Jenis batu
BATU KOLESTEROL. Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kristal
kolesterol, dan sisanya adalah kalsiumkarbonat, kalsiumpalmitat, dan
kalsiumbilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen.
Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa batu
soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri,
dan ada yang seperti buah murbei.
Proses pembentukan batu kolesterol melalui empat tahap, yaitu
penjenuhan empedu oleh kolesterol, pembentukan nidus, kristalisasi,
danpertumbuhan batu.
Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melalui
kapasitas daya larut. Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya
sekresi kolesterol atau penurunan relatif asam empedu atau fosfolipid.
Peningkatan ekskresi kolesterol empedu antara lain terjadi misalnya pada
keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, dan pemakaian obat yang
mengandung estrogen atau klofibrat. Sekresi asam empedu akan menurun pada
penderita dengan gangguan absorbsi di ileum atau gangguan daya pengosongan
primer kandung empedu.
Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu,
kecuali bila ada nidus dan ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi. Nidus
dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir, protein lain, bakteria,
atau benda asing lain. Setelah kristalisasi meliputi suatu nidus, akan terjadi
pembentukan batu. Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal
kolesterol di atas matriks inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan
relatif pelarutan dan pengendapan. Struktur matriks agaknya berupa endapan
mineral yang mengandung garam kalsium.
Stasis kandung empedu juga berperan dalam pembentukan batu, selain
faktor yang telah disebut di atas. Puasa yang lama akan menimbulkan empedu
yang litogenik akibat stasis tadi.
BATU BILIRUBIN. Penampilan batu bilirubin yang sebenarnya berisi kalsium
bilirubinat dan disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak
bervariasi. Batu ini sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat
berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam,
dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu ini sering bersatu
membentuk batu yang lebih besar. Batu pigmen yang sangat besar dapat
ditemukan di dalam saluran empedu. Batu pigmen adalah batu empedu yang
kadar kolesterolnya kurang dari 25 persen. Batu pigmen hitam terbentuk di
dalam kandung empedu terutama terbentuk pada gangguan keseimbangan
metabolik seperti anemia hemolitik, dan sirosis hati tanpa didahului infeksi.
Seperti pembentukan batu kolesterol, terjadinya batu bilirubin
berhubungan dengan bertambahnya usia. Infeksi, stasis, dekonyugasi bilirubin
Pemeriksaan fisik
BATU KANDUNG EMPEDU. Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan
dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum,
hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di
daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu
yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik napas.
BATU SALURAN EMPEDU. Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala
atau tanda dalam fase tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan sklera
ikterik. Patut diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl,
gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat,
baru akan timbul ikterus klinis.
Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan
ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial
nonplogenik yang ditandai dengan trias Charcot, yaitu demam dan menggigil,
nyeri di daerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangitis, biasanya berupa
kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul lima gejala pentade Reynold,
berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau
penurunan kesadaran sampai koma.
Kalau ditemukan riwayat kolangitis yang hilang timbul, harus dicurigai
kemungkinan hepatolitiasis.
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila
ada sindrom Mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledokus oleh batu, dinding yang udem di daerah kantong
Hartmann, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap kali ada serangan akut.
Pemeriksaan pencitraan
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstrahepatik. Dengan ultrasonografi juga dapat dilihat dinding kandung
empedu yang menebal karena fibrosis atau udem karena peradangan maupun
sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi, punktum
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren lebih jelas
daripada dengan palpasi biasa.
Foto polos parut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi
dapat dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu
yang membesar atau hidrops, kandung empedu yang kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara
dalam usus besar, di fleksura hepatika.
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras yang diberikan per
os cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat
batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin serum di
atas 2 mg/dl, obstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih
bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
Payaran-CT tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis
batu kandung empedu. Cara ini berguna untuk membantu diagnosis keganasan
pada kandung empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90
persen.
Foto Rontgen dengan kolongipankreatikografi endoskopi retrogard di
papila Vater (ERCP) atau melalui kolongiografi transhepatik perkutan (PTC)
berguna untuk pemeriksaan batu di duktus koledokus. Indikasinya ialah batu
kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat dideteksi
dengan ultrasonografi dan kolesistografi oral, misalnya karena batu kecil.
Penyulit. Komplikasi kolelitiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat
menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus obstruktif,
kolangitis, kolangitis piogenik, fistel bilioenterik, ileus batu empedu, pankreatitis,
dan perubahan keganasan.
Batu empedu dari duktus koledokus dapat masuk ke dalam duodenum
melalui papila Vater dan menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan mukosa,
peradangan, udem, dan striktur papila Vater.