Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak ada satupun
makhluk hidup yang berada di planet bumi ini, yang tidak membutuhkan air. Di
dalam sel hidup, baik pada tumbuh tumbuhan ataupun pada hewan ( termasuk di
dalamnya pada manusia ) akan terkandung sejumlah air, yaitu lebih dari 75%
kandungan sel tumbuh tumbuhan atau lebih dari 67 % kandungan sel hewan,
terdiri dari air. Jika kandungan tersebut berkurang, misalnya dehidrasi pada
manusia yang diakibatkan muntaber, kalau tidak cepat ditanggulangi akan
mengakibatkan kematian. Tanaman yang lupa tidak disiram pun akan layu dan
kalau dibiarkan akan mati ( Suriawiria, 2005 ).
Air dipermukaan bumi ini terdiri atas 97 % air asin di lautan, 2 % masih
berupa es, 0,0009 % berupa danau, 0,00009 % merupakan air tawar di sungai, dan
sisanya merupakan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan
hidup manusia, tumbuhan dan hewan yang hidup di daratan. Oleh sebab itu air
merupakan barang langka yang paling dominan dibutuhkan di permukaan bumi
ini ( Nugroho, 2006 ).
Ditinjau dari segi ilmu kesehatan masyarakat, penyedian sumber air bersih
harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang
terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata rata
kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150 200 liter atau 35 40
galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim,
standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat ( Chandra, 2007 ).
Tentu saja dengan semakin sulitnya tempat dan sumber air, semakin tinggi
nilai pencemarannya, dan semakin tinggi biaya untuk pengolahan dan pemurnian
air tersebut. Oleh karena itu, nilai air yang memenuhi syarat untuk kepentingan
kehidupan ditentukan berdasarkan syarat fisik, persyaratan kimia dan persyaratan
biologis dari WHO, APPHA ( American Public Health Association ) Amerika
Serikat, atau Departemen Kesehatan R.I. ( Suriawiria, 2005 ).
lumpur, batang batang kayu, daun daun, kotoran industri kota dan sebagainya
( Sutrisno, 2004 ).
Air permukaan ada 2 macam yakni :
2.2.3.1. Air Sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu
pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya
mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi
( Sutrisno, 2004 ).
2.2.3.2. Air Rawa / Danau
Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat zat
organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang
menyebabkan warna kuning cokelat. Dengan adanya pembusukan kadar zat
organis tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula dan dalam
keadaaan kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur unsur Fe dan Mn ini
akan larut. Pada permukaan air akan timbul algae (lumut) karena adanya sinar
matahari dan O2 ( Sutrisno, 2004 ).
Jadi untuk pengambilan air, sebaiknya pada kedalaman tertentu di tengah
tengah agar endapan endapan Fe dan Mn tak terbawa, demikian pula dengan
lumut yang ada pada permukaan rawa / telaga ( Sutrisno, 2004 ).
kelamaan
dapat
menyebabkan
kematian
ikan
dan
hewan
lainnya
( Nugroho, 2006).
d. Warna, Rasa dan Bau
Air yang normal tampak jernih, tidak berwarna tidak berasa dan tidak berbau.
Air yang tidak jernih sering kali merupakan petunjuk awal terjadinya polusi di
suatu perairan. Rasa air sering kali di hubungkan dengan bau air. Bau air dapat di
sebabkan oleh bahan bahan kimia terlarut, ganggang, plankton, tumbuhan air
dan
hewan
air,
baik
yang
masih
hidup
maupun
yang
sudah
mati
( Nugroho, 2006 ).
e. Jumlah Padatan
Padatan yang dapat mencemari air, berdasarkan ukuran partikel dan sifat
sifat lainnya dapat di kelompokkan menjadi padatan terendap ( sedimen ), padatan
tersuspensi dan padatan yang terlarut. Padatan yang mengendap terdiri dari
partikel partikel yang berukuran relatif besar dan berat sehingga dapat
mengendap dengan sendirinya. Padatan tersebut terbentuk biasanya merupakan
akibat erosi. Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan
air, tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi
berukuran lebih kecil dan lebih ringan dari pada padatan terendap. Padatan terlarut
terdiri dari senyawa senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air seperti
gula dan garam garam mineral hasil buangan industri kimia ( Nugroho, 2006 ).
