHAN CUTI


PEGAWAI NEGERI SIPIL

1.

Dalam rangka ketertiban tata usaha Kepegawaian pemberian


dan penangguhan cuti Pegawai Negeri Sipil harus dicatat.

2.

Apabila dijumpai kesulitan dalam melaksanakan Surat Edaran


ini, diharap agar dengan segera menghubungi Kepala Badan

CUTI PEGAWAI

903

Administrasi Kepegawaian Negara untuk mendapatkan


penyelesaian selanjutnya.
3.

Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaikbaiknya oleh pejabat yang berkepentingan.

VI PERALIHAN
1.

Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan


Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 sedang menjalankan cuti
berdasarkan peraturan lama, dianggap menjalankan cuti
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

2.

Semua hak-hak kepegawaian dari Pegawai Negeri Sipil yang


dimaksud di atas sebagai yang ditentukan dalam peraturan
lama, supaya disesuaikan kepada hak-hak kepegawaian yang
timbul akibat Peraturan Pemerintah ini dengan ketentuan supaya
kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberikan hakhak yang lebih menguntungkan.

VII.PENUTUP
1.

Hal-hal pelaksanaan teknis yang belum cukup diatur dalam Surat


Edaran ini akan diatur kemudian.

2.

Apabila dijumpai kesulitan dalam melaksanakan Surat Edaran


ini, diharap agar dengan segera menghubungi Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara untuk mendapatkan
penyelesaian selanjutnya.

3.

Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaikbaiknya oleh pejabat yang berkepentingan

KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA
ttd
AE. MANIHURUK

904

CUTI PEGAWAI

TEMBUSAN Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada :


1. Bapak Presiden, sebagai laporan.
2. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur negara sebagai
laporan.
3. Menteri/Sekretaris Negara, sebagai laporan.
4. Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Insektur Jenderal,
dan Kepala Badan/Pusat.
5. Semua Kepala Kantor Wilayah Departeman Pendidikan Instalansi
Vertikal.
6. Semua Kepala Kantor Wilayah Direktur Jenderal Anggaran
Depatemen Keuangan.
7. Semua Kepala Kantor Perbendaharaan negara dan semua
Kepala Kas Daerah.
8. Semua Camat di seluruh Indonesia.
9. Pertinggal.

CUTI PEGAWAI

905

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR-SK. 53/OR/V/84/01 TAHUN 1984
TENTANG
CUTI PEJABAT PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA
Dl LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

: a. bahwa peraturan-peraturan tentang Pemberian


Istirahat/Cuti di Luar Negeri sudah tidak sesuai
lagi dengan Peraturan tentang Cuti Pegawai
Negeri Sipil yang berlaku;
b. bahwa berhubung dengan itu dipandang perlu
menetapkan kembali Keputusan Menteri Luar
Negeri tentang Cuti Pejabat Perwakilan RI di
Luar Negeri.

Mengingat

: 1. Undang-undang RI Nomor 8 tahun 1974


tentang Pokok-pokok Kepegawaian;
2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 tahun 1976
tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI RI


TENTANG CUTI PEJABAT PERWAKILAN REPUBLIK
INDONESIA Dl LUAR NEGERI.

906

CUTI PEGAWAI

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(1) Yang dimaksud dengan Cuti Pejabat Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri, selanjutnya dalam Keputusan ini
disebut Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan
oleh dinas dalam jangka waktu tertentu.
(2) Yang dimaksud Pejabat Perwakilan Republik Indonesia di Luar
Negeri, Selanjutnya dalam Keputusan ini disebut Pejabat
Perwakilan adalah para Pegawai Negeri Sipil/Militer yang
ditempatkan pada Perwakilan RI di iuar negeri.
Pasal 2
Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah :
a. Menteri Luar Negeri Republik Indonesia bagi Kepala Perwakilan
Diplornatik RI dan Kepala Perwakilan Konsuler RI yang tidak
berada di bawah Perwakilan Diplomatik;
b. Kepala Pewakilan yang bersangkutan bagi staf Perwakilan lainnya.
BAB II
CUTI PEJABAT PERWAKILAN
Bagian Pertama
Jenis Cuti
Pasal 3
Cuti terdiri dari :
a.
b.
c.
d.
e.

cuti tahunan;
cuti sakit;
cuti bersalin;
cuti karena alasan penting dan;
cuti di luar tanggungan negara.

CUTI PEGAWAI

907

Bagian Kedua
Cuti Tahunan
Pasal 4
(1) Pejabat Perwakilan yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun secara terus menerus di Perwakilan berhak atas
cuti tahunan.
(2) Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja.
(3) Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu
yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja.
(4) Untuk mendapatkan cuti Tahunan Pejabat Perwakilan yang
bersangkutan mengajukan permohonan secara tertulis.
(5) Seiama menjalankan cuti tahunan Pejabat Perwakilan yang
bersangkutan menerima tunjangan penghidupan penuh.
Pasal 5
Cuti tahunan yang akan dilakukan di luar wilayah kerja dengan jarak
lebih dan 1000 kilo meter, jangka waktu cutinya dapat ditambah
selama-lamanya 7 (Tujuh) hari.
Pasal 6
(1) Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan,
dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk selama-lamanya
18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam
tahun yang sedang berjalan.
(2) Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dari 2 (dua) tahun berturuturut dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk selamalamanya 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan
dalam tahun yang sedang berjalan.
Pasal 7
(1) Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat
seperti dalam pasal 2 selama-lamanya 1 (satu) tahun, apabila
kepentingan dinas mendesak.
(2) Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 (satu) dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24
908

CUTI PEGAWAI

(dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam


tahun yang sedang berjalan.
Pasal 8
Cuti tahunan sedapat mungkin disesuaikan dengan kepentingan
dinas, sehingga tidak akan mengganggu kelancaran tugas Perwakilan.
Pasal 9
(1) Para Pejabat Sandi yang ditempatkan pada Perwakilan RI
diberikan cuti sekali dalam 2 (dua) tahun selama 24 (dua puluh
empat) hari kerja.
(2) Ketentuan dalam pasal 5 berlaku pula bagi para Pejabat Sandi.
(3) Cuti Pejabat Sandi baru dapat diambil setelah berkerja di
Perwakilan RI sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
Pasal 10
Cuti akhir jabatan Pejabat Sandi dapat diambil sesudah habis masa
dinasnya di Perwakilan RI dan mendapat tunjangan penghidupan
penuh setelah serah terima dengan penggantinya.
Bagian Ketiga
Cuti Sakit
Pasal 11
Setiap Pejabat Perwakilan yang menderita sakit berhak atas cuti
sakit.
Pasal 12
(1) Pejabat Perwakilan yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua)
hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa yang
bersangkutan harus memberitahukan kepada atasannya.
(2) Pejabat Perwakilan yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai
dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan
ketentuan bahwa Pejabat Perwakilan yang bersangkutan harus
mengajukan permohonan secara tertulis kepada pejabat

CUTI PEGAWAI

909

(3)

(4)
(5)

(6)

(7)

(8)

seperti tersebut dalam pasal 2, dengan melampirkan surat


keterangan dokter.
Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dapat ditambah paling lama 1 (satu) bulan berdasarkan surat
keierangan dokter.
Cuti sakit lebih dari 1 (satu) bulan hanya dapat diberikan dengan
persetujuan Menteri Luar Negeri.
Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
dapat ditambah paling lama 3 (tiga) bulan dengan persetujuan
Menteri Luar Negeri.
Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)
dapat diambil selama-lamanya 6 (enam) bulan dengan
persetujuan Menteri Luar Negeri.
Pejabat Perwakilan yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan atau
syat (6) harus diuji kesehatannya oleh dokter yang ditunjuk
oleh Kepala Perwakilan.
Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan sebagaimana
dimaksud dalaml ayat (7) Pejabat Perwakiian yang bersangkutan
belum sembuh dari penyakitnya maka ia ditempatkan kembali
ke Jakarta.
Pasal 13

(1) Pejabat Wanita di Perwakilan yang mengalami gugur kandung


berhak atas sakit untuk selama-lamanya 1,5 (satu setengah)
bulan.
(2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) Pejabat Wanita di Perwakilan yang bersangkutan harus
mengajukan permohonan dengan melampirkan surat
keterangan dokter.
Pasal 14
Pejabat Perwakilan yang mengalami kecelakaan dalam menjalankan
tugasnya dan perlu mendapai perawatan, berhak atas cuti sakit
sampai sernbuh.

910

CUTI PEGAWAI

Pasal 15
Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal
12 sampai dengan 14, Pejabat Perwakilan yang bersangkutan
menerima tunjangan penghidupan penuh,
Pasal 16
(1) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 sampai dengan
14 kecuali yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) diberikan
secara tertulis
(2) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) cukup
dicatat oleh pejabat yang mengurus kepegawaian di Perwakilan
RI setempat.
Bagian Keempat
Cuti Bersalin
Pasal 17
(1) Pejabat Wanita di Perwakilan yang hendak bersalin dapat
diberikan cuti bersalin selama-lamanya 3 (tiga) bulan,
(2) Untuk persalinan anaknya yang keempat dan seterusnya
kepada Pejabat Wanita di Perwakilan yang bersangkulan diberikan
cuti di luar tanggungan negara selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 16
Untuk mendapatkan cuti bersalin, Pejabat Wanita di Perwakilan harus
mengajukan permohonan tertulis.
Pasal 19
Seiama menjalankan cuti bersalin Pejabat Wanita di Perwakilan yang
bersangkutan menerima tunjangan penghidupan penuh.
Bagian Kelima
Cuti Karena Alasan Penting
Pasal 20
Cuti karena alasan penting adalah cuti karena :

CUTI PEGAWAI

911

a. ibu, bapak, istri/suami, anak, adik, kakak, mertua atau menantu


sakit keras atau meninggal dunia.
b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a
meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku
Pejabat Perwakilan yang bersangkutan harus mengurus hakhak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia,
c. melangsungkan perkawinan yang pertama;
d. menjalankan kewajiban keagarnaan.
Pasal 21
(1) Pejabat Perwakilan berhak alas cuti karena alasan penting.
(2) Cuti karena alasan penting dapat diberikan kepada Pejabat
Perwakilan selama-lamanya 1 (satu) bulan termasuk waktu
pulang pergi dari dan ke tempat kedudukan Pejabat Perwakilan
yang bersangkutan.
(3) Waktu 1 (satu) bulan tersebut dalam ayal (2) dapat diperpanjang
dengan 14 (ernpat belas) hari seizin Menteri Luar Negeri.
Pasal 22
Cuti karena alasan penting harus diajukan secara tertulis dengan
disertai alasan-alasannya kepada Menteri Luar Negeri melalui Kepala
Perwakilan.
Pasal 23
(1) Dalam hal yang mendesak maka Kepala Perwakilan RI diberi
hak untuk memberikan cuti karena alasan penting selamalamanya 14 (empat belas) hari,
(2) Keputusan seperti tersebut dalam ayat (1) harus segera
dilaporkan oleh Perwakilan RI kepada Menteri Luar Negeri.
(3) Apabila Menteri Luar Negen tidak membenarkan cuti seperti
tersebut dalam ayat (1) maka cuti itu diperhitungkan sebagai
cuti tahunan Pejabat Perwakilan bersangkutan.
Pasal 24
Selama menjalankan cuti karena alasan penting Pejabat Perwakian
yang bersangkutan menerima tunjangan penghidupan penuh.
912

CUTI PEGAWAI

Bagian Keenam
Cuti di Luar Tanggungan Negara
Pasal 25
(1) Pejabat Perwakilan yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5
tahun Departemen Luar Negeri secara terus menerus dan di
Perwakilan sekurang-kurangnya 2 tahun, karena alasan-alasan
pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti di luar
tanggungan negara.
(2) Cuti di luar tanggungan negara dapat diberikan untuk selamalamanya 1 (satu) tahun.
(3) Jangka waktu cuti di luar tanggungan negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dapat diperpanjang selama-lamanya
1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk
memperpanjangnya.
Pasal 26
Cuti di luar tanggungan negara mengakibatkan Pejabat Perwakilan
yang bersangkutan dibebaskan dari jabatannya, kecuali cuti diluar
tanggungan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat
(2).
Pasal 27
(1) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan negara, Pejabat
Perwakilan yang bersangkutan mengajukan permohonan tertulis
kepada Menteri Luar Negeri.
(2) Cuti di luar tanggungan negara, hanya dapat diberikan dengan
Keputusan Menteri Luar Negeri
Pasal 28
(1) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara, Pejabat
Perwakilan yang bersangkutan tidak berhak menerima tunjangan
penghidupan.
(2) Cuti di luar tanggungan negara tidak diperhitungkan sebagai
masa kerja.

CUTI PEGAWAI

913

Pasal 29
Pejabat Perwakilan yang tidak melaporkan diri kembali ke Perwakilan
yang bersangkutan setelah habis masa menjalankan cuti di luar
tanggungan negara diberhentikan dengan hormat baik sebagai
Pejabat Perwakilan rnaupun sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Bagian Ketujuh
Lain-lain
Pasal 30
(1) Pejabat Perwakilan yang sedang menjalankan cuti tahunan dan
cuti karena alasan penting dapat dipanggil kembali bekerja apabiia
kepentingan dinas mendesak.
(2) Dalam hal terjadi sebagai dimaksud dalam ayat (1) jangka
waktu cuti yang belum dijalankan tetap menjadi hak Pejabat
Perwakilan yang bersangkutan.
Pasal 31
Dalam hal Menteri Luar Negeri RI menganggap perlu, segala macam
cuti Pejabat Perwakilan dapat ditangguhkan.
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
Pejabat Perwakilan yang pada saat berlakunya Keputusan Menteri
Luar Negeri ini, sedang menjalankan cuti berdasarkan peraturan
lama, dianggap menjalankan cuti berdasarkan Keputusan Menteri
Luar Negeri ini.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Dengan berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini, maka
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/35/PLN/65 tanggal 16
914

CUTI PEGAWAI

Januari 1965 mengenai peraturan tentang istirahat/cuti di luar negeri


dan Pedoman Pengambilan Cuti Khusus bagi Sandiman di Luar Negeri
No. Cr.IV/0718.SANDI.59 tanggal 17 September 1958 dinyatakan
tidak berlaku lagi.
Pasal 34
Keputusan Menteri Luar Negeri ini, mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 1 Mei 1984
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

CUTI PEGAWAI

915

916

XV
PEMBATASAN
KEGIATAN PNS

917

918

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 6 TAHUN 1974
TENTANG
PEMBATASAN KEGIATAN PEGAWAI NEGERI DALAM
USAHA SWASTA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

: bahwa dalam rangka lebih meningkatkan daya guna


Pegawai Negeri untuk menyelenggarakan tugastugas umum pemerintahan maupun tugas-tugas
pembangunan, dipandang perlu untuk membatasi
kegiatan Pegawai Negeri dalam usaha-usaha
Swasta.

Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 263;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2312).
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


TENTANG PEMBATASAN KEGIATAN PEGAWAI
NEGERI DALAM USAHA SWASTA.

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

919

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a.

Pegawai Negeri adalah :


1. Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Nomor 2312), yakni:
-

Pegawai Negeri Sipil Pusat;

Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;

Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan/dipekerjakan


pada Daerah Otonom atau Instansi lain;

Pegawai Daerah Otonom;

Pegawai Perusahaan Jawatan (PERJAN);

Pegawai Perusahaan Umum (PERUM);

Pegawai Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk


dengan Undang-undang;

Pegawai Bank Milik Negara.

2. Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri, yakni :

b.

Pegawai Perusahaan Perseroan (PERSERO);

Pegawai Perseroan Terbatas (PT) Milik Negara yang


belum digolongkan ke dalam salah satu Usaha Negara
berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1069 (Lembaran
Negara Tahun 1969 Nomor 16; Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2891) tentang bentuk-bentuk Usaha
Negara menjadi Undang-undang (Lembaran Negara
Tahun 1969 Nomor 40; Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2905);

Pegawai Perusahaan Daerah;

Penjabat adalah Pegawai Negeri dan Penjabat bukan Pegawai


Negeri yang :
1. Di tingkat Pusat menduduki jabatan Eselon III ke atas;

920

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

2. Di tingkat Daerah menduduki jabatan;


-

Camat dan Mantri Pagar/Praja;

Di tingkat Kabupaten/Kotamadya : Bupati/Walikota dan


jabatan Eselon II ke atas, baik dari Jawatan Otonom
maupun Jawatan Pusat;

Di tingkat Propinsi : Gubernur dan jabatan Eselon II ke


atas, baik dari Jawatan Otonom maupun Jawatan Pusat.

3. Di lingkungan PERJAN, PERUM, PERSERO, Perusahaan Milik


Negara, Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dengan
Undang-undang, Bank Milik Negara dan Perusahaan Daerah,
Bank Milik Negara dan Perusahaan Daerah, menduduki
jabatan yang tingkatnya ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri
bersangkutan yang membawahinya;
c.

Pejabat Yang Berwenang adalah Pejabat yang berhak


mengangkat dan memberhentikan Pegawai Negeri menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d.

Perusahaan Swasta adalah badan usaha atau badan hukum


yang bergerak di bidang usaha yang didirikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; yang bukan milik
Negara;

e.

Kegiatan Usaha Dagang adalah kegiatan membeli dan menjual


kembali barang dan atau jasa dengan tujuan mencari
keuntungan serta tidak berbentuk Perusahaan Swasta,
termasuk menjadi perantara dari kegiatan tersebut.
BAB II
PEMBATASAN BERUSAHA
Pasal 2

(1) Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/a PGPS -1968 ke atas,
anggota ABRI berpangkat Letnan II ke atas, Penjabat, serta
isteri dari :
-

pejabat Eselon I dan yang setingkat baik di Pusat maupun


di Daerah;

Perwira Tinggi ABRI;

pejabat-pejabat lain yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala


Lembaga yang bersangkutan dilarang :
PEMBATASAN KEGIATAN PNS

921

a. memiliki seluruh atau sebagian Perusahaan Swasta;


b. memimpin, duduk sebagai anggota pengurus atau
pengawas suatu perusahaan Swasta;
c. melakukan kegiatan usaha dagang, baik secara resmi
maupun sambilan.
(2) Larangan tersebut ayat (1) Pasal ini tidak berlaku untuk :
a. pemilikan saham suatu perusahaan sepanjang jumlah dan
sifat pemilikan itu tidak sedemikian rupa, sehingga melalui
pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung
menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;
b. melakukan pekerjaan Swasta yang mempunyai fungsi Sosial
ialah :
-

praktek Dokter, Bidan;

mengajar sebagai Guru;

lain-lain pekerjaan yang serupa yang ditetapkan oleh


Presiden.

c. isteri yang menerima pekerjaan atau bekerja sebagai


pegawai pada Swasta atau perusahaan milik Negara yang
tidak ada hubungannya dengan pekerjaan/jabatan
suaminya;
d. hal-hal khusus dengan izin Presiden.
Untuk melakukan kegiatan tersebut ad-b dan c ayat (2) ini,
yang bersangkutan harus mendapatkan izin tertulis dri
Penjabat Yang Berwenang.
(3) Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/d PGPS -1968 ke bawah,
anggota ABRI berpangkat Pembantu Letnan I ke bawah serta
isteri dari Pegawai Negeri, anggota ABRI dan pejabat yang
tidak termasuk ketentuan tersebut ayat (1) Pasal ini, wajib
mendapat izin tertulis dari Penjabat Yang Berwenang apabila
memiliki Perusahaan Swasta atau melakukan kegiatan seperti
tersebut dalam ayat (1) ad b dan c Pasal ini.
Pasal 3
(1) Pegawai Negeri Sipil dan anggota ABRI serta Penjabat hanya
dapat bekerja pada Perusahaan milik Negara atau Perusahaan
Swasta milik Instansi resmi yang mempunyai tujuan serta, fungsi
sosial baik sebagai pemimpin, pengurus, pengawas atau pegawai
922

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

biasa, atas dasar penugasan dari Penjabat Yang Berwenang


dan diangkat berdasarkan peraturan yang berlaku.
(2) Penugasan dalam Perusahaan tersebut ayat (1) Pasal ini tidak
dibenarkan untuk dirangkap dengan jabatan di Pemerintahan,
kecuali untuk penugasan sebagai Pengawas dalam Perusahaan.
BAB III
PEMBATASAN DUDUK DALAM USAHA SOSIAL
Pasal 4
(1) Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/a PGPS -1968 ke atas,
anggota ABRI berpangkat Letnan II ke atas dan Penjabat
dilarang duduk sebagai Pengurus, Penasehat atau Pelindung
dalam Badan Sosial, apabila untuk itu ia menerima upah/gaji/
honorarium atau keuntungan materiil/ finansiil lainnya.
(2) Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI dan Penjabat tersebut pada
ayat (1) pasal ini yang duduk dalam Badan Sosial tanpa
menerima upah/gaji/honorarium atau keuntungan materiil/
finansiil lainnya, harus memperoleh izin tertulis dari Penjabat
Yang Berwenang.
(3) Isteri dari mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini, yang
duduk sebagai Pengurus, Penasehat atau Pelindung dalam
Badan Sosial, harus memperoleh persetujuan dari Penjabat
Yang Berwenang pada Departemen/Lembaga Negara/lnstansi
tempat bekerja suaminya apabila untuk itu ia menerima upah/
gaji/honorarium atau keuntungan materiil/ finansiil lainnya.
(4) Pegawai Negeri Sipil golongan njang lll/d POPS -1968 ke bawah,
dan anggota ABRI berpangkat Pembantu Letnan I ke bawah
harus memperoleh izin dari Penjabat Yang Berwenang apabila
duduk sebagai Pengurus, Penasehat atau Pelindung dalam Badan
Sosial serta apabila untuk itu ia menerima upah/gaji/honorarium
atau keuntungan materiil/finansiil lainnya.
Pasal 5
(1) Penjabat Yang Berwenang dapat menolak permintaan izin atau
persetujuan yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ad b dan
c, Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah ini, apabila
pemberian izin atau persetujuan itu akan mengakibatkan
PEMBATASAN KEGIATAN PNS

923

ketidaklancaran pelaksanaan tugas dari yang bersangkutan,


atau dapat merusak nama baik instansinya.
(2) Izin atau persetujuan diberikan untuk suatu jangka waktu
selama-lamanya dua tahun, yang dapat diperpanjang setiap
kali untuk dua tahun, izin atau persetujuan tersebut dapat
dicabut, apabila pemberian izin itu, ternyata mengakibatkan
hambatan-hambatan pelaksanaan tugas yang bersangkutan
di instansinya.
BAB IV
SANKSI
Pasal 6
(1) Terhadap Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI atau Penjabat
yang melanggar ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah
ini, diambil tindakan dan hukuman berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Setiap Pimpinan dari instansi sipil atau ABRI berkewajiban
mengambil langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, dan
mengambil tindakan berdasarkan wewenangnya atas
pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya.
(3) Terhadap Pimpinan dari instansi yang tidak melakukan
kewajibannya seperti yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini,
diambil tindakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 7
(1) Mereka yang tersebut pada ayat (1) Pasal 2 Peraturan
Pemerintah ini yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah
ini melakukan usaha atau hal seperti yang disebutkan pada
ayat (1) pasa! 2 Peraturan Pemerintah ini, harus menghentikan
segala kegiatannya atau mengalihkan kepada pihak ketiga serta
melaporkan penghentian kegiatan atau pengalihan tersebut
924

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

kepada Penjabat Yang Berwenang, selambat-lambatnya pada


tanggal 17 Agustus 1974.
(2) Mereka yang tersebut pada ayat (3) pasal 2 Peraturan
Pemerintah ini melakukan usaha atau hal seperti yang disebutkan
pada ayat (3) pasal 2 Peraturan Pemerintah ini wajib meminta
izin dari Pejabat Yang Berwenang dalam waktu yang sesingkatsingkatnya.
(3) Apabila mereka yang tersebut dalam ayat (2) Pasat ini, tidak
mendapat izin yang diperlukan untuk itu dari Penjabat Yang
Berwenang, maka ia harus menghentikan kegiatan dan
mengalihkannya kepada pihak ketiga serta melaporkannya
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditolaknya
permintaan izin.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
Ketentuan-ketentuan pembatasan seperti dimaksud dalam Pasal 2,
3 dan 4 Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi Pegawai Negeri
dan anggota ABRI bukan Penjabat yang berbeda dalam keadaan :
a.

masa persiapan pensiun/sedang menjalankan cuti besar


menjelang pensiun;

b.

diberhentikan sementara;

c.

menerima uang tunggu.


Pasal 9

Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah ini maka Peraturan


Pemerintah Nomor 12 Tahun 1952 tentang Penghasilan dan Usaha
Pegawai Negeri dalam Lapangan Partikulir (Lembaran Negara Tahun
1952 Nomor 17; Tambahan Lembaran Negara Nomor 203) jo.
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1952 mengenai Penghasilan
dan Usaha Pegawai Negeri dalam lapangan Partikulir (Lembaran
Negara Tahun 1956 Nomor 17; Tambahan Lembaran Negara Nomor
962), dinyatakan tidak berlaku lagi.

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

925

Pasal 10
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Maret 1974,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
JENDERAL TNI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 1974
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
SUDHARMONO, S.H.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1974
NOMOR 8

926

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG
MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

bahwa untuk lebih meningkatkan pembinaan,


keutuhan dan kekompakan Pegawai Negeri Sipil
serta untuk menjamin sikap netral Pegawai Negeri
Sipil terhadap semua partai politik dipandang perlu
mengatur Pegawai Negeri Sipil yang menjadi
anggota partai politik;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar


1945;
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969
tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/
Duda Pegawai (Lembaran Negara Tahun 1969
Nomor 42. Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2906);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang pokok-pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041),
PEMBATASAN KEGIATAN PNS

927

4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979


tentang Pemberhentian Pegawai Negeri
(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3149)
sebagaimana telah diubah dengan PeraturanPeraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994
(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 1).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEGAWAI


NEGERI SIPIL YANG MENJADI ANGGOTA
PARTAI POLITIK.
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :


1.

Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana


dimaksud datam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian.

2.

Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai


kewenangan mengangkat dan atau memberhentikan Pegawai
Negeri Sipil berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 2

Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan
abdi masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada
Pancasila. Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.
Pasal 3
Dalam kedudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pegawai
Negeri Sipil harus bersikap netral dan menghindari penggunaan fasilitas
negara untuk golongan tertentu.

928

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

Pasal 4
Pegawai Negeri Sipil dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan
dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak
diskriminatif khususnya dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
Pasal 5
Guna menjamin sikap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan
pasal 4, Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan atau pengurus
partai politik tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 6
Pegawai Negeri Sipil berhak menggunakan hak pilih dalam Pemilihan
Umum.
Pasal 7
(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi anggota dan atau
pengurus partai politik pada saat Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan dianggap telah melepaskan keanggotaan dan atau
kepengurusannya.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
apabila tetap menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.
Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah
berlakunya Peraturan Pemerintah ini harus melaporkan kepada
pejabat yang berwenang.
(3) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan keanggotaan dan
atau kepengurusannya dalam tenggang waktu sebagaimana
dimaksud datam ayat (2) berlaku ketentuan pasal 8 ayat (1).
(4) Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1) yang
tetap menjadi anggota dan atau pengurus partai politik, apabila
dalam tenggang waktu sebagaimana tersebut dalam ayat (2)
tidak melaporkan kepada pejabat yang berwenang berlaku
ketentuan Pasal 8 ayat (3).

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

929

Pasal 8
(1) Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan atau pengurus
partai politik diberhentikan dari jabatan negeri dan diberikan
uang tunggu sebesar gaji pokok terakhir
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib melaporkan keanggotaan dan atau kepengurusannya
dalam partai politik kepada pejabat yang berwenang dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak yang
bersangkutan secara resmi menjadi anggota dan atau pengurus
partai politik.
(3) Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan keanggotaan dan
atau kepengurusannya dalam partai politik, diberhentikan tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 9
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dari jabatan negeri
karena keanggotaan dan atau kepengurusannya dalam partai
politik, dapat diaktifkan kembali dalam jabatan negeri apabila ia
melepaskan keanggotaan dan atau kepengurusannya.
(2) Pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
secara resmi menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.
Pasal 10
Ketentuan teknik yang diperlukan untuk pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara.
Pasal 11
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah yang mengatur tentang Keanggotaan Pegawai Negeri
Sipil Dalam Partai Politik dan Golongan Karya dan segala ketentuan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang bertentangan
dengan peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku.

930

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

Pasal 12
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 Januari 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Januari 1999
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 11
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan II
ttd
Edy Sudibyo. S.H

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

931

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
PEGAWAI NEGERI SIPILYANG
MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK

UMUM
Sebagaimana diketahui dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian ditentukan bahwa
Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan
abdi masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 Negara dan Pemerintah
menyelenggarakan tugas pemerintah dan pembangunan.
Agar Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi
Negara dan Abdi masyarakat dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik, maka ia harus mempunyai kesetiaan dan ketaatan penuh
terhadap Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara dan
Pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar Pegawai Negeri Sipil dapat
memusatkan segala perhatian dan pikiran serta mengarahkan segala
daya dan tenaganya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan
dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasil guna.
Untuk lebih meningkatkan pembinaan, keutuhan dan kekompakan
serta dalam rangka usaha menjamin kesetiaan dan ketaatan penuh
seluruh Pegawai Negeri Sipil terhadap Pancasila, Undang-undang
Dasar 1945, Negara dan Pernerintah, perlu dipupuk dan kembangkan
jiwa korp yang bulat di kalangan Pegawai Negeri Sipil.
Berhubung dengan ini, agar Pegawai Negeri Sipil dapat bersikap
netral dan tidak memihak kepada partai politik serta tidak terlibat
dalarn kegiatan politik praktis, maka Pegawai Negeri sipil yang menjadi
anggota dan atau pengurus partai politik harus diberhentikan dari
932

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

jabatan negeri. Dengan demikian Pegawai Negeri Sipil dapat


melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan secara
bardaya guna dan berhasil guna.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Pegawai Negen Sipil sebagai warga negara tetap mempunyai
hak untuk memilih dan hak dipilih dalam pemilihan umum.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan atau
pengurus partai politik dan diberhentikan dari jabatan
negeri tidak kehilangan statusnya sebagai Pegawai
Negeri Sipil.

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

933

Apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan pada


saat diberhentikan dari jabatan negeri atau pada masa
menjalin uang tunggu telah berusia 56 tahun atau lebih
dan mempunyai masa kerja pensiun sekurangkurangnya 10 tahun, diberhentikan dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun.
Uang tunggu tersebut diberikan untuk paling lama 1
(satu) tahun dan dapat diperpanjang tiap-tiap kali
paling lama 1 (satu) tahun, dan tidak boleh lebih dari
5 (lima) tahun. Apabila setelah habis menjalani masa
uang tunggu Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
belum berusia 50 tahun tetapi memiliki masa kerja
pensiun 20 tahun atau lebih. Maka Pegawai Negeri
sipil tersebut diberhentikan dengan hormat dengan
hak pensiun pada saat mencapai usia 50 tahun atau
lebih. Sedangkan apabila memiliki masa kerja pensiun
kurang dari 20 tahun meskipun telah berusia 50 tahun
atau lebih tetapi belum berusia 56 tahun maka Pegawai
Negeri Sipil tersebut diberhentikan dengan hormat
tanpa hak pensiun.
Pegawai Negeri sipil, yang meninggal dunia setelah habis
menjalani masa menerima uang tunggu dan memiliki
masa kerja pensiun 20 tahun atau lebih, dianggap
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri
Sipil, dan kepada janda/dudanya diberikan pensiun
janda/duda.
Ayat (2)
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini,
disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang melalui saluran hirarkhi. Keharusan
melaporkan keanggotaan dan atau kepengurusan dalam
partai politik adalah untuk keperluan penyelesaian
administrast kepegawaian Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
Ayat (3)
Dalam hal Pegawai Negeri Sipil tidak melaporkan atau
menyampaikan laporan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan, maka yang bersangkutan diberhentikan tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil tanpa
mendapat hak-hak kepegawaian.
934

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3801

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

935

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 12 TAHUN 1999
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NO. 5 TAHUN 1999
TENTANG PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENJADI
ANGGOTA PARTAI POLITIK
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

Bahwa untuk menampung aspirasi yang


berkembang di Dewan Perwakilan Rakyat
dipandang perlu untuk mengubah ketentuan Pasal
7, 8 dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 5
Tahun 1999.

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969
tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/
Duda Pegawai (Lembaga Negara Tahun 1969
Nomor 42 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2906);
3. Undang-undang (Lembaran Negara Tahun
1974 Nomor 55 Tambahan Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Lembaran Negara Nomor 3041);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979
tentang Pernberhentian Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3149)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

936

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

Pernerintah Nomor 1 Tahun 1994 (Lembaran


Negara Tahun 1994 Nomor 1);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999
tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Menjadi
Anggota Partai Politik (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 11, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3801);
MEMUTUSKAN
Menetapkan

PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG PEGAWAI
NEGERI SIPIL YANG MENJADI ANGGOTA
PARTAI POLITIK.
Pasal I

Mengubah ketentuan Pasal 7, 8 dan pasal 9 Peraturan Pernerintah


Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Menjadi
Anggota Partai Politik, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai beriku :
Pasal 7
(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi anggota dan atau
pengurus Partai Politik pada saat Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan maka keanggotaan dan atau kepengurusan yang
bersangkutan harus secara otomatis.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1),
apabila tetap menjadi anggota dan atau pengurus partai politik,
selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah
berlakunya Peraturan Pemerintah ini harus mengajukan
permohonan melalui atasan langsung dan apabila diizinkan maka
yang bersangkutan melepaskan jabatan negeri.
(3) Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) yang melepaskan jabatan negeri berlaku ketentuan Pasal 8
ayat (1).
(4) Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
yang tetap menjadi anggota dan atau pengurus partai politik,

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

937

apabila dalam tenggang waktu sebagaimana tersebut dalam ayat


(2) tidak mengajukan permohonan melalui atasan langsung
berlaku ketentuan Pasal 8 ayat (2).
Pasal 8
(1) Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan atau pengurus
partai politik diberhentikan dari jabatan negeri dan diberikan uang
tunggu sebesar gaji pokok terakhir selama satu tahun.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang tidak mengajukan permohonan untuk
menjadi anggota dan atau pengurus dalam partai politik,
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 9
(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah diberhentikan dari jabatan negeri
karena keanggotaan dan atau kepengurusannya dalam partai
politik, dapat diaktifkan kembali dalam jabatan negeri apabila ia
melepaskan keanggotaan dan atau kepengurusannya.
(2) Pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dilakukan sebelum jangka waktu 1 (satu) tahun
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) berakhir.
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditelapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 Januari 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

938

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 20
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan II
ttd
Edy Sudibyo. S.

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

939

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 10 TAHUN 1974
TENTANG
BEBERAPA PEMBATASAN KEGIATAN PEGAWAI NEGERI
DALAM RANGKA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN KESEDERHANAAN HIDUP

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

a. bahwa pengeluaran dan penggunaan uang


Negara oleh setiap unsur aparatur Negara
haruslah berdasarkan atau kepentingan dan
tujuan yang tepat, hemat dan dapat
dipertanggungjawabkan;
b. bahwa untuk memberikan arah agar segala
kemampuan dalam Pembangunan dapat
digunakan dengan lebih efektif dan efisien
maka dipandang perlu mengeluarkan
Keputusan Presiden yang menggariskan
patokan-patokan umum bagi tingkah laku
pegawai negeri untuk melaksanakan pola hidup
sederhana.

Mengingat

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974
tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri
dalam usaha swasta.

940

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

MEMUTUSKAN :
Menetapkan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


TENTANG BEBERAPA PEMBATASAN KEGIATAN
PEGAWAI
NEGERI
DALAM
RANGKA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN
KESEDERHANAAN HIDUP.

BAB I
PENERIMAAN/PELAYANAN TAMU
YANG BERKUNJUNG KE DAERAH
Pasal 1
(1) Instansi-instansi Pemerintah Pusat maupun Daerah serta
Pejabat-pejabatnya dilarang memberikan pelayanan yang
berlebih-lebihan kepada Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan
Pejabat yang berkunjung ke daerahnya, baik dalam rangka tugas
rutin maupun tugas khusus lainnya, seperti kunjungan kerja,
peresmian suatu proyek, penelitian dan lain-lain sebagainya.
(2) Termasuk dalam pengertian pelayanan yang berlebih-lebihan
yang dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah :
a. penyambutan dengan penyelenggaraan resepsi, pesta-pesta
atau pengawalan dan penghormatan yang melebihi ketentuan
yang bertaku;
b. pemberian hadiah/tanda kenang-kenangan berupa apapun,
baik kepada Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat
yang bersangkutan, anggota rombongannya maupun isteri
Pegawai Negeri dan Pejabat yang bersangkutan.
BAB II
PENYELENGGARAAN HARI ULANG TAHUN DEPARTEMEN,
INSTANSI PEMERINTAH, PERUSAHAAN MILIK NEGARA,
SATUAN ABRI DAN LAIN-LAIN
Pasal 2
(1) Penyelenggaraan Hari Ulang Tahun dari Departemen, Instansi
Pemerintah, Perusahaan Millik Negara, Satuan ABRI dan Badan-

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

941

badan resmi lainnya dilakukan secara sederhana dengan upacara


bendera.
(2) Penyelenggaraan Hari Ulang Tahun dengan acara pesta-pesta,
selamatan atau acara-acara lain yang serupa dilarang.
(3) Pegawai Negeri, Anggota ABRI atau Pejabat dilarang memberikan
hadiah berupa apapun atas biaya Negara untuk atau sehubungan
dengan Hari Ulang Tahun dari Departemen, Instansi Pemerintah,
Perusahaan Milik Negara, Satuan ABRI atau Badan-badan resmi
lainnya, demikian juga untuk atau sehubungan dengan Hari Ulang
Tahun perorangan dan badan swasta.
BAB III
LARANGAN PENGGUNAAN KENDARAAN DINAS
MEWAH DAN BERLEBIHAN
Pasal 3
(1) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat Instansi Pemerintah
dilarang menguasai/menggunakan kendaraan dinas yang
tergolong mewah.
(2) Kendaraan dinas yang digolongkan mewah adalah kendaraan
yang golongan kelasnya lebih tinggi daripada yang telah dapat
diassembling di Indonesia yakni sedan 3000 CC ke atas
berdasarkan pada penentuan standardisasi yang ditetapkan
dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan, Menteri
Perindustrian, Menteri Perhubungan dan Ketua BAPPENAS.
(3) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat atau Instansi
Pemerintah yang dewasa ini telah menguasai/menggunakan
kendaraan dinas tersebut ayat (2) Pasal ini, supaya selambatlambatnya pada tanggal 1 April 1974 telah menyerahkan
kendaraannya tersebut kepada Sekretariat Negara di Jakarta.
Pasal 4
(1) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat tidak dibenarkan
menguasai/menggunakan lebih dari satu kendaraan dinas.
(2) Ketentuan tersebut pada ayat (1) Pasal ini berlaku juga bagi
mereka yang menduduki lebih dari satu jabatan.
(3) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat yang pada saat
bertakunya Keputusan Presiden ini telah menguasai/
942

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

menggunakan lebih dari satu kendaraan dinas, diwajibkan


menyerahkan kembali kepada instansinya selambat-lambatnya
pada tanggal 1 April 1974.
Pasal 5
(1) Juga dilarang Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat
menempati lebih dari sebuah rumah dinas.
(2) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat yang bersangkutan
berkewajiban menyerahkan kembali salah satu rumah dinas
tersebut kepada instansinya selambat-lambatnya pada tanggal
17 Agustus 1974.
BAB IV
PEMBATASAN PERJALANAN LUAR NEGERI
Pasal 6
Pegawai Negeri, Anggota ABRI, Pejabat dan isterinya yang akan
melakukan perjalanan luar negeri untuk kepentingan pribadi, wajib
mendapat izin tertulis dari Pejabat Yang Berwenang sesuai dengan
ketentuan prosedur perjalanan luar negeri yang berlaku.
BAB V
LARANGAN PENERIMAAN/PEMBERIAN HADIAH
Pasal 7
Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat dilarang menerima hadiah
atau pemberian lain serupa itu dalam bentuk apapun kecuali dari
suami, isteri, anak, cucu, orang tua, nenek atau kakek dalam
kesempatan-kesempatan tertentu, seperti ulang tahun, tahun baru,
lebaran, natal dan peristiwa-peristiwa lain yang serupa, kecuali apabila
adat belum memungkinkan.
Pasal 8
Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat dilarang menerima hadiah
atau pemberian lain-lain serupa itu dalam bentuk apapun dan dari
siapapun juga dalam kesempatan-kesempatan lain di luar yang
tersebut dalam Pasal 7 Keputusan Presiden ini, apabila ia mengetahui
PEMBATASAN KEGIATAN PNS

943

atau patut dapat menduga, bahwa pihak yang memberi mempunyai


maksud yang bersangkut-paut atau mungkin bersangkut-paut
langsung dan tidak langsung dengan jabatannya atau pekerjaannya.
Pasal 9
(1) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat dilarang memberikan
hadiah atau pemberian lain yang serupa itu atas biaya negara.
(2) Termasuk dalam pengertian pemberian lain yang serupa dalam
ayat (1) Pasal ini, adalah :
a. mengirim karangan bunga;
b. mengadakan selamatan;
c. memasang iklan ucapan selamat.
BAB VI
LARANGAN MEMASUKI TEMPAT-TEMPAT
UMUM TERTENTU
Pasal 10
(1) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat dilarang memasuki
tempat-tempat umum seperti :
a. tempat perjudian;
b. klab malam (night club);
c. pemandian uap (stimbath) dan lain-lain tempat serupa itu
yang dapat mencemarkan kehormatan dan martabat
Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat.
(2) Larangan tersebut ayat (1) Pasal ini berlaku juga bagi isteri
Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat.
(3) Ketentuan tersebut ayat (1) Pasal ini tidak berlaku bagi Pegawai
Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat dalam rangka pelaksanaan
tugasnya yang dilakukan atas perintah tertulis dari Pejabat yang
berwenang.

944

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

BAB VII
PENYELENGGARAAN PERAYAAN YANG
BERSIFAT PRIBADI
Pasal 11
(1) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat, apabila
menyelenggarakan pesta atau merayakan peringatan yang
bersifat pribadi seperti perkawinan, ulang tahun, khitanan dan
lain-lain peringatan yang serupa itu, agar menyelenggara-kannya
secara sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
(2) Termasuk pengertian berlebih-lebihan dalam ayat (1) Pasal
ini, adalah :
a. penyelenggaraan upacara/acara lebih dari 2 (dua) kali
b. penyelenggaraan upacara/acara yang dikunjungi lebih dari
250 pasang undangan.
BAB VIII
KETENTUAN PELAKSANAAN
Pasal 12
Setiap Pimpinan Departemen, Instansi Pemerintah, Perusahaan milik
Negara, Satuan ABRI dan Badan-badan lainnya harus berusaha
agar Keputusan Presiden ini dapat terlaksana dengan jalan :
a. Memberikan instruksi petunjuk pelaksanaan untuk Departemen/
Instansinya masing-masing;
b. Memberikan contoh kepada Pegawai Negeri, Anggota ABRI,
Pejabat dan Instansi bawahannya untuk mentaati Keputusan
Presiden ini;
c. Mengadakan pengawasan sebaik-baiknya serta mengambil
tindakan yang diperlukan terhadap mereka yang tidak
mengindahkan ketentuan ketentuan dalam Keputusan
Presiden ini.
Pasal 13
Sanksi-sanksi yang dapat digunakan untuk menegakkan
terlaksananya Keputusan Presiden ini adalah :
PEMBATASAN KEGIATAN PNS

945

a. Hukuman Jabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor


11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan;
b. Hukuman pidana berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun
1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
hukuman pidana lain berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum
Pidana.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
(1) Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri, Anggota ABRI, Pejabat
dan Pejabat Yang Berwenang dalam Keputusan Presiden ini
adalah sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai
Negeri dalam usaha swasta.
(2) Yang dimaksud dengan Instansi Pemerintah juga termasuk
Perusahaan-perusahaan milik Negara dan Perusahaan Daerah.
Pasal 15
Keputusan Presiden ini berlaku mulai tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Maret 1974
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
JENDERAL TNI

946

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

INSTRUKSI MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 519/BU/III/79/01
TENTANG
PEMBATASAN KEGIATAN PEGAWAI NEGERI
Dl LINGKUNGAN DEPARTEMEN LUAR NEGERI Dl BIDANG
USAHA SWASTA DALAM RANGKA PENDAYAGUNAAN
APARATUR NEGARA DAN KESEDERHANAAN HIDUP
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA.
Menimbang

a. bahwa demi terciptanya aparat Negara yang


lebih bersih, berwibawa, Jujur, berdayaguna
dan berhasil guna serta menganut prinsip
kesederhanaan hidup, Pegawai Negeri dalam
lingkungan Departemen Luar Negeri sebagai
aparat Pemerintah harus benar-benar
mematuhi berbagai peraturan perundangundangan, khususnya peraturan-peraturan
yang berhubungan dengan pembatasan
kegiatan pegawai negeri di bidang usaha
swasta dalam rangka pendayagunaan
aparatur negara dan kesederhanaan hidup;
b. Bahwa berhubung dengan itu perlu dikeluarkan
Menteri Luar Negeri mengenai hal-hal tersebut
dalam huruf a diatas.

Mengingat

1. Undang-undang No. 8 tahun 1974 tentang


Pokok-pokok Kepegawaian.
2. Peraturan Pemerintah RI No. 6 tahun 1974
tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri
Dalam Usaha Swasta.

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

947

3. Keputusan Presiden RI No. 10 Tahun 1974


tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan
Pegawai Negeri dalam rangka Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup,
MENGINSTRUKSIKAN :
PERTAMA

Agar semua pejabat dan pegawai dalam


lingkungan Departemen Luar Negeri dan
Perwakilan-Perwakilan RI di luar negeri
mengindahkan dan melaksanakan dengan sebaikbaiknya ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
dalam :
a. Peraturan Pemerintah No 6 tahun 1974
tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri
Dalam Usaha Swasta;
b. Keputusan Presiden RI No. 10 tahun 1974
tentang beberapa Pembatasan Kegiatan
Pegawai Negeri Dalam rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan
Hidup.

KEDUA

1. Melarang semua Pejabat Eselon I (satu),


Eselon II (dua), Eselon III (tiga) dan Pegawai
Negeri Golongan IV PGPS 1968 dalam
lingkungan Departemen Luar Negeri dan istriistri mereka untuk :
a. memiliki seluruh atau sebagian
perusahaan swasta;
b. memimpin, duduk sebagai anggota
Pengurus atau Pengawas perusahaan
swasta;
c. melakukan Kegiatan usaha dagang, baik
secara resmi maupun sambilan.
2. Melarang semua Pegawai Negeri Golongan
IV PGPS 1968 dalam lingkungan Departemen
Luar Negeri dan istri-istri mereka untuk duduk
sebagai Pengurus, Penasehat atau Pelindung
dalam Badan Sosial, apabila untuk itu la

948

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

menerima upah/gaji/honorarium atau


keuntungan materiil/finansial lainnya.
3. Larangan dimaksud dalam diktum Kedua
angka 1 tidak berlaku untuk pemilikan saham
suatu perusahaan, sepanjang jumlah dan
sifat pemilikan itu tidak sedemikian rupa
sehingga melalui pemilikan saham tersebut
dapat langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan.
4. Pengecualian terhadap larangan dimaksud
pada angka 1 dan 2 diatas diberikan kepada :
a. Pegawai Negeri Golongan IV PGPS 1966
yang melakukan pekerjaan swasta yang
mempunyai fungsi sosial yaitu :
- praktek Dokter, Bidan;
- mengajar sebagai guru;
- lain-lain pekerjaan yang serupa yang
ditetapkan oleh Presiden.
b. Istri Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud
dalam huruf a diatas yang menerima
pekerjaan atau bekerja sebagai pegawai
swasta atau perusahaan milik negara
yang tidak ada hubungannya dengan
pekerjaan/jabatan suaminya.
c. Pegawai Negeri Golongan IV PGPS 1968
yang duduk dalam Badan Sosial tanpa
menerima upah/gaji/honorarium/atau
keuntungan materiil/finansiil lainnya.
KETIGA

1. Untuk dapat melakukan pekerjaan dimaksud


dalam diktum Kedua angka 4, yang
bersangkutan harus terlebih dahulu mendapat
izin tertulis dan Pejabat yang berwenang.
2. Izin tertulis dari Pejabat yang berwenang juga
diperlukan bagi Pegawai Negeri Golongan III/
d PGPS 1968 kebawah serta istri mereka,
apabila pegawai yang bersangkutan memiIiki
perusahaan swasta atau melakukan kegiatan
dalam diktum Kedua angka 1 huruf b dan c.

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

949

3. Pejabat yang berwenang adalah Pejabat yang


berhak mengangkat dan memberhentikan
Pegawai Negeri menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Apabila izin yang dimaksud dalam diktum
Ketiga angka 1 dan 2 ditolak, maka Pegawai
yang bersangkutan harus memberhentikan
kegiatan dan mengalihkan usahanya kepada
pihak ketiga serta melaporkannya kepada
Pejabat yang berwenang selambatlambatnya 6 (enam) bulan setelah ditolaknya
permintaan izin.
KEEMPAT

1. Melarang memberikan pelayanan yang


berlebihan kepada pejabat-pejabat/pegawaipegawai Negeri maupun istri Pejabat/ Pegawai
yang mengadakan kunjungan ke Perwakilan
RI di luar negeri baik dalam rangka tugas
rutin maupun tugas khusus, seperti :
a. mengadakan penyambutan dengan
resepsi, pesta-pesta atau penghormatan
yang berlebihan sehingga melebihi
ketentuan yang berlaku.
b. memberikan hadiah/tanda kenangkenangan berupa apapun.
2. Melarang menyelenggarakan upacaraupacara peringatan hari ulang tahun
Departemen Luar Negeri dan PerwakilanPerwakilan RI di luar negeri, termasuk
upacara-upacara/acara-acara peringatan
ulang tahun pesta-pesta/selamatanselamatan serupa yang bersifat pribadi dan
para pejabat/pegawainya dan para anggota
keluarganya yang berlebih-lebihan, seperti :
a. menyelenggarakan upacara/acara
peringatan hari ulang Tahun Departemen/
Perwakilan dengan mempergunakan
anggaran belanja dan atau fasilitas
negara;

950

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

b. menyelenggarakan upacara/acara/
pesta/selamatan dan lain-lain yang
serupa dengan mengundang lebih dari
250 pasangan;
c. menyelenggarakan upacara/acara
peringatan/selamatan ulang tahun,
perkawinan, khitanan dan lain-lain yang
serupa lebih dan dua kali untuk satu
peristiwa;
d. menyelenggarakan upacara/acara
peringatan/pesta selamatan ulang tahun
perkawinan, khitanan dan lain-lain yang
serupa di hotel-hotel;
3. Melarang Pejabat-pejabat/Pegawai-pegawai
Negeri dalam lingkungan Departemen Luar
Negeri untuk :
a. menguasai/memakai kendaraan dinas
yang tergolong mewah (sedan 3.000 cc
keatas);
b. menguasai lebih dari 1 (satu) kendaraan
dinas.
4. Memerintahkan Pejabat-pejabat/Pegawaipegawai Negeri dalam lingkungan Departemen
Luar Negeri yang telah terlanjur menguasai/
memakai kendaraan dinas untuk :
a. Sejak berlakunya Instruksi Menteri Luar
Negeri ini menyerahkan kembali
kendaraan tersebut pada angka 3 huruf
a kepada Sekretariat Negara di Jakarta;
b. Sejak berlakunya Instruksi Menteri Luar
Negeri ini menyerahkan kembali
kendaraan tersebut pada angka 3 huruf
b kepada Instansinya masing-masing;
c. Ketentuan tersebut pada angka 3 huruf
b berlaku juga bagi mereka yang
menduduki lebih dari satu jabatan.
5. Melarang Pejabat-pejabat/Pegawai-pegawai
Negeri dalam lingkungan Departemen Luar

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

951

Negeri menguasai/menempati lebih dari 1


(satu) rumah dinas.
6. Memerintahkan Pejabat-pejabat/Pegawaipegawai Negeri dalam lingkungan Departemen
Luar Negeri yang telah Terlanjur menguasai/
menempati lebih dari 1 (satu) rumah dinas
tersebut pada angka 5 baik yang berasal dari
Departemen Luar Negeri maupun dari instansi
Pemerintah di luar Departemen Luar Negeri,
sejak berlakunya Instruksi Menteri Luar Negeri
ini diwajibkan rnenyerahkan kembali rumahrumah dinas yang dimaksud kepada Instansi
masing-masing.
7. Melarang setiap Pejabat/Pegawai Negeri
dalam lingkungan Departemen Luar Negeri
dan istrinya yang akan melakukan perjalanan
keluar negeri untuk kepentingan pribadi
dengan membebankan pada dinas.
8. Mewajibkan setiap Pejabat/Pegawai Negeri
dalam lingkungan Departemen Luar Negeri
dan istrinya yang akan melakukan perjalanan
keluar negeri, untuk mendapatkan izin tertulis
dari Pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku mengenai perjalanan
keluar negeri.
9. Melarang setiap Pejabat/Pegawai Negeri
dalam lingkungan Departemen Luar Negeri
menerima hadiah atau pemberian lain serupa
itu dalam bentuk apapun dan dari siapapun
apabila diketahui atau patut diduga bahwa
pihak yang memberi, mempunyai maksud
yang bersangkut-paut langsung atau tidak
langsung dengan jabatan atau pekerjaannya.
10. Dikecualikan dari larangan dimaksud dalam
diktum kedua angka 9 hadiah atau pemberian
dari suami/istri, anak, cucu, orang tua, nenek/
kakek dalam kesempatan-kesempatan
tertentu seperti ulang tahun, tahun baru, natal
dan peristiwa-peristiwa lain yang serupa.
11. Melarang Pejabat/Pegawai Negeri dalam
lingkungan Departemen Luar Negeri
952

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

memberikan hadiah atau pemberian lain yang


serupa itu atas biaya negara seperti :
a. mengirim bunga;
b. mengadakan selamatan;
c. memasang iklan ucapan selamat.
12. Melarang Pejabat/Pegawai Negeri dalam
lingkungan Departemen Luar Negeri termasuk
istri-istri mereka memasuki tempat-tempat
hiburan seperti:
a. tempat perjudian;
b. klab malam (nightclub);
c. tempat pemandian uap/panti-panti pijat
(stim-bath/massage) dan lain-lain tempat
yang serupa yang dapat mencemarkan
kehormatan martabat Pejabat/Pegawai
Negeri dalam lingkungan Departemen
Luar Negeri.
13. Larangan tersebut pada angka 12 huruf a, b
dan tidak berlaku bagi Pejabat/Pegawai Negeri
dalam lingkungan Departemen Luar Negeri
apabila dilakukan dalam rangka pelaksanaan
Tugasnya atas perintah tertulis dari Pejabat
yang berwenang.
KELIMA

Kepada mereka yang tidak mentaati ketentuanketentuan yang ditetapkan dalam instruksi ini,
akan dikenakan hukuman jabatan dan tindakan
administratif lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

KEENAM

Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Para


Direktur Jenderal, Sekretaris Umum Sekretariat
Nasional ASEAN dan Kepala Badan LITBANG
dalam lingkungan Departemen Luar Negeri
serta para Kepala Perwakilan RI di luar negeri
supaya melakukan tindak lanjut yang diperlukan
bagi pelaksanaan yang efektif dari instruksi ini.

