Anda di halaman 1dari 7

Nama

: Ricky Puji Firdaus

P17325112053

Kebutuhan Spiritual
Spiritualitas, keyakinan dan agama merupakan hal yang terpisah, walaupun
seringkali diartikan sama. Pemahaman tentang perbedaan antara tiga istilah sangat
penting

bagi

perawat

untuk

menghindarkan

salah

pengertian

yang

akan

mempengaruhi pendekatan yang digunakan perawat.


Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa
dan Maha Pencipta. Sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai
Pencipta atau sebagai Maha Kuasa
Menurut Burkhardt (1993), spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut:
1. Berhubungan. dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam
kehidupan.
2. Menemukan arti dan tujuan hidup.
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri
sendiri.
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha
Tinggi.
Mickley et al (1992) menguraikan spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi,
yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada
tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada
hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa
Stoll (1989), menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi: dimensi
vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun
kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang

dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan
yang terus menerus antara dua dimersi tersebut
Seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya apabila mampu
1.

Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya

didunia/kehidupan
2. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau
penderitaan.
3. Menjalin hubungan positif dan

dinamis melalui keyakinan, rasa percaya dan

cinta.
4. Membina integritas personal dan merasa diri berharga.
5. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
6. Mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.

PERKEMBANGAN SPIRITUAL
1. Bayi & Toddler (0-2 tahun)

Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya kepada yang


mengasuh yang sejalan dengan perkembangan rasa aman, dan

dalam

hubungan interpersonal, karena sejak awal kehidupan manusia mengenal

dunia melalui hubungannya dengan lingkungan, khususnya orangtua.


Bayi dan toddler belum memiliki rasa salah dan benar, serta keyakinan
spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa mengerti arti
kegiatan tersebut, serta ikut ke tempat ibadah yang mempengaruhi citra
diri mereka.

2. Prasekolah

Sikap orangtua tentang kode moral dan

agama mengajarkan kepada

anak tentang apa yang dianggap baik dan

buruk. Anak prasekolah

meniru apa yang mereka lihat bukan yang dikatakan orang lain.

Permasalahan akan timbul apabila tidak ada kesesuaian atau bertolak

belakang antara apa yang dilihat dan yang dikatakan kepada mereka.
Anak prasekolah sering bertanya tentang moralitas dan agama seperti
perkataan atau tindakan tertentu dianggap salah? dan juga bertanya "apa

itu surga?" Mereka meyakini bahwa orangtua mereka seperti Tuhan.


Menurut Kozier, Erb, Blais & Wilkinson (1995), pada usia ini metode
pendidikan spiritual yang paling efektif adalah memberikan: indoktrinasi

dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memilih caranya.


Agama merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Mereka percaya
bahwa Tuhan yang membuat hujan dan angin, hujan dianggap sebagai
air mata Tuhan

3. Usia sekolah

Anak dengan usia sekolah mengharapkan Tuhan akan : ~enjawab doanya,


yang salah akan dihukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada masa
prapubertas, anak sering mengalami kekecewaan karena mereka mulai
menyadari bahwa doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka

dan mulai mencari alasan tanpa mau menerima keyakinan begitu saja.
Pada usia ini, anak mulai mengambil keputusan akan melepaskan atau
meneruskan agama yang dianutnya karena ketergantungannya kepada

orangtua.
Pada masa remaja, mereka membandingkkan standar orangtua mereka
dengan orangtua yang lain dan menetapkan standar apa yang akan
diintegrasikan dalam perilakunya.

Remaja juga membandingkan pandangan ilmiah dengan pandangan


agama serta mencoba untuk menyatukannya.

Pada remaja yang mempunyai orangtua berbeda agama, pada masa


inilah mereka akan memutuskan pilihan agama yang akan dianutnya atau
tidak memilih satupun dari kedua agama orangtuanya

4. Dewasa

Kelompok usia dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan bersifat


Keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang pernah diajarkan
kepadanya pada masa kanak-kanak dulu, lebih dapat diterima pada masa
dewasa daripada waktu remaja dan masukan dari orangtua tersebut
dipakai untuk mendidik anaknya.