f. Kehadiran Mikroba Pencemaran
Air merupakan habitat berjenis jenis mikroba, seperti alga, protozoa dan
bakteri. Dari sekian banyak jenis mikroba yang bersifat patogen atau merugikan
manusia, ada beberapa jenis mikroba yang sangat tidak di kehendaki kahadirannya
karena mikroba tersebut berasal dari kotoran manusia dan hewan berdarah panas
lainnya. Mikroba tersebut dapat berperan sebagai bioindikator kualitas perairan
( Nugroho, 2006 ).
g. Kandungan Minyak dan Lemak
Meskipun minyak mengandung senyawa volatil yang mudah menguap, namun
masih ada sisa minyak yang tidak dapat menguap. Karena minyak tidak dapat
larut dalam air, maka sisa minyak akan tetap mengapung di air ( Nugroho, 2006 ).
h. Kandungan Bahan Radio Aktif
Pada perairan yang dekat dengan industri peleburan dan pengolahan logam
sering kali di temukan bahan bahan radio aktif seperti uranium, thorium - 230
dan radium - 226. Komponen komponen tersebut dapat larut dalam air hujan
dan masuk ke sumber sumber air yang ada. Semua radio aktif menimbulkan
dampak negatif bagi kesehatan manusia, di antaranya dapat menyebabkan
gangguan pada fungsi syaraf, gangguan dalam pembelahan sel yang menyebabkan
kanker serta gangguan dalam pembentukan sel sel darah yang menyebabkan
anemia ( Nugroho, 2006 ).
i. Kandungan Logam Berat
Meskipun manusia tidak secara langsung mengkonsumsi logam berat, namun
secara tidak langsung logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui
air minum dan makanan yang di konsumsinya. Kehadiran logam berat di dalam
tubuh manusia dapat menggangu reaksi kimia dan menghambat absorpsi nutrien
yang esensial. Selain menyebabkan banyak kerugian bagi manusia, hadirnya
buangan
olahan
bahan
makanan
akan
mengandung
banyak
makanan perlu mendapat pengawasan yang seksama agar bakteri patogen yang
berbahaya bagi manusia tidak berkembang biak di dalam air lingkungan
( Wardhana, 2004 ).
2.4.5. Bahan Buangan Cairan Berminyak
Minyak tidak dapat larut di dalam air, melainkan akan mengapung di atas
permukaan air. Bahan buangan cairan berminyak yang di buang ke air lingkungan
akan mengapung menutupi permukaan air. Lapisan minyak di permukaan air
lingkungan akan mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Hal ini di
sebabkan oleh lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi
oksigen dari udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam
air menjadi berkurang dan akan mengganggu kehidupan hewan air. Menghalangi
masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga fotosintesis oleh tanaman air tidak
dapat berlangsung, akibatnya, oksigen yang seharusnya dihasilkan pada proses
fotosintesis tersebut tidak terjadi. Selain dari pada itu, air yang telah tercemar oleh
minyak juga tidak dapat di konsumsi oleh manusia karena sering kali dalam cairan
yang berminyak terdapat juga zat zat yang beracun, seperti senyawa benzen,
senyawa toluen dan lain sebagainya ( Wardhana, 2004 )
2.4.6. Bahan Buangan Zat Kimia
Bahan buangan zat kimia termasuk pencemar yang sangat berbahaya dan
potensil merusak lingkungan, bahan buangan berupa zat kimia dapat masuk ke
dalam air secara langsung atau melalui mediasi. Beberapa senyawa kimia yang
umum di kenal sebagai pencemar di antaranya deterjen, insektisida, zat warna
kimia, senyawa organik, bahan sintesis, larutan penyamak kulit, dan lain lain.
Senyawa yang paling umum menjadi pencemar air adalah deterjen dan pestisida
( Situmorang, 2007 ).
( RWP ). Bangunan RWP ( pompa air baku ) berfungsi untuk memompakan air
dari Bak prasedimentasi ke Bak sedimentasi terdiri dari 3 unit pompa transfer,
kapasitas setiap pompa 110 L / det dengan rata rata head 10,4 m, memakai
motor AC nominal daya 3 x 14,35 KW.
c. Bak Koagulasi
Bangunan ini berfungsi untuk menurunkan parameter turbidity, senyawa
senyawa organik tersuspensi dan logam berat dengan penambahan koagulan PAC
dan penginjeksian klorin sesuai dengan kondisi operasi melalui pompa dosing.