KETUJUH

Kepala Perwakilan RI di luar negeri dalam


melaksanakan Instruksi ini hendaknya
memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut
PEMBATASAN KEGIATAN PNS

953

diatas dan menyesuaikannya dengan keadaan


setempat, mengingat kepentingan pelaksanaan
Tugas-tugas Perwakilan.
KEDELAPAN

Pengawasan terhadap pelaksanaan Instruksi ini,


ditugaskan kepada Inspektur Jenderal
Departemen Luar Negeri dengan kewajiban
menyampaikan laporan secara berkala atau
sewaktu-waktu, kepada Menteri Luar Negeri.

KESEMBILAN :

Instruksi Menteri Luar Negeri ini mulai berlaku


pada tanggal ditetapkan.

SALINAN

Instruksi ini disampaikan kepada :

1.

Yth. Bapak Presiden RI (sebagai laporan);

2.

Yth. Menteri/Sekretaris Negara;

3.

Yth. Menteri Negara Penertiban Aparatur


Negara;

4.

Yth. Menteri
Negara
Pengawasan
Pembangunan dan Lingkungan Hidup;

5.

Yth Menteri Kehakiman;

6.

Yth. Sekjen, irjen, semua Dirjen, Sekretaris


Umum Sekretariat Nasional ASEAN dan
Kepala Badan LITBANG DEPLU;

7.

Yth. Para Kepala Perwakilan RI di luar negeri.


Ditetapkan di : J A K A RTA
Pada tanggal : 20 Maret 1979
MENTERI LUAR NEGERI
ttd

(PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA)

954

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

XVI
HAK KEPPRI

955

956

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 5 TAHUN 1996
TENTANG
HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DUTA BESAR LUAR
BIASA DAN BERKUASA PENUH DAN MANTAN DUTA BESAR
LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH
SERTA JANDA/DUDANYA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

a. bahwa selama ini hak keuangan Duta Besar


Luar Biasa dan Berkuasa Penuh belum diatur
dengan peraturan perundang undangan;
b. bahwa untuk menjamin kepastian hukumn, hak
keuangan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh, perlu diatur dengan Peraturan
Pemerintah;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945;


2. Undang undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041).
MEMUTUSKAN :

menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK


KEUANGAN/ADMINISTRATIF DUTA BESAR LUAR
BIASA DAN BERKUASA PENUH DAN MANTAN
DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH
SERTA JANDA/DUDANYA.
HAK KEPPRI

957

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan
1. Duta Besar Luar Biasa, dan Berkuasa Penuh (Duta Besar LBBP)
adalah Pejabat Negara Eksekutif yang diangkat oleh Presiden
yang mewakili Negara dan Kepala Negara Republik Indonesia di
satu negara tertentu atau lebih atau pada organisasi
internasional.
2. Dasar pensiun adalah gaji pokok terakhir berdasarkan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
3. Tewas adalah :
a. meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas
kewajibannya;
b. meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya
dengan dinasnya, sehingga itu disamakan dengan meninggal
dunia dalam dan karena menjalankan tugas dan
kewajibannya;
c. meninggal dunia yang langsung diakibatkan oleh luka atau
cacat jasmani atau cacat rohani yang didapat dalam dan
karena menjalankan tugas kewajibannya; atau
d. meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak
bertanggung jawab ataupun sebagai akibat tindakan
terhadap anasir itu.
BAB II
GAJI POKOK DAN TUNJANGAN
Pasal 2
(1) Duta Besar LBBP diberikan gaji pokok setiap bulan.
(2) Besarnya gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
adalah Rp. 2.250.000,-(dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah).

958

HAK KEPPRI

Pasal 3
(1) Selain gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, kepada
Duta Besar LBBP diberikan :
a. tunjangan jabatan;
b. tunjangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil;
c. tunjangan lainnya.
Tunjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
BAB III
BIAYA PERJALANAN, RUMAH JABATAN
DAN KENDARAAN DINAS
Pasal 4
Duta Besar LBBP yang melakukan perjalanan dinas diberikan biaya
perjalanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 5
(1) Kepada Duta Besar LBBP disediakan sebuah rumah jabatan
milik negara dengan perlengkapannya dan sebuah kendaraan
dengan pengemudinya.
(2) Biaya pemeliharaan rumah jabatan dan kendaraan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditanggung oleh Negara.
BAB IV
PERAWATAN TUNJANGAN CACAT,
UANG DUKA DAN BIAYA PEMAKAMAN
Pasal 6
Duta Besar LBBP yang mengalami kecelakaan dan/atau menderita
sakit karena dinas diberikan pengobatan, perawatan dan/atau
rehabilitas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
bagi Pegawai Negeri Sipil.

HAK KEPPRI

959

Pasal 7
(1) Duta besar LBBP yang mengalami kecelakaan sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 6 yang mengakibatkan tidak dapat
bekerja lagi dalam semua jabatan Negara karena cacat jasmani
dan/atau cacat rohani, diberikan tunjangan cacat.
(2) Cacat jasmani dan cacat rohani sebagaimana dimaksud dalarn
ayat (1), dinyatakan dengan surat keterangan Tim Penguji
Kesehatan.
(3) Tunjangan cacat sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1)
diberikan dengan Keputusan Presiden berdasarkan peraturan
perundang undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 8
(1) Apabila Duta Besar LBBP tewas, maka kepada isteri/suami atau
anaknya yang sah diberikan uang duka tewas.
(2) Apabila Duta Besar LBBP wafat, maka kepada isteri/suami atau
anaknya yang sah diberikan uang duka wafat.
(3) Besarnya uang duka tewas dan uang duka wafat sebagaimana
dimaksud dalarn ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang undangan yang berlaku bagi Pegawai
Negeri Sipil.
Pasal 9
Biaya pemakaman bagi Duta Besar LBBP yang meninggal dunia
ditanggung oleh Negara.
BAB V
PENSIUN
Pasal 10
Duta Besar LBBP yang diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
berhak memperoleh pensiun.
Pasal 11
(1) Pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, ditetapkan
berdasarkan lamanya masa jabatan.
960

HAK KEPPRI

(2) Besarnya pensiun pokok sebulan adalah 1 % (satu perseratus)


dari dasar pensiun untuk tiap tiap satu bulan masa jabatan
dengan ketentuan bahwa besarnya pensiun pokok sekurang
kurangnya 6% (enam perseratus) dan sebanyak banyaknya
75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari dasar pensiun.
(3) Duta besar LBBP yang berhenti dengan hormat dari jabatannya
yang oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja
lagi dalam semua jabatan negara disebabkan keadaan jasmani
rohani akibat dinas, berhak menerima pensiun tertinggi sebesar
75% (tujuh puluh lima perseratus) dari dasar pensiun.
Pasal 12
Pensiun Duta Besar LBBP ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 13
Pensiun sebagaimana dimaksud bahwa Pasal 10 dibayarkan terhitung
mulai bulan berikutnya sejak yang bersangkutan diberhentikan
dengan hormat.
Pasal 14
(1) Pembayaran pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
dihentikan apabila penerima pensiun yang bersangkutan :
a. meninggal dunia; atau,
b. diangkat lagi menjadi Pejabat Negara Eksekutif
2) Penghentian pembayaran pensiun sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan :
a. pada akhir bulan kedua setelah penerima pensiun meninggal
dunia;
b. pada bulan berikutnya setelah mantan Duta Besar LBBP
diangkat menjadi Pejabat Negara Eksekutif.
(3) Apabila penerima pensiun setelah mantan Duta Besar LBBP
diangkat menjadi Pejabat Negara Eksekutif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, kemudian berhenti dengan
hormat dan jabatannya, maka mulai bulan berikutnya sejak
berhenti dengan hormat, kepadanya diberikan pensiun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dengan memperhitungkan
masa jabatanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
HAK KEPPRI

961

Pasal 15
(1) Apabila penerima pensiun mantan Duta Besar LBBP meninggal
dunia, maka kepada isteri/suaminya yang sah diberikan pensiun
janda/duda vang besarnya 1/2 (setengah) dari pensiun yang
diterima terakhir oleh almarhum suaminya atau almarhumah
isterinya.
(2) Pensiun janda/duda diberikan pula apabila Duta Besar LBBP
meninggal dunia dalam masa jabatannya.
(3) Apabila Duta Besar LBBP sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) tewas, maka besamya pensiun janda/duda adalah 72%
(tujuh puluh dua perseratus) dari dasar pensiun.
(4) Pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)
dibayarkan mulai bulan ketiga setelah Duta Besar LBBP yang
bersangkutan meninggal dunia.
Pasal 16
(1) Pembayaran pensiun janda/duda dihentikan apabila penerima
pensiun janda/duda yang bersangkutan:
a. meninggal duda; atau
b. kawin lagi.
(2) Penghentian pembayaran pensiun janda/duda sebagaimana
dimak sud dalam ayat (1) dilakukan pada bulan berikutnya
penenma pensiun janda/duda yang bersangkutan meninggal
dunia atau kawin lagi.
Pasal 17
(1) Apabila Duta, Besar LBBP, atau penerima pensiun, mantan Duta
besar LBBP meninggal dunia dan tidak meninggalkan isteri/suami
yang berhak menerima pensiun janda/duda atau apabila janda/
duda yang bersangkutan kawin lagi atau meninggal dunia, maka
kepada anaknya yang sah diberikan pensiun anak yang besarnya
sama dengan pensiun janda/duda.
(2) Yang berhak menerima pensiun anak sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) adalah anak yang belum mencapai
usia 25 (dua puluh lima) tahun, belum mempunyai pekerjaan
yang tetap dan belum pernah kawin.

962

HAK KEPPRI

(3) Pembayaran pensiun anak sebagaimana dimaksud dalam ayat


(1) dilakukan :
a. mulai bulan ketiga setelah Duta Besar LBBP/mantan Duta
Besar LBBP meninggal dunia;
b. mulai bulan berikutnya setelah janda/duda mantan Duta
Besar LBBP yang bersangkutan meninggal dunia atau kawin
lagi.
(4) Pembayaran pensiun anak sebagaimana, dimaksud dalam ayat
(1) bulan berikutnya apabila anak yang bersangkutan :
a. meninggal dunia;
b. telah mencapai usia 25 (dua puluh lima) tahun;
c. telah mempunyai pekerjaan yang tetap; atau
d. telah kawin.
Pasal 18
Selain pensiun pokok, kepada penerima pensiun diberikan tunjangan
keluarga dan tunjangan, lain menurut peraturan perundang undangan
yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 19
Mantan Duta Besar LBBP yang diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya sebelum berlakunya Peraturan Pernerintah ini termasuk
janda/duda/anaknya, diberikan pensiun berdasarkan ketentuan
Peraturan Pernerintah ini terhitung mulai tanggal 1 April 1996.
Pasal 20
Pemberian pensiun sebagaimana dimaksud dalam pasal 15. Pasal
17 dan Pasal 19 ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal 21
Untuk mendapatkan pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20, penerima pensiun yang bersangkutan, mengajukan permintaan
secara tetulis kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara.

HAK KEPPRI

963

B AB VI
KETENTUAN
Pasal 22
(1) Duta Besar LBBP yang merangkap jabatan, tidak dapat menerima
penghasilan rangkap atau menggunakan fasilitas rangkap.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga
bagi uang duka dan biaya pemakaman.
Pasal 23
Penerima pensiun mantan Pejabat Negara Eksekutif yang pada
saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini berkedudukan sebagai
Duta Besar LBBP yang kemudian diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya atau sebagai mantan Duta Besar LBBP, maka kepadanya
berlaku ketentuan Pasal 14 ayat (3).
Pasal 24
(1) Hak untuk menerima pensiun hapus, apablia
a. penerima pensiun menjadi warga negara asing atau tidak
seijin pemerintah menjadi pegawai atau anggota tentara suatu
negara asing;
b. penerima pensiun menurut keputusan pejabat/Badan yang
berwenang dinyatakan salah melakukan tindakan atau terlibat
dalam suatu gerakan yang bertentangan dengan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945
(2) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka
surat keputusan pensiun dicabut.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini diatur oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan
dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara baik secara
bersama sama maupun sendiri sendiri menurut bidang tugas masing
masing.

964

HAK KEPPRI

Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini segala ketentuan yang
mengatur Hak Keuangan/Administratif Duta Besar LBBP yang
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 27
Peraturan Pernerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Pebruari 1996
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Pebruari 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1996
NOMOR 10
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum
dan Perundang undangan
Plt.
Lambock V. Nahattands, SH
HAK KEPPRI

965

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1996
TENTANG
HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DUTA BESAR LUAR
BIASA DAN BERKUASA PENUH DAN MANTAN DUTA BESAR
LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH
SERTA JANDA/DUDANYA

1. U M U M
Sebagaimana diketahui bahwa Hak Keuangan/Administratif
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh belum diatur secara
seragam dalam peraturan perundang-undangan. Dengan
keseragaman diharapkan di samping memudahkan
penyelengaraan perlakuan dapat pula untuk menjamin kepastian
hukum bagi setiap Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh.
Selain itu sebagai penghargaan atas pengabdiannya kepada
Negara, sudah selayaknya bagi Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh yang berhenti dengan hormat dari jabatannya
dan janda/dudanya diberikan jaminan hidup berupa pensiun.
Sebagai landasan untuk melaksanakan maksud sebagimana
tersebut diatas, diperlukan adanya Peraturan Pemerintah yang
mengatur tentang Hak Keuangan/Administratif Duta Besar Luar
Biasa dan Berkuasa Penuh dan Mantan Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh serta Janda/Dudanya.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas

966

HAK KEPPRI

Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Rumah jabatan bagi Duta Besar LBBP dan
perlengkapannya serta kendaraan sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini adalah milik Negara, oleh
sebab itu perawatan dan pemeliharaannya menjadi
tanggungan Negara.
Ayat (2)
Lihat penjelasan ayat (1)
Pasal 6
Yang dirnaksud dengan kecelakaan karena dinas adalah
kecelakaan yang terjadi :
a. dalam dan karena menjalankan tugas dan
kewajibannya;
b. dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan
dinasnya sehingga kecelakaan itu disamakan dengan
kecelakaan yang terjadi dalam dan karena
menjalankan tugas kewajibannya;
c. karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung
jawab ataupun sebagai akibat tindakan terhadap
anasir itu.
Yang dimaksud dengan sakit karena dinas, adalah sakit
yang diderita sebagai akibat langsung dari pelaksanaan
tugas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas

HAK KEPPRI

967

Ayat (2)
Dalam hal di luar negeri, Tim Penguji Kesehatan
dapat menunjuk dokter yang berada di tempat
Duta Besar LBBP melaksanakan tugasnya untuk
melakukan pengujian kesehatan dan hasilnya
dilaporkan kepada Tim Penguji Kesehatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Biaya pemakaman yang ditanggung oleh Negara meliputi :
a. peti jenazah dan perlengkapannya;
b. tanah pemakaman dan biaya di tempat pemakaman;
c. angkutan jenazah dari tempat meninggal dunia ke
tempat kedlaman dan atau tempat pemakaman
serta biaya persiapan pemakaman, dan
d. angkutan dan penginapan bagi isteri/suami yang sah
dan anak yang sah dari almarhum/almarhumah,
dengan ketentuan bahwa apabila almarhum/
almarhumah tidak mempunyai isteri/suami/anak yang
sah, maka yang ditanggung adalah biaya angkutan
dan penginapan keluarga lainnya sebanyak
banyaknya 3 (tiga) orang.
Apabila jumlah isteri/suami dan anak yang ditinggalkan
kurang dari 3 (tiga) orang, dapat ditambah keluarga
lainnya.
Pasal 10
Cukup jelas

968

HAK KEPPRI

Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan masa jabatan adalah
masa antara tanggal 1 dari bulan berikutnya
seseorang dengan resmi melaksanakan tugas
jabatannya. sebagai Duta Besar LBBP dan tanggal
1 bulan berikutnya yang bersangkutan berhenti
dengan hormat, tewas, atau wafat.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan Pejabat Negara Eksekutif
adalah Presiden, Wakil Presiden, Menteri Negara,
Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah dan Duta
Besar LBBP serta pejabat lain yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Masa jabatan sebagai Pejabat Negara Eksekutif
secara berturut turut diperhitungkan sampai

HAK KEPPRI

969

mencapai batas persentase pensiun maksimum,


dengan ketentuan bahwa dalam menghitung
besarya pensiun didahulukan dasar pensiun yang
lebih tinggi.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang berhak mendapat pensiun janda adalah isteri
yang sah dari Mantan Duta Besar LBBP
Dalam hal terdapat lebih dari seorang isteri yang
sah, maka yang berhak mendapat pensiun adalah
isteri yang pertama.
Yang dimaksud dengan isteri pertama adalah isteri
yang pertama dikawininya dengan sah tanpa
terputus oleh perceraian.
Ayat (2)
Apabila seorang Duta Besar LBBP meninggal dunia
dalam masa jabatannya, maka untuk menetapkan
pensiun janda/dudanya dihitung dahulu besarnya
pensiun yang akan diperoleh almarhum/
almarhumah yang bersangkutan.
Dalam hal ini tanggal kematiannya dianggap
sebagai tanggal pemberhentian yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Mulai bulan berikutnya sampai dengan bulan kedua
setelah Duta Besar LBBP yang bersangkutan
meninggal dunia janda/dudanya menerima
penghasilan penuh dari almarhurn suami/
almarhumah isterinya.
Pasal 16
Ayat (1)
Apabila janda/duda mantan Duta Besar LBBP
kawin lagi, maka terhitung mulai bulan berikutnya
surat keputusan pensiun dicabut.
970

HAK KEPPRI

Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan anak adalah anak
kandung yang sah atau anak -kandung/anak yang
disahkan menurut peraturan perundang undangan
yang lain yang berlaku bagi penerima pensiun.
Pensiun anak adalah merupakan hak dari semua
anak, umpamanya apabila seorang Mantan Duta
Besar LBBP mempunyai dua orang isteri yang
dikawininya dengan sah dan mempunyai anak dari
kedua isteri tersebut, maka anak dari masing
masing isteri tersebut memperoleh bagian pensiun
anak yang besarnya sama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas

HAK KEPPRI

971

Pasal 22
Ayat (1)
Dengan ketentuan ini maka Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh yang mempunyai daerah
akreditasi lebih dari satu negara hanya menerima
penghasilan dan fasilitas seperti Duta Besar Luar
Biasa dan Berkuasa Penuh yang akreditasinya
satu negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang berkewajiban mencabut surat keputusan
pensiun adalah pejabat yang menetapkan pensiun
yang bersangkutan.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3622

972

HAK KEPPRI

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 61 TAHUN 2000
TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1996
TENTANG
HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DUTA BESAR LUAR
BIASA DAN BERKUASA PENUH DAN MANTAN DUTA BESAR
LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH
SERTA JANDA/DUDANYA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :

bahwa gaji pokok Duta Besar Luar Biasa dan


Berkuasa Penuh sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1996,
dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan
keadaan, sehingga perlu dilakukan perubahan
dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1996
tentang Hak Keuangan/Administratif Duta Besar
Luar Biasa dan Berkuasa Penuh dan Mantan Duta
Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Serta
Janda/Dudanya (Lembaran Negara Tahun 1996
Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3622);

HAK KEPPRI

973

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH


NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG HAK
KEUANGAN/ADMINISTRATIF DUTA BESAR LUAR
BIASA DAN BERKUASA PENUH DAN MANTAN DUTA
BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH SERTA
JANDA/DUDANYA.
Pasal I

Mengubah ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun


1996 tentang Hak Keuangan/Administratif Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh dan Mantan Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh serta Janda/Dudanya, sehingga seluruhnya berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 2
1. Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh diberikan gaji pokok
setiap bulan.
2. Besarnya Gaji Pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah).
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 April 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 Juli 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ABDURRAHMAN WAHID

974

HAK KEPPRI

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 2000


SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000
NOMOR 123

HAK KEPPRI

975

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK.2784/BU/IX/81/01
TENTANG
KEWAJIBAN DAN HAK WAKIL KEPALA PERWAKILAN

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA


Menimbang

: a. bahwa dengan telah ditetapkannya jabatan


Wakil pada Perwakilan Diplomatik tingkat D1, sebagai pelaksanaan keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1976
dan Surat Keputusan Menteri Luar Negeri
Nomor SK. 582/BU/111/79/01, maka
dianggap perlu untuk mengatur kewajiban
dan hak Wakil Kepala PerwakiIan;
b. bahwa Keputusan Menteri Luar Negeri
Nomor SP.087071 PL/73 tentang tugas,
wewenang dan hak Wakil Kepala Perwakilan
di pandang sudah tidak sesuai lagi dengan
keadaan dewasa ini.

Mengingat

: 1. Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia


Nomor 51 tahun 1976, tentang Pokok-Pokok
Organisasi Perwakilan Republik Indonesia;
2. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri
Republik Indonesia Nomor SK.582/BU/111/
79/01 tanggal 31 Maret 1979, tentang
Susunan Organisasi Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri;

976

HAK KEPPRI

3. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri


Republik Indonesia Nomor SK. 0705/ORNII/
81/01 tanggal 1 Juli 1981 tentang Tata Kerja
Umum Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri.
Memperhatikan : Saran Direktur Jenderal Anggaran dalam
suratnya Nomor B-3.5/DJA/11.3/1/80, tanggal
22 Januari 1980 tentang kemudahan bagi
Pejabat Wakil Kepala Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan

: KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEWAJIBAN
DAN HAK WAKIL KEPALA PERWAKILAN.
Pasal 1

Wakil Kepala Perwakilan (Deputy Chief of Mission) adalah Pegawai


Diplomatik Konsuler (PDK) pada Perwakilan Diplomatik tingkat D-1
yang mewakili Kepala Perwakilan dan merupakan unsur pimpinan
dalam Perwakilan Diplomatik itu.
Pasal 2
(1)

Wakil Kepala Perwakilan mempunyai tugas membantu Kepala


Perwakilan dalam memimpin Perwakilan.

(2)

Wakil Kepala Perwakilan berada langsung dibawah dan


bertanggung jawab kepada Kepala Pewakilan.
Pasal 3

Kewajiban-kewajiban Wakil Kepala Perwakilan dalam melaksanakan


tugas dan tanggung jawab ialah :
a.

Melaksanakan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala


Perwakilan;

HAK KEPPRI

977

b.

Mewakili Kepala Perwakilan dalam tugas-tugas yang diitetapkan


oleh Kepala Perwakilan;

c.

Melakukan koordinasi, pengendalian dan pengawasan


pelaksanaan tugas semua unsur yang berada di bawah
tanggung jawab Kepala Perwakilan.
Pasal 4

Untuk melaksanakan tugasnya, kepada Wakil Kepala PerwakiIan


diberi fasilitas-fasilitas dan emolumen-emolumen sebagai berikut :
a.

Rumah Dinas;

b.

Biaya telepon, air, gas, dan pemanasan ditanggung oleh dinas;

c.

Sebuah mobil dinas;

d.

1 (satu) orang pembantu rumah tangga dan 1 (satu) orang


sopir yang penghasilannya dibayar oleh Dinas, sesuai dengan
peraturan pegawai setempat;

e.

Uang reprensentasi sebesar 20 % dari tunjangan pokok


penghasilan luar negerinya.
Pasal 15

Dengan berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini maka


Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP.0807/PL/73 Tahun 1973
beserta peraturan-peraturan lainnya yang bertentangan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 16
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di JAKARTA
Pada tanggal 15 September 1981
MENTERI LUAR NEGERI
t.t.d.
PROF DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

978

HAK KEPPRI

MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK.015/OR/II/89/01 TAHUN 1989
TENTANG
PENGANGKATAN SEKRETARIS PRIBADI, KEPALA RUMAH
TANGGA DAN PENGEMUDI PADA PERWAKILAN
REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : bahwa ketentuan mengenai pengangkatan Sekretaris
Pribadi, Kepala Rumah Tangga dan Pengemudi bagi
Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri sebagaimana diatur
dalam Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No. SP/
3010/DN/XI/1980 dan SP/1633/DN/XI/1981 dianggap
tidak sesuai lagi dengan perkembangan dewasa ini,
sehingga perlu disempurnakan.
Mengingat : 1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian;
2. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1975 tentang
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;
3. Keputusan Presiden RI No. 51 Tahun 1976
tentang Pokok-Pokok Organisasi Perwakilan RI di
Luar Negeri;
HAK KEPPRI

979

4. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK 236/OR/


V/83/01 Tahun 1983 tentang Kebijaksanaan
Kepegawaian Departemen Luar Negeri;
5. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK 279/OR/
VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar
Pejabat Dinas Luar Negeri.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG
PENGANGKATAN SEKRETARIS PRIBADI, KEPALA
RUMAH TANGGA DAN PENGEMUDI PADA
PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR
NEGERI.
Pasal 1
Ketentuan umum
1. Untuk kepentingan dinas Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri
dapat diperkerjakan;
2. Seorang Sekretaris Pribadi dan seorang Kepala Rumah Tangga
bagi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
3. Seorang Kepala Rumah Tangga bagi Duta Besar/Deputy Wakil
Tetap RI, Konsul Jenderal, Konsul/Kepala Perwakilan dan Kuasa
Usaha Tetap.
4. Diperlukan, pada perwakilan Diplomatik tertentu disamping
tersebut dalam ayat (1), dapat diperkerjakan seorang
pengemudi atas biaya negara;
5. Diperlukan atau tidaknya seorang pengemudi dalam ayat (2)
ditentukan oleh Menteri Luar Negeri.
Pasal 2
Syarat Pengangkatan
Dapat diangkat sebagai Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah Tangga
Pengemudi diperlukan persyaratan sebagai berikut :
980

HAK KEPPRI

1. Warga Negara Indonesia serta setia dan taat kepada Pancasila


dan Undang-Undang Dasar 1945;
2. Berkelakuan baik;
3. Badan sehat baik jasmani maupun rohani;
4. Dikabulkan oleh Kepala Perwakilan yang bersangkutan;
5. Bersedia menandatangani Perjanjian Kerja dengan Departemen
Luar Negeri untuk jangka waktu selama Kepala Perwalian
ditempatkan;
6. Tidak mempunyai hubungan keluarga baik menurut garis lurus
(saudara, duda dan seterusnya) dengan Kepala Perwakilan yang
bersangkutan isteri/suaminya.
7. Pengangkatan Kepala Rumah Tangga Persyaratan dalam butir
(6) tersebut sepanjang mengenai hubungan keluarga menurut
garis samping, diberlakukan.
(4) dalam hal pemutusan hubungan kerja atas kehendak/
permintaan sendiri seperti yang tersebut dalam ayat (1) huruf
c, biaya perjalanan kembali termasuk biaya barang pindahan
tidak di tanggung negara.
(5) Kepala Perwakilan yang memperkerjakan Sekretaris Pribadi,
Kepala Rumah Tangga dan Pengemudi diwajibkan
mengembalikan/memulangkan Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah
Tangga dan Pengemudi yang hubungan kerjanya telah berakhir
berdasarkan ayat (1) ke Jakarta.
(6) Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja sebelum perjanjian
kerja berakhir, Kepala Perwakilan dapat mengangkat
penggantinya dengan tetap memperhatikan persyaratan
pengangkatan seperti tersebut dalam pasal 2 keputusan ini.
Pasal 6
(1) Apabila Kepala Perwakilan dipindahkan ke Perwakilan lain,
Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah Tangga dan Pengemudi dapat
mengikuti kepindahan tersebut dengan membuat perjanjian
kerja baru, sedangkan biaya perjalanan ditanggung negara;
(2) Apabila Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah Tangga atau Pengemudi
meninggal dunia di luar negeri, maka biaya pemakaman dan
biaya pengangkutan jenazah ke tempat pemakaman ditanggung
negara.

HAK KEPPRI

981

Pasal 7
Ketentuan Peralihan
(1) Hak untuk memperkerjakan seorang Kepala Rumah Tangga
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, tidak diberikan kepada Konsul
dan Kuasa Usaha Tetap yang diangkat sebelum keputusan ini
ditetapkan;
(2) Bagi Kepala Rumah Tangga yang diperkerjakan sebelum
Keputusan ini berlaku dan hubungan kerjanya telah berakhir
berdasarkan ayat (1) huruf a dan b pasal 5, dapat diberikan
biaya perjalanan pulang ke Jakarta, termasuk biaya barang
pindahan.
(3) Dengan berlakunya Keputusan ini maka Surat Keputusan Menteri
Luar Negeri No. SP/3010/DN/XI/1980 tanggal 08 Desember
1980 dan No. SP/1633/DN/XI/1981 tanggal 19 Agustus 1981
dinyatakan tidak berlaku lagi.
(4) Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan catatan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan didalam keputusan
ini maka akan diadakan perubahan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 27 Februari 1989
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
ALI ALATAS, SH

982

HAK KEPPRI

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
kawat rahasia

Indonesia-all perwakilan
no :
pro :
ex :
re :

pl-2324/0717000 tgl 17-07-2000


keppri
sekjen
pemberdayaan krt

dalam rangka usaha lebih memberdayakan kepala rumah tangga


(krt) dalam pengurusan wisma keppri kma disampaikan sbbttkdua
A. krt harus diberdayakan dalam pelaksanaan tugas-tugas di wisma
kma guna meringankan beban tugas istri kepala perwakilan ttk
B. krt merencanakan et menyampaikan daftar kebutuhan barang
et bahan pembersih keperluan wisma secara periodik kma
seterusnya disampaikan kepada kabag/subbag tu ttk
C. berdasarkan skala prioritas et tersedianya dana kma kabag/
kasubag tu melaksanakan pengadaan barang dimaksud kma
seterusnya disampaikan kepada krt ttk
deplu
c.c. menlu, sekjen, irjen, sekmen, karo keuangan, bag.verifikasi

HAK KEPPRI

983

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI

Tanggal : 29 Mei 2003

KONSEP NO : 227571

PRO PERWAKILAN RI :

ALL PERWAKINS

SANGAT SEGERA
NO
PRO
EX
RE

:
:
:
:

032596
KEPPRIS
SEKJEN
HAKS KEPPRIS

merujuk kep menlu no. sk. 015/or/ii/89/01 tgl. 27 Februari 1989


kma sk 2784/bu/ix/81/01 tanggal 15 September 1981 et kebijakan
pimpinan deplu tgl. 13 Juli 1998 re hak keppris/wakeppri/konjen/
konsul keppri/kutap untuk membawa krt kma sekpri kma sopir kma
prt et mempertimbangkan anggaran deplu yang memungkinkan
bagi pembiayaan perwakilan dengan hormat disampaikan sbb ttkdua
a. keppris/wakepri/konjen/konsul keppri/kutap tetap diijinkan untuk
membawa seorang rpt seorang prt krt atau sekpri atau prt atau
sopir dengan biaya negara (biaya perjalanan eks jkt s/ditempat
tugas p.p. et. gaji) dengan status pegawai lokal ttk kma.
b. selain seorang tsb pada butir aa kma keppri/wakepri/konjen/
konsul keppri/kutap pada memperkejakan tambahan seorang
rpt seorang lagi sbg krt atau sekpri atau prt atau sopir dengan
status pegawai honorer perwakilan kma namun biaya perjalanan
eks jkt s/ ditempat tugas p.p. dibayar sendiri/pribadi oleh ybs
ttk kma.
c. kebijakan ini berlaku mulai juni 2003.
dmk ump ttkhbs
Biaya Pengawatan dibebankan kepada : DEPLU
CC : MENLU, SEKJEN, IRJEN, KABAM, KARO KEPEG, KARO
KEUANGAN

984

HAK KEPPRI

XVII
JABATAN FUNGSIONAL

985

986

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 16 TAHUN 1994
TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :

bahwa dalam rangka pengembangan profesionalisme


dan pembinaan karier pegawai negeri sipil serta
peningkatan mutu pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan, dipandang perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975
tentang wewenang pengangkatan, pemindahan
dan pemberhentian pegawai negeri sipil
(Lembaran Negara tahun 1975 nomor 26,
Tambahan Lembaran Negara nomor 3058);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1976
tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Tahun 1976 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3068);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977
tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3098);

JABATAN FUNGSIONAL

987

6. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980


tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor
6, Tambahan Lembara Negara Nomor 3156);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994
tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor
20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3545);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI
NEGERI SIPIL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :


1. Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dalam
Peraturan Pemerintah ini disebut jabatan fungsional adalah
kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu
satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan
pada keahlian dan atau keterampilan tertentu serta bersifat
mandiri.
2. Rumpun jabatan fungsional adalah himpunan jabatan fungsional
yang mempunyai fungsi dan tugas yang berkaitan erat satu
sama lain dalam melaksanakan salah satu tugas umum
pemerintahan.
3. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan atau
akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Pejabat
fungsional dalam rangka pembinaan karier yang bersangkutan.
4. Instansi pembina jabatan fungsional adalah instansi pemerintah
yang bertugas membina suatu jabatan fungsional menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

988

JABATAN FUNGSIONAL

BAB II
JENIS DAN KRITERIA JABATAN FUNGSIONAL
Pasal 2
1. Jabatan-jabatan fungsional dihimpun dalam rumpun jabatan
fungsional.
2. Jabatan fungsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri
dari :
a. Jabatan Fungsional Keahlian;
b. Jabatan Fungsional Keterampilan;
Pasal 3
Jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan
ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut :
a. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja
yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan, dan/atau
pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi :
b. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
c. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan :
1) Tingkat keahlian bagi jabatan fungsional keahlian;
2) Tingkat keterampilan bagi jabatan fungsional keterampilan;
d. Pelaksanaan tugas bersifat mandiri;
e. Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi organisasi.
BAB III
WEWENANG PENETAPAN JABATAN FUNGSIONAL,
DAN ANGKA KREDIT
Pasal 4
Presiden menetapkan rumpun jabatan fungsional atas usul Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.

JABATAN FUNGSIONAL

989

Pasal 5
Penetapan jabatan dan angka kredit jabatan fungsional dilakukan
oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara dengan memperhatikan usul dari pimpinan instansi
pemerintah yang bersangkutan setelah terlebih dahulu mendapat
pertimbangan teknis secara tertulis dari Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara, dengan mengacu pada rumpun jabatan yang
ditetapkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 6
Jabatan fungsional dan angka kredit yang telah ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku sebelum Peraturan Pemerintah ini,
dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan secara bertahap
diadakan peninjauan kembali untuk disesuaikan dengan ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB IV
PENGANGKATAN DAN PEMBINAAN
Pasal 7
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil kedalam jabatan fungsional pada
instansi pemerintah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai
formasi yang telah ditetapkan.
Pasal 8
1. Penilaian prestasi kerja bagi pejabat fungsional ditetapkan dengan
angka kredit oleh pejabat yang berwenang setelah mendengar
pertimbangan Tim Penilai.
2. Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk oleh
pimpinan instansi pembina jabatan fungsional atau pimpinan
instansi pengguna jabatan fungsional.
Pasal 9
Kenaikan dalam jenjang jabatan fungsional yang lebih tinggi disamping
diwajibkan memenuhi angka kredit yang telah ditetapkan harus pula

990

JABATAN FUNGSIONAL

memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang telah ditetapkan dalam


peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 10
Perpindahan Pegawai Negeri Sipil antar jabatan fungsional atau antar
jabatan fungsional dengan jabatan struktural dimungkinkan
sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk masingmasing jabatan tersebut.
Pasal 11
1. Pembinaan jabatan fungsional dilakukan oleh instansi pembina
jabatan fungsional.
2. Penetapan instansi pembina jabatan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan penetapan rumpun jabatan
fungsional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 12
Kebijaksanaan Pendidikan dan Pelatihan jabatan fungsional serta
sertifikasi keahlian dan keterampilan jabatan fungsional ditetapkan
oleh instansi pembina jabatan fungsional dengan pembinaan
Lembaga Administrasi Negara.
BAB V
TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL
Pasal 13
1. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional
dan telah ditetapkan angka kreditnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 dan Pasal 5 diberikan tunjangan jabatan
fungsional.
2. Besarnya tunjangan, jabatan fungsional untuk setiap rumpun
jabatan fungsional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

JABATAN FUNGSIONAL

991

BAB VI
KETENTUAN LAIN
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini, ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara, Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara,
Ketua Lembaga Administrasi Negara dan Pimpinan Instansi terkait
lainnya, baik bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan
tugasnya masing-masing.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 18 April 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 18 April 1994
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1994
NOMOR 22
992

JABATAN FUNGSIONAL

Salinan sesuai aslinya


SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum
dan Perundang-undangan
u.b.
Kepala Bagian Penelitian
Perundang-Undangan II
ttd
Sudibyo, SH.

JABATAN FUNGSIONAL

993

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 1994
TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL

UMUM
Dalam rangka mencapai tujuan nasional, dibutuhkan adanya Pegawai
Negeri Sipil dengan mutu profesionalisme yang memadai, berdaya
guna dan berhasil guna didalam melaksanakan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan.
Untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud di
atas, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dinyatakan
bahwa Pegawai Negeri Sipil perlu dibina dengan sebaik-baiknya atas
dasar sistem karier dan sistem prestasi kerja.
Salah satu muatan di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
yang selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 1980 menyatakan bahwa dalam rangka usaha pembinaan
karier dan peningkatan mutu profesionalisme, diatur tentang
kemungkinan bagi Pegawai Negeri Sipil untuk menduduki jabatan
fungsional.
Peraturan Pemerintah ini dimaksud untuk mengatur pembinaan
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional yang
didalamnya memuat antara lain kriteria tentang jabatan fungsional
dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pegawai Negeri Sipil yang
akan diangkat untuk menduduki jabatan fungsional. Selain itu diatur
pula ketentuan tentang jenjang jabatan serta tata cara penilaian
prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional.
Dengan demikian diharapkan bahwa dengan diterbitkannya Peraturan
Pemerintah ini Pegawai Negeri Sipil dapat dipacu mutu
profesionalismenya melalui pembinaan karier yang berorientasi pada
prestasi kerja sehingga tujuan untuk mewujudkan Pegawai Negeri
Sipil sebagai Aparatur Negara yang berdayaguna dan berhasil guna
di dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan dapat tercapai.

994

JABATAN FUNGSIONAL

PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Jabatan-jabatan di dalam suatu rumpun jabatan tidak bersifat
statis, akan tetapi dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi, sehingga dapat terjadi
pemerkayaan jabatan di dalam suatu rumpun jabatan.
Sebagai contoh, pada awalnya rumpun jabatan pendidikan,
hanya terdiri dari Dosen dan Guru. Namun karena tingkat
kompleksitas kegiatan di bidang pendidikan dapat timbul
kebutuhan akan jabatan fungsional baru misalnya antara
lain, Ahli Kurikulum dan Ahli Pengujian.
Dapat pula terjadi pengembangan jabatan dari spesialisasi
ke arah sub spesialisasi.
Sebagai contoh : Dokter Spesialis Bedah dapat berkembang
menjadi Dokter Sub Spesialis Bedah Jantung atau Sub Spesialis
Bedah Otak. Untuk pengembangan keahlian seperti tersebut
diatas pada hakekatnya bertumpu pada jabatan yang sama.
Pemerkayaan jabatan seperti tersebut di atas pada
hakekatnya adalah merupakan pengembangan jabatan baru
dalam satu rumpun jabatan.
Ayat (2)
Lihat penjelasan pasal 3 huruf a.
Pasal 3
Huruf a
Jabatan fungsional keahlian adalah kedudukan yang
menunjukkan tugas yang dilandasi oleh pengetahuan,
metodologi dan teknis analisis yang didasarkan atas disiplin
ilmu yang bersangkutan dan/atau berdasarkan sertifikasi yang
setara dengan keahlian dan ditetapkan berdasarkan akreditasi
JABATAN FUNGSIONAL

995

tertentu. Sedangkan jabatan fungsional keterampilan adalah


kedudukan yang menunjukkan tugas yang mempergunakan
prosedur dan teknik kerja tertentu serta dilandasi kewenangan
penanganan berdasarkan sertifikasi yang ditentukan.
Sebagai contoh : dalam rumpun jabatan pranata komputer
dilihat dari tugas pokok yang meliputi perancangan sistem
dan pengembangan sistem, seorang sistem analis adalah
termasuk pejabat fungsional keahlian. Sedangkan programer
komputer yang mempunyai tugas menjabarkan
perancangan sistem, menyusun program operasional dan
perawatannya adalah termasuk pejabat fungsional
keterampilan.
Legalisasi keahlian dan kewenangan penanganan dari kedua
jabatan fungsional tersebut ditetapkan dalam bentuk sertifikat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan etika profesi adalah norma-norma
atau kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh disiplin ilmu
pengetahuan dan organisasi profesi yang harus dipatuhi oleh
pejabat fungsional di dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya.
Organisasi profesi dibentuk dan menjadi wadah bagi para
pejabat fungsional sesuai dengan rumpun jabatan fungsional
yang bersangkutan.
Huruf c
Untuk menetapkan jenjang jabatan pada setiap jabatan
fungsional baik jabatan fungsional keahlian maupun jabatan
fungsional, keterampilan dilakukan melalui evaluasi jabatan
sesuai dengan faktor-faktor penilaian yang ditetapkan dengan
memperhatikan karakteristik jabatan yang bersangkutan.
Jenjang jabatan keahlian dan keterampilan mempunyai jalur
jenjang jabatan yang berbeda dan mempunyai jenjang
pangkat yang berbeda pula satu sama lain.
Huruf d
Pejabat fungsional pada hakekatnya adalah seseorang yang
mempunyai tanggung jawab hasil pelaksanaan tugas dan
kewenangan pelaksanaan tugas secara mandiri. Didalam
melaksanakan tugasnya pejabat fungsional tidak mutlak
harus bekerja sendiri. Dia dapat dibantu oleh tenaga

996

JABATAN FUNGSIONAL

fungsional yang lain, namun tanggung jawab hasil


pelaksanaan tugas dan kewenangan pelaksanaan tugas tetap
melekat pada pejabat fungsional tersebut.
Contoh, seorang Apoteker di dalam meracik obat dapat
dibantu oleh Asisten Apoteker. Namun hasil kerja asisten
apoteker tetap menjadi tanggungjawab Apoteker. Di lain pihak
tanggung jawab mandiri seorang Asisten Apoteker adalah
dapat meracik obat sesuai dengan prosedur kerja yang
dibakukan untuk keperluan tersebut.
Huruf e
Penetapan jabatan fungsional dalam suatu unit organisasi
dimungkinkan sepanjang jabatan fungsional tersebut sesuai
dengan tugas dan fungsi dari organisasi yang bersangkutan.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan
fungsional disamping perlu mempertimbangkan lingkup tugas
organisasi dengan rincian tugas jabatan fungsional, harus pula
mempertimbangkan beban kerja yang ada yang memberi
kemungkinan untuk pencapaian angka kredit bagi pejabat
fungsional yang bersangkutan.
Pasal 8
Ayat (1)
Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan mengangkat dan/atau memberhentikan

JABATAN FUNGSIONAL

997

pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan


yang berlaku.
Ayat (2)
Tim penilai terdiri dari pejabat-pejabat fungsional dan dibantu
oleh pejabat yang menangani bidang kepegawaian yang
mempunyai jabatan serendah-rendahnya sama dengan
pejabat fungsional yang dinilai.
Tim Penilai memberikan pertimbangan kepada pejabat yang
berwenang menetapkan angka kredit dan kenaikan pangkat
pejabat fungsional yang bersangkutan.
Pembentukan Tim Penilai ditetapkan sebagai berikut :
1) Tim Penilai Pusat ditetapkan oleh pimpinan instansi
pembina jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada
Pasal 11 Peraturan Pemerintah ini.
2) Tim Penilai Instansi ditetapkan oleh pimpinan instansi
pengguna jabatan fungsional.
3) Mekanisme pendelegasian wewenang ditetapkan oleh
instansi pembina.
4) Tim Penilai Pusat mempunyai kewenangan untuk menilai
pejabat fungsional golongan IV.
5) Tim Penilai Instansi mempunyai kewenangan untuk menilai
pejabat fungsional golongan II dan golongan III.
Pasal 9
Angka Kredit yang dipakai sebagai penilaian prestasi kerja
merupakan salah satu unsur dari Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan (DPJ) Pegawai Negeri Sipil, oleh karenanya maka unsurunsur lain yang dipersyaratkan dalam DP3 bagi kenaikan pangkat
atau kenaikan jabatan perlu dipenuhi oleh setiap pejabat
fungsional.
Pasal 10
Perpindahan antar jabatan fungsional, persyaratannya ditetapkan
untuk jabatan yang bersangkutan, sedangkan untuk jabatan
struktural persyaratannya ditentukan dalam Peraturan Pemerintah
tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan
Struktural.
998

JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pembinaan adalah penetapan dan
pengendalian terhadap standar profesi yang meliputi
kewenangan penanganan, prosedur pelaksanaan tugas dan
metodologinya. Dalam pembinaan tersebut termasuk
didalamnya penetapan petunjuk teknis yang diperlukan.
Ayat (2)
Instansi pembina jabatan fungsional adalah instansi yang
menggunakan jabatan fungsional yang mempunyai bidang
kegiatan sesuai dengan tugas pokok instansi tersebut atau
instansi yang apabila dikaitkan dengan bidang tugasnya
dianggap mampu untuk ditetapkan sebagai pembina jabatan
fungsional.
Contoh, Departemen Kesehatan sebagai Pembina Jabatan
Fungsional Dokter, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
sebagai Pembina Jabatan Fungsional Guru dan Biro Pusat
Statistik sebagai Pembina Jabatan Fungsional Pranata
Komputer.
Pasal 12
Kebijaksanaan umum pendidikan dan pelatihan jabatan fungsional
ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara. Pendidikan dan
Pelatihan Penjenjangan Teknis Fungsional dilaksanakan oleh
instansi pembina jabatan fungsional, sedangkan pendidikan dan
latihan lainnya dapat dilaksanakan oleh masing-masing instansi
dengan koordinasi instansi pembina jabatan fungsional.
Sertifikasi keahlian dan keterampilan diberikan oleh instansi
pembina jabatan fungsional dengan pembinaan Lembaga
Administrasi Negara.
Pasal 13
Ayat (1)
Besarnya tunjangan jabatan fungsional ditetapkan
berdasarkan jenjang jabatan fungsional yang telah
ditetapkan.

JABATAN FUNGSIONAL

999

Ayat (2)
Besarnya tunjangan jabatan fungsional ditetapkan dengan
Keputusan Presiden atas usul Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara setelah terlebih dahulu
mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan.
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 3547

1000 JABATAN FUNGSIONAL

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK.024/KP/III/98/02
TENTANG
TATA KERJA TIM PENILAI DAN
TATA CARA PENILAIAN ANGKA KREDIT
JABATAN FUNGSIONAL DIPLOMAT
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

: 1. bahwa dengan ditetapkan ketentuan Jabatan


Fungsional Diplomat perlu dibentuk Tim Penilai
Tingkat Departemen dan Tim Penilai Tingkat
Sekretariat Jenderal;
2. bahwa perlu dikeluarkan pedoman bagi Tim
tersebut pada butir (1) untuk melakukan tugas
dan tanggung jawabnya dalam menilai usul
penetapan angka kredit Diplomat.

Mengingat

: 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang


Pokok-pokok Kepegawaian Republik Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55 ,
Tambahan Lembaran Nomor 3041);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975
tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan
Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, jo.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1991
(Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3437);

JABATAN FUNGSIONAL

1001

3. Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1980


tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai
Negeri Sipil jo. Peraturan Pemerintah Nomor
20 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991
Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3438);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994
tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547);
5. Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1996
tentang Perubahan atas Keputusan Presiden
Nomor 15 Tahun 1964 tentang Susunan
Organisasi Departemen Sebagaimana Telah
Dua Puluh Delapan Kali Diubah, Terakhir Dengan
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1997;
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
51 tahun 1976 tentang Pokok-pokok Organisasi
Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri;
7. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 174/1997 tentang
Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka
Kreditnya;
8. Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri dan
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nagara
Nomor SK.130/OT/VII/97/01 dan Nomor 12/
1977 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya;
9. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.746/
OT/IX/97/01 dan Nomor 12/1997 tentang
Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka
Kreditnya;
10. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor
SK.1675/KP/XII/97/02 tentang Rencana Kerja
Tim In-passing Data Tata Cara Penyesuaian
Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka
Kreditnya.

1002 JABATAN FUNGSIONAL

MEMUTUSKAN
Menetapkan

Pertama

Tata Kerja Tim Penilai dan Tata Cara Penilaian


Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat

Kedua

Tata Kerja Tim Penilai Data Tata Cara Penilaian


Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat
dimaksudkan sebagai pedoman dalam
pembentukan Tim Penilai dan Pelaksanaan
Tugasnya.

Ketiga

Tata Kerja Tim Penilai Data dan Tata Penilaian


Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat
ditetapkan dalam Lampiran Surat Keputusan ini.

Keempat

Lampiran merupakan bagian yang tidak


terpisahkan dari Surat Keputusan ini.

Kelima

Susunan Tim Penilai ditetapkan melalui Keputusan


Menteri Luar Negeri.

Keenam

Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan


Rencana Kerja Tim Penilai dibebankan kepada
anggaran Departemen Luar Negeri.

Ketujuh

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April


1997. dengan ketentuan apabila terdapat
kekeliruan dikemudian hari akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 10 Maret 1998
A.N. MENTERI LUAR NEGERI
SEKRETARIS JENDERAL
ttd
ABDUL IRSAN

JABATAN FUNGSIONAL

1003

Lampiran
Keputusan Menteri luar Negeri Nomor SK.024/KP/lll/98/02
Tanggal 10 Maret 1998 Tentang Tata Kerja Tim Penilai dan Tata
Cara Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat.
TENTANG TATA KERJA TIM PENILAI
DAN TATA CARA PENILAIAN ANGKA KREDIT JABATAN
FUNGSIONAL DIPLOMAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan :
1. Tim Penilai Tingkat Departemen, adalah Tim yang mempunyai
tugas membantu Menteri Luar Negeri dalam menetapkan angka
kredit diplomat bergelar Minister dan Duta Besar di lingkungan
Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen, Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri, dan Organisasi Internasional.
2. Tim Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal, adalah Tim yang
mempunyai tugas membantu Sekretaris Jenderal dalam
menetapkan angka kredit Diplomat bergelar Atase sampai
dengan Minister-Counsellor di lingkungan Departemen/Lembaga
Pemerintah Non-Departemen, Perwakilan Republik Indonesia di
Luar Negeri, dan Organrsasi Internasional.
3. Angka Kredit, adalah suatu angka yang diberikan berdasarkan
penilaian atas prestasi yang telah dicapai seorang Diplomat dalam
mengerjakan butir rincian kegiatan tugas dan jabatan, yang
digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan
kenaikan jenjang jabatan, gelar dan pangkat.
4. Diplomat, adalah pejabat Dinas Luar Negeri yang telah ditetapkan
dalam Jenjang Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka
Kreditnya melajur Surat Keputusan Menteri Luar Negeri;
5. Sekretariat Tim Penilai, adalah unit kerja di Biro Kepegawaian
yang menyelenggarakan administrasi dan kearsipan dalam
membantu pelaksanaan tugas-tugas Tim Penilai.
1004 JABATAN FUNGSIONAL

6. Kepala Unit Organisasi, adalah pejabat yang diberi tugas,


tanggung jawab, wewenang untuk memimpin satuan organisasi
dalam lingkungan Depatemen/Lembaga Pemerintah NonDepartemen Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan
Organisasi Intemasional.
7. Pejabat berwenang menetapkan angka kredit, adalah pejabat
yang berwenang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 174/1997, yaitu :
a. Menteri Luar Negeri, atau pejabat lain yang ditunjuk, bagi
Diplomat bergelar Minister dan Duta Besar;
b. Sekretaris Jenderal Departemen Luar Megeri atau pejabat
lain yang ditunjuk bagi Diplomat bergelar Atase sampai
dengan Minister-Counsellor.
8. Pejabat Pengusul adalah Kepala Unit Organisasi atau pejabat
ditunjuk untuk pengajuan usul penetapan angka kredit, kenaikan
gelar dan pangkat Diplomat sebagaimana ditentukan pada Pasal
21 Keputusan Menpan nomor 174/1977.
Pasal 2
Asas, Tujuan, dan Sasaran
(1) Penilaian prestasi Diplomat berdasarkan angka kredit, dilakukan
sebagaimana dipersyaratkan dalam Kepmenpan No. 174/1997
pada Pasal 7 ayat (3) dan (5) Pasal 9 sampai dengan Pasal
22. Pasal 32 ayat (3) beserta Lampiran I, Keputusan Bersama
Menteri Luar Negeri dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Nomor SK. 130/OT/VIII/97/01 dan Nomor 12 Tahun 1997
pada Pasal 2 sampai dengan Pasal 6, Pasal 10, Pasal 17 ayat
(2), dan Pasal 19, dan Lampiran Keputusan Menteri Luar Negeri
No. SK. 146/OT/IX/97/01 pada Bab VI dan Bab VII,
berdasarkan asas legalitas, terencana, jelas, sahih, berdayaguna
dan berhasil guna.
(2) Tujuan penilaian prestasi Diplomat berdasarkan kredit, adalah
untuk menentukan kemampuan dan kinerja Diplomat dalan
memenuhi standar kinerja ditetapkan dalam kurun waktu
tertentu, yang selanjutnya akan menjadi dasar bagi kenaikan
gelar diplomatik dan pangkat/golongan ruang sebagaimana telah
ditetapkan dengan pemberlakuan ketentuan-ketentuan tentang
JABATAN FUNGSIONAL

1005

Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya di lingkungan


Departemen Luar Negeri.
(3) Sasaran pembentukan dan pelaksanaan tugas Tim Penilai ialah
agar mulai tanggal 1 April 1998 kenaikan gelar dan pangkat
Diplomat sebagai pejabat fungsional telah didasarkan pada
angka kredit, dengan sistem dan dukung administrasi secara
berdayaguna dan berhasil guna.
Pasal 3
Dasar Hukum dan Ketentuan Penyelenggaraan Penilaian
Penilaian prestasi Diplomat berdasarkan pada :
a. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 174/1997 tentang Jabatan Fungsional Diplomat dan
Angka Kreditnya;
b. Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri dan Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Nomor SK. 13G/OT/VIII/97/01 dan
Nomor 12 Tahun 1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya;
c. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 146/OT/IX/97/01
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Diplomat dan Angka Kreditnya;
d. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 146/IX/97/01 tentang
Pembentukan Tim Penyesuaian (In-passing) dan Tata Kerjanya;
e. Ketentuan Kepegawaian terkait yang berlaku;
f.