5. Usia pertengahan

Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu


untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai nilai agama

yang diyakini oleh generasi muda.


Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi
kematian orang lain (saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan
mawas diri.

Perkembangan

filosofis

agama

yang

lebih

matang

sering

dapat

membantu orangtua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam


kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat menerima kematian
sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan.

PERENCANAAN
Tujuan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami distres spiritual,
harus

difokuskan

pada

menciptakan

lingkungan

yang

mendukung

praktik

keagamaan dan keyakinan yang biasanya dilakukan.


Tujuan ditetapkan secara individual dengan mempertimbangkan riwayat
klien, area berisiko, dan tanda-tanda disfungsi serta data objektif yang relevan.
Contoh tujuan klien dengan distres spiritual :
klien akan:
I

Mengidentifikasi

keyakinan

spiritual

yang

memenuhi

kebutuhan

untuk

memperoleh arti dan tujuan, mencintai dan keterikatan serta pengampunan. '
2.

Menggunakan

kekuatan

keyakinan,

harapan

dan

rasa

nyaman

menghadapi tantangan berupa penyakit, cidera atau krisis kehidupan lain.

ketika

3. Mengembangkan praktik spiritual yang memupuk komunikasi dengan diri sendiri,


dengan Tuhan dan dengan dunia luar.
4. Mengekspresikan kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan spiritual
dengan kehidupan sehari hari.
Kriteria klien akan:
1. Menggali akar keyakinan dan praktik spiritual.
2. Mengidentifikasi faktor dalam kehidupan yang menantang keyakinan spiritual.
3. Menggali alternatif: mengingkari, memodifikasi atau menguatkan keyakinan;
mengembangkan keyakinan baru.
4. Mengidentifikasi dukungan spiritual (membaca kitab suci, kelompok pengajian,
dsb)
5. Melaporkan atau mendemonstrasikan berkurangnya distres spiritual setelah
keberhasilan intervensi.
Pada dasarnya perencanaan pada klien dengan distres spiritual dirancang
untuk memenuhi kebutuhan spiritual klien dengan:
1. Membantu klien memenuhi kewajiban agamanya.
2. Membantu klien menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara lebih
efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialaminya.
3. Membantu klien mempertahankan atau membina hubungan personal yang
dinamik dengan Maha Pencipta ketika sedang menghadapi peristiwa yang kurang
menyenangkan.
4. Membantu klien mencari

arti keberadaannya dan situasi yang sedang

dihadapinya.
5. Meningkatkan perasaan penuh harapan.
6. Memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan.

IMPLEMENTASI

a. Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat.


b. Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan spiritualnya.
c. Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual.
d. Mengetahui pesan non-verbal tentang kebutuhan spiritual pasien.
e. Berespons secara singkat, spesifik, dan faktual.
f. Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati
masalah klien.
g. Menerapkan tehnik komunikasi terapeutik dengan tehnik mendukung, menerima,
bertanya, memberi informasi, refleksi, menggali perasaan dan kekuatan yang
dimiliki klien
h. Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal klien
i. Bersikap empati yang berarti memahami dan mengalami perasaan klien
j. Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak berarti menyetujui
klien
k. Menentukan arti dari situasi klien, bagaimana klien berespons terhadap
penyakit?
l. Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan hukuman,
cobaan atau anugerah dari Tuhan?
m. Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban agama
n. Memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit

EVALUASI
Untuk mengevaluasi apakah klien telah mencapai kriteria hasil yang
ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait
dengan pencapaian tujuan asuhan keperawatan.
Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum klien:

1. Mampu beristirahat dengan tenang.


2. Menyatakan penerimaan keputusan moral/etika.
3. Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan.
4. Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama.
5. Menunjukkan afek positif, tanpa perasaan march, rasa bersalah dan ansietas.
6. Menunjukkan perilaku lebih positif.
7. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya.

Anda mungkin juga menyukai