Bangunan ini dilengkapi dengan 2 unit pengaduk mekanik ( Rapid Mix ). Untuk
perawatan bak, maka secara periodik dilakukan pengurasan dan buangan dialirkan
ke lagoon.
d. Bak Flokulasi
Bangunan ini berfungsi untuk memperbesar flok yang terjadi pada saat
proses koagulasi sehingga lebih mudah diendapkan pada bak pengendap
(sedimentasi). Untuk mempercepat reaksi flokulasi ditambahkan pengaduk
kecepatan lambat (Slow Mix). Untuk perawatan bak, maka secara periodik di
lakukan pengurasan dan buangan dialirkan ke lagoon. Bangunan ini berfungsi
untuk tempat padatan atau flok yang terbentuk dari proses koagulasi.
e. Bak Sedimentasi
Bak sedimentasi berfungsi untuk pengendapan padatan dan flok yang
terbentuk dari proses flokulasi. Hal hal yang diperhatikan dalam proses yang
terjadi di bak pengendap ini adalah air yang berada pada bak di kondisikan tenang
dan secara visual selalu diamati kondisi flok yang ada. Setelah terjadi pemisahan
antara flok dengan air bersih maka flok akan mengumpul di dasar bak. Dimensi
dari masing masing bak ini adalah panjang 23 m, lebar 6 m, tinggi 3,8 m. Secara
periodik flok pada dasar bak pengendap ini di kuras dan di tampung pada lagoon.
f. Saringan Pasir Cepat
Fungsi saringan pasir cepat untuk menangkap flok yang tidak dapat di
pisahkan pada bak pengendap. Flok yang masuk ke bak pasir saringan cepat akan
tertahan pada permukaan pasir sehingga semakin lama kecepatan penyaringan
akan semakin lambat, jika kondisi ini terjadi maka penyaring harus di back wash,
air di ambil dari bak reservoir dengan menggunakan pompa back wash sedangkan
air buangan di alirkan ke lagoon.
g. Bak Netralisasi
Bak netralisasi berfungsi sebagai tempat pengaturan pH agar air hasil
pengolahan mempunyai pH netral dan juga sebagai tempat penambahan khlor
untuk menjaga agar kandungan klorin dalam air yang akan didistribusikan selalu
ada untuk menghindari adanya bakteri patogen dalam air. Selanjutnya air hasil
pengolahan secara gravitasi mengalir ke reservoir dan siap untuk di distribusikan.
h. Reservoir
Reservoir ini adalah berupa bangunan beton berdimensi panjang 23 m,
lebar 23 m, tinggi 3 m dan berfungsi untuk menampung air bersih / air olahan
setelah melewati saringan pasir cepat (filter) dan bak netralisasi kemudian di
alirkan ke bak reservoir dengan kapasitas reservoir 1500 m3.
i. Pompa Transmisi
Pompa transmisi ( pompa distribusi air bersih ) berfungsi untuk
mendistribusikan air bersih ke pelanggan. Pipa transmisi terdiri dari 3 unit pompa
dengan kapasitas masing masing 100 L / det ; total head 75 m.
j. Sludge Lagoon
Daur ulang adalah cara paling cepat dan aman dalam mengatasi dan
meningkatkan kualitas lingkungan. Prinsip ini telah mendorong perusahaan untuk
membangun sarana pengolahan air limbah berupa sludge lagoon. Lagoon ini
berfungsi sebagai media penampungan air buangan bekas pencucian sistem
pengolahan dan kemudian air tersebut di salurkan kembali ke Bak Pengendap I
untuk diproses kembali ( Katalog PDAM Tirtanadi Hamparan Perak ).
pakai bahwa semakin luar biasa kekeruhan semakin kuat limbah itu. Sampah
industri dapat menambah sejumlah besar zat zat organik dan anorganik yang
menghasilkan kekeruhan. Air cucian di jalanan juga menambah / menghasilkan
kekelaman. Kekeruhan di ukur dalam bagian bagian per sejuta dalam ukuran
berat atau dengan miligram per liter, namun ukuran ukuran demikian itu
umumnya terbatas pada air dan hanya kadang kadang dibuat untuk limbah dan
selokan. Namun, pada beberapa limbah dan proses proses pembenahan air, suatu
penentuan kekeruhan secara cepat, mengingat penentuan penentuan yang lambat
dan makan waktu dari benda benda terapung yang di laksanakan untuk menilai
kegunaan metode yang di pergunakan dalam pembuangan benda benda terapung
tersebut,
dapat
dibuat
untuk
memperoleh
keterangan
yang
penting
( Mahida, 1993 ).