Keputusan Menteri Luar Negeri, dengan mempertimbangkan


rekomendasi Tim Penilai, terhadap hal-hal yang belum diatur
dalam ketentuan-ketentuan pada huruf (a) sampai dangan (f).
BAB II
TIM PENILAI
Pasal 4
Tugas dan Tanggung Jawab

(1) Tim Penilai membantu dalam menetapkan angka kredit bagi :


1006 JABATAN FUNGSIONAL

a. Diplomat Fungsional untuk kenaikan gelar, pangkatnya;


b. PNS lulusan Diklat Caraka yang akan diangkat pertama
kalinya;
c. PDLN yang akan ditetapkan menjadi Diplomat Fungsional
melalui perpindahan jabatan.
(2) Tim Penilai Tingkat Departemen mempunyai tugas dan tanggung
jawab membantu Menteri Luar Negeri dalam memberikan
penilaian prestasi diplomat bergelar Minister dan Duta Besar,
sebagai berikut;
a. menilai usul penetapan Angka kredit;
b. menetapkan angka kredit sebagai hasil dari penilaian
terhadap usul penetapan angka kredit;
c. menyampaikan hasil penilaian kepada Menteri Luar Negeri
selaku pejabat yang berwenang menetapkan angka Kredit;
d. melaporkan kepada Menteri Luar Negeri apabila terhadap
diplomat yang telah melewati batas waktu tetapi belum
memenuhi angka kredit yang disyaratkan;
e. melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan
penetapan angka kredit;
f.

melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Luar


Negeri..

(3) Tim Penilai tingkat Sekratariat Jenderal mempunyai tugas dan


tanggung jawab membantu Sekretaris Jenderal dalam
memberikan penilaian prestasi diplomat bergelar atase sampai
dengan Minister-Counsellor, sebagai berikut;
a. menilai setiap usul penetapan angka Kredit;
b. menetapkan angka kredit sebagai hasil dari penilaian
terhadap usul penetapan angka kredit;
c. menyampaikan hasil penilaian kepada Sekretaris Jenderal
selaku pejabat yang berwenang menetapkan angka Kredit;
d. melaporkan kepada Sekretaris Jenderal apabila terdapat
Diplomat yang telah melewati batas waktu tetapi belum
memenuhi angka kredit yang disyaratkan;
e. melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan
penetapan angka kredit;
f.

melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Sekretaris


Jenderal.
JABATAN FUNGSIONAL

1007

Pasal 5
Susunan, Masa tugas, dan Kualifikasi Anggota
(1) Tim Penilai Tingkat Departemen dipimpin oleh seorang Ketua
merangkap Anggota, dibantu Sekretaris dan 6 (enam) anggota,
dan bilamana dipandang perlu dapat diangkat anggota-anggota
lainnya dengan catatan jumlah keseluruhan tetap ganjil;
(2) Tim Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal dipimpin oleh seorang
Ketua merangkap Anggota, dibantu Sekretaris dan 6 (enam)
anggota, dan bila mana dipandang perlu dapat diangkat anggotaanggota lainnya dengan catatan jumlah keseluruhannya tetap
ganjil;
(3) Susunan Tim Penilai Tingkat Departemen, Tingkat Sekretriat
Jenderal, Tim Penilai Teknis dan Sekretariat ditetapkan melalui
Keputusan Menteri Luar Negeri;
(4) Syarat-syarat keanggotaan pada Tim Penilai Tingkat
Departemen;
a. Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Luar Negeri menjadi
Ketua merangkap Anggota;
b. Anggota lainnya adalah Pejabat Eselon I atau pejabat
fungsional yang memiliki gelar diplomatik Duta Besar atau
Minister dan masih berdinas aktif;
c. Anggota memiliki kemampuan untuk menilai dan dapat
secara penuh melaksanakan tugasnya.
(5) Syarat-syarat keanggotaan pada Tim Penilai Tingkat Sekretariat
Jenderal;
a. Kepala Biro Kepegawaian atas nama Sekreteris Jenderal
menjadi Ketua merangkap Anggota;
b. Anggota lainnya adalah anggota-anggota Badan
Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BPJK) dan/atau
pejabat fungsional yang memiliki gelar diplomatik serendahrendahnya sekretaris I;
c. Memiliki kemampuan untuk menilai dan dapat secara penuh
melaksanakan tugasnya;
d. Sekretaris tidak menjadi Anggota dan diangkat dari pejabat
di lingkungan Biro Kepegawaian

1008 JABATAN FUNGSIONAL

(6) Masa tugas bagi ketua dan Anggota paling lama 5 (lima) tahun
dan dapat diangkat kembali pada 1 (satu) periode berikutnya;
(7) Pengambilan keputusan Tim Penilai dilakukan melalui rapat Pleno
pada waktu yang ditentukan oleh Ketua Tim;
(8) Keputusan Rapat Pleno dinyatakan sah bilamana dihadiri lebih
dari setengah anggota yang hadir.
Pasal 6
Tim Penilai Teknis
(1) Bilamana dipandang perlu, Ketua Tim Penilai Tingkat Departemen
atau Ketua Tim Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal dapat
membentuk Tim Penilai Teknis.
(2) Tim Penilai Teknis mempunyai tugas dan tanggung jawab kepada
Ketua Tim Penilai Tingkat Departemen atau kepada Ketua Tim
Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal dalam hal :
a. memberikan saran dan pendapat mengenai penilaian angka
kredit yang berasal dari kegiatan tertentu;
b. memberikan saran dan pendapat mengenai penilaian angka
kredit yang berasal dari kegiatan dari bidang keilmuan/
keahlian tertentu.
Pasal 7
Sekretariat Tim Penilai
(1) Untuk membantu administrasi pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Tim dibentuk Sekretariat Tim Penilai yang dikepalai oleh
seorang pejabat di lingkungan Biro Kepegawaian, dengan
anggota sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
(2) Tugas dan tanggung jawab Sekretariat ialah memberikan
bantuan teknis dan administrasi untuk kelancaran pelaksanaan
tugas Tim Penilai dan Pejabat yang berwenang menetapkan
angka kredit;
(3) Dalam melakukan tugasnya Sekretriat Tim Penilai menjalankan
fungsi sebagai berikut;

JABATAN FUNGSIONAL

1009

a. menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk penilaian


angka kredit Pejabat Fungsional.
b. memberikan kelengkapan dan kebenaran bahan-bahan usul
penetapan angka kredit.
c. menyampaikan usul penetapan angka kredit kepada Ketua
Tim Penilai.
d. mempersiapkan undangan rapat dan penyelenggaraan rapat
Tim Penilai.
e. menyampaikan keputusan pejabat yang berwenang
menetapkan angka kredit kepada Pimpinan Unit Organisasi
dimana Diplomat bersangkutan bekerja untuk digunakan
sebagai salah satu untuk pengangkatan, serta kenaikan
jenjang, pangkat, dan gelar Pejabat fungsional.
f.

mempersiapkan dan menyusun laporan pelaksanaan tugas


tim penilai;

g.

menyiapkan Nota Peringatan kepada Diplomat yang dalam


waktu 6 (enam) bulan berikutnya sudah harus memenuhi
angka kredit yang disyahkan.

h. tugas-tugas lain yang dipandang perlu oleh Ketua Tim.


(4) Sekretaris Tim Penilai melaporkan pekerjaannya dan bertanggung
jawab kepada Ketua Tim Penilai.
Pasal 8
PengangKatan Tim Penilai
(1) Anggota Tim Penilai diangkat oleh Menteri Luar Negeri atas
usul Sekretaris Jenderal Departemen Luar Megeri.
(2) Usul calon anggota Tim Penilai dan Sekretariat Tim Penilai
disampaikan kepada pejabat yang berwenang mengangkat dan
memberhentikan Tim sebelum tanggal mulai masa jabatan Tim
Penilai tersebut, atau sebelum habis masa jabatan Tim Penilai
yang akan diganti.
(3) Keputusan Menteri Luar Negeri tentang Pengangkatan Tim
Penilai dan Sekretariat Tim Penilai diterbitkan sebelum dimulainya
masa jabatan Tim Penilai.
(4) Masa jabatan Tim Penilai adalah 5 (lima) tahun, dihitung mulai
tanggal 1 April pada tahun anggaran berjalan.
1010 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 9
Pemberhentian Tim Penilai
(1) Anggota Tim Penilai diberhentikan.
a. habis masa jabatannya; dan/atau
b. mengajukan pemohonan mengundurkan diri dari Tim Penilai;
dan/atau
c. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota Tim Penilai
dan/atau
d. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980; dan/atau
e. berhenti atau diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(2) Keanggotaan Tim Penilai yang diberhentikan sebelum habis masa
jabatannya diisi oleh Anggota baru.
(3) Anggola Sekretariat Tim Penilai diberhentikan apabila:
a. mengajukan permohonan mengundurkan diri; dan/atau
b. pindah tempat kerja; dan/atau
c. berhenti atau diberhentikan dari Pegawai Negeri Sipil; dan/
atau
d. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, bagi anggota
sekretariat Tim Penilai yang diberhentikan, diganti dengan
anggota yang baru.
Pasal 10
Rapat Pleno
(1) Rapat Pleno memutuskan menyetujui atau menolak suatu usulan
penetapan angka kredit.
(2) Waktu Rapat Pleno dan agenda pembahasan ditentukan oleh
Ketua Tim Penilai dan disampaikan kepada Anggota 3 (tiga)
hari sebelumnya rapat.
(3) Rapat Pleno dianggap sah apabila dihadiri lebih dari setengah
Anggota Penilai.
(4) Keputusan diambil dengan suara terbanyak.
JABATAN FUNGSIONAL

1011

BAB III
TATA KERJA TIM PENILAI
Pasal 11
Masa Penilaian
(1) Masa penilaian angka kredit dilakukan setiap waktu yang
ditentukan oleh Ketua Tim Penilai, atau mulai bulan Juni untuk
usul kenaikan gelar/pangkat periode bulan Oktober, dan bulan
Desember tahun sebelumnya untuk usul kenaikan gelar/pangkat
periode bulan April.
(2) Penyampaian usul penetapan angka kredit diajukan oleh
Pimpinan Unit Organisasi secara kolektif atau sendiri-sendiri,
setelah diperkirakan Diplomat mencapi angka kredit
dipersyaratkan bagi kenaikan gelar/dan atau pangkat setlngkat
lebih tinggi.
Pasal 12
Prestasi yang Dinilai dan Bukti Fisiknya
(1) Prestasi Diplomat yang dinilai adalah kegiatan yang terdapat
dalam Unsur Utama/Pendukung, Sub Unsur, dan rincian Kegiatan
yang terdapat dalam Lampiran I Keputusan Menpan Nomor
174/1997.
(2) Bukti Fisik yang diperlukan dalam penilaian adalah DUPAK yang
dilengkapi dengan:
a. surat tugas, sebagai bukti atas terhadap kegiatan-kegiatan
yang dilakukan;
b. laporan, dokumen, atau arsip dinas, bilamana diperlukan
Tim Penilai, untuk pembuktian atau pengecekan ulang;
c. laporan tugas, makalah/tulisan ilmiah dan setiap kegiatan
dalam unsur Pengembangan Profesi;
d. ijazah/sertifikat diklat yang dikeluarkan/diakui oleh instansi
yang berwenang menetapkannya, sesuai ketentuan yang
berlaku.

1012 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 13
Prosedur Penetapan Keputusan Tim Penilai
(1) Pengambilan keputusan dalam pemberian angka kredit dilakukan
melalui prosedur sebagai berikut :
a. Ketua Tim membagi tugas penilaian kepada anggola tim
Penilai;
b. Setiap usul dinilai 2 orang anggota, dengan menggunakan
formulir DUPAK yang terdapat pada Lampiran I, Keputusan
Bersama menteri Luar Negeri dan Kepala BAKN Nomor
SK. 130/OT/VIII/97/01 dan Nomor 12 Tahun 1997;
c. Laporan tugas makalah/tulisan ilmiah dan setiap kegiatan
dalarn unsur Pengembangan Profesi;
d. Apabila angka Kredit yang diberikan oleh dua orang penilai
tidak sama, maka pemberian angka kredit dilaksanakan dalam
sidang pleno Tim Penilai dengan mengkaji dan menelaah
ulang bukti yang dinilai;
e. Pengambilan keputusan dalam sidang pleno tim Penilai
dilakukan secara aklamasi atau setidak-tidaknya melalui suara
terbanyak.
f.

Sekretaris Tim penilai menuangkan angka kredit hasil


keputusan sidang pleno dalam formulir PAK, yang terdapat
dalam lampiran III, Keputusan Bersama Menlu dan
Kepata BAKN Nomor SK. 130/OT/VIII/97/01 dan Nomor
12 Tahun 1997.

(2) Keputusan pemberian angka kredit oleh Ketua Tim Penilai


dilakukan dalam rapat Pleno,
Pasal 14
Anggota Tim Penilai Yang Dinilai
(1) Bilamana Anggota Tim Penilai yang dinilai, maka Ketua Tim
Penilai dapat menetapkan anggota untuk melaksanakan
penilaian.
(2) Anggota Pengganti sebagaimana disebut dalam Ayat (1) harus
memenuhi persyaratan untuk melakukan penilaian.

JABATAN FUNGSIONAL

1013

BAB IV
PROSEDUR KERJA TIM PENILAI
Pasal 15
Mekanisme Administratif Penerimaan Pengusulan
Mekanisme Administrasi Penerimaan usulan untuk dinilai adalah
sebagai berikut:
a. Pejabat Pengusul mengihlamkan usulan untuk penetapan angka
kredit dengan menggunakan formulir DUPAK dilengkapi dengan
syarat-syarat lain yang ditetapkan;
b. Usul penetapan angka kredit diajukan kepada Pejabat
Berwenang menetapkan angka kredit, dapat diajukan mulal bulan
Juni untuk Kenaikan gelar/pangkat periode bulan Oktober, dan
bulan Desember tahun sebelumnya untuk kenaikan gelar/
pangkat periode bulan April.
c. Daftar Usul Penetapan Angka Kredit dilampiri dengan:
(i) bukti-bukti yang dipersyaratkan untuk penilaian;
(ii) salinan sah Surat Kaputusan Kenaikan Pangkat terakhir;
(iii) salinan sah surat pengangkatan dalam Jabatan Fungsional
Diplomat, atau salinan sah Surat Keputusan Pengangkatan
kembali menjadi pejabat fungsional bagi Pejabat Fungsional
yang pernah dibebas tugaskan.
Pasal 16
Prosedur Penilaian Angka Kredit
(1) Daftar Usul Penetapan Angka Kredit berikut bukti-bukti dan
lampiran-lampirannya oleh Pejabat yang berwenang menetapkan
angka Kredit diserahkan kepada Ketua Tim Penilai, yang
selanjutnya menetapkan 2 (dua) orang anggota Tim untuk
penilaian pendahuluan,
(2) Kedua anggota Tim Penilai tersebut pada butir (1) melakukan
Penilaian secara sendiri-sendiri.

1014 JABATAN FUNGSIONAL

(3) Setelah masing-masing anggota melakukan penilaian, hasil


penilaiannya disampaikan kepada Ketua Tim Penilai melalui
Sekretaris Tim.
(4) Sekretaris Tim atas persetujuan Ketua Tim penilai mengundang
seluruh anggota Tim untuk mengikuti rapat pembahasan hasil
penilaian pendahuluan.
(5) Dalam rapat Tim penilai membahas hasil penilaian pendahuluan.
(6) Apabila seluruh anggota Tim dapat menerima hasil penilaian
pendahuluan maka nilai atau angka kredit yang diberikan kepada
Pejabat Fungsional yang dinilai adalah hasil rata-rata penilaian
pendahuluan.
(7) Apabila hasil penilaian pendahuluan dinilai oleh rapat kurang
wajar, Ketua Tim menunjuk 2 (dua) orang anggota yang lain
untuk melakukan penilaian ulang.
(8) Nilai atau angka kredit yang diberikan kepada Pejabat Fungsional
yang dinilai seperti tersebut pada butir (7) adalah rata-rata dari
penilaian ulang dan penilaian pendahuluan.
(9) Apabila hasil penilaian ulang dinilai oleh rapat masih kurang wajar,
maka keputusan terakhir tentang nilai atau angka kredit
diserahkan kepada keputusan Tim Penilai.
(10) Hasil penilaian yang telah disetujui Rapat Tim penilai dituangkan
pada formulir Daftar Usul Penetapan Angka Kredit.
(11) Hasil penilaian oleh Ketua Tim penilai diserahkan kepada Pejabat
yang berwenang menetapkan angka kredit untuk ditetapkan
dengan menggunakan formulir seperti contoh pada Lampiran
VIII Surat Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri dan Kepala
BAKN Nomor dan dibuat rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan:
a. 2 (dua) rangkap dikirimkan kepada Pimpinan Unit Organisasi
atau pejabat ditunjuk untuk pembinaan dimana Pejabat
Fungsional Diplomat ditugaskan secara penuh,
b. 1 (satu) untuk Kepala BAKN.
c. 1 (satu) untuk Menteri Luar Negeri.
d. 1 (satu) untuk Sekretariat Tim Penilai yang bersangkutan.
BAB V

JABATAN FUNGSIONAL

1015

PENUTUP
Pasal 17
Dokumentasi
(1) Berkas penugasan anggota Tim Penilai dan hasil penilaian dan
penghitungan angka kredit disimpan oleh Sekretariat;
(2) Berkas yang disebut dalam ayat (1) dan arsip penghitungan
angka kredit dalam masa in-passing merupakan arsip yang
dijadikan catatan bagi perhitungan angka kredit guna perbaikan
di kemudian hari bilamana terjadi kekeliruan.
Pasal 18
Masa Transisi
(1) Penyimpangan prosedural dan mekanisme penyelenggaraan
tugas-tugas Tim Penilai dapat dilakukan dalam masa transisi 2
(dua) kali masa penilaian dalam tahapan pemberitahuan Jabatan
Fungsional Diplomat.
(2) Penyimpangan prosedural dan mekanisme penyelenggaan
tugas-tugas Tim Penilai tersebut pada ayat (1) dilakukan dengan
asas kebenaran dan keabsahan tindakan sesuai dengan
kewenangan Tim Penilai.
(3) Catatan tentang penyimpangan proseduril dan mekanisme
penyelenggaraan tugas-tugas Tim Penilai disimpan dalam arsip
Departemen Luar Negeri selaku Instansi Pembina Jabatan
Fungsional Diplomat.
Pasal 19
Ketentuan Lain-lain
(1) Pejabat Berwenang menetapkan angka kredit dapat mengubah
angka kredit, bilamana terdapat Kesalahan Tim Penilai dalam
menetapkan angka kredit.

1016 JABATAN FUNGSIONAL

(2) Hal-hal yang belum diatur mengenai kenaikan gelar dan pangkat
dalam keputusan ini akan ditetapkan kemudian,
(3) Ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan keputusan ini
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 20
Pemberlakuan Keputusan
(1) Semua ketentuan mengenai kenaikan gelar dan pangkat
diplomat sejak 1 April 1993 didasarkan pada keputusan ini.
(2) Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1997.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 10 Maret 1998
A.N. MENTERI LUAR NEGERI
SEKRETARIS JENDERAL
ttd

ABDUL IRSAL

JABATAN FUNGSIONAL

1017

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : SK. 103/OT/VII/98/02
TENTANG
PEDOMAN PENGISIAN DAFTAR USULAN PENETAPAN
ANGKA KREDIT JABATAN FUNGSIONAL DIPLOMAT
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA
Menimbang

1. bahwa dengan ditetapkannya pemberlakuan


Jabatan Fungsional Diplomat mulai 1 April 1998,
dipandang perlu untuk rnembantu diplomat
dan unit organisasi dalam pencatatan kegiatan
dan penuangannya ke dalam formulir
pengusulan angka kredit Jabatan Fungsional
Diplomat agar supaya terdapat keteraturan
pelaksanaan dan administrasinya sesuai
dengan perangkat-perangkat ketentuan
Jabatan Fungsional Diplomat yang telah
ditetapkan;
2. bahwa untuk maksud tersebut pada angka
(1) perlu ditetapkan pedoman bagi Diplomat,
Pejabat Pengusul dan Tim Penilai Angka Kredit
Jabatan Fungsional Diplomat.

Mengingat

1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang


Pokok-pokok Kepegawaian Republik Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994
tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri

1018 JABATAN FUNGSIONAL

Sipil Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor


22, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3547):
3. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 174/1997 tentang
Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka
Kreditnya;
4. Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri dan
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor Sk.130/OT/VII/97/01 dan
Nomor 12/1977 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Diplomat dan
Angka Kreditnya;
5. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.
146/OT/IX/97/Q2 tentang Petunjuk Teknis
Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Diplomat dan Angka Kreditnya;
6. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.
1675/KP/XII/97/02 tentang Rencana Kerja
Tim In-Passing dan Tata Cara Penyesuaian
Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka
Kreditnya;
7. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor
SK. 024/OT/III/98/02 tentang Tata Kerja
Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional
Diplomat.
MEMUTUSKAN
Menetapkan

PEDOMAN PENGISIAN DAFTAR USULAN


PENETAPAN ANGKA KREDIT JABATAN
FUNGSIONAL DIPLOMAT

PERTAMA

Pedoman pengisian daftar usulan penetapan


angka kredit jabatan fungsional diplomat
dimaksudkan sebagai pedoman bagi Diplomat,
Pejabat Pengusul dan Tim Penilai dalam rangka
pelaksanaan administrasi penetapan angka kredit

JABATAN FUNGSIONAL

1019

KEDUA

Rincian pedoman pengisian daftar usulan


penetapan angka kredit jabatan fungsional
diplomat ditetapkan dalam Lampiran Surat
Keputusan ini.

KETIGA

Lampiran merupakan bagian yang tidak


terpisahkan dari Surat Keputusan ini.

KEEMPAT

Segala biaya sehubungan dengan pedoman


pengisian daftar usulan penetapan angka kredit
jabatan fungsional diplomat dibebankan kepada
anggaran Departemen Luar Negeri.

KELIMA

Keputusan ini mulai berlaku pada 1 April 1998


dengan ketentuan apabila terdapat kekeliruan di
kemudian hari akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : Juli 1990
A.N. MENTERI LUAR NEGERI
SEKRETARISJENDERAL
ttd
ABDUL IRSAN

1020 JABATAN FUNGSIONAL

MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
NOMOR : PER/87/M.PAN/8/2005
TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL DIPLOMAT DAN ANGKA
KREDITNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA,

Menimbang

: a. bahwa ketentuan tentang Jabatan Fungsional


Diplomat yang ditetapkan dalam Keputusan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 174/1997 tentang Jabatan
Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya sudah
tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi
di tingkat nasional dan internasional;
b. bahwa dalam rangka pembinaan karier dan
peningkatan kualitas profesionalisme Pegawai
Negeri Sipil yang menjalankan tugas diplomasi,
dipandang perlu mengatur kembali ketentuan
dalam Keputusan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 174/
1997 tentang Jabatan Fungsional Diplomat dan
Angka Kreditnya;
c. bahwa penetapan jabatan fungsional Diplomat
dan Angka kreditnya sebagaimana dimaksud
JABATAN FUNGSIONAL

1021

dalam huruf b, ditetapkan dengan Peraturan


Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara;
Mengingat

: 1.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974


tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembara
Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3041),
sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3890);

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982


tentang Pengesahan Konvensi Wina
mengenai Hubungan Diplomatik beserta
Protokol Opsionalnya mengenai Hal
memperoleh Kewarganegaraan (Vienna
Convention on Diplomatic Relations and
Optional Protocol to the Vienna Convention
on Diplomatic Relations concerning Acquisition
of Nationality, 1961) dan Pengesahan
Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler
beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal
Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna
Convention on Consular Relations and the
Optional Protocol to the Vienna Convention
on Consular Relations concerning Acquisition
of Nationality, 1963) (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3211);

3.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1982


tentang Pengesahan Konvensi mengenai Misi
Khusus (Convention on Special Missions, New
York, 1909), (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1902 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3212);

4.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999


tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3882);

1022 JABATAN FUNGSIONAL

5.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000


tentang Perjanjian Internasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4012);

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977


tentang Pengaturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3098), sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 17);

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994


tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3547);

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000


tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4015),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 122, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4332);

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000


tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 196), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
12 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun
2002 Nomor 32, Tambahan Lembaran
Negara No. 1193);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun


2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000

JABATAN FUNGSIONAL

1023

11.

12.

13.

14.

15.

Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara


Nomor 1019);
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003
tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1263);
Keputusan Presiden Nomor 07 Tahun 1999
tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai
Negeri Sipil;
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen
sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
11 Tahun 2005;
Keputusan Presiden Nomor 100 Tahun 2003
tentang Organisasi Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri;
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Negara;

Memperhatikan : 1.

Usul Menteri Luar Negeri dengan suratnya


Nomor 176/KP/VI/2005/02/01 tanggal 9 Juni
2005.

2.

Pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian


Negara dengan suratnya Nomor: K.26-30/
V.78-8/93 tanggal 11 Agustus 2005.
MEMUTUSKAN :

Menetapkan

: PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN


APARATUR NEGARA TENTANG JABATAN
FUNGSIONAL DIPLOMAT DAN ANGKA
KREDITNYA.

1024 JABATAN FUNGSIONAL

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Pejabat Dinas Luar Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah
mengikuti pendidikan dan latihan khusus untuk bertugas di
Departemen Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia.
2. Diplomat adalah Pejabat Dinas Luar Negeri yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh Menteri
Luar Negeri untuk melakukan kegiatan diplomatik.
3. Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, yang selanjutnya
disebut Perwakilan adalah Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan
Konsuler Republik Indonesia yang secara resmi mewakili dan
memperjuangkan kepentingan Bangsa, Negara dan Pemerintah
Republik Indonesia secara keseluruhan di negara penerima atau
pada organisasi internasional.
4. Perwakilan Diplomatik adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia
dan Perutusan Tetap Republik Indonesia yang melakukan kegiatan
diplomatik di seluruh wilayah negara penerima atau pada
organisasi internasional untuk mewakili dan memperjuangkan
kepentingan bangsa, negara dan pemerintah Republik Indonesia.
5. Perwakilan Konsuler adalah Konsulat Jenderal Republik Indonesia
dan Konsulat Republik Indonesia yang melakukan kegiatan
konsuler di wilayah kerja di dalam wilayah kerja negara penerima
untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa,
negara dan Pemerintah Republik Indonesia.
6. Negara penerima adalah negara tempat kedudukan Perwakilan.
7. Organisasi internasional adalah organisasi internasional tempat
kedudukan Perwakilan.
8. Diplomasi adalah kegiatan mewakili negara dan pemerintah
(representing), melakukan perundingan untuk dan atas nama
kepentingan nasional (negotiating), melindungi kepentingan negara
dan pemerintah, warga negara, dan Badan Hukum Indonesia
(protecting), melakukan promosi kerjasama untuk kepentingan
nasional (promoting), dan melakukan pelaporan pelaksanaan
tugas dan pengamatan di bidang politik, keamanan, ekonomi,
sosial dan budaya (reporting).
JABATAN FUNGSIONAL

1025

9. Mewakili (representing) adalah mewakili Negara Republik Indonesia


secara keseluruhan di negara penerima dan/atau organisasi
internasional.
10. Perundingan (negotiating) adalah memperjuangkan kepentingan
bangsa, negara dan Pemerintah Indonesia melalui pendekatan
dan perundingan dengan negara penerima atau organisasi
internasional.
11. Melindungi (protecting) adalah melindungi kepentingan negara
dan Pemerintah Indonesia, warga negara Indonesia, dan Badan
Hukum Indonesia di negara penerima atau organisasi
internasional.
12. Promosi (promoting) adalah meningkatkan kerjasama antara
Indonesia dan negara penerima atau organisasi internasional di
segala bidang yang bermanfaat bagi kepentingan nasional.
13. Melaporkan (reporting) adalah melakukan pelaporan atas hasil
pelaksanaan tugas, pengamatan dan analisis di bidang politik,
hukum, keamanan, ekonomi, sosial dan budaya di negara
penerima atau organisasi internasional.
14. Gelar Diplomatik adalah gelar berjenjang yang diberikan kepada
Pejabat Dinas Luar Negeri yang memiliki kualifikasi berdasarkan
hukum dan kebiasaan internasional serta peraturan perundangundangan nasional yang berlaku.
15. Sasaran Kerja Organisasi (SKO) adalah hasil kerja yang akan
dicapai organisasi, yang berupa kebijakan umum organisasi.
16. Sasaran Kerja Unit (SKU) adalah hasil kerja yang akan dicapai
unit, sebagai operasional kebijakan umum organisasi.
17. Sasaran Kerja Individu (SKI) adalah kegiatan yang akan dicapai
oleh seorang Diplomat yang berupa rencana kerja dan target,
yang ditetapkan bersama antara pejabat penilai dengan Diplomat
yang dinilai, yang disusun sesuai dengan tugas pokok berdasarkan
rencana kerja tahunan organisasi.
18. Tugas Pokok Jabatan adalah sekumpulan kegiatan yang wajib
dilakukan dalam rangka pelaksanaan fungsi jabatan.
19. Bobot Kegiatan adalah ukuran masing-masing kegiatan
pelaksanaan tugas pokok jabatan yang ditetapkan berdasarkan
sifat, jenis pekerjaan dari aspek tingkat kesulitan, prioritas, dan
kreatifitas dalam pelaksanaannya.

1026 JABATAN FUNGSIONAL

20. Tim Penilai adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Menteri
Luar Negeri yang bertugas melakukan konversi dalam angka
kredit kumulatif terhadap penilaian hasil capaian SKI.
21. Angka Kredit Diplomat adalah akumulasi nilai butir-butir kegiatan
yang harus dicapai oleh seorang Diplomat dalam rangka
pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya.
BAB II
RUMPUN JABATAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK
DAN INSTANSI PEMBINA
Pasal 2
Diplomat adalah jabatan fungsional termasuk dalam rumpun
politik dan hubungan luar negeri.
Pasal 3
(1) Diplomat adalah Pejabat Dinas Luar Negeri yang berkedudukan
sebagai pelaksana kegiatan diplomatik di Departemen Luar Negeri
dan Perwakilan.
(2) Diplomat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah jabatan
karier.
Pasal 4
(1) Tugas pokok Diplomat adalah melaksanakan diplomasi yang
meliputi mewakili (representing), perundingan (negotiating),
perlindungan (protecting), promosi (promoting), dan pelaporan
(reporting).
(2) Rincian kegiatan dan satuan hasil tugas pokok Diplomat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagaimana
tersebut dalam Lampiran I.
Pasal 5
Instansi pembina jabatan fungsional Diplomat adalah Departemen
Luar Negeri.

JABATAN FUNGSIONAL

1027

BAB III
JENJANG JABATAN DAN PANGKAT/GELAR DIPLOMATIK
Pasal 6
(1) Jenjang jabatan Diplomat dari yang terendah sampai dengan
yang tertinggi yaitu :
a. Diplomat Pertama;
b. Diplomat Muda;
c. Diplomat Madya; dan
d. Diplomat Utama.
(2) Jenjang pangkat/gelar diplomatik jabatan Diplomat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan jabatannya yaitu :
a. Diplomat Pertama terdiri atas :
1. Atase, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a;
2. Sekretaris III, pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan
ruang III/b.
b. Diplomat Muda terdiri atas :
1. Sekretaris II, pangkat Penata, golongan ruang III/c;
2. Sekretaris I, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang
III/d.
c. Diplomat Madya terdiri atas :
1. Counsellor, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a;
2. Minister Counsellor, pangkat Pembina Tingkat I, golongan
ruang IV/b;
3. Minister, pangkat Pembina Utama Muda, golongan ruang
IV/c.
d. Diplomat Utama terdiri atas :
1. Duta Desar, pangkat Pembina Utama Madya, golongan
ruang IV/d; dan
2. Duta Desar, pangkat Pembina Utama, golongan ruang
IV/e.

1028 JABATAN FUNGSIONAL

BAB IV
UNSUR DAN RINCIAN KEGIATAN YANG DINILAI
Pasal 7
(1) Unsur yang dinilai terdiri atas :
a. Tugas pokok jabatan; dan
b. Tugas tambahan.
(2) Rincian kegiatan Diplomat sesuai dengan jenjang jabatan adalah
sebagai berikut :
a. Diplomat Pertama yaitu :
1. menyiapkan bahan/dokumen untuk kunjungan delegasi
RI kepada pejabat negara akreditasi (eksekutif, legislatif
dan yudikatif) atau organisasi internasional;
2. merencanakan pertemuan antara misi Indonesia dengan
wakil negara akreditasi atau pihak lainnya;
3. mengidentifikasi pejabat pemerintah, tokoh masyarakat,
dan institusi penting di negara akreditasi/organisasi
internasional;
4. memenuhi undangan dari pemerintah negara akreditasi/
organisasi internasional;
5. memenuhi undangan dari tokoh masyarakat/LSM/media
massa di negara akreditasi;
6. melakukan persiapan dan pelaksanaan acara resmi
kenegaraan dan acara diplomatik di Perwakilan;
7. menghadiri resepsi diplomatik atau undangan dari
perwakilan asing/organisasi internasional;
8. menyiapkan posisi dan tanggapan Pemerintah RI
terhadap isu-isu yang berkembang untuk disampaikan
kepada pemerintah negara akreditasi, perwakilan asing
lain, dan organisasi internasional;
9. menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk
pembuatan dokumen yang memiliki kekuatan hukum
nasional (perjanjian/ sengketa);
10. menyiapkan bahan/dokumen dalam rangka perundingan
bilateral/regional/ internasional;
11. menyiapkan bahan pendukung;
JABATAN FUNGSIONAL

1029

12. menyusun bahan perundingan;


13. menyusun konsep untuk menjelaskan posisi Pemerintah
RI terhadap isu-isu nasional yang menjadi perhatian
negara akreditasi/organisasi internasional;
14. mengembangkan jaringan dengan berbagai kalangan
yang bisa mendukung opini publik setempat agar
menguntungkan posisi Pemerintah RI;
15. melakukan pendataan WNI dan BHI di negara
akreditasi;
16. memberikan pelayanan dalam bidang kekonsuleran
kepada WNI dan DHI di negara akreditasi;
17. menjaga dan memelihara barang-barang/aset negara,
WNI dan BHI di negara akreditasi;
18. mengikutsertakan tokoh masyarakat Indonesia dalam
berbagai kegiatan Perwakilan;
19. memberikan pelayanan keimigrasian dan kekonsuleran
kepada orang asing;
20. menyusun konsep dasar bahan penerangan mengenai
Indonesia dan kebijakan Pemerintah RI;
21. melakukan pelayanan informasi yang mendukung
pelaksanaan program-program Perwakilan;
22. menyiapkan bahan-bahan promosi;
23. melakukan kegiatan promosi dengan berbagai pihak di
negara akreditasi;
24. mengadakan pagelaran seni dan budaya (tari, musik,
gamelan, gelar budaya lainnya);
25. melaksanakan dan mengkoordinir penyelenggaraan promosi
budaya di Perwakilan RI di luar wilayah akreditasi;
26. mengumpulkan bahan-bahan informasi di bidang
poleksosbudhankam di negara akreditasi;
27. membuat analisis dalam bidang poleksosbudhankam
secara tepat waktu;
28. mengumpulkan data tentang kebijakan pemerintah
negara akreditasi/organisasi internasional yang
berpengaruh terhadap kepentingan Indonesia;
29. menyiapkan bahan-bahan laporan kegiatan Perwakilan;

1030 JABATAN FUNGSIONAL

30. menyusun laporan kegiatan Perwakilan di negara


akreditasi dan organisasi internasional;
31. menyiapkan bahan-bahan laporan sidang;
32. menyusun laporan hasil-hasil sidang;
33. melakukan komunikasi dalam bahasa asing (lisan dan
tulisan) secara memadai pada tingkatannya.
b. Diplomat Muda yaitu :
1. mengkoordinasikan pelaksanaan kunjungan misi
Pemerintah RI;
2. membina dan mengembangkan hubungan dengan
pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan institusi
penting di negara akreditasi/organisasi internasional;
3. berpartisipasi dalam kegiatan/event yang dilaksanakan oleh
pemerintah setempat/organisasi internasional/swasta;
4. menghadiri seminar/simposium/ceramah
menyangkut kepentingan nasional;

yang

5. membina dan mengembangkan hubungan dengan


pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan institusi
penting di negara akreditasi/organisasi internasional;
6. memenuhi undangan dari pemerintah negara akreditasi/
organisasi internasional;
7. memenuhi undangan dari tokoh masyarakat/LSM/media
massa di negara akreditasi;
8. melakukan persiapan dan pelaksanaan acara resmi
kenegaraan dan acara diplomatik di Perwakilan;
9. melaporkan hasil pelaksanaan acara resmi kenegaraan/
diplomatik Perwakilan;
10. menghadiri resepsi diplomatik atau undangan dari
perwakilan asing/organisasi internasional;
11. melakukan cross check terhadap data dan informasi lain
yang dipergunakan untuk mendukung penyusunan bahan
kebijakan Pemerintah RI;
12. menganalisis konsep dokumen perjanjian antara
Pemerintah RI dengan pemerintah negara setempat;

JABATAN FUNGSIONAL

1031

13. menganalisis data dan informasi mengenai hubungan


Indonesia dengan negara akreditasi/organisasi
internasional dari sumber tertutup;
14. melakukan pendekatan untuk meyakinkan pihak lawan
berkaitan dengan posisi Pemerintah RI;
15. melakukan pendekatan secara aktif guna memperoleh
dukungan negara akreditasi/organisasi internasional dalam
pencalonan Pemerintah RI;
16. aktif dalam proses perundingan;
17. menyusun konsep untuk menjelaskan posisi Pemerintah
RI terhadap isu-isu nasional yang menjadi perhatian
negara akreditasi/organisasi internasional;
18. mengembangkan jaringan dengan berbagai kalangan
yang bisa mendukung opini publik setempat agar
menguntungkan posisi Pemerintah RI;
19. memberikan pelayanan dalam bidang kekonsuleran
kepada WNI dan BHI di negera akreditasi;
20. mengembangkan jaringan dengan instansi terkait untuk
melindungi WNI, BHI dan aset Pemerintah RI di negara
akreditasi;
21. memberikan penyuluhan kepada WNI mengenai
peraturan dan hukum di negara akreditasi;
22. membuat evaluasi perkembangan masyarakat Indonesia
di negara akreditasi untuk menentukan dasar rumusan
kebijakan tindakan hukum;
23. menjaga dan memelihara barang-barang/aset negara,
WNI dan BHI di negara akreditasi;
24. mendorong kepatuhan WNI dan BHI di negara akreditasi
terhadap hukum Indonesia dan/atau hukum setempat;
25. menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat
setempat mengenai kebijakan RI/perlakuan masyarakat
Indonesia yang dipandang merugikan citra RI;
26. mengevaluasi kegiatan pelayanan kepada masyarakat
setempat;
27. menganalisis kecenderungan sikap pemerintah, LSM dan
media massa di negara akreditasi terhadap Indonesia;

1032 JABATAN FUNGSIONAL

28. menanggapi berita atau informasi yang


Indonesia melalui media massa;

merugikan

29. melakukan kegiatan promosi dengan berbagai pihak di


negara akreditasi;
30. menganalisis potensi pasar di negara setempat;
31. mengevaluasi hasil promosi untuk mencari terobosan
menembus pasar negara setempat;
32. mengadakan pagelaran seni dan budaya (tari, musik,
gamelan, gelar budaya lainnya);
33. melaksanakan dan mengkoordinir penyelenggaraan promosi
budaya di Perwakilan RI di luar wilayah akreditasi;
34. menindak lanjuti perkembangan laporan kerja;
35. menganalisis kebijakan pemerintah negara akreditas/
organisasi internasional yang berpengaruh terhadap
kepentingan Indonesia;
36. melakukan evaluasi dan tindak lanjut atas laporan
kebijakan pemerintah negara akreditasi dan/atau
organisasi internasional yang berpengaruh terhadap
nasional Indonesia;
37. membuat evaluasi dan tindak lanjut dari laporan kegiatan
Perwakilan;
38. membuat evaluasi dan tindak lanjut dari hasil-hasil
sidang;
39. melakukan komunikasi dalam bahasa asing (lisan dan
tulisan) secara memadai pada tingkatannya.
c. Diplomat Madya yaitu :
1. menjadi delegasi (liaison officer) pada pertemuan/sidang
yang diadakan di negara akreditasi/organisasi
internasional;
2. menyusun strategi untuk keberhasilan kunjungan delegasi
RI di negara akreditasi/organisasi internasional;
3. berpartisipasi dalam kegiatan/event yang dilaksanakan oleh
pemerintah setempat/organisasi internasional/swasta;
4. menghadiri seminar/simposium/ceramah
menyangkut kepentingan nasional;

JABATAN FUNGSIONAL

yang

1033

5. menyampaikan gagasan dan masukan konseptual


terhadap peningkatan kerjasama antar negara;
6. memenuhi undangan dari pemerintah negara akreditasi/
organisasi internasional;
7. memenuhi undangan dari tokoh masyarakat/LSM/media
massa di negara akreditasi;
8. mengupayakan kehadiran pejabat tingkat tinggi pada
acara resmi/diplomatik Perwakilan RI guna menambah
bobot acara;
9. menghadiri resepsi diplomatik atau undangan dari
perwakilan asing/organisasi internasional;
10. melakukan demarche kepada pemerintah negara
akreditasi atau pewakilan asing;
11. finalisasi proses penyusunan perjanjian/penyelesaian
sengketa;
12. aktif dalam proses perundingan;
13. melakukan pendekatan untuk meyakinkan pihak lawan
berkaitan dengan posisi RI;
14. memberikan masukan kepada delegasi RI;
15. mengembangkan jaringan dengan berbagai kalangan
yang bisa mendukung opini publik setempat agar
menguntungkan posisi Pemerintah RI;
16. mengatur strategi untuk keberhasilan dukungan terhadap
kedaulatan RI;
17. melakukan tindakan preventif terhadap permasalahan yang
secara potensial akan merugikan WNI dan BHI di negara
akreditasi;
18. mengembangkan jaringan dengan instansi terkait untuk
melindungi WNI, BHI dan aset Pemerintah RI di negara
akreditasi;
19. melakukan evakuasi dan penyelamatan WNI;
20. menyediakan bantuan hukum dalam rangka perlindungan
WNI dan BHI di negara akreditasi;
21. menjaga dan memelihara barang-barang/aset negara,
WNI dan BHI di negara akreditasi;

1034 JABATAN FUNGSIONAL

22. mengadakan pertemuan secara berkala dengan


masyarakat Indonesia dalam rangka pembinaan WNI di
luar negeri;
23. mendorong kepatuhan WNI dan BHI di negara akreditasi
terhadap hukum Indonesia dan/atau hukum setempat;
24. membuat perumusan kebijakan pembinaan dan
perlindungan WNI di luar negeri;
25. mengupayakan pembentukan opini publik di negara
akreditasi untuk memajukan kerjasama bilateral/regional/
multilateral agar menguntungkan kepentingan nasional
RI;
26. memanfaatkan seluruh saluran informasi di negara
akreditasi untuk penyebarluasan informasi tentang
Indonesia;
27. melakukan kegiatan promosi dengan berbagai pihak di
negara akreditasi;
28. melaksanakan dan mengkoordinir penyelenggaraan promosi
budaya di Perwakilan RI di luar wilayah akreditasi;
29. memberikan rekomendasi, baik kepada pimpinan Deplu
maupun Pemerintah RI, tentang kebijakan yang harus
diambil sebagai tanggapan atas kebijakan negara
akreditasi/organisasi internasional;
30. melakukan evaluasi dan tindak lanjut atas laporan
kebijakan pemerintah negara akreditasi dan/atau
organisasi internasional yang berpengaruh terbadap
nasional Indonesia;
31. membuat evaluasi dan tindak lanjut dari hasil-hasil
sidang;
32. melakukan komunikasi dalam bahasa asing (lisan dan
tulisan) secara memadai pada tingkatannya.
d. Diplomat Utama yaitu :
1. berpartisipasi dalam kegiatan (event) yang dilaksanakan
oleh pemerintah setempat/organisasi internasional/
swasta;
2. menghadiri seminar/simposium/ceramah
menyangkut kepentingan nasional;

JABATAN FUNGSIONAL

yang

1035

3. Memenuhi undangan dari pemerintah negara akreditasi/


organisasi international;
4. memenuhi undangan dari tokoh masyarakat/LSM/media
massa di negara akreditasi;
5. menghadiri resepsi diplomatik/undangan dari perwakilan
asing/organisasi internasional;
6. melakukan demarche kepada pemerintah negara
akreditasi atau perwakilan asing;
7. memberikan masukan kepada Delegasi Republik
Indonesia;
8. mengembangkan jaringan dengan berbagai kalangan
yang bisa mendukung opini publik setempat agar
menguntungkan posisi pemerintah RI.
9. melakukan kegiatan promosi dengan berbagai pihak di
negara akreditasi;
10. melaksanakan dan mengkoordinir penyelenggaraan promosi
budaya di Perwakilan RI di luar wilayah akreditasi;
(3) Tugas tambahan adalah kegiatan-kegiatan selain tugas pokok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang telah
ditetapkan dalam SKI, yang dibebankan untuk dilaksanakan oleh
Pimpinan Unit Kerja.
BAB V
SKI DIPLOMAT
Pasal 8
(1) Pada setiap akhir tahun takwim berjalan, masing-masing Diplomat
wajib menyusun usulan SKI yang akan dilaksanakan dalam satu
tahun takwim berikutnya.
(2) SKI disusun berdasarkan tugas pokok Diplomat yang
bersangkutan sesuai dengan jenjang jabatannya serta
berdasarkan SKU dan SKO dimana Diplomat tersebut
ditempatkan, dan disertai dengan jadwal kegiatan.
(3) Sasaran/target yang hendak dicapai dari setiap pelaksanaan
tugas pokok dapat dinilai dari aspek kuantitas, kualitas, biaya
dan waktu pelaksanaan.

1036 JABATAN FUNGSIONAL

(4) Waktu pelaksanaan seluruh sasaran/target apabila dihitung dalam


satuan waktu kerja efektif paling rendah harus mencapai 6 jam
per hari kerja atau 1.650 jam per tahun.
(5) SKI yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan kepada Pimpinan Unit Kerja untuk mendapatkan
persetujuan.
(6) Untuk kepentingan dinas SKI yang telah disetujui dapat dilakukan
penyesuaian.
BAB VI
TATA CARA PENILAIAN SKI DAN KONVERSI DALAM
ANGKA KREDIT
Pasal 9
Penilaian prestasi kerja Diplomat dilakukan dengan angka kredit
berdasarkan hasil penghitungan capaian SKI.
Pasal 10
(1) Angka kredit kumulatif untuk kenaikan pangkat/gelar diplomatik
dan jabatan Diplomat ditetapkan berdasarkan tingkat capaian
SKI.
(2) Angka kredit yang diperoleh dari tugas tambahan dapat
diperhitungkan paling banyak 20% dari angka kredit untuk
kenaikan pangkat/gelar diplomatik dan jabatan diplomat.
(3) Penilaian tugas tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), ditetapkan sama dengan penilaian kegiatan SKI.
Pasal 11
(1) Capaian hasil SKI dinilai dengan persentase dan sebutan nilai
sebagai berikut :
a. capaian hasil SKI di atas 100% diberikan sebutan nilai
istimewa;
b. capaian hasil SKI lebih dari 85% sampai dengan 100%
diberikan sebutan nilai amat baik;
c. capaian hasil SKI lebih dari 70% sampai dengan 85% diberikan
sebutan nilai baik;
JABATAN FUNGSIONAL

1037

d. capaian hasil SKI lebih dari 55% sampai dengan 70% diberikan
sebutan nilai cukup;
e. capaian hasil SKI kurang dari 55% diberikan sebutan nilai
kurang.
(2) Sebutan nilai SKI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikonversi ke dalam angka kredit sebagai berikut :
a. Sebutan nilai istimewa mendapatkan angka kredit sebesar
50% dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan
pangkat/gelar diplomatik dan jabatan;
b. Sebutan nilai amat baik mendapatkan angka kredit sebesar
35% dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan
pangkat/gelar diplomatik dan jabatan;
c. Sebutan nilai baik mendapatkan angka kredit sebesar 25%
dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan pangkat/
gelar diplomatik dan jabatan;
d. Sebutan nilai cukup mendapatkan angka kredit sebesar 15%
dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan pangkat/
gelar diplomatik dan jabatan;
e. Sebutan nilai kurang mendapatkan angka kredit sebesar 5%
dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan pangkat/
gelar diplomatik dan jabatan;
(3) Jumlah angka kredit kumulatif untuk kenaikan pangkat/gelar
diplomatik dan jabatan Diplomat adalah sebagaimana tersebut
dalam Lampiran III.
BAB VIII
PENILAIAN SKI
Pasal 12
(1) Penilaian SKI dilakukan setiap akhir Desember tahun berjalan
dan paling lambat harus sudah selesai pada akhir bulan Januari
tahun berikutnya;
(2) Penilaian SKI dilakukan oleh :
a. Menteri Luar Negeri atau Pejabat lain yang ditunjuk paling
rendah Eselon I bagi Diplomat Madya dan Diplomat Utama
yang bertugas di Departemen Luar Negeri dan atau yang
bertugas di Perwakilan;
1038 JABATAN FUNGSIONAL

b. Pimpinan Unit Kerja paling rendah Eselon II bagi Diplomat


Pertama dan Diplomat Muda yang bertugas di Departemen
Luar Negeri; atau
c. Kepala Perwakilan bagi Diplomat Pertama, Diplomat Muda,
dan Diplomat Madya yang bertugas di Perwakilan masingmasing.
(3) Konversi dalam angka kredit terhadap penilaian SKI sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) di atas dilakukan oleh Tim Penilai yang
ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri.
(4) Anggota Tim Penilai adalah Diplomat dengan susunan sebagai
berikut :
a. Seorang Ketua, merangkap anggota;
b. Seorang Wakil Ketua, merangkap anggota;
c. Seorang Sekretaris, merangkap anggota; dan
d. Paling rendah 4 (empat) orang anggota.
BAB VIII
ASPEK LAIN YANG MEMPENGARUHI PENILAIAN SKI
Pasal 13
(1) Hasil capaian SKI bukan satu-satunya alat penilaian prestasi
kerja Diplomat.
(2) Dalam memberikan penilaian SKI, penilai wajib
mempertimbangkan hal-hal yang menyangkut aspek organisasi,
manajemen dan perilaku.
(3) Penilaian aspek organisasi, manajemen dan perilaku digunakan
untuk menentukan nilai akhir capaian SKI, yaitu :
a. dapat menaikkan nilai persentase SKI;
b. dapat menurunkan nilai persentase SKI; atau
c. tidak berpengaruh terhadap nilai persentase SKI
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang aspek organisasi, manajemen
dan perilaku ditetapkan dengan Peraturan Menteri Luar Negeri.

JABATAN FUNGSIONAL

1039

BAB IX
KENAIKAN PANGKAT/GELAR DIPLOMATIK DAN JABATAN
Pasal 14
(1) Diplomat dapat dinaikkan pangkat/gelar diplomatik dan/atau
jabatannya apabila memenuhi syarat;
a. angka kredit yang ditentukan;
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja dalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP 3) paling rendah bernilai baik
dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
c. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri.
(2) Kenaikan gelar diplomatik diikuti dengan kenaikan pangkat.
BAB X
PENGANGKATAN DALAM JABATAN
Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat pertama kali untuk mengisi
lowongan formasi jabatan Diplomat dilakukan melalui
pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. berijazah paling rendah Sarjana (S1) sesuai dengan kualifikasi
pendidikan yang ditentukan oleh Menteri Luar Negeri;
b. pangkat paling rendah pangkat Penata Muda, Golongan Ruang
III/a;
c. lulus sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu); dan
d. setiap unsur penilaian prestasi kerja dalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP 3) paling rendah bernilai baik
dalam 1 (satu) tahun terakhir;
(2) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari Jabatan Struktural ke dalam
jabatan diplomat harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
b. telah diangkat sebagai Diplomat oleh Menteri Luar Negeri.
(3) Penetapan jenjang jabatan dan angka kredit bagi Pegawai Negeri
Sipil yang diangkat dalam jabatan Diplomat sebagaimana
1040 JABATAN FUNGSIONAL

dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan pangkat, masa kerja


kepangkatan dan gelar Diplomatik.
BAB XI
PEMBEBASAN SEMENTARA, PENGANGKATAN KEMBALI,
DAN PEMBERHENTIAN DARI JABATAN
Pasal 16
Diplomat dibebaskan sementara dari jabatannya apabila :
a. selama 2 (dua) tahun berturut-turut mendapatkan penilaian SKI
cukup/kurang;
b. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berupa
jenis hukuman disiplin penurunan pangkat;
c. diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil;
d. ditugaskan secara penuh di luar jabatan Diplomat;
e. menjalani cuti di luar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan
keempat dan seterusnya; atau
f. tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan.
Pasal 17
(1) Diplomat yang telah selesai menjalani pembebasan sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dapat diangkat kembali
dalam jabatan Diplomat;
(2) Pengangkatan kembali dalam jabatan Diplomat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), menggunakan angka kredit terakhir
yang dimiliki dan dari prestasi kerja di bidang diplomatik selama
tidak menduduki jabatan Diplomat.
Pasal 18
Diplomat diberhentikan dari jabatannya apabila :
a. hasil penilaian SKI pada tahun berikutnya setelah pembebasan
sementara sebagaimana dimaksud Pasal 16 huruf a, tetap
mendapatkan nilai cukup/kurang; atau
b. dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat dan telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, kecuali hukuman disiplin berat berupa
penurunan pangkat.
JABATAN FUNGSIONAL

1041

Pasal 19
Pejabat yang berwenang mengangkat, membebaskan sementara,
mengangkat kembali dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil dalam
dan dari jabatan Diplomat adalah Menteri Luar Negeri.
BAB XII
PENYESUAIAN JABATAN, PANGKAT DAN GELAR
DIPLOMATIK
Pasal 20
Pegawai Negeri Sipil yang pada saat ditetapkan Peraturan ini telah
diangkat sebagai Diplomat oleh Menteri Luar Negeri disesuaikan dalam
jabatan, pangkat dan gelar Diplomatik berdasarkan peraturan ini.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 21
Untuk kepentingan dinas dan/atau peningkatan pengetahuan,
pengalaman dan pengembangan karier, Diplomat dapat dipindahkan
ke dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional lain.
Pasal 22
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan diplomat dan
ditempatkan di Departemen Luar Negeri diberikan tunjangan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIV
PENUTUP
Pasal 23
Petunjuk pelaksanaan peraturan ini diatur lebih lanjut oleh Menteri
Luar Negeri dan Kepala Badan Kepegawaian Negara baik secara
sendiri-sendiri atau bersama sesuai bidang tugasnya.

1042 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 24
Dengan berlakunya peraturan ini, maka Keputusan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 174/1997 tentang Jabatan
Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya serta ketentuan lain yang
bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 25
Apabila ada perubahan mendasar sehingga ketentuan dalam
peraturan ini dianggap tidak sesuai lagi, maka peraturan ini dapat
ditinjau kembali.
Pasal 26
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 16 Agustus 2005
MENTERI PENDAYAGUNAAN
APARATUR NEGARA
ttd
TAUFIQ EFFENDI

JABATAN FUNGSIONAL

1043

MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
NOMOR : 19/1996
TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR
DAN ANGKA KREDITNYA
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR
NEGARA

Menimbang

Mengingat

1044

: 1.

bahwa dalam rangka meningkatkan mutu


pengawasan di Instansi Pemerintah sangat
diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil yang
ditugaskan
secara
penuh
untuk
melaksanakan tugas pengawasan secara
profesional;

2.

bahwa untuk menjamin pembinaan profesi


dan karier, kepangkatan dan jabatan,
dipandang perlu menetapkan jabatan
fungsional Auditor dan angka kreditnya.

: 1.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974


tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041).

2.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun


1975 tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975
Nomor 26; Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3058) jo. Peraturan Pemerintah


Nomor 19 Tahun 1991 (Lembaran Negara
Tahun 1991 Nomor 27, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3437);
3.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun


1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor
11; Tambahan Lembaran Negara Nomor
3098) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 15 Tahun 1993 (Lembaran Negara
Tahun 1993 Nomor 21);

4.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 3 Tahun 1980


tentang Pengangkatan Dalam Pangkat
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun
1980 Nomor 6; Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3156) jo. Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 1991 (Lembaran Negara
Tahun 1991 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3438);

5.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun


1994 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Tahun 1994 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3545);

6.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tahun


1994 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran
Negara Tahun 1994 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3546);

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994


tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor
22, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3547);

8.

Keputusan Presiden Republik Indonesia


Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan
Organisasi Departemen Sebagaimana Telah
Dua Puluh Empat Kali Diubah Terakhir Kali

1045

Dengan Keputusan Presiden Nomor 61


Tahun 1996;
9.

Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1993


tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi
dan Tata Kerja Menteri Negara, serta
Susunan Organisasi Staf Menteri Negara.

10. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983


tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan.
Memperhatikan : 1.

Surat Bersama Sekretaris Jenderal Badan


Pemeriksa Keuangan dan Kepala Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
dengan suratnya Nomor : S-96/K/1996 dan
Nomor : 88/S/III/1996 tanggal 9 Pebruari
1996;

2.

Pertimbangan Kepala Badan Administrasi


Kepegawaian Negara dengan Suratnya
Nomor : K.26-25/V3-46/18 tanggal 14 Maret
1996.
MEMUTUSKAN

Menetapkan

: KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI


PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
TENTANG JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR
DAN ANGKA KREDITNYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :


1.

Auditor adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas,


tanggungjawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat
yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan pada instansi
pemerintah.

1046 JABATAN FUNGSIONAL

2.

Auditor terdiri dari Auditor Trampil dan Auditor Ahli.

3.

Angka Kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan
atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh
pejabat fungsional Auditor yang digunakan sebagai salah satu
syarat untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat dalam jabatan
Auditor.

4.

Instansi Pembina Jabatan Fungsional Auditor di lingkungan Badan


Pemeriksa Keuangan (BEPEKA) adalah Sekretaris Jenderal
BEPEKA.

5.

Instansi Pembina Jabatan Fungsional Auditor di lingkungan Badan


Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan instansi
pemerintah lainnya kecuali di lingkungan BEPEKA adalah Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

6.

Audit (pemeriksaan) adalah pengujian atas kegiatan obyek


pemeriksaan dengan cara membandingkan keadaan yang terjadi
dengan keadaan yang seharusnya.

7.

Melakukan tugas secara mandiri adalah melakukan tugas dalam


suatu tim pengawas mandiri yang merupakan kerja bersama,
tetapi tanggung jawab hasil pelaksanaan tugas dan kewenangan
pelaksanaan tugas tetap melekat pada masing-masing pejabat
fungsional auditor tersebut.

8.

Peran Auditor Trampil dan Auditor Ahli dalam tim adalah peran
dalam tim mandiri sebagai Anggota Tim, Ketua Tim, Pengendali
Teknis dan Pengendali Mutu.

9.

Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap


obyek pengawasan dan atau kegiatan tertentu dengan tujuan
untuk memastikan apakah pelaksanaan tugas dan fungsi obyek
pengawasan dan atau kegiatan tersebut telah sesuai dengan
yang telah ditetapkan.

10. Mempersiapkan perumusan kebijakan pengawasan dan


kebijakan lainnya adalah kegiatan membantu menyiapkan dan
atau memberikan masukan-masukan terutama berasal dari
aparat pengawas yang mengetahui permasalahan dan
kebutuhan pengawasan dalam rangka menetapkan kebijakan
pengawasan dan kebijakan lainnya.
11. Menyiapkan Rencana Induk Pengawasan (RIP) adalah kegiatan
membantu menyiapkan dan atau memberi masukan untuk
penyusunan RIP guna menjamin tercapainya pengawasan yang
optimal, menyeluruh dan terpadu.
JABATAN FUNGSIONAL

1047

12. Menyiapkan kebijakan pengawasan tahunan adalah kegiatan


membantu penyusunan dan perumusan kebijakan pengawasan
tahunan dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Pengawasan
Tahunan (RKPT).
13. Menyiapkan RKPT adalah kegiatan membantu menyiapkan/
memberikan masukan dalam rangka penyusunan RKPT.
14. Menyiapkan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) adalah
kegiatan membantu menyiapkan dan atau memberi masukan
antara lain dalam bentuk rincian kegiatan dan anggaran
pengawasan dalam rangka penyusunan PKPT.
15. Menyusun pedoman dan atau sistem pengawasan adalah
kegiatan membantu mengumpulkan, mengolah data serta
menyusun pedoman dan atau sistem dibidang pengawasan.
16. Memutakhirkan pedoman dan atau sistem pengawasan adalah
kegiatan membantu meneliti, mengevaluasi, dan merumuskan
kembali pedoman dan atau sistem pengawasan dengan maksud
agar tetap sesuai dengan kebutuhan.
17. Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau petunjuk
teknis (juknis) adalah kegiatan membantu menjabarkan
peraturan perundang-undangan, pedoman, dan atau sistem
untuk memudahkan pelaksanaan pengawasan.
18. Memutakhirkan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau petunjuk
teknis (juknis) adalah kegiatan membantu meneliti, mengevaluasi,
dan merumuskan kembali juklak dan juknis dengan maksud
agar tetap sesuai dengan kebutuhan.
19. Menyusun ukuran kinerja di bidang pengawasan adalah kegiatan
membantu mengumpulkan, mengolah data, serta merumuskan
ukuran kinerja pengawasan yang dapat dipergunakan sebagai
tolok ukur dalam melakukan pengujian dan penilaian terhadap
obyek pengawasan dan atau kegiatan tertentu.
20. Membina dan menggerakkan Aparat Pengawasan Fungsional
(APF) adalah peran aktif untuk membantu mengarahkan,
membimbing, dan mengkoordinasikan APF dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas pelaksanaan dan hasil pengawasan.
21. Menelaah peraturan perundang-undangan adalah kegiatan
membantu mempelajari, meneliti, memeriksa, menyelidiki dan
menilik peraturan perundang-undangan.
22. Melaksanakan penyuluhan di bidang pengawasan adalah kegiatan
membantu penyebarluasan aspek dan arti penting pengawasan
1048 JABATAN FUNGSIONAL

agar setiap pelaku dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan


dan pembangunan dapat memahami pengawasan secara benar.
23. Melaksanakan asistensi dan konsultasi di bidang pengawasan
adalah kegiatan perbantuan atau kerjasama antara sesama
aparat fungsional atau dengan instansi lain dibidang pengawasan,
dan di bidang lainnya untuk menunjang kelancaran dan
ketetapan pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan.
24. Membuat laporan akuntabilitas adalah kegiatan membantu
pembuatan laporan akuntabilitas dari unit kerja yang
bersangkutan.
25. Mengkaji kebijakan keuangan dan pembangunan adalah kegiatan
menganalisis dan mengevaluasi keputusan-keputusan di bidang
keuangan dan pembangunan yang ditetapkan oleh pembuat
kebijakan.
26. Membuat laporan hasil pengawasan adalah kegiatan menyajikan
informasi secara tertulis dan berkala atas hasil pengawasan
oleh Aparat Pengawasan Fungsional (APF).
27. Membuat laporan audit akuntabilitas adalah kegiatan menyajikan
informasi secara tertulis dan berkala mengenai temuan hasil
audit laporan akuntabilitas yang dilaksanakan secara
komprehensif.
28. Mengkaji laporan hasil pengawasan adalah kegiatan menganalisis
dan mengevaluasi temuan hasil pengawasan APF yang
disampaikan secara tertulis untuk tujuan tertentu.
29. Memantau pelaksanaan Rencana Kerja Pengawasan Tahunan
(RKPT) adalah kegiatan mengawasi pelaksanaan RKPT secara
terus menerus untuk mendapatkan masukan guna mengetahui
apakah pelaksanaan kegiatan pengawasan telah sesuai dengan
RKPT.
30. Memantau pelaksanaan Program Kerja Pengawasan Tahunan
(PKPT) adalah kegiatan mengawasi pelaksanaan PKPT secara
terus menerus guna mengetahui apakah pelaksanaan
pengawasan telah berjalan sesuai dengan PKPT.
31. Mengkaji dan menyempurnakan RIP adalah kegiatan
menganalisis, mengevaluasi dan menyempurnakan RIP agar
sesuai dengan kebutuhan.
32. Mengkaji aspek strategis adalah kegiatan menganalisis dan
mengevaluasi aspek strategis dari kegiatan pemerintahan dan
JABATAN FUNGSIONAL

1049

pembangunan dengan penekanan utama terhadap kegiatan


yang mempunyai dampak luas dan menyeluruh.
33. Memaparkan hasil pengawasan adalah kegiatan memberikan
presentasi hasil pengawasan baik untuk memberikan informasi
maupun untuk menyempurnakan hasil pengawasan kepada
pihak-pihak pengambil kebijakan di bidang pengawasan.
34. Mengkaji hasil pendidikan dan latihan (Diklat) pengawasan adalah
kegiatan menganalisis dan mengevaluasi pemanfaatan
pengetahuan dan atau keterampilan yang diperoleh dari Diklat
Pengawasan guna meningkatkan mutu sumber daya
pengawasan.
35. Gelar pengawasan adalah suatu kegiatan pemaparan hasil-hasil
pengawasan pada forum terbuka dengan dihadiri oleh instansi
pemerintah, lembaga tinggi negara, APFP dan obyek
pengawasan untuk mendorong percepatan tindak lanjut
rekomendasi hasil pengawasan.
36. Melaksanakan audit adalah kegiatan menghimpun, meneliti,
membandingkan, dan menilai bukti-bukti yang terukur dari suatu
obyek audit dan atau kegiatan tertentu guna
mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari
bukti yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan,
yang dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan independen.
37. Melaksanakan pemeriksaan akuntan adalah kegiatan audit atas
laporan keuangan obyek audit untuk memberikan pernyataan
pendapat auditor independen.
38. Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan adalah
kegiatan audit yang ditujukan terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan keuangan dan atau ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
39. Melaksanakan audit operasional adalah kegiatan audit yang
ditujukan untuk menilai keekonomisan, daya guna dan hasil
guna suatu obyek audit dan atau kegiatan tertentu.
40. Melaksanakan audit khusus adalah kegiatan audit yang tidak
termasuk audit keuangan dan atau ketaatan dan audit
operasional. Pengertian khusus disini mencakup antara lain audit
dengan tujuan, prioritas, dan aspek tertentu.
41. Melaksanakan audit akuntabilitas adalah kegiatan audit untuk
menilai pelaksanaan tugas pokok dan fungsi obyek yang
diperiksa.
1050 JABATAN FUNGSIONAL

42. Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit buril) adalah


kegiatan memeriksa dokumen-dokumen yang diterima secara
berkala atau sewaktu-waktu mengenai keuangan dan atau
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan serta
mengenai kegiatan operasional agar dapat diketahui
keekonomisan, daya guna dan hasil guna dari suatu obyek
audit dan atau kegiatan tertentu.
43. Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan adalah kegiatan
riset di bidang pengawasan untuk mengembangkan dan
menyempurnakan metode, teknis dan sistem pengawasan.
44. Mengkaji hasil pengawasan adalah kegiatan menganalisis dan
mengevaluasi hasil pengawasan yang merupakan masukan baik
untuk keperluan pengawasan lebih lanjut maupun untuk
kepentingan pelaporan kepada pemberi tugas dan atau pimpinan
obyek yang diawasi.
45. Mengkompilasi laporan adalah kegiatan menggabungkan dan
mengumpulkan laporan hasil pengawasan untuk kepentingan
penyusunan suatu laporan pengawasan yang lebih menyeluruh
terhadap sekelompok obyek pengawasan dan atau kegiatan
yang sejenis.
46. Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang berkompeten
adalah kegiatan menyusun pokok-pokok masalah hasil
pengawasan untuk kepentingan pihak yang berkompeten.
47. Mengkaji kinerja obyek pengawasan adalah kegiatan
menganalisis dan mengevaluasi keberhasilan obyek pengawasan
dan atau kegiatan yang diawasi untuk memberi masukan kepada
pihak yang berkepentingan.
48. Mengkaji sistem pengendalian manajemen obyek pengawasan
adalah kegiatan menganalisis dan mengevaluasi unsur-unsur
pengendalian yang digunakan oleh obyek pengawasan dan atau
kegiatan tertentu untuk mengukur kemampuan sistem
pengendalian dari obyek yang bersangkutan.
49. Mengkaji hasil audit (peer review) adalah kegiatan menganalisis
dan mengevaluasi kegiatan hasil audit yang dilaksanakan
pengawas lainnya guna mendapatkan hasil pengawasan yang
optimal.
50. Memantau tindak lanjut hasil pengawasan adalah kegiatan
pengecekan terhadap seluruh rekomendasi dari temuan-temuan
yang dimuat dalam Laporan Hasil Pengawasan sebelumnya guna

JABATAN FUNGSIONAL

1051

memastikan apakah rekomendasi tersebut telah mendapatkan


tindak lanjut yang memadai atau belum.
51. Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu adalah kegiatan
mengumpulkan bahan-bahan untuk mendukung pelaksanaan
suatu kegiatan pengawasan tertentu.
52. Mengumpulkan data dan atau memanfaatkan informasi intelijen
adalah kegiatan yang bersifat rahasia untuk mengumpulkan
dan mengolah data yang dilaksanakan untuk mengarahkan
kegiatan pengawasan.
53. Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan (TP) dan
atau Tuntutan Ganti Rugi (TGR) adalah kegiatan memproses
tata cara perhitungan terhadap bendaharawan yang dalam
pengurusannya terjadi kekurangan perbendaharaan, dan atau
memproses tuntutan penggantian kepada pegawai negeri bukan
bendaharawan yang karena perbuatannya menimbulkan
kerugian negara.
54. Memberikan kesaksian adalah kegiatan memberikan keterangan
dalam suatu perkara peradilan yang berkaitan dengan bidang
pengawasan.
55. Karya Tulis Ilmiah di bidang pengawasan adalah karya tulis
yang disusun baik secara perorangan maupun kelompok yang
membahas suatu pokok bahasan dalam bidang pengawasan,
dengan menuangkan gagasan-gagasan tertentu melalui
identifikasi dan diskripsi permasalahan, analisis permasalahan
dan saran-saran pemecahannya.
56. Penulis utama adalah seseorang yang memprakarsai penulisan,
pemilik ide tentang hal yang akan ditulis, pembuat outline, dan
penyusun tulisan tersebut.
57. Penulis pembantu adalah seseorang yang memberikan bantuan
kepada penulis utama dalam hal pengumpulan data, dan atau
pengolahan data, dan atau analisa data, dan atau tambahan
bahan.
58. Menerjemahkan adalah kegiatan pengalihbahasaan suatu tulisan
dari suatu bahasa ke bahasa lain.
59. Menyadur adalah menerjemahkan secara bebas dengan
meringkas, menyederhanakan atau mengembangkan tulisan
tanpa mengubah pokok pikiran asal.

1052 JABATAN FUNGSIONAL

60. Kongres adalah pertemuan yang dilaksanakan antar anggota


organisasi profesi untuk membahas hal-hal yang berkaitan
dengan profesinya.
61. Konferensi adalah suatu pertemuan yang dilaksanakan untuk
merundingkan suatu hal.
62. Seminar adalah salah satu metode belajar dimana para peserta
dilatih untuk saling bekerjasama dalam berfikir dan menyatakan
pendapat, untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
sehingga tercapai suatu kesimpulan berdasarkan suatu pendapat
bersama.
63. Lokakarya adalah pertemuan yang dilaksanakan untuk
membahas suatu karya baik di bidang pengawasan maupun
yang menunjang pengawasan.
64. Studi banding adalah suatu kegiatan penggunaan waktu dan
pikiran dengan cara membandingkan untuk memperoleh ilmu
pengetahuan.
65. Pelatihan adalah suatu proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan kemampuan dan keterampilan baik di bidang
pengawasan maupun yang menunjang pengawasan di luar
pendidikan umum yang berlaku, dengan lebih mengutamakan
praktek daripada teori.
66. Organisasi profesi adalah organisasi yang kegiatannya
mengkhususkan pada keahlian tertentu yang tidak dapat
dikerjakan oleh semua orang, seperti Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI).
67. Penghargaan/tanda jasa adalah tanda kehormatan yang diberikan
oleh Pemerintah Republik Indonesia, negara asing, atau organisasi
nasional/internasional yang mempunyai reputasi baik di kalangan
masyarakat ilmiah.
BAB II
KEDUDUKAN DAN TUGAS POKOK
Pasal 2
(1) Auditor adalah jabatan fungsional yang berkedudukan sebagai
pelaksana teknis fungsional pengawasan pada instansi.
Pemerintah dan Sekretariat Jenderal BEPEKA baik di tingkat pusat
maupun daerah.
JABATAN FUNGSIONAL

1053

(2) Jabatan fungsional Auditor hanya dapat diduduki oleh seorang


yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 3
Tugas pokok Auditor adalah :
(1) Menggerakkan dan atau membina pengawasan.
(2) Melaksanakan pengawasan.
BAB III
TANGGUNG JAWAB, WEWENANG
Pasal 4
(1) Tanggung jawab Auditor adalah menyelesaikan tugas sesuai
dengan norma atau Standar Audit Pemerintahan yang berlaku.
(2) Wewenang Auditor adalah meminta keterangan yang wajib
diberikan oleh setiap orang, Instansi Pemerintah, badan usaha
negara atau badan swasta sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
UNSUR KEGIATAN
Pasal 5
Bidang kegiatan Auditor terdiri dari :
1. Pendidikan, meliputi :
a. Mengikuti pendidikan sekolah dan memperoleh gelar/ijazah.
b. Mengikuti pendidikan dan pelatihan kedinasan di bidang
pengawasan serta memperoleh Surat Tanda Tamat
Pendidikan dan Pelatihan (STTPL) atau Sertifikat.
2. Pengawasan, meliputi :
a. Pembinaan dan Penggerakkan Pengawasan, yaitu :
1) Menyiapkan perumusan kebijakan pengawasan dan
kebijakan lainnya.
1054 JABATAN FUNGSIONAL

2) Menyiapkan Rencana Induk Pengawasan (RIP).


3) Menyiapkan kebijakan pengawasan tahunan.
4) Menyiapkan Rencana Kerja Pengawasan Tahunan
(RKPT).
5) Menyiapkan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT).
6) Menyusun pedoman dan atau sistem pengawasan.
7) Memutakhirkan pedoman dan atau sistem pengawasan.
8) Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau
petunjuk teknis (juknis pengawasan).
9) Memutakhirkan juklak dan atau juknis pengawasan.
10) Menyusun ukuran kinerja di bidang pengawasan.
11) Membina dan menggerakkan Aparat Pengawasan
Fungsional (APF).
12) Menelaah peraturan perundang-undangan.
13) Melaksanakan penyuluhan di bidang pengawasan.
14) Melaksanakan asistensi dan konsultasi di bidang
pengawasan.
15) Membuat laporan akuntabilitas.
16) Mengkaji laporan hasil audit akuntabilitas.
17) Membuat laporan hasil pengawasan.
18) Mengkaji laporan hasil pengawasan.
19) Mengkaji kebijakan keuangan dan pembangunan.
20) Memantau pelaksanaan RKPT.
21) Memantau pelaksanaan PKPT.
22) Mengkaji dan menyempurnakan RIP.
23) Mengkaji aspek strategis.
24) Memaparkan hasil pengawasan.
25) Mengkaji hasil Diklat pengawasan.
26) Gelar pengawasan.
b. Pelaksanaan Pengawasan, yaitu :
1) Melaksanakan pemeriksaan akuntan.
2) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan.
3) Melaksanakan audit operasional.
JABATAN FUNGSIONAL

1055

4) Melaksanakan audit khusus.


5) Melaksanakan audit akuntabilitas.
6) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit buril).
7) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan.
8) Mengkaji hasil pengawasan.
9) Mengkompilasi laporan.
10) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang
berkompeten.
11) Mengkaji kinerja obyek pengawasan.
12) Mengkaji sistem pengendalian manajemen obyek
pengawasan.
13) Mengkaji hasil audit (peer review).
14) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan.
15) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu.
16) Mengumpulkan data dan atau informasi intellijen.
17) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/
TGR).
18) Memberikan kesaksian dalam peradilan kasus hasil
pengawasan.
3. Pengembangan Profesi Pengawasan, meliputi :
a. Membuat karya ilmiah/karya tulis di bidang pengawasan.
b. Menerjemahkan/menyadur karya tulis ilmiah di bidang
pengawasan.
c. Berpartisipasi secara aktif dalam penerbitan di bidang
pengawasan.
d. Melakukan pelatihan di kantor sendiri.
e. Berpartisipasi secara aktif dalam pemaparan (ekspose) draft/
pedoman/modul/fatwa di bidang pengawasan.
f.

Melakukan studi banding di bidang pengawasan.

4. Penunjang tugas pengawasan, meliputi :

1056 JABATAN FUNGSIONAL

a. Mengajar/melatih pada pendidikan dan pelatihan pegawai.


b. Mengikuti seminar, lokakarya, konperensi atau kongres.
c. Menjadi anggota organisasi profesi.
d. Menjadi Tim Penilai Jabatan Fungsional Auditor.
e. Memperoleh penghargaan atau tanda jasa.
f.

Memperoleh gelar kesarjanaan lainnya.

g. Duduk dalam kepanitiaan intra atau antar instansi.


BAB V
JENJANG JABATAN DAN PANGKAT
Pasal 6
(1) Jenjang jabatan Auditor terendah sampai dengan tertinggi,
yaitu :
a. Auditor trampil, terdiri atas :
1. Auditor Trampil Pemula
2. Auditor Trampil Pratama
3. Auditor Trampil Muda
b. Auditor Ahli, terdiri atas :
1. Auditor Ahli Pratama
2. Auditor Ahli Muda
3. Auditor Ahli Madya
4. Auditor Ahli Utama
(2) Jenjang pangkat, golongan ruang yang terendah sampai dengan
tertinggi Auditor trampil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. Pengatur Muda Tingkat I golongan ruang II/b, Pengatur
golongan ruang II/c, dan Pengatur Tingkat I golongan ruang
II/d, bagi Auditor Trampil Pemula;
b. Penata Muda Golongan ruang III/a dan Penata Muda Tingkat
I golongan ruang III/b, bagi Auditor Trampil Pratama;
c. Penata golongan ruang III/c, dan Penata Tingkat I golongan
ruang III/d, bagi Auditor Trampil Muda.

JABATAN FUNGSIONAL

1057

(3) Jenjang pangkat, golongan ruang yang terendah sampai dengan


tertinggi Auditor Ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
b, terdiri atas :
a. Penata Muda golongan ruang III/a, dan Penata Muda
Tingkat I golongan ruang III/b, bagi Auditor Ahli Pratama;
b. Penata golongan ruang III/c, dan Penata Tingkat I golongan
ruang III/d, bagi Auditor Ahli Muda;
c. Pembina golongan ruang IV/a, Pembina Tingkat I golongan
ruang IV/b dan Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/
c, bagi Auditor Ahli Madya;
d. Pembina Utama Madya golongan ruang IV/d, dan Pembina
Utama golongan ruang IV/e, bagi Auditor Ahli Utama.
BAB VI
RINCIAN KEGIATAN YANG DINILAI
DALAM MEMBERIKAN ANGKA KREDIT
Pasal 7
(1) Rincian Kegiatan Auditor Trampil, sebagai Anggota Tim :
a. Auditor Trampil Pemula :
1) Melaksanakan pemeriksaan akuntan.
2) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan.
3) Mengkompilasi laporan.
4) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu.
b. Auditor Trampil Pratama :
1) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit buril)
2) Melaksanakan audit operasional.
3) Mengkaji sistem pengendalian manajemen objek
pengawasan.
4) Mengkaji hasil pengawasan.
5) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan.
6) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang
berkompeten.
c. Auditor Trampil Muda :
1058 JABATAN FUNGSIONAL

1) Melaksanakan audit khusus.


2) Melaksanakan audit akuntabilitas.
3) Mengumpulkan data dan atau informasi intelijen.
4) Mengkaji hasil audit (peer review).
5) Mengkaji kinerja objek pengawasan.
6) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan.
7) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/
Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR).
8) Memberikan kesaksian dalam peradilan kasus hasil
pengawasan.
(2) Rincian Kegiatan Auditor Ahli yaitu :
a. Auditor Ahli Pratama :
1. Sebagai Anggota Tim adalah sebagai berikut :
1) Menyiapkan perumusan kebijakan pengawasan dan
kebijakan lainnya.
2) Menyiapkan Rencana Induk Pengawasan (RIP).
3) Menyiapkan kebijakan pengawasan tahunan.
4) Menyiapkan Rencana Kerja Pengawasan Tahunan
(RKPT).
5) Menyiapkan Program Kerja Pengawasan Tahunan
(PKPT).
6) Menyusun pedoman dan atau sistem pengawasan.
7) Memutakhirkan pedoman dan atau sistem
pengawasan.
8) Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau
petunjuk teknis (juknis) pengawasan.
9) Memutakhirkan juklak dan atau juknis pengawasan.
10) Menyusun ukuran kinerja di bidang pengawasan.
11) Membina dan menggerakkan Aparat Pengawasan
Fungsional (APF).
12) Menelaah peraturan perundang-undangan.
13) Melaksanakan penyuluhan di bidang pengawasan.

JABATAN FUNGSIONAL

1059

14) Melaksanakan asistensi dan konsultasi di bidang


pengawasan.
15) Membuat laporan akuntabilitas.
16) Mengkaji laporan hasil audit akuntabilitas.
17) Membuat laporan hasil pengawasan.
18) Mengkaji laporan hasil pengawasan.
19) Mengkaji kebijakan keuangan dan pembangunan.
20) Memantau pelaksanaan RKPT.
21) Memantau pelaksanaan PKPT.
22) Mengkaji dan menyempurnakan RIP.
23) Mengkaji aspek strategis.
24) Memaparkan hasil pengawasan.
25) Mengkaji hasil diklat pengawasan.
26) Gelar pengawasan.
27) Melaksanakan pemeriksaan akuntan.
28) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan.
29) Melaksanakan audit operasional.
30) Melaksanakan audit khusus.
31) Melaksanakan audit akuntabilitas.
32) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit
buril).
33) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan.
34) Mengkaji hasil pengawasan.
35) Mengkompilasi laporan.
36) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang
berkompeten.
37) Mengkaji kinerja obyek pengawasan.
38) Mengkaji sistem pengendalian manajemen obyek
pengawasan.
39) Mengkaji hasil audit (peer review).
40) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan.
41) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu.

1060 JABATAN FUNGSIONAL

42) Mengumpulkan data dan atau informasi intelijen.


43) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/
Tuntutan Ganti Rugi (TGR).
44) Memberikan kesaksian dalam peradilan kasus hasil
pengawasan.
2. Sebagai Ketua Tim adalah sebagai berikut :
1) Melaksanakan pemeriksaan akuntan.
2) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan.
3) Melaksanakan audit operasional.
4) Melaksanakan audit khusus.
5) Melaksanakan audit akuntabilitas.
6) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit
buril).
7) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan.
8) Mengkaji hasil pengawasan.
9) Mengkompilasi laporan.
10) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang
berkompeten.
11) Mengkaji kinerja obyek pengawasan.
12) Mengkaji sistem pengendalian manajemen proyek
pengawasan.
13) Mengkaji hasil audit (peer review).
14) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan.
15) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu.
16) Mengumpulkan data dan atau informasi intelijen.
17) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/
Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR).
18) Memberikan kesaksian dalam peradilan kasus hasil
pengawasan.
b. Auditor Ahli Muda
1. Sebagai Ketua Tim, adalah sebagai berikut :
1) Menyiapkan perumusan kebijakan pengawasan dan
kebijakan lainnya.
JABATAN FUNGSIONAL

1061

2) Menyiapkan Rencana Induk Pengawasan (RIP).


3) Menyiapkan kebijakan pengawasan tahunan.
4) Menyiapkan Rencana Kerja Pengawasan Tahunan
(RKPT).
5) Menyiapkan Program Kerja Pengawasan Tahunan
(PKPT).
6) Menyusun pedoman dan atau sistem pengawasan.
7) Memutakhirkan pedoman dan atau sistem
pengawasan.
8) Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau
petunjuk teknis (juknis) pengawasan.
9) Memutakhirkan juklak dan atau juknis pengawasan.
10) Menyusun ukuran kinerja di bidang pengawasan.
11) Membina dan menggerakkan Aparat Pengawasan
Fungsional (APF).
12) Menelaah peraturan perundang-undangan.
13) Melaksanakan penyuluhan di bidang pengawasan.
14) Melaksanakan asistensi dan konsultasi di bidang
pengawasan.
15) Membuat laporan akuntabilitas.
16) Mengkaji laporan hasil audit akuntabilitas.
17) Membuat laporan hasil pengawasan.
18) Mengkaji laporan hasil pengawasan.
19) Mengkaji kebijakan keuangan dan pembangunan.
20) Memantau pelaksanaan RKPT.
21) Memantau pelaksanaan PKPT.
22) Mengkaji dan menyempurnakan RIP.
23) Mengkaji aspek strategis.
24) Memaparkan hasil pengawasan.
25) Mengkaji hasil Diklat Pengawasan.
26) Gelar Pengawasan.
27) Melaksanakan pemeriksaan akuntan.
28) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan.

1062 JABATAN FUNGSIONAL

29) Melaksanakan audit operasional.


30) Melaksanakan audit khusus.
31) Melaksanakan audit akuntabilitas.
32) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit
buril).
33) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan.
34) Mengkaji hasil pengawasan.
35) Mengkompilasi hasil laporan.
36) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang
berkompeten.
37) Mengkaji kinerja obyek pengawasan.
38) Mengkaji sistem pengendalian manajemen obyek
pengawasan.
39) Mengkaji hasil audit (peer review).
40) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan.
41) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu.
42) Mengumpulan data dan atau informasi intelijen.
43) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/
Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR).
44) Memberikan kesaksian dalam peradilan kasus hasil
pengawasan.
2. Sebagai Pengendali Teknis adalah sebagai berikut :
1) Melaksanakan pemeriksaan akuntan.
2) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan.
3) Melaksanakan audit operasional.
4) Melaksanakan audit khusus.
5) Melaksanakan audit akuntabilitas.
6) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit
buril).
7) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan.
8) Mengkaji hasil pengawasan.
9) Mengkompilasi laporan.

JABATAN FUNGSIONAL

1063

10) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang


berkompeten.
11) Mengkaji kinerja obyek pengawasan.
12) Mengkaji sistem pengendalian manajemen obyek
pengawasan.
13) Mengkaji hasil audit (peer review).
14) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan.
15) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu.
16) Mengumpulkan data dan atau informasi intelijen.
17) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/
Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR).
18) Memberikan kesaksian kesaksian dalam peradilan
kasus hasil pengawasan.
c. Auditor Ahli Madya :
1. Sebagai Pengendali Teknis adalah sebagai berikut :
1) Menyiapkan perumusan kebijakan pengawasan dan
kebijakan lainnya.
2) Menyiapkan Rencana Induk Pengawasan (RIP).
3) Menyiapkan kebijakan pengawasan tahunan.
4) Menyiapkan Rencana Kerja Pengawasan Tahunan
(RKPT).
5) Menyiapkan Program Kerja Pengawasan Tahunan
(PKPT).
6) Menyusun pedoman dan atau sistem pengawasan.
7) Memutakhirkan pedoman dan atau sistem
pengawasan.
8) Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau
petunjuk teknis (juknis) pengawasan.
9) Memutakhirkan juklak dan atau sistem pengawasan.
10) Menyusun ukuran kinerja di bidang pengawasan.
11) Membina dan menggerakkan Aparat Pengawasan
Fungsional (APF).
12) Menelaah peraturan perundang-undangan.

1064 JABATAN FUNGSIONAL

13) Melaksanakan penyuluhan di bidang pengawasan.


14) Melaksanakan asistensi dan konsultasi di bidang
pengawasan.
15) Membuat laporan akuntabilitas.
16) Mengkaji laporan hasil audit akuntabilitas.
17) Membuat laporan hasil pengawasan.
18) Mengkaji laporan hasil pengawasan.
19) Mengkaji kebijakan keuangan dan pembangunan.
20) Memantau pelaksanaan RKPT.
21) Memantau pelaksanaan PKPT.
22) Mengkaji dan menyempurnakan RIP.
23) Mengkaji aspek strategis.
24) Memaparkan hasil pengawasan.
25) Mengkaji hasil diklat pengawasan.
26) Gelar pengawasan.
2. Sebagai Pengendali Mutu adalah sebagai berikut :
1) Melaksanakan pemeriksaan akuntan.
2) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan.
3) Melaksanakan audit operasional.
4) Melaksanakan audit khusus.
5) Melaksanakan audit akuntabilitas.
6) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit
buril).
7) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan.
8) Mengkaji hasil pengawasan.
9) Mengkompilasi laporan.
10) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang
berkompeten.
11) Mengkaji kinerja obyek pengawasan.
12) Mengkaji sistem pengendalian manajemen obyek
pengawasan.

JABATAN FUNGSIONAL

1065

13) Mengkaji hasil audit (peer review).


14) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan.
15) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu.
16) Mengumpulkan data dan atau informasi intelijen.
17) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/
Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR).
18) Memberikan kesaksian dalam peradilan kasus hasil
pengawasan.
d. Auditor Ahli Utama :
Sebagai Pengendali Utama adalah sebagai berikut :
1) Menyiapkan perumusan kebijakan pengawasan dan
kebijakan lainnya.
2) Menyiapkan Rencana Induk Pengawasan (RIP).
3) Menyiapkan kebijakan pengawasan tahunan.
4) Menyiapkan Rencana Kerja Pengawasan Tahunan
(RKPT).
5) Menyiapkan Program Kerja Pengawasan Tahunan
(PKPT).
6) Menyusun pedoman dan atau sistem pengawasan.
7) Memutakhirkan pedoman dan atau sistem pengawasan.
8) Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau
petunjuk teknis (juknis) pengawasan.
9) Memutakhirkan juklak dan atau juknis pengawasan.
10) Menyusun ukuran kinerja di bidang pengawasan.
11) Membina dan menggerakkan Aparat Pengawasan
Fungsional (APF).
12) Menelaah peraturan perundang-undangan.
13) Melaksanakan penyuluhan di bidang pengawasan.
14) Melaksanakan asistensi dan konsultasi di bidang
pengawasan.
15) Membuat laporan akuntabilitas.
16) Mengkaji laporan hasil audit akuntabilitas.

1066 JABATAN FUNGSIONAL

17) Membuat laporan hasil pengawasan.


18) Mengkaji laporan hasil pengawasan.
19) Mengkaji kebijakan keuangan dan pembangunan.
20) Memantau pelaksanaan RKPT.
21) Memantau pelaksanaan PKPT.
22) Mengkaji dan menyempurnakan RIP.
23) Mengkaji aspek strategis.
24) Memaparkan hasil pengawasan.
25) Mengkaji hasil diklat pengawasan.
26) Gelar pengawasan.
Pasal 8
Apabila pada suatu unit kerja tidak terdapat Auditor Trampil atau
Auditor Ahli yang sesuai dengan jenjang jabatannya untuk
melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
Auditor Trampil atau Auditor Ahli lain yang setingkat di atas atau di
bawah jenjang jabatannya dapat melakukan kegiatan tersebut
berdasarkan penugasan secara tertulis dari pimpinan unit kerja yang
bersangkutan.
Pasal 9
Pembagian angka kredit atas hasil penugasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, sebagai berikut :
a. Setiap Auditor Ahli yang melaksanakan kegiatan Auditor Ahi dengan
peran setingkat lebih tinggi dari yang seharusnya, angka kredit
yang diperolehnya sebesar 110% dari setiap angka kredit butir
kegiatan untuk peran yang seharusnya.
b. Setiap auditor ahli yang melaksanakan kegiatan Auditor Ahli dengan
peran setingkat lebih rendah dari yang seharusnya, angka kredit
yang diperolehnya sebesar 90% dari setiap angka kredit butir
kegiatan untuk peran yang seharusnya.
c. Setiap Auditor Trampil yang melaksanakan kegiatan pada jenjang
setingkat lebih rendah, angka kredit yang diperoleh sebesar angka
kredit minimal dari butir kegiatan pada jenjang jabatan yang
seharusnya, sedangkan jika setingkat lebih tinggi memperoleh

JABATAN FUNGSIONAL

1067

angka kredit maksimal dari butir kegiatan pada jenjang yang


seharusnya.
Pasal 10
(1) Unsur kegiatan yang dinilai dalam memberikan angka kredit terdiri
dari :
a. Unsur Utama
b. Unsur Penunjang
(2) Unsur Utama terdiri dari :
a. Pendidikan
b. Pengawasan
c. Pengembangan Profesi Auditor
(3) Unsur Penunjang adalah kegiatan yang mendukung pelaksanaan
tugas Auditor sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4.
(4) Rincian kegiatan dan angka kredit masing-masing unsur
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. Angka kredit untuk kegiatan yang dilakukan oleh Auditor
Trampil adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran 1A.
b. Angka kredit untuk kegiatan yang dilakukan oleh Auditor Ahli
adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran 1B.
Pasal 11
(1) Jumlah angka kredit kumulatif minimal yang harus dipenuhi oleh
setiap Pegawai Negeri Sipil untuk dapat diangkat, dinaikkan dalam
jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli dan untuk kenaikkan
pangkatnya, sebagai berikut :
a. Untuk jabatan Auditor Trampil sebagaimana tersebut dalam
Lampiran II A dengan ketentuan sekurang-kurangnya 80%
(Delapan Puluh Persen) angka kredit berasal dari unsur utama
dan sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh persen) angka
kredit berasal dari unsur penunjang.
b. Untuk Jabatan Auditor Ahli sebagaimana tersebut dalam
Lampiran IIB dengan ketentuan sekurang-kurangnya 80%
(delapan puluh persen) angka kredit berasal dari unsur utama
dan sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh persen) angka
kredit dari unsur penunjang.
1068 JABATAN FUNGSIONAL

(2) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang memiliki angka kredit
melebihi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/
pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kreditnya,
diperhitungkan untuk kenaikan pangkat/jabatan berikutnya.
(3) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang telah mencapai angka
kredit untuk kenaikan jabatan/pangkat pada tahun pertama
dalam masa jabatan yang didudukinya atau pangkat yang
dimilikinya, pada tahun berikutnya diwajibkan mengumpulkan
angka dari unsur utama sekurang-kuranngya 20% (dua puluh
persen) dari angka kredit untuk kenaikan jabatan/pangkat
setingkat lebih tinggi.
Pasal 12
(1) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang secara bersama-sama
membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang pengawasan,
pembagian angka kreditnya ditetapkan sebagai berikut :
a. 60% (enam puluh persen) bagi penulis utama;
b. 40% (empat puluh persen) bagi semua penulis pembantu.
(2) Jumlah penulis pembantu sebagaimana dimaksud ayat (1)
sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
BAB VII
PENILAIAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT
Pasal 13
Penilaian angka kredit Auditor dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua)
kali dalam satu tahun, yaitu setiap bulan Januari dan bulan Juli.
Pasal 14
(1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit :
a. Auditor di lingkungan BEPEKA :
1. Sekretaris Jenderal bagi Auditor Ahli Utama di lingkungan
kantor pusat dan kantor perwakilan.
2. Sekretaris Jenderal atau pejabat lain yang ditunjuk bagi
Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya

JABATAN FUNGSIONAL

1069

dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor


Trampil Muda di lingkungan kantor pusat.
3. Kepala Perwakilan bagi Auditor Pratama sampai dengan
Auditor Ahli Madya dan Auditor Trampil Pemula sampai
dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan kantor
perwakilan.
b. Auditor di lingkungan BPKP dan Instansi Pemerintah
1. Kepala BPKP atau Pejabat lain yang ditunjuk bagi Auditor
Ahli Madya sampai dengan Ahli Utama di lingkungan BPKP
dan Instansi Pemerintah lainnya.
2. Deputi Bidang Pengawasan BPKP atau pejabat lain yang
ditunjuk bagi Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor
Ahli Muda dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan
Auditor Trampil Muda di lingkungan BPKP Pusat.
3. Inspektur Jenderal Departemen, Pimpinan Unit Kerja
eselon I Bidang Pengawasan atau pejabat lain yang
ditunjuk bagi Auditor Ahli Pratama Auditor Ahli Muda dan
Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil
Muda di Kantor Pusat.
4. Kepala kantor Perwakilan BPKP, Pimpinan Inspektorat
Wilayah Provinsi, Kepala Kantor Wilayah Instansi yang
membawahi unit pengawasan, Pimpinan Inspektorat
Wilayah Kabupaten/Kotamadya bagi Auditor Ahli Pratama
sampai dengan Auditor Ahli Muda dan Auditor Trampil
Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan
masing-masing.
(2) Dalam menjalankan kewenangannya pejabat yang berwenang
menetapkan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), dibantu oleh Tim Penilai sebagai berikut :
a. Tim Penilai dilingkungan BEPEKA :
1. Tim Penilai Pusat bagi Sekretaris Jenderal BEPEKA.
2. Tim Penilai Kantor Perwakilan bagi Kepala Perwakilan.
b. Tim Penilai BPKP dan Instansi Pemerintah :
1. Tim Penilai Pusat bagi Kepala BPKP.
2. Tim Penilai Deputi bagi Deputi Bidang Pengawasan BPKP.

1070 JABATAN FUNGSIONAL

3. Tim Penilai Unit Pengawasan Instansi bagi Irjen


Departemen dan Pimpinan Unit Kerja Eselon I Bidang
Pengawasan.
4. Tim Penilai Kantor Perwakilan BPKP, Tim Penilai Kepala
Kantor Wilayah Instansi Pemerintah, Tim Penilai
Inspektorat Wilayah Provinsi, Tim Penilai Inspektorat
Wilayah Kabupaten/Kotamadya, bagi Kepala Kantor
Perwakilan BPKP, Kepala Kantor Wilayah Instansi
Pemerintah, Pimpinan Inspektorat Wilayah Provinsi, atau
Pimpinan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya.
Pasal 15
(1) Susunan keanggotaan Tim Penilai terdiri dari Pegawai Negeri Sipil
dengan susunan sebagai berikut :
a. Seorang ketua merangkap anggota.
b. Seorang wakil ketua merangkap anggota.
c. Seorang sekretaris merangkap anggota.
d. Sekurang-kurangnya 4 (empat) orang anggota.
(2) Pembentukan Tim Penilai, dilakukan sebagai berikut :
a. Tim Penilai di lingkungan BEPEKA ditetapkan oleh :
1. Sekretaris Jenderal BEPEKA untuk Tim Penilai Pusat.
2. Kepala Kantor Perwakilan untuk Tim Penilai Kantor
Perwakilan.
b. Tim Penilai BPKP dan Instansi Pemerintah ditetapkan oleh :
1. Kepala BPKP untuk Tim Penilai Pusat.
2. Deputi Bidang Pengawasan BPKP untuk Tim Penilai Deputi.
3. Irjen Departemen, Pimpinan Unit Kerja Eselon I Instansi
Bidang Pengawasan untuk Tim Penilai Unit Pengawasan
Instansi.
4. Kepala Kantor Perwakilan BPKP, Kepala Kantor Wilayah
Instansi Pemerintah, Pimpinan Inspektorat Wilayah
Provinsi, Pimpinan Inspektorat Wilayah Kabupaten/
Kotamadya untuk Tim Penilai Kantor Perwakilan BPKP,
Tim Penilai Inspektorat Wilayah Provinsi atau Tim Penilai
Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya.

JABATAN FUNGSIONAL

1071

(3) Anggota Tim Penilai, adalah Auditor dan atau pejabat lain di
lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan dan Aparat Pengawasan Fungsional
(APF) lainnya dengan ketentuan :
a. Pangkat serendah-rendahnya sama dengan pangkat Auditor
yang dinilai.
b. Memiliki keahlian dan kemampuan di bidang pengawasan.
c. Dapat aktif melakukan penilaian.
(4) Masa Jabatan Tim Penilai adalah 5 (lima) tahun.
Pasal 16
(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi Anggota Tim Penilai
dalam 2 (dua) masa jabatan berturut-turut dapat diangkat
kembali setelah melampaui tenggat waktu 1 (satu) masa
jabatan.
(2) Dalam hal terdapat Anggota Tim Penilai yang turut dinilai, Ketua
Tim Penilai dapat mengangkat Anggota Tim Penilai Pengganti.
Pasal 17
Tata kerja dan tata cara penilaian Tim Penilai ditetapkan sebagai
berikut :
a. Tim Penilai di lingkungan BEPEKA ditetapkan oleh Sekjen BEPEKA.
b. Tim Penilai di lingkungan BPKP ditetapkan oleh Kepala BPKP.
c. Tim Penilai di lingkungan Instansi Pemerintah ditetapkan oleh
Pimpinan Instansi Pemerintah.
Pasal 18
(1) Keputusan Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) tidak dapat
diajukan keberatan.
(2) Angka Kredit yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) digunakan untuk
mempertimbangkan kenaikan pangkat/jabatan berdasarkan
Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 1980,
dan pengangkatan/kenaikan jabatan auditor.

1072 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 19
Usul penetapan angka kredit dilakukan sebagai berikut :
a. Bagi Auditor di lingkungan BEPEKA diajukan oleh :
1. Auditor Utama Keuangan Negara, Inspektur Utama dan
Kepala Perwakilan kepada Sekretaris Jenderal sepanjang
mengenai Auditor Ahli Utama di lingkungan Kantor Pusat dan
Kantor Perwakilan.
2. Kepala Auditorat atau Kepala Perwakilan kepada Auditor
Utama Keuangan Negara dan Inspektur kepada Inspektur
Utama sepanjang mengenai Auditor Ahli Madya di lingkungan
Kantor Pusat dan Kantor Perwakilan.
3. Kepala Sub Auditorat kepada Kepala Auditorat atau Kepala
Perwakilan sepanjang mengenai Auditor Ahli Pratama sampai
dengan Auditor Ahli Muda dan Auditor Trampil Pemula sampai
dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan Kantor Pusat
dan Perwakilan.
b. Bagi Auditor di lingkungan BPKP dan Instansi Pemerintah, diajukan
oleh :
1. Pimpinan Instansi atau Pejabat lain yang ditunjuk, Deputi
Kepala BPKP Bidang Administrasi, kepada Kepala BPKP
sepanjang mengenai Auditor Ahli Madya sampai dengan
Auditor Ahli Utama di lingkungan Kantor Pusat dan Kantor
Perwakilan/Wilayah/Daerah.
2. Kepala Biro Kepegawaian BPKP kepada Deputi Bidang
Pengawasan BPKP bagi Auditor Ahli Pratama sampai dengan
Auditor Ahli Muda dan Auditor Trampil Pratama sampai
dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan kantor pusat.
3. Pimpinan Unit Kerja Eselon II Bidang Pengawasan kepada
Inspektur Jenderal Departemen atau Pimpinan Unit Kerja
Eselon I Bidang pengawasan pada Instansi Pemerintah
masing-masing sepanjang mengenai Auditor Ahli Pratama
sampai dengan Auditor Ahli Muda dan Auditor Trampil Pemula
sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan Kantor
Pusat.
4. Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Perwakilan BPKP, Kepala
Bidang Pengawasan pada Kantor Wilayah Instansi Pemerintah
lainnya, Sekretaris Inspektorat Wilayah Provinsi, Sekretaris
Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya kepada Kepala

JABATAN FUNGSIONAL

1073

Kantor Perwakilan BPKP, Kepala Kantor Wilayah Instansi yang


membawahi unit pengawasan, Pimpinan Inspektorat Wilayah
Provinsi, Pimpinan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya
sepanjang mengenai Auditor Ahli Pratama sampai dengan
Auditor Ahli Madya dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan
Auditor Trampil Muda di lingkungan masing-masing.
BAB VII
PEJABAT YANG BERWENANG MENGANGKAT DAN
MEMBERHENTIKAN DALAM DAN DARI JABATAN
Pasal 20
Pengangkatan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan
dari jabatan Auditor ditetapkan dengan keputusan pejabat yang
berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB IX
PENYESUAIAN DALAM JABATAN DAN ANGKA KREDIT
Pasal 21
(1) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat ditetapkan keputusan ini
telah bertugas di bidang pengawasan berdasarkan keputusan
pejabat yang berwenang, dapat diangkat dalam jabatan Auditor
Trampil atau Auditor Ahli.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan SLTA/DI/DII/DIII/
Sarjana Muda dan telah menduduki jabatan tertentu di bidang
pengawasan dan telah berpangkat Pembina golongan ruang IV/
a sampai dengan pangkat Pembina Utama Muda golongan ruang
IV/c sampai dengan keputusan ini dapat diangkat melalui
penyesuaian (in passing) sebagai Auditor Ahli.
(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang
bertugas dibidang pengawasan setelah berlakunya keputusan ini
tidak dapat diangkat dalam jabatan Auditor Ahli.
(4) Angka kredit kumulatif untuk penyesuaian dalam jabatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah sebagai berikut :

1074 JABATAN FUNGSIONAL

a. Bagi Auditor Trampil, sebagaimana tersebut dalam lampiran


III/A;
b. Bagi Auditor Ahli, sebagaimana tersebut dalam lampiran IIIB.
BAB IX
PENYESUAIAN DALAM JABATAN DAN ANGKA KREDIT
Pasal 21
(1) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat ditetapkan keputusan ini
telah bertugas di bidang pengawasan berdasarkan keputusan
pejabat yang berwenang, dapat diangkat dalam jabatan Auditor
Trampil atau Auditor Ahli.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan SLTA/DI/DII/DIII/
Sarjana Muda dan telah menduduki jabatan tertentu di bidang
pengawasan dan telah berpangkat Pembina golongan ruang IV/
a sampai dengan pangkat Pembina Utama Muda golongan ruang
IV/c sampai dengan keputusan ini dapat diangkat melalui
penyesuaian (in passing) sebagai Auditor Ahli.
(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang
bertugas dibidang pengawasan setelah berlakunya keputusan ini
tidak dapat diangkat dalam jabatan Auditor Ahli.
(4) Angka kredit kumulatif untuk penyesuaian dalam jabatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah sebagai berikut :
a. Bagi Auditor Trampil, sebagaimana tersebut dalam lampiran
IIIA;
b. Bagi Auditor Ahli, sebagaimana tersebut dalam lampiran IIIB.
Pasal 22
Penyesuaian dalam jabatan Auditor Trampil dan Auditor Ahli
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) sampai dengan
ayat (4), tidak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan
tugas pengawasan di lingkungan BPKP.

JABATAN FUNGSIONAL

1075

BAB X
SYARAT PENGANGKATAN DALAM JABATAN
Pasal 23
Untuk dapat diangkat dalam jabatan Auditor Trampil atau Auditor
Ahli, seorang Pegawai Negeri Sipil harus memenuhi angka kredit
kumulatif minimal yang ditentukan.
Pasal 24
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam
jabatan Auditor Trampil harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. Berijazah SLTA, DII, DIII dengan kualifikasi yang ditentukan
oleh instansi pembina, atau yang sederajat.
b. Pangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda Tingkat I
golongan ruang II/b.
c. Telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kedinasan yang
khusus diadakan untuk jabatan fungsional Auditor dan
memperoleh sertifikat tanda lulus.
d. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam tahun terakhir.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam
jabatan Auditor Ahli, harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Berijazah serendah-rendahnya sarjana (S1), DIV dengan
kualifikasi yang ditentukan oleh instansi pembina, atau yang
sederajat.
b. Telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kedinasan yang
khusus diadakan untuk jabatan fungsional auditor dan
memperoleh sertifikat tanda lulus.
c. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam tahun terakhir.
(3) Untuk menentukan jenjang jabatan Auditor Trampil dan Auditor
Ahli sebagaimana dalam ayat (1) dan (2), digunakan angka
kredit yang berasal dari pendidikan dan unsur utama lainnya
setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan
angka kredit.