Pengukuran langsung padatan tersuspensi total sering makan waktu.
Ilmuwan sering mengukur kekeruhan ( turbiditas ) yang dapat memperkirakan
padatan tersuspensi total dalam suatu contoh air. Turbiditas di ukur dengan alat
turbidiuster yang mengukur kemampuan cahaya untuk melewati contoh air itu.
Partikel yang tersuspensi itu akan menghamburkan cahaya yang datang, sehingga
menurunkan intensitas cahaya yang di transmitasikan ( Sastrawijaya, 2000 ).
Kekeruhan menunjukkan sifat optis air yang menyebabkan pembiasan
cahaya ke dalam air, kekeruhan membatasi pencahayaan ke dalam air. Sekalipun
ada pengaruh padatan terlarut atau partikel yang melayang dalam air namun
penyerapan cahaya ini dipengaruhi juga bentuk dan ukurannya ( Agusnar, 2008 ).
Demikian pula yang terjadi pada molekul - molekul dengan diameter yang
besar atau teragregasi sebagai contoh molekul suspensi atau koloida. Percikan
hamburan pada larutan suspensi dan sistem koloida panjang gelombangnya
mendekati ukuran partikel molekul suspensi atau sistem koloida tersebut. Radiasi
hamburan tersebut dikenal sebagai hamburan Tyndal atau hamburan mie yang
melahirkan metode turbidimetri ( Mulja, 1995 ).
Hamburan Tyndal adalah hamburan REM oleh molekul atau partikel yang
teragregasi dalam bentuk suspensi atau koloid yang partikel partikelnya lebih
besar dari ukuran molekul. Sifat hamburan Tyndal ini adalah frekuensi dan
panjang gelombang sama dengan sumber radiasi ( Mulja, 1995 ).
Hamburan Tyndal dimanfaatkan untuk turbidimetri dan nefelometri sebagai
penentuan kekeruhan. Sebagai standar dipakai larutan 5 gram hidrazin sulfat
(N2H4.HSO4 ) dan 5 gram heksamitilen tetramin dalam 1 liter aquadestilata.
Campuran
tersebut
dinyatakan
memberikan
kekeruhan
4000
NTU
( Mulja, 1995 ).
Metode pengukuran turbiditas dapat di kelompokkan kedalam 3 golongan :
1. Pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang di hamburkan terhadap
intensitas cahaya yang datang.
2. Pengukuran perbandingan cahaya yang diteruskan terhadap cahaya yang
datang.
3. Pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman cahaya mulai tidak tampak di
dalam lapisan medium yang keruh.
dari analisis nefelometri. Analisis nefelometri adalah paling peka untuk suspensi
suspensi yang sangat encer ( > 100 mg / l ). Teknik teknik untuk analisis
turbidimetri dan analisis nefelometri masing masing menyerupai analisis filter
fotometri dan fluorimetri. Membuat kurva kalibrasi di anjurkan dalam penerapan
penerapan nefelometri dan turbidimetri, karena hubungan antara sifat sifat
optis suspensi dan konsentrasi terdispersinya paling jauh adalah semi empiris
( Basset, 1994 ).
Di dalam melakukan pengukuran turbidity menggunakan lilin turbidity
meter dari Jackson dan cara Nephelometer. Pengukuran dengan lilin turbidity
meter menggunakan tabung gelas yang di kalibrasi menurut tabel dan standar,
lilin. Sampel di tuang ke tabung sampai nyala lilin tidak kelihatan. Tinggi tabung
di ukur dan di bandingkan dengan standar turbidity (1 unit turbidity = mg / l SiO2)
( Sutrisno, 2004 ).
Pengukuran turbidity berdasarkan atas penetrasi sinar lilin melalui sampel
air sehingga nyala lilin tidak dapat diamati melalui air. Pengukuran ini hanya
dapat menentukan turbidity terendah 25 unit ( Sutrisno, 2004 ).
Cara Nephelometer merupakan pengukuran turbidity tidak langsung. Cara
ini membandingkan intensitas penyebaran cahaya yang disebabkan oleh sampel
air dengan intensitas yang disebabkan oleh suspensi standar air pada kondisi yang
sama. Semakin tinggi intensitas penyebaran cahaya, semakin tinggi penyebaran
sinar. Oleh karena itu baik sekali untuk mengukur turbidity yang rendah
( Sutrisno, 2004 ).