1076 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 25
Auditor Trampil dapat dipindahkan menjadi Auditor Ahli, apabila
Auditor Trampil yang bersangkutan mempunyai pendidikan S1, DIV
yang sesuai kualifikasinya atau yang sederajat dan memperoleh
sertifikat keahlian yang pengaturannya ditentukan oleh Instansi
Pembina.
Pasal 26
(1) Perpindahan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke dalam
jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli dapat dipertimbangkan
dengan ketentuan, bahwa di samping harus memenuhi syarat
sebagaimana tersebut dalam Pasal 24 ayat (1) atau ayat (2)
diharuskan pula memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Memiliki pengalaman dalam kegiatan pengawasan sekurangkurangnya 2 (dua) tahun.
b. Sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebelum mencapai batas
usia pensiun Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pangkat yang ditetapkan bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah sama dengan pangkat yang
dimilikinya dan jenjang jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli
ditetapkan sesuai dengan angka kredit yang dimiliki Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan berdasarkan keputusan pejabat yang
berwenang menetapkan angka kredit.
BAB XI
PEMBEBASAN SEMENTARA DAN PEMBERHENTIAN
DARI JABATAN
Pasal 27
(1) Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Pratama
dan Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya,
dibebaskan sementara dari jabatannya, apabila dalam jangka
waktu 6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan
dalam jabatan/pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan
angka kredit minimal yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/
pangkat setingkat lebih tinggi.

JABATAN FUNGSIONAL

1077

(2) Auditor Trampil Muda dan Auditor Ahli Utama dibebaskan


sementara dari jabatannya, apabila dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak diangkat dalam jabatan terakhir tidak dapat
mengumpulkan angka kredit sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh)
untuk Auditor Trampil Muda dari 50 (lima puluh) untuk Auditor
Ahli Utama dari kegiatan unsur utama.
Pasal 28
Selain pembebasan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27. Auditor Trampil atau Auditor Ahli dibebaskan sementara dari
jabatannya, apabila :
a. Ditugaskan di luar jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli.
b. Tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan.
c. Dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan tingkat
hukuman disiplin sedang atau berat.
d. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil.
e. Cuti di luar tanggungan negara.
Pasal 29
(1) Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Pratama
dan Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya
diberhentikan dari jabatannya apabila dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) tahun sejak yang bersangkutan dibebaskan
sementara menurut ketentuan Pasal 27 ayat (1) tidak dapat
mengumpulkan angka kredit minimal yang diisyaratkan.
(2) Auditor Trampil Muda dan Auditor Ahli Utama diberhentikan dari
jabatannya apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak yang
bersangkutan dibebaskan sementara tidak dapat mengumpulkan
angka kredit menurut ketentuan Pasal 27 ayat (2).
(3) Selain pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) Auditor Trampil dan Auditor Ahli diberhentikan dari
jabatannya, apabila :
a. Dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan
hukuman disiplin berat dan telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap.
b. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus diberhentikan
dari jabatannya.
1078 JABATAN FUNGSIONAL

(4) Auditor Trampil dan Auditor Ahli yang telah diberhentikan dari
jabatan fungsional dan pangkatnya masih dalam batas ketentuan
pangka tertinggi berdasarkan pendidikannya dan telah 4 tahun
dalam pangkat/lebih, terhadap yang bersangkutan dapat
dinaikkan pangkatnya secara reguler, bila telah memenuhi syaratsyarat yang ditentukan.
BAB XII
PENGANGKATAN KEMBALI DALAM JABATAN
Pasal 30
Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang telah selesai menjalani
pembebasan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
dan Pasal 28, dapat diangkat kembali dalam jabatan fungsional
Auditor.
Pasal 31
Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang diangkat kembali dalam jabatan
Auditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, dapat menggunakan
angka kredit terakhir yang dimilikinya.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
(1) Keputusan pejabat yang berwenang tentang pengangkatan/
kenaikan/pemberhentian sementara dalam dan dari jabatan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan dinyatakan masih tetap
berlaku sampai dengan diterbitkannya keputusan pejabat yang
berwenang mengenai penyesuaian dengan menggunakan nama
jabatan fungsional Auditor Trampil atau Auditor Ahli.
(2) Keputusan pejabat yang berwenang tentang pengangkatan/
kenaikan/pengangkatan kembali dalam dan dari jabatan fungsional
setelah berlakunya keputusan ini, sudah menggunakan
(menyesuaikan) nama jabatan sebagaimana dimaksud dalam
keputusan ini, dengan ketentuan :

JABATAN FUNGSIONAL

1079

a. Bagi Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang


menggunakan nama jabatan Auditor Trampil, harus
memenuhi syarat serendah-rendahnya berijazah SLTA, DII
atau DIII yang kualifikasinya sesuai dengan jabatannya dan
pangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda Tingkat I
golongan ruang II/b.
b. Bagi Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang
menggunakan nama jabatan Auditor Ahli harus memenuhi
syarat serendah-rendahnya berijazah Sarjana atau D IV
yang kualifikasinya sesuai dengan jabatannya dan pangkat
serendah-rendahnya Penata Muda Golongan Ruang III/a.
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 33
BEPEKA dan BPKP melakukan koordinasi dalam penentuan standar
pelaksanaan pengawasan dan jabatan fungsional Auditor.
Pasal 34
Untuk kepentingan dinas dan atau menambah pengetahuan,
pengalaman dan pengembangan karier Auditor Trampil atau Auditor
Ahli dapat dipindahkan ke jabatan struktural atau jabatan fungsional
lainnya sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku.
BAB XV
PENUTUP
Pasal 35
(1) Ketentuan dalam keputusan ini ditinjau setiap 5 (lima) tahun
sejak berlakunya keputusan ini.
(2) Apabila ada perubahan mendasar, sehingga dianggap tidak sesuai
lagi dengan ketentuan dalam keputusan ini, dapat diadakan
peninjauan kembali sebelum masa 2 (dua) tahun.

1080 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 36
Dengan berlakunya keputusan ini, Keputusan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 22/MENPAN/1989
tentang Angka Kredit Bagi Jabatan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 37
Petunjuk teknis pelaksanaan keputusan ini diatur lebih lanjut oleh
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Sekretaris Jenderal
Badan Pemeriksa Keuangan dan Kepala Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan.
Pasal 38
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 2 Mei 1996
MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
ttd
TB. SILALAHI

JABATAN FUNGSIONAL

1081

MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
NOMOR : 17/KEP/M.PAN/4/2002
TENTANG
PENYESUAIAN PENAMAAN JABATAN FUNGSIONAL
AUDITOR

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

Menimbang

a. bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden


Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun
Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil,
dipandang perlu menyesuaikan penamaan
Jabatan Fungsional Auditor untuk masingmasing jenjang sebagaimana diatur dalam
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor : 19/1996;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut
diatas perlu menetapkan keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara tentang

1082 JABATAN FUNGSIONAL

penyesuaian Penamaan Jabatan Fungsional


Auditor.
Mengingat

1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974


tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55
Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3041)
sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor : 43 Tahun 1999 (Lembaran
Negara Nomor 3890);
2. Peraturan Pemerintah Nomor : 16 Tahun
1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994
Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Nomor : 3547).
3. Keputusan Presiden Nomor : 87 Tahun 1999
tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai
Negeri Sipil;
4. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor : 19/1996 tentang Jabatan
Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya.
MEMUTUSKAN :

Menetapkan

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH


NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG HAK
KEUANGAN/ADMINISTRATIF DUTA BESAR
LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH DAN
MANTAN DUTA BESAR LUAR BIASA DAN
BERKUASA PENUH SERTA JANDA/DUDANYA.
Pasal 1

Menyesuaikan penamaan jenjang jabatan fungsional auditor


sebagaimana diatur pada Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 19/1996 beserta Lampirannya menjadi
sebagai berikut :

JABATAN FUNGSIONAL

1083

1. Jenjang Ahli :
a. Auditor Ahli Utama menjadi Auditor Ahli Utama
b. Auditor Ahli Madya menjadi Auditor Ahli Madya
c. Auditor Ahli Muda menjadi Auditor Ahli Muda
d. Auditor Ahli Pratama menjadi Auditor Ahli Pertama
2. Jenjang Trampil
a. Auditor Trampil Muda menjadi Auditor Penyelia
b. Auditor Trampil Pratama menjadi Auditor Pelaksana Lanjutan
c. Auditor Trampil Pemula menjadi Auditor Pelaksana
Pasal 2
Dengan berlakunya keputusan ini, penamaan yang digunakan untuk
pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Auditor dan Penetapan
angka kreditnya ditetapkan berdasarkan keputusan ini.
Pasal 3
Penetapan Jabatan Fungsional Auditor, yang dilakukan sebelum
berlakunya Keputusan ini tetap berlaku.
Pasal 4
Segala ketentuan yang mengatur mengenai Jabatan Fungsional
Auditor disesuaikan dengan Keputusan ini.
Pasal 3
Penetapan Jabatan Fungsional Auditor yang dilakukan sebelum
berlakunya keputusan ini tetap berlaku.
Pasal 4
Segala ketentuan yang mengatur mengenai Jabatan Fungsional
Auditor disesuaikan dengan Keputusan ini.

1084 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 5
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan
: di Jakarta
Pada tanggal : 9 April 2002
Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara
ttd
Faisal Tamin

JABATAN FUNGSIONAL

1085

KEPUTUSAN BERSAMA
KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA,
SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN,
DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN
NOMOR : 10 TAHUN 1996
NOMOR : 49/SK/S/1996
NOMOR : KEP-386/K/1996
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL
AUDITOR DAN ANGKA KREDITNYA
KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA,
SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN,
DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN

Menimbang

: a.

bahwa dengan Keputusan Menteri Negara


Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19/
1996 telah ditetapkan Jabatan Fungsional
Auditor dan Angka Kreditnya di lingkungan
Aparat Pengawasan Fungsional;

b.

bahwa untuk keseragaman pelaksanaan


keputusan tersebut, dipandang perlu
menetapkan Keputusan Bersama Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara,
Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa
Keuangan dan Kepala Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan tentang

1086 JABATAN FUNGSIONAL

Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional


Auditor dan Angka Kreditnya.
Mengingat

: 1.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974


tentang Badan Pemeriksa Keuangan
(Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3010);

2.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974


tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3041);

3.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun


1975 tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975
Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3058) jo, Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 1991 (Lembaran Negara
Tahun 1991 Nomor 27, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3437);

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977


tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3098),
sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
15 Tahun 1993 (Lembaran Negara Tahun
1993 Nomor 21);

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980


tentang Pengangkatan dalam Pangkat
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun
1980 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3156), jo. Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 1991 (Lembaran Negara
Tahun 1991 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3438;

6.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun


1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai
Negeri Sipil.

JABATAN FUNGSIONAL

1087

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1983


tentang Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan;

8.

Keputusan Presiden Republik Indonesia


Nomor 15 Tahun 1988 tentang Badan
Administrasi Kepegawaian Negara.

9.

Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1996


tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden
Nomor 15 Tahun 1994 tentang Susunan
Organisasi Departemen sebagaimana telah
Dua Puluh Enam Kali Diubah Terakhir dengan
Keputusan Presiden No. 2 Tahun 1996;

10. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur


Negara Nomor 19/1996 tentang Jabatan
Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya;
11. Keputusan Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara Nomor 02 Tahun 1991
tentang Pelaksanaan Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri Sipil Secara Langsung;
MEMUTUSKAN
Menetapkan

: KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN


ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA,
SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA
KEUANGAN, DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN
KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TENTANG
PETUNJUK
PELAKSANAAN
JABATAN
FUNGSIONAL AUDITOR DAN ANGKA
KREDITNYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Keputusan Bersama ini, yang dimaksud dengan :

1088 JABATAN FUNGSIONAL

a. BAKN adalah singkatan dari Badan Administrasi Kepegawaian


Negara
b. BEPEKA adalah singkatan dari Badan Pemeriksa Keuangan.
c. BPKP adalah singkatan dari Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan.
d. MENPAN adalah singkatan dari Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara.
e. Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit adalah
pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
Keputusan MENPAN Nomor 19/1996 yaitu :
1. Untuk Auditor di lingkungan BEPEKA adalah :
a) Sekretaris Jenderal bagi Auditor Ahli Utama di lingkungan
kantor pusat dan kantor perwakilan.
b) Sekretaris Jenderal atau pejabat lain yang ditunjuk bagi
Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya
dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor
Trampil Muda di lingkungan kantor pusat.
c) Kepala Perwakilan bagi Auditor Ahli Pratama sampai dengan
Auditor Ahli Madya dan Auditor Trampil Pemula sampai
dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan kantor
perwakilan.
2. Untuk Auditor di lingkungan BPKP dan Instansi Pemerintah
adalah :
a) Kepala BPKP atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Auditor
Ahli Madya dan Auditor Ahli Utama di lingkungan BPKP
dan Instansi Pemerintah lainnya.
b) Deputi Bidang Pengawasan BPKP atau pejabat lain yang
ditunjuk bagi Auditor Ahli Pratama dan Auditor Ahli Muda
serta Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor
Trampil Muda di lingkungan BPKP pusat.
c) Inspektur Jenderal Departemen atau pejabat lain yang
ditunjuk bagi Auditor Ahli Pratama dan Auditor Ahli Muda
serta Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor
Trampil Muda.
d) Pimpinan unit kerja eselon I bidang pengawasan Instansi
Pemerintah, selain BPKP dan Inspektur Jenderal
Departemen atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Auditor

JABATAN FUNGSIONAL

1089

Ahli Pratama dan Auditor Ahli Muda serta Auditor Trampil


Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di Kantor
Pusat.
e) Kepala Perwakilan BPKP dan Pimpinan Inspektorat Wilayah
Provinsi, Kepala Kantor Wilayah yang membawahi unit
pengawasan, Pimpinan Inspektorat Wilayah Kabupaten/
Kotamadya bagi Auditor Ahli Pratama dan Auditor Ahli
Muda serta Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor
Trampil Muda di lingkungan masing-masing.
f.

Tim Penilai adalah Tim Penilai angka kredit.

g. Pejabat yang berwenang menetapkan Tim Penilai adalah pejabat


yang berwenang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15
ayat (2) Keputusan MENPAN Nomor 19/1996 yaitu :
1. Untuk Tim Penilai di lingkungan BEPEKA ditetapkan oleh :
a) Sekretaris Jenderal BEPEKA untuk Tim Penilai Pusat.
b) Kepala Perwakilan untuk Tim Penilai Kantor Perwakilan.
2. Untuk Tim Penilai BPKP dan Instansi Pemerintah ditetapkan
oleh :
a) Kepala BPKP untuk Tim Penilai Pusat;
b) Deputi Bidang Pengawasan untuk Tim Penilai Deputi;
c) Inspektur Jenderal Departemen, Pimpinan unit kerja
setingkat eselon bidang pengawasan untuk Tim Penilai
Unit Pengawasan Instansi;
d) Kepala Perwakilan BPKP, Kepala Kantor Wilayah Instansi
Pemerintah, Pimpinan Inspektorat Wilayah Provinsi,
Pimpinan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya
untuk Tim Penilai Kantor Perwakilan BPKP, Tim Penilai
Inspektorat Wilayah Provinsi, dan Tim Penilai Inspektorat
Kabupaten/Kotamadya.
h. Pejabat yang berwenang mengangkat, membebaskan sementara
dan memberhentikan dalam dan dari jabatan Auditor adalah
pimpinan instansi industri masing-masing atau pejabat lain yang
ditunjuk sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1975 tentang Wewenang Pengangkatan Pemindahan dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Jo. Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 1991 beserta peraturan pelaksanaannya.
i.

Pembebasan sementara dari jabatan Auditor sebagaimana


dimaksud dalam pasal 27 ayat (2) Keputusan MENPAN Nomor

1090 JABATAN FUNGSIONAL

19/1996 adalah diperuntukkan bagi Auditor Trampil Muda yang


berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d dan Auditor
Ahli Utama yang berpangkat Pembina Utama golongan ruang
IV/e.
j.

Pemberhentian dari Jabatan Auditor adalah pemberhentian dari


jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli dan bukan
pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil.

k. Pimpinan Unit Kerja adalah Pejabat yang diberi tugas, tanggung


jawab, wewenang dan hak oleh pejabat berwenang untuk
memimpin suatu unit kerja sebagai bagian dari unit organisasi
yang ada.
l.

Peran Auditor Trampil dan Auditor Ahli dalam Tim Auditor Mandiri
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 Keputusan MENPAN Nomor
19/1996 sebagai berikut :
1. Anggota Tim adalah Auditor Trampil dan atau Auditor Ahli
Pratama;
2. Ketua Tim adalah Auditor Ahli Pratama dan Auditor Ahli
Muda;
3. Pengendali Teknis adalah Auditor Ahli Muda dan atau Auditor
Ahli Madya;
4. Pengendali Mutu adalah Auditor Ahli Madya dan atau Auditor
Utama;
BAB II
USUL DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT
Pasal 2

(1) Usul penetapan angka kredit Auditor segera disampaikan setelah


menurut perhitungan, Auditor yang bersangkutan memenuhi
jumlah angka kredit yang disyaratkan untuk kenaikan jabatan/
pangkat setingkat lebih tinggi dan dibuat menurut contoh formulir
sebagai berikut :
a. Untuk Auditor Trampil sebagaimana disebut pada
Lampiran I.
b. Untuk Auditor Ahli sebagaimana disebut pada Lampiran II.
(2) Setiap usul penetapan angka kredit Auditor dilampiri dengan :

JABATAN FUNGSIONAL

1091

a. Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan Pengawasan yang


dibuat menurut contoh formulir sebagai berikut :
1) Untuk Auditor Trampil sebagaimana disebut pada
Lampiran III;
2) Untuk Auditor Ahli sebagaimana disebut pada Lampiran
IV.
b. Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan Pengembangan
Profesi yang dibuat menurut contoh formulir sebagaimana
tersebut pada Lampiran V.
c. Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan Penunjang Auditor
yang dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut
pada Lampiran VI;
d. Fotocopy atau salinan yang disyahkan oleh pejabat yang
berwenang mengesahkan bukti-bukti mengenai ijazah/Surat
Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan dan/atau Surat
Tanda Penghargaan yang pernah diterima.
Pasal 3
(1) Setiap usul penetapan angka kredit Auditor harus dinilai secara
seksama oleh Tim Penilai, sesuai dengan bidangnya masingmasing dan berpedoman pada Lampiran IA untuk Auditor Trampil
dan Lampiran IB untuk Auditor Ahli, Keputusan MENPAN Nomor
19/1996.
(2) Hasil penilaian Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka
kredit dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana
tersebut pada Lampiran VII, dengan ketentuan asli disampaikan
kepada Pejabat Auditor yang bersangkutan dengan tembusan
kepada :
a. Kepala BAKN up. Deputi Mutasi Kepegawaian, atau
b. Kepala Kantor Wilayah BAKN yang bersangkutan; dan
c. Pejabat lain yang berkepentingan.
(3) Penetapan angka kredit untuk pengangkatan dan kenaikan
jabatan Auditor Pelaksanaannya tidak terikat pada periode
tertentu, atau dapat ditetapkan setiap saat setelah jumlah angka
kredit kumulatifnya memenuhi syarat untuk kenaikan pangkat/
jabatan setingkat lebih tinggi.

1092 JABATAN FUNGSIONAL

(4) Penetapan angka kredit Auditor untuk kenaikan pangkat


dilaksanakan dengan ketentuan :
a. Untuk kenaikan pangkat periode April, angka kredit diupayakan
ditetapkan pada bulan Januari tahun yang bersangkutan.
b. Untuk kenaikan pangkat periode Oktober, angka kredit
diupayakan ditetapkan pada bulan Juli tahun yang
bersangkutan.
BAB III
TIM PENILAI
Pasal 4
(1) Syarat pengangkatan untuk menjadi Anggota Tim Penilai adalah
sebagai berikut :
a. pangkat serendah-rendahnya sama dengan pangkat Auditor
yang dinilai;
b. memiliki keahlian dan kemampuan di bidang pengawasan;
c. Dapat aktif melakukan penilaian.
(2) Jumlah anggota Tim Penilai yang berasal dari Auditor lebih besar
daripada anggota Tim Penilai yang berasal dari pejabat lain.
(3) Dalam hal terdapat anggota Tim Penilai yang turut dinilai, Ketua
Tim Penilai dapat mengangkat anggota Tim Penilai Pengganti.
Pasal 5
(1) Untuk membantu Tim Penilai melakukan tugasnya, dibentuk
Sekretariat Tim Penilai yang dipimpin oleh seorang Sekretaris.
(2) Sekretaris Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
secara fungsional dijabat oleh pejabat di bidang kepegawaian.
(3) Sekretaris Tim Penilai dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan
pejabat yang berwenang menetapkan Tim Penilai.
Pasal 6
(1) Apabila dipandang perlu, pejabat yang berwenang menetapkan
angka kredit dapat membentuk Tim Penilai Teknis yang
anggotanya terdiri dari para ahli, baik yang berkedudukan sebagai
JABATAN FUNGSIONAL

1093

Pegawai Negeri Sipil ataupun bukan Pegawai Negeri Sipil yang


mempunyai keahlian dan kemampuan teknis yang diperlukan.
(2) Tugas Pokok Tim Penilai Teknis adalah memberikan saran dan
pendapat kepada Ketua Tim Penilai dalam hal memberikan
penilaian kegiatan yang bersifat khusus atau memerlukan keahlian
tertentu.
(3) Tim Penilai Teknis menerima tugas dan bertanggung jawab
kepada Ketua Tim Penilai.
BAB IV
KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT
Pasal 7
Penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat
(2), digunakan sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikan
jabatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan digunakan pula
sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikkan pangkat
berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun
1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 8
Kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, setiap kali
dapat dipertimbangkan apabila :
a. Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan
terakhir;
b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan
setingkat lebih tinggi;
c. Memiliki/mendapat sertifikat peran Auditor sebagai Ketua Tim/
Pengendali Teknis/Pengendali Mutu;
d. Tidak ada keberatan dari pejabat berwenang yang dinyatakan
secara tertulis.
Pasal 9
(1) Sertifikat peran Auditor sebagai tersebut dalam Pasal 8 huruf c,
penerbitannya dilaksanakan sebagai berikut :
a. Untuk lingkungan BPKP dan instansi pemerintah lainnya, diatur
lebih lanjut oleh BPKP.
1094 JABATAN FUNGSIONAL

b. Untuk lingkungan BEPEKA diatur lebih lanjut oleh BEPEKA;


(2) BEPEKA, BPKP dan pihak-pihak terkait merumuskan cara
penerbitan dan akreditasi sertifikat beserta diklatnya;
(3) Perumusan sebagai tersebut dalam ayat (2) dilaksanakan secara
berkala menurut kebutuhan.
Pasal 10
(1) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, setiap
kali dapat dipertimbangkan apabila :
a. Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat
terakhir;
b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan
pangkat setingkat lebih tinggi;
c. Setiap unsur Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dalam Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
d. Masih dalam jenjang jabatan yang sama.
(2) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang memperoleh ijazah lebih
tinggi, dapat dipertimbangkan kenaikan pangkatnya sebagai
penyesuaian ijazah, dengan ketentuan :
a. Memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 33
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 yaitu :
1. Pendidikan/Ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar yang
diperoleh harus sesuai dengan tugas pokoknya;
2. Sekurang-kurangnya telah satu tahun dalam pangkat
terakhir;
3. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam tahun terakhir.
b. Memenuhi jumlah angka kredit minimal yang ditentukan untuk
pangkat yang baru berdasarkan pendidikan yang diperoleh.
(3) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang dibebaskan sementara
karena tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan, kenaikan
pangkatnya dapat dipertimbangkan untuk kenaikan pangkat
reguler dengan ketentuan :
a. Pangkatnya belum mencapai pangkat puncak tertinggi
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 Ayat (2) Peraturan
JABATAN FUNGSIONAL

1095

Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan


Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil; dan
b. Telah 4 (empat) tahun dalam pangkat yang dimilikinya dan
setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan, sekurangkurangnya bernilai baik dalam tahun terakhir; atau
c. Telah 5 (lima) tahun dalam pangkat yang dimilikinya dan
setiap unsur penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, sekurangkurangnya bernilai cukup dalam tahun terakhir.
Pasal 11
Kenaikan pangkat reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (3), tidak dapat dipertimbangkan apabila dalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan terdapat unsur penilaian yang bernilai sedang
atau kurang.
Pasal 12
(1) Auditor yang memiliki angka kredit melebihi angka kredit yang
ditentukan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi,
dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya.
(2) Nilai angka kredit untuk setiap kegiatan adalah nilai angka kredit
sebagaimana ditentukan dalam Lampiran I A untuk Auditor
Trampil dan Lampiran I B untuk Auditor Ahli Keputusan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negaraq Nomor 19/1996.
BAB V
PENGANGKATAN DAN PEMBEBASAN SEMENTARA
DALAM DAN DARI JABATAN AUDITOR
Pasal 13
(1) Pengangkatan ke dalam jabatan Auditor harus memperhitungkan
perbandingan antara jumlah Auditor dengan beban kerja yang
ada pada unit kerja yang bersangkutan.
(2) Pengangkatan sebagai Auditor harus mendapatkan persetujuan
dari Instansi Pembina.

1096 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 14
Pengangkatan dan pembebasan sementara dalam dan dari jabatan
Auditor Trampil atau Auditor Ahli, ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil jo. Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 1991 beserta peraturan pelaksanaannya dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Pengangkatan pertama kali dan pengangkatan kembali, ditetapkan
dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut
Lampiran VIII;
b. Pembebasan sementara dari jabatan Auditor karena belum
berhasil mengumpulkan angka kredit minimal yang disyaratkan,
ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana
tersebut Lampiran IX;
c. Pembebasan sementara dari Jabatan Auditor karena sebabsebab lainnya ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir
sebagaimana tersebut Lampiran X.
Pasal 15
(1) Auditor Trampil atau Auditor Ahli dibebaskan sementara dari
jabatannya apabila dalam jangka waktu :
a. 6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam
pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit
minimal yang ditentukan untuk kenaikan pangkat/jabatan
setingkat lebih tinggi bagi Auditor Trampil Pemula dan Auditor
Trampil Pratama serta Auditor Ahli Pratama sampai dengan
Auditor Ahli Madya;
b. 2 (dua) tahun sejak diangkat dalam jabatan Auditor Trampil
Muda dan Auditor Ahli Utama tidak dapat mengumpulkan
angka kredit sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) untuk
Auditor Trampil Muda dan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
untuk Auditor Ahli Utama.
(1) Selama pembebasan sementara dari jabatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), yang bersangkutan wajib
melaksanakan tugas pokoknya dan kegiatan tersebut tetap dinilai
untuk diberikan angka kredit.

JABATAN FUNGSIONAL

1097

(2) Selain pembebasan sementara sebagaimana tersebut dalam


ayat (1), Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil
Muda atau Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli
Utama dibebaskan sementara dari jabatannya apabila :
a. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980;
atau
b. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966;
atau
c. Tidak dapat melakukan tugas pokoknya secara penuh
sebagai Auditor Trampil dan Auditor Ahli, karena :
1. Ditugaskan di luar jabatan Auditor Trampil dan Auditor
Ahli, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
tidak dapat lagi melaksanakan tugas pokoknya; atau
2. Tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan; atau
3. Cuti diluar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan
ketiga dan seterusnya.
(3) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang dibebaskan sementara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a, selama dijatuhi
hukuman disiplin yang bersangkutan dapat tetap melaksanakan
sebagian tugas pokoknya tetapi tidak diberi nilai angka kredit.
Pasal 16
(1) Sekretaris Jenderal BEPEKA sesuai dengan tugas dan fungsinya
memberikan peringatan tertulis kepada Auditor Ahli Utama di
lingkungan BEPEKA, apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun
sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil mengumpulkan
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) angka kredit yang berasal
dari unsur utama.
(2) Sekretaris Jenderal BEPEKA atau pejabat lain yang ditunjuk sesuai
tugas dan fungsinya memberikan peringatan tertulis kepada :
a. Auditor Trampil Pemula, dan Auditor Trampil Pratama serta
Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya yang
berada di Kantor Pusat, apabila dalam jangka waktu 6 (enam)
tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam pangkat
terakhir belum berhasil mengumpulkan angka kredit minimal
yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat
lebih tinggi.
1098 JABATAN FUNGSIONAL

b. Auditor Trampil Muda apabila dalam jangka waktu 2 (dua)


tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil
mengumpulkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) angka
kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan yang
setingkat lebih tinggi.
(3) Kepala Perwakilan BEPEKA sesuai dengan tugas dan fungsinya
memberikan peringatan tertulis kepada :
a. Auditor Trampil Pemula dan Auditor Trampil Pratama serta
Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya yang
berada di Perwakilan setempat, apabila dalam jangka waktu
6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam
pangkat terakhir belum berhasil mengumpulkan angka kredit
minimal yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan
setingkat lebih tinggi.
b. Auditor Trampil Muda apabila dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil
mengumpulkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) angka
kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan yang
setingkat lebih tinggi.
(4) Kepala BPKP sesuai dengan tugas dan fungsinya memberikan
peringatan tertulis kepada Auditor Ahli Utama di lingkungan instansi
pemerintah, apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak
diangkat dalam jabatannya belum berhasil mengumpulkan
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) angka kredit yang berasal
dari unsur utama.
(5) Kepala BPKP atau pejabat lain yang ditunjuk sesuai dengan
tugas dan fungsinya, memberikan peringatan tertulis kepada :
a. Auditor Trampil Pemula, dan Auditor Trampil Pratama serta
Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya yang
berada di Kantor Pusat, apabila dalam jangka waktu 6 (enam)
tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam pangkat
terakhir belum berhasil mengumpulkan angka kredit minimal
yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat
lebih tinggi.
b. Auditor Trampil Muda apabila dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil
mengumpulkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) angka
kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan yang
setingkat lebih tinggi.

JABATAN FUNGSIONAL

1099

(6) Inspektur Jenderal Departemen atau pejabat lain yang ditunjuk


sesuai dengan tugas dan fungsinya memberikan peringatan
tertulis kepada :
a. Auditor Trampil Pemula, dan Auditor Trampil Pratama serta
Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya yang
berada di Kantor Pusat, apabila dalam jangka waktu 6 (enam)
tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam pangkat
terakhir belum berhasil mengumpulkan angka kredit minimal
yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat
lebih tinggi.
b. Auditor Trampil Muda apabila dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil
mengumpulkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) angka
kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan yang
setingkat lebih tinggi.
(7) Pimpinan Unit Kerja setingkat Eselon I yang menangani bidang
pengawasan di Instansi Pemerintah selain Departemen atau
pejabat lain yang ditunjuk sesuai dengan tugas dan fungsinya
memberikan peringatan tertulis kepada :
a. Auditor Trampil Pemula, dan Auditor Trampil Pratama serta
Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya yang
berada di Kantor Pusat apabila dalam jangka waktu 6 (enam)
tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam pangkat
terakhir belum berhasil mengumpulkan angka kredit minimal
yang diisyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat
lebih tinggi.
b. Auditor Trampil Muda apabila dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil
mengumpulkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) angka
kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan yang
setingkat lebih tinggi.
(8) Kepala Perwakilan BPKP atau Pimpinan Inspektorat Wilayah
Provinsi/Kabupaten Kotamadya sesuai dengan tugas dan
fungsinya memberikan peringatan tertulis kepada :
a. Auditor Trampil Pemula dan Auditor Trampil Pratama serta
Auditor Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya yang
berada di Kantor masing-masing, apabila dalam jangka waktu
6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam
pangkat terakhir belum berhasil mengumpulkan angka kredit

1100 JABATAN FUNGSIONAL

minimal yang disyaratkan untuk kenaikan kenaikan pangkat/


jabatan setingkat lebih tinggi.
b. Auditor Trampil Muda apabila dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil
mengumpulkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) angka
kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan yang
setingkat lebih tinggi.
(9) Peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
dengan ayat (8), asli diberikan kepada yang bersangkutan
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum batas waktu yang
ditetapkan berakhir, dan tembusannya disampaikan kepada
pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan
Auditor Trampil atau Audior Ahli serta dibuat menurut contoh
sebagaimana tersebut dalam Lampiran XI.
Pasal 17
(1) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang tidak dapat mengumpulkan
angka kredit sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat (1)
sampai dengan ayat (8), pejabat yang berwenang menetapkan
angka kredit memberitahukan kepada pejabat yang berwenang
mengangkat dan memberhentikan Auditor Trampil atau Auditor
Ahli dengan Nota Pemberitahuan yang dibuat menurut contoh
formulir sebagaimana tersebut Lampiran XII.
(2) Berdasarkan Nota Pemberitahuan sebagaimana tersebut dalam
ayat (1), pejabat yang berwenang mengangkat dan
memberhentikan Auditor Trampil atau Auditor Ahli mengeluarkan
surat keputusan pembebasan sementara dari jabatan Auditor
Trampil atau Auditor Ahli.
(3) Asli keputusan sebagaimana tersebut dalam ayat (2),
disampaikan kepada Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang
bersangkutan, dengan tembusan kepada Kepala BAKN, Kepala
BPKP dan Pejabat lain yang berwenang.
BAB VI
PENGANGKATAN KEMBALI DALAM JABATAN AUDITOR
Pasal 18
(1) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang dibebaskan sementara
dari jabatannya karena tidak dapat mengumpulkan angka kredit
JABATAN FUNGSIONAL

1101

minimal yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan, dapat


diangkat kembali dalam jabatan tersebut apabila telah
mengumpulkan angka kredit minimal yang disyaratkan dalam
jangka waktu 3 (tiga) tahun.
(2) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang ditugaskan di luar jabatan
Auditor Trampil atau Auditor Ahli, dapat diangkat kembali dalam
jabatannya, apabila telah selesai melaksanakan tugas yang
dimaksud.
(3) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang dijatuhi hukuman disiplin
tingkat sedang atau tingkat berat berupa penurunan pangkat
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, dapat
diangkat kembali dalam jabatan tersebut, apabila masa
berlakunya hukuman disiplin telah berakhir.
(4) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang telah selesai tugas belajar
lebih dari 6 (enam) bulan, diangkat kembali dalam jabatan
tersebut.
(5) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang dibebaskan sementara
karena cuti di luar tanggungan negara dan telah diangkat kembali
pada instansi semula, dapat diangkat kembali dalam jabatan
tersebut.
(6) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang dibebaskan sementara
karena diberhentikan sementara berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 4 Tahun 1996, dapat diangkat kembali dalam
jabatan tersebut, apabila berdasarkan keputusan Pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dinyatakan tidak
bersalah atau dijatuhi hukum pidana percobaan.
(7) Auditor Trampil atau Auditor Ahli sebagaimana tersebut dalam
ayat (1) apabila telah mencapai batas usia pensiun Pegawai
Negeri Sipil, maka dalam pembebasan sementara yang
bersangkutan dapat diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 19
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat kembali dalam jabatan Auditor
Trampil atau Auditor Ahli sebagaimana tersebut dalam Pasal 18
ayat (1) sampai dengan ayat (6), jabatannya ditetapkan berdasarkan
angka kredit terakhir yang pernah dimilikinya ditambah angka kredit
yang diperoleh dari prestasi selama pembebasan sementara.

1102 JABATAN FUNGSIONAL

BAB VII
PENYESUAIAN DALAM JABATAN DAN ANGKA KREDIT
AUDITOR
Pasal 20
Keputusan Pejabat yang berwenang di lingkungan BPKP tentang
pengangkatan kenaikan/pengangkatan kembali dalam dan dari
jabatan fungsional Pengawasan Keuangan dan Pembangunan setelah
berlakunya keputusan Menpan Nomor 19/1996 tentang Jabatan
Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya sudah harus menggunakan
(menyesuaikan) nama Jabatan Auditor, dengan ketentuan :
a. Bagi Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang menggunakan
nama jabatan Auditor Trampil, harus memenuhi syarat serendahrendahnya berijazah SLTA DI/DII/ atau DIII yang kualifikasinya
sesuai dengan jabatannya dan pangkat serendah-rendahnya
Pengatur Muda Tingkat I golongan ruang II/b.
b. Bagi Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang menggunakan
nama jabatan Auditor Ahli harus memenuhi syarat serendahrendahnya berijazah sarana atau DIV yang kualifikasinya sesuai
dengan jabatannya dan pangkat serendah-rendahnya Penata
Muda golongan ruang III/a.
Pasal 21
(1) Pegawai Negeri Sipil di luar BPKP yang telah melaksanakan
tugas/kegiatan di bidang pengawasan atau telah memperoleh
sertifikasi pemeriksa dan sejenisnya berdasarkan keputusan
atau surat pernyataan melaksanakan tugas dari pejabat yang
berwenang dan pada saat ditetapkan Keputusan MENPAN
Nomor 19/1996 masih melakukan tugas jabatannya, dapat
disesuaikan dalam jabatan dan angka kredit Auditor Trampil
atau Auditor Ahli apabila :
a. Untuk Auditor Trampil, memenuhi syarat :
1. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas atau sederajat dan setinggi-tingginya Sarjana Muda/
D-III atau sederajat;
2. Telah memiliki pangkat Pengatur Muda Tingkat I golongan
ruang II/b;

JABATAN FUNGSIONAL

1103

3. Penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian


Pelaksanaan Pekerjaan setiap unsur sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam tahun terakhir.
b. Untuk Auditor Ahli, memenuhi syarat :
1. Berijazah serendah-rendahnya Sarjana/DIV atau
sederajat;
2. Telah memiliki pangkat Penata Muda golongan ruang
III/a;
3. Penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan setiap unsur sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam tahun terakhir.
(2) Jabatan Auditor Ahli atau jabatan Auditor Trampil seperti tersebut
dalam ayat 1 (satu) di atas disesuaikan dengan pangkat dan
angka kredit kumulatif untuk penyesuaian bagi jabatan Auditor
Ahli atau Trampil sesuai Lampiran III Keputusan MENPAN Nomor
19/1996.
(3) Setelah masa 2 (dua) tahun Auditor Ahli atau Auditor Trampil
diwajibkan mendapat sertifikat yang sesuai dengan perannya
dalam jabatan Auditor.
(4) Apabila masa 2 (dua) tahun, Auditor tidak berhasil mendapat
sertifikat yang diperlukan maka Auditor tersebut tidak dapat
berperan sesuai dengan jabatannya.
(5) Auditor yang berlatar belakang pendidikan SLTA/DI/DII/DIII dan
sederajat yang pada saat berlakunya Keputusan MENPAN Nomor
19/1996 telah menduduki jenjang pangkat Pembina/golongan
ruang IV/a ke atas dan masih melaksanakan tugas/kegiatan
pengawasan, dapat diangkat sebagai Auditor Ahli dengan
ketentuan :
a. Batas waktu pengangkatan selambat-lambatnya 31 Maret
1997.
b. Penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan setiap unsur sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam tahun terakhir.
c. Tidak ada keberatan secara tertulis dari pejabat yang
berwenang.
(6) Tingkat jabatan dan jumlah angka kredit dalam penyesuaian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), didasarkan pada
pendidikan, pangkat dan masa kerja pangkat terakhir
1104 JABATAN FUNGSIONAL

sebagaimana tersebut dalam Lampiran III/A dan III/b


Keputusan MENPAN Nomor 19/1996.
(7) Masa kerja pangkat terakhir untuk penyesuaian sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran III/A dan III/B Keputusan MENPAN
Nomor 19/1996 dihitung dalam satuan bulat, yaitu kurang dari 1
(satu) tahun, 1 (satu) tahun, 2 (dua) tahun, 3 (tiga) tahun dan
4 (empat) tahun atau lebih.
(8) Penyesuaian dalam jabatan dan angka kredit Auditor Trampil
atau Auditor Ahli ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
mengangkat dan memberhentikan Auditor Trampil atau Auditor
Ahli dengan menggunakan contoh formulir sebagai tersebut pada
Lampiran XIII.
Pasal 22
(1) Penyesuaian dalam jabatan dan angka kredit Auditor Trampil
atau Auditor Ahli ditetapkan terhitung mulai tanggal 1 Oktober
1996 dan harus sudah selesai ditetapkan selambat-lambatnya
31 Maret 1997.
(2) Terhitung mulai periode kenaikan pangkat 1 April 1997, kenaikan
pangkat semua Auditor Trampil dan Auditor Ahli sudah
disyaratkan dengan angka kredit dan memenuhi syarat lain yang
ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 23
(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan disesuaikan dalam jabatan dan
angka kredit Auditor Trampil atau Auditor Ahli terhitung mulai
tanggal 1 Oktober 1996, apabila pada tanggal tersebut telah
memiliki masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih dalam pangkat
terakhir serta telah memenuhi syarat untuk naik pangkat, maka
sebelum disesuaikan dalam jabatan dan angka kredit Auditor,
terlebih dahulu akan dipertimbangkan kenaikan pangkatnya, agar
dalam penyesuaian jabatan dan angka kredit dapat digunakan
pangkat yang terakhir.

JABATAN FUNGSIONAL

1105

(2) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat penyesuaian pada 1 Oktober
1996 telah menduduki pangkat tertinggi berdasarkan pendidikan
yang dimiliki atau jabatannya dan telah memiliki masa kerja 4
(empat) tahun atau lebih dalam pangkat terakhir, kenaikan pangkat
setingkat lebih tinggi dapat dipertimbangkan mulai periode kenaikan
pangkat pada tanggal 1 April 1997.
Pasal 24
Semua kegiatan dalam unsur utama dan unsur penunjang yang
pernah dilaksanakan oleh Auditor Trampil atau Auditor Ahli, sebelum
penyesuaian ditetapkan tanggal 1 Oktober 1996 tidak dapat diberikan
nilai angka kredit untuk kenaikan jabatan/pangkat Auditor Trampil
atau Auditor Ahli.
Pasal 25
(1) Pimpinan unit pengawasan BEPEKA, BPKP dan instansi
pemerintah lainnya, setiap awal tahun (bulan Januari) diwajibkan
memberikan laporan tertulis jumlah pejabat fungsional Auditor
di lingkungan instansi masing-masing kepada Kepala BAKN up.
Deputi Pembinaan.
(2) Pimpinan unit pengawasan instansi pemerintah menyampaikan
tembusan laporan tersebut pada ayat (1) kepada Kepala BPKP.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirinci menurut
jenjang jabatan dan pangkat.
BAB IX
PENUTUP
Pasal 26
Pelaksanaan teknis yang belum diatur dalam Keputusan Bersama
ini akan diatur kemudian oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara dan/atau Intansi Pembina Jabatan Fungsional Auditor, baik
secara bersama-sama maupun secara tersendiri sesuai dengan
bidang tugas masing-masing.

1106 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 27
Ketentuan lain tentang petunjuk pelaksanaan jabatan dan angka
kredit Auditor yang bertentangan dengan Keputusan Bersama ini
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 28
Untuk memberikan gambaran/pengertian yang lengkap, maka dalam
Keputusan Bersama ini dilampirkan Keputusan MENPAN Nomor 19/
1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya,
sebagaimana tersebut pada Lampiran XIV.
Pasal 29
Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Pasal 30
Keputusan Bersama ini disampaikan kepada instansi/lembaga yang
berkepentingan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaikbaiknya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 6 Juni 1996
KEPALA
BADAN PENGAWASAN
KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN

SEKRETARIS JENDERAL
BADAN PEMERIKSA
KEUANGAN

KEPALA
BADAN ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN NEGARA

ttd
ttd

Ttd
Drs. SOEDARJONO
NIP. 060028787

Drs. BAMBANG TRIADJI


NIP. 060015165

SOENARKO

JABATAN FUNGSIONAL

1107

KEPUTUSAN
KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN
NOMOR : KEP-817/K/JF/2002
TENTANG
PROSEDUR KEGIATAN BAKU PENILAIAN DAN
PENETAPAN ANGKA KREDIT BAGI
JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR
DI LINGKUNGAN APARAT PENGAWASAN INTERNAL
PEMERINTAH
KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN
DAN PEMBANGUNAN,

Menimbang

: 1.

Bahwa untuk menunjang kelancaran proses


penilaian dan penetapan angka kredit bagi
jabatan fungsional auditor di lingkungan
Aparat Pengawasan Internal Pemerintah,
perlu adanya pengaturan prosedur kegiatan
baku penilaian dan penetapan angka kredit
bagi jabatan fungsional auditor di lingkungan
Aparat Pengawasan Internal Pemerintah;

2.

Bahwa berdasarkan pertimbangan


sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
menetapkan Keputusan Kepala Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
tentang Prosedur Kegiatan Baku Penilaian dan
Penetapan Angka Kredit Bagi Jabatan
Fungsional Auditor di Lingkungan Aparat
Pengawasan Internal Pemerintah.

1108 JABATAN FUNGSIONAL

Mengingat

: 1.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974


tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 43)
sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 169; Tambahan
Lembaran Negara (3890);

2.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun


1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994
Nomor 22 : Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3547)

3.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 96 Tahun


2000 tentang Wewenang, Pengangkatan,
Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 194; Tambahan Lembaran Negara
4014);

4.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 99 Tahun


2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 196; Tambahan Lembaran Negara
4017) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002
(Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 32;
Tambahan Lembaran Negara 4193);

5.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 30 Tahun


1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980
Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara
3176).

6.

Keputusan Presiden Nomor 155/M Tahun


1999;

7.

Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001


tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen
sebagaimana telah beberapa kali diubah

JABATAN FUNGSIONAL

1109

terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor


46 Tahun 2002;
8.

Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001


tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Lembaga Pemerintah Non Departemen
sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor
48 Tahun 2002;

9. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur


Negara Nomor : 19/1996 tentang Jabatan
Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya;
10. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 17/KEP/M.PAN/4/
2002 tentang Penyesuaian Penamaan
Jabatan Fungsional Auditor.
11. Keputusan Bersama Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara, Sekretaris
Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan dan
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan Nomor 10 Tahun 1996,
Nomor : 49/SK/S/1996, Nomor : KEP-386/
K/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Auditor dan Angka
Kreditnya;
12. Keputusan Kepala Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan Nomor :
13.00.00-125/K/1997 tentang Petunjuk
Teknis Ketentuan dan Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Auditor dan Angka Kredit di
Lingkungan Aparatur Pengawasan Fungsional
Pemerintah;
13. Keputusan Kepala Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan Nomor : KEP06.00.00-080/K/2001 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan.

1110 JABATAN FUNGSIONAL

MEMUTUSKAN
Menetapkan

: KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN


KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TENTANG
PROSEDUR KEGIATAN BAKU PENILAIAN DAN
PENETAPAN ANGKA KREDIT BAGI JABATAN
FUNGSIONAL AUDITOR DI LINGKUNGAN
APARAT PENGAWASAN INTERNAL PEMERINTAH.
Pasal 1

Prosedur Kegiatan Baku Penilaian dan Penetapan Angka Kredit Bagi


Jabatan Fungsional Auditor di Lingkungan Aparat Pengawasan Internal
Pemerintah merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang
menetapkan angka kredit, pejabat pengusul angka kredit, tim penilai
angka kredit, dan pejabat fungsional auditor di lingkungan Aparat
Pengawasan Internal Pemerintah dalam proses penilaian dan
penetapan angka kredit jabatan fungsional Auditor.
Pasal 2
Prosedur Kegiatan Baku Penilaian dan Penetapan Angka Kredit
Bagi Jabatan Fungsional Auditor di Lingkungan Aparat Pengawasan
Internal Pemerintah sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dari Keputusan ini.
Pasal 3
Aparat Pengawasan Internal Pemerintah yang membina karir melalui
jabatan fungsional auditor, kenaikan pangkat dan jabatannya tidak
lagi didasarkan pada kenaikan pangkat reguler tetapi terutama
tergantung pada perolehan angka kredit selama dalam penugasan
dan sertifikat peran yang diperoleh sesuai dengan jenjang
jabatannya, berlaku Prosedur Kegiatan Baku Penilaian dan Penetapan
Angka Kredit Jabatan Fungsional Auditor di Lingkungan Aparat
Pengawasan Internal Pemerintah.
Pasal 4
Penetapan angka kredit dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang
Menetapkan Angka Kredit melalui Surat Keputusan Penetapan Angka
JABATAN FUNGSIONAL

1111

Kredit (SKPAK), berdasarkan usulan dari Pejabat Fungsional Auditor


melalui Pejabat Pengusul Angka Kredit.
Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut yang belum diatur dalam Prosedur Kegiatan
Baku Penilaian dan Penetapan Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional
Auditor di Lingkungan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah ini,
akan diatur oleh Sekretaris Utama.
Pasal 6
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Desember 2002
KEPALA BADAN PENGAWASAN
KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
ttd
ARIE SOELENDRO

1112 JABATAN FUNGSIONAL

KEPUTUSAN BERSAMA
KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI
DAN
KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : KP.004/KEP.60/2004
NOMOR : 17 TAHUN 2004
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL
SANDIMAN DAN ANGKA KREDITNYA
KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI
DAN
KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

Menimbang

Mengingat

: a.

bahwa dengan Keputusan Menteri


Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
134/KEP/M.PAN/11/2003 telah ditetapkan
Jabatan Fungsional Sandiman dan Angka
Kreditnya;

b.

bahwa untuk tertib administrasi dalam


pelaksanaannya,
dipandang
perlu
menetapkan Keputusan Bersama Kepala
Lembaga Sandi Negara RI dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Sandiman
dan Angka Kreditnya.

: 1.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974


tentang Pokok-pokok Kepegawaian,
sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 43 Tahun 1999;

JABATAN FUNGSIONAL

1113

2.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999


tentang Pemerintahan Daerah;

3.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999


tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah;

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966


tentang Pemberhentian/Pemberhentian
Sementara Pegawai Negeri;

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977


tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah beberapa kali diubah dan
ditambah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003;

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979


tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994


tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri
Sipil;

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000


tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom;

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000


tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000


tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
2002;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003
tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil;

1114 JABATAN FUNGSIONAL

13. Keputusan Presiden RI Nomor 87 Tahun


1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional
Pegawai Negeri Sipil;
14. Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun
2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja
Lembaga
Pemerintah
Non
Departemen, sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Keputusan
Presiden RI Nomor 9 Tahun 2004;
15. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003
tentang Jabatan Fungsional Sandiman dan
Angka Kreditnya.
MEMUTUSKAN
Menetapkan

: KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA LEMBAGA


SANDI NEGARA RI DAN KEPALA BADAN
KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG PETUNJUK
PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL
SANDIMAN DAN ANGKA KREDITNYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan :


1. Sandiman adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung
jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh Kepala Lembaga
Sandi Negara RI untuk melaksanakan kegiatan persandian.
2. Sandiman tingkat terampil adalah Sandiman yang mempunyai
kualifikasi teknis atau penunjang profesional yang pelaksanaan
tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan pengetahuan
teknis di bidang persandian.
3. Sandiman tingkat ahli adalah Sandiman yang mempunyai
kualifikasi profesional yang pelaksanaan tugas dan fungsinya
JABATAN FUNGSIONAL

1115

mensyaratkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di


bidang persandian.
4. Angka kredit adalah nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau
akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh
Sandiman dan digunakan sebagai salah satu syarat untuk
pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat.
5. Instansi Pembina Jabatan Fungsional Sandiman adalah Lembaga
Sandi Negara RI.
6. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa
Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala
Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara,
Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional serta Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat
struktural eselon I dan bukan merupakan bagian dari
Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen.
7. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur.
8. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah
Bupati/Walikota.
9. Pejabat yang berwenang mengangkat, membebaskan
sementara, dan memberhentikan dalam dan dari jabatan
Sandiman adalah pejabat pembina kepegawaian yang
bersangkutan atau pejabat lain yang ditunjuk sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil.
10. Pemberhentian adalah pemberhentian dari jabatan Sandiman
bukan pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil.
BAB II
USUL DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT
Pasal 2
(1) Usul penetapan angka kredit Sandiman disampaikan setelah
menurut perhitungan sementara Sandiman yang bersangkutan,
jumlah angka kredit yang disyaratkan untuk kenaikan jabatan/
pangkat setingkat lebih tinggi telah dapat dipenuhi dan dibuat
menurut contoh formulir sebagai berikut :
1116 JABATAN FUNGSIONAL

a. Lampiran I A, I B, dan I C untuk Sandiman tingkat terampil;


b. Lampiran II A, II B, dan IIC untuk Sandiman tingkat ahli;
(2) Setiap usul penetapan angka kredit Sandiman wajib dilampiri
dengan :
a. Surat Pernyataan melakukan kegiatan penelitian dan
pengembangan perangkat sandi dan bukti fisiknya, serta
dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada
Lampiran III;
b. Surat Pernyataan melakukan kegiatan penerapan dan
pengoperasian perangkat sandi dan bukti fisiknya, serta
dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada
Lampiran IV;
c. Surat Pernyataan melakukan kegiatan pemeliharaan
perangkat sandi dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut
contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran V;
d. Surat Pernyataan melakukan kegiatan pengembangan
profesi dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh
formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran VI;
e. Surat pernyataan melakukan kegiatan penunjang tugas
Sandiman dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh
formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran VII.
(3) Penilaian dan penetapan angka kredit untuk kenaikan pangkat,
dilakukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum periode
kenaikan pangkat sebagai berikut :
a. Untuk kenaikan pangkat periode April, angka kredit ditetapkan
selambat-lambatnya pada bulan Januari tahun yang
bersangkutan;
b. Untuk kenaikan pangkat periode Oktober, angka kredit
ditetapkan selambat-lambatnya pada bulan Juli tahun yang
bersangkutan.
Pasal 3
(1) Setiap usul penetapan angka kredit bagi Sandiman harus dinilai
secara seksama oleh Tim Penilai dengan berpedoman pada
Lampiran I atau Lampiran II Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003.

JABATAN FUNGSIONAL

1117

(2) Hasil penilaian Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam ayat


(1), ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka
kredit dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana
tersebut pada Lampiran VIII, dengan ketentuan :
a. Asli Penetapan Angka Kredit (PAK) disampaikan kepada
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN).
b.

Tembusan PAK disampaikan kepada :


(1) Sandiman yang bersangkutan;
(2) Pimpinan Unit Kerja Sandiman yang bersangkutan;
(3) Sekretaris Tim Penilai Sandiman yang bersangkutan;
(4) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit;
(5) Kepala Biro/Bagian Kepegawaian Instansi yang
bersangkutan.

(3) Apabila pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit


berhalangan sehingga tidak dapat menetapkan angka kredit
sampai batas waktu yang telah ditetapkan dalam Pasal 2 ayat
(3), maka pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit
tersebut dapat mendelegasikan kepada pejabat lain satu tingkat
lebih rendah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 ayat (1)
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
134/KEP/M.PAN/11/2003.
(4) Dalam rangka pengendalian dan tertib administrasi penetapan
angka kredit, maka spesimen tanda tangan pejabat yang
berwenang menetapkan angka kredit dan pejabat yang
menerima delegasi wewenang untuk menetapkan angka kredit
sebagaimana dimaksud ayat (3) disampaikan kepada Kepala
BKN.
(5) Apabila terdapat pergantian pejabat yang berwenang
menetapkan angka kredit, maka spesimen tanda tangan pejabat
yang menggantikan disampaikan kepada Kepala BKN.
BAB III
TIM PENILAI
Pasal 4
(1) Syarat pengangkatan untuk menjadi anggota Tim Penilai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) Keputusan
1118 JABATAN FUNGSIONAL

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 134/KEP/


M.PAN/11/2003, yaitu :
a. Sekurang-kurangnya menduduki jabatan dan/atau pangkat
setingkat dengan Sandiman yang dinilai;
b. Mempunyai kompetensi untuk menilai prestasi kerja
Sandiman; dan
c. Dapat aktif melakukan penilaian.
(2) Masa jabatan Tim Penilai sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah
3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa jabatan
berikutnya.
(3) Anggota Tim Penilai yang telah menjabat dalam 2 (dua) kali
masa jabatan secara berturut-turut sebagaimana dimaksud ayat
(2), dapat diangkat kembali setelah melampaui tenggang waktu
1 (satu) masa jabatan.
(4) Dalam hal komposisi jumlah anggota Tim Penilai tidak dapat
dipenuhi seluruhnya dari Sandiman, maka Anggota Tim Penilai
dapat diangkat dari pejabat lain yang mempunyai kompetensi
dalam penilaian prestasi kerja Sandiman.
Pasal 5
(1) Tugas pokok Tim Penilai Instansi adalah :
a. Membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat atau pejabat
eselon I yang ditunjuk dalam menetapkan angka kredit
Sandiman Madya di lingkungan Instansi Pusat;
b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian Pusat atau pejabat eselon I yang
ditunjuk dalam penetapan angka kredit sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
(2) Tugas pokok Tim Penilai Unit Kerja adalah :
a. Membantu pejabat eselon II yang membidangi persandian
di lingkungan Instansi Pusat dalam menetapkan angka kredit
Sandiman Pelaksana sampai dengan Sandiman Penyelia dan
Sandiman Pertama sampai dengan Sandiman Muda di
lingkungan Instansi Pusat;
b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pejabat
eselon II yang membidangi persandian di lingkungan Instansi
Pusat, yang berhubungan dengan penetapan angka kredit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
JABATAN FUNGSIONAL

1119

(3) Tugas Pokok Tim Penilai Daerah Propinsi adalah :


a. Membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi
atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya dalam menetapkan
angka kredit Sandiman Pelaksana sampai dengan Sandiman
Penyelia dan Sandiman Pertama sampai dengan Sandiman
Madya di lingkungan Pemerintah Propinsi;
b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi atau pejabat lain yang
ditunjuknya, yang berhubungan dengan penetapan angka
kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(4) Tugas Pokok Tim Penilai Daerah Kabupaten/Kota adalah :
a. Membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
Kabupaten/Kota atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya
dalam menetapkan angka kredit Sandiman Pelaksana sampai
dengan Sandiman Penyelia dan Sandiman Pertama sampai
dengan Sandiman Madya di lingkungan Pemerintah
Kabupaten/Kota;
b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota atau pejabat
lain yang ditunjuknya yang berhubungan dengan penetapan
angka kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(5) Dalam hal Tim Penilai Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota belum
dapat dibentuk karena belum adanya pejabat yang memenuhi
kriteria Tim Penilai yang ditentukan, maka penilaian dan
penetapan angka kredit dapat dimintakan kepada Tim Penilai
Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota lain terdekat, atau Tim Penilai
Instansi di Lembaga Sandi Negara RI.
(6) Dalam hal terdapat anggota Tim Penilai yang pensiun atau
berhalangan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan, maka Ketua
Tim Penilai mengusulkan penggantian anggota Tim Penilai secara
definitif sesuai masa kerja yang tersisa kepada pejabat yang
berwenang menetapkan Tim Penilai.
(7) Dalam hal terdapat anggota Tim Penilai yang turut dinilai, Ketua
Tim Penilai dapat mengangkat anggota Tim Penilai Pengganti.
(8) Tata kerja dan tata cara Tim Penilai dalam melakukan tugas
ditetapkan oleh Kepala Lembaga Sandi Negara RI selaku Pimpinan
Instansi Pembina Jabatan Fungsional Sandiman.

1120 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 6
(1) Untuk membantu Tim Penilai dalam melaksanakan tugasnya,
dibentuk Sekretariat Tim Penilai yang dipimpin oleh seorang
Sekretaris yang secara fungsional dijabat oleh pejabat di bidang
kepegawaian.
(2) Sekretariat Tim Penilai dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan
pejabat yang berwenang sebagaimana ditentukan dalam Pasal
15 ayat (4) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003.
Pasal 7
(1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dapat
membentuk Tim Penilai Teknis yang anggotanya terdiri dari para
ahli, baik yang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil atau
bukan Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai kemampuan teknis
yang diperlukan.
(2) Tugas pokok Tim Penilai teknis adalah memberikan saran dan
pendapat kepada Ketua Tim Penilai dalam hal memberikan
penilaian atas kegiatan yang bersifat khusus atau kegiatan yang
memerlukan keahlian tertentu.
(3) Tim Penilai Teknis menerima tugas dari dan bertanggung jawab
kepada Ketua Tim Penilai.
BAB IV
KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT
Pasal 8
(1) Penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2), digunakan sebagai dasar untuk mempertimbangkan
kenaikan jabatan dan kenaikan pangkat Sandiman sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
dipertimbangkan apabila :
a. Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan
terakhir;
b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan
jabatan setingkat lebih tinggi; dan
JABATAN FUNGSIONAL

1121

c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan


pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun
terakhir.
(3) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
dipertimbangkan apabila :
a. Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat
terakhir;
b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan
pangkat setingkat lebih tinggi; dan
c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan
pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun
terakhir.
(4) Kenaikan pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Daerah
yang menduduki jabatan Sandiman Madya pangkat Pembina
Utama Tingkat I, golongan ruang IV/b menjadi Pembina Utama
Muda, golongan ruang IV/c, ditetapkan oleh Presiden RI setelah
mendapat pertimbangan teknis Kepala BKN.
(5) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menduduki
jabatan :
a. Sandiman Pelaksana, pangkat Pengatur Muda Tingkat I,
golongan ruang Il/b untuk menjadi Pengatur, golongan ruang
II/c sampai dengan untuk menjadi Sandiman Penyelia,
pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang II/d; dan
b. Sandiman Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang
III/a untuk menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan ruang
III/b sampai dengan untuk menjadi Sandiman Madya,
pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; ditetapkan
dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat
yang bersangkutan setelah mendapat pertimbangan teknis
Kepala BKN.
(6) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi yang
menduduki jabatan :
a. Sandiman Pelaksana pangkat Pengatur Muda Tingkat I,
golongan ruang II/b untuk menjadi Pengatur, golongan ruang
II/c sampai dengan untuk menjadi Sandiman Penyelia
pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d; dan

1122 JABATAN FUNGSIONAL

b. Sandiman Pertama pangkat Penata Muda, golongan ruang


III/a untuk menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan ruang
III/b sampai dengan untuk menjadi Sandiman Madya,
pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; ditetapkan
dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
Propinsi yang bersangkutan setelah mendapat pertimbangan
teknis Kepala Kantor Regional BKN yang bersangkutan.
(7) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota
yang menduduki jabatan :
a. Sandiman Pelaksana pangkat Pengatur Muda Tingkat I,
golongan ruang II/b untuk menjadi Pengatur, golongan ruang
II/c sampai dengan untuk menjadi Sandiman Penyelia
pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d; dan
b. Sandiman Pertama pangkat Penata Muda, golongan ruang
III/a untuk menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan ruang
III/b sampai dengan untuk menjadi Sandiman Muda,
pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d; ditetapkan
dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan setelah mendapat
pertimbangan teknis Kepala Kantor Regional BKN yang
bersangkutan.
(8) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota
yang menduduki jabatan Sandiman Muda pangkat Penata Tingkat
I golongan ruang III/d untuk menjadi Sandiman Madya pangkat
Pembina golongan ruang IV/a sampai dengan Pembina Tingkat
I golongan ruang IV/b ditetapkan oleh Gubernur yang
bersangkutan setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala
Kantor Regional BKN yang bersangkutan.
Pasal 9
(1) Sandiman yang memiliki angka kredit melebihi angka kredit yang
ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi,
kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk
kenaikan jabatan/pangkat berikutnya.
(2) Apabila kelebihan jumlah angka kredit sebagaimana dimaksud
ayat (1) memenuhi jumlah angka kredit untuk kenaikan jabatan
dua tingkat atau lebih dari jabatan terakhir yang diduduki, maka
Sandiman yang bersangkutan dapat diangkat dalam jenjang

JABATAN FUNGSIONAL

1123

jabatan sesuai dengan jumlah angka kredit yang dimiliki, dengan


ketentuan :
a. Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan;
b. Setiap unsur penilaian dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan (DP-3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1
(satu) tahun terakhir.
(3) Sandiman yang naik jabatan sebagaimana dimaksud ayat (2),
setiap kali kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi disyaratkan
mengumpulkan 20% (dua puluh persen) dari jumlah angka kredit
untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi tersebut, yang
berasal dari unsur utama.
BAB V
PENGANGKATAN, PEMBEBASAN SEMENTARA, DAN
PEMBERHENTIAN DALAM DAN DARI JABATAN
Pasal 10
Pengangkatan, pembebasan sementara, dan pemberhentian dalam
dan dari jabatan Sandiman ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Pengangkatan pertama kali dan pengangkatan kembali dalam
jabatan Sandiman ditetapkan dengan menggunakan contoh
formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran IX;
2. Pembebasan sementara dari jabatan Sandiman ditetapkan
dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut
pada Lampiran X;
3. Pemberhentian dari jabatan Sandiman ditetapkan dengan
menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut pada
Lampiran XI.
Pasal 11
(1) Untuk menjamin tingkat kinerja Sandiman dalam pencapaian
angka kredit sebagai salah satu persyaratan kenaikan jabatan/
pangkat, maka pengangkatan Sandiman harus memperhatikan
keseimbangan antara beban kerja organisasi dengan jumlah
Sandiman sesuai jenjang jabatannya.
1124 JABATAN FUNGSIONAL

(2) Di samping harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1), pengangkatan Sandiman di lingkungan Instansi
Pusat harus didasarkan pada formasi jabatan yang telah
ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
berdasarkan usulan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat masingmasing setelah mendapat pertimbangan Kepala BKN.
(3) Pengangkatan dalam jabatan Sandiman di lingkungan Instansi
Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota harus didasarkan pada formasi
jabatan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah masing-masing
setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan setelah mendapat
pertimbangan Kepala BKN.
Pasal 12
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan Sandiman tidak
dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan fungsional
lain maupun dengan jabatan struktural.
Pasal 13
(1) Sandiman Pelaksana, pangkat Pengatur Muda Tingkat I,
golongan ruang II/b sampai dengan Sandiman Penyelia, pangkat
Penata, golongan ruang III/c dan Sandiman Pertama, pangkat
Penata Muda, golongan ruang III/a sampai dengan Sandiman
Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b,
dibebaskan sementara dari jabatannya apabila dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun sejak diangkat dalam pangkat terakhir
tidak dapat mengumpulkan angka kredit minimal yang ditentukan
untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi.
(2) Sandiman Penyelia, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang
III/d dibebaskan sementara dari jabatannya apabila setiap tahun
sejak diangkat dalam jabatan/pangkatnya tidak dapat
mengumpulkan angka kredit sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
dari kegiatan persandian dan atau pengembangan profesi.
(3) Sandiman Madya, pangkat Pembina Utama Muda, golongan
ruang IV/c dibebaskan sementara dari jabatannya apabila setiap
tahun sejak diangkat dalam jabatan/pangkatnya tidak dapat
mengumpulkan angka kredit sekurang-kurangnya 20 (dua puluh)
dari kegiatan persandian dan atau pengembangan profesi.

JABATAN FUNGSIONAL

1125

(4) Pembebasan sementara bagi Sandiman sebagaimana dimaksud


ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), didahului dengan peringatan
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum batas waktu
pembebasan sementara diberlakukan sebagaimana tersebut
pada Lampiran XII.
(5) Di samping pembebasan sementara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Sandiman juga dibebaskan
sementara dari jabatannya apabila :
a. Dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil berupa hukuman
disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berupa penurunan
pangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980; atau
b. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966;
atau
c. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan Sandiman; atau
d. Cuti diluar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan
keempat dan seterusnya; atau
e. Menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan.
(6) Sandiman yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (5) huruf a selama menjalani hukuman disiplin tetap
dapat melaksanakan tugas pokoknya tetapi kegiatan tersebut
tidak dapat ditetapkan angka kreditnya.
(7) Sandiman yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (5) huruf e, selama pembebasan sementara dapat
dipertimbangkan kenaikan pangkat secara pilihan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila :
a. Sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat
terakhir; dan
b. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
Pasal 14
Sandiman diberhentikan dari jabatannya apabila :
1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat dan telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, kecuali jenis hukuman disiplin tingkat
berat berupa penurunan pangkat; atau
1126 JABATAN FUNGSIONAL

2. Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara


dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1), tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang ditentukan
untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi; atau
3. Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara
dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(2) atau ayat (3), tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang
ditentukan.
BAB VI
PENGANGKATAN KEMBALI DALAM JABATAN
Pasal 15
(1) Sandiman yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa
penurunan pangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
30 Tahun 1980 dapat diangkat kembali dalam jabatan Sandiman,
apabila masa berlakunya hukuman disiplin tersebut telah berakhir.
(2) Sandiman yang dibebaskan sementara karena diberhentikan
sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun
1966, dapat diangkat kembali dalam jabatan Sandiman, apabila
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi
hukuman percobaan.
(3) Sandiman yang ditugaskan di luar jabatan Sandiman dapat
diangkat kembali dalam jabatan Sandiman, apabila telah selesai
melaksanakan tugas di luar jabatan Sandiman.
(4) Sandiman yang dibebaskan sementara karena cuti di luar
tanggungan negara dan telah diangkat kembali pada Instansi
semula, dapat diangkat kembali dalam jabatan Sandiman.
(5) Sandiman yang telah selesai menjalani tugas belajar lebih dari 6
(enam) bulan, diangkat kembali dalam jabatan Sandiman.
Pasal 16
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat kembali dalam Sandiman
sebagaimana tersebut dalam Pasal 15, jabatannya ditetapkan
berdasarkan angka kredit terakhir yang dimiliki.

JABATAN FUNGSIONAL

1127

BAB VII
PERPINDAHAN JABATAN
Pasal 17
(1) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke dalam
jabatan Sandiman atau perpindahan antar jabatan dapat
dipertimbangkan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
22, dan 23 atau Pasal 24 Keputusan Menpan Nomor 134/
KEP/M.PAN/11/2003;
b. Memiliki pengalaman di bidang persandian sekurangkurangnya 2 (dua) tahun;
c. Usia setinggi-tingginya 5 (lima) tahun sebelum mencapai
batas usia pensiun dari jabatan terakhir yang didudukinya;
dan
d. Setiap unsur penilaian prestasi kerja (DP-3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(2) Pangkat yang ditetapkan bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah sama dengan pangkat yang
dimilikinya, sedangkan jenjang jabatan Sandiman ditetapkan
sesuai dengan jenjang pendidikan formal yang ditamatkan dan
angka kredit lain yang diperoleh setelah melalui penilaian dan
penetapan angka kredit dari pejabat yang berwenang yang
berasal dari unsur utama lainnya.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18
Sandiman yang sedang dibebaskan sementara karena :
1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat (kecuali
pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil); atau
2. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan Sandiman; atau
3. Cuti di luar tanggungan negara.
Apabila mencapai batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil,
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan

1128 JABATAN FUNGSIONAL

mendapat hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.


Pasal 19
(1) Untuk menjamin adanya persamaan persepsi, pola pikir dan
tindakan dalam melaksanakan pembinaan Sandiman, Lembaga
Sandi Negara RI selaku Instansi Pembina Jabatan Sandiman
melaksanakan sosialisasi dan fasilitasi kepada pejabat yang
berkepentingan dan Sandiman.
(2) Untuk meningkatkan kemampuan Sandiman secara profesional
sesuai kompetensi jabatan, Lembaga Sandi Negara RI selaku
Instansi Pembina, antara lain melakukan :
a. Penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional/
teknis bagi Sandiman;
b. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis
bagi Sandiman;
c. Penetapan standar kompetensi Sandiman;
d. Penyusunan formasi jabatan Sandiman;
e. Pengembangan sistem informasi jabatan Sandiman; dan
f. Fasilitas penyusunan dan penetapan etika profesi Sandiman.
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20
(1) Dengan berlakunya Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003 tentang
Jabatan Fungsional Sandiman dan Angka Kreditnya, maka
nama dan jenjang jabatan Sandiman yang didasarkan kepada
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
132/1990 tentang Penetapan Jabatan Fungsional Sandiman
dan Angka Kreditnya disesuaikan ke dalam nama dan jenjang
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 134/KEP/M.PAN/
11/2003.

JABATAN FUNGSIONAL

1129

(2) Penyesuaian tingkat dan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud


ayat (1) di atas ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit
terakhir yang diperoleh Sandiman.
(3) Penyesuaian jenjang jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan terhitung mulai tanggal 1 April 2004 dan harus
sudah selesai ditetapkan selambat-lambatnya pada tanggal 30
September 2004.
Pasal 21
(1) Sandiman yang pada saat Keputusan Bersama ini ditetapkan
memiliki pendidikan Diploma III ke bawah dan telah menduduki
pangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas dapat diangkat
dalam jabatan Sandiman tingkat ahli dengan ketentuan selambatlambatnya 3 (tiga) tahun sejak diangkat dalam jabatan Sandiman
tingkat ahli, harus telah lulus diklat penyetaraan kompetensi
jabatan Sandiman tingkat ahli.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) Sandiman yang bersangkutan tidak lulus diklat penyetaraan
maka diberhentikan dari jabatan Sandiman tingkat ahli, dan dapat
dipertimbangkan kembali untuk diangkat dalam jabatan Sandiman
tingkat terampil jenjang Penyelia.
(3) Sandiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebelum lulus
diklat penyetaraan dan/atau tidak dapat memperoleh ijazah
Sarjana (S1)/Diploma IV (DIV), sesuai kualifikasi untuk jabatan
Sandiman tidak dapat diberikan kenaikan pangkat setingkat lebih
tinggi.
(4) Diklat penyetaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Kepala Lembaga Sandi Negara RI selaku
Pimpinan Instansi Pembina Jabatan Sandiman.
BAB X
PENUTUP
Pasal 22
Pelaksanaan teknis yang belum diatur dalam Keputusan Bersama
ini akan diatur kemudian oleh Kepala Lembaga Sandi Negara RI dan
Kepala BKN baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai
dengan bidang tugas masing-masing.
1130 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 23
Untuk mempermudah pelaksanaan Keputusan Bersama ini, maka
dilampirkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional
Sandiman dan Angka Kreditnya sebagaimana tersebut pada Lampiran
XIII Keputusan ini.
Pasal 24
Dengan berlakunya Keputusan Bersama ini, maka Surat Edaran
Kepala BAKN dan Ketua Lembaga Sandi Negara RI Nomor 44 Tahun
1991 dan Nomor 0617/SK.1.003/91 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 132/1990 tentang Jabatan Fungsional Sandiman
dan Angka Kreditnya, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 25
Keputusan Bersama ini disampaikan kepada instansi yaag
berkepentingan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Pasal 26
Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 April 2004
KEPALA
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

KEPALA
LEMBAGA SANDI NEGARA RI

ttd

ttd

HARDIJANTO

NACHROWI RAMLI

JABATAN FUNGSIONAL

1131

KEPUTUSAN BERSAMA
KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI
DAN
KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : KP.004/KEP.61/2004
NOMOR : 18 TAHUN2004
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL
OPERATOR TRANSMISI SANDI DAN ANGKA KREDITNYA
KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI
DAN
KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

Menimbang

Mengingat

: a.

bahwa dengan terbitnya Keputusan Menteri


Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
133/KEP/M.PAN/11/2003 telah ditetapkan
Jabatan Fungsional Operator Transmisi Sandi
dan Angka Kreditnya;

b.

bahwa untuk tertib administrasi dalam


pelaksanaannya,
dipandang
perlu
menetapkan Keputusan Bersama Kepala
Lembaga Sandi Negara RI dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Operator
Transmisi Sandi dan Angka Kreditnya.

: 1.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974


tentang Pokok-pokok Kepegawaian,
sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 43 Tahun 1999;

1132 JABATAN FUNGSIONAL

2.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999


tentang Pemerintahan Daerah;

3.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999


tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah;

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966


tentang Pemberhentian/Pemberhentian
Sementara Pegawai Negeri;

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977


tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah beberapa kali diubah dan
ditambah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003;

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979


tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994


tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri
Sipil;

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000


tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom;

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000


tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000


tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003
tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil;

JABATAN FUNGSIONAL

1133

13. Keputusan Presiden RI Nomor 87 Tahun


1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional
Pegawai Negeri Sipil;
14. Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun
2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja
Lembaga
Pemerintah
Non
Departemen, sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Keputusan
Presiden RI Nomor 9 Tahun 2004;
15. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003
tentang Jabatan Fungsional Operator
Transmisi Sandi dan Angka Kreditnya.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA LEMBAGA SANDI
NEGARA RI DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN
NEGARA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
JABATAN FUNGSIONAL OPERATOR TRANSMISI
SANDI DAN ANGKA KREDITNYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan :
1. Operator Transmisi Sandi adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh
pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan transmisi
sandi pada Instansi Pemerintah.
2. Angka Kredit adalah nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau
akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang
Operator Transmisi Sandi dan digunakan sebagai salah satu syarat
untuk pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat.

1134 JABATAN FUNGSIONAL

3. Instansi Pembina jabatan fungsional Operator Transmisi Sandi


adalah Lembaga Sandi Negara RI.
4. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa
Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala
Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara,
Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional serta Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat
struktural eselon I dan bukan merupakan bagian dari
Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen.
5. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur.
6. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah
Bupati/ Walikota.
7. Pejabat yang berwenang mengangkat, membebaskan sementara,
dan memberhentikan dalam dan dari jabatan Operator Transmisi
Sandi adalah pejabat pembina kepegawaian yang bersangkutan
atau pejabat lain yang ditunjuk sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
8. Pemberhentian adalah pemberhentian dari jabatan Operator
Transmisi Sandi bukan pemberhentian sebagai Pegawai
Negeri Sipil.
BAB II
USUL DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT
Pasal 2
(1) Usul penetapan angka kredit Operator Transmisi Sandi
disampaikan setelah menurut perhitungan sementara Operator
Transmisi Sandi yang bersangkutan, jumlah angka kredit yang
disyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi
telah dapat dipenuhi dan dibuat menurut contoh formulir tersebut
pada Lampiran I A, I B, dan I C.
(2) Setiap usul penetapan angka kredit Operator Transmisi Sandi
wajib dilampiri dengan :
a. Surat Pernyataan melakukan kegiatan operasional transmisi
sandi dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh formulir
sebagaimana tersebut pada Lampiran II;
JABATAN FUNGSIONAL

1135

b. Surat Pernyataan melakukan kegiatan pengelolaan system


komunikasi dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh
formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran III;
c. Surat Pernyataan melakukan kegiatan pengembangan profesi
dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh formulir
sebagaimana tersebut pada Lampiran IV;
d. Surat pernyataan melakukan kegiatan penunjang tugas
Operator Transmisi Sandi dan bukti fisiknya, serta dibuat
menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada
Lampiran V.
(3) Penilaian dan penetapan angka kredit untuk kenaikan pangkat,
dilakukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum periode
kenaikan pangkat sebagai berikut :
a. Untuk kenaikan pangkat periode April, angka kredit ditetapkan
selambat-lambatnya pada bulan Januari tahun yang
bersangkutan;
b. Untuk kenaikan pangkat periode Oktober, angka kredit
ditetapkan selambat-lambatnya pada bulan Juli tahun yang
bersangkutan.
Pasal 3
(1) Setiap usul penetapan angka kredit bagi Operator Transmisi
Sandi harus dinilai secara seksama oleh Tim Penilai dengan
berpedoman pada Lampiran I Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003.
(2) Hasil penilaian Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka
kredit dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana
tersebut pada Lampiran VI, dengan ketentuan :
a. Asli Penetapan Angka Kredit (PAK) disampaikan kepada
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN).
b. Tembusan PAK disampaikan kepada :
1) Operator Transmisi Sandi yang bersangkutan;
2) Pimpinan Unit Kerja Operator Transmisi Sandi yang
bersangkutan;
3) Sekretaris Tim Penilai Operator Transmisi Sandi yang
bersangkutan;

1136 JABATAN FUNGSIONAL

4) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit;


5) Kepala Biro/Bagian Kepegawaian Instansi yang
bersangkutan.
(3) Apabila pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit
berhalangan sehingga tidak dapat menetapkan angka kredit
sampai batas waktu yang telah ditetapkan dalam Pasal 2 ayat
(3), maka pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit
tersebut dapat mendelegasikan kepada pejabat lain satu tingkat
lebih rendah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 ayat (1)
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
133/KEP/M.PAN/ 11/2003.
(4) Dalam rangka pengendalian dan tertib administrasi penetapan
angka kredit, maka spesimen tanda tangan pejabat yang
berwenang menetapkan angka kredit dan pejabat yang
menerima delegasi wewenang untuk menetapkan angka kredit
sebagaimana dimaksud ayat (3) disampaikan kepada Kepala
BKN.
(5) Apabila terdapat pergantian pejabat yang berwenang
menetapkan angka kredit, maka spesimen tanda tangan pejabat
yang menggantikan disampaikan kepada Kepala BKN.
BAB III
TIM PENILAI
Pasal 4
(1) Syarat pengangkatan untuk menjadi anggota Tim Penilai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 133/KEP/
M.PAN/11/2003, yaitu :
a. Sekurang-kurangnya menduduki jabatan dan/atau pangkat
setingkat dengan Operator Transmisi Sandi yang dinilai;
b. Mempunyai kompetensi untuk menilai prestasi kerja Operator
Transmisi Sandi; dan
c. Dapat aktif melakukan penilaian.
(2) Masa jabatan Tim Penilai sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah
3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa jabatan
berikutnya.

JABATAN FUNGSIONAL

1137

(3) Anggota Tim Penilai yang telah menjabat dalam 2 (dua) kali
masa jabatan secara berturut-turut sebagaimana dimaksud ayat
(2), dapat diangkat kembali setelah melampaui tenggang waktu
1 (satu) masa jabatan.
(4) Dalam hal komposisi jumlah anggota Tim Penilai tidak dapat
dipenuhi seluruhnya dari Operator Transmisi Sandi, maka Anggota
Tim Penilai dapat diangkat dari pejabat lain yang mempunyai
kompetensi dalam penilaian prestasi kerja Operator Transmisi
Sandi.
Pasal 5
(1) Tugas pokok Tim Penilai Instansi Pusat adalah :
a. Membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat atau pejabat
eselon I/II yang ditunjuk dalam menetapkan angka kredit
Operator Transmisi Sandi Pelaksana sampai dengan Operator
Transmisi Sandi Penyelia di lingkungan masing-masing;
b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian Pusat atau pejabat eselon I/II yang
ditunjuk dalam penetapan angka kredit sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
(2) Tugas pokok Tim Penilai Daerah Propinsi adalah :
a.

Membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi


atau pejabat lain yang ditunjuk (serendah-rendahnya eselon
III) dalam menetapkan angka kredit Operator Transmisi
Sandi Pelaksana sampai dengan Operator Transmisi Sandi
Penyelia di lingkungan masing-masing;

b.

Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pejabat


Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi atau pejabat lain
yang ditunjuk (serendah-rendahnya eselon III) dalam
penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.

(3) Tugas pokok Tim Penilai Daerah Kabupaten/Kota adalah :


a. Membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
Kabupaten/Kota atau pejabat lain yang ditunjuk (serendahrendahnya eselon III) dalam menetapkan angka kredit
Operator Transmisi Sandi Pelaksana sampai dengan Operator
Transmisi Sandi Penyelia di lingkungan masing-masing;

1138 JABATAN FUNGSIONAL

b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pejabat


Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota atau
pejabat lain yang ditunjuk (serendah-rendahnya eselon
III) dalam penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud
dalam huruf a.
(4) Dalam hal Tim Penilai Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota belum
dapat dibentuk karena belum adanya pejabat yang memenuhi
kriteria Tim Penilai yang ditentukan, maka penilaian dan
penetapan angka kredit dapat dimintakan kepada Tim Penilai
Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota lain yang terdekat, atau Tim
Penilai Instansi Pusat di Lembaga Sandi Negara RI.
(5) Dalam hal terdapat anggota Tim Penilai yang pensiun atau
berhalangan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan, maka Ketua
Tim Penilai mengusulkan penggantian anggota Tim Penilai secara
definitif sesuai masa kerja yang tersisa kepada pejabat yang
berwenang menetapkan Tim Penilai.
(6) Dalam hal terdapat anggota Tim Penilai yang turut dinilai, Ketua
Tim Penilai dapat mengangkat anggota Tim Penilai Pengganti.
(7) Tata kerja dan tata cara Tim Penilai dalam melakukan penilaian
ditetapkan oleh Kepala Lembaga Sandi Negara RI selaku Pimpinan
Instansi Pembina Jabatan Fungsional Operator Transmisi Sandi.
Pasal 6
(1) Untuk membantu Tim Penilai dalam melaksanakan tugasnya,
dibentuk Sekretariat Tim Penilai yang dipimpin oleh seorang
Sekretaris yang secara fungsional dijabat oleh pejabat di bidang
kepegawaian.
(2) Sekretariat Tim Penilai dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan
pejabat yang berwenang sebagaimana ditentukan dalam Pasal
15 ayat (4) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003.
Pasal 7
(1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dapat
membentuk Tim Penilai Teknis yang anggotanya terdiri dari para
ahli, baik yang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil atau
bukan Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai kemampuan teknis
yang diperlukan.

JABATAN FUNGSIONAL

1139

(2) Tugas pokok Tim Penilai Teknis adalah memberikan saran dan
pendapat kepada Ketua Tim Penilai dalam hal memberikan
penilaian atas kegiatan yang bersifat khusus atau kegiatan yang
memeRIukan keahlian tertentu.
(3) Tim Penilai Teknis menerima tugas dari dan bertanggung jawab
kepada Ketua Tim Penilai.
BAB IV
KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT
Pasal 8
(1) Penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2), digunakan sebagai dasar untuk mempertimbangkan
kenaikan jabatan dan kenaikan pangkat Operator Transmisi Sandi
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
dipertimbangkan apabila :
a. Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan
terakhir;
b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan
jabatan setingkat lebih tinggi; dan
c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan
pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun
terakhir.
(3) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
dipertimbangkan apabila :
a. Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat
terakhir;
b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan
pangkat setingkat lebih tinggi; dan
c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan
pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun
terakhir.
(4) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menduduki
jabatan Operator Transmisi Sandi Pelaksana, pangkat Pengatur
Muda Tingkat I, golongan ruang II/b untuk menjadi Pengatur,
1140 JABATAN FUNGSIONAL

golongan ruang II/c sampai dengan untuk menjadi Operator


Transmisi Sandi Penyelia, pangkat Penata Tingkat I, golongan
ruang III/d, ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina
Kepegawaian Pusat yang bersangkutan setelah mendapat
pertimbangan teknis Kepala BKN.
(5) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi yang
menduduki jabatan Operator Transmisi Sandi Pelaksana pangkat
Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b untuk menjadi
Pengatur, golongan ruang II/c sampai dengan untuk menjadi
Operator Transmisi Sandi Penyelia pangkat Penata Tingkat I,
golongan ruang III/d, ditetapkan dengan Keputusan Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi yang bersangkutan
setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Kantor Regional
BKN yang bersangkutan.
(6) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota
yang menduduki jabatan Operator Transmisi Sandi Pelaksana
pangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b untuk
menjadi Pengatur, golongan ruang II/c sampai dengan untuk
menjadi Operator Transmisi Sandi Penyelia pangkat Penata
Tingkat I, golongan ruang III/d, ditetapkan dengan Keputusan
Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala
Kantor Regional BKN yang bersangkutan.
Pasal 9
(1) Operator Transmisi Sandi yang memiliki angka kredit melebihi
angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/ pangkat
setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat
diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya.
(2) Apabila kelebihan jumlah angka kredit sebagaimana dimaksud
ayat (1) memenuhi jumlah angka kredit untuk kenaikan jabatan
dua tingkat atau lebih dari jabatan terakhir yang diduduki, maka
Operator Transmisi Sandi yang bersangkutan dapat diangkat
dalam jenjang jabatan sesuai dengan jumlah angka kredit yang
dimiliki, dengan ketentuan :
a. Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan;
b. Setiap unsur penilaian dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan (DP-3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1
(satu) tahun terakhir.

JABATAN FUNGSIONAL

1141

(3) Operator Transmisi Sandi yang naik jabatan sebagaimana


dimaksud ayat (2), setiap kali kenaikan pangkat setingkat lebih
tinggi disyaratkan mengumpulkan 20% (dua puluh persen) dari
jumlah angka kredit untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi
tersebut, yang berasal dari unsur utama.
BAB V
PENGANGKATAN, PEMBEBASAN SEMENTARA,
DAN PEMBERHENTIAN DALAM DAN DARI JABATAN
Pasal 10
Pengangkatan, pembebasan sementara, dan pemberhentian dalam
dan dari jabatan Operator Transmisi Sandi ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pengangkatan pertama kali dan pengangkatan kembali dalam
jabatan Operator Transmisi Sandi ditetapkan dengan
menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut pada
Lampiran VII;
2. Pembebasan sementara dari jabatan Operator Transmisi Sandi
ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana
tersebut pada Lampiran VIII;
3. Pemberhentian dari jabatan Operator Transmisi Sandi ditetapkan
dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut
pada Lampiran IX.
Pasal 11
(1) Untuk menjamin tingkat kinerja Operator Transmisi Sandi dalam
pencapaian angka kredit sebagai salah satu persyaratan kenaikan
jabatan/pangkat, maka pengangkatan Operator Transmisi Sandi
harus memperhatikan keseimbangan antara beban kerja
organisasi dengan jumlah Operator Transmisi Sandi sesuai
jenjang jabatannya.
(2) Disamping harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), pengangkatan Operator Transmisi Sandi di
lingkungan Instansi Pusat harus didasarkan pada formasi jabatan
yang telah ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur

1142 JABATAN FUNGSIONAL

Negara berdasarkan usulan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat


masing-masing setelah mendapat pertimbangan Kepala BKN.
(3) Pengangkatan dalam jabatan Operator Transmisi Sandi di
lingkungan Instansi Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota harus
didasarkan pada formasi jabatan yang ditetapkan oleh Kepala
Daerah masing-masing setelah mendapat persetujuan tertulis
dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan setelah
mendapat pertimbangan Kepala BKN.
Pasal 12
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan Operator Transmisi
Sandi tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan
fungsional lain maupun dengan jabatan struktural.
Pasal 13
(1) Operator Transmisi Sandi Pelaksana, pangkat Pengatur Muda
Tingkat I, golongan ruang II/b sampai dengan Operator Transmisi
Sandi Penyelia, pangkat Penata, golongan ruang III/c, dibebaskan
sementara dari jabatannya apabila dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun sejak diangkat dalam pangkat terakhir tidak dapat
mengumpulkan angka kredit minimal yang ditentukan untuk
kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi.
(2) Operator Transmisi Sandi Penyelia, pangkat Penata Tingkat I,
golongan ruang III/d dibebaskan sementara dari jabatannya
apabila setiap tahun sejak diangkat dalam jabatan/pangkatnya
tidak dapat mengumpulkan angka kredit sekurang-kurangnya
10 (sepuluh) dari kegiatan transmisi sandi dan atau
pengembangan profesi.
(3) Pembebasan sementara bagi Operator Transmisi Sandi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), didahului
dengan surat peringatan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
sebelum batas waktu pembebasan sementara diberlakukan
sebagaimana tersebut pada Lampiran X.
(4) Di samping pembebasan sementara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) Operator Transmisi Sandi juga
dibebaskan sementara dari jabatannya apabila :
a. Dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil berupa hukuman
disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berupa penurunan

JABATAN FUNGSIONAL

1143

pangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun


1980; atau
b. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966;
atau
c. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan Operator Transmisi
Sandi; atau
d. Cuti diluar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan
keempat dan seterusnya; atau
e. Menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan.
(5) Operator Transmisi Sandi yang dibebaskan sementara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf a selama menjalani
hukuman disiplin tetap dapat melaksanakan tugas pokoknya
tetapi kegiatan tersebut tidak dapat ditetapkan angka kreditnya.
(6) Operator Transmisi Sandi yang dibebaskan sementara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf e, selama
pembebasan sementara dapat dipertimbangkan kenaikan
pangkat secara pilihan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, apabila :
a. Sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat
terakhir; dan
b. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan
pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun
terakhir.
Pasal 14
Operator Transmisi Sandi diberhentikan dari jabatannya apabila :
1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat dan telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, kecuali jenis hukuman disiplin tingkat
berat berupa penurunan pangkat; atau
2. Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara
dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1), tidak dapat mengunipulkan angka kredit yang ditentukan
untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi; atau

1144 JABATAN FUNGSIONAL

3. Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara


dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(2), tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang ditentukan.
BAB VI
PENGANGKATAN KEMBALI DALAM JABATAN
Pasal 15
(1) Operator Transmisi Sandi yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat
berat berupa penurunan pangkat berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 dapat diangkat kembali dalam
jabatan Operator Transmisi Sandi, apabila masa berlakunya
hukuman disiplin tersebut telah berakhir.
(2) Operator Transmisi Sandi yang dibebaskan sementara karena
diberhentikan sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 4 tahun 1966, dapat diangkat kembali dalam jabatan
Operator Transmisi Sandi, apabila berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi hukuman percobaan.
(3) Operator Transmisi Sandi yang ditugaskan di luar jabatan
Operator Transmisi Sandi dapat diangkat kembali dalam jabatan
Operator Transmisi Sandi, apabila telah selesai melaksanakan
tugas di luar jabatan Operator Transmisi Sandi.
(4) Operator Transmisi Sandi yang dibebaskan sementara karena
cuti di luar tanggungan negara dan telah diangkat kembali pada
Instansi semula, dapat diangkat kembali dalam jabatan Operator
Transmisi Sandi.
(5) Operator Transmisi Sandi yang telah selesai menjalani tugas
belajar lebih dari 6 (enam) bulan, diangkat kembali dalam jabatan
Operator Transmisi Sandi.
Pasal 16
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat kembali dalam jabatan Operator
Transmisi Sandi sebagaimana tersebut dalam Pasal 15, jabatannya
ditetapkan berdasarkan angka kredit terakhir yang dimiliki.

JABATAN FUNGSIONAL

1145

BAB VII
PERPINDAHAN JABATAN
Pasal 17
(1) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke dalam
jabatan Operator Transmisi Sandi atau perpindahan antar jabatan
dapat dipertimbangkan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
22, dan 23 Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003;
b. Memiliki pengalaman di bidang persandian sekurangkurangnya 2 (dua) tahun;
c. Usia setinggi-tingginya 5 (lima) tahun sebelum mencapai batas
usia pensiun dari jabatan terakhir yang didudukinya; dan
d. Setiap unsur penilaian prestasi kerja (DP-3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(2) Pangkat yang ditetapkan bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah sama dengan pangkat yang
dimilikinya, sedangkan jenjang jabatan Operator Transmisi Sandi
ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan formal yang
ditamatkan dan angka kredit lain yang diperoleh setelah melalui
penilaian dan penetapan angka kredit dari pejabat yang
berwenang yang berasal dari unsur utama lainnya.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18
Operator Transmisi Sandi yang sedang dibebaskan sementara
karena :
1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat (kecuali
pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil); atau
2. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan Operator Transmisi
Sandi; atau
3. Cuti di luar tanggungan negara.

1146 JABATAN FUNGSIONAL

Apabila mencapai batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil,


diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan
mendapat hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 19
(1) Untuk menjamin adanya persamaan persepsi, pola pikir dan
tindakan dalam melaksanakan pembinaan Operator Transmisi
Sandi, Lembaga Sandi Negara RI selaku Instansi Pembina Jabatan
Operator Transmisi Sandi melaksanakan sosialisasi dan fasilitasi
kepada pejabat yang berkepentingan dan Operator Transmisi
Sandi.
(2) Untuk meningkatkan kemampuan Operator Transmisi Sandi
secara profesional sesuai kompetensi jabatan, Lembaga Sandi
Negara RI selaku Instansi Pembina, antara lain melakukan :
a. Penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional/
teknis bagi Operator Transmisi Sandi;
b. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis
bagi Operator Transmisi Sandi;
c. Penetapan standar kompetensi Operator Transmisi Sandi;
d. Penyusunan formasi jabatan Operator Transmisi Sandi;
e. Pengembangan sistem informasi jabatan Operator Transmisi
Sandi; dan
f. Fasilitasi penyusunan dan penetapan etika profesi Operator
Transmisi Sandi.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20
(1) Dengan berlakunya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan
Fungsional Operator Transmisi Sandi dan Angka Kreditnya, maka
nama dan jenjang jabatan Operator Transmisi Sandi yang
didasarkan kepada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 131/1990 tentang Penetapan Jabatan Fungsional

JABATAN FUNGSIONAL

1147

Operator Transmisi Sandi dan Angka Kreditnya disesuaikan ke


dalam nama dan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud dalam
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
133/KEP/M.PAN/11/2003.
(2) Penyesuaian tingkat dan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud
ayat (1) di atas ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit
terakhir yang diperoleh Operator Transmisi Sandi.
(3) Penyesuaian jenjang jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan terhitung mulai tanggal 1 April 2004 dan harus
sudah selesai ditetapkan selambat-lambatnya pada tanggal 30
September 2004.
BABX
PENUTUP
Pasal 21
Pelaksanaan teknis yang belum diatur dalam Keputusan Bersama
ini akan diatur kemudian oleh Kepala Lembaga Sandi Negara RI dan
Kepala BKN baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai
dengan bidang tugas masing-masing.
Pasal 22
Untuk mempermudah pelaksanaan Keputusan Bersama ini, maka
dilampirkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional
Operator Transmisi Sandi dan Angka Kreditnya sebagaimana tersebut
pada Lampiran XI Keputusan ini.
Pasal 23
Dengan berlakunya Keputusan Bersama ini, maka Surat Edaran
Kepala BAKN dan Ketua Lembaga Sandi Negara RI Nomor 43 TAHUN
1991 dan Nomor 0616/SK. 1.003/91 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 131/1990 tentang Jabatan Fungsional Operator
Transmisi Sandi dan Angka Kreditnya, dinyatakan tidak berlaku lagi.

1148 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 24
Keputusan Bersama ini disampaikan kepada instansi yang
berkepentingan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Pasal 25
Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 April 2004
KEPALA
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

KEPALA
LEMBAGA SANDI NEGARA RI

ttd

ttd

HARDIJANTO

NACHROWI RAMLI

JABATAN FUNGSIONAL

1149

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
EDARAN
Nomor
: 1120/KP/XI/99/02
Kepada Yth. : 1. Yth. Sdr. Direktur Jenderal Politik
2. Yth. Sdr. Direktur Jenderal HELN
3. Yth. Sdr. Direktur Jenderal Hubsosbudpen
4. Yth. Sdr. Direktur Jenderal Protokoler dan
Konsuler
5. Yth. Sdr. Direktur Jenderal ASEAN
6. Yth. Sdr. Kepala Badan Litbang
7. Yth. Sdr. Inspektur Jenderal
Tembusan
: Yth. Seluruh Eselon II
Dari
: Sekretaris Jenderal
Perihal
: Penundaan Pelaksanaan Sistim Jabatan Fungsional
Diplomat di Departemen Luar Negeri
Merujuk perihal tersebut di atas, bersama ini dengan hormat
disampaikan kepada Saudara hal-hal sebagai berikut :
1. Berdasarkan Surat Keputusan Menpan No. 174/1997 tanggal
25 Agustus 1997 dan SKB Menteri Luar Negeri Kepala BAKN
No. SK. 130/OT/VIII/97/01 dan No. 12 Tahun 1997, maka
atas dasar ketentuan tersebut sistem jabatan Fungsional
Diplomat ditetapkan diberlakukannya di Departemen Luar Negeri.
2. Secara operasional, ternyata JFD belum dapat dilaksanakan, karena
kelengkapan-kelengkapan hukum yang diperuntukan bagi berlakunya
Jabatan Fungsional Diplomat secara efektif belum terpenuhi, yang
meliputi :

1150 JABATAN FUNGSIONAL

a. Peraturan hukum tentang rumpun Jabatan Fungsional


Diplomat.
b. Peraturan hukum tentang tunjangan untuk pejabat
Fungsional Diplomatik.
c. Peraturan hukum tentang batas usia penentuan bagi pejabat
Fungsional Diplomatik.
d. Tata Naskah
Sementara itu restrukturisasi organisasi baik di Pusat maupun di
Perwakilan belum juga dilakukan.
3. Atas dasar kenyataan tersebut Sekretaris Jenderal Departemen
Luar Negeri telah mengadakan pertemuan dan pembicaraan
dengan Kepala BAKN dan Ketua LAN tentang pelaksanaan
Jabatan Fungsional Diplomat di Departemen Luar Negeri dan
berkesimpulan bahwa perlu penundaan pelaksanaan JFD sampai
kelengkapan hukum tersebut diatas selesai.
4. Memperhatikan dan mempertimbangkan hal tersebut dalam butir
1 dan 2 serta hasil pembicaraan Sekretaris Jenderal Departemen
Luar Negeri dengan Ketua LAN, maka dengan ini pimpinan
Departemen Luar Negeri memutuskan :
-

Menunda pelaksanaan pemberlakuan Jabatan Fungsional


Diplomatik di Departemen Luar Negeri, sampai dengan waktu
yang akan ditentukan kemudian.
Hal-hal yang menyangkut administrasi kepegawaian
khususnya tentang kenaikan gelar dan pangkat akan
mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku sebelum
adanya Jabatan Fungsional Diplomat.

Demikianlah pemberitahuan ini agar dapat dilaksanakan sebagaimana


mestinya.
Jakarta, 22 Oktober 1999
ttd
RAHARDJO JAMTOMO
NIP. 020001071

JABATAN FUNGSIONAL

1151

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI

Tanggal : 15 JULI 2005

KONSEP NO : 4744

PRO PERWAKILAN RI :

ALL PERWAKINS

SANGAT SEGERA
NO
PRO
EX
RE

:
:
:
:

053142
ALL KEPPRIS
SEKJEN
JABATAN FUNGSIONAL DIPLOMAT

re hal di atas disampaikan sbb ttk dua


1. Pasal 32 ayat 1 (undang-undang) No. 37 tahun 1999 tentang
hubungan luar negeri menyebutkan bahwa pejabat dinas luar
negeri adalah pejabat fungsional diplomat et pasal 17 ayat 1
keputusan presiden no. 108 tahun 2003 bahwa pembinaan karier
dan jenjang kepangkatan pejabat diplomatik dilakukan melalui
jabatan fungsional.
2. Saat ini telah selesai dirumuskan rancangan keputusan menteri
pan tentang jabatan fungsional diplomatik ttk diharapkan dalam
waktu yang tidak lama rancangan tsb dapat ditetapkan menjadi
kepmenpan.
3. berkenaan dengan hal tsb kma dimohonkan perhatian para
keppris et seluruh staf diplomatik perwakilan mengenai ttk dua
(i)

Meskipun tata kerja perwakilan berubah dari sistim struktural


(bidang-sub bidang) menjadi fungsional, namun hal itu tidak
merubah hirarki dalam hubungan kerja dalam
pengorganisasian penanganan pekerjaan, seorang senior
tetap dapat ditugasi untuk menjadi koordinator atau
pengendali penugasan satu atau lebih pejabat dinas luar
negeri. Kepala perwakilan dapat menetapkan pejabats yang
menjadi koordinator atau pengendali tsb, sekaligus
menetapkan pejabat yang dikoordinasi/dikendalikan
penugasannya.

1152 JABATAN FUNGSIONAL

(ii)

dengan tata kerja seperti itu maka dalam pelaksanaan


tugasnya seorang pejabat fungsional diplomat yang
ditetapkan menjadi koordinator atau pengendali di setiap
unit kerja tertentu (politik/ekonomi/pensosbud/ konsuler)
tetap memiliki kewenangan et tanggung jawab yang sama
thd para pejabat diplomatik di bawahnya (di unit kerja ybs)
seperti halnya pada sistem struktural dahulu. (pasal 45
ayat (3) dan (4) dan pasal 60 ayat (2) keputusan menteri
luar negeri no. sk. 06/a/ot/2004/01).

(iii) Selain hal tsb butir 3 (i), untuk keseragaman penyebutan et


untuk tidak menimbulkan pertanyaans kma menlu telah
memberikan arahan agar penyebutan gelar dan jabatan
seorang pejabat fungsional diplomat di perwakilan dilakukan
seperti contoh di bawah ini :
(a) Seorang yang bergelar minister counselor dan
menangani tugas-tugas politik disebut minister counselor
politik (tanpa menyebut fungsi).
(b) Seorang yang bergelar counselor dan menangani tugastugas ekonomi disebut counselor ekonomi.
(c) Seorang yang bergelar sekretaris satu dan menangani
tugas-tugas penerangan disebut sekretaris satu
penerangan.
(d) Seorang yang bergelar sekretaris dua dan menangani
tugas-tugas konsuler disebut sekretaris dua konsuler.
(e) Seorang dengan gelar sekretaris tiga dan menangani
tugas-tugas politik disebut dengan sekretaris tiga politik.
(f) dan seterusnya
4. beberapa perwakilan yang telah menggunakan penyebutan lain
seperti pejabat fungsional politik atau pejabat fungsional
penerangan dlsb kma diminta agar menyesuaikan dengan
sebutan pada butir 3 (iii) diatas.
dmk ump ttk hbs
Biaya Pengawatan dibebankan kepada : DEPLU
CC : MENLU, SEKJEN, IRJEN, KABAM, KARO KEPEG, KARO
PERENCANAAN, SAHI MANAJEMEN
JABATAN FUNGSIONAL

1153

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA
KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI NEGARA

Tanggal : 13 MEI 1998


PRO PERWAKILAN RI :

KONSEP NO : 111763
ALLS PERWAKINS
KILAT

NO :
PRO :
EX :
RE :

982126
SEMUA KEPPRIS
SEKJEN
IN-PASSING (PENYESUAIAN) PDLN SBG JABATAN
FUNGSIONAL DEPLU (JJFFDD)

re pokok kwt disampaikan hals sbb :


1. pimpinan deplu dalam waktu dekat akan melaksanakan hasil inpassing PDLN sbg jabatan fungsional diplomat ttk sampai saat ini
masih dalam proses oleh sebuah Tim yang ditunjuk sekjen ttk
2. sesuai dgn keputusan pimpinan deplu kma in-passing pdln terutama
yang menyangkut kenaikan gelar akan menggunakan dasar
perhitungan kuantitatif (sesuai dengan ketentuan dlm buku jjffdd)
et kualitatif (laporan pimpinan langsung thd kinerja ybs) ttk
3. Sehubungan dgn hals tsb s/d pemberitahuan lebih lanjut re
pelaksanaan hasil in-passing ditegaskan sbb :
a. semua keputusan re in-passing sampai saat ini belum berlaku
rpt belum berlaku ttk.
b. dgn dmk butir 3.a tidak dapat digunakan sbg dasar
pembuatan keputusan selanjutnya ttk
4. pemberitahuan pejabat yang akan mendapatkan hasil in-passing
akan diberitahukan segera ttk.
5. dmk ump ttkhbs
Biaya Pengawatan dibebankan kepada : DEPLU
CC : MENLU, SEKJEN, IRJEN, DJ POL, DJ HELN, DJ HSBPEN, DJ
PROTKONS DJ.S. ASEAN. KALITBANG, SEKMEN, RO KEPEG,
RO PERENCANAAN, RO HUKUM ET ORGANISASI

1154 JABATAN FUNGSIONAL

XVIII
PEGAWAI SETEMPAT

1155

1156

PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK


INDONESIA
NOMOR 07/A/KP/X/2006/01 TAHUN 2006
TENTANG
PEDOMAN DAN TATA CARA PENGANGKATAN,
PEMBERHENTIAN DAN PEMBUATAN KONTRAK KERJA
PEGAWAI SETEMPAT PADA PERWAKILAN
REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

a. bahwa penyelenggaraan dan pelaksanaan misi


Perwakilan di luar negeri secara efektif, berdaya
guna dan berhasil guna, menuntut adanya
Pegawai Setempat Perwakilan yang profesional,
terampil, setia, taat, jujur, berdedikasi, mampu
bekerja sama dan memiliki rasa tanggung
jawab untuk mendukung tugas dan misi
Perwakilan;
b. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan
sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 28
Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003
tentang Organisasi Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Luar Negeri tentang
Pedoman dan Tata Cara Pengangkatan,
Pemberhentian dan Pembuatan Kontrak Kerja
Pegawai Setempat pada Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri;
PEGAWAI SETEMPAT

1157

Mengingat

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang


Pengesahan Konvensi Wina mengenai
Hubungan Diplomatik beserta Protokol
Opsionalnya mengenai Hal Memperoleh
Kewarganegaraan ( Vienna Convention on
Diplomatic Relations and Optional Protocol to
the Vienna Convention on Diplomatic Relations
Concerning Acquisition of Nationality), 1961 dan
Pengesahan Konvensi mengenai Hubungan
Konsuler beserta Protokol Opsionalnya
mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan
(Vienna Convention on Consular Relations and
Optional Protocol to the Vienna Convention on
Consular Relations Concerning Acquisition of
Nationality), 1963 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1982 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3211);
2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882);
3. Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003
tentang Organisasi Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri;
4. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.06/
A/OT/VI/2004/01 Tahun 2004 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri;
5. Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor SK.02/
A/OT/VIII/2005/01 Tahun 2005 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar
Negeri;
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG


PEDOMAN DAN TATA CARA PENGANGKATAN,
PEMBERHENTIAN DAN PEMBUATAN KONTRAK
KERJA PEGAWAI SETEMPAT PADA PERWAKILAN
REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI.

1158 PEGAWAI SETEMPAT

Pasal 1
Pedoman dan Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian dan
Pembuatan Kontrak Kerja Pegawai Setempat pada Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri merupakan dasar dan acuan bagi
setiap Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dalam mengangkat,
memberhentikan dan membuat Kontrak Kerja mengenai Pegawai
Setempat.
Pasal 2
Pedoman dan Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian dan
Pembuatan Kontrak Kerja Pegawai Setempat pada Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri adalah sebagaimana terdapat
dalam Lampiran Peraturan ini yang merupakan satu kesatuan dan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 3
Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka segala ketentuan dan/
atau peraturan mengenai Pegawai Setempat pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 4
Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2006
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HASSAN WIRAJUDA

PEGAWAI SETEMPAT

1159

LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 07/A/KP/X/2006/01 TAHUN 2006
TANGGAL : 17 Oktober 2006

PEDOMAN DAN TATA CARA PENGANGKATAN,


PEMBERHENTIAN DAN PEMBUATAN KONTRAK KERJA
PEGAWAI SETEMPAT PADA PERWAKILAN
REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Peraturan adalah Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 07/A/
KP/X/2006/01 Tahun 2006 tentang Pedoman dan Tata Cara
Pengangkatan, Pemberhentian dan Pembuatan Kontrak Kerja
Pegawai Setempat Pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar
Negeri beserta semua lampiran dan perubahannya.
2. Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, yang selanjutnya
disebut Perwakilan, adalah Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan
Konsuler Republik Indonesia yang secara resmi mewakili dan
memperjuangkan kepentingan Bangsa, Negara dan Pemerintah
Republik Indonesia secara keseluruhan di Negara Penerima dan/
atau pada Organisasi Internasional.
3. Kepala Perwakilan adalah Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh, Wakil Tetap Republik Indonesia, Kuasa Usaha Tetap,
Kuasa Usaha Sementara, Konsul Jenderal, Konsul dan Pejabat
Sementara (Acting) Kepala Perwakilan Konsuler yang masingmasing memimpin Perwakilan di Negara Penerima atau wilayah
kerja atau Organisasi Internasional.
4. Head of Chancery/Kepala Kanselerai adalah Pejabat Diplomatik
dan Konsuler yang paling tinggi gelar diplomatiknya setelah
Kepala Perwakilan atau Pejabat Diplomatik dan Konsuler lainnya
yang membantu Kepala Perwakilan melaksanakan fungsi
koordinasi, pelaksana diplomasi dan penanggung jawab

1160 PEGAWAI SETEMPAT

penyelenggaraan administrasi dan kerumahtanggaan Perwakilan


yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri serta bertanggung
jawab kepada Kepala Perwakilan.
5. Home Staff adalah Unsur Pimpinan, Unsur Pelaksana dan Unsur
Penunjang yang ditugaskan di Perwakilan berdasarkan
Keputusan Presiden atau Keputusan Menteri Luar Negeri.
6. Pegawai Setempat adalah Pegawai Tidak Tetap yang
dipekerjakan oleh Perwakilan atas dasar kontrak kerja untuk
jangka waktu tertentu guna melakukan tugas-tugas tertentu
pada Perwakilan.
7. Tim Kepegawaian adalah tim yang dibentuk berdasarkan
keputusan Kepala Perwakilan, yang diketuai oleh Head of
Chancery/Kepala Kanselerai dengan anggota yang terdiri dari
Unsur Pelaksana dan Unsur Penunjang di Perwakilan, untuk
membantu Kepala Perwakilan dalam menangani berbagai aspek
kepegawaian Pegawai Setempat.
8. Atasan Langsung adalah Unsur Pelaksana atau Unsur Penunjang
yang membawahi seorang atau lebih Pegawai Setempat.
9. Indeks Perwakilan adalah skala penilaian 1 (satu) sampai dengan
5 (lima) untuk menentukan bobot misi, derajat hubungan,
komposisi dan jumlah staf Perwakilan dengan menggunakan
tolok ukur kepentingan nasional.
10. Kontrak Kerja adalah kontrak kerja waktu tertentu yang
merupakan kesepakatan tertulis antara Perwakilan dan Pegawai
Setempat yang antara lain memuat tentang syarat-syarat kerja,
masa kerja, hak dan kewajiban para pihak.
11. Gaji Pokok adalah penghasilan yang dibayarkan kepada Pegawai
Setempat setiap bulan oleh Perwakilan yang besarnya ditetapkan
oleh Perwakilan.
12. Tunjangan adalah penghasilan di luar Gaji Pokok yang dibayarkan
kepada Pegawai Setempat oleh Perwakilan yang jenis dan
besarnya ditetapkan oleh Perwakilan.
13. Upah Lembur adalah upah yang dibayarkan kepada Pegawai
Setempat yang tidak dikecualikan untuk menerimanya apabila
mereka bekerja berdasarkan perintah kedinasan di luar jam kerja
dengan mendapatkan persetujuan tertulis dari Atasan Langsung.
14. Provident Fund adalah tabungan yang berasal dari sebagian
Gaji Pokok Pegawai Setempat yang wajib dikembalikan pada
saat Pegawai Setempat tidak bekerja lagi pada Perwakilan.
PEGAWAI SETEMPAT

1161

15. Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diijinkan untuk
jangka waktu tertentu.
16. Pelanggaran Disiplin adalah setiap ucapan, tulisan atau perbuatan
Pegawai Setempat yang dikategorikan sebagai pelanggaran atas
peraturan dan tata tertib yang berlaku di Perwakilan, pelanggaran
disiplin kerja dan/atau pelanggaran kedinasan.
BAB II
PENGADAAN PEGAWAI SETEMPAT
1. Pengadaan Pegawai Setempat dilakukan berdasarkan misi dan
kebutuhan nyata di Perwakilan dengan memperhatikan Indeks
Perwakilan dan formasi yang ditetapkan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara.
2. Jumlah Pegawai Setempat pada masing-masing Perwakilan
ditetapkan berdasarkan Indeks Perwakilan yaitu perbandingan 1
(satu) orang Home Staff berbanding 1,5 (satu koma lima) atau
dalam hal tertentu berbanding 2 (dua) orang Pegawai Setempat.
3. Pada Perwakilan tertentu yang intensitas tugas pelayanan dan
perlindungan warga negara Indonesia sangat tinggi,
perbandingan jumlah Home Staff dan Pegawai Setempat dapat
ditentukan lain oleh Menteri Luar Negeri.
4. Pegawai Setempat diutamakan warga negara Indonesia, kecuali
atas pertimbangan kebutuhan tertentu dapat diisi oleh warga
negara asing.
5. Prosedur pengadaan Pegawai Setempat dilakukan sebagai
berikut :
a. permohonan persetujuan untuk menerima dan mengangkat
Pegawai Setempat diajukan secara tertulis oleh Kepala
Perwakilan kepada Menteri Luar Negeri c.q. Sekretaris
Jenderal u.p. Kepala Biro Kepegawaian, disertai dengan
alasan kebutuhan Pegawai Setempat;
b. persetujuan untuk menerima dan mengangkat Pegawai
Setempat diberikan setelah permohonan dari Perwakilan
terlebih dahulu diteliti dan dikaji oleh Kepala Biro Kepegawaian;
c. persetujuan untuk menerima dan mengangkat Pegawai
Setempat disampaikan kepada Perwakilan yang
mengusulkan.
1162 PEGAWAI SETEMPAT

6. Pengadaan Pegawai Setempat dilakukan melalui proses seleksi.


7. Seleksi penerimaan Pegawai Setempat diselenggarakan oleh
Departemen Luar Negeri di Jakarta.
8. Seleksi penerimaan Pegawai Setempat dapat diselenggarakan
oleh Perwakilan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. calon Pegawai Setempat adalah warga negara asing atau
setempat dan/atau warga negara Indonesia yang secara
permanen berdomisili di negara akreditasi;
b. berkas lengkap proses seleksi disampaikan kepada Biro
Kepegawaian sebagai dasar persetujuan pengangkatan.
9. Persetujuan hasil seleksi penerimaan Pegawai Setempat
ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri c.q. Sekretaris Jenderal,
yang selanjutnya menjadi dasar bagi pengangkatan Pegawai
Setempat.
10. Setelah mendapat persetujuan, Kepala Perwakilan dapat
mengangkat Pegawai Setempat melalui keputusan Kepala
Perwakilan, sebagai dasar bagi Head of Chancery/ Kepala
Kanselerai untuk membuat dan menandatangani Kontrak Kerja
dengan Pegawai Setempat.
11. Salinan keputusan Kepala Perwakilan sebagaimana dimaksud
pada butir 10 dikirimkan kepada Biro Kepegawaian.
BAB III
PERSYARATAN PENGANGKATAN PEGAWAI SETEMPAT
1. Seseorang dapat diangkat menjadi Pegawai Setempat apabila
telah memenuhi persyaratan umum sebagai berikut:
a. berumur paling rendah 22 (dua puluh dua) tahun, kecuali
Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan Perwakilan
sebagaimana dimaksud dalam Bab XVI butir 3;
b. memiliki ijazah pendidikan paling rendah Diploma (D-3) atau
sederajat, kecuali tenaga pengemudi mobil dinas dengan
ijazah pendidikan paling rendah SLTA atau sederajat;
c. memiliki keahlian dan keterampilan untuk bidang tugas yang
diperlukan;

PEGAWAI SETEMPAT

1163

d. sehat jasmani dan rohani, serta bebas narkotika dan/atau


obat-obatan terlarang, yang dinyatakan dengan surat
keterangan dokter;
e. berkelakuan baik dan tidak pernah terlibat tindak pidana,
baik di wilayah Republik Indonesia maupun di negara lain
yang dinyatakan dengan surat keterangan dari pejabat
berwenang;
f.

lulus seleksi.

2. Persyaratan khusus bagi calon Pegawai Setempat warga negara


Indonesia adalah :
a. membuat surat pernyataan kesetiaan dan ketaatan kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan
dan Pemerintah Republik Indonesia;
b. membuat surat pernyataan bukan anggota dan/atau
pengurus partai politik;
c. menguasai bahasa Inggris dan/atau bahasa setempat atau
bahasa asing lainnya secara memadai.
3. Persyaratan khusus calon Pegawai Setempat warga negara asing
adalah:
a. membuat surat pernyataan persetujuan bahwa Kontrak
Kerja diatur dan tunduk kepada ketentuan hukum Indonesia
dan peraturan Perwakilan;
b. menguasai bahasa Inggris dan/atau bahasa setempat dan/
atau bahasa asing lainnya secara memadai.
4. Masing-masing Perwakilan dapat menetapkan persyaratan
tambahan bagi calon Pegawai Setempat sesuai dengan
kebutuhan Perwakilan.
5. Seseorang tidak dapat diangkat sebagai Pegawai Setempat
apabila pada saat pertama kali diangkat yang bersangkutan :
a. memiliki hubungan perkawinan (suami atau istri), atau
hubungan keluarga menurut garis lurus (anak, orang tua,
cucu), atau hubungan keluarga menurut garis samping
(saudara kandung, saudara sepupu, keponakan), atau
hubungan semenda (mertua, menantu, anak tiri, ipar,
bapak/ibu tiri) dengan Home Staff yang sedang bertugas
pada Perwakilan yang sama;
b. memiliki hubungan perkawinan (suami atau istri), atau
hubungan keluarga menurut garis lurus (anak, orang tua,
1164 PEGAWAI SETEMPAT

cucu), atau hubungan sebagai saudara kandung, atau


hubungan semenda (mertua, menantu, anak tiri, ipar,
bapak/ibu tiri) dengan Pegawai Setempat yang sedang
bekerja pada Perwakilan yang sama;
c. berstatus sebagai mahasiswa/pelajar yang sedang
menjalani tugas belajar dan/atau memperoleh beasiswa
dari Pemerintah Republik Indonesia atau pemerintah asing/
setempat atau Badan Usaha Milik Negara atau badan
swasta di Indonesia/negara setempat.
6. Penerimaan Pegawai Setempat dilaksanakan melalui proses
seleksi yang meliputi:
a. seleksi administratif;
b. ujian tertulis pengetahuan umum dan penguasaan bahasa
Inggris dan/atau bahasa setempat dan/atau bahasa
Indonesia;
c. wawancara untuk mengetahui kemampuan, motivasi dan
perilaku;
d. keterampilan komputer;
e. keterampilan mengemudi;
f. keterampilan khusus lainnya yang diperlukan oleh Perwakilan;
g. seleksi lain yang dianggap perlu oleh Perwakilan atau oleh
Departemen Luar Negeri.
BAB IV
PENGANGKATAN PEGAWAI SETEMPAT
UNTUK PERTAMA KALI
1. Dalam masa 3 (tiga) bulan pertama, Atasan Langsung dan
Tim Kepegawaian melakukan evaluasi terhadap Pegawai
Setempat yang diangkat untuk pertama kali, yang meliputi
loyalitas, dedikasi, watak, kejujuran, kerja sama, disiplin, kinerja
dan tanggung jawab Pegawai Setempat.
2. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada butir 1 dilakukan dengan
menggunakan Formulir Evaluasi Pegawai Setempat sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III Peraturan ini.

PEGAWAI SETEMPAT

1165

3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada butir 1 disampaikan


kepada Kepala Perwakilan paling lambat 15 (lima belas) hari
sebelum masa 3 (tiga) bulan pertama berakhir.
4. Jika berdasarkan evaluasi, sebagaimana dimaksud pada butir
1, Pegawai Setempat tidak memiliki kecakapan atau keahlian
atau keterampilan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugastugas Perwakilan atau perilaku yang sesuai, maka Perwakilan
dapat menghentikan Kontrak Kerja.
5. Keputusan untuk tidak meneruskan Kontrak Kerja setelah masa
3 (tiga) bulan pertama bagi Pegawai Setempat yang diangkat
untuk pertama kali harus diberitahukan kepada Pegawai
Setempat dan Sekretaris Jenderal dalam waktu 12 (dua belas)
hari sebelum masa 3 (tiga) bulan pertama berakhir guna
memperoleh persetujuan pemberhentian.
6. Dalam hal Sekretaris Jenderal tidak menanggapi permohonan
persetujuan sebagaimana dimaksud pada butir 5 sampai dengan
masa 3 (tiga) bulan pertama berakhir, maka Sekretaris Jenderal
dianggap telah menyetujui permohonan tersebut.
BAB V
KONTRAK KERJA
1. Setiap Pegawai Setempat wajib menandatangani Kontrak Kerja
sebagai dasar pelaksanaan tugas.
2. Kontrak Kerja harus mengikuti Model Kontrak Kerja
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan ini.
3. Kontrak Kerja dibuat dan ditandatangani oleh Head of Chancery/
Kepala Kanselerai, untuk dan atas nama Perwakilan, dengan
Pegawai Setempat.
4. Kontrak Kerja mengatur tentang hak dan kewajiban Perwakilan
sebagai pihak yang mempekerjakan dan Pegawai Setempat
sebagai pihak yang dipekerjakan.
5. Kontrak Kerja berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
6. Naskah Kontrak Kerja dibuat dalam bahasa Indonesia, kecuali
pada naskah Kontrak Kerja yang ditandatangani warga negara
asing dapat dibuat dalam 2 (dua) bahasa, yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya yang

1166 PEGAWAI SETEMPAT

dipahami oleh Pegawai Setempat warga negara asing yang


bersangkutan.
7. Dalam hal terjadi perbedaan dalam penafsiran atas naskah
Kontrak Kerja yang menggunakan 2 (dua) bahasa, naskah
Kontrak Kerja dalam bahasa Indonesia yang akan berlaku.
8. Naskah Kontrak Kerja dibuat paling sedikit rangkap 3 (tiga),
yaitu masing-masing untuk Pegawai Setempat yang
bersangkutan, Perwakilan dan Biro Kepegawaian Departemen
Luar Negeri.
9. Hal-hal pokok yang wajib dimuat dalam setiap naskah Kontrak
Kerja adalah sebagai berikut:
a. identitas para pihak;
b. hak dan kewajiban masing-masing pihak;
c. masa berlaku Kontrak Kerja;
d. hal ikhwal yang menyebabkan Kontrak Kerja berakhir/
berhenti/batal;
e. cara penyelesaian sengketa, yaitu mengenai pilihan hukum
(choice of law) dan tempat penyelesaian sengketa (choice
of forum).
10. Naskah Kontrak Kerja setidak-tidaknya wajib memuat pengaturan
secara tegas dan rinci mengenai hak dan kewajiban masingmasing pihak sebagai berikut:
a. Jam kerja;
b. Gaji Pokok, termasuk mengenai besaran dan tata cara
pemberiannya;
c. Cuti;
d. Tunjangan;
e. Upah Lembur, sesuai dengan peraturan Upah Lembur yang
berlaku di Perwakilan;
f.

Uraian tugas;

g. Penilaian kinerja;
h. Sanksi;
i.

Aturan perubahan.

11. Perubahan Kontrak Kerja dimungkinkan untuk dilakukan sesuai


dengan kebutuhan Perwakilan dengan alasan khusus yang dapat

PEGAWAI SETEMPAT

1167

dipertanggungjawabkan dan atas persetujuan Sekretaris


Jenderal.
12. Perubahan sebagaimana dimaksud pada butir 11 hanya dapat
dilakukan pada ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang
kewajiban Perwakilan dan Pegawai Setempat.
13. Kontrak Kerja sebagaimana dimaksud pada butir 5 dapat
diperpanjang hanya 1 (satu) kali dan untuk paling lama 1 (satu)
tahun.
14. Perpanjangan Kontrak Kerja sebagaimana dimaksud pada butir
13 dituangkan dalam bentuk addendum yang merupakan bagian
tak terpisahkan dari Kontrak Kerja.
15. Bila Kontrak Kerja atau perpanjangannya berakhir, Kontrak Kerja
dapat diperbarui atau tidak diperbarui.
16. Dalam hal Kontrak Kerja diperbarui, Kontrak Kerja baru harus
ditandatangani paling cepat 30 (tiga puluh) hari setelah Kontrak
Kerja atau perpanjangannya berakhir.
17. Usulan untuk memperpanjang, memperbarui, atau tidak
memperbarui Kontrak Kerja yang didasarkan pada kebutuhan
Perwakilan dan evaluasi terhadap Pegawai Setempat, yang
disertai rekomendasi Kepala Perwakilan, disampaikan oleh
Perwakilan kepada Sekretaris Jenderal paling lambat 6 (enam)
bulan sebelum Kontrak Kerja atau perpanjangannya berakhir.
18. Persetujuan tertulis Sekretaris Jenderal untuk memperpanjang,
memperbarui, atau tidak memperbarui Kontrak Kerja
disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum Kontrak Kerja
yang lama atau perpanjangannya berakhir.
19. Apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan sebelum Kontrak Kerja atau
perpanjangannya berakhir, Sekretaris Jenderal tidak memberikan
persetujuan tertulis untuk memperpanjang, memperbarui, atau
tidak memperbarui Kontrak Kerja Pegawai Setempat, Sekretaris
Jenderal dianggap telah memberikan persetujuan atas usul
Perwakilan sebagaimana dimaksud pada butir 17.
20. Pemberitahuan tertulis tentang keputusan Perwakilan untuk
memperpanjang, memperbarui, atau tidak memperbarui Kontrak
Kerja, yang didasarkan atas persetujuan tertulis Sekretaris
Jenderal sebagaimana dimaksud pada butir 18 atau 19, diberikan
oleh Perwakilan kepada Pegawai Setempat dalam jangka waktu
paling lambat 2 (dua) bulan sebelum Kontrak Kerja atau
perpanjangannya berakhir.
1168 PEGAWAI SETEMPAT

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN PERWAKILAN
DAN PEGAWAI SETEMPAT
1. Hak Perwakilan dalam mempekerjakan Pegawai Setempat
dilaksanakan oleh Kepala Perwakilan atau Head of Chancery/
Kepala Kanselerai atau Home Staff Atasan Langsung Pegawai
Setempat yang bersangkutan.
2. Hak Perwakilan meliputi:
a. hak untuk memperpanjang atau tidak memperpanjang
Kontrak Kerja;
b. hak untuk memperbarui atau tidak memperbarui Kontrak
Kerja setelah berakhirnya masa Kontrak Kerja atau
perpanjangannya;
c. hak untuk memberikan arahan, bimbingan, pembinaan,
perintah, dan peringatan kepada Pegawai Setempat untuk
melaksanakan tugasnya secara baik dan bertanggung
jawab;
d. hak untuk menugaskan Pegawai Setempat pada satuan
unit kerja apapun dari Perwakilan dan menjabarkan lebih
lanjut uraian tugas Pegawai Setempat dalam setiap
penugasan;
e. hak untuk mengakhiri, menghentikan, atau membatalkan
Kontrak Kerja apabila terdapat alasan-alasan sebagaimana
dimaksud dalam Bab XI.
3. Kewajiban Perwakilan meliputi:
a. memberitahu Pegawai Setempat tentang segala peraturan
dan tata tertib yang berlaku di Perwakilan;
b. membayar Gaji Pokok kepada Pegawai Setempat setiap
bulan yang besarnya ditetapkan oleh Perwakilan;
c. menerima dan menyimpan 10% dari Gaji Pokok yang
disisihkan oleh Pegawai Setempat setiap bulan sebagai
Provident Fund bagi yang bersangkutan;
d. membayar Tunjangan kepada Pegawai Setempat yang jenis
dan besarnya ditentukan oleh Perwakilan;
e. membayar Upah Lembur kepada Pegawai Setempat, yang
tidak dikecualikan untuk menerima Upah Lembur, yang
PEGAWAI SETEMPAT

1169

melaksanakan lembur berdasarkan perintah kedinasan yang


besarannya ditetapkan oleh Perwakilan dengan ketentuan
tidak boleh melebihi 30% dari Gaji Pokok;
f.

membayar asuransi kesehatan kepada Pegawai Setempat


yang ditentukan oleh Perwakilan sesuai dengan kemampuan
anggaran Perwakilan;

g. memberikan Cuti kepada Pegawai Setempat, dengan


ketentuan sebagai berikut :
i.

hak cuti Pegawai Setempat ditetapkan paling lama 12


(dua belas) hari kerja setiap tahun setelah bekerja di
Perwakilan selama 1 (satu) tahun;

ii.

apabila hak cuti dilakukan di Indonesia ditambah 5 (lima)


hari untuk perjalanan;

iii.

hak libur lainnya diberikan untuk paling lama 10 (sepuluh)


hari kerja tanpa dibayar dan tidak dapat diakumulasikan
pada tahun berikutnya;

iv. hak cuti bersalin diberikan paling lama 3 (tiga) bulan


dengan penggajian penuh.
h. melakukan evaluasi Pegawai Setempat secara rutin, dengan
menggunakan Formulir Evaluasi Pegawai Setempat
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan ini.
4. Hak-hak Pegawai Setempat meliputi:
a. Gaji Pokok, sebagaimana diatur pada butir 3.b.;
b. Tunjangan, sebagaimana diatur pada butir 3.d.;
c. Upah Lembur, sebagaimana diatur pada butir 3.e., kecuali
Pegawai Setempat yang karena sifat dan jenis pekerjaannya
oleh Perwakilan ditetapkan tidak berhak mendapatkan Upah
Lembur;
d. Asuransi kesehatan, sebagaimana diatur pada butir 3.f.;
e. Cuti, sebagaimana diatur pada butir 3.g.
5. Kewajiban Pegawai Setempat:
a. Pegawai Setempat wajib mematuhi peraturan dan tata tertib
yang berlaku di Perwakilan dan wajib melaksanakan tugas
sebagaimana tercantum dalam Kontrak Kerja;
b. Pegawai Setempat wajib menyerahkan 10% dari Gaji Pokok
setiap bulannya sebagai Provident Fund sebagaimana
dimaksud pada butir 3.c;
1170 PEGAWAI SETEMPAT

c. Pegawai Setempat wajib mematuhi disiplin kerja, yaitu :


i.

menjaga kewibawaan dan nama baik negara,


Pemerintah dan Perwakilan Republik Indonesia;

ii.

menyimpan rahasia atau hal-hal yang sepatutnya harus


dijaga kerahasiaannya baik mengenai pekerjaan, segala
kejadian, maupun tulisan/dokumen yang berhubungan
dengan negara, Pemerintah dan Perwakilan Republik
Indonesia termasuk para pejabat negara/staf
Perwakilan;

iii.

menaati jam kerja dan hari kerja kantor yang ditetapkan


dalam Kontrak Kerja dan keputusan Kepala Perwakilan;

iv. menaati perintah kedinasan dengan rasa tanggung


jawab yang diberikan oleh Atasan Langsung maupun
oleh Home Staff lainnya yang berwenang memberikan
tugas tersebut;
v. menciptakan dan memelihara suasana atau lingkungan
kerja yang baik, aman, tenteram dan damai, baik dalam
hubungan sesama Pegawai Setempat maupun dengan
para pimpinan dan seluruh staf Perwakilan;
vi. bersikap sopan santun kepada Pimpinan dan seluruh
staf Perwakilan, serta para tamu yang berkunjung ke
Perwakilan;
vii. memberikan pelayanan cepat, tepat, ramah, baik dan
tidak diskriminatif kepada semua pihak yang
memerlukan;
viii. menggunakan dan memelihara barang-barang milik
Perwakilan dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa
tanggung jawab;
ix. melaporkan segera kepada Atasan Langsung atau
Home Staff lainnya, bilamana mengetahui secara tepat
dan pasti mengenai hal-hal yang dapat membahayakan
atau merugikan Perwakilan, baik di bidang keamanan
(gedung dan personil), keuangan dan material lainnya
maupun mengenai kewibawaan Perwakilan;
x. mengikuti semua kegiatan Perwakilan terutama pada
peringatan hari-hari besar nasional Indonesia.

PEGAWAI SETEMPAT

1171

6. Larangan bagi Pegawai Setempat :


Pegawai Setempat dilarang melakukan perbuatan-perbuatan
yang dikategorikan sebagai pelanggaran kedinasan, yaitu :
a. melakukan perbuatan atau sikap yang dapat merugikan
kehormatan dan martabat Perwakilan pada khususnya dan/
atau merugikan martabat Negara dan Pemerintah Republik
Indonesia pada umumnya;
b. menyalahgunakan wewenang, baik mengenai tugas atau
pekerjaan, maupun mengenai harta benda (seperti barang,
surat/dokumen berharga, atau uang) milik Perwakilan;
c. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,
menghilangkan, atau meminjamkan barang berharga milik
Perwakilan dengan cara tidak sah;
d. memalsukan atau mengubah secara tidak sah semua
dokumen yang terkait dengan data pribadi;
e. membocorkan dan/atau memanfaatkan rahasia negara
yang diketahuinya untuk kepentingan atau keuntungan
pribadi, golongan, atau pihak lain;
f.

melakukan kegiatan baik sendiri maupun dengan rekan


sekerja atau orang lain, baik di dalam maupun di luar
lingkungan Perwakilan, dengan tujuan, baik secara langsung
maupun tidak langsung, merugikan Negara, Pemerintah dan
Perwakilan Republik Indonesia;

g. melakukan pekerjaan apapun untuk pihak selain Perwakilan,


dengan menerima upah atau tidak menerima upah, atau
mendapatkan keuntungan lainnya yang dilakukan pada jam
kerja, baik di dalam maupun di luar kantor.
BAB VII
GAJI POKOK
1. Perwakilan menetapkan standar Gaji Pokok Pegawai Setempat
untuk menentukan besarnya Gaji Pokok Pegawai Setempat pada
pengangkatan pertama.
2. Besarnya Gaji Pokok didasarkan pada tingkat pendidikan,
kompetensi, keahlian, keterampilan, pengalaman kerja, dan
prestasi kerja Pegawai Setempat.

1172 PEGAWAI SETEMPAT

3. Dalam menentukan standar Gaji Pokok perlu diperhatikan


standar upah minimum negara setempat.
4. Pada saat pembaruan Kontrak Kerja, Tim Kepegawaian dapat
memberikan kenaikan Gaji Pokok Pegawai Setempat yang
besarnya paling tinggi 5% dari Gaji Pokok sebelumnya yang
didasarkan pada kompetensi, kinerja, dan prestasi Pegawai
Setempat.
5. Gaji Pokok Pegawai Setempat yang tertinggi tidak boleh melebihi
50% dari Angka Dasar Penghasilan Luar Negeri Perwakilan di
mana Pegawai Setempat yang bersangkutan bekerja.
BAB VIII

PROVIDENT FUND
1. Perwakilan menerima dan menyimpan Provident Fund yang
akan dikembalikan kepada Pegawai Setempat pada saat yang
bersangkutan tidak bekerja lagi di Perwakilan.
2. Dalam hal Pegawai Setempat meninggal dunia, Provident Fund
Pegawai Setempat yang bersangkutan diserahkan kepada ahli
warisnya yang sah.
3. Setiap bulan pada saat menerima gaji, Pegawai Setempat
menyisihkan 10% dari Gaji Pokok yang bersangkutan sebagai
Provident Fund.
4. Provident Fund disimpan atas nama masing-masing Pegawai
Setempat dan dikelola oleh Perwakilan.
5. Tata cara penyimpanan dan pengembalian Provident Fund diatur
lebih lanjut dengan keputusan Kepala Perwakilan.
BAB IX
EVALUASI
1. Setiap Pegawai Setempat dievaluasi oleh Perwakilan.
2. Evaluasi Pegawai Setempat dilakukan secara berkala setiap
6 (enam) bulan sejak Kontrak Kerja berlaku, dan khusus
bagi Pegawai Setempat yang diangkat untuk pertama kali
dievaluasi berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Bab IV butir 1.
PEGAWAI SETEMPAT

1173

3. Evaluasi Pegawai Setempat meliputi aspek loyalitas, dedikasi,


watak, kejujuran, kerja sama, disiplin, kinerja dan tanggung
jawab, serta kesehatan fisik, mental dan pengalaman.
4. Evaluasi dilakukan oleh Atasan Langsung Pegawai Setempat
dan hasil evaluasi tersebut diajukan kepada Tim Kepegawaian
untuk mendapatkan pertimbangan dan persetujuan.
5. Evaluasi Pegawai Setempat dilakukan dengan menggunakan
Formulir Evaluasi Pegawai Setempat sebagaimana tercantum
pada Lampiran III Peraturan ini.
6. Hasil evaluasi Pegawai Setempat sebagaimana dimaksud pada
butir 2, disampaikan kepada Biro Kepegawaian Departemen
Luar Negeri untuk dimasukkan ke dalam Data Pribadi dan Kinerja
Pegawai Setempat.
7. Hasil evaluasi Pegawai Setempat menjadi bahan pertimbangan
bagi Perwakilan untuk perpanjangan, pembaruan, atau
penghentian Kontrak Kerja Pegawai Setempat.
BAB X
KETENTUAN SANKSI
1. Pegawai Setempat yang melakukan Pelanggaran Disiplin dijatuhi
sanksi.
2. Tingkat dan jenis sanksi adalah sebagai berikut :
a. sanksi ringan yang terdiri dari:
i.

peringatan lisan;

ii.

peringatan tertulis, dikenakan apabila Pegawai Setempat


dalam waktu 1 (satu) bulan sejak mendapat peringatan
lisan tetap tidak mematuhi disiplin kerja atau apabila
yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin kerja
untuk yang kedua kalinya;

b. sanksi sedang yang terdiri dari:


i.

pernyataan tidak puas secara tertulis, dikenakan apabila


Pegawai Setempat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak
mendapat peringatan tertulis tetap tidak mematuhi
disiplin kerja atau apabila yang bersangkutan melakukan
pelanggaran disiplin kerja untuk yang ketiga kalinya;

1174 PEGAWAI SETEMPAT

ii.

penurunan gaji sebesar 10% dari Gaji Pokok selama 3


(tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan;

c. sanksi berat berupa penghentian Kontrak Kerja.


3. Penjatuhan sanksi harus mempertimbangkan tingkat
Pelanggaran Disiplin.
4. Pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi adalah :
a. Tim Kepegawaian, atas rekomendasi dari Atasan Langsung
dan/atau Head of Chancery/Kepala Kanselerai, untuk sanksi
ringan dan sedang;
b. Kepala Perwakilan, setelah mendapat persetujuan Menteri
Luar Negeri, untuk sanksi berat, kecuali dalam hal Pegawai
Setempat melakukan Pelanggaran Disiplin berat yang
berakibat pada pencemaran nama baik Negara dan
Pemerintah Republik Indonesia maka Kepala Perwakilan
dapat menjatuhkan sanksi berat dan segera setelahnya
memberitahukan kepada Menteri Luar Negeri.
5. Tata cara penjatuhan sanksi adalah sebagai berikut :
a. Atasan Langsung wajib melaporkan Pelanggaran Disiplin yang
dilakukan oleh Pegawai Setempat kepada Tim Kepegawaian;
b. penjatuhan sanksi ringan atau sedang wajib dilaporkan
secara tertulis kepada Kepala Perwakilan;
c. penjatuhan sanksi ringan atau sedang wajib diberitahukan
oleh Atasan Langsung kepada Pegawai Setempat yang
dijatuhi sanksi, termasuk tentang Pelanggaran Disiplin yang
dilakukan Pegawai Setempat yang bersangkutan;
d. penjatuhan sanksi berat oleh Kepala Perwakilan harus
memperhatikan rekomendasi Tim Kepegawaian;
e. dalam keputusan mengenai penjatuhan sanksi berat, harus
disebutkan Pelanggaran Disiplin yang dilakukan oleh Pegawai
Setempat yang bersangkutan.
6. Sebelum memberikan rekomendasi, Tim Kepegawaian harus
melakukan pemeriksaan terhadap Pegawai Setempat yang
diduga telah melakukan Pelanggaran Disiplin berat.
7. Pegawai Setempat yang diduga telah melakukan Pelanggaran
Disiplin dapat dimintai keterangan dan berhak membela diri dalam
suatu rapat Tim Kepegawaian yang khusus diadakan untuk itu.

PEGAWAI SETEMPAT

1175

BAB XI
PEMBERHENTIAN PEGAWAI SETEMPAT
1. Pemberhentian Pegawai Setempat dilakukan dengan
pengakhiran, penghentian, atau pembatalan Kontrak Kerja.
2. Pengakhiran Kontrak Kerja Pegawai Setempat dapat dilakukan
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
a. masa Kontrak Kerja berakhir sebagaimana dimaksud dalam
Bab V butir 5 atau 13;
b. bilamana ada instruksi langsung dari Departemen Luar Negeri
Republik Indonesia sebagai tindak lanjut dari kebijakan
pengurangan personil/pengurangan anggaran/perubahan
organisasi/penutupan Perwakilan atau adanya evakuasi dan/
atau force majeur;
c. apabila Pegawai Setempat meninggal dunia.
3. Penghentian Kontrak Kerja Pegawai Setempat dapat dilakukan
dengan alasan-alasan sebagai berikut :
a. penghentian Kontrak Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Bab IV butir 4;
b. bilamana Pegawai Setempat berhalangan dalam
menjalankan tugasnya sebagai akibat dari gangguan
kesehatan fisik dan/atau mental;
c. bilamana Pegawai Setempat mengundurkan diri berdasarkan
alasan pribadi, dengan ketentuan yang bersangkutan harus
mengajukan surat pengunduran diri kepada Kepala
Perwakilan 2 (dua) bulan sebelumnya;
d. bilamana Pegawai Setempat meninggalkan tugasnya
dikarenakan sakit atau cidera atau berada dalam tahanan
atau sedang menjalani proses hukum selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut;
e. bilamana disiplin, kinerja dan perilaku Pegawai Setempat
tidak memenuhi kebutuhan Perwakilan berdasarkan hasil
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Bab IX butir 7;
f.

bilamana Pegawai Setempat meninggalkan tugas tanpa


pemberitahuan atau alasan yang sah selama 5 (lima) hari
kerja berturut-turut;

1176 PEGAWAI SETEMPAT

g. bilamana Pegawai Setempat dikenakan sanksi sebagaimana


dimaksud dalam Bab X butir 2.c.;
h. bilamana Pegawai Setempat dipidana penjara;
i.

bilamana Pegawai Setempat terlibat dalam penyalahgunaan


narkotika dan/atau obat-obatan terlarang.

4. Pembatalan Kontrak Kerja dapat dilakukan apabila Pegawai


Setempat dengan sengaja memberikan keterangan palsu
kepada Perwakilan.
5. Pemberhentian Pegawai Setempat, kecuali dalam hal
sebagaimana dimaksud pada butir 2.a. dan 2.c., dilakukan oleh
Kepala Perwakilan dengan memperhatikan pertimbangan dari
Tim Kepegawaian dan setelah mendapat persetujuan Menteri
Luar Negeri.
6. Permohonan persetujuan untuk memberhentikan Pegawai
Setempat diajukan secara tertulis oleh Kepala Perwakilan kepada
Menteri Luar Negeri c.q. Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Biro
Kepegawaian dengan disertai salinan berkas pendukung.
7. Pegawai Setempat dapat diberhentikan dengan hormat ataupun
tidak dengan hormat.
8. Pegawai Setempat diberhentikan dengan hormat karena:
a. Kontrak Kerja diakhiri berdasarkan alasan-alasan pada butir
2.a., 2.b. dan 2.c.;
b. Kontrak Kerja dihentikan berdasarkan alasan-alasan pada
butir 3.a, 3.b, 3.c, 3.d. dan 3.e.
9. Pegawai Setempat diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. Kontrak Kerja dihentikan berdasarkan alasan-alasan pada
butir 3.f., 3.g., 3.h. dan 3.i.;
b. Kontrak Kerja dibatalkan berdasarkan alasan pada butir 4.
10. Pegawai Setempat, yang diberhentikan tidak dengan hormat,
tidak dapat diterima lagi menjadi Pegawai Setempat di kemudian
hari.
11. Pemberhentian Pegawai Setempat harus dituangkan dalam
keputusan Kepala Perwakilan.

PEGAWAI SETEMPAT

1177

BAB XII
PEMBINAAN PEGAWAI SETEMPAT
1. Atasan Langsung bertanggung jawab atas pembinaan Pegawai
Setempat.
2. Pembinaan Pegawai Setempat ditujukan untuk menanamkan
rasa tanggung jawab, persatuan dan kesatuan, saling
menghormati, kerja sama, serta untuk meningkatkan
profesionalisme.
3. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada butir 2 juga termasuk
upaya untuk mendorong para suami/istri Pegawai Setempat
dalam mendukung kegiatan sosial kemasyarakatan yang
dilaksanakan Perwakilan.
4. Perwakilan dapat mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatkan keahlian dan keterampilan Pegawai Setempat.
5. Perwakilan dapat melakukan mutasi Pegawai Setempat
antarsatuan unit kerja di lingkungan Perwakilan untuk
kepentingan dinas.
6. Mutasi dilakukan atas rekomendasi Tim Kepegawaian dan
ditetapkan dengan keputusan Kepala Perwakilan.
BAB XIII
PERKAWINAN PEGAWAI SETEMPAT
1. Dalam hal terjadi perkawinan antarpegawai setempat yang
bekerja pada Perwakilan yang sama, salah satu dari kedua
Pegawai Setempat dimaksud harus mengundurkan diri.
2. Dalam hal terjadi perkawinan antara Pegawai Setempat dan
Home Staff yang bekerja/bertugas pada Perwakilan yang sama,
Pegawai Setempat dimaksud harus mengundurkan diri.
BAB XIV
PEGAWAI SETEMPAT DALAM PROSES PERADILAN
1. Pegawai Setempat yang sedang menjalani proses hukum karena
menjadi tersangka tindak pidana sehingga tidak dapat
1178 PEGAWAI SETEMPAT

menjalankan tugas-tugasnya pada Perwakilan, maka yang


bersangkutan dapat dikenakan penghentian sementara.
2. Penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada butir 1
berupa pembebastugasan Pegawai Setempat tanpa diberikan
hak-hak Pegawai Setempat yang bersangkutan.
3. Kepala Perwakilan atas rekomendasi Tim Kepegawaian
menentukan jangka waktu masa penghentian sementara paling
lama 3 (tiga) bulan.
4. Jika Pegawai Setempat masih menjalani proses hukum setelah
masa penghentian sementara berakhir, yang bersangkutan
dapat diberhentikan dengan hormat.
5. Jika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap Pegawai Setempat sebagaimana
dimaksud pada butir 4 dinyatakan tidak bersalah, maka yang
bersangkutan dapat dipertimbangkan untuk dipekerjakan kembali
di Perwakilan, sepanjang formasi memungkinkan.
BAB XV
PENGHARGAAN DAN SANTUNAN KEPADA PEGAWAI
SETEMPAT
1. Menteri Luar Negeri atas usul Kepala Perwakilan atau Kepala
Perwakilan atas inisiatifnya sendiri dapat memberikan
penghargaan kepada Pegawai Setempat.
2. Pengusulan nama calon penerima penghargaan dilakukan oleh
Atasan Langsung Pegawai Setempat kepada Kepala Perwakilan
dengan tembusan kepada Tim Kepegawaian.
3. Nama-nama penerima penghargaan ditetapkan dengan
keputusan Kepala Perwakilan atas rekomendasi Tim
Kepegawaian.
4. Kriteria dan tata cara pemberian penghargaan ditetapkan oleh
Tim Kepegawaian.
5. Dalam hal Pegawai Setempat meninggal dunia, Perwakilan dapat
memberikan uang duka kepada ahli waris Pegawai Setempat
yang bersangkutan yang besarnya ditetapkan oleh Kepala
Perwakilan.

PEGAWAI SETEMPAT

1179

6. Ahli waris yang berhak atas uang duka sebagaimana dimaksud


pada butir 5 adalah istri atau suami sah, tetapi dalam hal istri
atau suami sah tidak ada maka ahli waris adalah anak yang
sah, baik kandung maupun hasil adopsi dari Pegawai Setempat
yang bersangkutan.
7. Dalam hal Pegawai Setempat tidak/belum berkeluarga, ahli waris
yang berhak atas uang duka sebagaimana dimaksud pada butir
5 adalah orang tua kandung, tetapi dalam hal orang tua kandung
sudah tidak ada, maka ahli waris adalah saudara kandung dari
Pegawai Setempat yang bersangkutan.
8. Khusus dalam hal Pegawai Setempat warga negara Indonesia
meninggal dunia di Perwakilan, Perwakilan dapat memberikan
bantuan biaya pengiriman jenazah untuk dimakamkan di
Indonesia.
BAB XVI
PEGAWAI SETEMPAT BAWAAN UNSUR PIMPINAN
PERWAKILAN
1. Unsur Pimpinan Perwakilan berdasarkan ketentuan dalam Bab
ini, kecuali Kuasa Usaha Sementara dan Pejabat Sementara
(Acting) Kepala Perwakilan Konsuler, berhak membawa pegawai
untuk dipekerjakan sebagai sekretaris pribadi, kepala rumah
tangga, pembantu rumah tangga dan/atau tenaga pengemudi
mobil dinas.
2. Pegawai yang dibawa Unsur Pimpinan sebagaimana dimaksud
pada butir 1 diangkat dengan status Pegawai Setempat.
3. Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai Pegawai Setempat
bawaan Unsur Pimpinan Perwakilan adalah sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. berusia paling muda 18 (delapan belas) tahun dan paling
tua 57 (lima puluh tujuh) tahun;
c. memiliki ijazah pendidikan paling rendah SLTP atau sederajat;
d. sehat jasmani dan rohani, serta bebas narkotika dan obatobatan terlarang yang dinyatakan dengan surat keterangan
dokter;
e. berkelakuan baik dan tidak pernah terlibat tindak pidana,
baik di wilayah Republik Indonesia maupun di wilayah negara
1180 PEGAWAI SETEMPAT

lain yang dinyatakan dengan surat keterangan dari pejabat


berwenang;
f. bersedia menandatangani Kontrak Kerja dengan
Departemen Luar Negeri untuk jangka waktu selama masa
penugasan Unsur Pimpinan di Perwakilan;
g. tidak memiliki hubungan keluarga menurut garis lurus (orang
tua, anak, cucu), garis samping (saudara kandung, saudara
sepupu, keponakan), maupun hubungan semenda (mertua,
menantu, anak tiri, ipar, bapak/ibu tiri) dengan Unsur
Pimpinan yang bersangkutan atau suami/istrinya;
h. persyaratan hubungan keluarga menurut garis samping,
kecuali saudara kandung, dan hubungan semenda
sebagaimana dimaksud pada butir f tidak berlaku bagi
pengangkatan sekretaris pribadi dan kepala rumah tangga
Unsur Pimpinan.
4. Masa kerja Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan berakhir
pada saat selesainya tugas Unsur Pimpinan yang bersangkutan
di Perwakilan.
5. Kepada Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan diberikan
Paspor Dinas.
6. Besarnya Gaji Pokok Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan
ditetapkan dengan keputusan Kepala Perwakilan setelah
mendapatkan rekomendasi dari Tim Kepegawaian.
7. Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan, karena sifat
pekerjaannya, tidak diberikan uang lembur tetapi diberikan
tunjangan khusus setiap bulan yang besarnya tidak melebihi
40% dari Gaji Pokok yang bersangkutan.
8. Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada butir 6
ditetapkan dengan keputusan Kepala Perwakilan.
9. Unsur Pimpinan yang hendak membawa pegawai tambahan di
luar ketentuan yang telah ditetapkan, seluruh pembiayaan
dibebankan kepada pejabat bersangkutan dan tidak diangkat
sebagai Pegawai Setempat.
10. Kontrak Kerja Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan
berakhir karena alasan-alasan sebagai berikut:
a. selesainya masa tugas Unsur Pimpinan di Perwakilan;
b. Kontrak Kerja dihentikan oleh Departemen Luar Negeri atas
usul Unsur Pimpinan yang membawa Pegawai Setempat
yang bersangkutan;
PEGAWAI SETEMPAT

1181

c. atas kehendak atau permintaan sendiri dari Pegawai


Setempat yang bersangkutan;
d. Pegawai Setempat meninggal dunia.
11. Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan wajib menyertai
Unsur Pimpinan yang bersangkutan kembali ke Indonesia setelah
berakhirnya masa tugas Unsur Pimpinan di Perwakilan.
12. Unsur Pimpinan wajib melaporkan keikutsertaan Pegawai
Setempat bawaannya pulang ke Indonesia, dengan
menyerahkan paspor dinas pegawai dimaksud kepada Biro
Kepegawaian.
13. Apabila Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan berdomisili
di negara akreditasi atau di negara lainnya, Kontrak Kerja
Pegawai Setempat yang bersangkutan berakhir bersamaan
dengan berakhirnya masa tugas Unsur Pimpinan.
14. Apabila terjadi penghentian Kontrak Kerja sebelum Kontrak Kerja
berakhir, Unsur Pimpinan dapat mengangkat pengganti tetap
dengan memperhatikan persyaratan pengangkatan
sebagaimana ditetapkan pada butir 3.
15. Apabila Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan setelah
kembali ke Indonesia ingin bekerja kembali di Perwakilan sebagai
Pegawai Setempat, yang bersangkutan wajib mengajukan
lamaran kerja ke Departemen Luar Negeri.
16. Apabila Unsur Pimpinan dipindahkan ke Perwakilan lain, Pegawai
Setempat bawaannya dapat mengikuti kepindahan tersebut
dengan membuat Kontrak Kerja baru.
17. Apabila Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan meninggal
dunia di luar negeri, maka biaya pemakaman dan pengangkutan
jenazah dari Perwakilan ke Indonesia ditanggung oleh Negara.
BAB XVII
TIM KEPEGAWAIAN
1. Tim Kepegawaian beranggotakan Unsur Pelaksana dan Unsur
Penunjang yang dibentuk oleh Kepala Perwakilan dan dikukuhkan
melalui keputusan Kepala Perwakilan.
2. Tim Kepegawaian beranggotakan dalam jumlah ganjil paling
sedikit 3 (tiga) orang, yang terdiri dari seorang ketua merangkap

1182 PEGAWAI SETEMPAT

anggota, sekretaris merangkap anggota dan anggota, atau


paling banyak 7 (tujuh) orang.
3. Tim Kepegawaian diketuai oleh Head of Chancery/Kepala
Kanselerai.
4. Tim Kepegawaian bertugas membantu Kepala Perwakilan dalam
menangani semua urusan yang berkaitan dengan Pegawai
Setempat.
5. Keputusan Tim Kepegawaian merupakan bahan pertimbangan
bagi Kepala Perwakilan dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut semua urusan kepegawaian Pegawai Setempat
dan dalam hal ini Kepala Perwakilan wajib memperhatikan
pertimbangan Tim Kepegawaian.
6. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada butir
4, Tim Kepegawaian menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai
berikut:
a. seleksi penerimaan Pegawai Setempat;
b. penilaian kinerja Pegawai Setempat;
c. pemberian pertimbangan dalam pengangkatan Pegawai
Setempat;
d. perumusan uraian tugas Pegawai Setempat;
e. pemberian pertimbangan dalam mutasi Pegawai Setempat;
f.

pemberian pertimbangan dalam perpanjangan Kontrak Kerja


Pegawai Setempat;

g. pemberian pertimbangan dalam pembaruan Kontrak Kerja


Pegawai Setempat;
h. pemberian pertimbangan dalam pemberhentian Kontrak
Kerja Pegawai Setempat;
i.

pemberian penghargaan kepada Pegawai Setempat yang


berprestasi;

j.

penyelesaian sengketa kepegawaian dengan Pegawai


Setempat;

k. penentuan besarnya Gaji Pokok Pegawai Setempat;


l.

pengamatan dan penilaian untuk 3 (tiga) bulan pertama


khusus bagi Pegawai Setempat yang diangkat untuk pertama
kalinya;

m. fungsi-fungsi lain yang berkaitan dengan Pegawai Setempat.

PEGAWAI SETEMPAT

1183

7. Masa keanggotaan Tim Kepegawaian adalah 2 (dua) tahun


dan dapat diperpanjang.
8. Pergantian antarwaktu dapat dilakukan dalam hal Unsur
Pelaksana dan/atau Unsur Penunjang yang menjadi anggota
Tim Kepegawaian dimutasi atau berhalangan tetap.
9. Pengambilan keputusan Tim Kepegawaian dilakukan secara
musyawarah dan mufakat.
10. Dalam hal tidak tercapai mufakat sebagaimana dimaksud pada
butir 9, keputusan Tim Kepegawaian diambil melalui pemungutan
suara.
11. Rapat Tim Kepegawaian dianggap sah apabila dihadiri oleh paling
sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Tim Kepegawaian,
kecuali Tim Kepegawaian yang beranggotakan hanya 3 (tiga)
orang maka seluruh anggotanya harus hadir.
12. Keputusan Tim Kepegawaian dianggap sah apabila disetujui
oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota yang
hadir.
13. Kehadiran anggota Tim Kepegawaian dalam rapat tidak dapat
diwakilkan.
14. Setiap anggota Tim Kepegawaian wajib menjaga kerahasiaan
hal-hal yang dibahas dan diputuskan dalam rapat Tim
Kepegawaian.
15. Tim Kepegawaian mengadakan rapat paling sedikit 2 (dua) kali
dalam 1 (satu) tahun atau lebih bilamana diperlukan.
BAB XVIII
PENYELESAIAN SENGKETA
1. Sengketa kepegawaian yang timbul antara Perwakilan dengan
Pegawai Setempat, akan diselesaikan secara musyawarah dan
mufakat berdasarkan Kontrak Kerja dan peraturan kepegawaian
yang berlaku.
2. Dalam hal penyelesaian secara musyawarah dan mufakat
berdasarkan Kontrak Kerja dan peraturan kepegawaian yang
berlaku tidak dapat dicapai, maka sengketa diselesaikan di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Indonesia, dengan
menggunakan hukum Indonesia.

1184 PEGAWAI SETEMPAT

3. Segala biaya yang ditimbulkan dalam penyelesaian sengketa


dibebankan kepada masing-masing pihak yang berperkara.
BAB XIX
KEADAAN MEMAKSA
1. Dalam keadaan memaksa (overmacht atau force majeur) yang
mengakibatkan keterbatasan anggaran, atas persetujuan atau
instruksi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Perwakilan
dapat mengambil tindakan yang diperlukan seperti melakukan
rasionalisasi pegawai, mengurangi atau menunda pembayaran
Gaji Pokok dan/atau Tunjangan, mengurangi atau menunda
atau menghentikan pembayaran Upah Lembur, atau hak-hak
keuangan lainnya.
2. Apabila terjadi pengakhiran Kontrak Kerja karena keadaan
memaksa sebagaimana dimaksud pada butir 1, kepada Pegawai
Setempat diberikan uang jasa. Besarnya uang jasa ditentukan
oleh Kepala Perwakilan dengan memperhatikan situasi anggaran
Perwakilan.
3. Perwakilan wajib segera memulihkan hak-hak keuangan Pegawai
Setempat bilamana alasan-alasan yang mendasari diambilnya
tindakan sebagaimana dimaksud pada butir 1 telah hilang.
BAB XX
KETENTUAN PERALIHAN
1. Pada saat Peraturan ini berlaku, hubungan kerja antara
Pegawai Setempat dan Perwakilan harus disesuaikan dengan
Peraturan ini.
2. Perubahan sistem kontrak kerja lama menjadi sistem kontrak
kerja baru tidak mengakibatkan pemutusan hubungan kerja
terhadap Pegawai Setempat sebelum Peraturan ini berlaku,
kecuali bagi Pegawai Setempat yang termasuk dalam kategori
sebagai berikut:
a. Pegawai Setempat yang telah mencapai batas usia pensiun
(BUP) sesuai ketentuan mengenai Pegawai Setempat
masing-masing Perwakilan sebelum tanggal 1 Januari 2006;

PEGAWAI SETEMPAT

1185

b. Pegawai Setempat yang mengajukan permohonan berhenti


bekerja sebelum tanggal 1 Januari 2006 dan tidak lagi
meneruskan bekerja di Perwakilan RI;
c. Pegawai Setempat yang kinerjanya tidak baik, atau dijatuhi
sanksi disiplin, atau sebab-sebab lain sehingga diberhentikan
oleh Perwakilan sebelum tanggal 1 Januari 2006;
3. Pegawai Setempat yang termasuk ke dalam kategori
sebagaimana dimaksud pada butir 2.a., 2.b. dan 2.c. dapat
diberikan uang pesangon sesuai dengan peraturan Perwakilan
yang berlaku sebelum tanggal 1 Januari 2006.
4. Pegawai Setempat yang termasuk dalam kategori sebagaimana
dimaksud pada butir 2.a., 2.b. dan 2.c., hubungan kerja dengan
Perwakilan berakhir dan tidak dapat dipekerjakan kembali pada
tanggal 1 Januari 2006 dan seterusnya.
5. Pegawai Setempat yang terikat hubungan kerja dengan
Perwakilan sebelum diberlakukannya Peraturan ini, dapat
dipekerjakan kembali dengan menandatangani Kontrak Kerja
baru yang dibuat berdasarkan Peraturan ini dengan
memperhatikan tingkat pendidikan, usia, kompetensi, kondisi
fisik dan mental, serta pengalaman.
6. Bagi Pegawai Setempat yang memasuki batas usia pensiun
pada tahun 2006 sesuai dengan ketentuan Pegawai Setempat
pada masing-masing Perwakilan sebelum Peraturan ini berlaku,
Kontrak Kerja yang bersangkutan dapat diperbarui sampai
dengan akhir tahun 2007 sepanjang Pegawai Setempat tersebut
memiliki kompetensi, keahlian, keterampilan, pengalaman, serta
sehat rohani dan jasmani.
7. Pegawai Setempat yang berstatus sebagai suami atau istri dari
Pegawai Setempat lain yang bekerja pada Perwakilan yang
sama sebelum berlakunya Peraturan ini masih dapat bekerja di
Perwakilan sampai dengan akhir 2007 sepanjang memiliki
prestasi, kompetensi, keahlian, keterampilan dan pengalaman.
8. Pegawai Setempat yang akan dipekerjakan kembali sebagaimana
dimaksud pada butir 5, 6, dan 7, harus menandatangani surat
Pernyataan Pelepasan (Waiver Statement) sebelum
menandatangani Kontrak Kerja baru yang dibuat berdasarkan
Peraturan ini.
9. Masa transisi 2 tahun terhitung mulai tanggal 1 Januari 2006
sampai dengan 31 Desember 2007 merupakan suatu tenggat

1186 PEGAWAI SETEMPAT

waktu bagi Kepala Perwakilan untuk menentukan jumlah Pegawai


Setempat pada masing-masing Perwakilan sesuai dengan Indeks
Perwakilan yaitu perbandingan 1 (satu) orang Home Staff
berbanding 1,5 (satu koma lima) atau dalam hal tertentu
berbanding 2 (dua) orang Pegawai Setempat dan formasi yang
ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
10. Dalam menetapkan jumlah Pegawai Setempat sesuai Indeks
Perwakilan sebagaimana dimaksud pada butir 9, Kepala
Perwakilan wajib melakukan evaluasi kompetensi, kinerja, prestasi
dan perilaku Pegawai Setempat.
BAB XXI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Atas persetujuan Menteri Luar Negeri, Perwakilan dapat membuat
pengaturan khusus mengenai Pegawai Setempat sesuai dengan
situasi dan kondisi setempat.

PEGAWAI SETEMPAT

1187

LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
: 07/A/KP/X/2006/01 TAHUN 2006
TANGGAL : 17 Oktober 2006
BAHASA INDONESIA
Para Pihak dalam Kontrak Kerja ini :

ENGLISH
The Parties to this Contract :

[Kedutaan Besar / Konsulat Jenderal /


Konsulat / Perutusan Tetap] Republik
Indonesia untuk/pada [Negara
Akreditasi / Organisasi Internasional
Akreditasi] yang berkedudukan di
[Kota], untuk selanjutnya disebut
sebagai Perwakilan;
dan
Sdr. _______ bertempat tinggal di
________, [KTP/SIM/Paspor] nomor
______________, untuk selanjutnya
disebut
sebagai
Pegawai
Setempat.

The [Embassy / Consulate General /


Consulate / Permanent Mission] of the
Republic of Indonesia to [Accredited
State / International Organization] in
[City], hereinafter referred to as the
Mission;
and
Mr./Mrs./Ms.
_____________,
domiciled in ____________, [ID/
Drivers License/ Passport] number
_________, hereinafter referred to as
the Employee.

Perwakilan dan Pegawai Setempat


sendiri-sendiri untuk selanjutnya
disebut sebagai Pihak dan bersamasama untuk selanjutnya disebut
sebagai Para Pihak.

The Mission and Employee each


referred to as the Party and jointly
referred to as the Parties.

Bahwa Para Pihak telah bersepakat


untuk mengikatkan diri pada Kontrak
Kerja
Waktu
Tertentu,
yang
selanjutnya
disebut
sebagai
Kontrak, dengan ketentuanketentuan sebagai berikut:

Whereas the Parties have agreed to


conclude the Contract of Employment
for Definite Period, hereinafter
referred to as the Contract, with
the following terms and conditions:

Pasal 1
Masa Kontrak

Article 1
Period of Contract

(1) Masa berlaku Kontrak ini adalah 2


(dua) tahun, terhitung mulai
tanggal __________ dan berakhir
pada tanggal __________.

(1) The period of the Contract is valid


for 2 (two) years and shall become
effective as of ________ and shall
expire on ___________.

(1) Masa Kontrak dalam ayat (1) di atas


dapat dihentikan lebih awal apabila
terpenuhinya hal-hal sebagaimana
diatur dalam (Pasal 2 dan1) Pasal 8
ayat (2) di bawah ini.

(2) The period of Contract as


mentioned in the above paragraph
(1) may be discontinued earlier than
the expiration date subject to
conditions stipulated in the
provision of (Article 2 and1) Article
8 paragraph (2) below.

Catatan: hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak.

1188 PEGAWAI SETEMPAT

Pasal 22

Article 22

(1) Dalam waktu 3 (tiga) bulan


pertama, Perwakilan melakukan
evaluasi terhadap kinerja Pegawai
Setempat.

(1) The Mission shall, within the first 3


(three) months, evaluate the
performance of the Employee.

(2) Jika
berdasarkan
evaluasi,
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Pegawai Setempat tidak
memiliki kecakapan atau keahlian
atau ketrampilan yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas-tugas
Perwakilan atau perilaku yang
sesuai, maka Perwakilan dapat
mengakhiri Kontrak.

(2) If according to the evaluation as


stipulated in paragraph (1), the
Employee does not demonstrate
due capacity or expertise or skill as
required to perform the duties
given by the Mission as well as the
proper attitude and good conduct,
the Mission shall discontinue the
Contract.

Pasal 3
Hak dan Kewajiban Perwakilan

Article 3
Rights and Obligations of the
Mission

(1) Perwakilan memiliki hak:


a. memperpanjang atau tidak
memperpanjang Kontrak;
b. memperbarui atau tidak
memperbarui Kontrak;
a. memberikan arahan, bimbingan,
pembinaan, perintah, dan
peringatan kepada Pegawai
Setempat untuk melaksanakan
tugasnya secara baik dan
bertanggung-jawab;
d. menugaskan Pegawai Setempat
pada satuan unit kerja apapun
dari Perwakilan dan memberikan
uraian tugas Pegawai Setempat
secara rinci dalam setiap
penugasan.

(1) The Mission has the rights:


a. to extend or not to extend the
Contract;
b. to renew or not to renew the
Contract;
c. to provide direction, guidance,
supervision, instruction, and
reprimand admonition to the
Employee to carry out his/her
official duties in a proper and
responsible manner;
d. to assign the Employee at any
section of the Mission and to
provide a detailed job
description on each of the
assignment.

(2) Perwakilan memiliki kewajiban:


a. memberitahukan Pegawai
Setempat segala peraturan dan
tata tertib yang berlaku di
Perwakilan, termasuk namun
tidak terbatas, peraturan disiplin
Pegawai Negeri Sipil Republik
Indonesia yang berlaku saat itu
dan peraturan Menteri Luar
Negeri Republik Indonesia yang

(1) The Mission is obliged:


a. to inform the Employee the
rules and regulations of the
Mission, including but not
limited, the prevailing disciplinary
regulations for the Indonesian
Civil Servants and the prevailing
decree of the Minister of
Foreign Affairs of the Republic
of Indonesia dealing with Local

Catatan: hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak.

PEGAWAI SETEMPAT

1189

mengatur perihal Pegawai


Setempat yang berlaku saat itu
yang semuanya dianggap
merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Kontrak ini;

Staff, all of which regulations


shall be deemed an integral part
of this Contract;

b. membayar Pegawai Setempat


gaji pokok sebesar US$/mata
uang setempat __________
setiap bulan;

b. to pay the Employee a basic


salary at the amount of United
States Dollar/local currency
_________ per month;

c. membayar Pegawai Setempat


tunjangan _____________3 ;

c. to
pay
the
Employee
allowance(s) __________3 ;

d. membayar upah lembur kepada


Pegawai Setempat yang tidak
dikecualikan untuk menerima
upah lembur, yang melaksanakan lembur berdasarkan
perintah kedinasan;

d. to pay overtime pay to the


non-exempted
overtime
Employee who works overtime
based on official instructions;

e. membayar asuransi kesehatan


kepada Pegawai Setempat yang
ditentukan oleh Perwakilan;

e. to provide the Employee with


health insurance which is
determined by the Mission;

f. melakukan evaluasi Pegawai


Setempat.

f. to evaluate the performance of


the Employee.

Pasal 4
Hak dan Kewajiban Pegawai
Setempat

Article 4
Rights and Obligations of the
Employee

(1) Pegawai Setempat memiliki hak


menerima gaji pokok, tunjangan
_____________ 4 ,
asuransi
kesehatan dan cuti tahunan.

(1) The Employee is entitled to receive


basic
salary,
allowance(s)
_________ 4, health insurance and
annual leave.

(2) Pegawai Setempat memiliki


kewajiban:
a. melaksanakan pekerjaan dan
perintah kedinasan dengan
sebaik-baiknya dan penuh
tanggungjawab sesuai dengan
uraian tugas yang diberikan
oleh Perwakilan;

(2) The Employee is obliged:


a. to work and perform his/her
duties to the best of his/her
ability and in the most
responsible
manner
in
accordance with the job
description given by the Mission;

b. memahami dan mematuhi


seluruh peraturan, tata-tertib

b. to fully understand and to


comply with all the rules,

3
4

Catatan: diperinci dan disesuaikan dengan ketentuan Perwakilan.


Catatan: diperinci dan disesuaikan dengan ketentuan Perwakilan.

1190 PEGAWAI SETEMPAT

dan disiplin yang berlaku di


Perwakilan, termasuk namun
tidak terbatas, peraturan disiplin
Pegawai Negeri Sipil Republik
Indonesia yang ketika itu
berlaku dan peraturan Menteri
Luar Negeri Republik Indonesia
mengenai Pegawai Setempat
yang berlaku saat itu yang
semuanya dianggap merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari
Kontrak ini;

regulations and disciplinary


provisions of the Mission,
including but not limited, the
prevailing disciplinary regulations
for the Indonesian Civil Servants
and the prevailing decree of the
Minister of Foreign Affairs of the
Republic of Indonesia dealing
with Local Staff, all of which
regulations shall be deemed an
integral part of this Contract;

c. mengabdikan dirinya dengan


sungguh-sungguh terhadap tugastugas kedinasannya;

c. to dedicate himself/herself
diligently to his/her official duties;

d. memenuhi dan mematuhi 8


(delapan) jam kerja per hari sesuai
dengan waktu kerja yang
ditentukan oleh Perwakilan dari
pukul ______ sampai dengan pukul
_______

b. to observe 8 (eight) daily working


hours as regulated by the Mission
from _______ am to _______ pm.

Pasal 5
Uraian Tugas

Article 5
Job Description

(1) Perwakilan
membuat
dan
menetapkan uraian tugas untuk
Pegawai Setempat.

(1) The Mission shall define a job


description to the Employee.

(2) Pegawai Setempat melaksanakan


pekerjaan sesuai dengan uraian
tugas sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).

(2) The Employee shall undertake his/


her duties in accordance with the
job description as stipulated in
paragraph (1).

(3) Uraian tugas sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) disampaikan oleh
Perwakilan kepada Pegawai
Setempat.

(3) The job description as stipulated in


paragraph (1) shall be furnished by
the Mission to the Employee.

Pasal 6
Evaluasi

Article 6
Evaluation

(1) Evaluasi disiplin, kinerja dan perilaku


Pegawai Setempat dilakukan secara
rutin oleh Perwakilan.

(1) The evaluation of discipline,


performance and behavior of the
Employee shall be conducted on a
regular basis by the Mission.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) menjadi bahan

(2) The evaluation as stipulated in


paragraph (1) shall be taken into

PEGAWAI SETEMPAT

1191

pertimbangan bagi Perwakilan


untuk perpanjangan, pembaruan
atau penghentian Kontrak.

account as consideration for


extension, renewal or discontinuation of the Contract.

Pasal 7
Sanksi-sanksi

Article 7
Sanctions

(1) Pelanggaran yang dilakukan oleh


Pegawai Setempat terhadap
kewajibannya sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan/
atau peraturan serta tata tertib
lainnya yang berlaku di Perwakilan
akan dikenakan sanksi oleh
Perwakilan.

(1) Any violation of the obligation


committed by the Employee as
stipulated in Article 4 paragraph (2)
and/or
other
rule(s)
and
regulation(s) of the Mission will be
subjected to sanctions.

(2) Pengenaan sanksi sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
sesuai dengan berat ringannya
pelanggaran yang dilakukan.

(2) The sanctions referred to in


paragraph (1) shall be imposed with
due account of the gravity of each
violation.

(3) Jenis-jenis sanksi sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) sebagai
berikut:
a. peringatan lisan, atau
b. peringatan tertulis, atau
c. pernyataan tidak puas secara
tertulis, atau
d. penurunan gaji sebesar 10 %
selama 6 (enam) bulan, atau

(3) Classification of the sanctions as


referred to in paragraph (1) are as
follows:
a. verbal warning, or
b. written reprimand, or
c. written
expression
of
dissatisfaction, or
d. reduction by 10 % of his/her basic
salary for maximum 6 (six) months
period, or
e. discontinuation of Contract.

e. penghentian Kontrak.
(4) Jenis-jenis sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dapat
disertai
dengan
kewajiban
membayar ganti rugi pada
Perwakilan.

(4) Sanctions as referred to in


paragraph (3) may also bear the
obligation for the Employee to pay
compensation to the Mission.

Pasal 8
Pengakhiran, Penghentian
dan Pembatalan Kontrak Kerja

Article 8
Termination, Discontinuation
and Invalidity of the Contract

(1) Kontrak akan berakhir karena


alasan-alasan sebagai berikut:
a. masa Kontrak sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 ayat (1)
berakhir;
b. bilamana ada instruksi langsung
dari Departemen Luar Negeri
Republik Indonesia sebagai

(1) The Contract shall be terminated


due to the following circumstances:
a. the period of the Contract as
referred to by Article 1 paragraph
(1) expires;
b. in the event of a direct instruction
from the Department of Foreign
Affairs of the Republic of Indonesia,

1192 PEGAWAI SETEMPAT

tindak lanjut dari kebijakan


pengurangan
personil
/
pengurangan anggaran /
perubahan
organisasi
/
penutupan Perwakilan atau
adanya evakuasi, dan/atau force
majeur;
c. apabila Pegawai Setempat
meninggal dunia.

as a consequence of a policy to
downsize personnel / reduce
budget / restructure / closure of
the Mission or evacuation and/or
force majeur;
c. upon the demise of the Employee.

(2) Kontrak akan dihentikan dengan


alasan-alasan sebagai berikut:

(1) The Contract shall discontinue due


to the following conditions:

a. penghentian Kontrak sebagaimana dimaksud pada Pasal 25;


b. bilamana Pegawai Setempat
berhalangan dalam menjalankan
tugasnya sebagai akibat dari
gangguan kesehatan fisik dan/
atau mental;
c. bilamana Pegawai Setempat
mengundurkan diri berdasarkan
alasan
pribadi,
dengan
ketentuan yang bersangkutan
harus mengajukan surat
pengunduran diri kepada Kepala
Perwakilan selambat-lambatnya
2 (dua) bulan sebelumnya;
d. bilamana Pegawai Setempat
meninggalkan tugasnya dikarenakan sakit atau cidera atau
berada dalam tahanan atau
sedang menjalani proses hukum
selama 3 (tiga) bulan berturutturut;
e. bilamana disiplin, kinerja dan
perilaku Pegawai Setempat
tidak memenuhi kebutuhan
Perwakilan berdasarkan evaluasi
sesuai Pasal 6;
f. bilamana Pegawai Setempat
meninggalkan tugas tanpa
pemberitahuan atau alasan yang
sah untuk sekurang-kurangnya
selama 5 (lima) hari kerja
berturut-turut;
g. bilamana Pegawai Setempat
dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7;

a. the Contract discontinues


under the condition as
stipulated in Article 25;
b. when the Employee is hindered
in undertaking his/her official
duties by a serious mental and/
or physical illness;
c. upon the resignation of the
Employee due to personal
reasons, by which the
Employee shall submit to the
Head of Mission a letter of
resignation at least 2 (two)
months in advance;

d. when the Employee has been


absent from work for a
continuous period of 3 (three)
months as the result of sickness
or injury or being taken into
custody or due process of law;
e. when based on evaluation
referred to in Article 6 the
Employees
performance,
attitude and discipline does not
meet the Missions standard(s);
f. when the Employee is absent
from work without notice or
valid reason for at least 5 (five)
consecutive days;
g. when the Employee has been
sanctioned in accordance with
Article 7;

Catatan: hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak.

PEGAWAI SETEMPAT

1193

h. bilamana Pegawai Setempat


dipidana penjara;
i. bilamana Pegawai Setempat
terlibat dalam penyalahgunaan
narkotika dan/atau obat-obat
terlarang.

h. when the Employee is


imprisoned;
i. when the Employee is involved
in the abuse of narcotics, drugs
and/or
psychotropic
substances.

(3) Kontrak akan batal apabila Pegawai


Setempat
dengan
sengaja
memberikan keterangan palsu
kepada Perwakilan.

(3) The Contract shall be null and


void if it is revealed that the
Employee has intentionally
provided false information to the
Mission.

Pasal 9
Perubahan

Article 9
Amendment

(1) Kontrak dapat diubah sesuai


dengan kebutuhan Perwakilan.

(1) The Contract might be amended


pursuant to the need of the
Mission.

(2) Perubahan dimaksud merupakan


bagian tak terpisahkan dari Kontrak
ini.

(2) Such amendment shall form as an


integral part of this Contract.

Pasal 10
Hukum Yang Berlaku dan
Penyelesaian Sengketa

Article 10
Governing Law and Settlement
of Disputes

Masing-masing Pihak, tanpa dapat


dicabut kembali dan tanpa syarat,
dengan ini menyatakan bahwa :

Each
Party
irrevocably
and
unconditionally hereby states that :

(1) Kontrak ini tunduk pada hukum dan


peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia;

(1) the present Contract is governed


by the Indonesian laws and
regulations;

(2) setiap sengketa yang timbul dalam


pelaksanaan Kontrak ini akan
diselesaikan secara damai melalui
musyawarah dan mufakat;

(2) any disputes arising from the


implementation of the Contract
shall be settled amicably between
the Parties through consultations;

(3) bilamana penyelesaian sengketa


secara damai melalui musyawarah
dan mufakat tidak mencapai
kesepakatan, sengketa diselesaikan
melalui Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat berdasarkan hukum nasional
Indonesia;

(3) should the amicable settlement of


disputes through consultations fails,
the disputes shall be settled
through Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat (District Court of Central
Jakarta) under Indonesian national
law;

(4) mengesampingkan hak yang


dimilikinya baik saat ini maupun di

(4) it waives any objection it may now


or in the future have to

1194 PEGAWAI SETEMPAT

masa yang akan datang untuk


menolak bila kasusnya diperiksa di
pengadilan
tersebut
atau
mengajukan keberatan bahwa
pengadilan tersebut bukan
merupakan forum yang tepat untuk
penyelesaian perkara mereka atau
untuk mengajukan keberatan
bahwa pengadilan tersebut tidak
memiliki kompetensi untuk
mengadili perkara.

proceedings being brought in the


aforementioned court, or any claim
that any proceedings brought in the
aforementioned court has been
brought in an inconvenient forum,
or any claim that the aforementioned court does not have
jurisdiction.

Pasal 11
Keterpisahan

Article 11
Severability

Jika satu atau lebih klausula di dalam


Kontrak ini atau pelaksanaannya dalam
suatu situasi atau keadaan tertentu
tidak sah atau tidak dapat dilakukan,
maka klausula-klausula lainnya tidak
akan terpengaruh, tetap berlaku dan
mengikat sepenuhnya Para Pihak.
Dalam hal terjadi ketidaksahan parsial
seperti tersebut dalam kalimat
sebelumnya maka Para Pihak sepakat
untuk dengan itikad baik merumuskan
kembali penggantian klausula-klausula
yang tidak sah tersebut dengan
klausula-klausula baru yang sah dan
dapat diberlakukan sedemikian rupa
sehingga klausula-klausula yang baru
tersebut secara ekonomis harus dibuat
semirip dan seadil klausula-klausula yang
tidak sah dan tidak dapat diberlakukan
tadi.

If any provision of this Contract or the


application thereof to any situation or
circumstance shall be invalid or
unenforceable, the remainder of this
Contract shall not be affected, and
each remaining provisions shall be valid
and enforceable to the fullest extent.
In the event of such partial invalidity,
the Parties agree to in good faith
replace any such legally invalid or
unenforceable provision with valid and
enforceable provisions that, from an
economic viewpoint, most nearly and
fairly approach the effect of the invalid
or unenforceable provision.

Kontrak dibuat di _________, pada


hari
__________,
tanggal
___________ tahun ____________
dalam 2 (dua) bahasa, yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris6. Dalam
hal terjadi perbedaan dalam penafsiran
atas Kontrak ini, naskah dalam bahasa
Indonesia yang akan berlaku7.

Done at _________ on ______,


___________ in 2 (two) languages,
Indonesian, and English6. In case of
any divergence of interpretation of this
Contract, the Indonesian text shall
prevail.

Catatan: diganti dengan bahasa asing lain apabila kontrak dibuat dalam bahasa Indonesia dan
bahasa asing selain bahasa Inggris.
Catatan: dalam hal Pegawai Setempat adalah WNI yang Kontrak Kerjanya hanya dalam bahasa
Indonesia, maka klausula ini tidak dipakai, yang dipakai klausula Kontrak dibuat di _________,
pada hari __________, tanggal ___________ tahun _____ .

PEGAWAI SETEMPAT

1195

Pegawai Setempat/Employee,
_______________________________
Nama/Name :
Catatan: Dibuat dalam 3 (tiga) salinan:
satu salinan untuk Perwakilan, satu
salinan untuk Pegawai Setempat, dan
satu salinan untuk Biro Kepegawaian
Departemen Luar Negeri RI untuk
didaftarkan pada Departemen Tenaga
Kerja RI.

1196 PEGAWAI SETEMPAT

Atas Nama Perwakilan/For the


Mission,
_______________________________
Nama/Name
:
Jabatan/Title :
Note: Made in triplicate: one copy for
the Mission, one copy for the
Employee, and one copy for the
Personnel Bureau at the Department
of Foreign Affairs, Republic of Indonesia
for registration with the Department
of Manpower RI.

LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
: 07/A/KP/X/2006/01 TAHUN 2006
TANGGAL : 17 Oktober 2006
*)
.

RAHASIA

FORMULIR EVALUASI
PEGAWAI SETEMPAT
JANGKA WAKTU PENILAIAN
BULAN s/d..
1.

2.

3.

PEGAWAI SETEMPAT
a.

Nama

b.

Tempat, Tanggal Lahir

c.

Pendidikan

d.

Pekerjaan

e.

Fungsi **)

f.

Bekerja T.M.T

ATASAN LANGSUNG
a.

Nama

b.

NIP

c.

Pangkat/golongan ruang

d.

Gelar/Tingkat PDLN

e.

Jabatan/Pekerjaan

f.

Unit Organisasi

KETUA TIM KEPEGAWAIAN


a.

Nama

b.

NIP

c.

Pangkat/golongan ruang

d.

Gelar/Tingkat PDLN

e.

Jabatan/Pekerjaan

f.

Unit Organisasi

*) Diisi dengan nama Perwakilan


**) Politik, Ekonomi, Penerangan dan Sosial Budaya, Protokol dan Konsuler, Umum/Administrasi

PEGAWAI SETEMPAT

1197

4. P E N I L A I A N
No.
1

Uraian

Skala

LOYALITAS
a

Menjaga nama baik Negara, Pemerintah dan Perwakilan Republik


Indonesia

Menyimpan rahasia atau hal-hal yang sepatutnya harus dijaga


kerahasiaannya baik mengenai pekerjaan, segala kejadian, maupun
tulisan/berhubungan dengan Negara, Pemerintah dan Perwakilan
Republik Indonesia termasuk para pejabat Negara/staf Perwakilan

Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:

100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50

Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:

100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50

Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:

100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50

Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah

100 91
90 81
80 66
65 50

Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:

100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50

Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah

100 91
90 81
80 66
65 50

DEDIKASI
a

Mematuhi perintah kedinasan dengan rasa tanggung jawab yang


diberikan oleh Atasan Langsung maupun oleh Home Staff lainnya yang
berwenang memberikan tugas tersebut

Rela mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran dalam pelaksanaan


tugas-tugas Perwakilan

Tidak melakukan pekerjaan lain dengan menerima upah atau


mendapatkan keuntungan lainnya yang dilakukan pada jam kerja, baik di
dalam maupun di luar kantor

WATAK
a

Menjaga sikap sopan santun kepada pimpinan dan seluruh staf serta para
tamu yang berkunjung ke Perwakilan

Menciptakan dan memelihara suasana atau lingkungan kerja yang baik,


aman, tenteram dan damai, baik dalam hubungan dengan para pimpinan
maupun seluruh staf dan sesama Pegawai Setempat di Perwakilan
Republik Indonesia

Membantu seluruh unsur di Perwakilan dalam menyukseskan programprogram kegiatan Perwakilan

KEJUJURAN
a

Melaporkan segera kepada Atasan Langsung atau Home Staff lainya jika
mengetahui secara tepat dan pasti mengenai hal-hal yang dapat
membahayakan atau merugikan Perwakilan, baik di bidang keamanan
(gedung dan personil), keuangan dan material lainnya maupun mengenai
kewibawaan Perwakilan

Tidak menyimpang/menyalahgunakan wewenang, kepercayaan dan


sumber daya Perwakilan untuk kepentingan pribadi

Melaporkan hasil kerja kepada atasannya sesuai dengan keadaan yang


sebenarnya

KERJA SAMA
a

Mampu bekerja bersama-sama dengan orang lain menurut waktu dan


bidang tugas yang ditentukan

1198 PEGAWAI SETEMPAT

Mengetahui tugas orang lain yang memiliki hubungan dengan bidang


tugasnya

Menghargai pendapat orang lain

Bersedia menerima keputusan yang diambil secara sah walaupun dia


tidak sependapat

Bersedia mempertimbangkan dan menerima usul yang baik dari orang


lain

Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:

100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50

Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:

100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50

Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:

100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50

DISIPLIN
a

Menaati jam kerja dan hari kerja kantor yang ditetapkan dalam Kontrak
Kerja dan Surat Keputusan Kepala Perwakilan

Menaati peraturan perundang-undangan, peraturan kedinasan dan


peraturan Perwakilan yang berlaku

Memberikan alasan yang jelas dengan disertai surat keterangan dokter


jika berhalangan hadir karena sakit

Jika berhalangan karena urusan pribadi, memberikan alasan yang jelas


dan disetujui oleh atasan langsungnya

Menggunakan jam kerja untuk mengerjakan tugas-tugas kedinasan

KINERJA
a

Melaksanakan tugas secara berdayaguna/berhasilguna

Memberikan pelayanan cepat, ramah, dan baik kepada semua pihak yang
memerlukan

Menunjukkan kecakapan dan ketrampilan dalam melaksanakan tugasnya

Menggunakan pengalamannya dalam menjalankan tugas

Bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugasnya

Mencapai hasil kerja yang telah ditentukan baik dalam mutu maupun
dalam jumlah

PEGAWAI SETEMPAT

1199

TANGGUNG JAWAB
a

Menyelesaikan tugasnya dengan tuntas dan baik serta tepat pada


waktunya

Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Perwakilan dengan


rasa tanggung jawab dan cara yang sebaik-baiknya

Mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan sendiri, orang


lain atau golongan

Berani memikul resiko dari keputusan yang diambil atau tindakan yang
dilakukannya

Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
NILAI RATA-RATA:

100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50
100 91
90 81
80 66
65 50

5. CATATAN

..., .. 2006
Pegawai yang dinilai,

(....)

1200 PEGAWAI SETEMPAT

Disetujui Tim Kepegawaian Perwakilan,


Ketua,

(..)
NIP.

DEPARTEMEN LUAR NEGERI


PUSAT KOMUNIKASI

FR No. 001981

RAHASIA
PENGANTAR
BERITA FAKSIMIL
RUANG LEGALISASI
IMRON COTAN
NOMOR
: RR-0177/DEPLU/I/2006
TANGGAL
: 13 Januari 2006
JUMLAH HALAMAN :

RUANG LEGALISASI
DARI

KEPADA
TEMBUSAN
IMRON COTAN
PERIHAL

:
:
:
:

Sekretaris Jenderal
Yth. All Keppris
Yth. Inspektur Jenderal
Model Kontrak Kerja Pegawai Setempat
PEMBUAT
ttd
PRIYO ISWANTO
NIP. 020004267
PEJABAT KOMUNIKASI :

PEGAWAI SETEMPAT

1201

ISI BERITA
Re : Model Kontrak Kerja Pegawai Setempat
Merujuk brafaks Sekjen No. RR-0004/DEPLU/I/06 tanggal 2 Januari
2006 perihal Persetujuan Pengangkatan Pegawai Setempat, bersama
ini dengan hormat disampaikan sebagai berikut :
1. Sesuai dengan Surat Edaran Sekjen Nomor : SE.01/C/OT/VIII/
2004/02 tentang Pedoman Pelaksanaan Keputusan Menteri Luar
Negeri Nomor : 06/A/OT/VI/2004/01 tentang organisasi dan
Tata Kerja Perwakilan RI di Luar Negeri, Model Kontrak Kerja
Pegawai Setempat yang akan menjadi dasar bagi seluruh
perwakilan dalam pembuatan kontrak kerja Pegawai Setempat
telah mendapat persetujuan dari Menteri Luar Negeri.
2. Diharapkan Perwakilan dalam hal memperkerjakan pegawai
setempat yang menandatangani kontrak kerja agar mengikuti
dan melaksanakan Model Kontrak dimaksud sebagai standard
yang telah ditetapkan oleh Pusat dan berlaku bagi seluruh
Perwakilan. Perubahan dan/atau penambahan dalam kontrak
untuk disesuaikan dengan kondisi setempat tidak boleh
bertentangan dengan Model Kontrak Kerja dan terlebih dahulu
harus disampaikan ke Pusat untuk mendapat persetujuan.
3. Dalam Model Kontrak Kerja dimaksud terdapat beberapa hal
yang perlu dipahami, antara lain :
a. Kontrak Kerja yang dibuat berdasar Model dimaksud dan
ditandatangani oleh pegawai setempat dan satu untuk Biro
Kepegawaian Departemen Luar Negeri.
b. Kontrak dibuat dalam 3 (tiga) salinan : satu untuk Perwakilan,
satu untuk Pegawai Setempat, dan satu untuk Biro
Kepegawaian Departemen Luar Negeri.
c. Ketentuan Pasal 2 pada Model Kontrak Kerja hanya berlaku
bagi pegawai setempat yang menandatangani kontrak untuk
pertama kalinya.
d. Pernyataan pengesampingan (waiter statement) dibuat untuk
mengantisipasi adanya tuntutan pesangon oleh pegawai
setempat yang terikat kontrak kerja lama yang sifatnya
indefinite period. Perwakilan dapat meminta pegawai setempat
tersebut untuk membuat dan menandatangani pernyataan

1202 PEGAWAI SETEMPAT

pengesampingan sesuai model terlampir yang menyatakan


bahwa ybs bersedia melepaskan haknya untuk mendapatkan
pesangon, dengan pertimbangan bahwa ybs diterima bekerja
kembali menjadi pegawai setempat sebagai kompensasinya.
Pernyataan dimaksud dilampirkan pada Kontrak Kerja Pegawai
setempat ybs yang ditandatangani dan berlaku mulai 1 Januari
2006.
4. Terlampir Model Kontrak Kerja Pegawai Setempat dan
Pernyataan Pengesampingan (Waiver Statement), Soft Copy
kedua dokumen tersebut akan dikirimkan via vpn yang bisa
diakses seluruh Perwakilan.
5. Peraturan Menteri Luar Negeri tentang Pedoman dan Tata Cara
Pengangkatan, Pemberhentian dan Kontrak Kerja Pegawai
Setempat pada Perwakilan RI di Luar Negeri sedang pada tahap
penyelesaian akhir dan akan segera dikirimkan pada kesempatan
pertama.
Demikian, atas perhatian dan kerjasama Saudara kami ucapkan
terima kasih.

Jakarta, 13 Januari 2006

PEGAWAI SETEMPAT

1203

MODEL
PERNYATAAN PENGESAMPINGAN
(WAITER STATEMENT)
Saya, yang bertanda tangan dibawah ini/I, the undersigned :
Nama : Name

: _______________________________

Alamat/Address

: _______________________________

No. KTP/Paspor ID/Passport No

: _______________________________

Dengan ini menyatakan sebagai berikut :

hereby state as follows:

1.

saya telah mendapatkan penjelasan


perihal hak-hak yang saya akan peroleh
jika saya tidak lagi meneruskan
hubungan kerja saya dengan
(Kedutaan Besar/ Perutusan Tetap /
Konsulat Jenderal / Konsulat) Republik
Indonesia di __________________
(untuk
selanjutnya
disebut
Perwakilan) sesuai dengan peraturan
yang berlaku di Perwakilan sebelum 1
Januari 2006.

1.

I have been briefed about my


entitlement if I decide not to continue
my employment relationship
with
the [Embassy / Permanent Mission
/ Consulate General / Consulate] of
the Republic of Indonesia in _______
(hereinafter referred to as the
Mission) in accordance with the
prevailing rules of the Mission prior to
I January 2006;

2.

Saya dengan kemauan sendiri dengan


ini mengesampingkan hak saya
tersebut diatas dalam Butir 1 dan
memutuskan
untuk
bersedia
menandatangani kontrak kerja waktu
tertentu dengan Perwakilan.
Dengan menandatangani Kontrak
Kerja Waktu Tertentu hak saya yang
ada saat ini maupun di masa yang akan
datang yang timbul sehubungan
dengan masa kerja saya dengan
Perwakilan sebelum 31 Desember 2005.

2.

I voluntarily waive my right referred


to in the above Point 1 and decide to
execute the Employment Contract for
Definite Period which shall govern my
employment relationship with the
Mission. By virtue of executing the
Employment Contract for Definite
Period, I waive my right or any other
right in the future arising out of my
employment relationship with the
Mission prior to 31 December 2005.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan


kemauan sendiri, tanpa paksaan dari pihak
manapun.
Dibuat di _______ pada tanggal _______
Januari 2006

1204 PEGAWAI SETEMPAT

This statement is made voluntarily without


any coercion whatsoever.
Made in ____on the __ of January 2006

MODEL
KONTRAK KERJA PEGAWAI SETEMPAT
(CONTRACT OF EMPLOYMENT FOR LOCAL STAF)

ENGLISH

BAHASA INDONESIA
Para Pihak dalam Kontrak Kerja ini :

The Parties of this Contract :

[Kedutaan Besar/Konsulat Jenderal/


Konsulat/Perutusan Tetap] Republik
Indonesia untuk/pada [Negara
Akreditasi/Organisasi Internasional
Akreditasi] yang berkedudukan di
[Kota], untuk selanjutnya disebut
sebagai Perwakilan
dan
Sdr. ______________ Bertempat
tinggal di ____________ [KTP/SIM/
Paspor] nomor, untuk selanjutnya
disebut sebagai Pegawai Setempat

The [Embassy/Consulate General/


Consulate/Permanent Mission] of the
Republic of Indonesia to [Accredited
State/International Organization] in
[City], hereinafter referred to as the
Mission;

Perwakilan dan Pegawai Setempat


sendiri-sendiri untuk selanjutnya
disebut sebagai Pihak dan bersamasama untuk selanjutnya disebut
sebagai Para Pihak.

The Mission and Employee each


referred to as the Party and jointly
referred to as the Parties.

Bahwa Para Pihak telah bersepakat


untuk mengikatkan diri pada Kontrak
Kerja
Waktu
Tertentu,
yang
selanjutnya disebut sebagai Kontrak,
dengan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :

Whereas the Parties have agreed to


conclude the Contract of Employment
for Definite Period, hereinafter
referred to as the Contract, with the
following terms and conditions:

Pasal 1
Masa Kontrak

Article 1
Period of Contract

(1) Masa berlaku Kontrak ini adalah 2


(dua) tahun, terhitung mulai
tanggal ______ dan berakhir pada
tanggal _______

(1) The period of the Contract is valid


for 2 (two) years and shall become
effective as of _____ and shall
expire on

(2) Masa Kontrak dalam ayat (1) diatas


dapat dihentikan lebih awal apabila
terpenuhinya hal-hal sebagaimana
diatur dalam (Pasal 2 dan 1) Pasal
8 ayat (2) di bawah ini.

(2) The period of Contract as


mentioned
in
the
above
paragraph
(1)
may
be
discontinued earlier than the
expiration date subject to
conditions stipulated in the

and
Mr./Mrs./Ms. _________, domiciled in
________, [ID/ Drivers License/
Passport] number ______, hereinafter
referred to as the Employee.

PEGAWAI SETEMPAT

1205

provision of (Article _ 2 and 1 )


Article 8 paragraph (2) below.
Pasal 22

Article 22

(1) Dalam waktu 3 (tiga) bulan


pertama, Perwakilan melakukan
evaluasi terhadap kinerja Pegawai
Setempat.

(1) The Mission shall, within the first


3 (three) months, evaluate the
performance of the Employee.

(2) Jika berdasarkan evaluasi,


sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Pegawai Setempat tidak
memiliki kecakapan atau keahlian
atau keterampilan yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas-tugas
Perwakilan atau perilaku yang
sesuai, maka Perwakilan dapat
mengakhiri Kontrak.
Pasal 3
Hak dan Kewajiban Perwakilan
(1) Perwakilan memiliki hak :

(2) If according to the evaluation as


stipulated in paragraph (1), the
Employee does not demonstrate
due capacity or expertise or skIII
as required to perform the duties
given by the Mission as well as the
proper attitude and good
conduct, the Mission shall
discontinue the Contract.
Article 3
Rights and Obligations of the Mission
(1) The Mission has the rights :

a.

Memperpanjang atau tidak


memperpanjang Kontrak ;

a.

to extend or not to extend


the Contract;

b.

Memperbarui atau
memperbarui kontrak

tidak

b.

to renew or not to renew the


Contract;

c.

Memberikan
arahan,
bimbingan,
pembinaan,
perintah dan peringatan
kepada Pegawai Setempat
untuk melaksanakan tugasnya
secara baik dan bertanggung
jawab ;

c.

to
provide
direction,
guidance,
supervision,
instruction, and reprimand
admonition to the Employee
to carry out his/her official
duties in a proper and
responsible manner;

d.

Menugaskan
Pegawai
Setempat pada satuan unit
kerja apapun dari Perwakilan
dan memberikan uraian tugas
Pegawai Setempat secara
rinci dalam setiap penugasan.

d.

to assign the Employee at any


section of the Mission and to
provide a detailed job
description on each of the
assignment.

(2) Perwakilan memiliki kewajiban :


a.

Memberitahukan pegawai
setempat segala peraturan
dan tata tertib yang berlaku

1206 PEGAWAI SETEMPAT

(2) The Mission is obliged:


a.

to inform the Employee the


rules and regulations of the
Mission, including but not

di Perwakilan, termasuk
namun tidak terbatas,
peraturan disiplin Pegawai
Negeri Sipil Republik Indonesia
yang berlaku saat itu dan
peraturan Menteri Luar
Negeri Republik Indonesia
yang mengatur perihal
Pegawai Setempat yang
berlaku saat itu yang
semuanya
dianggap
merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Kontrak ini ;

limited, the prevailing


disciplinary regulations for the
Indonesian Civil Servants and
the prevailing decree of the
Minister of Foreign Affairs of
the Republic of Indonesia
dealing with Local Staff, all of
which regulations shall be
deemed an integral part of
this Contract;

b.

Membayar Pegawai Setempat


gaji pokok sebesar US$/mata
uang
setempat
___________________
setiap bulan ;

b.

to pay the Employee a basic


salary at the amount of United
Slates Dollar/local currency
______ per month;

c.

Membayar Pegawai Setempat


tunjangan _____________3 ;

c.

to pay the Employee


allowance(s) ______3;

d.

Membayar upah lembur


kepada Pegawai Setempat
yang tidak dikecualikan untuk
menerima upah lembur, yang
melaksanakan
lembur
berdasarkan
perintah
kedinasan ;

d.

to pay overtime pay to the


non-exempted
overtime
Employee
who
works
overtime based on official
instructions;

e.

Membayar asuransi kesehatan


kepada Pegawai Setempat
yang
ditentukan
oleh
Perwakilan ;

e.

to provide the Employee with


health insurance which is
determined by the Mission;

f.

Melakukan evaluasi Pegawai


Setempat.

f.

to evaluate the performance


of the Employee.

Pasal 4
Hak dan Kewajiban Pegawai
Setempat

Article 4
Rights and Obligations of the
Employee

(1) Pegawai setempat memiliki hak


menerima gaji pokok, tunjangan
_________ 4, asuransi kesehatan
dan cuti tahunan.

(1) The Employee is entitled to


receive basic salary, allowance(s)
______ 4 , health insurance and
annual leave.

(2) Pegawai setempat


kewajiban :

(2) The Employee is obliged:

memiliki

PEGAWAI SETEMPAT

1207

a.

Melaksanakan pekerjaan dan


perintah kedinasan dengan
sebaik-baiknya dan penuh
tanggung jawab sesuai
dengan uraian tugas yang
diberikan oleh Perwakilan ;

a.

to work and perform his/her


duties to the best of his/her
ability and in the most
responsible manner in
accordance with the job
description given by the
Mission;

b.

Memahami dan mematuhi


seluruh peraturan, tata tertib
dan disiplin yang berlaku di
Perwakilan, termasuk namun
tidak terbatas, peraturan
disiplin Pegawai Negeri Sipil
Republik Indonesia yang ketika
itu berlaku dan peraturan
Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia mengenai Pegawai
Setempat yang berlaku saat
itu yang semuanya dianggap
merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Kontrak ini ;

b.

to fully understand and to


comply with all the rules,
regulations and disciplinary
provisions of the Mission,
including but not limited, the
prevailing
disciplinary
regulations for the Indonesian
Civil Servants and the
prevailing decree of the
Minister of Foreign Affairs of
the Republic of Indonesia
dealing with Local Staff, all of
which regulations shall be
deemed an integral part of
this Contract;

c.

Mengabdikan dirinya dengan


sungguh-sungguh terhadap
tugas-tugas kedinasannya.

c.

to dedicate himself/herself
diligently to his/her official
duties;

d.

Memenuhi dan mematuhi 8


(delapan) jam kerja per hari
sesuai dengan waktu kerja
yang
ditentukan
oleh
Perwakilan
dari
pukul
_________, sampai dengan
pukul __________

d.

to observe 8 (eight) daily


working hours as regulated by
the Mission from _____ am to
_____ pm.

Pasal 5
Uraian Tugas

Article 5
Job Description

(1) Perwakilan
membuat
dan
menetapkan uraian tugas untuk
Pegawai Setempat

(1) The Mission shall define a job


description to the Employee.

(2) Pegawai setempat melaksanakan


pekerjaan sesuai dengan uraian
tugas sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
(3) Uraian tugas sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)

1208 PEGAWAI SETEMPAT

(2) The Employee shall undertake his/


her duties in accordance with the
job description as stipulated in
paragraph (1).
(3) The job description as stipulated
in paragraph (1) shall be

disampaikan oleh Perwakilan


kepada Pegawai Setempat.

furnished by the Mission to the


Employee.

Pasal 6
Evaluasi

Article 6
Evaluation

(1) Evaluasi disiplin, kinerja dan perilaku


Pegawai Setempat dilakukan
secara rutin oleh Perwakilan.

(1) The evaluation of discipline,


performance and behavior of the
Employee shall be conducted on
a regular basis by the Mission.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) menjadi bahan
pertimbangan bagi perwakilan
untuk perpanjangan, pembaruan
atau penghentian kontrak.

(2) The evaluation as stipulated in


paragraph (1) shall be taken into
account as consideration for
extension,
renewal
or
discontinuation of the Contract.

Pasal 7
Sanksi Sanksi

Article 7
Sanctions

(1)

Pelanggaran yang dilakukan oleh


Pegawai Setempat terhadap
kewajibannya sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan/
atau peraturan serta tata tertib
lainnya yang berlaku di Perwakilan
akan dikenakan sanksi oleh
Perwakilan.

(1) Any violation of the obligation


committed by the Employee as
stipulated in Article 4 paragraph
(2) and/or other rule(s) and
regulation(s) of the Mission wIII
be subjected to sanctions.

(2)

Pengenaan sanksi sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
sesuai dengan berat ringannya
pelanggaran yang dilakukan.

(2) The sanctions referred to in


paragraph (1) shall be imposed
with due account of the gravity
of each violation.

(3)

Jenis-jenis sanksi sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) sebagai
berikut :
a. peringatan lisan, atau
b. peringatan tertulis, atau
c. pernyataan tidak puas secara
tertulis, atau
d. penurunan gaji sebesar 10%
selama 6 (enam) bulan, atau
e. Penghentian kontrak

(3) Classification of the sanctions as


referred to in paragraph (1) arc
as follows :
a. verbal warning, or
b. written reprimand, or
c. written
expression
of
dissatisfaction, or
d. reduction by 10% of his/her
basic salary for maximum 6
(six) months period, or
e. discontinuation of Contract.

(4)

Jenis-jenis sanksi sebagaimana


dimaksud dalam ayat (3) dapat
disertai dengan kewajiban

(4) Sanctions as referred to in


paragraph (3) may also bear the
obligation for the Employee to pay
compensation to the Mission.

PEGAWAI SETEMPAT

1209

membayar ganti rugi pada


Perwakilan.
Pasal 8
Pengakhiran, Penghentian dan
Pembatalan Kontrak Kerja

Article 8
Termination, Discontinuation and
Invalidity of the Contract

(1) Kontrak akan berakhir karena


alasan-alasan sebagai berikut :

(1) The Contract shall be terminated


due
to
the
following
circumstances:

a.

Masa Kontrak sebagaimana


dimaksud dalam pasal 1 ayat
(1) berakhir ;

a.

the period of the Contract as


referred to by Article 1
paragraph (1) expires;

b.

Bilamana ada instruksi


langsung dari Departemen
Luar
Negeri
Republik
Indonesia sebagai tindak
lanjut
dari
kebijakan
pengurangan
personil/
pengurangan anggaran/
perubahan
organisasi/
penutupan perwakilan atau
adanya evakuasi, dan/atau
force majeur ;

b.

in the event of a direct


instruction
from
the
Department of Foreign Affairs
of the Republic of Indonesia,
as a consequence of a policy
to downsize personnel/
reduce budget/restructure/
closure of the Mission or
evacuation and/or force
majeure;

c.

Apabila Pegawai Setempat


meninggal dunia.

c.

upon the demise of the


Employee.

(2) Kontrak akan dihentikan dengan


alasan-alasan sebagai berikut :

(2) The Contract shall discontinue


due to the following conditions :

a.

Penghentian
Kontrak
sebagaimana dimaksud pada
Pasal 25 ;

a.

the Contract discontinues


under the condition as
stipulated in Article 25 ;

b.

Bilamana Pegawai Setempat


berhalangan
dalam
menjalankan tugasnya sebagai
akibat
dari
gangguan
kesehatan fisik dan/atau
mental.

b.

when the Employee is


hindered in undertaking his/
her official duties by a serious
mental and/or physical
IIIness;

c.

Bilamana Pegawai Setempat


mengundurkan
diri
berdasarkan alasan pribadi,
dengan ketentuan yang
bersangkutan
harus
mengajukan
surat
pengunduran diri kepada

c.

upon the resignation of the


Employee due to personal
reasons, by which the
Employee shall submit to the
Head of Mission a letter of

1210 PEGAWAI SETEMPAT

Kepala Perwakilan selambatlambatnya 2 (dua) bulan


sebelumnya ;

resignation at least 2 (two)


months in advance;

d.

Bilamana Pegawai Setempat


meninggalkan
tugasnya
dikarenakan sakit atau cidera
atau berada dalam tahanan
atau sedang menjalani proses
hukum selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut.

d.

when the Employee has been


absent from work for a
continuous period of 3
(three) months as the result
of sickness or injury or being
taken into custody or due
process of law;

e.

Bilamana disiplin, kinerja dan


perilaku pegawai setempat
tidak memenuhi kebutuhan
Perwakilan
berdasarkan
evaluasi sesuai Pasal 6;

e.

when based on evaluation


referred to in Article 6 the
Employees performance,
attitude and discipline does
not meet the Missions
standard(s);

f.

Bilamana Pegawai Setempat


meninggalkan tugas tanpa
pemberitahuan atau alasan
yang sah untuk sekurangkurangnya selama 5 (lima) hari
kerja berturut-turut.

f.

when the Employee is absent


from work without notice or
valid reason for at least 5
(five) consecutive clays;

g.

Bilamana Pegawai Setempat


dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ;

g.

when the Employee has been


sanctioned in accordance with
Article 7;

h.

Bilamana Pegawai Setempat


dipidana penjara ;

h.

when the
imprisoned;

i.

Bilamana Pegawai Setempat


terlibat dalam penyalahgunaan
narkotika dan/atau obat-obat
terlarang.

i.

when the Employee is


involved in the abuse of
narcotics, drugs and/or
psychotropic substances.

Employee

is

(3) Kontrak akan batal apabila Pegawai


Setempat dengan sengaja
memberikan keterangan palsu
kepada perwakilan.

(3) The Contract shall be null and void


if it is revealed that the Employee
has intentionally provided false
information to the Mission.

Pasal 9
Perubahan

Article 9
Amendment

(1) Kontrak dapat diubah sesuai


dengan kebutuhan Perwakilan.

(1) The Contract might be amended


pursuant to the need of the
Mission.

PEGAWAI SETEMPAT

1211

(2) Perubahan dimaksud merupakan


bagian tak terpisahkan dari
Kontrak ini.

(2) Such amendment shall form as an


integral part of this Contract.

Pasal 10
Hukum Yang Berlaku dan
Penyelesaian Sengketa

Article 10
Governing Law and Settlement of
Disputes

Masing-masing pihak, tanpa dapat


dicabut kembali dan tanpa syarat,
dengan ini menyatakan bahwa :

Each
Party
irrevocably
and
unconditionally hereby stales that :

(1) Kontrak ini tunduk pada hukum


dan peraturan perundangundangan Republik Indonesia ;

(1) the present Contract is governed


by the Indonesian laws and
regulations;

(2) Setiap sengketa yang timbul dalam


pelaksanaan Kontrak ini akan
diselesaikan secara damai melalui
musyawarah dan mufakat ;

(2) any disputes arising from the


implementation of the Contract
shall be settled amicably between
the Parties through consultations;

(3) Bilamana penyelesaian sengketa


secara damai melalui musyawarah
dan mufakat tidak mencapai
kesepakatan,
sengketa
diselesaikan melalui Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat berdasarkan
hukum nasional Indonesia ;

(3) should the amicable settlement of


disputes through consultations
fails, the disputes shall be settled
through Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat (District Court of Central
Jakarta) under Indonesian national
law:

(4) Mengesampingkan hak yang


dimilikinya baik saat ini maupun di
masa yang akan datang untuk
menolak bila kasusnya diperiksa di
pengadilan
tersebut
atau
mengajukan keberatan bahwa
pengadilan tersebut bukan
merupakan forum yang tepat
untuk penyelesaian perkara
mereka atau untuk mengajukan
keberatan bahwa pengadilan
tersebut tidak memiliki kompetensi
untuk mengadili perkara.

(4) it waives any objection it may now


or in the future have to
proceedings being brought in the
aforementioned court, or any claim
that any proceedings brought in
the aforementioned court has
been brought in an inconvenient
forum, or any claim that the
aforementioned court does not
have jurisdiction.

Pasal 11
Keterpisahan

Article 11
Severability

Jika satu atau lebih klausula di dalam


kontrak ini atau pelaksanaannya dalam
suatu situasi atau keadaan tertentu
tidak sah atau tidak dapat dilakukan,
maka klausula-klausula lainnya tidak

If any provision of this Contract or the


application thereof to any situation or
circumstance shall be invalid or
unenforceable, the remainder of this
Contract shall not be affected, and

1212 PEGAWAI SETEMPAT

akan terpengaruh, tetap berlaku dan


mengikat sepenuhnya Para Pihak.
Dalam hal terjadi ketidaksahan parsial
seperti tersebut dalam kalimat
sebelumnya maka para Pihak sepakat
untuk dengan itikad baik merumuskan
kembali penggantian klausula-klausula
yang tidak sah tersebut dengan
klausula-klausula baru yang sah dan
dapat diberlakukan sedemikian rupa
sehingga klausula-klausul yang baru
tersebut secara ekonomis harus dibuat
semirip dan seadil klausul-klausula yang
tidak sah dan tidak dapat diberlakukan
tadi.

each remaining provisions shall be valid


and enforceable to the fullest extent.
In the event of such partial invalidity,
the Parlies agree to in good faith
replace any such legally invalid or
unenforceable provision with valid and
enforceable provisions that, from an
economic viewpoint, most nearly and
fairly approach Ilic effect of the invalid
or unenforceable provision.

Kontrak dibuat di _____________,


pada hari __________, tanggal
_____________ tahun ___________
dalam 2 (dua) bahasa yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris 6. Dalam
hal terjadi perbedaan dalam penafsiran
atas Kontrak ini, naskah dalam bahasa
Indonesia yang akan berlaku7.

Done at ______ on ____, ________


in 2 (two) languages, Indonesian, and
English6. In case of any divergence of
interpretation of this Contract, the
Indonesian text shall prevail7.

Pegawai Setempat/Employee,

Atas Nama Perwakilan/For the Mission,

____________________________
Nama/Name

____________________________
Nama/Name Jabatan/Title

Catatan : dibuat dalam 3 (tiga) salinan


: satu salinan untuk Perwakilan, satu
salinan untuk Pegawai Setempat, dan
satu salinan untuk Biro Kepegawaian
Departemen Luar Negeri RI untuk
didaftarkan pada Departemen Tenaga
Kerja RI.

Note: Made in triplicate: one copy for the


Mission, one copy for the Employee, and
one copy for the Personnel Bureau at the
Department of Foreign Affairs, Republic of
Indonesia for registration with the
Department of Manpower RI.

_________________________
Catatan : hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak.
Catatan : hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak.
3
Catatan : diperinci dan disesuaikan dengan ketentuan Perwakilan
4
Catatan : diperinci dan disesuaikan dengan ketentuan Perwakilan
5
Catatan : hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak
4
Catatan : diganti dengan bahasa asing lain apabila kontrak dibuat dalam bahasa Indonesia
dan bahasa asing selain bahasa Inggris.
7
Catatan : dalam hal Pegawai Setempat adalah WNI yang Kontrak Kerjanya hanya dalam
bahasa Indonesia, maka klausula ini tidak dipakai, yang dipakai klausula Kontrak dibuat di
_______________, pada hari _____________ tanggal _______ tahun ___________
1
2

PEGAWAI SETEMPAT

1213

1214

Anda mungkin juga menyukai